Bab 9
Lauw Kang Hui mengeluarkan
gerengan kaget dan marah ketika benturan lengan itu membuat dia terhuyung ke
belakang! Seng Bu sendiri hanya tergetar saja, namun dapat mempertahankan
kuda-kudanya. Ini tidak mungkin, pikirnya! Akan tetapi, pemuda itu menyeringai
dan kini melakukan gerakan yang aneh, lalu menerjang lagi ke depan, tangan
kirinya menyambar. Hawa pukulan yang panas sekali menerjangnya! Kakek itu cepat
menyambut dengan kedua tangannya.
Desss....!!! Dan sekali ini,
dia terjengkang! Sambil mengerahkan seluruh tenaganya, Lauw Kang Hui meloncat
bangun berdiri dan memandang kepada murid itu dengan mata hampir tidak percaya.
Ilmu.... siluman apakah
itu....?! Saking herannya, dia bertanya, keheranan yang melampaui kemarahannya.
Ha-ha-heh-heh-heh, Suhu,
engkau selalu memuji-muji Yo Han dengan ilmu Bu-kek Hoat-keng! Nah, inilah
Bu-kek Hoat-keng! Bukan hanya Yo Han yang menguasainya, aku pun telah
menguasainya dan kalau dia berani muncul, akan kuhancurkan kepalanya. Sekarang,
bersiaplah untuk menemani suci Lu Sek dan suheng Lauw Kin!!
Lauw Kang Hui marah bukan main
dan dia pun mengerahkan seluruh tenaga, mengeluarkan semua kepandaiannya,
bahkan melakukan gerakan ilmu silat Tokjiauw-kang dan Kiam-ciang yang sudah
mencapai tingkat tinggi. Maklum bahwa kalau dia mengandalkan ilmu-ilmu yang
pernah dipelajarinya dari kakek itu, dia tidak mungkin akan menang, maka Seng
Bu segera memainkan ilmunya yang didapat dengan rahasia di dalam sumur, yaitu
ilmu Bu-kek Hoat-keng yang dipelajarinya secara ngawur dan terbalik-balik.
Dan memang hebat bukan main
ilmu ini. Ilmu Bu-kek Hoat-keng yang aselinya, seperti yang dikuasai Yo Han,
sudah merupakan ilmu ajaib, memiliki daya atau pengaruh yang aneh, yaitu selain
gerakannya aneh dan lihai, mengandung tenaga sin-kang yang amat kuat, kalau ada
lawan, betapapun lihainya, menyerang dengan kemarahan dan kebencian dalam hati,
maka serangan itu akan membalik dan menghantam si penyerang sendiri! Kini, ilmu
aneh yang dipelajari secara ngawur dan terbalik oleh Seng Bu itu, memberinya
ilmu yang luar biasa kejamnya, walaupun pengaruh ilmu itu membalik kepada
dirinya, membuat dia kalau sedang kumat seperti orang gila, atau lebih tepat
seperti iblis sendiri.
Lauw Kang Hui adalah seorang
datuk yang sudah memiliki tingkat tinggi dalam ilmu silat. Jarang ada tokoh
mampu menandinginya. Akan tetapi sekarang, bertanding mati-matian melawan
muridnya sendiri, dia mulai terdesak setelah mampu bertahan sampai lima puluh
jurus. Kedua lengan sudah terasa panas seperti dibakar setelah beberapa kali
bertemu dengan lengan Seng Bu. Dia merasa menyesal, mengapa tadi tidak membawa
golok besar, senjata andalangya. Sejak melepaskan kedudukan ketua Thian-li-pang
dan bersamadhi, dia sudah menyingkirkan golok itu, maka tadi ketika pergi ke
tempat ini, dia pun tidak membawa senjata.
Heh-he-heh, Lauw Kang Hui,
sekarang engkau mati!! kata Seng Bu, sikapnya sama sekali berubah dan tidak
lagi menyebut suhu. Lauw Kang Hui menjadi nekat dan dia pun mengerahkan seluruh
tenaganya, menerjang ke depan.
Hyaaaaattt....!!! bentaknya
dan suara gerengannya seperti seekor binatang buas yang terluka.
Seng Bu tersenyum mengejek.
Ketika kedua tangan gurunya yang mendorong itu meluncur ke arah dadanya,
tiba-tiba dia merendahkan diri hampir berjongkok sehingga kedua tangan Lauw Kang
Hui menyambar lewat atas kepalanya dan pada detik itu juga, tangan kiri Seng Bu
sudah mencuat ke depan, menghantam dengan telapak tangannya ke arah dada Lauw
Kang Hui.
Hukkk.... !!! Mata kakek itu
melotot, punggungnya melengkung dan dia pun terbanting ke belakang,
terjengkang. Kau.... Kau....! Suaranya terhenti karena dia muntah darah,
tubuhnya berkelojotan sebentar, matanya mendelik memandang Seng Bu dan akhirnya
dia tidak bergerak lagi, kulit tubuhnya berubah menghitam seperti dibakar
sampai hangus!
Kembali Seng Bu mengeluarkan
suara tawa yang mengerikan itu sambil berdiri memandang tiga buah mayat yang
hangus. Tiba-tiba sikapnya berubah lagi, termenung dan pendiam, dan segera dia
lari ke perkampungan Thian-li-pang, dan dipukulnya kentungan tanda bahaya
dengan gencar. Tentu saja para anggauta Thian-li-pang terkejut. Bahkan yang
masih tidur, segera terbangun dan mereke berlari-larian menuju ke gardu di mana
Seng Bu memukuli kentungan dengan gencar seperti orang kesetanan.
Setelah semua anggauta berkumpul,
kurang lebih seratus orang banyaknya, dan mereka bertanya-tanya mengapa
pembantu ketua baru itu memukuli kentungan tanda bahaya. Seng Bu menghentikan
perbuatannya dan dengan napas terengah dia berkata, Celaka, terjadi pembunuhan
besar-besaran!!
Apa? Siapa yang dibunuh? Di
mana? Apa yang terjadi?! pertanyaan-pertanyaan itu saling susul dengan gencar,
ditujukan kepada Seng Bu.
Mari kalian semua ikut aku dan
lihat sendiri!! katanya dan dia pun berlari keluar dari perkampungan, diikuti
oleh semua anggauta. Melihat pemuda itu lari menuju ke sumur tua yang merupakan
tempat yang ditakuti dan dikeramatkan, para anggauta menjadi semakin heran,
akan tetapi mereka mengikuti terus sampai akhirnya Seng Bu berhenti di dekat
sumur tua yang tertutup semuk belukar.
Nah, kalian lihat sendiri!!
katanya sambil menunjuk ke arah tiga sosok mayat di atas tanah.
Ketika para angguta melihat
tiga buah mayat itu, mula-mula mereka tidak mengenal, akan tetapi setelah
mereka mengamati wajah-wajah menghitam itu dan mengenal mereka, tentu saja
mereka menjadi gempar. Ketua lama, ketua baru dan wakilnya telah mati dibunuh
orang, mati dalam keadaan yang amat menyedihkan, dengan seluruh tubuh menjadi
hangus! Segera terdengar jerit tangis dan keadaan menjadi amat gaduh, di
samping pertanyaan yang dihujankan kepada Seng Bu.
Ouw-sute, apa yang telah
terjadi?!
Ouw-suheng, siapa pembunuh
mereka?!
Demikian pertanyaan yang
datang dari para suhengnya, sutenya atau suci-nya, juga para paman dan bibi
gurunya. Seng Bu mengangkat kedua tangan ke atas.
Harap kalian suka tenang dulu.
Dalam keadaan gaduh begini, bagaimana aku dapat bicara? Tenanglah, tenang dan
hentikan lolong dan tangis itu!! Suaranya halus namun tegas dan mengandung
kekuatan yang membuat semua orang menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara
agar dapat mendengarkan dengan jelas. Setiap orang anggauta Thian-li-pang
merasa marah, sedih dan ingin sekali tahu apa yang telah terjadi.
