13 - Peninggalan Iblis
Hitam
Krik, krik, krik...!
Riuh suara jangkrik dan
binatang malam lain mengusik keheningan malam yang hanya diterangi sinar bulan
sepotong. Angin dingin yang sesekali berhembus keras semakin menambah heningnya
suasana malam.
Tapi ternyata suasana seperti
itu tidak menghalangi perjalanan sebuah kereta yang ditarik dua ekor kuda.
Perlahan-lahan kereta kuda yang jendela-jendelanya tertutup kain hitam bergerak
menuju mulut hutan.
Ctar, ctar...!
Sang Kusir melecutkan cambuk
ke pantat dua ekor kuda di depannya. Seketika langkah binatang penarik kereta
yang sudah kelihatan lelah kembali bergerak cepat.
"Uhk,..! Uhk!"
Terdengar batuk keras beruntun
dari dalam kereta yang mempunyai pintu di samping kanan kiri.
"Masih jauhkah Hutan
Karimun, Pandora?" tanya orang di dalam kereta setelah batuknya mereda.
"Tidak, Tuan," sahut
kusir yangg dipanggil Pandora. "Hutan Karimun sudah di depan kita."
"Syukurlah...!"
sambut orang di dalam kereta yang temyata majikan Pandora. Nada suaranya menyiratkan
perasaan lega. Seketika suasana kembali hening setelah orang yang berada di
dalam kereta menghentikan ucapannya. Kini yang terdengar hanya derap langkah
dua ekor kuda dan suara gemeretak roda kereta.
"Mudah-mudahan tidak ada
orang persilatan yang mencium kepergian kita," ucap orang yang berada di
dalam kereta penuh harap. "Hhh...! Sepasang Iblis Gurun Banjar benar-benar
tangguh."
'Tapi biar bagaimanapun Tuan
berhasil mengalahkan mereka," bantah Pandora. Hatinya tidak senang
mendengar majikannya memuji-muji sepasang iblis itu. "Padahal Tuan belum
menggunakan mantel pusaka...."
"Jangan sebut-sebut benda
itu lagi, Pandora," tegur orang di dalam kereta tidak senang .
"Maafkan aku, Tuan,"
desah Pandora. Dari nada suaranya dapat dirasakan adanya penyesalan.
"Sampai kapan pun aku
tidak akan menggunakan benda itu. Dan kepergianku membawanya bukan karena aku
ingin memilikinya. Tapi karena aku tidak ingin pusaka ini jatuh ke tangan orang
yang tidak bertanggung jawab! Biarlah pusaka-pusaka leluhurku ini tidak
mendapatkan ahli waris, daripada jatuh ke tangan orang-orang sesat seperti
Sepasang Iblis Gurun Banjar! Kau mengerti, Pandora?"
"Mengerti, Tuan,"
sahut kusir yang kepalanya tertutup caping bambu dengan suara mendesah.
Orang yang berada di dalam kereta
menghentikan ucapannya. Sementara Pandora pun tidak berkata kata lagi. Pelayan
setia yang merangkap sebagai kusir ini sibuk melecutkan cambuk, memaksa
kuda-kuda pe- narik kereta terus melangkah.
Tapi tiba-tiba Pandora
memandang berkeliling. Sepasang matanya merayapi pohon-pohon di sekitar penuh
curiga.
Pendengaran Pandora yang tajam
merangkap suara-suara mencurigakan di sekelilingnya. Tentu saja hal ini
membuat urat-urat syarafnya menegang.
Dan kecurigaan Pandora memang
beralasan. Barn beberapa tombak kereta kuda itu bergerak maju, tiba-tiba
terdengar suara oerdesingan nyaring yang disusul berkelebatannya beberapa benda
berkilat ke arahnya dan juga ke arah kuda-kuda penarik kereta.
"Hmh...!"
Pandora hanya mendengus. Cepat
laksana kilat cambuknya berkelebat
Ctar, ctar, ctar...!
Terdengar suara lecutan
beberapa kali. Dan seketika itu juga benda-benda berkilat yang ternyata adalah
beberapa bilah pisau terbang rontok ke tanah. Tidak satu pun pisau-pisau
terbang yang lolos dari sambaran cambuk. Jelas, kalau kusir ini bukan kusir
sembarangan.
Bertepatan dengan runtuhnya
pisau-pisau terbang, tiba-tiba dari balik rerimbunan pohon dan semak yang lebat
melesat beberapa sosok bayangan.
"Ada ара, Pandora?"
tanya orang di dalam kereta. Rupanya majikan Pandora juga mendengar keributan
di luar.
"Tidak ada apa-apa,
Tuan," jawab Pandora cepat "Hanya hambatan kecil,"
Setelah menjawab pertanyaan
sang Majikan, Pandora memandang lurus ke depan. Di hadapan kereta, kini
menghadang beberapa sosok berpakaian serba hitam. Pandora menghitung jumlah
penghadang dengan matanya. Tujuh orang, desis kusir ini dalam hati.
"Mengapa kalian
menghadang perjalananku?" tanya Pandora tenang. Jelas kalau kusir ini
tidak menganggap hadangan tujuh orang berpakaian bitam sebagai masalah besar.
"Serahkan pusaka
peninggalan Iblis Hitam. Baru kami biarkan kalian melanjutkan perjalanan,"
ucap laki-laki bertubuh kurus dan berwajah kuning yang rupanya pimpinan
penghadang.
"Hm...," Pandora
bergumam tak jelas. Dibukanya caping yang menutupi kepalanya. Kini wajah kusir
itu tertihat jelas di bawah keremangan cahaya bulan. Tampak jelas kalau Pandora
temyata adalah seorang kakek. Kulit wajahnya yang berwarna coklat dipenuhi
bintik-bintik putih.
"Cepat serahkan pusaka
itu sebelum kesabaran kami hilangl" bentak laki-laki berwajah kuning
bemada peringatan.
"Kalian sudah buta
rupanya! Mengapa meminta pusaka peninggalan Iblis Hitam padaku?! Memangnya ada
hubungan ара aku dengan Iblis Hitam?" sahut Pandora mengelak.
'Так usah pura-pura
bodoh!" sergah si muka kuning cepat "Kau memang tidak memiliki
pusaka itu. Tapi majikanmu yang di dalam memilildnya! Cepat serahkan! Atau...,
kau ingin kami merebutnya dengan kekerasan?!"
Setelah berkata demikian,
laki-laki bermuka kuning mengeHing ke arah kereta.
"Majikanku memilikinya?
Kalian keliru rupanya! Majikanku bukan tokoh aliran sesat. Ара kau tidak pemah
mendengar julukan Pendekar Golok Baja?" gertak kusir kereta kuda.
"Keparat! Kau kira kami
bisa kau bodohi? Kami pun tahu kalau majikanmu berjuluk Pendekar Golok Baja!
Tapi jangan kira kami bisa tertipu. Semua tokoh persilatan sudah tahu kalau
majikanmu keturunan Iblis Hitam!" tandas pimpinan penghadang keras.
Wajah Pandora seketika pucat.
Sungguh tidak disangka kalau rahasia majikannya sudah terbongkar. Entah siapa
yang membocorkan rahasia yang selama Ini tersimpan rapi. Kalau begitu mulut
tujuh orang ini harus dibungkam agar tidak menimbulkan bahaya yang lebih besar,
tekad Pandora dalam hati.
"Kalau begitu, kalian
harus mati! " tegas kakek berwajah bintik-bintik putih seraya melompat
dari kereta.
"Ha ha ha...!"
pimpinan penghadang tertawa bergelak. "Kaulah yang akan kami bereskan
sebelum majikanmu yang kini sudah jadi macan ompong!"
Setelah berkata demikian,
laki-laki berwajah kuning itu mengibaskan tangannya. Kontan enam orang anak
buahnya segera melangkah maju.
Sraffi, srattt...!
Sinar terang berkilatan begjtu
tujuh orang ini menghunus senjata masing-masing. Tujuh orang berpakaian serba
hitam itu temyata bersenjata pedang semua.
"Kalian bereskan pelayan
busuk ini! Biar aku yang urus macan ompong itu!" perintah si muka kuning
sambil menudingkan jari telunjuk ke arah kereta.
"Baik, Kang," sahut
enam anak buahnya berbareng.
Perlahan-lahan laki-laki
berwajah kuning mendekati kereta. Tapi baru beberapa tindak kakinya melangkah,
tiba-tiba berkesiur angin dingin. Sesaat kemudian di hadapan si muka kuning
telah berdiri Pandora.
"Langkahi dulu mayatku.
Baru kalian bisa men- jamah kereta ini!" ujar kakek berwajah bintik-bintik
putih itu penuh wibawa.
"Kalau memang itu maumu,
mampuslah kau...!" teriak pimpinan penghadang seraya menusukkan pedang ke
arah perut Pandora.
Angin dingin bersiutan cukup
keras sebelum tusukan pedang tiba. Tapi Pandora hanya mendengus. Kakek berwajah
bintik-bintik putih ini memang bukan orang sembarangan. Dia adalah pelayan
kesayangan .
Pendekar Golok Baja yang sudah
puluhan tahun ikut majikannya. Dan Pendekar Golok Baja yang tahu kesetiaan
Pandora, tidak segan-segan menurunkan kepandaiannya kepada kakek itu. Walaupun
tidak berbakat, tapi berkat ketekunan Pandoro akhimya sebagian besar ilmu sang
Majikan berhasil dikuasai.
Мака tidak mengherankan ketika
menghadapi tusukan pedang lawan, kakek berwajah bintik-bintik putih itu tidak
menjadi gugup. Segera kakinya dilangkahkan ke kanan seraya mendoyongkan tubuh,
sehingga serangan lawan lewat di sebelah kiri pinggangnya.
Belum lagi si muka kuning
sempat berbuat sesuatu, tangan Pandora cepat melakukan bacokan dengan sisi
tangan dimiringkan pada pergelangan tangan yang menggenggam pedang. Laki-laki
berwajah kuning itu kaget dan berusaha menarik pulang tangannya. Tapi ...
"Akh...!"
Pimpinan penghadang memekik
tertahan. Pergelangan tangan yang terkena bacokan pelayan Pendekar Golok Baja
terasa seperti patah tulangnya. Dan seketika itu pula pedangnya terlepas dari
genggaman.
Tidak hanya sampai di situ
saja yang dilakukan Pandora. Secepat bacokan tangan kosongnya menge- nai
sasaran, secepat itu pula posisi tangannya dike- palkan. Dan langsung
dihantamkan ke wajah lawan dengan punggung tangan.
Desss!
"Akh...!"
Untuk ke dua kalinya laki-laki
berwajah kuning memekik ketika pukulan Pandora telak dan keras menghantam
wajahnya. Dan seketika itu pula terdengar suara berderak keras dari
tulang-tulangnya yang retak. Sesaat tubuh pimpinan penghadang itu
menggelepar-gelepar. Sekejap kemudian tubuhnya sudah tidak bergerak lagi untuk
selamanya dengan hidung dan mulut mengalir darah segar! Rupanya Pandora yang
tengah dilanda rasa cemas telah mengerahkan seluruh kepandaian yang
dimilikinya.
Melihat pemimpinnya tewas,
tentu saja enam penghadang lain menjadi terkejut Keenam orang berpakaian serba
hitam itu sama sekali tak menyangka kalau ketua mereka dapat ditewaskan pelayan
Pendekar Golok Baja secara mudah. Memang kejadian itu berlangsung begitu
cepet, sehingga mereka tidak sempat berbuat apa-apa. Sesaat lamanya keenam
orang itu terpaku menatap mayat ketuanya, seolah-olah tak percaya pada ара yang
dilihatnya.
Tapi begitu orang-orang itu
sadar dari keterpakuan, kemarahan yang amat sangatlah yang timbul Disertai
teriakan nyaring, enam laki-laki berpakaian serba hitam menerjang Pandora.
Sinar-sinar berkilat dari enam batang pedang yang berkelebatan ke arah pelayan
Pendekar Golok Baja untuk beberapa saat membuat suasana malam yang
remang-remang menjadi terang.
Melihat lawan-lawannya
menyerang kalap. Pandora tetap bersikap tenang. Sekali lihat saja pelayan
setia berwajah bintik-bintik putih itu sudah dapat mengukur tingkat kepandaian
enam laki-laki berpakaian serba hitam. Dan dengan mengandalkan kepandaian
yang jauh di atas lawan-lawannya, enak saja Pandora mengelakkan semua serangan.
Tubuhnya menyelinap di antara kelebatan sinar pedang yang sewaktu-waktu bisa
saja merenggut selembar nyawanya.
Memang, dengan ilmu
meringankan tubuh yang jauh di atas lawan-lawannya, tidak sulit bagi Pandora
mengelakkan hujan senjata lawan. Dan begitu kakek Ini balas menyerang,
terdengar jerit memilukan saling susul yang diiringi dengan robohnya enam
penghadang satu demi satu. Roboh dan tidak pernah bangkit lagi untuk selamanya!
Dalam waktu singkat sudah
tidak ada lagi lawan yang berdiri tegak. Semua penghadang telah bergeletakan
bersimbah darah di tanah. Pandora meman- dangi tujuh mayat yang bergelimpangan
di tanah dengan sorot mata sedih.
Kakek berwajah bintik-bintik
putih ini membunuh tujuh orang lawan bukan karena jiwanya yang kejam, tapi
karena terpaksa. Kalau mereka segera tidak dibunuh, Pandora khawatir
orang-orang ini akan menyebarkan berita mengenai majikannya. Dan hal inilah
yang ingin dihindari pelayan setia Pendekar Golok Baja.
Orang-orang persilatan memang
sudah lama mengincar pusaka peninggalan Iblis Hitam. Sedangkan majikannya yang
menyimpan pusaka itu adalah ketu- runan Iblis Hitam. Dan seandainya tokoh-tokoh
persilatan tahu siара majikannya, sudah dapat dipastikan kalau mereka akan
memburu Pendekar Golok Baja. Sedangkan pendekar itu kini sedang dalam keadaan
terluka parah.
"Hhh...!"
Pandora menghela napas panjang
untuk menguat- kan hatinya yang agak terguncang. Pelayan setia ini sadar kalau
bukan hanya untuk sekali ini saja dirinya harus bertindak keras. Seandainya
tokoh tokoh persilatan telah mencium berita tentang pusaka peninggalan Iblis
Hitam ada di tangan Pendekar Golok Baja, mau tidak mau dia harus bertindak
kejam untuk menyelamatkan majikannya. Dan juga pusaka warisan Iblis Hitam
tentunya.
Pandora kembali menaiki
kereta. Tapi baru saja pantatnya diletakkan, terdengar teguran dari dalam
kereta.
"Bagaimana,
Pandora?"
"Maafkan aku, Tuan. Aku
terpaksa membunuh mereka."
"Hhh...!"
Terdengar suara hempasan napas
berat dari dalam kereta. Tapi biar bagaimanapun, Pendekar Golok Baja tidak bisa
menyalahkan perbuatan pelayan setianya. Tadi, pendekar ini juga telah mendengar
pembicaraan antara Pandora dengan rombongan penghadang. Mungkin seandainya dirinya
tidak teriuka parah, dia pun akan turun tangan membantu Pandora.
Pandora kembali menghentakkan
tali kekang kuda sambil mendecakkan mulutnya. Dan kereta itu bergerak kembali
setelah beberapa saat tertahan.
***
Kereta kuda terus bergerak di
bawah keremangan malam memasuki Hutan Karimun.
"Pandora...,"
kembali terdengar suara teguran pelan dari dalam kereta.
"Ada ара, Tuan?"
tanya Pandora.
"Setelah tiba di tempat
tinggal paman guruku, kau boleh pergi, Pandora."
"Maksud, Tuan...?"
tanya Pandora gugup. Jelas ada keterkejutan yang amat sangat dalam nada
suaranya.
"Barangkali kau ingin
bebas..., tidak terikat Aku ikhlas. Pandora," sambung Pendekar Golok Baja.
"Tidak, Tuan,"
bantah Pandora tegas. "Aku tidak akan meninggalkan Tuan. Kecuali..., Tuan
sudah tidak membutuhkanku lagi...."
Seketika suasana menjadi
hening ketika Pandora menyelesaikan ucapannya. Baik Pendekar Golok Baja maupun
pelayan setianya tidak berkata apa-apa. Keduanya tenggelam dalam lamunan
masing-masing.
Sesekali Pandora melecutkan
cambuk bila melihat langkah kudanya mulai pelan. Sedangkan Pendekar Golok Baja
masih tenggelam dalam lamunannya. Orang yang disebut paman guru, sebenarnya
adalah gurunya sendiri Karena gurunya adalah adik seperguruan ayahnya .
"Hhh...!" Pendekar
Golok Baja menghela napas berat "Berhenti dulu, Pandora...!"
Kakek berwajah bintik-bintik
putih segera menarik tali kekang, sehingga kuda-kuda penarik kereta meng-
hentikan larinya.
"Ada ара, Tuan?"
tanya Pandora.
"Aku ingin duduk di luar
saja, Pandora," sahut Pendekar Golok Baja, seraya membuka pintu kereta.
Melihat hal ini, buru-buru
pelayan setia itu melompat dari tempat duduknya. Ingin membantu sang Majikan
naik ke sebelah tempat duduk kusir.
'Tidak usah, Pandora,"
cegah Pendekar Golok Baja. "Biar aku naik sendiri."
Pandora pun mengurungkan
niatnya. Baru setelah Pendekar Golok Baja sudah duduk di sebelah kursi kusir,
dia bergegas naik dan duduk di kursinya.
"Mengapa Tuan pindah
kemari?" tanya pelayan setia itu heran.
"Aku ingin
berbincang-bincang denganmu, Pandora," sahut sang Majikan.
Pandora hanya
mengangguk-anggukkan kepala pertanda mengerti. Kemudian menghentakkan tali
kekang seraya berdecak pelan. Sesaat kemudian kuda-kuda itu pun sudah kembali
melangkah. Dan roda kereta kembali bergulir, menembus kegelapan Hutan Karimun.
"Pandora...," ucap
Pendekar Golok Baja ketika kereta sudah bergerak cukup jauh.
"Ya, Tuan," sahut
Pandora sambil memalingkan wajahnya, menatap majikannya. Dilihatnya seraut
wajah pucat dari seorang laki-laki gagah berusia lima puluh tahun. Raut
wajahnya kelihatan keras dihiasi cambang lebat. Dan, pakaian sang Majikan yang
berwama putih kian menambah kewibawaan.
"Aku masih terharu kalau
teringat kebaikan paman guru."
"Maksud, Tuan?"
tanya Pandora, masih belum mengerti.
"Coba pikir. Pandora. Kau
kan tahu bagaimana hubungan antara kakekku dengan ayah paman guru,bukan?"
Kakek berwajah bintik-bintik
putih itu menganggukkan kepala.
"Kakek Tuan adalah kakak
seperguman ayah paman guru Tuan. "
"Benar," jawab
Pendekar Golok Baja sambil menganggukkan kepala.
"Tapi, kau tahu cerita
selanjutnya, Pandora?"
"Hanya sedikit,
Tuan," jawab pelayan setia itu sejujumya. Memang, kakek ini hanya tahu
sedikit mengenai leluhur majikannya. Pandora tidak berani lancang, bertanya
kalau tidak majikannya sendiri yang membicarakannya.
"Hampir seratus tahun
lalu," ucap Pendekar Golok Baja memulai cerita.
"Kakek punya adik
seperguruan, yaitu ayah paman guru. Tapi, antara kakek dengan adik
seperguruannya ada pertentangan pendirian Kakek mengambil jalan sesat Dan
akhimya mcnjadi datuk sesat yang tidak terkalahkan, berjuluk Iblis Hitam.
Sementara adik seperguruan kakek tetap mengambil jalan lurus. Akibatnya
hubungan antara kakek dan adik seperguruannya pun putus."
Pendekar Golok Baja
menghentikan ceritanya sebentar. Sementara Pandora tetap mendengarkan cerita
majikannya penuh perhatian.
"Kebrutalan kakek
dilanjutkan ayah. Ayah menggantikan kedudukan kakek sebagai Iblis Hitam."
Kembali Pendekar Golok Baja
menghentikan cerita. Sepasang matanya, dan juga wajahnya mendadak berubah
muram. Jelas kalau kelanjutannya amat menyedihkan hatinya.
"Suatu hari, selagi
hendak memperkosa seorang gadis pendekar, beliau dikeroyok orang-orang
persilatan aliran putih yang sudah sejak lama mengincarnya. Betapapun saktinya
ayah, tapi karena jumlah pengeroyok terlalu banyak, akhimya beliau terdesak
hebat dan terluka parah."
"Ya, aku pun telah
mendengar cerita itu, Tuan," selak Pandora, begitu sang Majikan
menghentikan ceritanya. "Kalau saja saat itu ayah Tuan sempat mengenakan
mantel pusaka, beliau tak mungkin bisa dilukai."
"Hhh...!" Pendekar
Golok Baja menghela napas berat. "Kedatangan para pengeroyok ayah terlalu
tiba- tiba, Pandora. Beliau tidak sempat mengenakan kembali mantel
pusaka...."
'Tapi, meskipun tanpa pusaka
itu.... Ayah Tuan masih mampu menunjukkan kelihaiannya. Beliau mampu meloloskan
diri dari kepungan para pengeroyok, dan membawa lari mantel pusaka."
Pendekar Golok Baja
mengangguk-anggukkan kepala.
"Ada beberapa hal yang
membuatku kagum pada almarhum ayah," ucap Pendekar Golok Baja lagi.
Pandora terdiam seketika,
menunggu kelanjutan ucapan majikannya.
"Hal pertama yang
membuatku kagum adalah pesan pertama beliau padaku..."
"Pesan ара, Tuan?"
tanya Pandora.
"Ayah berpesan, aku tidak
boleh membalas dendam atas kematiannya."
Pandora mengangguk-anggukkan
kepala. Meinang, dia sudah mendengar semua pesan yang ditujukan pada Pendekar
Golok Baja sebelum ayah majikannya itu menghembuskan napas terakhir.
"Kau tahu pesan ayah yang
lain, Pandora?"
'Tahu, Tuan."
"Ара itu, Pandora?"
tanya Pendekar Golok Baja Ingin tahu.
"Majikan Tuan memberi
nasihat agar Tuan tidak mengikuti jejak leluhur Tuan," jawab Pandora.
"Itulah yang menyebabkan
aku kagum pada Ayah," ucap Pendekar Golok Baja lagi dengan suara mendesah.
ingatannya langsung menerawang pada kejadian puluhan tahun silam.
