Kho Ping Hoo
-------------------------------
----------------------------
Bab 16 - Manusia Aneh Penuh Rahasia
Ah, tidak usah, Saudara....
biar kami jalan kaki saja....! kata Siluman Kecil.
Sobat yang baik, kita sudah
menjadi sahabat dan calon teman seperjalanan, mengapa banyak sungkan?!
Aku tidak mau menerima
pemberian dari orang yang tidak kukenal dan....!
Kalau begitu perkenankan, aku
she Kang, bernama Swi,! katanya.
Tetapi....!
Kalau kau segan menerima
pemberianku, biarlah kuda itu kaupinjam saja!!
Siluman Kecil tidak dapat
menolak lagi, merasa tidak enak kalau menolak terus kebaikan orang yang
kelihatannya demikian tulus dan ikhlas.
Kalau begitu, baiklah, Saudara
Kang Swi. Terima kasih atas kebaikanmu,! katanya sambil menjura.
Akan tetapi saya bukanlah
pembantu Taihiap ini, saya hanya mengantarnya sampai ke sini saja,! kata
Siauw-hong.
Pemuda tampan itu menoleh
kepadanya. Aku melihat engkau tadi pandai sekali menunggang kuda, tentu engkau
pandai pula merawat kuda, bukan? Nah, bagaimana kalau kau kuangkat sebagai
perawat kuda? Berapakah gaji yang kauminta, akan kupenuhi.!
Siauw-hong mengangkat dadanya
dan menjawab, Saya menerima permintaan Kongcu, akan tetapi bukan karena
besarnya gaji, melainkan karena saya memang ingin meluaskan pengalaman ke
selatan.!
Jadi kauterima?! tanya kongcu
itu dengan girang, akan tetapi ada sinar keheranan melihat sikap pengemis muda
itu, yang demikian angkuh sikapnya. Paman, cepat pilihkan dua ekor kuda lain
selain si Putih dan si Hitam ini, dan hitung berapa harus kubayar kepadamu.!
Tentu saja si pedagang kuda
menjadi girang bukan main. Sungguh mujur dia. Hari ini bertemu dengan kongcu
yang kaya dan begini royal, membeli kuda tanpa menawar lagi! Tentu saja dia
tidak mau mencelakakan seorang langganan yang begini royal, maka dia berkata,
Akan saya pilihkan seekor kuda
yang terbagus untuk Kongcu....!
Aku sudah memilih si Hitam
ini!! jawab kongcu itu.
Ahhh, jangan, Kongcu! Baru
saja Siauw-kai ini hampir terbanting mati oleh kuda itu!!
Siauw-hong juga berkata,
Sebaiknya Kongcu mengambil lain kuda. Kuda hitam ini adalah kuda iblis, atau
kuda porno....!
Eh, kuda porno (cabul)....?!
Kongcu itu bertanya dan memandang Siauw-hong dengan alis berkerut.
Habis, kuda jantan ini hanya
mau ditunggangi seorang wanita! Cabul dia!! Siauw-hong berkata dan memandang
kepada kuda hitam itu dengan hidung dikernyitkan.
Kongcu itu tertawa. Kalian
semua tidak tahu rahasianya. Aku sudah pernah memiliki seekor kuda seperti ini
dan kalau tidak tahu rahasianya, memang jangan harap dapat menjinakkan dia.!
Kau kau hendak mengatakan
bahwa kau dapat menundukkan dia?! Siluman Kecil bertanya penuh keheranan. Dia
melihat sendiri tadi betapa Siauw-hong yang merupakan seorang ahli menunggang
kuda, hampir celaka. Apakah pemuda halus yang kaya raya dan royal ini memiliki
ilmu menunggang kuda yang lebih mahir daripada Siauw-hong? Agaknya tak mungkin.
Dia sendiri pun harus mengakui bahwa dalam menunggang kuda, belum tentu dia
mampu menandingi Siauw-hong dan dia akan berpikir dua kali untuk menunggangi
kuda liar macam si Hitam itu.
Tentu saja,! kata pemuda royal
itu tersenyum. Kalau tidak, untuk apa kubeli?!
Tapi.... tapi dia benar-benar
berbahaya sekali,! kata Siluman Kecil.
Aku mengerti bagaimana harus
menguasainya, harap kau jangan khawatir, Sobat.!
Akan tetapi ketika pemuda
tampan itu hendak memegang kendali kuda hitam dari tangan pedagang kuda, si
pedagang berkata ragu, Wah, bagaimana kalau sampai Kongcu terbanting jatuh
dan.... dan celaka? Siapa akan membayar kuda-kuda saya?!
Kongcu itu tertawa. Hitunglah
dan akan kubayar sekarang juga. Kalau seandainya nanti aku dibanting mati oleh
kuda ini, kau tidak akan rugi apa-apa.!
Wajah pedagang kuda itu
menjadi merah. Bukan.... bukan maksudku begitu.... sebaiknya Kongcu jangan
mencoba-coba untuk menunggang ini dia sungguh tidak mau ditunggangi oleh pria.!
Akan tetapi pemuda itu tidak
melayaninya lagi, melainkan mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar empat
ekor kuda. Kemudian dia berkata sambil menuntun si Hitam, Kalian semua lihatlah
bahwa aku tidak main-main. Aku tahu bagaimana harus menundukkan kuda Mongol
yang terlatih ini.! Setelah berkata demikian, dia mengusap-usap kepala kuda
hitam itu, mendekatkan mulutnya pada telinga kiri kuda itu dan mengeluarkan
kata-kata asing dalam bahasa Mongol. Mulutnya komat-kamit dan terdengar
kata-kata aneh seperti mantra. Siluman Kecil mengerti juga bahasa Mongol, akan
tetapi karena bahasa dari suku bangsa Nomad banyak sekali macamnya, maka dia
tidak merasa heran mendengar bahasa yang mirip bahasa Mongol akan tetapi tidak
dimengertinya, yang keluar dari mulut pemuda tampan itu. Akan tetapi dia
rnelihat betapa kuda hitam itu menggoyang-goyangkan ekornya ke kanan kiri dan
kelihatan gembira dan jinak! Kemudian, dengan gerakan ringan sekali tanda bahwa
pemuda tampan itu memiliki ginkang yang tinggi, pemuda itu meloncat ke atas
punggung kuda. Semua orang, terutama Siuaw-hong, memandang dengan hati berdebar
tegang, menduga bahwa tentu si Hitam itu akan meloncat-loncat, meringkik dan
membungkukkan punggung. Akan tetapi sungguh aneh! Kuda itu berdiri diam dan
tenang-tenang saja, bahkan ekornya masih bergoyang-goyang!
Pemuda tampan itu tertawa.
Nah, tidak percayakah kalian kepadaku? Kuda ini memang terlatih untuk menantang
ditunggangi pria, akan tetapi ada rahasianya untuk menjinakkan dia dan aku
mengenal rahasia itu. Sobat, marilah kita berangkat. A-cun, dan kau,
Siauw-kai....!
Nama saya Siauw-hong, Kongcu!!
kata Siauw-hong, tidak senang disebut Siauw-kai (Pengemis Cilik). Dan saya
tidak pernah mengemis.!
Ahhh, engkau seorang bocah
aneh, tidak kalah anehnya dengan kuda ini dan sahabat itu!! Si pemuda tampan
menunjuk ke arah Siluman Kecil yang sudah meloncat naik ke atas punggung si
Putih. dan memang benar kata-kata si pedagang kuda. Si Putih itu tenang-tenang
saja ketika punggungnya ditunggangi oleh Siluman Kecil, seorang pria!
Mereka berempat lalu berangkat
meninggalkan si tukang penjual kuda yang berdiri bengong, masih terheran-heran
menyaksikan mereka. Baru hari itu dia memperoleh keuntungan besar di samping
keheranannya bertemu dengan orang-orang yang begitu aneh. Si pengemis yang
pandai menunggang kuda, si kongcu yang masih muda akan tetapi sudah putih semua
rambutnya, dan si kongcu royal yang ternyata seorang ahli yang luar biasa dalam
menaklukkan kuda hitam itu!
Akhirnya dia menggeleng-geleng
kepala dan berjalan masuk sambil menggenggam uang emas yang memenuhi saku
bajunya.
