35 Sintong, Murid Swat Tocu
Pangeran Ghalik mengangguk
sambil menghela napas. “Tapi sama sekali tidak kusangka bahwa akan terjadi
penghianatan Tiat To Hoat-ong seperti sekarang ini.....! Sayangnya, aku
mengambil tindakan yang kurang cepat, sehingga dia bisa menghimpun kekuatan
yang tidak kecil..... Jika dulu waktu aku menerima laporan mengenai maksud dan
rencana busuknya yang ingin menindih pengaruhku itu, dan segera aku bertindak,
tentu tidak akan terjadi peristiwa seperti sekarang ini.....!” dan pangeran
Ghalik telah menghela napas beberapa kali.
Hek Pek Siang-sat waktu itu
telah ikut berkata suara parau mereka. “Pangeran, apakah tidak lebih baik jika
kita berangkat sekarang saja?”
Pangeran Ghalik mengangguk.
“Pergilah kalian menyelidiki
keadaan di luar dulu!” perintah pangeran Ghalik. “Apakah Koksu dan kaki
tangannya telah meninggalkan istana atau belum!”
Hek Pek Siang-sat terima
perintah dan segera mereka berlalu.
Tidak lama kemudian mereka
telah kembali mengatakan bahwa istana sangat sepi boleh dibilang menyerupai
istana kosong belaka. Karena Tiat To Hoat-ong telah mengajak semua kaki
tangannya meninggalkan istana.
Pangeran Ghalik menghela
napas. Dia pun perintahkan untuk mempersiapkan kuda dan perbekalan. Karena
mereka begitu fajar menyingsing akan segera berangkat menuju ke kota raja.
Selama itu Yo Him sendiri
tenggelam dalam pikirannya sendiri karena dia tengah memikirkan entah kemana
perginya Ko Tie. Waktu Sasana menanyakan padanya, mengapa dia hanya melamun
belaka, pemuda ini telah menceritakan perihal lenyapnya Ko Tie membuat dia
tidak tenang, karena dia yakin bocah itu tentu masih berada di sekitar istana
ini.
“Jika begitu, mari kita pergi
mencarinya!” ajak Sasana.
Yo Him setuju, maka sambil
menantikan keberangkatan mereka meninggalkan istana. Sasana berdua Yo Him telah
mencari Ko Tie di sekitar istana ini. Dan mereka memperoleh hasil yang nihil
karena memang Ko Tie seperti lenyap masuk ke dalam perut bumi......
Dengan muka muram, akhirnya Yo
Him dan Sasana kembali ke kamar rahasia di bawah tanah. Waktu itu Hek Pek
Siang-sat telah mempersiapkan perbekalan mereka. Dan rombongan itupun
berangkatlah meninggalkan istana tersebut, yang telah sunyi sekali. Beberapa
orang pengurus dapur dan juga pelayan-pelayan wanita telah dipesan oleh
pangeran Ghalik agar mengurus istana ini baik-baik selama pangeran tersebut
meninggalkannya.
Perjalanan ke kota raja
bukanlah perjalanan yang dekat harus memakan waktu dua bulan lebih. Dan juga
perjalanan menuju ke kota raja harus melewati dua propinsi Siam-say dan
Kiang-po. Waktu itu, pangeran Ghalik boleh dibilang sudah lenyap setengah
semangatnya karena ia memikirkan betapa sebagian besar dari pengikutnya dan
orang-orang kepercayaannya telah berpihak pada Tiat To Hoat-ong. Bahkan
beberapa orang tawanan penting pangeran Ghalik telah dibebaskan oleh Tiat To
Hoat-ong, dan mengambil orang-orang itu untuk dijadikan kaki tangannya.
Sasana berulang kali menghibur
ayahnya, dan puterinya itu mengatakan, jika mereka telah menghadap Kaisar,
tentu pengkhianatan Tiat To Hoat-ong dapat dibeber dan nanti Kaisar akan
mengambil tindakan yang semestinya pada Koksu negara terebut.....
