Kho Ping Hoo
-------------------------------
----------------------------
Bab 30 - Dua Utusan
Kenapa kita tidak pernah pergi
melakukan perjalanan mengunjungi kota-kota besar dan kota raja seperti yang
sering Ibu ceritakan? Katanya Ibu adalah cucu kaisar, kenapa sekarang tinggal
di tempat sunyi begini?! Goat Kong menyambung. Karena It Kong lahir lebih dulu,
maka Goat Kong ini terhitung adik, akan tetapi dia tidak pernah mau menyebut
kakak kepada It Kong.
Suami isteri itu saling
pandang dan dalam pertemuan pandang mata ini Milana menyerahkan jawaban-jawaban
itu kepada suaminya. Maka Gak Bun Beng lalu memegang tangan kedua orang
puteranya, menarik mereka dan merangkul mereka, lalu berkata, Ketahuilah,
anak-anakku. Kita memang sengaja tinggal di tempat sunyi, jauh dari keramaian.
Bukankah tempat ini indah sekali dan kita hidup bahagia? Di tempat-tempat
ramai, terutama sekali di kota-kota besar, terdapat banyak keributan, terdapat
banyak orang-orang jahat yang suka mengganggu orang lain.!
Akan tetapi kita tidak perlu
takut!! Jit Kong berkata.
Benar, perlu apa kita belajar
silat kalau takut orang jahat!! Goat Kong menyambung.
Gak Bun Beng tersenyum dan
diam-diam dia bangga melihat sifat gagah itu ada pada diri dua orang puteranya.
Sama sekali kita tidak takut, anak-anakku. Akan tetapi perlu apakah kita
mendekati tempat-tempat di mana orang-orang saling bermusuhan? Di sini kita
hidup tenang dan damai.!
Akan tetapi aku ingin melihat
banyak orang di kota besar!! kata Jit Kong.
Dan aku ingin melihat kaisar!!
kata Goat Kong.
Melihat suaminya kewalahan
menghadapi desakan dua orang anaknya, Milana lalu turun tangan membantu dan
berkata, Jit Kong dan Goat Kong, kalian masih terlalu kecil untuk pergi ke
tempat ramai dan bertemu dengan orang-orang jahat. Belajarlah baik-baik dan
kalau kalian kelak sudah dewasa, sudah memiliki kepandaian tinggi, baru tiba
saatnya kalian boleh mengunjungi tempat-tempat ramai itu. Aku sendiri yang akan
membawa kalian ke kota raja dan menghadap kaisar.!
Benar, kata Ibumu,! Bun Beng
menyambung dengan hati lega. Dan ingatlah, di dunia ini banyak berkeliaran manusia-manusia
jahat. Oleh karena itu, kalian pun tidak boleh mengunjungi dusun-dusun di
seberang tanpa ayah ibumu. Mengertikah kalian?!
Dua orang anak itu mengangguk,
akan tetapi saling lirik karena hati mereka sesungguhnya tidak merasa puas.
Betapapun juga, janji ibu mereka itu amat menarik hati dan mereka makin rajin
berlatih ilmu silat sehingga ayah bunda itu merasa girang sekali.
Pada suatu pagi, seperti
biasa, Jit Kong dan Goat Kong bermain-main di telaga, mendayung sebuah perahu
kecil. Mereka harus mencari ikan, akan tetapi karena semenjak pagi tadi mereka
memancing namun belum juga memperoleh hasil, mereka lalu bermain-main dan mandi
di telaga. Mereka menanggalkan pakaian mereka di atas perahu dan dari perahu
itu mereka terjun ke air yang jernih, berenang ke sana-sini sambil
tertawa-tawa, berkejaran, menyelam dan saling siram dengan air.
Hayo kita berlumba mengejar
perahu!! Jit Kong berkata sambil tertawa-tawa dan mengusap air dari mukanya.
Baik, yang kalah nanti harus
mendayung perahu sampai ke pinggir ketika pulang!! jawab Goat Kong.
Mereka lalu berenang ke arah
perahu mereka, lalu bersama-sama mereka mengerahkan tenaga menggunakan tangan
mereka mendorong perahu yang meluncur cepat ke tengah telaga. Mereka lalu
berenang secepatnya mengejar dan berlumba. Keduanya memang pandai renang,
terlatih sejak masih kecil. Akan tetapi, sejak kecil Jit Kong memang memiliki
dasar tenaga lebih besar, akan tetapi Goat Kong memiliki dasar gerakan yang
lebih cepat, maka ketika berlumba mengejar perahu ini, gerakan Goat Kong lebih
cepat dan kakaknya tertinggal setengah badan ketika dia lebih dulu memegang
perahu dan meloncat ke dalamnya sambil berpegang kepada bibir perahu.
Aku menang....!! soraknya,
mentertawai Jit Kong.
Kau berenang seperti ikan
saja!! Jit Kong kini juga meloncat ke dalam perahu. Mereka tertawa-tawa.
Akan tetapi, tiba-tiba Goat
Kong memegang tangan kakaknya. Jit Kong, lihat! Ada perahu....!!
Jit Kong cepat memutar tubuh
dan memandang. Benar saja. Ada sebuah perahu didayung cepat ke tengah telaga,
datang dari seberang dan agaknya menuju ke tempat tinggal mereka.
Wah, lihat pakaian mereka!!
Jit Kong berbisik.
Dua orang anak ini mendekam di
atas perahu mereka dan memandang. Perahu itu ditumpangi oleh dua orang yang
berpakaian seperti tentara, bertubuh tinggi besar dan mereka mendayung perahu
dengan kuat sehingga perahu itu meluncur cepat sekali.
Pakaian mereka seperti gambar
tentara....! bisik Goat Kong.
Celaka, agaknya Ayah
benar-benar seorang buruan dan mereka tentu datang hendak menangkap Ayah,! kata
Jit Kong. Dua orang anak itu saling pandang dengan mata terbelalak dan muka
berubah pucat.
Kita harus halangi mereka....!
bisik Goat Kong. Kakaknya mengangguk dan bagaikan dua ekor ikan saja, dua orang
anak yang masih telanjang itu lalu meluncur ke dalam air dan berenang cepat
menghadang perahu yang meluncur dari depan itu. Ketika perahu meluncur dekat,
keduanya cepat menyelam.
Dua orang yang berpakaian
perwira itu mendayung perahu dan memandang ke arah perahu kecil itu dengan
heran. Perahu kecil itu kosong, tidak ada orangnya dan di dalam perahu terdapat
tumpukan pakaian!
Eh, tadi seperti kulihat ada
dua orang bocah di perahu itu,! kata perwira yang tua, yang rambutnya sudah
putih semua.
Benar, Souw-ciangkun, saya
tadi pun melihatnya. Entah di mana mereka sekarang,! kata perwira yang lebih
muda, yang bertubuh tinggi besar.
Ehhh....!! Heiiiii....!!
Mereka berdua berteriak dengan
kaget karena tiba-tiba saja perahu mereka itu miring! Mereka berusaha untuk
menekan perahu, akan tetapi percuma saja karena tiba-tiba perahu itu terbalik
dan mereka ikut terjatuh ke dalam air.
Tolooooonggg....!! Perwira tua
yang disebut Souw-ciangkun tadi berteriak. Dia adalah seorang perwira yang
gagah perkasa, akan tetapi di darat. Kalau di air, dia sama sekali tidak bisa
apa-apa, karena berenang pun dia tidak mampu, maka tentu saja dia menjadi
ketakutan dan gelagapan, kedua tangannya meraih-raih udara kosong dan mulutnya
berteriak minta tolong sebelum kepalanya tenggelam.
Perwira tinggi besar itu dapat
berenang, akan tetapi juga tidak ahli. Maka ketika dia berenang mendekati dan
mencoba untuk menolong temannya, perwira tua itu menangkap lengannya dengan
panik dan hal ini menghalangi temannya untuk berenang sehingga keduanya
tenggelam!
Jit Kong dan Goat Kong yang
sudah kembali ke perahu mereka, memandang ke arah dua orang yang sedang
bergumul itu dengan mata terbelalak.
Kita tidak boleh membunuh
orang,! kata Jit Kong.
Ya, dan mereka itu tidak
pandai renang,! sambung Goat Kong.
