-------------------------------
----------------------------
Bab 08
Di gurun pasir itu amat sepi
dan sunyi, apalagi di tengah malam, maka suara itu terdengar jelas sekali.
Keempat orang itu segera
menoleh ke belakang, namun tidak melihat orang lain di situ, hanya tampak
Bokyong Cen yang tergeletak di sana.
Wan To Ma Sih mengerutkan
kening, kemudian membentak dengan suara lantang.
"Siapa? Cepat
keluar!"
Sedangkan Tay Mok Sin Seng
Teng Khie Hong cepat-cepat memandang Ouw Yang Hong, namun wajahnya tidak
memperlihatkan ekspresi apa pun, jelas dia tidak mendengar suara tersebut.
Oleh karena itu, Tay Mok Sin
Seng Teng Khie Hong baru tahu, orang yang bersuara itu menggunakan ilmu
Menyampaikan Suara, pertanda orang itu berkepandaian amat tinggi. Tapi sungguh
mengherankan, orang tersebut sama sekali tidak kelihatan.
Sementara Ouw Yang Hong
diam-diam menarik nafas lega. Dia tahu, dirinya akan lolos dari kematian, namun
tidak tahu mengapa keempat orang itu berubah pikiran tidak membunuhnya, hanya
mengira Bokyong Cen mengatakan sesuatu pada mereka, sehingga mereka berempat
batal membunuhnya.
Tay Mok Sin Seng Teng Khie
Hong tampak gusar, lalu membentak dengan dingin sekali.
"Ayo! Cepat keluar untuk
bicara!"
Akan tetapi, tetap tiada
sahutan, dan itu membuat Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong bertambah gusar.
"Dasar pengecut, tidak
berani memperlihatkan diri!" bentaknya dingin.
Mendadak terdengar sahutan
yang bergema-gema.
"Kalau kalian masih tidak
mau pergi, pasti akan mati di gurun pasir ini!"
Wan To Ma Sih menyahut berang.
"Siapa kau? Cepat
keluar!"
"Orang tinggi dari mana,
harap memberi petunjuk!" sambung Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong.
Tiada sahutan, itu membuat Bie
Li Sang Seng Kiam Giok Shia berseru lantang.
"Sebetulnya siapa kau?
Kalau kau jantan, cepatlah keluar!"
Terdengar suara sahutan yang
agak malas-malasan.
"Aku bilang, Teng Khie
Hong, cepatlah kau membawa mereka bertiga meninggalkan tempat ini! Kalau tidak,
kalian berempat pasti akan mati di tempat ini!"
Tay Mok Sin Seng Teng Khie
Hong berempat berkepandaian tinggi, bagaimana mungkin akan mundur hanya karena
ancaman itu? Mereka diam saja, tiada seorang pun yang bersuara.
Sedangkan Ouw Yang Hong dan
Bokyong Cen saling memandang, setelah itu mereka berdua pun menengok ke sana ke
mari, namun tidak melihat seorang pun di tempat tersebut.
Tiba-tiba, Tay Mok Sin Seng
Teng Khie Hong membentak.
"Cepat keluar!"
Terdengar suara tawa
terkekeh-kekeh dan bersamaan itu tampak pula sosok bayangan hitam berkelebat ke
arah mereka. Bayangan hitam itu bagaikan segulung asap hitam. Sungguh cepat
gerakannya, sehingga sulit diketahui siapa orang tersebut.
Wajah Tay Mok Sin Seng Teng
Khie Hong dan saudara-saudara seperguruannya langsung berubah karena mereka
tahu, orang itu berkepandaian amat tinggi.
Bayangan hitam itu berhenti di
hadapan mereka, kemudian berkata dengan dingin sekali.
"Kalian ingin membunuh
Ouw Yang Hong?"
Tay Mok Sin Seng Teng Khie
Hong dan saudara seperguruannya memandang orang yang baru muncul itu. Mereka
tercengang, karena orang itu memegang sebuah tongkat aneh yang berlubang,
mengenakan pakaian kasar, menatap keempat orang itu dengan dingin sekali.
Ketika Ouw Yang Hong melihat
orang tersebut, giranglah hatinya, lalu berseru dengan suara terisak-isak.
"Kakak! Kakak . . ."
Ternyata orang itu adalah jago
tangguh di kaki Gunung Pek Tho San, Coa Thau Cang Ouw Yang Coan.
Bokyong Cen memandangnya
dengan penuh perhatian. Orang itu memang mirip Ouw Yang Hong, hanya badannya
agak pendek.
Tay Mok Sin Seng Teng Khie
Hong menatapnya dengan tajam, kemudian berkata dengan suara parau.
"Ouw Yang Coan! Kau terus
berkeluyuran di perkampungan Pek Tho San Cung dengan membawa tongkat ular,
sikapmu amat angkuh, itu sungguh menyebalkan!"
Ouw Yang Coan menatap mereka
berempat dengan mata berapi-api, dan wajahnya diliputi hawa membunuh, kemudian
menyahut.
