Si Racun Dari Barat (See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan) Bab 11

Si Racun Dari Barat (See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan) Bab 11
Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
----------------------------


Bab 11
Pek Tho San San Kun tertawa dingin, lalu menatap Ouw Yang Coan seraya berkata dengan dingin pula.

"Ouw Yang Coan, aku melewati hari-hari di Pek Tho San Cung, kau justru hidup berdekatan denganku pula, bahkan amat angkuh dan menganggap dirimu sebagai jago nomor satu di daerah See Hek. Lalu aku Jen It Thian terhitung apa? Aku harus membunuhmu, agar diriku menjadi jago nomor satu di daerah See Hek ini!"

"Jen It Thian, aku dan kau selama ini tidak saling bertikai, mengapa kau berniat membunuhku?" sahut Ouw Yang Coan perlahan-lahan.

Pek Tho San San Kun tertawa terkekeh-kekeh.

"He he he! Ouw Yang Coan, kau mencampuri urlisanku, maka aku harus membunuhmu!"

"Kau adalah makluk aneh! Kau kumpulkan wanita cantik kemudian kau taruh di dalam peti! Bukankah kau orang gila?"

"Ouw Yang Coan, aku mau berbuat apa adalah u rusa n ku, kau tidak usah turut campur! Hari ini kau ke mari, maka harus mampus!"

Pek Tho San San Kun bersiul panjang. Seketika semua orang yang berdiri di halaman, termasuk keempat muridnya langsung mengeluarkan senjata. Mereka menatap Ouw Yang Coan dengan dingin sekali.

Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong berseru sekeras-kersanya.

"Kalian dengar baik-baik! Apabila Ouw Yang Coan berhasil meloloskan diri, leher kalian semua pasti putus!" seru Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong.

Semua orang mengangguk.

Sang Seng Kiam Giok Shia berkata lantang.

"Ouw Yang Coan, kau pasti mampus di Pek Tho San Cung!" kata Sang Seng Kiam Giok Shia dengan lantang.

"Ouw Yang Coan, kau pasti mampus! Tidak perlu guru kami yang turun tangan, kau akan mampus di tangan kami!" sambung Wan To Ma Sih.

Ouw Yang Coan tertawa dingin sambil menatap Pek Tho San San Kun. Laki-laki kerdil itu tertawa puas, kemudian berkata pada Bokyong Cen.

"Nona, aku bukan cuma menghendakimu, melainkan juga menghendaki kakak beradik Ouw Yang mampus di sini! Bagaimana menurutmu?"

Bokyong Cen diam saja, namun keningnya ber-kerut-kerut.

Sedangkan Ouw Yang Coan memandang Ouw Yang Hong. Hatinya terasa tenggelam entah ke mana, karena tahu kalau cuma dia seorang diri, sudah pasti gampang meloloskan diri. Tapi ditambah adiknya dan Bokyong Cen, sulit baginya membawa mereka pergi.
Setelah berpikir demikian, dia lalu berkata kepada Pek Tho San San Kun.

"San Kun, lepaskan adikku dan Nona Bokyong, lalu kita bertarung! Bagaimana?"

Pek Tho San San Kun menggelengkan kepala sambil tertawa, lalu meloncat ke atas meja. Setelah itu dia memandang Ouw Yang Coan seraya berkata.

"Ouw Yang Coan, mengapa aku harus melepaskan mereka? Lagi pula kau sudah ke mari, bagaimana mungkin aku melepaskan macan kembali ke sarangnya? Tentunya kau mengerti, bukan?"

Ouw Yang Coan mengerutkan kening.

"Kau tidak setuju?"

Pek Tho San San Kun tertawa, kemudian memberi isyarat. Seketika tampak tiga orang bersenjata golok, cambuk dan kampak memasuki ruangan itu.

Tanpa banyak bicara, mereka bertiga langsung menyerang Ouw Yang Coan dengan senjata masing-masing.

Bukan main cepatnya gerakan ketiga macam senjata itu, sehingga menimbulkan suara menderu-deru. Ouw Yang Coan segera berkelit, maka golok itu menyabet pinggiran meja hingga somplak, cambuk panjang itu menghantam lantai hingga pecah, sedangkan kampak itu menghantam meja hingga berlubang.

Hati Ouw Yang Coan tersentak. Semula dia hanya mengira bahwa Pek Tho San San Kun dan keempat muridnya yang berkepandaian tinggi, tapi tidak tahunya ketiga orang ini pun berkepandaian begitu tinggi pula. Kalau begitu, bagaimana cara aku menyelamatkan Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen? Itu membuatnya berkeluh dalam hati. Kemudian dia menggerakkan tongkatnya bagaikan kilat menyerang ketiga orang itu.

Akan tetapi dia baru menyerang dua jurus, ketiga orang itu telah menyerangnya hampir tiga puluh jurus.

Ouw Yang Coan tertawa dingin lalu berkata.