Tadi aku bangun pagi-pagi
sekali dan berjalan-jalan, seperti sering kulakukan. Ketika tiba di dekat tempat
ini, aku melihat sesosok bayangan berlari cepat menuruni lereng. Aku segera
mengejarnya karena curiga, akan tetapi aku hanya dapat mengenalnya dari jauh
saja. Pagi masih terlampau gelap dan dia menghilang di dalam hutan di kaki
bukit itu. Aku lalu kembali ke sini, untuk melihat mengapa orang itu datang ke
sini dan aku menemukan Suhu, Suci dan Suheng telah menggeletak dan tak bernyawa
lagi. Aku lalu cepat turun dan memukul kentungan untuk memberitahu kepada
kalian.!
Tapi siapakah orang yang
melarikan diri itu? Apakah dia pembunuh jahanam itu?!
Biarpun tidak melihat dia
membunuh Suhu bertiga, akan tetapi aku yakin dia yang membunuh.!
Siapa dia? Kau tadi
mengatakan, mengenalnya dari jauh. Siapakah pembunuh itu?!
Dia adalah.... Si Tangan Sakti
Yo Han!! kata Seng Bu dengan suara tegas.
Yo-taihiap....!!
Ah, tidak mungkin!!
Bagaimana dia yang mengangkat
Lauw-pangcu menjadi ketua malah membunuhnya?!
Aku tidak percaya!!
Riuh rendah suara mereka yang
menyanggah dan menentang keterangan Seng Bu. Tak seorang pun di antara para
anak buah Thian-li-pang percaya bahwa Yo Han yang melakukan pembunuhan terhadap
tiga orang pimpinan Thian-li-pang itu.
Kembali Seng Bu mengangkat
kedua tangan ke atas, minta agar semua orang tenang dan mendengarkannya.
Setelah semua orang diam, Seng Bu berkata, Kalian percaya atau tidak, akan
tetapi aku yakin bahwa Yo Han yang telah membunuh Suhu, Suci dan Suheng.!
Tapi engkau tidak melihat dia
dengan jelas!!
Kini Thio Cu, seorang yang
termasuk tokoh Thian-li-pang, masih adik seperguruan Lauw Kang Hui walaupun
tingkatnya kalah jauh, Thio Cu ini adalah seorang yang mewakili Thian-li-pang
ketika menghadiri pertemuan para tokoh di sarang Pao-beng-pai, dan dia memberi
isyarat kepada semua orang untuk tidak membuat gaduh lagi.
Ouw Seng Bu, bagaimana engkau
dapat merasa yakin bahwa Yo-taihiap yang melakukan pembunuhan itu? Coba
jelaskan alasanmu!!
Seng Bu mengangguk. Begini,
Thio-sausiok (paman guru Thio). Kita semua mengetahui belaka bahwa Yo Han
adalah murid mendiang kakek guru Ciu Lam Hok, bukan? Nah, kakek paman guru Ciu
Lam Hok pernah dibuntungi dan dihukum ke dalam sumur tua oleh kedua kakek guru
pendiri Thian-li-pang. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kalau kini kita
mencurigai Yo Han. Dia tentu mendendam kepada Thian-li-pang dan kini dia datang
membunuh para pimpinannya.!
Semua orang terdiam, akan
tetapi Thio Cu mengerutkan alisnya dan menggelengkan kepalanya. Alasan itu
kurang kuat. Kalau memang dia mendendam kepada Thian-li-pang kenapa tidak dari
dulu dia membasmi Thian-li-pang? Dia bahkan menunjuk suhu Lauw-pangcu menjadi
ketua. Tidak, Seng Bu. Itu bukan merupakan bukti bahwa pembunuhnya adalah
Yo-taihiap.!
Mendengar ucapan Thio Cu ini,
para anggauta Thian-li-pang menyatakan persetujuan mereka.
Kalau minta bukti bahwa pembunuhnya
adalah Yo Han? Lihat saja keadaan tiga mayat itu. Tubuh mereka hangus, jelas
akibat pukulan beracun yang amat hebat. Aku yakin bahwa itu hanyalah dapat
dilakukan oleh orang yang telah menguasai Bu-kek Hoat-keng dan ilmu itu,
seperti kita telah mendengarnya, dikuasai oleh Yo Han ketika dia belajar di
dalam sumur. Bukti itu sudah amat kuat. Yo Han yang membunuh Suhu, Suci dan
Suheng. Dan aku yang kelak akan membalaskan sakit hati ini!!
Hemmm, Ouw Seng Bu, jangan
tekebur kau! Andaikata benar, pembunuhnya adalah Yo-taihlap, jelas bahwa mereka
bertiga ini saja tidak mampu mengalahkan Yo-taihiap, apalagi engkau! Pula,
tidak ada yang dapat membuktikan bahwa mereka ini tewas karena pukulan Bu-kek
Hoat-keng yang dilakuksn oleh Yo-taihiap.!
Thio-suciok, lupakah engkau
bahwa aku adalah pembantu ketua baru, mendiang Lu-suci? Setelah Lu-suci dan
Lauw-suheng sebagai ketua dan wakilnya di Thian-li-pang tewas, maka aku sebagai
pimpinan ke tiga, berhak untuk menggantikan mereka menjadi pemimpin
Thian-li-pang! Nah, dengan demikian, akulah orangnya yang berhak untuk
menyelidiki urusan pembunuhan ini.!
Thio Cu mengerutkan alisnya.
Tidak, urusan ini terlalu besar! Pembunuhan ini harus dibongkar! Dan tentang
pemilihan ketua baru, sebaiknya kalau kita menunggu munculnya Yo-taihiap agar
dia yang mengadakan pemilihan ketua baru!!
Thio-susiok, aku telah dipilih
Suhu untuk menjadi orang ke tiga di Thian-li-pang, dan engkau berani memandang
rendah kepadaku? Sekarang begini saja. Siapa di antara para anggauta
Thian-li-pang yang menyetujui pendapat susiok Thio Cu, silakan berdiri di
belakangnya! Yang menganggap aku sebagai pimpinan Thian-li-pang sehubungan
dengan kematian Suhu, Suci dari Suheng, harap jangan mendekati mereka!!
Ada lima orang yang kini
berdiri di belakang Thio Cu. Mereka adalah orang-orang yang masih disebut paman
guru oleh Seng Bu. Tentu karena mereka merasa lebih tua dan lebih tinggi
kedudukannya sebagai anggauta Thian-li-pang, mereka berpihak kepada Thio Cu.
Kini enam orang itu, dipimpin oleh Thio Cu, berdiri berhadapan dengan Seng Bu.
Melihat sikap mereka yang menantang, Seng Bu tiba-tiba tertawa dan semua orang
terkejut. Suara tawa itu amat menyeramkan, dan kini mereka melihat betapa mata
pemuda itu mencorong aneh, senyumnya dingin mengerikan.
Paman Thio Cu dan lima Paman
lain, kalian berenam tetap tidak percaya bahwa Yo Han yang membunuh Suhu, Suci
dan Suheng? Tidak percaya bahwa ilmu pukulan Bu-kek Hoat-keng yang telah
dipergunakan Yo Han membunuh mereka?!
Kami tidak percaya karena
tidak ada buktinya. Siapa dapat membuktikan tuduhanmu itu?! tanya Thio Cu.
Akulah orangnya yang dapat
membuktikannya! Aku menguasai ilmu itu, bukan hanya Yo Han, maka aku yakin
benar bahwa Yo Han menggunakan ilmu Bu-kek Hoat-keng untuk membunuh mereka
bertiga!!
Tentu saja ucapan ini
mengejutkan dan mengherankan semua orang. Thio Cu dan kawan-kawannya
mengerutkan alisnya, memandang aneh kepada Seng Bu, menyangka bahwa pemuda itu
telah menjadi gila. Ouw Seng Bu, jangan engkau bicara yang bukan-bukan. Siapa
dapat mempercayai omonganmu yang seperti orang gila itu?!