"Kalian ingin membunuh
saudaraku?"
Tay Mok Sin Seng Teng Khie
Hong berkata dengan lantang.
"Ouw Yang Coan! Kau tidak
usah banyak bicara! Kalau kau mau turun tangan silakan!"
Ouw Vang Coan manggut-manggut.
"Baik! Aku menghendaki
kalian melihat baikbaik, orang dari keluarga Ouw Yang tidak boleh dipandang
remeh!"
Usai berkata, Ouw Yang Coan
melangkah maju ke hadapan Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong, sekaligus
menjulurkan tongkat ularnya perlahan-lahan, kemudian berkata lagi.
"Pada dasarnya Pek Tho
San San Kun bukanlah orang baik-baik, begitu pula kalian berempat, maka hari
ini aku harus memberi pelajaran pada kalian!"
Tay Mok Sin Seng Teng Khie
Hong menyahut gusar.
"Bagus! Kalau begitu kau
harus merasakan kelihayan kami berempat!"
Tay Mok Sin Seng Teng Khie
Hong tertawa panjang, kemudian mereka berempat menyerang ke arah Ouw Yang Coan.
Akan tetapi. Ouw Yang Coan
sama sekali tidak gugup. Dia langsung menggerakkan tongkat ularnya untuk
menangkis, bahkan tangan kirinya juga ikut bergerak, sekaligus balas menyerang.
Namun Tay Mok Sin Seng Teng
Khie Hong berempat pun bukan orang lemah. Mereka segera berkelit dan menyerang
lagi. Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong menyerang dengan jari tangan, itu adalah
ilmu silat Cakar Elang. Sedangkan Wan To Ma Sih menyerang dengan golok, Bie Li
Sang Seng Kiam Giok Shia menyerang dengan sepasang petiang, dan Sang Pwe Jeh
Nuh menyerang dengan sepasang cangkir.
Walau Ouw Yang Coan diserang
dari empat penjuru, namun masih sanggup berkelit dan balas menyerang. Maka
terjadilah pertarungan yang amat sengit.
Tongkat ular di tangan Ouw
Yang Coan berkelebat ke sana ke mari, sebentar ke arah Tay Mok Sin Seng Teng
Khie Hong, sebentar ke arah Bie Li Sang Seng Kiam Giok Shia, kadang-kadang
menangkis serangan dari Wan To Ma Sih dan Sang Pwe Jeh Nuh.
Ouw Yang Coan memang bersifat
angkuh. Semula dia berpikir begitu turun tangan, pasti dapat merobohkan mereka
berempat. Akan tetapi, tak disangka walau sudah bertarung dua tiga puluh jurus,
dia tetap tidak berhasil merobohkan mereka berempat, itu membuatnya amat penasaran
dan gusar.
Mendadak Ouw Yang Coan bersiul
panjang, dan di saat berasaan tongkat ularnya pun bergerak aneh. Ternyata dia
mulai mengeluarkan jurus-jurus andalannya.
Itu membuat Tay Mok Sin Seng
Khie Hong dan saudara seperguruannya mulai terdesak, dan mereka berempat
cepat-cepat mundur.
Sementara Bokyong Cen
menyaksikan pertarungan itu dengan mata terbelalak lebar. Gadis itu tampak
tertegun akan ilmu silat Ouw Yang Coan yang amat aneh itu. Begitu pula Ouw Yang
Hong, mulutnya ternganga lebar.
Mendadak terdengar suara
benturan senjata, menyusul terlihat pedang Bie Li Sang Seng Kiam Giok Shia
terpental ke udara, dan terdengar pula suara jeritannya, lalu meloncat ke
samping.
Bukan main terkejutnya Tay Mok
Sin Seng Teng Khie Hong. Justru di saat bersamaan, tongkat ular itu pun
mengarah bagian dadanya, sehingga membuatnya terpaksa berkelit.
Bersamaan itu, Wan To Ma Sih
segera menyerang Ouw Yang Coan. Tapi mendadak Ouw Yang Coan menundukkan
kepalanya, sekaligus menggerakkan tongkat ularnya ke arah kaki Wan To Ma Sih.
"Aduuuh!" jerit Wan
To Ma Sih.
Ternyata kakinya terpukul oleh
tongkat ular itu. Dia roboh seketika. Ujung tongkat ular itu pun menotok bagian
dadanya, sehingga membuatnya menjerit lagi.
"Aduuuh . . .!"
Kemudian Wan To Ma Sih roboh telentang,
dan telah terluka dalam yang cukup parah.
Tay Mok Sin Seng Teng Khie
Hong, Bie Li Sang Seng Kiam Giok Shia dan Sang Pwe Jeh Nuh saling memandang.
Mereka tahu, setelah Wan To Ma Sih terluka, mereka sudah bukan tandingan Ouw
Yang.
"Ouw Yang Coan, suteku
telah terluka parah. Kalau kau ingin membunuh orang, bunuhlah aku saja!"