"Kalian bertiga sungguh berani bertarung denganku!"

Mendadak dia menggerakkan tongkatnya menyerang orang yang bersenjata kampak, mengarah tiga jalan darahnya. Orang itu tersentak, dan langsung meloncat ke belakang.

Akan tetapi, mendadak tongkat di tangan Ouw Yang Coan mengarah orang yang bersenjata golok. Sibuklah orang itu, karena ujung tongkat itu mengarah jalan darah di bagian dadanya.

Apa boleh buat! Orang itu terpaksa meloncat ke samping. Kesempatan itu dimanfaatkan Ouw Yang Coan untuk menyerang orang yang bersenjata cambuk. Orang itu sama sekali tidak menduga akan adanya serangan itu, sehingga tangannya terpukul oleh tongkat Ouw Yang Hong.

Wajah orang itu berubah pucat, dan dia langsung meloncat ke belakang.

Orang itu tahu bahwa tongkat di tangan Ouw Yang Coan mengandung racun ganas. Kini tangannya terpukul oleh tongkat itu, maka sudah pasti dirinya akan keracunan.
"San Kun, tongkatnya . . . mengandung racun . . ." teriaknya.

Dia masih ingin menyerang Ouw Yang Coan, tapi mendadak roboh, tak mampu bangkit berdiri lagi.

Kedua temannya saling memandang. Di saat bersamaan Ouw Yang Coan justru menyerang mereka berdua.

Serangan Ouw Yang Coan sungguh membahayakan. Tiba-tiba terdengar suara bentakan, ternyata keempat murid Pek Tho San San Kun yang membentak, sekaligus menyerangnya.

Apa boleh buat! Ouw Yang Coan terpaksa berkelit, maka kedua orang itu selamat.
Ouw Yang Coan berseru keras.

"Jen lt Thian, kau sebagai majikan Pek Tho San Cung, apakah pantas bertarung dengan cara keroyokan? Itu terhitung kepandaian apa? Ayoh! Mari kita bertarung di halaman!"

Pek Tho San San Kun tertawa dingin lalu menyahut.

"Baik! Mari kita bertarung di halaman! Aku ingin lihat jago nomor satu daerah See Hek memiliki kepandaian apa!"

Kemudian dia menyuruh para anak buahnya ke halaman. Begitu pula keempat muridnya, mereka berempat pun membawa Bokyong Cen dan Ouw Yang Hong ke halaman.

Semua orang berdiri di halaman dengan membawa obor, sehingga halaman itu menjadi terang.

Pek Tho San San Kun Jen It Thian berdiri di tengah-tengah, mengangkat sepasang tangannya dekat dada, kelihatannya sedang menunggu Ouw Yang Coan menyerang lebih dulu.

Ouw Yang Coan berdiri di hadapan Pek Tho San San Kun. Hatinya terasa tegang juga, sebab pertarungan ini akan menyangkut namanya, bahkan juga menyangkut nyawa Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen.

Mendadak Pek Tho San San Kun berkata.

"Kata orang, tongkat ularmu itu amat lihay. Tapi menurutku jurus-jurus ilmu tongkat ularmu itu hanya biasa-biasa saja! Tadi kau bertarung dengan Soat San Sam Lo cuma mampu merobohkan satu orang itu, bagaimana bertarung denganku?"

Ouw Yang Coan mendengus dingin. Ketika dia baru mau menggerakkan tongkatnya, mendadak terdengar suara aneh, yang disusul oleh suara pintu yang hancur herantakan, lalu tampak muncul seseorang dengan ramhut awut-awutan, sebelah tangannya memegang sebuah cambuk.

Dia meloncat ke hadapan Ouw Yang Coan, lalu menggeram dengan mata melotot dan wajahnya tampak kehijau-hijauan.

"Ouw Yang Coan, cepat berikan obat pemunah racun!"

Ouw Yang Coan tidak menyahut, hanya tertawa dingin. Orang itu langsung menyerangnya dengan cambuk, tapi Ouw Yang Coan segera berkelit, sehingga cambuk itu menghantam tempat kosong.

Di saat bersamaan, Ouw Yang Coan menggerakkan tongkatnya untuk menggaet ujung cambuk itu, lalu dikibaskannya ke arah orang tersebut. Ujung cambuk tersebut menghantam kening orang itu sehingga orang itu roboh dan nyawanya pun melayang seketika.

Bukan main terkejutnya semua orang menyaksikan kejadian itu. Suasana di tempat itu menjadi hening seketika, tak terdengar suara apa pun. Kini semua orang baru percaya akan kelihayan ilmu silat Ouw Yang Coan, maka mereka semua menyingkir lebih jauh, agar tidak tersambar tongkatnya.

Sebaliknya Pek Tho San San Kun Jen It Thian malah tertawa gelak, lalu menuding Ouw Yang Coan seraya berkata.

