BAGIAN 16: MENOLAK DIJADIKAN MURID
Lauw Cie Lan berdiam diri lagi
sejenak lamanya, sampai akhirnya,muka wanita tua ini berobah berseri-seri
gembira.
„Bagus.......! Bagus.........!
Kalau begitu bagaimana jika kita mengambil anak ini menjadi murid kita...
?"
Lu Liang Cwan telah mengangguk
cepat.
„Tepat.......! Akupun memang
berpikir begitu!"
Lauw Cie Lan telah menoleh
kepada Oey Yok Su, tanyanya : „Engko kecil, nasibmu memang baik sekali",
dan dia telah menatap tajam, sambil katanya lagi: „Engkau memiliki bakat yang
baik, juga sangat cerdas sekali, kami bermaksud akan mengambil kau menjadi
murid kami.......!"
Oey Yok Su jadi berdiri
tertegun, hatinya bimbang bukan main.
„Mengapa engkau tidak
cepat-cepat mengucapkan terima kasihmu kepada kami ?" tegur Lauw Cie Lan
waktu melihat anak itu berdiam diri saja.
Oey Yok Su menggelengkan
kepalanya perlahan, kemudian katanya: „Kukira hal itu tidak
mungkin.......!"
„Tidak mungkin......?"
tanya Lauw Cie Lan sambil menatap tajam.
„Kenapa.......?"
„Aku telah memiliki seorang
guru dan tidak mungkin aku akan mengangkat guru lagi pada orang
lain........!"
„Siapa gurumu........?"
tanya Lauw Cie Lan.
„Dialah situa bangka Tang Cun
Liang.....!" menyelak Lu Liang Cwan.
„Yang menjadi tocu dari Tho
Hoa To........!"
„Hemm, situa bangka she Tang
itu ?" tanya Lauw Cie Lan. „Pantas.....! Pantas.....!"
„Kenapa pantas.....?"
tanya Lu Liang Cwan sambil mengawasi si Dewi Api, bekas lawannya itu.
„Pantas anak ini memiliki
kepandaian yang lumayan tingginya, rupanya dia murid dari tua bangka she Tang
itu !" kata Lauw Cie Lan.
„Dan sekarang bagaimana ?
Apakah kita tetap akan mengangkat anak ini mendjadi murid kita ?" tanya Lu
Liang Cwan.
„Terserah kepada anak itu,
karena jika kita tetap bermaksud mengambilnya menjadi murid kita, namun dia
keberatan dan menolaknya, tentu hal itu juga akan sia-sia belaka, maka tidak
mungkin kita memaksanya.......!"
„Oh, itu mudah saja
diatasi.......!" kata Lu Liang Cwan cepat.
„Anak ini harus mau dan
bersedia menjadi murid kita, jika dia menolak, beginikan saja,
ngokkk.......!" sambil berkata begitu, tangan Lu Liang Cwan diletakkan
melintang dilehernya, dia memperlihatkan sikap seperti potong leher.
„Kita potong
lehernya.......!" tambah Lu Liang Cwan lagi.
Hati Oey Yok Su jadi tercekat
kaget, karena ia tidak menyangka Lu Liang Cwan akan berkata begitu.
„Hemm.....", mendengus
Lauw Cie Lan dengan suara mendesis.
„Jika kita membunuh anak itu,
memang itu merupakan urusan yang mudah.
Tetapi bagaimana nanti kita
bisa menentukan bahwa kepandaian kita merupakan kepandaian yang tertinggi
diantara jago-jago lainnya ?
Bukankah jika anak ini menjadi
murid kita, dan dia pergi mengembara, lalu mempergunakan kepandaian kita untuk
menempur para jago-jago dalam rimba persilatan, akan memperlihatkan bahwa kepandaian
kita berdua merupakan kepandaian yang tertinggi........?"
