Bab 8
Teecu mengerti, Suhu!
Lauw Kang Hui menghela napas
panjang. Sampai sekarang kalau teringat aku masih merasa menyesal bukan main
karena dahulu aku pernah mempergunakan kedua ilmu secara sembarangan sehingga
menjatuhkan banyak korban yang tidak semestinya kubunuh. Sekarang aku
menghendaki agar seluruh murid Thian-li-pang, selain menjadi patriot-patriot
yang menentang penjajah Mancu, juga menjadi pendekar-pendekar yang membela
kebenaran dan keadilan, dan tidak mempergunakan ilmu untuk memaksakan kehendak
dan berbuat kejahatan.!
Teecu mengerti.!
Ingat, kalau sampai terjadi
penyelewengan oleh siapapun juga, andaikata aku yang sudah tua tidak mampu lagi
menghukum, kelak kalau Sin-ciang Tai-hiap Yo Han datang berkunjung, dia tentu
akan turun tangan dan menindak mereka yang melakukan penyelewengan.!
Teecu mengerti, Suhu.! Seng Bu
menunduk menyembunyikan senyum mengejek yang mendesak keluar ke mulutnya. Lalu
dia bersikap biasa dan hormat kembali, mengangkat mukanya yang jujur dan
bertanya kepada suhunya, Suhu, apakah Sin-ciang Tai-hiap itu luar biasa
lihainya? Apakah Suhu sendiri tidak akan mampu menandinginya?!
Lauw Kang Hui tersenyum.
Ha-ha-ha, Seng Bu, jangan
samakan aku dengan dia! Bahkan kedua orang kakek gurumu sekalipun, yaitu
mendiang Ban-tok Mo-ko dan Thian-te Tok-ong, tidak akan mampu menandingi
Pendekar Tangan Sakti Yo Han.!
Luar biasa sekali! Bukankah
usianya masih sangat muda, Suhu? Hanya beberapa tahun lebih tua dari teecu?
Teecu masih ingat ketika masih kanak-kanak, dia tidak banyak lebih tua dari
teecu.!
Benar, dia hanya beberapa
tahun lebih tua darimu. Akan tetapi, dia telah mewarisi ilmu yang mujijat dari
kakek paman gurumu, mendiang supek Ciu Lam Hok di sumur bawah tanah.!
Maaf, Suhu. Teecu mendengar
bahwa kakek itu buntung kaki dan tangannya. Dalam keadaan seperti itu, ilmu
silat macam bagaimanakah yang dapat beliau ajarkan kepada Sin-ciang Tai-hiap?!
Lauw Kang Hui menghela napas
panjang. Ilmu yang mujijat, ilmu yang luar biasa dan tiada keduanya di dunia
ini. Ilmu itu disebut Bu-kek-hoat-keng dan hanya Sin-ciang Tai-hiap seorang
saja yang menguasainya. Sukar dicari tandingannya.!
Suhu maksudkan bahwa kalau
memiliki ilmu Bu-kek-hoat-keng itu, orang akan dapat menjadi jagoan nomor satu
di dunia persilatan?!
Lauw Kang Hui mengangguk-angguk.
Mungkin saja. Akan tetapi, Yo Han Taihiap bukan orang semacam itu. Tidak, dia
tidak mau menonjolkan diri, bahkan menjadi ketua Thian-li-pang saja dia
menolaknya. Karena dia maka Thian-li-pang harus menjaga diri menjadi
perkumpulan yang gagah dan menegakkan kebenaran dan keadilan.!
Teecu mengerti, Suhu. Bolehkah
teecu mengundurkan diri sekarang untuk pergi mandi?!
Nanti dulu, ada satu hal lagi
ingin kubicarakan denganmu, Seng Bu.!
Urusan apakah itu, Suhu? Teecu
siap mendengarkan.!
Engkau tentu tahu bahwa
mengurus Thian-li-pang tidaklah mudah, selain harus ketat mengawasi sepak
terjang anak buah Thian-li-pang, juga harus mampu menghadapi ancaman dari luar.
Aku sekarang sudah semakin tua dan lemah, kurang bersemangat. Coba katakan,
siapakah di antara para anggauta Thian-li-pang yang waktu ini memiliki ilmu
kepandaian silat paling tinggi sesudah aku, Seng Bu?!
Siapa lagi kalau bukan aku,
bisik hati pemuda itu. Bahkan suhunya sendiri pun tidak akan mampu
menandinginya! Akan tetapi mulutnya menjawab tanpa ragu, Tentu saja Lu-suci,
Suhu.!
Tepat sekali Seng Bu. Oleh
karena itu, kurasa engkau pun akan setuju kalau aku mengangkat suci-mu itu
menjadi calon penggantiku, menjadi calon ketua Thian-li-pang, bukan?!
Teecu setuju, Suhu.! katanya
sambil menunduk, karena dia harus menyembunyikan lagi tarikan sinis pada
mulutnya.
Melihat hubungan suci-mu
dengan suhengmu Lauw Kin, kurasa mereka akan menjadi pasangan yang akan mampu
memimpin Thian-li-pang. Dan engkau lah yang kuharapkan akan dapat membantu
mereka. Maukah engkau berjanji untuk membantu mereka sekuat tenagamu, Seng Bu?
Karena engkau lah orang ke dua yang kupercaya setelah suci-mu.!
Teecu berjanji akan membantu
Lu-suci, Suhu.!
Bagus! Legalah hatiku sekarang
dan besok kita mengadakan upacara besar, mengumpukan seluruh anggauta untuk
mengumumkan pengangkatan Lu Sek menjadi calon ketua Thian-li-pang, Lauw Kin
menjadi wakil ketua dan engkau menjadi pembantu utama. Nah, sekarang engkau
boleh pergi.!
Pada keesokan harinya,
pagi-pagi seluruh anggauta Thian-li-pang telah berkumpul di ruangan besar yang
biasa dipergunakan untuk rapat dan juga berlatih silat.
Dibawah bimbingan Lauw Kang
Hui, Thian-li-pang dalam lima tahun lebih ini sejak kematian Ouw Ban, telah
kembali ke jalan benar. Akan tetapi, banyak anggauta yang dikeluarkan dan
disaring sehingga kini hanya mempunyai sedikit saja. Namun, seluruh anggauta
itu merupakan orang-orang gagah yang berwatak pendekar dan juga yang berjiwa
patriot.
Para anggauta yang langsung
menjadi murid-murid Lauw Kang Hui hanya ada belasan orang. Yang terutama di
antara mereka tentu saja adalah Lu Sek, Lauw Kin, dan Seng Bu. Para murid lain
memiliki tingkat yang lebih rendah dari tiga orang ini, walaupun tentu saja
mereka jauh lebih lihai daripada para anggauta biasa yang hanya mempelajari
ilmu silat Thian-li-pang dari para murid ini. Selama ini, Lauw Kin yang
mewakili pamannya, juga gurunya dan ketuanya, untuk membimbing para angauta
dalam berlatih silat. Lu Sek mewakili ketua untuk urusan luar Thian-li-pang.
oleh karena itu, desas-desus tentang akan diangkatnya kedua orang ini menjadi
ketua dan wakil ketua, diterima olah para anggauta Thian-li-pang dengan wajar
dan gembira karena memang selema ini kedua tokoh itulah yang aktif mewakili
sang ketua yang sudah lanjut usia itu mengurusi Thian-li-pang bagian luar dan
bagian dalam.
Ketika Lauw Kang Hui keluar
dari dalam, seluruh anggauta Thian-li-pang sudah berkumpul dan tiga belas orang
murid ketua itu pun sudah berada di situ, paling depan dan mereka semua segera
bangkit berdiri ketika Lauw-pang-cu muncul. Setelah menerima penghormatan semua
murid dan anggauta Thian-li-pang, Lauw Kang Hui duduk di kursi yang sudah
disediakan untuknya. Setelah duduk, dia pun memberi isyarat kepada tiga belas
orang muridnya yang mengambil tempat duduk di bangku yang tempatnya lebih
rendah, sementara itu para anggauta Thian-li-pang tetap berdiri dengan rapi.
Suasana menjadi hening karana semua anggauta tidak berani mengeluarkan suara,
siap menanti untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh ketua mereka. Juga
para murid duduk dengan sikap tenang dan patuh.
Para murid dan anggauta
Thian-li-pang semua, dengarlah baik-baik apa yang kukatakan dan laksanakan
dengan patuh. Seperti kalian ketahui, lebih lima tahun sejak Sin-ciang Tai-hiap
Yo Han menyerahkan kepemimpinan Thian-li-pang kepadaku, telah terjadi banyak
perubahan.
Biarpun dalam hal perjuangan
kita belum dapat berbuat banyak, namun kita telah mampu membelokkan arah kemudi
dan kembali ke jalan benar sebagai perkumpulan yang membela kebenaran dan
keadilan, sesuai dengan apa yang diinginkan Pendekar Tangan Sakti. Akan tetapi,
sekarang aku telah semakin tua, usiaku sudah tujuh puluh empat tahun sudah
kekurangan semangat. Sudah lama kita, menanti-nanti datangnya Yo-taihiap, akan
tetapi dia tidak kunjung datang. Oleh karena itu, sekarang aku akan menentukan
pilihanku, untuk mengangkat calon-calon pimpinan Thian-li-pang sehingga kalau
sewaktu-waktu aku mati, tidak akan terjadi kekacauan karena tidak ada pimpinan.
Sementara itu, andaikata nanti Yo-taihiap datang dan tidak setuju dengan
pilihanku, maka tentu saja calon yang kupilih dapat saja diganti sesuai dengan
kehendak Yo-taihiap. Setujukah kalian semua?!
Serentak seratus orang lebih
itu menyambut dengan suara penuh semangat, Setujuuuuu....!!!
Sambil tersenyum gembira atas
sambutan meriah itu, Lauw-pang-cu mengangkat tangan minta agar semua orang
diam, lalu dia melanjutkan dengan suara gembira. Bagus! Nah, sekarang hendak
kuumumkan siapa yang kupilih menjadi calon pimpinan Thian-li-pang yang akan
menggantikan aku sewaktu-waktu kukehendaki atau sewaktu-waktu aku meninggalkan
dunia. Pertama, yang akan menjadi ketua adalah muridku Lu Sek. Biarpun ia
seorang wanita, namun tingkat kepandaiannya adalah yang paling tinggi di antara
kalian semua. Pula, ia sudah berpengalaman dan sudah biasa mewakili aku. Adapun
yang menjadi wakilnya kutetapkan murid dan juga keponakanku Lauw Kin. Sedangkan
pembantu utama mereka adalah muridku Ouw Seng. Kalau memang kelak dibutuhkan,
ketua boleh mengangkat para pembantu lainnya. Setujukah kalian? Kalau ada yang
tidak setuju, boleh mengajukan pendapatnya!!
Akan tetapi, tak seorang pun
yang menolak dan kembali mereka berseru menyatakan persetujuan mereka. Upacara
sembahyang untuk mengesahkan pengangkatan calon pimpinan Thian-li-pang segera
dilakukan seperti yang telah menjadi kebiasaan perkumpulan itu.
Setelah upacara sembahyang
dilakukan, para anggauta dipersilakan bubaran dan kembali ke tempat
masing-masing melakukan tugas sehari-hari. Akan tetapi, tiga orang pimpinan baru
itu masih ditahan oleh Lauw Kang Hui untuk diberi pengarahan dan
nasihat-nasihat. Dalam kesempatan ini, Lauw Kang-hui minta kepada tiga orang
muridnya itu untuk mulai membawa Thian-li-pang pada cita-cita semula, yaitu
menggulingkan pemerintah penjajah Mancu.
Pemerintah penjajah Mancu amat
kuat, tentu saja dengan jumlah anggauta kita yang hanya seratus orang lebih,
tidak mungkin kita akan mampu melawan bala tentara Mancu. Kita harus dapat
menghimpun kekuatan dengan mengajak rakyat jelata untuk menentang penjajah, dan
terutama sekali harus bersatu dengan para perkumpulan pejuang lain. Aku ingin
sekali mendengar berita dari Thio Cu yang kuutus sebagai wakil Thian-li-pang
mengunjungi pertemuan yang diadakan oleh Pao-beng-pai karena kalau benar
Pao-beng-pai merupakan perkumpulan anti penjajah, kita boleh bersekutu dengan
mereka. Akan tetapi kalau Pao-beng-pai hanya merupakan perkumpulan penjahat
yang berkedok perjuangan seperti Pek-lian-pai, Pat-kwa-pai, kita tidak perlu
mendekati mereka.!
Mendengar ucapan gurunya itu,
Lu Sek dan Lauw Kin mengangguk-angguk setuju, akan tetapi diam-diam Ouw Seng Bu
tidak senang hatinya. Dia berpendapat bahwa itulah kekeliruan Thian-li-pang
maka sampai sekarang tidak memperoleh kemajuan, seperti ketika masih dipegang
pimpinannya oleh mendiang ayahnya. Dahulu, Thian-li-pang terkenal dengan
keberaniannya, bahkan beberapa kali mencoba untuk membunuh kaisar dan para
pangeran Mancu sehingga Thian-li-pang ditakuti dan terkenal sebagai perkumpulan
pejuang yang gigih.
Akan tetapi sekarang,
Thian-li-pang hanya tinggal namanya saja. Yang penting adalah menggulingkan
pemerintah Mancu, dan untuk itu, semua kekuatan harus dikerahkan, tidak peduli
dari golongan manapun juga. Biar penjahat, maling dan perampok sekalipun, kalau
memang mau harus diajak untuk menentang penjajah, harus dianggap kawan
seperjuangan. Juga dia mempunyai pendapat bahwa sesungguhnya, dialah yang
paling berhak untuk memimpin Thian-li-pang, bukan saja karena dia memiliki
kepandaian paling tinggi di antara mereka semua, melainkan terutama sekali
karena dialah keturunan ketua yang dulu.
Kalau dia yang menjadi ketua,
dia akan membuat Thianli-pang menjadi perkumpulan pejuang yang paling hebat.
Siapa tahu, di tangan dialah penjajah Mancu dapat digulingkan, dan bukan
mustahil pula, kalau dia telah menjadi jagoan nomor satu di dunia, yang paling
lihai di antara semua tokoh persilatan, memiliki pengikut yang paling besar,
setelah penjajah roboh, dia yang akan diangkat menjadi kaisar baru! Cita-cita
ini muncul dalam hati Ouw Seng Bu semenjak dia mempelajari ilmu rahasia di
dalam gua bawah tanah.
Selagi empat orang pimpinan
Thian-li-pang itu berbincang-bincang, muncullah Thio Cu yang baru saja pulang
dari perjalanan mengunjungi Pao-beng-pai bersama beberapa orang saudaranya.
Kedatangannya tentu saja disambut oleh para anggauta Thian-li-pang. Thio Cu
sendiri setelah mendengar bahwa Lauw Pang-cu berada di ruangan besar bersama
tiga orang yang baru saja dipilih menjadi calon pimpinan baru, segera pergi
menghadap, sedangkan kawan-kawannya sibuk menceritakan apa yang mereka alami
dalam pertemuan yang diadakan Pao-beng-pai.
Lauw Kang Hui gembira sekali
ketika melihat Thio Cu datang menghadap. Aih, baru saja aku membicarakan
engkau, Thio Cu,! kata kakek itu kepada Thio Cu yang menjadi seorang di antara
murid-muridnya. Cepat ceritakan bagaimana keadaan Pao-beng-pai, siapa ketuanya
dan bagaimana keadaannya. Kuatkah mereka? Apakah mereka itu perkumpulan pejuang
aseli seperti kita? Dan apa yang terjadi dalam pertemuan itu?!
Banyak hal menarik yang
terjadi di sana, Suhu, juga hal yang aneh-aneh. Ketua Pao-beng-pai bernama
Siangkoan Kok, kabarnya dia keturunan dari keluarga kaisar Kerajaan Beng-tiauw.
Isterinya bernama Lauw Cu Si, nama keturunaannya sama dengan Suhu, dan kabarnya
ia adalah keturunan dari partai Beng-kauw yang telah hancur. Ilmu kepandaian
mereka tinggi sekali, Suhu. Teecu (murid) menyaksikan sendiri betapa ketua
Pao-beng-pai itu dalam beberapa jurus saja mengalahkan Thian Ho Sianjin bersama
tiga orang tokoh lain yang maju berbareng mengeroyoknya....!
Wahhh....! Maksudmu Thian Ho
Sianjin ketua Pat-kwa-pai?! tanya Lauw Kang Hui terkejut.
Benar, Suhu!!
Lauw Kang Hui terbelalak. Dia
sendiri tidak akan mampu mengalahkan ke tua Pat-kwa-pai itu, dan sekarang,
Thian Ho Sianjin dibantu tiga orang kawannya kalah oleh Siangkoan Kok dalam
beberapa jurus saja!
Bahkan kemudian, Kui Thian-cu,
tokoh Pek-lian-kauw yang terkenal pandai bermain pedang itu, dikalahkan dengan
mudah oleh puteri ketua Pao-beng-pai yang bernama Siangkoan Eng. Beberapa orang
tokoh yang maju menguji kepandaian pimpinan Pao-beng-pai, semua juga dikalahkan
dengan mudah.!
Bukan main!! seru Lu Sek yang
juga tertegun seperti gurunya mendengar kehebatan pimpinan Pao-beng-pai.
Diam-diam Ouw Seng Bu juga kagum sekali dan timbul keinginan hatinya untuk
mengenal lebih dekat keluarga Siangkoan yang amat lihai itu. Mampukah dia
menandingi mereka?
Bagaimana dengan para wakil
perguruan-perguruan silat besar seperti Siauw-lim-pai, Kun-lun-pai, Go-bi-pai,
Bu-tong-pai dan lain-lain?! tanya pula Lauw Pangcu semakin tertarik.
Empat partai besar itu
dianggap sebagai tamu kehormatan dan dipersilakan duduk di kursi-kursi
kehormatan sejajar dengan ketua Pao-beng-pai. Perkumpulan itu mengajak semua
aliran baik dari partai bersih maupun golongan sesat, untuk bersama-sama
menggulingkan pemerintah penjajah Mancu....!
Tepat sekali!! tiba-tiba Ouw
Seng Bu berseru nyaring sehingga mengejutkan semua orang yang mengenalnya
sebagai seorang pemuda yang biasanya pendiam.
Apanya yang tepat, Seng Bu?
Apa maksudmu?! tanya Lauw Kang Hui dan wajah Seng Bu berubah merah. Dia
menyesali diri sendiri kenapa tidak dapat menahan diri. Akan tetapi berkat
kecerdikannya yang luar biasa, dia sudah mampu menguasai dirinya dan
menyediakan jawaban yang tepat.
Maksud teecu, perkumpulan yang
kuat seperti Pao-beng-pai itu tepat sekali untuk dijadikan sekutu menentang
penjajah, bukankah begitu Lu-suci dan Suheng?!
Lu Sek dan Lauw Kin
mengangguk, akan tetapi Lauw Kang Hui menarik napas panjang. Belum tentu. Kita
harus mengenal benar keadaan mereka. Lalu apa pula yang terjadi di sana, Thio
Cu?!
Ada peristiwa yang pasti akan
mengejutkan hati Suhu. Teecu melihat Sin-ciang Tai-hiap Yo Han berada pula di
sana.!
Ahhh....!!! Seruan ini keluar
dari mulut keempat orang itu. Berita ini benar-benar merupakan kejutan besar.
Apa yang dilakukan Pendekar
Tangan Sakti di sana? Ceritakan, Thio Cu, ceritakan!! kata Lauw Kang Hui,
tertarik sekali.
Yo-taihiap termasuk mereka
yang ingin menguji kepandaian pimpinan Pao-beng-pai. Kui Thian-cu dari
Pek-lian-kauw mengenalnya dan memaki Yo-taihiap sebagai iblis dari
Thian-li-pang. Teecu lalu maju membelanya, mengatakan bahwa Yo-taihiap adalah
pemimpin Thian-li-pang. Kemudian, Yo-taihiap memperkenalkan diri kepada
pimpinan Pao-beng-pai bahwa dia memusuhi pemerintah Mancu, juga dia memusuhi
tiga keluarga para pendekar Pulau Es, Gurun Pasir dan Lembah Siluman. Juga dia
mencela empat partai besar sebagai para pendekar yang tak bersemangat, tidak
mau menentang penjajah. Celaannya memarahkan Ciong Tojin dari Kun-lun-pai dan
Lo Kian Hwesio dari Siauw-lim-pai, akan tetapi Yo-taihiap menantang mereka.
Dua orang pendeta itu
mengeroyoknya, akan tetapi mereka kalah! Kemudian Hoat Cinjin dari Go-pi-pai
mengenal Yo-taihiap sebagai Sin-ciang Tai-hiap. Ketua Pao-beng-pai tertarik dan
dia sendiri turun tangan menguji kepandaian Yo-taihiap. Mereka mengadu sin-kang
dan agaknya mereka sama-sama kuat, sehingga Siangkoan Kok menerima Yo-taihiap
sebagai tamu agung dan sahabat yang akan bekerja sama.!
Semua orang mendengarkan
cerita itu dengan hati tertarik. Kalau tadi mereka kagum terhadap keluarga
ketua Pao-beng-pai, kini mereka kagum dan bangga pula terhadap Yo Han yang
mereka anggap sebagai pemimpin besar Thian-li-pang.
Kalau begitu, Yo-taihiap
hendak membawa Thian-li-pang agar bekerja sama dengan Pao-beng-pai?! tanya Lauw
Kang Hui.
Teecu tidak mengerti, Suhu.
Ada yang aneh dalam sikap Yo-taihiap. Ketika teecu pada waktu semua tamu
berpamitan, bertanya kepadanya kalau teecu dapat membantunya dia menyuruh teecu
cepat-cepat pergi dan mengatakan agar teecu tidak mencampuri urusan pribadinya
di sana.!
Urusan pribadi?! Lauw Kang Hui
bertanya heran.
Suhu, kalau begitu, tentu
Yo-taihiap tidak bermaksud untuk bergabung dengan Pao-beng-pai untuk urusan
perjuangan. Mungkin dia hendak minta bantuan Pao-beng-pai untuk menghadapi
musuh-musuhnya, dan kalau teecu tidak salah dengar, tadi Thio-suheng mengatakan
bahwa dia memusuhi para pendekar dari tiga keluarga benar.! kata Seng Bu.
Hemmm, mungkin pendapatmu itu
benar, Seng Bu. Bagaimana pendapatmu, Thio Cu? Engkau melihat semua peristiwa
di sana, tentu lebih tahu.!
Teecu kira pendapat sute Seng
Bu tadi benar. Ketika memperkenalkan diri, Yo Taihiap juga menyatakan bahwa dia
amat membenci dan memusuhi dua orang, yaitu Pendekar Suling Naga Sim Houw dan
isterinya yang bernama Can Bi Lan, masih bibi-guru sendiri dari Yo-taihiap. Dia
mengatakan bahwa ayah ibunya tewas karena kedua orang itu dan dia mendendam
kepada mereka.!
Jelas bahwa Yo-taihiap memang
hendak mengurus persoalan pribadi maka kita pun tidak boleh tergesa-gesa
bekerja sama dengan Pao-beng-pai,! kata Lauw Kang Hui.
Akan tetapi, Suhu, bukankah
kalau kita bekerja sama dengan perkumpulan yang kuat itu, maka perjuangan kita
akan menjadi lebih berhasil?! Seng Bu bertanya dengan nada memrotes.
Sute, engkau tahu apa? Kita
harus mentaati Suhu dan juga menunggu isyarat dari Yo-taihiap.! Lu Sek menegur
sutenya dengan alis berkerus.
Seng Bu menghela napas. Baik
maafkan aku, Suci. Oya, Suci, kemarin Suhu memberi petunjuk agar aku mengajak
Suci untuk menjadi lawan berlatih agar ilmu-ilmu yang sedang kulatih dapat
memperoleh kemajuan.! Dia mengalihkan perhatian.
Aih, Sute. Thio-suheng sedang
bercerita tentang pengalamannya, engkau malah membicarakan urusan latihan.!
Maaf, aku takut lupa....!
Lauw Kang Hui tertawa.
Ha-ha-ha, memang benar, Lu Sek. Aku sudah terlalu tua untuk menjadi pasangannya
berlatih. Dan hanya engkau yang dapat melayaninya.!
Lu Sek mengangguk dan
mengerti. Ia tahu apa yang dimaksudkan oleh sutenya dan suhunya. Memang, dua
macam ilmu silat guru mereka, yaitu Tok-jiuaw-kang dan Kiam-ciang, hanya
diajarkan kepada dia dan sutenya saja. Selain guru mereka, hanya mereka berdua
yang dapat memainkan ilmu itu, maka tentu saja hanya mereka berdua yang dapat
menjadi pasangan berlatih.
Baik, kita bicarakan soal
latihan itu lain hari saja, Sute.! katanya kepada Seng Bu yang mengangguk
sambil tersenyum.
Thio Cu melanjutkan ceritanya
tentang pengalamannya di pertemuan yang diadakan Pao-beng-pai itu. Akan tetapi
tidak ada yang menarik lagi bagi para pendengarnya karena yang menarik bagi
mereka hanyalah tentang Yo Han dan tentang keluarga Siangkoan. Tentu saja Thio
Cu sama sekali tidak tahu bahwa pemuda bernama Cia Ceng Sun yang dia ceritakan
itu sesungguhnya adalah seorang pangeran Mancu! Kalau saja dia tahu dan
menceritakan hal itu, sudah pasti peristiwa dan kenyataan ini akan menarik
perhatian para pendengarnya.
Demikianlah, mulai hari ini,
walaupun mereka belum ditunjuk sebagai ketua dan wakil ketua secara resmi, baru
dicalonkan, namun Lu Sek dan Lauw Kin makin berkuasa di Thian-li-pang,
sedangkan Lauw Kang Hui hanya menjadi penasihat saja, walaupun dia masih
disebut dan dianggap sebagai ketua.
***
Ouw Seng Bu menyelinap ke
dalam hutan di kaki Bukit Naga itu, lalu dia duduk di atas batu besar. Belum
sepuluh menit dia duduk, terdengar gerakan orang dan dia pun cepat menoleh ke
arah suara itu. Muncul seorang laki-laki berusia lima puluh tahunan yang
bertubuh tinggi kurus dan mukanya penuh brewok.
Paman Su, engkau sudah datang?
Bagaimana kabarnya?! tanya Seng Bu tanpa turun dari batu besar. Laki-laki itu
adalah seorang anggauta Thian-li-pang dan dia pun cepat maju menghampiri dan
memberi hormat dengan merangkap kedua tangan depan dada.
Ouw Kongcu (Tuan Muda Ouw),
aku membawa kabar baik. Pek Sim Siansu sendiri yang mengirim salam untuk Kongcu
dan sebagai tanda persahabatan beliau mengirimkan benda ini kepada Kongcu,
dengan harapan agar pertengahan bulan depan Kongcu suka memenuhi undangannya.
Kunjungan Kongcu akan disambut dengan gembira.!
Tiba-tiba Seng Bu melirik ke
arah kanan. Dia mendengar gerakan orang, walaupun gerakan itu hampir tak
bersuara. Dia tahu bahwa ada orang mengintai dan mendengarkan percakapannya
dengan orang itu. Jantungnya berdebar tegang. Celaka, pikirnya. Su Kian adalah
bekas kepercayaan mendiang ayahnya, dan sampai sekarang tetap setia kepada
ayahnya, walaupun dia telah menjadi anggauta Thian-li-pang yang ikut bersumpah
untuk kembali ke jalan benar dan taat kepada ketua Lauw. Su Kian merupakan
satu-satunya orang yang dipercayanya, dan yang siap membantu agar dia dapat
menguasai Thian-li-pang dan memimpin perkumpulan ini seperti mendiang ayahnya
dahulu, melanjutkan perjuangan ayahnya menentang kerajaan Mancu secara
kekerasan. Dan dia telah mengutus Su Kian untuk menghubungi Pek-lian-kauw dan
menceritakan kepada pimpinan Pek-lian-kauw akan niatnya untuk bekerja sama
setelah dia dapat menguasai Thian-li-pang seluruhnya.
Biarpun dia tahu bahwa ada
orang yang memiliki kepandaian tinggi mengintai dan menyaksikan pertemuannya
dengan Su Kian, juga mendengar percakapan mereka tadi, namun Seng Bu bersikap
tenang dan mendengarkan laporan Su Kian sampai habis, bahkan dia menerima benda
pemberian ketua Pek-lian-kauw kepadanya. Ketika buntalan kain kuning itu dibuka
isinya adalah sebuah mainan terbuat dari batu giok yang berbentuk seekor naga!
Indah sekali dan tentu berharga mahal bukan main.
Tiba-tiba Seng Bu melemparkan
benda indah dan mahal itu ke atas tanah dan dia menudingkan telunjuk kirinya ke
arah muka Su Kian sambil memaki dengan suara nyaring dan marah.
Su Kian, berani engkau
membujuk aku untuk menerima uluran tangan Pek-lian-kauw? Engkau pengkhianat,
sepantasnya engkau dibunuh!! Tangannya bergerak cepat sekali dan Su Kian yang
terbelalak matanya dan ternganga mulutnya itu tidak sempat mengelak, menangkis
atau bahkan mengeluarkan suara apa pun. Totokan itu cepat datangnya dan dia pun
terpelanting lemas.
Pada saat itu, muncul sesosok
bayangan berkelebat. dan Lu Sek sudah berdiri di sana, diikuti Lauw Kin dan di
belakang mereka masih nampak bayangan beberapa orang berkelebat. Seng Bu hanya
mengerling saja dan melihat bahwa yang muncul adalah belasan orang saudara
seperguruannya dipimpin oleh Lu Sek, tangannya kembali bergerak ke depan,
mencengkeram ke arah kepala Su Kian dan orang itu pun tewas seketika terkena
cengkeraman Tok-jiauw-kang. Mukanya membiru.
Sute, kenapa engkau
membunuhnya?! Lu Sek melompat dekat dan menegur Seng Bu.
Seng Bu mengerutkan alisnya,
nampak marah sekali. Pengkhianat ini layak dibunuh seratus kali!! katanya.
Suci, dia mengkhianati kita, mengadakan hubungan dengan Pek-lian-kauw, bahkan
membujuk aku untuk bekerja sama dengan Pek-lian-kauw. Lihat, dia hendak
menyampaikan pemberian ketua Pek-lian-kauw kepadaku!! Dia membungkuk dan
mengambil mainan berbentuk naga dari batu giok tadi dan sekali mengerahkan
tenaga menjempit benda itu di antara kedua tangannya, benda itu pun remuk
berkeping-keping dan dilemparkan ke atas tanah dengan pandang mata muak.
Lu Sek masih mengerutkan
alisnya dan kini semua murid ketua Thian-lipang sudah berada di situ,
menghadapi Seng Bu dengan setengah lingkaran.
Aku sudah mendengarnya. Akan
tetapi, kenapa engkau membunuhnya padahal tadi engkau sudah merobohkannya
dengan totokan?! tanya pula Lu Sek dengan sinar mata penuh selidik, sedangkan
para tokoh Thian-li-pang lainnya memandang kepada pemuda itu.
Seng Bu memandang ke arah
mayat Su Kian dengan alis berkerut. Dia marah dan kecewa sekali harus membunuh
pembantunya yang paling dipercayanya itu. Terpaksa dia membunuhnya karena yang
menyaksikan pertemuannya dengan Su Kian terlalu banyak. Tak mungkin dia
membunuh belasan orang ini untuk menutupi rahasianya. Tadi pun dia sudah
sengaja menotoknya untuk melihat siapa yang muncul setelah melakukan
pengintaian. Kalau hanya satu dua orang saja yang mengintai, tentu dia akan
membunuh mereka dan memulihkan pembantunya. Akan tetapi yang muncul belasan
orang sehingga dia terpaksa dengan hati berat, cepat membunuh Su Kian untuk
membungkamnya dan menyimpan rahasianya.
Suci, tadinya aku ingin
menangkapnya dan menyeretnya ke depan Suci. Akan tetapi melihat Suci sudah
datang, aku tidak dapat menahan kemarahanku dan membunuhnya!!
Hemmm, memang dia pantas
dibunuh, akan tetapi kenapa begitu tergesa-gesa? Semestinya engkau membiarkan
dia hidup agar dia dapat membuat pengakuan dan kita dapat membongkar semua
rahasianya, sampai berapa jauh dia melakukan pengkhianatan dan hubungan dengan
Pek-lian-kauw. Sekarang, dia telah mati, tentu kita tidak mendapatkan
keterangan yang berharga.!
Melihat suci-nya menegurnya,
Seng Bu menundukkan mukanya. Maafkan aku, Suci, dalam kemarahanku, aku tidak
ingat lagi akan hal yang penting itu. Akan tetapi, sebelum aku membunuhnya, dia
tadi sudah menceritakan betapa dia mengadakan hubungan dengan pimpinan Pek-lian-kauw
dan betapa Pek-lian-kauw ingin menyambung kembali hubungannya dengan kita
seperti dahulu, mengajak kita bekerja sama menghadapi penjajah. Bahkan dia
membujukku dengan hadiah naga kemala yang katanya diberikan kepadaku oleh Pek
Sim Siansu ketua Pek-lian-kauw.!
Sudahlah, Sute. Kalau kita
bekerja sama dengan Pek-lian-kauw, mereka hanya akan menyeret para anggauta
kita ke dalam jalan sesat, melakukan kejahatan demi keuntungan diri sendiri
dengan kedok perjuangan. Su Kian telah menjadi pengkhianat, dan dia sudah
terhukum mati. Akan tetapi, satu hal yang membuat aku tidak senang, kenapa
engkau melupakan pesan Suhu, Ouw-sute? Lupakah kau akan pesan Suhu tentang
penggunaan Tok-jiauw-kang? Kenapa engkau mempergunakan ilmu itu untuk
membunuhnya? Dengan pukulan biasa pun engkau akan sanggup membunuhnya.!
Sikap dan ketegasan dan suara
sucinya membuat Seng Bu diam-diam merasa tersinggung. Hemmm, baru saja diangkat
menjadi calon ketua, sudah begini tinggi hati dan angkuh, pikirnya. Akan tetapi
dia menunduk menyembunyikan pandang matanya, mengambil sikap mengalah dan
mengaku salah.
Maaf, Suci. Karena marah aku
menjadi mata gelap dan tidak ingat mempergunakan ilmu itu. Karena belum
menguasai ilmu itu dengan sempurna maka aku kelepasan tangan.! Tentu saja
ucapan ini sama sekali bohong, akan tetapi menyenangkan hati Lu Sek yang merasa
bahwa tingkat kepandaian sutenya yang merupakan orang nomor dua di antara para
murid suhunya, masih jauh di bawah tingkatnya sendiri. Harap Suci tidak melapor
kepada Suhu agar aku tidak mendapat teguran. Cukup Suci yang menegurku dan aku
menyadari kesalahanku.!
Sudahlah, lupakan hal itu.
Sekarang ceritakan, bagaimana engkau dapat berada di sini dan mengadakan
pertemuan dengan Su Kian. Tadi kami melihat gerakan Su Kian yang mencurigakan,
maka diam-diam kami membayanginya karena memang sudah lama aku memperhatikan
gerak-geriknya yang mencurigakan.!
Begini, Suci. Malam tadi dia
menemuiku dan mengatakan bahwa pagi hari ini dia ingin membicarakan sesuatu
yang teramat penting, yang katanya menyangkut urusan Thian-li-pang. Tadinya aku
merasa heran mengapa dia tidak bicara secara terbuka saja, akan tetapi dia
mengatakan bahwa hanya aku yang dia percaya, maka dia minta agar aku datang ke
sini sekarang dan dia akan menceritakan kepentingannya itu. Dapat Suci
bayangkan betapa kaget hatiku mendengar pelaporannya tentang hubungannya dengan
Pek-lian-kauw, dan ketika dia membujukku untuk mau bekerja sama dengan
Pek-lian-kauw dan memberikan benda itu, aku menjadi marah sekali. Selanjutnya,
Suci mungkin telah mendengar dan melihat sendiri.!
Lu Sek mengangguk-angguk.
Pengalaman ini agar dapat menjadi peringatan kepadamu, Sute, bahkan kita sama
sekali tidak boleh menyimpang dari jalan yang diambil Thian-li-pang, sesuai
dengan pengarahan Yo-taihiap dan bimbingan Suhu selama ini.!
Yo-taihiap lagi, Yo-taihiap
lagi, demikian Seng Bu mengomel dalam hati. Macam apakah Yo Han itu sehingga
semua orang seolah-olah tunduk dan taat kepadanya? Bertahun-tahun tidak pernah
muncul, tidak melakukan sesuatu untuk Thian-li-pang, akan tetapi semua pimpinan
Thian-li-pang selalu menyebut-nyebut namanya penuh hormat!
Mereka lalu kembali ke markas
Thian-li-pang setelah Lu Sek menyuruh para sutenya menguburkan jenazah Su Kian
sebagaimana mestinya, di tempat itu juga. Bagi seorang pengkhianat, tidak ada
tempat peristirahatan di makam keluarga Thian-li-pang!
Seng Bu ikut pulang dengan
wajah biasa, akan tetapi hatinya mengalami tekanan yang berat. Dia terpaksa
harus membunuh Su Kian, satu-satunya orang kepercayaannya di Thian-li-pang.
Bahkan hanya Su Kian yang tahu bahwa dia telah mewarisi ilmu Bu-kek-hoat-keng,
dan Su Kian pula yang selama ini menjadi perantara baginya untuk berhubungan
dengan para pimpinan Pek-lian-kauw. Dia sudah mengambil keputusan untuk
mengambil alih kepimpinan Thian-li-pang dan bergabung dengan Pek-lian-kauw dan
Pat-kwa-pai, seperti dulu ketika ayahnya masih menjadi ketua Thian-li-pang. Dan
sudah cukup lama, melalui Su Kian, dia mengadakan hubungan rahasia dengan para
pimpinan Pek-lian-kauw.
Ketika mereka berjalan pulang,
Seng Bu melangkah mendekati Lu Sek yang berjalan berdampingan dengan Lauw Kin
yang bukan rahasia lagi menjadi sahabat baik dan bahkan kedua orang itu sudah
merencanakan pernikahan dalam waktu dekat. Hubungan antara janda dan duda yang
tidak mempunyai anak dan masih bersaudara seperguruan ini direstui oleh Lauw
Kang Hui.
Suci, aku merasa menyesal
sekali atas kejadian tadi....! Seng Bu berkata.
Lu Seng mengerutkan alisnya
dan menoleh, memandang kepada sutenya itu dengan sinar mata heran dan penuh
selidik. Sute, apa sih yang mendatangkan perubahan kepadamu? Biasanya engkau
pendiam, akan tetapi hari ini engkau banyak bicara. Bukankah urusan itu sudah
selesai?!
Aku tetap merasa menyesal
sekali telah kelepasan tangan, Suci. Hal itu terjadi karena aku belum menguasai
Tok-jiauw-kang sepenuhnya. Aku teringat akan pesan Suhu agar aku mengajak
engkau untuk memberi petunjuk dalam latihan. Maukah engkau memberi petunjuk
kepadaku, Suci?!
Hemmm, baiklah. Nanti akan
kusediakan waktu untuk itu.!
Bagaimana kalau besok
pagi-pagi sekali, Suci? Aku biasa berlatih di dekat sumur tua yang ditutup itu,
di sana sunyi dan kurasa latihan ini tidak baik kalau sampai terlihat murid
lain.!
Baiklah, besok pagi kusediakan
waktu.!
Aku akan menunggumu pada saat
matahari mulai menyingsing, Suci.! Tanpa menanti jawaban, Seng Bu kembali
menjauhkan diri dan berjalan bersama para murid Thian-li-pang lainnya.
Setelah Seng Bu menjauhkan
diri, Lauw Kin berkata kepada Lu Sek, Kulihat Ouw-sute itu setia kepada
Thian-li-pang, tegas dan semangatnya untuk maju besar sekali. Kita beruntung
mendapatkan seorang pembantu seperti dia. Kelak dia boleh diharapkan untuk
membawa Thian-li-pang maju.!
Lu Sek menghela napas, Tadinya
aku juga mengira Suhu akan mengangkat dia menjadi calon ketua. Dia memang
berbakat dan ilmu silatnya maju pesat, hanya di bawah tingkatku saja. Akan
tetapi, agaknya Suhu melihat bahwa dia masih terlalu muda dan kadang-kadang
wataknya amat aneh. Seperti yang tadi dia lakukan, dia menggunakan
Tok-jiauw-kang untuk membunuh Su Kian, padahal ilmu itu merupakan ilmu simpanan
yang hanya boleh dipergunakan kalau terpaksa menghadapi lawan berat dan
nyawanya terancam saja. Dan dia mempergunakannya untuk membunuh seorang
anggauta Thian-li-pang sendiri begitu saja!!
Akan tetapi, pengkhianat itu
memang sudah sepatutnya dibunuh.!
Itu memang benar, akan tetapi
dia tidak perlu mempergunakan Tok-jiauw-kang. Mungkin karena dia memang belum
menguasai ilmu itu dengan sempurna. Ilmu itu memang amat sulit, sama sulitnya
dengan ilmu Kiam-ciang. Biar besok kuberi petunjuk kepadanya, sesuai dengan
perintah Suhu.!
Lauw Kin tidak bicara lagi,
akan tetapi hatinya mengandung kekhawatiran. Tadi dia seperti melihat sinar
mata yang aneh dari pandang mata Seng Bu terhadap sucinya, seperti kilatan mata
yang tajam dan dingin!
***
Lu Sek telah tiba di tempat
sunyi itu pagi-pagi sekali. Matahari belum nampak di langit timur, akan tetapi
sinarnya telah menerangi langit itu dan cuaca sudah mulai terang. Keruyuk ayam
jantan hanya terdengar kadang-kadang, tidak sesering tadi, akan tetapi burung
masih ramai berkicau membuat persiapan untuk berangkat kerja mencari makan hari
itu.
Pada tengahari saja, tempat
ini jarang dikunjungi orang. Apalagi orang luar, bahkan orang-orang
Thian-li-pang sendiri kalau tidak mempunyai keperluan yang penting sekali,
merasa segan datang ke tempat ini. Seolah-olah ada hukum tak tertulis dan
terucapkan bahwa daerah ini merupakan daerah pantangan. Itu adalah daerah liar
di mana terdapat sumur yang dahulu pernah menggegerkan Thian-li-pang. Sumur itu
pernah dijadikan hukuman atau siksaan oleh nenek moyang Thian-li-pang. Bahkan
seorang tokoh besar Thian-li-pang telah dibuang hidup-hidup di dasar sumur oleh
para suhengnya sendiri, demikian menurut dongeng yang dikenal oleh para murid
Thian-li-pang. Tokoh besar itu dibuntungi kaki tangannya dan dibuang ke sumur
itu.
Namun dia tidak mati-mati, dan
seringkali terdengar teriakan dan lolongnya yang mengerikan. Tokoh rahasia ini
amat sakti dan akhirnya, tokoh sakti ini menjadi guru dari Yo Han yang pernah
tinggal di Thian-li-pang sehingga Yo Han akhirnya menjadi tokoh yang dianggap
pemimpin besar Thian-li-pang, yang mengubah jalur Thian-li-pang yang tadinya
menyeleweng dan sesat. Dan biarpun telah dikabarkan bahwa kakek sakti yang bernama
Cu Lam Hok itu telah mati, namun tempat itu masih dianggap keramat. Sumur yang
telah ditutup oleh para tokoh besar Thian-li-pang untuk membunuh kakek buntung
itu, kini dianggap sebagai tempat yang dihuni iblis dan hantu. Bahkan ada murid
Thian-li-pang yang berani bersumpah bahwa dia pernah mendengar lolong dan pekik
mengerikan itu keluar dari dalam sumur yang sudah ditutup itu.
Tempat ini amat sunyi. Karena
para murid Thian-li-pang sendiri menganggap tempat itu angker dan keramat, maka
tempat itu jarang dijamah tangan dan tidak terpelihara sehingga di situ tumbuh
alang-alang dan semak belukar yang membuat tempat itu kelihatan semakin
menyeramkan.
Biarpun ia seorang ahli silat
tingkat tinggi yang tangguh dan tak pernah mengenal takut, namun diam-diam Lu Sek
merasa bulu tengkuknya meremang kalau ia teringat akan dongeng menyeramkan dari
tempat itu. Ia mulai menyesal mengapa ia menyanggupi sutenya untuk berlatih.
silat di tempat seperti itu? Akan tetapi, ia tidak terlalu menyalahkan sutenya
yang biasa berlatih di tempat ini karena untuk melatih kedua ilmu simpanan guru
mereka yang hanya diajarkan kepada mereka berdua, guru mereka berpesan agar
kalau mereka berlatih ilmu Tok-jiauw-kang dan Kiam-ciang, mereka harus berlatih
di tempat tersembunyi agar tidak kelihatan oleh murid-murid lain dan
menimbulkan perasaan iri. Ia sendiri selalu berlatih di dalam kamar yang
tertutup dan memang tidak begitu menyenangkan berlatih di kamar tertutup, tidak
seperti di tempat terbuka seperti ini. Apalagi untuk melatih kedua ilmu itu, ia
harus mengerahkan tenaga sinkang yang amat kuat dan ini membuat tubuh menjadi
panas dan banyak mengeluarkan keringat, apalagi kalau latihan di kamar tertutup
yang pengap.
Ia berhenti, menengok ke
sekeliling. Sumur mengerikan itu masih nampak tembok bibirnya, di antara
semak-semak dan di sekitar sumur itu masih terdapat banyak batu-batu besar,
agaknya kelebihan batu-batu yang dipakai untuk menutup sumur. Mengerikan!
Ouw-sute....!! Ia memanggil
sambil memandang sumur itu, seolah-olah ia mengharapkan sutenya itu akan muncul
keluar dari sumur tua itu. Ia tahu bahwa masih ada sumur ke dua yang tertutup
semak belukar sama sekali, beberapa ratus meter dari situ, akan tetapi sumur ke
dua ini lebih menyeramkan lagi karena belum tertutup dan merupakan lubang gelap
hitam tak kelihatan dasarnya dan kabarnya mengandung hawa beracun dan menjadi
tempat tinggal ular-ular berbisa.Tiba-tiba ia terbelalak dan merasa bulu
tengkuknya dingin meremang. Ia memandang ke arah sesosok bayangan yang
benar-benar muncul dari sumur itu! Perlahan-lahan sosok bayangan itu bangkit
berdiri tanpa mengeluarkan suara, berdiri tegak seperti iblis yang datang untuk
membalas dendam, haus darah!
Lu Sek mentertawakan diri
sendiri. Ia seorang pendekar gagah perkasa, tidak takut dan tidak percaya
kepada segala macam ketahyulan!
Sute, engkau kah itu?! serunya
dan ia pun melangkah maju agak mendekat.
Bayangan itu meloncat dan
ternyata dia benar Ouw Seng Bu. Karena cuaca belum terang benar, dan
kemunculannya tepat di belakang sumur itu, maka tentu saja membuat ia berkhayal
melihat iblis sendiri keluar dari dalam sumur yang sudah tertutup. Akan tetapi,
ketika Seng Bu melangkah maju mendekat dan ia dapat melihat wajahnya, Lu Sek
mengerutkan alisnya.
Ouw-sute, engkau kah itu?!
kembali ia bertanya. Memang ia mengenali sutenya, akan tetapi sinar mata
sutenya itu, senyum pada mulut sutenya itu. Betapa asing dan aneh baginya.
Belum pernah selama ini ia melihat sinar mata dan senyum seperti itu pada wajah
Ouw Seng Bu. Sinar mata yang mencorong seperti mata binatang buas, penuh
kebengisan dan kekejaman. Dan senyum itu! Mengerikan sekali. Senyum itu
demikian dingin penuh ejekan, membuat Lu Sek merasa tengkuknya dingin dan bulu
kuduknya meremang.
Akan tetapi, bayangan khayal
menyeramkan itu membuyar ketika ia mendengar suara sutenya, Lu-suci, aku sudah
menunggumu sejak tadi.!
Ouw-sute, kenapa tergesa-gesa?
Matahari juga belum muncul, baru nampak sinarnya saja.!
Suci, latihan kedua ilmu
simpanan dari suhu ini merupakan ilmu yang hanya diajarkan kepada kita berdua.
Murid lain tidak boleh mempelajarinya, bahkan suheng Lauw Kin juga tidak
diajari kedua ilmu itu. Maka, sebaiknya kalau kita latihan secara tersembunyi.
Di tempat ini sunyi, juga pagi-pagi seperti ini, belum ada anggauta
Thian-li-pang yang keluar. Amat baik kalau kita berlatih sekarang, Suci. Aku
ingin agar dapat menguasai Tok-jiauw-kang dan Kiam-ciang sepenuhnya. Agar aku
dapat paham benar, sebaiknya kalau kita melatih dua macam ilmu itu sekaligus.
Bagaimana, Suci?!
Baiklah. Akan tetapi kita
harus berhati-hati. Kedua macam ilmu pukulan ini amat berbahaya dan dapat
mendatangkan luka beracun atau bahkan kematian. Kita tidak boleh kesalahan
tangan. Nah, aku sudah siap, engkau mulailah!! kata Lu Sek sambil memasang
kuda-kuda yang kokoh kuat.
Ouw Seng Bu tersenyum dan
kembali Lu Sek merasa bulu tengkuknya meremang dan terasa dingin. Senyum itu
sungguh aneh dan tidak wajar, seperti senyum iblis! Suci sambutlah seranganku
ini!! Tiba-tiba Seng Bu menyerang dengan pukulan tangan miring dan terdengar
suara bersiut dibarengi angin dahsyat. Itulah Kiam-ciang (Tangan Pedang). Ilmu
ini membuat tangan yang memukul itu seperti sebatang pedang saja, dapat
membuntungi anggauta badan lawan, bahkan dapat menyambut senjata tajam lawan
seperti sebatang pedang! Melihat betapa pukulan yang menyambar itu amat
dahsyat, Lu Sek cepat mengelak. Akan tetapi begitu tangan kiri Seng Bu yang
menyambar itu luput, tangan kanannya sudah meluncur ke arah dada sucinya dan
ketika terpaksa Lu Sek menangkis serang mencengkeram. Kembali ada angin
menyambar dan itulah sebuah jurus Tok- jiauw-kang yang amat ampuh!
Ihhh....!!! Lu Sek berseru
kaget Sute, gerakanmu sudah hebat,! dan karena serangan sutenya ini benar-benar
amat kuat ia berseru kaget, akan teramat berbahaya, juga tidak sopan karena
mencengkeram ke arah dadanya tapi kembali ia merasa ngeri melihat. sutenya.
Sinar mata sutenya yang demikian aneh, Tidak begitu seharusnya dalam latihan.
Tidak sopan namanya. Akan tetapi masih menganggap bahwa sutenya tidak sengaja,
maka ia pun cepat mengelak lalu balas menyerang dengan Kiam-ciang yang
dikombinasikan dengan cengkeraman Tok-jiauw-kang. Akan tetapi tentu ia menahan
dan membatasi tenaganya agar jangan sampai melukai sutenya yang ia tahu belum
begitu sempurna menguasai kedua ilmu itu!
Akan tetapi, semua serangannya
ternyata dapat dielakkan dengan amat mudahnya oleh Seng Bu, dan pemuda itu
membalas lagi semakin lama semakin dasyat!
Duk-duk-plakkk!! tiga kali
beruntun kedua tangan mereka saling bertemu ketika terpaksa Lu Sek menangkis
serangan sutenya yang amat dasyat, dan karena ia membatasi tenaganya, akibatnya
ia terdorong dan terhuyung ke belakang.
Sute, gerakanmu sudah hebat
dan amat kuat!! Ia berseru kaget, akan tetapi kembali ia merasa ngeri melihat
sinar mata sutenya yang demikian aneh,mencorong dan senyumnya semakin
menakutkan. Bahkan tanpa mengeluarkan kata apa pun, sutenya kini meloncat ke
depan dan menerjang lagi dengan dasyat.
Lu Sek semakin kaget. Sutenya
nyerangnya dengan Kiam-ciang atau Tok-jiauw-kang, akan tetapi dengan tenaga yang
dahsyat dan sama sekali bukan orang yang sedang mengajaknya berlatih. Sutenya
menyerangnya seperti orang yang berkelahi, menyerang sungguh-sungguh, dengan
pukulan-pukulan maut! Terpaksa ia mengerahkan tenaganya untuk memukul mundur
sutenya. Ketika sutenya memukul ke arah dadanya dengan Kiamciang, ia pun
mengerahkan seluruh tenaga dan menangkis dengan gerakan Kiam-ciang pula.
Wuuuttt.... desss....!!! Dua
tenaga bertemu melalui pukulan tangan miring dan akibatnya, tubuh Lu Sek
terjengkang dan tentu ia terbanting roboh kalau saja tidak cepat membuat
gerakan bergulingan. Ketika ia meloncat bangun, ia merasa napasnya agak sesak
dan ia memandang kepada sutenya dengan mata terbelalak.
Sute, kau....!
Lu-suci, kita belum selesai
latihan. Sambut seranganku ini!! katanya dan tanpa memberi kesempatan lagi
kepada Lu Sek, Seng Bu sudah menerjang lagi dengan pukulan kombinasi antara
Kiam-ciang dan Tok-jiauw-kang (Cakar Beracun).
Hemmm....!! Kini Lu Sek
menjadi marah. Kiranya sutenya ini benar-benar hendak memamerkan kepandaiannya
dan biarpun ia terkejut menyaksikan kemajuan sutenya, namun ia merasa lebih
unggul dan ia pun tidak mau kalah. Apalagi, ia adalah menjadi ketua
Thian-li-pang. Bagaimana ia sampai dapat dikalahkan seorang pembantunya, juga
sutenya yang minta petunjuk dalam ilmu silat darinya? Lu Sek kini mengerahkan
seluruh tenaganya dan memainkan kedua ilmu itu sebaik mungkin.
Terjadilah serang-menyerang
yang hebat dan seru. Memang harus diakui oleh Seng Bu bahwa dalam hal
penggunaan kedua ilmu itu, dia masih kalah mahir dibandingkan sucinya. Kalau
dia hanya mempergunakan kedua ilmu itu tanpa menambah tenaga mujijat yang
dihimpunnya melalui latihan ilmu rahasia Bu-kek-hoat-keng, jelas dia tidak akan
mampu menandingi sucinya. Akan tetapi, setiap kali beradu lengan, diam-diam dia
mengerahkan tenaga mujijat itu dan selalu sucinya terpental dan terhuyung ke
belakang. Karena kalah tenaga, maka Seng Bu dapat menutupi kekalahannya dalam
kemahiran memainkan kedua ilmu itu, bahkan kini dia yang mendesak hebat!
Desss....!!! Kembali kedua
tangan mereka saling bertemu dan kembali Lu Sek terpental dan terjengkang,
dengan dada terasa makin sesak. Dan pada saat itu, Seng Bu sudah meloncat ke
depan dan mengirim tamparan susulan dengan Kiam-ciang ke arah kepala sucinya yang
masih belum sempat bangun.
Sute, kau....!! Lu Sek
mengangkat tangan menangkis sambil mengerahkan tenaganya.
Plakkk!! Tubuhnya terdorong
dan bergulingan, dan dari mulutnya keluar darah, dadanya terasa nyeri.
Ouw-sute, apa yang kau lakukan
ini?! bentak Lauw Kin yang tiba-tiba sudah berada di situ. Melihat tunangannya
terdesak bahkan muntah darah, tentu saja Lauw Kin terkejut dan marah sekali.
Dia memang sudah merasa curiga kepada Seng Bu kemarin, maka pagi ini dia
sengaja datang ke tempat itu untuk melihat keadaan tunangannya. Dan ternyata
kekhawatirannya terbukti. Dalam berlatih melawan Seng Bu, agaknya tunangannya
terluka, dan latihan itu agaknya menjadi perkelahian yang sungguh-sungguh.
Dia.... dia menjadi gila....!!
kata Lu Sek yang sudah dapat bangkit kembali.
Ouw-sute, apa yang kau lakukan
ini? Kenapa engkau melukai. ketua kita?! kembali Lauw Kin menegur Ouw Seng Bu
dengan alis berkerut.
Tiba-tiba Seng Bu tertawa dan
kedua orang itu saling pandang, merasa ngeri. Itu bukan tawa manusia waras!
Mirip tawa iblis, atau tawa orang sinting.
Heh-heh-ha-ha-hah....! Engkau
boleh maju sekalian, Lauw-suheng. Atau engkau tidak berani? Takut berlatih
melawan sutemu seperti Lu-suci? Heh-heh-heh, ketua dan wakil ketua
Thian-li-pang begini pengecut! Sungguh tidak pantas!!
Lauw Kin dan Lu Sek
terbelalak, terkejut dan heran, akan tetapi juga marah sekali. Gila atau tidak,
Ouw Seng Bu ini sungguh merupakan seorang murid yang murtad!
Ouw-sute, sadarlah! Sudah
gilakah engkau?! bentak Lu Sek marah, akan tetapi karena ia tadi melihat
kenyataan betapa lihai sutenya ini, ia kini sudah siap waspada dan sudah meraba
gagang pedangnya, sedangkan Lauw Kin meraba gagang goloknya.
Ha-ha-ha, berani atau takut,
tetap saja aku akan menyerang kalian! Nah, sambutlah ini!! Dia sudah menyerang
lagi dengan tamparan-tamparan Kiam-ciang. Karena maklum betapa serangan itu
amat berbahaya, Lu Sek meloncat ke belakang, diikuti Lauw Kin dan mereka kini
sudah mencabut pedang dan golok.
Ouw-sute, sadarlah! Atau
terpaksa kami akan menghadapimu dengan senjata. Engkau dapat merupakan bahaya
besar bagi Thian-li-pang kalau tidak mau sadar dan berubah gila!!
Ouw Seng Bu tersenyurn dan
sekali ini bukan hanya Lu Sek yang merasa ngeri, juga Lauw Kin memandang dengan
terbelalak karena dia pun tidak lagi mengenal sutenya dengan senyum seperti
itu.
Kalian mencabut senjata?
Bagus, bagus! Kesempatan bagiku untuk menguji kepandaianku sendiri. Nah,
sambutlah seranganku dengan senjata kalian, heh-heh-heh!! Sambil tertawa-tawa
Ouw Seng Bu sudah menyerang lagi, akan tetapi kedua orang kakak seperguruannya
itu terkejut dan terheran bukan main karena kini gerakan sute mereka itu sama
sekali berlainan dengan gerakan ilmu silat yang pernah mereka pelajari. Gerakan
itu aneh sekali dan nampaknya seperti gerakan yang kacau, gerakan pesilat yang
mungkin gila! Karena maklum betapa besar bahayanya kalau sute yang gila ini
dibiarkan saja, Lu Sek sudah meloncat ke depan menyambut serangan itu dengan
pedangnya, dengan maksud merobohkan sutenya, menangkap atau kalau perlu membunuhnya.
Lu Sek yang memiliki gerakan
ringan dan cepat itu, sudah memutar pedang dan meloncat ke depan, menyambut
gerakan kedua tangan sute yang seperti hendak mencakar itu dengan sambaran
pedangnya!
Wuuut.... singgg....!
Krakkk....!! Pedang itu bertemu dengan jari tangan kanan Seng Bu dan pedang itu
patah-patah, kemudian tangan kiri Seng Bu menampar ke depan dengan jari tangan
terbuka, bukan gerakan Kiam-ciang, melainkan gerakan aneh. Angin yang panas
sekali menyambar ke arah dada Lu Sek dan wanita itu mengeluarkan jerit
tertahan, tubuhnya roboh dan tak bergerak lagi. Ketika Lauw Kin memandangnya,
dia terbelalak dengan wajah pucat melihat betapa tunangannya itu telah tewas
dalam keadaan tubuh menghitam seperti hangus terbakar!
Kau.... jahanam.... kau membunuhnya....!!
Lauw Kin menjadi marah dan sedih sekali. Dengan nekat dia maju menggerakkan
goloknya, menerjang maju dan menyerang Seng Bu dengan cepat sekali.
Bagus, memang engkau harus
pergi untuk selamanya agar tidak menjadi penghalang bagiku!! bentak Seng Bu dan
dia menyambut golok itu dengan kedua tangannya. Tangan kirinya begitu saja,
dengan jari terbuka, menerima golok itu dan mencengkeramnya. Bukan main
hebatnya jari-jari tangan itu karena begitu kena dicengkeram, golok itu pun
patah-patah dan remuk! Kemudian, tangan kanan Seng Bu sudah memukul ke depan.
Dada Lauw Kin terkena tamparan itu dan dia pun terjengkang dan tewas seketika
di dekat mayat tunangannya dengan tubuh hangus pula.
Ouw Seng tertawa bergelak
seperti seekor binatang buas, akan tetapi hanya sebentar karena kemudian
sikapnya itu berubah kembali. Dia tidak tertawa lagi, juga sinar matanya tidak
liar dan mulutnya, tidak mengandung senyum iblis. Dia nampak tenang dan
termenung berdiri memandang ke arah dua mayat suheng dan sucinya yang telah
dibunuhnya. Pikirannya bekerja, penuh kelicikan. Dia sudah berhasil membunuh
ketua dan wakil ketua Thian-li-pang. Hanya ada satu lagi pengganjal yang akan
menjadi penghalang dia memimpin Thian-li-pang, yaitu gurunya sendiri, Lauw Kang
Hui! Kakek itu tentu tidak akan tinggal diam kalau mendengar betapa kedua orang
murid tersayang itu tewas, apalagi kalau tahu bahwa dia membunuh mereka,
pikirnya. Kalau penghalang yang tinggal seorang ini disingkirkan, siapa lagi
yang akan berani dan mampu menghalanginya menjadi ketua Thian-li-pang?
Tak lama kemudian, di pagi
hari buta itu, dia sudah mengetuk pintu kamar Lauw Kang Hui. Seperti biasa,
kakek ini sejak pagi sekali sudah terbangun dan sudah duduk samadhi. Mendengar
ketuken pintu, hatinya merasa tidak senang. Siapa berani demikian lancangnya
mengganggu samadhinya di pagi hari seperti itu?
Siapa?! tanyanya, suaranya
halus namun mengandung ketidaksabaran karena merasa terganggu.
Suhu, teecu ingin melaporkan
hal yang amat penting dan gawat!! terdengar suara Seng Bu dari luar, juga lirih
akan tetapi dapat didengar jelas oleh orang pertama Thian-li-pang itu.
Masuklah, pintunya tidak
terkunci.! kata Lauw Kang Hui.
Seng Bu masuk dan berlutut di
depan gurunya.
Seng Bu, ada apakah engkau
sepagi ini menggangguku dari samadhi?!
Maaf, Suhu. Telah terjadi
sesuatu dengan suci Lu Sek dan suheng Lauw Kin. Marilah Suhu tengok sendiri dan
melihat keadaan mereka.
Hemmm, ada apa dengan mereka?!
Mereka.... ahhh, teecu
khawatir sekali, Suhu. Marilah, kita ke sana dan Suhu melihat sendiri!! kata
Seng Bu sambil bangkit dan keluar dari kamar itu. Tentu saja Lauw Kang Hui
menjadi heran dan tertarik, lalu dia bangkit dan mengikuti muridnya. Dia
menjadi semakin heran ketika muridnya itu pergi ke tempat sunyi yang
dikeramatkan, yaitu di daerah yang terdapat sumur yang dahulu dipakai sebagai
tempat menghukum kakek Ciu, yaitu mendiang supeknya (uwa gurunya).
Lauw Kang Hui mengerutkan
alisnya. Seng Bu, kenapa engkau mengajakku ke tempat ini?! Dia merasa tidak
enak juga melihat ke arah dua buah sumur itu, yang sebuah tertimbun batu, yang
sebuah lagi tersembunyi di balik semak belukar dan tempat ini merupakan tempat
yang mengerikan.
Lihatlah, Suhu.! kata Seng Bu
dan dia berhenti tak jauh dari semak yang menyembunyikan sumur ke dua yang
masih belum ditimbuni apa-apa.
Lauw Kang Hui menghampiri dan
dia terbelalak memandang kepada tubuh dua orang muridnya yang rebah telentang
dengan muka, leher dan tangan menghitam seperti arang!
Kakek itu mengeluarkan suara
tertahan, berjongkok untuk memeriksa mereka, makin heran dan terkejut ketika
mendapat kenyataan. bahwa mereka tewas oleh pukulan beracun yang tidak
dikenalnya.
Apa yang telah terjadi? Siapa
yang telah membunuh mereka?! tanyanya sambil berdiri dan memandang Seng Bu
dengan muka agak pucat dan mata terbelalak.
Dan tiba-tiba dia melihat
perubahan pada wajah yang tampan itu. Sepasang mata pemuda itu mencorong liar,
dan senyum aneh berkembang di bibirnya, senyum iblis!
Mereka mengajak teecu berlatih
silat dan mereka roboh terpukul oleh teecu,! katanya dengan nada suara mengejek
walaupun kata-katanya masih menghormat.
Sepasang mata kakek itu
semakin dilebarkan dan dia mengamati muridnya itu dari kepala sampai ke kaki.
Tidak mungkin! Engkau tidak akan mampu mengalahkan mereka, apalagi memukul mati
seperti ini!!
Hemmm, kalau Suhu tidak
percaya, boleh Suhu buktikan sendiri. Apalagi mereka, Suhu pun tidak akan mampu
menandingiku dan aku dapat membunuhmu dengan mudah.!
Tentu saja kakek itu menjadi
marah bukan main. Engkau telah gila!! teriaknya marah.
Dan engkau akan mati bersama
mereka!! kata Seng Bu dan dia pun kini sudah menggerakkan kaki tangannya
menyerang gurunya sendiri. Lauw Kang Hui kini sudah menjadi marah sekali. Dua
orang muridnya tersayang tewas, padahal mereka baru saja dia angkat menjadi
ketua dan wakil ketua. Kalau tadinya dia masih tidak percaya bahwa Seng Bu yang
membunuh mereka, bukan saja karena dia tahu betapa tingkat kepandaian Seng Bu
masih kalah dibandingkan Lu Sek juga tidak ada alasan mengapa pemuda ini harus
membunuh suci dan suhengnya, kini tiba-tiba dia teringat. Ketua dan wakil ketua
dibunuh! Ini berarti bahwa Seng Bu merasa iri dan ingin merebut kedudukan
ketua! Akan tetapi, dia tidak sempat berpikir lagi karena melihat Seng Bu
berani menyerangnya, dia cepat mengerahkan tenaga dan menangkis, dengan maksud
sekali tangkis dapat merobohkan dan menangkap murid yang agaknya tiba-tiba
menjadi gila itu.
Dukkk....!!!