"Ouw Yang Coan, kau kira dengan tongkat ularmu itu, kau dapat meracuni seluruh Pek Tho San Cungku? Kau harus tahu, aku pernah mengumpulkan begitu banyak ular berbisa di Tiong-goan! Kalau tidak bertemu Oey Yok Su, pemilik Pulau Tho Hoa To, saat ini kau pasti akan menghadapi barisan ular berbisaku! Karena itu, tongkat ularmu tak dapat berbuat apa-apa terhadap diriku!"

Usai berkata, mendadak dia bersiul panjang, sekaligus menyerang Ouw Yang Coan secepat kilat.

Ouw Yang Coan berkelit lalu balas menyerang. Maka terjadilah pertarungan yang amat sengit. Ouw Yang Coan menggunakan tongkat ular. Sedangkan Pek Tho San San Kun bertangan kosong, tapi gerakannya sangat cepat, gesit dan lincah. Tongkat ular di tangan Ouw Yang Coan meliuk-liuk bagaikan seekor ular yang kadang-kadang juga bergerak bagaikan kilat.

Sementara Ouw Yang Hong telah siuman dari pingsannya, tapi tiga buah jalan darahnya dalam keadaan tertotok. Dia tidak bisa bergerak, namun masih dapat menyaksikan pertarungan yang amat dahsyat itu.

Setelah menyaksikan sejenak, dia tersadar akan satu hal. Kakaknya bertarung dengan Pek Tho San San Kun. Mereka berdua menggunakna tenaga lunak dan jurus-jurus yang bergerak cepat. Apabila salah seorang di antara mereka menggunakan tenaga keras, dalam beberapa jurus pasti dapat memenangkan pertarungan itu.

Walau Ouw Yang Hong sadar akan hal itu, tapi kedua orang yang sedang bertarung itu justru tidak tahu, sebab mereka berdua bertarung dengan gerakan cepat, maka tiada kesempatan untuk memperhatikan hal tersebut.

Mereka berdua bertarung seimbang. Berselang sesaat Ouw Yang Coan berkata kepada Pek Tho San San Kun.

"Jen It Thian, lepaskanlah adikku dan Nona Bokyong, kita bertarung lain hari saja!"
Pek Tho San San Kun tertawa.

"Ouw Yang Coan, kau menganggap dirimu sebagai jago nomor satu di daerah See Hek, maka hari ini aku menghendakimu mampus di sini!"

Pek Tho San San Kun memberi isyarat. Sang Seng Kiam Giok Shia segera maju ke depan, lalu memberi hormat.

"Ada perintah apa, Guru?" tanyanya.

Pek Tho San San Kun menunjuk Ouw Yang Hong, lalu menyahut.

"Bawa dia ke mari agar bisa berdekatan dengan kakaknya!"
Sang Seng Kiam Giok Shia mengangguk, kemudian menyeret Ouw Yang Hong ke tengah-tengah halaman.

Pek Tho San San Kun tertawa terkekeh-kekeh.

"He he heee! Ouw Yang Coan, buang tongkat ularmu dan segera membunuh diri di hadapanku, aku pasti melepaskan Ouw Yang Hong dan Nona Bokyong, itu agar keluarga Ouw Yang punya keturunan!"

Betapa gusarnya Ouw Yang Coan. Dia tidak tahu harus bagaimana baiknya.
"Aku akan menyebut namamu tiga kali, kau harus membunuh diri! Kalau tidak, Ouw Yang Hong pasti jadi mayat!" kata Pek Tho San San Kun lagi.

Ouw Yang Coan berdiri tak bergerak. Namun sepasang matanya berapi-api.
Pek Tho San San Kun menudingnya.

"Ouw Yang Coan jago nomor satu di daerah See Hek, kau harus mampus atau tidak?" katanya dingin.

Ouw Yang Coan berkertak gigi. Rupanya ingin sekali menghantam Pek Tho San San Kun dengan tongkatnya.

Sedangkan Pek Tho San San Kun tertawa puas, menengadahkan kepala seraya berseru.

"Ouw Yang Coan jago nomor satu di daerah See Hek, kau harus mampus atau tidak?"
Ouw Yang Coan tidak menyahut, hanya mengangkat tongkatnya ke atas. Saat ini pikirannya kacau balau. Haruskah aku mati? Keluarga Ouw

Yang hanya tinggal kami berdua kakak beradik, maka keluarga Ouw Yang harus punya keturunan! Kalau begitu, adikku harus hidup! Apabila adikku mati, bagaimana mungkin keluarga Ouw Yang akan punya keturunan? Keluarga Ouw Yang punya keturunan, mati pun tidak akan penasaran! Tapi guru yang telah menyelamatkanku. Sedangkan dendamnya belum terbalas, bagaimana mungkin aku mati? Itu membuat pikiran Ouw Yang Coan semakin kacau.

Pek Tho San San Kun berseru lagi dengan suara lantang, kelihatannya dia tidak ingin Ouw Yang Coan berpikir banyak.