Di saat menjelang ajal, Iblis
Hitam memberikan pesan pesan terakhir pada kedua anak dan pembantunya.
Pendekar Golok Baja saat itu
baru berusia tujuh belas tahun. Sedangkan adiknya sepuluh tahun. Sementara
Pandora berusia tiga puluh tahunan. Saat itu Iblis Hitam menyuruh Pandora
mengantar kedua majikan mudanya ke Hutan Karimun, menjumpai adik sepergumannya.
Juga tak lupa datuk sesat itu menitipkan sebuah surat untuk adik seperguruannya
yang menyepi di Hutan Karimun.
Setelah meninggalkan pesan,
Akhimya Iblis Hitam menghembuskan napas terakhir. Tanpa sempat mengubur mayat
Iblis Hitam, Pandora segera membawa kedua anak majikannya ke Hutan Karimun.
Pelayan setia itu khawatir para pengeroyok yang mengejar Iblis Hitam keburu
datang. Dan bila hal itu sampai terjadi, celakalah nasib kedua majikan mudanya.
"Hhh...!" untuk
kesekian kalinya Pendekar Golok Baja menghela napas berat. Ada rasa ham yang
melanda haflnya setiap kali teringat almarhum ayahnya. Bagaimana tidak? Sang
Ayah meninggal di depan matanya sementara dia tidak sempat mengubur mayatnya.
Pandora menolehkan kepala.
Sepasang matanya yang sejak tadi menatap ke depan, kini beralih memandang wajah
majikannya penuh selidik. Pendekar Golok Baja pun menatap wajah pelayan
setianya lekat-lekat.
"Ada yang meresahkan hati
Tuan?" tanya kakek berwajah bintik-bintik putih itu setengah hati.
Sebenarnya dia ingin membantu meringankan keruwetan pikiran majikannya, tapi
khawatir dituduh lancang.
"Aku teringat pada Adi
Kala Sunggi...," desah Pendekar Golok Baja pelan. Suaranya hampir tidak
terdengar.
Wajah Pandora seketika
berabah, begitu mendengar ucapan junjungannya. Kala Sunggi adalah adik kandung
Pendekar Golok Baja. Dia lenyap begitu saja sewaktu berburu bersama kakaknya
dan Pandora. Meskipun sudah dibantu paman guru majikan mudanya, Kala Sunggi
tetap tidak berhasil mereka temukan."Нооор...!"
Pandora menarik tali kekang
kuda. Sekefika itu Juga kuda-kuda berhenti berlari. Dan dengan sendi- rlnya
kereta pun berhenti melaju.
"Hup...!"
Pandora melompat dari kereta.
Pendekar Golok Baja pun melompat turun. Tapi berbeda dengan pelayannya yang
mendarat dengan mantap, laki-lald gagah bercambang lebat itu mendarat di tanah
dengan agak terhuyung-huyung. Bergegas Pandora memegangi tangan majikan
mudanya. Tapi dengan halus Pendekar Golok Baja menolak.
"Uhk... uhk...!"
Kembali terdengar batuk-batuk
beruntun dari mulut Pendekar Golok Baja. Pandora hanya dapat me- mandangi
majikannya dengan perasaan khawabr. Apa- lagi ketika melihat percikan cairan
merah rnengiringi suara batuk-batuk itu.
"Bawa peti ini,
Pandora," ucap Pendekar Golok Baja seraya menyerahkan sebuah buntalan kain
berwarna hitam pekat.
Pandora yang tahu isi buntalan
itu, segera mengulurkan tangan menyambut. Sebuah peti terbuat dari kayu jati
berwarna hitam mengkilat,yang di dalamnya berisi mantel pusaka dan kitab-kitab
ilmu silat peninggalan Iblis Hitam.
"Apakah Tuan perlu
kupapah?" tanya Pandora menawarkan diri.
'Tidak perlu," sahut
Pendekar Golok Baja seraya menggelengkan kepala. "Aku masih sanggup
berjalan sampai di tempat tinggal paman guru."
Pandora tercenung sesaat.
Kemudian bergegas melepaskan ikatan kuda dari keretanya.
Ctar, ctar...!
Beberapa kali Pandora
melecutkan cambuk di udara dengan mengerahkan seluruh tenaga dalam yang
dimilikinya. Hebat akibatnya! Suara lecutan cambuk tak ubahnya suara petir.
Karuan saja suara itu membuat kedua ekor kuda jadi terkejut. Sambil meringkik
keras, kedua binatang itu berlari cepat meninggalkan kedua majikannya.
Pandora menatap kuda-kuda itu
hingga lenyap ditelan keremangan malam. Baru setelah itu meng- hampiri kereta.
Sesaat kemudian tangan dan kaklnya berkelebat.
Krakkk, brakkk...!
Terdengar suara-suara berderak
keras setiap kali tangan dan kaki pelayan renta itu bergerak. Pendekar Golok
Baja hanya memandangi perbuatan Pandora tanpa berkata apa-apa. Laki-laki gagah
bercambang lebat ini sudah tahu maksud pelayan setianya menghancurkan kereta.
Так lama kemudian kereta itu
pun sudah tidak berbentuk lagi Yang tertinggal hanyalah serpihan-serpihan kayu
belaka Kakek berwajah bintik-bintik putih pun menghentikan gerakannya. Kemudian
mengambil pecahan-pecahan kereta, lalu disebarkan di rerimbunan semak yang
terpisah.
"Mudah-mudahan dengan
cara begini, jejak pelarian kita tidak dapat ditemukan, Tuan," ucap
Pandora setengah berharap.
"Hm...,"
Pendekar Golok Baja hanya
bergumam tidak jelas. Dia tidak begitu yakin kalau usaha yang dilakukan
pelayannya akan berhasil. Tapi pendekar ini tidak mau mengecilkan hati kakek
itu dengan mengatakan ketidak yakinannya.
Pandora menghapus sedikit
peluh yang membasahi kening. Rupanya pekerjaan menghancurkan kereta tadi cukup
menguras tenaga.
"Mari kita lanjutkan
perjalanan, Pandora," ajak Pendekar Golok Baja seraya berjalan mendahului
pelayannya.
Tanpa berkata-kata apa-apa
lagi, Pandora mengikuti majikannya. Memang, perjalanan di tempat ini tidak bisa
dilalui dengan berkuda. Apalagi dengan kereta kuda. Itulah sebabnya mengapa
Pandora terpaksa menghancurkan kereta dan mengusir kuda-kuda itu.
Dengan langkah
terhuyung-huyung dan sesekali diselingi batuk-batuk keras, Pendekar Golok Baja
menerobos rerimbunan semak. Bahkan tak jarang tangan pendekar ini harus
bekerja keras menguak rerimbunan semak-semak yang terlalu rapat.
Setelah melalui jalan
berkelok-kelok, akhimya kedua orang itu tiba di sebuah lembah. Meskipun suasana
malam remang-remang, tak jauh dari situ terlihat cukup jelas sebuah pondok
berdinding bilik.
Pendekar Golok Baja segera
mempercepat langkahnya begitu melihat pondok berdinding bilik itu.
Dan Pandora pun terpaksa
mempercepat langkahnya. Kakek berwajah bintik-bintik putih ini sebenarnya
khawatir pada luka-luka parah yang diderita sang Majikan. Semestinya saat ini
tidak boleh terlalu banyak mengeluarkan tenaga. Tapi, ара dayanya? Pendekar
Golok Baja tidak mau dibantah.
Так lama kemudian, Pendekar
Golok Baja telah berada di depan pondok berdinding bilik itu.
Ток, tok, tok...!
Terdengar suara ketukan,
begjtu kepalan tangan laki-laki gagah itu menyentuh pintu. Pelahan saja pintu
itu diketuk. Tapi karena suasana malam sangat hening, ketukan tadi terdengar
agak keras.
Kriiit...!
Terdengar suara berderit tajam
begitu pintu terbuka. Disusul munculnya seraut wajah keriput dari balik pintu.
Kekagetan terbayang jelas di wajah orang Itu begitu melihat siapa yang telah
mengetuk pintu. Memang suasana malam remang-remang, tapi cukup untuk menerangi
wajah Pendekar Golok Baja.
Mendadak saja tubuh Pendekar
Golok Baja ambruk. Kalau saja kakek pemilik pondok tidak cepat-cepat menangkap,
tentu tubuh laki-laki gagah bertam- bang bauk lebat itu sudah mencium tanah.
"Prajasena...?!"
pekik kakek pemilikpondok. Suaranya jelas mengandung kekagetan.
"Tuan...!" ucap
Pandora seraya bergegas menn- buru tubuh junjungannya.
Melihat ada orang lain memburu
tubuh Pendekar Golok Baja, kakek pemilik pondok baru sadar kalau orang yang
dipanggilnya Prajasena tidak datang sen- dirian. Perhatiannya segera dialihkan
pada kakek berwajah bintik-bintik putih itu. Sesaat lamanya sepasang mata
pemilik pondok menatap penuh selidik.
"Kau... kau...,
Pandora?" tanya kakek pemilik pondok dengan wajah berseri-seri.
Walaupun cukup lama Pandora
dan Pendekar Golok Baja pergi meninggalkan Hutan Karimun, na- mun wajah kedua
orang itu masih tertanam dalam ingatannya. Sehingga tidak aneh kalau pemilik
pondok yang temyata adalah paman guru Pendekar Golok Baja masih mengenal
Pandora.
"Benar, Tuan," jawab
kakek berwajah bintik-bintik putih seraya menganggukkan kepala. Pandora me-
manggil paman guru majikan mudanya dengan pang- gilan tuan juga.
"Ара yang terjadi,
Pandora? Katakanlah...! Ada ара dengan Prajasena? Siapa yang telah melakukan
semua ini padanya?" kakek pemilik pondok membe- rondong Pandora dengan
pertanyaan bertubi-tubi,
"Ceritanya cukup panjang,
Tuan," sahut Pandora.
"Apakah tidak lebih baik
kalau Tuan memeriksanya dulu?"
"Akh..., kau benar,"
sambut paman guru Pendekar Golok Baja. Kini perhatiannya segera dialihkan pada
Prajasena yang berada dalam pelukannya.
"Man masuk dulu,
Pandora," ajak kakek pemilik pondok pada pelayan setia Pendekar Golok Baja
alias Prajasena, seraya mendahului masuk ke dalam.
Tanpa berkata apa-apa, Pandora
segera melangkah masuk. Dan begitu telah berada di dalam, dia segera menutup
pintu pondok.
Paman guru Pendekar Golok Baja
membawa Prajasena ke dalam kamar khusus semadi yang cukup luas. Kemudian tubuh
yang tergolek pingsan itu di- rebahkan perlahan-lahan di atas balai-balai
bambu.
Sepasang alis yang sudah
berwarna dua itu tampak berkerut ketika memeriksa sekujur tubuh Prajasena.
"Racun...," desah
kakek pemilik pondok seraya menatap tajam wajah Pandora yang berdiri di
sampingnya Sepasang mata paman gum Prajasena penuh pertanyaan.
"Hhh...!"
Pandora hanya menghela napas
berat. Pandang mata penuh pertanyaan dari pemilik pondok sama sekali tidak
dihiraukannya. Kakek berwajah bintik-bintik putih ini terlalu mengkhawatirkan
keadaan majikan mudanya. Yang ada dalam benaknya hanyalah, bagaimana secepatnya
memberi pertolongan kepada Prajasena. Masalah-masalah lain bisa diurus belakangan.
Kakek pemilik pondok rupanya
dapat merasakan ара yang dirasakan Pandora. Dihampirinya pelayan setia itu
sambil tersenyum lebar, kemudian menepuk-nepuk bahunya.
"Tenanglah, Pandora.
Pertanyaanku tadi bukan karena aku tidak ingin buru-buru menolong Prajasena.
Tapi agar aku tahu jenis racun yang mengeram di dalam tubuhnya. Kau bisa
mengerti, bukan?"
Pandora menganggukkan kepala
pertanda mengerti. Diam-diam dia memaki kebodohan dirinya sendiri. Kakek di
depannya ini adalah paman guru dan sekaligus gum majikan mudanya. Dan belum
tentu kasih sayang kakek itu pada Prajasena kalah besar jlka di- bandingkan
dengan kasih sayangnya.
Lagi pula, mana mungkin
seorang gum tidak khawatir bila muridnya sedang sekarat? maki Pandora dalam
hati.
"Katakanlah, dengan siapa
Prajasena bertarung?" tanya kakek pemilik pondok lagi.
"Tuan bertarung dengan
Sepasang Iblis Gumn Banjar," sahut pelayan setia Pendekar Golok Baja
pelan.
"Sepasang Iblis Gurun
Banjar...," ulang paman gum Prajasena dengan alis berkemt. "Jadi,
dugaanku tepat rupanya...."
"Tuan sudah
tahu...?" tanya Pandora setengah tak percaya.
Kakek pemilik pondok hanya
menganggukkan kepala.
"Aku sudah menduganya
begitu memeriksa luka- nya. Pertanyaanku hanya untuk memastikan saja. Dan,
temyata dugaanku memang benar. Hhh...! Sungguh tidak kusangka kalau Sepasang
Iblis Gurun Banjar bentrok dengan Prajasena."
"Dalam salah satu
pengembaraannya, tuan telah membunuh murid Sepasang Iblis Gurun Banjar,"
ucap Pandora menjelaskan.
"Pantas...," sambut
kakek pemilik pondok sete- ngah mendesah. "Rupanya mereka ingin membalas
dendam...."
"Benar, Tuan."
"Pandora, kumohon kau
jangan memanggilku dengan panggilan tuan lagi. Gatal telingaku rasanya.
Panggil aku dengan namaku saja, Wirageni."
"Baiklah, Tu... eh,
Eyang." Pandora sengaja menyebut eyang karena penduduk dusun di sekitar
Hutan Karimun memanggil paman guru Prajasena ini dengan sebutan Eyang Wirageni.
"Sekarang kau tenanglah,
Pandora. Atau... lebih baik kau berjaga-jaga. Barangkali ada tamu-tamu tak
diundang yang datang kemari. Malam ini aku punya firasat tidak enak,
Pandora."
Ucapan Eyang Wirageni membuat
Pandora gelisah. Laki-laki berwajah bintik-bintik putih ini kenal betul siapa
Eyang Wirageni. Beliau adalah seorang tokoh sakti yang memiliki perasaan amat
tajam.
"Apakah pengobatan
majikanku butuh waktu cukup lama, Eyang?" tanya Pandora ingin tahu.
"Lama sih, tidak. Tapi,
pengobatan ini butuh tenaga dalam yang amat kuat. Dan sudah pasti akan
inenguras seluruh tenagaku. Perlu kau ketahui, Pandora. Prajasena terkena
racun yang bernpa uap. Jadi, aku harus mengobatinya dengan cara mendorong uap
beracun itu dengan tenaga dalamku. Kau tahu, Pandora, dalam keadaan begitu,
mudah saja begi seseorang membunuhku. Dan kalau pengobatan sudah ku- mulai, di
tanganmulah terfetak keselamatanku dan majikanmu. Mengerti, Pandora?"
"Mengerti, Eyang,"
sahut Pandora sambil menganggukkan kepala. Diam-diam jantung kakek berwajah
bintik-bintik putih ini berdebar tegang, mengingat tugas berat yang harus
diemban Dua nyawa orang-orang yang sangat dihormati, kini bergantung kepadanya.
Mudah-mudahan saja tidak ada apa-apa, harap pelayan setia ini dalam hati.
"Bersiaplah, Pandora. Aku
akan mulai" Setelah berkata demikian, Eyang Wirageni naik ke balai-balai
bambu, kemudian duduk bersila. Perlahan- lahan tubuh Pendekar Golok Baja yang
tertelentang, dibalikkan jadi tertelungkup. Kemudian dibukanya pakaian pendekar
itu.
Eyang Wirageni menarik napas
dalam-dalam seraya menarik tangannya yang terkepal di kedua sisi pinggang .
"Ssshhh...!"
Terdengar suara berdesis
begitu Eyang Wirageni mengeluarkan udara yang tadi disedot. Berbarengan dengan
hembusan napas melalui muiut, kedua tangan- нуа didorong ke depan dengan
jari-jari terbuka.
Lambat dan perlahan-lahan
kedua tangan keriput itu didorong. Dan setelah itu, Eyang Wirageni kembali
mengepalkan kedua tangannya ke sisi pinggang. Kali ini tanpa mengambil napas.
Kemudian kedua telapak
tangannya ditempelkan pada punggung Pendekar Golok Baja. Kakek pemilik pondok
ini mulai menyalurkan tenaga dalam untuk mengusir uap racun yang mengendap di
tubuh murid keponakannya.
Pandora mulai pasang sikap
waspada. Buntalan kain hitam yang sejak tadi dijinjing, ditaruh di bawah
balai-balai bambu. Sepasang matanya diedarkan ber- keliling, ke setiap sudut
ruangan.
Kakek berwajah bintik-bintik
putih ini merasa waktu berjalan begitu lambat Sebentar-sebentar sepasang
matanya dialihkan, antara sekeliling ruangan dan dua sosok tubuh yang berada di
balai-balai bambu. Dan kini dilihatnya bintik-bintik keringat mulai membasahi
wajah Eyang Wirageni. Mula-mula hanya sedikit, tapi semakin lama semakin
banyak. Sampai akhimya sekujur tubuh kakek itu mandi keringat.
Sepasang mata Pandora
membelalak begitu melihat uap tipis berwarna kehijauan, keluar dari kedua
lubang hidung majikan mudanya. Pelayan setia ini tahu kalau asap itu adalah uap
racun yang berhasil didesak keluar oleh hawa murni Eyang Wirageni.
Semakin lama uap itu semakin
bertambah tebal. Dan Pandora melihat kedua tangan Eyang Wirageni yang ditempel
di punggung Pendekar Golok Baja mulai beigetar. Tahu kalau Eyang Wirageni telah
mengerahkan tenaga dalam melewati batas, diam-diam jantung Pandora berdebar
tegang.
Mendadak wajah Pandora berubah
ketika pendengarannya yang tajam mendengar suara banyak lang- kah kaki mendekati
pondok. Suara langkah yang ringan, pertanda pemiliknya memiliki ilmu
meringankan tubuh cukup tinggj. Karuan saja suara-suara tadi membuat pelayan
setia ini jadi gelisah. Ternyata dugaan Eyang Wirageni tidak meleset, banyak
tamu- tamu tak diundang yang berkunjung ke pondok ini.
Dengan gerak mata kalap,
Pandora melirik ke arah dua sosok yang masih berada di atas balai-balai bambu.
Tampak olehnya kalau asap yang keluar dari lubang hidung sang Majikan sudah
menipis. Rerarti tak lama lagi seluruh uap racun akan musnah dari tubuh
majikannya.
Sementara itu, kedua tangan
Eyang Wirageni semakin keras bergetar. Samar-samar tampak asap Bpis mengepul
dari kepala Eyang Wirageni yang wajahnya merah padam. Kian lama uap itu kian
me- nebal. Pandora khawatir andaikan racun dalam diri Pendekar Golok Baja belum
habis keluar, tapi Eyang Wirageni sudah roboh kehabisan tenaga.
Di saat-saat yang menegangkan
itu, tiba-tiba....
Brakkk...!
Terdengar suara berderak keras
dari arah luar kamar. Tanpa melihat pun Pandora tahu kalau pintu depan pondok
telah dibobol orang. Jantung pelayan setia ini semakin berdebar keras karena
tahu kalau tamu-tamu tak diundang sudah masuk di dalam pondok.
Meskipun begitu, Pandora tetap
tidak bergeming dari tempatnya. Kakek berwajah bintik-bintik putih ini tidak
berani meninggalkan kedua tubuh tak berdaya Itu begitu saja. Khawatir kalau
begitu ditinggalkan, tamu tak diundang masuk ke kamar dan membunuh kedua orang
itu.
Kekhawatiran itulah yang
membuat Pandora mengambil keputusan menunggu kedatangan tamu- tamu tak diundang
di dalam kamar semadi Eyang Wirageni. Kakek berwajah bintik-bintik putih ini
tahu kalau tamu tak diundang itu akhimya akan mencari majikannya ke ruangan ini
juga.
Dan dugaan Pandora tidak
meleset! Beberapa saat setelah suara berderak keras terdengar, tahu-tahu di
ambang pintu kamar, berdiri beberapa sosok berpakaian serba merah. Sekelebatan
saja kakek berwajah bintik-bintik putih ini tahu jumlah mereka. Lima orang,
desis Pandora.
Lima orang berpakaian serba
merah melangkah memasuki pintu kamar. Sekilas pandangan mereka melirik ke arah
balai-balai bambu. Так sadar kakek berwajah bintik-bintik putih itu pun
mengikuti arah lirikan tamu-tamu tak diundang Dan diam-diam pelayan setia ini
bersyukur dalam hati melihat Eyang Wirageni telah menyelesaikan pengobatan. Dan
kini dilihatnya tengah bersemadi memuShkan tenaga dalam yang terkuras tadi.
"Serahkan pusaka Iblis
Hitam. Dan kami berjanji tidak akan mengganggu kalian," ujar salah seorang
tamu tak diundang. Pandang matanya ditujukan pada Pandora.
"Siapa kalian? Dan ара
yang kalian maksudkan dengan pusaka Iblis Hitam?" tanya Pandora, pura-pura
tidak mengerti.
"Kami adalah Lima
Alap-alap Bukit Jabal," jawab laki-laki berkumis melintang, yang tadi
meminta pusaka peninggalan Iblis Hitam. "Dan kami tidak suka main-main.
Cepat serahkan pusaka itu. Atau..., kami ambil dengan kekerasan?!"
Pandora tidak mau bersikap
main-main lagi. Sebelum tamu-tamu tak diundang lain berdatangan ke- mari,
kelima orang ini harus cepat dibungkam.
"Kalian boleh mengambil
pusaka itu setelah melangkahi mayatku!" tandas Pandora tegas.
"Keparat!" teriak
laki-laki berkumis melintang, sambil melesat ke depan. Kaki kanannya dikibaskan
ke arah pelayan setia Pendekar Golok Baja seraya memutar tubuh.
Wuttt...!
Angin cukup keras berkesiut
mengiringi tibanya serangan laki-laki berkumis melintang.
Pandora menyeringai lebar.
Dari deru angin yang mengiringi tibanya serangan, kekuatan tenaga dalam lawan
sudah bisa diukurnya. Мака tanpa ragu-ragu lagi tangan kirinya segera diangkat
melindungi pelipis sambil melontarkan tendangan kaki kanannya ke arah lutut
kiri laki-laki berkumis melintang itu.
Plakkk...! Tukkk!