Kembali Beng Bu tertawa dan
kini dia menoleh ke arah semua anggauta Thian-li-pang. Kalian semua lihat
baik-baik. Thio Cu dan lima orang ini tetap tidak percaya. Biarlah mereka
membuktikan sendiri dan kalian menjadi saksi. Aku akan mempergunakan Bu-kek
Hoat-keng kepada mereka seperti yang dilakukan Yo Han kepada Suhu, Suci dan
Suheng, dan kalian nanti lihat akibatnya!!
Seng Bu, apakah engkau sudah
gila?! Thio Cu berseru lagi.
Kalian berenam, bersiaplah
untuk membuktikan kebenaran tuduhanku!! Tiba-tiba pemuda itu mengeluarkan suara
melengking yang amat menyeramkan, seperti suara iblis dari neraka atau seekor
binatang buas sedang menderita hebat, tubuhnya bergerak ke depan secara aneh,
kedua tangannya bergerak seperti orang mabuk. Thio Cu dan lima orang saudaranya
yang mengira Seng Bu telah menjadi gila, cepat bersiap siaga untuk menangkap
dan menundukkan murid keponakan yang mendadak menjadi gila itu.
Akan tetapi, dapat dibayangkan
betapa kaget perasaan hati mereka ketika mereka dilanda angin topan yang
dasyat. Mereka sudah berusaha menangkis, namun semua tangkisan sia-sia belaka,
lengan mereka seperti lumpuh dan enam orang itu terkena tamparan tangan kiri
Seng Bu pada dada mereka. Bagaikan daun-daun kering dihembus angin badai, tubuh
mereka terlempar dan terjengkang, roboh malang-melintang, berkelojotan dan
tewas! Dan yang membuat semua anggauta Thian-li-pang terbelalak dan memandang
ngeri adalah ketika mereka melihat betapa wajah dan tubuh enam orang itu
menjadi kehitaman dan hangus!
Seng Bu telah biasa kembali.
Kini dengan penuh wibawa dia berdiri bertolak pinggang, menghadapi semua
anggauta Thian-li-pang dan suaranya terdengar halus namun penuh wibawa. Ada
lagi di antara kalian yang tidak percaya kepadaku bahwa pembunuh Suhu, Suheng
dan Suci adalah Yo Han? Dan apakah ada lagi yang tidak setuju kalau aku mulai
saat ini menjadi ketua Thian-li-pang dan memimpin kalian?!
Tidak ada seorang pun berani
menjawab. Peristiwa itu terlampau hebat dan semua orang masih tertegun, seperti
patung. Hayo jawab, apakah ada yang hendak menentangku?! Seng Bu membentak,
suaranya kini terdengar menyeramkan, mengejutkan semua orang. Mereka itu
serentak menjatuhkan diri berlutut menghadap Seng Bu, seolah-olah takut
kalau-kalau pemuda itu menjadi marah dan menjatuhkan tangan saktinya kepada
mereka.
Tidak ada.... tidak ada....!
Kami semua tunduk kepada
Pang-cu....!
Hidup Ouw-pangcu!!
Seng Bu tersenyum, senyum
biasa yang membuat wajahnya nampak tampan menarik. Bagus, aku akan memimpin
kalian, membawa Thian-li-pang maju, tidak seperti sekarang ini. Thian-li-pang
akan menjadi perkumpulan terbesar! Kalau Yo Han berani datang, aku akan
membunuhnya dengan ilmu yang sama! Sekarang, kita bereskan semua jenazah ini.
Tidak perlu dikubur, kita mesukkan saja ke dalam sumur tua itu!!
Semua orang terbelalak dan
bergidik, akan tetapi tidak ada yang berani membantah. Melihat sikap para
anggauta itu ragu-ragu, Seng Bu tidak sabar dan dia menghampiri jenazah-jenazah
itu, lalu sekali angkut, kedua tangannya sudah mencengkeram empat batang tubuh,
masing-masing tangan mengangkat dua mayat, lalu dengan langkah lebar dia
menghampiri semak belukar, dan melempar-lemparkan empat batang tubuh itu ke
dalam sumur tua! Dua kali dia membawa delapan mayat, dan mayat terakhir, yaitu
mayat Lauw Kang Hui, dibawanya dan dimasukkannya pula ke dalam sumur tua! Semua
orang hanya terbelalak, bergidik dan takut sekali kepada pemuda yang biasanya
lembut dan ramah itu. Mereka kini memandang Seng Bu seolah-olah pemuda itu kini
berubah menjadi iblis yang amat menakutkan.
Kalian tahu mengapa aku tidak
mengubur jenazah mereka dan membiarkan mereka menjadi penunggu sumur tua?!
tanya Seng Bu kepada para anah buah Thian-li-pang. Tak seorang pun dapat
menjawab, bahkan tidak berani membuka mulut, hanya menggeleng kepala menyatakan
bahwa mereka tidak tahu.
Aku bukanlah orang yang tidak
mengenal aturan. Aku melempar semua mayat ke dalam sumur tua dengan makau d
tertentu,! kata Seng Bu dengan sikap biasa, ramah lembut dan berwibawa. Biarlah
mereka itu menjadi arwah penasaran, hal ini kusengaja. Nanti kalau aku sudah
berhasil menangkap Yo Han, dia akan kulemparkan ke dalam sumur, baik masih
hidup atau sudah mati. Dengan demikian, arwah Suhu, Suci dan Suheng akan merasa
senang, dapat membalas kepada Yo Han. Juga arwah enam orang anggauta
Thian-li-pang semua akan ikut mengeroyok dan menyiksa Yo Han.!
Semua anggauta diam saja,
masih tertegun dan masih terkejut dan ketakutan. Sekarang semua kembali dan
berkumpul di ruangan besar. Aku sebagai ketua baru akan mengadakan peraturan
baru. Kita harus dapat menjadikan Thian-li-pang sebagai perkumpulan yang besar
dan makmur, tidak seperti sekarang ini. Miskin dan tidak pernah melakukan
apa-apa yang sesuai dengan perjuangan kita menentang pemerintah Mancu.!
Setelah mereka berada di
sarang Thian-li-pang, Seng Bu mengumpulkan seluruh anggauta dan dia membuat
peraturan baru yang membongkar semua peraturan lama. Dan mulai haro itu,
Thian-li-pang kembali seperti sebelum Yo Han memasukinya, yaitu menjadi
perkumpulan yang dengan kedok perjuangan melakukan apa saja untuk dapat
mengumpulkan harta. Mereka menguasai tempat-tempat pelesir di kota-kota,
menundukkan Jagoan-jagoan yang memimpin kelompok-kelompok penjahat sehingga
semua penjahat harus mengakui Thian-li-pang sebagai pimpinan dan menyerahkan
sebagian dari hasil kejahatan mereka sebagai tanda menaluk atau pajak.
Mereka yang berani menentang,
dihancurkan dengan mudah karena selain Thian-li-pang mempunyai banyak anggauta
yang tangguh, juga ketuanya adalah seorang yang lihai. Tidak sukar bagi para
anggauta Thian-li-pang untuk mengambil cara hidup baru ini, yang sebetulnya
hanya merupakan pengulangan atau kambuhan saja dari cara hidup mereka yang
terdahulu. Dan memang hasilnya dapat dirasakan oleh para anggauta, yakni kemakmuran
dan serba kecukupan, walaupun uangnya didapat dari hasil kekerasan dan
kejahatan. Dalam waktu beberapa bulan saja, nama Thian-li-pang semakin tersohor
dan perkumpulan ini menjadi perkumpulan yang kaya dan berpengaruh, juga amat
ditakuti orang.
Ouw Seng Bu mempunyai alasan
sendiri untuk membenarkan tindakannya itu. Pernah dia mengumpulkan semua
anggautanya dan dengan panjang lebar dia menandaskan bahwa apa yang mereka
lakukan adalah benar. Mereka yang tadinya merasa penasaran juga melihat ketua
mereka kini menjalin hubungan baik lagi dengan Pek-lian-kauw, Pat-kwa-pai dan
gerombolan-gerombolan lain yang di dunia kang-ouw terkenal sebagai gerombolan
jahat dan golongan hitam, menjadi hilang perasaan penasaran itu setelah
mendengar keterangan ketua mereka yang baru dan masih muda itu.