"Ouw Yang Coan jago nomor satu di daerah See Hek, kau harus mampus . . ."
Sebelum Pek Tho San San Kun usai berseru, mendadak terdengar suara yang amat dingin.

"Dia harus mampus atau tidak, itu urusanku! Kau tuh apa, berani menentukan mati hidupnya?"

Semua orang terperanjat, karena tahu orang yang bersuara itu memiliki Iwee kang yang amat tinggi. Mereka semua menengok ke sana ke mari, tapi tidak tampak seorang pun berada di sekitar mereka.

Bukan main terkejutnya Pek Tho San San Kun, sebab dia mendengar jelas suara itu. "Siapa? Cepat keluar!" bentaknya. Berselang beberapa saat barulah terdengar suara sahutan, yang bernada ringan dan dingin.

"Kau menghendakiku keluar, itu tidak bisa! Sebab aku sudah tua, lagi pula cacat! Apabila aku keluar, kau pasti akan merasa kecewa!"

Sang Seng Kiam Giok Shia langsung membentak keras.

"Ayo cepat keluar!"

Terdengar suara sahutan lagi.

"Tanganmu memegang sepasang pedang! Pada hal kau adalah gadis cantik, tapi dalam hatimu penuh diliputi hawa membunuh! Hari ini kau harus merasakan tusukan pedangmu sendiri!"

Mendengar kata-kata itu, Pek Tho San San Kun cepat-cepat memberi isyarat kepada Sang Seng Kiam Giok Shia, agar muridnya itu diam.

"Cianpwee, harap perlihatkan diri!" katanya kemudian dengan serius.
Terdengar suara sahutan.

"Jen It Thian, kau meremehkan muridku, itu memang masuk akal sebab kau memiliki ilmu silat yang beracun, maka tongkat ular itu tidak bisa berbuat apa-apa terhadapmu. Lagi pula kau pun memiliki tujuh puluh dua macam akal licik, sehingga membuatmu meremehkan orang lain!"

"Kau mau bagaimana?" tanya Pek Tho San San Kun.

Terdengar suara sahutan lagi. "Lepaskan mereka!"
Pek Tho San San Kun berpikir lama sekali.

"Baik! Ouw Yang Coan, kau boleh pergi sekarang!" katanya kemudian.
"Aku harus membawa serta adikku dan Nona Bokyong!" kata Ouw Yang Coan.
Pek Tho San San Kun menggelengkan kepala.

"Tidak bisa! Tidak bisa! Aku tidak perduli akan Ouw Yang Hong, tapi Nona Bokyong adalah benda mustikaku! Bagaimana mungkin kau membawanya pergi?"
Terdengar suara orang itu.

"Anak Coan, urus dirimu sendiri saja, tidak usah memperdulikan orang lain!"
Hati Ouw Yang Coan tergerak, menyahut dengan suara rendah.

"Benar kata Guru."

Ouw Yang Coan membalikkan badannya, lalu berjalan mendekati Ouw Yang f tong dan Bokyong Cen, sekaligus membebaskan jalan darah adiknya yang tertotok itu.

"Adik, mari kita pergi!" katanya dengan ringan kepada Ouw Yang Hong.
Kemudian dia juga berkata kepada Bokyong Cen, tapi tidak berani memandang wajahnya.

"Nona Bokyong, mari ikut kami pergi!"

Bokyong Cen memandang Ouw Yang Hong dengan ala berbinar-binar, namun bagaimana perasaan dalam hatinya, siapa pun tidak mengetahuinya.

Ouw Yang Coan menarik Ouw Yang Hong pergi, tapi hanya beberapa langkah, Ouw Yang Hong sudah menoleh ke belakang seraya berseru.

"Nona Bokyong, kalau kau tidak mau pergi, bagaimana mungkin aku meninggalkanmu?"
Ouw Yang Hong tidak mau melangkah, dan ini membuat Ouw Yang Coan terpaksa berhenti, tidak bisa meninggalkan halaman rumah itu.
Terdengar tawa dingin.

"He he! Tidak salah. Anak Coan, apa yang kau katakan itu memang tidak salah. Mereka berdua sudah saling mencinta, maka kau harus membiarkan mereka berdua berada di tempat ini. Anak Coan, mari kita pergi!"

Ouw Yang Coan terpaksa menurut, Dia berjalan beberapa langkah, lalu berhenti dan menundukkan kepalia.

"Guru, mengapa Guru melarang adikku dan Nona Bokyong ikut pergi?" tanyanya.
Akan tetapi tiada sahutan. Sepertinya orang yang bersuara merasa serba salah, maka tidak menyahut.

Itu membuat Pek Tho San San Kun Jen It Thian merasa tidak beres.

"Ouw Yang Coan, janganlah kau mendesakku!" serunya.

Ouw Yang Coan menatapnya tanpa mengeluarkan suara, kelihatannya seakan sedang menunggu perintah dari orang yang bersuara tadi.