Kalau dibiarkan, tentu mereka
akan mati.!
Karena itu, kita harus
menolong mereka.!
Kedua orang anak itu lalu
terjun ke air, menyelam dan berenang ke arah dua orang perwira yang sudah mulai
lemah gerakan-gerakan mereka itu, sebentar timbul sebentar tenggelam seperti
dua ekor ayam terjatuh ke air. Ketika dua orang anak itu berhasil menjambak
rambut mereka dan membawa mereka berenang ke perahu kecil itu , mereka berdua
sudah tidak bergerak lagi, perut mereka agak kembung dan mereka tidak sadarkan
diri.
Melihat mereka pingsan, Jit
Kong dan Goat Kong terkejut dan ketakutan. Celaka, mereka sudah mati!! teriak
Jit Kong.
Hayo cepat bawa pulang, biar
diobati Ayah!! kata Goat Kong.
Tapi.... tapi kita tentu akan
mendapat marah. Kita telah membunuh orang!!
Biarpun begitu , kita harus
berikan tanggung jawab. Seorang gagah selalu akan mempertanggungjawabkan semua
perbuatannya.!
Semua ucapan yang keluar dari
mulut dua orang anak itu adalah hasil ajaran orang tua mereka. Maka, biarpun
mereka merasa sangat takut dan mengira bahwa dua orang itu telah mati sehingga
mereka akan menerima kemarahan ayah mereka, namun mereka tidak ragu-ragu lagi
untuk cepat mendayung perahu pulang dan setibanya di tepi telaga, Jit Kong
sudah meloncat dan lari secepatnya menuju ke pondok, sedangkan Goat Kong
menjaga perahu di mana dua orang perwira itu masih menggeletak tak bergerak
dengan wajah pucat.
Tak lama kemudian Gak Bun Beng
datang berlarian bersama Isterinya, mengikuti Jit Kong yang datang memberi tahu
kepada mereka tentang dua orang perwira itu. Ketika melihat mereka menggeletak
pingsan Bun Beng cepat menelungkupkan mereka dan memaksa air keluar dari dalam
perut mereka, kemudian mengurut dada dan punggung sampai mereka siuman kembali.
Begitu mereka siuman dan
perwira yang sudah berusia lanjut dan rambutnya putih semua itu melihat Milana,
dia segera mengenalnya dan cepat dia menjatuhkan diri berlutut di depan puteri
itu. Ah, sungguh beruntung sekali hamba, akhirnya dapat bertemu dengan Paduka
Puteri!! Kakek ini memang merasa terkejut, terheran-heran dan juga girang bukan
main karena sama sekali tidak disangkanya bahwa dia akan dapat bertemu dengan
orang yang dicari-carinya itu!
Mereka berdua adalah dua di
antara para perwira yang diutus oleh Pangeran Yung Ceng untuk mencari Puteri
Milana. Dari para penghuni dusun di seberang mereka mendengar bahwa di tempat
itu tinggal dua orang suami isteri pertapa yang masih muda dan aneh, bersama
dua orang anak mereka. Mendengar betapa suami isteri pertapa! ini mengasingkan
diri selama beberapa tahun, dua orang utusan itu merasa heran dan mereka lalu
menggunakan sebuah perahu untuk pergi menyelidiki. Akan tetapi mereka bertemu
dengan Jit Kong dan Goat Kong sehingga hampir saja mereka mati tenggelam di
telaga.
Siapakah kalian?! Milana
bertanya sambil mengerutkan alisnya, sama sekali tidak menyangka bahwa ada
orang yang akan mengenalnya sebagai puteri istana.
Maaf, hamba telah berani
datang mengganggu. Hamba adalah Souw Ciat, dan dia ini adalah Ciang Sim To,!
kata perwira tua sambil menunjuk kepada temannya yang juga sudah menjatuhkan diri
berlutut ketika mendengar ucapan Souw Ciat. Baru sekarang dia juga mengenal
Milana yang berpakaian sederhana seperti seorang wanita petani biasa itu.
Hamba berdua adalah
perwira-perwira pengawal dari istana, hamba diutus oleh sri baginda kaisar
mencari Paduka Puteri Milana yang mulia.!
Mendengar ini, Gak Bun Beng
lalu berkata, Sebaiknya mari kita ke pondok dan di sana kita dapat bicara
dengan baik.!
Dua orang perwira itu kini pun
teringat kepada pendekar ini yang pernah menjadi tokoh terkenal di kota raja,
maka Souw-ciangkun lalu menjura, diikuti oleh temannya, kepada pendekar itu
sambil berkata, Terima kasih atas kebaikan Taihiap.!
Mereka berempat diikuti oleh
dua orang anak kembar, segera menuju ke pondok di mana Jit Kong dan Goat Kong
menyalakan perapian sehingga dua orang perwira itu dapat menghangatkan tubuh
mereka dan mengeringkan pakaian mereka. Kemudian, dua orang anak kembar yang
sudah biasa bekerja membantu ibu mereka itu menghidangkan arak kepada dua orang
tamu itu yang memandang kepada mereka berdua dengan sinar mata terheran-heran
dan juga penuh curiga.
Kalau tidak berkat pertolongan
dua orang Kongcu ini, tentu kami telah tewas,! kata Ciang Sim To kepada Bun
Beng.
Pendekar itu menarik napas
panjang. Kami telah mendengar penuturan dua orang putera kami, Ji-wi Ciangkun,
dan harap Ji-wi suka memaafkan mereka yang masih anak-anak sehingga belum dapat
membedakan orang. Mereka mengira bahwa Ji-wi datang dengan niat buruk, maka
mereka telah lancang menggulingkan perahu dan menangkap Ji-wi.!
Jit Kong, Goat Kong, hayo
cepat minta maaf kepada kedua Ciangkun ini!! Milana berkata kepada kedua orang
putera kembarnya.
Jit Kong dan Goat Kong cepat
melangkah maju menghadap dua orang perwira itu, menjura dan mengangkat kedua
tangan di depan dada, membungkuk dan berkata, Harap Ji-wi Ciangkun sudi
memaafkan kami berdua.! Mereka mengeluarkan kata-kata yang sama dan hampir
berbareng, tanda bahwa ucapan itu keluar dari hati mereka sendiri bukan saling
mengikuti saja.
Souw-ciangkun dan temannya
cepat membalas dan perwira tua ini berkata kagum, Ah, sungguh hebat sekali!
Ji-wi Kongcu ini masih begini muda, akan tetapi telah memiliki kepandaian hebat
sehingga kami dua orang perwira bangkotan telah dibuat tidak berdaya! Haha-ha,
betapa bahagianya hati hamba menyaksikan putera-putera Paduka yang begini
tampan dan gagah perkasa!!
Ji-wi Ciangkun, sekarang
ceritakanlah tentang tugas Ji-wi mencari aku, dan mengapa pula kaisar mengutus
Ji-wi,! kata Milana.
Pangeran Yung Ceng demikian
bersemangat untuk menemukan dan memanggil Puteri Milana sehingga setiap
rombongan tentu dibawai surat untuk Sang Puteri. Juga Souw-ciangkun tidak
ketinggalan membawa sepucuk surat. Untung bahwa surat itu disimpannya di dalam
kantung kulit sehingga tidak basah ketika dia terjatuh ke air telaga tadi.
Dengan sikap hormat dia menyerahkan surat itu kepada Milana yang segera,
membuka dan membacanya. Tidak salah memang. Surat itu adalah surat dari
pamannya, putera kaisar yang masih amat muda itu. Biarpun Yung Ceng dan Yung
Hwa jauh lebih muda daripada Milana, namun dua orang pangeran muda ini termasuk
pamannya, karena mereka adalah putera-putera kaisar, sedangkan dia sendiri
adalah cucu kaisar. Di dalam surat itu, jelas Pangeran Yung Ceng mengharapkan
kedatangannya di istana karena di istana timbul hal-hal yang membutuhkan
bantuan Puteri Milana untuk ditanggulangi.
Milana mengerutkan alisnya.
Yang mengutus Ji-wi bukan sri baginda kaisar, melainkan putera mahkota,!
tegurnya.