Perjuangan menentang
pemerintah penjajah Mancu adalah perjuangan yang suci,! demikian antara lagi
Seng Bu berkata, cita-citanya hanya satu, yaitu menentang dan menggulingkan
pemerintah penjajah, mengusir penjajah Mancu dari tanah air dan membebaskan
bangsa dari belenggu penjajah! Perjuangan tidak mengenal golongan putih atau
golongan hitam. Yang terpenting adalah cita-cita tercapai. Demi tercapainya
cita-cita perjuangan, apa pun boleh kita lakukan, tidak ada pantangan lagi!!
Ucapan Seng Bu disambut dengan
gembira oleh semua anak buah Thian-li-pang cara yang dipakai ketua mereka itu
tentu saja membuka kesempatan besar bagi mereka untuk memuaskan keinginan
mereka sendiri dengan membonceng perjuangan! Mereka dapat saja menggunakan
kekerasan memaksakan kehendak mereka kepada rakyat, dapat melakukan perampokan
atau pencurian karena semua itu menjadi benar dan baik kalau mereka menggunakan
alasan demi perjuangan!
Ouw Seng Bu telah mendapatkan
ilmu yang luar biasa, ilmu yang menjadi aneh karena dia mempelajarinya dari
catatan yang tidak lengkap, dipelajari tanpa bimbingan guru sehingga pelajaran
yang tidak lengkap dan terbalik-balik itu menyeretnya ke alam yang mendekati
kegilaan. Memang dia menjadi lihai bukan main, akan tetapi, ilmu itu pun
mempengerahi hati akal pikirannya, membuat dia kadang-kadang kumat seperti
orang gila, bahkan lebih mengerikan lagi, seperti iblis sendiri yang menjelma
dalam tubuh manusia.
***
Apa kau bilang? Heh, Sun-ji
(anak Sun), lupakah engkau siapa dirimu ini? Engkau adalah cucu Kaisar, tahu?
Engkau adalah seorang pangeran, cucu kaisar sendiri! Dan kau katakan bahwa
engkau jatuh cinta kepada puteri ketua Pao-beng-pai, kaum pemberontak itu?
Gila!!
Ayah, apakah cucu kaisar itu
bukan manusia? Dan puteri Pao-beng-pai juga bukan manusia? Kami berdua
sama-sama manusia, pria dan wanita, maka apa yang perlu diherankan kalau kami
saling jatuh cinta?! bantah Pangeran Cia Sun di depan ayahnya dan ibunya. Dia
baru saja pulang dan langsung melapor kepada ayah ibunya bahwa dia jatuh cinta
kepada Siangkoan Eng, puteri ketua Pao-beng-pai dan minta kepada orang tuanya
agar meminang gadis itu untuk menjadi isterinya.
Anakku, bagaimana engkau dapat
berkata seperti itu?! Ibunya membujuk dengan lembut dan meletakkan tangannya di
pundak puteranya. Tentu saja engkau tidak mungkin dapat disamakan dengan pemuda
biasa yang lain, dapat menikah dengan sembarang gadis saja.!
Akan tetapi, Ibu. Kami sudah
saling mencinta, dan cinta tidak mengenal pangkat atau derajat!! bantah Cia Sun.
Cia Sun!! Ayahnya, Pangeran
Cia Yan, membentak marah. Ingat, sejak engkau masih kecil, kami telah mengikat
tali perjodohanmu dengan puteri Pendekar Bangau Putih Tan Sin Hong. Puterinya
itu seorang gadis yang cantik jelita, berbudi, gagah perkasa dan bahkan
mendapat julukan Si Bangau Merah. Kami bangga sekali mempunyai mantu seperti
gadis itu. Dan baru-baru ini, ayah ibu gadis itu datang ke sini. Mereka
menantimu, akan tetapi sia-sia saja mereka menanti walaupun kami telah mengirim
orang untuk mencarimu dan memanggilmu pulang. Dalam pertemuan itu ayah ibumu
sudah mematangkan urusan itu, dengan resmi kami mengambil keputusan untuk
menjodohkan engkau dengan Tan Sian Li. Ialah calon jodohmu, bukan wanita lain!!
Tapi, Ayah. Aku dan ia tidak
saling mencinta, bahkan bertemu muka pun belum pernah!! Cia Sun membantah.
Sudah cukup!! Pangeran Cia Yan
membentak marah. Engkau yang belum pernah membalas budi ayah ibumu, sekarang
bahkan hendak menjadi anak yang murtad dan tidak berbakti? Pendeknya, Tan Sian
Li adalah calon isterimu, bukan perempuan lain!!
Ibunya cepat melerai. Anakku,
kenapa engkau menjadi bingung? Tentu saja engkau dapat mengambil wanita lain
sebagai selir kalau engkau menyukai gadis-gadis lain....!
Ayahnya memotong. Tentu saja
engkau boleh mempunyai selir, akan tetapi selir-selirmu pun harus gadis
baik-baik agar jangan menodai nama keluarga kita. Kita ini keluarga Cia,
keluarga Kaisar, tahu? Kalau engkau mencinta gadis lain, tentu boleh kaujadikan
selir, dan gadis itu... siapa tadi kau bilang? Ah, puteri ketua Pao-beng-pai?
Kaumaksudkan perkumpulan pemberontak yang baru-baru ini mengadakan pertemuan
rahasia dengan para pemberontak lain untuk menggulingkan pemerintah? Gila!!
Tapi Siangkoan Eng tidak
seperti ayahnya, Ayah. Ia sama sekali tidak jahat, bahkan ia berjanji kalau
menjadi isteriku, tidak akan mencampuri urusan dunia kang-ouw, tidak akan
mencampuri urusan pemberontakan lagi....!
Ihhh, engkau agaknya sudah
terkena guna-guna. Dan Pao-beng-pai....? Hemmm, kiranya engkau lah pemuda yang
ditawan mereka itu?!
Ayah tahu tentang itu?! Cia
Sun memandang ayahnya dengan heran. Memang aku telah ditawan mereka, dan kalau
tidak ada Eng-moi, tentu aku telah mereka bunuh, atau dijadikan sandera untuk
mengacau pemerintah, Ayah.!
Sudah, jangan bicara lagi tentang
gadis Pao-beng-pai itu. Sekarang pun pasukan telah bergerak ke sana untuk
membasminya sampai ke akar-akarnya dan membunuh seluruh pimpinannya.!
Cia Sun terbelalak. Ahhh? Apa
yang Ayah katakan?! Pangeran Cia Yan mengangguk-angguk dan tersenyum, merasa
menang. Lalu dia berkata bangga, Apa kau kira pemerintah bodoh? Di antara, para
tamu, terdapat mata-mata kita yang diselundupkan. Kalau engkau saja dapat
menyelundup menjadi tamu, apalagi mata-mata yang cerdik. Sekarang
Ciong-ciang-kun (perwira Ciong) telah membawa pasukan untuk membasmi gerombolan
pemberontak itu dan....! Pangeran Cia Yan terkejut melihat puteranya bangkit
berdlri dan melangkah pergi.!....Hei, kau mau ke mana?!
Cia Sun menoleh dan berkata,
Ayah, Ibu, aku harus pergi, aku harus menyelamatkan Eng-moi dan ibunya. Mereka
tidak bersalah, mereka tidak boleh ikut terbasmi!! Dan pemuda itu pun berlari
cepat meninggalkan rumah orang tuanya, tidak mempedulkan teriakan ayah ibunya
yang memanggilnya.
Kedua orang tua itu hanya
menghela napas panjang dan menggeleng kepala saja. Itulah sebabnya aku ingin
sekali dia menjadi suami seorang wanita perkasa seperti Si Bangau Merah,! kata
Pangeran Cia Yan kepada isterinya. Semenjak dia suka belajar silat, wataknya
pun berubah menjadi keras kepala dan berjiwa petualang. Kalau dia tidak
mendapatkan seorang isteri yang pandai dan berwibawa, berilmu tinggi, tentu
tidak ada yang akan mampu mengendalikannya.!