Mendengar pertanyaan yang
diajukan oleh Lauw Cie Lan, Lu Liang Cwan telah berdiam diri sejenak lamanya,
tampaknya dia bingung mencari jawabannya.
Sedangkan Oey Yok Su telah
berkata : „Aku tidak bisa mengangkat kalian menjadi guruku, karena sebelumnya
aku telah mengangkat insu Tang Cun Liang menjadi guruku, maka walaupun
bagaimana aku tidak bisa melanggar peraturan yang ada dan menjadi murid yang
durhaka.........! "
„Ah, itu hanya peraturan yang
tidak ada artinya buat kami, bukankah engkau sendiri rnengatakan bahwa Tang Cun
Liang telah mampus.
„Memang suhu telah meninggal
dunia, tetapi aku tidak bisa mendurhakainya...!" menyahuti Oey Yok Su.
„Hemm....., memang demikian
halnya, baiklah! Kami akan mengajari engkau segala macam ilmu yang kami miliki,
tetapi tidak perlu, kau mengikat guru kepada kami...... cukup asal engkau
mempelajari semua ilmu kami itu baik-baik....... bagaimana tua bangka she Lu,
apakah engkau setuju dengan saranku ?"
Lu Liang Cwan tampak tengah
berpikir sejenak lamanya, dia sulit sekali men jawab.
„Mengapa engkau
bengong-bengong begitu saja seperti orang tolol ?" tanya Lauw Cie Lan yang
jadi tidak senang melihat sikap Lu Liang Cwan.
„Aku tidak rela jika mengajari
dia ilmuku, karena dia tidak bersedia mengangkat kita menjadi gurunya !
Bukankah jika nanti ada orang yang bertanya siapa gurunya, maka anak itu akan
menyahutinya bahwa gurunya adalah Tang Cun Liang, dan kepandaiannya yang
dimilikinya itu sebagai kepandaian yang diwarisi oleh Tang Cun
Liang.......!".
„Benar juga apa yang kau
katakan itu, tua bangka she Lu !" kata Lauw Cie Lan.
„Lalu, apa yang harus kita
lakukan ?"
„Jiewie cianpwe (orang tua
berdua), sesungguhnya akupun tidak mengharapkan bisa menjadi murid kalian, dan
tidak berhasrat pula ingin memiliki kepandaian kalian...!" memotong Oey
Yok Su waktu kedua orang tokoh sakti itu seperti jadi bingung oleh keadaan
seperti itu.
„Jadi kau memang benar-benar
menolak keinginan kami ?" tanya Lu Liang Cwan, suaranya meninggi dan
matanya memancarkan sinar yang tajam.
„Terpaksa locianpwe.......aku
bukan tidak ingin memiliki kepandaian locianpwe, tetapi justru hal itu membuat
kedudukanku jadi sulit !''
„Jika memang demikian, engkau
jangan harap bisa meninggalkan pulau ini..... dan juga, jika engkau tetap tidak
bersedia menjadi murid kami, kami berdua akan meninggalkan engkau seorang diri
berdiam dipulau ini. Aku mau lihat apakah engkau akan menjadi kakek-kakek yang
memiliki ilmu atau tidak nantinya........!"
Mendengar perkataan Lu Liang
Cwan tubuh Oey Yok Su jadi tergetar.
Sebelumnya, waktu pertama kali
ia tiba dipulau ini, bukankah Lu Liang Cwan memang telah bermaksud merampas
kapalnya ?
Dan jika memang Lu Liang Cwan
dan Dewi Api Lauw Cie Lan meninggalkannya dipulau ini seorang diri, bukankah
itu merupakan siksaan baginya ?
Memang sebelumnya dia telah
biasa hidup menyendiri dipulau Tho Hoa To, tetapi lain keadaannya dengan pulau
ini.
Di Tho Hoa To segalanya telah
terliwat dan teratur, tetapi pulau ini justru merupakan pulau yang tidak
teratur dan juga begitu penuh oleh hutan-hutan dan tempat tempat yang tidak
terawat.
Maka diam-diam Oey Yok Su jadi
berpikir keras.
„Engkau masih tetap dengan
keputusanmu ?" tanya Lu Liang Cwan dengan suara yang tajam, sambil
mengawasi anak itu dengan mata yang berkilat.
Oey Yok.Su tidak bisa
menyahuti.
Lauw Cie Lan telah tertawa.
„Tua bangka she Lu, engkau
jangan menakut-nakuti anak itu, tentu saja dia semakin tidak bersedia menjadi
murid kita......!"
„Lalu kita harus mempergunakan
cara apa untuk memaksa dia menjadi murid kita...?'' tanya Lu Liang Cwan
kemudian.
„Kita biarkan saja dia
memikirkan hal ini selama beberapa hari, mudah-mudahan saja pikirannya berobah
dan bersedia menjadi murid.
Lu Liang Cwan sudah tidak
memiliki jalan lain, maka dia hanya mengangguk saja mengiyakan.
Begitulah, Oey Yok Su masih
menetap dipulau tersebut selama beberapa hari bersama-sama dengan Lu Liang Cwan
dan Lauw Cie Lan.
Saat itu, Oey Yok Su selalu
tertekan perasaannya.
Dia mana bersedia menjadi murid
dari kedua tokoh sakti yang aneh adatnya ini?
Memang ia melihatnya bahwa
kedua tokoh sakti ini memiliki kepandaian yang luar biasa, jika ia menjadi
muridnya tentu ia bisa memperoleh tambahan kepandaian yang luar biasa, tetapi
justru perangai dari kedua orang tersebut yang telah membuat Oey Yok Su jadi
tidak bersedia menjadi muridnya.
Selang dua hari, Lu Liang Cwan
tampaknya sudah tidak sabar, dia mendesak lagi pada Oey Yok Su.
Tetapi Oey Yok Su tetap dengan
pendiriannya, tidak mau menjadi murid kedua orang itu.
„Baiklah jika memang
dernikian", kata Lu Liang Cwan yang habis sabar.
„Aku akan membinasakan engkau
saja.......!"
Dan setelah berkata begitu, ia
mengayunkan tangannya akan menempeleng kepala Oey Yok Su.
Namun Oey Yok Su mana mau
tinggal diam ?
Dengan cepat dia telah
menangkisnya dengan mempergunakan tangan kanan.
„Dukk.... !" dua kekuatan
telah saling bentur keras sekali.
„Ihh.......!" kembali Lu
Liang Cwan mengeluarkan seruan kaget, seperti waktu pertama kali ia bertemu
dengan Oey Yok Su dan mereka bertempur.
Dia memperoleh kenyataan
selain gerakan Oey Yok Su lebih gesit, juga tenaga dalamnya telah jauh lebih
matang dan lebih........tinggi dari sebelumnya.
Sedangkan Oey Yok Su sendiri
merasakan pergelangan tangannya yang tadi diguna-kan untuk membentur tangan Lu
Liang Cwan sakit sekali, namun pemuda ini tidak meringis memperlihatkan
perasaan sakitnya itu, dia hanya berdiam diri saja.
„Kau masih tetap membandel dan
tidak mau menerima kami menjadi gurumu ?
Tahukah engkau, bahwa penolakanmu
itu merupakan penghinaan besar buat kami?" bentak Lu Liang Cwan lagi.
„Tetapi sayangnya diantara
kita memang tidak ada jodoh !" sahut Oey Yok Su.
„Karena aku telah menjadi
murid Tang Cun Liang Insu.......!"
„Hemm......., aku tidak mau
memperdulikan siapa itu Tang Cun Liang ....... yang terpenting. sekarang engkau
bersedia menjadi murid kami atau tidak ?"
Oey Yok Su jadi serba salah.
Untuk menghadapi Lu Liang Cwan
saja dia belum tentu bisa menandinginya, apa lagi jika memang harus menghadapi
dengan serentak dua orang lawan yang sakti seperti Lu Liang Cwan dan Lauw Cie
Lan.
„Bagaimana ....... ?"
tegur Lu-Liang Cwan lagi.
„Sudahlah ........, jika
memang dia tidak mau menjadi murid kita, untuk apa kita paksa-paksa...!"
kata Lauw Cie Lan.
Waktu itu tampak Oey Yok Su
telah menghela napas sambil berkata: „Jiewie locianpwe, aku sangat menghormati
kalian...... dan walaupun tidak menjadi murid kalian, tetapi memang aku akan
mengingatnya bahwa aku pernah menerima ilmu dari kalian.
Bukankah selama belasan hari
kalian berdua telah mengajari aku segala ilmu silat yang terhebat dari
kalian..."
Mendengar perkataan Oey Yok
Su, Lu Liang Cwan berdua dengan Lauw Cie Lan jadi heran.
„Kapan kami pernah mengajari
kau ilmu silat ?" tanya Lu Liang Cwan.
„Waktu kalian
bertanding......!" sahut Oey Yok Su.
Kedua orang itu seperti baru
tersadar, dan kemudian Lu Liang Cwan dengan sorot mata setengah tidak percaya
telah bertanya :„Apakah engkau telah berhasil meaguasai semua ilmu yang kami
ajarkan itu ?"
Oey Yok Su mengangguk.
„Ya...!" sahutnya.
„Aku telah berhasil menguasai
semua jurus itu...tidak satu juruspun yang terlupa !"
„Coba kau bawakan dihadapan
kami......!" minta Lu Liang Cwan penasaran dan tidak mau mempercayai apa
yang dikatakan oleh Oey Yok Su.
„Ya, coba kau bawakan
dihadapan kami jurus-jurus kami yang telah berhasil engkau kuasai itu...!"
kata Lauw Cie Lan juga.
Oey Yok Su mengiyakan, dan dia
mulai bersilat, dengan bergantian mempergunakan jurus-jurus ilmu silat Lauw Cie
Lan dan Lu Liang Cwan.
Kedua tokoh sakti itu jadi
berdiri tertegun saja menyaksikan betapa sepasang tangan dan kaki Oey Yok Su
bergerak-gerak dengan cepat membawakan gerakan dari jurus-jurus mereka, tidak
satu juruspun yang lewat dan salah dilakukannya itu.
Lu Liang Cwan telah menggaruk-garuk
kepalanya yang tidak gatal.
Sedangkan Lauw Cie Lan telah
mendesis beberapa kali.
Disaat-saat seperti itu memang
tampaknya Lu Liang Cwan sudah tidak bisa membantah, karena setiap gerakan yang
dilakukan oleh Oey Yok Su tidak sejuruspun yang salah.
„Itulah menunjukkan bahwa otak
anak ini memang cerdas sekali", kata Lauw Cie Lan berselang sejenak,
disaat Oey Yok Su masih membawakan terus jurus-jurus ilmu silat mereka.
„Sayang sekali justru dia
tidak bersedia untuk menjadi murid kita...!"
Lu Liang Cwan menganggukkan
kepalanya, dan ia masih memandangi terus Oey Yok Su yang tengah bersilat,
sampai akhirnya ia berkata: „Sudah.... ! Sudah...... ! Hentikan...!" dan
tahu-tahu dia telah menjatuhkan tubuhnya duduk numprah diatas tanah, menangis menggerung-gerung,
sambil tangannya tldak hentinya mencabuti jenggot kumisnya. Lagaknya persis
seperti sikap seorang anak kecil yang menangis karena tidak memperoleh barang
mainan yang dikehendaki.
Lauw Cie Lan jadi memandang
bengong pada kelakuan Lu Liang Cwan, sedangkan Oey Yok Su yang memang pernah
menyaksikan kelakuan orang tua ini, disaat pertemuan pertama mereka, hanya
mengawasi tenang-tenang saja.
la telah membiarkan Lu Liang
Cwan menangis.
Selang sesaat lagi, Lu Liang
Cwan berhenti menangis, ia menghapus air matanya.
Lauw Cie Lan yang sudah tidak
bisa menahan perasaan herannya, segera bertanya:
„Mengapa engkau menangis
begitu seperti seorang bocah ?".
„Aku jadi sedih, mengapa aku
dilahirkan tidak seperti bocah itu...?" kata Lu Liang Cwan sambil menunjuk
Oey Yak Su.
„Apa hubungannya antara
kelahiranmu dengan bocah itu ?" tanya Lauw Cie Lan.
tambah tidak mengerti.
„Bodoh kau...!" bentak Lu
Liang Cwan tiba-tiba dengan suara yang keras.
Muka Lauw Cie Lan jadi berobah
merah dibentak begitu, ia telah bertanya sengit:
„Engkau yang bodoh atau aku ?
Engkau sendiri membawa lagak lagu seperti seorang anak kecil sinting, tidak
keruan-keruan menangis begitu......!"
„Sudah kukatakan aku menyesal
mengapa dilahirkan tidak seperti bocah itu!" sahut Lu Liang Cwan.
Karena tadi dibentak waktu
menanyakan apa hubungan antara kelahiran Lu Liang Cwan dengan diri Oey Yok Su,
maka kini Lauw Cie Lan berdiam diri saja, dia tidak menanyakan sesuatu lagi.
Sedangkan Lu Liang Cwan telah
berkata lagi: „Aku benar-benar menyesal, kalau saja aku dilahirkan seperti anak
itu...!".
„Kenapa ?"
„Tentu dengan rnudah aku bisa
rnerubuhkan kau !"
„Merubuhkan aku ?" tanya
Lauw Cie Lan tambah tidak senang. Baru saja ia ingin memaki lagi, telah
didahului oleh Lu Liang Cwan yang berkata: „Ya, kalau saja aku dilahirkan
dengan otak secerdas bocah itu, tentu dengan mudah aku bisa memiliki kepandaian
yang tinggi, tidak sampai perlu puluhan tahun aku melatih diri sia-sia seperti
ini, jangankan merubuhkan Tang Cun Liang, sedangkan merubuhkan dirimu saja
belum pernah, kita selulu berimbang saja...!" dan sehabis berkata hegitu,
Lu Liang Cwan telah mementang mulutnya dan menangis keras lagi.
Pekjie yang sejak tadi berdiri
diam mengawasi majikannya saja, jadi ikut mengeluarkan suara pekik seperti
menangis ! Rupanya biruang peliharaan Lu Liang Cwan ikut merasa bersedih hati
menyaksikan majikannya menangis begitu sedih.
Oey Yok Su jadi tidak enak
dalam hatinya menyaksikan Lu Liang Cwan masih menangis terus, maka akhirnya ia
mendekati tokoh sakti tua itu, ia berjongkok disampingnya sambil katanya
menghibur : „Sudahlah locianpwe, bukankah sekarang engkau telah memiliki
kepandaian yang tinggi sekali dan, jarang ada orang seliehay locianpwe ?"
„Diam kau tolol !" bentak
Lu Liang Cwan.
„Bukankah tadi aku telah menjelaskan
jika aku memiliki otak seperti engkau, tentu kepandaian seperti sekarang ini
bisa kumiliki disaat usiaku belum setua ini ?" dan Lu Liang Cwan telah
menangis lagi.
Sedangkan Lauw Cie Lan telah
tertawa, dia merasa lucu dan geli.
„Memang otakmu yang tumpul dan
bodoh, rnengapa harus menyesal seperti itu ?" katanya menyindir.
„Kau...?" bentak Lu Liang
Cwan sambil melompat marah dengan sikap berang, tampaknya ia ingin melancarkan
serangan. Tetapi Lauw Cie Lan memang tidak jeri untuk bertanding dengan jago
tua itu, ia malah bersiap-siap untuk menerima serangan.
Tetapi rupanya Lu Liang Cwan
tidak meIancarkan serangan, dia hanya mementang muIutnya lebar-lebar dan
menangis lagi. Tangannya juga telah mencabuti jenggot dan kumisnya pula.
Setelah lewat lagi sekian
lama, Oey Yok Su dan Lauw Cie Lan hanya berdiam diri, sebab mereka tidak tahu,
apa yang harus dilakukannya menghadapi kakek yang berperangai aneh ini, maka
keduanya hanya membiarkan Lu Liang Cwan menangis terus.
Tetapi karena didiami begitu,
Lu Liang Cwan jadi menghentikan tangisnya.
Dengan mata yang masih
dipenuhi air mata ia telah mendelik pada Oey Yok Su dan Lauw Cie Lan.
„Mengapa kalian memandangi aku
seperti tengah menonton seorang anak kecil menangis?" teriaknya dengan
suara keras.
Lauw Cie Lan tidak bisa
menahan perasaan gelinya, ia anggap sikap orang bukan hanya jenaka, tetapi lucu
bukan main menggelitik hatinya.
„Jika anak kecil yang menangis
tentu tidak aneh, tetapi justru sekarang ini kami menyaksikan suatu hal yang
aneh sekali, seorang tua bangka yang akan masuk lobang kubur justru dapat
menangis seperti seorang anak kecil saja...!"
Setelah berkata begitu, Lauw
Cie Lan tertawa bergelak-gelak dengan.suara yang keras.
Lu Liang Cwan rupanya
mendongkol sekali dia bermaksud melancarkan serangaun.
Melihat sikap urang, Lauw Cie
Lan telah berkata menantang.
„Mari, mari kita bertanding
lagi....., engkau rupanya memang masih penasuran dan ingin sekali
bertanding......!"
Tetapi Lu Liang Cwan tidak
melayani tantangan Lauw Cie Lan, dia menoleh kepada Oey Yuk Su, tanyanya:
„Engkau sebagai saksi, apa yang hendak engkau katakan...... apakah kepandaianku
yang lebih kau senangi atau memang kepandaian si Dewi Bangsat itu......?"
Oey Yok Su jadi serba salah
ditanya begitu, tetapi akhirnya tokh ia menyahuti juga :
„Cianpwe berdua memang
memiliki kepandaian yang sama tingginya, masing-masing memiliki kepandaian yang
tersendiri...... maka dalam hal ini siapa yang lebih tinggi, boanpwe tidak bisa
menyebutkannya.......!"
„Hemm...., cerdik kau, tidak berati
kau menunjuk salah seorang diantara kami mana yang lebih liehay, justru engkau
mengelakkan diri dengan kata-katamu itu.....!" kata Lu Liang Cwan.
Tetapi Oey Yok Su berkata
dengan sungguh-sungguh:
„Apa yang boanpwe katakan tadi
memang sebenarnya, karena locianpwe berdua memiliki kepandaian yang sama
tingginya. Boanpwe mana berani berdusta ?"
Mendengar perkataan Oey Yok
Su, Lu Liang Cwan menghela napas dalam-dalam, kemudian dia menoleh kepada Lauw
Cie Lan, tanyanya :
„Bagaimana.....? Apakah kita akan
memaksa terus anak ini untuk menjadi murid kita?"
Lauw Cie Lan menggelengkan
kepalanya perlahan, katanya:
„Tidak...tidak mau aku
mengambil murid yang tidak bersedia berguru kepadaku, karena akan sia-sia
belaka...!".
„Jika demikian, akupun
membatalkan saja niatku untuk mengambilnya menjadi muridku...!" kata Lu
Liang Cwan kemudian.
---oo0oo---