Ouw Yang Coan tidak menyahut,
hanya tertawa ringan.
Bie Li Sang Seng Kiam Giok
Shia maju selangkah, lalu berkata dengan dingin.
"Mau bunuh silakan! Yang
takut mati bukan orang jantan!"
"Kau adalah wanita, bukan
orang jantan!" sahut Ouw Yang Coan.
Bukan main gusarnya Bie Li
Sang Seng Kiam Giok Shia, namun tidak berani berbuat apa-apa. Justru dia
berlega hati, karena yakin Ouw Yang Coan tidak akan turun tangan terhadap mereka.
Sementara Ouw Yang Hong dan
Bokyong Cen menyaksikan itu dengan tegang, sehingga tanpa sadar Ouw Yang Hong
memegang lengan gadis itu.
Berselang sesaat, Ouw Yang
Coan berkata.
"Kalian boleh
pergi!"
Usai berkata, dia membalikkan
badannya, lalu berjalan mendekati Ouw Yang Hong dengan wajah berseri.
"Adik, apakah enak
jalan-jalan ke kotaraja?" tanyanya.
Sejak kecil Ouw Yang Hong
kehilangan kedua orang tuanya. Dia hidup bersama Ouw Yang Coan selama itu.
Ketika Ouw Yang Coan bertanya dengan nada lembut, melelehlah air mata Ouw Yang
Hong.
"Cukup enak, Kakak,"
sahutnya.
Tay Mok Sin Seng Teng Khie
Hong melihat Ouw Yang Coan tidak menghiraukannya, dia segera mengajak Bie Li
Sang Seng Kiam Giok Shia meninggalkan tempat itu.
Ouw Yang Coan amat girang
bertemu adiknya, maka dia tidak menghiraukan kepergian Tay Mok Sin Seng Teng
Khie Hong bersama Bie Li Sang Seng Kiam Giok Shia. Dia menggenggam tangan
adiknya erat-erat sambil menatapnya dengan penuh kasih sayang.
Berselang sesaat, barulah Ouw
Yang Coan memandang Bokyong Cen yang di sisi adiknya. Seketika juga hatinya
tersentak, karena gadis itu amat cantik dan menatapnya dengan mata tak
berkedip.
Sementara itu, hari sudah
mulai terang. Mereka bertiga duduk berhadapan dengan wajah cerah ceria. Ouw
Yang Coan memandang Ouw Yang Hong seraya berkata.
"Adik, tentunya kotaraja
jauh lebih ramai dari perkampungan Pek Tho San Cung."
Pada hal banyak yang ingin
dibicarakan Ouw Yang Hong, namun dia justru tidak tahu harus memulainya dari
mana.
"Adik, kenapa kau diam
saja?" tanya Ouw Yang Coan sambil tersenyum.
OuwYang liong menghela nafas
panjang, setelah itu barulah menutur tentang dirinya bertemu Oey Yok Su, It Sok
Taysu dan bersama Ang Cit Kong ke istana mencuri makan hidangan-hidangan
kaisar, serta menutur pula tentang perbuatan Pek Tho San San Kun di desa kecil
itu.
Ouw Yang Coan mendengarkan
dengan penuh perhatian, begitu pula Bokyong Cen. Seusai Ouw Yang Hong menutur,
Ouw Yang Coan berkata.
"Pek Tho San San Kun Jen
It Thian memang berhati jahat, sering melakukan kejahatan di Pek Tho San Cung.
Dia memasuki Tionggoan dan bertemu jago tangguh di sana, itu sungguh baik
sekali! Setelah mendapat pelajaran itu, mungkin akan mengurangi keangkuhannya
dan tidak akan memandang rendah orang lain lagi."
Justru sungguh mengherankan,
walau Ouw Yang Hong bercakap-cakap cukup lama, namun dia sama sekali tidak
menceritakan tentang urusan Bokyong Cen.
Ouw Yang Coan memandang mereka
berdua. Dalam hatinya dia berpikir, gadis itu pasti kawan baik adiknya, sebab
mereka berdua tampak begitu akrab. Tapi mengapa Ouw Yang Hong tidak mau
menceritakan tentang gadis itu? Ouw Yang Coan tidak habis berpikir, maka
membuatnya termangu-mangu.
Ouw Yang Hong tidak
menceritakan, tentunya Ouw Yang Coan juga merasa tidak enak untuk bertanya.
Berselang sesaat, Ouw Yang
Hong berkata.
"Kakak, dulu aku tidak
mendengar perkataanmu, hanya mengira kalau sudah memiliki ilmu surat, maka
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Tapi setelah melakukan perjalanan ke
kota-raja, barulah aku tahu betapa pentingnya ilmu silat. Oleh karena itu, aku
mengambil keputusan untuk belajar ilmu silat, harap Kakak sudi
mengajariku!"
Ouw Yang Coan tidak menduga,
begitu bertemu Ouw Yang Hong, adiknya itu akan berkata demikian kepadanya,
sehingga membuatnya tidak tahu harus menjawab apa.