Berselang beberapa saat, barulah terdengar suara orang itu, yang bernada ringan dan datar.

"Sudah belasan tahun aku tidak bertemu orang! Anak kecil, kau jangan mendesakku!"

"Kalau kau ingin membawa pergi Nona Bokyong, aku pasti akan mengadu nyawa denganmu!" sahut Pek Tho San San Kun.

Sementara para anak buah Pek Tho San San Kun sudah mulai mengurung kakak berdik Ouw Yang itu. Apabila si Kerdil memberi perintah, mereka semua pasti menyerang Ouw Yang Coan dan adiknya.

Di saat bersamaan, terdengar lagi suara orang itu.

"Aku malas turun tangan, tapi tahukah kau siapa aku?"

Pek Tho San San Kun Jen It Thian tertawa dingin.

"Apakah kau adalah Tionggoan tayhiap Liau Bun Sen? Kau adalah Ong Tiong Yang, ataukah Su Ciau Hwa Cu, Tetua Kay Pang? Kalau kau adalah salah seorang di antara mereka, tentunya aku takut padamu! Tapi kalau bukan, kau justru harus takut padaku!"

Orang itu berkata perlahan-lahan.

"Belasan tahun aku tidak keluar, di kolong langit sudah kacau balau! Anak kecil, aku adalah Pek Bin Lo Sat!"

Seketika suasana di tempat itu menjadi hening.

"Jen It Thian, lepaskan gadis itu, aku akan mengampuni nyawamu!" kata orang itu lagi.
Pek Tho San San Kun mengerutkan kening, kemudian berjalan mondar-mandir di hadapan Bokyong Cen sambil bergumam.

"Aku tidak bisa! Aku tidak bisa! Lebih baik ambillah semua perhiasanku, asal kau tidak membawa pergi Nona Bokyong! Tidak bisa! Tidak bisa . . ."
Terdengar tawa aneh.

"Hik hik hik! Anak kecil, aku akan menemuimu!"

Mendadak terdengar suara 'Blam!' Ternyata tembok pagar berlubang, lalu tampak seseorang menyerupai setan berjalan masuk dari lubang tembok. Di belakanggnya tiada bayangan, kakinya tidak mengeluarkan suara, bahkan tiada hawa manusia pula.
Dia berjalan ke hadapan Ouw Yang Coan dan adiknya. Wajah orang itu tidak tampak karena tertutup oleh rambutnya yang panjang terurai ke bawah. Dia menunjuk Ouw Yang Hong, kemudian manggut-manggut.

"Bagus! Bagus! Tak percuma Anda adik Ouw Yang Coan!"

Siapa orang itu? Ternyata memang benar adalah Pek Bin Lo Sat. Dia tertawa terkekeh dua kali, lalu memandang Bokyong Cen.

"Apakah kau memandang rendah diriku? Mengapa kau tidak bicara?" katanya.

Guguplah hati Bokyong Cen. Dia mendengar wanita itu memanggil Ouw Yang Coan sebagai 'Anak Coan!' pertanda tingkatan tuanya. Kemudian mendengar Ouw Yang Coan memanggil wanita itu 'Guru', membuat Bokyong Cen terkejut sekali, karena yakin wanita itu berkepandaian amat tinggi. Ketika wanita itu bertanya, Bokyong Cen ingin menjawab, tapi jalan darah gagunya dalam keadaan tertotok, sehingga tidak dapat mengeluar-kan suara. Itulah yang menyebabkannya gugup sekali.

"Kau dalam bahaya, namun mengapa tidak mau bicara? Dan . . . mengapa tidak mau bangkit berdiri?" tanya Pek Bin Lo Sat sambil tersenyum.

Bokyong Cen diam dan mulai ragu terhadap Pek Bin Lo Sat. Kalau wanita itu berkepandaian tinggi, bagaimana tidak tahu jalan darahnya dalam keadaan tertotok? Gadis itu tidak habis pikir.

Sementara si Kerdil Jen It Thian juga merasa serba salah. Dia sebagai majikan Pek Tho San Cung, tentunya tidak bisa mundur karena itu, maka dia terpaksa memberanikan diri.

"Pek Bin Lo Sat, kau mau apa?" bentaknya.

"Sudah belasan tahun, aku duduk diam bersemedi! Hari ini terpaksa aku turun tangan!" sahut Pek Bin Lo Sat lalu mengibaskan tangannya ke arah para anak buah Pek Tho San San Kun.

Si Kerdil Jen It Thian langsung membentak, "Serang wanita itu!"

Keempat murid Pek Tho San San Kun segera menyerang Pek Bin Lo Sat. Menyaksikan itu, Ouw Vang Coan amat gusar. Ketika dia baru mau menyerang keempat murid Pek Tho San San Kun, Pek Bin Lo Sat pun berkata.

"Anak Coan, kau tidak menghendaki guru turun tangan, apakah khawatir guru akan celaka di tangan mereka?"

