Kho Ping Hoo
-------------------------------
----------------------------
Bab 8 - Pintu Yang Terkunci
Para pengawal Gubernur Ho-nan
itu cepat mengejar. Mereka mendorong-dorong, menarik-narik, menggedor-gedor,
namun pintu itu tidak dapat dibuka, dan juga tidak dibuka dari sebelah dalam.
Biarpun empat belas orang itu telah menyatukan tenaga, namun tetap saja mereka
tidak mampu membuka pintu besi itu.
Marahlah para pengejar itu.
Mereka berteriak-teriak bahwa kalau dua orang itu tidak mau keluar, rumah itu
akan dibakar! Komandan mereka dengan suara lantang lalu memerintahkan anak
buahnya mengumpulkan kayu di sekeliling rumah itu dan setelah cukup lalu dia
berteriak lagi, suaranya lantang menembus celah-celah yang ada memasuki rumah
itu, Heiiiii! Kalian yang berada di dalam. Kalau kalian tidak cepat keluar,
kalian akan terbakar hidup-hidup di dalam!!
Tentu saja Cui Lan, Gubernur
Hok, dan bocah itu mendengar suara ini dari dalam dan Cui Lan yang takut
kalau-kalau anak itu akan membuka pintu, segera berkata, Anak baik, tolonglah
kami.... jangan buka pintunya, mereka itu hendak membunuh kami berdua....!!
Bocah itu memiliki sifat-sifat
yang gagah. Mendengar ini, dia membusungkan dadanya yang masih kecil sambil
berkata dan menepuk dada, Percaya padaku, aku tidak akan menyerahkan kalian
kepada orang-orang jahat itu!!
Mereka yang berada di dalam
mendengar suara kayu terbakar dan melihat sinar terang di luar rumah, ada asap
masuk dan hawa panas mulai terasa oleh mereka. Anak itu lalu lari mengambil air
dan menyiramkan di bagian yang ada sinar api membakar di luar teanbok rumah.
Cui Lan dan Gubernur Hok membantunya, akan tetapi usaha mereka itu tidak ada
gunanya. Air ita tidak dapat langsung menyerang api yang menyala di luar rumah
tembok tebal itu dan memang api tidak dapat masuk pula, akan tetapi hawa panas
mulai menyerang makin hebat ke dalam!
Rumah itu kecil saja, terbuat
dari tembok tebal dan dibagi menjadi empat buah kamar. Tidak ada pintu lain
kecuali pintu depan itu, dan tidak ada jendela. Yang ada hanya lubang-lubang
hawa yang amat kecil di bagian atas. Tentu saja kini rumah itu mulai terasa
seperti dipanggang.
Tiga orang itu mulai mandi
peluh, sekujur tubuh mereka basah, juga pakaian mereka mulai basah kuyup
seolah-olah mereka bertiga baru saja jatuh ke dalam air sungai atau kehujanan!
Akan tetapi napas mereka mulai megap-megap. Rasa panas hampir tak tertahankan
lagi.
Bukalah.... bukalah.... kalian
berdua tidak layak mati untukku...., bukalah....!
Jangan, Taijin.... Paduka akan
celaka....!
Tidak, Cui Lan, aku akan
lindungi kau sedapatku
Akan tetapi anak itu yang tadi
kelihatan berkeliaran dan tidak mendengarkan pembicaraan mereka, kini datang
mendekat.
Harap kalian jangan gugup,!
katanya sambil menunjuk ke sebuah kamar. Ini kamarku dan Ayah, ini kamar kedua
orang Pamanku, masing-masing satu, dan kamar yang sudut itu adalah kamar....
Ibuku dahulu! Mari kita dobrak dan buka kamar itu!!
Daun pintu yang satu ini
digembok dan dikunci, sukar sekali dibuka. Dengan tenaga seadanya, bocah itu
dibantu oleh Cui Lan dan Gubernur Hok berusaha untuk membuka pintu itu,
menggunakan segala alat yang ada seperti palu dan linggis untuk merusak gembok.
Mengapa bocah itu berkeras
hendak membuka kamar ini? Padahal, sejak kecil ayahnya melarang dia membuka
pintu itu yang selalu ditutup dan digembok? Anak ini teringat akan cerita
seorang di antara kedua pamannya, yang seperti juga ayahnya adalah
pemburu-pemburu yang mencari binatang di hutan-hutan untuk dijual kulit dan
dagingnya. Menurut cerita pamannya itu, ayahnya adalah seorang suami yang amat
besar cemburunya. Karena cemburunya itulah maka ayahnya membuat rumah aneh
seperti penjara itu dan setiap kali ayahnya pergi berburu, rumah itu ditutup
dan ibunya seperti dikurung di dalam penjara. Akhirnya ibunya tidak tahan dan
setiap kali ayahnya pergi berburu, ibunya itu menggali terowongan sedikit demi
sedikit, sampai bertahun-tahun lamanya sehingga akhirnya dia berhasil membuat
terowongan dari kamarnya itu menembus ke dinding tebing sungai! Maka, pada
suatu hari kaburlah isteri ini meninggalkan anaknya yang masih kecil.
Teringat oleh cerita inilah maka
bocah itu lalu berusaha mati-matian untuk membuka daun pintu kamar ibunya itu.
Akhirnya, setelah tangan mereka terasa sakit semua, gembok itu dapat
dipatahkan. Cui Lan girang sekali, cepat dia mendorong pintu kamar itu dan
gadis ini melangkah mundur dengan mata terbelalak karena terkejut melihat tiga
orang laki-laki yang bertubuh tegap dan berpakaian kasar berdiri di belakang
pintu kamar itu dengan mata terbelalak marah!
Ayah....! Paman....!! Bocah
itu berseru dengan girang, akan tetapi begitu melihat wajah ayahnya yang
beringas dan teringat bahwa dia telah melanggar pantangan ayahnya, dia menjadi
ketakutan dan mundur-mundur berlindung di belakang Cui Lan!
Ayah bocah itu adalah seorang
laki-laki tinggi besar yang bermuka bengis sekali. Dia tidak memakai baju,
hanya bercelana hitam dan dadanya penuh bulu, cambang bauknya membuat wajahnya
makin serem kelihatannya. Tangan kirinya memegang sebatang kapak dan tangan
kanannya memegang gendewa besar.
Keparat, kau berani membuka
pintu ini? Kubunuh kau.... dan dua orang asing ini yang berani lancang memasuki
rumahku!! Pemburu kasar itu mengangkat kapaknya tinggi-tinggi dan hendak
mengejar anaknya. Dia bukan hanya marah kepada anaknya yang dianggapnya telah
mendatangkan bencana, rumahnya dikepung pengawal dan dibakar, juga berani
membuka pintu kamar yang dirahasiakan, akan tetapi kemarahannya meluap ketika
dia melihat Cui Lan yang cantik. Semenjak isterinya minggat, setiap kali
melihat perempuan cantik, hati pemburu ini seperti dibakar rasanya dan dia
membenci setiap wanita cantik!
Sabar dulu, Saudara!! Cui Lan
melindungi bocah itu dan menentang si pemburu dengan berani. Dia penasaran
sekali. Masa ada ayah hendak membunuh anaknya hanya karena membuka pintu kamar
itu saja? Kamar itu pun hanya kamar yang kosong! Anak ini tidak bersalah. Dia
terpaksa membuka kamar untuk menyelamatkan kami. Kalau mau bunuh, bunuhlah aku,
akan tetapi aku benar-benar menyesal mengapa aku datang ke sini seperti yang
dipesankan oleh Siluman Kecil.!
Mendengar ini, kapak di tangan
pemburu itu terlepas ke atas lantai dan mukanya berubah pucat sekali, juga dua,
orang paman bocah itu kelihatan terkejut dan cepat melangkah maju.
Kau.... kau bilang.... Siluman
Kecil....?! Suara pemburu tinggi besar itu agak gemetar.
Cui Lan merasa mendapat hati.
Jelas bahwa disebutnya Siluman Kecil itu membuat tiga orang itu terkejut dan
ketakutan. Benar!! katanya lantang. Dahulu Siluman Kecil pernah berpesan
kepadaku bahwa jika aku berada dalam kesukaran, aku boleh minta bantuan para
pemburu yang datang tinggal di rumah ini!!
Ah, maaf.... maaf.... kami
tidak tahu bahwa Siocia (Nona)....!
Sudahlah, aku hampir tidak
kuat bertahan!! Cui Lan berkata dan cepat dia menggandeng tangan Pembesar Hok.
Dan dia pun sudah tidak kuat! Tolonglah kami terhindar dari malapetaka ini.!
Mari....!! Ayah bocah itu
berkata dan cepat dia membuka sebuah tutup di lantai kamar kecil itu. Ternyata
terdapat sebuah lubang seperti sumur, sebuah terowongan dan semua orang lalu
memasuki terowongan ini. Tidak terlalu panjang terowongan ini dan kiranya
inilah terowongan yang dahulu dibuat oleh ibu bocah itu. Tadi, ketika pulang
dari berburu melihat rumah mereka dikurung para pengawal dan dibakar dari luar,
mereka terkejut sekali. Mereka adalah pemburu-pemburu yang berpengalaman, dan
melihat bahwa pasukan itu adalah pasukan pengawal, mereka tidak berani
sembrono. Untuk menolong puteranya yang berada di dalam rumah, pemburu itu lalu
mengajak dua orang adiknya untuk memasuki rumahnya melalui terowongan buatan
isterinya dahulu itu dan demikianlah, ketika mereka tiba di dalam kamar, tepat
sekali Cui Lan membuka daun pintu kamar yang berhasil mereka rusak gemboknya.
Begitu melihat Cui Lan dan kakek itu, dan melihat anaknya merusak gembok daun
pintu kamar itu, marahlah si pemburu dan nyaris dia membunuh mereka bertiga
kalau saja Cui Lan tidak cepat menyebut nama Siluman Kecil!
Kini mereka tiba di mulut
terowongan di tebing sungai. Dengan bantuan mereka, Cui Lan dan Gubernur Hok
dapat meloncat ke dalam air dan karena tempat itu tidak nampak dari atas tebing,
maka para pengawal yang masih tertawa-tawa di luar rumah yang mereka bakar itu,
mereka dengan mudahnya dapat menyelamatkan diri. Dengan menggunakan sebuah
perahu para pemburu, mereka menjauhi tempat itu dan setelah melakukan
perjalanan setengah hari keluar dan masuk hutan, akhirnya mereka tiba di dalam
sebuah hutan lebat di mana terdapat sebuah pondok yang dibuat oleh tiga orang
pemburu itu dan yang digunakan pada waktu mereka memburu binatang.
Hampir patah-patah rasanya
kaki Cui Lan dan Gubernur Hok ketika mereka akhirnya dapat melempar tubuh
mereka ke atas lantai pondok yang ditilami daundaun kering itu. Gubernur Hok
saking lelahnya sudah tidak dapat bertahan lagi, langsung dia tertidur pulas!
Setelah membuat api unggun,
memasak air dan nasi yang memang tersedia di situ, dibantu oleh bocah kecil,
pemburu dan dua orang adiknya lalu duduk pula di atas lantai dan bertanyalah
ayah bocah itu kepada Cui Lan. Kami tidak hendak mencampuri urusan Siocia dan
Lopek ini, dan karena Siocia mengenal beliau, maka kami akan menolong sampai
sekuat tenaga kami, kami ingin kalau Siocia tidak keberatan, kami ingin
mengetahui mengapa Siocia dan Lopek ini dikejar-kejar para pengawal itu?
Bukankah para pengawal itu adalah pengawal-pengawal dari gubernuran?!
Cui Lan adalah seorang gadis
yang cerdik sekali. Dia bukan seorang pelayan biasa melainkan puteri seorang
kepala kampung yang terpelajar juga. Oleh karena itu ditambah pula dengan
wataknya yang memang halus dan pribadinya yang tinggi, dara ini dapat bersikap
tenang dan cerdik menghadapi keadaan yang bagaimanapun juga. Dia maklum bahwa
mereka masih berada di wilayah Ho-nan, dan sungguhpun bagi dirinya sendiri
tidak perlu dia menyembunyikan diri, namun tidak demikian halnya dengan
Gubernur Ho-pei ini. Pembesar ini harus disembunyikan keadaan dirinya, maka dia
sudah cepat mengarang cerita sambil menjawab pertanyaan itu.
!Benar seperti yang kalian
duga. Mereka itu adalah pengawal-pengawal di istana gubernur. Dan aku bernanna
Phang Cui Lan, seorang pelayan di istana Gubernur Kui, melayani isteri beliau.
Akan tetapi pada suatu hari, aku akan dikawinkan oleh gubernur dengan seorang
pelayan beliau. Karena sejak kecil aku sudah ditunangkan, aku tidak mau, akan
tetapi tentu saja tidak berani menolak dengan terus terang. Maka aku lalu
minggat dengan bantuan Pamanku ini yang menjadi tukang kebun di sana.! Dia
berhenti sebentar karena pada saat itu, Gubernur Hok agaknya telah sadar dan
mendengarkan cerita itu. Kami berdua melarikan diri dan berhasil lolos dari
kota, akan tetapi ketika tiba di dekat hutan tempat tinggal kalian itu, kami
melihat para pengawal istana gubernuran mengejar kami. Maka kami lalu lari ke
rumah kalian dan kebetulan sekali putera kalian berada di pintu dan membantu
kami masuk. Selanjutnya, kalian ketahui.!
Tiga orang itu
mengangguk-angguk dan ayah dari bocah itu mengangkat muka, memandang kepada Cui
Lan dengan kagum. Ahhh, sungguh hebat engkau, Nona. Engkau adalah seorang
wanita yang setia kepada tunangan. Aku kagum dan aku merasa girang telah dapat
menolongmu. Kemudian, mengenai perkenalanmu dengan beliau itu...., bolehkah
kami mendengarnya?!
Cui Lan merasa ragu-ragu untuk
menceritakan pengalamannya dengan Siluman Kecil, apalagi karena perasaan
hatinya terhadap Siluman Kecil itu akan disimpannya sebagai rahasia hidupnya
dan hanya satu kali dia menceritakan rahasia itu kepada Kian Lee! Kini, ditanya
oleh tiga orang kasar ini, dia menjadi ragu-ragu, akan tetapi kecerdikannya
menolongnya, Siluman Kecil.... pendekar itu pernah menolong kami ketika kami
diganggu perampok....!
Nona adalah seorang pelayan di
gubernuran, bagaimana bisa diganggu perampok?! seorang di antara dua paman
bocah itu terheran-heran.
Kini Gubernur Hok yang telah
sadar betul dan sejak tadi mendengarkan percakapan itu, bangkit duduk dan
berkata, Kalian tidak tahu. Keponakanku ini baru saja menjadi pelayan di
gubernuran, bahkan sejak peristiwa itulah dia menjadi pelayan. Adapun saya yang
sudah lama menjadi tukang kebun di taman istana Kui-taijin, Gubernur Ho-nan.!
Dia terbatuk-batuk lalu menghirup air teh yang dihidangkan oleh bocah itu,
kemudian melanjutkan, Ketika itu saya mendengar bahwa Nyonya Gubernur
membutuhkan seorang pelayan yang boleh dipercaya. Saya lalu menawarkan
keponakan saya Cui Lan ini dan karena sudah lama saya bekerja di gubernuran,
penawaran saya diterima dan saya lalu pergi ke dusun untuk menjemput keponakan
saya ini. Nah, dalam perjalanan kami ke kota itulah kami dihadang segerombolan
perampok dan kami tentu celaka kalau tidak ditolong oleh beliau.! Gubernur itu
tentu saja tidak pernah tahu tentang beliau! itu, akan tetapi dari percakapan
tadi dia mengerti bahwa yang disebut oleh Cui Lian sebagai Siluman Kecil! dan
oleh tiga orang pemburu disebut sebagai beliau! itu tentulah seorang pendekar
atau seorang yang luar biasa yang pernah menolong Cui Lan dan yang amat
ditakuti oleh tiga orang kasar itu.
Demikianlah,! Cui Lan
menyambung hati-hati dan mengerling ke arah pamannya! sambil tersenyum dengan
penuh rasa syukur dan dibalas oleh gubernur yang kini selain menjadi tukang
kebun juga menjadi paman itu, Dalam kesempatan itulah pendekar itu
memperkenalkan namanya sebagai Siluman Kecil dan berpesan bahwa apabila aku
tertimpa bahaya, aku boleh minta bantuan kalian yang disebutnya sebagai
pemburu-pemburu gagah yang tinggal di pinggir hutan itu.!
Tiga orang pemburu itu
tersenyum girang dan bangga bukan main karena mereka disebut pemburu gagah!
oleh Siluman Kecil! Tentu saja sebutan itu adalah tambahan Cui Lan sendiri!
Kami girang sekali telah dapat
membantu Nona yang ternyata menjadi sahabat baik beliau,! kata si ayah bocah
itu.
Karena kami telah
memperkenalkan diri, yaitu namaku Phang Cui Lan dan Pamanku ini....!
Aku bernama Hok An, kakak dari
Ibu Cui Lan,! sambung sang gubernur.
Maka kami harap kalian suka
menceritakan pula kepada kami siapakah kalian ini dan bagaimana pula kalian
dapat berhubungan dengan beliau.! Kini Cui Lan juga menyebut beliau kepada
Siluman Kecil, karena dia merasa ngeri juga menyaksikan sikap yang begitu takut
kepada pendekar pencuri hatinya itu.
Maaf, aku dan adikku ini tidak
pandai bicara, hanya adikku paling kecil itu yang agak bisa bicara. Kun-te, kau
berceritalah!! Pemburu berewok itu menyuruh adiknya yang termuda, dan
berceritalah laki-laki yang usianya kurang lebih dua puluh delapan tahun,
berwajah cukup tampan dan bertubuh gagah itu sungguhpun tidak sebesar kakaknya
yang tertua.
Mereka itu adalah kakak
beradik. Yang tertua, yang berewok dan ayah dari bocah itu bernama Sim Hoat dan
seperti telah diceritakan oleh puteranya yang bernama Sim Hong Bu tadi, isteri
Sim Hoat yang tersiksa batinnya oleh suaminya yang pencemburu itu minggat dan
meninggalkannya. Adapun orang ke dua itu adalah adiknya yang bernama Sim Tek.
Kalau Sim Hoat berusia kurang lebih tiga puluh lima tahun, Sim Tek berusia tiga
puluh tahun sedangkan adik terkecil yang tidak pendiam seperti dua orang
kakaknya, yaitu yang bercerita itu adalah Sim Kun, berusia dua puluh delapan
tahun. Semenjak kecil mereka itu telah menjadi pemburu-pemburu yang ulung
karena mereka memang keturunan pemburu.
Mereka mulai mengenal Siluman
Kecil kira-kira dua tahun yang lalu. Memang munculnya nama beliau sekitar dua
tahun yang lalu.! Sim Kun melanjutkan ceritanya. Tadinya tidak ada nama julukan
itu di dunia kang-ouw. Pada waktu itu, terjadi pertikaian dan perebutan wilayah
perburuan di antara para pemburu di sekitar perbatasan tiga Propinsi Ho-nan,
Ho-pei, dan Shen-si. Ratusan orang pemburu terpecah menjadi tiga kelompok dan
saling berebutan, sehingga sering kali terjadi pertumpahan darah untuk
memperebutkan wilayah perburuan itu. Kemudian, pada suatu hari, munculiah
beliau dan dengan kesaktian yang luar biasa beliau mengalahkan dan menundukkan
semua untuk menghentikan permusuhan dan membagi-bagi wilayah perburuan secara
adil menurut wilayah propinsi masing-masing. Semenjak saat itulah kami semua
mentaati perintah itu karena setiap kali ada pelanggaran, si pelanggar tentu
akan menerima hukuman hebat dari beliau dan sampai sekarang kami saling
menghormati wilayah masing-masing dan dapat bekerja sama dengan baik. Itulah sebabnya,
ketika mendengar bahwa Nona adalah sahabat beliau, kami sangat girang dan kami
bersedia membela Nona sampai titik darah terakhir!!
Cui Lan merasa terharu
bercampur kagum terhadap kehebatan pendekar yang dipujanya itu. Juga diam-diam
Gubernur Ho-pei menyesalkan mengapa dia sebagai gubernur tidak tahu akan adanya
hal itu, dan tidak mengenal pula pendekar yang demikian besar jasanya
mendamaikan pertikaian antara para pemburu kasar itu.
Pertolongan kalian bertiga
cukup berharga bagi kami dan kami berdua menghaturkan terima kasih,! kata Cui
Lan. Akan tetapi kalau kalian memang suka menolongku, aku minta dengan sangat
sukalah kalian menyelidiki tentang seorang penolong kami pula yang dikeroyok di
taman istana gubernuran.!
Tentu saja, kami siap melakukan
segala permintaan Nona!! kata Sim Hoat karena dia dan adik-adiknya yakin bahwa
kelak mereka tentu akan dipuji oleh Siluman Kecil atas pertolongan mereka
terhadap noha cantik ini. Siapa tahu kalau-kalau nona cantik ini selain pernah
ditolong, juga menjadi kekasih pendekar ajaib itu! Dan memang sudah sepatutnya
karena nona ini cantik sekali!
Begini, Sim-twako,! Cui Lan
yang pandai itu segera menyebut twako sehingga si pemburu yang kasar merasa
makin girang dan akrab. Di taman gubernuran ada seorang pemuda yang terlibat
dalam pertempuran. Ketika kami berdua melarikan diri memang sedang terjadi
keributan dan hal itu menolong kami, akan tetapi ada seorang pemuda yang baik
kepada kami, yang terlibat dalam pertempuran dan dikeroyok oleh para pengawal
gubernuran. Harap Samwi (Kalian Bertiga) sudi membantuku menyelidiki bagaimana
kabarnya dengan pemuda itu.!
Ah, mudah saja itu! Siapa
namanya?! tanya Sim Hoat.
Namanya Suma Kian Lee.!
Suma....?! Tiga orang kasar
itu saling pandang.
Mengapa?! Cui Lan bertanya heran.
Tidak apa-apa, hanya pernah
dahulu beliau bertanya kepada kami semua apakah kami bertemu atau mendengar
adanya seorang she Suma. Ah, mungkin hanya kebetulan saja dan pertanyaan itu
sudah hampir dua tahun. Baiklah, Nona Phang, kami akan segera menyelidikinya
dan harap Nona dan Hok-lopek suka menanti saja di sini dan jangan pergi ke
mana-mana. Daerah ini aman dan tidak mungkin para pengawal dapat mencari sampai
ke sini. Hong Bu akan melayani semua keperluan kalian selama kami pergi.!
Mereka bertiga segera pergi
dengan cepat dan menjelang malam mereka telah kembali membawa berita yang
membuat wajah Cui Lan menjadi pucat sekali dan juga Gubernur Hok yang mendengar
dari Cui Lan betapa pemuda itu membantunya melawan para pengawal lihai dari
Ho-nan merasa khawatir sekali. Berita itu adalah bahwa Suma Kian Lee dan
komandan pasukan Kuku Garuda dari istana terjebak di dalam terowongan saluran
air dan bahwa kini kedua mulut saluran air dari kolam di taman istana sampai ke
jalan keluar itu telah ditutup dan di jaga oleh banyak pasukan pengawal.
Padahal menurut pendengaran
kami, di dalam terowongan itu terdapat banyak ular-ular beracun.! Sim Hoat
melanjutkan ceritanya.
Aihhhhh....!! Cui Lan mendekap
mukanya dengan kedua tangannya dan memejamkan mata, ditahannya tangisnya. Dia
ngeri membayangkan betapa pemuda yang amat tampan, amat baik dan yang sikap dan
gerak-geriknya mengingatkan dia akan pendekar yang dipujanya itu kini terbenam
di air saluran dan dikeroyok ular-ular beracun!
Apakah kalian tidak dapat menolongnya?!
Tiba-tiba Gubernur Hok berkata, suaranya lantang dan penuh semangat.
Percayalah, kalau kalian dapat membantunya kelak aku akan memberi ganjaran yang
amat besar kepada kalian!!
Ganjaran? Lopek memberi
ganjaran?! Sim Hoat bertanya dan gubernur itu terkejut dan menyadari kesalahan
bicaranya. Akan tetapi kembali Cui Lan yang cekatan dan cerdik itu sudah cepat
menolongnya.
Sim-twako, yang dimaksudkan
oleh Pamanku adalah ganjaran dari beliau. Karena tentu kami kelak akan
menceritakan kepada beliau betapa hebatnya kalian, betapa gagahnya kalian dan
mati-matian telah membantu kami. Tentu beliau tidak akan melupakan jasa kalian
dan akan memberi ganjaran....!
Bagus! Kami tentu saja dapat
membantunya kalau mengerahkan teman-teman kami!! Sim Hoat sudah terlampau
girang mendengar ucapan Cui Lan itu.
Tek-te (Adik Tek) hayo cepat
kaulepaskan tanda rahasia!!
Sim Tek mengangguk dan dengan
gendewa di tangan dia lalu keluar dari dalam pondok, melepaskan anak panah
berapi dan tak lama kemudian, berturut-turut dari empat penjuru nampak
sinar-sinar kuning melayang di udara sebagai sambutan atas anak panah berapi
kuning yang dilepaskan oleh Sim Tek tadi.
Malam itu juga, datanglah dari
empat penjuru orang-orang yang bersikap, kasar-kasar menakutkan, para pemburu yang
sudah biasa hidup di hutan dan hidup dengan liar. Sampai menjelang pagi, di
tempat itu sudah berkumpul dua puluh orang yang terdiri dari macam-macam orang,
akan tetapi yang rata-rata berperawakan tinggi besar, kuat dan kasar sehingga
Cui Lan merasa ngeri juga.
Akan tetapi, biarpun tadinya
banyak di antara mereka yang meringis memperlihatkan gigi seperti seekor
harimau bertemu domba ketika melihat Cui Lan yang cantik, begitu mendengar dari
tiga saudara Sim bahwa dara itu adalah sahabat beliau!, otomatis sikap mereka
berubah menjadi lunak dan menghormat biarpun sikap hormat ini kasar pula!
Maka berundinglah mereka dan
Cui Lan juga menghadiri perundingan itu dengan hati tabah. Diam-diam Gubernur
Hok makin kagum melihat sepak terjang Cui Lan. Gadis ini memang mempunyai
sifat-sifat yang mengejutkan dan luar biasa. Seorang pelayan saja kini ternyata
dapat bersikap sedemikian hebat, bukan hanya suka menolong dia yang tidak
dikenalnya sama sekali dengan taruhan nyawa, akan tetapi juga kini
memperlihatkan kesetiaan yang luar biasa kepada seorang yang dianggapnya baik,
yaitu kepada Suma Kian Lee. Mulai terbukalah mata pembesar ini betapa selama
usianya yang enam puluh lima tahun ini, dia tadinya seperti orang buta saja
yang memandang kepada orang-orang yang berkedudukan rendah seperti pelayan dan
lain-lain, yang dianggapnya adalah manusia-manusia yang berderajat rendah,
berpengetahuan dangkal, berpribudi tipis dan lebih mendekati binatang daripada
seorang manusia yang luhur dan mengenal apa artinya hidup dan apa artinya
perikemanusiaan dan sebagainya! Sekarang, terbukalah matanya bahwa di dunia ini
banyak terdapat orang-orang yang tadinya dikira rendah, hina dan bodoh, yang
ternyata bahkan lebih manusiawi daripada orang-orang besar, lebih memiliki
kejujuran, kesetiaan, kewajaran daripada orang-orang besar yang merasa dirinya
penuh pengetahuan dan kepandaian! Bahkan di dalam diri orang-orang kasar
seperti para pemburu itu dia menemukan sifat-sifat yang jauh lebih agung
daripada sifat para pembesar, bangsawan, cendekiawan yang biasanya menjilat ke
atas dan menginjak atau merendahkan ke bawah!
Orang-orang kasar dan liar itu
bukan seluruhnya pemburu, bahkan ada yang tadinya menjadi kepala perampok,
bajak sungai dan lain-lain. Akan tetapi mereka semua adalah kepala-kepala dan
pemimpin-pemimpin rombongan mereka, dan mereka semua telah tunduk kepada
Siluman Keicl, maka begitu melihat tanda anak panah berapi kuning sebagai tanda
bahwa seorang sahabat! Siluman Kecil minta bantuan, mereka cepat datang! Di
antara mereka, banyak yang belum pernah berjumpa dan belum kenal, akan tetapi
mereka kelihatan rukun karena semua merasa berada di bawah pengaruh Siluman
Kecil yang mereka anggap sebagai manusia dewa itu!
Cui Lan tentu saja serem
melihat muka-muka liar dan kasar itu mengelilinginya. Di antara mereka itu, dua
orang adik Sim Hoat kelihatan tampan dan ganteng, setidaknya bersih dan umum!
Kini dara itu yang diperkenalkan oleh Sim Hoat sebagai sahabat Siluman Kecil
yang mohon bantuan mereka, segera menceritakan niatnya untuk menyelamatkan Suma
Kian Lee yang terjebak ke dalam terowongan saluran air dan terancam nyawanya
itu. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang menanyakan siapa adanya Suma
Kian Lee itu, sungguhpun mereka juga tercengang karena teringat bahwa dulu
Siluman Kecil pernah menanyakan she Suma, seperti juga seperti juga yang
dialami oleh ketiga orang saudara Sim. Mereka datang untuk membantu nona yang
menjadi sahabat Siluman Kecil dan mereka tidak perlu tahu urusan apa itu.
Demikianlah kesetiaan mereka terhadap sahabat-sahabat Siluman Kecil, dan
andaikata seorang di antara mereka juga mengalami malapetaka, tentu temanteman
ini semua juga akan membelanya mati-matian seperti kalau mereka akan membela
Siluman Kecil. Demikian dalam Siluman Kecil menanam rasa setia kawan kepada
orang-orang kasar ini.
Tidak mungkin kita akan menang
melawan pasukan-pasukan pengawal Gubernur Ho-nan,! Sim Hoat menyatakan
pendapatnya.
Menang kalah sih bukan soal
dan kami pun bukannya takut, hanya amat tidak baik kalau golongan kami nanti
dicap sebagai pemberontak-pemberontak!! kata seorang yang matanya lebar sekali.
Beliau tentu akan marah kepada
kami kalau kami memberontak terhadap kerajaan, memberontak terhadap Gubernur
Ho-nan tiada bedanya dengan memberontak terhadap pemerintah!! sambung seorang
yang mukanya seperti monyet besar dan berbulu!
Cui Lan mengangkat tangannya
dan mereka semua terdiam! Gubernur Hok makin kagum, kagum kepada pendekar yang
berjuluk Siluman Kecil yang ternyata memiliki pengaruh hebat itu, dan juga
kagum terhadap Cui Lan yang tadinya hanya seorang pelayan akan tetapi kini
memiliki sifat seperti seorang pemimpin!
Saya tidak mengharapkan
saudara-saudara untuk membunuh diri, apalagi untuk memberontak. Saya hanya
minta bantuan saudara sekalian untuk menyelamatkan pemuda itu yang terjebak di
dalam terowongan yang kedua pintunya telah ditutup itu. Dengan membobol
terowongan, kalau dia masih hidup tentu dia akan dapat keluar dari situ.!
Bagus! Nona cerdik bukan
main!!
Akal yang baik sekali!!
Aku setuju!!
Mereka bicara lagi tidak
karuan seperti sekawan burung tidur dikejutkan sesuatu.
Akan tetapi mana mungkin
membobol terowongan tanpa diketahui oleh para pasukan pengawas.!
Pertanyaan dari seorang
diantara mereka ini membungkam mulut mereka semua dan dua puluh pasang mata yang
menyeramkan itu semua ditujukan kepada Cui Lan. Bahkan Gubernur Hok sendiri pun
menujukan pandang matanya kepada dara itu karena terus terang saja, biarpun dia
seorang gubernur, jadi seorang besar yang memiliki kepandaian dan kecerdikan
tentunya, kini sama sekali merasa tidak berdaya!
Saya sudah mengenal jalan
terowongan itu. Tempat yang terbaik untuk digali adalah di kebun belakang
sebuah kuil.Tempat itu tertutup dan mana ada pengawal akan memeriksa sebuah
kuil? Hanya saya khawatir kalau-kalau penjaga kuil tidak setuju!!
Kita paksa kepala gundul itu!!
!Kita serbu saja kuil ltu!!
Kembali Cui Lan mengangkat
tangannya. Saya harap saudara sekalian tidak berbuat ceroboh. Melakukan
perbuatan menolong ini di dalam ibu kota amatlah berbahaya dan harus menggunakan
kecerdikan. Tidak boleh bertindak sendiri-sendiri dan saya mengangkat Saudara
Sim Kun untuk memimpin kalian. Kalian, biarpun lebih pandai daripada Saudara
Sim Kun, harus menurut perintah dan petunjuknya.!
Tentu saja Sim Kun girang
bukan main dan memang tepatlah pilihan Cui Lan. Dara ini melihat bahwa di
antara mereka, hanya Sim Kun yang tidak begitu liar dan memiliki kecerdikan,
maka dia memilih pemuda ini.
Sekarang kita rundingkan
bagaimana kita akan dapat menguasai kuil itu untuk sehari saja,! kata pula Cui
Lan.
Kita serbu!!
Kita bunuh hwesio-hwesionya!!
Sim Kun mengangkat tangan ke
atas dan mereka semua membungkam. Jelas bahwa mereka telah mentaati perintah
Cui Lan tadi dan telah menganggap Sim Kun sebagai pemimpin mereka, yaitu dalam
urusan menolong pemuda dalam terowongan itu saja tentunya, bukan pemimpin
seterusnya!
Harap kalian jangan mempunyai
pendapat sendiri-sendiri dan dengarlah siasat kita bersama yang baik dan tidak
ngawur,! kata Sim Kun.
Tentu Kun-twako sudah
mempunyai akal, bukan?! Cui Lan bertanya dengan cerdik melihat sikap pemuda itu
yang dia sebut twako! pula sehingga wajah pemuda itu berseri gembira.
Begini,! katanya. Kita harus
menyelundup ke dalam ibu kota dan kita menyamar sebagai orang-orang dusun yang
hendak bersembahyang di kuil itu. Kemudian, dengan hati-hati dan tanpa
menimbulkan suara, kita tangkap semua hwesio dan membuat mereka tidak berdaya,
lalu....! Dengan suara bisik-bisik Sim Kun melanjutkan penuturannya tentang
rencana siasatnya. Sampai lama semua orang mendengarkan dengan serius, kemudian
meledaklah suara ketawa mereka. Gubernur Hok diam-diam menarik napas. Siasat
mereka ini tidak kalah oleh siasat kelompok perwira-perwira perang yang
mengatur siasat!
Aku percaya kalian tidak akan
gagal, hanya pintaku agar kalian tidak sampai melakukan pembunuhan, apalagi
terhadap hwesio-hwesio itu. Saya dan Paman Hok akan menanti di sini bersama
Hong Bu,! kata Cui Lan akhirnya.
Siang hari itu juga,
berangkatlah serombongan petani dengan berpencar ke kota dan memasuki ibu kota
tanpa dicurigai karena mereka itu adalah petani-petani biasa. Seperti yang
telah direncanakan, petani-petani yang masuknya berpencar secara berpencar pula
memasuki sebuah kuil di pinggir kota, sebuah kuil besar dan karena biasanya
orang pergi ke kuil di waktu pagi dan malam, maka siang hari itu agak sunyi.
Orang-orang kota yang datang bersembahyang hanya beberapa orang. Mereka ini pun
segera pergi meninggalkan kuil, enggan berdesakan dengan orang-orang dusun
kasar dan berbau apek yang baru saja memasuki kuil untuk bersembahyang.
Di antara dua puluh orang
dusun yang memasuki kuil itu, ada sepuluh orang yang kepalanya tertutup ikat
kepala sehingga tidak nampak rambutnya sama sekali. Para hwesio pengurus kuil
yang jumlahnya dua belas orang itu sibuk melayani orang-orang dusun ini yang
bertanya ini itu dan minta ini itu sehingga mereka sibuk melayani dengan
pisah-pisah. Tidak ada suara terdengar ketika hwesio-hwesio itu dirobohkan
dengan totokan-totokan, diikat dan sepuluh orang yang kepalanya ditutupi tadi kini
menanggalkan ikat kepala dan ternyata bahwa kepala mereka sudah digunduli licin
seperti kepala para hwesio! Cepat mereka lalu menanggalkan jubah hwesio-hwesio
itu dan munculiah kini sepuluh orang hwesio baru menjaga dan melayani kuil,
sedangkan dua belas orang hwesio itu setelah diikat kaki tangannya dan disumpel
mulutnya lalu dilempar ke dalam gudang di belakang dan dikunci dari luar!
Hwesio-hwesio baru itu tentu
saja canggung dan kaku ketika ada tamu datang bersembahyang, akan tetapi dengan
cerdiknya mereka itu menceritakan bahwa mereka memang hwesio-hwesio baru yang
dilatih melayani tamu dan kalau ada pelayanan yang kurang memuaskan mereka
mohon maaf! Selagi mereka ini sibuk melayani tamu-tamu yang mulai berdatangan
karena hari mulai senja, yang lain-lain sibuk menggali lubang di kebun belakang
kuil dipimpin oleh Sim Hoat, karena Sim Kun yang cerdik itu pun termasuk
seorang di antara hwesio-hwesio! baru itu!
Sementara itu, keadaan Suma
Kian Lee dan komandan Pasukan Kuku Garuda itu benar-benar amat sengsara. Karena
di dekat pintu air dekat sungai itu jalan keluarnya telah ditutup dan air makin
lama makin naik tinggi, terpaksa Kian Lee lalu kembali ke hilir sambil
meraba-raba karena keadaannya sangat gelap. Berbeda dengan tadi ketika berjalan
mengikuti aliran air, kini perjalanan kembali amatlah sukarnya. Selain air naik
makin tinggi, juga Kian Lee harus memapah komandan yang lumpuh separuh badannya
itu. Akhirnya sampai juga dia di pintu air yang dihancurkan oleh senjata
peledak tadi, di taman istana gubernuran. Akan tetapi betapa kaget hatinya
melihat bahwa lubang di tempat ini pun telah ditutup! Dia dan komandan itu
sekarang benar-benar seperti tikus terjebak, tidak bisa keluar lagi dan air di
saluran dalam terowongan itu makin lama makin tinggi! Biarpun air dari kolam
sudah habis, namun karena saluran itu menampung air pembuangan dari semua
bagian istana, tentu saja makin lama makin bertambah, dan yang bertambah jauh
lebih banyak daripada yang dapat mengalir keluar melalui celah-celah batu yang
menutup mulut terowongan. Maka dengan sendirinya air naik makin tinggi!
Tadi ketika air masih setinggi
lutut, bahkan ketika mencapai pinggang, Kian Lee masih dapat ke sana-sini untuk
mencari-cari, kalau-kalau terdapat jalan keluar lain di samping dua mulut
terowongan depan dan belakang yang sudah ditutup itu. Akan tetapi, yang ada
hanya lubang-lubang kecil yang merupakan cabang terowongan dari mana mengalir
air dari segala jurusan. Akan tetapi sekarang air sudah sampai di bawah leher!
Sukar sekali untuk maju dan dengan setengah berenang, sambil menggandeng tangan
komandan itu, Kian Lee tidak mau menyerah begitu saja dan selalu mencari bagian
yang dangkal. Dia maklum bahwa kalau air sudah memenuhi saluran itu mereka
berdua akan tewas, akan tetapi sebelum mereka mati dia harus berdaya dan
mencari jalan keluar.
Mereka tidak mengenal waktu
karena di dalam terowongan itu cuaca selalu gelap. Dan melihat betapa pemuda
itu tiada hentinya hilir-mudik sambil menggandeng lengannya dengan susah payah,
komandan pasukan Kuku Garuda itu berkata lemah, Taihiap.... tidak ada gunanya
lagi.... daripada menghabiskan tenagamu yang tinggal sedikit itu.... lebih
baik.... mari kita hadapi maut dengan, tenang....!
Aku tidak takut mati,
Ciangkun. Akan tetapi sebelum hayat meninggalkan badan kita pantang menyerah
begitu saja!!
Komandan itu menarik napas
panjang, kagum akan semangat pemuda ini yang tak kunjung pandam. Akan tetapi
mati hidup di tangan Tuhan, Taihiap.!
Mungkin engkau benar,
Ciangkun, akan tetapi kita pun diberi perlengkapan untuk berusaha sekuat tenaga
mempertahankan hidup dan itu harus kita pergunakan, apalagi menghadapi ancaman
maut seperti sekarang ini.!
Terpaksa komandan itu tidak
mampu membantah dan dia pun memaksa tubuhnya yang hampir tidak kuat lagi
mengikuti kemana pun pemuda itu bergerak. Mereka tidak menyangka sama sekali
bahwa sudah dua hari mereka berada di dalam terowongan itu bergulat dengan
maut! Tidak tahu bahwa saat itu sudah menjelang malam yang ke tiga!
Taihiap.... sebelum kita
mati.... aku ingin mati sebagai seorang sahabatmu. Perkenalkanlah, saya bernama
Souw Kee An.... dan siapakah nama Taihiap?! Panglima Pasukan Kuku Garuda yang
sudah bertahun-tahun menjadi komandan pasukan pengawal di istana itu, bahkan
dia adalah adik dari pengawal kaisar yang bernama Souw Kee It yang muncul dalam
cerita Kisah Sepasang Rajawali.
Tentu saja Suma Kian Lee tidak
merasa keberatan, maka dengan sejujurnya dia menjawab, Namaku adalah Suma Kian
Lee, Ciangkun.!
Panglima itu terkejut dan
memandang ke arah Suma Kian Lee sungguhpun dia tidak melihat apa-apa kecuali
kehitaman yang padat. Suma....? Suma Kian Lee....? Ahhh.... Keluarga Suma dari
Pulau Es ?!
Kian Lee menghela napas. Tidak
perlu menyembunyikan diri lagi, apalagi terhadap seorang panglima pengawal
istana. Pula, apa sih bedanya keluarga Pulau Es dengan orang biasa dalam
menghadapi kematian secara tidak berdaya itu?
Kau benar, Ciangkun.!
Ahhh....! Mataku seperti buta
tidak mengenal orang pandai! Ah, Suma-taihiap, kaumaafkan saya....!
Sudahlah, Ciangkun. Dengar....
aku seperti mendengar sesuatu....!! Tiba-tiba Kian Lee tidak bergerak dan
mengerahkan tenaga pendengarannya untuk menangkap suara itu. Komandan Souw Kee
An juga tidak bergerak dan memasang telinga mendengarkan dengan penuh
perhatian.
Dukkk! Dukkk! Dukkk!!
Suara ini terus-menerus
terdengar, makin lama makin keras seolah-olah ada sesuatu yang memukul-mukul di
atas mereka. Kian Lee belum dapat menduga suara apa yang terdengar itu, akan
tetapi dalam keadaan seperti itu, apa pun menarik perhatian dan lalu bergerak
mencari-cari sambil memapah Souw-ciangkun, menuju ke arah suara sampai dia tiba
tepat di bawah suara itu. Suara itu makin terdengar keras dan karena bergema di
seluruh terowongan maka terdengar menyeramkan sekali.
Tiba-tiba tangan Panglima Souw
mencengkeram lengan Kian Lee di dalam air yang sudah mencapai leher mereka itu.
Suara orang menggali di atas kita!! teriaknya dengan suara serak dan tergetar
penuh harapan.
Kita lihat saja apa yang akan
terjadi, Ciangkun. Tidak perlu terlalu mengharap karena yang mengharapkan
mungkin akan kecewa. Kita tidak tahu siapa yang menggali itu, kawan ataukah
lawan. Oleh karena itu kita bersiap-siap saja dan kalau nanti sudah terbuka
lubang dan ternyata mereka adalah lawan, kuharap Ciangkun suka bersembunyi di
sini saja dulu, dan biarkan aku yang meloncat keluar menghadapi mereka.!
Baik, Suma-taihiap.!
Suara itu makin keras saja dan
akhirnya nampaklah sebuah lubang! Dan terdengarlah suara orang-orang di atas,
lalu lubang itu makin lebar. Hawa segar memasuki terowongan itu dan dua orang
itu menarik napas dalam-dalam. Di atas lubang itu pun hitam, akan tetapi tidak
segelap di bawah, dan setelah lubang itu cukup besar, mulailah nampak
bayang-bayang muka orang di atas lubang dan jauh tinggi sekali nampak
berkelap-kelipnya bintang-bintang! Pemandangan ini sungguh amat menyedapkan
mata kedua orang itu. Akan tetapi mereka tetap tidak bergerak, sungguhpun
seluruh urat syaraf mereka menegang. Setiap ada kesempatan harus dia pergunakan
sebaiknya, pikir Suma Kian Lee. Kalau yang di atas itu fihak musuh, dia harus
menyergap dan menyerbu keluar dan sekarang dia akan melawan mati-matian!
Sebuah kepala nampak di lubang
yang besar itu, lalu terdengar suara parau kasar, Apakah ada yang bernama Suma
Kian Lee di bawah sana?!
Suara ini bergema dengan aneh,
seperti suara iblis dari neraka saja layaknya. Kian Lee tidak menjawab, menanti
perkembangan selanjutnya karena dia tidak tahu siapakah mereka itu dan
mendengar suaranya, di atas itu terdapat banyak sekali orang!
Pertanyaan itu diulang lagi,
dengan suara yang lebih keras dan ada lanjutanya, Apakah ada yang bernama Suma
Kian Lee di bawah sana? Kami diutus oleh Nona Phang Cui Lan, sahabat Siluman
Kecil, untuk menolongmu!!
Suma Kian Lee berada di sini!!
Kian Lee menjawab, suaranya nyaring sehingga terdengar oleh semua orang yang
berada di atas. Mereka itu kelihatan girang karena ada suara-suara tertawa
lega.
Kalau begitu naiklah melalui
tali ini!! terdengar suara yang kasar parau itu lagi, kemudian nampak sehelai
tali besar diturunkan dari lubang, seperti seekor ular.
Taihiap, biarkan saya naik
dulu. Kalau ini merupakan jebakan, biarlah saya dulu....!
Tidak, aku akan naik dulu,
Ciangkun.!
Taihiap, kalau ini jebakan dan
kau naik dulu kemudian kau terjebak, berarti kita berdua akan mati. Sebaliknya,
kalau aku yang naik dulu dan terjebak, hanya aku yang akan mati karena Taihiap
dapat mengetahui dan menghindarkan jebakan itu. Biarkan aku naik dulu!!
Engkau gagah sekali, Ciangkun.
Akan tetapi jangan khawatir, aku tidak akan mudah mereka celakakan di atas
sana. Pula, aku yakin mereka itu tentu orang-orang yang hendak menolong,
apalagi tadi menyebut nama Phang Cui Lan, dan andaikata mereka itu musuh, perlu
apa susah-susah menolong kita? Mereka tentu tahu bahwa membiarkan kita begini
saja, kita akan mati sendiri.!
Panglima itu tidak membantah
lagi dan Kian Lee lalu menyambar tali dan merayap naik, tentu saja dia sudah
siap dengan sinkang melindungi tubuh dan satu di antara kedua tangannya bebas
dan siap untuk menghadapi serangan. Tali itu ditarik dari atas dan ketika Kian
Lee meloncat ke luar, dia melihat belasan orang laki-laki yang berpakaian
seperti petani dan ternyata mereka itu benar-benar hendak menolong karena tidak
ada seorang pun yang kelihatan hendak menyerangnya.
Kian Lee lalu menurunkan lagi
tali itu ke dalam lubang sambil berseru ke bawah. Souw-ciangkun, sekarang
naiklah!!
Dengan satu tangannya,
panglima itu bergantung kepada tali dan ditarik ke atas oleh Suma Kian Lee.
Setelah keduanya berada di atas, Kian Lee dan Souwciangkun menjura kepada
belasan orang itu dan Kian Lee berkata, Banyak terima kasih atas pertolongan
Cu-wi sekalian. Sekarang, di manakah adanya Nona Phang Cui Lan?!
Tanpa banyak cakap Sim Hoat
dan teman-temannya lalu berkata, Mari kita pergi!! dan Kian Lee berdua panglima
itu terheran-heran melihat hwesio-hwesio ikut pula bersama rombongan mereka dan
jumlah mereka yang menolong itu ada dua puluh orang! Kiranya hwesio-hwesio yang
jumlahnya sepuluh orang itu hanya hwesio-hwesio palsu karena di tengah jalan
mereka meninggalkan pakaian hwesio dan di bawah jubah ini ternyata mereka
berpakaian seperti petani pula. Kian Lee dan Panglima Souw juga diberi pakaian
petani itu, dengan menggotong Souw-ciangkun yang tidak dapat berjalan,
berangkat meninggalkan kota. Dengan cepat mereka menuju ke hutan di mana Cui
Lan dan Gubernur Hok menanti.
Air mata bercucuran dari
sepasang mata Cui Lan yang bening ketika dia melihat orang-orang kasar itu
berhasil menyelamatkan Kian Lee, dan pemuda ini pun dengan hati terharu
memegang tangan dara itu. Terima kasih.... terima kasih.... Cui Lan,! katanya
berulangulang.
Jangan kepada saya, Kongcu,
melainkan kepada dia....!
Siluman Kecil?!
Cui Lan mengangguk dan kedua
pipinya merah.
Sekali waktu aku pasti akan
bertemu dengan dia dan menghaturkan terima kasihku.!
Souw-ciangkun ketika bertemu
dengan Gubernur Ho-pei, yang tidak dikenal oleh Kian Lee, segera menjura dengan
penuh hormat sambil berkata, Syukur bahwa Taijin ternyata dapat diselamatkan,
akan tetapi Pangeran....! Dan komandan pengawal ini mengeluh karena begitu
dipakai bergerak, tubuhnya terasa sakit-sakit dan dia tentu terguling roboh
kalau tidak cepat disambar oleh Kian Lee dan dibaringkan.
Engkau harus kuobati dulu,
Ciangkun. Kalau tidak bisa berbahaya!!. Kian Lee lalu membawa komandan itu ke
dalam kamar di pondok, membaringkannya di atas lantai yang bertilam daun
kering, kemudian dia sendiri duduk di dekatnya dan menggunakan sinkang untuk
mengusir hawa beracun dari tubuh panglima itu. Hanya dalam waktu beberapa jam
saja, pendekar muda ini telah berhasil membersihkan hawa beracun dari tubuh
Souw-ciangkun, dan biarpun tubuhnya masih terasa lemah, namun Souw-ciangkun
sudah sehat kembali. Mereka berdua lalu makan nasi yang dihidangkan oleh Cui
Lan dan Hong Bu, makan dengan lahapnya karena selama tiga hari mereka itu sama
sekali tidak makan apa-apa.
Kemanakah perginya orang-orang
yang menolong kami semalam?! tanya Kian Lee ketika melihat keadaan yang sunyi
di pondok itu.
Cui Lan menggeleng kepala.
Mereka telah pergi semua, tidak mungkin dapat ditahan lagi. Mereka berkumpul
dan menolong Kongcu atas permintaanku itu karena nama Siluman Kecil. Setelah
tugas mereka selesai, tugas yang akan mereka lakukan dengan taruhan nyawa demi
Siluman Kecil, kini mereka lalu pergi. Urusan kita selanjutnya tidak mereka
pedulikan karena mereka hanya mau bergerak karena mengingat pendekar itu.! Lalu
Cui Lan menceritakan pengalamannya sejak dia melarikan Gubernur Hopei sampai
bertemu dengan para pemburu dan nyaris saja dia dan Hok-taijin mati terbakar
hidup-hidup.
Bukan main Siluman Kecil itu!!
Kian Lee memuji penuh kagum.
Akan tetapi bagi saya, yang
lebih hebat adalah Nona Phang Cui Lan ini, Taihiap,! kata Gubernur Hok yang
sudah mendengar dari Souw-ciangkun tentang kegagahan Suma Kian Lee membantu
fihak istana menentang para jagoan Ho-nan. Dia hanyalah seorang gadis muda yang
lemah, namun sepak terjangnya sungguh tidak kalah oleh seorang pendekar yang
perkasa!!
Ah, Taijin bisa saja memuji
orang....!
Cui Lan menunduk dengan muka
merah.
Memang, saya pun mengerti, Taijin,!
kata Kian Lee. Memang engkau patut menjadi sahabat baik Siluman Kecil, Cui
Lan.!
Sudahlah, Suma-kongcu. Kalian
hanya membuat saya merasa malu saja, sebaliknya sekarang dipikirkan bagaimana
dengan nasib Pangeran utusan Kaisar itu dan para pengawal beliau.!
Aku pun sedang memikirkan hal
itu dan karena Souw-ciangkun sendiri masih lemas, biarlah aku sendiri yang
menyelidiki ke sana malam ini.!
Aihhh...., itu berbahaya
sekali, Kongcu!! Cui Lan berseru sambil matanya terbelalak penuh kekhawatiran.
Kami dengan susah payah membantu Kongcu keluar dari terowongan maut itu dan
sekarang Kongcu malah hendak ke kota yang penuh dengan bahaya itu!
Kian Lee merasa terharu. Dara
ini benar-benar seorang wanita yang memiliki watak halus dan berbudi mulia.
Berbahagialah pria yang dicintai oleh seorang wanita seperti Cui Lan ini,
pikirnya dan diam-diam dia agak iri juga kepada Siluman Kecil dan juga
diam-diam berjanji pada diri sendiri bahwa kelak tentu Siluman Kecil akan
berhadapan dengan dia sebagai lawan. Hanya seorang yang berhati mati saja yang
tidak akan menerima cinta kasih seorang dara berperasaan halus dan berbudi
mulia seperti Cui Lan!
Ah, Cui Lan, engkau belum tahu
siapa adanya Suma-taihiap ini! Engkau masih menganggap dia seorang pemuda
terpelajar yang lemah. Ha-ha!! kata Gubernur Hok.
Nona Phang, ketahuilah bahwa
Suma taihiap ini tidak kalah saktinya dengan pendekar yang berjuluk Siluman
Kecil itu!! kata pula Souw Kee An.
Ahhh....!! Sepasang mata itu
memandang Kian Lee penuh selidik dan pemuda ini tersenyum, diam-diam menyesal
mengapa panglima itu lancang mulut sehingga selain mengejutkan juga menurunkan
pandangan nona itu yang teramat tinggi terhadap Siluman Kecil.
Jangan percaya kepadanya, Cui
Lan, Souw-ciangkun hanya berkelakar. Nah, aku harus berangkat sekarang juga.
Harap Taijin dan Cui Lan menanti di sini, dan kaulindungi dia dulu,
Souw-ciangkun. Setelah aku kembali, baru kita berunding lagi bagaimana baiknya.
Syukur-syukur kalau aku berhasil menolong dan membawa Pangeran Yung Hwa ke
sini.!
Maka berangkatlah Kian Lee,
diiringkan pandang mata penuh harapan oleh Gubernur Hok dan Souw-ciangkun, akan
tetapi pandang mata Cui Lan penuh kekhawatiran.
***
Tidaklah sukar bagi Kian Lee
untuk menyelundup masuk ke dalam kota Lok-yang di Ho-nan. Dengan ilmunya yang
tinggi, mudah saja dia meloncati dinding tembok di sekeliling kota dan
menyelinap di antara rumah-rumah penduduk menuju ke istana Gubernur Ho-nan.
Malam itu sunyi. Semenjak
peristiwa keributan yang terjadi di taman istana, memang keadaan ibu kota menjadi
sunyi dan penduduk banyak yang merasa takut keluar malam. Penjagaan diperketat,
akan tetapi dengan mudah Kian Lee menggunakan ginkangnya meloncat ke atas pagar
tembok istana dan terus meluncur ke dalam. Dengan sigapnya dia telah menotok
roboh seorang penjaga yang sedang meronda di dekat taman, menyeretnya ke
semak-semak dan mengancamnya, Kubunuh kau kalau kau berani berteriak!!
Di dalam keadaan yang
remang-remang itu, penjaga ini tidak dapat melihat muka Kian Lee dengan jelas,
dan andaikata dapat melihat pun, dia tidak akan mengenal wajah pemuda ini yang
baru satu kali datang sebagai tamu dan belum banyak dikenal, kecuali oleh
pasukan yang dulu menghadangnya.
Ampun, Hohan....!! penjaga itu
memohon.
Aku tidak akan membunuhmu asal
engkau suka menceritakan di mana adanya Pangeran Yung Hwa!! Kian Lee mengancam
Ampun.... siapa Pangeran Yung
Hwa....? Saya tidak tahu, Hohan....!
Kian Lee mengerutkan alisnya.
Tidak kenal? Pangeran yang menjadi utusan Kaisar tempo hari....!
Ah, kalau beliau tentu saja
saya tahu. Yang menjadi utusan Kaisar dan kemudian terjadi keributan di taman?!
Ya, benar. Di mana dia
ditahan?!
Ditahan? Saya sungguh tidak
mengerti apa maksudmu, Hohan.!
Bukankah kau sendiri bilang
terjadi keributan di taman ketika Pangeran itu muncul, kemudian diserang dan
ditangkap?!
Ah, sama sekali tidak, Hohan.
Memang terjadi keributan antara jagoan-jagoan Ho-nan melawan jagoan-jagoan
Ho-pei, akan tetapi tidak ada yang berniat buruk terhadap Pangeran utusan
Kaisar. Bahkan pada keesokan harinya pun utusan itu telah kembali ke kota raja
dengan pengawalan ketat.!
Bohong! Kubunuh kau kalau
membohong!!
Saya.... saya tidak berani
membohong Hohan!!
Kian Lee menjadi bingung, lalu
dia menotok lagi agar orang itu tidak mampu bergerak atau mengeluarkan suara,
kemudian dia meninggalkannya di balik semak-semak dan karena penasaran, Kian
Lee lalu mencari dan akhirnya dia berhasil menyergap dan menangkap seorang
perwira pengawal seperti yang dilakukannya kepada perajurit itu. Akan tetapi,
keterangan perwira pengawal ini pun sama dengan apa yang didengarnya dari si
perajurit. Sungguh mengherankan!
Kian Lee menjadi penasaran
sekali. Para perajurit dan perwira, itu tentu saja sudah diperintahkan untuk
membuat pengakuan seperti itu setiap kali ada penyelidik datang hendak menolong
Pangeran Yung Hwa. Betapa bodohnya dia! Satu-satunya orang yang akan dapat dia
paksa membebaskan Pangeran Yung Hwa hanyalah si gubernur sendiri. Dia harus
menangkap Gubernur Kui Cu Kam dan memaksanya membebaskan Pangeran Yung Hwa! Dia
sudah memperhitungkan bahayanya. Menurut penglihatannya kemarin dulu ketika
terjadi pertempuran, yang patut dianggap lawan berat hanya beberapa orang,
yaitu Mauw Siauw Mo-li dan Ho-nan Ciu-lo-mo serta beberapa orang panglima
pengawal saja. Bahkan baginya, hanya dua orang ltulah yang merupakan lawan yang
cukup tangguh, namun dia yakin akan dapat mengatasi mereka berdua. Yang
dikhawatirkan hanya kalau semua pasukan dikerahkan. Tentu saja tidak mungkin
dia dapat menghadapi pengeroyokan ratusan orang pasukan, apalagi di dalam
istana yang asing baginya. Kalau sampai demikian halnya, tentu akan gagal
usahanya menangkap gubernur itu. Yang penting adalah menyelundup dan diam-diam
menangkap gubernur itu, karena kalau gubernur itu sudah ditawannya, tentu yang
lain-lain akan mundur teratur. Juga dia akan membawa pula gubernur yang
memberontak itu sebagai tawanan ke kota raja!
Dengan keputusan hati yang
bulat ini Kian Lee lalu melayang naik ke atas wuwungan istana, mendekam karena
khawatir kalau-kalau di atas genteng terdapat penjaga-penjaga pula. Ternyata
dugaannya betul. Akan tetapi hanya terdapat dua orang yang menjaga di menara
untuk mengamati keamanan di atas genteng-genteng.
Aku harus merobohkan mereka
dulu, baru dapat bergerak dengan leluasa mencari kamar gubernur,! pikir Kian
Lee. Bagaikan seekor kucing saja, dia bergerak-gerak di atas genteng tanpa
mengeluarkan suara, menghampiri tempat pejagaan di menara itu, sedikit pun
tidak diketahui oleh dua orang penjaga yang sedang bercakap-cakap.
Ahhh, kenapa kita masih harus
melakukan penjagaan yang begini ketat? sampai-sampai semua atap harus diawasi
seolah-olah ada musuh yang akan terbang ke sini,! seorang di antara mereka
mengeluh.
Ah, siapa tahu!! bantah orang
ke dua. Semenjak utusan Kaisar itu datahg dan pulang, kita harus berjaga-jaga
karena sudah paati fihak Ho-pei tidak mau tinggal diam begitu saja. Demikian
yang kudengar dari para perwira.!
Kian Lee yang sudah siap untuk
menerjang itu menunda gerakannya dan merasa makin heran. Dua orang ini sedang
bercakap-cakap tanpa paksaan dia, akan tetapi toh mereka menyatakan bahwa
utusan kaisar sudah pulang. Bagaimana ini? Benarkah Pangeran Yung Hwa tidak
menjadi tawanan Gubernur Ho-nan?
Dua orang itu kini membalikkan
tubuh untuk memeriksa keadaan di sekeliling mereka dan pada saat itu Kian Lee
meloncat dan dua kali tangannya bergerak, dua orang penjaga itu roboh pingsan
karena tengkuk mereka kena disambar oleh jari tangan Kian Lee. Cepat pendekar
ini menotok mereka sehingga untuk waktu yang agak lama mereka akan lumpuh dan
menyumpal mulut mereka dengan robekan baju mereka sendiri kemudian dia
berloncatan di atas genteng mencari-cari kamar gubernur.
Selagi dia mencari-cari dan
mengintai, tiba-tiba dia mendengar suara ketawa yang mengejutkan hatinya. Suara
ketawa macam itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki khikang tinggi
dan amat kuat! Suara itu bergema dan menggetarkan genteng yang diinjaknya,
kemudian dia mendengar suara orang bercakap-cakap dari arah datangnya suara
ketawa itu. Dengan hati tertarik dan amat hati-hati karena dia tahu bahwa ada
orang pandai di bawah sana, Kian Lee lalu menghampiri tempat itu dan mendekam
di atas genteng lalu mengintai ke bawah. Akan tetapi, berbeda dengan
ruangan-ruangan lain, ruangan di bawah ini ternyata rapat dan di bawah genteng
itu terdapat langit-langit sehingga dia tidak dapat melihat ke dalam ruangan.
Kian Lee mendongkol sekali karena kini dia merasa yakin bahwa sang gubernur
yang dicari-cari itu berada di bawah genteng ini! Hal ini dapat dia ketahui
karena suara yang besar dan mengandung tenaga khikang amat kuat, agaknya suara
orang yang tertawa tadi, berkata dengan nyaring. Percayalah, Kui-taijin, semua
akan berjalan dengan baik menurut rencana!! kemudian mendengar langkah kaki
yang berat sekali, seperti gajah berjalan, dan suara itu terdengar lagi, Harap
Taijin beristirahat dan besok kita sambung lagi perundingan kita.!
Kian Lee cepat melayang turun
dari atas genteng, bersembunyi di balik dinding dan mengintai. Dilihatnya
seorang laki-laki yang tubuhnya amat besar, seperti raksasa, kepalanya botak
dan besar sekali, keluar dari ruangan itu. Raksasa ini sukar ditaksir usianya,
akan tetapi tentu sudah lebih dari setengah abad, sungguhpun tubuhnya besar
sekali namun gerak-geriknya lemas dan gesit, pakaiannya mewah dengan memakai
sehelai jubah mantel berwarna merah dan sepatunya memakai tapal baja.
Langkahnya lebar dan tetap, kadang-kadang mengeluarkan bunyi seperti seekor
gajah lari, kadang-kadang tidak berbunyi sama sekali seperti seekor harimau
melangkah. Sebentar saja kakek ini lenyap dan diam-diam Kian Lee menarik napas
panjang. Orang itu jelas merupakan lawan yang amat tangguh, taksirnya.
Akan tetapi karena yang
dicarinya berada di kamar itu, dia tidak mempedulikan lagi kakek raksasa itu,
dan mengintai dari jendela. Ruangan itu luas, merupakan ruangan perundingan
agaknya, dengan banyak kursi dan meja yang panjang besar. Hatinya girang bukan
main ketika dia melihat sang gubernur kini duduk seorang diri di sudut ruangan
itu, di atas kursi dan menghadapi sebuah meja, agaknya sedang menuliskan
sesuatu di atas buku yang terletak di atas meja, di depannya. Inilah kesempatan
yang baik, pikir Kian Lee. Lebih baik dia cepat turun tangan sebelum ada
pengawal datang.
Dengan gerakan kilat, Kian Lee
menerobos melalui pintu dari mana kakek raksasa tadi keluar dan sedetik
kemudian dia telah berdiri di tengah ruangan itu, memandang kepada Gubernur Kui
Cu Kam yang masih duduk di atas kursi. Akan tetapi, tiba-tiba gubernur itu
menoleh, memandang kepadanya dan tiba-tiba kursi yang diduduki gubernur itu
berikut. mejanya amblas ke dalam lantai!