Harap Paduka maafkan hamba
berdua,! jawab Souw Ciat. Oleh karena sri baginda kaisar telah menyerahkan
pedang kekuasaan kepada pangeran mahkota, maka kekuasaan beliau tiada bedanya
dengan kekuasaan sri baginda kaisar, maka hamba menganggap bahwa yang mengutus
hamba juga dari baginda kaisar sendiri.!
Hemmm, apakah yang terjadi di
istana maka kaisar menyerahkan pedang kekuasaan kepada Paman Pangeran Yung
Ceng?!
Souw-ciangkun lalu
menceritakan keadaan di kota raja dengan jelas. Sebagai seorang panglima
pengawal yang setia dia ikut merasa lega dan gembira atas tindakan pangeran mahkota
itu maka dia dapat bercerita dengan jelas tentang diberantasnya
penyelewengan-penyelewengan oleh Pangeran Yung Ceng, betapa para thaikam
ditangkapi dan dihukum, dan banyak pula pembesar korup yang dihukum.
Ah, mengapa terjadi hal
demikian? Apakah kesalahan para thaikam itu?! tanya Milana dengan heran.
Mereka telah menguasai istana
dan membujuk sri baginda kaisar melakukan pemecatan-pemecatan terhadap
pembesar-pembesar yang setia. Bahkan Jenderal Kao Liang yang telah menjadi
panglima besar itu pun dipecat.!
Ehhh....?! berita ini amat
mengejutkan hati Milana dan Bun Beng. Mereka berdua mengenal siapa, adanya
Jenderal Kao Liang, seorang yang amat setia dan tangguh, yang amat besar
jasanya terhadap kerajaan yang telah berkali-kali menyelamatkan kerajaan dari
ancaman pemberontakan-pemberontakan, bahkan yang terakhir, lima enam tahun yang
lalu, juga menyelamatkan negara dari pemberontakan dua orang Pangeran Liong.
Dia dipecat?! Milana
menegaskan dengan hati penasaran.
Bukan dipecat begitu saja,
melainkan dipensiun dan diperkenankan mengundurkan diri dan pulang ke kampung
halaman. Akan tetapi semua orang tahu belaka bahwa hal itu merupakan pemecatan
dan pengusiran secara halus.! Souw-ciangkun memberi penjelasan.
Kalau Paman Pangeran Mahkota
sudah melakukan tindakan tegas itu dan para pembesar lalim telah dibasmi, perlu
apalagi menyuruh Ji-wi mencari aku?! tanya Milana yang merasa enggan untuk
pergi ke kota raja mencampuri urusan pemerintah.
Souw-ciangkun lalu
menceritakan tentang ancaman pemberontakan yang agaknya akan dicetuskan oleh
Gubernur Ho-nan. Maafkan hamba, sesungguhnya hamba tidak tahu jelas akan
persoalannya, dan tentu saja pangeran mahkota tidak menceritakan kepada hamba.
Akan tetapi karena hamba melaksanakan tugas mencari Paduka, maka hamba memperlengkapi
diri dengan pengetahuan akan hal-hal itu sehingga kalau Paduka bertanya hamba
sudah dapat memberi penjelasan. Mengenai pemberontakan yang agaknya akan
dilakukan oleh Gubernur Ho-nan, dimulai ketika Pangeran Yung Hwa menjadi utusan
kaisar mengunjungi Propinsi Ho-nan.! Souw-ciangkun lalu menceritakan segala
yang telah didengarnya tentang peristiwa yang terjadi atas diri Pangeran Yung
Hwa dan Gubernur Ho-pei. Milana dan Bun Beng mendengarkan dengan penuh
perhatian.
Malah akhir-akhir ini terdapat
berita bahwa Gubernur Ho-nan agaknya hendak bersekutu dengan mata-mata dari
Nepal, dan mengumpulkan banyak orang pandai di lembah Sungai Huang-ho. Oleh
karena itulah agaknya maka pangeran mahkota hendak minta bantuan Paduka.!
Milana saling pandang dengan suaminya.
Mereka maklum bahwa keadaan tentu amat gawat, maka sampai Pangeran Yung Ceng
mencari Milana. Biarpun mereka sekeluarga telah menjauhkan diri dan tidak mau
berurusan dengan persoalan dunia, akan tetapi mendengar adanya ancaman terhadap
kerajaan, tergerak juga hati Milana.
Baiklah, Souw-ciangkun. Kalian
berdua telah berhasil menemukan aku dan telah menyampaikan surat Paman Pangeran
Yung Ceng. Sekarang kembalilah kalian ke kota raja, dan permintaan dari istana
itu akan kami pertimbangkan.
Souw-ciangkun memandang dengan
wajah berseri, lalu bertanya, Apakah Paduka tidak menitipkan surat jawaban
kepada pangeran mahkota melalui hamba?!
Tidak usah. Sampaikan saja
secara lisan bahwa aku telah menerima surat beliau dan bahwa permintaan itu
akan kami pertimbangkan. Begitu saja. Sekarang, harap kalian suka pergi
meninggalkan tempat ini dan jangan, memberitahukan kepada orang lain kecuali
pangeran mahkota tentang kami dan tempat tinggal kami.!
Dua orang perwira pengawal itu
memberi hormat, minta diri dan mereka diantar oleh Bun Beng sendiri yang
menggunakan perahunya karena perahu mereka tadi entah hanyut ke mana. Mereka
diantar sampai ke seberang telaga, lalu pendekar itu kembali pulang dan segera
dia memperbincangkan persoalan panggilan dari kota raja. Itu bersama isterinya.
Akhirnya, karena Milana berkeras untuk membela kerajaan yang terancam bahaya
sebagai puteri istana, diambiliah keputusan bahwa puteri itu akan berangkat
sendiri ke kota raja melihat keadaan. Gak Bun Beng tinggal di rumah bersama
putera mereka. Pada keesokan harinya, berangkatlah Milana yang berganti pakaian
ringkas dan membawa pedangnya sehingga kini dia berubah dari seorang wanita
petani menjadi seorang pendekar wanita yang cantik dan gagah.
!Ohhh....
hu-hu-huuuhhhhh....!!
Dia menangis menutupi matanya
dengan kedua tangan, terisak-isak dan menjatuhkan dirinya di atas rumput tebal
di bawah pohon dalam hutan sunyi itu. Dia masih mengenakan pakaian pria,
pakaian seorang pemuda dan dengan pakaian itu dia telah menggunakan nama Kang
Swi, memasuki sayembara dan berhasil menjadi perwira pengawal Gubernur Ho-nan.
Akan tetapi, sungguh dia tidak sangka bahwa rahasianya terbuka secara demikian
memalukan! Dalam keadaan pingsan, pemuda yang bernama Siauw Hong itu telah
meraba dadanya! Dia tahu bahwa Siauw Hong telah menolongnya, telah
menyembuhkannya dari luka berat. Akan tetapi dia tidak peduli. Pemuda itu telah
meraba dadanya! Dia harapkan pukulannya itu akan membunuh Siauw Hong! Kalau
tidak, percuma saja dia menyamar setelah rahasianya kini terbuka.
Hu-hu-huuuhhhhh....
sialan....!! Pemuda yang ternyata adalah seorang dara itu kembali menangis.
Akan tetapi, betapapun keras dia menangis, di tempat sunyi itu siapa yang akan
mendengarnya atau menghiburnya?
Kita mengenal pemuda itu
sebagai Kang Swi, pemuda royal yang melakukan perjalanan bersama Siluman Kecil
atau Kian Bu dan Siauw Hong ke kota raja Ho-nan dan bersama Siauw Hong memasuki
sayembara dan berhasil diangkat menjadi perwira pengawal Gubernur Ho-nan. Akan
tetapi ketika dia bertemu dengan Kim Cui Yan yang menangkap Jenderal Kao Liang
dan dia menolong jenderal itu, dia berkelahi melawan Kim Cui Yan yang amat
lihai dan terkena pukulan Swat-im Sin-ciang sehingga roboh pingsan. Kemudian,
ketika Siauw Hong menolong bekas sahabatnya itu, Siauw Hong mendapatkan
kenyataan bahwa pemuda! royal itu adalah seorang wanita muda!
Memang demikianlah
sesungguhnya. Kang Swi hanyalah merupakan satu di antara penyamaran gadis yang
selain pandai ilmu silatnya, juga ahli dalam hal ilmu menyamar dan ilmu!
mencuri itu! Gadis ini bukan lain adalah Ang-siocia (Si Nona Merah), julukan
yang didapatnya karena dia suka berpakaian merah muda. Seperti telah kita
ketahui, Ang-siocia yang cantik ini adalah murid dari Hek-sin Touw-ong yang
terkenal sebagai raja pencuri yang tinggal di pantai Po-hai. Dan seperti telah
kita ketahui pula, ketika Siluman Kecil atau Kian Bu bertanding melawan
Sin-siauw Seng-jin, untuk menebus kekalahannya lima tahun yang lalu dan
akhirnya berhasil mengalahkan kakek itu, nona ini muncul dan mencuri barang-barang
pusaka peninggalan Suling Emas yang ditinggalkan oleh Sin-siauw Seng-jin
setelah dia mengakui kekalahannya terhadap Siluman Kecil.
Gadis ini bukan hanya
merupakan murid yang tersayang dari Hek-sin Touw-ong, akan tetapi juga anak
angkatnya yang amat dicinta oleh kakek raja maling itu. Oleh karena itu, maka
hampir seluruh ilmu kepandaian kakek itu diajarkan kepada Ang-siocia yang
bernama Kang Swi Hwa itu. Karena terlalu disayang ini agaknya, maka setelah
digembleng sejak kecil, Swi Hwa menjadi seorang gadis yang manja, keras,
bicaranya tajam, dan menonjolkan sifat kewanitaannya dengan berani sehingga
kelihatannya agak genit. Namun dia cantik sekali dan amat cerdas otaknya
sehingga semua pelajaran yang diterimanya dapat dia kuasai, terutama sekali ilmu
mencuri dan menyamar. Setelah menguasai ilmu penyamaran itu, di dalam saku-saku
bajunya tidak pernah tertinggal alat-alat menyamar sehingga dia dapat menyulap
dirinya dalam waktu singkat menjadi orang yang dikehendakinya, bahkan dengan
mudahnya dia dapat menyamar sebagai pria tanpa ada yang dapat menduganya.
Ketika dia mewakili ayahnya
menghadiri pertemuan yang diadakan oleh Hek-hwa Lo-kwi di lembah Sungai
Huang-ho, kita telah mengenal kelihaian Kang Swi Hwa atau Ang-siocia ini.
Biarpun belum selihai gurunya atau ayah angkatnya, namun i1mu Kiam-to Sin-ciang
yang dikuasainya amat dahsyatnya. Dalam keadaannya itu, sebagai seorang dara
yang berkepandaian tinggi, mempunyai seorang ayah angkat atau guru yang amat
sayang dan memanjakannya, memberinya kebebasan seluasnya sehingga dia
diperbolehkan pergi ke manapun, dan tidak pernah kekurangan karena sebagai raja
maling tentu saja ayahnya mampu memberikan apa pun yang diinginkannya, dari
perhiasan yang termahal sampai pakaian terindah atau barang apa pun yang ada di
dunia ini. Apalagi setelah dia pandai, dia boleh mengandalkan kepandaiannya
sendiri untuk memiliki barang apa saja yang diinginkannya, dengan jalan
mencurinya, tentu saja!
Akan tetapi, betapapun juga
Swi Hwa adalah seorang manusia biasa, seorang dara yang mulai dewasa. Maka pada
suatu saat perasaan wanita dan kedewasaannya ini bergerak dan membuat dia
bertekuk lutut! Saat itu adalah ketika dia melihat Kian Bu atau Siluman Kecil
bertanding melawan Sin-siauw Seng-jin. Melihat pemuda berambut putih itu, melihat
sepak terjangnya ketika mengalahkan Sin-siauw Seng-jin yang demikian lihai, Swi
Hwa atau Ang-siocia menjadi tertarik sekali dan dia sendiri tidak tahu apakah
itu yang dinamakan cinta, akan tetapi yang jelas, dia merasa kagum dan tertarik
dan ingin sekali dia berkenalan dengan Siluman Kecil, mendekatinya dan mengenal
pemuda luar biasa itu dari dekat!
Inilah sesungguhnya yang
menyebabkan gadis ini mendahului Siluman Kecil, mencuri barang-barang pusaka di
dalam rumah Sin-siauw Seng-jin! Dan dia maklum bahwa dia tidak akan mungkin
melawan Siluman Kecil, maka dia menggunakan nikouw tua itu untuk membuat
Siluman Kecil tidak berdaya dan tidak berani menyerangnya. Dia lalu menantang
agar Siluman Kecil datang ke tempatnya, yaitu tempat tinggal gurunya, di pantai
Po-hai teluk sebelah utara. Maksudnya memancing Siluman Kecil ke sana adalah
selain hendak menguji kepandaian pernuda itu melawan gurunya, juga dia ingin
berkenalan dengan pemuda itu berdua saja, tanpa ada banyak orang.
Akan tetapi, karena dia tidak melihat
Siluman Kecil tergesa-gesa mengejarnya ke pantai Po-hai, hatinya kecewa dan dia
menggunakan lain akal. Melihat Siluman Kecil atau Kian Bu melakukan perjalanan
menuju ke Ho-nan dan membawa uang, hal yang tidak mungkin terlepas dari mata
malingnya! yang terlatih baik, dia lalu menyamar sebagai nenek penjual sepatu!
Ang-siocia inilah sesungguhnya
nenek penjual sepatu rumput dahulu itu! Penyamarannya memang hebat sekali
sehingga Kian Bu sama sekali tidak menyangka. Dan dengan ilmu mencurinya yang
luar biasa, dia berhasil mencopet uang dari dalam bungkusan Kian Bu tanpa
diketahui oleh pendekar yang memiliki kesaktian hebat dan berjuluk Siluman
Kecil itu!
Kemudian, Ang-siocia atau Swi
Hwa cepat mengubah penyamarannya dan sekali ini dia menyamar sebagai seorang
kongcu yang royal dan ramah. Tidak sukar penyamaran ini, karena sesuai dengan
sifatnya yang memang lincah dan ramah, pandai bicara dan jenaka. Dan giranglah
hatinya bahwa dia berhasil menarik hati Siluman Kecil sehingga dapat melakukan
perjalanan bersama dengan pendekar itu dan juga dengan Siauw Hong. Akan tetapi,
hatinya merasa amat kecewa ketika dia bertemu dengan Siluman Kecil sebagai
musuh pada waktu dia membantu fihak Gubernur Ho-nan memperebutkan Pangeran Yung
Hwa. Dia memasuki sayembara lalu menjadi pengawal bukan sekali-kali karena dia
memihak Gubernur Ho-nan, melainkan karena pertama dia hendak mencari pengalaman
dalam petualangannya meninggalkan tempat tinggal gurunya, ke dua karena dia
ingin menarik perhatian Siluman Kecil dengan memamerkan kepandaiannya.
Setelah keributan itu di mana
dia berada di fihak yang bermusuhan dengan Siluman Kecil, dengan hati kecewa
sekali dia lalu meninggalkan gubernuran, meninggalkan jabatannya tanpa pamit
setelah dia melihat Siauw Hong, Siluman Kecil, bahkan si Gagu yang aneh itu
semua pergi. Dan ketika dia mencari Kian Bu, dia bertemu dengan wanita baju
hijau yang menawan Jenderal Kao Liang, kemudian dia dipukul pingsan dan
rahasianya bahwa dia wanita diketahui oleh Siauw Hong!
Kini Ang-siocia atau Swi Hwa
telah berhenti menangis dan duduk termenung di bawah pohon. Entah mengapa,
semenjak dia ditolong oleh Siauw Hong dan diraba! dadanya ketika pemuda itu
menolongnya menyembuhkan lukanya dengan menyalurkan sinkang, terjadi keanehan
di dalam hatinya terhadap Siauw Hong, pemuda yang tadinya selalu dia anggap
sebagai seorang bocah yang masih hijau itu! Membayangkan wajah tampan pengemis
muda itu, sikapnya yang sederhana dan pendiam, tubuhnya yang agak jangkung, dia
kini merasa malu. Semenjak Siauw Hong meraba dadanya, seolah-olah pemuda itu
telah berubah sama sekali dalam pandang matanya!
Sebetulnya, dara inilah yang
dulu mencuri harta pusaka keluarga Jenderal Kao ketika terjadi perebutan.
Ketika itu, dia melihat betapa ada tiga rombongan atau golongan orang yang seolah-olah
memperebutkan pusaka itu dan menguasai keluarga Jenderal Kao, bahkan rombongan
pertama yang terdiri dari pasukan kota raja yang menyamar, berusaha keras untuk
membasmi dan membunuhi keluarga Kao. Akan tetapi di situ masih ada dua
rombongan lain yang berebutan, dan bahkan seolah-olah bermusuhan sendiri, yaitu
golongan dari Hek-eng-pang perkumpulan wanita-wanita liar dan Kwi-liong-pang.
Di dalam pertempuran-pertempuran hebat itu di mana terjatuh banyak korban di
kedua fihak, dia melihat pula serombongan orang yang dipimpin oleh orang asing
menculik dan melarikan semua keluarga Jenderal Kao. Dia mengenal pemimpin
rombongan itu sebagai orang Nepal kaki tangan Liong Bian Cu, Pangeran Nepal
itu. Akan tetapi karena dia tidak mempunyai hubungan dengan semua itu, dia
tidak mempedulikannya, dan dia hanya mempergunakan kepandaiannya untuk mencuri
harta pusaka Jenderal Kao. Hal ini dilakukannya karena memang sebagai murid
seorang raja maling! tentu saja dia tidak mau mendiamkan harta pusaka dijadikan
perebutan tanpa bertindak apa-apa, dan selain itu juga dia bermaksud untuk
mengangkat nama. Memang dalam perebutan di antara gerombolan-gerombolan itu
berarti mengangkat nama gurunya dan namanya sendiri.
Makin dikenang, makin berduka,
kecewa dan penasaran rasa hati dara itu. Melihat Siluman Kecil yang telah
menarik perhatiannya itu tidak mengejarnya langsung ke Po-hai, dia lalu
berbalik membayangi pendekar aneh itu, berkali-kali menyamar dan berusaha
menarik perhatiannya. Akan tetapi Siluman Kecil agaknya sama sekali tidak
tertarik kepadanya, bahkan telah memukulnya dalam keributan itu sehingga dia
terluka. Dan kemudian, bukan saja dia tidak menarik perhatian pendekar itu sama
sekali, bahkan akhirnya menarik! perhatian Siauw Hong yang mengetahui
rahasianya! Yang menggemaskan, mengapa kini wajah Siauw Hong selalu terbayang
di depan matanya? Setiap kali dia mencoba membayangkan wajah Siluman Kecil yang
amat dipujanya, wajah aneh tampan dengan rambutnya yang putih dan matanya yang
tajam bersinar-sinar itu, selalu saja wajah pendekar sakti ini berubah menjadi
wajah Siauw Hong!
Dengan hati penasaran
Ang-siocia lalu mengambil keputusan untuk pulang ke Po-hai saja karena dia pun
sudah terlalu lama meninggalkan gurunya. Dia pulang membawa banyak hasil
curiannya, antara lain harta pusaka Jenderal Kao Liang, pusaka-pusaka
peninggalan Suling Emas, dan sekantung uang milik Siluman Kecil. Bukan
barang-barang biasa, melainkan milik orang-orang ternama dan tentu suhunya akan
merasa gembira dan kagum serta bangga akan hasil karyanya itu!
***
Sudah terlalu lama kita
meninggalkan Ang Tek Hoat sehingga tentu banyak yang bertanya-tanya apa jadinya
dengan tokoh yang hidupnya diombang-ambingkan oleh keadaan yang selalu
berubah-ubah itu.
Seperti telah diceritakan di
bagian depan, Ang Tek Hoat yang patah hati dan dirundung kecewa, penasaran dan
berduka itu seolah-olah menjadi tidak peduli lagi akan hidupnya, tidak peduli
lagi apakah yang dia lakukan dalam hidup selanjutnya ttu benar atau salah. Dia
dipaksa berpisah dari kekasihnya di Bhutan, kemudian kehancuran dan kepatahan
hati ini ditambah lagi oleh pukulan amat hebat, yaitu kematian ibunya yang
belum juga dapat dia ketahui siapa pembunuhnya. Rasa kecewa dan duka ini
membuat dia mudah terseret ke dalam pergaulan yang tidak benar sehingga dia
tidak ragu-ragu untuk membantu orang-orang dari golongan sesat, bahkan dia
telah membantu Hek-eng-pangcu Yang-liu Nio-nio untuk menyerbu dan mencoba
membasmi perkumpulan Kwi-Liong-pang yang menjadi musuh Hek-eng-pang. Dan dalam
usaha inilah maka dia bertemu dan bekerja sama dengan guru ketua Hek-eng-pang
ini, yaitu Mauw Siauw Mo-li Lauw Hong Kui, Siluman Kucing yang amat lihai namun
jahat seperti iblis betina di balik wajahnya yang cantik dan tubuhnya yang
menggairahkan biarpun usianya sudah mendekati empat puluh tahun. Tek Hoat tidak
peduli lagi apa yang diperbuatnya itu, karena dia pun tidak mengenal
Kwi-Liong-pang dan tidak mau tahu akan permusuhan antara dua perkumpulan itu.
Kalau dia membantu Hek-eng-pang adalah karena dia mempunyai kepentingannya sendiri,
yaitu hendak minta bantuan Hek-eng-pang yang terdiri dari perkumpulan wanita
untuk merampas kembali Syanti Dewi yang dia dengar terjatuh ke tangan
Liong-sim-pang di puncak Naga Api.
Seperti telah kita ketahui,
usahanya yang dibantu oleh Hek-eng-pang itu gagal sama sekali. Syanti Dewi
lenyap entah ke mana diculik oleh orang lain dari tangan Hwa-i-kongcu, ketua
Liong-simpang. Ketika dia hendak meninggalkan Hek-eng-pang, dia terbujuk oleh
Mauw Siauw Mo-li untuk mengadakan perjalanan bersama mencari Syanti Dewi.
Karena Siluman Kucing itu mengatakan bahwa dia mungkin mengetahui jejak Syanti
Dewi yang lenyap, terpaksa Tek Hoat mau melakukan perjalanan bersama wanita
iblis yang cantik itu, tidak tahu bahwa wanita itu tentu saja bukan sekali-kali
ingin membantunya mendapatkan kembali Syanti Dewi, melainkan karena merasa
tertarik oleh ketampanannya, kemudaannya, dan kegagahannya!
Memang Siluman Kucing itu
tidak membohong ketika dia mengatakan bahwa dia melihat wanita yang
bertanya-tanya tentang seorang dara cantik yang dibawa dengan paksa oleh
seseorang. Wanita muda yang bertanya-tanya itu adalah Siang In. Maka dia pun
mengajak Tek Hoat untuk mengikuti jejak Siang In. Namun, penyelidikannya tidak
berhasil dan hanya karena kecerdikan dan kepandaian Mauw Siauw Mo-li dalam
pembicaan saja maka Tek Hoat masih percaya kepadanya dan melanjutkan
perjalanannya bersama wanita cantik ini. Akan tetapi, akhirnya dia mulai merasa
curiga karena sampai berhari-hari mereka berdua melakukan perjalanan, belum
juga mereka berdua berhasil menemukan jejak Syanti Dewi yang hilang. Yang jelas
adalah sikap Mauw Siauw Mo-li yang selalu ingin menarik perhatiannya dan yang
selalu membujuknya dengan sikap dan kata-katanya untuk bermain cinta!
Pengalaman mereka dalam rumah makan melawan lima orang kasar itu pun jelas
merupakan siasat Mauw Siauw Mo-li untuk menjebak Tek Hoat dalam umpan dan
pancingannya agar pemuda itu bangkit berahinya dan mau melayani hasrat nafsunya
untuk bermain cinta.
Akan tetapi sekali ini, Mauw
Siauw Mo-li kecewa. Dahulu, lima enam tahun yang lalu, dia pernah berhasil
memikat dan menjatuhkan hati seorang pendekar muda putera majikan Pulau Es,
yaitu Suma Kian Bu. Hal itu terjadi bukan hanya karena Mauw Siauw Mo-li ketika
itu masih belum tua benar dan lebih cantik menarik, melainkan semata-mata
karena Kian Bu merupakan seorang pemuda yang berwatak romantis dan masih hijau
dan bodoh sehingga dia seperti seekor lebah, terpikat dan melekat dalam
perangkap penuh madu. Akan tetapi Tek Hoat lain lagi. Dia memang masih muda, akan
tetapi pemuda ini pernah terjerumus ke dalam dunia sesat, sudah banyak
pengalaman dalam hal permainan cinta dan semenjak dia jatuh hati kepada Syanti
Dewi, pemuda ini tahu benar bahwa semua permainan cinta itu hanyalah pemuasan
nafsu belaka yang makin dituruti makin haus dan menghendaki lebih. Dia dapat
membedakan antara cinta kasihnya yang murni dan bersih terhadap Syanti Dewi dan
cinta! yang bergelimang nafsu berahi dengan wanita-wanita lain, maka dia pun
segera mengenal cinta kasih macam itu yang terkandung dalam hati Mauw Siauw
Mo-li terhadap dirinya. Oleh karena itu, dia selalu menghindarkan diri dan
setiap kali darah mudanya bergelora oleh rayuan yang lihai dari wanita matang
itu, dia menggunakan kekerasan hatinya untuk menekan nafsu berahinya.
Telah diceritakan betapa
semenjak peristiwa di rumah makan itu, sikap Tek Hoat lebih hati-hati lagi dan
dia mulai menaruh kecurigaan, akan tetapi karena dia sudah mendengar berita
tentang Syanti Dewi, dia mempertahankan perasaannya dan bersama Lauw Hong Kui,
yaitu si Siluman Kucing, berangkatlah dia menuju ke pantai Lautan Po-hai di
timur.
Setelah tiba di pantai lautan
itu pada suatu pagi, mereka berdiri di pantai yang sunyi dan memandang ke teluk
yang amat luas itu. Pantai Teluk Po-hai begini luas, ke mana kita harus mencari
mereka?! kata Tek Hoat, nada suaranya penuh kegelisahan karena memang dia
merasa gelisah sekali kalau memikirkan kekasihnya. Dia masih belum mengerti
mengapa Syanti Dewi meninggalkan Bhutan dan terjatuh ke tangan ketua
Liong-sim-pang dan mengapa pula sekarang diculik dan dilarikan orang. Gelisah
dia memikirkan kekasihnya itu. Dia dapat menduga bahwa tentu kekasihnya itu
melarikan diri dari Bhutan untuk mencarinya. Kalau teringat akan dugaan ini,
hatinya menjadi terharu sekali dan cinta kasihnya terhadap Syanti Dewi makin
mendalam, akan tetapi segera dia dihimpit oleh rasa gelisah yang hebat.
Mauw Siauw Mo-li tersenyum dan
menoleh kepadanya, menatap wajah yang tampan itu, lalu berkata, Engkau tidak
percuma melakukan perjalanan mencari puteri itu bersamaku, Tek Hoat.! Sudah
lama dia memanggil pemuda itu dan bicara dengan sikap ramah dan akrab,
seolah-olah mereka telah menjadi sahabat karib. Dan Tek Hoat pun tidak peduli
akan sikap ini.
Apa maksudmu? Tahukah engkau
ke mana kita harus mencari?!
Lauw Hong Kui memperlebar
senyumnya dan mengangguk, lalu membereskan anak rambut di dahinya yang kusut
dan melambai-lambai tertiup angin laut. Memang cantik sekali dia dan pandai dia
menonjolkan kecantikannya di saat yang tepat. Tentu saja aku tahu, atau
setidaknya dapat menduga dengan tepat. Aku tidak asing di daerah ini, Tek Hoat.
Kalau dugaanku tidak meleset, dan biasanya tidak, agaknya yang melakukan
penculikan itu tentulah si Raja Maling!!
Raja Maling?! Tek Hoat
bertanya, memandang wajah yang cantik dan terias baik-baik itu penuh perhatian.
Lihat, angin begini besar
membuat rambutku kusut. Rambutku awut-awutan, ya?! tanyanya sambil mengatur
rambut dengan jari-jari tangannya yang kecil panjang. Terpaksa Tek Hoat
memandang rambut itu dan memang indah sekali rambut yang panjang halus itu
melambai—lambai tertiup angin.
Katakan, siapa dia dan di mana
tempatnya?! Dia berkata setelah sejenak dia tertegun. Mauw Siauw Mo-li Lauw
Hong Kui tersenyum manis sehingga deretan giginya yang putih dan kecil itu
nampak berkilat.
Engkau sungguh tidak
menghargai kecantikan orang!! Dia menartk napas panjang. Dia itu adalah Hek-sin
Touw-ong, si Raja Maling Sakti Hitam, seorang kakek yang amat sakti dan yang
bertapa di pantai Po-hai sebelah utara.!
Tek Hoat mengerutkan alisnya.
Dia tahu bahwa memang banyak terdapat manusia-manusia yang berilmu tinggi di
dunia ini, maka biarpun dia sendiri belum pernah mendengar atau berjumpa dengan
kakek raja maling itu, dia percaya bahwa tentu dia seorang yang amat lihai.
Tidak sembarang orang akan dipuji kepandaiannya oleh Siluman Kucing ini, yang
dia tahu juga lihai sekali.
Bagaimana engkau dapat
menyangka bahwa dia yang menculik Syanti Dewi?! dia mendesak, tidak mau percaya
begitu saja.
Siluman Kucing itu bertolak
pinggang dengan lagak dan gaya memikat sekali. Pinggangnya makin nampak ramping
kalau dia bertolak pinggang seperti itu, apalagi angin yang nakal membuat
bajunya tersingkap-singkap terbuka. Tentu saja aku menduga demikian, pemuda
yang tampan! Menurut jejak yang kita ikuti, puteri Bhutan itu dibawa lari
seorang kakek dan larinya menuju ke pantai Po-ha-, sampai di laut lenyaplah
jejaknya dan tidak ada orang yang tahu biarpun kita sudah bertanya-tanya sampai
mulut terasa lelah. Dan di pantai ini, hanya ada satu-satunya kakek yang
berilmu tinggi, yaitu si Raja Maling. Siapa lagi kalau bukan dia yang melakukan
penculikan itu? Melarikan seorang puteri dari dalam benteng Liong-sim-pang yang
amat kuat itu bukanlah hal mudah, bahkan engkau yang dibantu oleh muridku dan
anak buah Hek-eng-pang pun gagal. Akan tetapi kakek itu seorang diri saja mampu
mencuri dan menculiknya. Siapa lagi kalau bukan perbuatan si Raja Maling?!
Tek Hoat mengangguk-angguk,
harapannya timbul kembali. Kalau begitu, mari kita cepat mengejarnya ke sana,
Mo-li!!
Hi-hik, mengapa tergesa-gesa,
Tek Hoat? Takkan lari gunung dikejar, perlu apa terburu-buru?!
Mo-li, Raja Maling itu tentu
bukan gunung, melainkan seorang maling yang dapat bergerak dan lari, dan aku
khawatir kalau-kalau dia akan mengganggu Syanti Dewi!!
Aihhh, Tek Hoat. Kau gelisah
seolah-olah di dunia ini tidak ada wanita lain saja. Apakah aku bukan wanita
pula dan apakah aku tidak cantik?! Mauw Siauw Mo-li sudah mendesak dan
merangkulkan kedua lengannya yang panjang itu ke leher Tek Hoat. Kedua lengan
itu melingkar-lingkar seperti seekor ular, merayap ke atas dan membelai rambut
di tengkuk Tek Hoat, lalu menjambaknya perlahan dengan gemas.
Mo-li, jangan begitu....!! Tek
Hoat berkata dengan alis berkerut. Kalau dia tidak membutuhkan bantuan wanita
ini untuk menemukan kembali kekasihnya, tentu dia sudah bersikap kasar dan
mendorong wanita ini. Namun, Mauw Siauw Mo-li malah mendekapkan tubuhnya
sehingga melekat ke tubuh Tek Hoat, menggoyang-goyang tubuhnya sehingga
menggesek tubuh pemuda itu dengan gaya memikat sekali, mukanya didekatkan ke
mulut Tek Hoat.
Harus diakui bahwa Lauw Hong
Kui adalah seorang wanita cantik yang bertubuh menggairahkan sekali. Dia sudah
matang dan pandai merayu prla. Dan biarpun Tek Hoat bukan seorang pemuda hijau
seperti Suma Kian Bu lima tahun yang lalu, namun tetap saja dia adalah seorang
yang masih muda dan berdarah panas dan biarpun dia tidak sudi membalas cinta
seorang wanita seperti Siluman Kucing ini, namun dipeluk seperti itu dan
merasakan gesekan dan geseran tubuh yang hangat dan padat itu jantungnya
berdebar juga.
Sebagai seorang wanita yang
sudah banyak pengalaman, debar jantung di dalam dada pemuda itu diketahui dan
terasa oleh Hong Kui. Memang dia sengaja merapatkan dadanya ke dada pemuda itu
untuk menangkap tanda ini. Begitu dadanya merasa denyut jantung yang mengencang
itu, cepat dia meraih kepala pemuda itu, ditarik ke bawah karena Tek Hoat lebih
tinggi daripada dia sehingga muka mereka bertemu dan Hong Kui lalu mencium
mulut pemuda itu dengan bibirnya. Ciuman yang amat mesra, yang dilakukan dengan
gelora nafsu berahi dan sepenuh perasaannya, ciuman yang panas dengan napas
yang mendengus-dengus.
Tek Hoat terkejut sekali.
Harus diakuinya bahwa wanita ini menyalakan sesuatu di dalam hatinya, akan
tetapi dia teringat bahwa tidak semestinya dia melayani wanita ini dan tidak
menuruti gelora berahinya yang dibangkitkan oleh Siluman Kucing yang amat
pandai ini. Akan tetapi pada saat itu, mau tidak mau dia menikmati dan
merasakan ciuman hangat itu, merasa betapa sepasang bibir yang lunak itu
bergerak-gerak, kemudian dia mendengar suara merintih seperti suara seekor
kucing, dan terasa betapa lidah yang lunak menjilat-jilat, seperti lidah seekor
kucing yang manja!
Sejenak Tek Hoat terlena, akan
tetapi ketika bayangan wajah Syanti Dewi berkelebat di depan matanya yang
dipejamkan, tiba-tiba saja dia merenggutkan dirinya terlepas dari pelukan.
Dengan muka pucat dan mata terbelalak, napas agak terengah dia memandang wanita
itu. Hong Kui juga memandangnya dengan mata setengah terpejam, mulut agak
terbuka, mulut yang basah merah dengan gigi putih mengintai di antara ujung
lidah meruncing, napasnya tersendat-sendat, senyumnya memikat, kedua lengan
dibuka menantang.
Tek Hoat.... Tek Hoat.... ke
sinilah....! Suaranya tergetar dan penuh dengan daya tarik.
Mo-li! Aku tidak sudi memenuhi
kehendakmu yang gila ini!! Tiba-tiba Tek Hoat yang sudah sadar itu membentak
marah.
Suara pemuda itu cukup untuk
mengguncang Mauw Siauw Mo-li bahwa pemuda itu sudah tidak lagi dapat
dikuasainya pada saat itu, maka dia pun tersadar dan dia memandang pemuda itu
dengan sinar mata tajam. Tek Hoat, engkau sungguh tidak mengenal budi!!
celanya. Aku sudah payah membantumu mencari puteri itu, bahkan sekarang pun aku
yang mengetahui tempat kakek itu, akan tetapi engkau sedikit pun tidak mau
menyenangkan hatiku dan memberi air cinta untuk hatiku yang sedang dahaga.
Engkau kejam! Dan kalau engkau menolak cintaku, aku pun tidak sudi lagi
menunjukkan tempat Raja Maling itu padamu!!
Tiba-tiba sinar mata Tek Hoat menjadi
keras dan mengancam sehingga Mauw Siauw Mo-li sendiri menjadi terkejut.
Mauw Siauw Mo-li! Enak saja
kau bicara. Kalau sekarang engkau tidak mau menunjukkan tempat itu, aku akan
memaksamu!!
Ehhh....?! Wanita itu
membelalakkan mata. Aku sudah membantumu dan kau sekarang hendak memaksa?
Sungguh tidak tahu aturan engkau ini!!
Mo-li, ingat. Siapa yang dulu
membujuk aku untuk melakukan perjalanan bersamamu? Siapa yang berjanji akan
menemukan kembali Syanti Dewi? Engkau sudah membawa aku sampai di sini, dan
kalau engkau sekarang meninggalkan aku, berarti engkau telah menipuku! Dan aku
bukan orang yang mudah saja ditipu tanpa membalas!!
Kaukira aku takut!!
Tek Hoat tersenyum mengejek.
Tentu saja tidak. Aku tahu siapa adanya Mauw Siauw Mo-li. Akan tetapi, aku
yakin akan dapat menghajarmu, Mo-li. Senjata rahasia peledakmu itu tidak
menakutkan Si Jari Maut!!
Sikap yang gagah, pandang mata
yang tajam penuh ancaman, ditambah nama julukan Jari Maut itu mengingatkan
kepada Mauw Siauw Mo-li bahwa pemuda ini memang lihai bukan main, dan kalau
sudah marah, kekejamannya amat mengerikan sehingga mendapat julukan Si Jari
Maut. Memang dia tidak takut, akan tetapi dia melihat bahayanya kalau sampai
memusuhi pemuda ini. Dan pula, dia masih belum putus asa. Tadi, bukankah
jantung pemuda perkasa ini berdebar dan bukankah ketika mulut mereka bertemu
tadi, terasa olehnya betapa bibir pemuda itu membalas kecupannya? Akan tiba
saatnya pemuda yang keras hati ini akan bertekuk lutut dan menyerahkan diri
dalam pelukannya, dan betapa akan manis dan nikmatnya penyerahan itu setelah
berkali-kali ditolaknya. Maka dia pun tersenyum kembali dan sepasang matanya
kehilangan sinar kemarahannya.
Hemmm, kita sudah lama
bersahabat, sudah jauh melakukan perjalanan bersama. Akan luculah kalau
tiba-tiba kita berhadapan sebagai musuh. Baik, Tek Hoat, aku akan terus
membantumu, dan kalau sampai aku membantumu berhasil mendapatkan kembali puteri
itu, bagaimana sikapmu kepadamu?!
Aku akan menganggapmu sebagai
seorang sahabat baik dan aku akan berterima kasih kepadamu, Mo-li.!
Hanya itu saja? Apa yang akan
Kau lakukan untuk membuktikan terima kasihmu?!
Heemmm.... aku tidak tahu.
Mungkin aku akan membalasmu dan menolongmu kalau sewaktu-waktu kau membutuhkan
bantuan.!
Aku hanya membutuhkan bantuanmu
agar engkau suka bersikap manis kepadaku, Tek Hoat. Tak tahukah kau bahwa aku
sangat suka kepadamu? Kalau sudah berhasil, Kau balas saja dengan sikap manis
dan memenuhi hasrat cintaku, ya?!
Tek Hoat tidak sudi
menjanjikan itu, akan tetapi dia tidak ingin banyak bicara tentang itu lagi,
maka dia menjawab, Kita lihat saja nanti, Mo-li. Yang penting sekarang, hayo
Kau tunjukkan tempat tinggal Raja Maling yang menculik Syanti Dewi.!
Nanti dulu, Tek Hoat. Engkau
masih muda dan engkau sembrono. Biarpun engkau memiliki kepandaian tinggi, akan
tetapi dalam hal ini engkau sama sekali tidak boleh sembrono. Hek-sin Touw-ong
adalah seorang tua yang amat lihai. Aku sendiri sudah pernah menandinginya dan
dalam hal kesaktian dia agaknya tidak kalah olehmu. Bahkan dulu suhengku,
Hek-tiauw Lo-mo, pernah bentrok dengan dia dan suheng selalu memperingatkan
kepada anak buahnya agar jangan sampai bentrok dengan Raja Maling itu. Suheng
sendiri merasa segan untuk bermusuhan dengan kakek sakti itu, maka dalam hal
ini, kita tidak boleh sembrono menyerbu ke sana begitu saja karena hal itu
mungkin sekali membuat kita celaka dan puteri itu tidak akan tertolong pula.!
Hemmm, aku tidak takut. Habis
kalau kita tidak menyerbu ke sana, bagaimana kita dapat menolong Syanti Dewi?!
Tentu kita tidak akan
membiarkan saja, kita akan menyerbu ke sana. Akan tetapi tidak sekarang. Aku
akan mencari kawan-kawanku di pantai ini. Mereka akan membantu kita dan dengan
bantuan mereka, maka aku baru berani mengajakmu menyerbu. Bukankah ketika kau berusaha
menolong puteri itu dari benteng Liong-sim-pang, engkau pun membutuhkan bantuan
Hek-eng-pang?!
Ketika itu lain lagi
keadaannya, Mo-li. Liong-sim-pang adalah benteng dan selain kuat, juga
mempunyai banyak anggauta, maka aku membutuhkan bantuan Hek-eng-pang. Akan
tetapi sekarang, kita hanya menghadapi seorang kakek....!
Hemmm, kau tidak tahu kakek
macam apa yang kita hadapi. Kita harus menggunakan bantuan kawan-kawanku itu
agar mereka memancingnya keluar dari sarangnya sehingga engkau akan mudah merampas
kembali puteri itu.!
Tek Hoat mengerutkan alisnya.
Sebetulnya dia tidak menyukai cara yang curang ini, akan tetapi yang terpenting
baginya adalah menyelamatkan Syanti Dewi, maka dia tidak mau mengecewakan
wanita iblis yang hendak membantunya ini, maka dia tidak membantah lagi.
Mari kita mencari
kawan-kawanku itu!!
Siapakah mereka?!
Siapakah mereka? Ha-ha-ha,
mereka pun amat terkenal di wilayah ini, Tek Hoat, sungguhpun sama sekali tidak
boleh dibandingkan dengan Raja Maling. Mereka adalah raja-raja di perairan
Teluk Po-hai! Marilah!!
Tek Hoat pergi mengikuti
wanita itu menuju ke utara dan memasuki hutan di pantai Po-hai. Hutan itu sunyi
sekali dan tidak nampak seorang pun manusia sehingga kelihatan menyeramkan
sekali. Belum lama mereka memasuki hutan itu, tiba-tiba terdengar suitan-suitan
nyaring di sana-sini. Suara-suara suitan itu susul-menyusul dan agaknya saling
menjawab, makin lama makin dekat sehingga akhirnya terdengar di sekeliling
mereka, dari depan, belakang, kanan dan kiri. Mereka telah dikepung oleh
suara-suara itu. Tek Hoat bersikap waspada, akan tetapi Mauw Siauw Mo-li
tertawa-tawa saja. Lihat, betapa cepat mereka itu tahu akan kedatangan kita dan
telah berkumpul mengurung. Bukankah berguna sekali bantuan-bantuan seperti
mereka itu?!
Tiba-tiba terdengar seruan
nyaring, Berhenti kalian berdua yang berjalan dalam hutan! Kalian telah
memasuki daerah kami tanpa ijin!!
Mauw Siauw Mo-li dan Tek Hoat
berhenti, dan wanita itu berseru nyaring, Lo Kwa, bukankah engkau yang bicara
itu? Keluarlah, jangan main kucing-kucingan!!
Ucapan wanita ini diikuti
suasana sunyi, agaknya semua orang yang mengurung tempat itu menjadi terkejut
dan heran. Lalu terdengar seruan yang mengandung keheranan dan juga
kegembiraan, Lauw-lihiap....!!
Bermunculanlah kini belasan
orang laki-laki dari empat penjuru, berloncatan keluar dari balik-balik pohon
dan semak-semak. Mereka itu rata-rata adalah laki-laki kasar dan tinggi besar,
nampaknya kuat dan keras. Mereka dipimpin oleh seorang laki-laki yang usianya
antara tiga puluh lima tahun, bertubuh tegap dan berwajah tampan akan tetapi
mukanya tertutup brewok.
Lihiap....!! Pemimpin
gerombolan ini melangkah maju dan menjura kepada Lauw Hang Kui sambil tersenyum
lebar.
Diam-diam Tek Hoat
terheran-heran melihat mereka itu menyebut lihiap (pendekar wanita) kepada
Siluman Kucing ini. Dia tidak tahu bahwa julukan itu hanyalah julukan yang
diberikan oleh mereka yang menganggap wanita ini sebagai iblis, akan tetapi
gerombolan bajak laut dari Po-hai yang bersarang di dalam hutan ini merupakan
sahabat-sahabatnya yang tentu saja menganggapnya sebagai seorang wanita perkasa
yang patut disebut lihiap!
Lauw Hong Kui menghampiri
laki-laki tampan itu dan mengangkat tangan kirinya mengusap dagu yang penuh
jenggot itu. Aihhh, Lo Kwa, hampir aku tidak dapat mengenalmu lagi. Ihhh, aku
baru mau bicara berdua denganmu kalau kau sudah membuang semua brewokmu yang
menggelikan itu! katanya dengan sikap genit dan manja. Orang she Kwa yang
disebut Lo Kwa (Kwa yang Tua) itu tertawa dan menangkap lengan Hong Kui,
ditariknya dan hendak dipeluknya wanita itu. Akan tetapi sambil tersenyum manja
Hong Kui melepaskan dirinya dan berkata, Kaucukur dulu semua brewokmu!!
Orang she Kwa itu tertawa dan
semua anak buahnya juga tertawa bergelak.
Ha-ha-ha, kedatanganmu
mendatangkan cahaya kegembiraan di hutan yang gelap ini, Lauw-lihiap!! kata
orang she Kwa itu.
Akan tetapi aku adalah Siluman
Kucing, apakah kalian tidak takut?! Lauw Hong Kui berkata sambil bertolak
pinggang, senyumnya lebar dan dia kelihatan gembira sekali, merasa berada di
antara teman-teman baiknya.
Hidup Lauw-lihiap!!
Selamat datang, Mauw Siauw
Mo-li!!
Biar besok pagi aku mampus,
aku rela asal semalam suntuk boleh membelai kucing!!
Aku pun bersedia!!
Riuh-rendah suara mereka dan
pernyataan kagum mereka dinyatakan secara terang-terangan, bahkan ada yang
mengeluarkan pernyataan kasar dan tidak sopan, akan tetapi semua itu agaknya
sudah biasa diantara mereka dan Lauw Hong Kui juga menyambutnya dengan
tersenyum saja. Akan kulihat nanti siapa di antara kalian yang patut untuk
menghiburku,! katanya.
Tek Hoat merasa muak juga, dan
diam-diam dia merasa malu juga, mengapa dia pernah merasa tertarik dan timbul
berahinya terhadap wanita ini. Padahal, wanita ini benar-benar merupakan
siluman yang tak tahu malu, seorang wanita yang biasa mempermainkan pria
seperti kucing mempermainkan tikus lebih dulu sebelum diterkam dan dibunuhnya!.
Lo Kwan, di mana para Ong-ya?!
Pertanyaan ini membuat Tek
Hoat menjadi maklum bahwa orang she Kwa ini hanya seorang bawahan saja, dan
kini iblis betina ini menanyakan para ong-ya, yaitu para raja bajak!
Semua berada di sarang,
Lihiap. Tentu mereka akan menjadi gembira sekali mendengar akan kedatanganmu.
Marilah kita ke sana, ataukah kita berdua bersenang-senang dulu?! kata orang
she Kwa itu sambil memandang dengan mata mengandung penuh gairah.
Hushhh, brewokmu itu
menggelikan. Dan mungkin kelak kalau ada waktu bagiku, boleh kita
bersenang-senang. Mari antar aku kepada para Ong-ya.!
Tapi, dia ini....?! Orang she
Kwa itu menuding ke arah Tek Hoat dengan pandang mata tidak senang dan penuh
curiga. Diam-diam Tek Hoat merasa mendongkol juga. Sejak tadi sama sekali tidak
diacuhkan dan kini dicurigai. Kalau tidak ingat akan kepentingannya, tentu
sekali pukul dia sudah membunuh bajak-bajak ini.
Agaknya Hong Kui dapat
mengerti akan kegemasan hati Tek Hoat dengan melihat wajah dan sinar matanya,
maka dia lalu berkata, Dia ini adalah sahabatku yang akan menjadi tamu agung
kalian. Jangan kau main-main, Lo Kwa, dialah yang berjuluk Si Jari Maut!!