Cia Sun cepat berlari ke
markas pasukan untuk mencari Perwira Ciong yang sudah dikenalnya. Akan tetapi
dia terlambat. Perwira itu telah berangkat bersama pasukannya yang berjumlah
seribu orang. Cia Sun cepat melakukan pengejaran, menunggang seekor kuda.
Pada waktu itu memang banyak
terdapat perkumpulan atau kelompok orang-orang yang melakukan usaha untuk
menentang pemerintah kerajaan Mancu. Namun, satu demi satu, perkumpulan pejuang
yang disebut pemberontak oleh kerajaan Mancu, dapat dihancurkan. Kekuatan
pasukan Mancu masih amat kuat, sedangkan para pejuang itu tidak mempunyai
persatuan yang kokoh. Mereka bahkan membentuk kelompok sendiri-sendiri, bukan
hanya itu bahkan di antara mereka kadang terdapat bentrokan sendiri yang tentu
saja melemahkan kekuatan mereka. Banyak pula bermunculan perkumpulan pejuang
yang lebih condong menjadi perkumpulan golongan sesat atau golongan hitam,
karena mereka melakukan segela macam bentuk kejahatan.
Pao-beng-pai merupakan satu
diantara perkumpulan pejuang yang pada hakekatnya memang membenci, bahkan
mendendam kepada kerajaan Mancu. Hal ini adalah karena pemimpinnya atau
pendirinya, Siangkoan Kok, adalah seorang keturunan keluarga kerajaan Beng yang
telah dijatuhkan oleh bangsa Mancu. Oleh karena itu, gerakan perjuangan
Pao-beng-pai ini lebih condong kepada gerakan untuk membalas dendam atau
merampas kembali tahta kerajaan Beng yang sudah dirampas oleh bangsa Mancu yang
mendirikan kerajaan Ceng. Namun, karena Siangkoan Kok, keturunan keluarga
kerajaan Beng itu juga seorang datuk sesat, bahkan isterinya, Lauw Cu Si, juga
keturunan pimpinan Beng-kauw yang terkenal sebagai perkumpulan sesat, maka
Pao-beng-pai juga merupakan perkumpulan yang tidak pantang melakukan kekejaman
atau kejahatan.
Pihak pemerintah selalu
mengamati perkembangan perkumpulan-perkumpulan pemberontak seperti itu.
Pemerintah memang maklum bahwa tidak mudah membasmi seluruh pemberontak sampai
ke akar-akarnya. Sudah seringkali pasukan pemerintah menghancurkan gerombolan
pemberontak, akan tetapi para anak buahnya yang berhasil meloloskan diri,
segera bergabung lagi dengan kelompok pemberontak lain. Oleh karena itu,
pemerintah hanya memperhatikan kelompok yang besar-besar dan berbahaya saja.
Ketika Pao-beng-pai mengadakan
pertemuan dengan para tokoh kang-ouw, tentu saja peristiwa ini tidak terlepas
dari perhatian para mata-mata yang disebar oleh pemerintah. Setelah menyaksikan
pertemuan itu, mendengar betapa Pao-beng-pai menyusun kekuatan, mengajak semua
pihak yang menentang pemerintah untuk bergabung dan bekerja sama untuk
melakukan pemberontakan, mata-mata cepat memberi kabar ke kota raja. dan para
panglima yang bertugas menumpas setiap pemberontakan segera mengambil tindakan
tegas dan cepat. Panglima Ciong, yang terkenal sebagai seorang panglima yang
gagah perkasa dan pandai, yang sudah seringkali melakukan pembasmian terhadap
para pemberontak, segera ditugaskan untuk memimpin pasukan seribu orang
menyerbu dan membasmi Pao-beng-pai di Han-kwi-kok, lembah Bukit Iblis.
***
Siangkoan Kok marah sekali
ketika mendengar bahwa puterinya, Siangkoan Eng, pergi dari Ban-kwi-kok tanpa
pamit. Selama belasan hari ini dia memang tidak pernah menengok lagi kepada
isteri dan puterinya itu, sejak dia marah-marah hampir membunuh Eng Eng. Dia
tidak mempedulikan mereka, dan berpengantinan dengan isterinya yang baru, yaitu
bekas muridnya yang dipaksanya untuk melayaninya dan menjadi pengganti
isterinya.
Dengan kemarahan meluap-luap,
pria tinggi besar berusia lima puluh lima tahun ini, pergi mencari Lauw Cu Si,
isterinya yang sedang menangis di ruangan belakang. Mukanya merah sekali dan
begitu melihat isterinya, yang menangis, dia pun membentak.
Ke mana perginya anak durhaka
itu? Engkau tentu yang sengaja menyuruhnya minggat, bukan?! bentakan ini
disertai tangannya menggebrak meja dan bagaikan tergetar seluruh ruangan itu.
Lauw Cu Si yang sedang
menangisi kepergian puterinya, dan tadi duduk, segera menghentikan tangisnya
dan bangkit berdiri. Nyonya berusia empat puluh tahun ini masih cantik. Kalau
biasanya ia selalu tunduk dan penurut, kini ia bangkit berdiri dan tegak
menghadapi suaminya, mukanya diangkat dan sepasang matanya bersinar-sinar,
menatap wajah suaminya dengan penuh keberanian dan kemarahan, kemudian,
telunjuk kirinya ditudingkan ke arah muka suaminya dan terdengar suaranya,
suara yang menggetar dan mengandung kemarahan yang hebat.
Kau....! Kau manusia binatang,
kau iblis busuk, engkau lah yang membuat Eng Eng melarikan diri, meninggalkan
aku! Engkau yang harus bertanggungjawab. Ia bukan anakmu, bukan darah dagingmu,
bukanapa-apamu. Ia milikku, anakku, akan tetapi engkau hampir membunuhnya!
Sekarang ia pergi dan engkau yang harus bertanggung jawab!!
Kemarahan Siangkoan Kok
meluap-luap. Selama ini, isterinya itu belum pernah memakinya seperti itu.
Perempuan busuk tak mengenal budi! Aku telah mengangkatmu dari lembah kehinaan
setelah Beng-kauw hancur, juga memelihara anakmu seperti anakku sendiri. Dan
begini balas kalian kepadaku? Kalau tahu akan begini, sudah sejak dulu Eng Eng
kubunuh, dan kau juga!!
Apa? Kauhendak membunuh kami?
Cobalah kalau engkau mampu! Kau kira aku takut padamu?! Wanita itu saking
sedihnya ditinggal pergi anaknya, menjadi marah dan nekat. Walaupun ia tahu
benar bahwa ilmu kepandaiannrya masih kalah dibandingkan suaminya, ia berani
menantang!
Bagus, kalau begitu mampuslah
kau Lauw Cu Si, perempuan tak tahu diri!! Siangkoan Kok menerjang isterinya
dengan dahsyat. Namun, Lauw Cu Si yang sudah nekat, cepat mengelak dan membalas
dengan tidak kalah dahsyatnya. Bahkan wanita ini sudah mencabut pedangnya, lalu
menyerang bertubi-tubi. Siangkoan Kok juga mencabut pedangnya dan suami isteri
ini lalu berkelahi mati-matian. Lauw Cu Si adalah seorang tokoh sesat,
keturunan ketua Beng-kauw dan ia memiliki ilmu silat yang dahsyat dan keji
pula. Tingkat kepandaiannya sudah tinggi dan ia hanya kalah sedikit saja
dibandingkan suaminya, maka tidaklah terlalu mudah bagi Siangkoan Kok untuk
membunuh isterinya.Para murid dan anggauta Pao-beng-pai yang melihat
perkelahian ini, menjadi bingung sekali.