Sementara itu, Siluman Kecil
yang menunggang kuda si Putih menjalankan kudanya berendeng dengan pemuda
tampan bernama Kang Swi yang menunggang kuda si Hitam. Mereka menjalankan kuda
perlahan-lahan karena Siluman Kecil sedang melamun dan agaknya Kang Swi juga
tidak tergesa-gesa. A-cun, kacung dari Kang Swi, dan Siauw-hong, menjalankan
kuda di belakang mereka dan Siauw-hong kelihatan gembira sekali, sikapnya sama
sekali tidak seperti seorang jembel biarpun pakaiannya tambal-tambalan,
melainkan seperti seorang jenderal perang menunggang kuda dan memeriksa
barisan!
Siluman Kecil mengerutkan
alisnya, mengingat-ingat dan memutar otak, mencari-cari ke mana lenyapnya
uangnya yang banyak itu. Sungguh memalukan, juga mengherankan. Dia bukan
seorang anak kecil yang pelupa, bukan pula seorang yang lemah sehingga uang
yang berada di dalam buntalan pakaiannya dapat lenyap begitu saja! Dia adalah
seorang pendekar yang amat terkenal, dijuluki orang Siluman Kecil, namun
kenyataannya uangnya dicuri orang dari dalam buntalannya tanpa dia ketahui!
Sungguh menggemaskan! Dia mengepal tinju dan tanpa disadarinya, mulutnya
mengeluarkan suara, Hemmmmm!!
Terdengar suara tertawa
ditahan dan ketika dia menoleh, dia melihat Kang Swi melirik ke arahnya sambil
tersenyum-senyum, senyum yang kelihatan seperti orang mengejek. Huh, bocah ini
sikapnya manja dan sombong bukan main!! pikirnya. Akan tetapi tentu saja dia
merasa tidak enak kalau memperlihatkan rasa gemasnya karena betapapun juga,
hartawan muda ini telah membelikan kuda untuknya dan Siauw-hong!
Tidak mungkin uang itu lenyap
begitu saja, bisik hatinya dan kembali dia tenggelam dalam renungan. Ketika dia
membayar sepatu rumput, uang itu masih ada. Dia ingat benar. Dan sesudah itu,
dia hanya berdekatan dengan si nenek penjual sepatu rumput yang agak tuli dan
pengemis muda, Siauw-hong itu. Siau-whong tidak mungkin mengambil uangnya,
biarpun dia tahu bahwa Siauw-hong juga bukan anak biasa, melainkan seorang anak
yang memiliki kepandaian. Siauw-hong bukan pencuri uangnya. Anak ini kelihatan
jujur dan tidak membawa apa-apa di dalam bajunya yang penuh tambalan itu, dan
semenjak bertemu di tempat penjual sepatu rumput, anak ini tidak pernah
berpisah dari sampingnya. Bukan, bukan Siauw-hong yang mencuri uang itu. Kalau
begitu, tidak ada orang lain, tentu si nenek itu! Si nenek yang mencurigakan
sekali sekarang, sikapnya yang ramah dan aneh, bicaranya yang membujuk-bujuk,
yang sering harus dia dekati karena tidak mendengar kata-katanya,
gerak-geriknya yang aneh dan akhirnya nenek itu tadi menggulung tikarnya hendak
kukut dan mengantar dia ke tempat pedagang kuda. Dan sekarang dia teringat
betapa nenek itu kadang-kadang tidak mendengar omongannya, akan tetapi
kadang-kadang seperti tidak tuli, sikapnya aneh dan penuh rahasia. Menjual
sepatu rumput di luar kota, di jalan yang hanya dilalui orang-orang dusun yang
tidak akan mau membeli sepatu seperti itu, seolah-olah memang sengaja
menghadangnya!
Teringat akan semua itu,
tiba-tiba dia menghentikan kudanya.
Eh, ada apakah?!
Saya harus kembali sebentar!!
Siluman Kecil berkata.
Hemmm, mau mencari uangmu yang
hilang?! Kang Swi bertanya sambil tersenyum simpul. Tidak ada gunanya. Ke mana
engkau hendak mencari uangmu itu di dunia yang begini luas?! Dia mengebutkan
ujung bajunya dengan sikap agung-agungan.
Siauw-hong, nenek itu!!
Siluman Kecil menoleh kepada pengemis muda dan Siauw-hong juga mengangguk,
seolah-olah baru ingat bahwa mungkin sekali uang majikannya! itu dicuri oleh
nenek penjual sepatu rumput yang aneh itu.
Mungkin sekali, Taihiap!! kata
Siauw-hong.
Terlambat, Sobat!! kata kongcu
tampan itu sambil menggerak-gerakkan cambuknya. Dia sudah pergi. Bukankah
kaumaksudkan nenek si penjual sepatu rumput yang tuli itu? Lihat, sepatu yang
dipakai A-cun itu adalah sepatu terakhir yang saya beli darinya,! katanya
menunjuk ke belakang dan Siluman Kecil melihat sepatu rumput yang dipakai oleh
kaki kacung itu.
Siluman Kecil memandang dengan
sinar mata penuh selidik kepada Kang Swi. Dia harus berhati-hati. Pemuda tampan
ini tidak kalah anehnya daripada si nenek penjual sepatu rumput! Seorang pemuda
yang sikapnya begitu baik kepadanya, yang tahu segala! Hemmm, Saudara Kang,
bagaimana kau tahu bahwa nenek itu yang kumaksudkan?!
Kang Swi tertawa. Ha-ha,
jangan kau memandang kepadaku seperti itu, Kawan! Aku menjadi takut karenanya!
Kau memandang kepadaku seolah-olah aku si pencuri uangmu itu! Tentu saja aku
tahu. Begitu mudahnya! Jangan engkau memandang ringan kepadaku. Lhhat, engkau
memakai sepatu rumput yang baru, dan kau tadi menyebut nenek, maka setiap orang
pun tentu akan dapat menduga nenek yang mana yang kaumaksudkan,! jawabnya
dengan sikap tenang sekali.
Siluman Kecil
mengangguk-angguk. Engkau sungguh cerdik.!
Sama sekali tidak. Hanya aku
menggunakan otak dan engkau yang terlalu memandang ringan kepadaku. Bukan hanya
itu saja, aku pun dapat menduga siapa adanya engkau, Sahabatku!!
Eh?! Siluman Kecil kembali
menatap wajah tampan itu dengan tajam. Siapa kiranya?!
Aku berani bertaruh seribu
tael bahwa engkau adalah pendekar yang dijuluki orang Siluman Kecil.!
Siluman Kecil cepat
menggerakkan kepalanya sehingga rambutnya yang putih itu sebagian menutupi
mukanya. Dia terkejut dan tercengang. Benar-benar pemuda ini aneh dan cerdik
bukan main.
Dia harus berhati-hati!
Bagaimana kau tahu? Menggunakan otak pula ataukah hanya kira-kira saja?! Aku
tidak pernah mau bertindak ceroboh. Segalanya harus kupikirkan masak-masak baru
aku mengambil kesimpulan. Dengar alasanku, Sobat. Aku sudah sering mendengar
tentang Siluman Kecil, yang kabarnya masih muda akan tetapi rambutnya sudah
putih semua. Sekarang, aku bertemu dengan engkau, engkau masih muda, rambutmu
seperti benang-benang perak, gerak-gerikmu penuh rahasia, dan Siauw-kai.... eh,
Siauw-hong itu menyebutmu Taihiap. Siapa lagi kau kalau bukan Siluman Kecil
yang tersohor itu?!
Saudara Kang Swi, engkau
memang cerdik sekali,! Siluman Kecil kembali memuji. Aku harus kembali dulu
untuk mencari nenek itu.!
Taihiap.... hemmm, setelah
benar bahwa engkau adalah Siluman Kecil, aku harus menyebutmu Taihiap! Taihiap,
percuma saja kalau kau hendak mencari nenek itu.!
Mengapa kau berkata demikian?!
Seorang yang dapat mencuri
uangmu tanpa kau ketahui, tentulah bukan orang sembarangan, dan dia tentu tahu
bahwa dia telah mencuri uang dari Taihiap, maka setelah berhasil, apakah dia
akan menanti di sana sampai Taihiap kembali ke sana dan menghajarnya? Kurasa
dia tidaklah begitu bodoh, Taihiap, dan sekarang ini tentu dia sudah pergi jauh
sekali, jauh dari kota An-yang. Mencari dia di sana sama dengan membuang-buang
waktu, sedangkan kita harus cepat tiba di Ceng-couw karena besok ujian itu
sudah dimulai!!
