Jaka Galing Jilid 14

Cambuk terayun terus dan ketika ujung cambuk telah lima kali menyobek kulit punggung Jaka Galing, tiba-tiba terdengar suara wanita menjerit, dan dari dalam hutan itu datang berlari-larian dua orang wanita.

Puspasari lari dan menubruk Jaka Galing sambil menangis, sedangkan Dewi Cahyaningsih langsung menghampiri Sang Prabu Brawijaya dan menyembah di depan kakinya.

Sang Prabu Brawijaya melihat bahwa puterinya selamat tidak kurang suatu apa, mengangkat tangan menahan senopati yang bertugas mencambuki Jaka Galing.

“Rama prabu..... anak muda ini tidak berdosa, mohon ampun, rama prabu......” kata Dewi Cahyaningsih sambil menangis.

Lalu dengan suara pilu ia menceritakan betapa sesungguhnya kedua belas pengawal istana itulah yang hendak membunuh dia dan puterinya dan kalau tidak ada Jaka Galing dan Indra yang menolong, tentu mereka berdua telah tewas!

Bukan main marahnya Pangeran Lembupangarsa mendengar ini. Dengan sekali tendang saja ia membuat tubuh Dwipa terguling-guling dan penjahat itu lalu dibelenggu dan menerima beberapa kali pukulan lagi!

Sementara itu, ketika Puspasari menghampirinya, Jaka Galing memandang dengan senyum untuk menghibur hati dara itu dan untuk menyatakan bahwa hukuman itu bukan apa-apa baginya.

Puspasari menggunakan sehelai sapu tangan untuk menyeka darah dan peluh di punggung Jaka Galing. Indra yang melihat kemesraan ini hanya menghela napas dan ia sama sekali tak iri hati atau marah, hanya menyesali nasib sendiri.

Akan tetapi, ketika mendengar betapa Dewi Cahyaningsih menyebut rama prabu kepada Sang Prabu Brawijaya, tiba-tiba wajah Jaka Galing menjadi pucat sekali dan ia roboh dan pingsan!

Puspasari menjerit dan Indra juga menubruk kawannya itu dan menggoyang-goyang tubuhnya. Semua orang merasa heran termasuk Prabu Brawijaya sendiri. Tadi ketika menerima pukulan cambuk, pemuda itu sedikitpun tidak memperlihatkan rasa sakit bahkan bulu matanya sedikitpun tidak pernah berkedip. Mengapa sekarang tiba-tiba jatuh pingsan?

Tapi sebentar kemudian Jaka Galing siuman kembali dan begitu ia sadar, ia tertawa tergelak-gelak. Suara ketawanya membangunkan bulu tengkuk, karena terdengar menyeramkan dan ia lalu berkata kepada Prabu Brawijaya.

“Gusti sinuhun, hamba telah mendengar betapa paduka adalah seorang maha raja yang terkenal sakti mandraguna dan waspada bijaksana. Maka hamba merasa bangga sekali telah merasai sedikit hukuman cambuk dari paduka.”

Puspasari heran sekali melihat sikap pemuda itu yang tiba-tiba berubah dan sama sekali tidak mau memperhatikan dia lagi. Akan tetapi, di hadapan sang Prabu Brawijaya, ia tidak berani menyatakan sesuatu hanya duduk dengan menundukkan kepala, sementara Indra juga memandang kepada Jaka Galing dengan heran.

Sebaliknya Sang Prabu Brawijaya tersenyum.
“Jaka Galing, kau ternyata telah terkena fitnah, dan seharusnya aku berterima kasih kepadamu karena kau telah menolong jiwa puteriku dari kebinasaan. Akan tetapi, masih ada satu hal lagi, yaitu tentang pembunuhan Pangeran Bagus Kuswara. Apakah betul kau yang membunuhnya ?”

Jaka Galing tersenyum dan sikapnya sekarang begitu terbuka dan gembira!
“Tentang hal itu, jika paduka mengijinkan, biarkanlah hamba menghadapi Adipati Gendrosakti si jahanam itu. Bila hamba telah berhadapan dengan keparat itu, tentu paduka akan mendengar sendiri !”

