Kho Ping Hoo
-------------------------------
----------------------------
Bab 23 - Bertemu Ceng-Ceng
“Baiklah, Tek Hoat. Dan
langkah pertama setelah kita menjadi sahabat adalah agarengkau jangan
menyebutku Mo-li (lblis Betina) lagi. Betapa tidak enaknya mendengarsebutan itu
dari mulut seorang.... sahabat. Namaku adalah Lauw Hong Kui. Nama yangindah
sekali, bukan? Memang mendiang orang tuaku pandai memilih nama untukanaknya.
Nah, mulai sekarang kausebut saja namaku seperti aku menyebut namamu.”Tentu
saja hal semacam itu tidak terlalu dipedulikan benar oleh Tek Hoat. “Baiklah,Hong
Kui. Dan mari kita melanjutkan perjalanan.”Mauw Siauw Mo-li tersenyum manis,
sepasang matanya bersinar-sinar penuhkegembiraan mendengar namanya disebut oleh
Tek Hoat. “Mari, Tek. Hoat, mari kitadatangi kakek itu!”Kedua orang itu
melanjutkan perjalanan, jalan berendeng dan kalau dilihat dari jauhmemang
mereka itu serasi sekali. Yang pria tampan gagah, yang wanita cantik manis.
Hanya kalau dilihat dari dekat
dengan penuh perhatian baru dapat diketahui bahwa yangwanita jauh lebih tua dan
memang banyak berbeda usia mereka. Tek Hoat berusia kuranglebih dua puluh tiga
tahun, sedang Lauw Hong Kui, Siluman Kucing itu, sedikitnyaberusia tiga puluh
lima tahun. Mereka melakukan perjalanan menuju ke timur, menuju kepantai Teluk
Po-hai.
***
Setelah berhasil memperoleh
ramuan obat seperti yang dipesan oleh Sai-cu Kai-onguntuk mengobati kakaknya,
Kian Bu dan Siauw Hong dengan cepat meninggalkan kotakecil di perbatasan Hopei
sebelah barat itu untuk kembali ke puncak Nelayan dipegunungan Tai-hang-san,
yaitu tempat tinggal Sai-cu Kai-ong. Obat yang dicarinya ituagak sukar sehingga
mereka berdua telah melewati beberapa buah kota, barulah dapatmembeli di toko
obat dalam kota di perbatasan itu, setelah melakukan perjalanan duahari! Maka
kini, khawatir kalau ditunggu-tunggu oleh Sai-cu Kai-ong, dua orang mudaltu
bergegas pulang. Dalam perjalanan ini, Kian Bu mencoba ilmu kepandaian
berlaricepat dari pengemis muda yang kini telah berpakaian biasa itu, dan
dengan kagum diamendapatkan kenyataan bahwa Siauw Hong benar-benar merupakan
seorang pemudaremaja yang memiliki dasar ilmu kepandaian tinggi yang hanya
perlu dimatangkan saja.
Ketika mereka melewati jalan
sunyi dan berbatu-batu di luar sebuah dusun, ditimpa terikmatahari lewat
tengahari yang masih bersinar sepenuh kekuatannya, tiba-tiba pada suatutikungan
jalan Siauw Hong berseru, “Eh, ada orang berkelahi....!”Kian Bu juga sudah
melihatnya. Agak jauh di depan, dia melihat dua orang sedangberkelahi dan dari
jauh sudah dapat dilihat bahwa dua orang yang sedang berkelahi itukeduanya
menggunakan ilmu silat yang cukup hebat. Dan di tepi jalan nampak rebahseorang
laki-laki yang bergerak-gerak lemah.
“Siauw Hong, jangan
sembarangan mencampuri urusan mereka sebelum kita mengetahuiduduk persoalan,
bisik Kian Bu dan Siauw Hong mengangguk.
Setelah mereka tiba di tempat
itu, Siauw Hong melihat bahwa yang rebah itu adalahseorang laki-laki tua yang
gagah kelihatannya, dan agaknya dia itu telah terluka. Diamenggigit bibir dan
menahan rasa nyeri, akan tetapi tidak pernah terdengar keluhan darimulutnya.
Ketika dia melihat mereka yang
berkelahi, Siauw Hong terkejut karena dia mengenalbekas teman seperjalanannya,
yaitu Kang Swi, si pemuda royal yang menjadi pengawaldari Gubernur Ho-nan!
Adapun yang menjadi lawan Kang Swi adalah seorang gadiscantik berbaju hijau
yang hidungnya mancung. Siauw Hong tertarik sekali. Dia maklumbetapa lihainya
Kang Swi karena dia pernah bertanding dengan pemuda kaya raya itu diatas
panggung lui-tai ketika diadakan sayembara pemilihan pengawal oleh Gubernur
Ho-nan dan dia harus mengakui keunggulan Kang Swi. Akan tetapi kini, Kang Swi
sepertiterdesak oleh wanita baju hijau yang amat lihai itu!Kian Bu juga
memandang dengan tertarik dan kagum. Dia mengenal gadis baju hijauyang
hidungnya mancung itu. Pernah dia bertemu dengan wanita ini di dalam restoran.
Bahkan wanita ini pernah
menjamu para tamu dan membayar harga makanan danminuman mereka, termasuk dia.
Dan kemudian muncul seorang pemuda yang kulitnyaputih, matanya agak biru dan
rambutnya coklat yang diakui sebagai suheng oleh wanitahijau itu dan mereka
berdua kemudian terluka dan pingsan oleh jarum-jarum beracun darihuncwe yang
dilepas oleh Boan-wangwe. Benar, dia mengenal wanita itu dan kini diam-diam dia
memperhatikan betapa Kang Swi repot juga menghadapi wanita baju hijau
yanggerakannya amat cepat dan aneh itu, mengandung gerakan liar yang tidak dia
kenal.
Entah dari cabang persilatan
apakah ilmu silat yang dimainkan oleh wanita baju hijau ini.
Melihat Kang Swi terdesak dan
gerakan pemuda tampan itu agak kaku, Kian Bu menariknapas panjang. Dia tahu
bahwa pemuda tampan itu masih menderita luka akibat bentrokdengan dia ketika
mereka memperebutkan Pangeran Yung Hwa di gubernuran Ho-nan.
Beberapa kali Kang Swi
terdesak dan terhuyung sambil menyeringai tanda bahwa diamerasa nyeri di dalam
tubuhnya. Akan tetapi baik dia sendiri maupun Siauw Hong, kinitelah menganggap
Kang Swi sebagai musuh karena pemuda itu telah menjadi kaki tanganGubernur
Ho-nan yang dianggap memberontak, maka mereka berdua hanya menontonsaja ketika
melihat Kang Swi terdesak.
Sementara itu, ketika Kang Swi
melirik dan mengenal Kian Bu dan Siauw Hong,mukanya menjadi merah karena
marahnya. Dua orang itu tadinya adalah sahabat-sahabatbaiknya, yang tidak saja
pernah melakukan perjalanan dengan dia, malah di dalamperjalanan mengobrol dan
bergurau sebagai sahabat, bukan itu saja, malah dia telahmembelikan kuda
tunggangan untuk mereka! Akan tetapi kini mereka hanya menonton,padahal dia
terdesak oleh lawan yang lihai ini. Hatinya terasa mendongkol bukan maindan kemarahannya
memuncak, maka dia lalu mengeluarkan suara melengking nyaring,tubuhnya meloncat
dan menerjang ke arah lawan dengan pukulan tangan kanan yangdimiringkan.
Melihat serangan dahsyat ini,
Kian Bu terkejut. Dia mengenal pukulan sakti, maka karenadia mengkhawatirkan
keselamatan gadis baju hijau itu, dia berseru, “Awasss....!”Namun terlambat
sudah. Pukulan itu datang dengan dahsyatnya dan tidak mungkin dapatdielakkan
lagi, kecuali ditangkis. Dan wanita baju hijau itu pun agaknya tidak
takutmenghadapi pukulan itu. Dia mengangkat lengannya menangkis sambil
mengerahkanseluruh tenaganya, apalagi karena mendengar seruan Kian Bu.
“Desssss....!” Hebat sekali
pertemuan antara dua lengan yang mengandung tenagasinkang dahsyat itu.
Akibatnya, tubuh Kang Swi terpelanting dan dia terbanting jatuhberdebuk,
sedangkan kedua kaki gadis baju hijau itu ambles ke dalam tanah sampaisetengah
lutut dalamnya!Sambil menyeringai, gadis berbaju hijau itu menarik kedua
kakinya dari dalam tanah danmenggoyangkan lengan kanannya yang beradu dengan
lengan lawan tadi karena terasangilu dan panas.
“Rettt....!” Kagetnya bukan
main melihat betapa lengan bajunya sebatas siku terlepas danternyata lengan
baju itu robek dan putus seperti digunting dan copot dari lengannya. Diacepat
memeriksa lengannya dan di bagian lengan yang tadi bertemu dengan lengan
lawannampak terluka melintang dan mengucurkan darah, kulitnya robek seperti
terkenabacokan pedang atau golok. Bukan main kaget dan herannya. Dia tahu jelas
bahwalawannya itu tadi ketika memukul tidak mempergunakan senjata apa pun, akan
tetapilengannya yang dipakai menangkis terluka, bahkan lengan bajunya terobek.
Memang jarang sekali orang
menyaksikan ilmu seperti yang dipergunakan oleh KangSwi tadi. Dia sendiri pun
jarang mempergunakannya, bahkan ketika dia bertanding di ataspanggung lui-tai,
dia tidak mau mempergunakannya. Itulah ilmu pukulan sakti Kiam-toSin-ciang
(Tangan Sakti Pedang dan Golok) Biarpun dia belum melatihnya secarasempurna dan
belum menguasai sepenuhnya, namun sudah demikian lihai dan berbahaya.
Wanita baju hijau itu menjadi
marah sekali. Lawannya telah menurunkan tangan kejam,maka dia cepat menghadapi
Kang Swi yang sudah bangkit berdiri lagi. Dengan sepasangmata mengeluarkan
sinar berapi, wanita baju hijau itu kini menggosok-gosokkan keduatelapak
tangannya, lalu kedua tangan digerakgerakkan dengan lingkaran-lingkaran didepan
dadanya. Kang Swi yang melihat betapa pukulannya tadi telah berhasil
melukailengan lawan, biarpun tangkisan itu membuat dia terbanting keras, kini
memandangrendah kepada lawannya. Sambil mengeluarkan lengking panjang lagi, dia
hendakmengulangi pukulan sakti Kiam-to Sin-ciang dan menerjang dengan
dahsyatnya. Gadisberbaju hijau itu menyambutnya dengan dorongan kedua tangan
yang terbuka jari-jarinya.
Kian Bu terkejut bukan main.
Dia mengenal pukulan hebat dari gadis berbaju hijau itu,karena dia pernah
melihat suheng dari si nona baju hijau itu dahulu di restoran jugamempergunakan
pukulan dahsyat ini terhadap para lawannya. Maklumlah dia bahwaKang Swi yang
tidak menduga apa-apa itu terancam bahaya maut. Dia tidak begitu sukakepada
pemuda tampan yang banyak lagak ini biarpun pemuda itu telah bersikap
baiksekali kepadanya, akan tetapi tentu saja dia pun tidak ingin melihat Kang
Swi terkenahantaman yang demikian ampuh dan kejamnya, maka dari tempat dia
berdiri, dia lalumendorong dengan pukulan jarak jauh untuk membuyarkan tenaga
serangan gadis bajuhijau terhadap Kang Swi.
Hebat bukan main pukulan jarak
jauh yang dilakukan oleh Kian Bu. Kedua orang yangsedang saling adu tenaga ini
merasa seperti tertahan oleh kekuatan dahsyat yang taktampak, yang membuat
tenaga mereka seperti tersedot lenyap.
Oleh karena itu, ketika kedua
tangan mereka bertemu, kekuatan mereka tidak sepenuhnyalagi.
“Plakkk!”Biarpun tenaga gadis
berbaju hijau dan Kang Swi hanya tinggal beberapa bagian sajakarena telah
dibuyarkan oleh tenaga sinkang yang didorongkan oleh Kian Bu, namunakibatnya
masih parah bagi Kang Swi yang sudah terluka. Dia terjengkang danterbanting,
bergulingan dan rebah pingsan. Mukanya kelihatan biru seperti orangkedinginan.
Melihat Kang Swi roboh seperti
orang mati, Siauw Hong tiba-tiba menjadi marah. Diateringat akan kebaikan
pemuda tampan itu dan kini melihat pemuda itu dipukul mati, diaberteriak marah
dan membentak, “Berani kau membunuh orang?”Akan tetapi sebelum serangannya
disambut oleh gadis berbaju hijau yang kelihatansedang mengumpulkan kekuatan
karena benturan tenaga dengan Kang Swi tadi membuatdia terengah sedikit, dari
samping muncul seorang laki-laki bermata kebiruan dan berkulitagak putih,
gerakannya tangkas ketika dia menangkis pukulan Siauw Hong yangditujukan kepada
gadis baju hijau tadi. Mereka segera berkelahi dan dari tangkisan-tangkisannya,
tahulah Siauw Hong bahwa lakilaki yang seperti orang asing ini memilikitenaga
yang amat kuat maka dia berlaku hati-hati dan memusatkan perhatian
kepadagerakan-gerakannya.
“Tahan...., Siauw Hong,
mundurlah dan jangan berkelahi!” Kian Bu berseru. Mendengarini, Siauw Hong lalu
meloncat mundur dan cepat dia menghampiri Kang Swi yang masihmenggeletak dengan
muka biru.
Melihat Kian Bu, gadis baju
hijau dan laki-laki asing itu segera mengenalnya dan cepatmereka berdua
menjura. “Kiranya Taihiap yang berada di sini....” Gadis baju hijau ituberkata
dan sikapnya agak canggung dan gugup.
“Mengapa Ji-wi berkelahi
dengan dia?” Kian Bu bertanya sambil memandang tajam,tanpa menoleh kepada Siauw
Hong yang sudah memondong tubuh Kang Swi. SiauwHong merasa kasihan sekali
melihat Kang Swi rebah seperti mati, mukanya menjadi birupucat, akan tetapi
ketika dia mendapat kenyataan bahwa Kang Swi masih bernapas,sungguhpun napas
yang senin-kemis, dia lalu memondongnya dan membawanya ketempat teduh di bawah
sebatang pohon besar, agak jauh dari tempat perkelahian itu. Diatidak lagi
mendengarkan apa yang sedang diperbincangkan oleh Kian Bu dan dua orangitu.
Melihat napas yang empas-empis
dan muka yang pucat kebiruan, tahulah Siauw Hongbahwa bekas temannya ini
menderita luka dalam yang cukup berbahaya dan tentu akandapat menyebabkan
kematian kalau tidak cepat diobati. Sebagai murid terkasih dari Sai-cu Kai-ong
si ahli obat, tentu saja Siauw Hong juga mempelajari ilmu pengobatan
danterutama sekali ilmu mengobati luka-luka bekas pukulan, baik luka luar
maupun lukadalam. Tahulah dia bahwa tanpa bantuan dari luar, Kang Swi terancam
bahaya mautkarena dalam keadaan setengah pingsan itu tentu saja Kang Swi tidak
dapat menyalurkansinkang untuk mengobati lukanya.
Tanpa ragu-ragu lagi dan tanpa
mempedulikan Kian Bu yang kelihatan masih bercakap-cakap dengan dua orang itu,
Siauw Hong lalu membuka kancing baju Kang Swi. Diamelihat betapa di balik baju
itu terdapat pula baju dalam. Hemm, pikirnya. Dasar pemudaroyal dan banyak
lagak, pakaian saja sampai berangkaprangkap dan pakaian dalamnyamenutupi tubuh
dari leher ke bawah! Karena melihat bahwa baju dalam itu tidak dapatdibuka
semua, hanya terdapat kancing kecil di bagian pembukaan yang menyerong
kepundak, dia membuka dua buah kancing itu, lalu tangan kanannya menyusup ke dalamuntuk
meraba dada mendekati ulu hati Kang Swi agar dia dapat menyalurkan
sinkangmelalui telapak tangannya dan membantu pemuda tampan itu mengobati luka
di dalamdadanya yang agaknya tergoncang oleh pertemuan tenaga dahsyat tadi.
“Ehhh....! Dia menahan seruannya
dan seperti orang menyentuh api, tangannya yangmenyusup di balik pakaian dalam
Kang Swi itu ditariknya keluar, lalu dia memandangwajah yang pingsan kebiruan
itu dengan bengong terlongong. Wajah yang amat tampan,terlalu tampan malah. Dia
bengong seperti tidak percaya akan apa yang dialaminya.
Setelah meragu sejenak dia
kembali memasukkan tangannya untuk meyakinkan dirinyabahwa apa yang dialaminya
bukan dalam mimpi.
