46 Hosing Polong Pendeta India
Yo Him dan yang lainnya ketika
melihat keadaan Ciu Pek Thong jadi tertegun, apalagi di depannya berjalan
pendeta gemuk itu, yang segera diduga oleh Yo Him sebagai pendeta yang tengah
dicari oleh mereka, yaitu si pendeta yang tangguh ilmu sihirnya.
Sedangkan si pendeta gemuk itu
telah melangkah dengan bibir tersungging senyuman. Hanya matanya saja yang
memancarkan sinar yang sangat tajam, di balik sinar matanya itu mengandung hawa
pembunuhan yang buas......
“Locianpwe.....!” berseru Yo
Him setelah tersadar dari tertegunnya. Dia melompat ke dekat si pendeta gemuk.
Tetapi pendeta gemuk itu telah
menggerakkan ke dua tangannya, mulutnya telah berkomat-kamit tidak hentinya,
seperti tengah membaca mantera.
Yo Him mengeluarkan seruan
panjang, karena dia merasakan matanya mendadak saja berkunang-kunang. Diapun
telah mengeluarkan seluruh tenaga lweekangnya, menghantam dengan tangan
kanannya pada pendeta itu.
Si pendeta terkejut, semula
dia membaca manteranya maka Yo Him akan dapat dipengaruhinya seperti juga yang
lainnya. Namun betapa terkejutnya ketika memperoleh kenyataan Yo Him tidak
segera dapat dikuasainya, malah kini menghantamnya dengan pukulan yang begitu
dahsyat.
Cepat-cepat si pendeta gendut
telah melompat ke samping, dia membaca terus manteranya.
Yo Him merasakan kepalanya
seperti juga dihantam oleh pukulan-pukulan martil besi, sakitnya luar biasa, di
samping matanya berkunang-kunang.
Namun mengetahui bahwa pendeta
ini tangguh ilmu sihirnya, Yo Him berusaha untuk mengendalikan dirinya agar
tidak sampai dikuasai oleh ilmu sihirnya si pendeta. Dengan demikian, segera
juga terlihat betapa pendeta itu berusaha merubuhkannya dengan menteranya.
Yo Him juga beberapa kali
menyerangnya. Pendeta itu jadi kelabakan. Memang tangguh ilmu sihirnya, tapi
bicara soal ilmu silat, dia hanya memiliki kepandaian yang tidak seberapa. Maka
diserang membabi buta oleh Yo Him seperti itu, dia jadi sibuk luar biasa,
beberapa kali dia harus menggulingkan dirinya di tanah, karena terdesak hebat.
Sedangkan Yo Him telah
mempergunakan seluruh lweekang yang ada padanya untuk menyerang si pendeta
dengan gencar. Dan pengaruh dari si pendeta memang dapat dibendung dengan
mengerahkan seluruh lweekangnya. Karena diserang membabi buta seperti itu, si
pendeta jadi tidak bisa memusatkan seluruh manteranya guna menguasai Yo Him.
Sebetulnya, di dalam peristiwa
ini terdapat suatu hal yang secara kebetulan sekali.
Seperti diketahui, jika ingin
dibandingkan hal ilmu silat, maka biarpun Yo Him memiliki ilmu yang tinggi
sekali, namun dia belumlah mencapai puncak kesempurnaan seperti Ciu Pek Thong
atau Yo Ko. Tetapi di saat ke dua orang itu berhasil dikuasai oleh pendeta
gemuk itu, demikian juga halnya dengan Swat Tocu yang kepandaiannya tidak
berada di bawah kepandaiannya Yo Ko pun berhasil dikuasai oleh ilmu sihir si
pendeta, adalah Yo Him gagal dikuasai si pendeta.
Itu disebabkan pada diri Yo
Him terdapat berbagai macam latihan lweekang, ke dua dia merupakan seorang yang
polos jiwa dan pikirannya. Di jamannya itu hanya ada dua orang yang keadaan
jiwanya seperti Yo Him, yaitu yang seorang lainnya adalah Kwee Ceng. Hanya
bedanya jika Kwee Ceng agak tolol dan pikirannya sederhana, justru Yo Him
memang cerdik. Tetapi kepolosan jiwanya itulah membuat lweekang yang dimilikinya
dari berbagai aliran itu jadi lurus, dan ilmu sesat seperti ilmu sihir yang
dipergunakan si pendeta tidak dapat mempengaruhinya dengan sepenuhnya.