Siluman Kecil terpaksa
membenarkan pendapat ini, akan tetapi mendengar ucapah terakhir itu dia
berkata, Aku tidak ingin mengikuti ujian itu.!
Ah, tentu saja tidak. Masa
seorang pendekar sakti seperti Taihiap hendak merendahkan dlri menjadi seorang
pengawal? Akan tetapi, kurasa amat penting bagi Taihiap untuk pergi secepatnya
ke Ceng-couw jika Taihiap hendak menyelidiki tentang lenyapnya uang Taihiap itu.
Eh?! Siluman Kecil memandang
heran dan tidak mengerti.
Taihiap, setiap orang yang
memiliki kepandaian tentu akan tertarik oleh sayembara memasuki ujian pengawal
itu, dan kurasa nenek tuli itu pun tidak terkecuali. Satu-satunya tempat di
mana Taihiap mengharapkan untuk bertemu dengan dia, kurasa di Ceng-couw itulah
tempatnya.!
Siluman Kecil mengangguk dan
memandang kagum. Kau benar, mari kita berangkat!! Dan dia pun membedal kuda
putih itu dengan cepat. Kongcu tampan itu tertawa dan membedal si Hitam untuk
mengejar. Keduanya membalapkan dua ekor kuda itu sampai akhirnya mereka
terpaksa berhenti dan menanti dua orang pelayan yang berteriak-teriak karena
tertinggal jauh.
Ternyata kemudian oleh Siluman
Kecil betapa menyenangkan melakukan perjalanan dengan Kang Swi, pemuda kaya
yang royal itu. Mereka selalu makan di rumah makan besar dan kongcu itu memesan
masakan-masakan yang termahal dan terbaik, bersikap royal sekali dan ternyata
dia merupakan seorang dermawan besar. Setiap orang pengemis yang meminta selalu
diberi uang yang tidak tanggung-tanggung banyaknya. Siauw-hong yang menjadi
tukang kuda sampai mengacungkan jempolnya saking girang dan kagum terhadap Kang
Swi.
Kang-kongcu benar-behar
seorang yang dermawan!! dia memuji. Saya ikut menyatakan terima kasih atas
kebaikan Kongcu terhadap para pengemis itu.!
Akan tetapi Kang Swi tersenyum
dan tidak kelihatan bangga, malah menjawab, Aku dapat mencari uang dengan mudah
sekali. Begini banyak uang untuk aku sendiri apa gunanya? Lebih baik
kubagi-bagi kepada mereka yang membutuhkan!!
Siluman Kecil merasa makin
kagum terhadap teman seperjalanan yang aneh ini. Memang bocah itu manja dan
agak sombong, pikirnya, tinggi hati dan penuh rahasia, akan tetapi harus
diakuinya bahwa Yang Swi memang berwatak dermawan.
Yang amat kagum dan senang
hatinya adalah Siauw-hong. Baru sekarang dia melihat dengan mata kepala sendiri
betapa di dunia ini banyak pula orang-orang yang berbaik hati. Dalam beberapa
hari saja dia sudah bertemu dengan tiga orang yang selain gagah perkasa dan
aneh, juga amat baik. Pertama-tama dia bertemu dengan laki-laki berlengan
sebelah yang menjamu para pengemis cilik dengan royal, kemudian Siluman Kecil
yang telah tersohor sebagai seorang pendekar budiman, dan kini pemuda yang
sikapnya penuh lagak dan agung-agungan ini ternyata lebih baik hati lagi.
Kota Ceng-couw di Propinsi
Ho-nan hari itu kelihatan ramai sekali, jauh lebih ramai daripada biasanya.
Banyak orang luar kota membanjiri kota ini dan pagi-pagi sekali sudah banyak
orang berduyun-duyun memasuki halaman yang luas di depan istana gubernur.
Mereka semua ingin menonton ujian pemilihan calon pengawal dan perajurit.
Gubernur Ho-nan, yaitu Kui Cu
Kam,tinggal di Lok-yang, yaitu kota yang menjadi ibu kota Ho-nan, akan tetapi
dia mempunyai istana di Ceng-couw dan di kota inilah pemilihan perajurit itu
diadakan. Seperti telah diketahui, Gubernur Ho-nan ini diam-diam ingin menanam
kekuasaannya di Ho-nan, terlepas dari kedaulatan kaisar dan untuk keperluan
ini, selain dia bersekongkol dengan semua fihak yang anti kerajaan, juga dia
berusaha mengumpulkan orang-orang gagah yang berkepandaian tinggi sebanyak
mungkin. Untuk keperluan itu pula maka dia memerintahkan untuk mengadakan
sayembara pemilihan calon pengawal di Cengcouw itu dan untuk urusan ini, dia telah
menugaskan kepada Ho-nan Ciu-lo-mo Wan Lok It, jagoannya yang terkenal lihai
itu, untuk membantu pembesar di Ceng-couw dalam mengawasi jalannya sayembara
atau ujian pemasukan pengawal itu.
Karena banyaknya tamu dari
luar kota, bukan hanya mereka yang ingin memasuki sayembara akan tetapi juga
mereka yang ingin menonton, maka kota Ceng-couw menjadi sibuk sekali. Semua
rumah penginapan, besar kecil, penuh dengan tamu, juga semua warung makan penuh
dengan tamu sehingga banyak penduduk kota Ceng-couw hari itu benar-benar
mengalami panen besar!
Karena banyaknya orang-orang
aneh, jagoan-jagoan kang-ouw, memasuki kota Ceng-couw di hari itu, maka
munculnya Siluman Kecil dan Kang Swi bersama dua orang pembantu mereka, tidak
begitu menyolok dan menarik perhatian banyak orang, sungguhpun dua ekor kuda mereka,
si Hitam dan si Putih, menimbulkan kekaguman banyak orang, terutama mereka yang
mengenal kuda baik. Akan tetapi, Kang Swi sejak tadi bersungut-sungut dan
marah-marah karena semua rumah penginapan telah penuh. Sukar bagi mereka untuk
memperoleh kamar di rumah penginapan. Akhirnya, Kang Swi turun tangan sendiri,
tidak mengandalkan dua orang pelayan itu untuk menanyakan kamar di rumah
penginapan. Dia mendatangi sebuah rumah penginapan yang besar dan langsung dia
menemui pemilik rumah penginapan itu.
Saudara Kang, bukankah tadi
A-cun dan Siauw-hong sudah menanyakan dan di situ sudah penuh pula?! Siluman
Kecil menegur temannya itu ketika mereka turun dari atas punggung kuda di depan
sebuah rumah penginapan besar.
Hemmm, ingin kulihat sendiri
apakah benar-benar sudah penuh semua, Taihiap.!
Sssttttt, harap Saudara Kang
jangan menyebut aku Taihiap di tempat ramai ini, itu hanya akan menarik
perhatian orang saja,! Siluman Kecil berkata.
Kang Swi tersenyum, senyum
pertama sejak dia merengut dan marah-marah karena belum memperoleh kamar tadi.
Matanya berkedip-kedip menggoda, Kenapa sih? Bukankah Taihiap memang pendekar
sakti yang terkenal itu?!
Sudahlah, aku tidak ingin
dikenal orang.!
Kalau begitu, karena engkau
lebih tua daripada aku, aku akan menyebutmu Twako (Kakak), akan tetapi siapa
namamu?!
Kau boleh menyebutku Twako,
dan aku....aku tidak punya nama.!
Kang Swi tertawa lagi. Engkau
sungguh seorang manusia aneh penuh rahasia, Twako. Nah, aku akan mencari
kamar.! Dia lalu berjalan memasuki penginapan besar itu sambil membawa kantung
uangnya. Tak lama kemudian keluarlah dia dengan wajah berseri.
Aku berhasil mendapatkan
sebuah kamar!! terlaknya.
Eh! Tadi saya sendiri yang
menanyakan dan para pengurus itu bilang kamar telah penuh semua!! Siauw-hong
berseru dengan penasaran.
Tentu saja, memang penuh
semuaa kata Kang Swi.