Jawaban ini sebenarnya kurang ajar, tetapi Sang Prabu Brawijaya tidak menjadi marah, bahkan bertanya,

“Eh, anak muda, apakah kau berani menghadapi Adipati Gendrosakti yang berkepandaian tinggi dan sakti mandraguna itu ?”

“Hamba takkan mundur setapakpun menghadapi seorang penjahat, gusti.”

Prabu Brawijaya lalu memanggil Pangeran Lembupangarsa.
“Lembupangarsa.” katanya dengan wajah berseri, “kau tadi telah berlaku lancang kepada Jaka Galing tanpa memeriksa dulu, sekarang kau cobalah keperwiraan anak muda itu, Jaka Galing, kau kuperkenankan melawan dan bertanding dengan Pangeran Lembupangarsa!”

Ternyata bahwa biarpun perintah ini terdengar aneh, namun sebenarnya Prabu Brawijaya hendak menguji kesaktian Jaka Galing sebelum anak muda yang menarik hatinya itu menghadapi Adipati Gendrosakti yang telah diketahui kedigdayaannya!

Pula, memang Sang Prabu Brawijaya suka melihat keperwiraan, terutama dari anak-anak muda yang tampan dan gagah seperti Jaka Galing yang sikapnya betul-betul telah menarik hatinya dan menimbulkan kasih sayang di dalam dadanya.

Mendapat perintah dari Sang Prabu Brawijaya ini, Jaka Galing tampak gembira sekali. Ia lalu menyembah dan berdiri mengikuti Pangeran Lembupangarsa yang sudah siap menantinya di dalam kalangan yang dibuat oleh para perajurit yang mengelilingi tempat itu.

Meraka berdua berhadapan, sama muda, sama tampan, sama gagah dan bidang bahunya. Hanya dalam soal pakaian Jaka Galing kalah, akan tetapi potongan tubuh dan ketampanan wajah mereka seimbang!”

“Jaka Galing, sebelum kita mengukur tenaga mengadu kesaktian, harap kau maafkan dulu kalau aku tadi telah salah tangan memukulmu.” kata Pangeran Lembupangarsa yang berwatak jujur.

“Tidak apa, gusti pangeran, hamba sedikitpun tidak menaruh dendam. Dan sebelumnya maafkan jika dalam pertandingan adu tenaga ini hamba akan salah tangan.”

“Waspadalah!” seru Pangeran itu yang lalu menyerang dengan pukulan tangan kanan.

Jaka Galing sigap mengelak dan balas menyerang. Tak lama kemudian mereka lalu bertanding seru dan ramai.

Saling tampar, saling jotos, dan saling tendang. Tetapi semua serangan kedua pihak dapat dielakkan atau ditangkis. Debu mengebul ke atas saking hebatnya gerakan- gerakan mereka yang dilakukan sepenuh tenaga.

Mereka mengeluarkan kepandaian masing-masing, mengeluarkan kepandaian pencak silat dan kesaktian, akan tetapi keadaan mereka tetap berimbang tanpa ada yang kalah! Pangeran Lembupangarsa sigap dan trampil, akan tetapi Jaka Galing cekatan dan cepat. Pertempuran itu bagaikan pertempuran dua ekor harimau yang saling bertempur mati-matian.

Tak dapat ditahan lagi para perajurit bersorak ramai karena tegangnya pertempuran itu. Juga Indra dan kawan-kawannya bersorak-sorak, sedangkan Sang Prabu Brawijaya mengangguk-anggukkan kepala dan memuji.

Lebih hebat dan tegang lagi pertempuran itu ketika keduanya mengeluarkan aji kesaktian mereka. Jaka Galing kena ditampar telinganya tetapi tangan yang menampar itu meleset seakan-akan menampar batu yang licin dan Jaka Galing merasa seakan-akan hanya diusap-usap pipinya oleh tangan gadis cantik!

Ia tersenyum saja menerima tamparan itu dan dengan luar biasa hebatnya ia balas menjotos dada Pangeran Lembupangarsa. Akan tetapi ketika tangannya menghantam dada, tangan itu terpental kembali, sedangkan Pangeran Lembupangarsa hanya tersenyum saja menerima jotosan itu, seakan-akan hanya dipijit oleh tangan halus seorang dara!