"AkK..!"
Laki-laki berkumis melintang
yang juga merupakan orang pertama dari Lima Alap-alap Bulat Jabal berseru
tertahan. Kaki kanannya yang tertangkis tangan kakek berwajah bintik-bintik
putih tadi terasa sakit dan ngilu bukan main. Dan belum lagi rasa sakit itu
hllang, tendangan lawan telah mengenai lutut kirinya. Kontan sambungan tulang
lututnya terlepas.
Melihat dalam segebrakan saja
rekan mereka telah dipecundangi, tentu saja keempat Alap-alap Bukit Jabal
terkejut bukan main Salah seorang dari mereka bergegas menangkap tubuh
sahabatnya yang terhuyung-huyung.
"Kiгапуа kau memiliki
kepandaian juga, Kakek Peot," ucap salah seorang Alap-alap Bukit Jabal
yang bermata plcak. Selesai berkata begitu, diterjangnya Pandora dengan
serangan bertubi-tubi,
Dan belum lagi serangan
laki-laki bermata picak tiba, empat kawannya yang kini telah tahu kalau kakek
berwajah bintik-bintik putih bukan orang sembarangan, segera ikut menyerang.
Так terkecuali laki-laki berkumis melintang Dengan agak terpincang-pincang,
dia Ikut membantu serangan saudara-saudaranya.
Dan sekali menyerang, Lima
Alap-alap Bukit Jabal Hah menggunakan senjata andalaa Mereka semua menggunakan
sepasang pedang pendek berwama hitam mengkilat.
Suara berkesiutan nyaring dari
udara yang terbesel kelebatan pedang-pedang pendek Lima Alap-alap Bukit Jabal
memecah keheningan malam. Pandora yang memang sudah memutuskan untuk tidak
bertindak setengah-setengah, segera mencabut sebatang go lok pendek berwarna
putih mengkilat.
Srattt!
Seketika memancar sinar terang
menyilaukan mata ketika golok pendek keluar dari sarungnya. Dan secepat golok
itu tercabut, secepat itu pula Pandora i menangkis hujan serangan tamu tak
diundang.
Trang, trang, tranggg...!
Terdengar suara berdentangan
nyaring yang di- iringi pijaran bunga-bunga api di udara, tatkala golok pelayan
setia itu berbenturan dengan senjata-senjata para pengeroyok. Suara-suara
pekikan kaget segera terdengar dari mulut Lima Alap-alap Bukit Jabal. Bahkan
bukan itu saja, tubuh-tubuh merekapun terhuyung-huyung ke belakang. Jelas kalau
tenaga dalam yang dimiliki keltma pemburu pusaka peninggalan Iblis Hitam itu masih
jauh di bawah tenaga dalam Pandora.
Dan selagi tubuh-tubuh mereka
terhuyung-hu- yung, pelayan setia Pendekar Golok Baja itu kembali menyabetkan
golok berwarna putih mengkilat. Dan....
Srattt, srattt...!
"Aaakh...! Aaa...!
Terdengar jeritan-jeritan panjang
menyayat begitu golok Pandora membabat leher Lima Alap-alap Bukit Jabal satu
persatu. Darah segar kontan bermuncratan dari leher mereka yang terkoyak lebar.
Seketika itu juga tubuh kelima orang itu roboh ke tanah. Setelah
menggelepar-gelepar sesaat, akhimya diam tidak bergerak lagi. Tragis sekali
nasib Lima Alap-alap Bukit Jabal, mereka tewas di tangan orang yang sama sekali
tidak terkenaL
"Hhh...!"
Terdengar helaan napas berat
dari mulut Pandora. Wajah pelayan setia Prajasena ini tidak tampak gem- bira
meskipun melihat kelima lawan telah tewas. Bah- kan terlihat penyesalan
mendalam di wajah tua yang berbintik-bintik putih itu. Memang sebenarnya
Pandora inenyesal sekali telah membunuh Lima Alap-alap Bukit Jabal. Kalau saja
bukan karena terpaksa, belum tentu kakek ini tega membunuh kelima orang itu.
Tapi setidak-tidaknya kematian Lima Alap-alap Bukit Jabal Itu telah mengurangi
momok yang selama ini menakut- nakuti penduduk sekitar bukit itu.
Setelah memandangi lima sosok
mayat yang tergolek bermandi darah sejenak, Pandora segera menyarungkan kembali
goloknya. Так lupa menyeka dulu darah yang menodai batang golok dengan pa-
kaian salah seorang mayat Lima Alap-alap Bukit Jabal.
Trekkk!
Kini golok putih berkilat
telah masuk kembali ke dalam sarungnya. Baru setelah itu, Pandora mengalih- kan
perhatian ke arah dua sosok tubuh yang tergolek di atas balai-balai bambu.
Ditatapnya Eyang Wirageni yang masih khusuk bersemadi penuh perhatian.
Terdengar desahan lembut berirama tetap setiap kali paman guru majikannya itu
menarik dan mengeluarkan napas.
Sesaat kemudian, Pandora
mengalihkan pandangan ke arah tubuh junjungan mudanya yang masih tergolek di
balai-balai bambu. Desah napas lembut tapi teratur menandakan kalau Pendekar
Golok Baja tengah tertidur lelap.
"Uuuhhh...!"
Mendadak terdengar keluhan
pelan mengiringi tubuh Prajasena yang menggeliat. Melihat hal ini, seketjka
wajah Pandora berseri-seri. Bergegas dia mendekati balai-balai bambu.
"Tuan...," panggil
kakek berwajah bintik-bintik putih itu. Nada suaranya menyiratkan rasa gembira
yang menggelora.
"Pandora...," desah
Pendekar Golok Baja pelan. Setelah mengerjap-ngerjap beberapa saat, baru
kemudian sepasang kelopak matanya membuka. Dan yang pertama kali dilihat
adalah wajah pelayan setianya. Tapi, masih teriihat samar-samar. Memang tadi
Prajasena memanggil nama Pandora sebelum membuka matanya. Dia memanggil
pelayannya karena mende- ngar panggilan Pandora.
"Ya, Tuan...," sahut
Pandora gembira.
Pandora tahu kalau majikan
mudanya telah bebas dari cengkeraman racun jahat Sepasang Iblis Gurun Banjar.
Wajah itu telah agak memerah kembali, sungguhpun masih agakpucat. Dan sepasang
bola mata yang tidak kehijauan seperti sebelumnya, telah inenjadi bukti nyata
kalau Pendekar Golok Baja telah Iwbas dari racun. Memang, semula wajah dan
sepasang bola mata Prajasena berubah kehijauan.
"Di manakah aku,
Pandora...," tanya Prajasena ftambil mengedarkan pandangan berkeliling.
'Tuan, lupa...?" Pandora
sengaja tidak segera inenjawab pertanyaan Pendekar Golok Baja. Dibiar- kannya
Prajasena mengamati seluruh penjuru tempat itu .
"Rasanya aku mengenal
tempat ini...," gumam Prajasena pelan sambil mengernyitkan dahi. Jelas
kalau Pendekar Golok Baja tengah menguras ingatannya.
"Ingat-ingatlah,
Tuan...," sambut Pandora. 'Teru- tama sejak Tuan berhasil mengusir
Sepasang Iblis Gurun Banjar."
"Ah...! Aku ingat
sekarang...!" sentak Pendekar Golok Baja setelah termenung sejenak.
Apalagi setelah terpandang olehnya tubuh Eyang Wirageni yang tengah bersemadi.
"Ара yang telah terjadi,
Pandora? Dan mengapa eyang bersemadi?"
Pandora tertegun sejenak. Dan
sebelum sempat menjawab pertanyaan junjungannya, kembali terdengar suara
bernada terkejut dari mulut Prajasena.
"Siapa mereka,
Pandora?" tanya Pendekar Golok Baja sambil menudingkan jari telunjuk pada
lima sosok mayat yang tergolek di'lantai. "Dan..., siapa yang membunuh
mereka?""Hhh...!"
Kembali terdengar helaan napas
berat dari mulut Pandora. Akhimya kakek ini pun menceritakan semua yang telah
terjadi.
Sambil tetap berbaring di balai-balai
bambu, Pendekar Golok Baja mendengar penuturan pelayannya penuh perhatian
Sesekali terdengar seruan kaget dari mulutnya, selagi pelayan setia itu
bercerita.
"Jadi, Eyang bersemadi
untuk memulihkan tenaganya yang terkuras ketika mengusir racun yang mengeram di
tubuhku," gumam Prajasena setengah berdesah.
"Dan..., sungguh sama
sekali tidak kusangka kalau Lima Alap-alap Bukit Jabal bisa sampai kemari
Ahhh...! Sudah dapat kuduga kalau berita pusaka Iblis Hitam telah tersiar luas
di dunia persilatan...."
"Ара yang kau katakan
sama sekali tidak salah, Pendekar Golok Baja," sahut sebuah suara, me-
nanggapi gumaman laki-laki bercambang lebat itu.
Tentu saja sambutan yang sama
sekali Hdak di- sangka-sangka Itu membuat Prajasena terkejut. Bah- kan bukan
hanya Pendekar Golok Baja saja, Pandora pun dilanda perasaan yang sama.
Sebelumnya mereka sama sekali tidak mendengar langkah orang mendekati tempat
ini. Hampir berbareng Pendekar Golok Baja
dan Pandora menoleh ke arah
asal suara.
***
Di ambang pintu pondok Eyang
Wirageni telah lwrdiri sesosok tubuh kurus kering. Usia laki-laki yang
hnmpir-hampir tak berdaging ini sukar ditebak. Tapi, yang Jelas sudah lebih
dari enam puluh tahun. Warna kulit yang kemerahan berlawanan sekali dengan
pakaian serba putih yang dikenakannya. Sementara di tangan kanan tergenggam
sebatang tongkat merah ber- u)ung tengkorak kepala manusia.
"Tengkorak
Merah...," desis Pendekar Golok Baja pelan. Nada suara dan wajahnya
memperlihatkan ke- terkejutan yang amat sangat. Laki-laki gagah bercambang
lebat ini memang pemah mendengar julukan tokoh itu. Tengkorak Merah adalah
salah seorang tokoh allran hitam yang terkenal dengan kesaktian dan
kekejamannya. Bahkan nama besar Tengkorak Merah tak kalah tenar dengan Sepasang
Iblis Gurun Banjar.
Pandora terkejut bukan main
manakala tahu kalau lamu tak diundang yang berdiri di ambang pintu adalah
Tengkorak Merah. Mendadak wajah pelayan setia ini seketika pucat pasi. Karena
mengkhawatirkan kese- lamatan majikannya. Meskipun racun yang mengeram di tubuh
Prajasena telah lenyap, tapi Pandora tahu kalau saat ini tubuh majikan mudanya
itu berada dalam keadaan tidak berdaya. Tenaga dalam Pendekar Golok Baja belum
pulih sama sekali.
"Ah...! Temyata matamu
masih awas juga, Pei dekar Golok Baja," ucap Tengkorak Merah sambil
tersenyum mengejek. Suaranya melengking mirip suar; wanita. "Sayang...,
saat ini kau dalam keadaan lemah. Kalau tidak..., mungkin akan sangat
membahagiakan hatiku. Sudah lama aku bem'iat menguji kepandaian-i mu. Sekadar
ingin tahu, apakah nama besarmu setara | dengan kepandaianmu."
'Tidak usah bertele-tele,
Tengkorak Merah!" sergah Pendekar Golok Baja keras, seraya berusah bangkit
dari pembaringan. Kedua tangannya menggigil ketika berusaha bangkit dengan
bertumpu pada kedua I tangannya. "Langsung katakan saja maksud kedatang-1
anmu kemari!"
Sepasang mata laki-laki
bertubuh kurus kering itu nampak berkilat-kilat penuh kemarahan ketika
mendengar jawaban yang bernada kasar.
"Sungguh tidak kusangka
kalau dalam keadaan seperti ini pun kau masih bersikap galak, Pendek Golok
Baja. Kau lahu, kalau aku mau, mudah saja I aku membunuhmu!" ancam
Tengkorak Merah.
"Kalau mau bunuh, silakan
bunuh! Kau pildr aku I takut mati?" sahutan dari Prajasena masih tetap
kasar | dan bemada tinggi.
"Kaparat! Mulutmu semakin
kurang ajar, Pendekar Golok Baja Kalau tidak kuberi pelajaran, kau akan
menginjak kepalaku!"Setelah berkata demikian, Tengkorak Merah me-
ngibaskan tangan kin. Pelan saja kelihatannya. Tapi hebatnya, dari tangan kurus
itu berhernbus serangkum angin keras ke arah Prajasena yang sudah mampu duduk
di atas balai-balai.
Wuttt... !
Bresss...!
"Akh!"
Pendekar Golok Baja memekik
tertahan ketika lubuhnya teHempar hingga menabrak dinding di belakangnya.
Brukkk!
Terdengar suara berdebukan
keras ketika tubuh laki-laki gagah bercambang lebat itu jatuh ke tanah.
"Tuan...!"
Pandora berseru kaget melihat
keadaan majikan mudanya Cepat-cepat kakek berwajah bintik-bintik putih itu
melesat menghampiri Pendekar Golok Baja. Kejadian itu memang begitu mendadak
sehingga Pandora tadi tidak sempat memberi pertolongan.
Pendekar Golok Baja meringis
merasakan sekujur tubuhnya sakit-sakit akibat membentur dinding. Prajasena
berusaha bangkit, namun temyata tidak mampu. Pendekar ini membutuhkan waktu
cukup lama untuk bersemadi kalau ingin memulihkan tenaganya.
Pandora segera membungkukkan
tubuh untuk memeriksa keadaan majikan mudanya. Lega rasa hatinya ketika
mengetahui Pendekar Golok Baja sama sekali tidak teriuka. Hanya rasa sakit dan
nyeri-nyeri yang melanda sekujur tubuh laki-laki gagah bercambang lebat ini.
Itu pun karena benturan dengan dinding dan lantai, bukan karena serangan yang
di lakukan Tengkorak Merah. Memang laki-laki bertubuh kurus kering itu hanya
bermaksud melempar tubuh I Prajasena, sama sekali tidak bermaksud melukai.
"!tu hanya sekadar
pelajaran saja, Pendekar Golok I Baja, agar kau bisa berkata sedikit lembut
kepadaku!" ejek Tengkorak Merah.
Pendekar Golok Baja hanya
mendengus.
"Cepat serahkan pusaka
peninggalan Iblis Hitam padaku kalau kau ingin selamat, Pendekar Golok Ba-i
ja!"
"Kau hanya dapat
memffikinya kalau aku telah jadi mayat!" tandas Prajasena tegas.
"Keparat! Kalau memang
itu keinginanmu, mam- puslah...!"
Setelah berkata demikian,
Tengkorak Merah melompat menerjang. Tongkat merah berujung tengkorak diayunkan
ke arah kepala Pendekar Golok Baja.
Wuuut..!
Angin keras beihembus deras
sebelum sambaran tongkat tiba. Pandora tentu saja Hdak membiarkar kepala
majikan mudanya pecah terhantam tongkai laki-laki bertubuh kurus kering Secepat
kilat kakek berwajah bintik-bintik putih itu bangkit seraya menghunus golok
pendeknya. Srattt!
Begitu golok berwarna putih
mengkilat keluar dari •nrungnya, langsung saja Pandora memapak samb.irari
inngkat Tengkorak Merah.
Tranggg...!
Terdengar suara berdentang
nyaring begitu kedua «irjata berbenturan. Seketika bunga-bunga api berpijaran
di udara.
"Akh...!"
Pandora memekik tertahan.
Tubuhnya kontan wrhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang. Sekujur tangannya
terasa kesemutan, bahkan golok yang dgenggam hampir-hampir teriepas dari
pegangan. Sementara Tengkorak Merah sama sekali tidak leipengaruh. Jelas kalau
tenaga dalam laki-laki bertubuh kurus kering itu jauh di atas tenaga dalam
yang dimiliki Pandora.
"Pelayan keparat!"
maki Tengkorak Merah keras. Tokoh aliran hitam ini merasa geram bukan main
melihat serangannya ditangkis Pandora. Dan kini kemarahannya dilampiaskan pada
kakek berwajah bintik-bintik putih itu.
Wuuut..!
Kembali Tengkorak Merah
melancarkan serangan. Tnpl kali ini kepada Pandora. Tongkat berkepala
tengkoraknya ditusukkan cepat ke arah dada Pandora yang masih terhuyung-huyung.
Pandora kaget bukan main.
Untuk mengelak ra- tanya sudah tidak mungkin lagi dapat dilakukan. Jangankan
mengelak, mematahkan daya dorong yang membuat tubuhnya terhuyung-huyungpun dia
tak mampu Tidak ada jalan lain baginya kecuali menangkis tusukan tongkat
berujung tengkorak kepala manusia. Dan itulah yang dilakukan Pandora untuk
menyelamatkan selembar nyawanya. Buru-buru goloknya digerakkan menangkis.
Tranggg...!
"Akh...!"
Untuk kedua kalinya Pandora
memekik tertahan Tubuhnya kembali terhuyung-huyung ke belakang Bahkan kali ini
diikuti dengan terlepasnya golok dari genggam nya.
"Haaat..!"
Disertai teriakan nyaring,
Tengkorak Merah kembali menyabetkan tongkat merahnya ke arah Pandora .
Kali ini Pandora tidak mampu
berbuat apa-apa lagi. Kakek berwajah bintik-bintik putih ini hanya dapat pasrah
menanti ajal datang menjemput. Tubuh yang masih terhuyung-huyung, menyulitkan
dirinya mengelakkan sabetan tongkat.
Tapi di saat kritis bagi
keselamatan Pandora terdengar suara berdesing nyaring yang disusul denga
melesatnya seleret sinar putih berkilat ke arah tongkat yang mengancam kepala
pelayan setia itu.
Tranggg...!
Seketika itu juga benda putih
berkilat terpenta balik ketika berbenturan dengan tongkat berujung tengkorak
kepala manusia milik Tengkorak Merah Dan langsung menancap di dinding sampai
tembus ke gagangnya. Rupanya benda putih berkilat itu adalah sebilah pisau
terbang.
Tengkorak Merah menggeram
keras, manakala mendapati serangannya kembali digagalkan orang. Dan belum lagi
dia sempat berbuat sesuatu, tahu-tahu melesat sesosok bayangan putih. Sesaat
kemudian di tk'pan laki-laki bertubuh kurtis kering itu telah berdiri I yang
Wirageni dengan tenangnya. Rupanya begitu melihat keselamatan Pandora terancam,
kakek ini se- цега turun tangan tanpa mempedulikan tenaganya yang belum pulih
seluruhnya. Karena waktu yang sudah mendesak, dilemparkannya sebilah pisau
terbang sebagai penghambat serangan Tengkorak Merah.
"Pandora..., cepat kau
bawa Prajasena dari sini!" sambil berkata begitu, Eyang Wirageni segera
menerjang Tengkorak Merah. Tongkat baja yang sejak tadi lergenggam di tangannya
segera menotok cepat ke arah ulu hati lawan.
Pandora adalah seorang yang
telah kenyang pe- ngalaman. Мака sekali lihat saja kakek berwajah hlntik-bintik
putih Ini lahu kalau Eyang Wirageni •engaja mengorbankan nyawanya untuk
keselamatan ilia, Pendekar Golok Baja, dan terutama sekali pusaka Iblis Hitam.
Pandora tahu kalau Eyang Wirageni belum herhasil memulihkan seluruh tenaganya.
Tanpa membuang-buang waktu
lagi, Pandora segera menghampiri Pendekar Golok Baja dan memanggulnya. Так lupa
menyambar buntalan kain hitam yang berisi pusaka peninggalan Iblis Hitam. Dan
sebelum melesat kabur dari situ, dia menyempatkan melirlk pertarungan yang
terjadi antara Tengkok Merah dengan Eyang Wirageni.
Sementara itu, Eyang Wirageni
terus menghujani Tengkorak Merah dengan serangan-serangan dahsyat untuk memberi
kesempatan Pandora kabur.
Tengkorak Merah meraung murka
melihat Pindora berhasil kabur dengan membawa pusaka yang diincamya. Kini
kemarahannya dilampiaskan pada Eyang Wirageni.
Eyang Wirageni menggertakkan
giginya, mengerahkan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Tapi, temyata hasilnya
tetap sia-sia. Tenaga dalamnya belum kembali seluruhnya. Dan dengan berkurai
tenaga dalam, berkurang pula kemampuannya. Sesekali kedua senjata mereka
beradu, Eyang Wiragei selalu terhuyung ke belakang dengan tangan yang
menggenggam tongkat tergetar hebat. Sementara lawannya sama sekali tidak
menderita suatu ара. DI jurus-jurus awal, pertarungan antara kedua orang tokoh
sakti ini masih berlangsung imbang. Tapi menginjak jurus ke lima belas, tampak
keunggulan Tengkorak Merah.
Sebenamya kalau saja Eyang
Wirageni berad dalam kondisi biasa, belum tentu Tengkorak Метан! mampu
mendesak. Tapi, karena kakek yang menjadi guru Pendekar Golok Baja ini belum
berhasil memulihkan seluruh tenaga dalamnya, laki-laki bertubuh kurus kering
itu bisa mendesaknya.
Tranggg...!
Kembali untuk kesekian kalinya
senjata kedua tokoh sakti berbenturan. Kali ini benturan yang terjadi demikian
keras, sehingga tak pelak lagi Eyang Wirageni terjengkang ke belakang. Dan
sebelum paman guru Prajasena ini berbuat sesuatu, tahu-tahu tongkat berujung kepala
tengkorak lawan telah meluruk cepat ke dada.
Wuuut...! Bukkk!
"Huakkk...!"
Terdengar suara berderak keras
ketika tongkat bemjung kepala menghantam telak dan keras dada Eyang Wirageni.
Seketika itu juga tubuh paman guru Pendekar Golok Baja terlempar jauh ke
belakang. Darah segar berhamburan deras dari mulut, hidung, dan telinga Eyang
Wirageni. Nyawa Eyang Wirageni meninggalkan raganya dengan sekujur tulang dada
remuk.
Melihat lawannya tewas, tanpa
membuang-buang waktu lagi Tengkorak Merah melesat meninggalkan pondok. Mengejar
Pandora yang telah membawa lari pusaka dan juga majikan mudanya.
Sementara itu Pandora terus
berlari cepat meninggalkan pondok Eyang Wirageni Walaupun agak repot karena
tangan kanannya harus memegangi tubuh Pendekar Golok Baja yang terpanggul di
bahu, sedangkan tangan kiri sibuk menjunjung buntalan kain hitam, kakek
berwajah bintik-bintik putih terus berlari.