Eh, Kang-kongcu.... kalau
begitu....! Siauw-hong berkata heran.
Yang kusewa adalah kamarnya.
Kamar pemilik rumah penginapan itu sendiri. Dia mengalah dan bersama isterinya
dia rela tidur di gudang malam ini dan menyerahkan kamarnya untukku.! Dia
tertawa dan sikapnya penuh lagak kemenangan. Diam-diam Siluman Kecil dapat
menduga. Tentu dengan kekuasaan uang, pikirnya. Entah berapa puluh kali lipat
dari harga biasa pemuda royal ini menyewa kamar itu.
Akan tetapi sayang, kamarnya
hanya satu untukku sendiri, dan untuk kalian bertiga terpaksa aku menyewakan
sebuah kandang kosong karena memang sudah tidak ada kamar kosong lagi. Maaf,
Twako.!
Hemmm....!! Siluman Kecil
menggumam. Di kandang atau di mana pun tidak ada bedanya bagiku.! Pelayan
muncul dan empat ekor kuda itu digiring ke kandang, juga tiga orang laki-laki
itu. Kandang yang disulap menjadi kamar untuk mereka bertiga itu sudah dibersihkan
dan lantainya ditutupi rumput kering. Bau rumput kering dan tahi kuda kering
memang tidak begitu busuk, bahkan mernpunyai kesedapan yang khas, akan tetapi
tetap saja hati Siluman Kecil merasa mendongkol juga. Kurang ajar, pikirnya.
Sungguh sekali ini dia tidak dihargai orang sama sekali! Dia, yang di mana-mana
disambut orang dengan penuh penghormatan, kini tidur di kandang kuda, sedangkan
pemuda royal berpakaian mewah dan banyak uangnya itu tidur sendirian di dalam
kamar besar! Kalau dilanjutkan begini, pada suatu hari aku tentu akan menampar
kepala yang sombong itu, pikirnya. Dan hal itu amat tidak baik karena pemuda
itu, betapapun juga telah bersikap baik kepadanya, tidak sayang membelikan kuda
untuk dia dan Siauw-hong dengan harga mahal.
Aku harus cepat-cepat pergi
menghindarinya,! katanya dalam hati.
Dengan hati mengkal Siluman
Kecil meninggalkan A-cun dan Siauw-hong di dalam kandang kuda itu dan dia
keluar. Malam gelap, langit hitam pekat, akan tetapi banyak lampu dipasang di
sekitar penginapan itu. Siluman Kecil melangkah keluar dengan niat hendak
mencari warung untuk makan dan minum arak menghangatkan badan, karena malam itu
dingin sekali sehingga perutnya terasa amat lapar.
Ahhh....! Tiba-tiba dia
mengeluh dalam hati dan merogoh semua saku bajunya untuk mencari kalau-kalau
ada sisa uang di dalam salah saku bajunya. Namun percuma dan dia sudah
menduganya. Semua sakunya kosong. Dia tidak mempunyai uang sepeser pun! Mana
mungkin membeli makanan dan minuman? Mencuri? Mudah saja baginya, akan tetapi hal
itu tidak sudi dia melakukannya. Minta? Hemmm, sedangkan seorang bocah jembel
seperti Siauw-hong saja tidak sudi mengemis, apalagi dia!
Twako! Kau di sini?! Tiba-tiba
terdengar teguran orang dan wajah Siluman Kecil bersungut-sungut di dalam
gelap. Pemuda congkak itu sudah berada disampingnya sambil tersenyum-senyum,
seolah-olah mengerti akan kesukarannya, yaitu ingin makan minum akan tetapi
tidak mempunyai uang! Dia hanya mengangguk, tidak ingat bahwa mungkin saja di
dalam kegelapan itu pemuda she Kang itu tidak dapat melihat jawabannya tanpa
kata itu.
Twako, mari kita mencari
minuman!! Kang Swi berkata dengan nada suara gembira. Sebelum Siluman Kecil
sempat menjawab, tangannya sudah digandeng dan ditarik oleh pemuda itu dan
diajak memasuki sebuah warung arak yang berada di sebelah rumah penginapan.
Muka Siluman Kecil terasa
panas. Untung bahwa waktu itu malam, maka penerangan lampu warung yang
kemerahan menyembunyikan perubahan mukanya yang menjadi merah. Bagaimana dia
dapat menolaknya biarpun hatinya merasa amat tidak enak? Pemuda ini boleh jadi
congkak dan agung-agungan, akan tetapi harus diakuinya amat ramah dan akrab.
Mereka memasuki warung itu dan memilih tempat duduk di sudut. Seperti biasa,
secara royal sekali Kang Swi menanyakan masakan istimewa dari warung itu dan
memesan masakan macam-macam dan arak yang paling baik!
Siluman Kecil diam-diam
menegur diri sendiri mengapa setelah berhadapan dengan pemuda ini, melihat
sikapnya yang demikian ramah, semua ketidaksenangan hatinya lenyap sama sekali!
Malah dia mendapatkan dirinya makan minum dengan lahapnya, karena selain
perutnya lapar, juga hawa yang dingin dan masakan yang lezat membuat dia
menjadi seorang pelahap! Dan seperti biasa, yang diketahuinya semenjak dia
melakukan perjalanan dengan Kang Swi, pemuda tampan ini makan sedikit sekali.
Kenapa makanmu sedikit amat?!
Dia pernah bertanya siang tadi.
Habis, kalau sebegitu saja
sudah kenyang, perlu apa banyak-banyak?! jawab yang ditanya.
Pantas tubuhmu kecil!!
Dan sekatang, pemuda itu juga
makan sedikit saja, biarpun hampir semua masakan dicobanya. Akan tetapi pemuda
itu minum arak dengan lagak seorang jagoan minum.
Agaknya engkau kuat minum
arak, Kang-hiante,! kata Siluman KeciL melihat wajah yang gembira itu. Kang Swi
tersenyum dan diam-diam Siluman Kecil harus mengakui bahwa pemuda ini memang
tampan sekali. Kalau tersenyum tampak deretan gigi yang putih bersih, kecil dan
rata. Mulutnya berbentuk indah. Seperti mulut wanita saja.
Ah, kaukira hanya engkau yang
kuat minum, Twako? Mari kita bertanding minum arak, agar diketahui siapa di
antara kita yang lebih kuat.!
Hemmm, engkau bisa mabuk
nanti,! Siluman Kecil menjawab sambil tersenyum melihat lagak pemuda yang
seperti anak-anak itu.
Eh, eh, engkau memandang
rendah. Nah, mari kita coba. Berapa banyak pun engkau minum, akan kuimbangi,
Twako!!
Siluman Kecil dapat menduga
bahwa pemuda tampan ini memang bukan orang sembarangan, dan tentu memiliki
kepandaian, akan tetapi karena sikapnya yang baik dan ramah, tentu saja dia
merasa tidak enak kalau harus menguji kepandaiannya, biarpun dia ingin sekali
tahu sampai di mana kelihaiannya. Maka sekarang dia, memperoleh kesempatan
untuk menguji kekuatan minum pemuda itu dan bagi seorang ahli silat tinggi hal
ini sudah dapat dipakai ukuran akan kekuatan tenaga dalam seseorang.
Baiklah, aku akan minum tiga
cawan berturut-turut.! Siluman Kecil lalu minum tiga cawan arak berturut-turut.
Sambil tertawa dan dengan
sikap memandang ringan, Kang Swi juga minum tiga cawan arak dan cara dia minum
memang menunjukkan dia seorang ahli, sekali teguk saja setiap cawan lenyap
memasuki perutnya yang kecil.
Siluman Kecil tersenyum. Kau
memang ahli minum, katanya dan kini dia minum berturut-turut lima cawan arak!
Lalu dia memandang kepada temannya itu yang juga tersenyum dan tanpa berkata
apa-apa pemuda tampan itu lalu dengan gerakan tangan cepat sekali minum sampai
tujuh cawan arak berturut-turut! Aku melebihi dua cawan, Twako,! katanya sambil
tersenyum lebar.
Siluman Kecil terkejut juga.
