BAGIAN 51: KEDATANGAN ANG CIT KONG SI PENGEMIS MUDA
SAAT, pertempuran itu tengah
berlangsung dengan seru, justru diluar rumah terdengar ribut2: „Kembalikan
barangku...!, kembalikan barangku.....!"
Ong Tiong Yang jadi heran, ia
melongok keluar.
Segera dilihatnya seorang
pengemis muda, mungkin berusia sembilan belas tahun, tengah berjalan seenaknya,
dengan ditangannya memegang sepotong daging ayam dan tangan yang satunya
memegang sebuah buntalan.
Ia melangkah seenaknya dan
mulutnya mengunyah itu juga ter-senyum2.
Tampaknya ia gembira sekali.
Wajah penge>rnis itu cukup
:ampan, tetapi keadaanQya tidak ter,ptut, paltaiannys penuh iainbaiata dan
rambutaya tidak terurus.
Sedangkan dibelakang pengemis
itu tampak ber-lari2 belasan orang.
Mereka itulah yang ber-teriak2
: ,,Kembalikan barangku....... kembalikan barang kami........ "
Tetapi walaurun sipengemis
berjalan dengan perlahan, dan belasan orang tersebut jika mau bisa mengejarnya,
mereka tidak berani terlalu mendekati, hanya ber-teriak2 begitu saja.
Sedangkan sipengemis itupun
seperti juga tidak mengacuhkan mereka, ia melangkah tetus dengan tindakan kaki
yang per-lahan2 dan seenaknya.
Disaat itu, salah seorang dari
belasan orang yang berada dibelakang sip-engemis rupanya sudah tidak bisa
menahan diri, ia melompat kedekat sipengemis sambil mengulurkan tangannya akan
megambil buntalan yang ada ditangan sipengemis muda.
Namun dengan gerakan
seenaknya, sipengemis menggerakkan tangannya yang mencekal paha ayam, dimana
tulang ayam diujungnya diketokkan kepada kepala orang itu.
Aneh sekali dan agak luar
biasa.
Tubuh orang yang tinggi besar
itu seperti didorong oleh suatu kekuatan yang tidak terIihat, dimana tubuhnya
telah terpental dan ambruk diatas tanah menimbulkan suara gedebukan yang keras.
Menyaksikan hal itu. 0ng Tiong
Yang jadi terkejut, karena segera ia mengetahui bahwa pengemis muda itu
memiliki tenaga sinkang yang kuat sekali, dimana dengan hanya menggerakkan
pahanya ia berhasil melontarkan tubuh orang yang tinggi besar tersebut.
Gerakannya itu telah
membuktikan bahwa Sinkang yang disalurkan pada paha ayam itu tinggi sekali.
Tetapi justru yang
mengherankan Ong Tiong Yang, ia melihat usia pengemis itu yang masih muda
sekali, dan sikapnya yang masa bodoh, walaupun dibelakangnya itu tampak
mengejar belasan,orang yang takut2 mendekatinya.
Entah barang apa yang diambil
pengemis muda itu dari orang2 tersebut, sehingga mereka ber-teriak2 :
„Kembalikan barang kami.....! kembalikan barang kami........!"
Waktu itu sipengeruis telah
tiba didepan pintu, ia mengeluarkan suara „Ahkk.........!" karena
dilihatnya didalam rumah itu tengdh berlangsung pertempuran.
Sedangkan waktu itu Ong Tiong
Yang cepat-cepat memapaknya, ia telah merangkapkan sepasang tangannya dan men
jura memberi hor mat.
"Siapakah saudara?" tanyanya.
"Mengapa belasan orang
itu mengikutimu?"
Pengemis muda tersebut berdiam
diri sejenak, tetapi kemudian kembali mengunyah daging ayamnya.
Ia juga menyeringai tertawa.
"Aku sipengemis Ang Cit
Kong sebetulnya tidak pernah ganggu orang, tetapi justru mereka itu yang telah
mengganggu aku, selalu mengikuti aku.....!"
,,Apakah ada barang mereka
yang telah diambil olebmu, saudara ?" tanya Ong Tiong Yang lagi
„Tidak justru mereka main
tuduh, menduga bahwa aku ini yang telah mencuri barang mereka. Aku hanya minta
sepotong pakaian dan sedikit uang, namun mereka terlalu kikir dan selalu
meminta dikembalikan....l"
Mendengar jawaban pengemis
muda ini, Ong Tiong Yang jadi tersenyum.
„sauddra Ang, tentu saja
mereka selalu mengikutimu, untuk meminta barang yang kau ambil itu...... jika
memang engkau tidak mengambil barang mereka, tentu merekapun tidak akan
mengganggumu saudara Ang........!"
Ang Cit Kong menunda makannya,
ia mementang matauya lebar2 memandang Ong Tiong Yang.
„Jadi Totiang juga ingin
memperkenalkan diriku.......?" tanya, suaranya mengandung teguran.
Ong Tiong Yang cepat-cepat
tertawa.
„Tentu saja tidak !"
sahut Ong Tiong Yang. „Jika memang engkau tidak melakukan sesuatu yang salah,
tentu engkau tidak bisa disalahkan, ......... tetapi jika memang engkau
sesungguhnya telah melakukan suatu perbuatan yang salah, jelas engkau harus
disalahkan.........!"
Mendengar perkataan Ong Tiong
Yang, Ang Cit Kong tertawa.
„Cerdik sekali kau, totiang.
Engkau mempersalahkan diriku tanpa langsung ditujukan padaku, agar aku malu
sendiri dan berusaha mem perbaiki kesalahan yang telah kulakukan...!” katanya.
„Tetapi didalam hal ini tentu
saja Pinto tidak berani sembarangan mempersalahkan dirimu, namun jika memang
engkau merasa telah melakukan suatu kesalahan, ada baiknya jika memang engkau
segera merobah kesalahan tersebut dengan melakukan kebaikan..... bukankah
begitu baiknya ?"
Mendengar perkataan Ong Tiong
Yang, Ang Cit Kong berdiam diri sejenak. Namun akhirnya ia mengangguk.
„Mungkin juga," katanya
kemudian seperti ragu2. „Disebabkan oleh belasan orang yang telah mengikuti aku
terus menerus itu, membuat totiang mengambil kesimpulan bahwa diriku melakukan
suatu kesalahan. Benar begitu, bukan ?"
Ong Tiong Yang berdiam diri,
tetapi akhjrnya ia tersenyum lebar setelah memandang sejenak lamanya kepada Ang
Cit Kong.
,,Dalam hal ini," katanya
lagi.
„Memang juga terdapat suatu
hal yang disebut sebab dan akibat, seperti kau tentunya mengetahui saudara
Ang.Jika memang engkau tidak melakukan suatu kesalahan, tentu belasan orang itu
tidak akan mengikutimu, dan juga jika tidak ada barang yang engkau ambil dari
tangannya, jelas mereka tidak akan meributi engkau meminta barangnya agar
engkau kembalikan. Coba engkau pikirkan dalam2 perkataan Pinto itu, tentu
engkau mengerti........!"
Ang Cit Kong tersenyum, ia
menganguk sambil katanya lagi: „Ya.... memang dalam hal ini merupakan suatu
urusan yang keterlaluan juga, belasan orang itu membuat aku jadi malu."
Dan setelah berkata begitu,
tahu2 Ang Cit Kong telah menggerakkan tangan kirinya membalas.
Tapi, hebat kesudahannya,
karena tanpa ampun lagi belasan orang itu telah terpental dan berguling diatas
tanah, seperti juga diterjang oleh suatu kekuatan yang tak tampak.
Ong Tiong Yang yang menyakan
hal ini jadi terkejut, ia berpikir dalam hatinya: „Dilihat dari kepandaiannya,
tampaknya pengemis muda ini bukan sembarangan pengemis, karena kelihatannya
cerdik sekali, selain ia memiliki silat yang tinggi, sinkangnya juga tampaknya
tidak berada disebelah bawahku!"
Waktu itu Ang Cit Kong telah
mtendelikkan matanya lebar2 kepada belasan orang yang tengah merangkak bangun
itu.
,,Jika kalian tidak segera
pergi, jangan mempersalahkan diriku jika aku turunkan tangan keras kepada
kalian.......! Ayo cepat pergi......!"
Tetapi belasan orang itu tidak
segera pergi, malah lima orang diantara mereka, telah berkata ragu2 : „Harap
Taihiap mengembalikan dulu barang2 kami....!"
Ang Cit Kong mendelikkan
matanya lebih lebar dan telah melangkah maju satu tindak sambil menggerakkan
tangan kanannya dan membentak : „Kalian hendak dihajar lagi....?”
Bentakan seperti itu merupakan
gertakan, yang membuat belasan orang itu jadi ketakutan, mereka telah mundur
dengan serentak.
Dalam keadaan demikian, Ang
Cit Kong berkata dengan suara tawar, tapi sikapnya tampak jenaka sekali, karena
mulutnya: „Jika memang kalian tidak cepat2 angkat kaki, aku akan membuat kalian
seperti daun2 keriug yang terhembus oleh angin.....! Aku akan menghitung ia
sampai lima dan jika kalian belum juga pergi, hem...... aku akan membuktikan
ancamanku itu.....!"
Ong Tiong Yang tersenyum
melihat sikap Ang Cit Kong.
„Satu.....!" waktu itu
Ang Cit Kong mulai menghitung dengan suara yang keras.
„Taihiap...... kembalikan dulu
barang-barang kami......."
Tetapi Ang Cit Kong separti
tidak mendengarnya, ia telah menghitung terus ...... „Dua . .!"
„Taihiap.....!" belasan
orang itu memperlihatkan wajah yang pucat, disamping itu juga mereka telah
merengket ketakutan, namun mereka juga tidak rela jika barang mereka tidak
dikembalikan.
„Tiga....! Empat.... !"
Ang Cit Kong telah menghitung terus tanpa memperdulikan sikap belasan orang
tersebut.
Belasan orang itu tambah
kuatir dan mereka hampir berbareng berkata : „Kembalikan dulu barang kami, kami
akan segera berlalu...!"
Tetapi Ang Cit Kong seperti
tuli tidak mendengar perkataan orang2 itu, bahkan ia telah menghitung terus
dengan suara yang nyaring : ,Lima .... !"
Waktu Ang Cit Kong mengucapkan
perkataan „Lima" itu, dan matanya didelikkan, dengan serentak orang2 itu
memutar tubuhnya dan mementang langkah kakinya lebar2 tembil ber-teriak2 dengan
suara penasaran : „Kembaiikan barang2 kami....!".Aug Cit Kong tertawa
ber-gelak2 melihat belasan orang tersebut telah lari.
Tetapi belasan orang itu
berlari hanya kurang lebih delapan tombak, setelah itu mereka berkumpul
berkelompok sambil berteriak : „Kembalikan barang kami....kembalikan barang
kami.... !”
Ang Cit Kong jadi mendongkol,
sengaja ia melangkah dua tindak memperlihatkan sikap seperti hendak mengejar.
Belasan orang itu jadi
ketakutan dan mereka telah berlari lagi. Sekali ini mereka tidak berhenti,
berlari terus dan sejenak kemudian telah lenyap dari pandangan mata Ang Cit
Kong dan Ong Tiong Yang.
---oo0oo---
SEDANGKAN waktu itu, antara
orang bertopeng merah dengan Tok Cun Hoa masih terus juga berlangsung
pertempuran yang cukup seru karena mereka berdua telah terlibat oleh tenaga
lwekang yang mereka pergunakan, dimana dua macam kekuatan tenaga dalam yang
tidak dapat dilihat oleh mata itu, telah mengelilingi mereka, melibat mereka
dan membuat keduanya tidak bisa memisahkan diri ataupun juga menyudahi
pertempuran itu, karena memang mereka telah terlibat dalam pertempuran yang
menentukan, dimana sampai salah seorang diantara mereka kelak kena dirubuhkan,
barulah pertempuran itu akan berkesudahan.
Karena itu baik Ang Bian
maupun Tok Cun Hoa telah ber laku sangat berhati-hati sekali dan melakuk in
pertempuran tersebut dengan gerakannya yang sangat cepat sekali.
Dan mereka pun telah
memusatkan seluruh kekuatan tenaga lwekang nya sehingga ditubuh mereka tampak
mengalir keluar keringat yang sangat banyak sekali.
Waktu itu Ang Bian telah
berkata dengan suara yang tawar sambil melacarkan serangan mempergunakan tangan
kanannya yang menyambar seperti juga menggunting: „Hemmm....., jika sekarang
aku tidak bisa mengalahkanmu, baiklah aku pun berjanji tidak akan mengembara
lagi dalam rimba persilatan......!"
Tetapi Tok Cun Hoa menanggapi
tekad dari Ang Bian dengan tertawa mengejek, katanya dengan suara yang sengau:
„Tidak perlu engkau sesumbar seperti itu engkau pasti akan dapat membuat kedua
lenganmu itu patah sebagai tanda mata buatku!"
Dan setelah berkata begitu Tok
Cun Hoa menerjang lebih kuat.
Melihat sikap Ang Cit Kong
seperti itu, Ong Tiong Yang jadi tersenyum lebar dengan hati yang merasa geli.
Sejak munculnya Ang Cit Kong tetah memperlihatkan bahwa dia memiliki sikap yang
jenaka, walaupun kejenakaan-nya itu tidak disengajanya dan memang wajar.
,,Kepandaian luar biasa, aku
tidak menyangka ditempat sesepi ini bisa bertemu dengan orang orang gagah seperti
itu."
Kata Ang Cit Kong dengan suara
yang perlahan, seperti juga tengah mengguman.
Kemudian Ang Cit Kong menoleh
kepada Ong Tiong Yang.
„Totiang, siapakah mereka
?" tanya Ang Cit Kong kemudian. „Apakah salah seorang di antara mereka itu
gurumu ?"
Ong Tiong Yang menggelengkan
kepalanya.
„Bukan.... !" menyahut
Ong Tiong Yang taN bil tersenyum.
„Lalu siapa mereka....?"
„Yang seorang bergelar Ang
Bian, itu yang memakai topeng yang terbuat dari kain merah !" menjelaskan
Ong Tiong Yang.
„Mengapa, ia menutupi mukanya
dengan kain merah itu, apakah mukanya kudisan....?"
Ong Tiong Yang tersenyum
sambil menggelengkan kepalanya.
,,Aku sendiri tidak tahu
mengapa ia mengenakan topeng seperti itu.....!" sahut Ong Tiong Yang.
„Dan yang seoraog lagi ?"
tanya Ang Cit Kong pula.
„Ia mengaku bernama Tok Cun
Hoa !'' menjelaskan Ong tiong Yang.
„Ohhh.......!" Ang Cit
Kong memperlihatkan sikap yang beran sekali.
„Kenapa ?" tanya Ong
Tiorg Yang.
,,Mengapa muka orang yang
bernama Tok Cun Hoa itu buruk sekali, seperti tengkorak hidup ?" tanya Ang
Cit Kong.
Sesungguhnya Ang Cit Kong
bertanya dari hati yang sejujurnya dan polos, tetapi buat teliaga Tok Cun Hoa
justru pertanyaan seperti itu telah membuat darahnya jadi meluap, ia sampai
berjingkrak.
Kalau saja waktu itu ia tidak
tengah terlibat oleh pertempuran mengadu tenaga sinkang yang saling melibat,
tentu ia telah melompat menerjang pada Ang Cit Kong untuk menghantam orang yang
lancang mulut itu.
Namun kenyataannya memang Tok
Cun Hoa hanya bisa mendongkol tanpa berdaya untuk menghajar Ang Cit Kong.
Waktu itu Ang Cit Kong masih
berdiri dengan sikap tercengangnya, sampai akhirnya ia tersenyum, sambil
katanya: „Nah, sekarang telah terlihat, bahwa banjak orang pandai dimana-mana,
seperti apa yang dikatakan oleh guruku, bahwa kepandaian silat yang dipelajari
tidak ada habisnya, karena orang yang telah tinggi kepandaiannya tidak boleh
sombong dan harus segera melatih diri tarus setiap ada kesempatan. Kepandaian
yang tertinggi ialah tidak pernah tercapai, karena yang tinggi itu selalu ada
yang lebih tinggi, tegasnya tidak ada yang tertinggi .......!".
Ong Tiong Yang isang tersenyum
mendengar perkataan Ang Cit Kong. Karena ia memang telah melihatnya bahwa Ang
Cit Kong seorang yang sangat terkenal dan juga pandai dan tinggi kepandaiannya,
disamping itu memiliki sifat yang polos dan jiwa yang jujur. Apa yang
dilihatnya tentu akan dikatakannya.
Namun kenyataannya, Ang Cit
Kong seperti juga tidak mengenal bahaya, dengan mengejek Tok Cun Hoa, walaupun
bukan berasal dari hatinya dan tanpa disengajanya, tokh hal itu telah membuat
jiwa Ang Cit Kong terancam bahaya yang tidak kecil.
Dalam hat ini, memang Ong
Tiong Yang menyukai sikap polos pengemis muda ini.
„Saudara Ang, siapakah gurumu
?" tanya Ong Tiong Yang kemudian.
Ang Cit Kong tidak segera
menyahuti, hanya memandang Ong Tiong Yang dengan sinar mata mengandung
kecurigaan.
„Mengapa totiang menanyakan
guruku ?" tanyanya.
Ong Tiong Yang tersenyum.
„Pinto hanya merasa kagum
bahwa gurumu memiliki pandangan yang luas dan juga tampaknya seorang pandai
yang tidak angkuh dan tidak pernah memamerkan kepandaiannya... !"
„Mengapa engkau mengetahui hal
it...?" tanya Ang Cit Kong, wajahnya memancarkan perasaan girang bukan
main.
Ong Tiong Yang menyahuti:
„Karena meli hat sikapmu yang baik, tentunya engkau mem peroleh bimbingan dan
didikan dari seorang guru yang baik pula...!
Ang Cit Kong cepat2 membuang
sisa potongan paha ayam ditangannya, ia menyeka kebajunya dengan sikap yang
amat ceroboh dan juga jenaka, kemudian merangkapkan sepasang tangannya, menjura
memberi hormat kepada Ong Tiong Yang, katanya dengan suara yang sabar.
„Dalam hal ini," katanya.
„Sesungguhnya memang guruku
itu seorang yang baik dan mulia ia berpelar Ie Hong Sin Kay dan namanya Kiauw
Cie Bauw. . .!"
,,Oh, telah lama aku mendengar
nama besar dari tokoh sakti itu... !" kata Ong Tiong Yang cepat.
Memang selama dalam
pengembaraannya dalam rimba persilatan, ia telah terlalu sering mendengar nama
Ie Hong Sin Kay Kiauw Cie Bauw, yang memiliki sepak terjang terpuji.
Pengemis sakti itu selalu
melakukan tindakan demi keadilan. Walaupun belum pernah bertemu secara langsung
dengan Kiauw Cie Bauw, tetapi justru Ong Tiong Yang telah menaruh perasaan
kagum kepada peugemis sakti itu.
Mendengar pujian Ong Tiong
Yang, tampak Ang Cit Kong senang sekali.
Disaat itu ia telah berkaca
dengan suara gembira: „Jika memang totiang kenal dengan guruku, itulah lebih
baik lagi....!" Ong Tiong Yang tersenyum.
„Sayangnya Pinto belum pernah
bertemu dengan orang tua yang sakti itu... Pinto hanya sering mendengar
keberanian dan juga ketegasannya dalam menegakkan keadilan.
Memang besar sekali minat
Pinto untuk bertemu dengan guru saudara Ang, untuk meminta petunjuk
darinya........!”
Ang Cit Kong tersenyum.
,,Sayangnya guruku setelah usianya
meningkat semakin tua, telah memilih sebuah tempat yang sunyi dan tenang untuk
hidup mengasingkan diri....... maka dari itu sulit sekali orang
menemuinya......!"
„Jika memang demikian, jika
kelak saudara Ang bertemu dengan gurumu, sampaikan salam Pinto, Ong Tiong
Yang....!" kata Ong Tiong Yang.
Ang Cit Kong mengangguk cepat.
„Tentu..., tentu... akan aku
sampaikan.....!" katanya
Begitulah, walaupun mereka
baru saling berkenalan disitu, justru sikap mereka tampaknya telah jadi begitu
akrab sekali.
Ang Cit Kong juga menanyakan
siapa guru Ong Tiong Yang.
Pendeta ini menyebutkan nama
Sam Kie bertiga, dan Ang Cit Kong tahu2 telah mengeluarkan ibu jarinya, ia
memuji :„Ketiga guru totiang itu semuanya merupakan manusia setengah dewa yang
sangat sakti, dimana selalu melakukan perbuatan mulia, justru aku sering
mendengar cerita dari guruku, bahwa ketiga. locianpwe sakti itu merupakan tokoh
yang sangat mulia dan memiliki kepandaian yang sulit dicari duanya, guruku juga
sangat mengagumi mereka ....!"
Ong Tiong Yang segera
merendahkan diri sambil mengucapkan terima kasih atas puda Ang Cit Kong.
---oo0oo---
Disaat itu pertempuran yang
tengah berlangsung antara Ang Bian dengan Tok Cun Hoa masih berlangsung terus,
dimana mereka telah terlibat dalam pertempuran yang semakin lama semakin
membahayakan.
Ang Cit Kong setelah
menyaksikan lagi sekian lama jalannya pertempuran itu telah menoleh kepada Ong
Tiong Yang, tanyanya: „Apakah totiang tidak bisa meminta agar mereka menydahi
pertempuran itu ?"
Ong Tiong Yang menghela napas
sambil menggelengkan kepala dan wajahnya murung, dengan jujur ia menyahuti :
„Sayangnya kepandaianku tidak ada artinya, sehingga tidak berdaya untuk meminta
mereka menyudahi pertempuran itu.....! Hemmm......., kalau saja memang aku
memiliki kepandaian yang lebih tinggi, tentu aku bisa meminta mereka menyudahi
pertempuran itu atau setidak2nya memisahkan mereka.........!"
Ang Cit Kong mengerutkan
alisnya. „Masih ada hubungan apakah antara: totiang dengan mereka ?"
tanyanya kemudian.
Dengan suara yang perlahan 0ng
Tiong Yang menyahuti: „Dengan Ang Bian locianpwe, aku pernah melakukan
perjalanan, dan kami melihat rumah yang terpencil ini maka kami singgahi.
Kebetulan kami juga sangat
haus sekali, sehingga kami bermaksud untuk meminta air pelenyap dahaga. Tetapi
justru Tok Cun Hot locianpwe telah salah mengerti, sehingga timbul salah paham,
yang menyebabkan Ang Bian dan Tok Cun Hoa jadi bertempur seperti itu....!"
„Apakah Tok Cun Hoa yang
bermuka seperti tengkorak itu seorang yang terlalu kikir?" tanya Ang Cit
Kong tidak senang.
Ong Tiong Yang mengangkat
bahunya sambil tersenyum, lalu katanya: „Entahlah, tetapi yang jelas memang
keadaan telah-tejadi demikian, dimana antara Ang Bian lociaapwe dengan Tok Cun
Hoa locianpwe telah timbul saling salah paham, dan mereka bertempur tanpa
berkesudahan.......!"
,.Jika memang demikian halnya.
lebih baik kita berusaha memisahkan mereka........!" kata Ang Cit Kong.
Ong Tiong Yang terkejut.
„Bagaimana mungkin?"
katanya dengan suara yang mengandung kekuatiran.
Ang Cit Kong tersenyum.
,,Jangan kuatir, jika memang
mereka tidak mau menyudahi pertempuran itu, yang pasti rugi adalah mereka
sendiri...!" kata Ang Cit Kong dengan suara mengandung keyakinan.
Ong Tiong Yang jadi heran.
„Dengan cara bagaimana ?"
tanyanya.
„Tanggung beres !"
katanya cepat. Dan Ang Cit Kong telah memutar tubuhnya, ia menuju kearah parit
di depan rumah tersebut, ia mengambil sebuah kayu yang bertempurung yang
ditengahnya melesak kedalam, ia menyendok air parit itu dan kemudian kembali
keruang dalam rumah.
Ong Tiong Yang mengawisi apa
yang dilakukan Ang Cit Kong dengan perasaan heran.
Waktu itu Ang Cit Kong telah
berteriak : „Kalian berhentilah jika memang kalian tidak mau menyudahi juga
pertempuran itu, biar aku yang akan menyiram kalian dengari air parit ini. Aku
mau lihat, apakah kalian akan teruskan perkelahian kalian......!"
Dan setelah berkata begitu,
Ang Cit Kong memperlihatkan sikap seperti ingin menyiram.
Keruan saja hal ini
mengejutkan sekali Ang Bian dan Tok Cun Hoa. Mereka sampai mengeluarkan seruan
kaget.
,,Aku akan menghitung sampai
tiga, jika sampai tiga kali, kalian tidak mau berhenti, berarti kalian memang
ingin mandi air parit...!" ancam Ang Cit Kong lagi.
Waktu itu Tok Cun Hoa bukan
main mendongkolnya, ia sampai berseru karena murka, Ang Bian juga telah
mengeluarkan suara bentakan sambil mengibaskan tangannya menangkis serangan
tangan kanan Tok Cun Hoa.
„Satu....!" Ang Cit Korg
tanpa memperdulikan keadaan pada saat itu, telah mulai menghitung, benar2 nekad
sekali pengemis muda ini.
Ang Bian dan Tok Cun Hoa jadi
panik, mereka tengah saling melibatkan diri dengan tenaga sinkang mereka yang
tertingggi, tidak bisa dengan semudah dugaannya, begitu saja mereka menarik
pulang tenaga sinkang mereka, karena akan melukai mereka sendiri.
Hal ini membuat mereka jadi
panik juda, jelas mereka tidak rela jika sampai mereka terkena siraman air
parit tersebut.
„Dua....!" suara Ang Cit
Kong lantang sekali, dia menghitung terus.
Keruan saja Ang Bian dan Tok
Can Hoa tambah panik.
Dalam keadaan demikian, mereka
jadi nekad dan telah mendorong dengan tenaga sinkang masing2 lalu melompat
mundur untuk memisahkan diri. Waktu memisahkan diri, mereka juga mengebut
dengan tangan masing2. Hal ini untuk melenyapkan sisa tenaga yang ada pada saat
itu, agar mereka tidak sampai terluka.
Setelah melihat Ang Bian dan
Tok Cun Hoa memisahkan diri dan menyudahi partempuran itu, Ang Cit Kong tidak
meneruskan hitungannya, dia tertawa keras dan telah melemparkan kayu yang
berisi cairan air parit tersebut keluar rumah.
Ong Tiong Yang yang melihat
keadaan seperti itu, jadi tertawa tidak bisa menahan gelinya. Dengan cara yang
begitu sederhana dan mudah, Ang Cit Kong berhasil memisahkan kedua jago yang
tengah bertempur hebat itu.
„Cerdik sekali pemuda pengemis
ini....!" pikir Ong Tiong Yang dalam hatinya.
Waktu itu,"tampak Ang
Bian telah menoleh kepada Ang Cit Kong, sambil katanya : „Kau....pengemis cilik
...... berani sekali kau membawa lagakmu yang kurang ajar ?"
„Tetapi belum lagi selesai
kata2 dari Ang Bian, Tok Cun Hoa yang memang sejak tadi telah diliputi oleh
kemarahan pada Ang Cit Kong, yang diaaggapnya telatt mangejeknya dun juga telah
membuat mereka paaik wak tu bertempur dengan ancamannya itu, sudah tidak bisa
menahan diri, tahu2 tubuhnya berkelebat, dan telah berada disamping Ang Cit
Kong. Begitu tiba, segera tangan kanannya bergerak.
---oo0oo---
ANG CIT KONG kaget, karena ia
hanya melibat berkelebatnya sesosok tubuh. Tetapi walau pun demikian. Ang Cit
Kong memang memiliki kepandaian yang cukup tinggi, tidak mau ia dirubuhkan
hanya diserang seperti ttu.
Dengan gesit ia berkelit
menyingkirkan diri dari terjangan Tok Cun Hoa.
„Jangan berangasan seperti
itu, tidak baik nanti akan menyebabkan gigimu rontok...!” kata Ang Cit Kong
sambil tertawa, tidak lenyap sikap gembiranya, walaupun tadi ia telah diancam
oleh terjangan yang tidak kecil bahayanya.
Muka Tok Cun Hoa yang memang
telah buruk itu jadi semakin tidak sedap dipandang karena ia tengah diliputi
kemarahan yang sangat.
Memang mulutnya rusak dan
hanya tampak barisan giginya saja, dan Ang Cit Kong berkata begitu yang tanpa
sadar memang telah mengejek kelemahan dari Tok Cun Hoa.
Keadaan demikian telah membuat
darah Tok Cun Hoa jadi tambah meluap.
„Jika memang aku tidak
menghajar pecah mulutmu, aku tidak akan mau sudah...!” teriak Tok Cun Hoa. Dan
dia bukan hanya berteriak begitu saja, karena ia telah membarengi menerjang Ang
Cit Kong lagi.
Sewaktu tububnya tengah
melayang ditengah udara, tampak tangannya digerakkan untuk melancarkan tamparan
kepada Ang Cit Kong.
Keruan saja Ang Cit Kong jadi
kaget karena gerakan yang dilakukan oleh Tok Cun Hoa jauh lebih cepat
dibandingkan dengan yang sebelumnya.
Dan keadaan seperti ini
membuat Ang Cit Kong jadi nekad, karena ia sudah memiliki jalan untuk
mengelakkan diri, dimana jalan mundurnya telah ditutup oleh tenaga sinkang yang
dilancarkan Tok Cun Hoa lewat tangan kirinya.
Ang Cit Kong memaksakan diri
memusatkan tenaga sinkangnya ingin menangkisnya, tetapi waktu itu Ang Bian
telah berkata : „Engkau mencari mampus....?” dan segera tubuh Ang Bian telah
berkelebat. Gerakan Ang Bian sangat gesit sekali, karena ia telah berhasil
menangkis tangan Tok Cun Hoa.
Tok Cun Hoa tambah mendongkol,
dan kini bukannya ia melancarkan totokan atau tamparan kepada Ang Cit Kong,
malah ia telah meninju kearah dada Ang Bian.
Tetapi Ang Bian memang
memiliki kepandaian berimbang dengannya, maka tinjunya tidak berhasil mengenai
sesaran.
Dalam keadaan demikian, mereka
telah bertempur lagi, dimana mereka saling serang tidak hentinya.
Sedangkan Ang Cit Kong yang
tadi nyaris kena ditempiling oleh telapak tangan Tok Cun Hoa, berdiri tertegun
ditempatnya, seperti orang kesima. Tetapi akhirnya ia tertawa lebar, sambil
menoleh kepada Ong Tiong Yang, yang waktu itu tengah mengawasi padanya.
„Sungguh berbabaya !”
menggumam pengemis muda itu.
Ong Tiong Yang tersenyum
sambil katanya:
„Maka dari itu, janganlah
saudara Ang terlalu ceroboh, karena mereka merupakan orang2 yang memiliki
kepandaian luar biasa dan jelas diatas kepandaian kita.......”
Ang Cit Kong mengangguk.
„Untung saja kawanmu itu
sitopeng merah telah menolongi diriku, kalau tidak tentu aku akan menerima
bahaya yang tidak kecil..!”
Ong Tiong Yang hanya
tersenyum.
Pertempuran antara Ang Bian
dengan Tok Cun Hoa telah berjalan semakin seru.
Dan Ang Cit Kong juga tidak
berusaha pula memisahkan mereka. Dalam keadaan demikian, memang jika kedua jago
tengah saling bertarung, maka angin serangan mareka menderu-deru kuat, karena
kekuatan tenaga lwekang yang mereka miliki itu merupskan kekuatan yang sudah
mencapai puncak yang tinggi sekali.
Ong Tiong Yang dan Ang Cit
Kong harus mundur beberapa langkah kebelakang menjauhkan diri, agar tidak
tertindih oleh kekuatan serangan itu.
Diam-diam mereka berdua,
sebagai orang2 yang mengerti ilmu silat, jelas menenyaksikan pertempuran antara
kedua jago yang memiliki kepandaian luar biasa itu, membuat mereka jadi
menumpah-kan seluruh perhatian mereka pada jalannya pertandingan.
Setelah saling terjang sekian
lama, aksinya suatu kali tampak Tok Cun Hoa dan Ang Bian, saling menjauhkan
diri. Mereka tidak melanjutkan terjangan mereka, hanya saling berdiri tegar
mengawasi lawan masing2.
Waktu itu Ong Tiong Yang cepat
menghampiri sambil katanya: „Jika memang Jiewie Iocianpwe tidak berkeberatan,
lebih baik kita sudahi saja pertempuran itu..... tak ada gunanya!”
Namun Tok Con Hoa telah
mendengus. dingin tanpa memperdulikan perkataan Ong Tiong Yang.
Sedangkan Ang Bian telah
menoleh kapada Ong Tiong Yang, katanya dengan suara yang tawar: „Ong Cinjin,
sayangnya manusia buruk ini memiliki adat yang buruk pula...!”
„Namun Ang Bian Iocianpwe,
bukankah kita tengah melakukan perjalanan untuk pergi menolongi seseorang...
jika memang Ang Bian locianpwe terlalu menghamburkan tenaga sendiri kelak tentu
bisa menggagalkan pekerjaan kita!” kata Ong Tiong Yang.
Seperti orang baru tersadar,
Ang Bian mengangguk berulang kali.
„Kau benar juga.....!” katanya
kemudian.
„Engkau benar, baiklah aku
bersedia menyudahi pertempuran diantara kami berdua, asal orang bermuka buruk
itupun mau menyudahinya dan tidak mendesak diriku lebih lanjut....!”
Mendengar dirinya selalu
disebut sebagai manusia bermuka buruk dan beradat buruk. karuan saja Tok Cun
Hoa semakin penasaran dan marah, mana mau ia menyudahi begitu saja pertempuran
itu?
„Hemmm....., mendengus dingin
Tok Cun Hoa dengan sikap mengejek. Terlanjur engkau telah mengatakan bahwa aku
manusia buruk beradat buruk, baiklah, baik..., mari kita bertempur lagi....!”
Diwaktu itu, tampak Tok Cun
Hoa setelah berkata bagitu telah melompat, mendekati Ang Bian bersiap untuk
saling bertempur pula.
Natmun Ang Bian yang telah
diingatkan oleh Ong Tiong Yang, bahwa mereka tengah melakukan sesuatu untuk
menolongi seorang, tidak mau melayani lebih lanjut pada Tok Cun Hoa katanya
dengan suara yang dingin: „Jika memang engkau masih ingin main2 denganku kelak
aku akan menemani, walaupun engkau hendak bertempur sebanyak puluhan ribu jurus
bertempur terus sepuluh hari sepuluh malam, akan kulayani...!
Hemm, jika memang engkau hendak
memaksaku hari ini. maafkan aku tidak memiliki waktu lagi untuk menemanimu...
aku hendak melakukan sesuatu dan perlu diselesaikan secepatnya....!” dan
setelah berkata begitu, tanpa menantikan sahutan dari Tok Cun Hoa, tampak Ang
Bian telah memutar tubuhnya itu menoleh kepada Ong Tiong Yang, katanya: „Mari
kita pergi...!”
Ong Tiong Yang girang meliyat
Ang Bian bersedia menyudahi pertempuran itu.
Tetapi Tok Cun Hoa waktu
melihat orang hendak berlalu, ia telah berkata dengan suara yang dingin :
„Sudah kukatakan walaupun sekarang kalian hendak pergi, semua itu telah
terlambat, dan tidak bisa kalian meninggalkan tempat ini......!”
Sambil berkata begitu, TOK CUN
HOA melompat kepintu menghadang disitu karena ia tidak ingin membiarkan Ang
Bian bertiga dengan Ong Tiong Yang dan Ang Cit Kong keluar dari rumahnya.
Rupanya Tok Cun HOA memang
telah memutuskan babwa ia harus menghadang orang itu, untuk dibinasakan atau
se-tidak2-nya dimusnahkan ilmu silatnya, sebab Ang Bian seperti tidak memandang
sebelah mata padanya dan mukanya juga ditutup oich topeng merah sehingga ia
tidak mengetahui siapa adanya orang dibalik topeng tersebut. Begitu juga Ang
Cit Kong tadi. telah mengejeknya, membuat ia gusar tetapi belum bisa untuk
menjatuhkan tangan kepada pengemis muda itu.
Kenyataan seperti ini telah
membuat Tok Cun Hoa tidak mau melepaskan ketiga orang itu. la cepat-cepat
mementangkan tangannya, bersiap melancarkan serangan kalau saja Ang Bian
bertiga memaksa hendak berlalu dan menerobos pintu tersebut.
Ang Cit Kong tertawa melihat
sikap Tok Cun Hoa, ia berkata perlahan sambil tersenyum menyeringai : „Jika
memang engkau tidak mengijinkan kami meninggalkan rumahmu, apakah engkau hendak
menjamu kami ? Bisakah engkau menjadi tuan rumah yang baik ? Sedang kan Ang
Bian Locianpwe dan Ong Totiang itu saja semula meminta air pelenyap dahaga
tidak diberikan olehmu....!”
Muka Tok Cun Hoa berobah
memperlihat kan sikap tidak senang, ia berkata dengan sikap menahan kemarahan
hatinya : „Jika engkau berlancang mulut, maka yang per-tama2 akan kupecahkan
adalah batok kepalamu dulu....!”
„Kukira tidak mudah melakukan
hal itu, karena disini masib ada Ang Bian Locianpwe yang memiliki kepandaian
mungkin lebih tinggi dari kepandaianmu sendiri....!”
Tok Cun Hoa jadi lebih
uring2an, ia berkata tawar: „Jika memang demikian halnya, baiklah. Aku telah
memutuskan, walaupun bagai mana kalian tidak akan kuijinkan meninggalkan rumah
ini. . .!”
Ong Tiong Yang yang melihat
perkembangan keadaan sudah demikian macam, cepat2 merangkapkan tangannya
menjura sambil katanya: „Harap Tok Cun Hoa Locianpwe mau mengerti keadaan kami,
dimana kita tidak pernah kenal dan belum pernah bermusuhan, bukan? Mengapa kita
selalu harus bertempur dan bersikap bermusuhan seperti itu? Baiklah, jika
memang Tok Cun Hoa Locianpwe mau mengerti. tentu kami tidak akan lupa
mengucapkan terima kasih kami.... kami harap saja Tok Cun Hoa Locianpwe tidak
merintangi kami lagi, janganlah menanamkan permusuhan diantara kita, bukaukah
kita sebelumnya selain belum berkenalan dan juga memang belum pernah
bermusuhan?”
Tok Cun Hoa tertawa tawar.
„Engkau bicara seenakmu saja,
tojin muda, tetapi engkau tidak ingat, kalian telah datang kemari untuk
menimbulkan kekacauan dimana kalian telah menyebabkan aku merasa terganggu.
Kalau saja hal ini tidak segera kuatasi, tentu kelak akan ada orang yang berani
menggangguku lebih jauh.......!
Mendengar perkataan Tok Cun
Hoa, habislah harapan Ong Tiong Yang untuk dapat berlalu dengan damai, karena
memang ia melihat nya bahwa Tok Cun Hoa bukan seorang manusia baik-baik dan
memiliki sifat yang selalu menang sendiri.
Ong Tiong Yang juga yakin
bahwa mereka tidak bisa berlalu begitu saja, sebelum membu ka jalan dc n_,an
kekerasan.
Ang Bian juga rupanya habis
kesabarannya, ia telah berkata dengan suara yang berang: „Ong totiang, biarlah
aku membereskan dulu tua bangka muka buruk ini........ .!”
Dan tanpa menantikan lagi
persetujuan Ong Tiong Yang, Ang Bian mengulurkan tangannya ia menggunakan
sinkangnya untuk mencengkeram Tok Cun Hoa.
Namun Tok Cun Hoa tak berkisar
dari tempatnya oleh ancaman tersebut, ia bertahan disitu dengan sikap yang
menantang sekali. Bahkan waktu cengkeraman Ang Bian akan tiba, ia mengebutkan
tangan kanannya.
Sebagai seorang yang telah
memiliki kepandaian tinggi, tentu saja Ang Bian memaklumi bahwa tangkisan yang
dilakukan Tok Cun Hoa tidak bisa dibuat main2. la mengeluarkan suara mengejek,
sambil menarik pulang tangannya, lalu merobah arah dari cengkeraman tangannya,
tubuhnya agak dimiringkan kekanan dengan gerakan yang cepat dan gesit sekali kaki
kanan nya ditekuk, sedangkan kaki kirinya dilonjorkan, lalu kedua tangannya
menyambar secara menggunting.
Gerakan yang dilakukannya itu
benar2 merupakan gerakan yang sulit sekali untuk dielakkan oleh lawannya, jika
memang lawannya itu bukan memiliki kepandaian yang benar2 tangguh.
Dalam keadaan demikian, tampak
Tok Cun Hoa juga tidak tinggal diam, ia bukan menangkis atau berkelit, hanya
mengempiskan dadanya yang didorong agak kedalam, kemudian waktu „guntingan”
sepasang tangan Ang Bian lewat hanya satu dim terpisah dari dadanya itu, tampak
Cun Hoa telah membarengi untuk menangkap tangan Ang Bian Namun Ang Bian telah
menarik pulang kedua tangannya.
Ong Tiong Yang melihat hal
demikian, jadi berpikir keras, karena ia memaklumi, kalau sampai kedua orang ini
bertempur lagi, tentu sulit sekali baginya untuk memisahkan, dimana mereka
tentunya akan terlibat dalam pertempuran yang berkepanjangan. Degan adanya
pikiran seperti itu, Ong Trong Yang membujuk kedua orang itu, ia membungkukkan
tubuhnya sambil memberi hormat : „Aku mohon agar kalian jangan meneruskan
pertempuran ini tidak ada gunanya sudahilah pertempuran ini aku mohon dengan
sangat !”
Dan setalah berkata begitu,
Ong Tiong Yang beberapa kali membungkukkan tubuhnya memberi hormat, sikapnya
memang manis dan juga berusaha untuk dapat memisahkan kedua orang itu dengan
kelembutan.
Waktu itu “Tok Cun Hoa tertawa
tawar sambil katanya sengit : ‘’„Ji ka memang dalam soal ini engkau masih
banyak rewel, maka nanti engkau sendiri yang akan kuserang dan kubinasakan..............!”
Sambil berkata begitu, tampak
Tok Cun Hoa bukannya mengendorkan serangannya, malah telah melancarkan serangan
yang semakin lama jadi semakin kuat saja. Ang Bian juga telah mengeluarkan
kepandaian simpanannya, karena ia menyadari tidak mungkin ia bisa menarik diri
lagi dari pertempuran itu, dimana ia juga tidak boleh berlaku lengah, karena
jika saja dirinya terserang, niscaya akan membuat ia terluka parah.
Ang Cit Kong yang melihat
pertempuran itu telab mengeluarkan seruan berulang kali, ia merasa tertarik
sekali, karena justru yang di saksikannya itu merupakan pertempuran yang sangat
jarang sekali bisa disaksikannya. Pertempuran diantara kedua tokoh yang sama2
memiliki kepandaian yang tinggi.
Ong Tiong Yang menghela napas
daIam2 waktu melihat kedua orang itu tidak mau menyudahi pertempuran mereka. Ia
jadi berputus asa. Untuk memisahkan mereka ia memang tidak memiliki kepandaian
yang cukup, sedangkan untuk meminta pertolongan Ang Cit Kong juga tidak mungkin
sanggup memisahkan kedua orang yang tengah bertempur itu, sehingga hal ini
sangat menjengkelkan hatinya. Jika kedua orang liehay itu bertempur terus,
berarti mereka malah akan terlibat dalam pertempuran yang berbahaya, karena
mereka tentu akan ada yang rubuh dan terluka. Dan luka yang akan mereka derita
tentunya bukan luka biasa, sekali saja mereka terluka, tentu luka itu luka yang
parah, dalam keadaan demikian, Ong Tiong Yang benar2 bingung untuk memisahkan
mereka kerena Ia pun telah gagal untuk membujuknya.
---oo0oo---
UDARA masih dingin dipagi hari
itu, tetapi di jalan raya Khu Miang tampak berjalan tiga orang, se-orang wanita
dan dua orang lelaki, yang seorang telah berusia lanjut, sedangkan yang seorang
lagi berusia masih muda. Mereka tidak lain dari Oey Yok Su bersama Lu Liang Cwan
dan Lauw Cie Lao. Ketiga orang ini memang telah melakukan perjalanan bersama,
dan juga telah beberapa kota yang mereka singgahi disamping itu telah beberapa
kampung yang mereka lewati selama mengembara dalam rimba persilatan.
Selama dalam pengembaraan itu,
mereka bertiga selalu melakukan perbuatan2 yang mulia menolongi orang2 yang
tengah tertindas. Tetapi justru ketiga orang ini juga memiliki adat yang aneh,
dimana mereka jika memang merasa senang pada seseorang, walaupun orang itu
jahat, boleh jadi mereka berdiri dipihak penjahat itu. Dan jika memang mereka
menyukai seseorang, walaupun orang itu melakukan suatu perbuatan yang salah,
bisa jadi mereka membenarkarnya. ltulah keanehban sifat ketiga orang ini, yang
hampir bersamaan, sehingga merasa cocok untuk mengembara bersama.
Tetapi secara kescluruhannya
memang Oey Yok Su, Lu Liang Cwan dan Lauw Cie Lan merupakan orang2 yang
memiliki kepandaian yang tinggi dan hati yang mulia, maka banyak juga perbuatan
mulia yang mareka lakukan disamping watak mereka yang memang agak aneh seperti
itu.
Waktu mereka tengah melakukan
perjalanan hari itu, justru mereka telah melihat dikejauhan tampak sebuah rumah
terpencil, yang jang dari rumah2 penduduk lainnya. Sebuah rumah tembok yang
cukup kokoh.
Malah Lu Liang Cwan telah
menahan langkah kakinya, ia berkata kepada Lauw Cie Lan dan Oey Yok Su.
„Tunggu dulu," katanya.
„Aku mendengar seperti ada orang yang tengah ........ bertempur .... aku
mendengar suara men-deru2nya angin serangan."
Lauw Cie Lan juga memasang
pendengaranaya, dan ia memang mendengar suara men-deru2 angin serangan yang
kuat sekali. Disamping itu, memang terdengar suara bentakan per-lahan yang
menunjukkan ada orang yang tengah bertempur dan saling melancarkan serangan
diseriai suara bentakan.
Oey Yok Su yang memang
memiliki kepandaian dibawah kepandaian Lu Liang Cwan dan Lauw Cie Lan,
mendengar paling belakang dimana iapun akhirnya mendengar suara angin men-deru2
perlahan dan juga suara bentakan itu.
Setelah saling pandang
sejenak, Lu Liang Cwan berkata: „Mari kita pargi melihat kesana.
Lauw Cie Lan dan Oey Yok Su
menganggukkan kepalanya dan mereka telah berlari, dengan cepat sekali, untuk
menuju kearah dari mana datangnya suara orang bertempur itu. Di saat itu Oey
Yok Su berlari cepat sekali karena ia mempergunakan ginkangnya untuk berlari
lebih dulu. Sedangkan Lu Liang Cwan dan Lauw Cie Lan memang berlari dengan
seenak mereka.
Dalam waktu sekejap mata
tampak mereka telah tiba dirumah baru itu. Mereka juga melihat Ang Cit Kong dan
Ong Tiong Yang......
Sedangkan Ang Cit Kong dan Ong
Tiong Yang juga telah melihat kedatangan mereka maka Ong Tiong Yang segera
mebnyambutnya keluar.
Maafkan, siapakah Samwie (tuan
bertiga)?" tanya Ong Tiong Yang bertanya begitu, karena ia melihat bahwa
ketiga orang tersebut memiliki kepandaian sangat tinggi dan berlari cepat
sekali, tentunya mereka bertiga bukan orang sembarangan.
Oey Yok Su yang telah tiba
terlebih dulu dari Lu Liang.Cwan dan Lauw Cie Lan, berkata perlahan dengan
perasaan beran pada wajahnya.
„Jika memang tidak salah,
ditempat ini terdapat orang yang sedang bertempur.....! "
Ong Tiong Yang mengangguk, dan
menunjuk kearah dalam.
„Mereka telah bertempur cukup
lama, dan tat mau dipisahkan." ia menjelaskan.
Oey Yok Su melongok kedalam
dan terlihat Ang Bian dan Tok Cun Hoa yang tengah bertempur saling menyerbu dan
menerjang tak hentinya, untuk merubuhkan lawannya masing2, keadaan demikian
membuat Oey Yok Su mengerutkan alisnya, karena ia melihat kepandain kedua orang
itu bukan kepandaian yang sembarangan, dimana mereka memang memiliki kepandaian
yang tinggi dan juga jurus2 silat yang aneh.
Dalam keadaan demikian tampak
Lu LiAng Cwan dan Lauw Cie Lan yang telah tiba saling pandang waktu mereka
melihat pertempuran antara Ang Bian dan Tok Cun Hoa.
Kepandaian mereka tinggi
sekali, entah siapa mereka berdua......?" tanya Lauw Cie Lan setelah
mengawasi sejenak kepada kedua orang yang tedgah bertempur itu.
Lu Liang Cwan berdiam diri
saja, ia mengawasi sekian lama, dan akhirnya berkata dengan yang perlahan:
„Biar aku coba memisahkan mereka....!" dan belum lagi kata2nya itu habis
di ucapkan, disaat itu tubuh Lu Liang Cwan telah bergerak cepat sekali dengan
gerakkan yang sangat ringan dimana kedua tangannya digerakkan saling susul,
disaat itu juga dari kedua telapak tangannya itu mengalir keluar kekuatan
tenaga sinkang yang menerjang kepada Ang Bian dan Tok Cun Hoa.
Ang Bian dan Tok Cun Hoa jadi
terkejut bukan main, karena mereka merasakan tenaga sambaran dari kedua tangan
Lu Liang Cwan kuat sekali, telah memaksa mereka jadi melompat mundur, karena
jika t:Dak, tentu mereka akan tergempur oleh tenaga Iwekang tersebut.
Baik Ang Bian maupun Tok Cun
Hoa telah menarik pulang tenaga masing2 dun melomp: t kebelakang. Gerakan mereka
gest t sekali.
Dengan cara seperti itu. Ang
Bian dan Tok Cun Hoa tidak sampai terlanggar oleh kekuatan tenaga Lu Liang
Cwan, dan mereka berdiri sambil mengdwasi tajam sekali pada Lu Liang Cwan
dengan sikap tidak senang. Apa lagi Tok Cun Hoa, yang membentak nyaring :
„Siapa kau... Apakah engkau memang ingin mengacaukan rumahku ini ?"
Ditegur seperti itu, Lu Liang
Cwan tersenyum sambil katanya : „Sama sekali kami tidak mengandung maksud
buruk, kami hanya kebetulan lewat ditempat ini, dan aku menghendaki kalian
jangan bertempur terus....!"
„Tetapi engkau tidak
mengetahui urusan kami yang sebenarnya ......!" kata Tok Cun Hoa.
Lu Liang Cwan mengangguk.
„Tepat, justru disebabkan itu,
maka aku hanya hendak memisahkan kalian, tanpa melancarkan serangan yang
berarti, bukan?"
Muka Tok Cun Hoa yang seperti
tengkorak itu tetap memperhatikan sikap tidak puas, ia berkata Iagi : „Jika
memang engkau tidak bermaksud ikut mengacaukan keadaan disini, cepat angkat
kaki .......!"
„Apakah ini merupakan suatu
pengusiran ?" tanya Lu Liang Cwan dengan suara tawar, ia jadi tidak
menyukai Tok Cun Hoa yang memperlihatkan sikap begitu kurang ajar.
Sedangkan Ang Bian
memperdengarkan suaar tertawanya yang cukup nyaring, katanya : „Jika memang
engkau sebagai orang yang bermaksud memisahkan kami, tidak perlu engkau pergi,
aku akan menjelaskannya duduk persoalan yang benar dan tidak dilebihkan atau
dikurangi. Nanti engkau mempertimbanghan, siapa yang salah dan siapa yang
benar....!"
Muka Tok Cun Hoa semakin tidak
sedap dilihat, sedangkan Lu Liang Cwan mengangguk, katanya disertai tertawa :
„Baik, coba tuan menceritakannya ...!" sambil berkata begitu, ia juga
memperhatikan keadaan Ang Bian, karena la melihat orang memakai topeng terbuat
dari kain merah.
„Sesungguhnya, kami hanya kebetuian
lewat ditempat ini. Kami bermaksud hendtak meminta sedikit air untuk
melenyapkan dahaga, tetapi justru ia marah2 dan telah mengusir kami tanpa
hendak membagi air buat kami. Hal itu sebetulnya tidak apa2, tetapi justru
tanpa hujan tanpa angin, Ia telah melancarkan serangan, juga pada ka mi,
sehingga terpaksa kami melakukan perlawanan. Jika memang Kiesu (orang gagah)
tidak mempercayai keterangan ini, silahkan tanyakan langsung kepada Oang Tiong
Yang Totiang itu....!" sambil berkata begttu, Ang Bian menunjuk kearah Ong
Tiong Yang.
Ong Tiong Yang cepat2
merangkapkan kedua tangannya memberi hormat kepada Lu Liang Cwan, waktu Lu
Liang Cwan menoleh kepadanya.
„Apa yang dikatakan oleh Ang
Bian locianpwe mamang benar, kami telah melakukan perjalanan bersama dan tiba
ditempat ini dan telah timbul kesalah pahaman ........ !"
Lu Liang Cwan tersenyum.
„Apakah kesalah pahaman itu
tidak bisa diselesaikan dengan baik? Dengan cara yang tidak perlu disertai
dengan pertempuran?"
„Hal itu telah kami coba
beberapa kali, bahkan kamipun bermaksud pergi meninggalkan tempat ini, karena
pemilik rumah yang jahat ini tidak bersedia memmbagi air kepada kami, tetapi
tuan rumah ini telah melancarkan serangan kepada kami dan juga berusaha membuat
kami jadi bercacad. . . keadaan seperti ini membuat kami harus memberikan
perlawanan untuk membela diri, karena ia menyerang tak hentinya."
Tok Cun Hoa justru telah
berkata : „Apa yang dikatakannya itu merupakan urusan yang berlebihan. Aku
tengah duduk samadhi, tahu2 ia begitu lancang membuka pintu rumahku dan terus
masuk.
Maka jika memang mereka
bukan-nya bermaksud jahat, tentunya mereka tidak akan selancang itu...... aku
sebagai pemilik rumah, tentu saja harus menjaga keamanan rumahku ini........
Lu Llang Cwan tertawa sambil
menoleh kepada Lauw Cie Lan, tanyanya: „Bagaimana pendapatmu mengenai urusan
ini?"
Lauw Cie Lan berpikir sejenak,
sejak tadi ia hanya menutup mulut, namun akhirnya ia berkata: „Jika didengar
keterangan mereka, ke-dua belah pihak bersalah, yang seorang terlalu ceroboh
dan yang satunya lagi memang terlalu kikir, sehingga untuk menolong seseorang
dengan membagikan sedikit air saja tak bersedia membaginya. . .!"
Muka Tok Cun Hoa borobah jadi
tidak enak dilihat karena mendengar dirinya dipersalahkan.
„Jika memang demikian, kalian
tentunya berdiri dipihak orang bertopeng itu. ..!'' kata-nya. „Baiklab, majulah
kalian semuanya, aku tidak akan gentar menghadapinya. . .!"
Dan setelah berkata begitu,Tok
Cun Hoa berdiri dengan sikap slap sedia, karena ia memang bersedia untuk
menghadapi serangan dari semua orang ini. la memiliki, kepandaian yang tinggi,
dan dengan demikian ia memang berani untuk menghadapi siapa saja.
Sedaogkaa saat itu Lu Liang
Cwan berkata dengan suara yang sabar: „Jika memang engkau berangasan seperti itu,
bisa-bisa engkau dimusuhi benar oleh semua orang-orang diseluruh dunia rimba
persilatan.......!
Baiklah, perlu kami jelaskan
bahwa kedatangan kami hanya kebetulan, karena mengetahui kalian tengah
bertempur, maka kami bermaksud hendak memisahkannya....... tidak ada maksud
lain pada diri kami ...... tapi tampaknya kau sangat memusuhi kami
juga.......!"
Tok Cun Hoa memperdengarkan
suara tertawa mengejek.
Yang terpenting kami tidak
bermaksud untuk memusuhi dirimu tetapi jika kami dipaksa dengan kekerasan,
jelas kami juga tidak mau menyudahi urusan ini begitu saja!, kata Ang Bian
dengan suara keras, tampaknya ia masih penasaran sekali.
Tok Cun Hoa juga telah
menyahuti: "Aku sama sekali tidak hendak diganggu oleh kalian. Cepat
kalian pergi, urusan ini bersedia kuhabisi hanya sampai disini saja ........
jika memang kalian masih tetap ber-lama2 disini, aku akan mempergunakan
kekerasan lagi, Ini rumahku, dan aku memiliki hak untuk mengusir kalian.......!
Lu Liang Cwan tertawa tawar.
„Kukira, kami juga tidak
hendak terlalu lama2 disini karena memang tuan rumah ini juga seorang yang
terlalu kikir yang tentunya tidak bisa menjamu kami. . . tanpa engkau
memintanya, kamipun akan segera berlalu. ..!"
Dan sehabis berkata begitu, Lu
Liang Cwan menoleh kepada Lauw Cie Lan dan Oey Yok Su, sambil katanya: .,Mari
kita berangkat!".
Oey Yok Su dan Lauw Cie Lan
mengiyakan.
Tetapi Lauw Cie Lan masih
sempat bertanya kepada Ang Bian: „Apakah engkau ingin berlalu juga...?"
Ang Bian mengangguk sambil
mengiyakan.
Begitulah, mereka telah
meninggakan tempat tersebut. Namun baru beberapa langkah mereka berjalan, Tok
Cun Hoa telah berkata : „Tinggalkan orang itu, agar aku bisa memberikan tanda
mata padanya.....!" sambil berkata begitu, Tok Cun Hoa menunjuk kepada Ang
Cit Kong, tampaknya Tok Cun Hoa memang masih menaruh perasaan penasaran dan
sengit kepada Ang Cit Kong, yang dianggapnya tadi telah mengejeknya.
Ang Cit Kong tersenyum nakal,
katanya dengan berani: „Mengapa harus aku saja yang di tinggal disini? Mengapa
engkau melarang aku pergi, atau memang engkau menyukai aku dan hendak mengambil
aku menjadi anak angkatmu?''
Ditanya begitu, Tok Cun Hoa
meludah, dan kemudian katanya sengit: „Cuiii....h, jika memang aku tidak bisa
memutuskan kedua tanganmu sebagai tanda mata, engkau tidak bisa pergi dari
rumahku ini. Tempat ini memang mudah untuk didatangi, tetapi tidak mudah untuk
ditinggalkan begitu....!"
Ang Cit Kong tertawa lagi,
tetapi baru saja ia ingin menyahuti, justru Lu Liang Cwan telah mewakili
berkata : „Apakah engkau tidak merasa malu berurusan dengan kaum Boanpwe
seperti dia........!"
„Namun mulutnya tarlalu kurang
ajar sekali, dan pantas dihajar !" menyahuti Tok Cun Hoa.
„Jika memang sengaja hendak
mencari urusan denganku... katanya sengit. Baiklah....... baiklah, jika memang
demikian halnya, aku juga tidak bisa berkata apa2 selain menerima tantanganmu.
Majulah....!"
Rupanya Tok Cun Hoa memang
seorang yang gemar bertempur, kepada siapa saja ia bersikap berangasan seperti
itu. Dengan seudirinya, Lu Liang Cwan dan yang lainnya tambah tidak
menyukainya.
Lu Liang Cwan mengangguk
dengan sikap yang tenang, katanya: „Baik..., baik..., jika engkau menantang aku
seperti itu, aku Lu Liang, Cwan sama sekali tidak mengenal perkataan
„Mundur" maka dari itu, aku menerima tantanganmu !"
Waktu itulah tampak Tok Cun
Hoa sudah tidak sabar lagi, ia mengambil sikap mempersiapkan diri untuk
melancarkan serangan.
Namun Lu Liang Cwan yang
mengambil sikap tenang dan sabar, hanya berdiri ditempatnya sambil menantikan
serangan yang akan dilancarkan oleh Tok Cun Hoa.
Ternyata Tok Cun Hoa hanya
mengebutkan lengan baju kirinya.
Angin serangannya berseliwiran
menyambar kearah Lu Liang Cwan.
Diwaktu itu, tampak Lu Liang
Cwan mengelakkan diri dengan hanya memiringkan sedikit tubuhnya.
Tampak mereka mulai
mengeluarkan sinkang masing2 untuk saling tindih.
Dalam keadaan demikian,
tampaknya Lu Liang Tjwan tidak memandang sebelah mata terhadap kepandaian Tok
Cun Hoa, ia malah berkata: „Kepandaianmu tampaknya tidak rendah mungkin
disebabkan itu maka kau selalu berangasan dan tidak bisa berlaku sabar dan
angkuh sekali....!"
Pertempuran telah terjadi
antara Tok Cun Hoa dan Lu Liang Cwan. Jarak mereka semakin dekat juga.
Lauw Cie Lan yang menyaksikan
hal ini tidak berusaha untuk mencegah atau memisahkan mereka, justru ia juga
tertarik sekali untuk melihat berapa tinggi kepandaian yang di miliki oleh Tok
Cun Hoa, sehingga ia berlaku begitu sombong.
Diwaktu itu Ang Cit Kong
berkata dengan suara yang mengejek : „Hemmm, kali ini engkau bertemu dengan batu
yang keras orang buruk....." dan sambii berkata begitu, Ang Cit Kong
memperdengarkan suara tertawa-nya dengan cukup keras.
Sedangkan disaat itu, tampak
Lu Liang Cwan mulai mengeluarkan kepandaian dan tenaga sinkangnya, ia juga
menggerakkan kedua tangannya dengan gerakan yang lambat namun kuat, mengandung
kekuatan yang bisa merubuhkan batu karang yang berukuran besar.
Cepat sekali, antara Lu Liang
Cwan dan Tok Cun Hoa terlibat dalam himpitan dua kekuatan tenaga lwekang
mereka, keduanya memang memiliki kepandaian yang tinggi, dengan sendirinya
pertempuran diantara mereka berjalan cukup menegangkan.
Tok Cun Hoa melihat bahwa
dirinya memang berada dibawah angin. Selain memang kepandaiannya dibawah
kepandaian Lu Liang Cwan juga kepandaian dari Lu Liang Cwan tampak-nya aneh
sekali.
Disamping itu juga, Tok Cun
Hoa, telah melakukan pertempuran yang cukup panjang dengan Ang Bian, membuat
tenaganya banyak terkuras. Dengan sendirinya, sekarang ia cukulp lelah, dan itu
merupakan suatu keuntungan buat Lu Liang Cwan.
Keadaan seperti ini, membuat
Lu Liang Cwan semakin bersemangat melancarkan serangan.
Dalam waktu sekejab mata saja,
tampak ia telah berhasil mendesak lawannya, membuat Tok. Cun Hoa beberapa kali
harus mengelakkan diri dengan melompat mundur.
Lu Liang Cwan terus inenyerang
tidak hen tinya, kareaa ia melihat bahwa lawannya Mulai terdesak, makin lama
tenaga serangannya makin diperkuat dan ditambah, angin serangannya juga
berkesiuran keras.
Sampai akhirnya suatu kali Tok
Cun Hoa mengeluarkan suara seruan tertahan, karena tubuhnya terlanggar oleh
tenaga sinkangnya Lu Liang Cwan dan ter-huyung2 mundur kebelakang.
Melihat keadaan seperti itu,
Ang Cit Kong tertawa keras sambil menepuk2 kedua tangannya.
„Bagus...bagus ....!"
teriaknya. „Sekarang engkau baru rasakan betapa enakya dihajar orang....!"
Muka Tok Cun Hoa jadi berobah
mengandung hawa membunuh, karena diwaktii itu selain penasaran, ia juga tengah
berang sekali, apalagi ia mendengar perkataan Ang Cit Kong.
Lu Liang Cwan tersenyum sabar,
katanya: „Nah, sekarang bagaimana, apakah kau mengijinkan kami semuanya
meninggalkan tempat ini ?
Tok Cun Hoa tidak menyahuti,
ia hanya berdiam diri sambil mengawasi kepada orang itu seorang demi seorang
dan akhirnya ia menghela napas.
„Baiklah," kata Tok Cun
Hoa kemudian. "Kalau memang demikian, pergilah kalian.... !" dan
setelah berkata begitu, Tok Cun Hoa menghelakan napasnya berulang-ulang ka1i,
karena rupanya kekalahannya ditangan Lu Liang Cwan membuat ia sangat masgul
sekali.
Diwaktu itu Ong Tiong Yang
merangkapkan sepasang tangannya, katanya: „Janganlah Locianpwe salah paham,
kami sesungguhnva tidak memusuhi 1ocianpwe, jika memang locianpwe tidak berlaku
keras-keras kepada kami. Watunya kami juga tidak akan berlaku kurang ajar
seperti itu kepada locianpwe....!"
Tetapi Tok Cun Hoa hanya
mengeluarkan suara „Hemmm!" saja, sambil mengebutkan lengan bajunya,
memberikan isyaratagar orang2
tersebut berlalu.
Begitulah, Ang Bian ber-sama2
dengan Lu Liang Cwan, Ang Cit Kong, Lauw Cie Lan dan Ong Tiong Yang, telah berlalu
dari rumah Tok Cun Hoa.
Tok Cun Hoa tidak berusaha
untuk menahannya lagi, dia hanya memandangi saja kepergian orang2 itu. Setelah
semua orang itu lenyap dari pandangan matanya, dengan jengkel sekali.
Ia merupakan seorang tokoh
persilatan yang mati2an telah melatih kepandaiannya, namun sekarang justeru
kenyataan yang ada ia telah kena dirububkan oleh lawannya, dan juga telah
diejek pulang-pergi oleh Ang Cit Kong.
Bukankah hal itu membuatdia
sangat penasaran sekali?
Sedangkan Lu Liang Cwan
mengajak semua orang itu berlalu mengambil kearah barat. Dan ia berkata dengan
suara yang sabar: „Sesungguhnya orang bermuka seperti tengkorak itu memiliki
kepandaian yang tinggi sekali. Sayangnya ia memiliki sifat dan adat yang
buruk......!"
Setelah berkata begitu, Lu
Liang Cwan menghela napas -berulang kali sambil katanya lagi: „Jika saja kalian
tidak cepat2 meninggalkannya tentu ia bisa nekad dan mengadu jiwa. Orang dengan
kepandaian yang begin tinggi dengan kenekatannya tentu membahayakan
sekali.......!" Setelah berkata begitu. Lu Liang Cwan menghela napas
berulang kali.
Ong Tiong Yang juga manghela
napas.
„Memang. orang seperti itu
sebetulnya harus dibuat sayang, karena dia memiliki kepandaian yang tinggi,
sayangnya memiliki adat yang buruk. Sesungguhnya kami telah berusaba beberapa
kali mengambil jalan mengalah namun ia selalu mendesak Ang Bian locianpwe
sehingga pertempuran diantata mereka dalam keadaan demikian, sebarusnya Tok Cun
Hua Locianpwe itu menyadari jika saja kepandaiannya yang begitu tinggi dimanfaatkan
untuk melakukan perbuatan baik, tentu is stkan mamiliki banyak pahala,
disamping banyak juga urusan yang tidak adil bisa diberesinya....!"
Begitulah mereka telah
melakukan perjalanan ber-sama2. Dan selama dalam perjalanan, Ang Cit Kong, Ong
Tiong Yang dan Oey Yok Su, yang merupakan golongan muda, telah ber-cakap2
dengan akrab. Tampaknya terdapat ke cocokan diantara mereka satu dengan yang
lainnya.
Sedangkan Ang Bian dengan Lu
Liang Cwan, Lauw Cie Lan juga telah ber-cakap2 dengan gembira, sekali2 diselingi
tertawa mereka. Banyak masalah rimba persilatan yang mereka bicarakan. Justru
lewat cerita Ang Bian, Lu Liang Cwan dan Lauw Cie Lan bisa mengetahui
parkembangan dunia persilatan yang terakhir.
„Akhir2 ini justru telah
muncul banyak sekali tokoh2 sakti dari kalangan hitam, mereka umumnya memiliki
ilmu yang aneh-aneh dan sulit sekali utuk dilawan, inilah yang telah membuat
dunia persilatan seperti muncul badai dan topan, banyak orang2 rimba persilatan
bergelisah sekali........!"
Lauw Cie Lan telah mengiyakan,
ia berkata: „Aku justru telah beberapa kali bertemu dengan tokoh2 sakti yang
aneh selama beberapa bulan ini, mereka memang memiliki adat yang buruk seperti
halnya dengan Tok Cun Hoa itu, tetapi banyak yang memiliki kepandaian begitu
tinggi, benar2 merupakan suatu tanda tanya buatku, karena memang aku tidak tahu
dengan cara bagaimana mereka bisa memperoleh kepandaian begitu
tinggi....!"
Dan setelah barkata begitu,
Lauw Cie Lan, menghela napas dalam2. la juga selama hidup, mengasingkan diri
dipulau belasan tahun, ia tidak mengetahui lagi perkembangan dunia persilatan.
Dan sekarang ini, karena mendengar cerita dari Ang Bian, barulah ia mengetahui
keadaan rimba persilatan yang akhir2 ini memang banyak bermunculan orang2
aliran hitam yang memiliki kepandaian sangat tinggi.
Sedangkan Ang Bian sendiri
yang selalu mengenakan topeng pada mukanya, merupakau seorang tokoh aneh juga.
la memiliki kepandaian yang tinggi, tetapi anehnya ia tak mau memperllhatkan
mukanya kepada orang lain.
Setelah melakukan perjalanan
bersama beberapa saat lamanya, akhirnya mereka berpisahan.
---oo0oo---
WAKTU itu tampak Lu Liang Cwan
telah berkata kepada Ang Bian. .Jika memang kelak kita memiliki kesempatan,
tentu pertemuan itu akan mengasyikan sekali, karena kita bisa ber-cakap2 sampai
puas...!"
Ang Bian mengangguk.
„Ya, sayangnya sekarang ini
aku dengan Ong Totiang tengah mengurus sebuah urusan ..... dengan demikian aku
harus pergi melaksanakan persoalan tersebut bersama Ong Totiang, kami tidak
bisa menemani kalian terlalu lama iagi....!
Setelah berkata bergitu, Ang
Bian merangkapkan sepasang tengannya. ia memberi hormat sambil katanya: „Sampai
disini saja kita berpisah"
Dangan perasaan berat, mereka
telah berpisah.
Begitu juga halnya dengan Ang
Cit Kong, ia tidak ikut dalam rombongan Ong Tiong Yang atau rombongannya Oey
Yok Su, ia meneruskan perjalanannya sendiri.... Pengemis muda yang jenaka dan
selalu memiliki sifat yang polos itu lebih senang melakukan perjalanan se orang
diri.
---oo0oo---
Ang Bian telah mengajak Ong
Tiong Yang kesebuah kuil, yang cukup besar dan terurus bersih.
„Kuil inilah tempat lawan2
kita berada....!" menjelaskan Ang Bian waktu mereka telah datang dekat
dengan kuil.
Ong Tiong Yang mengawasi
sekelilingnya, ia melihat bahwa kuil itu memang terurus dengan baik, dan juga
dari dalam kuil tampak memancarkan sinarnya api penerangan, karena waktu itu
menjelang malam hari.
Ong Tiong Yang menoleh kepada
Ang Bian sambil tanyanya : „Siapakah lawan2 kita itu? "
„Mereka adalah sepuluh orang
hweshio....!" menjelaskan Ang Bian.
Ong Tiong Yang hanya
mendengarkan saja, dan mereka telah tiba didepan pintu kuil yang tertutup
rapat. Pintu kuil itu berwarna merah, dan cukup angker dengan dikiri kanannya
tam pak dua ekor naga yang melingkari tiang tersebut. Rupanya kuil ini men!ang
dibangun dengan baik aekali clan juga terawat cukup rapih.
Mereka merupakan pendeta2 yang
memiliki kepandaian tinggi sekali ......! menjelaskan.
„Tetapi Ang Bian Locianpwe
..... apakah mereka kesepuluh pendeta itu merupakan orang2 yang mengambil jalan
hitam penuh kejahatan?
Ang Bian mengangguk.
„Mereka sebenarnya tidak
jahat, tetapi justru mereka telah salah paham, dan menahan seorang sababatku
...... karena kepandaian kesepuluh pendeta itu memang tinggi, maka sahabatku
itu tidak berdaya menghadapi mereka dan telah ditawan. Hampir satu kali aku
mendatangi mereka, bertempur dengan kesepuluh pendeta tersebut, namun aku tidak
berdaya mendobrak pintu pertahaaan mereka yang telah mengeroyok aku bersepuluh!
Sekarang aku sengaja mengajak Ong Totiang, untuk bantu melunakan hati mereka,
siapa tahu mereka mau membebaskan sahabatku itu atas kata2 Ong Totiang ........
tetapi jika memang mereka tetap tidak mau memberi muka kepada kita, apa boleh
buat terpaksa kita harus mempergunakan kekerasan juga......!
Setelah berkata begitu, Ang
Bian mengulurkan tangannya, ia mengetuk pintu Kuil tersebut, dan berkata dengan
suara yang nyaring: „Cap Lo Sian Han (Sepuluh Arhad Sakti) ...... aku Ang Bian
datang pergi berkunjung ........!" waktu berkata begitu suara Ang Bian
nyaring sekali, karena ia berkata sambil menyalurkan tenaga sinkang pada
suaranya, sehingga suaranya bergema nyaring dan dapat terdengar sejauh puluhan
lie.
Saat itu, dari dalam kuil
terdengar suara orang berseru perlahan, tidak lama kemudian pintu kuil telah
terbuka, dan seorang hweshio muda yang telah membukakan pintu itu keluar dengan
sikap ber-tanya2, iapun telah menegur : „Apa maksud jiewie berdua berkunjung
kekuil kami......!"
„Aku hendak bertemu dengan Gap
Lo Sian Han tolong Siauw Suhu memberitahukan kepada mereka mengenai kedatangan
kami....!"
Hwashio muda itu mengawasi Ang
Bian sejenak, lalu Ong Tiong Yang juga dipandangi nya dengan sikap tidak
senang, lalu mengangguk. „Baiklah, kalian tunggu sebentar......!" dan
setelah berkata begitu, pendeta muda tersebut menutup pintu kuil itu lagi.
Ang Bian sambil menantikan
munculnya ke sepuluh pendeta yang hendak dijumpainya itu telah menlaskan kepada
Ong Tiong Yang: „Kesepuluh pendeta yang bergelar Cap Lo Sian Han itu
masing-masing disebut It Han, Jie Han, Sam Han, Sie Han, Go Han Liok Hao Peh
Han, Kiu Han dan Cap Han. Mereka semuanya memiliki kepandaian yang tinggi dan
tidak pernah mau menyerah kepada siapapun juga, selalu bertempur dengan maju
bersama, karena memang dengan cara seperti itu, mereka bisa mempergunakan
kepandaian istimewa, mengurung musuh agar tidak mungkin bisa meloloskan diri,
karena mereka dapat bekerja sama dan menolongi kawan mereka yang terancam.
Ong Tiong Yang menghela napas.
„Sesungguhnya didalam rimba
persilatan memang terdapat banyak sekali orang2 pandai ....... dan juga
merupakan hal yang terlalu seringkali terjadi, justru orang2 pandai seperti itu
jadi lupa diri dan melakukan kejahatan......maka dari itu, dengan demikian
dunia persilatan tidak pernah menjadi tenang, karena selalu timbul
pergolakan......!" dan setelah berkata begitu, „Ong Tiong Yang menghela
napas lagi beberapa kali lalu menoleh ke arah Ang Bian sambil tanyanya:
„Sesunguhnya, siapakah sahabat locianpwe yang ditahan mereka?"
„Ia bernama Mie Tu dan she
Ong. Kepandaiannya juga tidak dibawah kepandaianku... tetapi sayangnya ia tidak
berhasil melolokkan diri dari kepungan kesepuluh pendeta tersebut, dengan
demikian akhirnya ia berhasil ditawan!"
„Nanti kita juga akan
menghadapi mereka itu dangan dikeroyok berpuluhan seperti itu?" tanya Ong
Tiong Yang lagi sambil mengerutkan alisnya.
Ang Bian mengangguk.
„Tapi... ! Apakah engkau
merasa takut dan jeri berurusan dengan mereka?" tanya Ang Bian sambil
mengawasi Ong Tiong Yang.
Sedangkan Ong Tiong Yang menggeleng
cepat, ia menyahuti: jika memang aku merasa genlar, tentunya Pinto tidak akan
bersedia ikut dengan locianpwe. ..!" Dan setelah berkata begitu, Ong Tiong
Yang menghela napas dalam2, baru melanjutkan lagi perkataannya: „Jika memang
untuk keadilan dan kebenaran, tentu tidak ada yang dibuat jeri."
Ang Bian girang mendengar
perkataan Ong Tiong Yang, ia mengangguk : „Cepat....!" katanya. „Jika
memang Totiang memiliki pandangan seperti itu, tentu menggembirakan sekali.
..!"
Waktu itu pintu kuil telah terbuka
lagi, dari dalam mucul sepuluh orang hweshio yang bertubuh tinggi besar. Mereka
semuanya berusia diantara lima puluh tahun, sikap mereka juga berwibawa sekali.
„Ada urusan apakah Siecu
datang pula ke mari?" tanya salah seorang diantara kesepuluh hweshio itu.
„Aku hendak meminta kepada
para Taisu agar bersedia membebaskaa sahabatku yang ditahan oleh kalian !"
menyahuti Ang Bian.
Hweshio itu tertawa sambil
katanya: „Hemmm, jika memang demikian halnya, rupanya Siecu masih belum bosan
memperoleh kenyataan, bahwa permintaan Siecu ditolak oleh kami...!"
Ang Bian tersenyum.
„Bagaimanapun juga sahabat
kami itu harus di bebaskan, karena itu aku telah melakukan perjalanan jauh
untuk berkunjung kemari lagi.... !"
Tetapi pendeta itu
memperlihatkan muka yang tidak senang, ia berkata : „Pernah dulu kami
membebaskan Siecu, agar Siecu tidak me ngalami bahaya ditangan kami, tetapi
kenyataannya Siecu telah kembali datang kemari bukankah hal ini akan
mempersulit diri Siecu sendiri....?"
Ong Tiong Yang telah menyelak
sambil menjura memberi hormat: „Jika memang para Tai su tidak keberatan, Pinto
ingin bicara sedikit....!
„Silahkan," kata hweshio
itu.
„Sesungguhnya, ada keperluan
apakah Tai su menahan sahabat dari Ang Bian Locianpwe?"
Muka hwesbio itu berubah dan katanya
: „Kami memiliki urusan tersendiri yang tidak bisa dicampuri oleh orang
luar."
„Jika memang demikian halnya,
tolong Tai su mengatakan saja, apakah Tai su bersedia membebaskan sahabat Ang
Bian Locianpwe atau memang menolaknya?"
Pendeta tersebut mengawasi Ong
Tiong Yang sejenak lamanya. kemudian baru berkata : „I'e tapi urusan kami
dengan Ong Mie Tu menu pa kan urusan yang harus karni selesaikan sendiri tidak
akan kami i jinkan orang luar ikut men campuri "
„Tetapi Taisu, alangkah baik
dan bijaksana-nya jika saja Tai su mau menjelaskan kepada Ang Bian Locianpwe,
urusan apakah sebenarnya yang terdapat antara Tai su dengan Ong Mie Tu
Locianpwe?"
„Hemm, sesungguhnya ada
sejilid kitab pusaka kami yang telah dicurinya, maka sebelum Ong ite Tu
mengembalikan kitab pelajaran silat yang menjadi pusaka kami itu, kami tidak
akan membebaskannya...!" menyahuti pendeta tersebut setelah bimbang
sejenak.
Ang Bian tertawa dingin.
katanya dengan nada mengandung perasaan tidak senang: „Jika memang Tai su
berkata begitu, itulah banya fitnah belaka.... dan sama sekali tidak benar....
karena aku mengenal benar Ong Mie Tu seorang yang baik, tidak mungkin dia
mencuri kitab pusaka milik orang lain.....!"
„Tetapi justru sababatmu itu
telah mengakui bahwa ia yang mengambil kitab pusaka kami, dan ia mengatakan
tidak sudi mengembalikan kepada kami...!"
Belum lagi Ong Tiong Yang
selesai dengan perkataannya itu, justeru peudeta yang seorang ttu telah
menyelak : „Dan kami tidak bersedia jika orang luar ikut mencampuri urusan
kami..... walaupun bagaimana kami tidak bersedia untuk membereskan urusan ini
dengan campur tangan nya orang luar....!"
„Mengapa begitu?"tanya
Ong Tiong Yang, ingin mengetahuinya.
„Siapapun tidak akan kami
ijinkan untuk mencampuri urusan kami...!" menyahuti pendeta itu. Kecuali
jika memang Ong Mie Tu bersedia mengembalikan kitab kami, dan membayar pulang
kitab pusaka itu ketangan kami, barulah ia kami bebaskan tanpa orang luar yang
perlu memintanya.....!"
Ong Tiong Yang menghela papas.
„Jika memang demikian halnya,
tentu Tai su ingin mengartikan, babwa yang dikehendaki oleh Taisu_adalah agar
Ong Mie Tu mengembalikan kitab pusaka itu ketangan Tai su ?"
,,Sungguh tepat.....!"
kata pendeta tersebut.
,,Dan jika memang memang Taisu
bersedia ontuk mempertemukan kami dengan Ong Mie Tu, mungkin juga Ang Bian
Locianpwe bisa membujuknya agar ia mengembalikan kitab pusaka itu dengan
demikian, bukankah berarti bahwa Tai su akan memperoleh kembali kitab Lusaka
itu......?"
„Tetapi kami telah bertekad,
jika memang Ong Mie Tu belum mengembalikan kitab pusaka itu, kami tidak akan
membebaskan-nya..!"
„Kalau memang Tai su
berkeputusan seperti itu, tentunya Tai su bukan menghendaki jalan damai!"
kata Ong Tiong Yang.
„Tetapi yang kami pentingkan
kitab pusaka itu harus kembali ketangan kami, sebab jika kami mempertemukan
kalian dengan Ong Mie Tu, kemungkinan ia akan menimbulkan kesulitan baru untuk
kami.......!"
„Bagaimana jika Taisu mengajak
Ang Bian Locianpwe untuk bertemu dengan Ong Mie Tu bukankah dengan demikian Ang
Bian Locianpwe bisa membujuknya. Siapa tahu Ong Mie Tu mau memberi muka terang
kepada Ang Bian Locianpwe, sehingga ia bersedia mengembalikan kitab pusaka
itu....?"
„Hemmm....!" pendeta itu
mendengus, tampaknya dia bimbang.
Kemudian menoleh kepada
sembilan orang kawannya, yang serentak telah menggelengkan kepalanya.
Pendeta tersebut menghela
napas.
„Seperti telah kalian lihat,
adik2 seperguruanku tidak menyetujui jika aku mempertemukan Ang Bian Siecu
dengan Ong Mie Tu....!"
Ang Bian sudah tidak sabar, ia
bilang: ,,Jika memang kalian tidak bisa diajak bicara dengan baik2, tentu aku
tidak akan segan2 mempergunakan kekerasan untuk membebaskan Ong Mie Tu !"
Mendengar parkataan Ang Bian
yang me-ngandung nada keras, pendeta itu tertawa tawar: „Jika memang Siecu bermaksud
mengambil jalan kekerasan seperti itu, kami juga tidak bisa melarangnya, tetapi
yang pasti kami tentu tidak akin mengijinkan siapapun untuk membebaskan 0ng Mie
Tu sebelum ia ingin mengembalikan kitab pusaka kami....... itu memang telah
menjadi keputusan kami bersama.......!"
Tampak Ang Bian yang memang
sudah tak bisa menahan kesabarannya dan juga melihat bahwa tidak adit jalan
lain untuk menyelesai kan urusan ini, telah ber-siap2 untuk melancarkan
serangan.
Sepuluh orang Hweshio itu yang
melihat keadaan seperti ini, jadi ber-siap2 juga. Malah mereka telah
memencarkan diri urtuk mengurung Ong Tiong Yang dan Ang Bian.
Melihat gelagat, kurang baik
seperti itu Ong Tiong Yang jadi menghela , napas, katanya: „Jika memang begitu
sikap Tai su, tentu sulit sekali dielakkan pertempuran diantara kita."
„Walaupun harus menghadapi
kalian berdua, hal itu bukan halangan buat kami, yang terutama adalah kami bisa
menjaga sebaik mungkin agar Ong Mie Tu, tidak menimbulkan kesulitan baru buat
kami jika memang dia belum mengembalikan kitab pusaka kami...!"
„Baiklah," kata, Ang
Bian...... Kalian ber-siap2 lah...!" dan Ang Bian selesai berkata begitu
segera menggerakkan kedua tangannya.
Dari telapak tangannya
berkesiuran angin yang kuat, menunjukkan bahwa Ang Bian telah mempergunakan
sinkang tingkat tinggi.
Diantara kesepuluh-pendeta
itu, It Han dan Jie Han merupakan pendeta yang paling tua usianya diantara
hweshio2 yang lainnya.
Mereka berdua juga merupakan
pimpinan barisan sute2 mereka
Maka itu melibat bahwa Ang Biaa
telah membuka serangan dengan tenaga sinkang seperti itu, mereka berseru
nyaring menyebutkan pintu mana yang harus diduduki oleh saudara2 seperguruan
mereka. Pintu yang dlmaksudkam itu adalah pintu kedudukan dari aturan Patkwa.
Dengan demikian, mereka telah
ber-gerak2 menuruti cara Pat-kwa dan dalam waktu sekejab mata saja, mareka
telah ber-kelebat2 untuk mengurung Ong Tiong Yang dan Ang Bian.
Dengan cara seperti ini,
tampak Ang Bian tidak pernah berhasil untuk menindih tenaga serangan yang
dilancarkan kesepuluh pendeta itu, malah tampaknya Ang Bian telah terdesak
sedikit demi sedikit.
Hanya Ong Tiong Yang masih
berdiam diri tidak diserang oleh kesepuluh pendeta tersebut, karena mereka
tampaknya tidak mau melancarkan serangan kepada orang yang tidak manyerang
mereka.
GAMBAR
....dalam waktu sekejab mata
saja, mereka telah berkelebat
-kelebat untuk mengurung Ang
Bian dan Ong Tiong Yang.
Sedangkan Ang Bian yang
menerjang kuat, tetah memperoleh perlawanan yang gigih. Semakin kuat tenaga
sinkang yang dipergunakan, semakin kuat daya tahan kepungan sepuluh pendeta
tersebut.
Hal ini membuat Ang Bian
semakin lama. semakin penasaran dan akhirnya telah mengeluarkan suara seruan
yang nyaring: „Jika memang kalian tidak mau membebaskan Ong Mie Tu, aku akan
mengadu jiwa dengan kalian...! "
It Han telah menyahuti : „Kami
tidak pernah hendak mencelekai orang yang tidak memiliki kcsalahan apa2 pada
kami, tetapi jika me mang engkau berusaha untuk menyerang dan menentang kami,
terpaksa kami juga. tidak bisa berbuat apa2 selain melayani kalian....!"
dan setelah berkata begitu, It Han telah membuka serangan dan, setiap
serargannya itu memang me miliki• tenaga sinkang ti4ak berada disebelah bawah
tenaga sinkang Ang Bian.
Dalam sakejap mata saja,
mereka telah tertibat dalam pertempuran yang seru, dan juga mereka tampaknya
mulai tidak segan2 untuk mengeluarkan kepandaian mereka yang tertinggi dan
merupakan ilmu simpanan.
Ong Tiong Yang melihat bahwa
pertempuran seperti itu, akan mecugikan pihak Ang Bian, maka ia telah bersrru:
„Hentikan.... Pinto, hendak bicara dulu !"
Ang, Bian yang memperoleh
kenyataan dirinya akan tetap terkepung tanpa berdaya untuk mendobrak kepungan
itu berusaha untuk melompat mundur.
Dan It Han bersama dengan
saudara seperguruannya juga telah membuka kepungan mereka.
---oo0oo---
ONG TIONG YANG berkata:
„Dengarlah para Taisu ...... kalian memiliki jumlah yang banyak, dan kami hanya
berdua, apakah Tai su tidak takut kalau2 nanti ditertawakan oleh orang2 rimba
persilatan dengan perbuatan Tai su pada kami itu ?"
„Hemmm, kami memang telah
biasa bertempur ber-sama2 walaupun musuh berjumlah banyak atau sedikit. Jika
memang kalian ingin menambah jumlah, silahkan, walsupun, tiga puluh orang
jumlah kalian, kami tetap hanya akan melayaninya bersepuluh!"
Apa yang dikatakan oleh It Han
memang benar, walaupun para pendeta itu menghadapti jumlah lawan yang jauh
lebih besar dari mereka, tetap mereka melayaninya dengan bersepuluh saja.
Ong Tiong Yang juga
menyadarinya bahwa It Han berkata benar, maka dari itu, ia tidak memiliki
alasan untuk menyerang pendeta itu dengan kata-katanya.
Disaat itu Ang Bian telah
mendengus sambil berkata : „Jika memang para Tai su tidak bersedia untuk
meluluskan peramintaan kami agar pertemuan kami dengau Ong Mie Tu terpaksa kami
berlaku kurang ajar ......!"
It Han mengawasi Ong Tiong
Yang dan Ang Bian dengan bergantian, sampai akhirnya ia berkata: „Baiklah....
aku akan mempertimbangkan permintaanmu itu, tetapi perlu diketahui, dulu engkau
pernah datang menemui kami dengan bertopeng merah itu, dan sekarang engkaupun
datang dengan menutupi muka dengan pergunakan topeng merah seperti itu...! Jika
memang engkau mau memperlihatkan wajahmu kepada kami, maka kami akan
mem-pertimbangkan permintaan Siecu untuk bertemu dengan Ong Mie Tu"
„Mengapa begitu?" tanya
Ong Tiong Yang cepat.
„Selama selama Siecu itu
berlaku licik dengan bersembunyi-sembunyi seperti itu, bagaimana kami bisa
mempercayai penuh padanya..... ?"
„Lalu maksud Taisu ?"
„Jika memang Siecu itu berlaku
terbuka dan berterang pada kami, tanpa menutupi wajahnya dengan topeng merahnya
tersebut, kami akan memikirkan permintaannya, untuk mempertemukan laogsung
dengan Ong MieTu...!
Ang Bian justru mendengar
syarat tersebut dengan hati yang bimbang. Ia berdiam diri saja•
Sedangkan Ong Tiong Yang telah
menoleh kepada Ang Bian, lalu tanyanya: „Bagaimana Locianpwe?"
Ang Bian memperdengarkan suara
"Hemm," kemudian katanya : „Jika memang itu permintaan kalian,
maafkan, aku tidak bisa memenuhi....!"
„Nah Totiang lihat !"
kata It Han cepat. Sedangkan permintaan kami untuk melihat wajahnya saja tidak
dipenuhi, bagaimana kami bisa memenuhi permintaannya ?"
Ong Tiong Yang menghela napas,
lalu katanya kepada Ang Bian
„Locianpwe, lebih bijaksana,
jika memang Lociaopwe memenuhi permintaan mereka....!"
Ang Bian hanya memperdengarkan
suara „Hemmm." saja, ia tidak menyahuti sepatah perkataanpun juga.
It Han dan .Jie Han telah
memperdengarkan suara tertawa mereka, seperti mengejek. lalu tanyanya kepada
Ang Bian: „Bagaimana?" tanya It Han „Apakah engkau bersedia memenuhi
permintaan kami?"
Ang Bian benar2 bimbang.
Permintaan pendeta2 tersebut
memang cukup pantas, dan jika ia tidak bersedia membuka topeng merahnya,
bagaimana pula ia bisa memaksakan keinginannya untuk bertemu dengan Ong Mie Tu?
Bukankah ha1 itu berat
sebelah?
Karena berpikir begitu.
Akhirnya ia berkata: „Baiklah
aku menolak permintaan, kaliaa untuk membuka topeog merah ini dari mukaku,
Akupun tidak akan mendesak kalian mempertemukan aku dengan Ong Mie Tu, cukup
jika kalian pergi memberitahukan pada Ong Mie Tu, mengenai kedatanganku, dan
tanyakan apakah ia memang benar2 mengambil kitab pusaka itu.
Katakan juga padanya, hal itu
ingin kuketahui benar.... !" .
Mendengar jawaban Ang Bian, It
Han tertawa.
„Sudah Pinceng katakan, ia
mengakui perbuatanuya itu, dan memang dia tidak bersedia untuk
mengembalikannya. LJutuk apa menanyakannya lagi.... !"
„Persoalannya lain jika memang
kalian mengatakan pertanyaan itu diajukan olehku dan juga menghendaki
kejujurannya apakah ia mengambil atau tidak kitab tersebut karena bisa saja
terjadi dihadapan kalian ia mengakui telah mengambil kitab pusaka kalian,
karena ia mendongkol kalian telah memfitnahnya. Maka dia hanya ruengiyakan saja
dan hendak mempermainkan kalian. Sekarang pergilah salah seorang diantara
kalian menanyakan padanya, katakan aku yang menghendaki jawabannya yang jujur,
apakah ia benar mengambil kitab pusaka itu atau memang ia hanya berdusta
!"
It Hin dan kesembilan saudara
sepergruannya telah saling pandang, sampai akhirnya mereka saling mengangguk.
Maka It Han, memutar tubuhnya.
Ia telah melangkah masuk
kedalam kuil.
Sedangkan kesembilan pendeta
laiannya, Jie Han, Sam Han, Sie Han, Go Han, Liok Han, Cit Han, Peh Han dan Kiu
Han maupun Cap Han telah mengambil sikap mengepung, bersiap sedia, karena
sembarang waktu jika memang Ang Bian melakukan gerakan yang mencurigakan,
mereka akan segera mengepungnya kembali.
Cukup lama It Han pergi
kedalam kuil sam.pai akhirnya ia telah muncul kembali. Baru saja kakinya
melangkah keluar dari pintu kuil ia telah berkata: „Ia memang mengakui kitab
pusaka itu telah diambilnya......! Dan iapun mengatakan hendak bicara langsung
danganmu Siecu, untuk mengutarakan sesuatu.....!"
„Hemm, jadi Taisu mengijinkan
kami bertemu?" tanya Ang Bian.
It Han menggelengkan kepalanya
perlahan sambil katanya: „Tidak, selain jika Siecu mau membuka topeng merah itu
dari muka Siecu maka kami akan mempersilahkan engkau bertemu
dengannya...!"
Waktu itu Ang Bian berdiri
bimbang, Ong Tiong Yang mendesak-nya: „Sudahlah Locianpwe, engkau penuhi saja
permintaan para Tai su itu !"
Ang Bian sejenak, berdiri
bimbang, namun akhirnya mengangguk sambil katanya: „Baiklah, dan kedua
tangannya telah diulurkan untuk membuka topeng merah yang menutupi wajahnya.
---oo0oo---
Disaat itu dari arah selatan
telah berlari sesosok tubuh dengan gerakan yang cepat sekali. Gerakan orang itu
lincah dan gesit, dalam sekejab mata telah tiba didepan kuil itu, sambil
mengeluarkan suara bentakan : .„Kebetulan para keledai gundul....aku akan membalas
sakit hati ayahku yang telah ditahan oleh kalian ......!"
Waktu semua mata memandang
pada sosok tubuh itu, tidak lain hanya seorang gadis berusia dua puluh tahun,
memakai baju warna hijau dan berangkin merah. Wajahnya cantik dan menarik
sekali dengan sepasang alis yang melengkung bagaikan bulan-sabit dan bibir yang
kecil mungil.
Dia mencekal sebatang pedang
ditangan kanannya dan telah memandang kepada It Han dan pendeta lainnya dengan
, sorot mata yang tajam.
Ang Bian jadi batal membuka
topeng merahnya, ia telah berkata dengan suara girang: „Aha, kiranya Qng Siocia
(nona Ong)...." dan ia memapaknya.
Gadis itu waktu melibat Ang
Bian, jadi tersenyum juga.
„Ang Bian Lopeh (paman Ang
Bian engkau berada disini juga ?" tanyanya.
Ang Bian mengangguk.
„Ya, untuk menolongi
ayahmu..."
„Terima kasih Ang Bian Lopeh
akupun datang .... hendak mem-balaskan sakit hati ayahku...!"
„Tetapi nona Ong, kepandaianmu
masih berada dibawah kepandaian para pendeta jahat ini, biarlah aku saja yang
berurusan dengan mereka !"
„Biarlah Ang Bian Lopeh, aku
akan mempertaruhkan jiwaku untuk membela ayahku..!" dan sambil berkata
begitu, Ong Siocia telah membolang balingkan pedangnya, ber-siap2 hendak,
melancarkan serangan kepada kesepuluh pendeta tersebut.
Namun Ang Bian cepat sekali
dapat mencegahnya, ia melompat kedepan sigadis dan mencekal tangannya.
„Jangan berlaku ceroboh
!" kata Ang Bian, lika memang engkau ingin ikut serta membebaskan ayahmu,
maka kelak saja....biarkan saja aku dulu yang mengurusnya !"
Si gadis tampaknya bimbang,
namun akhir nya ia mau juga menuruti cegahan Ang Bian.
Waktu itu It Han sambil
memperdengarkan suara tertawa mengejek, telah bertanya: „Bagaimana, apakah
Siecu memenuhi permintaan kami ?"
Ang Bian menggeleng.
„Tidak!, biarlah aku berusaha
membuka kepungan kalian. Kita mengadakan perjanjian, jika memang aku berhasil
menerobos keluar dari kepungan kalian aku menang dan memiliki hak ku untuk
bertemu dengan Ong Mie Tu. Apakah kalian menyetujuinya?"
It Han bimbang, tetapi Sam Han
tetah mengiyakan dengan cepat.
„Boleh... boleh saja...!"
kata Sam Han. Jika memang engkau benar2 bisa menerobos keluar dari kepungan
kami,engkau akan kami ijinkan untuk bertemu dengan Ong Mio Tu...!"
Ang Bian jadi terbangun
semangatnya ia menoleh kepada Ong Tiong Yang dan sigadis she Ong itu meminta
mereka agar menyingkir kepinggir.
Ong Tiong Yang menghela napas
dan telah menuruti permintaan Ang Bian.
Begitu juga sigadis she Ong
itu.
Ang Bian telah mulai melompat
kesana kemari menerjang kesepuluh pendeta tersebut juga telah mengurung diri
Ang Bian dengan ketat.
Kesepuluh pendeta tersebut
bisa bekerja sama dengan baik, mereka telah berhasil membuat Ang' Bian selalu
terkurung dalam barisan mereka. Karena setiap kali diantara salah seorang dari
mereka tengah diserang oleh Ang Bian, maka yang lainnya segera melancarkan
serangan kepada Ang Bian. Dengan demikian telah membuat Ang Bian jadi sibuk
sekali untuk mengelakkan diri.
Jurus demi jurus telah lewat
dan selama itu Ang Bian tidak bisa menerobos keluar dari kepungan para pendeta
tersebut.
Tampak It Han dan Jie Han
selalu memberikan petunjuk kepada saudara2 seperguruan mereka, pintu2 mana yang
harus mereka duduki. Dengan demikian, membuat Ang Bian selalu terkepung rapat
sekali.
Selama Ang Bian bertempur
dengan kesepuluh pendeta tersebut, tampak sigadis she Ong telah menoleh
memandangi Ong Tiong Yang dan bertanya dengan suara ingin mengetahui :
„Sesungguhnya siapakah adanya Totiang....... apakah Totiang datang bersama
dengan Ang Bian Lopeh untuk menolongi ayahku ?"
Ong Tiong Yang segera
memperkenalkan namanya dan telah membenarkan pertanyaan si gadis.
„Terima kasih atas maksud baik
Totiang!" ia berkata kemudian, sambil menjura kepada Ong Tiong Yang.
Ong Tiong Yang jadi sibuk
membalasnya.
„Jangan banyak peradatan
seperti itu nona, dalam hal ini memang Pinto hanya bersedia membantu Ang Bian
Locianpwe untuk menyelesaikan urusan yang benar !"
Sigadis she Ong itu
mengiyakan, dan ia menghela napas, wajahnya yang canfik itu ke mudian berobah
jadi muram, dan katanya: „Jika memang demikian halnya, tentunya Totiang telah
mengalami kesulitan dari kesepuluh pendeta itu, bukau?"
„Ya, memang persoalannya tidak
mudah diselesaikan...!"
Sayang sekali dipihak para
pendeia tersebut tidak ada pengertian untuk memberikan kesempatan pada kau
bertemu laugsung dengan Ong Mie Tu Locianpwe.... dan juga juga .... Ang Bian
Locianpwe tampaknya memilki suatu keberatan untuk membuka topeng mukanya
itu....!"
„Mengapa begitu?" tanya
sigadis heran.
„Kalau memang Ang Bian
Locianpwe bersedia membuka topeng merahnya tersebut. maka para pendeta itu akan
meogijinkan kami bertemu dengan Ong Mie To Locianpwe.... tetapi sayangnya Ang
Bian Locianpwe seperti memiliki suatu kesulitan, sebingga ia tidak bersedia
membuka topengnya itu !" dan setelah berkata begitu Ong Tiong Yang
menghela nafas dalam-dalam lalu mengawasi jalannya pertempuran.
Ang Bian saat itu tengah sibuk
sekait melayani serangan2 para pendeta itu yang kian lama, kian gencar dan
kuat. Para pendeta ttu, juga memiliki kerja sama yang baik sekali, karena
mewang mereka rupanya telah cukup matang melatih ilmu silat mereka secara
teratur dan bersama-sama.
Sedangkan sinkang mereka juga
rata2 sangat tinggi tidak berada disebelah bawah dari sinkang yang dimiliki Ang
Bian. tulah sebabnya, semakin lama Ang Bian jadi semakin terdesak hebat.
Suatu kali, bahu Ang Bian
terkena serangan kepalan tangan Sie Han, dimana tampak tubuh Ang Bian terhuyung
akan rubuh.
Tetapi karena tenaga sinkang
Ang Bian sangat tinggi maka dengan sendirinya ia bisa mempertahankan kuda2 kedua
kakinya.
Namun Sie Han dan Cit Han
telah menerjang lagi sambil menggerakkan tangan mereka, memaksa Ang Bian harus
melompat mundur mengelakkan diri. Jika tidak, tentu ia akan terserang lagi.
Belum sampai ia berdiri tetap
dirinya telah diincar oleh tangan Go Han dan Liok Han yang akan mencengkeram
pinggang dan juga bahunya, terpaksa Ang Bian berkelebat kesana kemari dengan
cepat.
Dalam keadaan seperti ini, Ong
Tiong Yang tidak bisa berdiam diri. Walaupun ia memiliki kepandaian yang berada
dibawah Ang Bian namun se-tidak2aya tentu saja bantuan yang di berikannya akan
memiliki arti yang besar buat Ang Bian.
Dengan menjejakkan kedua
kakinya, tampak Ong Tiong Yang melompat ketengah udara dan tubuhnya meluncur
kedalam lingkaran pertempuran tersebut.
Gerakannya gesit, bergerak
meluncur turun Ong Tiong Yang mengebutkan Hudtimnya
Gerakan yang dilakukan Ong
Tiong Yang rupanya mengejutkan kesepuluh pendeta tersebut, karena Ong Tiong
Yang menerjang dari bagian atas.
Dan tanpa disengaja, justru
Ong Tiong Yang jadi mengetahui bahwa bagian terlemah dari pendeta2 tersebut
adalah bagian atas kepala mereka. Penjagaan mereka untuk bagian bawah mulai
dari bahu sampai kekaki sangat kuat, tapi justru penjagaan mereka dibagian atas
agak lemah.
Melihat ini, Ong Tiong Yang
yang cerdas sekali telah berteriak: „Ang Bian Locianpwe, serang bagian atas
sambil melompat....!"
---oo0oo---
SESUNGGUHNYA Ang Bian juga
telah melihat kelemahan kesepuluh pendeta itu, sebab waktu tubuh Ong Tiong Yang
meluncur turun sambil melancarkan serangan kepada mereka, para pendeta tersebut
memperlihat sikap,yang gugup. Dalam keadaan demikian membuat Ang Bian
mengetahui kelemahan lawan2-nya tersebut. Apa lagi mendengar teriakan Ong Tiong
Yang, maka Ang Bian segera menjejakkan kakinya, tubuh-nya melompat ketengah
udara dan sambil melayang seperti itu, ia menggerakkan kedua. tangannya
bermaksud menghantam kepala Sie Han dan Liok Han.
Sie Han dun Liok Han cepat2
mengelak, tetapi mereka justru berada dalam keduukan yang lemah, karena mereka
harus melompat mundur, dengan demikian pintu yang mereka pertahankan bisa
jebol. Kedudukan-ilmu mengepung mereka menurut cara Pat-kwa, jika sampai -
salah satu kedudukan berhasil diterobos, maka lawan mereka dengan leluasa bisa
menerobos keluar dari kepungan.
Kalau sampai Ang Bian berhasil
dengan torobosannya itu, tentu akan membuat ia jadi muncul sebagai pemenang.
Bukankah telah diadakan perjanjian diantara mereka, jika memang Ang Bian
berhasil menerobos keluat dari kepungan para pendeta tersebut, berarti It Han dan
saudara2 seperguruannya harus memenuhi tuntutan Ang Bian, yang hendas bertemu
muka dengan Ong Mie Tu ?
Karena itu, It Han dan
pendeta2 lainnya jadi sibuk untuk menggeser kedudukan mereka guna menutup
lubang yang terdapat pada kedudukan Sie Han dan Liok Han.
It Han bersama sute2nya
bergerak sangat cepat sekali, dimana mereka telah berhasil menyusun kedudukan
mereka sehingga menjadi pulih kembali.
Namun Ang Bian yang telah
mengetahui keletnahan dari kesepuluh pendeta tersebut, selalu melancarkan
gempuran kearah atas, dengan disertai juga tubuhnya yang melompat ketengah
udara.
Gerakan yang dilakukannya
selalu membuat kesepuluh pendeta rersebut berulang kali panik hampir saja
kurungan mereka itu bisa dipatah kan oleh Ang Bian.
Sejurus demi seiurus dia membuat
barisan It Han semakin kacau.
Ong Tiong Yang yang
menceburkan diddalam pertempuran tersebut juga tak tinggal diam karena ia telah
melakukan banyak sekali serangan dengan mempergunakan Hudtimnya. Bulu2
Hudtimnya telah menjadi kaku bagaikan baja untuk melakukan totokan pada jalan
darah ditubuh pendeta itu.
Cepat sekali telah lewat
belasan jurus, dan It Han bersepuluh jadi kelabakan juga karena semakin lama
mereka semakin terdesak. Hal ini disebabkan kedua orang lawaa mereka yang
cerdik ini selalu mempergunakan kesempaatan untuk menerobos ke-bagian2 terlemah
dari barissn It Han.
Tetapi walaupun demikian. It
Han bukan seorang yang lemah dan cepat menyerah dengan keadaan. Bebecapa kali
ia berteriak memberikan petunjuk kepada sembilan orang saudara seperguruannya,
sehingga mereka selalu merobah kedudukan mereka. Dengan, demikian mereka masih
tetap berhasil mengepung Ong Tiong Yang dan Ang Bian dengan ra pat.
It Han dan sembiian orang
pendeta lawan nya kian lama kian merasa berat tertindih oleh tenaga lawannya.
Karena dengan diserang bagian atas mereka, yang merupakan bagian yang terlemah,
maka para pendeta tersebut sibuk sekali menghadapi serangan2 Ang Bian yang di
bantu oleh kebutan!, bulu-bulu hudtim Ong Tiong Yang.
It Han juga jang menyesali
mengapa dulu dulu ia tidak berusaha menutupi kelemahannya tersebut, agar dapat
menambalkan kelemahannya sewaktu-waktu menghadapi lawan2nya, walaupun lawan2nya
menyerang bagian atas mereka.
Tetapi karena keadaan telab
berubah demikian, membuat It Han tidak bisa berpikir banyak, ia harus mengambil
keputusan dengan cepat.
Beberapa kali ia berusaha
untuk mendesak Ong Tiong Yang dan Ang Bian, walaupnn desakannya itu tidak
memberikan hasil yang memuaskan, tetapi bisa memperlambat kedua orang itu
melancarkan serangan dibagian atas kepala mereka.
Ang Bian diam2 jadi girang
dalam hatinya waktu melihat keadaan seperti ini. Mereka memang telah menang
diatas angin, karena It Han dan sembilan saudara seperguruannya berulang kali
berhasil mereka desak dan dibuat panik.
It Han sendiri menyadari,
paling tidak mereka hanya bisa bertahan sampai, tiga puluh jurus lagi,
selewatnya itu, kemungkinan kepungan mereka akan berhasil dipukul oleh Ang Bian
dan Ong Tiong Yang.
Karena itu, It Han berusaha
mencari jalan agar bisa menghadapi terus Ong Tiong Yang dan Ang Bian, beberapa
kali ia telah memberikan petunjuk kepada adik2 seperguruannya.
Gerakan2 dari orang yang
tengah bertempur itu semakin lama jadi semakin cepat. Di samping itu, Ang Bian
juga kian bersemangat saja.
Sigadis she Ong telah berdiri
diluar gelanggang sambil memperhatikan jalanrya pertempuran tersebut, karena ia
sangat tertarik sekali untuk menyaksikan jalannya pertampuran itu, dimana ia
melihat orang2 yang tengah bertempur itu merupakan jago2 rimba persilatan yang
memiliki kepandaian sangat tinggi dan aneh.
Gadis she Ong itu memang
puteri tunggal Ong Mie Tu, ia datang sebetulnya dengan nekad untuk mengadu jiwa
dengan It Han bersepuluh, karena ia hendak menolongi ayabnya.
Sekarang kabetulan sekali ada
Ang Bian dan Ong Tiong Yang yang datang hendak menolongi ayahnya, maka ia jadi
girang bukan main disamping berterima kasih, diam2 dia juga ber-doa agar Ong
Tiong Yang dan Ang Bian bisa memperoleh kemenangan, walaupun dengan hanya
menerobos keluar dari kepungan barisan para pendeta itu. Dengan demikian jelas
akan membuat para pendeta itu harus mengijinkan mereka menemui Ong MieTu.
Per-lahan2 tampak betapa
barisan It Han semakin lemah penjagaannya, walaupun mereka, merupakan jago2
yang memiliki kepandaian yang cukup tinggi dan juga memiliki sinkang tidak
berada dibawah Ang Bian, namun dengan kacaunya barisan pengepungan tersebut,
membuat It Han bersepulah jadi panik. Karena itu mereka berusaha untuk
melancarkan desakan yang lebih ketat, agar lawan2-nya tidak berhasil menerobos
dari kepungan. Hanya itu yang bisa dilakukannya, karena memang It Han
bersepuluh sekarang tidak mengharapkan lagi untuk dapat merubuhkan kedua orang
lawannya, asal mereka bisa mempertahankan diri pada barisan yang tetap tidak
terpecahkan bal ltu telah lebih dari cukup buat mereka.......
Karena itu, It Han akhirnya
memberikan perintah kepada sembilan saudara seperguruan-nya, agar segera
membentuk barisan yang lebih rapat dan menyusutkan ruang geraknya.
Dangan cara seperti ini, Ang
Bian dibatasi ruang geraknya, sehingga Ang Bian maupun Ong Tiong Yang tidak
bisa sering2 melompat keatas melancarkan gempuran lagi kepada pendeta
ter-sebut.
Desakan yang dilakukan barisan
It Han merupakan desakan yang agak membingungkan Ang Bian dan Ong Tiong Yang,
karena mereka melihatnya bahwa It Han dan yang lainnya semakin mengepung dengan
rapat. Mempergunakan cara bertanding dengan lingkaran pengepungan yang semakin
mengecil itu, membuat Ang Ban dan Ong Tiong Yang tidak bisa bergerak leluasa.
Hal ini membuat Ong Tiong Yang
beberapa kali telah memutar otak.
Ia melihat lawan2-nya telah
mengetahui kelemahannya sendiri dan berusaha menutupi kelemahanqya itu.
Keadaan seperti ini akhirnya
memaksa Ong Tiong Yang harus memutar Hudtimnya dengan mengerahkan seluruh
kekuatan sinkangnya.
Ang Bian sendiri beberapa kali
berusaha mempergunakan kekerasan untuk mendesak It Han dan pendetal lainnya.
Namun kenyataan nya usaha Ang Bian tidak pernah berhasil.
Karena itu, tampak Ang Bian
merobah cara bertempurnya.
Jika semula ia menyerang mempergunakan
kekerasan, dia sekarang justru mempergunakan tipu mempergunakan lunak untuk
mendesak yang keras. Keadaan seperti ini jadi membingungkan It Han bersepuluh,
karena justru setiap tinju dan tendangan yang dilancarkan Ang Bian tidak pernah
baisa diduga arah sasarannya.
Sejurus -demi sejurus telah
lewat, tanpa terasa lagi telah dua puluh lima jurus yang dilewati.
Selama itu mereka tetap masih
belum bisa melancarkan desakan yang lebih kuat untuk memecahkan barisan It Han
beramai. Tetapi begitu juga It Ha-n dengan saudara2 seperguruannya sama sekali
belum bisa merubuhkan Ang Bian dan Ong Tiong Yang.
Jika pertempuran semacam ini
berlangsung lebih lama lagi tentu akan membuat It Han dan saudara seperguruan
lainnya akan memperoleh angin, karena Ang Bian mau pun Ong Tiong Yang akhirnya
akan lelah sendirinya.
Sedangkan It Han bersepuluh
yang mengbadapi lawannya secara bergantian seperti itu bisa memelihara kekuatan
mereka agar tidak mudah letih.
Itulah suatu keuntungan yang
tidak kecil buat It Han bersepuluh.
Sedangkan Ong Tiong Yang dan
juga Ang Bian menyadari hal itu, karena mereka telah melihat bahwa It Han
bersepuluh melancarkan serangan kepada mereka dengan cara mengukur waktu.
Tidak ada jalan lain buat Ang
Bian dan Ong Tiong Yang selain mendesak lebih kuat kepada lawan2nya.
Mereka terlibat dalam
pertandingan yang tidak seimbang, apalagi akhir2 ini kesempatan untuk
melancarkan desakan pada bagian terlemah dari It Han bersepuluh tidak ada,
memaksa Ang Bian dan Ong Tiong Yang hanya bisa bertahan diri saja.
„Ong totiang, mari kita
membuka jalan keluar dengan kekerasan ...!" teriak Ang Bian dan ia telah
memunggungi punggung Ong Tiong Yang.
Dengan cara demikian, mereka
bisa zaling tolong menolong untuk menghadapi lawan mereka. Dan juga tangan
mereka tidak henti2nya bergerak memunahkan serangan lawan dan balas menyerang.
Dalam hal membicarakan jumlah,
It Han memang menang diatas angin, karena mereka bekerja sama, menghemat
tenaga. Mereka tidak mungkin cepat letih, tetapi berbeda dencan Ong Tiong Yang
dan Ang Bian, semakin lama mereka jadi semakin lelah, karena tenaga mereka
seperti juga terkuras keluar sebagian besar. Dengan demikian membuat Ang Bian
dan 0ng Tiong Yang bergelisah sekali.
Begitu juga nona Ong itu,
semakin lama jadi semakin kuatir menyaksikan Ang Bian dan Ong Tiong Yang berada
dalam kepungan yang kian rapat oleh sepuluh pendeta tersebut, dimana tampak It
Han beramai memang telah menang diatas angin.
„Ong Totiang....!" Seru
Ang Bian. Dengan cara demikian dulu mereka mengepung diriku, dan sekarang
mereka mempergunakan cara yang sama; sehingga membuat kita tidak berdaya apa2
untuk menghadapi mereka.... atau memang kita perlu membuka jalan darah dengan
kekerasan?"
„Jangan....!" mencegah
Ong Tiong Yang, tidak ada gunanya kita mempertarukan diri dengan cara sepcrti
itu, bukankah sesunguhnya diantara kita tidak terdapat urusan yang terlalu
penting.... bukankah kita hanya mengukur kepandaian untuk mentukan, apakah kita
berhak bertemu dengan Ong Mie Tu Locianpwe atau tidak !. Jika memang akhirnya
tokh kita terpaksa rubuh ditangan mereka, hal itu tidak menjadi
persoalan!" Dan setelah berkata begitu. tampak Ong Tiong Yang mengebutkan
hudtimnya, yang dikebutkannya pada lengan Sie Han yang tengah diulurkan kearah
dadanya.
Tidak ampun lagi pergelangan
tangan Sie Han kena disampok hudtim itu cukup keras.
Ia mengeluarkan suara seruan
kesakitan dan melompat mundur.
Dalam keadaan demikian Ong
Tiong Yang telah berseru nyaring. „Hentikan dulu, kami menyerah kalah . . . !
"
It Han mendengar teriakan Ong
Tiong Yang, segera menghentikan serangannya dan juga memerintahkan kesembilan
saudara seperguruannya jangan mendesak lebih jauh.
Sehingga Ong Tiong Yang dan
Ang Bian bisa bernapas lapang, dan Ong Tiong Yang berkata dengan suara yang
ditekankan: „Jika memang para Tai su tetap tidak mau mempertemukan kami dengan
Ong Mie Tu, hal itu memang menjadi hak dari para Tai su .... tetapi jika tadi
kita berkelahi dangan mempergunakan ke-kerasan dan akhirnya membuat kita kedua
pihak saling menderita luka yang tidak ringan, bukankah hal itu harus
disesalkan, karana urusan yang kita tengah di selesaikan itu bukankah urusan
yang terlalu berarti.....?"
---oo0oo---
SAAT itu It Han merangkapkan
tangannya, ia menjura memberi hormat.
„Memang tepat apa yang
dikatakan totiang karena memang begitulah keadaannya.... !" kata Jie Han.
Dan pinceng juga kagum dengan pemikiran Totiang.......!"
„Dan coba Tai su pikirkan
sekali lagi, dengan kepala yang dingin, apakah tidak ada baiknya jika Tai su
mengijinkan agar Ang Bian Lo cianpwe itu dipertemukan dengan Ong Mie Tu ?"
„Hemmm, sayang sekali hal itu
sama sekali tidak bisa dipenuhi oleh kami maka dari itu kamipun harus berusaba
untuk menghormati kalian, disamping kalianpun menghormati keputusan kami
.....!" sambil berkata begitu, It Han menjura memberi hormat, dan in
berusaha memperlihatkan sikap yang menyesal.
Ong Tiong Yang menghela napas.
„Dengan demik!an, tentunya
berarti Tai su memang tetap tidak mau mencari jalan keluar. secara
baik2........!" katanya.
„Bukan begitu, Totiang, tetapi
justru kami memiliki kesulitan, yang tentunya tidak bisa begitu saja urusan ini
diselesaikan sampai disini sebelum kitab pusaka kami dikembalikan oleh Ong Mie
Tu.... !" setelah berkata begitu, It Hon membungkukkan tubuhnva lagi
memberi hormat disertai kata2 penyesalannya: „Maaf... maaf...."
Ong Tiong Yang cepat2
menyingkir kesamping, tidak bersedia ia menerima hormat yang diberikan oleh It
Han.
„Tai su, kata Ong Tiong Yang
kali ini dengan sikap yang serius sekali.
Jika memang Tai su mau
berpikir secara panjang, tentunya Tai su memaklumi bahwa dalam hal ini
sebenarnya Ang Bian Locianpwe bermaksud baik, dan dia juga bermaksud untuk
menyelesaikan urusan bagi Mie Tu Locianpwe dengan kalian jika saja memiliki
kesempntan seperti itu.... !
Bagaimana jika Tai su tidak
mau meluluskan permintaan kami untuk bertemu dengan Ong Mie Tu Lociaapwe itu,
dan kami tidak berdaya membujuknya, tentu urusan ini akan ber-larut2 terus
tidak ada habisnya.
Sedangkan jika urusan kecil
seperti ini sampai menimbulkan urusan darah dan korban, jelas akan membuat
kedua belah pihak merasa tidak enak.
It Han berdiam diri, akhirnya
dia berkata dengan suara yang sabar: „Sekali lagi Pinceng mohon maaf karena
memang sesungguhnya Pinceng tak bisa meluluskan permintaan kalian berdua, sebelum
Ong Mie itu mengembalikan buku pusaka kami.
Jika ia telah mengembelikan,
tanpa kalian minta atau mendesak, tentu kami akan membebaskannya percayalah,
kami pun tidak bermaksud se-kali2 untuk mempersulh diri Ong Mie Tu.....!"
Setelah barkata begitu. It Han
kembali menjura dalam2, sikapnya itu memperlihatkan bahwa dia memang sangat
menyesal sekali.
„Lalu kalau memang Ong Mie Tu
tidak bersedia mengembaiikan buku itu, apa yang akan dilakukan oieh kalian
?" tanyanya kemudian.
„Kami tetap akan mengurungnya
dan menahannya, sampai akhirnya ia bersedia untuk mengambil keputusan yang baik
untuk mengembalikan buku pusaka kami.........!"
Ong Tiong Yang menoleh kepada
Ang Bian sambil tanyanya: „Bagaimana menurut pendapat Ang Bian Cianpwe?"
Ang Bian sebetulnya mendongkol
sekali melihat sikap kepala batu dari pendeta2 tersebut namun jelas mereka
memang tidak berguna mempergunakan kekerasan kepada pendeta2 tersebut, karena
merekapun tidak akan berhasil menerobos keluar dari kepungan barisan para
pendeta itu. Oleh karena ini Ong Tiong Yang dan Ang Bian hanya saling pandang,
karena Ang Bian tidak bisa mengambil keputusan dengan segera.
Sedangkan Ong Tiong Yang telah
menoleh kepada nona Ong yang waktu itu tengah berdiri diluar gelanggang, sambil
matanya memandang tajam, dan juga dengan tangan mencekal pedangnya kuat2.
Diwaktu seperti itu, terlihat
bahwa gadis tersebut sangat kecewa sekali, karena Ang Bian dan Ong. Tiong Yang
tidak berhasil menerobos barisan pendeta itu. Dan juga memang ia sangat kecewa
karena mengetahui bahwa kepandaian yang dimiliknya masih berada jauh dibawah
kepandaian Ong Tiong Yang dan Ang Bian, berarti ia juga tidak bisa berbuat
banyak lagi kepada kesepuluh pendeta tersebut.
Waktu itulah Ong Tiong Yang
segera teringat sesuatu, segera, ia berkata: „Nah Tai su, bagaimana jika Tai su
mengambil sedikit kebijak sanaan dalam urusan ini ....?"
„Maksud Totiang?" tanya
It Han. ,
„Bagaimana jika Tai su
mengijinkan nona Ong itu menemui ayahnya, untuk membujuknya kepada sang ayah
itu, agar bersedia mengembalikan barang yang telah diambilnya dari tangan
kalian".
It Han berdiam sejenak, lalu
dengan suara perlahan ia berunding dengan saudara2 seperguruannya.
Waktu itu Ong Tiong Yang dan
Ang Bian telah menantikan dengan sabar.
Sejam kemudian. pibak Cap Lo
Sian Han mengambil keputusan. Menolak juga permintaan Ong Tiong Yang.
Melihat sikap kepala batu dari
para pendeta itu Ong Tiong Yang jadi semakin penasaran.
„Tai su, kami telah berusaha
mengalah dan tidak menimbulkan bentrokan diantara kita, lalu mengapa justru
pihak Tai su sama sekali tidak memperlihatkan sikap mau mengerti ?"
Ditanya begitu It Han kembali
tersenyum. Ia meminta maaf sambil menjura.
„Walaupun bagaimana kami tidak
bisa melanggar keputusan kami, bahwa kami tidak akan mengijinkan siapapun
menemui Ong Mie Tu, jika memang kitab itu belum dikembalikan...!"
„Tetapi dengan mempertemukan
puterinya itu dengan Ong Mie Tu, bukankah hal yang baik, bisa menggerakkan
hatinya untuk berlaku lunak dan merobah pendiriannya, lalu menyerahkan kembali
kitab pusaka, kalian?"
Ditanya begitu, oleh
pertanyaan yang adil It Han kembali berunding dengan saudara2 seperguruannya.
Disaat itu tampak Ong Tiong
Yang mendesak lagi: „Janganlah Tai su mangambil keputusan yang berat sebelah,
kita harus berusaha mengambil jalan yang baik, untuk menghindarkan hal-hal yang
tidak enak. Bagaimana jika urusan inipun sampai ditelinga sahabat2 Ong Mie Tu?,
tentu akan berdatangan juga sahabat2-nya, yang berarti akan menimbulkan
kericuhan dan pertempuran yang tidak berkesudahan dan akan membuat kalian juga
memperoleh gangguan yang tidak kecil.... dalam hal ini, membuat Tai su
bersepuluh juga jadi tidak tenang."
Tetapi It Han tersenyum sabar
katanya: ,,Untuk urusan itu memang telah kami pikirkan masak2, namun kami tidak
akan merobah pendirian kami, selain jika memang kami ini telah menerima kembali
kitab pusaka kami itu dari tangan Ong Mie Tu...!"
Melihat sikap keras kepala
dari para pendeta tersebut, Ong Tiong Yang jadi naik darah juga. Karena dia
telah berusaha untuk dapat membu juk para pepdeta itu, tetapi justru para
pendeta itu keras dan tetap dengan pendiriannya. Maka akhirnya Ong Tiong Yang
berkata dengan nada yang cukup keras.
„Jika memang Tai su semua
tidak mau memberikan muka terang sedikitpun kepada kami, maafkan....maafkan kan
kami juga tidak berdaya lagi untuk menerima segala keputusan Tai su."
„Lalu apa yang dikehendaki
Totiang ?"
„Berusaha untuk merebut Ong
Mie Tu !"
„Apakah Totiang telah
memikirkan keputusan itu ?"
,,Kami sudah tidak..memiliki
jalan lain..!" ,,Mengapa begitu ?"
„Karena justru kami telah
berusaha mengalah dan berlaku lunak, namun selama itu dari pihak Tai su tidak
memperlibatkan sedikit pun'sikap mangalah, maka kami akan mempergunakan seluruh
kesanggupan kami, untuk berusaha merebut Ong Mie Tu dengan kekerasan !"
„Baikiah....!" kata
pendeta tersebut. .Tentunya dalam hal ini akan membuat Ong Totiang akan
menyesal, karena seperti tadi telah dirasakan. oleh Ong Totiang berdua dengan
Ang Bian Siecu, kalian tidak akan sanggup menggempur barisan kami....!"
„Jika memang demikiannya
urusannya, baiklah. Kami hanya akan coba2 saja !" kata Ong Tiong Yang. Dan
setelah itu Ong Tiong Yang menyelipkan gagang hudtimnya diikat pinggangnya, ia
mencabut pedangnya yang sejak tadi digamblok dipinggangnya.
„Keluarkanlah senjata Tai su
semua, karena maafkan. Pinto harus mempergunakan senjata tajam ini untuk
main2." Dan setelah berkata begitu. Ong Tiong Yang mengebutkan pedangnya
ditengah udara, memper-dengarkan suara mengaung. "
„Pedang yang bagus....!".
memuji It Han dan ia menoleh kepada kesembilan saudara seperguruannya, sambil
katanya: „Mari kita main-main sebentar dengan senjata kita!" dan semuanya
telah mengeluarkan senjata mereka masing dari dalam saku mereka yang semuanya
ternyata terdiri dari dua batang bokkie, yaitu alat untuk bersembahyang.
"Karena kami setiap hari
hanya bersembahyang dan mengurusi kuil ini, kami tidak memiliki senjata
lainnya, kami hanya memiliki bokkie ini untuk dipergunakan sebagai
senjata!"
Ong Tiong Yang memandzng
heran.
„Apakah . . apakah kalian
tidak akan menyesal?! tanyanya. Karena Ong Tiong Yang melihat bahwa bokkie itu
tidak pantas dipergunakan untuk menghadapi pedangnya.
Tetapi It Han telah tersenyum,
katanya dengan penuh keyakinan. „Walaupun kami setiap hari sembahyang, tetapi
bokkie ini memang yang selalu menemani kami dan belum pernah kami gagal!"
Ong Tiong Yang melirik kegada
Ang Bian, dilihatnya Ang Bian,tengah mengeluarkan senjatanya, yang terdiri dari
sebatang kipas yang terbuat dari besi, yang bisa diiipat dan ditutup.
Jika dibuka lipatannya, akan
terlihat bersusun pisau2 tajam dari tulang kipas itu, dan jika di tutup, akan
merupakan alat menotok yang baik sekali.
Aku telah siap, Ong
Totiang......!" katanya kemudian, sambil me-ngibas2-kan kipasnya yang agak
luar biasa.
Begitulah, antara kesepuluh
pendeta Cap Lo Sian Han dengan Ong Tiong Yang dan Ang Bian saling berhadapan,
mereka telah saling tatap dengan keadaan bersiap sedia, dimana mereka akan
segera turun tangan.
Non' Ong yang melihat ini
telah mengawasi dengan hati yang agak berdebar, karena ia menyadari bahwa
pertempuran yang keras dan berbahaya akan segera terjadi.
Ong Tiong Yang sekali lagi
mengebut ke-udara dengan pedangnya. „Kansi terpaksa harus mempergunakan senjata
tajam untuk main2.... kami terpaksa sekali....!"
Dan dengan habisnya
perkataannya itu tahu-tahu Ong Tiong Yang menggerakkan pedangnya melancarkan
tikaman.
Gerakan tiba2 seperti itu
meluncur menyambar kearah dada Liok Han.
Tetapi pendeta yang seorang
ini, yang berdiri disebelah kanan dari Ong Tiong Yang menangkis dengan
mempergunakan Bokkienya. Gerakan yang dilakukannya cukup cepat, karena pedang
Ong Tiong Yang berhasil ditangkisnya menimbulkan suara benturan yang keras,
terayata bokkie ditangan pendeta itu terbuat dari besi murni dicampur bahan2
lainnya. sehingga menjadi senjata yang kuat dan tidak mudah terputuskan atau
terpatahkan oleh tabasan senjata mustika.
Keadaan demikian telah memaksa
Ong Tiong Yang harus menggeser kedudukan kakinya lalu menggerakkan pedangnya
menikam lagi kepada Jie Han. Gerakan itu memang benar-benar merupakan tikaman
yang cepat dan juga berbahaya karena pedang Ong Tiong Yang menyambar dengan
digetarkan, akan menikam paha lawannya. Jie Han sampai mengeluarkan suara
dengan seruan kaget, karena untuk menangkis dengan Bokkie ditangannya ia sudah
bisa melakukannya, akibat mata pedang yang telah menyambar dekat sekali dengan
pahanya. Namun sebagai seorang yang memiliki kepandaian tinggi, Jie Han tidak
mau begitu saja membiarkan pahanya menjadi umpan pedang.
GAMBAR
...... tahu-tahu Ong Tiong
Yang
menggerakkan pedangnya
melancarkan tikaman
Cepat dan gesit sekali ia
melompat mundur dengan tergesa, hampir terguling.
Untung Sam Han menotok
bokkienya kearah punggung Ong Tiong Yang, mcmbuat Ong Tiong Yang tidak bisa
meneruskan tikamannya itu.
Perbuatannya itu memaksa Ong
Tiong Yang memiringkan tubuhnya dan mengebutkan Pedangnya kebelakang, guna
menangkis totokan bokkie lawannya.
Bagitulah, silih bergaati
merekasaling menyerang.
---oo0oo---
ANG BIAN sendiri tidak tinggat
diam, karena dengan mempergunakan kipasnya yang memiliki bentuk begitu aneh, ia
melancarkan totokan dan kibasan yang cepat dan mengerikan kearah laher
lawannya. Jika sampai kibasan kipas aneh tersebut mengenai sasarannya, niscaya
akan membuat korbannya berlumuran darah pada lebernya.
It Han beberapa kali
mengeluarkan perintah nya yang beruntun, memerintahkan saudara2 seperguruannya
mengatur diri. Jurus demi jurus telah dilewatkan dengan cepat, dan juga waktu
itu memang terlibat jelas Ong Tiong Yang memiliki kiamhoat (ilmu pedang) yang
meyakinkan, karena ia memang bisa menggunakan pedangnya untuk menyerang dan
menangkis terjangan lawannya dengan baik, walaupun didesak dengan gencar.
Sedangkan Ang Bian bertempur
dengan mempergunakan cara yang lain dengan Ong Tiong Yang, karena beberapa kali
ia berusaha untuk dapat menindih lawannya dengan gerakan yang benar2 agak
ganas, dan ilmu kipasnya itu merupakan ilmu yang agak telengas.
Namun It Han dan kesembilan
saudara seperguruannya memang memiliki kepandaian yang tinggi, disamping itu
mereka juga memiliki kerja sama yang baik dan ketat sekali, sehingga mereka
bisa saling tolong satu dengan yang lainnya.
Semakin bertanding, Ang Bian
jadi semakin sengit, jurus2 yang dipergunakannya juga merupakaa jurus2 yang
mematikan lawannya.
„Tetapi justru Ong Tiong Yang
yang mu1ai terdesak, karena It Han, Jie Han, Cit Han dan Kiu Han telah
melancarkan desakan yang ber-tubi2 dan rapat sekali kepadanya, mereka rupanya
lebih memberatkan diri tojin ini, karena mereka tabu, jika Ong Tiong Yang
berhasil mereka rubuhkan, tentu Ang Bian mudah saja dihadapi, karena walaupun
kepandaian Ang Bian, lebih tinggi dari Ong Tiong, tokh kepandaiannya itu tidak
lebih aneh dari ilmu pedang Ong Tiong Yang, disamping memang Ang Bian juga
kurang cerdas seperti Ong Tiong Yang.
Keenam pendeta dari Cap Han
tersebut mengepung Ang Bian. Gerakan2 bokkie mereka merupakan gerakan2
mengancam dan memiliki banyak perobahan. Hal ini membuat Ang Bian tidak bisa
berlaku lengah.
Nona Ong berulang kali
menghela napas, karena ia benar2 menyesal melihat kedua orang penolongnya itu
tidak bisa menberantas kesepuluh hweshio itu, atau se-tidak2nya merubuhkan
kesepuluh pendeta tersebut.
Disampidg perasaan menyesal
dan kecewa, nona Ong juga diliputi kekuatiran, karena ia kuatir kalau2 Ong
Tiong Yang dan Ang Bian akan terluka kan ditangan lawan2nya itu.
Pertempnran berlangsung terus,
sampai akhirnya It Han berseru dengan suara nyaring. ,,Berhenti, mundur
semuanya!"
Jie Han, Sam Han dan lain2nya
telah mundur cepat sekali, gerakan mereka gesit, membuka lingkaran jadi,
melebar.
It Han telah berkata kepada
Ong Tiong Yang. „Baiklah, dengan memandang kepandaian kalian yang tinggi, kami
bersedia untuk mengalah dengan merobah sedikit keputusan kami! Nona Ong itu
bersedia kami berikan kesempatan untuk bertemu dengan ayahnya, tetapi dengan
syarat bahwa ia harus berusaha sedapat mungkin membujuk ayahnya, agar dapat
membuat ayahnya itu mengerti dan mengembalikan pusaka kami yang telah
diambilnya."
Girang sekali Ong Tiong Yang,
cepat2 dimasukkan pedangnya kedalam sarungnya, ia merangkapkan sepasang
tangannya memberi hormat.
„Terima kasih....terima kasih
atas pengertian Tai su ....!" dan setelah berkata begitu. Ong Tiong Yang
menoleh kepada nona Ong sambil katanya: „Nona Ong, kau telah mendengar sendiri,
kau diijinkan bertemu dengan ayahmu, tetapi engkau harus mempergunakan
kesempatan ini sebaik mungkin dengan membujuk ayahmu mengembalikan, barang
milik para Tai su tersebut, jika memang benar2 ayahmu itu telah
mengambilnya....!"
Sigadis yang tengah girang
juga mengangguk cepat sambil katanya : „Baik, baik....Siauw moay tentu akan
memperhatikan pesan Totiang "
It Han menoleh kepada Sam Han
dan Liok Han, katanya dengan suaranya yang sabar : „Antarkan nona Ong pergi
menemui ayahnya, jika memang Ong Mie Tu bersedia mengembalikan barang kita,
bebaskan dia......tetapi jika memang Ong Mie Tu tetap berkeras tidak mau
mengembalikan putaka kita itu, nona Ong harus segera dibawa keluar
pula.....!"
Sam Han dan Liok Han
mengiyakan, mereka segera mengantarkan sigadis she Ong itu wasuk kedalam kuil.
Sedangkan Ong Tiong Yang dan Ang Bian menantikan dengan hati agak berdebar.
Karena disinilah penentuan dibebaskan atau tidaknya Ong Mie Tu.
Waktu itu, tampak it Han
berusaha ber-calap2 dengan Ong Tiong Yang, beberapa kali ia bertanya ini dan
itu mengenai perkembangan didunia persilatain. Sedangkan Ang Bian lebih banyak
berdiam diri, karena memang It Han dan Cap Lo Sian Han lainnya tampak nya segan
mengajak Ang Bian untuk bercakap-cakap, karena rupanya mereka, memang lebih
menghormati 0ng Tiong Yang, yang dianggapnya bijaksana dan memiliki pemikiran
yang jauh.
Disaat itu, dari dalam tampak
keluar sigadis she Ong dibawa oleh Sam Han dan Liok Han. Wajahnya berseri-seri
dan dia berkata kepada Ang Bian :„Ang Bian Lopeh ayah telah
dibebaskan.....!"
Ang Bian dan Ong Tiong Yang.
menyambut hal itu dengan gembira. karena mereka melihat perkembangan yang baik
untuk urusan ini.
Sam Han dan Liok Han telah
menghampiri It Han dan memberikan laporannya.
„Sesungguhnya memang Ong Mie
Tu mengatakan ia benar2 mengambil pusaka kita, dan ia pua dengan memandang muka
puterinya, bersedia mengembalikan barang itu kepada kita, hanya sayangnya
barang itu tidak berada ditubuh-nya. maka ia meminta kesempatan untuk
membebaskan guna mengambil barang itu !"
It Han tersenyum, dia bilang:
„8agus ! Dengan maksud baiknya ingin mengembalikan barang kita yang telah
diambilnya itu, berarti Ong Mie Tu akan memperoleh kebebasannya, tetapi sayang
sekali, permintaannya itu tidak bisa kami penuhi, ia hanya boleh menyebutkan
dimana pusaka kami itu disimpannya, dan biar kami yang mengambilnya, setelah
terbukti kebenaran perkataannya, kami tidak akan ingkar janji dan akan
mengembalikan kebebasan dirinya .....! "
Ong Tiong Yang dan Ang Bian
menganggap perkataan itu memang ada benarnya juga dan pantas. Maka mereka
mengangguk.
,,Hanya sulit-nya," kata
Sam Han. Justru ia tidak mau menyebutkan tempat dimana ia menyimpan barang itu,
karena ia beranggapan hanya dia yang patut pergi mengambil barang itu, sebab
Ong Mie Tu tidak bisa mempercayai kita, dimana ia tidak bisa mempercayai
sepenuhnya janji kita, ia kuatir begitu telah memberi tahukan tempat menyimpan
barang- tersebut, kita tidak membebaskannya . . .!"
It Han tersenyum.
,,Jika memang demikian adanya,
sebagai jaminan tentunya kita harus memperlunak kembali keputusan kita, deegan
memberikan ijin ke pada Ang Bian Siecu, agar memberikan pengertian
kepadanya!"
Ang Bian girang dengar
keputusan It Han, ia mengangguk katanya: „Tepat, jika memang begitu.... mari
kita berangkat.....!"
Disaat itu, Ong Tiong Yang
merangkapkan tangannya memberi hormat, sambil katanya: „Terima kasih atas
kesediaan Tai su yang telah mengambil keputusan yang bijaksana seperti
itu."
It Han cepat2 membalas hormat
Ong Tiong Yang, dia berkata kepada Sam Han, Liok Han dan Cit-Han, agar
mengantarkan Ang Bian kedalam kuil, dengan syarat setelah memberikan jaminan
kepada Ong Mie Tu dan Ong Mie Tu telah menyebutkan tempat dia menyembunyikan
barang yang dicurinya, Ang Bian harus keluar pula.
Begitulah, Ang Bian telah
diantar oleh ke tiga orang Cap Lo Sian Han. Mereka memasuki kuil itu tidak lama
dan telah kembali lagi.
Sam Han welapor lagi kepada It
Han : „Menurut pengakuannya, kitab pusaka kita itu disimpannya didinding
sebelah kiri pekarangan kuil kita.... karena waktu itu ia mencurinya belum
sempat dibawanya dan telah kitab tersebut disembunyikannya disudut dinding
pekarangan kuil.....!"
It Han mengangguk girang, ia
perintahkan Liok Han dan Sie Han untuk mengambil barang itu, tidak lama Sie Han
dan Liok Han kembali dengan membawa sejilid kitab.
It Han tampak girang, ia
memperhatikan Kitab itu dan mengenalnya bahwa benda tersebut memang merupakan
kitab pusaka milik per guruannya.
„Terima kasih.... terima
kasih..... akhirnya kami bisa memperoleh kembali kitab pusaka kanmi.... !"
kata It Han. „Nah Sam Han dan Liok Han, pergi kau bebaskan Ong Mie Tu Sie
cu.....!"
Kedua orang saudara
seperguruan It Han mengiyakan dan mereka masuk kedalam kuil. Tidak lama
kemudian muncul kembali bersama seorang lelaki tua berpakaian thungsia panjang,
yang memelihara jenggot dan kumis yang panjang. Pada wajahnya tidak terlihat
keluar biasaannya. Tetapi ia melangkah dengan ringan, menunjukkan bahwa
ginkangnya memang tinggi sekali. Ketika tiba diluar, per-tama2 ia berkata
sambil tertawa lebar kepada It Han.
„It Han Tai su, sesungguhnya
aku hanya bergurau, dan aku puas, selama aku ditahan oleh kalian, ternyata
diperlakukan baik sekali. Terima kasih atas pelayanan semua itu....!"
It Han juga membungkukkan
tubuhnya memberi hormat.
„Dengan kesediaan Sie cu
mengembalikan kitab pusaka kami maka tidak ada ganjalan pula diantara kita..
bukan?" tanya-nya.
Ong Mie Tu mengangguk.
„Benar ... namun dalam hal ini
aku hendak, menegaskan, dilain waktu, jika memang benda itu kalian anggap
sangat berharga, tempat penyimpanannya harus dirahasiakan benar, dan jangan
terlalu sembarangan!"
Terima kasih," kata It
Han ..... saran Sie cu akan kami, perhatikan,"
Setelah bicara dengan lt Han,
Ong Mie To menoleh kepada Ang Bian, katanya:„Terima kasih atas maksud baikmu
yang telah menolong aku dari kurungan para pendeta itu.... Saudara Ang Bian,
apakah engkau sempat bertanding mengadu kepandaian dengan mereka?"
Ang Bian mengiyakan, kemudiain
katanya: „Jika memang demikian halnya engkau ternyata sehat dan tidak kurang
suatu apapun selama ditahan oleh para Tai su itnu .....!"
„Ya, mari kita pergi, aku
memang telah bosan dikurung begitu terus mcnerus.....!"
Begitulah mereka telah pamitan
pada It Han dan pendeta lainnya.
Sedangkan It Han dan pendeta2
lainnya mengantarkan mereka sejauh dua lie, dan baru kembali kekuil mereka.
Sepanjang perjalanan, banyak
yang dicerita kan oleh Ong Mie Tu selama ia ditahan oleh para pendeta itu. la
mengatakan, memang semula ia menganggap urusan itu adalah urusan penasaran,
karena dirinya dirubuhkan dengan cara dikeroyok. Tetapi setelah bertemu muka
dengan puterinya, pikirannya segera berobah, karena ia tidak mau mencari urusan
lagi dan mengaku dirinya yang bersalah mengambil kitab pusaka milik para
pendeta itu. Jika memang ia tidak akan diperlakukan begitu pula oleh para
pendeta tersebut.
Setelah satu harian mereka
berkumpul, Ong Mie Tu pamitan untuk melakukan perjalanan ber-sama2 dengan
puterinya.
Begitulah, mereka telah
berpisah, sedang Ong Tiong Yang melanjutkan perjalanan dengan Ang Bian.
---oo0oo---
SELAMA dalam perjalanan
mengembara bersama Ang Bian, Ong Tiong Yang banyak menerima petunjuk dari Ang
Bian, karena memang Ang Bian jauh lebih berpengalaman dan memiliki kepandaian
yang lebih tinggi dari Ong Tiong Yang.
Karena merasa memiliki sifat
yang agak cocok satu dengan yang lainnya, Ang Bian mau memberikan petunjuk-nya
kepada Ong Tiong Yang.
Malah setelah mengembara
bersama satu bulan lebih, suatu malam Ang Bian telah membuka topeng merahnya
memperlihatkan wajahnya kepada Ong Tiong Yang.
Ternyata muka Ang Bian sangat
rusak, menurut cerita Ang Bian mukanya bercacad seperti itu karena ia pernah
terbakar, dalam suatu kecclakaan pada pertempuran dengan lawannya.
Untuk menutupi cacad pada
mukanya, Ang Bian mempergunakan topeng merah itu sebagai topeng.
Ong Tiong Yang juga merasakan,
selama ia bersahabat dengan Ang Bian cukup banyak petunjuk berharga yang
diterimanya membuat ia semakin mengerti latihan sinkang yang lebih tinggi.
Disamping itu, Ang Bian juga memberikan ketera ngan kepada Ong Tiong Yang untuk
menutupi kelemahan2 yang dimiliki tojin muda tersebut. Karena keterangan dan
petunjuk yang diberikan oleh Ang Bian, kemajuan yang diperoleh Ong Tiong Yang
kian pesat.
Ang Bian telah memberitahukan
juga bahwa nama yang sebenarnya adalah Cie Tuk Sie dan karena ia selelu
mengenakan topeng merah, selalu orang, memanggil dengan sebutan Ang Bian.
Sedangkan Aug Bian sendiri
menyatakan sangat kagum pada Ong Tiong Yang, walaupun tojin tersebut masih
berusia muda belia, kenya taannya ia begitu bijaksara dan memiliki pemikiran
yang luas.
„Kalau saja engkau bisa
berlatih diri dengan tekun dan memperoleh petunjuk yang lebih jauh dari orang
sakti, tentu engkau kelak akan menjadi soorang jago yang sulit dicari tandingannya....!"
puji Ang Bian alias Cie Tiok Sie, dan kulihat sinkang yang engkau miliki itu
merupakan sinkang lurus dan bersih., maka semakin liehay saja, sehingga tidak
mudah orang akan menandingi dirimu.....!"
„Ong Tiong Yang justru
merendahkan diri dan menanyakan dimana saja kelemahan2-nya.
Ang Bian memberitahukan
bagian2 yang lemah dan lowongan pada diri Ong Tiong Yang, sampai akhirnya dia
bisa menjelaskan juga latihan2 yang bisa mengangkat tenaga Tan Tiau tenaga
murni dari jantung untuk disalurkan membuka nadi.
Memperoleh petunjuk seperti
itu, Ong Tiong Yang girang sekaii. Dan memang akhir2 ini ke majuan yang di
capai Ong Tiong Yang tidak sedikit.
Hampir setengah tahun mereka
mengembara ber-sama2 dan selama itu Ong Tiong Yang juga senang sekali melakukan
perjalanan bersama dengan Ang Bian Cie Tiok Sie. Tetapi suatu sore Cie Tiok Sie
telah berkata bahwa ia tahun ini berusia tujuh puluh tahun dan bermaksud hendak
mengundurkan diri dengan hidup mengasingkan diri disebuah tempat yang tenang
dan sunyi. Maka ia ingin berpisah dengan Ong Tiong Yang.
Walaupun perpisahan itu terasa
cukup berat, namun Ong Tiong Yang akhirnaya harus berpisah dengan Ang Bian.
Mereka masirg2 telah megaanbil jalan sendiri2. Ong Tiong Yang menuju keselatan.
sedangkan Ang Bian mengambil aral, utara....
Sejak seat itu Ong Tiong Yang
me'akui an pcrjalauan uutuk me4gair.a.kan kepandalannva.
Sambil m^lakukln psrjalanan,
sztiap Yda. keR aampatan, Ong Tiong Yang selalu melati6 diri dsigan giat,
sohingga la memperaleh kemajuda' yaoiz pesat sekali. Dan di-saat2 seperti itu,
Ong Tiong. Yang telah bisa "meecapai k.emajuao dua ctngkai pads tenaga
s:okangnyat .
Waktu itu, sesuogguhnya
didaera6 Selatan t»erupakatt'daeca4 yang ssngat luas dan meoii I ki pemandaoaan
yang :angst indah. Dan juga meruparan tempat yang medarik :ekali. Namun j istru
Oag Tiong Yang melakukan perjalanao ddngad aepat. Ia bermaksud pergi ke Bie
San, untuk maoemui scorang sababat guru2nya.
Setelah nielakutan perjalan
hampir dua pu lab 'harl, akhirnya dn~- Tiong Yaog tioa digunuflg tersebut, ia
sampai dikati guoung sebe• lah barat. Sage-ra juga Ong Tiong Yang men. daki
gunung tec:ebut.
Namun setelab man-carU ke:aoa:
temari; ia, tidak berhawl menemui tempat kediamao se•' orang -sahabat daci
gurn2Dya.i. Dan juga Ong Tiong Yang mernang tidak mengetahift jelas tom pat
unggalnya daci,:ahabat gurnlnya icu.
Akhirnya Ong Tiong Yang
kemoali tutun gunung dan meninggalkan Bie San. la menuju icearalt Selatan
terus.
Setetah melakukan perjalanan
hampir sepuluh hari, akhirnya ia tiba disebuah kampung yang cukup besar, padat
sekali penduduknya, sehingga kampung itu seperti juga sebuah kota kecil.
Sedangkan ditempat tersebut juga banyak sekali kedai teh dan tempat menginap.
Ong Tiong Yang mencari sebuah
rumah penginapan yang tidak begitu besar, dan mengambil sebuah kamar yang
terletak diatas loteng, tingkat kedua.
Memang Ong Tiong Yang juga
tidak memiliki tujuan yang tetap, ia mengembara hanya untuk melakukan
perjalanan kemana saja dia dibawa oleh kedua kakinya, karena memang yang
terpenting buat OngTiong Yang ia bisa melakukan perbuatan mulia guna menolongi
orang2 yang tengah dalam kesulitan.
Disaat itu, dikala Ong Tiong
Yang tengdh berdiam didalam kamarnya, seorang pelayan telah masuk kedalam
kamarnya mempersiapkan air untuk mencuci muka dan air teh untuk tojin ini,
tetapi setelah meletakkan semua itu, pelayan tersebut tidak segera berlalu. Ong
Tiong Yang memandang heran, dilihatnya pelayan, itu berdiri tegak dengan kedua
tangannya diturunukan.
Apa yang kau inginkan lagi
?" tanya Ong Tiong Yang kemudian.
„Tidak ada., Totiang.....
hanya Siauwjin ingin menyampaikan sepucuk surat kepada Totiang!"
„Surat?" tanya Ong Tiong
Yang heran. Surat apa?"
„Entahlah, Siauwjin hanya
menerima titipan dari seorang gadis......!" saahut pelayan itu:
„Mana surat itu?" tanya
Ong Tiong Yang.
Pelayan itu menghampiri Ong
Tiong Yang dan memberikan surat yang dimintanya itu.
Sedangkankan Ong Tiong Yang
begitu menerima surat tersebut segera membacanya.
„Ong Tiong Yang Totiang,
sesungguhnya Siauwmoay ingin menyampaikan sesuatu kepada Totiang, jika memang
Totiang tidak keberatan, bisakah menemui Siauwmoay tiga belas lie dari pintu
kampung sebelah timur, dipinggir sebuah telaga pada jam dua malam ini.....?!
Dan surat itu ditanda tangani, dengan nama Ong Kiet Mie.
Ong Tiong Yang jadi
mengerutkan alisnya ia tidak kenal nama itu.
Namun akhirnya ia menduga
apakah Ong Kiet Mie ini bukannya nona Ong yang menjadi puterinya Ong Mei Tu?
Karena berpikir begitu, Ong
Tiong Yang melihat surat tersebut kemudian menghadiahkian sipelayan satu tail.
la pun menanyakan perihat diri
gadis .-yang. - mengirimkan surat itu. dimana setelah memperoleh keterangan
sipelayan, Ong Tiong. Yang yakin bahwa gadis itu memang Ong
Kiet Mei, puterinya Ong Mei
Tu.
Diam2 Ong Tiong Yang jadi
heran, ia tidak mengerti mengapa sigadis membuntuti dirinya. Bukankah gadis itu
telah pergi bersama ayahnya?
Sampai pelayan itu telah
keluar dari kamarnya, Ong Tiong Yang masih berpikir keras mengenai keadaan
gadis itu. la benar2 tidak mengerti karena jika dilihat gadis itu bisa
mengetahui dia berada dikampung ini, tentunya gadis tersebut telah
membuntutinya. Hanya herannya apakah maksud gadis tersebut memintanya untuk
menemuinya malam ini ditepi telaga yang terdapat diluar kampung tersebut? Dan
mengapa gadis tersebut bukan langsung menemuinya saja dan mempergunakan
perantara sepucuk surat.
Semua itu merupakan tanda
tanya buat, Ong Tiong Yang dan iapun tidak mengerti mengapa nona Ong itu
melakukan segalanya seperti mengandung rahasia. Bahkan didalam suratnya itu dia
tidak menjelaskan keperluan Ong Tiong Yang menemuinya. Sedangkan Ong Tiong Yang
hanya menduga sigadis she Ong itu tentunya tengah mengalami ancaman bahaya yang
tidak kecil, sehinga ia membutuhkan pertolongan dari dirinya.
Sore itu Ong Tiong Yang tidur sejenak,
untuk memulihkan kesegaran tubuhnya. Dan malamnya ia menantikan sampai
menjelang kentongan kedua, ia telah keluar dari kamarnya lewat jendela dan
ber-lari2 menuju kelar kampung itu, untuk mencapai tempat yang dijanjikan oleh
sigadis.
Sedangkan waktu itu rembulan
bersinar penuh, udara juga sejuk sekali. Dengan mempergunakan ginkangnya yang
tinggi, Ong Tiong Yang telah tiba ditempat yang dijanjikan oleh sigadis she Og
itu, dimana dia telah tiba ditepi sebuah telaga.
Sebelum mencapai tepi telaga itu,
dari kejauhan ia melihat sesosok tubuh seorang gadis, yang tengah berdiri
membalakanginya.
,,Nana Ong !" panggil Ong
Tiong Yang.
Sosok tubuh itu membalikkan
tubuhnya dpn melihat Ong Tiong Yang dengan sinar mata yang bersinar terang
menunjukkan kegembiraanya. Ia ternyata tidak lain dari sinona she Ong,
puterinya Ong Mie Tu.
„Ong Totiang, ternyata engkau
datang juga memenuhi undangan Siauwmoay...!" kata sigadis.
Ong Tiong Yang mengerutkan
alinya, karena ia melihat sigadis tidak kurang suatu apa pun juga.
„Apakah nona tengah menghadapi
ancaman bahaya?"
„Tidak ....... aku hanya ingin
bertemu denganmu saja, Ong Totiang ....., hampir satu tahun selalu aku
mengikuti dirimu, dan kukira hal itu tidak perlu terlalu lama lagi, aku harus
menemui totiang, untuk menjelaskan sesuatu ......."
„Menjelaskan sesuatu apa yang
nona maksudkan? tanya Ong Tiong Yang.
„Sesungguhnya ........,
hatiku.....!" dan si gadis tidak bisa meneruskan perkataannya lagi, karena
wajahnya berobah merah.
„Mengapa hatimu, nona
Ong?" tanya Ong Tiong Yang.
„Sesungguhnya aku ...... aku
tertarik sekali padamu" jawab si gadis kenudian.
Muka Ong Tiong Yang jadi
berobah merah karena jengah, ia berkata cepat2 dengas sikap yang gugup: „Ini
... ini mana bisa terjadi?"
Sigadis telah berkata dengan
sikap yang agak gugup: „Tidak perlu Ong Totiang kaget...... aku meyukai Totiang
dan jika memang di ijinkan oeh Totiang agar aku selamanya berada dekat
denganmu, hatiku telah puas........!"
Muka Ong Tiong Yang, jadi
berobah semakin merah, Ia berkata „Ini ...... ini tidak bisa, nona Ong,
bagaimana kata orang nanti ......?"
Si gadis mengawasi Ong Tiong
Yang sejenak lamanya, akhirnya ia menunduk dengan wajah yang muram:
„Akhhh....., apakah Totiang tidak merasa kasihan jika aku harus mengembara
seorang diri ?"
Ditanya begitu, Ong Tiong Yang
terdiam sejenak lamanya, sampai akhirnya ia menghela napas.
„Mengapa nona tidak mengembara
bersama ayah nona ?" tanyanya.
„Ayah telah pergi kesuatu
tempat untuk hidup tenang, Siauwmoay bermaksud untuk berkelana seorang diri
mencari pengalaman ........ jika memang Ong Totiang tidak keberatan, Siauwmoay
bermaksud mengembara bersama Totiang.......!"
„Cepat2 Ong Tiong Yang
merangkapkan kedua tangannya, ia memberi hormat ......"
„Maafkanlah nona Ong, bukankah
Pinto keberatan mengembara bersamamu, tetapi sebagai seorang pendeta, Pinto
tidak leluasa untuk berjalan berdua dengan seorang gadis seperti kau:
maafkanlah ...... maafkanlah.....!" Ong Tiong Yang memperlihatkan perasaan
menyesalnya.
Sigadis jadi tambah murung.
Dan akhirnya ia berkata: „Baiklah, jika memang Ong Totiang merasa malu untuk
berkelana ber-sama2 dengan Siauwmoay juga, maka Siauwmoay juga tidak memaksanya
.... dan juga, dalam hal ini, harap Totiang tidak berkeberatan jika Siauwmoay
selalu mengikutimu..... !"
Ong Tiong Yang menghela napas
dalam2.
„Mengapa nona harus mengambil
keputusan seperti itu?" tanyanya.
„Jika memang Totiang merasa
keberatan untuk berjalan bersama dengan Siauwmoay, biarlah Siauwmoay cukup
hanya mengikuti Totiang kemana saja pergi, kesana aku akan pergi ....!"
dan gadis tersebut sudah tidak bisa menahan air matanya yang hampir mengalir
keluar, ia cepat2 memutar tubuhnya berlari meninggalkan tempat itu.
Ong Tiong Yang terkejut, ia
me-manggil2 : „Nona Ong..., nona Ong...!" tetapi sigadis tidak
memperdulikannya dan terus juga berlari dengan cepat, Ong Tiong Yang jadi
berdiri tertegun, sampai akhirnya ia menghela napas.
„Sayang sekali nona Ong itu
salah ....." menggumam Ong Tiong Yang dengan suara terharu.
Setelah itu Ong Tiong Yang
kembali kerumah penginapannya. Dan keesokan paginya ia melanjutkan
perjalanannya. Namun setiap kali ia menoleh kebelakang, terpisah puluhan tombak
jauhnya, tampak Ong Kiet Mie mengikuti dia.
Beberapa kali Ong Tiong Yang
memutar tubuhnya untuk menghampiri sigadis, tetapi acap kali begitu Ong Tiong
Yang memutar tubuh, sigadis telah berlari cepat meninggalkannya.
Tetapi selalu gadis itu
mengikutinya pula.
Waktu sampai dikota Lun An,
gadis itu masih tetap mengikuti Ong Tiong Yang. Hanya, setiap kali Ong Tiong
Yang bermalam disebuah rumah penginapan, maka gadis itu mengambil rumah
penginapan lainnya. Terus juga ia membayangi Ong Tiong Yang.
Pendeta ini jadi tidak enak
dihati, dimana ia merasa kasihan juga pada sigadis. Sesungguh nya Ong Tiong
Yang bersedia menganggap si gadis sebagai saudaranya, tidak lebih dari itu.
Tetapi justru gadis tersebut memiliki hati yang aneh.
Waktu keesokan harinya Ong
Tiong Yang melanjutkan perjalanannya, sigadis she Ong itu juga telah menguntit
membuntutinya sambil bernyanyi dengan suara yang mengandung kedukaan.
Samar-samar Ong Tiong Yang
mendengar nyanyian sigadis, hatinya jadi tergetar.
Burung seriti terbang melayang
diawan,
Hanya seorang diri,
Dan juga dalam keadaan yang
menyedihkan
Bulunya lepas satu-satu.
Bagaikan hatinya yang mulai
berkeping,
Wahai angin, mengapa kau tak
sampaikan,
Betapa hati yang rindu ini?
Tetapi Ong Tiong Yang tidak
berhasil untuk memergoki sigadis untuk mengajaknya bercakap2. Karena setiap
kali Ong Tiong Yang memutar tubuh, disaat itu pula sigadis telah melarikan
diri.
Akhirnya Ong Tiong Yang sudah
tidak berusaha untuk memburu gadis itu, ia melakukan perjalanan tanpa
memperdulikan sigadis yang selalu mengikutinya.
Selama dua bunan lebih Ong
Tiong Yang selalu dibayangi gadis itu.
Suatu hari, Ong Tiong Yang
singgah di kedai teh, ia meneguk minumannya per-lahan2 dan duduk diruang dalam.
Sigadis juga singgah dikedai teh itu, hanya nona Ong ini duduk diruang depan,
sambil mengawasi Ong Tiong Yang dengan sorot mata mengandung kedukaan.
Ong Tiong Yang sesungguhnya
bermaksud berdiri dan menghampiri sigadis, namun ia kuatir sinona Ong akan lari
pula. Maka ia tetap duduk ditempatnva, mengangguk sambil melontarkan senyumnya.
Gadis itu membuang muka kearah
lain.
---oo0oo---
TETAPI, waktu itu, dari luar
pintu kedai teh itu melangkah masuk seorang laki2 yang bertubuh tinggi besar,
yang menghampiri kearah meja sigadis. Ketika melihat nona Ong, mata orang itu
berkilat tajam.
„Oho, nona yang manis .. nona
cantik!" katanya dengan suara yang serak dan dari mulutnya berhamburan bau
arak yang keras.
Ong Tiong Yang jadi memandang
ragu2 penuh kekuatiran pada keselamatan gadis tersebut, karena orang bertubuh
tinggi besar itu menghampiri sigadis sambil mangulurkan tangannya mencolek muka
nona Ong.
Perbuatan kurang ajar orang tersebut
membuat nona Ong jadi naik darah, ia gerakkan tangannya mengebut dengan keras.
Tubuh lelaki itu memang tinggi
besar, tetapi dikebut seperti itu tubuhnya seperti layangan putus dan telah
terbanting jatuh dilantai.
Sedangkan nona Ong berkata
sengit: „Sekali lagi engkau membawa tingkah tengik, biar aku akan turun tangan
keras menghayarmu....!"
Tetapi orang bertubuh tinggi
besar itu yang memiliki potongan wajah kasar dan keras, malah bangkit sambil
memperlihatkan sikap yang beringas mengandung ancaman.
„Engkau berani bertingkah
didepanku?" dan lelaki bertubuh tinggi besar itu menghampiri meja sigadis,
ia mengulurkan tangannya memegang tepi meja, yang akan diterbalikkan.
Tetapi sigadis juga cepat
meletakkan kedua tangannya dimeja tersebut, sebingga meja itu tidak bergeming
walaupun diangkat kuat2 oleh lelaki bertubuh tinggi besar itu. Dengan penasaran
lelaki tinggi besar itu mengeluarkan suara teriakan nyaring sambil memusatkan
kekuatannya untuk menterbalikkan meja sigadis.
Tetapi rupanya gadis itu telah
mempergunakan tenaga sinkangnya menekan meja itu dengan kedua tangannya,
sehingga meja itu tidak bergeming dari tempatnya.
Dalam keadaan demikian, lelaki
bertubuh tinggi besar itu memandang ter-heran2 dan tertegun, tetapi ia semakin
penasaran, ia mengeluarkan suara teriakan sekali lagi dan berusaha untuk
menterbalikkan meja itu. Usahanya kembali gagal.
Karena sengit, ia mengambil
goloknya yang tersoren dipinggangnya, dicekalnya gagang golok itu kuat2 dan
kemudian dicabutnya.
Lalu dengan sikap mengancam
dia berkata bengis : „Apakah engkau ingin merasakan tajam nya golokku
ini.....!"
Nona Ong mana merasa takut?
Sambil memperdengarkan suara tertawa tawar, nona Ong berkata dingin: „Janganlah
engkau main2 dengan senjata tajam seperti itu, bisa membahayakan dirimu sendiri
!"
Sambil berkata demikian,
tangan kiri nona Ong meluncur dan menyentil golok lelaki bertubuh tinggi besar
tersebut, sehingga golok itu terlepas dari cekalan tangan lelaki dan terpental
jatuh kelantai dengan keras.
Muka lelaki bertubuh tinggi
besar tersebut jadi pucat, dia memandang pada sigadis dan tidak mengerti.
Nona Ong berkata tawar : „Kau
pergilah..., atau memang perlu dihajar lagi?
Lelaki bertubuh tinggi besar
itu tampaknya penasaran, tanpa menyahut ia mengambil goloknya, dan tahu2 ia
menggerakkan cepat sekali membacok kepada sigadis.
Tetapi nona Ong tidak terkejut
atau gugup, ia memang menduga lelaki bertubuh tinggi besar tersebut tentunya
akan berusaha melakukan hal itu.
la mengelakkan bacokan
tersebut dengan tubuh yang dimiringkan.
Dan waktu mata golok lewat
disamping tubuhnya cepat sekali, tangan kanannya nona Ong digerakkan, dengan
kedua jari tangannya ia menjepit golok itu sehingga ketika lelaki bertubuh
tinggi besar itu menarik pulang goloknya, ia tidak berdaya apa2, golok tersebut
telah terjepit terus tanpa bisa bergeming, walaupun lelaki bertubuh tinggi
besar itu memusatkan seluruh tenaga yang ada padanya. "
Waktu itu nona Oug berkata
tawar: „Jika memang engkau memiliki tenaga yang besar, tariklah golokmu.....
!"
Tetapi memang usaha lelaki
bertubuh tinggi besar itu gagal sama sekali, karena ia tidak pernah berbasil
menarik pulang goloknya yang di jepit keras dan kuat oleh kedua jari tangan
sigadis.
„Dan ketika suatu kali lelaki
bertubuh tinggi besar itu menarik pula dengan kuat, tiba2 gadis she Ong
tersebut melepaskan jepitan jari tangannya, tidak ampun lagi tubuh lelaki
tinggi besar itu terguling dilantai dengan menimbulkan suara gedebukan yang
keras.
Lelaki bertubuh tinggi besar
tersebut berusaha bangun wajahnya pucat.
„Pergilah kau...." kata
nona Ong dengan suara tidak acuh dan mengambil cawan tehnya untuk meminumnya.
"
Ong Tiong Yang ketika
menyaksikan hal itu, hanya tersenyum saja.
Nona Ong setelah meneguk habis
air tehnya ia bangkit untuk melangkah keluar, meninggal lelaki bertubuh tinggi
besar yang berdiri tertegun diam ditempatnya dengan keadaan bingung karena ia
hampir tidak mempercayainya seorang gadis begitu muda dan tampaknya lemah
gemulai selain cantik, bisa meruntuhkan dia berulang kali. Padahal dikota ini
dia merupakan buaya darat yang paling disegani dan ditakuti oleh penduduk kota.
Keadaan seperti ini membuat
Ong Tiong Yang jadi tertawa dan telah menghampiri lelaki tinggi besar tersebut
yang ditepuk pundak kanannya: „Jika lain waktu, hati2 kalau ingin berbuat
kurang ajar .....!"
Lelaki bertubuh tinggi besar
itu menoleh terkejut, tetapi matanya jadi bersinar tajam mengandung kemarahan
waktu melihat yang menepuknya itu adalah seorang tojin muda.
„Tojin bau, apa maksudmu
mencampuri urusanku....?" dan sambil berkata begitu, ia mengerahkan
tenaganya pada tangan kanannya untuk mengangkat goloknya guna, mengancam Ong
Tiong Yang.
Namun lelaki bertubuh tinggi
besar itu jadi kaget sendirinya, karena seluruh tenaganya seperti telah lenyap
dari tubuhnya, dimana ia merasakan seluruh kekuatan dibadannya bagaikan lenyap.
Cepat-cepat ia mengeluarkan
suara bentakkan yang gugup: „Kau... kau ... kau mempergunakan ilmu siluman apa
sehingga tenagaku lenyap ....?" tanyanya.
Ong Tiong yang mengangkat
tangannya dari pundak orang itu, sambil katanya diiringi senyumnya. „Lain kali
jangan galak2 seperti itu, jika Pinto mau mencelakaimu, mudah sekali seperti
juga membalik telapak tangan...!"
Lalaki bertubuh tioggi besar
itu mengetahui dan menyadarinya, bahwa hari ini ia dua kali bertemu dengan
orang2 gagah. Per-tama2 ia bertemu dengan sigadis yang tampaknya lemah gemulai
tetapi memiliki kekuatan yang luar biasa. Kedua kalinya adalah tojin muda usia
ini, yang barhasil membuat ia tidak memiliki tenaga sama sekali disaat telapak
tangan Tojin tersebut berada dipundaknya. Maka tanpa mengucapkan perkataan dan
apalagi, ia telah mementang kakinya ngacir keluar dari kedai teh tersebut,
lenyap mabuknya...!
Melihat orang bertubuh tinggi
besar tersebut telah pergi, Ong Tiong Yang kembali ketempat duduknya dan
meneruskan minumnya.
Sedangkan pelayan yang melihat
Ong Tiong Yang berhasil mengusir buaya darat yang ditakutinya, mengetahui bahwa
Tojin ini bukan seorang tojin yang sembarangan, maka ia telah melayaninya
dengan manis sekali.
Setelah puas minum teh dan
juga perasaan lelahnyu berkurang, Ong Tiong Yang melanjutkan perjalannya.
Ketika berada diluar kota, Ong
Tiong Yang menoleh kebelakang.
Ia melihat nona Ong masih
tetap mengikutinya. Diam2 tojin tersebut jadi mengeluh juga, disamping perasaan
kasihan, ia benar2 tidak mengerti maksud dari nona Ong yang selalu
mengikutinya.
Kalau saja ia bisa berbicara
dengan nona Ong itu, tentu ia akan menasehati si-gadis.
Tetapi sayangnya gadis
tersebut selalu melarikan diri setiap kali Ong Tiong Yang ingin menghampiri.
Sambil berjalan terus, Ong
Tiong Yang memutar otak mencari jalan bagaimana harus menasehati gadis itu,
agar ia itu mau menghentikan perbuatannya yang selalu mengikutinya. Tetapi
justru kesempatan untuk berbicara dengan sigadis tidak pernah diperolehnya.
Ong Tiong Yang berulang kali
menghela napas, akhirnya ia berhenti melangkah dan memutar tubuhnya menghadap
kearah sigadis. Nona Ong waktu melihat Ong Tiong Yang berhenti, melangkah,
iapun berhenti melangkah, mengawasi kepada Ong Tiong Yang dengan wajah yang
mengandung kedukaan, dan ber-siap2 jika memang Ong Tiong Yang hendak
menghampirinya, sigadis ingin melarikan diri.
„Non Ong...!" teriak Ong
Tiong Yang dengan suara nyaring karena ia berteriak seperti itu dengan
mengerahkan tenaga sinkangnya. „Mengapa engkau selalu mengambil sikap seperti
itu? katakanlah. „mari kita bicara secara baik-baik....!"
Ong Kiet Mei, sigadis yang
sesungguhnya telah bersiap2 hendak melarikan diri, jadi batal dan berdiam
ditempatnya ketika mendengar teriakan Ong Tiong Yang. Mukanya juga telah
berubah, ia berkata dengan suara yang tak begitu jelas keluar dari mulutnya,
sambil tubuhnya meaggigil menahan isak tangis.
Ong Tiong Yang melangkah ingin
menghampirinya, dengan mempergunakan ginkangnya.
Namun waktu itu justru Ong
Kiet Mei telah memutar tubuhnya dan berlari juga.
Dengan demikian kembali Ong
Tiong Yang gagal membujuk gadis itu untuk bicara langsung dengannya.
Melihat gadis itu pergi, Ong
Tiong Yang menghela napas panjang penuh penyesalan, kemudian, katanya dengan
suara perlahan kepada dirinya sendiri : „Dilihat demikian, tampaknya gadis itu
sulit sekali diajak bicara....!"
Ong Tiong Yang kemudian
melanjutkan perjalanannya lagi.
Namun setelah melakukan
perjalanan, justru diwaktu itu ia, menoleh kebelakang dan melihat si gadis she
Ong tersebut telah berada ditempat itu lagi !
Keadaan demikian membvat Ong
Tiong Yang menghela napas beberapa kali penuh penyesalan. Kalau saja gadis itu
memang mau di ajak bicara secara baik2 tentu hal ini akan dapat diselesaikan.
Mengenai parmintaan sigadis
yang hendak melakukan perjalanan bersama dengannya, tentu merupakan urusan yang
sulit sekali.
Karena sebagai seorang
pendeta, dengan tidak leluasa ia akan berjalan dengan seerang gadis secantik
itu, ia kuatir kalau nanti menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Dan juga
memang ia telah memikirkan, kalau ia meluluskan permintaan gadis she Ong itu,
dengan demikian dirinya akan dilibat terus oleh nona Ong itu.
Dalam keadaan demikian Ong
Tiong Yang memang berada pada kedudukan yang sulit, karenat sebagai seorang
pendeta yang memiliki sifat welas asih, dengan sendirinya tidak tega la Melihat
gadis itu untuk, mengikutinya terus menerus seperti ekonya saja, tetapi untuk
meluluskan permintaan gadis itu agar dia diajak berkelana bersama, juga
merupakan suatu permintaan yang sulit untuk diluluskan.
Dalam keadaan seperti ini
memang merupakan suatu kejadian yang membuat Ong Tiong Yang berada dalam
kedudukan yang benar2 sulit dan juga jadi resah, karena pertama tidak bisa
memenuhi permintaan dari gadis tersebut, kedua ia merasa kasihan dan tidak tega
melihat gadis she Ong tersebut selalu membuntutinya, karena walaupun bagaimana
gadis itu adalah seorang nona, yang masih berusia muda sekali, dengan caranya
seperti itu, tentu sigadis she Ong tersebut telah mem-buang2 masa remajanya
yang seharusaya disertai dengan kegembiraan.
Setelah melakukao perjalanan
belasan lie lagi, ia menoleh kebelakang dan melihat bahwa sigadis masih
mengikutinya.
Ong Tiong Yang akhirnya habis
sabar, dia melihat bahwa waktu itu mereka tengah berada disebuah lapangan
rumput yang luas sekali.
Segera Ong Tiong Yang memutar
tubuhnysa, tahu2 Ia melompat gesit sekali, mengejar sigadis, gerakan yang
dilakukannya begitu tiba2 sekali karena tubuhnya melompat cepat sekali, dan
dalam sekejap mata telah lima tombak jauhnya.
Ong Kiet Mei jang tidak
menduga Ong Tiong Yang akan melakukan tindakkan seperti itu, jadi terkejut.
la bermaksud mematar tubuhnya
untuk melarikan diri.
Namun baru saja ia memutar
tubuhnya dan berlari belasan tombak, Ong Tiong Yang telah berada disebelahnya.
Mempergunakan gerakan yang
sangat cepat, tampak Ong Tiong Yang menggerakkan kedua tangannya, tahu2 Ia
telah mencekal tangan sigadis.
Gerakan yang dilakukannya itu
sangat cepat sekali, apalagi memang kepandaian Ong Tiong Yang jauh berada
diatas kepandaian gadis ini. Dengan demikian segera terlihat sigadis tidak
bergerak dalam cekalan tangan pendeta ini.
„Nona Ong ...... dengarlah.....
jangan engkau membawa adatmu seperti itu, dengarlah pinto bicara dulu!"
kata Ong Tiong Yang.
Ong Kiet Mei berusaha meronta,
namun ia tidak bcrhasil melepaskan cekalan dari pendeta tersebut.
„Lepaskan ...., lepaskan
aku.... teriak Ong Kiet Mei sambil meronta kuat sekali, berbareng dengan itu,
ia mengeluarkan tenaganya untuk melepaskan cekalan tangan si pendeta,
gerakannya sangat kuat, tetapi Ong Tiong Yang telah mengerahkan tenaganya,
dengan demikian gadis tersebut sama sekali tidak bisa meronta dari cekalannya.
Keadaan seperti ini membuat
Ong Kiet Mei jadi terisak menangis.
„Lepaskan.... lepaskan aku
!" teriaknya diantara isak tangisnya tersebut.
Ong Tiong Yang menghentakkan
keras2, katanya kemudian: „Dengarlah nona Ong.... dengarlah.... !" katanya
dengan suara yang nyaring. „Aku hendak bicara dulu denganmu....!"
Ong Kiet Mei memandang kepada
tojin itu deagan sorot mata yang digenangi air mata, ber kilat2, katanya: „Apa
yang hendak kau katakan lagi aku tidak mau ber-cakap2 dengan engkau lagi....
!"
„Mengapa begitu, nona Ong,
bukankah kita bersahabat ?" tanya Ong Tiong Yang.
Sigadis meng-geleng2kan
kepalanya sambil tetap menangis.
Sedangkan Ong Tiong Yang
berusaha membujuk terus : „Dengarlah nona Ong dengarlah, jika memang kita telah
ber-cakap2, tentunya urusan ini bisa diselesaikan.... !"
„Hemm....., jika demikian
halnya, tentu berarti engkau menerima permintaaaku untuk ikut berkelana bersama
kau?" tanya sigadis tiba2 sambil mengawas Ong Tiong Yang, air matanya
masih mengucur keluar.
Ong Tiong Yang berusaha
tersenyum, sambil katanya: „Jika memang demokian halnya, mari kita bicara
secara baik2, tentu nona mau bukan ?"
Sigadis mengangguk perlahan,
dan barulah Ong Tiong Yang melepaskan cekalannya.
Sigadis menghapus air matanya,
kemudian tersenyum lebar.
„Akhirnya engkau meluluskan
juga permintaanku, Totiang." kata sigadis. Walaupun air matanya, mengucur
cukup deras, namun ia bisa tertawa lebar.
Ong Tiong Yang menghela napas,
sebetulnya diwaktu itu ia ingin memberi tahukan pada sigadis, bahwa bukan itu
maksudnya mengajak sigadis bicara, bukan bermaksud untuk mengajaknya berkelana
bersam tetapi justru mulut Ong Tiong Yang seperti terkunci dan tidak bisa
ber-kata2.
Sigadis kamudian telah
menghapus kering air matanya, ia tertawa sambil kataaya: „Apa kah kita
berangkat "sekarang Totiang ?"
Ong Tong Yang mengangguk :
„Mari kita berjalan sambil bercakap katanya."
Sigadispun mengangguk.
Begitulah mereka berjalan
berendeng, Ong Tiong Yang bingung juga mencari kata2 pembukaan untuk
menjelaskan segala sesuatunya kepada si gadis.
Sedangkan Ong Kiet Mei waktu
itu setelah berdiam, diri beberapa saat, berkata dengan suara parau: „Totiang,
bukankah kita jika berkelana bersama, urusan ini melanggar aturan?"
Ong Tiong Yang menghela napas.
„Justru persoalan tersebut
yang hendak dikatakan olehku .....!" kata Ong Tiong Yang dengan suara
perlahan dan bimbang.
„Pinto ingin mengemukan kepada
nona, bahwa sesungguhnya bukan Pinto keberatan uncuk berkelana denganmu, nona
Ong. . . . namun.....!"
„Kenapa Totiang?" tanya
sigadis.
„Karena urusan ini menyangkut
nama baik, maka harus nona mengerti dan mau memahami-nya ..... janganlah nona
bersikeras mengambil sikap masa bodoh. Kita harus membicarakan persoalan ini
perlahan-lahan, dan tentu akan bisa dicari penyelesaiannya ....!"
Tetapi Ong Kiet Mei berkata
dengan suara yang tidak sabar: „sesungguhnya, apakah yang benjak dikatakan oleh
Totiang?" katanya.
„Justru yang hendak Pinto
kemukakan adalah persoalan itu... Pinto ingin memberi tahukan, betapa kedudukan
Pinto sebagai seorang pendeta, jelas tidak akan leluasa jika melakukan
perjalanan bersama dengan seorang gadis secantik engkau, nona Ong...! Coba
engkau pi
kirkan, apakah perkataan Pinto
ini salah....?" Sigadis menghela napas,
„Apakah karena Totiang seorang
tojin, maka urusan jadi begitu berbelit, sehingga tidak benar jika melakukan
perjalanan bersama denganku?" tanya Ong Kiet Mei.
---oo0oo---