Ouw Yang Coan tidak menyahut. Di saat itulah, Pek Bin Lo Sat bergerak. Tampak bayangannya berkelebat ke sana ke mari, dibarengi suara jeritan di sana sini dan darah pun muncrat ke mana-mana.

"Pek Bin Lo Sat, berhenti!" seru Pek Tho San San Kun gusar.
Wanita itu berhenti menyerang, lalu menatap Pek Tho San San Kun.

"Anak kecil, kau mau bicara apa?" tanyanya.

"Pek Bin Lo Sat, aku akan mengadu nyawa denganmu!" sahut Pek Tho San San Kun.
Pek Bin Lo Sat nianggut-manggut, tapi hanya diam di tempat. Begitu pula Pek Tho San San Kun, dia berdiri dengan kaki ditekuk sedikit, sebelah tangannya diangkat ke atas, seakan menunggu Pek Bin Lo Sat menyerang lebih dulu.

Pek Bin Lo Sat tertawa dingin. Kemudian mendadak pakaiannya berkibar-kibar, sepertinya terhembus angin kencang, kemudian badannya bergerak berputar tiga kali mengitari Pek Tho San San Kun. Setelah itu ia berhenti, sekaligus menjulurkan sepasang tangannya ke depan.

Si Kerdil tertawa panjang, lalu dengan tiba-tiba badannya mencelat ke atas dengan ringan sekali, sambil menggerakkan kedua tangannya untuk me-notok jalan darah bagian dada Pek Bin Lo Sat.

Apabila totokan itu mengenai sasarannya, Pek Bin Lo Sat pasti menderita luka parah. Akan tetapi, Pek Bin Lo Sat justru tidak berkelit, melainkan mengibaskan sebelah tangannya untuk menangkis serangan itu. Kibasan tangan Pek Bin Lo Sat menimbulkan angin yang menderu-deru. Pek Tho San San Kun cepat-cepat meloncat ke belakang sekaligus mengeluarkan senjatanya, lalu mulai menyerang Pek Bin Lo Sat.

Tak terasa pertarungan mereka berdua telah melewati belasan jurus, namun kelihatannya masih berimbang. Itu membuat Pek Tho San San Kun bergirang dalam hati, karena Pek Bin Lo Sat yang amat terkenal itu, kepandaiannya cuma setinggi itu.
Sedangkan Pek Bin Lo Sat merasa amat penasaran, karena sudah belasan jurus, namun dia belum dapat merobohkan si Kerdil Jen It Thian.

Mendadak dia bersiul panjang. Gerakannya juga berubah. Ternyata dia mulai mengeluarkan ilmu Thian Lo Ci (Ilmu Jari Langit).

Pek Tho San San Kun terkejut bukan main, ketika tubuh Pek Bin Lo Sat mengeluarkan hawa yang amat dingin, sehingga membuatnya tak dapat mengerahkan kepandaiannya.

Keempat murid Pek Tho San San Kun tahu guru mereka sudah berada di bawah angin. Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong dan Sang Pwe Jeh Nuh membentak keras, kemudian menyerang Pek Bin Lo Sat serentak.

Ketika melihat kedua orang itu menyerang Pek Bin Lo Sat, Ouw Yang Coan segera maju.

Akan tetapi, Pek Bin Lo Sat segera berseru.

"Anak Coan, aku masih dapat menghadapi mereka bertiga!"
Mendengar seruan Pek Bin Lo Sat itu, Ouw Yang Coan langsung diam, tidak berani menyerang kedua orang itu.

Pada saat bersamaan, Pek Bin Lo Sat bergerak meraih senjata Sang Pwe Jeh Nuh, yang berupa sepasang cangkir.

Itu membuat Sang Pwe Jeh Nuh bergirang dalam hati, karena dia yakin tangan Pek Bin Lo Sat akan terluka. Dia cepat-cepat menarik senjatanya itu, namun mendadak merasa tangannya amat dingin, seakan membeku tak dapat bergerak sama sekali.
Bukan main terkejutnya Sang Pwe Jeh Nuh. Dia ingin meloncat ke belakang, tapi mendadak salah satu dari kedua cangkir itu meluncur secepat kilat menghantam dadanya.

"Aaaakh . . .!" jeritnya lalu roboh, pingsan.

Tertegun Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong. Pek Bin Lo Sat tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia langsung mengibaskan lengannya menyerang orang tersebut.

"Aaaakh . . .!" jerit Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong. Badannya terpental beberapa depa, dalam keadaan luka parah.

Sang Seng Kiam Giok Shia dan Wan To Ma Sih terbelalak. Mereka berdua sama sekali tidak berani maju.

Sedangkan si Kerdil Pek Tho San San Kun gusar sekali.

"Pek Bin Lo Sat, kau mau apa?" bentaknya berapi-api.

"Aku menghendaki kalian melepaskan gadis ini! Kalau tidak, kau pasti mampus di sini!" sahut Pek Bin Lo Sat.