Ouw Yang Hong terheran-heran,
karena Ouw Yang Coan tidak menjawab. Pada hal Ouw Yang Coan amat menyayanginya.
Apa yang diinginkannya, Ouw Yang Coan pasti menuruti. Tapi kali ini Ouw Yang
Coan justru diam, bahkan kelihatan tidak begitu gembira ketika mendengar Ouw
Yang Hong ingin belajar ilmu silat. Itu sungguh membi-ngungkan Ouw Yang Hong.
Sedangkan Ouw Yang Coan sudah
tidak banyak bicara lagi dengan Ouw Yang Hong. Dia memandang Bokyong Cen sambil
mengangguk, seakan memberi hormat lalu berkata.
"Nona datang dari
kotaraja, tentunya amat lelah. Sebentar lagi kita berangkat, tidak sampai
setengah hari, kita akan sampai di Pek Tho San Cung, nona boleh beristirahat di
rumah."
Pada hal Ouw Yang Hong ingin
memohon kepada kakaknya agar diajari ilmu silat, namun ketika menyinggung
tentang itu, kakaknya malah diam tidak menanggapinya. Itu sungguh
membingungkannya, sebab selama itu kakaknya tidak pernah bersikap demikian
terhadapnya. Sesungguhnya apa gerangan yang telah terjadi?
Karena Ouw Yang Hong amat menghormati
kakaknya, maka dia tidak banyak bertanya dan tidak berani mengungkit tentang
itu lagi. Tapi ketika Ouw Yang Coan menyinggung tentang Bokyong Cen, dia tahu
kakaknya telah salah paham, maka segera berkata.
"Tampangnya begitu galak,
maka aku harus mengikutinya, bagaimana mungkin dia mengikutiku dari
kotaraja?"
Kini tampang Bokyong Cen sudah
tidak galak. Ketika Ouw Yang Hong berkata begitu, justru membuat wajahnya
menjadi kemerah-merahan.
"Aku tidak mengikuti
Saudara Ouw Yang Hong dari kotaraja, sebaliknya aku kabur dari Pek Tho San
Cung," sahutnya dengan suara aneh tapi lembut.
Ouw Yang Coan tersentak
mendengar itu. Dia langsung memperhatikan air muka Bokyong Cen, kemudian
berkata dalam hati. Aku pernah mendengar bahwa Pek Tho San San Kun merupakan
orang sesat. Dia menganggap kaum wanita sebagai benda mustika yang harus
disimpan dan dipajang. Gadis ini sedemikian cantik, bagaimana mungkin dia dapat
meloloskan diri dari tangan Pek Tho San San Kun? Kini Ouw Yang Coan tersadar,
keempat murid Pek Tho San San Kun ingin membunuh adiknya, tentunya disebabkan
gadis tersebut. Oleh karena itu, Ouw Yang Coan amat kesal dalam hati dan
membatin. Adik! Kau seorang diri pergi ke kotaraja untuk pesiar di sana,
mengapa berniat menjadi kaum rimba persilatan? Apakah kau tidak tahu aku lahir
di Pek Tho San Cung, justru merasa tidak enak bentrok dengan Pek Tho San San
Kun? Kini kau membawa pergi gadis ini, bukankah akan menimbulkan kerepotan?
Setelah berpikir demikian, Ouw
Yang Coan berkata kepada Bokyong Cen.
"Nona berhasil meloloskan
diri dari mulut harimau, itu sungguh tidak gampang! Kini hari sudah terang,
lebih baik Nona pergi seorang diri menempuh jalan selatan saja!"
Apa yang diucapkan Ouw Yang
Coan, sungguh di luar dugaan Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen.
Ketika melihat Ouw Yang Coan
bertarung dengan keempat murid Pek Tho San San Kun, Bokyong Cen amat kagum
kepadanya, sekaligus menghormatinya pula. Namun selelah mendengar ucapan itu,
dia tahu maksud Ouw Yang Coan, dan tahu pula Ouw Yang Coan merasa enggan bentrok
dengan Pek Tho San San Kun. Itu membuat hatinya berduka. Maka dia tersenyum
getir seraya berkata.
"Baik! Anda berkata
begitu, Bokyong Cen harus menurut dan mengucapkan terimakasih atas pertolongan
Ouw Yang Tayhiap, aku mohon diri!"
Gadis itu memberi hormat, lalu
tanpa banyak bicara lagi dia membalikkan badannya dan berjalan pergi.
Pada hal Ouw Yang Hong tidak
begitu terkesan baik terhadap Bokyong Cen, namun ketika mendengar
suaranyabernada sedih, hati Ouw Yang Hong menjadi tersentuh, dan dia langsung
berseru.
"Nona, cepat
kembali!"
Bokyong Cen membalikkan
badannya, menatap Ouw Yang Hong dengan mata tak berkedip, lalu tertawa dingin
seraya berkala.
"Apakah Saudara Ouw Yang
masih ingin menemaniku ke kotaraja?"