Mereka tidak berani
mencampuri. Orang-orang yang mungkin berani mencampuri hanyalah Siangkoan Eng,
atau mungkin juga Tio Sui Lan, murid kepala dari Siangkoan Kok yang kini
menjadi selirnya itu. Akan tetapi pada saat itu, Eng Eng tidak ada, sudah pergi
tanpa pamit, dan ketika para murid mencari Tio Sui Lan, mereka juga tidak dapat
menemukan murid utama yang selama beberapa hari ini menjadi isteri ketua
mereka. Karena bingung, tidak tahu harus berbuat apa, para murid dan anggauta
Pao-beng-pai itu bahkan menjauh, sama sekali tidak berani mencampuri
perkelahian antara sang ketua dan isterinya, karena mereka tahu bahwa mencampuri
berarti akan mati konyol.
Pada saat semua orang menjadi
bingung itu, terdengar suara gaduh di lereng bukit, suara tambur dan terompet,
suara sorakan riuh rendah.
Siangkoan Kok sudah dapat
menekan dan mendesak Lauw Cu Si. Pedangnya berubah menjadi gulungan sinar
kemerahan, dan biarpun Lauw Cu Si sudah melawan dengan nekat saking marahnya,
tetap saja ia kalah tingkat dan terdesak, bahkan ia telah menderita beberapa
luka karena tusukan dan bacokan pedang.
Suara tambur dan terompet itu
mengejutkan Siangkoan Kok. Akan tetapi Lauw Cu Si tidak peduli. Satu-satunya
perhatian wanita ini hanyalah ingin membunuh pria yang selama ini dipuja dan
ditaatinya, karena pria ini hampir saja membunuh puterinya, dan kini ingin
membunuhnya. Namun, Siangkoan Kok yang kini terkejut dan bingung mendengar
suara gaduh dan disusul sorak-sorat dan suara pertempuran, cepat menggerakkan
kakinya menendang. Karena isterinya memang sudah terdesak oleh pedangnya, maka
tendangan itu tidak dapat dielakkan Lauw Cu Si.
Desss....!! Kaki Siangkoan Kok
yang besar dan kuat itu menghantam perut isterinya, dan Lauw Cu Si terjengkang
dan terlempar, roboh terbanting dan pingsan! Siangkoan Kok sudah tidak lagi
mempedulikan isterinya karena dari teriakan-teriakan para anak buah
Pao-beng-pai, dia dengan terkejut sekali mengetahui bahwa sarangnya diserbu
pasukan pemerintah!
Pada saat itu, muncul Tio Sui
Lan bersama belasan orang perwira! Wanita muda itu menudingkan telunjuknya ke
arah Siangkoan Kok sambil berkata, Inilah si jahanam Siangkoan Kok, si manusia
iblis!!
Melihat munculnya murid yang
telah dipaksanya menjadi isterinya itu bersama belasan orang perwira, Siangkoan
Kok segera tahu apa yang terjadi. Murid ini telah mengkhianatinya! Pantas sejak
pagi Sui Lan tidak nampak. Ketika dia bangun tidur tadi, dia tidak melihat Sui
Lan di sisinya. Hal ini sudah membuatnya marah-marah, apalagi ketika mendengar
bahwa Eng Eng telah minggat meninggalkan Pao-beng-bai, kemarahannya memuncak.
Selama ini Eng Eng menjadi puterinya yang patuh, bahkan menjadi pembantu utama,
menjadi tokoh kedua sesudah dia di Pao-beng-pai. Kini, tahu-tahu murid yang
telah dipaksanya menjadi isteri selama belasan hari itu, tiba-tiba muncul
dengan belasan orang perwira pemerintah yang membawa pasukan dan yang agaknya
kini melakukan penyerbuan ke situ.
Pengkhianat kau....!!!
teriaknya sambil melotot memandang kepada wanita yang malam tadi masih menjadi
kekasihnya tercinta.
Akan tetapi Sui Lan tersenyum
mengejek, dan kedua matanya bercucuran air mata! Engkau lah manusia iblis! Dan
ini pembalasanku, Siangkoan Kok!! teriaknya dan dengan nekat Sui Lan yang sudah
memegang pedang itu kini menerjang dan menyerang pria yang selama ini menjadi
gurunya yang ditaati, kemudian ketaatannya hancur bersama kehormatannya yang
direnggut secara paksa oleh orang yang dihormatinya itu.
Para perwira itu terkejut.
Tadi ketika mereka memimpin pasukan mendaki lereng Kwi-san menuju Ban-kwi-kok
(Lembah Selaksa Setan) setelah semalam mengurung tempat itu, mereka bertemu
dengan seorang wanita cantik yang menuruni lereng. Segera wanita itu dikepung.
Wanita itu adalah Tio Sui Lan! Ketika melihat bahwa tempat itu telah terkepung
pasukan pemerintah, Sui Lan yang tadinya hendak melarikan diri, menjadi
girangsekali. Ia lalu menyatakan ingin membantu pasukan menghancurkan Pao-beng-pai.
Ia mengatakan bahwa tanpa petunjuk jalan yang mengenal tempat itu, penyerbuan
akan menghadapi kesulitan karena di sekeliling Ban-kwi-kok dipasangi
jebakan-jebakan yang amat berbahaya.
Usulnya diterima dan
demikianlah, berkat petunjuk wanita yang menjadi pengkhianat karena sakit hati
itu, pasukan pemerintah dapat naik sampai mengurung sarang Pao-beng-pai dengan
mudah. Kini, setelah berhasil menyusup dengan diam-diam dan penyerbuan
dilakukan serentak sehingga menggegerkan. para anggauta Pao-beng-pai, Sui Lan
menjadi petunjuk jalan bagi para perwira untuk mencari pemimpin pemberontakan
dan melihat pemimpin pemberontak itu baru saja merobohkan isterinya sendiri.
Dan melihat Sui Lan tiba-tiba menyerang Siangkoan Kok, para perwira tentu saja
terkejut dan khawatir karena mereka semua sudah mendengar betapa lihainya katua
Pao-beng-pai itu.
Mereka serentak maju, namun
terlambat. Ketika Sui Lan menyerang Siangkoan Kok, ketua Pao-beng-pai ini
sedemikain marahnya sehingga dia menyambut bekas murid dan juga bekas kekasin
paksaan itu dengan pedangnya. Sambutan yang dahsyat dan penuh keberanian
sehingga pedangnya seperti kilat menyambar.!Tranggg.... crakkk!! Pedang di
tangan Tio Sui Lan terlempar, disusul tubuhnya yang roboh mandi darah karena
pedang di tangan Siangkoan Kok telah menembus dadanya! Wanita yang malang itu
tewas seketika karena pedang ketua Pao-beng-pai itu beracun, juga pedang itu
menembus jantungnya.
Belasan orang perwira cepat
menerjang dan mengeroyoknya. Mereka adalah jagoan-jagoan dari kota raja.
Biarpun kalau maju seorang demi seorang, mereka bukan lawan Siangkoan Kok, akan
tetapi karena maju bersama, tentu saja ketua Pao-beng-pai menjadi kewalahan dan
repot sekali. Apalagi melihat keadaan di luar rumah yang gaduh. Dia ingin
melihat keadaan para anggautanya, maka dia pun meloncat ke belakang dan
menghilang melalui sebuah pintu yang segera tertutup sendiri ketika belasan
orang perwira itu hendak mengejar.
Itu isterinya, kita basmi saja
sekalian!! teriak seorang perwira.
Saat itu, Lauw Cu Si sudah
siuman dari pingsannya dan ia sudah bangkit duduk lalu berdiri sambil memegang
pedangnya yang tadi terlepas ketika ia roboh tertendang suaminya. Melihat
belasan orang perwira itu mengepungnya, ia pun melintangkan pedang di depan
dada.
Hemmm, bunuhlah aku. Aku
memang telah terperosok, bodoh sekali menjadi isteri Siangkoan Kok!! katanya
dengan sikap gagah walaupun tubuhnya sudah luka-luka oleh pedang suaminya dan
terutama sekali, tendangan tadi masih terasa dan melemahkan tubuhnya.
Bunuh ia!! teriak para perwira
dan siap hendak mengeroyok.
Tahan, jangan serang!!
terdengar seruan dan ketika para perwira menoleh, mereka terkejut dan heran
mengenal Pangeran Cia Sun sudah berada di situ dengan pedang di tangan. Lebih
baik cepat mengejar ketua Pao-beng-pai dan membasmi anak buahnya!!
Belasan orang perwira itu
meragu, Tapi....tapi.... ia dapat berbahaya bagi Paduka....! kata seorang
perwira sambil menunjuk ke arah wanita itu.
Tidak! Aku mengenalnya, ia
tidak jahat. Kalian pergilah!!
Para perwira memberi hormat
lalu cepat berloncatan keluar dari ruangan itu, untuk memimpin anak buah mereka
yang sedang bertempur melawan para angauta Pao-beng-pai,
Bibi....!! kata Cia Sun. Di
mana Eng-moi....?!
Wanita itu hanya menggeleng
kepala, hendak menggerakkan kakinya, akan tetapi ia terhuyung dan tentu sudah
roboh kalau tidak cepat dirangkul Cia Sun.
Bibi.... menderita
luka-luka....? Oleh para perwira itu?!
Wanita itu menggeleng, hendak
bicara, akan tetapi tiba-tiba ia muntah darah. Melihat ini, terkejutlah Cia
Sun, maklum bahwa wanita itu terluka parah. Dipondongnya Lauw Cu Si yang
setengah pingsan itu dan terpaksa dia melangkahi mayat Tio Sui Lan yang tadinya
membuat dia terkejut bukan main ketika pertama kali memasuki ruangan itu,
mengira itu mayat kekasihnya. Dia merebahkan tubuh Lauw Cu Si ke atas sebuah
bangku panjang.
Kini Lauw Cu Si dapat bicara,
walaupun terengah-engah dan menahan rasa nyeri. Jahanam itu.... Siangkoan
Kok.... yang memukulku....!
Tentu saja Cia Sun merasa
heran sekali. Bibi, di mana Eng-moi?!
Ia sudah pergi kemarin, tanpa
pamit. Itu yang membuat Siangkoan Kok marah....!
Tapi kenapa Eng-moi pergi?!
Ketika Siangkoan Kok tahu
bahwa Eng Eng membebaskanmu, dia menghajar Eng Eng dan hendak membunuhnya. Aku
mencegahnya dan membuka rahasia bahwa dia tidak berhak membunuh Eng Eng yang
bukan anaknya....!
Bukan puterinya?! Tentu saja
Cia Sun terkejut dan heran.
Ketika aku menjadi isterinya,
aku membawa Eng Eng yang sudah berusia dua tahun lebih....!
Ah, kalau begitu Eng-moi
puteri Bibi dengan suami lain?!
Wanita itu kembali
menggelengkan kepala, hendak bicara akan tetapi kembali ia batuk-batuk dan
muntah darah, tendangan yang mengenai dadanya itu memang hebat sekali, membuat
ia menderita luka dalam yang parah. Sejenak ia terngengah-engah, wajahnya pucat
sekali. Cia Sun sudah merasa bingung sekali mendengar bahwa Eng Eng yang
ternyata bukan puteri kandung ketua Pao-beng-pai itu telah pergi tanpa pamit.
Dia tidak tahu harus berbuat apa terhadap ibu Eng Eng yang keadaannya payah
itu.
Engkau.... benar.... seorang
pangeran?!
Cia Sun mengangguk. Aku memang
Pangeran Cia Sun, Bibi, akan tetapi aku mencinta Eng-moi.!
Kalau begitu, dengar
baik-baik....! suaranya makin lemah seperti berbisik.
Aku.... aku tidak dapat
bertahan lama, aku akan mati.... dan inilah saatnya aku membuka rahasia....,
dan engkau tepat orangnya yang kuberitahu.... dengar, Eng Eng bukan puteri
Siangkoan Kok juga bukan anakku....!
Ehhh? Lalu.... ia anak siapa,
Bibi?!
Ayah ibunya adalah orang-orang
yang selalu dimusuhi golongan kami.... golongan Beng-kauw....aku amat membenci
ayah ibunya, terutama ayahnya, karena itulah.... aku.... menculik Eng Eng
ketika ia berusia tiga tahun. Akan tetapi, aku.... aku amat mencintanya seperti
anakku sendiri.... juga Siangkoan Kok menyayangnya sampai engkau muncul....!
Ahhh....!! bermacam perasaan
mengaduk hati pangeran itu. Ada perasaan kaget, heran, akan tetapi juga kasihan
dan bahkan ada perasaan girang. Girang bahwa kekasihnya itu bukan anak kandung
ketua Pao-beng-pai dan isterinya!
Akan tetapi.... ke mana aku
harus mencarinya, Bibi? Aku harus mencari dan menemukannya, aku mencintanya dan
akan mengambilnya sebagai isteriku!!
Cia Sun terkejut melihat
wanita itu napasnya sudah empas-empis, dan agaknya sudah tidak mampu
menjawabnya, matanya sudah terpejam.
Bibi....! Bibi....! Katakan di
mana Eng-moi!! Cia Sun mengguncang-guncang pundak wanita yang sudah sekarat
itu.
Wanita itu membuka matanya
yang sudah sayu dan suaranya hanya bisik-bisik saja. Suling Naga.... itulah
ayah kandungnya.... tinggal di Lok-yang....cari.... cari ke sana....! Leher itu
terkulai, mata itu terpejam dan wanita itu pun mati.
Cia Sun bangkit berdiri,
termenung. Sebutan Suling Naga! terngiang di telinganya. Dan dia tertegun. Dia
pernah mendengar nama besar Pendekar Suling Naga yang tinggal di Lok-yang.
Kalau dia tidak salah ingat, namanya Sim Houw, seorang pendekar yang sakti,
terkenal dengan ilmu pedangnya yang hebat, pedang yang berbentuk suling, pedang
suling, atau suling pedang. Jadi Eng Eng adalah puteri pendekar sakti itu!
Ketika masih kecil diculik oleh Lauw Cu Si karena wanita itu sebagai orang
Beng-kauw menganggap pendekar itu sebagai musuh besar.
Ahhh....!!! tiba-tiba dia
terbelalak. Dia teringat kepada Yo Han. Bukankah Yo Han mencari puteri pendekar
itu yang hilang? Kalau begitu, anak yang dicari oleh Yo Han itu bukan lain
adalah Eng Eng! Dia mengingat-ingat. Yo Han, yang telah menjadi saudara
angkatnya ketika mereka berdua dikurung sebagai tahanan di sarang Pao-beng-pai,
pernah menceritakan bahwa anak yang dicari itu mempunyai ciri-ciri yang khas,
dan ada noda merah sebesar ibu jari kaki di tapak kaki kanannya.
Mendengar suara pertempuran di
luar, Cia Sun khawatir kalau-kalau gadis itu kembali dan ikut pula bertempur
membela Pao-beng-pai melawan pasukan pemerintah. Cepat dia menyelinap keluar
dan mencari-cari. Pertempuran hampir selesai. Pihak pemberontak tidak mampu
menandingi pasukan yang jauh lebih besar jumlahnya, apalagi dipimpin oleh para
jagoan istana. Bahkan Siangkoan Kok juga tidak nampak dan ketika dia tanyakan
kepada para perwira, mereka pun tidak tahu ke mana perginya ketua pemberontak
itu. Ternyata Siangkoan Kok telah meloloskan diri, tidak mempedulikan anak
buahnya yang dibantai pasukan.
Setelah mencari keterangan dan
merasa yakin bahwa Eng Eng tidak pernah kembali dan tidak terlibat dalam
pertempuran itu, Cia Sun segera meninggalkan tempat itu untuk pergi mencari
kekasihnya. Banyak anggauta Pao-beng-pai tewas, sisanya ditawan. Gagallah
gerakan Pao-beng-pai, seperti dialami oleh banyak kelompok pemberontak
terdahulu.
***
Gadis itu berdiri termenung di
lereng itu, memandang ke depan, ke arah bukit menghitam yang dinamakan orang
Ban-kwi-kok (Lembah Selaksa Setan). Memang nampak menyeramkan dari lereng itu,
seolah-olah lembah itu memang sepantasnya dihuni oleh setan dan iblis. Para
penduduk dusun di sekitar kaki Bukit Setan itu, menganggap Ban-kwi-kok sebagai
lembah yang keramat dan tak seorang pun berani mendaki ke sana. Akan tetapi,
menurut keterangan para penghuni dusun, baru sebulan yang lalu lembah itu
diserbu pasukan pemerintah yang besar jumlahnya.