Sepanjang perjalanan, pangeran
Ghalik lebih banyak berdiam diri saja.......
◄Y►
Kemanakah perginya Ko Tie,
yang tidak berhasil ditemui jejaknya oleh Yo Him?
Ternyata, ketika Swat Tocu
memasuki istana pangeran Ghalik, dia meninggalkan biruang saljunya di luar
istana. Dan setelah menantikan sekian lama, Swat Tocu masih belum kembali.
Biruang Salju itu tampaknya jadi tidak sabaran, diapun jadi iseng dan dengan
lompat yang ringan telah masuk ke dalam istana. Setelah mutar ke sana ke mari,
kebetulan dia melihat Ko Tie yang tengah berdiri di depan pintu dari ruangan,
di mana dia bersama Cin Piauw Ho dan yang lainnya di tempatkan.
Ko Tie mengenali biruang
saljunya Swat Tocu, anak ini jadi girang, dia menghampirinya dan bermain-main
dengan biruang salju itu. Tapi tidak disangkanya, si biruang salju telah
melibat pinggangnya dan anak itu dibawa berlari-lari keluar istana lagi! Semula
Ko Tie memang merasa takut, tapi setelah tiba di luar istana, biruang salju itu
menggesek-gesekkan kepalanya pada punggung Ko Tie, tampaknya bersahabat sekali.
Ko Tie pun gembira bisa bermain dengan biruang salju yang luar biasa ini.
Mereka berdua, biruang dan si
bocah, sama sekali tidak mengetahui bahwa di dalam istana tersebut sesungguhnya
tengah berlangsung pertempuran yang hebat sekali, dan juga Swat Tocu waktu itu
tengah mengamuk hebat. Hanya saja akhirnya mereka melihat kobaran api, yang
menunjukkan bagian belakang istana pangeran Ghalik tengah terbakar.
Biruang Salju semula hendak
melompat masuk ke dalam istana, namun akhirnya dia batal sendirinya, hanya
mengeluarkan suara erangan perlahan sekali menggerakkan kepalanya di punggung
Ko Tie. Lama mereka menanti, Swat Tocu belum kembali.
Sampai akhirnya biruang salju
itu memekik dengan suara erangan yang panjang dan keras sekali. Suara erangan
itulah yang telah menyebabkan Swat Tocu meninggalkan lawan-lawannya, dan telah
keluar dari istana tersebut.
Ketika melihat biruang salju
tidak mengalami sesuatu, hatinya jadi lega karena semula waktu mendengar suara
erangan binatang peliharaannya itu, dia menduga bahwa biruang saljunya tengah
menghadapi bahaya. Dan dia jadi heran dan girang ketika melihat Ko Tie berada
bersama-sama dengan biruang saljunya. Merekapun segera berangkat meninggalkan
tempat itu, di mana Ko Tie sudah tidak bisa tawar menawar lagi harus ikut serta
bersama Swat Tocu.
Beberapa kali Ko Tie berusaha
untuk memberikan penjelasan pada Swat Tocu bahwa dia harus pamitan dulu pada Yo
Him dan yang lainnya, namun Swat Tocu tidak mengacuhkan permintaan si bocah,
yang telah digendongnya terus dan dibawa berlari dengan çepat sekali......
Biruang salju itu pun sebentar-sebentar mengeluarkan pekiknya, pekik girang
karena selanjutnya dia akan memperoleh sahabat yaitu Ko Tie......
Swat Tocu ternyata menyukai Ko
Tie yang dilihatnya bahwa anak ini selain memiliki bakat yang baik, pun
merupakan seorang bocah ajaib, yaitu Sin-tong, yang jarang terdapat pada
bocah-bocah lainnya. Karena Ko Tie selain memiliki tulang yang bagus, otot-otot
yang berisi dan padat sekali, juga memiliki bahan yang baik untuk digembleng
ilmu silat.
Swat Tocu sering merabah-rabah
dan mengurut tubuh Ko Tie agar seluruh jalan darah anak itu terbuka dan lancar,
karena selama merabah itulah, Swat Tocu jadi memperoleh kenyataan Ko Tie memang
memiliki tulang yang bagus sekali. Dengan demikian Swat Tocu jadi tambah
menyukai Ko Tie.
Ko Tie sendiri selama dalam
perjalanan selalu merengek minta pada Swat Tocu agar di pertemukan lagi dengan
Yo Him.
Begitu juga ketika mereka
berada di sebuah pinggiran kampung yang sunyi, Ko Tie telah berkata: “Paman,
mengapa aku dibawa-bawa olehmu..... Tidakkah kau kasihan padaku, nanti paman Yo
tentu bingung dan mencari-cariku! Satu kali saja kau pertemukan kami setelah
memberitahukan paman Yo, maka selanjutnya engkau hendak mengajakku kemana saja
aku tentu tidak akan banyak rewel lagi.”
Swat Tocu telah tertawa sambil
katanya: “Engkau terlalu rewel.....! Hmm apakah kau kira mudah seorang anak
yang ingin ikut serta bersama-sama denganku? Tidak mudah! Tidak semudah itu.
Banyak syarat-syaratnya!”
Ko Tie yang waktu itu berada
di punggung biruang salju, telah menoleh.
“Syarat-syarat?” tanyanya.
“Syarat-syarat apakah itu?”
Swat Tocu memperdengarkan
tertawanya.
“Tentu saja syarat-syarat yang
kuberikan, dengan demikian, jika seorang anak bisa memenuhi syarat-syaratku itu
tentu ia baru bisa ikut bersamaku!” sahutnya.
“Apakah syarat-syaratnya itu,
paman?” tanya Ko Tie.
“Tidak berat, tapi yang
pertama-tama anak itu harus merupakan seorang Sin-tong, seorang anak ajaib!”
menyahuti Swat Tocu.
“Sin-tong? Apakah itu, paman?”
tanya Ko Tie tambah tidak mengerti. “Lalu apa bedanya seorang anak biasa dengan
seorang Sin-tong?”
“Bedanya besar sekali!”
menyahuti Swat Tocu. “Ayo kau turun dulu, duduk di sini. Aku akan menceritakan
segalanya padamu, sambil kita beristirahat!”
Sedang biruang salju itu telah
menurunkan Ko Tie dari punggungnya waktu Ko Tie menepuk bahunya sambil katanya:
“Turunkanlah aku, sahabatku.....!”
Setelah duduk di dekat Swat
Tocu, yang waktu itu telah duduk di bawah sebatang pohon, Ko Tie bertanya lagi:
“Coba paman tolong jelaskan, apa bedanya seorang anak biasa dengan seorang anak
yang disebut Sin-tong!”
Swat Tocu mengangguk.
Sesungguhnya tokoh persilatan yang awet muda dan memiliki kepandaian yang
tinggi sekali dan memiliki ilmu andalan tenaga Inti Es itu memiliki adat yang
aneh sekali, ku-koay bukan main. Namun terhadap Ko Tie. entah mengapa sifat
ku-koaynya itu jadi hilang dan senang sekali dia bercerita pada anak ini yang
memang disukainya.
“Seorang anak Sin-tong tentu
saja memiliki tulang dan bakat seperti halnya anak-anak biasa lainnya. Tetapi
Sin-tong, seorang anak ajaib, tentu memiliki kelainan, selain tulangnya yang
bagus, juga otot-ototnya yang baik, dan memiliki bakat yang sangat baik untuk
menerima pelajaran ilmu silat.....!”
“Hemmmm, jika memang demikian,
tentunya anak itu seorang anak yang sangat luar biasa sekali.....!” kata Ko
Tie.
Swat Tocu mengangguk.
“Ya.....! Memang begitu.
Memang begitu!” menyahuti Swat Tocu, “Itulah memang anak yang luar biasa dalam
segala-galanya.”
“Lalu mengapa aku diijinkan
oleh paman untuk ikut serta, malah paman yang telah membawaku dan tidak
mengacuhkan permintaanku agar mempertemukan dulu antara aku dengan paman Yo?!”
Swat Tocu tersenyum, katanya
sabar: “Justru engkau seorang anak yang patut disebut Sin-tong!”
“Apa, paman.....?” tanya Ko
Tie heran dan agak terkejut. “Aku..... aku seorang Sin-tong?!”
Swat Tocu mengangguk.
“Ya, memang demikian adanya!”
kata Swat Tocu, “Kulihat engkau memiliki tulang yang bagus, memiliki otot-otot
yang baik dan bakat yang sangat cemerlang. Jika memang engkau memperoleh
bimbingan yang baik, tentu engkau akan memperoleh kemajuan yang pesat untuk
mempelajari ilmu silat tingkat tinggi!”
Ko Tie jadi memandang bengong
kepada Swat Tocu, sampai akhirnya dia bertanya: “Tapi paman..... dalam hal
ini......!”
“Dalam hal ini apa?!” tanya
Swat Tocu sambil memandangi anak itu.
“Menurut pendapatku, apa yang
paman duga mengenai diriku tentunya tidak tepat. Aku seorang anak yang biasa
saja, seorang anak yang tidak memiliki keluar biasaan..... Akupun merupakan
seorang anak yang berasal dari keturunan yang miskin, anak yatim piatu, di mana
ke dua orang tuaku sudah tiada, dan aku hidup terlunta-lunta mengandalkan belas
kasihan!
“Dulu aku telah ditolong oleh
pamanku, yang diajak untuk berkelana, sampai akhirnya aku bertemu dengan
seorang wanita sinting yang selalu menggendong-gendong mayat bayi, yang menurut
keterangan pamanku bergelar Tok-kui-sin-jie Khiu Bok Lan. Sampai akhirnya aku
telah dipaksa untuk menjadi pelayan, untuk menggendong-gendong mayat bayinya
yang telah dikeraskan dan diawetkan itu. Sungguh menyeramkan sekali!
“Untung saja datang paman Yo yang
segera menolongku, di mana akhirnya untuk selanjutnya aku hanya mengikuti saja
kemana paman Yo Him pergi, ke sanalah aku pergi! Maka tidak benar apa yang
dikatakan oleh paman, bahwa aku adalah seorang Sin-tong yang memiliki
keluarbiasaan-keluarbiasaan yang paman katakan tadi!”
Swat Tocu tersenyum. “Ko Tie,”
katanya, “Engkau bicara sebenarnya, itu dapat kumaklumi. Tapi engkau mana
mengetahui keadaanmu yang sebenarnya? Justru aku yang telah melihatnya, bahwa
engkau memang merupakan seorang Sin-tong. Seorang anak mujijat yang ajaib
sekali, yang memiliki banyak keluarbiasaan yang tidak terdapat pada anak-anak
lainnya!”
Ko Tie jadi terdiam, tampaknya
anak ini tengah berpikir.
“Apa yang kau pikirkan??”
tanya Swat Tocu sambil tertawa.
“Aku sedang teringat pada
keadaan ayah dan ibu, yang telah meninggal dunia. Keadaan kami waktu itu pun
miskin sekali! Hai, hai, betapa aku seorang anak yang malang sekali, tapi
meñgapa paman mengatakan bahwa aku seorang anak yang memiliki bakat yang bagus,
tulang yang baik, dan juga sebagai Sin-tong! Sungguh membuat aku benar-benar
tidak mengerti!”
“Mengapa kau tidak mengerti?!”
“Seorang anak yang malang
nasibnya, apakah memang benar dapat merupakan seorang Sin-tong yang memiliki
keluar biasaan seperti yang dikatakan oleh paman?”
“Tentu saja bisa terjadi.
Memang tidak dalam sepuluhribu anak terdapat seorang Sin-tong, karena itu, kau
merupakan seorang anak yang baik, jika engkau memperoleh bimbingan seorang guru
yang pandai. Tentu engkau kelak akan manjadi manusia yang sangat berguna
sekali!”
Ko Tie telah mengawasi Swat
Tocu beberapa saat lamanya, sampai akhirnya anak ini telah berkata lagi dengan
sikap yang ragu-ragu: “Paman ada sesuatu yang ingin kutanyakan pada paman.
Entah boleh kutanyakan atau tidak dan kau akan marah atau tidak, paman?”
“Mengapa aku harus marah?
Pertanyaan apa yang ingin kau ajukan?” tanya Swat Tocu sambil tertawa lebar.
“Nah, kau tanyalah, jika memang mengetahui tentu aku akan menjawab dengan
sebenarnya.”
“Paman, sesungguhnya.....
sesungguhnya, apakah maksud paman mengajakku selalu bersamamu?” tanya Ko Tie.
Swat Tocu tidak segera
menyahuti, dia menunduk memandang pada pakaiannya yang diperhatikan sesaat
lamanya, kemudian baru mengangkat kepalanya mengawasi Ko Tie. Tanyanya: “Ko
Tie, kau lihat pakaianku ini?”
Ko Tie mengangguk.
“Tentu engkau melihat aku
berpakaian seperti ini yang tidak karuan macam, tentunya kau beranggapan bahwa
aku seorang yang tidak mempunyai harta dan benda seorang yang miskin, dan juga
sampai pakaian saja tidak ada. Itukah yang memberatkan hatimu selama ini untuk
ikut bersamaku?”
Ko Tie menggeleng.
“Bukan!” sahutnya, “Aku hanya
tidak mengetahui mengapa paman justru mengajakku bersama-sama denganmu,
sedangkan tampaknya paman tengah memiliki urusan yang penting di istananya
pangeran Ghalik!”
Swat Tocu tersenyum.
“Memang aku telah datang
kembali ke istananya pangeran Ghalik ingin menghajar si pendeta gundul yang
menjadi Koksu negara. Dia memang memiliki kepandaian yang tinggi dan ilmu
andalan yang agak aneh, namun sayangnya kurang latihan, di mana ilmunya yang
luar biasa itu belum dilatih sempurna.”
“Apakah paman bermusuhan
dengannya?” tanya Ko Tie.
“Tidak!” Swat Tocu menjawab.
“Aku hanya ingin mengetahui berapa tinggi kepandaian yang dimiliki Koksu itu!
Dan sesungguhnya aku memang tidak mempunyai urusan lainnya lagi, karena itu,
melihat kau, aku jadi tertarik dan membawamu serta. Apa kau tidak senang dengan
maksudku hendak mengajakmu pesiar ke sebuah tempat yang indah, yang tidak
mungkin dilihat oleh sembarangan orang?!”
“Paman hendak mengajakku
pesiar ke suatu tempat yang indah? Tempat apakah itu, paman?” tanya Ko Tie.
“Hmm nanti akan kujelaskan!”
kata Swat Tocu. Dan waktu itu mukanya telah berubah keren sekali, Swat Tocu
juga menggeser duduknya jadi tegak menghadapi Ko Tie dengan tatapan mata yang
tajam sekali, bagaikan dari bola matanya itu memancar kilatan api.
“Sekarang kau katakan yang
jujur, jika ada orang yang pandai dan memiliki kepandaian tinggi yang hendak
mengambil kau sebagai muridnya untuk dididik agar kau menjadi seorang yang
berguna dan memiliki kepandaian yang tinggi, apakah kau bersedia menerima
maksud baik orang itu atau memang akan menolaknya?”
Ko Tie bingung menghadapi
pertanyaan seperti itu, dia telah mengawasi Swat Tocu beberapa saat, sampai
akhirnya dia telah menundukkan kepalanya.
“Aku..... aku seorang anak
yang berasal dari keluarga miskin dan juga tidak memiliki sanak saudara......
sebagai anak yatim piatu apakah bisa memiliki keberuntungan sebagai itu?!”
“Hmmm, kau bukannya menjawab
pertanyaanku, malah mengoceh yang tidak-tidak!” kata Swat Tocu. “Sekarang kau
jawab dulu pertanyaanku!”
Ko Tie bersenyum, katanya:
“Tentu saja aku akan berterima kasih sekali jika ada orang yang menaruh kasihan
dan sayang padaku seperti itu..... Perhatian yang diberikannya tentu saja harus
dihargai!”
Swat Tocu tersenyum, tampaknya
dia puas oleh jawaban yang diberikan Ko Tie.
“Baiklah, sekarang kau jawab
pertanyaanku!” kata Swat Tocu. “Apakah kau bersedia untuk menjadi muridku?!”
“Apa...... apa paman?” tanya
Ko Tie kemudian dengan suara tergagap.
“Aku bertanya kepadamu, apakah
engkau bersedia menjadi muridku?”
Ko Tie memang cerdik, tapi
walaupun dia mengetahui Swat Tocu adalah tokoh persilatan yang memiliki
kepandaian yang tinggi sekali, dia juga pernah menyaksikan Yo Him bersikap
hormat sekali pada Swat Tocu, dan biarpun telah sanggup menerima tiga jurus
serangan Swat Tocu, tokh Yo Him sesungguhnya berada di bawah tingkat kepandaian
Swat Tocu.
Sekarang Swat Tocu hendak
mengangkat dirinya menjadi murid bukankah hal itu menggémbirakan sekali? Namun
yang membuat Ko Tie jadi berat perasaannya, yaitu dia belum bertemu dengan Yo
Him.
Swat Tocu mengawasi tajam pada
anak ini dia melihat anak itu hanya bengong saja, tidak menjawab pertanyaannya,
maka akhirnya Swat Tocu telah bertanya: “Bagaimana? Apakah engkau menerima
tawaranku itu?”
Ko Tie akhirnya mengangguk,
tahu-tahu dia telah menekuk kakinya berlutut di hadapan Swat Tocu, katanya:
“Jika memang paman memandangku demikian tinggi, tentu saja aku berterima kasih
sekali. Sedangkan untuk meminta saja agar diterima menjadi muridmu aku tidak
berani....., tapi paman sekarang telah menawarkan. Bukankah itu merupakan suatu
yang sangat sulit sekali untuk dibalas walaupun sampai menjelang akhir
hidupku?!”
“Ha, engkau bicara seperti
seorang kakek-kakek saja!” kata Swat Tocu. “Ayo bangun! Ayo bangun! Akupun
menyukaimu, maka jika engkau bersedia menjadi muridku tentu aku senang menerima
kau menjadi muridku!”
Ko Tie telah bangun dari
berlututnya, dia berkata dengan ragu-ragu. “Tadi paman telah mengatakan bahwa
untuk selamanya bersama denganmu seorang aku harus memiliki syarat-syarat
tertentu, syarat pertama telah paman sebutkan lalu syarat-syarat apa lagi yang
lainnya?”
“Hmm, itulah syarat-syarat
yang mengharuskan seorang anak memiliki bakat yang baik, tulang yang baik dan
sebagai seorang Sin-tong. Disamping itu juga, harus memiliki kecerdasan yang
baik, dapat menghormati guru sebagai pengganti orang tua, tidak boleh membantah
perkataan guru, tidak boleh mengkhianati pintu perguruannya.
“Dan jika memang melanggar
salah satu dari larangan yang telah kusebutkan itu, maka murid itu tentu akan
menerima hukuman yang berat. Untuk urusan lainnya, mengenai tidak boleh
melakukan tindak kejahatan, belum kau mengerti walau kujelaskan di sini, maka
jika kelak kau sudah lebih dewasa, aku akan menyebutkannya satu demi satu lebih
terperinci.”
Ko Tie mengangguk.
“Jika memang demikian
syarat-syarat yang paman katakan itulah demi kebaikan,” kata Ko Tie kemudian.
“Ya, memang begitu maksudnya!”
menyahuti Swat Tocu. “Lalu, kau bersedia untuk mematuhi semua syarat-syarat
itu?!”
Ko Tie mengangguk dan berlutut
lagi, dia memanggil: “Suhu!” dan anak itu telah mengangguk-anggukkan kepalanya
sembilan kali.
Waktu itu, Swat Tocu telah
mengangkat Ko Tie agar berdiri, katanya, “Mulai sekarang kau telah menjadi
muridku dan kaupun akan mewarisi kepandaianku! Seumur hidupku belum pernah
menerima murid. Jadi engkau merupakan muridku yang pertama juga yang terakhir
sebab memang aku hanya menghendaki seorang murid tunggal belaka!
“Secara kebetulan sekali aku
menemukan bahan yang baik seperti kau, maka aku puas! Asal kau harus
rajin-rajin dan tekun belajar, dan kita akan kembali ke pulauku, di sana kita
akan hidup dengan tenang dan kau bisa mempelajari ilmu silat yang akan kuwarisi
sebaik mungkin......!”
Ko Tie mengucapkan terima
kasihnya dan juga berjanji akan belajar dengan rajin.
Sedangkan Swat Tocu telah
berdiri, dia memberikan isyarat kepada biruang saljunya yang menghampirinnya.
Kemudian Ko Tie diangkat oleh Swat Tocu, di mana anak tersebut telah didudukkan
di punggung biruang salju itu.
“Mari kita meneruskan
perjalanan kita untuk mencapai pulau tempat kediamanku, mungkin akan memakan
waktu perjalanan selama dua bulan lebih......”
Ko Tie yang duduk di punggung
biruang salju telah mengiyakan. Dan waktu Swat Tocu berlari dengan cepat, kala
itu biruang salju itupun telah berlari dengan gesit mengikuti dari belakangnya.
Begitulah, Swat Tocu telah
melakukan perjalanan dengan mengajak biruang salju dan Ko Tie untuk kembali ke
pulau tempat kediamannya, di mana Swat Tocu memang bermaksud untuk mendidik Ko
Tie agar anak itu telah kelak menjadi seorang pendekar yang memiliki kepandaian
yang tinggi dan sakti......
Sepanjang perjalanan yang
dilakukan olah pangeran Ghalik ternyata tidak selancar apa yang diduga
sebelumnya, karena mereka selalu menemui berbagai kejadian yang menghambat
perjalanan mereka.
Seperti pada waktu itu,
rombongan pangeran Ghalik, yang terdiri Hek Pek Siang-sat, Sasana, Yo Him dan
enam orang pahlawan pangeran Ghalik tengah beristirahat di sebuah rumah
penginapan di kota Kiu-san-kwan. Kota itu memang tidak terlalu besar, namun
cukup penting, karena banyak para pedagang dari daerah Ho-pak dan Ho-lam yang
ingin menuju ke Siam-say harus melewati daerah tersebut.
Memang terdapat jalan lain,
yang lebih jauh dan harus memutar, disamping itu jalur jalan yang satu itu pun
tidak aman sering terjadi perampokan. Karena itu, banyak sekali para pedagang
yang memilih jalur jalan di kota Kiu-san-kwan sebagai jalur lintas mereka yang
lebih dekat dan aman. Dengan demikian, jelas betapa kota itu selalu kebanjiran
para pengunjung yang terdiri dari para pedagang keliling maupun juga para
pelancong yang ingin pesiar ke berbagai daerah yang berdekatan.