Ouw Yang Hong tertawa getir.
Sesungguhnya ia memanggil Bokyong Cen dengan maksud baik, tapi tak disangka
gadis itu justru menyahut dengan ketus sekali.
"Kalau Nona mau pergi,
harus membereskan suatu urusan!"
Bokyong Cen mengerutkan
kening.
"Membereskan urusan
apa?"
Ouw Yang Hong menyahut sungguh-sungguh,
tapi juga setengah bergurau.
"Sebelum pergi, kau harus
mengeluarkan pasir yang ada di dalam mataku."
Bokyong Cen tertegun, seketika
tidak tahu harus berbuat apa. Dia tidak menyangka Ouw Yang Hong akan berkata
begitu.
Ouw Yang Coan juga terheran-heran.
Dia tidak tahu apa sebabnya mereka berdua berbicara begitu. Mereka berdua
kelihatan cukup akrab, tapi juga seperti tidak begitu kenai. Oleh karena itu
dia pun tidak tahu harus berkata apa.
"Adik, kalau matamu
kemasukan pasir, biar aku yang membantumu membersihkannya. Kau tidak usah
merepotkan nona ini!" katanya kemudian.
Bokyong Cen tahu, bahwa Ouw
Yang Hong ingin mencari gara-gara dengannya. Maka tidak heran ia amat kesal dan
gusar, lalu berkata dalam hati. Kau tuh apa? Aku tidak membunuhmu, itu sudah
merupakan keberuntungan bagimu! Kalau kau masih cari gara-gara denganku, aku
pasti menusukmu dengan pedangku! Tapi Bokyong Cen melihat Ouw Yang Coan berada
di sisi Ouw Yang Hong. Apabila terjadi bentrokan, dirinya pasti sulit untuk
meloloskan diri.
Berpikir sampai di situ, dia
lalu tersenyum seraya berkata.
"Baik, aku akan
membantumu membersihkan matamu."
Usai berkata begitu, Bokyong
Cen mendekatinya, lalu mulai membersihkan matanya.
Sikapnya amat lembut seakan
terhadap seorang kekasih, namun berbisik dengan sengit.
"Kau jangan merasa puas!
Kalau tiada kakakmu di sini, kau pasti mampus di ujung pedangku!"
Ouw Yang Hong tersenyum, lalu
menyahut.
"Kau mengikat diriku dan
membuat mataku kemasukan pasir. Kelak aku pasti membuat perhitungan denganmu!"
"Kau adalah tuan muda
kedua, seorang lelaki jantan! Tapi begitu bertemu kakakmu, langsung menangis
terisak-isak, itu sungguh mirip seorang anak kecil yang masih berbau
kencur!" kata Bokyong Cen ringan.
Ketika berkata, suara Bokyong
Cen amat lembut, begitu pula sikapnya. Itu tidak terlepas dari mata Ouw Yang
Coan, sehingga hatinya tergerak. Jangan-jangan gadis itu tertarik pada adikku?
Kalau benar, tidak seharusnya aku mengusirnya dengan ucapan. Akan tetapi, Ouw
Yang Coan mana tahu, gadis tersebut sedang berbicara sengit dengan Ouw Yang
Hong, hanya saja wajahnya tampak tersenyum.
Sedangkan Ouw Yang Hong memang
bernyali besar, sama sekali tidak merasa takut pada Bokyong Cen, dia pun
berbicara sengit menimpalinya dengan wajah tersenyum pula.
"Aku baru tahu nama Nona.
Sungguh indah dan sedap didengar nama Bokyong Cen! Aku dengar, keluarga Bokyong
di daerah Kang Lam, merupakan keluarga yang amat terkenal. Anak gadis keluarga
Bokyong cantik-cantik semua, bahkan memiliki kungfu tinggi pula. Itu sungguh me-ngagumkan!"
Dasar anak gadis! Ketika
Bokyong Cen mendengar itu, dia amat girang dalam hati, dan sudah tentu merasa
bangga.
Di saat bersamaan, Ouw Yang
Hong berkata lagi.
"Tapi aku masih ragu,
maka ingin mohon petunjuk Nona."
"Petunjuk apa? Katakanlah!"
sahut Bokyong Cen.
Ouw Yang Hong tertawa, lalu
berkata.
"Keluarga Bokyong
memiliki dua jurus ilmu silat yang amat lihay dan dahsyat, yaitu mengikat orang
dengan rumput merambat. Itu disebut jurus Jeratan Benang Asmara. Jurus yang
satu lagi yaitu Dalam Mata Kekasih Muncul Pasir. Itu tidak salah kan?"
Mendengar itu, tak tertahan
lagi sehingga Bokyong Cen tertawa cekikikan saking gelinya.
Ouw Yang Coan yang menyaksikan
itu, semakin yakin bahwa mereka berdua sudah saling jatuh cinta, karena sikap
mereka berdua persis seperti sepasang kekasih.
Sementara Bokyong Cen tertawa
sambil memandang Ouw Yang Hong, kemudian bertanya.