Tapi belum berapa jauh
melangkah, mendadak Pandora berhenti berlari. Kedua kaki kakek ini menggigil
keras, sementara sepasang matanya membelalak ke depan. Kalau saja suasana malam
tidak remang- remang, tentu akan. terlihat jelas betapa pucatnya wajah pelayan
setia ini.
"Ada ара, Pandora?"
tanya Pendekar Golok Baja begitu merasakan kakek itu menghentikan larinya
secara tiba-tiba.
"T... Ttt.., Tuan lihat
saja sendiri...," sahut pelayan setia itu. Suaranya terputus-putus
seperti orang diserang demam hebat .
"Kalau begitu...,
turunkan aku, Pandora," pinta Prajasena. Laki-laki gagah ini jadi ingin
tahu ара yang telah membuat pelayan setianya kelihatan takut bukan main.
Pandora segera menurunkan
tubuh majikan mudanya dengan pandangan mata masih tertuju ke depan.
Ternyata bukan hanya Pandora
saja yang terkejut melihat pemandangan yang terpampang di depan, Pendekar Golok
Baja pun dilanda perasaan serupa.
"M.... Mmm...
mustahil...," meskipun dengai agak gagap akhimya keluar juga ucapan
bernada terkejut itu. Mungkin sebenarnya akan keras suara yang keluar dari
mulut Pendekar Golok Baja. Tapi karena keterkejutan yang amat sangat, suaranya
malah tersumbat di tenggorokan.
"Tidak salahkah yang kita
tihat ini, Tuan?" tanya Pandora yang telah berhasil mengatasi rasa
terkejut.
'Tidak, Pandora," sahut
Pendekar Golok Baja nambil menggelengkan kepala. "Dia memang Iblis
Hitam...."
Di bawah keremangan malam, di
hadapan kedua orang itu, terlihat sesosok tubuh berpakaian serba hitam tengah
mengamuk menghadapi belasan pengeroyok. Sosok itu memang pantas bila dijuluki
Iblis Hitam, karena sekujur tubuhnya terbalut kain serba hitam. Mulai dari
kepalanya yang tertutup selubung berwarna hitam, dan yang terlihat hanya
sepasang matanya saja, sampai ke kaki dan sepatunya berwarna hitam. Kedua
tangannya terbungkus sepasang sarung tangan yang juga berwarna hitam.
Pakaian sosok serba hitam yang
berjuluk Iblis Hitam adalah sebuah mantel hitam yang berkibaran keras setiap
kali tubuhnya bergerak.
"Lalu..., bagaimana
dengan isi buntalan ini, Tuan?" tanya Pandora lagi, seraya mengangkat
buntalan kain hitam yang sejak tadi dijinjingnya.
Pendekar Golok Baja
terperanjat kaget, laki-laki gagah ini baru teringat pada buntalan kain hitam
yang selama ini diketahuinya berisi seluruh perlengkapan Iblis Hitam. Apakah
Iblis Hitam ada dua? tanyanya dalam hati dengan perasaan bingung. Atau...,
memang реti kayu jati yang terdapat dalam buntalan kain hitam ini sebenamya
tidak berisi apa-apa?
Teringat semua itu, Prajasena
kembali memperhatikan sosok serba hitam yang masih saja melakukan pembantaian.
Jelas terlihat kalau di kedua belah tangan sosok serba hitam itu tergenggam
sepasang kapak hitam mengkilat Tidak salah lagi! Sosok serba hitam itu adalah
Iblis Hitam!
"Buka buntalan itu,
Pandora," ucap Pendekar Golok Baja setelah tercenung sesaat. Ingin
membuktikan apakah semua benda yang terdapat dalam peti kayu jati hitam masih
ada di dalamnya? Terlihat jelas kalau sosok serba hitam itu memiliki semua
ciri-ciri Iblis Hitam. Mulai dari perlengkapan, sampai pada jurus-jurus yang
dimainkannya.
Pandora segera membuka
buntalan kain hitam, dan menyerahkan peti kayu jati pada majikan mudanya,
Setelah menerimanya, Pendekar Golok Baja memperhatikan seluruh bagian luar peti
sejenak. Baru kemudian mengeluarkan sebuah anak kunci dari balik baju. Memang
peti itu terkunci dengan sebuah gembok.
Tanpa sepengetahuan Pendekar
Golok Baja dan Pandora, Tengkorak Merah diam-diam sudah berada di belakang
mereka. Dan seperfi juga kedua orang itu, Tengkorak Merah juga merasa terkejut
begitu melihat sosok serba hitam yang diketahuinya berjuluk Iblis Hitam tengah
mengamuk menghadapi belasan tokoh- tokoh persilatan. Так salah lagi,
orang-orang itu berusaha memperebutkan pusaka warisan Iblis Hitam, juga
Tengkorak Merah.
Dan seperti juga Pendekar
Golok Baja dan Pandora, Tengkorak Merah pun tidak percaya kalau sosok serba
hitam di hadapannya adalah Iblis Hitam. Sepengetahuannya, tokoh aliran hitam
yang mengerikan itu lelah meninggal dunia puluhan tahun silam. Dan pusaka iblis
itu kini ada di tangan Pendekar Golok Haja. Bagaimana mungkin Iblis Hitam bisa
muncul dan mengamuk di sanа ? Tengkorak Merah tak habis mengerti.
Didorong oleh rasa ingin tahu,
diam-diam Tengkorak Merah mengintai Pendekar Golok Baja yang tengah membuka
peti.
Dengan jantung berdebar-debar,
Prajasena membuka tutup peti yang telah dibuka gemboknya. Dan....
"Kosong...?!"
Hampir serentak Pendekar Golok
Baja dan Pandora mendesis begitu melihat di dalam peti tidak lerdapat apa-apa,
kecuali sebuah balok kayu yang mungkin sengaja dimasukkan agar peti tidak
kosong sama sekali , Kalau saja suasana malam tidak remang-remang, akan terlihat
jelas kalau wajah Prajasena dan pelayan setianya pucat pasi. Jantung keduanya
berdebar keras saking tegangnya.
Pendekar Golok Baja kembali
memandang ke depan. Dilihatnya pengeroyok Iblis Hitam yang semula berjumlah
puluhan tinggal beberapa gelintir lagi.
"Aaakh...!"
Kembali untuk kesekian kali
terdengar jeritan memilukan yang disusul dengan robohnya sesosok tu-buh tanpa
nyawa di tanah. Pemt orang itu robek lebai terkena babatan kapak Iblis Hitam.
"Ha ha ha...!"
Sosok serba hitam itu
memperdengarkan tawa aneh. Suaranya pelan, berat, tapi bergaung. Dan semakin
lama semakin mengeras. Para pengeroyok yang sejak tadi sudah merasa gentar,
segera melesat kabur Tapi sebelum mereka melangkah jauh, terdengar suara
mendengus keras. Dan belum lagi gema lengusan lenyap, sesosok bayangan hitam
menyambar tubuh mereka. Dan....
"Aaakh...!"
"Aaa...!"
Sisa pengeroyok menjerit
memilukan. Sebentar mereka bergeleparan di tanah, sebelum akhimya diam tidak
bergerak lagi. Tewas dengan luka-luka mengang; akibat sambaran sepasang kapak
sosok serba hitam!
'Itulah hukuman bagi orang
yang mencoba-col memperebutkan pusaka Iblis Hitam! Ha ha ha...!" lagi-lagi
terdengar tawa aneh dari mulut sosok tubi serba hitam.
Setelah puas tertawa, Iblis
Hitam mengalihl pandangan ke arah dua sosok yang sejak tadi mem] hafikan dengan
sorot mata tegang. Siapa lagi kala! bukan Pandora dan Pendekar Golok Baja.
Sedangkai Tengkorak Merah yang melihat kalau peti pusaka Ibl Hitam kosong,
sudah sejak tadi kabur dari situ.
Так sadar Pendekar Golok Baja
dan Pandon melangkah tiga tindak ke belakang begitu Iblis Hitai nn.natap ke
arah mereka. Perbawa Iblis Hitam sejak puluhan tahun bahkan mungkin seratus
tahun yang lulu memang menggiriskan. Ternyata bukan hanya Pandora dan Pendekar
Golok Baja yang terkejut, Iblis Hitam pun dilanda perasaan serupa. Tampak
sepasang mata yang mencorong itu terbelalak kaget.
Luar biasa! hanya dengan
sekali melangkah, tubuh Iblis Hitam sudah berada lebih dari sepuluh tombak di
depan.
"Luar biasa...,"
desah Pendekar Golok Baja begitu perasaan tegang yang melanda hafinya mulai
ama. Kepandaiannya luar biasa sekali...."
"Tuan...," ucap
Pandora ragu-ragu.
"Ada ара, Pandora?"
tanya Prajasena, tanpa inengalihkan pandangan ke arah Iblis hitam lenyap
ditelan kegelapan malam.
"Sejarah akan berulang,
Tuan," keluh kakek berwajah bintik-bintik putih itu. Suaranya pelan.
"Ара maksudmu,
Pandora?" tanya Pendekar Golok Baja belum mengerti karena perhatiannya
masih tertuju pada Iblis Hitam.
"Sejarah Iblis Hitam yang
berlumuran darah...," Jawab Pandora dengan suara mengambang.
"Hhh...!"
Pendekar Golok Baja menghela
napas berat. Nampak jelas kalau laki-laki gagah ini merasa tertekan melihat
kenyataan yang dihadapinya.
"Tidak ada yang bisa
kulakukan, Pandora," setelah sekian lama akhimya keluar Juga ucapan dari
mulut Prajasena.
"Maksud, Tuan...?"
Pandora masih belum jela» dengan ucapan sang Majikan.
"Kepandaianku sama sekali
tidak berarti bll« dibandingkan dengan kepandaiannya...," keluh Prajasena.
"Bagaimana Tuan bisa
tahu?" tanya Pandora. Ada nada penasaran dalam suaranya. "Apakah Tuan
pernah bertarung dengan dia?"
Pendekar Golok Baja
menggelengkan kepala.
"Eyang Wirageni yang
mengatakan padaku."
"Maksud...,
Tuan...?"
"Sejak zaman Iblis Hitam
pertama sampai yang terakhir, yaitu ayahku, leluhur-leluhur Eyang Wirageni
berusaha menahan sepak terjang Iblis Hitam. Baik dengan cara halus maupun cara
kasar."
"Lalu..., hasilnya
bagaimana, Tuan?" tanya Pandora ingin tahu.
"Iblis Hitam menaklukkan
mereka," keluh Prajasena. "Kepandaian Iblis Hitam turun temurun jauh
diatas keturunan Eyang Wirageni."
"Apakah Iblis Hitam dan
keturunannya membasmi leluhur-leluhur Eyang Wirageni?" tanya Pandora lagi.
Pendekar Golok Baja
menggelengkan kepala.
"ltulah hebatnya,"
sahut Prajasena bemada me muji. "Betapapun sesatnya Iblis Hitam dan
keturunannya..., mereka tetap tidak membunuh leluhur-leluhur Eyang Wirageni
turun temurun. Padahal jelas-jelas kalau dari dulu leluhur Eyang Wirageni
berusaha sekuat tenaga menaklukkan mereka."
"Pantas Eyang Wirageni
mau menerima Tuan dan ndlk tuan. Meskipun dia tahu kalau Tuan dan adik luan
adalah keturunan Iblis Hitam," sambut pelayan setia itu mulai paham.
"Yahhh...! Eyang Wirageni
merasa berhutang budi."
Suasana menjadi hening ketika
Pendekar Golok Baja menyelesaikan ucapannya. Kini yang terdengar ditempat itu
hanya suara jangkrik dan serangga malam lainnya.
"Jadi..., atas dasar
kekalahan leluhur-leluhur Eyang Wirageni turun temurun itulah yang menyebabkan
Tuan tidak yakin mampu mengalahkan Iblis Hitam?" tanya Pandora lagi,
memecahkan keheningan malam .
"Ya," sahut
Prajasena. "Kini aku terhitung keturunan Eyang Wirageni. Dan aku telah
menguasai seluruh ilmu leluhurnya. Tapi, Iblis Hitam yang tadi muncul juga
telah menguasai seluruh ilmu warisan Iblis Hitam. Jadi, mana mungkin aku mampu
mengalahkan dia. Di samping itu ada pantangan besar menentang leluhurku."
Pandora terdiam seketika.
"Hanya yang masih
membuatku bingung, dari mana Iblis Hitam tadi mendapatkan pusaka-pusakanya?
Padahal, aku tahu pasti kalau ayah telah mewaris- kan semuanya padaku. Dan
sejak diwariskan, peti itu sdalu kubawa-bawa. Dan hampir setiap hari aku
memeriksa gemboknya," ucap Prajasena dengan suara mengandung keheranan
besar.
"Sewaktu Tuan memeriksa
peti, apakah Tuan juga memeriksa isinya?" tanya Pandora ingin tahu.
"Kuakui aku memang
ceroboh, Pandora. Aku sama sekali tidak memeriksa isinya. Begitu kulihat tutup
peti masih tergembok, dan keadaan gembok tidak mengalami suatu ара, tenanglah
hatiku. Sungguh tidak kusangka kalau kecerobohanku berakibat fatal."
Pandora menatap wajah majikan
mudanya yang dipenuhi rasa penyesalan mendalam. Pelayan setia ini tidak berani
mengeluarkan kata-kata lagi.
"Entah sejak kapan pusaka
itu telah lenyap dari tempatnya," kembali Pendekar Golok Baja menggumam
pelan.
"Hhh...!"
Suara helaan napas berat
Pandora saja yang menjawab pertanyaan Prajasena. Kakek berwajah bintik-bintik
putih itu tidak tahu harus berkata ара.
"Entah siapa orang yang
telah mencemari nama leluhurku," ucap laki-laki gagah bercambang lebat itu
lagi. Masih bernada keluhan.
"Dunia persilatan akan
gempar kembali, Tuan," akhimya keluar juga kata-kata dari mulut Pandora.
"Yahhh...!" Pendekar
Golok Baja hanya mendesah pelan.
"Iblis Hitam akan
merajalela kembali tanpa ada seorang pun yang bisa menahannya," sela
Pandora.
Pendekar Golok Baja sama
sekali tidak menanggapi ucapan Pandora. Kakinya kembali dilangkahkan menuju
pondok Eyang Wirageni. Kehadiran Iblis Hitam membuat Prajasena mendadak bisa
bangkit berdiri dan berjalan normal. Hanya saja tenaga dalamnya belum pulih
secara keseluruhan.
"Eyang...!" seru
Pendekar Golok Baja begitu melihat tubuh paman gurunya tergeletak tak berdaya
di lantai. Darah menggenang di sekitar tubuh Eyang Wirageni. Dengan langkah
terhuyung-huyung karena kondisi yang memang masih lemah, Prajasena berlari
menghambur ke arah tubuh yang tergolek.
Terdengar suara berkerotokan
keras ketika laki- laki gagah bercambang lebat itu menggertakkan gigi.
Kemarahan bercampur kesedihan yang amat sangat melanda hati Prajasena.
"Aku berjanji Eyang. Akan
kubalas kekejian ini. Tengkorak Merah! Tunggulah pembalasanku!" desis
Prajasena penuh ancaman.
"Pandora...! tolong
angkat mayat Eyang," ucap Pendekar Golok Baja pada Pandora, setelah
berhasil meredakan perasaan hatinya yang terguncang. Suaranya masih terdengar
serak. Jelas kalau Prajasena dilanda perasaan sedih yang menggelegak. Kalau
saja kondisi pendekar ini tidak dalam keadaan lemah, mayat Eyang Wirageni sudah
diangkatnya sendiri.
"Hhh...!"
Hanya helaan napas berat yang
dapat dikeluarkan oleh Pendekar Golok Baja untuk melampiaskan perasaan geram
yang melanda dirinya. Ара lagi yang dapat dilakukannya, dalam keadaan tidak
berdaya seperti ini?
Pandora segera membungkukkan
tubuh. Lalu mengangkat mayat Eyang Wirageni, dan membawanya keluar rumah.
Prajasena mengikuti di belakang. Dan malam itu juga, mayat Eyang Wirageni
dikuburkan.
***
Tengkorak Merah bertari cepat
mengerahkan selurah ilmu meringankan tubuhnya. Sekali lihat, laki-laki bertubuh
kurus kering ini sadar kalau dirinya bukan tandingan Iblis Hitam yang
menggiriskan. Itulah sebabnya dia mengambil keputusan untuk melarikan diri
sebelum Iblis Hitam menghabiskan semua lawannya .
Hati laki-laki bertubuh kurus
kering ini sudah agak lega setelah beberapa saat berlari, temyata tidak ada
tanda-tanda yang mengejamya. Tapi, mendadak jantung Tengkorak Merah berdebar
tegang melihat sosok serba hitam berdiri beberapa tombak di hadapannya Iblis
Hitamkah sosok yang menghadang jalannya ! desis laki-laki kurus kering ini
dalam hati.
"Ha ha ha...!"
Sosok serba hitam itu
memperdengarkan tawa aneh. Suaranya pelan, berat, tapi bergaung. Sepertl tawa
itu terdengar dari mulut setan penghuni kuburan.
"Iblis Hitam...,"
desis Tengkorak Merah. Suaranya bergetar karena ketegangan yang melanda hatinya.
"Ha ha ha...!"
Hanya tawa aneh Iblis Hitam
saja yang menyahut ucapan Tengkorak Merah.
"Mengapa kau hadang
jalanku, Iblis Hitam?" tanya laki-laki bertubuh kurus kering itu parau.
"Bukankah aku tidak pernah punya urusan denganmu?!"
"Hmh...!" Iblis Hitam
mendengus. "Tidak usah berdusta, Tengkorak Merah!"
"Aku tidak
berdusta," Tengkorak Merah mencoba membantah.
"Hmh...!" kembali
Iblis Hitam mendengus. "Kini kau telah membuat tiga kesalahan, Tengkorak
Merah!"
'Tiga kesalahan?"
"Ya!" Iblis Hitam menganggukkan
kepala.
"Pertama, kau ikut
memperebutkan pusaka peninggalan leluhurku! Kedua, kau telah membunuh Eyang
Wira- geni, keturunan adik seperguruan leluhurku. Dan ketiga, kau telah
berdusta padaku! Kau punya tiga ke- salahan, Tengkorak Merah. Nyawa busukmu
tidak akan cukup untuk menebus kesalahanmu!"
Seketika wajah Tengkorak Merah
pucat karena tahu kalau dirinya bukan tandingan Iblis Hitam. Meskipun begitu,
tentu saja lald-laki kurus kering ini tidak mau menyerahkan nyawa begitu saja.
Sadar kalau tidak akan mendapat ampunan Iblis Hitam, perasaan gentarnya berubah
menjadi rasa nekat.
"Keparat! Kaulah yang
akan mampus di tanganku, Iblis Hitam!"
Setelah berkata demikian,
Tengkorak Merah segera memutar-mutar tongkat merah berujung tengkorak kepala manusia
yang tergenggam di tangannya.
Wukkk, wukkk, wukkk...!
Angin menderu keras mengiringi
putaran tongkat Itu. Kemudian disertai teriakan nyaring, Tengkorak Merah
menyodokkan tongkatnya ke dada Iblis Hitam .
"Ha ha ha...!"
Iblis Hitam hanya tertawa menyeramkan.
Serangan maut yang mengancamnya sama sekali tidak dihiraukan. Padahal angin
serangan tongkat itu saja sudah membuat batu-batu kecil beterbangan tak tentu
arah.
Tengkorak Merah agak terkejut
juga melihat kejadian ini, Dia memang sudah mendengar legenda kalau Iblis
Hitam tak mungkin bisa dilukai oleh serangan ара pun karena kemukjizatan
pusakanya. Bahkan tadi pun telah disaksikannya sendiri kalau iblis itu memang
tidak bisa dilukai. Tapi, sebelum membuktikanriyi sendiri, laki-laki bertubuh
kurus kering ini tidak percaya. Dan inilah kesalahannya!
Bukkk!
Telak dan cepat sekali ujung
tongkat yang berbentuk tengkorak kepala manusia menusuk dada Iblis Hitam Tapi
aneh! Sosok itu tak bergeming sedikit pun .
"Ah...!"
Tengkorak Merah memekik kaget.
Dan sebelui sempat berbuat sesuatu, tahu-tahu kaki kanan Iblis Hitam telah
melesat ke perutnya.
Wuttt! Bukkk!
"Hugh!"
Tengkorak Merah mengeluh
tertahan dengan tubuh terbungkuk. Seketika rasa sakit dan mual melanda perut
laki-laki bertubuh kurus kering ini. Tendangan keras itu telak mengenai perut
Ada cairan merah kental menitik di sudut-sudut mulutnya.
Iblis Hitam tidak hanya
bertindak sampai di situ saja , Cepat laksana kilat tangan tokoh sesat yang
menggiriskan itu menampar deras ke arah pelipis.
Wuttt! Plakkk!
Krakkk!
Terdengar suara berderak keras
ketika tamparan Iblis Hitam telak mengenai pelipis Tengkorak Merah.
Dan, kontan tubuh laki-laki
kurus kering ini terpelanting dengan mulut, hidung, dan telinga mengalir darah
se- gar. Tengkorak Merah tewas seketika! Tewas sebelum sempat ambruk ke tanah.
Menyedihkan sekali! Seorang
tokoh sesat. yang memiliki kepandaian tinggi, tewas hanya dalam tiga gebrakan
saja. Dan itu teijadi karena keteledora Tengkorak Merah sendiri. Kalau saja dia
bersikap waspada begitu melihat sikap Iblis Hitam yang tidak menghiraukan
serangannya, tidak akan semudah itu Tengkorak Merah bisa ditewaskan.
"Ha ha ha...!"
Iblis Hitam kembali tertawa
menyeramkan. Setelah memandangi sejenak mayat Tengkorak Merah yang tergolek di
tanah, tubuhnya melesat meninggal кап tempat itu. Sesaat kemudian suasana di
situ kembali sepi. Yang terdengar hanyalah gema suara tawa IbBs Hitam yang
melayang terbawa angin.
***
Hari mulai siang ketika
matahaii perlahan lahan merangkak ke arah Barat. Udara pun sudah tidak lagi
segar, ketika seorang pemuda dan seorang wanita muda melangkah pelan memasuki
sebuah kedai di Desa Jolang.
Pemuda itu paling banyak baru
berusia dua puluh satu tahun. Rambut panjangnya yang berwarna putih keperakan
dibiarkan riap-riapan. Di punggung pemuda berpakaian ungu itu tersampir sebuah
guci arak dari perak.