“Uhhh....!” Kembali tangannya
dicabut keluar dan seluruh mukanya dari bawah rambutkepala sampai leher menjadi
merah sekali. Tidak salah lagi. Tangannya yang menyusuptadi memang meraba
sesuatu yang aneh! Dia menoleh dan melihat betapa Kian Bu masihbicara dengan
tegang bersama empat orang. Entah dari mana datangnya dan kapan, disitu kini telah
terdapat dua orang lakilaki muda lain lagi dan mereka semua
kelihatanbercakap-cakap dengan sikap tegang.
“Heemmm.... aneh....“ dia
berbisik dan kembali dia menatap wajah Kang Swi yangtampan. “Kalau tidak cepat
kutolong, dia bisa tewas. Akan tetapi dia.... tidak boleh akumenjamahnya....
ah, tapi dia bisa mati.... dia....“Terjadi perang hebat di dalam hati pemuda
remaja ini. Akan tetapi, melihat wajah yangpucat kebiruan itu, napas yang
tersendat-sendat, Siauw Hong makin khawatir dan semuaperasaan lain disapu
bersih oleh rasa khawatir ini, maka dia memutuskan untuk cepatmenolong Kang Swi
dan membuktikan dugaannya. Dia membukai semua kancing, lalumenarik baju dalam
itu ke bawah sehingga terobek sedikit dan dia memejamkan matadan membuang muka
ketika melihat dua buah bukit tersembul keluar dan nampaklahdada putih yang
dihias dua bukit dada itu. Kedua tangannya menggigil, akan tetapi cepatSiauw
Hong menutupkan kembali baju dalam itu, menutupi dada dan juga menutupitangan
kanannya yang menempel di dada itu, tepat di tengah-tengah di antara dua
buahbukit dada yang ranum. Dengan jantung berdebar Siauw Hong mengerahkan
sinkangnyanamun tetap saja seluruh tubuhnya panas dingin dan agak menggigil
biarpun dia sudahmenenteramkan hatinya.
“Ahhh.... ohhhhh.... tolol
kau....!”Dia memaki diri sendiri dalam hatinya. “Biar dia perempuan, laki-laki
atau banci, peduliapa kau? Yang penting adalah mengobatinya agar dia terbebas
dari cengkeraman maut,jangan memikirkan dada yang indah itu!”Akan tetapi, suara
hatinya berhenti pada kalimat “dada yang indah itu” dan terus sajadada yang
putih dengan sepasang bukit yang bentuknya indah itu terbayang di depanmatanya,
walaupun dia telah memejamkan kedua matanya. Mulailah Siauw Hongmengobati Kang
Swi sambil memejamkan matanya dan memerangi sendiri keteganganhatinya yang
timbul ketika dia memperoleh kenyataan bahwa Kang Swi adalah seorangdara
muda!Sementara itu, Kian Bu sedang sibuk melerai orang-orang yang sedang ngotot
danhendak saling serang. Siapakah dua orang pemuda yang baru datang itu? Mereka
inibukan lain adalah Kao Kok Tiong dan Kao Kok Han, dua orang putera dari
Jenderal KaoLiang! Sedangkan laki-laki gagah yang rebah terluka tadi adalah
Jenderal Kao Liangsendiri.
Seperti telah diceritakan di
bagian depan dari cerita ini, Jenderal Kao Liang bersama duaorang puteranya ini
telah kehilangan seluruh keluarga mereka ketika keluarga mereka itubersama
harta benda mereka diculik dan dicuri orang tanpa mereka ketahui dengan
pastisiapa yang melakukannya. Hanya akhirnya mereka yakin bahwa yang memusuhi
merekatentulah keluarga Pulau Es, yaitu puteraputera dari Suma Han yang mereka
duga tentulahdiperalat oleh kaisar untuk menyingkirkan atau membasmi mereka
mengingat bahwaayah mereka itu adalah mantu kaisar! Karena mereka merasa tidak
kuat menghadapikeluarga Suma yang amat sakti itu, maka mereka lalu mengambil
keputusan untukmencari putera sulung jenderal itu yaitu Sin-liong Kao Kok Cu,
di Naga Sakti dari GurunPasir. Hanya putera sulungnya itulah yang akan mampu
menghadapi musuhmusuhtangguh itu, pikir Jenderal Kao.
Akan tetapi, di tengah
perjalanan ayah dan anak ini bertemu dengan rombongan gadisbaju hijau dan
suhengnya yang bule dan bermata kebiruan itu bersama lima orang anakbuah
mereka. Dan tanpa bicara apa-apa lagi, gadis berbaju hijau dan suhengnya
itu,dibantu oleh orang-orang mereka, langsung saja menyerang Jenderal Kao Liang
dan duaorang puteranya! Pertempuran hebat dan mati-matian terjadi dan selain
kalah banyak,juga jenderal dan dua orang puteranya itu kalah lihai. Akhirnya
jenderal atau lebih tepatlagi bekas Jenderal Kao Liang tertawan akan tetapi
sebelum roboh dan tertangkap diameneriaki dua orang puteranya untuk cepat
melarikan diri dan minta bantuan kakakmereka.
Kok Tiong dan Kok Han terpaksa
lari karena maklum bahwa ayahnya benar. Kalaumereka terus melawan, akhirnya
mereka akan roboh juga sehingga selain tidak ada yangakan dapat melapor kepada
kakak mereka, juga tidak ada harapan lagi menolong keluargamereka. Akan tetapi,
ketika mereka melihat ayah mereka dibawa pergi, mereka tidak tegameninggalkan,
dan diam-diam mereka membayangi rombongan gadis baju hijau yangmenawan ayah
mereka itu.
Akhirnya, pada hari itu,
rombongan yang menawan Kao Liang bertemu dengan KangSwi. Melihat orang tua
gagah itu ditawan serombongan orang, Kang Swi menegur danterjadi bentrok antara
dia dan gadis baju hijau. Si gadis baju hijau yang merasa memilikikepandaian
tinggi, melarang suhengnya dan lima orang anak buahnya untukmembantunya dan dia
melawan sendiri pemuda tampan itu sehingga mereka berkelahidengan seru sampai
muncul Siluman Kecil atau Suma Kian Bu yang cepat meleraimereka. Ketika melihat
munculnya pendekar yang ilmunya amat tinggi itu, baik si gadisbaju hijau maupun
Kang Swi yang sudah mengenalnya menjadi kaget dan jerih untukmelanjutkan
pertandingan itu.
Kao Liang yang terluka itu
kini dapat bercerita kepada Kian Bu setelah pemuda inibertanya dengan suara
tenang. “Kalian berdua telah mengenal aku dan tahu bahwaSiluman Kecil selalu
mencegah terjadinya permusuhan di antara orang-orang sendiri.
Kalau kalian berdua mempunyai
urusan dan di antara kalian terdapat penasaran, mari kitaperbincangkan dengan
seadilnya.”Kao Liang yang sudah bangkit berdiri itu melihat betapa gadis baju
hijau danpenolongnya si pemuda tampan itu kelihatan jerih terhadap pemuda
berambut putih yangbaru tiba, apalagi mendengar disebutnya nama Siluman Kecil,
dia terkejut dan cepat-cepat dia lalu menceritakan pengalamannya itu. Betapa
dia dan putera-puteranya samasekali tidak mengenal gadis baju hijau yang
menangkap mereka, dan betapa pemudatampan itu datang untuk menolongnya. Kao
Liang dan kedua orang puteranya jugamenghaturkan terima kasih kepada Kang Swi
yang telah mencoba untuk menolong orangtua itu, kemudian bekas jenderal itu
menudingkan telunjuknya kepada muka gadis bajuhijau sambil berkata, “Dia ini
tentulah seorang di antara kaum sesat karena hanya orang-orang dari golongan
hitam sajalah yang akan memusuhi keluarga kami!”Tentu saja Kian Bu mengenal
Jenderal Kao Liang dan dua orang puteranya yang agaknyatidak mengenalinya
karena rambutnya putih semua itu menutupi sebagian dari mukanya.
Akan tetapi, bukanlah menjadi
watak Kian Bu untuk membantu orang yang telahdikenalnya begitu saja tanpa
menyelidiki lebih dulu urusannya. Maka dia lalumenghadapi wanita baju hijau itu
dan bertanya, “Nona, benarkah cerita mereka bahwaNona menyerang dan menawan
Paman ini tanpa sebab?”Wanita baju hijau itu tersenyum dingin. “Nama Siluman
Kecil telah menggemparkankolong langit dan kami berdua saudara seperguruan
sudah lama merasa kagum, apalagisemenjak peristiwa di restoran itu. Karena
Taihiap yang datang, meleraikan, makamemandang muka Taihiap, kami menyabarkan
diri. Akan tetapi hendaknya Taihiapketahui bahwa dia itu,” sampai di sini gadis
baju hijau itu menudingkan telunjuknya kearah muka Kao Liang dan memandang
dengan penuh kebencian. “Dia itu adalah bekasJenderal Kao Liang. Dialah yang
telah membasmi seluruh keluargaku. Seluruh keluarga,tua muda laki perempuan,
semua dihukum mati karena dia, dan hanya secara kebetulansaja ketika itu aku
masih berada di tempat Subo sehingga tidak sekalian dibunuh. KaoLiang, urusan
lima enam tahun yang lalu di utara, ketika engkau membasmi keluargaKim, aku
tidak akan dapat melupakannya begitu saja!”Jenderal Kao Liang terbelalak.
“Keluarga Kim....?” Dia mengingat-ingat. “Maksudmukeluarga pemberontak dan
pengkhianat Kim Bouw Sin?”“Tutup mulutmu!” Gadis baju hijau itu membentak
marah. “Engkau sudah membasmikeluargaku dan kau masih berani memaki ayahku?”
Kini kedua mata gadis itu menjadibasah.
“Ahhhhh.... kiranya Nona
adalah puteri dari Kim Bouw Sin?” Kao Liang menarik napaspanjang dan
mengangguk-angguk, lalu meraba-raba jenggotnya. “Pantas....! Pantasengkau
marah-marah dan membenci kami sekeluarga. Akan tetapi agaknya karenaengkau
tidak tahu akan duduknya persoalan yang sebenarnya, Nona. Kulihat engkauseorang
yang berkepandaian tinggi, tentu berwatak gagah dan dapat
mempertimbangkankeadaan. Baik kaudengar penuturanku mengapa keluarga ayahmu
sampai terhukumsemua. Semua itu adalah gara-gara perbuatan mendiang
ayahmu.”Bekas Jenderal Kao Liang lalu bercerita tentang peristiwa yang terjadi
lima enam tahunyang lalu. Ketika itu, Kao Liang masih menjadi seorang panglima
besar, seorang jenderalgagah perkasa yang amat ditakuti oleh para pemberontak
dan musuh-musuh negara yangberada di luar tapal batas. Jenderal Kao Liang
bermarkas besar di utara karena padawaktu itu, musuh yang paling ditakuti
adalah suku-suku liar dari utara, di luar tembokbesar. Yang menjadi
pembantunya, bahkan menjadi wakil panglima di utara itu adalahKim Bouw Sin,
seorang panglima yang lebih muda dan yang pandai pula, dipercayasebagai wakil
oleh Jenderal Kao.
Akan tetapi, seperti banyak di
antara para pembesar, Panglima Kim Bouw Sin dapatdibujuk oleh dua orang
pangeran yang merencanakan pemberontakan, yaitu PangeranLiong Bin Ong dan
Pangeran Liong Khi Ong. Panglima Kim Bouw Sin dijanjikankedudukan tertinggi
oleh dua orang pangeran yang memberontak itu sehingga dia tertarikdan
memberontaklah panglima ini, berusaha menguasai bala tentara yang berada
dibawah kekuasannya di utara (baca cerita Sepasang Rajawali).
Usahanya itu ternyata gagal
sama sekali, dan tentu saja sebagai seorang pemberontak, diaseke1uarganya
dijatuhi hukuman mati.
“Demikianlah,” Jenderal Kao
Liang mengakhiri penuturannya secara singkat itu.
“Keluargamu terbasmi karena
gara-gara pengkhianatan ayahmu terhadap kerajaan, Nona.
Tidak ada permusuhan pribadi
antara kami dan ayahmu. Ayahmu terkena bujukanPangeran Liong Khi Ong dan
Pangeran Liong Bin Ong. Dua orang pangeran khianatitulah yang menjadi biang
keladi pemberontakan dan penyelewengan ayahmu.”“Orang she Kao! Kalau engkau
tidak berhenti memaki ayahku, terpaksa aku akanmenghancurkan mulutmu!” Tibatiba
pemuda berkulit putih dan bermata kebiruan itumelangkah maju dan mengepal tinju
mengancam Kao Liang. Dua orang putera bekasjenderal itu cepat maju untuk
melawan.
Kian Bu melerai dan menyuruh
kedua fihak mundur.
Kao Liang kini memandang
pemuda asing itu dengan alis berkerut. “Orang asing, apakahmaksudmu?” tanyanya.
“Hemmm, Kao Liang, engkau tadi
memaki ayahku. Pangeran Liong Bin Ong adalah ayahkandungku. Ibuku adalah
seorang puteri Mongol yang berdarah orang kulit putih.
Dengarlah, orang she Kao.
Kami, aku dan Sumoiku ini menyadari akan kesalahan orang-orang tua kami yang
melakukan pemberontakan terhadap kerajaan, maka kami tidak akanmengulang
kesalahan mereka. Akan tetapi, sebagai anak-anak yang berbakti, kami
harusmembalaskan kematian keluarga kami itu kepada yang bersangkutan! Karena
hancurnyakeluarga Kim-sumoi ini adalah karena engkau, maka Sumoi hendak membalaskandendam
keluarganya kepadamu!”Mendengar bahwa pemuda asing ini adalah putera mendiang
pemberontak Liong BinOng, semua orang tercengang. “Ahhh.... sungguh aneh dan
luar biasa. Mengapa anak-anak mereka juga dapat menjadi saudara-saudara
seperguruan?” Kao Liang berseruheran.
“Kao Liang, dalih apa pun yang
kau kemukakan, tetap saja kuanggap bahwa engkaumenjadi biang keladi terbasminya
keluargaku, oleh karena itu aku harus membalaskepadamu!” Gadis baju hijau itu
berseru. “Aku Kim Cui Yan bersumpah takkan mausudah sebelum musuh besar
keluargaku dapat terbasmi pula!”Sepasang matanya memandang penuh kebencian
kepada Kao Liang dan dua orangputeranya itu yang sudah siap lagi untuk
menghadapi terjangan wanita yang menjadiberbahaya karena sakit hati itu.
“Dan mengingat bahwa engkau
dahulu pun merupakan musuh dari mendiang ayahku,maka aku akan selalu membantu
Sumoi menghadapi engkau dan keluargamu, orang sheKao!” si pemuda asing berseru.
“Aku Liong Tek Hwi juga sudah bersumpah akanmembasmi musuh-musuh orang tuaku!”Melihat
kedua fihak sudah mau bergerak saling serang lagi, Kian Bu cepat melangkahmaju
dan membentak. “Cukup! Selagi aku berada di sini, aku tidak akan
membiarkanpertempuran lagi. Aku tidak membantu siapapun juga, akan tetapi aku
akan menghadapisiapa saja yang hendak memamerkan kepandaian!” bentaknya keras
dan sikapnyamenyeramkan sehingga Kim Cui Yan dan Liong Tek Hwi yang
berkepandaian tinggi itumenjadi gentar. Mereka bukan penakut, akan tetapi
mereka merasa segan untukmelanggar larangan Siluman Kecil yang selain hebat
kepandaiannya, juga pernahmenolong mereka. Juga, nama Siluman Kecil sudah cukup
membuat mereka tunduk danmengalah.
Kim Cu Yan menjura kepada Kian
Bu. “Baiklah, Taihiap. Memandang muka Taihaip dannama Siluman Kecil, biarlah
kami mengalah dan tidak akan menggunakan kekerasan didepan Taihiap.” Lalu dia
menoleh kepada bekas jenderal itu. “Akan tetapi, orang-orangshe Kao, ingatlah
bahwa selama aku Kim Cui Yan masih hidup, jiwa kalian selalu akandibayangi oleh
pembalasanku! Liongsuheng, mari kita pergi!”Dua orang itu lalu melangkah pergi
diikuti oleh lima orang anak buahnya, berjalan cepattanpa menoleh lagi.
Jenderal Kao Liang mengelus jenggotnya dan berkata seperti kepadadiri sendiri
namun cukup jelas terdengar oleh orang lain yang berada di situ.
“Aihhh....,kekerasan...., kekerasan...., dalam bentuk apa pun juga, tentu
mendatangkan kekerasanyang lain lagi, sebab akibat, balas-membalas tiada
berkeputusan seperti lingkaran setan.
Betapa
menyedihkan....!”“Aduhhhhh....!”Kian Bu dan tiga orang ayah dan anak itu
terkejut dan cepat menengok ke arah datangnyasuara itu. Kian Bu melihat Siauw
Hong terlempar dan roboh terbanting, pingsan!Sedangkan Kang Swi lari pergi dari
bawah pohon sambil menangis terisak-isak, sebentarsaja lenyap di antara
pohon-pohon.
Kian Bu terkejut dan heran.
Bukankah tadi Siauw Hong memondong tubuh Kang Swiyang terluka parah itu ke
bawah pohon dan mengobatinya? Apa yang terjadi? Mengapakini Siauw Hong terpukul
sampai pingsan dan mengapa pula pemuda tampan yang kayaraya itu melarikan diri
sambil menangis terisak-isak seperti itu? Kian Bu cepat meloncatdan berlutut
memeriksa Siauw Hong. Tidak terluka parah dan dengan beberapa kalipijatan di
kedua pundaknya dan tengkuknya, pemuda remaja itu telah siuman kembali.
Begitu siuman, Siauw Hong
bangkit duduk, matanya memandang ke kanan kiri mencari-cari.
“Kau mencari siapa?” Kian Bu
bertanya.
“Dia.... mana dia....“ Siauw
Hong bertanya.
“Kang Swi? Dia telah lari dan
anehnya, dia lari sambil menangis seperti anak kecil.
Siauw Hong, apakah yang telah
terjadi?” Kian Bu bertanya.
Tiba-tiba wajah pemuda itu
menjadi merah sekali dan dia menundukkan mukanya.
Terbayanglah semua yang telah
terjadi tadi. Biarpun dia merasa malu dan sungkan, akantetapi demi untuk
menyelamatkan Kang Swi yang ternyata adalah seorang dara remajaitu, terpaksa
dia menempelkan telapak tangannya di dada itu, dada yang putih dantangannya
diapit-apit sepasang bukit indah, menyalurkan sinkangnya dan
perlahan-lahanmemulihkan keadaan rongga dada yang terluka akibat guncangan pukulan
tadi. Selagi diamelakukan pengobatan, tiba-tiba saja Kang Swi membuka matanya.
Dara itu menahanjeritnya lalu menghantam ke arah muka Siauw Hong. Pemuda ini
terkejut, miringkankepalanya sehingga hantaman itu meleset dan mengenai
lehernya. Dia terlempar danpingsan.
“Apa yang telah terjadi, Siauw
Hong?” tanya pula Kian Bu mendesak ketika dilihatnyapemuda itu menunduk saja
tanpa menjawab.
Siauw Hong menggeleng kepala
“Tidak apa-apa.... tidak apa....,dia memang oranganeh....“ jawabnya. Tentu saja
Siauw Hong merasa sungkan sekali untuk menceritakanapa yang telah terjadi. Pula
terdapat perasaan aneh di dalam hatinya terhadap Kang Swi.
Kalau Kang Swi ternyata
seorang dara yang menyamar tentu berarti dia tidak ingindiketahui orang bahwa
dia seorang gadis. Nah, biarlah tidak ada yang mengetahuinyakecuali
dia!Sementara itu, bekas Jenderal Kao Liang dan dua orang puteranya yang tidak
maumencampuri urusan mereka, kini menghampiri Kian Bu dan orang tua gagah itu
menyurasambil berkata, “Kami telah menerima bantuan Sicu yang amat berharga.
Kalau tidak adaSicu, kiranya kami sudah terbunuh oleh wanita puteri pemberontak
itu. Dan saya merasaseperti pernah mengenal wajah Sicu. Kami juga sudah
mendengar akan nama besarSiluman Kecil, akan tetapi, bolehkah kami mengetahui nama
Sicu?”Pada saat itu, Kian Bu masih memandang kepada Siauw Hong dengan pandang
matapenuh selidik. Dia mengerti bahwa tentu telah terjadi sesuatu yang aneh
antara Kang Swidan Siauw Hong, dan dia ingin tahu apa adanya peristiwa itu.
Melihat pandang mata KianBu kepadanya Siauw Hong juga maklum bahwa dia tidak
mungkin dapatmenyembunyikan rahasia kalau didesak oleh Siluman Kecil, maka
mendengar pertanyaanbekas jenderal itu, untuk mengalihkan perhatian dan
mengubah percakapan, dia cepatmenjawab, “Nama Taihiap ini adalah
Suma....““Siauw Hong!” Kian Bu berseru sehingga Siauw Hong menjadi kaget dan
tidakmelanjutkan kata-katanya.
Akan tetapi, sebutan she Suma
itu sudahlah cukup bagi Kao Liang dan dua orangputeranya. Bekas jenderal itu
melangkah maju, menatap wajah Kian Bu dengan sinarmata tajam dan di baliknya
terkandung kemarahan yang mengherankan hati Kian Bu.
“Jadi engkau adalah putera
keluarga Pulau Es?” bentak bekas jenderal itu.
Dengan pandang mata masih
terheran-heran, Kian Bu mengangguk karena tidak perlulagi untuk menyembunyikan
diri setelah she-nya diketahui orang.
“Keparat!” Tiba-tiba saja
jenderal itu bersama dua orang puteranya telah majumenyerang
kalang-kabut!“Ehhh....! Lhohhh....! Bagaimana pula ini....?” Siauw Hong
kebingungan dan berteriak-teriak. Akan tetapi tiga orang itu tetap saja
menyerang terus sungguhpun orang yangdiserangnya itu terus mengelak dengan
mudah. Melihat ini, Siauw Hong hendakmenyerbu dan membantu Kian Bu, akan tetapi
Kian Bu melarangnya.
“Mundurlah kau, Siauw Hong!
Paman dan Saudara-saudara Kao, hentikan serangankalian! Ketahuilah bahwa aku
bukan orang yang menculik keluarga Kao maupun mencuriharta benda keluarga
kalian!”Mendengar ini, Jenderal Kao dan dua orang puteranya menghentikan
serangan, namunmereka masih memandang dengan penuh kecurigaan dan kemarahan.
“Apa maksudmu?Dan bagaimana kau bilang bahwa kau bukan orang yang melakukannya
kalau kaumengetahui semua itu?”Kian Bu menghela napas. “Aku mendengar dari
kakakku, Suma Kian Lee yang juga telahmenceritakan betapa dia kalian serang
kalang-kabut seperti tadi. Jelas bahwa kami berduakakak beradik difitnah orang
sehingga engkau menyangka kami yang melakukan semuaitu, Paman Kao Liang.
Sungguh aneh, Paman Kao tentu sudah mengenal baik keadaankami sekeluarga.
Apakah Paman dapat percaya begitu mudahnya mendengar bahwa kamikakak beradik
dari Pulau Es kini menjadi perampok dan penculik? Begitu rendahkahPaman
memandang kami berdua?Wajah bekas jenderal itu menjadi merah. Dia menarik napas
panjang dan menjawab,“Kalau keadaan tidak seperti ini, tentu sampai mati pun
kami tidak akan percaya. Akantetapi, banyak bukti menunjukkan bahwa yang
melakukan semua kekejian terhadapkeluarga kami adalah orang-orang she Suma. Dan
mengingat bahwa kami tidak terpakailagi oleh kerajaan, mengingat bahwa ayah
kalian adalah mantu kaisar, maka besarkemungkinannya keluarga kalian yang
dipergunakan oleh sri baginda atau mereka yangberkuasa untuk membasmi kami.
Bukan sebagai penculik atau perampok, melainkansebagai pengemban perintah
atasan.” Lalu diceritakanlah semua pengalaman yangmenimpa dia sekeluarganya itu
kepada Kian Bu, dari awal sampai saat itu mereka belumjuga dapat menemukan
keluarga mereka.
“Demikianlah, Sicu. Semua
bukti menunjukkan bahwa keluarga Suma yang melakukanini, dan sekarang Sicu bersikap
seperti ini. Sungguh membuat kami meragu dan bingung.
Katakanlah, demi keadilan,
demi kegagahan dan demi nama baik Pendekar Super SaktiMajikan Pulau Es,
katakanlah Suma-sicu, demi persahabatan antara keluarga kita, apakahkalian yang
melakukan penculikan keluarga kami ataukah bukan?”Melihat wajah yang pucat dan
muram penuh kekhawatiran dan kedukaan itu, melihatpandang mata yang penuh
harapan itu, Kian Bu merasa terharu dan dengan tegas diamenjawab, “Bukan kami,
demi kehormatan keluarga kami!”“Ohhh....!” Dan bekas jenderal itu menjatuhkan
diri berlutut dan menutupi mukanyadengan kedua tangannya. Dua orang puteranya
cepat berlutut dan memegang lengan ayahmereka.
“Ayah....!” Kok Han mengeluh.
“Ayah, kuatkanlah perasaan
Ayah” kata Kok Tiong, dia sendiri menjadi pucat mukanyadan menahan air matanya.
Hati siapa tidak akan menjadi gelisah memikirkan lenyapnyaisterinya di antara
keluarga itu, juga dua orang anaknya?Kao Liang menurunkan kedua tangannya.
Pipinya basah akan tetapi dari kedua matanyatidak lagi ada air mata mengalir.
“Hatiku lega mendengar bahwa bukan keluarga Sumayang melakukan perbuatan biadab
itu,” katanya setelah dia berdiri lagi. “Akan tetapibersama dengan kelegaan itu
hatiku menjadi makin khawatir karena kami sama sekalitidak tahu siapa gerangan
pelakunya.”“Ayah, mari kita cepat melanjutkan perjalanan mencari Twako,” kata
Kok Tiong.
Ayahnya mengangguk-angguk.
“Benar, akan tetapi tempat tinggal kakakmu terlalu jauh,aku khawatir
kalau-kalau akan terlambat....“Tiba-tiba Kian Bu berkata, “Paman, jangan
khawatir. Aku dan kakakku sudahmemperbincangkan urusan kalian itu dan kami
berdua sudah mengambil keputusan untukmembongkar rahasia ini. Bukan hanya untuk
menolong keluargamu dan mencari hartabendamu, melainkan juga untuk membersihkan
nama kami yang difitnah orang. Kakakkumenderita sakit, terluka parah dan sedang
berobat, bahkan sekarang pun aku sedangmembelikan obat untuknya. Tunggu kalau
dia sudah sembuh, kami berdua tentu akanmenyelidiki hal ini dan menangkap
orangnya yang telah melakukan semua perbuatansecara sembunyi itu dan
menggunakan nama kami!” Kian Bu bicara penuh semangat.
“Ah, kami menyesal sekali,
kami pernah pula menyerang kakakmu. Hal itu adalah karenakami masih
mengira....““Sudahlah, Paman Kao. Kakakku juga mengerti bahwa kalian salah
paham dan tidakmenaruh penyesalan.”“Betapapun juga, kami harus
menengoknya.”“Kalau begitu, marilah, Paman.”Berangkatlah Kian Bu, Siauw Hong,
diiringkan oleh Kao Liong dan dua orang puteranyaitu, menuju ke puncak Nelayan
yang tidak berapa jauh lagi dari situ. Siauw Hong merasagirang dan lega sekali
karena percakapan yang serius antara Kian Bu dan keluarga Kaotadi agaknya
membuat semua orang, terutama Kian Bu, lupa akan keadaan Kang Swisehingga tidak
lagi bertanya-tanya. Mereka melakukan perjalanan cepat mendaki puncakdan
matahari sudah mulai berkurang panasnya.
***
Ketika mereka tiba di lembah
bawah puncak Nelayan, tiba-tiba terdengar seruan,“Sute....!”Kian Bu dan Siauw
Hong cepat menengok dan cepat pula mereka berlari ke arahdatangnya suara itu,
diikuti oleh Kao Liang dan dua orang puteranya yang merasaterheran-heran
melihat bahwa yang memanggil itu adalah seorang berpakaian pengemisyang usianya
sudah enam puluh lima tahun lebih. Pengemis ini berdiri bersandarkanbatang
pohon dan terikat pada batang pohon itu dari dada sampai ke kaki, sama
sekalitidak mampu bergerak!“Suheng....! Kau kenapa....?” Siauw Hong bertanya
penuh keheranan dan cepat diabersama Kian Bu melepaskan ikatan itu.
Wajah Gu Sin-kai, pengemis
itu, menjadi merah sekali. “Celaka,” katanya. “Gadis setanitulah yang
melakukannya!”Siauw Hong terkejut. “Seorang gadis? Dan dia mampu mengalahkanmu
danmembelenggumu seperti ini, Suheng?” Tentu saja Siauw Hong kaget bukan main.
Suhengnya itu, Gu Sin-kai,
edalah murid pertama dari gurunya, ilmu kepandaiannyatinggi, akan tetapi kini
dapat dibelenggu oleh seorang gadis!Melihat pengemis itu ragu-ragu dan
kelihatan seperti malu untuk menceritakan karena disitu terdapat banyak orang,
Kian Bu lalu berkata, “Gu Sin-kai, harap kau tidak ragu-raguuntuk menceritakan
semuanya. Mereka ini bukan orang lain, melainkan Paman bekasJenderal Kao Liang
yang terkenal itu dan dua orang puteranya.”Memang nama Kao Liang amat terkenal,
apalagi hampir semua orang gagah di duniakang-ouw mengenal nama ini dengan
perasaan hormat, maka begitu mendengar bahwakakek gagah perkasa yang datang
bersama sutenya dan Siluman Kecil itu adalah bekaspanglima yang amat terkenal
itu, dia cepat menjura dengan hormat. “Ah, kiranya Kaotai-ciangkun....“Kao
Liang tersenyum. “Jangan menyebutku Tai-ciangkun karena aku sekarang bukanlagi
seorang panglima, bahkan perajurit pun bukan.”Gu Sin-kai mengangguk. “Maafkan
saya, Kao-enghiong.” Lalu dia bercerita kepada KianBu dan Siauw Hong. “Tadi ada
seorang gadis remaja yang liar naik ke sini. Ketikabertemu denganku, dia
mengatakan bahwa dia hendak bertemu dengan Taihiap SumaKian Lee. Aku merasa
curiga dan mengatakan bahwa tidak boleh sembarangan bertemudengan Suma-taihiap,
akan tetapi dengan lagak sombong dia mengatakan bahwa kalauaku tidak mau
menunjukkan, dia akan memukulku. Tentu saja aku makin curiga danmarah. Kami
bertempur dan ternyata dia lihai bukan main....““Hemmm, gadis itu apakah
pakaiannya serba hitam?” tiba-tiba Kian Bu bertanya.
“Ya benar! Apakah kau
mengenalnya, Taihiap?” tanya Gu Sin-kai.
Kian Bu menahan senyumnya dan
membayangkan wajah Hwee Li. Siapa lagi kalaubukan gadis liar yang lihai itu
yang dapat membelenggu Gu Sin-kai? Gadis itu liar, ganas,aneh dan ilmu
kepandaiannya tinggi. Sukar diduga apa saja yang akan dilakukan olehseorang
dara seperti Hwee Li.
“Mari kita cepat naik ke
puncak!” katanya tanpa menjawab pertanyaan Gu Sin-kai tadi.
Semua orang mengikutinya dan
mereka mendaki puncak dengan cepat.
Apa yang dikhawatirkan oleh
Kian Bu memang benar terjadi. Ketika dia dan yang lain-lain tiba di depan pintu
gerbang tempat tinggal Sai-cu Kai-ong, mereka melihat keributansedang terjadi
di situ. Dari jauh sudah nampak dua orang sedang bertanding denganserunya. Para
pengemis yang menjadi anak buah Sai-cu Kai-ong hanya mengurungdengan senjata di
tangan, tidak berani turun tangan. Kian Bu maklum bahwa Sai-cu Kai-ong adalah
seorang tua yang angkuh dalam hal pertandingan, sama sekali tidakmemperbolehkan
anak buahnya melakukan pengeroyokan. Padahal dia terdesak hebatdalam
perkelahian itu! Di dekat situ nampak Hwee Li berdiri sambil meringis
kesakitanmemegangi lengan kanannya yang agaknya terluka.
Pertempuran itu memang hebat
sekali. Kian Bu menjadi bengong dan kagum. Lawan dariSai-cu Kai-ong adalah
seorang wanita muda yang amat luar biasa gerakannya. Melihatbetapa Saicu
Kai-ong sampai mempergunakan tongkatnya melawan wanita yangbertangan kosong
itu, dan masih terdesak, dapat diduga betapa lihainya wanita ini, wanitacantik
yang pandang matanya tajam mencorong namun alisnya berkerut seperti orangsedang
marah atau berduka.
Kian Bu, Siauw Hong, Kao Liang
dan dua orang puteranya itu segera mengenal wanitaitu.
“Ceng Ceng....!” Terdengar
bekas jenderal itu menahan seruannya ketika dia mengenalmantunya. Kian Bu yang
tadinya teringat bahwa wanita itulah yang disebut “subo” olehHwee Li, mendengar
disebutnya nama ini menjadi terkejut sekali dan kini dia punteringatlah bahwa
guru Hwee Li itu adalah Ceng Ceng! Adapun Siauw Hong jugamengenal wanita
perkasa itu ketika Ceng Ceng dan suaminya, Kao Kok Cu, berada didalam restoran
di mana Kok Cu membagi-bagikan masakan kepada para pengemis.
Melihat bahwa wanita itu
adalah Ceng Ceng, yang baru sekarang diingatnya, Kian Bucepat meloncat ke depan
dan berseru. “Tahan....! Kita berada di antara teman sendiri!”Ceng Ceng menahan
gerakannya dan kini dia berdiri tegak, sepasang matanya mencorongmemandang ke
arah pemuda berambut putih yang berdiri di depannya. Sejenak merekaberpandangan
dengan sinar tajam penuh selidik, kemudian terdengar Kian Bu berkatalirih,
“Ceng Ceng, Lupakah kau kepadaku? Aku Suma Kian Bu....““Ohhh....!” Sepasang
mata itu terbelalak, bibir itu tersenyum dan dia cepat menjura.
“Ahhh, kiranya Paman....“
katanya agak gagap karena memang belum terbiasa olehnyamenganggap pemuda dari
Pulau Es ini sebagai pamannya.
“Ceng Ceng....!”Wanita itu
terkejut dan menengok. Bukan main kagetnya ketika dia melihat bahwa
ayahmertuanya berada di situ pula.
“Twa-so....!” Kok Tiong dan
Kok Han juga berseru.
“Ayah....! Adik Tiong dan Adik
Han....!” Ceng Ceng cepat menghampiri dengan wajahberseri. “Ayah di sini?” Dia
cepat memberi hormat.
“Ceng Ceng, kebetulan sekali
kita bertemu di sini. Mana suamimu? Kami sedang hendakmencari kalian di
utara”“Kami sudah lama meninggalkan utara, Ayah. Puteramu tidak jauh dari sini
dan kami....
ah, panjang ceritanya, Ayah.
Akan tetapi mengapa Ayah dan kedua adik berada di sini?”Bekas jenderal itu
menarik napas panjang. Ceritanya juga panjang, nanti kuceritakansemua
kepadamu....” Dia menoleh ke arah Kian Bu. “Ceng Ceng, sebaiknya urusanmu
disini dibereskan dulu. Apa yang terjadi dan kenapa kau berkelahi?”“Benar, Ceng
Ceng, kenapa kau berkelahi dengan Paman Sai-cu Kai-ong? Paman, apakahyang telah
terjadi dan mengapa kalian berdua bertempur?” Kian Bu juga bertanya.
“Ahhh, semua adalah gara-gara
Hwee Li yang bengal! Hwee Li, hayo kauceritakansemua perbuatanmu yang
mengakibatkan aku sampai bertempur dengan Locianpwe ini!”Ceng Ceng berkata
kepada Hwee Li sambil menghampiri muridnya itu dan memeriksaluka di lengan
muridnya, mengobatinya dan membalutnya dengan saputangan.
Mulut yang indah bentuknya itu
cemberut, matanya yang tajam menyambar ke kanankiri, mengamati semua orang dan
agak lama berhenti di wajah Kian Bu. Lalu dia berkatakepada Kian Bu, “Eh, kau
sudah kubantu mendapatkan obat untuk kakakmu, apakahengkau juga akan
menyalahkan aku dan membantu tuan rumah yang galak ini?” Diamenuding ke arah
Sai-cu Kai-ong.
Kian Bu menahan senyumnya.
Dara itu sebenarnya bukan kanak-kanak lagi, baik dilihatdari wajahnya yang
cantik jelita maupun bentuk tubuhnya, akan tetapi sikapnya benar-benar seperti
seorang anak kecil! “Aku tidak menyalahkan siapa-siapa, kita berada diantara
orang-orang sendiri, maka sebaiknya semua kesalahfahaman diselesaikan
dengandamai. Hwee Li, mengapa engkau membelenggu Gu Sin-kai ini di bawah
sana,mengikatnya pada sebatang pohon?”Hwee Li tersenyum. “Siluman Kecil, kau
sudah tahu namaku sekarang?”“Tentu saja! Dan Lee-koko sangat berterima kasih
kepadamu.”“Ah, bagaimana dengan dia? Ketahuilah, ketika aku mendengar darimu
bahwa.... diaterluka parah, aku lalu menyusul ke sini dan aku ingin sekali
menengoknya. Aku pernahmengenalnya, pernah mengobati pahanya dan kini mendengar
dia menderita luka parah,aku ingin menengoknya. Salahkah itu? Akan tetapi....
para jembel ini....““Hwee Li!” Ceng Ceng menghardiknya.
Hwee Li melirik ke arah Ceng
Ceng dengan mulut cemberut. “Subo, harap Subo lihatpakaian mereka,” dia
menuding ke arah anak buah Sai-cu Kai-ong, “Bukankah merekaitu pengemis semua
dan bukankah pengemis juga boleh disebut jembel?”“Hemmm, bocah bengal! Jangan
kurang ajar kau!” kembali Ceng Ceng menghardik.
Sering kali nyonya muda ini
merasa kewalahan menghadapi muridnya yang bengal danpandai bicara itu, dan
sering dia memarahi Hwee Li sungguhpun di dalam hatinya diasayang sekali kepada
dara ini dan hal ini pun diketahui oleh Hwee Li sehingga murid initidak pernah
merasa sakit hati dimarahi oleh subonya.
“Baiklah, Subo. Siluman Kecil,
ketahuilah, ketika aku hendak menengok kakakmu, akudilarang naik ke puncak oleh
jem.... eh, oleh kakek itu.” Dia menuding ke arah Gu Sin-Kai. “Kami bertempur
dan dia lalu kuikat di pohon agar tidak menghalangiku. Masihbaik aku tidak
mengetuk kepalanya....!” Dia melerok ke arah Gu Sin-kai yang hanyamenundukkan
mukanya dan masih terheran-heran dan penasaran bagaimana dia telahdikalahkan
oleh dara remaja yang sikapnya masih seperti anak kecil itu!“Kemudian, ketika
tiba di depan pintu gerbang ini, muncul jem.... eh, kakek tua yanglihai ini.
Aku kalah dan untung datang Subo yang membantuku setelah lenganku terlukaoleh
tongkat bututnya.”“Aku tadinya tidak tahu akan duduk perkaranya, akan tetapi
melihat Hwee Li terluka olehLocianpwe ini, tentu saja aku lalu membelanya,
Paman,” kata Ceng Ceng kepada KianBu sehingga Sai-cu Kai-ong dan para murid
serta anak buahnya terheran-heran mengapanyonya muda itu menyebut paman kepada
Kian Bu, padahal usia mereka sebaya. Tentusaja bekas Jenderal Kao Liang dan dua
orang puteranya yang sudah tahu bahwa CengCeng adalah cucu isteri Pendekar
Super Sakti, tahu akan hubungan mereka dan tidakmenjadi heran.
“Ahhh, sungguh kesalahan
terletak pada kami,” Sai-cu Kai-ong berkata dan menjura kearah Ceng Ceng.
“Kepandaian Toanio sungguh amat hebat luar biasa dan harap sukamemaafkan kami
yang terlalu mencurigai orang. Suma Kian Lee sedang terluka parahdan tidak
boleh sembarang ditengok orang, apalagi kami belum mengenal muridmu ini,maka
kami melarangnya.”Akan tetapi Ceng Ceng sudah tidak memperhatikan lagi
kata-kata itu. Dia menolehkepada Kian Bu dan bertanya dengan wajah agak
berubah, “Paman Kian Lee terlukaparah....?” Dia bertanya.
“Benar, Subo. Dan aku yang
mencarikan obatnya. Kalau tidak ada aku, tidak mungkinSiluman Kecil bisa
mendapatkannya dengan mudah.”“Kenapa kau tidak rnenceritakan kepadaku? Ah,
bocah bodoh. Hayo kita cepat menengokPaman Kian Lee!”Kian Bu cepat
memperkenalkan mereka semua, keluarga Jenderal Kao Liang dan CengCeng serta
muridnya kepada Sai-cu Kai-ong. Kakek ini terkejut sekali mendengar bahwapara
tamunya adalah orang-orang yang telah lama dikagumi dan dijunjung
tingginamanya, apalagi nama bekas Jenderal Kao Liang, dan dia terkejut
mendengar bahwanyonya muda bekas lawannya itu adalah isteri dari pendekar si
Naga Sakti dari IstanaGurun Pasir! Dengan ramah dan penuh hormat dia lalu
mempersilakan mereka semuamasuk dan mereka langsung mengunjungi Suma Kian Lee
yang masih rebah di ataspembaringan di dalam kamar.
Akan tetapi setelah tiba di
luar pintu, Sai-cu Kai-ongmenahan mereka dan berkata halus, “Harap Cu-wi
sekalian sudi memaafkan saya.
Biarpun Kian Lee telah
terbebas dari bahaya maut, akan tetapi tubuhnya masih lemahsekali, maka
kunjungan banyak orang tentu akan mengejutkannya dan melelahkannya.
Oleh karena itu, sebaiknya
kunjungan dilakukan secara bertahap dan terpisah, dansebaiknya kalau satu demi
satu?”“Aku akan, menengoknya lebih dulu!” Hwee Li sudah melangkah maju. Melihat
ini,yang lain mengalah dan diam-diam Ceng Ceng mengerutkan alisnya menyaksikan
sikapmuridnya itu. Akan tetapi di depan banyak orang, dia diam saja tidak
mencegah dan pintukamar itu dibuka oleh Sai-cu Kai-ong yang membiarkan Hwee Li
menyelinap masuk.
Hwee Li melangkah perlahan
mendekati pembaringan di mana Kian Lee rebah terlentangdengan mata terpejam.
Wajahnya yang tampan masih agak pucat dan tubuhnya agakkurus. Hwee Li berdiri
dekat pembaringan, pandang matanya menatap wajah itu tanpaberkedip. Selama
bertahun-tahun ini, semenjak dia mengobati paha Kian Lee ketikaterluka dahulu
(baca Kisah Sepasang Rajawali), dia tidak pernah melupakan Kian Leeyang
dikaguminya. Kini, melihat pemuda itu, jantungnya berdebar aneh dan baru
pertamakali ini selama hidupnya Hwee Li yang keras hati itu merasa terharu dan
hampir saja diameneteskan air mata kalau dia tidak cepat-cepat memejamkan mata
dan mengeraskan hatimenekan perasaan. Ketika dia membuka kembali matanya, dia
melihat bahwa Kian Leetelah sadar dan menengok kepadanya, memandang kepadanya
dengan mata terbelalak.
Akan tetapi segera Kian Lee
tersenyum dan mengenalnya, bahkan sudah bangkit duduk.
“Ahhh, kiranya engkau yang
datang, Hwee Li,” kata Kian Lee wajah gembira.
Hwee Li cepat duduk di atas
bangku dekat pembaringan. “Kau masih mengenal aku?”Suaranya agak gemetar karena
dia masih terharu.
“Tentu saja, apalagi karena
adikku telah menceritakan betapa engkau yang membantunyamencari jamur panca
warna. Hwee Li, beberapa tahun yang lalu engkau pernahmenyelamatkan nyawaku
ketika pahaku terluka oleh bibi gurumu, dan kini kembaliengkau menyelamatkan
nyawaku dengan bantuanmu mendapatkan jamur panca warna.
Sungguh aku berhutang budi
kepadamu, Hwee Li.”“Ahhhhh, siapa ingin bicara tentang budi? Mukamu pucat
sekali, Kian Lee, tubuhmukurus dan kau kelihatan lemah sekali. Hemmm, sungguh
keji sekali Siluman Keciladikmu itu! Ingin aku mengetuk kepalanya karena dia
berani memukulmu seperti ini!”Kian Lee tersenyum dan matanya bersinar-sinar.
Melihat dan mendengar kata-kata gadisini benar-benar mendatangkan semangat dan
gairah hidup, seolah-olah ada cahayamatahari cerah memasuki kamarnya dari
jendela.
“Sudah cukup kau menghajarnya,
Hwee Li. Kasihanilah dia karena dia memukul akutanpa disengaja. Kami berkelahi
karena kami berdua dalam penyamaran dan tidak salingmengenal. Eh, kau dari mana
saja, Hwee Li? Selama lima enam tahun tidak berjumpa,engkau kini telah menjadi
seorang gadis yang lihai dan sudah dewasa.”Sepasang mata itu bersinar-sinar
amat indahnya. “Benarkah kau tidak melupakan aku?Aku telah banyak merantau,
Kian Lee, sampai di gurun pasir, bahkan melintasi lautanbersama burung garuda.
Akan tetapi aku tidak pernah bertemu denganmu, dan barusecara kebetulan aku
bertemu dengan Siluman Kecil yang ternyata adalah Kian Bu,adikmu.”Selama ini
Kian Lee banyak menanggung penderitaan batin sehingga dia selalu murungdan
kurang gembira. Baru sekarang dia merasa gembira sekali memandang dan
bicaradengan gadis ini. Sungguh, luar biasa lucu dan menggembirakannya melihat
gadis inibicara, menyebut namanya dan nama adiknya begitu saja seolah-olah Hwee
Li merasalebih tua, lebih pandai dan lebih segala-galanya! Akan tetapi di dalam
semua itu terdapatkewajaran yang menyegarkan, sehingga orang tidak akan merasa
tersinggung olehsikapnya yang polos, wajar dan jujur sehingga agak kasar itu.
Tidak ada bosannyamendengar Hwee Li bercerita panjang lebar dengan gerakan
kedua tangannya dan bibiritu bergerakgerak dengan kenesnya, mata itu
bersinar-sinar. Dari cerita ini Kian Leemendengar bahwa Hwee Li telah berguru
kepada Ceng Ceng yang kini menjadi nyonyaKao Kok Cu, tinggal di Istana Gurun
Pasir dan mempunyai seorang anak laki-laki yangtelah lenyap!“Subo dan Suhu
sekarang mencari-carinya....“Pada saat itu, pintu kamar terbuka dan masuklah
Sai-cu Kai-ong. “Nona, harap Nonamenyudahi kunjungan Nona karena yang lain-lain
juga ingin masuk. Maaf, dia tidakboleh diganggu terlalu lama.”“Akan tetapi
siapa yang mengganggunya? Aku sama sekali tidak mengganggunya!Bukankah aku
tidak mengganggumu, Kian Lee?” Hwee Li membantah.
Kian Lee menggeleng kepala
lalu bertanya kepada kakek itu, “Paman, siapakah yangakan mengunjungi aku?”“Ada
Panglima Kao Liang di luar....““Ahhh!” Kian Lee terkejut dan dia lalu berkata
kepada Hwee Li, “Hwee Li, maafkan aku.
Harap kau suka keluar dulu dan
membiarkan Jenderal Kao masuk.”“Huh, jadi kau lebih suka bercakap-cakap dengan
segala macam jenderal, ya? Kau lebihsenang bicara dengan dia daripada dengan
aku?”Kian Lee tersenyum. “Tidak begitu, Hwee Li, akan tetapi kasihan dia yang
sudah menantisejak tadi.”Dengan mulut cemberut Hwee Li terpaksa meninggalkan
kamar itu dan ketika di pintukamar dia bertemu dengan Kao Liang, dia
mencibirkan bibirnya kepada bekas panglimabesar itu!Bekas Jenderal Kao Liang
memasuki kamar. Kian Lee memandangnya danmempersilakan duduk dengan tangannya.
Kao Liang duduk dan berkata, “Kedua orangputeraku berada di luar pula, akan
tetapi karena kami tidak ingin banyak menggangguSicu yang sedang sakit, maka
aku mewakili mereka untuk menengok dan sekalian mintamaaf kepada Sicu atas
sikap kami tempo hari.”“Ah, Lo-ciangkun terlalu sungkan....”“Sicu, saya bukan
panglima lagi. Kami telah bertemu dengan adikmu dan barulah kamitahu bahwa Sicu
berdua sama sekali bukan orang yang telah mengganggu keluarga kami,maka
maafkanlah kami atas penyerangan kami terhadap Sicu tempo hari karena
kamitadinya mengira bahwa....““Sudahlah Lo-enghiong. Aku pun sudah mengerti dan
sudah menduga bahwa terjadikesalahfahaman di sini. Bahkan aku dan adikku sudah
bersepakat untuk kelak setelah akusembuh, membantu keluarga Lo-enghiong dan
membongkar rahasia itu, menghukumpenjahatnya yang telah menjatuhkan fitnah kepada
kami.”Kao Liang lalu bangkit berdiri dan menjura. “Terima kasih, Sicu. Sungguh
bodoh sekalibahwa saya pernah meragukan kemuliaan budi dan kegagahan keluarga
Pulau Es.
Perkenankan saya keluar dan
harap Sicu menjaga diri baik-baik agar cepat sembuh.”“Terima kasih.”