"Kau menghendaki apa pun boleh, asal jangan menghendaki gadis ini. Kau juga seorang wanita, untuk apa kau menghendakinya?" kata Pek Tho San San Kun dengan ringan.

"Untuk apa aku menghendakinya! Hanya saja dia adalah kekasih adiknya Ouw Yang Coan, maka kau harus melepaskannya!" sahut Pek Bin Lo Sat.

Pek Tho San San Kun berkertak gigi, tidak bicara sepatah kata pun.
Pek Tho San Cung merupakan aliran yang amat besar di daerah See Hek. Maka tidak mengherankan kalau si Kerdil Pek Tho San San Kun malang melintang dan bersikap sewenang-wenang di daerah tersebut.

"Pek Bin Lo Sat, hari ini aku terpaksa harus mengadu nyawa denganmu!" pekiknya dengan melotot.

Wanita itu tidak melayaninya, melainkan mendekati Bokyong Cen, lalu memandangnya dengan penuh perhatian.

"Sungguh cantik kau! Anak Coan, pantas adikmu mau menolongnya!" katanya dengan suara rendah.

Mendadak jari tangannya bergerak, tahu-tahu jalan darah Bokyong Cen yang tertotok itu sudah bebas.

"Terimakasih Cianpwee!" ucap Bokyong Cen sambil menatapnya. "Mengapa rambut Cianpwee sudah putih semua?"

Pek Bin Lo Sat tertegun, kemudian tertawa ringan.

"Hi hi! Kalau kau terus memikirkan sesuatu, bagaimana rambutmu tidak akan berubah putih? Karena Ouw Yang Hong amat baik padamu, maka kau tidak merasa risau, rambut pun tidak akan berubah putih."

Usai berkata, dia menarik tangan Bokyong Cen mengajak pergi sambil bergumam.

"Sungguh kesepian melewati hari! Orang sudah tua, rambut pasti memutih, tidak tahu cinta kasih kemarin, hari ini sudah berakhir . . .?"

Ouw yang Coan dan Ouw Yang Hong mengikutinya dari belakang. Pek Tho San San Kun amat penasaran, tapi tidak berani menghadang mereka, hanya memandang kepergian mereka dengan mata berapi-api. Tak lama, mereka sudah hilang dari pandangannya.

Di saat bersamaan, mendadak terdengar suara jeritan Sang Seng Kiam Giok Shia.

"Wajahku! Wajahku . . ."

Sementara itu, Pek Bin Lo Sat dan lainnya terus berjalan meninggalkan Pek Tho San Cung.

"Baik, mari kita beristirahat di sini sebentar!" ajak Pek Bin Lo Sat.

Wanita itu duduk di atas sebuah batu, Ouw Yang Coan dan Ouw Yang Hong berdiri di sisinya, sedangkan Bokyong Cen duduk di hadapannya.

Bulan yang bergantung di langit bersinar remang-remang. Sungguh sepi tempat itu, hanya kadang-kadang terdengar suara desiran angin.

"Nona Bokyong, kau adalah orang Kang Lam, berasal dari perguruan mana?" tanya Pek Bin Lo Sat sesaat kemudian.

"Aku adalah murid Kuil Cing Ani," sahut Bokyong Cen.

"Kuil Cing Am di Kang Lam? Aku tidak pernah mendengarnya," kata Pek Bin Lo Sat.
Nada kata-kata Pek Bin Lo Sat agak meremehkan kuil tersebut, maka sudah barang tentu membuat Bokyong Cen merasa tidak senang. Namun dia tidak diperlihatkan perasaan itu pada wajahnya, sebaliknya malah tersenyum.

"Tentunya Cianpwee tahu, ilmu silat aliran Kuil Cing Am tidak begitu luar biasa, maka Cianpwee tidak pernah mendengarnya," katanya.

Pek Bin Lo Sat tertegun, tidak menyangka gadis itu begitu pandai berbicara, maka manggut-manggut seraya berkata.

"Lumayan! Kau memang lumayan!"

Ucapan tersebut membuat Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen terheran-heran, karena tidak tahu akan makna ucapan itu. Tapi Ouw Yang Coan bergirang dalam hati. Dia tahu gurunya yang jarang memuji orang itu kini memuji Bokyong Cen lumayan, pertanda terkesan baik padanya.

"Guruku jarang memuji orang lain . . ." katanya.

Bokyong Cen tidak mengerti, hanya tersenyum-senyum. Kemudian perlahan-lahan dia bangkit berdiri, lalu memberi hormat kepada Pek Bin Lo Sat.

"Terimakasih atas pujian Cianpwee!" ucapnya.

Di antara mereka bertiga, Ouw Yang Hong-lah yang sudah tahu jelas akan sifat Bokyong Cen. Tapi kini dia justru termangu-mangu akan sikap gadis itu. Kelihatannya sifat gadis itu telah berubah, tidak cepat emosi lagi. Pikirnya sambil tersenyum.