"Bagaimana? Sudah baik
matamu?"
Ouw Yang Hong juga
memandangnya, sehingga beradu pandang dengan Bokyong Cen. Mendadak hatinya
berdebar-debar tidak karuan, maka wajahnya menjadi memerah, membuatnya tak
mampu mencetuskan ucapan yang menyindir lagi.
Di saat bersamaan, Ouw Yang
Coan menghampiri mereka. Ketika menyaksikan sikap mereka, dia tersenyum dan
bertambah yakin bahwa mereka berdua saling mencinta.
"Saudara Ouw Yang, apakah
aku sudah boleh pergi?" tanya Bokyong Cen.
Ouw Yang Hong tertegun, lama
sekali baru menyahut.
"Baik, baik! Tentunya kau
boleh pergi."
Bokyong Cen tersenyum, lalu
memberi hormat kepada mereka berdua, dan kamu diam berjalan pergi.
Akan tetapi, mendadak Ouw Yang
Coan berseru.
"Nona, tunggu!"
Bokyong Cen berhenti, tapi
tidak membalikkan badannya, lalu bertanya dengan dingin.
"Ouw Yang Tayhiap masih
ingin bicara apa?"
"Tadi aku dengar Nona
kabur dari Pek Tho San Cung, aku sungguh kagum akan keberanian Nona! Nona ingin
pergi seorang diri, itu amat berbahaya. Alangkah baiknya Nona tinggal beberapa
hari di rumahku, kalau ada orang ingin berangkat ke Tionggoan, barulah Nona
berangkat bersama mereka. Bagaimana?"
Betapa terkejutnya Ouw Yang
Hong mendengar itu. Dia yakin Ouw Yang Coan telah salah paham terhadap mereka
berdua, maka berlaku begitu sungkan terhadap Bokyong Cen. Pada hal
sesungguhnya, Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen bagaikan musuh bebuyutan, tentunya
tidak mungkin saling mencinta.
Ketika Ouw Yang Hong baru mau
membuka mulut, justru Bokyong Cen telah mendahuluinya.
"Kalau begitu, aku
mengucapkan terimakasih kepada Ouw Yang Tayhiap."
Mengapa Bokyong Cen menurut?
Ternyata gadis itu berpikir, apabila ada Ouw Yang Coan, sudah pasti Pek Tho San
San Kun Jen It Thian tidak bisa menangkapnya. Gadis itu pun tahu, kalau pergi
sekarang, di daerah gurun pasir itu masih merupakan tempat kekuasaan Pek Tho
San San Kun, maka sulit baginya untuk meloloskan diri.
Dia tersenyum, kemudian
berkata lagi.
"Aku memang amat kagum
pada Ouw Yang Tayhiap, namun kalau demikian, tentunya akan merepotkan Ouw Yang
Tayhiap. Bagaimana hatiku bisa tenang?"
Pada hal Ouw Yang Coan tidak
begitu bersungguh-sungguh mengundang Bokyong Cen ke rumahnya, tapi ketika
mendengar gadis itu berkata begitu, timbullah kegagahannya dalam hati dan
membatin. Aku merupakan jago tangguh nomor satu di daerah See Hek. Kalau aku
takut urusan, bukankah akan ditertawakan kaum rimba persilatan di kolong langit?
Karena berpikir demikian, maka dia mengambil suatu keputusan lalu berkata.
"Legakanlah hati Nona!
Aku Ouw Yang Coan masih tergolong orang nomor satu di daerah See Hek. Jen It
Thian menghendaki nyawaku, itu tidak begitu gampang."
Bokyong Cen bergirang dalam
hati. Dia memang menghendaki Ouw Yang Coan berkata demikian. Namun di mulut
justru berkata lain.
"Ouw Yang Tayhiap harus
berpikir matang. Kau tinggal di Gunung Pek Tho San, boleh dikatakan terhitung
orang Pek Tho San San Kun. Apabila kau bentrok dengannya, menyesal sudah
terlambat."
Apa yang diucapkan Bokyong
Cen, justru penuh mengandung perhatian. Itu membuat hati Ouw Yang Coan terharu,
sehingga timbul niatnya untuk melindungi gadis tersebut.
Akan tetapi, Ouw Yang Coan
justru bertanya dengan dingin.
"Apakah Nona Bokyong
tidak mempercayaiku?"
Bokyong Cen tersenyum, lalu
menyahut.
"Ouw Yang Tayhiap berkata
demikian, maka aku terpaksa merepotkanmu."
Sementara Ouw Yang Hong cuma
termangu-mangu. Dia ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak tahu harus mengatakan
apa. Dia bersama Ouw Yang Coan berada di situ, bagaimana mungkin membiarkan
Bokyong Cen pergi seorang diri me-nempuh perjalanan di gurun pasir? Namun
apabila Bokyong Cen sampai di rumahnya, tentunya akan menimbulkan berbagai
macam kesulitan. Kesulitan apa, Ouw Yang Hong justru tidak dapat mengatakannya.
Sedangkan Ouw Yang Coan pun
tidak berunding dengan Ouw Yang Hong. Dia melakukan sesuatu hanya berdasarkan
keputusannya. Dia yang membesarkan Ouw Yang Hong, maka melakukan apa pun pasti
berdasarkan keputusannya. Kini walau Ouw Yang Hong sudah dewasa, tetap Ouw Yang
Coan yang mengambil keputusan. Ouw Yang Hong sama sekali tidak mau memberi
pendapat, mem-biarkan kakaknya yang mengambil keputusan, sebab Ouw Yang Hong
sendiri pun tidak mau banyak pusing.
Oleh karena itu, mereka
hertiga lalu berangkat ke Pek Tho San Cung. Ternyata Ouw Yang Coan tinggal di
sebelah timur Pek Tho San Cung. Di situ terdapat dua buah gubuk, tempat
tersebut amat sepi.
Siapa pun tidak akan menduga,
di tempat yang amat sepi itu justru merupakan tempat pemukiman Ouw Yang Coan
yang berkepandaian tinggi dan Ouw Yang Hong yang mahir ilmu surat.
Selain mereka berdua, masih
terdapat seorang pembantu tua dipanggil Lo Ouw dan seorang gadis pelayan kecil
dipanggl Ceh Liau Thou.
Setelah mereka bertiga sampai
di gubuk, Ouw Yang Coan segera memanggil Lo Ouw dan Ceh Liau Thou menemui
Bokyong Cen. Setelah bertemu Bokyong Cen, pembantu tua dan muda itu amat
bergirang dalam hati, sebab Bokyong Cen sangat cantik dan merupakan gadis yang
baik. Tuari muda yang mana memperistrinya, pasti akan hidup bahagia. Demikian
mereka berdua berpikir dalam hati. Sudah barang tentu kedua-duanya memandang
Bokyong Cen sambil tersenyujm-senyum.
Bokyong Cen tahu apa yang
dipikirkan mereka berdua, sehingga wajahnya kelihatan memerah.
Hari ini ada dua orang
mengunjungi Ouw Yang Coan. Kedua orang itu merupakan jago tangguh di daerah See
Hek. Yang seorang adalah padri dari Tibet bergelar Yam Ceh Sianjin, dan seorang
lagi berasal'dari Hopak, julukannya adalah Cian Ciu Jin Tou-Teng Pian Hou.
Mereka berdua seusia dengan Ouw Yang Coan. Karena mengagumi nama besar Ouw Yang
Coan, maka mereka berdua mengunjunginya.
Ouw Yang Coan menyambut
kedatangan mereka dengan penuh keramahan dan kehangatan. Setelah mempersilakan
mereka berdua duduk, mulailah mereka bercakap-cakap tentang keadaan rimba
persilatan.
Mereka kelihatan amat cocok
satu sama lain, maka tidak heran mereka bercakap-cakap sambil tertawa gembira.
Berselang sesaat, Yam Ceh
Sianjin berkata.
"Ada satu hal, aku ingin
bertanya kepada Ouw Yang Tayhiap."
"Taysu ingin bertanya
tentang hal apa?" tanya Ouw Yang Coan.
"Di rimba persilatan
Tinggoan, telah terjadi suatu urusan, apakah Ouw Yang Tayhiap
mengetahuinya?" sahut Yam Ceh Sianjin sambil memandangnya.
Ouw Yang Coan menggeleng-geleng
kepala.
"Kami kakak beradik
tinggal di tempat ini, tentunya tidak tahu akan kejadian di luar. Entah apa
yang telah terjadi di rimba persilatan Tiong-goan?"
"Dulu terdapat seorang
aneh, orang itu bernama Oey Sang. Dia lahir pada jaman Kaisar Hui Cong. Pada
jaman itu, Kaisar Hui Cong memberi perintah mengumpulkan semua kitab pusaka
untuk disalin menjadi sebuah kitab yang dinamai Ban Siu To Cong (Kitab Pusaka
Panjang Usia). Oey Sang ditugaskan menyalin semua kitab pusaka tersebut, itu
merupakan tugas yang sangat berat. Apabila salah menyalin, sudah pasti akan
dihukum berat. Oleh karena itu, sebelum mulai menyalin, terlebih dahulu dia
membaca semua kitab pusaka tersebut, sehingga memahami isi-isi semua kitab
pusaka itu.
Akhirnya dia mulai melatih
diri berdasarkan isi isi semua kitab pusaka tersebut yang telah dipahaminya,
maka dia berhasil menguasai Ivvee kang dan gwa kang yang amat tinggi. Sudah
barang tentu dia menjadi seorang yang berkepandaian amat tinggi. Setelah itu,
dia pun menulis dua buah kitab. Salah sebuah kitab dinamai Kiu Yang Cin Keng
yang akan dibicarakan sekarang. Ternyata kitab Kiu Yang Cin Keng telah jatuh ke
tangan Ong Tiong Yang, ketua Coan Cin Kauw. Kami pikir, kalau Ouw Yang Tayhiap
bersedia menampilkan diri, kita akan segera pergi mencari Ong Tiong Yang untuk
minta kitab pusaka itu. Apabila kita memperoleh kitab pusaka tersebut, bukankah
kita akan malang-melintang dalam rimba persilatan tanpa tanding?"
Ouw Yang Coan termangu-mangu
mendengar itu. Setelah berpikir sejenak, dia justru tahu tidak benar dan segera
berkata.
"Aku dengar, Ong Tiong
Yang, ketua Coan Cin Kauw itu masih muda, tapi memiliki ilmu silat yang amat
tinggi. Kalau benar dia yang memperoleh kitab pusaka Kiu Yang Cin Keng,
tentunya dia bertambah hebat dan lihay. Kalian ingin ke sana minta kitab pusaka
itu, bagaimana mungkin dia mau memberikan? Seandainya dia tidak memberikan,
lalu bagaimana kalian?"
"Dia pasti berikan. Kalau
tidak, kita turun tangan serentak menghabiskannya," sahut Cian Ciu Jin Tou
Teng Pian Hou.
Ouw Yang Coan memang tergolong
orang sesat, namun tidak sembarangan membunuh orang. Ketika mendengar Cian Ciu
Jin Tou Teng Pian Hou ingin menghabisi Ong Tiong Yang, dia berpikir dalam hati.
Orang ini tampak gagah tapi berhati kejam. Kalau ikut dia pergi mencari kitab
pusaka Kiu Yang CinrKeng, bukankah akan menimbulkan kerepotan? Dia cuma tahu
membunuh, tidak tahu menggunakan siasat. Seandainya bekerja sama dengannya,
tentunya tidak akan menghasilkan apa-apa.
Berpikir sampai di situ, Ouw
Yang Coan ter-senyum-senyum, kemudian berkata sambil memandang mereka berdua.
"Menurutku, cara kalian
tidak akan berhasil."
Yam Ceh Sianjin segera
bertanya.
"Apakah ada cara lain?
Harap Ouw Yang Tayhiap memberi petunjuk!"
Ouw Yang Coan menyahut.
"Aku tahu jelas tentang
Ong Tiong Yang, ketua Coan Cin Kauw itu. Dia adalah orang yang amat terkenal di
rimba persilatan Tionggoan, mungkin tiada seorang pun berkepandaian tinggi
seperti dia. Sebelum memperoleh kitab pusaka Kiu Yang Cin Keng, kepandaiannya
sudah amat tinggi. Kita semua bukan tandingannya. Apalagi kini dia telah
memperoleh kitab pusaka Kiu Yang Cin Keng, sudah pasti kepandaiannya bertambah
tinggi. Lalu bagaimana mungkin dia akan memberikan kitab pusaka itu kepada
kalian? Kalian jauh-jauh pergi ke daerah Tionggoan, tapi begitu sampai di
tempat Ong Tiong Yang, justru kalian yang terbunuh. Bukankah akan penasaran
sekali?"
Yam Ceh Sianjin adalah seorang
padri, namun masih bersifat kasar. Dia langsung menyahut dengan lantang.
"Baik! Kalau dia tidak
mau memberikan kitab pusaka itu, kita rebut saja!"
Ouw Yang Coan
menggeleng-gelengkan kepala.
"Bagaimana begitu
gampang? Lagi pula kalau kau berhasil memperoleh kitab itu, sudah jelas itu
bukan merupakan kitab pusaka. Seandainya kitab
Kiu Yang Cin Keng merupakan
kitab pusaka, tentunya kau akan roboh di tangannya."
Yam Ceh Sianjin diam. Padri
itu tahu apa yang dikatakan Ouw Yang Coan memang masuk akal dan beralasan.
Ketika dia mendengar di Tionggoan terdapat kitab pusaka tersebut, timbullah
niatnya untuk menyerakahinya. Kalau tidak memperolehnya, dia tidak akan tenang
dan merasa penasaran sekali. Karena itu, dia dan Cian Ciu Jin Tou Teng Pian Hou
mengunjungi Ouw Yang Coan dengan maksud mengajaknya ke Tionggoan.
Akan tetapi, setelah Ouw Yang
Coan berkata begitu, akhirnya dia pun berkata.
"Karena Ouw Yang Tayhiap
tidak bersedia ke Tionggoan bersama kami, maka kami mohon diri saja!"
"Mengapa harus
terburu-buru? Alangkah baiknya kalian tinggal di sini beberapa hari, barulah
berangkat ke Tionggoan," kata Ouw Yang Coan.
Yam Ceh Sianjin menggeleng
kepala.
"Kami tidak mau
merepotkan Ouw Yang Tayhiap, lebih baik kami mohon diri!"
Yam Ceh Sianjin dan Cian Ciu
Jin Tou Teng Pian Hou memberi hormat kepada Ouw Yang Coan, lalu meninggalkan
tempat itu.
Bersambung