Gerakan tangan pemuda itu demikian cepatnya dan biarpun sudah menghabiskan tiga
dan tujuh cawan arak, akan tetapi sedikit pun jari-jari tangannya tidak pernah
kelihatan gemetar dan jari-jari tangan itu masih tetap tenang ketika meletakkan
kembali cawan kosong di atas meja. Padahal dia yang baru minum delapan cawan
sudah merasakan betapa hawa arak yang keras naik ke dalam kepalanya yang tentu
saja dapat ditekannya keluar dengan tenaga sinkangnya. Dia memandang wajah yang
tersenyum ramah itu. Tidak enak juga kalau sampai Kang Swi diujinya terus
sehingga menjadi mabuk, pikirnya. Sekarang pun sudah jelas bahwa dugaannya
tidak salah. Pemuda ini memiliki sinkang yang cukup kuat. Biarlah dia minum
lima cawan lagi.
Kau memang hebat,! katanya dan
kini dia minum lagi lima cawan arak.
Akan tetapi Kang Swi memegang
guci araknya. Mengapa bersikap sungkan, Twako? Kita sama-sama kuat minum. Mari
kita habiskan arak dari guci masing- masing.! Dan pemuda tampan itu lalu
mengangkat guci araknya, menempelkan bibir guci di mulutnya yang dibuka,
kepalanya ditengadahkan dan guci itu lalu dimiringkan, araknya dituang dan
seperti pancuran memasuki mulutnya yang ternganga sampai habislah arak dari
dalam guci itu. Ketika dia menaruh kembali guci kosong ke atas meja, jari-jari
tangannya masih tidak gemetar sama sekali sungguhpun mukanya yang putih itu
menjadi agak kemerahan dan kepalanya agak bergoyang-goyang!
Siluman Kecil terkejut. Dia
sudah menduga bahwa pemuda tampan itu memang memiliki sinkang yang kuat, akan
tetapi tidak disangkanya sedemikian kuatnya. Maka gembiralah hatinya karena
ternyata teman seperjalanannya ini adalah seorang yang memiliki kepandaian
tinggi. Dia pun lalu minum semua arak dari gucinya. Setelah kemasukan arak yang
masing-making tidak kurang dari tiga puluh cawan, Siluman Kecil melihat betapa
wajah yang kemerahan itu makin berseri dan, sikap Kang Swi makin gembira!
Kiranya ada pula sedikit hawa arak mempengaruhi pemuda ini dan diam-diam
Siluman Kecil merasa girang karena bagaimanapun juga dialah yang menang dalam
pertandingan ini. Pemuda itu biarpun belum dapat dikatakan mabuk, akan tetapi
caranya bicara dan tersenyum sudah lebih ringan dan lebih gembira dari biasa,
tanda bahwa dia telah dipengaruhi hawa arak.
Tiba-tiba pemuda itu tertawa
sambil memandang keluar. Siluman Kecil juga memandang dan ternyata yang
ditertawakan oleh Kang Swi itu adalah seorang laki-laki yang jalannya pincang.
Orang ini mukanya penuh dengan kumis dan cambang bauk, amat lebat hampir
menyembunyikan semua mukanya sehingga sukar ditaksir berapa usianya. Begitu
masuk, orang ini duduk di sudut bagian depan dan sama sekali tidak mempedulikan
para tamu lainnya yang mulai berdatangan untuk makan malam. Kemudian, dengan
gerak tangannya dia memanggil pelayan. Ketika pelayan itu telah berdiri di
depannya, si pincang itu membuat gerakan-gerakan tangan memesan nasi dan arak.
Dari gerakannya dan dari suaranya yang hanya ah-ah-uh-uh itu tahulah Siluman
Kecil bahwa orang itu, selain pincang, juga gagu.
Heh-heh-heh!! Kang Swi
tertawa-tawa melihat tingkah laku si gagu itu ketika memesan makanan dan
minuman, membuat gerakan seperti orang sedang makan dan minum. Siluman Kecil
mengerutkan alisnya. Bocah ini terlalu lancang dan sembrono, pikirnya,
mentertawakan orang begitu saja, apalagi cara tertawanya begitu
terpingkal-pingkal seolah-olah pemuda tampan itu melihat suatu hal yang luar
biasa lucunya. Padahal, apakah lucunya seorang gagu memesan makanan dan
minuman? Tentu saja harus menggunakan gerak tangan!
Hemmm, Hiante, jangan
sembarangan mentertawakan orang!! tegurnya. Apakah kau tidak melihat langkahnya
tadi biarpun terpincang-pincang? Dan lihat sinar matanya! Hati-hatilah, jangan
menghina orang, kurasa dia bukan orang sembarangan!.!
Ha-ha-ha!! kembali Kang Swi
tertawa dan masih terdengar terkekeh biarpun dia sudah mendekap mulutnya. Bagaimana
tidak akan tertawa melihat yang selucu itu? Hi-hik, Twako.... apa kau tidak
tahu, heh-heh....! Kang Swi kembali tertawa dan menutupi mulutnya sambil
memejamkan mata menahan kegeliannya.
Tangis dan tawa biasanya amat
menular. Melihat Kang Swi tertawa terpingkal-pingkal seperti itu, biarpun dia
sendiri masih belum mengerti apa yang ditertawakannya, tanpa disadarinya
Siluman Kecil juga tersenyum dan ikut gembira. Apa sih yang lucu?! tanyanya,
kini menjadi ingin sekali untuk mengetahuinya.
Twako, hi-hik aku tidak
mentertawakan pincangnya atau gagunya, akan tetapi....heh-heh....!
Ada apa sih?!
Mungkin orang lain dapat dia
kelabui, akan tetapi aku!! Kang Swi menepuk dada dengan lagak sombong. Di depan
hidung seorang ahli seperti aku dia berani main gila, ha-ha! Kumisnya terlalu
ke atas dan agak miring penempelannya, dan cambangnya terlalu penuh di bagian
pipi kiri. Ha-ha-ha, kalau tidak pandai menyamar, sungguh berbahaya permainan
itu!! Pemuda ini terus tertawa ha-ha-hi-hi dan Siluman Kecil maklum bahwa
biarpun tidak sampai mabuk, terlalu banyak arak itu membuat Kaang Swi menjadi
terlalu gembira sehingga dia khawatir kalau-kalau sampai menimbulkan persoalan.
Betapapun juga, dia kini memperhatikan orang itu dan setelah mendengar
kata-kata Kang Swi tadi, dia baru dapat melihat hal-hal yang hanya dapat
diketahui oleh seorang ahli itu. Dan agaknya, temannya ini benar! Mencurigakan
sekali si pincang itu. Mendengar orang tertawa, si pincang menengok, akan
tetapi karena terhalang oleh pilar dan pot bunga, dia tidak melihat Siluman
Kecil dan Kang Swi.
Siluman Kecil juga terpaksa
ikut tertawa, lalu bertanya lirih, Apakah kau mengenal dia?!
Kang Swi menggeleng kepala
sambil tersenyum-senyum, pringas-pringis seperti orang sinting. Melihat keadaan
temannya ini, Siluman Kecil merasa khawatir kalau-kalau ulahnya yang biasanya
memang aneh dan kadang-kadang ugal-ugalan itu kini ditambah oleh pengaruh arak
akan menimbulkan keributan, maka dia lalu bangkit dan mengajak kembali ke rumah
penginapan. Kang Swi tidak membantah, dibayarnya harga makanan dengan royal,
dan mengatakan bahwa uang kembalinya agar dibagi-bagi di antara para pelayan,
kemudian dia berjalan bersama Siluman Kecil pergi meninggalkan warung, setelah
sekali lagi tertawa ke arah si pincang, sedangkan Siluman Kecil menyembunyikan
mukanya di balik rambutnya yang putih panjang.
Akan tetapi ketika mereka tiba
di depan rumah penginapan, terdengar teriakan tertahan, Siluman Kecil....!!
Siluman Kecil dan Kang Swi
terkejut dan cepat menoleh. Mereka masih sempat melihat dua orang perajurit
dengan mata terbelalak dan muka pucat melarikan diri tergesa-gesa dari situ,
menyelinap di antara orang banyak.
Siluman Kecil menarik napas
panjang dan berbisik, Sungguh tidak enak sekali. Di sini banyak orang
mengenalku.!
Kang Swi tersenyum. Twako,
agaknya di kota ini banyak terdapat orang-orang yang ketakutan melihat wajahmu
yang tampan dan gagah....!
Hemmm, tidak perlu mengejek!!
Siluman Kecil menegur.
Ah, aku salah bicara. Mereka
takut mendengar namamu yang tersohor.!
Sudahlah, aku pun tidak
mempunyai keperluan di sini. Malam ini aku akan pergi saja,! kata Siluman
Kecil.
Eh-eh, apakah kau akan
merelakan saja uangmu dibawa lari oleh nenek itu? Kurasa hanya di tempat
keramaian besok sajalah kita dapat menemukan nenek itu.!
!Bukankah ujian sudah dimulai
hari ini?!
Tidak, sudah kuselidiki. Hari
ini hanya diadakan pemilihan di antara para pelamar, pemilihan dari mereka yang
berkepandaian tinggi untuk dipertandingkan besok, memperebutkan kedudukan
pengawal pribadi gubernur yang hanya akan dipilih tiga empat orang banyaknya.
Selebihnya hanya akan diterima sebagai perajurit pengawal kalau memenuhi
syarat. Jadi besoklah orang-orang kang-ouw akan bermunculan dan tentu kita akan
dapat menemukan nenek itu.!
Akan tetapi aku banyak dikenal
orang, hanya akan menimbulkan keributan saja.! Siluman Kecil yang biasanya
menyendiri itu merasa tidak enak kalau mengingat akan hal itu.
Twako, Jangan khawatir. Aku
tadi mentertawakar penyamaran konyol si pincang itu bukan karena sombong, akan
tetapi karena aku benar-benar seorang ahli dalam mendandani orang. Kalau Twako
besok kudandani, agaknya orang tuamu sendiri tidak akan dapat mengenalmu lagi,
Twako. Dengan menyamar, Twako akan dapat menonton dengan leluasa, juga akan
dapat mencari nenek penjual rumput itu.!
Siluman Kecil menghela napas.
Dia merasa kalah bicara dengan pemuda lincah ini. Baiklah....! katanya.
Dan maafkan aku, Twako. Bukan
sekali-kali maksudku untuk merendahkan Twako dengan menyewakan, kandang kuda,
akan tetapi apa boleh buat, kamar telah habis dan aku.... sejak kecil aku tidak
bisa tidur sekamar dengan orang lain. Ataukah Twako yang memakai kamarku itu
dan biar aku tidur di luar saja?!
Ah, tidak....! Jangan....!
Pakailah kamar itu sendiri, aku sudah biasa tidur di alam terbuka. Akan tetapi
sungguh mengherankan. Mengapa sih kau tidak bisa tidur berdua dengan orang lain
dalam satu kamar?!
Sudah sejak kecil.... aku
tidak bisa tidur kalau ada orang lain dalam kamarku.!
Siluman Kecil terseret oleh
sikap dan keanehan temannya itu, maka dia menggoda, Hemmm, kalau begitu
bagaimana kelak kalau kau kawin?!
Ihhh! Twako sungguh ceriwis!
Siapa yang mau kawin?! Setelah berkata demikian, Kang Swi berkelebat pergi
memasuki rumah penginapan dengan gerakan cepat. Siluman Kecil tersenyum dan
menggeleng-geleng kepala. Pemuda itu seperti anak kecil saja. Siauw-hong
agaknya lebih dewasa daripada Kang Swi. Maka dia pun lalu memasuki kandang kuda
dari pintu pekarangan samping dan ternyata A-cun dan Siauw-hong sudahh tidur.
Siluman Kecil lalu duduk melakukan siulian dan ternyata enak mengaso di atas
tumpukan rumput kering itu dan mendapatkan hembusan angin semilir yang lembut
dan yang dapat memasuki kandang kuda.
***
Pada keesokan harinya, keadaan
di kota Ceng-couw menjadi makin ramai. Dan memang keramaian sayembara itu
terjadi pada hari ini, di mana para pelamar yang berkepandaian tinggi akan
memperebutkan kedudukan pengawal-pengawal pribadi dari gubernur. Di antara
ratusan orang pelamar, setelah diuji ketangkasan dan tenaganya kemarin, hanya
ada belasan orang saja yang dicalonkan, dan tentu saja bagi mereka yang belum
sempat diuji, kalau memiliki kepandaian, diperkenankan juga mengikuti
pertandingan adu kepandaian itu.
Pekarangan yang merupakan
alun-alun di depan istana gubernur penuh dengan manusia yang kesemuanya
mengelilingi sebuah panggung yang tinggi dan luas, yang sengaja dibangun untuk
keperluan itu. Karena panggung itu tinggi, maka biarpun mereka yang kebagian
tempat agak jauh pun dapat melihat dengan jelas apa yang terjadi di atas
panggung. Dan di tempat duduk kehormatan yang berada di depan istana, duduklah
Gubernur Ho-nan sendiri, yaitu Gubernur Kui Cu Kam, dikelilingi oleh para
pengawalnya dengan ketat untuk menjaga keselamatan gubernur ini. Sedangkan
Cui-lo-mo Wan Lok It yang mengatur sayembara pemilihan pengawal itu, sejak
kemarin sudah sibuk dan kini dia kadang-kadang kelihatan di dekat panggung,
kadang-kadang tidak kelihatan karena si rambut merah dan pemabuk ini
kadang-kadang mengadakan perondaan sendiri untuk menjamin kelancaran pemilihan
itu dan juga menjaga keamanan gubernur yang berkenan menyaksikan pula pemilihan
calon pengawal-pengawalnya itu.
Setelah matahari naik tinggi
dan Gubernur Kui Cu Kam telah duduk di tempatnya, bersama dengan para
pembesar-pembesar dan para pembantunya, tambur dan canang dipukul bertalu-talu
sebagai tanda bahwa sayembara akan dimulai. Seperti semut-semut yang sibuk,
orang-orang yang menonton bergerak mendekati panggung.
Kang Swi yang sudah siap
dengan dandanan ringkas dan dengan pedang di punggung, sejak tadi telah siap
dan kini dia mendatangi kandang kuda bersama seorang kakek keriputan. Kakek tua
ini bukan lain adalah Siluman Kecil yang telah disulap! menjadi kakek oleh
tangan Kang Swi yang ternyata memang benar pandai sekali merias penyamaran itu,
dan ternyata pemuda tampan ini sudah membawa perlengkapan untuk merias dan
membuat penyamaran-penyamaran. Ternyata bahwa dia memang benar seorang ahli,
maka tidak mengherankan kalau dia dapat mengetahui penyamaran si pincang yang
gagu itu dan mencela penyamarannya.
Siluman Kecil menjadi kagum
bukan main ketika dia melihat bayangan wajahnya sendiri yang sudah berubah
menjadi seorang kakek itu di dalam cermin. Dia memuji kelihaian Kang Swi akan
tetapi pemuda itu hanya tersenyum saja. Sekarang kau tidak khawatir akan
dikenal orang lagi, Twako, dan dengan leluasa kau dapat mencari nenek itu di
antara penonton.!
A-cun, pelayan atau kacung
pengiring Kang Swi, memandang dengan bengong terlongong kepada kakek tua yang
datang bersama majikannya itu. Dia tidak berani bertanya kepada majikannya
siapa adanya kakek itu, hanya dia merasa heran dari mana datangnya kakek itu
yang memasuki kandang bersama majikannya.
Eh, A-cun, di mana adanya
Siauw-hong?! tanya pemuda tampan itu ketika dia tidak melihat si pengemis muda
di situ.
Dia? Ah, sejak tadi dia sudah
pergi, Kongcu. Katanya dia hendak nonton keramaian.!
Hemmm, kalau begitu kau
tinggaliah di sini menjaga kuda-kuda kita, A-cun, kami hendak pergi nonton
keramaian juga,! kata Kang Swi yang segera mengajak Siluman Kecil pergi. Kang
Swi tidak lupa untuk membawa pedangnya yang digantung di punggungnya sehingga
dia kelihatan gagah karena pagi hari itu dia mengenakan pakaian yang ringkas.
Setelah tiba di depan istana
gubernur, ternyata di situ telah berkumpul banyak orang dan di atas panggung
itu tengah terjadi pertandingan yang ramai, diikuti oleh sorak-sorai para
penonton yang sudah terdengar dari tempat jauh. Siluman Kecil lalu memisahkan
diri untuk mencari nenek pencuri uangnya dan mereka saling berjanji akan
berjumpa kembali nanti di rumah penginapan. Kang Swi sendiri lalu menyelinap di
antara penonton untuk mendekati panggung.
Ternyata pertandingan di atas
panggung telah selesai. Seorang yang bertubuh gemuk pendek dirobohkan oleh
seorang pemuda tinggi kurus. Pemuda tinggi kurus ini memang istimewa sekali.
Dia bukan merupakan seorang di antara para calon yang kemarin terpilih,
melainkan seorang yang baru muncul di antara penonton. Akan tetapi secara
berturut-turut dia telah mengalahkan sepuluh orang calon terpilih dan masing-masing
dirobohkan dalam waktu belasan jurus saja! Si gemuk pendek yang terakhir itu
pun dirobohkannya dalam waktu sepuluh jurus, maka tentu saja
kemenangan-kemenangannya disambut oleh sorak-sorai para penonton yang merasa
kagum terhadap pemuda tinggi kurus berpakaian sederhana itu. Kini, atas
perintah Honan Ciu-lo-mo yang dapat menilai kepandaian orang, pemuda itu
dipersilakan untuk beristirahat lebih dulu. Pemuda itu mengangguk dan turun
dari atas panggung, lenyap di antara para penonton.
Ketika Kang Swi tiba di dekat
panggung, pemuda tinggi kurus itu sudah turun sehingga pemuda tampan dan royal
ini tidak sempat melihat wajah pemuda yang sudah menang sepuluh kali itu. Kini
pengatur pertandingan, seorang perwira tinggi besar dan tua, yaitu bukan lain
adalah Su-ciangkun yang bernama Su Kiat, seorang di antara pengawal Gubernur
Ho-nan, setelah menyuruh mundur pemuda tinggi kurus, lalu memanggil dengan
suara nyaring nama seorang calon yang kemarin dipilih. Munculiah seorang
laki-laki berusia tiga puluh tahun lebih yang bertubuh kecil, yang muncul di
panggung dengan muka agak pucat dan sikap yang sungkan dan jerih. Memang hati
si kecil ini sudah jerih ketika menyaksikan betapa selain para calon, ternyata
di antara banyak penonton itu terdapat orang pandai seperti pemuda tinggi kurus
tadi. Oleh karena itu, belum juga bertanding, hatinya sudah merasa jerih dan
dia kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri. Dengan sikap sungkan-sungkan
dan merendah dia berdiri menanti di atas panggung, dengan kedua pundak ke muka
sehingga tubuhnya kelihatan makin kecil lagi. Sebuah nama dipanggil lagi dan
munculiah orang ke dua, juga seorang calon yang kemarin telah dipilih, yang
mukanya kuning pucat dan mulutnya selalu tersenyum masam. Setelah diberi tanda
oleh Perwira Su Kiat, mereka bergebrak dan bertanding. Akan tetapi, belum
sampal dua puluh jurus, si kecil menang dan orang bermuka kuning pucat itu
terlempar ke bawah panggung, disambut sorak-sorai penonton yang merasa kagum
bahwa laki-laki yang pemalu dan bertubuh kecil itu ternyata lihai juga.
Berturut-turut maju sampai lima orang calon, akan tetapi semuanya dikalahkan
oleh si kecil yang lihai dan yang kini mulai menemukan kembali kepercayaannya
kepada diri sendiri setelah berturut-turut memperoleh kemenangan. Habislah
semua calon yang terpilih kemarin.
Kini dibuka kesempatan kembali
kepada para orang gagah yang hadir di antara penonton dan yang belum sempat
didaftar kemarin, untuk mengikuti sayembara pertandingan dan dipersilakan naik
ke atas panggung!! kata Perwira Su Kiat dengan suaranya yang menggeledek.
Biar saya mencobanya!!
Terdengar jawaban yang tidak kalah nyaringnya dan dari bawah panggung
melayanglah sesosok tubuh yang tinggi besar. Semua penonton tertegun ketika
melihat seorang laki-laki yang usianya kurang lebih empat puluh tahun, tubuhnya
tinggi besar seperti raksasa dan kepalanya gundul, bukan gundul karena dicukur,
melainkan memang gundul karena botak!
Dengan mulut menyeringai
lebar, raksasa gundul ini menghampiri si kecil, lalu berkata, Anak yang baik,
lebih baik kau meloncat turun saja dengan tubuh utuh dan mengalah kepadaku.!
Biarpun tadinya si kecil ini
merasa jerih, akan tetapi kini setelah memperoleh kemenangan berturut-turut
selama lima kali, hatinya sudah menjadi besar dan tentu saja dia marah sekali
mendengar dirinya disebut anak yang baik! oleh raksasa itu. Terdengar suara
ketawa di antara para penonton mendengar ucapan itu dan si kecil menjadi merah
mukanya. Maka tanpa banyak cakap lagi, dia lalu menyerang dengan pukulan kedua
tangannya. Gerakannya memang gesit bukan main dan kemenangannya yang
berturut-turut tadi pun mengandalkan kegesitannya itulah.
Buk! Buk! Buk!! Secara
bertubi-tubi dan cepat bukan main, kedua tangan jagoan kecil itu telah
melakukan pukulan, dan anehnya si raksasa gundul itu menerima semua pukulan
yang tepat mengenai perut dan dadanya itu tanpa menangkis atau mengelak,
seolah-olah semua pukulan itu tidak dirasakannya sama sekali! Dan memang semua
pukulan si kecil. itu seperti mengenai karet saja, membalik dan selagi si kecil
terkejut setengah mati, tiba-tiba raksasa itu tertawa, tangannya yang besar
dengan lengan yang panjang itu menyambar.
Plakkk!! Sebuah tamparan
mengenai bawah telinga si kecil dan dia mengeluh lalu roboh pingsan! Tentu saja
peristiwa mengejutkan ini disambut oleh sorak-sorai para penonton. Si kecil
tadi demikian lihainya, akan tetapi dengan sekali tamparan saja dia roboh
pingsan oleh raksasa gundul itu. Maka dapat dibayangkan betapa lihainya si
raksasa gundul ini! Dan tentu akan ramai sekali kalau raksasa gundul yang kebal
ini diadu dengan pemuda tinggi kurus yang telah menang sepuluh kali tadi.
Agaknya, Perwira Su Kiat juga
berpendapat demikian, dan dia sudah mencari-cari dengan pandang matanya ke arah
menyelinapnya pemuda tinggi kurus tadi. Akan tetapi tiba-tiba nampak bayangan
orang berkelebat dan seorang pemuda tampan telah melompat dengan gerakan indah
dan ringan ke atas panggung, menghadapi si raksasa gundul. Pemuda tampan ini
tersenyum lebar dan memandang si raksasa dengan sinar mata berkilat. Di punggungnya
pemuda ini kelihatan tergantung sebatang pedang dan pakaian pemuda ini biarpun
ringkas namun amat perlente dan serba indah. Karena pemuda tampan ini
berperawakan kecil ramping, maka berhadapan dengan raksasa gundul nampak
perbedaan yang amat menyolok sekali. Yang satu kecil dan kelihatan halus lemah,
sedangkan yang ke dua tinggi besar dan kelihatan kokoh kuat. Sungguh bukan
merupakan lawan yang seimbang!
Ha-ha, anak kecil mengapa
ikut-iktan dan ingin bertanding?!
Lebih baik pulang, nanti
dicari ibumu!!
Belajar lagi sepuluh tahun
baru datang ke sini!!
Teriakan-teriakan penonton
yang dilontarkan kepada pemuda yang kelihatan masih remaja dan tampan itu
disambut oleh muda itu dengah senyum simpul. Pemuda ini bukan lain adalah Kang
Swi, pemuda tampan royal yang datang bersama Siluman Kecil. Dengan sikap tenang
Kang Swi melangkah maju menghadapi si raksasa gundul.
Heh, kau anak kecil yang lebih
pantas membaca kitab daripada berada di sini! Si gundul berteriak.
Benar, turun saja!!
Buat apa mengantar nyawa
sia-sia!!
Mati konyol nanti! Sayang
ketampananmu!!
Kang Swi tersenyum. Senang
hatinya. Dia merasa yakin akan dapat mengalahkan raksasa gundul ini, maka makin
hebat orang mengkhawatirkan dirinya, makin balklah karena kemenangannya nanti
akan terasa lebih nikmat. Dia menjura ke empat penjuru dengan lagak yang
angkuh, sehingga Perwira Su Kiat yang juga memandang rendah pemuda remaja ini
lalu berseru, Hayo kalian berdua cepat memulai!!
Raksasa gundul itu lalu
melangkah maju. Bocah sombong, biarlah kau boleh memukulku, tanpa kulawan pun
engkau akan ka1ah dan kedua tanganmu akan patah-patah dipakai memukul tubuhku.!
Banyak orang tertawa menyambut ucapan raksasa ini.
Benarkah?! Kang Swi bertanya.
Hendak kucoba sampai di mana sih tebalnya kulitmu maka kau berani berkata
demikian. Nah, terimalah ini!! Tangan kiri Kang Swi menyambar ke depan secara
sembarangan.
Syuuuttttt, plakkkkk!!
Aughhh....!! Raksasa gundul
itu jatuh berlutut dan kedua tangannya memegangi dada yang terkena tamparan
Kang Swi. Tangan pemuda halus itu rasanya seperti tusukan pedang tajam yang
menembus kekebalannya, dadanya terasa nyeri bukan main, panas dan perih. Semua
penonton tadinya menyangka bahwa raksasa itu pura-pura saja untuk mempermainkan
lawan, akan tetapi ketika mereka melihat wajah itu berkerut-merut menahan
nyeri, kemudian muka raksasa itu menjadi merah dan matanya melotot marah,
mereka terkejut dan terheran-heran. Benarkah tamparan yang perlahan itu membuat
si raksasa yang kebal itu kesakitan? Sikap raksasa gundul itu menjawab keraguan
mereka ketika si raksasa mengeluarkan suara gerengan marah dan tiba-tiba
tubuhnya yang tadi berlutut itu menerjang ke depan. Gerakannya seperti seekor
singa marah menerkam kambing, kedua lengan yang panjang itu dikembangkan,
jari-jari tangan membentuk cakar hendak menerkam, matanya melotot dan mulutnya
terbuka mengerikan!
Dengan gerakan yang indah dan
ringan sekali, Kang Swi sudah meloncat ke samping tepat pada saat kedua tangan
lawan sudah hampir dapat mencengkeramnya dan pada detik itu juga, kaki kanannya
menendang ke arah lutut dan tangannya dengan jari terbuka menyambar ke arah
lambung.
Dukkk! Plakkk!!
Tak dapat dicegah lagi, tubuh
tinggi besar itu terjelungkup ke depan dengan terpaksa, dan hidungnya mencium
lantai panggung sehingga ketika dia merangkak bangun, hidungnya berdarah dan
mulutnya menyeringai karena selain lututnya terasa nyeri, juga lambungnya
mendadak menjadi mulas! Akan tetapi, dia menjadi makin penasaran dan marah,
apalagi ketika mendengar para penonton bersorak riuh rendah. Tadi, ketika
raksasa itu jatuh berlutut, para penonton masih belum yakin benar akan
kelihaian Kang Swi, akan tetapi robohnya raksasa itu untuk kedua kalinya,
kelihatan jelas oleh para penonton sehingga meledaklah pujian mereka terhadap
Kang Swi. Tidak mereka sangka bahwa pemuda tampan yang masih muda sekali itu
demikian hebatnya, dengan mudah saja dalam dua gebrakan telah merobohkan
raksasa itu dua kali!
Arghhhhh....!! Seperti suara
seekor singa menggereng, raksasa gundul itu menyerang dan kini serangannya itu
merupakan serangan maut yang mengerikan karena dia bukan hanya menggunakan
kedua tangannya untuk mencengkeram dari kanan kiri, akan tetapi juga
mempergunakan kepalanya yang gundul botak itu untuk menyeruduk ke arah dada
Kang Swi!
Hemmm....!! Kang Swi berseru
mengejek dan tiba-tiba ketika dia menjejakkan kakinya, tubuhnya mencelat ke
atas dengan gerakan cepat tak terduga sehingga serangan si raksasa itu luput
dan tubuhnya terhuyung ke depan. Kang Swi yang meloncat tinggi ke atas itu kini
sudah meluncur turun sambil membalikkan tubuh dan kakinya menginjak tengkuk
lawan sambil mengerahkan tenaganya.
Hekkk!! Tubuh tinggi besar itu
terdorong ke bawah dan karena tadi dia menggunakan tenaga untuk menyeruduk,
maka begitu diinjak tengkuknya, tenaga serudukannya bertambah dan kepalanya
kini menyeruduk ke bawah dengan kekuatan dahsyat.
Brakkkkk....!! Kepala itu
menancap di lantai papan panggung, masuk sampai ke lehernya dan kedua kakinya
bergerak-gerak di atas panggung! Terdengar suara ketawa di sana-sini dari mulut
mereka yang suka akan tontonan yang menyeramkan, akan tetapi banyak pula yang
meringis dan merasa ngeri, mengira bahwa kepala botak itu pecah atau setidaknya
tentu akan robek-robek.
Kang Swi mendekati, kakinya
menendang.
Bukkk!! Tubuh itu tercabut dan
terlempar ke luar panggung, jatuh berdebuk di bawah panggung dalam keadaan
pingsan, dirubung banyak orang dan mereka ini terheran-heran karena kepala
botak itu sama sekali tidak terluka, sungguhpun orangnya pingsan. Maka
meledaklah sorak dan pujian yang dilontarkan orang kepada Kang Swi.
Diam-diam Perwira Su Kiat
terkejut sekali. Hari ini dia telah banyak sekali melihat orang-orang yang
kepandaiannya jauh melampaui tingkatnya! Apalagi perwira ini, bahkan Ho-nan
Ciu-lo-mo Wan Lok It sendiri yang merupakan jagoan kepercayaan Gubernur Ho-nan
terkejut melihat kepandaian Kang Swi. Pemuda tampan itu benar-benar hebat,
entah mana lebih lihai dibandingkan dengan pemuda tinggi kurus yang telah
menang sepuluh kali pertandingan tadi. Maka Ciu-lo-mo segera memberi isyarat
kepada Su Kiat untuk memanggil pemuda tinggi kurus tadi, dan dia sendiri lalu
duduk dan minum arak dari gucinya dengan hati penuh kegembiraan dan ketegangan
hendak menyaksikan pertempuran yang tentu akan amat menarik antara kedua orang
pemuda itu. Sementara itu, Gubernur Kui Cu Kam sendiri mengangguk-angguk dan
memuji, dia merasa senang kalau mendapatkan seorang pengawal yang lihai dan
tampan seperti Kang Swi itu.
Orang muda tinggi kurus yang
telah menang sepuluh kali tadi, kini dipersilakan naik ke panggung!! Su Kiat
berseru dengan suara lantang.
Dia harus mengulang
panggilannya sampai tiga kali, barulah kelihatan pemuda tinggi kurus itu naik
ke atas panggung, sikapnya seperti orang ragu-ragu sehingga mengherankan hati
sernua orang.
Apakah pemuda tinggi kurus itu
takut melawan pemuda tampan yang telah mengalahkan si raksasa gundul itu?
Kang Swi sendiri terkejut dan
terheran-heran ketika dia memandang wajah pemuda itu karena ternyata bahwa
pemuda itu bukan lain adalah tukang kudanya sendiri! Siauw-hong! Dia memang
sudah menduga bahwa tukang kudanya itu adalah seorang pengemis muda yang
memiliki kepandaian, akan tetapi sungguh sama sekali tidak disangkanya bahwa
Siauw-hong yang hanya kebetulan saja bertemu dengan Siluman Kecil, kini ikut
pula memasuki sayembara dan menurut ucapan perwira itu tadi telah menang
sepuluh kali!
Harap Ji-wi enghiong suka
memperkenalkan kepada Taijin dan semua tamu yang terhormat!! terdengar Perwira
Su Kiat yang mendapatkan isyarat dari Ciu-lo-mo berseru dari sudut panggung.
Siauw-hong dan Kang Swi segera
menghadap ke arah tempat kehormatan, menjura ke arah para pembesar di situ dan
terdengarlah Kang Swi berkata dengan suara lantang, Hamba bernama Kang Swi!!