"Anak Coan, kulihat . . . kalian tidak bisa kembali ke Pek Tho San Cung lagi. Lebih baik kau pergi mengatur orang-orang yang ada di rumahmu, setelah itu pergi mencariku!" kata Pek Bin Lo Sat.

Ouw Yang Coan memberi hormat.

"Aku memang harus pergi mencari Lo Ouw dan Ceh Liau Thou, menyuruh mereka pergi bersembunyi. Tapi adikku dan Nona Bokyong . . ."

"Aku akan membawa mereka ke goa es, kau harus cepat kembali!" sahut Pek Bin Lo Sat.

Wanita itu lalu bangkit berdiri, dan langsung berjalan pergi.
Ouw Yang Coan segera berkata pada Ouw Yang Hong.

"Adik, ajaklah Nona Bokyong mengikuti guruku! Aku pergi sebentar dan akan kembali secepatnya."

Usai berkata, Ouw Yang Coan langsung melesat pergi. Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen saling memandang, lalu mengikuti Pek Bin Lo Sat dari belakang.

Berselang beberapa saat kemudian, mereka bertiga sudah sampai di mulut goa es itu. Pek Bin Lo Sat melesat ke dalam. Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen terbelalak, berdiri termangu-mangu di mulut goa es itu.

"Saudara Ouw Yang, aku . . ." kata Bokyong Cen dengan kening berkerut.

Ouw Yang Hong tahu bahwa gadis itu merasa takut.

"Aku akan meloncat ke dalam duluan, lalu menyambutmu dari bawah," sahutnya.

"Tangan dan kakimu begitu kaku, lagi pula amat bodoh! Bagaimana mungkin dapat menyambut diriku!"

Wajah Bokyong Cen tampak kemerah-merahan. Tampaknya dia sedang berpikir, apabila meloncat ke bawah, Ouw Yang Hong tidak kuat menyambutnya. Tentunya mereka berdua akan terjatuh bersama saling menindih.

Ouw Yang Hong menatap Bokyong Cen. Menyaksikan wajah gadis itu yang tersorot sinar rembulan tampak kemerah-merahan, membuatnya ter-heran-heran. Sungguh mengherankan nona Bokyong itu, kelihatannya dia takut meloncat ke dalam lubang goa, tapi . . . mengapa wajahnya kemerah-merahan? Begitulah pikir Ouw Yang Hong yang tak dapat menduga pikiran gadis itu.

Berselang sesaat, Ouw Yang Hong berkata.

"Kalau begitu, kau meloncat duluan saja!"

Bokyong Cen menggeleng-geleng kepala, pertanda tidak mau.
Ouw Yang Hong jadi gelisah, takut guru kakaknya tidak sabaran menunggu.

"Baik! Biar aku saja yang meloncat duluan!" ujarnya kemudian.
Usai berkata begitu, Ouw Yang Hong langsung meloncat ke dalam lubang itu.

"Tidak bisa! Tidak bisa! Aku yang harus meloncat duluan, aku takut seorang diri berada di sini!" teriak Bokyong Cen.

Akan tetapi, bayangan Ouw Yang Hong sudah tidak tampak, karena sudah meloncat ke dalam lubang itu.

Bokyong Cen menengok ke sana ke mari. Suasana gelap dan amat sunyi, sehingga menimbulkan rasa takutnya. Tanpa banyak pikir lagi, dia memejamkan matanya lalu meloncat ke dalam.

Suara angin menderu-deru melewati telinganya. Hal itu membuatnya terkejut sekali karena sama sekali tidak menduga sedemikian dalam lubang tersebut.

Entah berapa lama kemudian Bokyong Cen merasa badannya didorong orang hingga jatuh menyentuh sesuatu yang amat licin, tapi bergemerlapan memancarkan cahaya. Sesaat kemudian terdengar suara seruan Ouw Yang Hong.

"Nona Bokyong, kau sudah meloncat turun?"

Suara nadanya penuh perhatian, membuat hati Bokyong Cen terasa hangat. Ouw Yang Hong memang orang baik, katanya dalam hati.

Tiba-tiba ada orang meraba-raba tubuhnya, bahkan sampai ke bagian dadanya. Dia menjerit karena terperanjat. Mendengar jeritan itu, Ouw Yang Hong jadi terkejut sekali.

"Nona Bokyong, kau kenapa?" tanyanya kekerasan.

"Ti . . . tidak apa-apa. Mari kita ke dalam!"

Ketika sampai di dalam, mereka tidak dapat melihat apa-apa. Setelah lewat beberapa saat, barulah mata mereka dapat melihat tempat tersebut. Tempat itu terdiri dari batu es yang bergemerlapan. Terdapat sebuah terrowongan es yang amat panjang. Mereka berdua memasuki terowongan tersebut.

Setelah berjalan, beberapa saat kemudian mereka melihat Pek Bin Lo Sat duduk di atas es batu yang amat besar.

***

Bersambung

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar