Kho Ping Hoo
-------------------------------
----------------------------
Bab 56 - Mati Tidak Dapat Didahulukan
Dunia seakan-akan berubah
dalam sekejap mata bagi mereka berdua. Penuh keindahan, penuh kegembiraan,
penuh harapan dan bayangan yang muluk-muluk.
!Uhu-huuuuk-huuu....!! Dara
itu menangis mengguguk sambil berlutut di depan kaki gurunya, memeluk kaki itu
dan air matanya bercucuran.
Hek-sin Touw-on terkejut bukan
main menyaksikan keadaan muridnya ini. Datang-datang muridnya merangkul kakinya
dan menangis sedih seperti itu, sungguh membuatnya bingung sekali.
Berkali-kali dia menyuruh
muridnya menceritakan apa yang begitu menyusahkan hatinya, namun Kang Swi Hwa
atau Ang-siocia tidak kuasa mengeluarkan kata-kata, hanya menangis mengguguk
makin sedih sehingga akhirnya kakek itu maklum bahwa dia harus membiarkan
muridnya menangis dulu sampai kedukaan yang menyesak di dada itu terlampiaskan
dalam tangisnya.
Akhirnya reda juga tangis
Ang-siocia, tinggal terisak-isak jarang. Gurunya, kakek Hek-sin Touw-ong lalu
mengangkatnya bangun dan disuruhnya murid itu duduk di atas bangku di depannya.
Mereka berada di dalam sebuah kuil rusak dan mereka duduk di atas bangku-bangku
batu yang kasar. Kuil itu berada dalam sebuah hutan di lereng bukit.
Swi Hwa, mengapa engkau
menangis seperti ini? Sungguh memalukan sekali melihat muridku menangis seperti
seorang perempuan lemah yang cengeng. Mana kegagahan yang kugemblengkan pada
dirimu selama bertahun-tahun ini?! Kakek itu menarik napas panjang, agaknya dia
melihat bahwa betapapun gagahnya, muridnya itu hanya seorang wanita, dan
menurut kata pujangga kuno, wanita tidak dapat dipisahkan dari air mata!
Suhu, maafkan teecu....! Gadis
itu berkata di antara isaknya.
Hemmm, entah sudah berapa
ratus kali selama menjadi muridku engkau minta maaf, dan sebanyak itu pula aku
selalu memaafkanmu. Sekarang, ceritakan, mengapa kau menangis?!
Suhu.... teecu ingin mati
saja....!! Gadis itu menutupi muka dengan kedua tangannya dan dari celah-celah
antara jari tangannya nampak air matanya menetes.
Hehhh? Apa-apaan lagi ini?
Mana bisa manusia minta mati kalau belum tiba saatnya? Kalau sudah tiba
saatnya, tanpa diminta pun akan mati. Hayo bilang, mengapa kau sampai
mengeluarkan kata-kata gila ini? Apa yang terjadi dengan dirimu?!
Gadis itu menggeleng kepala,
lalu menurunkan kedua tangan dari depan muka. Mukanya yang cantik itu agak
pucat dan amat muram, basah oleh air matanya. Hati kakek itu terkejut dan
kasihan juga melihat ini karena maklumlah dia bahwa muridnya ini mengalami
pukulan batin yang parah juga.
Tidak terjadi apa-apa dengan
diri teecu, akan tetapi telah terjadi hal yang hebat dengan diri.... dia....!
Gadis itu megap-megap seperti ikan di darat.
Dia? Dia siapa?! Hek-sin
Touw-ong bertanya, memandang wajah muridnya penuh selidik karena dia khawatir
kalau-kalau kesedihan membuat muridnya ini mengalami guncangan batin yang akan
mengganggu ketenangan jiwanya.
Dia Pendekar Siluman
Kecil....!!
Alis kakek itu berkerut. Dia
sudah mengerti bahwa muridnya ini tergila-gila kepada pendekar sakti itu.
Ada apa dengan dia?! desaknya.
Siluman Kecil itu menurut muridnya dapat mengalahkan Sin-siauw Seng-jin,
berarti memiliki kesaktian setinggi langit yang sukar diukur lagi, maka apakah
yang dapat menimpa seorang pendekar sakti seperti itu? Apakah pendekar itu
terkena malapetaka maka muridnya menjadi berduka seperti ini?
Siluman Kecil? Ada apa dengan
dia? Apa yang terjadi?!
Dia.... dia.... mencinta
wanita lain, Suhu.... uuuhhhu-hu-huuuhhh....!! Dara itu menangis lagi.
Hek-sin Touw-ong mengerutkan
alisnya dan memandang kepala yang menunduk dan pundak yang berguncang-guncang
dalam tangisnya itu. Dia menarik napas panjang berkali-kali dan hatinya penuh
rasa iba kepada muridnya ini. Terbayanglah semua peristiwa semenjak dia
mengambil anak itu sebagai murid. Dia tahu bahwa Kang Swi Hwa adalah cucu dari
Sai-cu Kai-ong yang dititipkan kepada Sin-siauw Seng-jin untuk dilatih ilmu
silat. Karena penasaran terhadap Sin-siauw Seng-jin, maka dia menculik anak itu
untuk dilatihnya sendiri. Akan tetapi kemudian, maksud yang hanya ingin
menimpakan rasa penasaran itu kepada Sin-siauw Seng-jin, akhirnya berubah
setelah dia mulai mencinta murid itu sebagai puterinya sendiri! Maka anak itu
pun dididiknya terus sampai menjadi dewasa dan dia telah mewariskan seluruh
ilmu kepandaiannya, baik ilmu silat, ilmu maling dan ilmu menyamar kepada dara
itu. Dia tahu bahwa muridnya ini adalah cucu dari Sai-cu Kai-ong, seorang yang
sudah dikenalnya dengan baik maka dia pun mendidik muridnya itu sekuat
tenaganya sehingga muridnya kini memiliki tingkat kepandaian yang sudah hebat,
hampir menyamai tingkatnya sendiri. Maka ketika dia mendengar betapa muridnya
itu dihina! secara tidak sengaja oleh murid Sai-cu Kai-ong, dia terkejut bukan
main dan heran mengapa justeru murid dari kakek gadis ini yang bertemu dan
menghina! nya! Maka timbul pula niatnya untuk menjodohkan muridnya dengan
pemuda murid Sai-cu Kai-ong itu, dengan demikian, selain untuk menebus
kesalahannya terhadap Sai-cu Kai-ong, juga untuk menghapus aib yang telah
dialami oleh Swi Hwa. Dia sengaja mengganti nama muridnya yang ketika itu masih
kecil sekali sehingga tidak mungkin dapat mengingat apa-apa, mengganti namanya
menjadi Kang Swi Hwa, bahkan dia telah menghapus tahi lalat di dagu anak itu
agar tidak akan dikenal oleh Sai-cu Kai-ong dan Sin-siauw Seng-jin! Dan kini,
ternyata muridnya itu mencinta Siluman Kecil dan merana, patah hati, karena
Siluman Kecil mencinta gadis lain!
Setelah sejenak membiarkan
dara itu menangis lagi, dengan hati terharu Hek-sin Touw-ong lalu memegang
kedua pundak muridnya, dan berkata dengan suara menghibur, Kalau begitu, masih
jauh lebih baik bagimu, muridku....!
Mendengar ini, dara itu
mengangkat mukanya yang basah air mata itu, memandang gurunya dengan penasaran.
Lebih baik....? Apa.... apa
maksud Suhu?! Dia sedih setengah mati, gurunya malah mengatakan lebih baik!
Hati siapa tidak menjadi penasaran?
Kakek itu mengangguk-angguk
dan kembali menarik napas panjang. Jauh lebih baik gagal sebelum menikah,
daripada gagal setelah menjadi suami isteri.... seperti gurumu ini....!
Sepasang mata yang masih basah
itu terbelalak. Tak disangkanya gurunya akan berkata demikian. Gurunya tidak
pernah bercerita tentang diri sendiri, bahkan tidak pernah bercerita tentang
riwayatnya, tentang ayah bundanya.
Apakah Suhu pernah menikah?!
tanyanya, hatinya tertarik karena seluruh perhatiannya tertarik akan keadaan
suhunya, maka otomatis dia melupakan diri sendiri dan lenyaplah seketika rasa
duka di hatinya. Memang, kedudukan bukan lain hanyalah permainan ingatan,
permainan pikiran yang mengingat-ingat dan membayang-bayangkan, penuh dengan
iba diri. Begitu pikiran meninggalkan semua itu, ditujukan kepada lain hal
dengan penuh perhatian, maka duka pun lenyap tanpa bekas!
Kakek itu mengangguk. Aku
pernah menikah, akan tetapi terdapat ketidakcocokan dalam kehidupan rumah
tangga kami. Kami hidup menderita, seperti dalam neraka karena percekcokan
terjadi setiap hari. Akhirnya, setelah menikah selama tiga tahun tanpa ada
keturunan, kami terpaksa berpisah, dan semenjak itu, aku tidak mau lagi
menikah....!
Melihat wajah suhunya
membayangkan penderitaan batin, seketika lupalah Swi Hwa akan kesusahan hatinya
sendiri. Dia memandang kepada suhunya dengan hati penuh perasaan iba. Akan
tetapi kakek itu lalu melanjutkan, Karena itulah, Swi Hwa, kukatakan lebih baik
gagal sebelum menikah seperti yang kualami ini. Bayangkan saja kalau
kegagalanmu ini terjadi setelah engkau menikah dengan seorang suami yang tidak
menaruh cinta kepadamu, tentu akan lebih pahit dan sengsara lagi.!
Dara itu kini menunduk, dia
mengerti akan maksud ucapan gurunya itu. Jadi, dalam pernikahan Suhu itu hanya
terdapat cinta sepihak?!
Hek-sin Touw-ong mengangguk.
Ya, hanya dariku adanya cinta itu, tidak dari fihaknya. Maka, kalau Siluman
Kecil tidak mencintamu dan mencinta orang lain, apa yang perlu disesalkan?
Dunia tidak hanya setapak tangan lebarnya, dan masih terdapat banyak sekali
pria yang cukup baik untuk menjadi calon jodohmu. Terutama sekali, kita harus
mencari pemuda bernama Siauw Hong itu, karena menurut pandanganku, hanya dialah
yang harus menjadi suamimu, karena dia yang pernah melihat tubuhmu!!
Dara itu makin menunduk dan
mukanya berubah merah mendengar ucapan ini, karena dia teringat akan peristiwa
itu, ketika dia yang menyamar sebagai pria terbuka rahasianya oleh Siauw Hong,
ketika Siauw Hong berusaha mengobatinya dan memeriksa dadanya!
Hanya ada dua pilihan terhadap
pemuda itu. Membunuhnya atau menikah dengan dia! Kehormatan dan nama baikmu
tergantung sepenuhnya kepada persoalan ini, muridku. Maka, marilah engkau ikut
bersamaku pergi mencari Sai-cu Kai-ong untuk membicarakan urusan muridnya itu.!
Tapi.... Suhu, teecu belum
mempunyai ingatan untuk menguruskan persoalan jodoh sebelum.... sebelum teecu
mendengar dari Suhu tentang keadaan keluarga teecu. Suhu selalu mengelak dan
tidak mau memberi keterangan kepada teecu. Sekarang teecu mohon Suhu suka
memberi penjelasan. Siapakah ayah bunda teecu? Apakah mereka masih hidup dan
mengapa teecu sejak kecil ikut bersama Suhu?!
Kakek itu menghela napas.
Dalam hal ini aku berdosa kepadamu, muridku. Ketahuilah, bahwa engkau adalah
seperti cucu atau anak angkatku sendiri, di samping engkau muridku
satu-satunya. Dan terus terang saja, aku tidak dapat menceritakan tentang
keluargamu karena memang aku tidak tahu. Hanya ada satu orang saja yang akan
dapat menceritakan hal itu kepadamu.!
Siapa dia, Suhu?!
Dia adalah Sai-cu Kai-ong....!
Apa....?! Ang-siocia atau Kang
Swi Hwa memandang kepada suhunya dengan mata terbelalak lebar. Kakek sakti
guru.... Siauw Hong itu....?!
Hek-sin Touw-ong mengangguk.
Muridku, agaknya sudah tiba saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia yang
meliputi dirimu. Akulah yang bertanggung jawab akan semua itu. Maka, mari kau
ikut bersamaku menemui Sai-cu Kai-ong, sekalian kita bicarakan urusan muridnya
itu.!
Dara itu mengangguk sambil
menundukkan mukanya. Dia akan selalu merasa canggung dan malu kalau bicara
tentang pemuda yang menjadi pangeran pengemis itu, karena nama Siauw Hong
selalu mengingatkan dia akan peristiwa yang dialaminya, ketika rahasia
penyamarannya sebagai pria terbuka oleh pemuda itu.
Berangkatlah guru dan murid
itu melanjutkan perjalanan, meninggalkan kuil tua itu. Seperti telah
diceritakan di bagian depan, Ang-siocia lari mengejar ketika melihat Siluman
Kecil pergi, kemudian di tengah perjalanan dia bertemu dengan Siang In. Mereka
berpisah dan tanpa disengaja, kembali dia bertemu dengan Siang In yang sedang
berkasih-kasihan dengan Siluman Kecil. Dapat dibayangkan betapa hancur rasa
hati Kang Swi Hwa melihat betapa pria yang dikaguminya dan diam-diam dicintanya
itu ternyata saling mencinta dengan seorang gadis lain. Maka dia lalu diam-diam
meninggalkan tempat itu sambil menangis. Dia tidak tahu bahwa ketika dia lari
meninggalkan benteng yang terbakar, dari jauh gurunya selalu membayanginya dan
melihat dara itu menangis, Hek-sin Touw-ong lalu mengejar, menyusulnya dan
mengajaknya istirahat di kuil tua itu dan bertanya apa yang disusahkan oleh
muridnya. Karena kakek ini membayangi muridnya dari jauh, maka dia tidak ikut
menyaksikan apa yang menjadi sebab muridnya berduka, dia tidak melihat betapa
Siluman Kecil sedang berkasih-kasihan dengan Siang In.
Beberapa hari kemudian guru
dan murid ini sudah tiba di puncak Bukit Nelayan di Pegunungan Tai-hang-san,
tempat tinggal Sai-cu Kai-ong. Dari lereng saja sudah nampak bangunan besar
kuno yang dahulunya merupakan bangunan semacam istana megah dari raja pengemis,
nenek moyang dari Sai-cu Kai-ong. Berbeda dengan nenek moyangnya, Saicu Kai-ong
kini tidak suka menonjolkan diri dan biarpun dia dijuluki Kai-ong dan
pengaruhnya masih besar sekali, dianggap sebagai datuk kaum pengemis dan
dipuja-puja oleh semua perkumpulan pengemis, namun dia tidak secara langsung
memimpin para pengemis itu. Dia lebih senang menyembunyikan diri di dalam bekas
istana nenek moyangnya itu, hidup bersunyi di puncak Bukit Nelayan.
Ketika guru dan murid itu
telah berdiri di depan rumah kuno yang kelihatan kosong dan sunyi itu, Hek-sin
Touw-ong lalu berseru sambil mengerahkan khikangnya sehingga suaranya bergema
sampai terdengar dari tempat jauh.
Kai-ong, ini sahabatmu
Touw-ong ingin berjumpa denganmu!!
Memang kedengarannya lucu.
Touwong (Raja Maling) ingin bertemu dengan Kai-ong (Raja Pengemis)! Suara dari
Hek-sian Touw-ong menimbulkan gema yang panjang dari dalam gedung besar itu,
dan tak lama kemudian terdengar suara yang nyaring dari dalam gedung.
Selamat datang, Touw-ong!
Pintu rumahku tidak tertutup, harap kau masuk saja!!
Agaknya di antara kedua orang
sakti itu terdapat jalinan persahabatan yang sudah akrab, maka mereka
menggunakan kata-kata yang ramah dan kasar, tanpa banyak peraturan dan sopan
santun yang biasa timbul antara orang-orang yang baru berkenalan. Hek-sin
Touw-ong tertawa bergelak, kemudian mengajak muridnya memasuki pintu gerbang
besar dari rumah kuno itu.
Hek-sin Touw-ong sendiri hidup
sebagai seorang yang kaya, memiliki rumah besar yang terjaga oleh banyak
pelayan, maka tentu saja guru dan murid ini tidak asing dengan rumah-rumah
besar dan mewah. Akan tetapi, ketika memasuki istana tua ini, dara itu merasa
serem juga, dan kagum melihat hiasan-hiasan kuno yang antik dan indah. Rumah
kuno yang besar itu nampak sunyi menyeramkan karena kelihatan kosong tanpa ada
seorang pun manusia yang menjaganya, kelihatan dingin karena kurangnya manusia
di situ. Berindap-indap dara ini berjalan di samping gurunya, memandang ke
kanan kiri seperti memasuki sebuah gua yang penuh ancaman bahaya. Akan tetapi
Hek-sin Touw-ong yang dahulu sudah sering memasuki gedung ini, berjalan
seenaknya dan dengan wajah gembira,sungguhpun terdapat ketegangan yang nampak
dari kerutan di antara kedua alisnya. Kakek ini merasa gembira karena dia akan
mengejutkan dan mendatangkan kegembiraan besar kepada sahabat lamanya ini
dengan mengembalikan cucunya, akan tetapi juga dia merasa tegang karena merasa
bersalah telah menculik cucu sahabatnya yang diserahkan kepada Sin-siauw
Seng-jin untuk menjadi murid Kakek Suling Sakti itu. Juga hatinya tegang
mengingat bahwa pemuda yang pernah menghina! muridnya adalah murid sahabatnya
ini.
Ketika mereka tiba di dalam
sebuah ruangan, muncullah seorang kakek yang gagah perkasa, dan biarpun usianya
sudah lebih dari enam puluh lima tahun, namun tubuhnya yang tinggi tegap itu
masih nampak kokoh kuat, pakaiannya sederhana, pandang matanya tajam dan penuh
kejujuran dan kegagahan. Kakek ini, menggunakan sinar matanya menyapu wajah dua
orang tamunya dan dia agaknya merasa puas sekali melihat keadaan Hek-sin
Touw-ong karena sahabat lamanya itu masih nampak sehat dan sederhana, dengan
mukanya yang hitam terbakar matahari dan pakaiannya yang serba hitam pula. Dia
tahu bahwa Si Raja Maling ini amat kaya raya, namun pakaian dan sikapnya jelas
membuktikan bahwa kakek itu tidak membanggakan kekayaannya. Ketika Sai-cu
Kai-ong, kakek tuan rumah itu, memandang wajah Ang-siocia, dia kelihatan
tertarik sekali, bahkan seperti orang tertegun dan sinar matanya melekat pada
wajah dara itu. Kalau orang tidak mengenal bahwa kakek ini adalah seorang kakek
sakti yang gagah perkasa, yang sudah tidak tertarik lagi oleh wanita muda dan
cantik, maka tentu orang akan menyangka dia mata keranjang dan terpesona oleh
kecantikan Ang-siocia.
Melihat tuan rumah seperti
tertegun memandangnya, dengan sinar mata penuh selidik menjelajahi setiap
bagian wajahnya, Ang-siocia mengerutkan alisnya dan diam-diam hatinya sudah
merasa tidak senang, dan dia menyangka bahwa kakek itu tentu tergolong pria tua
yang cabul dan mata keranjang! Akan tetapi tidak demikian dengan gurunya,
Hek-sin Touw-ong tersenyum dan mengangguk-angguk.
Kai-ong, dia ini adalah
muridku, mengapa engkau memandanginya seperti itu? Apakah engkau sudah mengenal
muridku ini?! tanya Hek-sin Touw-ong sambil tersenyum.
Kalau memang dia terpesona
oleh kecantikan gadis itu, tentu Sai-cu Kai-ong akan merasa canggung dan malu
mendengar teguran itu, akan tetapi karena memang dia sama sekali tidak ada
pikiran yang tidak patut, teguran itu diterimanya secara sungguh-sungguh dan
dia pun menjawab tanpa melepaskan pandang matanya dari Ang-siocia.
Serasa kukenal dia....
wajahnya serupa benar dengan.... mantuku yang telah menlnggal dunia.... akan
tetapi....! kini matanya meneliti ke arah dagu Angsiocia.
Ha-ha-ha, pengemis tua bangka,
engkau mencari-cari sebuah tahi lalat kecil di dagu?!
Mendengar ini, secepat kilat
kakek itu menoleh dan memandang kepada tamunya dengan sinar mata berkilat,
wajahnya berubah pucat. Engkau maling tua, hayo katakan yang sebenarnya, apa
maksudmu itu? Dari mana kau tahu tentang tahi lalat di dagu?!
Tiba-tiba mata kakek itu
terbelalak dan dia menoleh lagi kepada Ang-siocia, memandang wajah dara itu,
kemudian dia menoleh lagi kepada Hek-sin Touw-ong, suaranya gemetar ketika dia
berkata, Touw-ong, demi Tuhan! Siapakah dia ini? Benarkah dia ini....?!
Kai-ong, mari kita duduk yang
baik dan akan kuceritakan sesuatu yang pasti akan mendatangkan kegembiraan
besar bagimu.!
Dengan mata masih memandang
kepada Ang-siocia, tuan rumah itu membawa dua orang tamunya ke sebuah ruangan
dan mereka duduk berhadapan. Kemudian tuan rumah itu memandang wajah Si Raja
Maling, dan dari sinar matanya dia mengajukan seribu satu macam pertanyaan.
Kai-ong, tak perlu kujelaskan
lagi, engkau tentu mengenal baik Sin-siauw Seng-jin, bukan? Biarpun engkau
belum pernah membongkar rahasia kakek suling sakti itu, namun aku dapat menduga
bahwa antara engkau dan dia terdapat suatu ikatan yang amat mendalam. Benarkah
demikian?!
Urusan yang menyangkut
Sin-siauw Seng-jin merupakan rahasia besar bagi Si Raja Pengemis, akan tetapi
karena dia percaya bahwa Raja Maling ini merupakan seorang gagah yang dapat
dipercaya, maka tanpa banyak cakap lagi dia mengangguk.
Nah, terus terang saja, aku
pernah bentrok dengan kakek yang angkuh dan sombong itu dan aku telah kalah
olehnya. Memang dia lihai bukan main dan betapapun aku berusaha, aku tidak
pernah dapat menangkan kakek yang penuh rahasia itu.!
Sai-cu Kai-ong tersenyum. Hal
itu tidak aneh, Touw-ong. Aku sendiri pun tidak akan mampu menandinginya.!
Dan aku merasa penasaran,
bukan main,....!
Ahhh, orang-orang macam kita
ini, tua bangka-tua bangka yang sudah banyak makan garam dunia, masa masih
harus merasa penasaran kalau dikalahkan orang? Engkau tentu tahu bahwa tidak
ada orang terpandai di dunia ini! cela Si Raja Pengemis.
Engkau benar. Akan tetapi
entah bagaimana, aku merasa penasaran sekali. Lebih-lebih ketika aku mendengar
betapa engkau mempercayakan seorang cucumu kepada kakek sombong itu untuk
dididik! Kai-ong, engkau memang terlalu. Kalau hanya untuk mendidik cucumu
saja, di dunia ini masih banyak sahabat-sahabat lainmu yang tidak sombong, dan
termasuk aku yang tentu akan bersedia untuk menurunkan seluruh ilmu tak
berharga yang ada padaku kepada cucumu. Akan tetapi, engkau justeru menyerahkan
cucumu itu kepada kakek tekebur yang kubenci itu! Tentu saja aku menjadi makin
penasaran saja.!
Sai-cu Kai-ong mengerutkan
alisnya. Bagaimana engkau dapat berkata demikian, Touw-ong? Urusan keluarga
adalah urusan kami sendiri dan kalau aku menyerahkan cucuku kepada Sin-siauw
Seng-jin, hal itu tentu terjadi dengan suatu sebab dan alasan yang kuat. Kalau
tidak demikian, apa kaukira aku malas untuk mendidik cucuku sendiri?!
Hek-sin Touw-ong mengangguk-angguk
dan menarik napas panjang. Agaknya engkau benar pula. Akan tetapi ketika itu
aku dibikin buta oleh perasaan penasaranku terhadap si suling sombong itu, maka
aku tidak dapat berpikir jernih. Untuk melampiaskan kemarahan dan rasa penasaranku,
aku lalu memasuki rumahnya dan.... kuculik cucumu itu, kubawa pergi!!
Terdengar teriakan nyaring dan
Sai-cu Kai-ong sudah bangkit berdiri dari bangkunya, matanya melotot dan
mukanya menjadi merah sekali. Mendengar teriakan nyaring tadi, Ang-siocia terkejut
bukan main karena dia merasa betapa jantungnya tergetar hebat dan tentu dia
sudah roboh kalau saja dia tidak cepat mengerahkan sinkangnya untuk melawan
serangan suara yang luar biasa itu. Itulah Ilmu Sai-cu Ho-kang yang dikeluarkan
oleh Sai-cu Kai-ong dalam kemarahannya.
Hemmm, jadi kiranya engkaukah
yang menculik cucuku itu?! Suara Raja Pengemis itu terdengar penuh ancaman dan
kemarahan yang ditahan-tahan.
Akan tetapi Hek-sin Touw-ong
masih bersikap tenang saja sungguhpun wajahnya berubah agak pucat. Dia
mengangguk. Benar, Kai-ong, akulah yang menculiknya, dan aku tidak menyesal
karena aku menganggap anak itu seperti anakku atau cucuku sendiri, aku
menurunkan seluruh ilmuku kepada muridku itu....!
Suhu....!! Ang-siocia
berteriak kaget mendengar ini. Sejak tadi dia mendengarkan saja tanpa mengerti
apa yang dibicarakan oleh kedua orang kakek itu. Akan tetapi, ucapan terakhir
suhunya itu membuka matanya. Kiranya dialah anak kecil yang dipercakapkan itu.
Dialah cucu Raja Pengemis ini yang dititipkan kepada Sin-siauw Seng-jin
kemudian diculik oleh suhunya! Pantas saja suhunya rnengatakan bahwa yang dapat
menceritakan semua keluarganya adalah Sai-cu Kai-ong yang ternyata adalah
kakeknya sendiri!
Dia.... dia ini Yu Hwim
cucuku....? Tapi.... tapi....! Sai-cu Kai-ong memandang dengan mata terbelalak
dan wajahnya pucat, suaranya gemetar karena keharuan yang mendalam.
Maksudmu tahi lalatnya? Tahi
lalat di dagu itu telah kuhilangkan dengan obat, dan dia pun hanya mengenal
namanya sebagai Kang Swi Hwa, atau julukannya Ang-siocia murid Si Raja Maling.!
Yu Hwi.... kau.... kau
cucuku....! Sai-cu Kai-ong berseru dan melangkah maju.
Kang Swi Hwa atau lebih tepat
lagi Yu Hwi juga memandang kakeknya itu, yang agaknya merupakan satu-satunya
keluarganya, maka dia pun lalu menjatuhkan dirinya berlutut di depan kakek itu.
Kong-kong....!!
Yu Hwi.... ah, Yu Hwi....!!
Kakek itu mengangkat dara itu dengan memegang kedua pundaknya, memandangi wajah
itu. Benar, benar...., engkaulah satu-satunya keturunan keluarga Yu kita....
wajah dan mulutmu serupa dengan mendiang ibumu, akan tetapi matamu.... ah,
matamu adalah mata keturunan keluarga Yu....!!
Kakek itu merasa terharu
sekali dan memeluk cucunya. Tak dapat menahan keharuan hatinya, Yu Hwi
menangis.
Hek-sin Touw-ong tertegun. Baru
sekarang dia merasa betapa dia telah melakukan suatu kesalahan besar. Dia
melihat sekarang persamaan sinar mata kedua orang itu, dan dia merasa betapa
dia telah membuat sahabatnya itu menderita hebat. Dia tidak mengira sama sekali
bahwa sahabatnya itu pun baru belum lama ini mendengar tentang hilangnya Yu
Hwi, baru setelah Sin-siauw Seng-jin menemuinya beberapa bulan yang lalu.
Tadinya, Raja Pengemis itu mengira bahwa cucunya masih belajar pada Kakek
Suling Sakti itu dalam keadaan sehat.
Kai-ong, aku telah melakukan
kesalahan besar padamu....!! Dia berkata dengan suara penuh kedukaan, bukan
duka karena menyesali kesalahannya, melainkan duka melihat betapa muridnya yang
dianggap sebagai keluarga sendiri itu kini benar-benar telah bertemu dengan
keluarga aseli muridnya, dan baru terasa olehnya bahwa dia bukan apa-apa, bahwa
dia adalah orang luar, tidak berhak terhadap diri muridnya itu, bahkan dia
orang luar yang telah melakukan kesalahan terhadap keluarga Yu!
!Kau.... kau.... plakkk!!
Tiba-tiba tangan kanan Sai-cu Kai-ong menampar pipi Hek-sin Touw-ong. Melihat
ini, Yu Hwi terkejut bukan main. Akan tetapi yang ditampar masih berdiri dan
menundukkan mukanya. Pipi kirinya menjadi merah sekali oleh tamparan itu. Kedua
kakek itu saja yang tahu bahwa betapapun marahnya Si Raja Pengemis, namun dia
tadi menampar tanpa mengerahkan tenaga sinkang, karena kalau hal itu
dilakukannya, tentu yang ditamparnya sudah roboh dengan tulang pipi remuk! Dan
juga, yang ditampar tadi sama sekali tidak mengelak, bahkan sama sekali tidak
mengerahkan sinkang untuk melawan atau melindungi pipinya!
Aku sudah layak kau tampar,
bahkan kalau engkau hendak membunuhku sekalipun, Kai-ong, aku tidak akan
melawan. Silakan!!
Engkau tua bangka keparat!!
Sai-cu Kai-ong membentak dan tangannya sudah bergerak lagi.
Kong-kong, tahan....!!
Tiba-tiba Yu Hwi berteriak dan dara ini sudah meloncat ke depan dan memegang
lengan kakeknya. Kakeknya memutar tubuh dan menatap wajah cucunya dengan sinar
mata penuh selidik.
Kong-kong, biarlah aku yang
mintakan ampun untuk Suhu!! Dara itu menjatuhkan diri berlutut. Setelah aku
mendengar riwayat itu, aku tahu bahwa Suhu bersalah besar kepada keluarga kita,
terutama telah membuat Kong-kong menderita duka. Akan tetapi, selama ini,
semenjak aku kecil, Suhu telah menjadi guruku, sahabatku, dan juga menjadi
pengganti orang tuaku. Kalau Kong-kong mau menghukumnya, biarlah aku yang
mewakilinya sebagai pembalas semua budi kebaikannya yang telah dilimpahkan
kepadaku selama ini.!
Sai-cu Kai-ong berdiri tegak
sambil menunduk, memandang kepala cucunya yang berlutut itu, dan Hek-sin
Touw-ong juga berdiri dengan kepala tunduk, kelihatan terharu sekali. Hening
sekali suasana di dalam ruangan itu setelah Yu Hwi menghentikan kata-katanya.
Tiba-tiba meledak suara ketawa
bergelak yang memecahkan keheningan itu. Hek-sin Touw-ong mengangkat muka
memandang, juga Yu Hwi memandang wajah kakeknya dengan penuh keheranan. Kakek
itu tertawa bergelak, menghadapkan mukanya ke atas dan tertawa lagi.
Ha-ha-ha! Bagus, bagus!
Kiranya Hek-sin Touw-ong tidak mencemarkan namanya dan tetap terbukti sebagai
seorang laki-laki sejati yang pandai mendidik. Touw-ong, aku mengucapkan terima
kasih kepadamu. Engkau telah mendidik Yu Hwi sebagaimana mestinya sehingga dia
tetap menjadi seorang dara yang gagah perkasa, berjiwa pendekar, sungguh tidak
memalukan sebagai keturunan terakhir keluarga Yu. Ha-ha-ha, kaumaafkanlah
tamparanku sebagai ledakan kemarahanku tadi, Touw-ong!!
Hek-sin Touw-ong kini juga
tertawa, akan tetapi ketika dia tertawa, ada dua titik air mata meloncat keluar
dari sepasang matanya, dua titik air mata yang hinggap di pipi dan cepat
dihapusnya dengan punggung tangannya. Ha-ha-ha, engkau Raja Pengemis, jembel
tua bangka yang menjemukan! Kau bilang menampar, akan tetapi sesungguhnya
engkau hanya mengelus pipiku saja. Kalau engkau benar menampar, apakah mukaku
yang buruk ini masih utuh sekarang? Ha-ha-ha, mengelabuhi anak sekalipun engkau
tidak becus, Raja Pengemis! Sekarang hutangku telah impas, cucumu telah
kukembalikan. Dan tentang si sombong Sin-siauw Seng-jin, sampaikan kepadanya
bahwa aku mentertawakan dia, katakan bahwa akulah yang dulu mencuri muridnya
dan kalau dia tidak terima, dia boleh mencariku. Rumahku tidak tersembunyi
seperti rumahnya! Dan katakan lagi bahwa sekumpulan kitab-kitab palsunya telah
dicuri orang, dan pencurinya adalah.... ha-ha-ha, cucumu inilah! Jangan heran,
Kai-ong, cucumu ini adalah murid Hek-sin Touw-ong, maka jangankan hanya milik
manusia macam Sin-siauw Sengjin, biar milik kaisar sekalipun dia sanggup untuk
mencurinya tanpa diketahui sang pemilik! Dan kalau si suling sombong itu ingin
mendapatkan kitab-kitab palsunya kembali, suruh dia mengambil di rumahku. Nah,
aku sudah cukup bicara, dan di antara kita tidak ada hutang-pihutang lagi.
Selamat tinggal, Kai-ong!!
Setelah berkata demikian,
Hek-sin Touw-ong membalikkan tubuh dan melangkah keluar dengan langkah lebar,
tanpa menoleh kepada Yu Hwi lagi.
Suhu....!! Yu Hwi meloncat dan
menghadang di depan suhunya. Kini tampak olehnya betapa muka suhunya itu basah
oleh air mata yang masih menetes-netes dari kedua mata itu dan mengalir di
sepanjang kedua pipi yang keriput.
Suhu....!! Yu Hwi menjatuhkan
diri berlutut dan menangis di depan kaki suhunya, memegangi tangan suhunya
dengan perasaan penuh keharuan. Teringatlah dia akan semua kebaikan suhunya itu
semenjak dia masih kecil sekali. Terasa benar olehnya kasih sayang gurunya ini
kepadanya. Tahulah dia mengapa tadi suhunya pergi tanpa pamit, bahkan sama
sekali tidak menoleh kepadanya. Kiranya suhunya merasa tidak kuat untuk
berpamit padanya, dan suhunya hendak menyembunyikan kedukaan hatinya karena
harus berpisah darinya, bukan hanya berpisah lahir, bahkan harus memutuskan
hubungan karena kini dia sudah kembali kepada keluarganya, kepada kakeknya.
Suhu, teecu menghaturkan
terima kasih atas budi kebaikan Suhu terhadap teecu, dan sampai mati teecu
tidak akan melupakan budi kebaikan Suhu....!
Swi Hwa, muridku, biarpun
engkau adalah Yu Hwi cucu si Raja Pengemis, akan tetapi bagiku engkau tetap
Kang Swi Hwa muridku. Engkau sekarang telah kembali kepada kakekmu, seorang
gagah perkasa yang patut kaujunjung tinggi, patut kauhormati dan patut
kautaati. Aku hanyalah seorang maling yang tidak berhak menjadi gurumu, dan aku
telah melakukan kesalahan besar terhadap keluargamu. Akan tetapi, biarpun aku
tidak mengharapkan lagi untuk kauingat, aku minta kepadamu, Swi Hwa, agar
engkau mempergunakan semua ilmu yang pernah kuajarkan kepadamu untuk membela
kebenaran dan keadilan. Nah, sudahlah, muridku, kita berpisah dan jangan ingat
aku lagi.! Sebelum muridnya sempat menjawab, kakek itu telah berkelebat dan
lenyap dari situ, melarikan diri dengan mengerahkan tenaga ginkangnya sehingga
sebentar saja dia sudah jauh sekali.
Suhu....!! Yu Hwi memekik dan
hendak mengejar, akan tetapi sebuah tangan memegang pundaknya dengan lembut.
Yu Hwi, belum pernah keturunan
keluarga Yu memperlihatkan kelemahan! Apakah yang kekal di dunia ini?
Pengikatan diri hanya merupakan sumber segala derita. Ada waktu berkumpul,
pasti ada waktu berpisah.!
Ucapan yang keluar dari mulut
kakek Raja Pengemis itu terdengar sedemikian penuh wibawa dan semangat sehingga
Yu Hwi atau Kang Swi Hwa atau Ang-siocia seketika berdiri tegak dengan muka
agak pucat akan tetapi matanya bersinar-sinar. Dia dapat merasakan kegagahan
yang terpancar keluar dari sikap, kata-kata dan pandang mata kakeknya itu dan
dia merasa bangga menjadi keturunan keluarga Yu.
Kebanggaan makin membesar
dalam diri dara itu ketika kakeknya mengajaknya berkeliling ke dalam istana
kuno itu dan mendengar penuturan kakeknya tentang kebesaran nama keluarga Yu,
yaitu keluarga nenek moyangnya yang terkenal sebagai tokoh-tokoh besar dalam
dunia persilatan. Kiranya dia bukanlah keturunan keluarga sembarangan, dan
hatinya mengandung perasaan penasaran! Dia adalah keturunan keluarga Yu yang
besar dan gagah perkasa, tidak kalah hebat dibandingkan dengan keluarga Pulau
Es, keluarga dari Siluman Kecil!
Yu Hwi, setelah engkau dapat
kutemukan, kita harus cepat-cepat pergi menemui keluarga calon suamimu.!
Ucapan tenang dan lembut dari
kakeknya itu mengejutkan hati Yu Hwi bukan kepalang. Namun dara ini dapat
menekan perasaannya. Dia adalah keturunan keluarga besar, maka dia pun harus
berjiwa besar dan berwatak gagah, tidak boleh memperlihatkan perasaan hatinya!
Kenyataan bahwa dia adalah keturunan keluarga besar ini seketika telah mengubah
sedikit watak Yu Hwi, mendatangkan semacam keangkuhan yang hanya dimiliki oleh
orang-orang yang merasa dirinya besar!. Maka dengan kekuatan batinnya dia telah
berhasil menindas perasaannya yang terkejut ketika mendengar ucapan kakeknya
itu dan dia hanya memandang tajam kepada kakeknya. Suaranya terdengar tenang
saja ketika dia bertanya.
Calon suami? Apa yang
kaumaksudkan, Kong-kong?!
Sikap Sai-cu Kai-ong juga
tenang sekali dan diam-diam dia merasa girang melihat sikap cucunya.
Benar-benar Si Raja Maling tidak mengecewakan, telah mendidik cucunya ini
menjadi seorang dara yang gagah perkasa. Dia tersenyum dan memandang cucunya
dengan wajah berseri.
Yu Hwi, semenjak engkau masih
bayi, engkau telah bertunangan. Dan jangan engkau khawatir atas keputusan yang
diambil kakekmu ini. Tunanganmu itu bukanlah orang sembarangan. Dia adalah
keturunan dari keluarga yang jauh lebih besar dan gagah perkasa daripada
keluarga kita malah! Dia adalah keturunan dari keluarga Pendekar Suling Emas,
satu-satunya keturunan pendekar itu yang masih ada. Dan jangan kau khawatir,
Kam-kongcu, calon suamimu itu adalah seorang pemuda yang tampan dan gagah
perkasa, memiliki kepandaian silat yang amat tinggi karena dia mewarisi
kepandaian nenek moyangnya, yaitu, Pendekar Suling Emas.!
Biarpun sikapnya masih tenang,
namun sepasang alis yang hitam kecil itu berkerut. Tentu saja dia sama sekali
tidak tertarik mendengar seorang pemuda bernama Kam-kongcu itu, biarpun
kakeknya mengatakan betapa pemuda itu tampan dan gagah.
Kong-kong, mengapa kau
mengikat perjodohanku ketika aku masih seorang bayi? Bukankah perjodohan adalah
urusan dua orang yang berhak memilih sendiri calon jodohnya sesuai dengan
perasaannya?!
Sai-cu Kai-ong Yu Kong Tek
menarik napas panjang. Boleh jadi benar anggapanmu, cucuku. Akan tetapi di
antara kita keluarga Yu dan keluarga Suling Emas, yaitu keluarga Kam, terdapat
ikatan yang amat erat semenjak nenek moyang kita dahulu. Kebetulan sekali
keturunan keluarga kita yang terakhir terlahir sebagai seorang wanita, yaitu
engkau, dan keluarga Kam yang terlahir sebagai seorang pria. Oleh karena itu,
atas persetujuan bersama, engkau kutunangkan dengan Kam-kongcu, sehingga dengan
demikian, keturunan Yu biarpun akan putus karena tidak ada lagi keturunan
laki-laki, namun keturunanmu akan menjadi keturunan keluarga Kam dan berarti
keluarga kita tidak putus melainkan menggabungkan dengan keluarga Kam. Sungguh
penggabungan yang amat baik dan mengharukan.! Suara kakek itu agak gemetar
ketika mengatakan kalimat terakhir. Biarpun di dalam hatinya merasa tidak
setuju dan tidak senang, namun sebagai keturunan keluarga besar!, Yu Hwi hanya
menunduk. Dia tahu bahwa janji seorang seperti kakeknya itu pasti tidak mungkin
dapat ditarik kembali! Maka dia pun akan melihat dulu bagaimana keadaan
tunangan itu, kalau kelak dia merasa tidak cocok, sampai bagaimanapun juga dia
tidak akan tunduk dan menyerah begitu saja!
Sai-cu Kai-ong merasa girang
bukan main ketika dia minta kepada cucunya untuk bersilat mempertunjukkan
ilmu-ilmu yang telah diperoleh cucunya itu dari Touw-ong. Dia merasa kagum
melihat kehebatan Kiam-to Sin-ciang, dan lebih kagum sekali melihat kecepatan
gerakan tangan cucunya yang memperlihatkan kemahiran ilmunya mencopet, kemudian
tertegun melihat cucunya dapat pian-hoa! (mengubah diri) menjadi orang lain
dalam ilmu penyamarannya yang hebat!
Ah, engkau telah menjadi
seorang gadis yang lihai Yu Hwi. Dalam penggemblenganku sendiri, belum tentu
engkau akan menjadi lihai seperti ini. Akan tetapi, engkau berhak untuk
mewarisi ilmu-ilmu dari keluarga Yu kita, maka engkau harus menghafal semua
ilmu itu untuk kemudian kau latih berlahan-lahan.!
Tentu saja Yu Hwi merasa
girang sekali dan selama tiga hari tiga malam kakeknya menurunkan ilmu yang
amat hebat, yaitu ilmu warisan keluarga Yu yang mengangkat nama keluarga itu
selama puluhan, bahkan ratusan tahun, yaitu Ilmu Silat Khong-sim Sin-ciang,
ilmu inti dari para raja pengemis perkumpulan Khong-sim Kai-pang! Setelah dara
itu menghafal teori ilmu silat ini dengan baik, maka kakek itu lalu mengajaknya
untuk pergi menemui tempat tinggal tunangannya!
Yu Hwi tidak membantah, dan
jantungnya berdebar penuh ketegangan ketika dia melakukan perjalanan dengan
kakeknya menuju ke tempat tinggal calon suaminya, yang menurut kakeknya tinggal
bersama Sin-siauw Seng-jin! Dia tidak pernah menyinggung nama tunangannya itu,
akan tetapi mendengar nama Sin-siauw Seng-jin, dia berkata, Apakah Kong-kong
lupa akan pesan suhu? Aku pernah mencuri kumpulan kitab-kitab dari kakek suling
sakti itu. Kalau dia mendengar itu dan melihatku, apakah dia tidak akan marah?!
Kakek itu tertawa. Dia marah
kepadamu? Ha-ha-ha, tidak mungkin cucuku. Dan dia tentu malah akan tertawa
girang melihat kelihaianmu, apalagi kitab-kitab yang kaucuri itu hanya
kitab-kitab palsu. Sudahlah, jangan khawatir. Kita akan menemui keluarga yang
paling hebat dalam dunia ini, dan Sin-siauw Sengjin itu hanya merupakan
keturunan dari pelayan saja dari keluarga tunanganmu!!
Diam-diam Yu Hwi terkejut sekali
mendengar ini dan timbul keinginan hatinya untuk melihat seperti apakah
gerangan macamnya orang yang menjadi calon suaminya itu sehingga kakek sakti
Sin-siauw Seng-jin hanya merupakan keturunan pelayan dari keluarga pemuda itu!
Hari telah sore dan cuaca
mulai gelap ketika akhirnya kakek dan cucu itu tiba di puncak sebuah bukit
kecil yang kini menjadi tempat tinggal Sin-siauw Seng-jin dan para pengikutnya.
Di puncak itu terdapat sebuah bangunan sederhana namun cukup besar dan
kelihatan sunyi saja. Di sekeliling bangunan terdapat tanaman bermacam-macam
sayur dan bunga-bunga, suasananya hening dan bersih sekali.
Akan tetapi, ketika mereka
tiba di depan rumah besar itu, tiba-tiba berkelebat bayangan orang dan
tahu-tahu di depan mereka telah berdiri menghadang seorang kakek bertubuh
tinggi kurus yang memegang tongkat butut. Yu Hwi kagum melihat gerakan kakek
ini yang memiliki ilmu ginkang yang amat tinggi sehingga dapat bergerak secepat
itu.
Sejenak kakek tinggi kurus itu
memandang kepada Sai-cu Kai-ong dan Yu Hwi, akan tetapi segera sikapnya berubah
ketika dia mengenal Sai-cu Kai-ong. Kalau tadinya dia bersikap galak dan
angkuh, kini wajahnya tersenyum dan dia cepat membungkuk dengan hormat.
Ah, kiranya Kai-ong yang
berkenan datang berkunjung. Harap maafkan bahwa guru kami tidak mengetahui
sebelumnya sehingga tidak sempat menyambut.!
Ha-ha-ha, Gin-siauw Lo-jin,
engkau makin tua makin gagah saja. Tak usah bersikap sungkan, lebih baik lekas
beritahukan gurumu bahwa aku datang dan minta menghadap kepadanya karena urusan
keluarga yang amat penting,! kata Sai-cu Kai-ong.
Silakan Kai-ong masuk dan
menanti di ruangan tamu, saya akan melaporkan kepada suhu, kata kakek itu
sambil mempersilakan dua orang tamu itu masuk. Sai-cu Kai-ong mengangguk dan
mengajak Yu Hwi masuk, kemudian mereka berdua duduk di sebuah ruangan yang
lebar dan sederhana, sedangkan kakek bertongkat itu lalu mengangguk lagi dan
meninggalkan mereka.
Siapakah kakek lihai itu,
Kong-kong? Kalau tidak salah, ketika Sin-siauw Seng-jin bertanding melawan
Pendekar Siluman Kecil, aku pernah melihatnya,! bisik Yu Hwi yang masih kagum
melihat kakek itu.
Dia adalah Gin-siauw Lo-jin.
Kaulihat, muridnya saja demikian lihai, apalagi gurunya! Dan selihai itu pun
masih belum dapat menguasai ilmu-ilmu Pendekar Suling Emas dengan sempurna.
Yang dapat menguasainya kelak tentu hanya Kam-kongcu, tunanganmu itu,! kata
kakek itu dengan bangga sehingga makin tertarik hati Yu Hwi untuk melihat
bagaimana tampangnya pemuda yang dipuji-puji kakeknya ini.
Terdengar suara orang tertawa
halus dari arah pintu dalam dan muncullah seorang kakek tua renta yang bukan
lain adalah Sin-siauw Seng-jin sendiri. Kakek ini nampak tua sekali dan begitu
melihat tamunya, dia cepat menjura dengan dalam ke arah Sai-cu Kai-ong sambil
berkata, Ah, sungguh girang sekali mendapat kunjungan Kai-ong yang terhormat.
Mengapa tidak memberi kabar lebih dulu sehingga kami dapat mengadakan
penyambutan meriah?!
Sai-cu Kai-ong cepat bangkit
dan membalas penghormatan sahabatnya itu, kemudian dia menjawab, Kami datang
secara tergesa-gesa, membawa berita yang amat penting dan tentu akan
menggirangkan hati Seng-jin yang sudah tua.!
Kakek berambut putih itu
memandang kepada Yu Hwi, dan Si Raja Pengemis tahu betapa sinar mata kakek itu
nampak tertegun, kemudian sinar mata itu meneliti ke arah dagu cucunya, maka
dia tertawa, Ha-ha-ha, Seng-jin, engkau mencari tahi lalat di dagunya?! Dia
teringat akan teguran Si Raja Maling kepadanya dan dia tertawa gembira.
Wajah kakek berambut putih itu
berubah. Apa maksudmu, Kai-ong?! Kini dia memandang kepada kakek raja pengemis
itu penuh keheranan. Memang tadi dia tertegun melihat Yu Hwi, akan tetapi tentu
saja terdapat perbedaan amat besar antara Yu Hwi belasan tahun yang lalu
sebagai anak kecil dengan Yu Hwi sekarang yang telah menjadi seorang dara
jelita yang sudah dewasa. Kalau dia tadi memandang tertegun, bukan karena dia
melihat persamaan, seperti persamaan antara Yu Hwi dan mendiang ibu kandungnya
yang dapat dikenal oleh Sai-cu Kai-ong, melainkan karena dia merasa heran mengapa
sahabatnya itu datang membawa seorang gadis cantik yang sama sekali tidak
dikenalnya. Maka, mendengar ucapan sahabatnya tentang tahi lalat di dagu, dia
terkejut sekali.
Maksudku, Seng-jin, bahwa yang
berdiri di depanmu ini adalah Yu Hwi, cucuku yang dulu kutitipkan kepadamu
kemudian hilang diculik orang.!
Mendengar ini, kakek berambut
putih itu terkejut bukan main dan dia melangkah maju ke depan, mendekati Yu Hwi
dan memandang makin teliti. Ahhhhh.... terima kasih kepada Thian bahwa engkau
akhirnya dapat ditemukan dalam keadaan selamat, anak yang baik!! katanya.
Yu Hwi, lekas beri hormat
kepada Sin-siauw Seng-jin, karena dia inilah sesungguhnya gurumu sebelum engkau
dilarikan oleh gurumu yang sekarang.!
Biarpun hatinya meragu,
apalagi mengingat bahwa dia telah mencuri kitab-kitab milik kakek sakti ini,
namun Yu Hwi tidak berani membantah perintah kakeknya dan dia lalu menjatuhkan
dirinya berlutut di depan kakek itu.
Sin-siauw Seng-jin tersenyum
dan mengelus jenggotnya sambil mengangguk-angguk. Dengan sikap lembut jari-jari
tangannya meraba baju di punggung dara itu dan membetotnya. Ada tenaga kuat
yang memaksa Yu Hwi bangkit berdiri lagi.
Jangan banyak sungkan,
Yu-siocia. Silakan duduk,! katanya lembut dan Yu Hwi merasa heran mendengar
betapa di dalam suara itu terkandung penghormatan yang agak berlebihan,
seolah-olah kakek itu merendahkan diri dengan menyebutnya Yu-siocia. Akan
tetapi dia pun tidak banyak cakap dan duduk di atas bangku yang ditunjuk, yaitu
di depan kakek rambut putih itu.
Kai-ong yang baik, mengapa
engkau tidak cepat-cepat memberi kabar kepadaku bahwa engkau telah menemukan
kembali cucumu?! Sin-siauw Seng-jin menegur sahabatnya.
Ketahuilah, Seng-jin, bahwa
aku sendiri pun baru beberapa hari saja bertemu dengan cucuku, dan setelah
menurunkan ilmu-ilmu keluarga kami, aku cepat mengajaknya menghadapmu di sini.!
Ah, kalau begitu maafkan
teguranku dan terima kasih atas perhatianmu, Kai-ong. Sekarang, coba kautolong
beri tahu kepadaku, bagaimana engkau dapat menemukan cucumu ini? Siapakah yang
menculiknya?!
Sai-cu Kai-ong menarik napas
panjang. Inilah jadinya kalau kita yang sudah tua-tua ini selalu tidak mau
kalah mengadu ilmu dengan orang lain. Apakah engkau ingat akan Hek-sin
Touw-ong?!
Ah, Si Raja Maling dari pantai
Po-hai yang lihai itu?!
Benar dia, dan pernahkah
engkau bentrok dengan dia?!
Sin-siauw Seng-jin
mengangguk-angguk. Ah, aku masih menyesal sekali dengan peristiwa itu. Kami
sama-sama keras kepala dan tidak mau mengalah sehingga akhirnya dengan menyesal
aku terpaksa melukainya.... apa hubungannya dia dengan urusan ini?!
Bukan hanya jasmaninya yang
terluka, akan tetapi juga hatinya, Seng-jin. Karena merasa penasaran, apalagi
ketika mendengar bahwa aku, sahabatnya yang akrab, menyerahkan cucuku untuk
menjadi muridmu, hatinya menjadi panas sekali dan dialah yang menculik Yu Hwi,
yang kemudian diangkat sebagai murid, bahkan dianggap sebagai anak sendiri dan
dicintanya.!
Ahhh....!! Wajah kakek tua itu
berubah merah, akan tetapi kemarahannya itu segera meluntur. Salahku sendiri....
semua sebab tentu berakibat....!!
Engkau benar, tidak perlu kita
merasa penasaran karena Si Raja Maling itu tidak berniat buruk terhadap Yu Hwi.
Bahkan semua kepandaiannya telah diturunkannya kepada Yu Hwi dan cucuku dicinta
seperti anak sendiri. Dan kau tahu apa yang dikatakannya kepadaku untuk
disampaikan kepadamu? Bahkan kumpulan-kumpulan kitab palsumu telah dicuri
orang, dan pencurinya adalah.... Yu Hwi sendiri!!
Ahhh....?! Sin-siauw Seng-jin
terbelalak memandang kepada Yu Hwi dan dara itu cepat menundukkan mukanya.
Harap Locianpwe sudi memaafkan
kekurangajaranku....!
Kakek tua renta itu tertawa
pahit. Aihhh, si maling itu sungguh tidak kepalang membalas sakit hatinya.
Tidak, Yu-siocia, aku tidak marah dan sudah sepatutnya aku menerirna hajaran
itu agar aku tidak lagi memandang rendah kepandaian orang lain.!
Seng-jin, kenapa urusan
penting dilupakan dan kita bicara urusan sendiri saja? Mana dia Kam-kongcu?
Peristiwa yang amat menggembirakan ini harus kita saksikan, ha-ha-ha! Ingin aku
melihat pertemuan antara dua orang calon pengantin yang amat cocok dan
sama-sama elok, bukan? Lekas kau persilakan Kam-kongcu keluar!!
Sin-siauw Seng-jin tersenyum
gembira dan mengangguk-angguk. Wah, aku sudah pikun, Kai-ong. Dia tadi sedang
tekun melatih sinkang bagian terakhir. Anak itu dengan cepat dapat menguasai
ilmu-ilmu yang paling sukar dan kini sudah melampaui tingkatku. Semua ini
berkat bimbinganmu, Kai-ong. Biar kupanggil dia.! Setelah berkata demikian,
kakek itu menoleh ke kiri kemudian bibirnya bergerak mengeluarkan suara lirih,
akan tetapi suara lirih ini menggetarkan jantung Yu Hwi yang merasa terkejut
setengah mati dan cepat dia pun mengerahkan sinkang untuk menahan jantungnya
agar tidak terguncang hebat oleh pengaruh khikang suara itu.
Kam-kongcu, silakan keluar ke
kamar tamu, di sini ada Suhumu dan tunanganmu!!
Suara itu lirih saja, akan
tetapi mengandung getaran amat kuat dan agaknya getaran itu dapat menembus
dinding. Hening sejenak setelah gema suara aneh itu lenyap, kemudian
lapat-dapat terdengar bisikan yang lirih pula akan tetapi terdengar jelas oleh
Yu Hwi.
Aku datang, Locianpwe....!!
Tak lama kemudian terdengar
suara langkah kaki yang halus dari pintu samping ruangan tamu itu. Jantung di
dalam dada Yu Hwi berdebar tegang. Kalau dia menurunkan bisikan hatinya yang
biasanya wajar, polos dan lincah, tentu dia akan memandang ke arah pintu itu
untuk cepat melihat seperti apa gerangan Kam-kongcu yang dikatakan sebagai
tunangan atau calon suaminya itu. Namun, mengingat bahwa dia adalah keturunan
keluarga Yu yang besar!, maka dia menekan perasaan hatinya dan hanya
menundukkan mukanya tanpa menoleh. Terasa oleh dia betapa detak jantungnya
seperti hendak memecahkan rongga dadanya!
Bukan hanya Yu Hwi saja yang
terserang semacam penyakit!, yaitu kehilangan kebebasan dan kewajaran begitu
dia menempel! kepada sesuatu yang lebih besar atau yang dianggap lebih besar
daripada dirinya sendiri. Yu Hwi tadinya adalah seorang dara yang bebas dan
wajar, polos dan tidak berpura-pura, hidup lincah gembira tanpa adanya
penghalang apa pun. Akan tetapi, begitu dia merasa bahwa dia adalah keturunan
keluarga besar!, maka dia menyamakan diri dengan kebesaran nama keluarga itu
dan merasa dirinya besar pula, dan begitu dia merasa dirinya besar, lenyaplah
kewajaran dan kebebasannya karena yang besar itu tentu mempunyai sifat-sifat
besar tersendiri pula! Bukan hanya Yu Hwi yang terserang penyakit itu,
melainkan kita pada umumnya pun demikian! Dapat kita lihat di dalam kehidupan
kita sehari-hari kalau kita mau membuka mata melihat kanan kiri, depan belakang
dan terutama sekali melihat ke dalam diri sendiri, melihat batin sendiri.
Betapa kita hidup dalam alam kepalsuan! Betapa kita memaksa diri untuk
berpura-pura, berpalsu-palsu, semua itu hanya karena ingin menyesuaikan diri!
dengan kesopanan, dengan kebudayaan, dengan kebiasaan masyarakat pada umumnya.
Padahal, apa yang dinamakan kesopanan itu sesungguhnya tidak sopan lagi kalau
dilakukan dengan pura-pura, dengan paksaan. Apakah artinya senyum di bibir
kalau di dalam hati kita mencibir atau menangis? Apakah artinya sikap sopan di
lahir kalau di batin kita memandang rendah? Apakah gunanya sikap ramah dan suka
kalau di dalam hati kita membenci? Dan semua keadaan yang bertentangan ini
terjadi setiap hari, setiap saat, di dalam kehidupan manusia di seluruh dunia!
Kita kehilangan kewajaran, kehilangan kebebasan, karena kita INGIN DIANGGAP
BAIK, kita ingin dianggap sopan, dianggap ramah, maka kita mengejar anggapan
itu dengan menggunakan kedok palsu dari kesopanan, keramahan, kebaikan dan
selanjutnya! Betapa menyedihkan hal ini! Betapa munafik dan palsunya kita ini.
Dapatkah kita hidup tanpa kepalsuan ini, dengan kesopanan yang tidak
dibuat-buat, keramahan yang wajar dan tulus, senyum yang memancarkan cahaya
kegembiraan dari hati, bukan sekedar usaha agar kita dianggap baik belaka?
Dapatkah? Pertanyaan ini amat penting artinya bagi kita kalau kita ingir
mengenal dan menyelidiki diri sendiri.
Biarpun sepasang mata Yu Hwi
tidak menoleh, namun pendengaran telinganya dapat menangkap setiap gerakan dari
orang yang memasuki ruangan itu. Langkah-langkah yang halus dan tetap, tidak
tergesa-gesa, gerakan yang lembut.
Suhu! Teecu girang sekali
melihat kedatangan Suhu, dan teecu menghaturkan hormat kepada Suhu!! terdengar
suara seorang pria dan hati dara itu tersentak kaget karena dia merasa seperti
sudah mengenal suara itu dengan baik sekali. Akan tetapi kesopanan! masih
membuat dia memaksa diri menundukkan muka, sama sekali tidak berani mengerling
ke arah pria yang kini berlutut tak jauh di sebelah kiri bangku yang
didudukinya itu. Dia hanya dapat melihat baju yang sederhana di pundak yang
lebar.
Biarpun hatinya meragu,
apalagi mengingat bahwa dia telah mencuri kitab-kitab milik kakek sakti ini,
namun Yu Hwi tidak berani membantah perintah kakeknya dan dia lalu menjatuhkan
dirinya berlutut di depan kakek itu.
Sin-siauw Seng-jin tersenyum
dan mengelus jenggotnya sambil mengangguk-angguk. Dengan sikap lembut jari-jari
tangannya meraba baju di punggung dara itu dan membetotnya. Ada tenaga kuat
yang memaksa Yu Hwi bangkit berdiri lagi.
Jangan banyak sungkan,
Yu-siocia. Silakan duduk,! katanya lembut dan Yu Hwi merasa heran mendengar
betapa di dalam suara itu terkandung penghormatan yang agak berlebihan,
seolah-olah kakek itu merendahkan diri dengan menyebutnya Yu-siocia. Akan
tetapi dia pun tidak banyak cakap dan duduk di atas bangku yang ditunjuk, yaitu
di depan kakek rambut putih itu.
Kai-ong yang baik, mengapa
engkau tidak cepat-cepat memberi kabar kepadaku bahwa engkau telah menemukan
kembali cucumu?! Sin-siauw Seng-jin menegur sahabatnya.
Ketahuilah, Seng-jin, bahwa
aku sendiri pun baru beberapa hari saja bertemu dengan cucuku, dan setelah
menurunkan ilmu-ilmu keluarga kami, aku cepat mengajaknya menghadapmu di sini.!
Ah, kalau begitu maafkan
teguranku dan terima kasih atas perhatianmu, Kai-ong. Sekarang, coba kautolong
beri tahu kepadaku, bagaimana engkau dapat menemukan cucumu ini? Siapakah yang
menculiknya?!
Sai-cu Kai-ong menarik napas
panjang. Inilah jadinya kalau kita yang sudah tua-tua ini selalu tidak mau
kalah mengadu ilmu dengan orang lain. Apakah engkau ingat akan Hek-sin
Touw-ong?!
Ah, Si Raja Maling dari pantai
Po-hai yang lihai itu?!
Benar dia, dan pernahkah
engkau bentrok dengan dia?!
Sin-siauw Seng-jin
mengangguk-angguk. Ah, aku masih menyesal sekali dengan peristiwa itu. Kami
sama-sama keras kepala dan tidak mau mengalah sehingga akhirnya dengan menyesal
aku terpaksa melukainya.... apa hubungannya dia dengan urusan ini?!
Bukan hanya jasmaninya yang
terluka, akan tetapi juga hatinya, Seng-jin. Karena merasa penasaran, apalagi
ketika mendengar bahwa aku, sahabatnya yang akrab, menyerahkan cucuku untuk
menjadi muridmu, hatinya menjadi panas sekali dan dialah yang menculik Yu Hwi,
yang kemudian diangkat sebagai murid, bahkan dianggap sebagai anak sendiri dan
dicintanya.!
Ahhh....!! Wajah kakek tua itu
berubah merah, akan tetapi kemarahannya itu segera meluntur. Salahku
sendiri.... semua sebab tentu berakibat....!!
Engkau benar, tidak perlu kita
merasa penasaran karena Si Raja Maling itu tidak berniat buruk terhadap Yu Hwi.
Bahkan semua kepandaiannya telah diturunkannya kepada Yu Hwi dan cucuku dicinta
seperti anak sendiri. Dan kau tahu apa yang dikatakannya kepadaku untuk
disampaikan kepadamu? Bahkan kumpulan-kumpulan kitab palsumu telah dicuri
orang, dan pencurinya adalah.... Yu Hwi sendiri!!
Ahhh....?! Sin-siauw Seng-jin
terbelalak memandang kepada Yu Hwi dan dara itu cepat menundukkan mukanya.
Harap Locianpwe sudi memaafkan
kekurangajaranku....!
Kakek tua renta itu tertawa
pahit. Aihhh, si maling itu sungguh tidak kepalang membalas sakit hatinya.
Tidak, Yu-siocia, aku tidak marah dan sudah sepatutnya aku menerirna hajaran
itu agar aku tidak lagi memandang rendah kepandaian orang lain.!
Seng-jin, kenapa urusan
penting dilupakan dan kita bicara urusan sendiri saja? Mana dia Kam-kongcu?
Peristiwa yang amat menggembirakan ini harus kita saksikan, ha-ha-ha! Ingin aku
melihat pertemuan antara dua orang calon pengantin yang amat cocok dan
sama-sama elok, bukan? Lekas kau persilakan Kam-kongcu keluar!!
Sin-siauw Seng-jin tersenyum
gembira dan mengangguk-angguk. Wah, aku sudah pikun, Kai-ong. Dia tadi sedang
tekun melatih sinkang bagian terakhir. Anak itu dengan cepat dapat menguasai
ilmu-ilmu yang paling sukar dan kini sudah melampaui tingkatku. Semua ini
berkat bimbinganmu, Kai-ong. Biar kupanggil dia.! Setelah berkata demikian,
kakek itu menoleh ke kiri kemudian bibirnya bergerak mengeluarkan suara lirih,
akan tetapi suara lirih ini menggetarkan jantung Yu Hwi yang merasa terkejut
setengah mati dan cepat dia pun mengerahkan sinkang untuk menahan jantungnya
agar tidak terguncang hebat oleh pengaruh khikang suara itu.
Kam-kongcu, silakan keluar ke
kamar tamu, di sini ada Suhumu dan tunanganmu!!
Suara itu lirih saja, akan tetapi
mengandung getaran amat kuat dan agaknya getaran itu dapat menembus dinding.
Hening sejenak setelah gema suara aneh itu lenyap, kemudian lapat-dapat
terdengar bisikan yang lirih pula akan tetapi terdengar jelas oleh Yu Hwi.
Aku datang, Locianpwe....!!
Tak lama kemudian terdengar
suara langkah kaki yang halus dari pintu samping ruangan tamu itu. Jantung di
dalam dada Yu Hwi berdebar tegang. Kalau dia menurunkan bisikan hatinya yang
biasanya wajar, polos dan lincah, tentu dia akan memandang ke arah pintu itu
untuk cepat melihat seperti apa gerangan Kam-kongcu yang dikatakan sebagai
tunangan atau calon suaminya itu. Namun, mengingat bahwa dia adalah keturunan
keluarga Yu yang besar!, maka dia menekan perasaan hatinya dan hanya
menundukkan mukanya tanpa menoleh. Terasa oleh dia betapa detak jantungnya
seperti hendak memecahkan rongga dadanya!
Bukan hanya Yu Hwi saja yang
terserang semacam penyakit!, yaitu kehilangan kebebasan dan kewajaran begitu
dia menempel! kepada sesuatu yang lebih besar atau yang dianggap lebih besar
daripada dirinya sendiri. Yu Hwi tadinya adalah seorang dara yang bebas dan
wajar, polos dan tidak berpura-pura, hidup lincah gembira tanpa adanya
penghalang apa pun. Akan tetapi, begitu dia merasa bahwa dia adalah keturunan
keluarga besar!, maka dia menyamakan diri dengan kebesaran nama keluarga itu
dan merasa dirinya besar pula, dan begitu dia merasa dirinya besar, lenyaplah
kewajaran dan kebebasannya karena yang besar itu tentu mempunyai sifat-sifat
besar tersendiri pula! Bukan hanya Yu Hwi yang terserang penyakit itu,
melainkan kita pada umumnya pun demikian! Dapat kita lihat di dalam kehidupan
kita sehari-hari kalau kita mau membuka mata melihat kanan kiri, depan belakang
dan terutama sekali melihat ke dalam diri sendiri, melihat batin sendiri.
Betapa kita hidup dalam alam kepalsuan! Betapa kita memaksa diri untuk
berpura-pura, berpalsu-palsu, semua itu hanya karena ingin menyesuaikan diri!
dengan kesopanan, dengan kebudayaan, dengan kebiasaan masyarakat pada umumnya.
Padahal, apa yang dinamakan kesopanan itu sesungguhnya tidak sopan lagi kalau
dilakukan dengan pura-pura, dengan paksaan. Apakah artinya senyum di bibir
kalau di dalam hati kita mencibir atau menangis? Apakah artinya sikap sopan di
lahir kalau di batin kita memandang rendah? Apakah gunanya sikap ramah dan suka
kalau di dalam hati kita membenci? Dan semua keadaan yang bertentangan ini
terjadi setiap hari, setiap saat, di dalam kehidupan manusia di seluruh dunia!
Kita kehilangan kewajaran, kehilangan kebebasan, karena kita INGIN DIANGGAP
BAIK, kita ingin dianggap sopan, dianggap ramah, maka kita mengejar anggapan
itu dengan menggunakan kedok palsu dari kesopanan, keramahan, kebaikan dan
selanjutnya! Betapa menyedihkan hal ini! Betapa munafik dan palsunya kita ini.
Dapatkah kita hidup tanpa kepalsuan ini, dengan kesopanan yang tidak
dibuat-buat, keramahan yang wajar dan tulus, senyum yang memancarkan cahaya
kegembiraan dari hati, bukan sekedar usaha agar kita dianggap baik belaka?
Dapatkah? Pertanyaan ini amat penting artinya bagi kita kalau kita ingir
mengenal dan menyelidiki diri sendiri.
Biarpun sepasang mata Yu Hwi
tidak menoleh, namun pendengaran telinganya dapat menangkap setiap gerakan dari
orang yang memasuki ruangan itu. Langkah-langkah yang halus dan tetap, tidak
tergesa-gesa, gerakan yang lembut.
Suhu! Teecu girang sekali
melihat kedatangan Suhu, dan teecu menghaturkan hormat kepada Suhu!! terdengar
suara seorang pria dan hati dara itu tersentak kaget karena dia merasa seperti
sudah mengenal suara itu dengan baik sekali. Akan tetapi kesopanan! masih
membuat dia memaksa diri menundukkan muka, sama sekali tidak berani mengerling
ke arah pria yang kini berlutut tak jauh di sebelah kiri bangku yang
didudukinya itu. Dia hanya dapat melihat baju yang sederhana di pundak yang
lebar.