Pada suatu saat Jaka Galing dapat ditangkap, diangkat ke atas lalu dilontarkan dengan sekuat tenaga. Akan tetapi Jaka Galing menggunakan kesaktiannya dan jatuh kembali ketempat semula, yaitu di hadapan lawannya dengan berdiri seperti seekor kupu- kupu hinggap di atas setangkai bunga mawar!

Jaka Galing tidak mau kalah,ditangkapnya Pangeran Lembupangarsa, diangkatnya tinggi-tinggi lalu di banting! Tetapi pangeran yang gagah perkasa itupun tiba di atas tanah dengan berdiri, maka mereka lalu saling terjang kembali!

Dan meledaklah suara riuh dan sorak-sorai memuji kedua ksatria yang memiliki kesaktian dan keuletan seimbang.

Kini kedua-duanya telah lupa bahwa mereka hanyalah sekedar mengukur tenaga belaka. Mereka telah menjadi panas hati karena nafsu telah menguasai hati mereka untuk saling menjatuhkan!

Mereka berjuang mati-matian untuk memperoleh kemenangan, akan tetapi lawan terlampau kuat hingga kedua-duanya tak berdaya! Pangeran Lembupangarsa yang terkenal sebagai banteng muda Majapahit dan menjadi murid terkasih dari Patih Gajah Mada yang digdaya dan sakti mandraguna, menjadi malu sekali. Ia lalu mencabut keris pusakanya yang ampuh yakni Kyai Barowo.

Melihat betapa lawannya mencabut keris yang mengeluarkan hawa panas mengerikan. Jaka Galing lalu memberi isyarat kepada Indra. Kawannya ini mengerti isyarat Jaka Galing, lalu ia mengambil tombak Kyai Santanu yang tadi dititipkan kepadanya, lalu melontarkan tombak itu ke arah kawannya. Jaka Galing menyambut tombak pusaka Kyai Santanu dan bersiap sedia.

“Kalau paduka hendak mengajak adu jiwa, silakan pangeran!” kata Jaka Galing dengan sikap tenang.

Keduanya berdiri dengan senjata ampuh di tangan, saling berhadapan, saling pandang. Keadaan tiba-tiba menjadi tegang sekali dan kini para penonton tidak ada yang bersorak lagi, semua memandang berdebar dan tak berani bernapas.

Tiba-tiba Sang Prabu Brawijaya memecah kesunyian.
“Lembupangarsa! Jaka Galing! Tahan nafsumu dan simpan senjata kalian! Tak malukah kalian ksatria yang gagah perkasa tapi lemah iman hingga mudah saja dikuasai nafsu angkara?”

Ucapan Sang Prabu Brawijaya ini merupakan air wayu yang dingin menyiram api yang berkobar-kobar hingga sebentar saja rasa dingin menyusup kepala dan dada kedua anak muda yang gagah itu hingga mereka menjadi lemah dan sadar.

“Kau benar-benar gagah perkasa, Galing!” kata Pangeran Lembupangarsa.

“Masih belum dapat melawan kedigdayaan paduka, gusti Pangeran!” jawab Jaka Galing dengan sederhana.

Kemudian keduanya menghadap Sang Prabu Brawijaya yang merasa kagum sekali melihat sepak terjang Jaka Galing.

Sang Prabu Brawijaya merasa marah sekali kepada Adipati Gendrosakti dan beliau lalu memberi perintah kepada semua orang untuk segera berangkat menuju ke Tandes.

Dewi Cahyaningsih dengan hati hancur ikut pula dalam rombongan ini, naik tandu bersama puterinya. Diam-diam di dalam hati puteri ini menangis tersedu-sedu dan mengeluh kepada Dewata mengapa ia bernasib semalang ini, karena betapapun juga, Adipati Gendrosakti adalah suaminya ! Kini ayahnya sendiri menuju kesana hendak menghukum suaminya, dan isteri yang manakah yang takkan merasa hancur melihat kehancuran suaminya di depan mata?

Sementara itu, Puspasari diam-diam juga menangis, tapi biarpun ia juga merasa sedih karena perbuatan-perbuatan ayahnya, namun sebagian besar hati dan pikirannya penuh dengan bayangan Jaka Galing yang telah berubah sikapnya itu dan di dalam lubuk hatinya ia merasa bahwa tentu terjadi sesuatu dalam diri pemuda itu hingga ia merasa cemas sekali!

**** 14 ****

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar