Kho Ping Hoo
-------------------------------
----------------------------
Bab 47 - Penyakit Perut
Karena Koksu Nepal benar-benar
merasa bersyukur dan gembira, bahkan mulai percaya akan kejujuran Jenderal Kao
mempertahankan benteng, maka dalam kesempatan itu sang jenderal diperbolehkan
untuk beramah-tamah dengan keluarganya. Akan tetapi, pertemuan dalam pesta itu
sungguh mengharukan hati Gak Bun Beng. Jenderal Kao Liang tidak dapat menahan
keharuan hatinya. Di depan begitu banyaknya orang, yaitu tokoh-tokoh pembantu
dari Koksu Nepal, juga di mana hadir pula Pangeran Bharuhendra atau Pangeran
Liong Bian Cu, jenderal tua ini merangkul isterinya, kemudian anak-anaknya dan
semua anggauta keluarganya seorang demi seorang.
Ada beberapa tetes air mata
menitik turun dari kedua matanya. Adegan yang mengharukan ini dipecahkan oleh
suara Pangeran Liong Bian Cu.
Kao-goanswe, pekerjaanmu
sungguh amat baik sekali. Dan kalau sampai kita memperoleh kernenangan, tentu
engkau akan dapat segera pulang ke kampung bersama keluargamu. Akan tetapi
sayang, kita sekarang agaknya terancam bahaya, kita telah dikepung musuh dan
agaknya musuh hendak memperketat kepungan, membikin putus hubungan antara kita
dengan dunia luar benteng.!
Jenderal Kao Liang lalu
meninggalkan keluarganya, menghadapi pangeran itu dan berkata, Harap Pangeran
tidak berkecil hati. Saya dapat menghadapi kepungan itu.!
Ha-ha-ha, hal itu tidak perlu
dikhawatirkan, Pangeran. Berkat siasat Jenderal Kao Liang yang sudah lama
memperhitungkan kemungkinan bahaya ini, gudang-gudang kita telah penuh dengan
ransum kering yang akan cukup untuk kita pakai selama satu tahun! Dan tidak
mungkin musuh dapat bertahan mengepung kita selama itu dan sudah tentu
Kao-goanswe telah memiliki siasat lain untuk menghadapi pengepungan musuh,!
kata Ban Hwa Sengjin atau Lakshapadma, koksu dari Nepal itu.
Kong-kong, kenapa Kong-kong
menangis? Ayah dan lbu selalu bilang bahwa Kong-kong adalah seorang yang gagah
perkasa, dan ayah ibu bilang bahwa seorang yang gagah pantang menangis. Mengapa
Kong-kong menangis?! Tiba-tiba terdengar suara nyaring ini yang membuat semua
orang memandang kepada Cin Liong, karena bocah itulah yang mengeluarkan suara
nyaring ini. Jenderal Kao sendiri menoleh dan mukanya menjadi merah sekali
ketika dia memandang kepada cucunya itu.
Diam-diam Gak Bun Beng
memandang kagum kepada anak itu. Dia dapat menduga bahwa tentu anak itulah yarg
oleh Ang-siocia diceritakan sebagai anak dari Si Naga Sakti Gurun Pasir, putera
dari Kao Kok Cu dan Ceng Ceng! Seorang bocah yang hebat, pikirnya. Dan dia
dapat mengerti betapa perih perasaan hati seorang gagah seperti Jenderal Kao
mendengar teguran seperti itu keluar dari mulut cucunya yang masih kecil!
Melihat keadaan yang
menegangkan yang ditimbulkan oleh kata-kata anak kecil itu, Koksu Nepal lalu
mengambil tindakan halus. Dia lalu menyuruh pengawal mengantar kembali semua
keluarga Kao, juga termasuk Syanti Dewi palsu, untuk kembali ke tempat mereka
dan meninggalkan ruangan pesta itu. Ang Tek Hoat yang sejak tadi belum berhasil
mendekati Syanti Dewi, merasa kecewa, akan tetapi dia tidak melakukan sesuatu.
Bagi pemuda ini, sudah cukuplah kalau dia dapat melihat kekasihnya itu dalam
keadaan sehat dan selamat.
Pesta dilanjutkan sampai lewat
tengah malam. Jenderal Kao minum sampai mabuk, dan melihat ini, Gak Bun Beng
yang menyamar sebagai Touw-ong lalu bersama Ang-siocia merangkul Jenderal Kao
dan membawanya kembali ke kamarnya. Dalam perjalanan mengantar Jenderal Kao ini
sampai tiba di kamarnya, mereka berunding.
Perundingan singkat itulah
yang membuat Panglima Milana menemukan surat pemberitahuan Jenderal Kao ketika
pada keesokan harinya kembali Milana mengerahkan pasukannya menyerbu. Anak
panah mengandung surat itu adalah anak panah yang diluncurkan oleh Gak Bun Beng
yang menyamar sebagai Touw-ong dan yang dalam perang anak panah itu ikut pula
membantu menahan! musuh. Maka sudah terjadi permufakatan antara mereka berempat
untuk membakar gudang-gudang ransum sesuai dengan rencanaa yang diatur oleh
Jenderal Kao. Mereka diharuskan menanti tanda yang akan diberikan oleh jenderal
itu.
Ketika terjadi penyerbuan yang
terakhir itu, Kao Kok Cu dan Ceng Ceng mempergunakan keadaan yang ribut untuk
menyelundup masuk. Suami isteri ini adalah orang-orang yang berkepandaian
tinggi, maka tidak sukar bagi mereka berdua untuk menyelundup masuk benteng
lewat tembok tinggi di samping kiri agak jauh dari tempat penyerbuan pasukan
kerajaan.
Ang-siocia yang memang
ditugaskan oleh Jenderal Kao untuk selalu meneliti tanda-tanda rahasia,
menyambut datangnya kawan-kawan, dapat melihat kedatangan suami isteri ini yang
tanpa mereka sadari telah menginjak alat-alat rahasa pribadi Jenderal Kao
sehingga Ang-siocia dapat mengetahui kedatangan mereka dan menyambut. Maka
terkejutlah suami isteri itu ketika mereka meloncat turun dan menyelinap di
antara kegelapan bayangan pohon, tiba-tiba ada sesosok tubuh ramping berkelebat
disusul suara Ang-siocia yang halus.
Kao-taihiap dan Lihiap, cepat
ke sinilah....!
Suami isteri itu memandang
tajam, alis mata mereka berkerut penuh curiga. Melihat sinar mata pendekar itu
mencorong, Ang-siocia bergidik dan cepat dia mendekati sambil berbisik, Harap
Taihiap jangan curiga, saya adalah utusan dari Jenderal Kao. Cepat, ke
sinilah....!
Kao Kok Cu dan Ceng Ceng lalu
cepat mengikuti Ang-siocia, menuju ke sebuah kandang kuda dan mereka memasuki
sebuah kamar sederhana di belakang kandang kuda itu. Harap kalian bersembunyi
dulu di sini sampai keributan dari perang di luar itu selesai, nanti Ji-wi akan
dapat bertemu dengan suhu, yaitu Hek-sin Touw-ong, Gak Bun Beng taihiap, dan
dengan Jenderal Kao sendiri.!
Mendengar ucapan itu,
giranglah hati Kao Kok Cu dan isterinya. Akan tetapi Ceng Ceng yang sudah tidak
sabar lagi menanti berkata, Jadi engkau adalah murid Touw-ong dan engkau
bekerja sama dengan ayah mertuaku?!
Ang-siocia mengangguk. Nama
saya Kang Swi Hwa dan saya bersama suhu secara terpaksa menjadi
pembantu-pembantu di sini.! Lalu dengan singkat dia menceritakan betapa dia dan
suhunya bertemu dengan Suma Kian Bu dan Kim Hwee Li, dan betapa mereka berdua
membantu dua orang muda itu berusaha untuk membebaskan Syanti Dewi sehingga
akhirnya mereka berdua tertawan.
Untuk menyelamatkan diri,
terpaksa kami berdua pura-pura menakluk dan membantu Koksu Nepal. Akan tetapi
diam-diam kami mengadakan hubungan dan membantu Jenderal Kao Liang.!
Hati Ceng Ceng girang sekali.
Dia memegang tangan Ang-siocia dan berkata, Adik yang baik, kalau begitu harap
kau cepat membawaku bertemu dengan puteraku!!
Ang-siocia mengangguk. Harap
kau suka bersabar, Enci. Dalam keadaan ribut seperti ini, koksu telah
memerintahkan para pengawal untuk menjaga para tawanan dengan ketat. Sebaiknya
nanti saja kalau keadaan sudah mereda, Enci tentu akan dapat bertemu dengan
putera Enci yang gagah itu. Akan tetapi Enci harus menyamar, jangan khawatir,
aku mempunyai akal untuk mengaturnya.!
Kao Kok Cu juga menasehati
isterinya agar bersabar dan menanti saat baik, karena sekali saja mereka itu
gagal dan diketahui musuh, hal ini mungkin sekali akan membahayakan semua
keluarga mereka.
Seperti telah diceritakan di
bagian depan, penyerangan tentara kerajaan di bawah pimpinan Puteri Milana
kembali mengalami kegagalan dan setelah menerima surat yang dikirimkan oleh
Jenderal Kao melalui anak panah yang dilancarkan diam-diam oleh Gak Bun Beng
yang menyamar sebagai Touw-ong, Milana lalu menarik mundur pasukannya, lalu
membagi-bagi pasukannya untuk melakukan pengepungan dengan ketat.
Gak Bun Beng lalu dipanggil
oleh Ang-siocia untuk menemui suami isteri itu. Mereka berunding dan Ceng Ceng
lalu dirias oleh Ang-siocia, menyamar menjadi dia sendiri. Tak lama kemudian di
ruangan itu telah ada dua orang Ang-siocia yang kembar segala-galanya!
Sebaiknya Kao-taihiap
bersembunyi saja di sini, menyamar sebagai pembantu penjaga kandang,! kata
Touw-ong dan Si Naga Sakti Gurun Pasir ini mengangguk karena dia pun tahu bahwa
dia tidak mungkin dapat menyamar. Lengan kirinya yang buntung itu tidak
memungkinkan dia menyamar sebagai orang lain.
Jenderal Kao Liang sendiri
merasa girang mendengar bahwa puteranya yang amat diandalkannya, yaitu Kok Cu,
bersama isterinya, telah tiba di dalam benteng. Betapapun rindu rasa hatinya,
namun dia tidak mau bertemu dengan putera atau mantunya. Amat berbahaya untuk
membiarkan Kok Cu muncul di depan umum, karena puteranya itu pernah membikin
geger di situ. Dia hanya memesan melalui Gak Bun Beng yang menyamar sebagai
Touw-ong dan yang dapat mudah menghubunginya, memesan agar mereka semua jangan
sekali-kali melakukan gerakan lebih dulu secara lancang.
Kalian harus menanti sampai
terjadi pembakaran gudang-gudang ransum secara berhasil. Musnahnya gudang ransum
akan menghancurkan pertahanan mereka, dan setelah itu barulah aku akan memberi
tanda kepada Puteri Milana untuk melakukan penyerbuan besar-besaran,! demikian
pesan Jenderal Kao Liang yang telah mengatur rencana. Anehnya, jenderal ini
tidak pernah mau membuka siasatnya secara terperinci sehingga orang-orang gagah
itu hanya dapat menduga-duga saja siasat apa yang akan dipergunakan oleh
jenderal itu untuk menghancurkan pertahanan benteng yang sedemikian kuatnya itu
di samping membakar gudang-gudang ransun.
Puteri Milana mentaati pesan
dari Jendera1 Kao Liang. Dia mengatur pasukannya, mengepung benteng itu dengan
ketat dan tidak melakukan penyerbuan lagi, hanya kadang-kadang saja dia
membiarkan pasukan-pasukan itu mengacau benteng dengan hujan anak panah, kemudian
mundur dan kembali menjaga dengan ketat sehingga fihak musuh di dalam benteng
tidak akan mungkin dapat mengadakan hubungan dengan luar benteng. Namun, hati
puteri perkasa itu makin tidak sabar setelah menanti sampai beberapa hari,
belum juga terjadi kebakaran di dalam benteng dan belum juga ada tanda dari
Jenderal Kao untuk membolehkan dia melakukan penyerbuan.
Gak Bun Beng, Milana, Hek-sin
Touw-ong, Ang-siocia, Kao Kok Cu, dan Ceng Ceng dapat menanti dengan sabar
sampai Jenderal Kao Liang memberi isyarat, dan mereka semua itu percaya penuh
akan kelihaian sang jenderal mengatur dan menjalankan siasatnya. Akan tetapi
ada beberapa orang muda yang tidak tahu akan hal ini dan tidak dapat menanti!
Malam itu terjadilah kegemparan besar di dalam benteng ketika empat orang muda
menyelundup masuk dan membuat semua penjaga di dalam benteng menjadi geger!
Mereka itu bukan lain adalah Suma Kian Lee dan Teng Siang In yang menyelundup
masuk dari dinding timur, dan Suma Kian Bu bersama Kim Hwee Li yang menyelundup
masuk dari dinding barat!
Mula-mula terdengar
teriakan-teriakan para penjaga di dekat dinding benteng sebelah timur karena
ada tanda rahasia terpijak orang di atas tembok. Para penjaga menghujankan anak
panah pada dua sosok bayangan orang yang bergerak cepat bukan main, namun semua
anak panah itu luput dan dua sosok bayaangan orang itu cepat lenyap dalam
kegelapan malam di sebelah dalam benteng! Waktu itu sudah lewat tengah malam,
sebagian besar penjaga sudah mengantuk, maka tentu saja mereka menjadi gempar
ketika tiba-tiba terdengar tanda bahaya. Juga para tokoh lihai yang berada di
dalam benteng itu serentak bangun dan melakukan pengejaran dan pencarian.
Namun, dua sosok bayangan orang yang dikabarkan menyelundup ke dalam benteng
itu telah lenyap.
Selagi para tokoh dan penjaga
mencari-cari, tiba-tiba terdengar tanda bahaya di sebelah barat, menandakan
bahwa ada fihak musuh menyelundup masuk melalui dinding barat pula. Maka
keadaan menjadi makin gempar, para penjaga lari ke sana-sini, para tokoh
berkelebatan ke sana-sini mencari-cari karena dikabarkan bahwa dari dinding
sebelah barat ini pun menyelundup masuk dua sosok bayangan manusia yang,
memiliki gerakan luar biasa gesitnya. Gegerlah di seluruh benteng. Koksu
sendiri sampai terbangun dari tidurnya dan dia sendiri bersama para saudaranya
memimpin pengejaran dan pencarian terhadap empat orang penyelundup yang
dikabarkan oleh para penjaga amat lihai itu.
Tentu saja sukar bagi empat
orang muda itu untuk dapat menyembunyikan diri terus-terusan di dalam benteng
setelah para penjaga dan para tokoh yang berkepandaian tinggi itu mencari
dengan penuh semangat. Beberapa kali mereka kepergok oleh para penjaga yang
mencari-cari sehingga mereka terpaksa mempergunakan kepandaian dan lari lagi,
dikejar-kejar dan lenyap lagi sehingga keadaan menjadi makin kacau-balau.
Suma Kian Bu dan Kim Hwee Li
melarikan diri ke sebelah dalam. Berkat adanya Hwee Li yang mengenal baik
seluruh tempat di dalam benteng, maka mereka berdua lebih mudah untuk
bersembunyi. Hwee Li hendak mengajak Kian Bu untuk pergi mencari dan menangkap
Pangeran Liong Bian Cu.
Kita bekuk dia dan dengan dia
menjadi sandera, kurasa kita akan dapat menaklukkan mereka semua,! kata Hwee
Li. Kautangkap dia dan betapapun lihatnya, aku yakin engkau akan dapat menang dan
membuat dia tidak berdaya, Kian Bu. Kemudian kita seret dia keluar dan ancam
koksu dan yang lain agar suka membebaskan Jenderal Kao dan keluarganya.!
Hemmm, mana mungkin begitu
mudah? Kalau koksu menolak?!
Apa? Menolak? Kita ketuk
kepala si hidung kakaktua itu sampai dia minta-minta ampun. Dia adalah seorang
Pangeran Nepal, mustahil koksu tidak akan melindunginya dan mengalah. Kita kan
hanya minta tukar orang?!
Hemmm, kau benar juga, tapi
hati-hatilah, karena pangeran itu tentu terjaga kuat. Jangan kau bertindak
ceroboh sehingga belum kita berhasil, engkau akan tertangkap lebih dulu.!
Cerewet amat sih, kau ikut aku
saja. Mari....!!
Tangkap
penjahat....!!Tiba-tiba terdengar bentakan dan seorang perwira meloncat ke
depan menyergap mereka, diikuti oleh enam orang perajurit. Teriakannya diikuti
oleh teriakan-teriakan enam orang perajurit itu sehingga keadaan menjadi gaduh.
Sialan! Diam kau!! Hwee Li
berseru, tubuhnya mencelat ke depan, ke arah perwira itu dan sebelum perwira
itu sempat melindungi dirinya, Hwee Li sudah menampar. Telapak tangan kirinya
yang berkulit halus dan hangat itu mengenai telinga kiri si perwira dan terasa
olehnya bagaikan kilat menyambar, panas dan membuat matanya melihat seribu
bintang runtuh. Dia terpelanting dan roboh tak sadarkan diri! Ketika Hwee Li
membalikkan tubuh untuk menerjang enam orang perajurit itu, dia melihat betapa
enam orang itu telah roboh semua oleh Kian Bu, padahal dia tadi tidak mendengar
apa-apa. Entah apa yang dilakukan oleh Kian Bu kepada enam orang itu sehingga
mereka roboh tanpa mengeluarkan suara dalam waktu secepat itu.
Kau boleh juga!! Hwee Li
memuji. Mari....!!
Keduanya lalu meloncat dan
menyusup di dalam kegelapan di antara bayang-bayang pohon dan rumah-rumah di
dalam benteng. Tempat itu segera menjadi gempar ketika beberapa orang penjaga
menemukan tujuh orang yang roboh pingsan itu, roboh tanpa terluka. Akan tetapi
pemuda dan dara yang merobohkan mereka itu telah pergi jauh. Bukan pergi untuk
menjauhkan diri dari bahaya, sebaliknya malah karena tiba-tiba saja muncul
koksu sendiri di depan mereka. Koksu Nepal yang diiringkan oleh sepasukan
pengawal pribadinya yang berjumlah dua losin orang! Bukan main marahnya koksu
ketika melihat bahwa dua orang yang membikin kacau benteng itu bukan lain
adalah Siluman Kecil dan Kim Hwee Li.
Kiranya kalian datang kembali
mengantar nyawa?! bentaknya.
Kian Bu, kauhadapi si botak
menjemukan ini, biar aku menghajar pasukan tikus merah itu!! Para pengawal
pribadi koksu memang memakai seragam merah, sesuai dengan si kakek botak yang
juga memakai mantel merah. Kian Bu tidak sempat menjawab karena pendeta
Lakshapadma atau Ban Hwa Sengjin itu memang sudah menerjang ke depan dan
menggerakkan kedua lengannya yang amat panjang itu.
Hemmm....!! Kian Bu mendengus
dan dia sudah menggerakkan tangan menyambut dengan pukulan saktinya. Namun,
Koksu Nepal yang sudah pernah merasakan kelihaian pemuda ini, tidak mau mengadu
tenaga, melainkan menggerakkan tubuhnya berpusing dan tubuh itu segera berubah
menjadi tubuh yang berlengan banyak sekali karena dia berpusing seperti gasing.
Semua tangan yang menjadi banyak itu menyerang dan mengirim pukulan, tamparan,
dan totokan-totokan maut ke arah tubuh Kian Bu.
Siluman Kecil maklum pula akan
kehebatan lawan ini, maka dia tidak berani memandang rendah dan cepat dia pun
mengerahkan ginkangnya yang istimewa, tubuhnya berkelebatan seperti cahaya
kllat ke sana-sini, menghindarkan diri dari semua serangan dan membalas dengan
pukulan-pukulan yang tidak kalah ampuhnya. Namun kakek botak yang lihai, orang
ke tiga dari Im-kan Ngo-ok itu pun dapat menghindarkan diri dan kadang-kadang
menangkis sehingga berkali kali terjadi pertemuan tenaga yang membuat keduanya
terpental saking kuatnya tenaga sin-kang yang bersembunyi di kedua tangan
masing-masing.
Sementara itu, Hwee Li juga
sudah dikeroyok oleh para pengawal yang banyak jumlahnya itu. Mereka adalah
pengawal-pengawal pribadi koksu dalam upacara resmi, dalam kedudukannya sebagai
koksu, maka tentu saja mereka merupakan orang-orang pilihan dari koksu sendiri,
dan rata-rata memiliki kepandaian tinggi. Dalam keadaan lain, pengawal pribadi
dari koksu adalah Gitananda. Biarpun para pengawal pribadi itu tidak selihai
Gitananda, namun mereka itu lebih lihai dari para pengawal biasa dan karena
dikeroyok, setelah berhasil merobohkan lima enam orang, Hwee Li mulai terdesak
dan terkepung dengan ketat.
Kian Bu dapat melihat keadaan
Hwee Li itu dan dia merasa khawatir sekali. Sekali ini, dia tidak dapat
merobohkan koksu dengan cepat karena agaknya koksu kini berlaku hati-hati
sekali, memusatkan seluruh kepandaiannya kepada penjagaan diri sehingga dia
tidak sempat membantu Hwee Li. Maka dia lalu berseru, Enci Hwee Li, cepat kau
larilah!!
Akan tetapi, Hwee Li sama
sekali tidak mampu keluar dari kepungan ketat itu. Biarpun dengan amukannya dia
telah merobohkan dua orang lagi, namun kini para pengepungnya memperlebar
kepungan sehingga sukarlah bagi Hwee Li untuk merobohkan mereka dan juga sukar
baginya untuk keluar dari kepungan belasan orang itu. Dara ini adalah seorang
yang amat berani dan cerdik. Melihat keadaan dirinya, dia tidak putus harapan.
Dia pun maklum bahwa pada saat itu Kian Bu tidak dapat membantunya, dan dia
maklum pula bahwa kalau sampai datang lagi pasukan musuh, dia dan Kian Bu tentu
akan celaka. Maka dia lalu menggunakan akal.
Tikus-tikus merah busuk! Kau
tidak ingat siapa aku? Aku adalah tunangan pangeran! Beranikah kalian
menyentuhku? Beranikah kalian menyerangku? Coba kalian bunuh aku, hendak
kulihat hukuman apa yang akan kalian terima dari pangeran!!
Para pengawal itu tentu saja
menjadi terkejut. Mereka memang sudah tahu sejak tadi bahwa dara cantik ini
adalah tunangan dan kekasih pangeran. Mereka hanya bergerak karena memandang
kepada koksu, akan tetapi setelah kini dara itu mengingatkan mereka akan hal itu,
mereka menjadi ragu-ragu karena mereka pun tahu bahwa kata-kata dara itu bukan
merupakan gertakan kosong belaka. Memang mereka akan celaka dan dihukum berat
oleh pangeran kalau mereka sampai melukai apalagi membunuh dara ini, selagi
mereka itu ragu-ragu dan bingung, Hwe Li lalu meloncat dan menerjang keluar
dari kepungan, sedangkan para pengawal yang mengepung itu tidak berani
menggerakan senjata menyerangnya sehingga Hwee Li dapat dengan mudah keluar dan
meloncat jauh.
Tangkap dia....!! teriak koksu
dan kakek ini lalu mengeluarkan suara melengking untuk memanggil para
pembantunya. Mendengar lengking ini, Hwee Li terkejut dan dia meloncat makin
jauh, lalu menengok dan berseru kepada Kian Bu untuk lari.
Kian Bu memang tidak
menyia-nyiakan kesempatan itu. Kalau dia menghendaki, biarpun dia tidak dapat
dengan mudah merobohkan koksu, namun kalau hanya untuk melarikan diri dari
musuh saja akan dapat dia lakukan dengan amat mudah. Dia tadi tidak mau
melarikan diri karena dia tidak mau meninggalkan Hwee Li yang terdesak musuh.
Mari kita lari!! serunya dan
dia menggunakan kesempatan selagi koksu melengking tadi untuk menyerang dengan
hebatnya, menggunakan kedua tangannya mendorong dengan pukulannya yang amat
ampuh.
Ehhhhh....!! Koksu berseru
keras karena terkejut melihat datangnya pukulan ini. Dia sudah tahu akan
kehebatan pemuda ini, maka melihat pukulan yang gerakannya halus, mendatangkan
sambaran angin halus sekali itu, dia tidak berani menerimanya, bahkan lalu
cepat melempar tubuh ke belakang untuk menghindarkan diri. Ketika dia sudah
berjungkir balik dan memandang, ternyata Kian Bu sudah tidak berada lagi di
depannya.
Akan tetapi pada saat itu,
muncul Ngo-ok dan Su-ok diikuti oleh tiga puluhan orang penjaga. Melihat ini,
Hwee Li cepat meloncat ke tempat gelap dan Kian Bu yang hendak mencegah
orang-orang itu mengejar Hwee Li, menyambut mereka dengan terjangannya sehingga
dalam waktu sangat singkat, belasan orang penjaga terpelanting ke kanan kiri.
Setelah melihat Hwee Li lenyap, barulah Kian Bu juga melarikan diri dan sekali
berkelebat dia pun meloncat jauh tinggi di atas genteng dan lenyap dalam gelap.
Akan tetapi dia tidak dapat melihat Hwee Li lagi, tidak tahu ke mana perginya
dara itu. Mereka berdua telah saling terpisah!
Kalau Kian Bu dan Hwee Li menimbulkan
kegemparan sehingga koksu sendiri sampai ikut turun tangan dan marah-marah
karena melihat dua orang itu lenyap lagi, di lain bagian dari dalam benteng itu
terjadi kegemparan lain karena ulah Suma Kian Lee dan Teng Siang In! Mereka pun
berhasil menyelundup masuk ke dalam benteng dan mereka juga ketahuan oleh fihak
penjaga, dihujani anak panah yang dengan mudah dapat mereka hindarkan. Akan
tetapi mereka tidak dapat menghindarkan diri dari pengeroyokan setelah mereka
berada di atas tanah di sebelah dalam tembok benteng. Dan celakanya mereka
dikepung oleh banyak sekali orang, lebih dari lima puluh orang yang dipimpin
oleh Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi sendiri!
Siang In, kau larilah biar aku
menahan mereka!! Kian Lee berseru keras karena pemuda ini menghawatirkan
keselamatan Siang In. Akan tetapi, tentu saja Siang In tidak mau lari
meninggalkan Kian Lee menghadapi bahaya seorang diri saja.
Hi-hi-hik, kaukira ahu takut
mati? Mari kita lawan mereka itu!! jawab Siang In sambi memutar payungnya dan merobohkan
dua orang perajurit musuh yang berani mendekat. Terpaksa Kian Lee juga
mengamuk, akan tetapi pemuda ini langsung menghadap Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa
Lo-kwi karena dia maklum betapa lihainya dua orang kakek iblis ini sehingga dia
membiarkan Siang In hanya menghadapi pengeroyokan para penjaga saja.
Mula-mula Siang In mengamuk
dengan enaknya. Payungnya berubah menjadi bayangan hitam yang menutupi tubuhnya
dan para pengeroyoknya roboh cerai-berai sehingga keadaan mereka menjadi
kacau-balau. Akan tetapi, keributan itu segera menarik perhatian
pasukan-pasukan lain dan berdatanganlah puluhan orang penjaga dan pengawal ke
tempat itu sehingga Siang In merasa kewalahan juga.
Siang In, lari....!!
Kau juga tidak!! jawab Siang
In yang melihat dengan sudut matanya betapa pemuda itu dengan gagahnya
menghadapi desakan dua orang kakek iblis yang masih dibantu oleh beberapa,
orang perwira yang lihai.
Kau lari dulu, nanti aku
menyusul!! teriak Kian Lee yang merasa jengkel juga melihat kebandelan dara
itu.
Lee-koko, tunggu aku
menciptakan asap hitam, baru kita lari!! Dara itu berteriak nyaring dan
tiba-tiba dia mengeluarkan suara melengking nyaring dan ketika dia mengebutkan
saputangannya, nampaklah asap hitam mengebul dan memenuhi tempat itu. Dara ini
telah mempergunakan ilmu sihirnya! Semua pengeroyok terkejut dan bingung, dan
kesempatan itu dipergunakan oleh Siang In dan Kian Lee untuk melarikan diri.
Akan tetapi terdengar suara
gerengan Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi dan seketika asap hitam itu
membuyar dan lenyap. Kembali dua orang muda itu dikeroyok dan mereka berdua
terpaksa membela diri dan kini mereka terpisah sehingga ketika keduanya
berhasil melarikan diri, mereka sudah tidak dapat saling melihat lagi. Kian Lee
merasa gelisah dan dia berloncatan ke atas genteng mencari-cari Siang In, namun
dara itu lenyap entah ke mana.
Siang In juga tidak berhasil
mencari Kian Lee karena dia terdesak oleh banyaknya perajurit musuh yang
mengejarnya. Dia terpaksa melarikan diri karena tidak mungkin dia melawan pengeroyok
yang demikian banyaknya, baik dengan menggunakan ilmu silat maupun ilmu
sihirnya. Dia maklum bahwa kalau tokoh-tokoh lihai sampai bermunculan, dia
tentu akan celaka, maka dia cepat melarikan diri menyelinap di antara
pohon-pohon dan bangunan-bangunan sampai akhirnya dia tidak dikejar lagi.
Dengan napas terengah-engah dan tubuh basah oleh peluh, dara ini berhenti
berlari di belakang sebuah bangunan sunyi. Aku harus mengaso dulu, pikirnya dan
tempat itu amat sunyi, baik untuk melepaskan lelah dan mengumpulkan kembali
tenaganya. Sambil memanggul payungnya, dara ini melangkah ke tempat gelap di
belakang bangunan, dengan maksud untuk beristirahat di tempat gelap itu.
Dia meletakkan payungnya di
atas lantai ruangan belakang rumah yang agaknya kosong itu, kemudian dia duduk
bersila di atas lantai yang dingin. Enak sekali rasanya duduk di lantai dingin
itu setelah mengerahkan banyak tenaga dalam pertempuran tadi, dan sungguh
menyenangkan tempat sunyi ini setelah tadi dia dikeroyok banyak orang. Siang In
menarik napas panjang, mulai mengatur pernapasan untuk memulihkan tenaga. Akan
tetapi, hatinya tidak dapat tenang, pikirannya selalu membayangkan wajah Kian
Bu dan Hwee Li dan setiap kali dia teringat kepada dua orang itu, jantungnya
berdebar tegang dan hatinya merasa panas sekali. Panas oleh cemburu!
Dia masih terheran-heran
karena sama sekali tidak pernah menyangka bahwa Siluman Kecil itu ternyata
adalah Suma Kian Bu, pemuda yang selama ini dicari-carinya, pemuda yang pernah
menciumnya dan yang belum pernah dapat dia lupakan selama dia ikut dengan
gurunya, yaitu See-thian Hoat-su! Dan dia malah pernah bertemu dengan Siluman
Kecil! Sekarang, begitu bertamu dia melihat pemuda yang dicari-carinya itu
berpacaran dengan seorang dara lain yang cantik jelita, galak dan rendah hati
siapa takkan menjadi panas? Bayangan Kian Bu dengan Hwee Li selalu mengganggu
pikirannya dan dia tidak dapat beristirahat dengan sempurna, berulang kali dia
menghela napas panjang untuk melepas kemarahan hatinya.
!Byar-byar-byarrr....!! Tiba-tiba
tempat yang gelap itu menjadi terang sekali oleh sinar lampu yang dinyalakan
orang dengan serentak, dan kesunyian dipecahkan suara orang-orang yang
tahu-tahu sudah mengurung tempat itu! Siang In terkejut, menyambar payungnya
dan meloncat berdiri. Kiranya di situ telah berdiri seorang tosu berwajah
bengis, bertubuh tinggi kurus yang memegang sebatang pedang di tangan kanannya,
diikutioleh tujuh orang perajurit pengawal.
Delapan orang ini sudah
mengepung tempat itu! Tosu ini bukan lain adalah Hak Im Cu, seorang tosu yang
berkepandalan tinggi, seorang di antara pembantu-pembantu Hw-i-kongcu Tang Hun
yang kini bersekutu dengan Koksu Nepal. Ketika tosu ini juga ikut mencari
orang-orang yang dikabarkan mengacau di dalam benteng, diikuti tujuh orang
anggauta Liong-sim-pang yang kini sudah menjadi perajurit pengikut Koksu Nepal,
dia melihat berkelebatnya tubuh dara cantik membawa payung itu. Tentu saja dia
menjadi curiga karena sepanjang pengetahuannya, tidak ada seorang dara seperti
itu di dalam benteng. Maka cepat dia mengurung tempat itu dan secara tiba-tiba
dia menyalakan lampu-lampu bersama anak buahnya.
Hemmm, kiranya pengacau itu
adalah seorang nona muda. Betapa berani mati sekali engkau. Hayo lekas menyerah
sebelum kami menggunakan kekerasan untuk menangkapmu!! Hak Im Cu membentak
marah.
Siang In menuding dengan
payung hitamnya, lalu berkata mengejek, Kiranya para pemberontak dan
orang-orang Nepal telah berhasil pula memikat hati segala macam tosu palsu
untuk berkhianat kepada negara!!
Bocah bermulut lancang!! Tosu
tinggi kurus berwajah bengis itu tiba-tiba bergerak ke depan dan Siang In
mengeluarkan seruan kaget sambil meloncat ke samping dan payungnya bergerak
untuk melindungi dirinya. Tak disangkanya bahwa tosu itu dapat bergerak
sedemikian cepatnya, tahu-tahu tangan tosu itu sudah menyambar hendak
mencengkeram pundaknya. Kalau dia tidak cepat menggerakkan payungnya, tentu
pundaknya sudah kena dicengkeram. Tosu itu agaknya maklum akan kelihaian payung
di tangan nona itu, maka dia menarik kembali tangannya, akan tetapi melanjutkan
serangannya dengan tendangan kilat yang kembali hampir mengenai paha Siang In
yang meloncat ke belakang.
Melihat betapa dua kali
serangannya gagal, Hak Im Cu menjadi marah. Bahkan dalam penyerangannya ke dua
itu, bukan saja si nona cantik dapat menghindarkan diri dari tendangan,
melainkan payung itu digerakkan secara aneh dan hampir saja ujung payung yang
runcing menusuk perutnya.
Singgg....!! Hak Im Cu
menyerang dengan pedangnya dan bersama tujuh orang anggauta Liong-sim-pang dia
lalu menerjang dan mengeroyok Siang In.
Trang-trang-tranggg....!!
Siang In memutar payungnya untuk menangkis banyak senjata tajam yang menyambar
ke arahnya dari berbagai jurusan itu.
Diam-diam Siang In mengeluh.
Dari tangkisan itu tahulah dia bahwa selain tujuh orang pembantu tosu itu
rata-rata memiliki kepandaian lumayan, juga tosu itu sendiri amat kuat dan
merupakan lawan tangguh. Dia tidak melihat jalan untuk meloloskan diri kecuali
menggunakan sihirnya.
Kalian adalah laki-laki semua
bukan?! Tiba-tiba suara merdu Siang In terdengar di antara suara beradunya
senjata mereka. Biarpun tidak ada di antara mereka yang menjawab, namun di
dalam hati mereka, delapan orang membenarkan ucapan Siang In. Memang mereka
adalah laki-laki, pria sejati!
Kalian delapan laki-laki yang
suka makan makanan enak, mana mampu bertempur?!
Delapan orang itu tertarik dan
biarpun tangan kaki mereka masih bergerak mengeroyok dara itu, namun telinga
mereka dipasang untuk mendengarkan. Siapa orangnya tidak suka makanan enak? Dan
apa hubungannya makanan dengan bertempur?
Makanan enak membuat perut
sakit. Perut kalian sakit.... aduhhh...., perutku sakit, mulas sekali....!!
Tiba-tiba Siang In meloncat ke belakang, dan menggunakan tangan kiri
menekan-nekan perutnya sendiri, dengan wajah membayangkan kenyerian hebat.
Sungguh aneh bukan main.
Delapan orang itu semua memandang wajah Siang In dan ketika mereka melihat
wajah yang cantik manis itu membayangkan kenyerian, mendengar kata-kata Siang
In itu, tiba-tiba saja mereka semua merasa betapa perut mereka juga sakit bukan
main, mulas dan seperti diremas-remas rasanya!
Aduh.... perutku....!
Aduh mulas.... ahhh....!!
Tak tertahankan.... ingin
buang air...!!
Sungguh aneh dan lucu
pemandangan pada waktu itu. Delapan orang itu kini tidak lagi mengeroyok Siang
In melainkan menekan-nekan perut sendiri dengan muka membayangkan kesakitan
hebat. Hak Im Cu sebagai seorang tokoh berkepandaian tinggi dari dunia
kang-ouw, tentu saja melihat ketidakwajaran ini dan dia sudah menduga dengan terkejut
sekali bahwa keadaan itu bukan semestinya dan tentu adalah pengaruh dari ilmu
hitam atau ilmu sihir. Maka dia mengerahkan sinkangnya melawan rasa mulas di
perutnya itu. Akan tetapi sebelum dia berhasil menolak pengaruh ilmu sihir yang
dipergunakan oleh Siang In, dara ini yang bermata tajam melihat usaha dari tosu
itu dan dia cepat menggerakkan payungnya, menghantam dari samping mengenai
leher tosu yang sedang berusaha membebaskan diri dari pengaruh ilmu sihir.
Desss....!! Tubuh tosu itu
terpelanting dan roboh pingsan! Tujuh orang lain yang masih tersiksa oleh sakit
perut, kini tak dapat menahan lagi dan di antara mereka sudah ada yang melepas
celana mereka, bertelanjang untuk buang air di situ juga! Melihat ini, tentu
saja wajah Siang In menjadi merah sekali, dia membuang muka dan meludah.
Ihhh, sialan!! Dara itu
berseru dan cepat melarikan diri dari tempat itu. Karena dia melarikan diri dan
merasa jijik dan malu, maka otomatis pengaruh sihirnya lenyap dan tujuh orang
itu sadar kembali, perut mereka sembuh seketika dan mereka baru tahu bahwa
mereka tadi dipermainkan oleh dara itu. Marahlah mereka, apalagi melihat betapa
tosu pimpinan mereka masih pingsan dan sambil berteriak-teriak mereka melakukan
pengejaran. Siang In berlari makin cepat. Dia tidak takut menghadapi tujuh
orang itu, akan tetapi dia takut terhadap teriakan-teriakan mereka karena
teriakan-teriakan itu dapat memancing datangnya tokoh-tokoh dalam benteng dan
akan celakalah dia kalau sampai mereka semua muncul. Di antara mereka banyak
terdapat orang pandai yang memiliki ilmu silat jauh lebih tinggi daripada dia,
bahkan ada pula yang memiliki ilmu sihir yang akan dapat melawan ilmunya
sendiri. Maka dia lalu cepat menyusup di antara kegelapan bayangan-bayangan
rumah dan menghilang dari kejaran tujuh orang itu.
Siang In terengah-engah
menghapus peluhnya dengan saputangan. Dia tiba di sudut sebuah rumah yang
gelap, terhindar dari pengejaran semua orang. Celaka, pikirnya. Ke mana
perginya Kian Lee? Baru saja dia dapat bernapas panjang melepaskan lelah,
tiba-tiba terdengar hiruk-pikuk di belakangnya, suara sepasukan tentara musuh
yang mendatangi tempat itu, mencari-cari. Dia terkejut dan lari lagi menjauhi.
Ketika dia membelok ke belakang sebuah bangunan besar, hampir dia bertabrakan
dengan sesosok bayangan orang yang juga berlari cepat membelok di sudut
bangunan itu.
Heeeiiittttt!!
Aihhhhh!!
Keduanya sudah mendorong
dengan lengan tangan dan karena dorongan ini. keduanya terlempar ke belakang.
Mereka berjungkir balik, meloncat dan siap menghadapi musuh yang hampir
ditabrak itu, berdiri saling pandang.
!Kau....?!
Hemmm, kiranya engkau?!
Dua orang dara yang sama-sama
cantik jelita itu dan sama-sama kaget itu saling pandang. Kiranya orang yang
hampir menubruk Siang In itu adalah Kim Hwee Li!
Kau perawan genit binal!!.
Siang In sudah memaki karena rasa cemburu sudah membakar hatinya begitu dia
bertemu dengan dara yang dianggapnya sebagai pacar dari Siluman Kecil itu. Di
lain fihak, Hwee Li juga marah sekali melihat dara yang dianggapnya merampas Kian
Lee dari dia, maka dengan mata terbelalak melotot dia pun menudingkan
telunjuknya, dengan marah.
Ah, engkau perempuan tak tahu
malu!!
Engkau yang tak tahu malu!!
Engkau perampas laki-laki!!
Engkau yang pengeret hina!!
Mereka saling maki dan
akhirnya tak dapat dicegah lagi keduanya saling serang dan kembali seperti
ketika mereka bertemu di luar tembok benteng, kini pedang dan payung itu sudah
saling serang dengan seru dan hebatnya! Akan tetapi pertandingan mati-matian
ini hanya berjalan belasan jurus saja karena tiba-tiba muncullah pasukan yang
belasan orang banyaknya, dipimpin oleh Hwa-i-kongcu sendiri! Melihat Hwee Li,
Hwai-kongcu tertawa.
Aha, kiranya puteri liar dari
Hek-tiauw Lo-mo yang ikut mengacau di sini!!
Pertempuran antara Hwee Li dan
Siang In otomatis berhenti dan dua orang dara itu serentak lalu menyerang
Hwa-i-kongcu yang menjadi kelabakan karena serangan dua orang dara itu sama
sekali tidak boleh dipandang ringan. Tidak berani dia memandang rendah, maka
dia sudah mencabut pula pedangnya yang tipis, diputarnya cepat untuk melindungi
tubuhnya sambil berseru kepada anak buahnya untuk bergerak menangkap dua orang
dara itu. Maka dikeroyoklah Hwee Li dan Siang In yang kini mau tidak mau
terpaksa harus bertempur bahu-membahu dan saling melindungi! Memang aneh
sekali. Mereka itu saling benci dan saling marah satu sama lain, akan tetapi
nyatanya mereka menghadapi musuh yang sama sekarang sehingga mereka menghadapi
lawan bersama-sama.
Hwee Li yang kini menimpakan
kemarahannya kepada Hwa-i-kongcu Tang Hun, memutar pedangnya dengan nekat dan
menerjang laki-laki muda pesolek itu dengan dahsyat, membuat Tang Hun
mundur-mundur dan terus didesak oleh Hwee Li. Dara yang gagah perkasa dan tak
mengenal rasa takut itu tidak tahu betapa ketua Liong-sim-pang yang cerdik ini
memang sengaja memancingnya sehingga terpisah dari Siang In. Kini Siang In
dikeroyok oleh belasan orang anak buah Liong-sim-pang sedangkan Hwee Li
menghadapi Tang Hun seorang diri dalam pertandingan mati-matian yang amat seru.
Siang In yang sudah merasa
lelah itu tidak mau banyak membuang tenaga. Dia cepat mengerahkan tenaga
batinnya dan mengeluarkan suara melengking nyaring disusul oleh kata-katanya
yang merdu namun mengandung pengaruh luar biasa.
Ahhh, kalian ini segerombolan
laki-laki yang gagah perkasa mengapa mengeroyok seorang dara yang lemah dan tak
berdaya? Kalian merasa malu kalau harus mengeroyok seorang anak perempuan!!
Memang luar biasa pengaruh kata-kata yang merdu dan lembut itu. Seketika para
pengeroyok itu menahan senjata mereka, memandang kepada Siang In dengan muka
merah karena malu, dan mereka ragu-ragu, tidak tahu harus berbuat apa.
Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Siang In yang sudah meloncat dengan
cepatnya, lenyap dari situ, meninggalkan para pengeroyoknya yang bengong. Akan
tetapi setelah Siang In lenyap, baru mereka sadar bahwa mereka telah membiarkan
seorang musuh lolos, maka mereka menjadi sibuk dan kini mereka semua mengeroyok
Hwee Li yang masih bertanding dengan serunya melawan Hwa-i-kongcu Tang Hun.
Melihat ini, Tang Hun terkejut.
Mundur semua! Mana wanita itu
tadi?!
Dia.... dia sudah melarikan
diri....! Seorang di antara mereka menjawab.
Bodoh, kejar!! teriak Tang Hun
dan kini dia menangkis pedang Hwee Li, kemudian dia membentak, Nona Hwee Li,
hayo kau berlutut!! Bentakan ini mengandung kekuatan batin karena Tang Hun
telah mempergunakan ilmu sihirnya. Hwa-i-kongcu Tang Hun, ketua Liong-sim-pang
adalah murid dari Durganini, seorang nenek iblis dari India, ahli sihir, maka
tentu saja dia pun pandai menggunakan ilmu hitam untuk mempengaruhi batin
lawan.
Seketika Hwee Li merasa betapa
kedua kakinya lemas dan tanpa dapat ditahannya lagi, dia sudah menjatuhkan diri
berlutut. Namun, Hwee Li adalah seorang dara gemblengan yang sejak kecil
digembleng oleh seorang manusia iblis aeperti, Hek-tiaw Lo-mo, bahkan dia lalu
menjadi murid seorang wanita sakti seperti Lu Ceng Ceng dan karena berdekatan
dengan suami subonya ini yaitu Si Naga Sakti Gurun Pasir, maka dia bukan
merupakan dara biasa yang mudah saja dikuasai sihir. Dia masih sadar bahwa dia
diserang orang dengan sihir, maka dia menggunakan kecerdikannya. Biarpun dia
sudah berlutut, namun dia masih memegang pedangnya dan kini dia cepat
mengangkat muka memandang kepada Tang Hun.
Hwa-i-kongcu Tang Hun, engkau
tahu siapa aku? Aku adalah tunangan dari Pangeran Bharuhendra! Beranikah kau
kurang ajar kepada calon permaisuri Raja Nepal?!
Ucapan dara itu sungguh amat
mengejutkan hati Tang Hun. Pemuda pesolek ini adalah seorang yang berilmu
tinggi dan tidak mudah baginya untuk merasa terkejut apalagi takut. Akan
tetapi, terhadap Pangeran Liong Bian Cu dan Koksu Nepal, apalagi setelah tahu
bahwa Im-kan Ngo-ok juga menjadi kaki tangan Pangeran Nepal, dia benar-benar
tahu bahwa pangeran itu memiliki kedudukan yang amat kuat dan dia tahu akan
kelemahannya menghadapi mereka. Oleh karena itulah maka dia mau membonceng
kekuasaan itu dan mau bersekutu dengan Pangeran Nepal. Kini, di ingatkan bahwa
Hwee Li adalah tunangan dan calon isteri Pangeran Liong Bian Cu, dia terkejut
bukan main. Memang dia sendiri pun tahu betapa besar cinta kasih Pangeran Liong
Bian Cu kepada dara cantik jelita dan lincah ini, maka diingatkan demikian, dia
termangu.
Mampuslah!! Tiba-tiba Hwee Li
meloncat dan pedangnya menyambar ke arah dada Tang Hun.
Aihh....! Cringgg....!! Tang
Hun terkejut bukan main, sedapatnya dia menangkis pedang itu dengan pedangnya.
Akan tetapi karena serangan itu datangnya tak tersangka-sangka, ketika Hwee Li
menggerakkan kakinya menendang dia tidak mampu mempertahankan dirinya lagi.
Desss!! Pahanya kena ditendang
dan tubuh Tang Hun terlempar ke belakang. Ketika dia merangkak bangun sambil
meringis karena pahanya terasa nyeri bukan main, dia melihat bahwa Hwee Li
telah lenyap, telah melarikan diri. Terpincang-pincang dia mengejar sambil
menyumpah-nyumpah karena merasa bodoh. Kiranya ketika dia terkejut tadi,
kekuatan sihirnya pun lenyap sehingga dara itu dapat bergerak dan menyerangnya.
Sementara itu, Kian Bu yang
terpisah dari Hwee Li mencari-cari dara itu. Tentu saja tidak mudah mencari
Hwee Li di tempat itu, di mana pasukan musuh sibuk mengejar dan mencari-cari
mereka. Maka Kian Bu mencari Hwee Li sambil juga bersembunyi-sembunyi jangan
sampai bertemu dengan para perajurit musuh dan tokoh-tokoh lihai yang
berkeliaran di dalam benteng. Dia tidak begitu khawatir akan keselamatan Hwee
Li karena dia maklum bahwa selain lihai sekali, juga gadis itu amat cerdik dan
menurut ceritanya, gadis itu dicinta oleh Pangeran Liong Bian Cu, maka
keselamatan gadis itu agaknya tidak begitu mengkhawatirkan. Dia harus dapat
mencari sendiri Pangeran Liong Bian Cu untuk dibekuk, karena itulah kiranya
satu-satunya untuk menguasai benteng dan menyelamatkan para tawanan.
Tiba-tiba dia melihat
ribut-ribut di bawah. Dia mendekam di atas wuwungan dan memandang ke bawah. Di
bawah sinar lampu dan obor, dia melihat seorang pemuda sedang dikeroyok oleh
belasan orang perajurit yang dipimpin oleh seorang kakek bertubuh gorilla yang
amat mengerikan. Kiranya kakek itu adalah Su Lo Ti yang memiliki kepandaian seperti
iblis! Dan pemuda yang dikeroyok itu adalah Suma Kian Lee!
Dikeroyok oleh belasan orang
itu, Kian Lee bersilat seenaknya saja dan setiap orang pengeroyok yang berani
mendekat, tentu roboh oleh tamparan atau tendangannya. Kakek gorilla itu hanya
menonton dan berdiri sambil berpangku tangan. Kemudian dia menurunkan kedua
lengannya yang panjang, lalu mengangkat sebelah tangan ke atas sambil berkata,
Mundur kalian semua!!
Para pengeroyok itu
berloncatan mundur dan menolong teman-teman yang sudah roboh. Kakek itu
melangkah dengan langkah seekor monyet besar, menghadapi Kian Lee yang
memandang kepada kakek gorilla itu dengan sinar mata tajam dan penuh
kewaspadaan. Kian Lee yang sudah pernah bentrok dengan kakek ini maklum betapa
lihai dan berbahayanya orang pertama dari Im-kan Ngo-ok ini, akan tetapi tentu
saja dia sama sekali tidak merasa jerih. Sinar mata yang mencorong dan
mengeluarkan cahaya kehijauan dari kakek itu menandakan bahwa kakek itu telah
menampung tenaga sinkang yang luar biasa. Ketika melihat Kian Lee dan sikapnya
yang berani, kakek itu tersenyum.
Sungguh berani mati sekali,
sudah pernah lolos dari bahaya kini malah berani mendatangi tempat ini. Sungguh
pemuda Pulau Es yang mengagumkan dan patut dihormati!!
Dari atas genteng, Kian Bu
melihat dengan penuh kecurigaan dan hampir saja dia berteriak memperingatkan
kakaknya ketika kakek gorilla itu menjura. Akan tetapi, Kian Lee adalah seorang
pemuda yang berwatak tenang namun waspada, maka begitu kakek itu menjura, dia
pun cepat membalas dengan sikap hormat namun tidak melepaskan kewaspadaan.
Benar saja, begitu kakek itu
menjura, ada angin dahsyat menyambar dari kedua tangan kakek itu ke arah Kian
Lee. Pemuda yang sudah siap ini cepat mengerahkan tenaga Hwi-yang Sin-kang
untuk mendorong dan menangkis.
Nampak asap mengepul ketika
dua hawa itu bertemu dan Kian Lee terkejut juga karena ternyata olehnya betapa
kuatnya sinkang dari kakek itu. Maka dia lalu meloncat ke pinggir menghindarkan
adu tenaga secara langsung. Sebaliknya, Twa-ok Su Lo Ti yang curang luar biasa
itu tersenyum.
Bagus, tidak kecewa menjadi
penghuni Pulau Es. Orang muda, mari kita main-main sebentar!! Dan kakek itu
sudah menerjang dengan dahsyatnya. Memang hebat sekali kepandaian dari orang
pertama Im-kan Ngo-ok ini. Angin menyambar-nyambar, bukan hanya dari kedua
tangannya berikut lengan baju yang panjang, akan tetapi juga dari kedua kakinya
dan angin yang menyambar itu mengandung hawa yang amat panas dan mengeluarkan
bunyi bercuitan! Kian Lee maklum akan kelihaian lawan, maka dia pun mengerahkan
tenaga sinkangnya untuk melawan, menangkis, mengelak dan balas menyerang.
Namun, setiap kali mereka berdua mengadu lengan atau mengadu hawa pukulan,
selalu Kian Lee merasa terdorong ke belakang dan dadanya terasa nyeri karena
tertekan oleh tenaga mujijat yang aneh! Dia makin terkejut, namuh dia melawan
sekuatnya, karena dalam keadaan terdesak dan terkepung, tidak mungkin dia akan
dapat meloloskan diri sebelum dia mengalahkan kakek lihai ini.
Lee-ko, kauserang bagian
bawahhya!! Tiba-tiba terdengar seruan nyaring dan ada bayanganorang berkelebat
dari atas, cepatnya seperti halilintar menyambar dan tahu-tahu Twa-ok Su Lo Ti
merasa ada angin pukulan dahsyat menyambar ke arah ubun-ubun kepalanya. Dan
pada saat itu, Kian Lee yang maklum bahwa adiknya sudah muncul dan membantunya,
cepat melancarkan pukulan Swat-im Sin-ciang yang berhawa dingin ke arah pusar
kakek itu.
Aughhhhh....!! Twa-ok Su Lo Ti
mengeluarkan gerengan nyaring sampai seluruh tempat itu seperti tergetar, dan
biarpun penyerangan kakak beradik itu dahsyat, dan cepat, namun dia masih dapat
menggunakan lengan kanan menangkis hantaman Kian Bu dan lengan kirinya
menangkis pukulan Kian Lee.
Dukkk....! Desss....!! Tubuh
Kian Lee mencelat ke belakang sedangkan tubuh Kian Bu juga berjungkir balik
beberapa kali. Kakek yang lihai itu hanya tergetar dan terhuyung saja, padahal
Kian Bu sudah menggunakan tenaga gabungan Im dan Yang, yaitu tenaga mujijat
yang pernah membuat koksu roboh pingsan. Namun kakek gorilla ini hanya tergetar
dan terhuyung, padahal pukulan Kian Bu tadi dibantu oleh pukulan Kian Lee yang
juga amat kuatnya. Hal ini saja sudah membuktikan betapa lihainya Twa-ok, orang
pertama dari Im-kan Ngo-ok itu.
Twa-ok memandang dengan kaget.
Ah, kiranya engkau yang isebut Siluman Kecil? Hebat, hebat! Sungguh orang-orang
muda yang hebat,! katanya halus akan tetapi tiba-tiba saja tubuhnya sudah
menyerang ke depan, berputar-putar seperti gasing dan dari gerakan kedua
tangannya menyambar tenaga yang amat kuatnya.
Kian Bu dan Kian Lee cepat menyambut
dengan tangkisan dan serangan balasan, namun keduanya maklum bahwa kakek ini
memang benar-benar amat kuat. Kian Bu sendiri yang sudah banyak menghadapi
orang kuat, diam-diam harus memuji dan mengakui bahwa selama ini baru sekarang
dia bertemu dengan lawan yang benar-benar amat menggiriskan. Tingkat kepandaian
kakek bermuka monyet ini lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Sin-siauw
Seng-jin, kakek yang menyimpan pusaka-pusaka Suling Emas itu! Akan tetapi
sekali ini Kian Bu dibantu oleh kakaknya, Kian Lee yang kepandaiannya juga
sudah meningkat tinggi, maka kakak beradik ini dapat mengimbangi permainan
silat yang aneh dari Twa-ok.
Akan tetapi, mereka harus
mengakui bahwa untuk mengalahkan kakek itu bukanlah hal yang mudah, dan mereka
berdua berada di tempat berbahaya. Baru seorang kakek ini saja sudah sehebat
itu, kalau sampai datang yang lain-lain bukankah keselamatan mereka terancam
bahaya?
Lee-ko, mari kita pergi!! kata
Kian Bu dan tiba-tiba saja pemuda ini menyambar tangan kakaknya dan sekali bergerak,
mereka sudah melesat seperti kilat cepatnya ke atas genteng, dan dengan
beberapa loncatan lagi mereka telah lenyap dari pandang mata. Twa-ok tidak
mengejar, melainkan bengong memandang ke atas genteng dan berulang kali dia
menarik napas panjang, lalu dia menggeleng-geleng kepalanya.
!Hebat.... hebat....!! Dia
masih tertegun karena harus diakui bahwa selama hidupnya baru sekarang dia
menyaksikan ginkang seperti itu! Dia sendiri maklum dalam hal ginkang, dia
tidak akan menang melawan Siluman Kecil. Dan kalau dia dikeroyok dua, dia masih
ragu-ragu apakah dia pun akan dapat mengalahkan dua orang muda yang amat hebat
itu.
Sementara itu, Kian Bu dan
Kian Lee cepat menjauhkan diri dan bersembunyi di wuwungan rumah yang gelap.
Ah, kakek monyet itu benar-benar lihai sekali,! kata Kian Bu.
Untung engkau keburu datang,
Bu-te. Kalau tidak, kiranya aku tidak akan mampu mengalahkan dia.!
Lee-ko, tempat ini berbahaya
sekali. Melawan banyak orang pandai dengan kekerasan tentu tidak ada gunanya
dan kita akan gagal. Sebaiknya kita mencari dan menangkap Pangeran Liong Bian
Cu itu. Sekali dia sudah berada di tangan kita, kita dapat memaksa Koksu Nepal
dan yang lain untuk menyerah.!
Kian Lee mengangguk. Pikiran
yang baik sekali, Bu-te. Akan tetapi ke mana kita harus mencarinya?!
Dia tentu berada di salah satu
di antara rumah-rumah ini. Kita harus mencarinya sampai dapat. Mari!!
Kakak beradik ini sama sekali
tidak mau menyinggung soal Siang In dan Hwee Li. Keduanya merasa sungkan karena
keduanya menduga bahwa tentu masingmasing mencinta dara yang melakukan
perjalanan bersama itu. Kian Lee menduga bahwa Kian Bu jatuh cinta kepada Hwee
Li, sebaliknya Kian Bu juga menduga bahwa Kian Lee tentu jatuh cinta kepada
dara cantik jelita berpayung itu. Maka keduanya tutup mulut, tidak berani
saling bertanya tentang dara-dara itu, padahal di dalam hati, mereka itu merasa
heran dan bertanya-tanya ke mana perginya dara yang tadinya bersama
masing-masing itu.
Suasana makin menjadi gempar
ketika beberapa kali para penjaga bentrok dengan Kian Lee, Kian Bu, Siang In,
dan Hwee Li yang telah berpencaran dan terpisah-pisah itu. Seluruh pembantu
yang pandai dikerahkan, bahkan Pangeran Liong Bian Cu sendiri memerintahkan
agar para pengacau itu dapat ditangkap hidup-hidup. Koksu Nepal sendiri pun
turun tangan, keluar dari kamarnya untuk memimpin para penjaga melakukan
pencarian dan pengejaran.
Para perwira pasukan yang
mengadakan perondaan dan pemeriksaan, juga menjadi makin bingung ketika mereka
melihat ada dua orang Hek-sin Touw-ong berkeliaran! Baru saja seorang perwira
bersama selosin orang perajuritnya bertemu dengan Hek-sin Touw-ong di belakang
sebuah rumah, dan begitu mereka keluar dari lorong dan berada di depan rumah
itu, mereka melihat lagi Hek-sin Touw-ong! Biarpun kakek itu lihai, tidak
mungkin pandai menghilang atau terbang secepat itu.
Heiii, Touw-ong! Bagaimana kau
bisa muncul di sini? Padahal, baru saja kita saling jumpa di belakang....! Akan
tetapi perwira itu tidak melanjutkan kata-katanya karena Hek-sin Touw-ong ke
dua ini telah menggerakkan tangan menampar dan perwira itu roboh pingsan!
Selagi para perajurit melongo dan kemudian marah-marah, Hek-sin Touw-ong ke dua
itu telah melarikan diri! Tentu saja mereka tidak tahu bahwa Hek-sin Touw-ong
ke dua ini bukan lain adalah Gak Bun Beng! Para perajurit menggotong perwira
yang pingsan dan mereka lari pergi menghadap Koksu Nepal. Ketika mereka bertemu
dengan rombongan koksu, mereka melihat bahwa Hek-sin Touw-ong sudah berada di
situ bersama rombongan koksu!
Dia.... dia telah menyerang
dan merobohkan komandan kami!! perajurit-perajurit itu berseru.
Kalian bicara apa? Sejak tadi
aku berada di sini bersama dengan Koksu!! jawab Touw-ong yang tentu saja
mengerti bahwa yang dimaksudkan adalah Bun Beng.
Karena koksu juga melihat
sendiri betapa Touw-ong sejak tadi berada bersamanya, maka dia marah-marah dan
memaki-maki para perajurit dan menyuruh mereka pergi dan membawa perwira yang
pingsan. Kalian tolol! Tentu musuh yang telah menyerang perwira kalian, dan
sama sekali bukan Touw-ong.!
Tapi.... tapi hamba melihat
betul bahwa Touw-ong....!
Cukup dan pergi! Atau kau
lngin kupukul roboh juga?! bentak koksu dan para perajurit itu segera pergi
dengan ketakutan. Koksu Nepal marah bukan main. Dia merasa jengkel bahwa
bentengnya diselundupi mata-mata musuh dan sampai sekian lamanya mata-mata
musuh belum juga tertangkap. Ketika dia mendengar laporan dari Twa-ok yang
bertemu dengan Siluman Kecil dan pemuda Pulau Es, mengertilah koksu bahwa Kian
Lee dan Kian Bu adalah dua orang di antara para mata-mata yang mengacau. Juga
dia mendengar dari para pembantu lain bahwa gadis yang dicinta oleh pangeran,
Hwee Li, dan seorang gadis lain yang mahir limu sihir, juga memasuki benteng da
melakukan pengacauan. Kalau hanya orang-orang muda itu yang mengacau, masa
seluruh pasukan tidak mampu menangkap mereka? Padahal di situ terdapat lm-kan
Ngo-ok lengkap, belum lagi orang-orang pandai seperti Hek-tiauw Lo-mo, Hek-hwa
Lo-kwi, Hwa-i-kongcu dan para pembantunya, dan masih banyak orang-orang pandai
lagi!
Tangkap mereka!! bentaknya
ketika dia bertemu dengan semua pembantunya., Kalau tidak dapat menangkap,
bunuh saja mereka!!
Akan tetapi, jangan
sekali-kali melukai atau membunuh Nona Hwee Li!! tiba-tiba Pangeran Liong Bian
Cu berkata dan tidak ada seorang pun berani membantah perintah ini. Pengejaran
di perketat dan semua pengawal dikerahkan untuk mencari di seluruh tempat dalam
benteng seperti menyisir rambut saja.
Namun kekacauan makin
menghebat ketika para pengawal itu tiba-tiba melihat Ang-siocia kembar! Saking
bingungnya menyaksikan keributan yang ditimbulkan oleh empat orang muda yang
belum dapat mereka jumpai, Ang-siocia dan Ceng Ceng meninggalkan tempat mereka
dan ikut mencari, tentu saja dengan maksud melihat siapa orangnya yang menyusup
ke dalam benteng dan kalau perlu melindungi mereka. Mereka lupa sama sekali
bahwa wajah mereka adalah serupa dan bahwa mereka merupakan Ang-siocia kembar!
Demikian pula dengan Gak Bun Beng yang sudah dapat menduga bahwa tentu
keributan itu di timbulkan oleh Kian Bu dan Kian Lee. Pendekar ini pun telah
menambah kebingungan para pengejar karena dia merupakan Hek-sin Touw-ong ke
dua.
Benarkah dugaanmu bahwa satu
di antara pengacau itu adalah Siluman Kecil, Lihiap?! tanya Ang-siocia kepada
Ceng Ceng yang berjalan di sebelahnya.
Ceng Ceng mengangguk. Siapa
lagi kalau bukan dia yang begitu berani mengacau di tempat seperti ini? Dan aku
mendengar sendiri dari mulut Twa-ok yang bertemu dengan Ji-ok, bahwa dia telah
bentrok dengan pemuda lihai berambut putih panjang. Siapa lagi kalau bukan
Paman Kian Bu?!
Jantung Ang-siocia atau Kang
Swi Hwa berdebar kencang. Siluman Kecil berada di situ pula! Tentu saja dia
makin bersemangat untuk dapat menolong dan menyembunyikan pendekar yang telah
menundukkan hatinya itu dan mereka berdua lalu makin giat mencari. Tiba-tiba
mereka bertemu dengan Jiu Koan, tokoh Liong-sim-pang yang tinggi dan sombong,
yang memimpin belasan orang dan yang memegang golok dengan sikap angkuh,
seolah-olah dialah yang akan berhasil menangkap para pengacau. Matanya liar memandang
ke kanan kiri dan tiba-tiba matanya terbelalak ketika dia melihat Ang-siocia
den Ceng Ceng! Dia mengenal Ang-siocia yang dianggap sebagai pembantu koksu
yang lihai dan andaikata dia melihat seorang saja Ang-siocia berkeliaran, tentu
dia tidak akan menaruh curiga karena sudah semestinya kalau Ang-siocia ikut
pula mengejar dan mencari mata-mata musuh. Akan tetapi dia melihat Ang-siocia
kembar! Dan dia tidak pernah mendengar Ang-siocia mempunyai enci atau adik di
situ, apalagi saudara kembar.
Heeiii!! Berhentii!!
bentaknya.
Ang-siocia sudah hafal akan
semua pembantu koksu dan dia tahu siapa adanya si jangkung bergolok ini. Maka
dia tersenyum dan berkata, Jiu-lopek, mau apa engkau menghentikan aku? Apakah
kau sudah berhasil membekuk mata-mata?!
Jiu Koan memandang kepada
Ang-siocia dan Ceng Ceng silih berganti dengan mata bingung. Ang-siocia,
engkaukah Ang-siocia? Dan siapa pula yang seorang ini?!
Ditanya demikian, barulah Ceng
Ceng lngat bahwa ia menyamar sebagai Ang-siocia dan Kang Swi Hwa sendiri baru
sadar setelah dia menoleh dan menatap wajah Ceng Ceng. Celaka, pikirnya mengapa
dia begitu pelupa dan bodoh! Hal ini tentu karena keeogangan hatinya mendengar
bahwa Siluman Kecil berada di dalam benteng itu.
!Lihiap, serang!! bisiknya dan
dia sudah menerjang maju. Juga Ceng Ceng sudah bergerak dan serangannya
demikian hebatnya sehingga Jiu Koan tidak sempat lagi berteriak. Tengkuknya
sudah dihantam oleh tangan Ceng Ceng dan dia roboh tak sadarkan diri lagi. Juga
Ang-siocia telah merobohkan dua orang anak buah Liong-sim-pang, kemudian dua
orang wanita itu meloncat dan meiarikan diri, dikejar oleh para anak buah
Liong-simpang yang berteriak-teriak.
Di sana-sini terjadi
pertempuran, apabila ada seorang di antara para pengacau itu kepergok musuh,
akan tetapi karena empat orang muda itu memang lihai, mereka selalu dapat
melarikan diri dan mereka begitu cerdik sehingga tidak pernah para tokoh lihai
pembantu koksu dapat melihat mereka. Akan tetapi, setelah para pembantu koksu
menggunakan siasat bersembunyi sambil mengintai, akhirnya Ang-siocia dan Ceng
Ceng yang merupakan dua orang kembar itu tcrkepung oleh Twa-ok dan Ji-ok
dibantu oleh beberapa orang penjaga!
Twa-ok dan Ji-ok sudah
mendengar dari para anggauta Liong-sim-pang betapa Ang-siocia telah berkhianat
dan menyelundupkan seorang mata-mata yang menyamar seperti dia, maka begitu
bertemu dengan Ang-siocia kembar ini, orang pertama dan ke dua dari Im-kan
Ngo-ok langsung saja meloncat keluar dari tempat persembunyian mereka dan
menghadang.
Ceng Ceng terkejut bukan main
melihat dua orang yang wajahnya mengerikan itu. Twa-ok Su Lo Ti yang wajah dan
tubuhnya seperti seekor monyet besar sudah mengerikan, akan tetapi Ji-ok
Kui-bin Nio-nio yang memakai topeng tengkorak lebih mengerlkan lagi. Tentu saja
dia tidak merasa takut, karena suaminya sendiri, Si Naga Sakti Gurun Pasir,
dahulu juga memakai topeng setan yang mengerikan (baca Kisah Sepasang
Rajawali), dan memang nyonya muda yang gagah perkasa ini tidak pernah merasa
takut menghadapi siapapun juga, apalagi dia tidak pernah mengenal siapa adanya
dua orang ini dan sampai di mana kelihaian mereka. Akan tetapi, Angsiocia sudah
menjadi pucat wajahnya dan dia berbisik, Lihiap, celakalah kita sekali ini....!