Memang ada juga pengaruh yang
dirasakan oleh Yo Him atas ilmu sihir si pendeta, yaitu dia merasakan kepalanya
sakit dan juga, tangannya mulai linu. Namun Yo Him masih sanggup mempergunakan
lweekangnya untuk menyerang si pendeta dan membuat pendeta itu jadi sibuk bukan
main berkelit ke sana ke mari, sehingga dia tidak bisa untuk mencurahkan
seluruh ilmu sihirnya guna menguasai Yo Him.
Malah semakin lama Yo Him
semakin bisa menguasai dirinya dan menyerang semakin hebat. Maka ketika suatu
kali si pendeta tengah berkelit ke samping kanan, Yo Him membarengi dengan
memukul mempergunakan tangan kirinya. Si pendeta kembali cepat-cepat ingin
menyingkir tetapi Yo Him rupanya hanya menggertak dengan tangan kirinya itu.
Dia telah menyusuli dengan
pukulan tangan kanannya yang mengenai telak sekali dada si pendeta, sampai
tubuh si pendeta terjungkir balik beberapa kali, bergulingan di tanah, dan
tubuhnya yang bulat gemuk besar itu telah membentur keras sekali batang pohon.
Yo Him tidak membuang-buang
kesempatan itu, dia telah melompat ke samping si pendeta dan menotoknya. Maka
segera juga si pendeta tidak berkutik, karena jalan darah Kie-cie-hiat nya
telah tertutup oleh totokan Yo Him, dia tidak bisa bergerak lagi. Malah Yo Him
tidak berhenti sampai di situ saja, dia telah menotok pula Ah-hiat, jalan darah
gagu dan juga jalan darah penting di tubuh si pendeta, yang terletak di pundak
kiri dan kanan. Dengan ditotok seperti itu, jangan harap si pendeta dapat
membebaskan diri sebelum dua hari!!
Yo Him merasakan pengaruhnya
ilmu sihir si pendeta telah lenyap, kepalanya yang semula sangat sakit telah
hilang. Dan kemudian Yo Him berjongkok, dia memijit jalan darah Lung-cie-hiat
si pendeta, diapun membentak: “Dengan ilmu apa kau pengaruhi ayahku dan yang
lainnya itu.....? Cepat bebaskan mereka.....!”
Si pendeta cuma diam, matanya
saja yang menatap Yo Him dengan sorot yang sangat tajam. Dan waktu itu, Yo Him
telah menggerakkan tangan kanannya, dia menghantam jalan darah tung-su-hiat si
pendeta, dengan tepukan yang kuat sekali, sampai pendeta itu meringis
kesakitan. Jalan darah itu adalah jalan darah yang sangat penting di tubuh
manusia, jika kena ditepuk dan jalan darah itu jadi terhambat, niscaya akan
membuat orang tersebut bercacat dan juga akan membuat orang yang menjadi korban
tepukan di jalan darah itu menderita kesakitan yang hebat.
Tubuh si pendeta telah
menggigil, karena dia menahan rasa sakit yang luar biasa. Akhirnya dia
mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali, dia dalam keadaan tertotok dengan
demikian dia tidak bisa bicara. Yo Him yang melihat pendeta itu
mengangguk-angguk, barulah dia membuka totokannya pada Ah-hiat si pendeta,
“Katakan, kau mau memulihkan
keadaan ayahku dan yang lainnya itu atau engkau ingin mampus dengan cara yang
tersiksa?!” bentak Yo Him dengan suara yang bengis.
Pendeta India itu menyadari,
jika dia berkeras kepala tidak mau memulihkan keadaan Sin-tiauw-tay-hiap dan
yang lainnya dan Yo Him naik darah, lalu menghantamnya, dia akan terbinasa.
Jika mati dengan segera, itu masih bagus. Tetapi jika pemuda itu menyiksanya
terus menerus?
“Baiklah...... aku akan
memulihkan keadaan mereka!” kata si pendeta.
Yo Him telah membebaskan si
pendeta dari totokaanya, dan dia bisa bergerak. Namun karena si pendeta
menyadari kepandaiannya tidak bisa menandinginya Yo Him, ia menurut saja.
Mulutnya berkomat-kamit perlahan sekali membaca mantera, dan dia telah
memulihkan keadaan Yo Ko dan yang lainnya, yang waktu itu telah tersadar dari
keadaannya, seperti juga mereka dari mimpi.
Yo Ko dan yang lainnya
terheran-heran, tetapi setelah mendengar cerita Yo Him, yang menceritakan
kebusukan pendeta itu, bukan main murkanya Swat Tocu. Tanpa bisa mengendalikan
diri lagi, Swat Tocu telah melompat, di mana tangannya bergerak, akan
menghantam batok kepala si pendeta. Namun tubuh si pendeta telah mencelat,
melarikan diri......”
Yo Ko dan Ciu Pek Thong yang
waktu itu telah tersadar dari “tenungan” si pendeta, sebetulnya hendak
mencegah, namun mereka terlambat. Karena tubuh mereka masih dalam keadaan
lemah, akibat bekas pengaruh ilmu sihir si pendeta yang luar biasa sekali.
Sedangkan Yo Ko juga telah
menceritakan, bahwa dia sesungguhnya tengah berkelana untuk mencari Yo Him,
untuk diajaknya pulang ke tempat mereka, karena Yo Ko baru saja berhasil
merampungkan seluruh ilmu ciptaannya, yang telah disempurnakan. Dia bermaksud
akan mewarisi seluruh kepandaiannya kepada Yo Him. Tetapi siapa sangka dia
bertemu dengan pendeta itu, dengan demikian dia telah kena di “tenung” oleh
pendeta tersebut yang mempergunakan ilmu sihirnya, membuat dia akhirnya tidak
ingat diri.
Si pendeta sebetulnya berasal
dari Thian-tiok, India. Dia bernama Hosing Polong. Memang sejak dilahirkan pada
tubuh dan pancaran mata Hosing Polong ada semacam kekuatan gaib. Sehingga
ketika dia berusia lima tahun, seorang pendeta sakti dari India telah tertarik
hatinya untuk mendidik Hosing Polong dengan ilmu sihir dan ilmu silat.
Pada usia duapuluh tahun
Hosing Polong telah memiliki ilmu sihir yang luar biasa hebatnya, juga ilmu
silatnya cukup tinggi. Sehingga ketika latihan mengadu kekuatan ilmu sihirnya
dengan gurunya, bahkan gurunya yang mendidiknya itu bisa dipengaruhi oleh
kekuatan ilmu sihirnya.
Sehingga di negara India,
Hosing Polong sudah tidak ada tandingannya lagi. Banyak tokoh-tokoh sihir dari
India yang dirubuhkannya dengan mudah.
Alkisah pernah suatu ketika
Hosing Polong, pergi ke istana raja India dan dapat memasuki kamar raja dengan
mudah sekali. Semua pengawal-pengawal raja dan panglima-panglima kerajaan dapat
disihirnya dengan mudah. Sehingga apabila Hosing Polong bermaksud mencelakai
rajanya, dia dapat melaksanakannya dengan mudah sekali. Namun karena Hosing
Polong hanya bermaksud untuk main-main saja dan tidak mempunyai niat jahat,
maka dia hanya mencuri kitab-kitab kuno kerajaan untuk dipelajarinya.
Raja India tidak menjadi marah
atas perbuatan Hosing Polong, maka raja India telah mengirimkan utusan dengan
membawa satu peti permata untuk membujuk Hosing Polong agar mau menjadi Koksu
Negara. Namun karena Hosing Polong ingin hidup bebas, dia menolak permintaan
rajanya.
Demikanlah nama Hosing Polong
sangat terkenal sekali di India, sehingga dia dijuluki sebagai “Dewa Sihir”
oleh jago-jago sihir India, yang mengakui Hosing Polong sebagai rajanya
jago-jago sihir.
Akhirnya Hosing Polong merasa
bosan juga tinggal di India, karena dia sudah tidak ada tandingannya lagi di
negara itu.
Pada suatu hari Hosing Polong
mendengar bahwa di Tiongkok banyak sekali tokoh-tokoh saktinya, terutama yang
paling menonjol yaitu nama-nama Yo Ko, Oey Yok Su, Ciu Pek Thong, It Teng Taysu
dan lain-lainnya.
Maka pergilah Hosing Polong ke
daratan Tiong-goan untuk mengajak bertanding tokoh-tokoh sakti tersebut.
Sekalian apabila tokoh-tokoh itu telah bisa dikuasai oleh ilmu sihirnya, maka
ia akan menyuruh tokoh-tokoh sakti itu untuk mengeluarkan ilmu silat
simpanannya yang ada guna dicangkoknya. Karena walaupun Hosing Polong memiliki
ilmu sihir yang luar biasa hebatnya, tetapi ilmu silatnya tidak begitu tinggi.
Demikianlah Yo Ko yang dalam
keadaan tertidur, Swat Tocu yang tidak percaya ilmu sihir dan menganggap ringan
lawannya, serta tokoh-tokoh Tiong-goan lainnya, dapat dipengaruhi ilmu
sihirnya.
Yo Ko yang kena dikuasai oleh
pengaruh ilmu sihir Hosing Polong menjadi kagum kepada pendeta India itu,
karena di daratan Tiong-goan tiada seorangpun tokoh sihir yang dapat
mempengaruhi diri Yo Ko, walaupun dalam keadaan tertidur.
Namun Swat Tocu yang beradat
berangasan ketika telah tersadar, dia melompat ingin menghajar batok Hosing
Polong. Tapi secepat kilat tokoh sihir itu telah melarikan diri.
Demikianlah Hosing Polong yang
disegani dan dihormati di negaranya sebagai “Dewa Sihir” harus melarikan diri
guna menyelamatkan nyawanpa dari tangan tokoh-tokoh sakti daratan Tiong-goan
yang sangat marah atas perbuatannya yang menyihir tokoh-tokoh tersebut.
Setelah saling berkenalan satu
dengan yang lainnya, di antara Sasana dengan Swat Tocu dan yang lain-lainnya,
maka rombongan Yo Ko dan Swat Tocu telah diajak untuk bertemu dengan pangeran
Ghalik.
Memang semula dalam pertemuan
antara Yo Ko denyan pangeran Ghalik terdapat suatu ganjalan, namun setelah
tukar pandangan beberapa saat di antara mereka, dan mendengar nasib buruk yang
menimpa keluarga pangeran Ghalik, malah melihat hubungan yang intim antara Yo
Him, puteranya itu dengan Sasana, puteri pangeran Ghalik, Yo Ko akhirnya mau
juga melenyapkan ganjalan itu. Dia hanya mengharapkan agar pangeran Ghalik
mengundurkan diri dari dunia politiknya.
“Apakah gunanya nama dan
pangkat, terlebih lagi Tayjin telah difitnah sedemikian rupa oleh Tiat To
Hoat-ong, dan diperlakukan oleh Kaisar tidak selayaknya, bukankah terlebih baik
Tayjin mengambil jalan hidup sebagai rakyat jelata saja....?!” kata Yo Ko.
Pangeran Ghalik tidak segera
menyahuti, dia menghela napas, dan termenung beberapa saat lamanya, sampai
akhirnya dia menyahuti: “Ya, apa perlunya nama dan pangkat. Bukankah jika
memang aku melepaskan pangkat dan kedudukan, aku dapat melewati hari-hari tuaku
dengan tenang.....!”
Dan setelah berkata demikian,
pangeran Ghalik menghela napas lagi, lalu kemudian iapun berkata lagi: “Tetapi
sulit buat aku menghilangkan jejak, karena Tiat To Hoat-ong dan orang-orangnya
akan tetap melakukan pengejaran kepadaku. Disamping itu, Kaisar juga tentu akan
menyebarkan jago-jagonya untuk mencari jejakku.....!”
“Jika memang Tayjin terbentur
akan hal itu, dapat kami janjikan bantuan untuk berusaha menghadapi mereka.
Inipun jika memang 'l'ayjin kelak dipersulit oleh mereka, orang-orangnya Kaisar
dan Tiat To Hoat-ong.....!”
Pangeran Ghalik menyatakan
terima kasihnya, dan dia telah mengatakan ingin memikirkan dulu selama beberapa
hari perihal usul yang diberikan Yo Ko.
Malam itu, Yo Ko menceritakan
pengalamannya kepada Yo Him dan yang lainnya, mengapa dia sampai bisa terjatuh
dalam pengaruh ilmu sihirnya Si pendeta India yang bernama Hosing Polong itu.
Sesungguhnya, jika saja Yo Ko disihir dalam keadaan sadar, belum tentu dia bisa
dipengaruhi ilmu sihir si pendeta.
Namun justru si pendeta telah
melancarkan ilmu sihirnya itu untuk mempengaruhi Yo Ko di saat
Sin-tiauw-tay-hiap ini tengah tertidur nyenyak di kamar dalam rumah penginapan
tempat persinggahannya. Dan sekali dia kena dipengaruhi, seterusnya dia
dipengaruhi dengan mudah sekali oleh pendeta itu, di mana Yo Ko setelah
diperalat oleh pendeta itu tanpa dia sadari dan setiap perintah dari si pendeta
India itu akan di patuhinya dengan segera tanpa memiliki daya lawan sedikitpun
juga...... Lweekang Yo Ko sudah sempurna, jika berhadapan berterang, pendeta
itu jangan harap dapat menguasainya.
Berbeda dengan Swat Tocu yang
tidak mempercayai akan ilmu sihir. Waktu itu dia bersama-sama dengan Yeh-lu
Chi, Kwee Hu, Ko Tie dan Yeh-lu Kie tiba di daratan Tiong-goan, dan tengah
melakukan perjalanan untuk diajak oleh Kwee Hu ke tempat berdiamnya Kwee Ceng
dan Oey Yong, justru mereka melihat Yo Ko, yang keadaannya begitu luar biasa
maka mereka segera juga mengikutnya. Namun Yo Ko dan si pendeta telah keburu
melenyapkan jejaknya. Dengan demikian, mereka mengejarnya terus setelah
memperoleh keterangan dari Cu Kun Hong.
Dengan demikian, mereka telah
berhasil bertemu dengan si pendeta gemuk itu, dan karena Swat Tocu tidak
mempercayai akan ilmu sihir, waktu dia akan menyerang si pendeta, tahu-tahu dia
lenyap kesadarannya, dan telah dikuasai oleh si pendeta. Dengan demikian, semua
ilmu dan kepandaian silatnya yang begitu sempurna jadi tidak ada artinya
lagi.....
Apa lagi Yeh-lu Chi, Kwee Hu dan
yang lainnya, mereka memang memiliki lweekang di bawah Swat Tocu, dengan
demikian mudah sekali Hosing Polong menguasai mereka dengan ilmu sihirnya itu.
Dengan terjadinya peristiwa
itu, maka semua jago-jago itu jadi kumpul di situ. Yo Ko memberikan kesanggupannya
untuk membantu pangeran Ghalik memberikan hajaran pada Tiat To Hoat-ong.
Waktu itu, Sasana jadi girang
bukan main, karena dengan berkumpulnya tokoh-tokoh persilatan yang memiliki
ilmu sulit dicari tandingannya di kolong langit ini, niscaya Tiat To Hoat-ong
akan dapat mereka hadapi.
Sedangkan Ciu Pek Thong jadi
sibuk sekali mengajak Yo Ko bercakap-cakap. Malah Ciu Pek Thong tidak hentinya
meminta adik angkatnya itu agar bercerita padanya tentang kerajaan Langit.....
Yo Ko yang mengetahui tabiat
dari kakak angkatnya ini telah tersenyum dan meluluskan permintaan orang, dia
segera menceritakan berbagai dongeng mengenai keadaan di kerajaan Langit.....
◄Y►
Tiat To Hoat-ong berhari-hari
telah menyebarkan orang-orangnya untuk melakukan penyelidikan dengan ketat.
Selama itu memang Tiat To Hoat-ong selalu diliputi penasaran dan dia bertekad,
walaupun bagaimana harus dapat mencari jejak Ciu Pek Thong dan Yo Him. Karena
itu, dengan demikian Tiat To Hoat-ong mengerahkan kurang lebih seribu orang
jago-jago istana untuk melakukan penyelidikan terhadap jejak Ciu Pek Thong dan
Yo Him.
Usaha yang dilakukan oleh Tiat
To Hoat-ong ternyata tidak sia-sia, sebab akhirnya, pada hari ke tujuh, dua
orang penyelidik dari istana telah berhasi1 mengetahui tempat berdiam atau
bersembunyinya Ciu PekThong dan Yo Him. Malah pengawal istana yang telah
berhasil dalam penyelidikannya itu melaporkan, disamping Ciu Pek Thong dan Yo
Him masih terdapat Yo Ko, yaitu Sin-tiauw-tay-hiap itu, Yeh-lu Chi, Yeh-lu Kie,
Ko Tie, Swat Tocu, pangeran Ghalik, dan juga Hek Pek Siang-sat dan beberapa
orang jago-jago yang menjadi pahlawannya pangeran itu.
Tiat To Hoat-ong girang
bercampur terkejut. Dia tidak menyangka bahwa pangeran Ghalik bisa menarik Yo
Ko untuk membantu pihaknya. Namun dengan Yo Ko membantu pangeran Ghalik, dengan
sendirinya hal itu lebih mempermudah Tiat To Hoat-ong melontarkan fitnahnya
kepada pangeran itu.
Hasil penyelidikan itu telah
dilaporkannya kepada Kaisar, dan dengan demikian Kaisar pun telah mengeluarkan
perintah untuk menangkap pangeran Ghalik dan semua “kaki tangan”nya.
Sekarang Kaisar mempercayai
penuh laporan yang diberikan oleh Tiat To Hoat-ong. Sama sekali raja itu tidak
menyangka bahwa itu hanya merupakan laporan palsu dan fitnah belaka yang
ditujukan kepada pangeran Ghalik, yang sesungguhnya cinta negara dan rakyatnya
serta pada kerajaannya, yaitu kerajaan Boan. Bahkan berhasilnya Kaisar Kublai
Khan merebut Tiong-goan meruntuhkan kerajaan Song hanyalah disebabkan kerja
kerasnya pangeran Ghalik.
Sekarang mendengar laporan
bahwa pangeran Ghalik memperoleh bantuan Yo Ko, yaitu orang yang memang tengah
dikejar-kejar, Kaisar semakin membenci pangeran Ghalik yang disangka
benar-benar hendak meruntuhkannya dan menghianatinya.
Pasukan yang diperintahkan
menangkap pangeran Ghalik itu berjumlah duaribu tentara. Di dalam pasukan itu
juga ikut serta jago-jago kelas satu dari istana. Bahkan Tiat To Hoat-ong,
Koksu negara itu telah ikut pula dalam pasukan itu. Dia yang telah memimpinnya
sendiri, dibantu oleh Gochin Talu dan Lengky Lumi dan jago-jago Tiong-goan yang
bekerja di bawah perintahnya.
Daerah sekitar rumah penduduk
di mana pangeran Ghalik dan yang lainnya berkumpul telah dikepung ketat sekali.
Tiat To Hoat-ong juga mempersiapkan pasukan panah yang siap dengan busur dan
anak panah yang telah direntang, yang setiap detik dapat dilepaskan menyerang
kepada rombongan pangeran Ghalik.
Pangeran Ghalik melihat
keadaan seperti itu, tidak menjadi panik, dia hanya menghela napas dengan wajah
yang muram mengandung kedukaan, dia bilang: “Hai, hai, aku tidak menyangka
sebelumnya bahwa aku akan mengalami peristiwa seperti ini, di mana Kaisar
meragukan kesetiaanku...... dan Kaisar juga mempercayai begitu saja fitnah yang
dilontarkan Tiat To Hoat-ong......!”
Yo Ko telah bilang: “Sudahlah
Tayjin, mari kita hadapi mereka untuk merobos keluar dari kepungan yang diatur
oleh Koksu mereka..... Aku lihat Tiat To Hoat-ong kali ini tak main-main, dia
berusaha untuk menyapu bersih kita semua, yang hendak dibasmi.....! Dan memang
sebenarnya sudah lama juga kami tidak pernah bertemu, justru inilah suatu
kebetulan yang menggembirakan, di mana aku akan dapat meminta pengajaran
darinya.”
Waktu itu Kwee Hu telah
menoleh kepada Swat Tocu, dia bilang sambil tertawa: “Saat sekarang ini
merupakan saat yang baik untuk kau menguji kepandaianmu, kepandaian Tiat To
Hoat-ong tidak berada di sebelah bawah dari kepandaian ayah ibuku. Jika memang
kau bisa menghadapinya dengan baik Koksu itu, barulah kau memiliki arti untuk
menjadi lawan ibu dan ayahku. Jika memang Tiat To Hoat-ong tidak berhasil kau
rubuhkan, tentunya.....!”
Baru saja Kwee Hu berkata
begitu, Yeh-lu Chi telah memotongnya: “Adik Hu, jangan bergurau.....!”
Kwee Hu monyongkan mulutnya,
dia telah bilang kepada Yo Ko: “Yo Ko, apa yang kukatakan tadi benar atau
tidak? Tiat To Hoat-ong memiliki kepandaian yang tinggi sekali, mungkin dia
tidak berada di sebelah bawah dari kepandaian ayah dan ibuku. Apakah aku salah
dalam kata-kata itu.....?!”
Yo Ko tersenyum, dia
menyahuti: “Memang Koksu itu memiliki kepandaian yang tinggi, tetapi itu tidak
terlalu istimewa dan tidak melebihi kami, juga tidak melebihi kepandaian ayah
dan ibumu.....!”
Swat Tocu juga telah ikut
berkata, dia bilang: “Hemmmmm, engkau hendak memancing lagi agar aku mengajar
si kepala gundul Monggol itu, bukan?! Baik! Baik! Aku akan memperlihatkan
kepadamu, bagaimana si gundul itu kuhajar babak belur..... Dulu aku pernah
menghajarnya, sampai dia terluka di dalam, cuma aku masih tidak mengetahui
duduknya persoalan...... aku menghajarnya setengah hati.....!”
Kwee Hu sengaja
memperdengarkan tertawanya, dia bilang: “Justru soal yang lalu itu, tidak
kusaksikan. Aku menginginkan bukti, karena dari itu aku ingin kau menghajar si
gundul itu sekarang agar aku bisa melihat bahwa engkau memang benar-benar
memiliki kepandaian yang berarti, sehingga engkau pantas menjadi lawan ayah dan
ibuku.....!”
Mendengar perkataan Kwee Hu
seperti itu rupanya Swat Tocu sudah tidak bisa menahan sabar lagi, dia telah
menoleh kepada Ko Tie, dia bilang. “Kau tunggu di sini dulu, aku ingin pergi
menghajar si gundul itu, agar engkau bisa melihat bahwa gurumu bukan orang yang
mudah diejek dan dianggap tidak punya guna......!”
Setelah berkata begitu, dengan
gerakan yang ringan sekali, Swat Tocu telah melompat ke dekat pintu, dan dia
menerobos keluar. Di luar memang terdengar ramainya suara para tentara kerajaan
yang mengepung.
Yo Ko sebetulnya hendak
menahan keinginan Swat Tocu yang menerjang keluar namun dia tidak keburu
mencegahnya, karena waktu itu Swat Tocu telah melompat keluar menerjang kepada
pasukan kerajaan. Sepasang tangannya telah digerakkan dengan cepat bergantian,
dari telapak tangannya telah keluar tenaga Inti Es nya, sehingga tubuh para
tentara kerajaan yang terkena angin pukulannya seketika menjadi beku seperti dibungkus
oleh lapisan es, dan napas mereka juga segera berhenti.....!!!”
Dalam waktu yang singkat
sekali, telah puluhan tentara kerajaan yang dibinasakan oleh Swat Tocu dengan
cara seperti itu, di mana setiap kali tangannya bergerak, maka di waktu itulah tanpa
menjerit lagi tubuh-tubuh tentara kerajaan itu terbungkus oleh lapisan es dan
jiwanya melayang.