Sementara wanita muda
berpakaian serba putih yang beijalan di sebelahnya, berusia sekitar dua puluh
tahun. Wajahnya cantik bukan main. Rambut hitam dan panjang yang dibiarkan terurai,
loan menambah daya tank penampilannya.
Sejenak kedua muda-mudi itu
tertegun di pintu kedai. Sepasang mata mereka merayapi setiap sudut kedai,
mencari meja yang masih kosong. Saat Ini kedai memang ramai dipenuhi
pengunjung. Banyak orang yang tengah bersantap di dalamnya. Dan menilik dari
pakaian yang mereka kenakan, bisa ditebak kalau pengunjung kedai adalah
orang-orang persilatan.
Untunglah masih ada sebuah
meja yang masih kosong. Agak bergegas kedua muda-mudi itu meng- hampiri.
Kemudian menghenyakkan tubuh di kursi.
Seorang laki-laki setengah
tua, bertubuh pendek tergopoh-gopoh menghampiri. Sewaktu berjalan, perutnya
yang buncit mirip gentong air, terlihat bergoyang-goyang.
"Mau makan ара,
Den?" tanya laki-laki yang ternyata adalah pemilik kedai.
"Kau mau pesan ара,
Melati?" tanya pemuda berambut putih keperakan seraya menatap wajah
temannya.
"Terserah kau sajalah,
Kang Arya," sahut gadis berpakaian serba putih yang temyata adalah Melati.
Putri angkat Raja Kerajaan Bojong Gading.
Pemuda berambut putih
keperakan yang memang adalah Arya Buana alias Dewa Arak, mengangkat bahunya.
Kemudian memesan beberapa macam ma- kanan dan minuman. Dan khusus untuknya
dipesan seguci arak.
Laki-laki bertubuh pendek dan
berperut buncit itu bergegas melangkah ke dalam. Так lama kemudian sudah
kembali dengan membawa pesanan Arya.
"Mari kita makan,
Melati," ucap pemuda berambut putih keperakan seraya menjumput guci arak
di punggungnya. Guci itu telah kosong.
Arya meletakkan guci arak di
atas meja. Kemudian mengambil guci arak pesanan, lalu dituangkan ke dalam
gucinya sendiri.
Melati belum menyantap
makanan, menunggu Arуа selesai mengisi penuh-penuh guci araknya. Gadis ini tahu
arti penting arak itu bagi pemuda berambut putih keperakan yang sekaligus
tunangannya. Baru setelah melihat Arya selesai mengisi penuh guci arak, Melati
mulai menyantap makanannya.
"Dunia persilatan kembali
geger...."
Terdengar oleh Arya dan Melati
ucapan salah seorang pengunjung kedai. Ucapan itu keluar dart mulut seorang
laki-laki bertubuh kekar, berwajah merah. Mau tidak mau ucapan tadi membuat
kedua muda mudi ini tertarik mendengarkan.
Memang, sejak tadi Arya dan
Melati sudah agak curiga melihat banyaknya pengunjung kedai ini. Menilik dari
sikap dan pakaian yang mereka kenakan, Arya dan Melati tahu kalau orang-orang
ini adalal tokoh-tokoh persilatan aliran putih. Itulah sebabnya kedua muda-mudi
ini tertarik mendengar ucapan laki-laki berkulit merah tadi. Terutama sekali
Arya!
Tadi sebelum duduk di kursi,
secara sambil lalu Dewa Arak sempat melihat wajah-wajah para pengunjung. Dan,
pemuda berambut putih keperakan ini jadi agak terkejut melihat wajah-wajah yang
rata-rata menyorotkan kegagahan itu diliputi kecemasan.
Ucapan laki-laki bertubuh
kekar berwajah meral. tidak ada yang menanggapi. Sehingga suasana di kedai pun
jadi hening. Yang terdengar hanyalah suara berisik makanan dan minuman
disantap.
"Ара yang kau katakan
tidak salah, Ular Merah, ucap seorang laki-laki berwajah hitam, bertubuh kecil
dan ramping. "Malapetaka besar akan menimpa golongan kita. Hhh...! Sungguh
tidak kusangka kalau iblis yang telah sekian puluh tahun lenyap, kini muncul
lagi."
"Dan.., seperti kejadian
sebelumnya... sudah bisa kuperldrakan kalau kali ini pun Iblis Hitam tidak akan
mengalami kesulitan melakukan kejahatannya," sambut Ular Merah. Suaranya
terdengar penuh keputus-
asaan .
"Dia pasti akan membalas
sakit hati leluhurnya dulu...," sambung salah seorang lainnya .
"Kau ketinggalan berita,
Kisanak," selak laki-laki berwajah hitam. "Iblis Hitam telah melancarkan
pem- balasannya."
"Benarkah itu, Kucing
Muka Hitam?" tanya Ular Merah setengah tidak percaya.
Laki-laki yang yang ternyata
berjuluk Kucing Muka Hitam itu menganggukkan kepalanya.
"Kemarin malam Perguruan
Bangau Tong-tong telah hancur diobrak-abrik Iblis Hitam!"
"Ah...! Kalau begitu
benar! Iblis Itu mulai membalaskan dendam leluhurnya!" sambut Ular Merah
kaget ."Ketua Perguruan Bangau Tong-tong dulunya adalah salah seorang
pengeroyok Iblis Hitam."
"Benar," Kucing Muka
Hitam menganggukkan kepala. "Dan nanti malam..., Iblis Hitam akan
menyatroni Perguruan Cakar Harimau. Si Harimau Terbang, Ketua Perguruan Cakar
Harimau juga salah seorang pembunuh leluhur Iblis Hitam."
"Apakah kau benar-benar
yakin, Kucing Muka Hitam?" tanya salah seorang tokoh persilatan lain,
meminta ketegasan.
Laki-laki berwajah hitam,
bertubuh kecil dan ramping itu menganggukkan kepala.
"Kemarin malam...,
Perguruan Cakar Harimau telah menerima ancaman itu. Di papan nama perguruan
mereka terdapat tanda tapak tangan hitam. Tanda khas Iblis Hitam."
"Kita tidak boleh tinggal
diam!" sambut tokoh persilatan yang Iain lagi.
"Ya!" sambut yang
seorang lagi.
"Betul!" sahut
lainnya menyetujui.
"Kita bantu Perguruan
Cakar Harimau menghadapi iblis keparat itu!"
"Akur...!"
Seluruh dinding kedai bergetar
begitu para tokoh yang jumlahnya dua belas orang berikrar berbarengan .
Так lama kemudian, mereka
bergegas meninggalkan kedai setelah membayar pesanannya pada pemilik kedai.
Так sedikit pun mereka menoleh
pada Arya atau Melati. Seluruh pikiran mereka tertuju pada tokoh yang berjuluk
Iblis Hitam.
Sepeninggal tokoh-tokoh
persilatan golongan putih itu, Arya termenung. Dahi pemuda berambut putih
keperakan ini berkemyit dalam. Jelas ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
"Paman...!"
Arya melambaikan tangan
memanggil laki-laki tua pemilik kedai.
"Ada ара, Den?"
tanya laki-laki berperat buncit Itu seraya bergegas menghampiri.
Sejak tadi pemilik kedai ini
memang dilanda perasaan bingung melihat Arya. Seumur hidupnya, dia belum pernah
melihat orang yang masih begitu muda memiliki rambut putih. Putihnya indah
lagi! Apakah yang menyebabkannya? tanya laki-laki setengah tua, berperut buncit
ini dalam hati.
"Bisa kau ceritakan
padaku, ара yang tengah terjadi di desa ini?" tanya Arya seraya menatap
tajam wajah pemilik kedai. Karuan saja laki-laki setengah tua tni menjadi
gugup. Sepasang bola mata pemuda berambut putih.keperakan dilihatnya
mencorong. tajam, seperti mata seekor harimau dalam gelap.
"Ses... sebetulnya...,
tidak ada ара-ара. Den...," eahut pemilik kedai setelah beberapa saat
terdiam. Ucapannya terbata-bata.
'Tapi, sebenamya ada kan,
Paman?" Arya memojokkan laki-laki berperut buncit itu.
Periahan kepala laki-laki
pemilik kedai itu terngguk pelan.
'Tapi..., belum menimpa para penduduk
desa...."
"Jadi...," Arya
mulai mengerti.
"Ya..., hanya menimpa
orang-orang persilatan saja," sambung pemilik kedai. "Mungkin bagian
untuk penduduk desa hanya tinggal menunggu waktu saja. Iblis Hitam telah turun
temurun merajalela tanpa ter- tandingi. Saat ini dia belum meresahkan penduduk
karena ingin membalaskan kematian leluhurnya dulu Bagitulah menurut pendapatku,
Den."
"Kau tahu.., di mana
letak Perguruan Cakar Harimau, Paman?" tanya Arya yang telah memutuskan
untuk melihat sendiri, seperti ара tokoh yang begitu ditakuti itu.
"Kau... kau hendak ke
sana, Den?!" laki-laki ретШк kedai Itu tampak terkejut. "Kalau mau
mendengar nasihatku..., pergilah jauh-jauh dari desa ini. Dan..., jangan
coba-coba mencampuri urusan Iblis Hitam, Den. Percuma!"
"Memangnya kenapa,
Paman?" Melati yang sejak tadi diam, akhimya tidak tahan memendam rasa
ingin tahu. Sikap lald-laki berperut buncit yang terlalu meremehkan Arya dan
dia, membuat hatinya dongkoL
"Iblis Hitam tidak akan
pernah bisa dikalahkan oleh siapa pun! Dan itu memang telah terbukti. Lebih
dari seratus tahun Iblis Hitam bercokol di wilayah Utara ini tanpa ada seorang
pun yang sanggup mencegah."
"Seratus tahun?!"
pekik Arya karena terkejut "Jadi, Iblis Hitam sudah tua, Paman?!"
"Sama sekali tidak, Den,"
sahut pemilik kedai. "Kejahatan Iblis Hitam dilanjutkan oleh
keturunan-keturunannya. Baru pada keturunan yang entah ke berapa..., akhimya
Iblis Hitam berhasil ditewaskan. Itu pun karena Iblis Hitam tidak sempat
menggunakan pusakanya. Tambahan lagi pengeroyoknya adalah pentolan tokoh-tokoh
persilatan aliran putih. Sungguh tidak disangka setelah puluhan tahun
menghilang,keturunan Iblis Hitam muncul kembali," ucap laki-laki itu
mengakhiri ceritanya. "Bagaimana? Masih kepingin ke Perguruan Cakar
Harimau, Den?"
"Maaf, Paman. Bukannya
aku tidak menghargai nasihatmu. Tapi, aku ingin sekali melihat tokoh yang
begitu menggiriskan itu!"
"Hhh...!"
Pemilik kedai menghela napas
berat Kemudian menunjukkan jalan yang harus ditempuh menuju Perguruan Cakar
Harimau.
"Terima kasih,
Paman," ucap Arya. Setelah membayar pesanannya, kedua muda-mudi ini
bergegas
meninggalkan kedai dengan
tergesa-gesa.
***
Suara kukuk burung hantu
menguak keheningan malam. Langit nampak bersih, tak terlihat sedikit pun awan
yang menggantung. Bulan penuh di langit nampak Indah, terselaput warna kuning
keemasan. Sementara bintang-bintang yang berkelap-kelip semakin me- nambah
indahnya malam.
Di bawah terangnya suasana
malam pumama, nampak sesosok bayangan hitam berkelebat, Gerakan- nya cepat
bukan main. Sehingga yang terlihat hanyalah sekelebat bayangan hitam saja.
Sosok bayangan serba hitam itu
terus berkelebat. Rupa sosok bayangan hitam itu terlihat jelas di bawah Jllatan
sinar rembulan. Sosok bayangan itu temyata Iblis Hitam.
Iblis Hitam terus berlari
cepat. Langkahnya baru agak diperiambat ketika mulai mendekati bangunan besar
berhalaman luas. Sebuah bangunan megah yang dikelilingi pagar kayu bulat
tinggi.
Sepasang mata Iblis Hitam
berbinar-binar begitu menatap bagian atas pintu gerbang Di sana terpampang
sebuah papan tebal berukir yang bertufiskan huruf-huruf indah. 'Perguruan Cakar
Harimau'.
Sekali melompat, tubuh iblis
itu telah berada tepat di depan pintu gerbang Perguruan Cakar Harimau Dan,
begitu telah berada tepat di depannya, Iblis Hitam menghantamkan kedua
tangannya yang terbungkus sarung tangan hitam ke daun pintu.
Brakkk!
Terdengar suara berderak keras
yang diikuti dengan hancurnya pintu gerbang berkeping-keping.
Tentu saja suara hiruk-pikuk
itu mengejutkan orang-orang yang berada di bagian dalam pintu gerbang. Sejak
tadi mereka memang telah bersiap-siap menyambut kedatangan iblis yang
menggiriskan itu Di antara murid-murid Perguruan Cakar Harimau itu sendiri,
terlihat Ular Merah, Kucing Muka Hitam, dan semua tokoh persilatan yang tadi
ada di kedai.
"Ha ha ha...!"
Iblis Hitam memperdengarkan
tawa aneh. Suaranya pelan, tapi berat dan bergaung. Sepertinya tawa itu tidak
mungkin keluar dari mulut manusia biasa.
Iblis Hitam menatap puluhan
sosok yang berdiri sekitar lima tombak di depannya sambil terus tertawa. Di
tangan mereka telah tergenggam berbagai jenis senjata.
"Rupanya kau sudah siap
menyambut kedatanganku, Harimau Terbang," dengus Iblis Hitam.
"Tidak usah banyak
basa-basi, Iblis Hitam!" sergah Harimau Terbang keras.
"Aku memang tidak ingin
berbasa-basi dengan pembunuh leluhurku!" sahut Iblis Hitam dingin.
"Aku datang untuk mengambil nyawamu, Harimau Terbang!"
Begitu menyelesaikan
ucapannya, Iblis Hitam yang memang sudah tidak sabar lagi segera bersiap-siар
mengeluarakan ilmu andalannya, 'Ilmu Tapak Penggetar Jagat'.
Aneh sekali jurus pembukaan
ilmu ini. Dada dan perutnya dihadapkan ke samping kiri. Begitu juga arah
ujung-ujung jari kaki. Kedua kaki Iblis Hitam agak menjinjit. Posisi jari-jari
kedua tangannya terbuka. Bagian tubuh sebelah kanan agak direndahkan sambil
menarik tangan kirinya ke pinggang. Sementara tangan kanan yang semula berada
di depan dada, perlahan- lahan tapi penuh tenaga didorong ke depan. Seketika
terdengar suara angin berkerosak nyaring ketika tangan itu bergerak mendorong.
Dan secepat jurus pembukaannya
dimulai, secepat ttu pula tokoh hitam ini melesat. Cepat bukan main gerakannya.
Sehingga yang terlihat hanya sekelebat bayangan hitam yang meluruk cepat ke
arah KetuaPerguruan Cakar Harimau. Jubahnya berkibaran terhembus angin.
Aneh bukan main ilmu yang
dimainkan oleh Iblis Hitam. Mula-mula kedua tangannya, dengan jail-jari tangan
terbuka disilangkan di depan dada. Tangan kanan berada di atas tangan kiri.
Kemudian, cepat bukan main badannya agak diputar sedikit ke kanan sambil
menyampokan kedua tangannya berbarengan mengancam dada dan ulu hati lawan.
Suara berkerosakan nyaring terdengar sebelum serangan Iblis Hitam tiba.
Harimau Terbang tidak berani
bersikap main-main. Kakek berkumis mirip harimau ini segera mencabut sebatang
pedang bergagang kepala harimau. Dan kemudian dikelebatkan, menangkis serangan
yang mengancam dada dan ulu hatinya.
Singgg!
Trakkk!
Benturan antara sebatang
pedang dan sepasang tangan terbungkus sarung tangan hitam terdengar ke- ras.
Akibatnya, tubuh Harimau Terbang terhuyung-huyung lima tombak ke belakang.
Sekujur tangan yang memegang pedang dirasakan lumpuh seketika. Bahkan dadanya
pun terasa sesak bukan main. Так dapat dicegah lagi, keluar keluhan tertahan
dari mulutnya.
Iblis Hitam yang sama sekali
tidak terpengaruh oleh tangkisan pedang Harimau Terbang kembali mendengus.
Bahkan kini dia sudah memburu tubuh yang tengah terhuyung-huyung itu.
Melihat nyawa Harimau Terbang
terancam, tentu saja murid murid dan rekan-rekannya tidak tinggal diam. Mereka
bergegas melompat, mencoba menjegal serangan Iblis Hitam.
Sebenamya mereka tahu kalau
sekujur tubuh Iblis Hitam tidak dapat dilukai oleh senjata ара pun. Tapi,
sasaran mereka adalah menghalau cecaran Iblis Hitam pada Ketua Perguruan
Harimau Terbang. Dan, itulah yang sekarang mereka lakukan.
IbBs Hitam mendengus begitu
menyadari usahanya untuk membunuh musuh besar leluhurnya dihalangi hujan
senjata yang mengarah berbagai bagian tubuhnya sama sekali tidak dihiraukan.
Tapi mendadak kedua tangannya berkelebatan cepat.
Bukkk! Takkk! Dukkk!
Telak dan keras bukan main
berbagai macam senjata itu mengenai sasaran. Tapi, tidak sedikit pun ada yang
melukai kulit tubuhnya. Bahkan sebaliknya, terdengar jerit-jerit mengerikan
begitu sepasang tangan Iblis Hitam menyambar para pengeroyoknya.
Murid-murid Perguruan Cakar
Harimau berpentalan bagai dilanda angin topan. Mereka tewas seketika sebelum
sempat jatuh ke tanah. Beruntung, Ular Merah dan Kucing Muka Hitam cepat melemparkan
tubuhnya dan berguling menjauh. Sehingga mereka selamat dari tangan maut Iblis
Hitam.MeBhat banyak saudara-saudara mereka merijadi korban, murid-murid
Perguruan Cakar Harimau lainnya menjadi geram.
Berbondong-bondong mereka
menyerbu Iblis Hitam. Так ketinggalan pula Ular Merah dan Kucing Muka Hitam
serta Harimau Terbang.
Sesaat kemudian pertarungan
sengit pun terjadi. Iblis Hitam yang sudah mulai mengamuk. Sama sekali tidak
mempedulikan setiap serangan yang mengancam berbagai bagian tubuhnya.
Terdengar jerit kematian
saling susul dari pengeroyok yang roboh setiap kali sepasang telapak tangan
Iblis Hitam berkelebat. Mengerikan, setiap orang yang tersambar serangan
balasan Iblis Hitam tidak akan pernah bangkit lagi selamanya. Malam itu halaman
depan Perguruan Harimau Terbang benar-benar menjadi arena pembantaian
besar-besaran.
Harimau Terbang menggertakkan
gigi. Pedang bergagang kepala harimau di tangannya berkelebatan semakin dahsyat
Berbagai macam perasaan bercampur aduk dalam hati Ketua Perguruan Cakar Harimau
ini. Perasaan sedih, marah, dan sakit hati bercampur baur melihat
murid-muridnya berguguran tanpa mampu melindungi mereka. Kini kemarahannya
diiampias- kan dalam serangannya.
Belum lagi sepuluh jurus
pertarungan berlangsung, sudah tidak terhitung lagi jumlah korban amukan Iblis
Hitam. Dan beberapa jurus selanjutnya yang tinggal hanyalah Harimau Terbang,
Kucing Muka Hitam, dan Ular Merah. Akhir dari pertarungan sudah bisa dira-
malkan. Iblis Hitam akan keluar sebagai pemenang.
"Ha ha ha...l" Iblis
Hitam kembali tertawa ter- bahak-bahak. "Kematianmu sudah di ambang pintu,
Harimau Terbang."
Harimau Terbang hanya dapat
menggertakkan gigi untuk mengusir kegeraman hatinya Sejak awal sebenarnya kakek
ini menyadari tidak ada gunanya menyarangkan serangan. Tapi, Ketua Perguruan
Cakar Harimau ini tetap memaksakan diri terus menyerang.
"Haaat...!"
Disertai teriakan keras, Ular
Merah mengayunkan ruyungnya ke arah pelipis kiri lawan dengan kekuatan penuh.
Dia tidak percaya seandainya kepala Iblis Hitam mampu bertahan terhadap pukulan
ruyungnya
Wuttt..!
Angin bertiup keras mengiringi
tibanya serangan ruyung Ular Merah. Dan pada saat yang bersamaan, cakar baja
Kucing Muka Hitam ditusukkan ke pelipis kanan Iblis Hitam. Sedangkan Harimau
Terbang melompat dan menusukkan pedang ke arah mata.
Iblis Hitam hanya mendengus.
Tahu-tahu tangannya bergerak dengan kecepatan yang sukar diikuti mata biasa.
Dan sesaat kemudian di kedua tangannya telah tergenggam sebatang kapak hitam
mengkilat, Secepat kedua kapak telah berada di tangan, secepat itu pula
tubuhnya dirundukkan dan menyelinap ke depan seraya membabatkan kapaknya.
Wuttt! Wuttt!
Crattt! Crattt!
Tubuh Harimau Terbang, Kucing
Muka Hitam, dan Ular Merah menggelepar. Tepat sekali sepasang kapak di tangan
Iblis Hitam menyerempet perut mereka. Seketika itu juga darah mengalir dari
luka di perut yang menganga lebar.
"Ha ha ha...!"
Iblis Hitam tertawa bergelak
melihat tubuh ketiga pengeroyoknya mulai limbung. Tapi, hal itu hanya ber
langsung sesaat saja. Kemudian tubuh mereka roboh di lanah sambil bergeleparan
sebelum akhimya diam tidak bergerak lagi. Harimau Terbang, Kucing Muka Hitam,
dan Ular Merah tewas dengan sekujur kulit membiru.
"Kau dengar suara tawa
itu, Melati?" tanya Dewa Атак tanpa mengurangi kecepatan larinya.
Kepalanya ditolehkan ke arah seraut wajah cantik jelita yang tengah berlari di
sebelahnya.
"Ya, Kang," sahut
gadis berpakaian putih seraya menganggukkan kepala.
"Aku khawatir kita
teriambat, Melati," ucap Arya lagi.
"Maksudmu...?" tanya
Melati walaupun sebenarnya sudah bisa menduga arah pembicaraan tunangannya.
"Iblis Hitam telah
membalas dendamnya!"
"Ahhh...!" hanya
suara keluh keterkejutan saja yang terdengar dari mulut gadis berpakaian putih
itu.
Arya tidak berkata-kata lagi.
Sepasang kaldnya terns saja bergerak cepat menuju markas Perguruan Cakar
Harimau.
"Hey...!"
Arya berseru kaget ketika di
depannya melesat eesosok bayangan hitam yang memotong arah larinya. Terpaksa
pemuda berambut putih keperakan ini agak menahan langkahnya agar tidak menabrak
sosok bayangan hitam ladi.Sementara sosok bayangan hitam yang ternyata adalah
Iblis Hitam sama sekali tidak ambil peduli. Iblis itu terus berlari cepat
Arya menghnfikan larinya
sejenak. Sepasang matanya menyipilmemperhatikan sosok bayangan hitam yang
semakin lama semakin menjauh. Dan akhir nya lenyap ditela kegelapan malam.
Melati juga berhenti berlari.
Gadis berpakaian putih ini juga meliat sosok bayangan hitam yang memotong di
depan kekasihnya.
"Siapa dia, Kang
Arya?" tanya Melati.
"Mungkin... dia adalah
Iblis Hitam...?!" gumam Dewa Arak seper bertanya pada dirinya sendiri.
"Memangnya kalau orang
tadi Iblis Hitam kenapa?" Melati malal balas bertanya.
Arya tidak lagsung menjawab.
Sepasang mata nya dialihkan ke arah asal bayangan itu. Seketika alis pemuda
berambu putih keperakan ini berkerut Arah yang ditinggalkan bayangan hitam tadi
adalah tempat yang akan ditujunya. Markas Perguruan Cakar Harimau.
"Ahhh.... Kedatangan kita
terlambat," ucap Arya bemada mengelu.
"Maksudmu.?" dada
Melati berdebar tegang.
"Iblis Hitam telah
menyelesa kan tugasnya. Dan... Perguruan Cakar larimau hanya tinggal nama
saja," sahut pemuda berambut putih keperakan, bernada memberi tahu.
"Dari mana ka mengambil
kesimpulan demikian,Kang Arya?" tanya Melati ingin tahu.
"Kau tahu, dari arah mana
bayangan hitam tadi berasal?" Dewa Arak malah balas bertanya.
Tanpa dugaan apa-apa, Melati
mengarahkan pandangannya ke arah asal sosok bayangan hitam tadi. Dan seketika
gadis ini terkejut .
"Perguruan Cakar Harimau...,"
desis Melati pelan.
Nada keterkejutan yang amat
sangat terlihat jelas di wajahnya. Arya sama sekali tidak menanggapi, hanya
kepalanya saja yang mengangguk pelan. Meskipun begitu, sudah cukup dimengerti
oleh Melati.
"Kalau begitu..., kita
harus cepat-cepat ke sana, Kang Arya."
Belum habis gema ucapan
Melati, tahu-tahu tubuh Arya dan kekasihnya telah melesat dari situ.
***
Berkat ilmu meringankan tubuh
kedua muda-mudi yang telah mencapai tingkat tinggi, dalam waktu ringkat markas
Perguruan Cakar Harimau telah tampak.
"Ah...!"
Terdengar pekik tertahan dari
mulut Arya.
"Ada ара, Kang
Arya?" tanya Melati yang sama sekali tidak tahu ара yang telah membuat
pemuda berambut putih keperakan itu terkejut .
"Kau lihat pintu gerbang
perguruan itu, Melati,"sahut Dewa Arak.
Seiring dengan semakin
dekatnya jarak antara mereka dengan markas Perguruan Cakar Harimau, ара yang
tampak oleh mata muda-mudi itu pun semakin jelas. Dan Melati melihat jelas ара
yang ditunjukkan Arya.
Sekejap kemudian Dewa Arak dan
Melati tiba di depan pintu gerbang Perguruan Cakar Harimau.
"Ара yang semula
kukhawatirkan akhirnya terjadi juga...," keluh Dewa Arak begitu sepasang
matanya tertumbuk pada puluhan mayat yang bergeletakan di halaman Perguruan
Cakar Harimau.
Dengan langkah lesu, Arya
menghampiri orang orang malang itu. Melati pun mengikuti di belakang dengan
bulu kuduk merinding.
Arya menggeleng-gelengkan
kepala begitu melihal mayat-mayat yang bergeletakan di tanah. Semuanya sudah
mulai kaku.
"Keji...," hanya
ucapan Itu yang keluar dari mulut Arya.
Mendadak pemuda berambut putih
keperakan itu menelengkan kepala ketika menangkap suara langkah kaki mendekat.
Pendengarannya yang tajam menangkap kalau pendatang itu tidak hanya satu orang
.
Temyata bukan hanya Arya saja
yang mendengar suara itu. Melati pun mendengarnya. Terbukti, gadis ini menoleh
ke arah kekasihnya.
Bagaikan dikomando, Arya dan
Melati bergegas bersembunyi di balik rerimbunan pohon yang ada di halaman
Perguruan Cakar Harimau dari situ, kedua muda-mudi ini menanti langkah yang
mendekati tempat itu.
Так lama kemudian dari arah
pintu gerbang melesat cepat dua sosok tubuh. Yang seorang adalah laki-laki
gagah berusia sekitar empat puluh tahun. Wajahnya terlihat keras, dihiasi kumis
dan jenggot yang terpelihara baik Sementara orang kedua adalah seorang kakek
berusia seita lima puluh tahun. Bertubuh sedang, dan berwajah bintik-bintik
putih. Kedua orang ini adalah Pendekar Golok Baja dan Pandora.
Tanpa mengetahui adanya Arya
dan Melati, Pendekar Golok Baja dan Pandora segera menghampiri puluhan mayat
yang beijekakan.
"Lagi-lagi kita
terlambat, Pandora," ucap Pendekar Golok Baja. Nada suranya menyiratkan
rasa sesal yang tidak terhinga. Bahkan wajah laki-laki gagah ini terlihat
murung .
"Tuan harus bertindak
"ucap Pandora lembut
"Ара dayaku, Pandra':Aku
tidak akan mampu menandinginya. Dan lagi ..,sepertinya Iblis Hitam selalu
menghindari kita. Dia tidak mau bentrok dengan kita."
"Tapi, Tuan ..."
"Pandora, aku tidak bisa
bertarung dengan leluhurku sendiri!" tandas Pedkar Golok Baja yang
sebenarnya bemama Prajasen.
"Maaf,
Tuan,"selakPriora. "Bukan aku hendak menentang Tuan. Tapi.. aku tidak
percaya kalau orang di balik seragam Iblis Hitam adalah Ieluhur Tuan!"
"Hhh...!" Pendekar
Golok Baja menghela napas sambil tetap memperhatikan mayatmayat yang
bergeletakan.
"Ada yang belum kau
ketahui tentang Iblis Hitam dan keturunannya, Pandora."
"Maksud, Tuan?"
tanya pelayan setia itu tak mengerti.
"Kalau bukan keturunan
Iblis Hitam, kegunaan pusaka-pusaka itu tidak akan berarti banyak," jawab
Prajasena mencoba memberi tahu.
Pandora mengemyitkan kening,
sementara sepa sang matanya menatap majikan mudanya dengan sorot mata penuh
tanda tanya.
Pendekar Golok Baja yang tahu
kalau laki-laki berwajah bintik-bintik putih ini belum mengerti maksud
kata-katanya, menerangkan lebih lanjut
"Lama sebelum tiba hari
naasnya, ayah telah men- ceritakan semua kegunaan pusaka peninggalan
leluhurku. Yang terutama sekali adalah mantel, dan se lubung. Perlu kau tahu,
Pandora. Jika pusaka peninggalan leluhurku jatuh ke tangan orang lain, tubuh
pemakainya hanya kebal terhadap senjata-senjata tajam."
Pendekar Golok Baja
menghentikan cerita untuk mengambil napas. Ditatapnya wajah Pandora sejenak.
Tapi temyata kakek itu tengah serius memperhatikan penuturannya.
Tanpa sepengetahuan kedua
orang itu, Arya dan Melati ikut mendengar percakapan dari balik pepo honan.
"Menghadapi
serangan-serangan benda tumpul, seperti gada, ruyung, atau tongkat, mantel itu
sama sekali tidak berguna. Jadi, boleh dibilang, untuk pemakai yang bukan
keturunan Iblis Hitam, pusaka Itu hanya berguna sedikit sekali. Jadi walaupun
sudah mengenakan semua perlengkapan Iblis Hitam, orang itu akan tetap terluka
bila terkena pukulan atau ten- dangan lawannya."
"Jadi..., mantel dan
selubung itu hanya berguna pada saat berhadapan dengan orang yang bersenjata
tajam saja, Tuan?" Pandora kini mulai mengerti.
Pendekar Golok Baja
menganggukkan kepalanya.
"Kenapa bisa begitu,
Tuan? Mengapa hanya pada keturunan Iblis Hitam saja, pusaka-pusaka itu berguna
sampai ke puncaknya?"
"Ada rahasianya,
Pandora," sahut Prajasena setelah beberapa saat termenung.
"Boleh aku tahu,
Tuan?"
"Kau betjanji tidak akan
mengatakannya pada orang lain?" Pendekar Golok Baja malah balik bertanya.
Pertanyaan pelayan setianya sama sekali tak dihi- raukan.
"Aku beijanji,
Tuan!" tandas Pandora tegas.
"Kalau begitu, dengar
baik-baik cerita yang kudengar dari ayahku ini."
Prajasena tercenung sejenak.
Entah untuk ара laki-laki gagah ini tercenung. Mungkin mencari kata-kata untuk
mulai bercerita. Atau mengerahkan ingatan pada cerita ayahnya.
"Menurut cerita almarhum
ayah, leluhurku mem- buat seragam Iblis Hitam sekitar seratus tahun yang lalu.
Entah dari bahan ара, ayah pun Hdak tahu, ka- rena kakek memang tidak menceritakan
padanya."
Pandora mengangguk-anggukkan
kepala. Sementara Arya dan Melati semakin tertarik mendengarkan Rupanya tokoh
sesat yang berjuluk Iblis Hitam meml- lild riwayat yang menarik, pikir kedua
muda-mudi itu kagum.
"Tapi yang jelas, keistimewaan
semua perleng kapan yang dibuat leluhurku tidak seperti yang selama ini kita
dengar. Dengan berbagai macam cara, leluhurku berusaha menambah kegunaan
periengkapannya. Campuran antara ilmu hitam, racun dan entah ара lagi yang aku
tidak tahu.
Hingga akhimya per- lengkapan
itu mempunyai kegunaan seperti sekarang."
"Lalu..., mengapa pada
orang lain kegunaannya Hdak bisa sampai ke puncaknya, Tuan?" tanya
Pandora tidak sabar begitu melihat majikannya menghen- tikan cerita.
"Karena leluhur-Ieluhur
Iblis Hitam telah member! ramuan-ramuan dan cara-cara aneh sehingga pusaka
peninggalan mereka menyatu dengan keturunannya."
"Tuan tahu
cara-caranya?" tanya Pandora irigin tahu.
Pendekar Golok Baja
menggelengkan kepala.
"Pelajaran mengenai
cara-cara itu ada di dalam
kitab pusaka peninggalan
leluhurku."
"Kitab pusaka yang hilang
itu, Tuan?!" Pandora meminta ketegasan.
Prajasena mengangguk-anggukkan
kepalanya.
"Kini, aku baru tahu...
mengapa Tuan tidak ingin bentrok dengan Iblis Hitam...."
"Bukannya aku tidak mau
bentrok dengan Iblis Hitam, Pandora," ralat Pendekar Golok Baja.
"Biar bagaimanapun, sudah jadi kewajibanku sebagai keturunan Iblis Hitam
untuk mengetahui, siapa sebenamya orang yang berada di balik seragam Iblis
Hitam. Mungkin saja ayahku punya saudara, dan apabila benar, orang yang berada
di balik seragam itu adalah adik atau kakak ayahku. Dan sudah menjadi
kewajibanku menyampaikan pesan almarhum ayah padanya."
Pandora mengangguk-anggukkan
kepala pertanda mengerti.
"Sudahlah, Pandora. Mari
kita ikuti jejak Iblis Hitam," ajak Prajasena seraya meninggalkan halaman
Perguruan Cakar Harimau. Dan tanpa banyak tanya lagi, pelayan setia itu
mengikuti tuannya.
Beberapa saat kemudian,
Pendekar Golok Baja dan Pandora sudah Ienyap dari situ.
Setelah yakin kalau kedua
orang itu sudah pergi jauh, Dewa Arak dan Melati baru keluar dari tempat
persembunyian.
"Ара yang harus kita
lakukan sekarang, Kang Arya?" tanya Melati meminta pendapat kekasihnya
Dewa Arak menatap wajah cantik
di sebelahnya."Kita harus mencari jejak Iblis Hitam!"
"Ke mana, Kang?"
"Ke Desa Jolang!"
sahut Arya mantap.
"Lalu..., akan lata
apakan mayat-mayat ini, Kanq Arya?" tanya Melati sambil menunjuk
mayat-mayat yang berserakan di tanah.
'Tidak ada yang dapat kita
lakukan, Melati," keluh Dewa Arak. "Mayat-mayat ini terlalu banyak.
Meski pun beketja sampai pagi, kurasa kita tidak akan selesai mengubur semua
mayat-mayat ini "
"Jadi...?"
"Biarlah penduduk desa
yang mengurus," sahut Arya kalem.
"Kok begitu, Kang?"
tanya Melati dengan alis berkerut
"Bagaimana kalau kau
bakar saja mayat mereka? Dengan jurus 'Membakar Matahari'mu, kurasa peker- jaan
itu tidak sulit."
"Aku juga punya pikiran
begitu, Melati," sahut Dewa Arak sabar. 'Tapi..., biarkan orang-orang me-
ngetahui peristiwa ini dulu. Barangkali orang yang punya hubungan dengan salah
satu mayat-mayat ini ingin melihat wajah si mayat Kau mengerti, Melati?"
Gadis berpakaian putih itu
menganggukkan kepala.
"Mari kita menuju Desa
Jolang," ajak pemuda berambut putih keperakan itu. Sesaat kemudian, Dewa
Arak dan Melati telah bergegas meninggalkan halaman Perguruan Cakar Harimau
yang baru saja menjadiajang pembantaian.
"Mengapa harus ke Desa
Jolang, Kang Arya?" tanya Melati seraya menatap wajah tampan di sebelah-
nya, tanpa mengurangi kecepatan larinya.
"Kau tidak ingat cerita
kakek pemffik kedai?" Aiya malah balas bertanya.
"Cerita yang mana, Kang
Arya?" gadis berpakaian putih itu malah balas bertanya lagi. Cerita
pemilik kedai memang terlalu banyak. Dan Melati tidak tahu cerita mana yang
dimaksud tunangannya.
"Cerita mengenai
kebiasaan IbBs Hitam turun temurun," jawab Dewa Arak. "Mereka selalu
mencari wanita untuk dijadikan pemuas nafsunya."
'Tapi..., mengapa harus ke
Desa Jolang, Kang?" tanya Melati..Masih dengan nada bingung.
"Karena desa itulah yang
paling dekat dengan lempat ini," jawab Arya memberi tahu.
Hening sejenak setelah Arya
menghentikan ucap- annya karena Melati tidak bertanya lagi. Tapi langkah-
langkah kaki mereka terns bergerak cepat menuju Desa Jolang.
ter saat kemudian, Arya dan
Melati mulai memasup hutan kecil. Di balik hutan ftulah Desa Jolang I
Tanpa ragu-ragu Melati dan
Arya memasuki hutan. Tapi baru beberapa tindak, tiba-tiba kedua sejoli ini
menghentikan langkah. Ada rintihan lirih tertangkap oleh pendengaran mereka.
Rintihan seorang wanita. Tapi sesaat kemudian rintihan itu lenyap.Meskipun
hanya mendengar sebentar, Arya dan Melati dapat mengetahui asal suara rintlhan.
Kini mereka bergegas melesat ke arah asal suara.
Arya dan Melati terperanjat
kaget begitu melihat sosok serba hitam tengah berdiri bertolak pinggang di
hadapan seorang wanita muda berwajah cantik yang tergolek dalam keadaan tanpa
busana Sekali lihat, Dewa Arak maupun Melati tahu kalau wanita itu telah tewas
setelah lebih dulu diperkosa.
Hanya sekilas saja Melati dan
Arya melihat wanita malang itu. Kedua sejoli ini merasa risih melihat pe-
mandangan di depan mereka. Terutama sekali Arya. Seketika itu juga wajah pemuda
ini memerah. Apalagl ketika teringat di sebelahnya ada Melati. Мака buru-buru perhatiannya
dialihkan pada sosok serba hitam.
Diam-diam jantung pemuda
berambut putih keperakan ini berdetak keras.
"lnikah Iblis Hitam?
Wajarlah kalau dia begitu ditakuti," pikir Dewa Arak dalam hati.
Wibawa Iblis Hitam memang
sangat luar biasa. Sekujur tubuhnya mulai dari ujung rambut sampa ujung kaki
hitam semua. Tapi matanya... mencorong tajam, menyorotkan sinar kehijauan.
Mirip mata seekor harimau dalam gelap. Ada pengaruh aneh yang memancar dari
sepasang mata itu.
Arya saja sampai terpengaruh
oleh wibawa yang dipancarkan Iblis Hitam, apalagi Melati! Gadis berpakaian
putih ini merasakan bulu kuduknya merinding.
Arya menggertakkan gigi untuk
mengusir pengaruh aneh yang mencekam dirinya.
"Kaukah yang membunuh
wanita itu?" tanya Arya. Dan inilah kelebihan sikap Dewa Arak. Meskipun
sudah yakin kalau pembunuh wanita itu adalah sosok serba hitam di hadapannya,
tapi pemuda berambut putih keperakan ini masih tetap merianyakan keje- lasannya
"Ha ha ha..!"
Hanya suara tawa menyeramkan
yang menyahuti pertanyaan Arya. Suara tawa yang tidak sepantasnya keluar dari
mulut manusia. Tapi dari mulut setan penghuni kuburan.
"Memang aku yang
membunuhnya, setelah lebih dulu kuperkosa!" sahut sosok serba hitam dengan
nada tajam. "Aku...! Kau dengar...? Aku yang melakukannya. Aku! Iblis
Hitam!"
Deg!
Arya dan Melati terhenyak
kaget. Walaupun sudah menduga sebelumnya, tetap saja pengakuan itu me-
ngejutkan mereka. Cepat Arya memasang sikap waspada. Pemuda berambut putih
keperakan ini sadar kalau kali ini sedang berhadapan dengan tokoh yang sukar
diukur kepandaiannya.
Kenyataan kalau Iblis Hitam
turun temurun mampu merajalela tanpa ada orang yang mampu menandinginya menjadi
bukti kesaktian tokoh sesat ini!
"Sungguh tidak kusangka
kalau malam ini aku untung besar. Ada bidadari nyasar datang menyerahkan diri.
Orang secantik kau tentu saja punya umur lebih lama di tanganku!" ucap
Ibliss Hitam sambil menundingkan Jari tehinjuk pada Melati. Suaranya
menggetarkan hati. "Tidak seperti dia yang hanya berumur sehari! Ha ha ha...!"
"Iblis terkutuk!"
maki Dewa Arak. Seketika kemarahannya berkobar. Iblis itu harus melangkahi
mayatnya dulu sebelum menjadikan Melati sebagai pemuas nafsu binatangnya.
Seketika itu juga dijumput guci araknya dan dituangkan ke mulut
Gluk... gluk... gluk...!
Terdengar suara berceglukan
ketika arak melewati kerongkongan Arya. Kontan ada hawa hangat yang berputar di
perutnya, kemudian pedahan naik ke kepala.
Tapi, Arya masih kalah cepat
Terdengar pekik melengking dari mulut Melati begitu mendengar ucapan kotor
sosok serba hitam tadi. Dan setting dengan keluarnya lengkingan itu, gadis
berpakaian serba putih ini melompat menerjang. Kedua tangannya yang membentuk
cakar naga dan berwama merah sampal ke pergelangan, meluncur cepat ke arah
Iblis Hitam. Yang kanan mengarah ke leher, sementara yang kiri ke arah perut .
Dalam kemarahan dan keyakinan
kalau yang dihadapi kali Ini adalah lawan yang amat tangguh, Melati langsung
memainkan ilmu 'Cakar Naga Merah'!
Terdengar suara mendengus dari
balik selubung Iblis Hitam. Kemudian kaki kanannya ditarik ke belakang seraya
langsung menekuk lututnya. Seluruh kekuatan kuda-kuda bertumpu di kaki itu.
Dengan sendirinya serangan yang mengarah ke lehemya me- ngenai tempat kosong.
Sekitar sejengkal di depan wajahnya. Sementara serangan yang mengancam perut,
dipapak dengan tepakan tangan kiri dari atas ke bawah.
Plakkk!
Melati menyeringaL Seluruh
jari-jari tangannya sakit bukan main begitu berbenturan dengan tangan Iblis
Hitam. Bahkan sekujur tangannya dirasakan lumpuh. Dan sebelum gadis berpakaian
putih ini sempat berbuat sesuatu, Iblis Hitam telah merubah posisinya menjadi
kuda-kuda serong. Dan seketika itu juga tangan kiri yang habis menangkis
serangan, melakukan gedoran dengan tangan terbuka.
Melati terkejut bukan main
melihat serangan sosok serba hitam yang datang begitu tiba-tiba. Dengan
sebisa-bisanya serangan itu ditangkis dengan kedua tangannya.
Plakkk!
Untuk kedua kalinya tangan
yang sama-sama mengandung tenaga dalam tinggi kembali beradu. Akibatnya, tubuh
Melati terjengkang lima tombak ke belakang dengan isi dada terasa sesak.
Sementara kedua tangannya terasa lumpuh seketika. Apalagi tangan kanannya!
***
Tapi sebelum Iblis Hitam
mengirimkan serangan susulan pada Melati, Dewa Arak lebih dulu memotong arah serangannya.
Arya melancarkan tendangan terbang ke arah dada Iblis Hitam.
Wuttt!
Angin berkesiut nyaring
mengiringi tibanya tendangan Dewa Arak. Tapi sungguh di luar dugaan, tokoh
sesat yang menggiriskan itu sama sekali tidak mengelakkan serangan. Bersamaan
dengan tibanya serangan Dewa Arak, Iblis Hitam melancarkan serangan bacokan
sisi telapak tangan ke arah kaki itu.
Dukkk! Takkk!
Hampir berbarengan dengan
tibanya tendangan Dewa Arak pada dada Iblis Hitam, tangan kanan tokoh sesat itu
pun telak menghantam tulang betis Arya.
Iblis Hitam terlempar jauh ke
belakang akibat kuatnya tendangan Dewa Arak. Luncurannya baru terhenti ketika
menghantam sebatang pohon yang cukup besar.
Brakkk!
Seketika pohon tadi ambruk ke
tanah sambil mengeluarkan suara hiruk-pikuk. Bahkan langsung menimpa tubuh
Iblis Hitam di bawahnya.
Bukan hanya Iblis Hitam saja
yang menerima akibat itu. Dewa Arak pun demikian pula. Tubuh pemuda itu
tersungkur ke tanah. Mulutnya menyeringai menahan rasa sakit yang mendera
tulang betis. Dengan terpincang-pincang, Dewa Arak berusaha berdiri. Rasa
sakit dan nyeri bukan kepalang melanda sekujur kakinya.
Dewa Arak menatap ke arah
tubuh Iblis Hitam yang tertindih pohon. Seketika perasaan curiga melanda
hatinya. Begitu mudahkah tokoh yang berjuluk Iblis Hitam itu dapat
ditaklukkannya? Atau..., jangan-jangan dia Iblis Hitam palsu! Kemudian sekilas
ditatapnya Melati.
Gadis itu kini sudah bisa
memperbaiki posisinya walaupun dengan mulut agak menyeringai menahan rasa sakit
yang masih mendera kedua tangannya
Mendadak terdengar suara
hiruk-pikuk yang disu- sul dengan terpentalnya pohon yang tadi m'enindih tubuh
Iblis Hitam. Tapi Arya sama sekali tidak terkejut. Kemungkinan ini memang sudah
diperhitungkan! Kalau benar orang ini Iblis Hitam, mana mungkjn se- mudah itu
bisa ditaklukkan?
Yang semakin membuat hati
pemuda ini terkejut adalah ketika mengetahui Iblis Hitam sama sekali tidak
teriuka! Arya menatap dengan sorot mata tidak per caya pada ара yang
dilihatnya. Bukankah tendangan- nya tadi dilakukan dengan pengerahan seluruh
tenaga dalam. Jangankan tubuh manusia yang hanya terdiri dari daging dan
tulang, batu karang yang paling keras pun akan hancur lebur terkena tendangan
itu.
"Ha ha ha...!
Kaget?!" Iblis Hitam berseru mengejek, Tahu kalau lawannya terkejut
melihat keadaannya.
Tapi, hanya sesaat saja
perasaan kaget yang melanda Dewa Arak. Segera saja dia teringat penuturan yang
didengar dari cerita kakek pemilik kedai maupun oleh orang yang diketahuinya
sebagai majikan Pandora.
Tiba-tiba tawa Iblis Hitam
lenyap. Kepalanya ditelengkan seperti hendak mendengarkan sesuatu. Arya pun
jadi agak heran melihat sikap tokoh sesat itu. Dahinya berkemyit dalam. Tapi
sesaat kemudian baru Dewa Arak tahu penyebab Iblis Hitam bersikap aneh. Ada dua
pasang kaki bergerak cepat mendekati tempat mereka.
Kembali Dewa Arak dilanda
perasaan terkejut yang amat sangat Terpaksa harus diakui kalau pendengaran
Iblis Hitam masih lebih unggul darinya. Iblis itu telah dapat mendengar
kedatangan orang ke tempat Itu sebelum Aiya mendengar apa-apa!
"Hih...!"
Seraya mengeluarkan seruan
tertahan, sosok serba hitam melompat. Karuan saja Dewa Arak menjadi kaget. Dan
seketika itu juga bersiap siap menghadapi segala kemungkinan. Tapi, Arya
kecelik. Temyata Iblis Hitam sama sekali tidak menyerangnya, melainkan melompat
ke arah... Melafi! Iblis ini rupanya takut kepada pemilik langkah yang
mendatangi.
Gadis berpakaian putih itu
terkejut bukan main melihat peibuatan sosok serba hitam. Ара yang di lakukan
Iblis Hitam, terlalu mendadak sekali datang- nya Meskipun begitu, Melafi sempat
mempertunjuk- kan kelihaiannya. Cepat laksana kilat, dipapaknya Iblis Hitam
yang meluncur ke arahnya dengan serangan- serangan ilmu 'Cakar Naga Merah'.
Iblis Hitam hanya mendengus.
Dibiarkan saja semua serangan yang tertuju ke arahnya seraya balas melancarkan
totokan bertubi-tubi ke arah gadis berpakaian putih itu.
Bukkk! Bukkk! Tukkk!
"Akh...!"
Melati memekik tertahan.
Seketika tubuhnya terasa lemas begitu tangan Iblis Hitam menotok jalan darah
di punggungnya. Sementara pukulan bertubi-tubi yang menghantam dada sosok serba
hitam, sama sekali tidak membawa pengaruh bagi tokoh sesat itu.
Dan begitu Melafi terkulai
lemas, Iblis Hitam segera menyambar dan membawanya lari.
Semua kejadian itu memang berlangsung
begitu cepat Sehingga Dewa Arak sendiri tidak sempat ber- buat sesuatu untuk
mencegah. Baru ketika melihat Iblis Hitam melesat kabur sambil membawa tubuh
Melati, Arya segera bergerak mengejar.
Bertepatan dengan melesatnya
tubuh Dewa Arak, fiba-fiba dari balik rerimbunan semak-semak muncul dua sosok
tubuh yang tak Iain dari Pendekar Golok Baja dan Pandora.
Dewa Arak sama sekali tidak
mempedulikan keha- diran orang itu. Sungguhpun di hatinya ada rasa heran
melihat Iblis Hitam sepertinya takut terhadap dua orang itu, tapi Dewa Arak
tidak bisa berpikir lebih lama la®. Saat ini Melati berada dalam bahaya besar
dan memerlukan pertolongan secepat mungkin. Segera rasa herannya dibuang
jauh-jauh, dan segera memu- satkan perhatian pada sosok serba hitam di
hadapannya.
Kembali Dewa Arak mengeluh
dalam hati. Sung- guh tidak disangka kalau ilmu meringankan tubuh yang dimiliki
tokoh sesat yang menggiriskan itu benar-benar luar biasa. Tidak kalah dengan
ilmu meringankan tubuh miliknya. Jangankan mengejar, memperpendek jarak pun
sulit.
Kegelisahan yang amat sangat
melanda hati Dewa Arak. Bagaimana hatinya tidak menjadi khawatir? Kalau saja
adu kejar terjadi di tempat terbuka, dia tidak akan secemas ini. Tapi
kejar-kejaran ini terjadi di dalam hutan yang dipervuhi pohon-pohon dan
kerimbunan semak-semak. Di waktu malam lagi! Setiap saat bisa saja musuhnya
lenyap di balik rerimbunan pohon dan semak yang lebat.
Tapi rupanya Iblis Hitam tidak
menggunakan kesempatan itu. Iblis itu terus berlari melalui tempat terbuka. Dan
hal ini tentu saja membuat hati Arya lega, karena tidak terlalu sulit mengikuti
jejak Iblis itu.
Baru saja Dewa Arak merasa
lega. Tiba-tiba Iblis Hitam melesat ke dalam kerimbunan semak-semak.
Dengan kekhawatiran yang
menggelegak, beberapa saat kemudian Arya segera menyusul ke dalam rim- bunan
semak Dan, ара yang dikhawatirkan akhimya terjadi. Iblis Hitam telah lenyap.
"Melati...!" Dalam
cekaman kekhawatiran yang menggelegak pada malapetaka yang akan menimpa
kekasihnya, Arya berteriak keras. Berteriak dengan mengerahkan seluruh tenaga
dalam. Dan akibatnya, seisi hutan seperti diaduk-aduk angin. topan dahsyat.
Dewa Arak menunggu sia-sia.
Panggjlannya sama sekali tidak ada sahutan. Dan hal ini pun sebenamya sudah
diduga oleh pemuda berambut putih keperakan II itu. Tapi kekhawatiran yang
menggelegak membuat- I nya lupa. Hanya gema suara panggilannya saja yang
menyambuti .
Sekujur tubuh Arya menggigil
hebat akibat rasa cemas yang belum pemah dia rasakan sebelumnya. Kecemasan yang
timbul pada keselamatan gadis yang dicintainya.
"Iblis Hitammm...!!!
Keluar kau!!! Ayo, hadapl aku! Pengecuti IbBs Hitam...! Pengecut...!"
Dalam puncak kecemasan, Arya
memaki penculik tunangannya sejadi-jadinya. Untuk pertama kalinya pikiran
jernih Dewa Arak menguap entah ke mana. Yang ada di dalam hatinya hanyalah
perasaan khawatir yang amat sangat!
"Keluar kau, Iblis Hitam!
Hiyaaa...!"
Dewa Arak berteriak nyaring
sambil menghentakkan sepasang tangan ke arah rerimbunan semak dan pepohonan di
sekitamya.
Wusss! Wusss!
Angin keras berhembus deras ke
arah rerimbunan pepohonan dan semak yang ada di depannya.
Brakkk...!
Terdengar suara hiruk-pikuk
begitu angin pukulan Dewa Arak menghantam sasaran. Seketika itu juga pepohonan
bertumbangan, semak-semak beterbangan, tercabut hingga ke akamya.
Arya yang masih penasaran,
kembali menghentakkan kedua tangannya ke rerimbunan semak-semak dan pepohonan
lain. Kembali hal yang sama terulang kembali. Dewa Arak terus saja mengamuk
menghambur-hamburkan pukulan yang sudah dialiri tenaga dalam. Dan dalam
sekejap, keadaan di sekitar tempat itu porak-poranda.
Dalam puncak kecemasan yang
amat sangat akan keselamatan gadis yang amat dicintainya, Dewa Arak kehilangan
kontrol diri. Dan kekhawatirannya dilampiaskan dalam serentetan pukulan ke arah
rerimbunan semak-semak dan pepohonan sekitarnya. Di samping sebagai sasaran
pelampiasan, juga ada secercah harap- an kalau Iblis Hitam masih bersembunyi di
situ.
Mendadak pendengarannya yang
tajam menangkap langkah-langkah kaki mendatangi tempatnya. Ada dua orang yang
menuju ke arahnya. Secepat kilat Dewa Arak menoleh ke arah asal suara. Siapa
tahu Iblis Hitam yang datang. Walaupun sebenarnya harapan itu kecil sekali.
Rasanya tak mungkin kalau
iblis itumempunyai langkah kaki yang begitu berat
Memang benar! Yang datang
bukan Iblis Hitam, melainkan Pendekar Golok Baja dan Pandora.
Sepasang alis Pendekar Golok
Baja berkerut melihat keadaan hutan. Seketika timbul kembali se mangat Dewa
Arak begitu melihat kehadiran Pandora dan Pendekar Golok Baja Pemuda berambut
putih keperakan ini tahu kalau majikan Pandora ini adalah keturunan langsung
Iblis Hitam.
"Siapa kau, Anak Muda?
Dan..., kaukah yang melakukan semua ini?" tanya Pendekar Golok Baja Nada
suaranya penuh teguran.
Sepasang matanya menatap wajah
pemuda di hadapannya penuh rasa ingin tahu. Jelas ada sesuatu yang menarik
perhatian iaki-laki gagah ini.
Dewa Arak tidak langsung
menjawab pertanyaan Pendekar Golok Baja. Meskipun kini dadanya sudah terasa
agak lega setelah melampiaskan kekhawatiran pada pepohonan dan semak-semak di
sekitamya. Tapi tak urung Arya masih menyempatkan diri menarik napas
dalam-dalam, lalu menghembuskannya kuat- kuat untuk menenangkan hati Dan
memang, usaha yang dilakukannya membuahkan hasil. Hatinya kembali tenang.
"Aku Arya. Dan..., aku
terpaksa melakukan semua ini agar Iblis Hitam keluar dari tempat
persembunyiannya!"
Berubah wajah Pendekar Golok
Baja mendengar ucapan Dewa Arak.
"Arya? Apakah паша
lengkapmu Arya Buana?" kembali Prajasena bertanya.
Sementara pandang matanya
semakin lekat tertuju ke sekujur tubuh pemuda di hadapannya. Memang, sebagai
pendekar besar yang telah malang-melintang di dunia persilatan, Pendekar Golok
Baja telah mendengar kabar angin tentang se- orang tokoh muda yang
menggempatkan dunia persilatan. Pendekar muda itu bernama Arya Buana dan
berjuluk Dewa Arak.
"Begitulah nama yang
diberikan orang tuaku."
"Kalau begitu..., kaukah
tokoh yang telah menggemparkan dunia persilatan?! Kaukah tokoh yang berjuluk
Dewa Arak?!"
"Ah, cerita kosong itu
terlalu berlebih-lebihan," sahut Arya merendah.
"Sama sekali tidak, Dewa
Arak! Bukti kehebatanmu telah kulihat sendiri," bantah Prajasena seraya
memandang berkeliling ke arah semak-semak dan pepohonan yang porak-poranda di
sana-sini. "Aku Prajasena. Orang-orang persilatan menjulukiku Pendekar
Golok Baja."
"Aku mohon..., panggillah
aku dengan nama pemberian orang tuaku. Risih rasanya mendengar orang seperti
kau memanggilku seperti itu, Paman," pinta Dewa Arak.
"Baiklah, Arya,"
Prajasena mengalah. "Sekarang, ceritakan padaku. Mengapa kau mencari Iblis
Hitam?!"
"Hhh...!"
Dewa Arak menghela napas
berat. Pertanyaan Pendekar Golok Baja membuatnya teringat kembali keadaan
Melati. Seketika itu juga kekhawatirannya timbul kembali.
"Iblis Hitam telah
menculik teman wanitaku...," jawab Dewa Arak separuh benar, separuhnya
lagi dusta. Sebab Melati bukan hanya sekadar kawan, melainkan tunangannya
"Ahhh...!"
Terdengar seruan terkejut dari
mulut Pandora. Karuan saja seruan itu membuat Dewa Arak mengalih kan perhatian
ke arahnya.
"Mengapa, Paman?"
tanya Dewa Arak seraya menatap kakek berwajah bintik-bintik putih itu tajam-
tajam.
"Bahaya sekali,
Arya," hanya itu yang diucapkan Pandora. Kakek ini memang tahu kebiasaan
Iblis Hitam turun temurun. Kekhawatiran Dewa Arak pun semakin menjadi-jadi
mendengar ucapan pelayan setia Pendekar Golok Baja itu.
"Tenangkan hatimu,
Arya," Pendekar Golok Baja ikut buka suara. "Percayalah padaku. Untuk
malam ini kawan wanitamu pasti selamat."
"Akan kuingat
kata-katamu, Pendekar Golok Baja. Aku tahu ара hubunganmu dengan Iblis
Hitam...."
"Kau tahu...?!"
Pendekar Golok Baja setengah tidak percaya
"Aku dan teman wanitaku
telah mendengar pembicaraanmu di halaman Perguruan Cakar Harimau, Pendekar
Golok Baja. Tapi, aku mohon, kau bersedia menjelaskan agar hatiku jadi tenang.
Mengapa kau begitu yakin kalau kawan wanitaku pasti selamat malam ini. Padahal
sudah menjadi rahasia umum kalau kebiasaan leluhurmu pada wanita-wanita muda
kurang baik?"
'Yahhh...!" Pendekar
Golok Baja menghela napas pelan. "Aku pun menyesali hal itu, Arya. Tapi,
perlu kau ketahui, apabila malam ini Iblis Hitam telah menyelesalkan 'tugas'
dengan korban wanitanya. Korban selanjutnya mendapat giliran malam
berikutnya."
Memang, Pendekar Golok Baja
dan Pandora telah melihat mayat seorang wanita yang kelihatannya sebelum
dibunuh, diperkosa lebih dulu. Sekali lihat saja, mereka dapat menebak kalau
yang melakukan perbuatan keji itu adalah Iblis Hitam.
"Kalau begitu..., aku
hanya punya waktu satu malam saja untuk mengetahui ke mana Iblis Hitam membawa
lari temanku."
Pendekar Golok Baja
menganggukkan kepala.
"Bisakah kau menunjukkan
tempatnya padaku, Pendekar Golok Baja?" pinta Dewa Arak.
"Sayang sekali, Aiya. Aku
tidak berani mengkhia- nati leluhurku. Merupakan pantangan besar bagi
keturunan Iblis Hitam untuk menentang orang yang lebih tua. Aku sendiri tidak
tahu mengapa Tapi, begitulah pesan ayahku. Dan aku harus mematuhinya Jadi,
maafkan aku, Arya. Aku tidak bisa memberitahukan- rau."
"Hhh..!"Dewa Arak
menghela napas, bingung. Perasaan cemas pada keselamatan Melati kembali melanda
hatinya.
"Kalau begitu, aku
permisi dulu, Pendekar Golok Baja."
Setelah berkata demikian, Dewa
Arak melesat dari situ. Meninggalkan Pendekar Golok Baja dan Pandora yang hanya
dapat memandang kepergiannya. Dalam waktu sebentar saja bayangan pemuda
berambut putih
keperakan itu telah lenyap
ditelan kegelapan malam. ###Suara kokok ayam hutan dan cicit burung di dahan
menyambut riang datangnya mentari. Bola raksasa berwarna merah mulai nampak di
ufuk Timur ketika Arya masih berada di dalam hutan kecil. Sepasang matanya
menatap nyalang merayapi setiap sudut hutan.
Meskipun semalaman Dewa Arak
tidak tidur, tapi perasaan kantuk yang menyerangnya ditahan sekuat tenaga.
Dijelajahinya seluruh penjuru hutan. Tapi, tetap saja jejak Iblis Hitam tidak
berhasil ditemukan. Suaranya sudah mulai serak karena berkali-kali berteriak
memanggil nama Melati dan menantang Iblis Hitam.
Arya menggertakkan gigi. Baru
sekali inilah pemuda berambut putih keperakan ini merasa tidak berdaya
Perasaan marah, kecewa, khawatir dan berbagai ma- cam perasaan lain berkecamuk
dalam hatinya.
Perasaan cemas di hatinya
semakin besar seiring dengan hari yang telah semakin siang.
"Melati, ah...,
Melati...," rintih Dewa Arak lirih. Untuk kesekian kalinya Arya menyebut
nama kekasih- nya. Dihempaskan tubuhnya di bawah sebatang pohon. Kepalanya
tertunduk dalam, sementara kedua ta-ngannya menutupi wajah.
"Hhh...!"
Entah untuk yang ke berapa
puluh kali Dewa Arak menghela napas panjang. Wajahnya ditengadahkan, menatap
hamparan langit biru di atas sana Tapi mendadak pemuda berambut putih keperakan
ini tersentak. Mengapa dia tidak meminta pertolongan gurunya? pikir Dewa Arak
dengan mata berbinar-binar.
Semangat Dewa Arak pun bangkit
kembali. Meski- pun ada perasaan malu karena meminta bantuan gurunya, tapi
ditekannya perasaan itu demi keselamatan Melati! Gadis yang disayanginya
melebihi rasa sayang pada dirinya sendiri. Sekarang ini hanya gurunya saja yang
dapat menolong. Gurunya banyak memiliki ilmu-ilmu ajaib!
Dengan semangat
berkobar-kobar, Arya bangldt dari duduknya. Kemudian menyebut nama gurunya tiga
kali, lalu menghentakkan kaki kanannya ke tanah sekali.
Derrr!
Ajaib! Kini di hadapan Dewa
Arak telah berdiri se- orang kakek berpakaian serba putih. Rambutnya di- gelung
ke atas. Di tangannya tergenggam seuntai tasbeK Alis, kumis, jenggot, dan
cambangnya telah memutih semua. Bahkan panjang jenggotnya pun telah melewati
dada. Sekujur tubuh kakek ini seperti bersinar. Terutama sekali wajahnya.
Inilah guru Aiya, Ki Gering Langit.
"Guru...!" seru Arya
sambil memberi hormat tanpa berani bertama-lama menatap wajah gurunya Sepasang
matanya tak kuat memandang wajah yang bersinar menyilaukan itu.
Ki Gering Langit tersenyum
sambil mengusap usap rambut Aiya yang setengah berlutut di hadapan- nya.
"Bangunlah, Muridku.
Katakanlah..., ара yang membuatmu memanggilku...?" tanya kakek berpakaian
seiba putih itu lembut.
"Aku hanya ingin minta
petunjuk Guru...."
"Petunjuk? Petunjuk ара,
Aiya?" suara Ki Gering Langit tetap lembut. Setiap ucapan yang keluar dari
mulutnya, menimbulkan perasaan tenang di hati Arya.
Tanpa ragu-ragu Arya segera
menceritakan kesu- litannya.
"Begitulah kejadiannya,
Guru," ucap Aiya menutup ceritanya.
Ki Gering Langit mengangguk-anggukkan
kepala. Kemudian memegang tangan kanan Aiya dengan tangan kiri. Sementara
tangan kanannya menuding ke samping kanan.
Ajaib! Di sebelah kiri Arya
terpampang sebuah gua berbentuk tengkorak kepala manusia. Di dalamnya, di
sebuah balai-balai bambu, tergolek tubuh seorang wanita cantik jelita
berpakaian serba putih. Sementara tak jauh dari situ duduk sosok berselubung
dan berpakaian serba hitam.
"Kau tahu di mana tempat
itu, Arya?" tanya Ki Gering Langit.'Tahu, Guru," sahut Aiya seraya
menganggukkan kepala. Dan memang sebenarnya pemuda berambut putih keperakan ini
mengetahuinya. Dia sering mendengamya dari mulut para penduduk sekitar Gunung
Jolang, tempat Gua Tangkorak itu berada. Jadi rupanya Iblis Hitam membawa
Melati ke sana. Tempat yang dijauhi para penduduk.
Ki Gering Langit pun
melepaskan pegangannya. Dan seketika itu juga ара yang tad dilihat Arya,
kembali lenyap. Kini yang nampak hanyalah rerimbunan semak dan pepohonan yang
lebat.
"Aku melihat kekuatan
aneh yang dimi|iki sosok serba hitam itu, Arya," ucap Ki Gering Langit
pelan. "Kau tidak akan mampu mengalahkan dia. Ada kekuatan campuran yang
membuat orang itu tak bisa dibunuh atau dilukai."
'Tapi, biar bagaimanapun...,
aku akan tetap ke sana dan menyelamatkan Melati, Guru. Meskipun aku harus тай
di tangan iblis itu," mantap dan tegas sekali kata-kata yang keluar dari
mulut Arya.
"Kalau begitu..., kau
tunggu sebentar, Arya."
Setelah berkata demikian,
kakek berpakaian serba putth itu mendadak lenyap dari pandangan. Arya hanya
dapat menggeleng-gelengkan kepala melihat ke- saktian gurunya.
Sesaat kemudian, Ki Gering
Langit telah kembali berada di hadapan Arya. Di tangan kanannya tergeng- gam
sebatang pedang. Aiya kenal pedang itu. Pedang Bintang! Sebilah pedang pusaka
yang telah mengan- tarnya menjadi seoiang tokoh menggemparkan ber- juluk Dewa
Arak (Untuk jelasnya, baca serial Dewa Arak dalam episode perdananya,
"Pedang Bintang").
Srattt!
Ki Gering Langjt menghunus
Pedang Bintang dengan tangan kanannya. Ujung pedang diacungkan ke langit
Sejenak kakek berpakaian serba putih itu memejamkan matanya. Kemudian
pedahan-lahan tangan kirinya terangkat naik.
Tiba-tiba sepasang mata Arya
terbelalak melihat tangan ldri gurunya, sebatas pergelangan, meman- carkan
sinar terang yang menyilaukan. Arya yang tidak sanggup memandangnya, terpaksa
menundukkan kepala. Dan menggntai melalui celah-celah jari tangan yang
menutupi wajahnya.
Sesaat kemudian tangan kiri Ki
Gering Langit di- usapkan ke arah batang pedang. Mulai dari pangkal sampai ke
ujungnya. Pada saat tangan kiri Ki Gering Langit mengusap, mata Pedang Bintang
diselimuti sinar putih berkilauan yang menyilaukan mata. Sesaat kemudian cahaya
menyilaukan tadi lenyap pedahan- lahan.
Trekkk!
Ki Gering Langit menyarungkan
Pedang Bintang kembali. Kemudian diberikan pada Arya.
"Pergunakan pedang ini
untuk menghadapi Iblis Hitam."
"Baik, Guru," sahut
Arya seraya menevima Pedang Bintang penuh hormat."Ada yang ingin kau
utarakan lagj padaku, Arya?" tanya Ki Gering Langit
"Anu, Guru...,"
sahut Dewa Arak ragu-ragu.
"Ара itu, Arya?
Katakanlah...."
"Aku hanya ingin tahu....
Ilmu apakah yang membuat Guru datang dan per® ke setiap tempat dengan begitu
mudah?" tanya Arya ingin tahu.
"Ooo... itu," Ki
Gering Langit tertawa terkekeh. "Ada dua, Arya. Yang pertama adalah ilmu
'Urai Bumi', yaitu apabila kau memanggilku. Sedangkan bila aku datang tanpa
pariggilanmu, itu adalah ilmu 'Ring- kas Bumi'. Puas? Lain kali akan
kuterangkan panjang lebar. Sekarang selamatkan dulu calon istrimu...."
Setelah berkata demikian, Ki
Gering Langit men- dadak lenyap. Arya segera memberi penghormatan melepas
kepergian gurunya.
Tanpa membuang-buang waktu
lagi Arya segera melesat dari situ. Perasaan cemasnya telah berganti dengan
perasaan tenang. Bahkan kini ada rasa sejuk di dalam dadanya. Dan ini
dialaminya setiap kali dia habis berjumpa dengan gurunya!
***
Matahari telah mulai condong
ke Barat. Semburat warna lembayung pun telah nampak di lan®t sebelah Barat
ketika Dewa Arak tiba di depan gua tempat Melati disekap.
Baru saja Arya hendak
melangkah masuk, tiba-tiba dari dalam melesat sesosok tubuh serba hitam yang
memiliki sepasang mata bersinar kehijauan. Siapa tagi kalau bukan Iblis Hitam!
"Ha ha ha..!" Iblis
Hitam tertawa bergelak melihat kedatangan Dewa Arak. "Rupanya kau in®n
kukirim ke neraka juga, heh!"
"Kita lihat saja, Iblis
Hitam!" sahut Dewa Arak tak kalah gertak. "Siapa di antara kita yang
akan pergi ke neraka?! Kau atau aku!"
Setelah berkata demikian, Dewa
Arak segera men- cabut Pedang Bintang yang tergantung di pinggangnya.
Srattt!
Teipancar sinar terang
berwarna putih menyi laukan begitu Pedang Bintang tercabut dari sarungnya.
"Ah...!"
Iblis Hitam berseru kaget
ketika sepasang matanya menatap pedang yang terhunus di tangan lawan. Kakinya
pun melangkah mundur ke belakang .
Diam-diam Dewa Arak terkejut.
Rupanya tokoh sesat ini tahu kalau pedang di tangannya bakal mampu menembus
pusakanya.
Cepat laksana kiiat kedua
tangan Iblis Hitam bergerak. Sesaat kemudian di kedua tangannya telah
tergenggam dua batang kapak berwarna hitam mengkilat. Kapak yang mengandung
racun ganas tak terkira.
Wukkk, wukkk!
Secepat kedua kapak itu berada
di tangannya, secepat itu pula diputar-putar di depan dada Anginbercuitan
nyaring mengiringi setiap gerakan kedua kapak.
Cuittt, cuittt!
Dewa Arak yang tidak mau
kalah, segera memu- tar-mutarkan Pedang Bintang di depan dada. Sekejap kemudian
sekujur tubuhnya terbungkus sinar berwama putih menyilaukan.
Dan begitu pemuda berambut
putih keperakan ini menghenfikan putaran pedang, dia langsung dengan pembukaan
'Ити Pedang Pembunuh Naga'. llmu yang diwarisi dari Pendekar Ruyung Maut, ayah
Arya (Untuk jelasnya, baca serial Dewa Arak dalam episode perdananya,
"Pedang Bintang").
Dewa Arak membentuk kuda-kuda
rendah dengan lutut kiri ditekuk ke belakang. Kaki kanan dijulurkan ke depan
dengan ujung kaki menyentuh tanah. Sepasang malanya menatap ke depan. Tangan
ldri terkepal di pinggang.
Sementara tangan kanan
mengacungkan pedang yang dijulurkan menukik ke depan. Ujung pedang menyentuh
tanah. Inilah pembukaan 'Ити Pedang Pembunuh Naga' yang telah disesuaikan
dengan ilmu andalannya, 'Dmu Belalang Sakti'!
Iblis Hitam tidak mau kalah.
Tokoh sesat ini pun membentuk pembukaan ilmunya. Mirip dengan kuda- kuda Dewa
Arak. Hanya saja posisi kuda-kudanya tidak terlalu rendah. Kaki larinya berada
di depan. Dan jarak antara tapak kaki kiri dan kaki kanan pun Hdak sejauh
kuda-kuda Dewa Arak. Kedua kapaknya disi- langkan di depan wajah.
"Hiyaaa...!"
Sambil mengeluatkan teriakan
nyaring, Arya me- loncat menyerang. Pedang di tangan kanannya ditu- sukkan
bertubi-tubi ke arah leher.
Sin®ig!
Terdengar suara mendesing
nyaring yang menya- kitkan telinga, mengiringi berkelebatnya sebaris sinar
berwarna putih menyilaukan mata.
Kali ini Iblis Hitam rupanya
tidak berani gegabah mengandalkan keistimewaan pusakanya. Kapak di tangan
kirinya segera digerakkan menangkis, seraya me- miringkan tubuh bagian kanan ke
bawah. Berbareng dengan itu, kapaknya diayunkan ke perut Dewa Arak.
Tranggg!
Bunga api berpijar ketika dua
buah senjata pusaka beradu. Baik Dewa Arak maupun Iblis Hitam merasa- kan
tangan yang menggenggam senjata tergetar hebat.
Begitu serangannya tertangkis,
Dewa Arak segera melempar tubuh ke belakang dengan memarifaatkan daya dorong
benturan kedua senjata tadi.
Wusss!
Sambaran kapak Iblis Hitam
lewat sejengkal di depan perut Dewa Arak.Tapi Iblis Hitam yang tidak ingin
memberi kesempatan lawanhya memperbaiki posisi kuda-kuda, kembali melompat
memburu. Sepasang kapaknya berkele- batan menyambar berbagai bagian tubuh Dewa
Arak.
Tapi Arya yang memang sejak
semula sudah bersiap sedia, segera menghadapi amukan Iblis Hitam dengan 'llmu
Pedang Pembunuh Naga'. Pedang Bintang A tangannya pun berkelebatan ke sana
kemarl mencari sasaran.
Hebat bukan main akibat
pertarungan kedua tokoh sakti ini. Angin bercicitan tajam dari udara yang
terobek mengiringi setiap gerakan senjata mereka.
Pertarungan antara Dewa Arak
dan Iblis Hitam berlangsung cepat, sehingga sebentar saja lima puluh jurus
telah berialu. Dan sampai sejauh itu behim nampak tanda-tanda ada yang akan
terdesak. Tanah sudah terbongkar di sana-sini. Debu pun mengepul tings ke
udara. Sementara batu-batu besar-kecil ber- pentalan tak tentu arah. Suasana di
sekitar mulut gua seketika jadi kacau-balau.
Menginjak jurus ke seratus,
Dewa Arak mulai nampak terdesak. Memang dalam. hal ilmu meri- ngankan tubuh dan
tenaga dalam, keduanya berimbang. Tapi dalam hal mutu ilmu silat, Iblis Hitam
masih lebih unggul. Permainan sepasang kapak Iblis Hitam berada di atas mutu
'Ilmu Pedang Pembunuh Naga' milik Dewa Arak. Мака tidak mengherankan kalau
perlahan namun pasti Arya mulai terdesak hebat!
"Ha ha ha...!"
Iblis Hitam tertawa bergelak.
Gerakan sepasang kapak di tangannya pun semakin menghebat Dewa Arak kini hanya
mampu menangkis dan mengelak. Hanya sesekali saja mengirimkan serangan balasan.
Tanpa sepengetahuan kedua
orang itu, ada dua sosok yang menyaksikan pertarungan. Pendekar Golok Baja dan
Pandora diam-diam sudah tiba di tempat itu sejak Dewa Arak dan Iblis Hitam
ribut mulut sampai keduanya bertarung.
Pendekar Golok Baja
mengerutkan alisnya begitu melihat gulungan sinar putih menyllaukan semakin
kecil. Sementara gulungan sinar berwarna hitam semakin merajalela. Pendekar
ini segera tahu kalau Dewa Arak terdesak hebat
"Sungguh tidak kusangka
kalau Iblis Hitam adalah dia...," ucap Pendekar Golok Baja setengah
mengeluh. Memang, Prajasena telah mengetahui orang di balik seragam Iblis
Hitam.
Kini suara orang yang berada
di balik pusaka-peninggalan Iblis Hitam amat dikenalnya, karena sangat jelas
terdengar. Bahkan bukan hanya Pendekar Golok Baja saja. Pandora pun
mengenalnya.
"Jadi..., Tuan bisa
mencegah mereka berdua mengadu nyawa...," sahut Pandora.
"Mudah-mudahan saja
Pandora," ucap Pendekar Golok Baja setengah mengharap. "Mudah-mudahan
saja dia masih taat pada aturan leluhur Iblis Hitam."
"Bukankah Tuan pernah
bercerita... kalau aturan leluhur Tuan harus ditaati setiap keturunannya?"
tanya Pandora mengingatkan.
Belum juga Pendekar Golok Baja
menjawab, terdengar suara melengking nyaring. Seketika itu juga pandangan
laki-laki gagah ini dialihkan ke arah pertempuran. Kontan sepasang matanya
terbelalak. Pandora pun mengalihkan perhatiannya.
Rupanya saat itu Dewa Arak
tengah melancarkan serangan ke arah IbBs Hitam. Batang pedangnya tiba-tiba
bergetar hebat, sehingga terlihat menjadi belasan pedang yang semuanya menuju
ke arah Iblis Hitam.
"Hih!"
Iblis Hitam yang tidak berani
mengelakkan serangan, segera mengayunkan kedua kapak di tangannya. Melakukan
tangkisan menggunting.
Tranggg!
Bunga api memercik ke udara
ketika tiga buah senjata pusaka beradu. Seketika tubuh kedua orang sakti itu
sama-sama terhuyung-huyung ke belakang. Tapi, secepat itu pula keduanya kembali
melancarkan serangan susulan ke arah lawan masing-masing.
Cappp! Srattt!
Perisflwa yang teijadi
berlangsung begitu cepat. Pedang Bintang Dewa Arak menusuk bagian atas dada
kiri Iblis Hitam. Sebaliknya, kapak di tangan kanan tokoh sesat itu menyerempet
dada Arya.
Kedua tokoh sakti itu sama-sama
memekik tertahan. Tubuh keduanya pun langsung terhuyung ke belakang. Balk Dewa
Arak maupun Iblis Hitam sama- sama mendekap luka masing-masing.
Dewa Arak terkejut bukan main
ketika merasakan hawa dingin yang amat sangat menyebar dari luka di dadanya. Hawa
dingin yang hampir membuat sekujur ototnya mendadak kaku. Seketika itu juga
tubuhnya terguling di tanah.
"Racun...," desis
Dewa Arak terkejut, seraya buru-buru menjumput guci araknya. Diangkatnya ke
atas kepala, dan dituangkan ke mulut Tampak jelas kalau Arya harus berjuang
keras meraih guci dan menuangkan ke mulutnya. Kekakuan yang melanda sekujur
otot-otot dan urut-urat tubuhnya membuat dia susah menggerakkan anggota tubuh.
Gluk... gluk... gluk...!
Suara berceglukan terdengar
begitu arak melewatt kerongkongan Dewa Arak. Arya tahu kalau arak yang berada
di dalam gucinya sanggup menawarkan racun. Dan itulah keistimewaan guci pusaka
miliknya. Setiap racun yang, masuk ke dalam guci langsung tawar. Bahkan bukan
hanya itu saja, setiap arak yang masuk ke dalam guci pusakanya langsung keras
dan dapat langsung merjadi obat penawar racun.
"Ha ha ha...I"
Iblis Hitam tertawa bergelak
begitu melihat Dewa Arak terkena babatan kapaknya. Sungguhpun dia sendiri
teriuka, tapi jelas terlihat kalau tokoh sesat ini gembira bukan main. Iblis
Hitam tahu kaiau racun kapaknya sudah bekeija.
Arya menggertakkan gigi. Racun
yang terkandung dalam kapak sosok serba hitam itu ternyata benar-benar racun
luar biasa. Padahal dia telah minum arak dari guci pusakanya. Tapi, kekakuan
pada sekujur Otot-otot dan urat-urat di sekujur tubuhnya trtap saja tidak
berkurang. Hanya rasa pening yang tadi melan- danya, kini telah lenyap.
Selangkah demi selangkah Iblis
Hitam menghampiri Dewa Arak yang teigeletak kaku di tanah. Betapapun pemuda
berambut putih keperakan itu mencoba mengerahkan 'Tenaga Sakti lnti Matahari'
miliknya untuk mengusir hawa dingin, namun tetap saja hasilnya nihil.
"Ha ha ha...!"
Iblis Hitam yang tahu keadaan
lawannya, terns menghampiri sambil tertawa terkekeh-kekeh. Jaraknya dengan
pemuda berambut putih keperakan itu tinggal lima langkah lagi.
"Hentikan, Kala
Sunggi!"
Mendengar bentakan itu, Iblis
Hitam terlonjak kaget bagai disengat kalajengking. Bahkan tubuhnya sampai
beijingkat Jelas kegugupannya terlihat ketika kepalanya menoleh ke arah asal
bentakan.
Terkejut juga hati Dewa Arak
ketika melihat Iblis Hitam yang menggiriskan itu melangkah ke belakang.
Sementara orang yang mengeluarkan suara bentakan tengah melangkah menghampiri
tokoh sesat itu. Dia adalah Pendekar Golok Baja!
"Sudah terlalu banyak
orang yang kau bunuh, Kala Sunggi Dan..., aku tidak ingin kau mengotori
tanganmu dengan darah orang-orang tak berdosa lagi!" ucap Prajasena penuh
wibawa. Kakinya tetap melangkah mendekati Iblis Hitam yang diyakininya adalah
Kala Sunggi "Cepat buka seragam leluhur kita! Kau tidak berhak memakainya,
Kala Sunggi!"
"Tapi..., aku hanya
bermaksud membalas dendam kematian ayah, Kakang Prajasena...,"
Iblis Hitam membela diri
dengan suara gugup. Hilang sudah kegarangannya. Rupanya Iblis Hitam adalah Kala
Sunggi, adik kandung Pendekar Golok Baja yang hilang beberapa tahun yang lalu.
Kiranya Kala Sunggi menghilang setelah mencuri pusaka peninggalan Iblis Hitam,
dan mempelajarinya.
"Hm.... Bukankah semua
pembunuh ayah sudah kau binasakan? Bahkan aku juga tahu kalau kau telah
membunuh Tengkorak Merah.; Tapi, mengapa kau hendak membunuh pemuda itu?"
-desak Pendekar Golok Baja sarpbil menuding ke arah Dewa Arak.
"Dia yang mencari urusan
denganku, Kang," bantah Iblis Hitam.
"Pemuda itu hanya ingin
menyelamatkan teman wanitanya yang kau culik?" sentak Prajasena keras.
Iblis Hitam pun terdiam.
Kepalanya tertunduk dalam.
"Ingat, Kala Sunggi.
Selama masih ada aku..., kau tidak boleh mengambil peninggalan Iblis Hitam! Aku
yang berhak. Itu adalah aturan turun temurun leluhur kita. Kau tahu....,
sepanjang sejarah, tidak ada seorang pun keturunan leluhur kita yang menentang
aturan itu. Apakah kau hendak menentangnya? Dan..., beranikah kau
menentangnya?"
"Tidak, Kang. Aku tidak
berani menentang," sahut Iblis Hitam lirih.
"Kalau kau sudah
menyadari kesalahanmu, cepat kau berikan penawar racun untuk pemuda itu!"
ucap Prajasena bemada memerintah.
"Baik, Kang," sahut
Iblis Hitam seraya menghampiri Dewa Arak yang masih tergolek di tanah. Kemudian
mengeluarkan sebutir pil berwarna kemerahan. Lalu diberikan pada Dewa Arak yang
segera menetannya.
Arya takjub. Pil berwarna
kemerahan itu temyata memiliki khasiat yang sangat mujarab. Begitu masuk ke
dalam perutnya, langsung bereaksi dengan cepat Perlahan-lahan rasa dingin yang
melanda sekujur tubuhnya mulai berkurang. Setelah semakin berkurang, pemuda
berambut putih keperakan itu mengusir pengaruh hawa dingin yang tersisa dengan
mengerahkan 'Tenaga Sakti Inti Matahari'.
Sesaat kemudian Dewa Arak sudah
bisa bangkit kembali.
"Cepat kau minta maaf
pada Dewa Arak!" ucap Pendekar Golok Baja.
Tanpa banyak membantah, Kala
Sunggi alias Iblis Hitam segera menghampiri Dewa Arak Kemudian mengulurkan
tangannya.
"Maafkan semua
kesalahanku, Dewa Arak," ucap Kala Sunggi pelan.
"Lupakanlah, Iblis
Hitam," sahut Arya seraya menggenggam tangan tokoh sesat itu erat erat.
"O, ya... Kawanmu ada di
dalam," beri tahu Iblis Hitam. Nada suaranya tidak terdengar garang lagi.
"Mari kita pergi,"
ajak Pendekar Golok Baja.
Sesaat kemudian, tiga sosok
tubuh tadi sudah melesat meninggalkan sekitar mulut gua. Kini di tempat itu
tinggal Dewa Arak seorang diri.
"Hhh...!"
Arya menghela napas lega.
Sungguh tidak disangka kalau persoalan ini akan selesai begitu mudah. Sejenak ditatapnya
tubuh ketiga orang yang sudah kian mengecil, sebelum kakinya sendiri bergerak
cepat masuk ke gua.
Dan seperti ара yang
diperlihatkan gurunya, Melati terbaring di atas balai-balai bambu. Kaki dan
tangan gadis berpakaian putih itu terikat di tiap sudut balai- balai. Terikat
terpentang.
"Melati...," desis
Arya, antara perasaan lega dan haru yang menyemak.
"Kang Arya...,"
Melati balas menyahut Suaranya pelan mirip desahan. Bahkan terdengar sedikit
isakan keluar dari mulutnya.
Walaupun masih tampak pucat,
tapi sinar matanya memancarkan kegembiraan yang amat sangat .
Memang sejak kemarin Melati
telah dicekam rasa takut pada malapetaka yang akan menimpanya. Так sanggup
gadis ini membayangkan apabila yang ditakutkannya benar-benar terjadi. Mungkin
seumur hidup dia tidak akan berani bertemu muka dengan tunangannya.
"Kau tidak apa-apa,
Melati?" tanya Dewa Arak.
Ada nada kekhawatiran yang
amat sangat dalam suaranya. Sepasang matanya merayapi sekujur wajahdan tubuh
Melafi dengan pandang mata cemas. Sementara tangannya yang menggenggam Pedang
Bintang mengiris tali-tali yang mengikat tangan dan kaki Melati.
Tali itu ternyata alot bukan
main. Pantaslah kalau Melati tidak mampu membebaskan diri, pikir Arya maklum.
"Kang Arya...!"
Melati langsung bangkit duduk.
Kemudian dipeluknya tubuh Arya, begitu tali-tali pengikatnya putus. Pemuda
berambut putih keperakan itu pun balas memeluk gadis yang dicintainya
erat-erat, seolah-olah tidak ingin dilepaskan lagi. Diusap usapnya rambut
Melati yang hitam, panjang dan indah dengan penuh kasih sayang.
"Untung kau cepat datang,
Kang Arya," ucap Melati dengan suara mengandung isak. Untuk pertama
kalinya Melati dicekam rasa takut yang hebat. Sepasang matanya berkaca-kaca
menahan rasa haru.
"Lupakanlah..., semuanya
sudah berlalu," ucap Dewa Arak sambil melepaskan pelukannya pedahan-
lahan, kemudian menceritakan semua yang terjadi. Sementara Melati hanya
mendengarkan saja. Sedangkan sepasang matanya yang bening dan indah merayapi
wajah tampan di depannya.
"Mari kita tinggalkan
tempat ini, sebelum hari menjadi gelap," ajak Arya.
Setelah berkata demikian, Dewa
Arak pun bangkit dari duduknya seraya menggandeng tangan Melati.
Mereka berdua bergegas keluar
dari gua .
Keadaan di luar gua memang
telah mulai gelap .
Matahari telah condong ke
Barat,Dan bercak sinar lembayung nampak di kaki langit sebelah Barat, ketika
Dewa Arak dan Melati bergegas menuruni lereng gunung .
SELESAI