Kabar itu mengatakan bahwa
terjadi pertempuran besar, kemudian pasukan pemerintah turun dan membawa banyak
tawanan, kemudian lembah itu nampak terbakar. Biarpun desas-desus mengatakan
bahwa gerombolan yang bersembunyi di lembah itu telah terbasmi habis, dan
lembah itu telah kosong, perkampungan gerombolan pemberontak telah dibakar,
namun masih saja tidak ada seorang pun berani naik ke sana.
Gadis itu masih amat muda,
paling banyak sembilan belas tahun usianya. Cantik manis dan nampak gagah
dengan pakaiannya yang sederhana namun serasi dengan bentuk tubuhnya yang padat
dan ramping, dan pakaian itu bersih. Wajahnya yang manis, dengan sepasang
matanya yang indah dan bersinar tajam, juga sederhana, tidak dipoles bedak dan
gincu. Akan tetapi, kulit mukanya memang sudah halus dan putih, dan kedua
pipinya kemerahan karena sehat, demikian pula sepasang bibirnya merah tanpa
gincu. Biarpun ia muda dan cantik manis, namun di sepanjang perjalanan, tidak
pernah atau jarang sekali ada pria yang berani mengganggunya. Hal ini adalah
karena penampilannya yang pendiam dan gagah, dengan sebatang pedang di punggung
sehingga mudah diduga bahwa ia bukan wanita sembarangan yang boleh diganggu
begitu saja, melainkan seorang wanita kang-ouw, seorang pendekar wanita.
Dan memang dugaan itu benar.
Gadis muda ini adalah Cu Kim Giok, puteri dari pendekar Cu Kun Tek dan Pouw Li
Sian. Cu Kun Tek adalah pendekar yang merupakan keturunan para pendekar Cu
majikan Lembah Naga Siluman. Cu Kun Tek terkenal mewarisi ilmu pedang
Koai-liong Kiam-sut (Ilmu Pedang Naga Siluman), juga ilmu tangan kosongnya
Kiam-to Sin-ciang (Tangan Sakti Pedang dan Golok), dan Pat-hong Sin-kun (Silat
Sakti Delapan Penjuru Angin) hebat sekali. Adapun ibu gadis itu, yang bernama
Pouw Li Sian, bahkan lebih lihai dibandingkan suaminya. Pouw Li Sian ini adalah
murid mendiang Bu Beng Lokai yang sakti.
Ketika Cu Kim Giok diajak oleh
ayah ibunya menghadiri ulang tahun dan pertemuan tiga keluarga besar di rumah
Suma Ceng Liong, gadis ini merasa gembira bukan main dan bangkitlah
keinginannya untuk memperluas pengalaman dan pengetahuan dengan jalan merantau
seperti yang dilakukan para pendekar. Ayah ibunya tidak merasa keberatan.
Mereka sendiri adalah pendekar-pendekar yang dahulu di waktu mudanya sudah
biasa melakukan penjalanan merantau memperluas pengalaman. Pula, puteri mereka
telah mewarisi ilmu kepandaian mereka dan tingkat kepandaian gadis itu hanya
sedikit selisihnya dengan tingkat mereka sehingga Kim Giok telah memiliki bekal
yang cukup untuk melindungi dan menjaga diri sendiri.
Tentu saja Kim Giok juga amat
tertarik dengan peristiwa yang terjadi di rumah Suma Ceng Liong, yaitu
munculnya seorang gadis cantik lihai yang mengaku sebagai seorang puteri tokoh
Pao-beng-pai yang memusuhi tiga keluarga besar, oleh karena itulah pada siang
hari itu, ia tiba di Kwi-san dan kini termangu berdiri di lereng itu setelah ia
mendengar keterangan penduduk tentang penyerbuan pasukan pemerintah yang
membasmi gerombolan Pao-beng-pai di Lembah Selaksa Setan.
Ah, pikirnya, aku datang
terlambat. Andaikata tidak terlambat, tentu akan dapat menyaksikan terbasminya
gerombolan itu, dan kalau perlu ia akan membantu pasukan. Bukan semata karena
ia ingin membantu pemerintah. Ayah ibunya berpesan agar ia tidak melibatkan
diri dengan pemerintah Mancu. Akan tetapi, ia dapat mempergunakan kesempatan
selagi gerombolan itu ditumpas, untuk membalas sikap sombong dara gadis
Paobeng-pai itu terhadap tiga keluargabesar. Ia menduga-duga bagaimana dengan
nasib gadis cantik itu. Apakah ikut terbunuh? Atau tertawan?
Tidak ada gunanya lagi mendaki
ke lembah yang sudah hancur itu. Tentu tidak ada lagi orang di sana. Cu Kim
Giok membalikkan tubuhnya hendak pergi meninggalkan lereng itu. Akan tetapi
baru belasan langkah ia berjalan, tiba-tiba pendengarannya yang tajam terlatih
mendengar gerakan orang. ia berhenti melangkah dan memandang ke sekeliling
penuh kewaspadaan dan tiba-tiba bermunculan lima orang laki-laki yang nampak
bengis. Mereka itu berloncatan dari balik semak belukar. Melihat bahwa mereka
berhadapan dengan seorang gadis yang cantik manis, mereka cengar-cengir dan
menyeringai dengan sikap kurang ajar, dengan mata yang liar dan bengis.
Kim Giok bersikap tenang,
namun matanya yang indah tajam itu menyapu mereka. Lima orang itu berusia
antara tiga puluh tahun sampai empat puluh tahun, tubuh mereka rata-rata kekar
dan kuat. Pakaian mereka butut dan kotor, tentu telah lama tidak pernah
berganti pakaian. Melihat pakaian kotor itu seperti seragam abu-abu, teringatlah
ia akan beberapa orang laki-laki yang ikut datang mengawal gadis Pao-beng-pai
yang berkunjung ke rumah Suma Ceng Liong tempo hari. Agaknya mereka ini sisa
anggauta Pao-beng-pai, pikir gadis yang cukup cerdik ini. Dan memang dugaannya
benar. Lima orang itu adalah mereka yang berhasil lolos dari penyerbuan pasukan
pemerintah. Karena takut muncul di tempat umum, lima orang ini bersembunyi saja
di Kwi-san, tidak jauh dari bekas sarang Pao-beng-pai. Mereka mengharapkan
dapat bertemu dengan seorang di antara para pimpinan mereka karena mereka tahu
bahwa ketua mereka tidak tewas, juga tidak ikut tertawan. Hanya nyonya ketua
mereka yang tewas.
Bahkan nona puteri ketua juga
tidak ikut tertawan. Ketika dari tempat persembunyian mereka nampak ada gadis
yang datang ke tempat itu, mereka tadinya mengira bahwa gadis itu tentulah
Siangkoan Eng, dan mereka merasa girang sekali. Akan tetapi setelah mereka
muncul, mereka melihat bahwa gadis itu sama sekali bukan puteri ketua mereka,
melainkan seorang gadis lain yang asing sama sekali, akan tetapi gadis itu
cantik manis dan menarik.
Seorang di antara mereka, yang
berhidung besar dan bermata lebar, agaknya menjadi pimpinan mereka, melangkah
maju dan tertawa bergelak. Perutnya yang besar itu nampak karena bajunya
kehilangan kancing dan terbuka. Perut itu terguncang-guncang naik turun ketika
dia tertawa.
Ha-ha-ha-ha-ha, kawan-kawan,
alangkah beruntungnya kita hari ini! Kita kedatangan seorang bidadari yang
cantik jelita, yang agaknya menaruh iba kepada kita dan datang untuk menghibur
kita. Ha-ha-ha-ha-ha!! Teman-temannya ikut pula tertawa. Mereka selama sebulan
lebih dicekam ketakutan, kekurangan dan kedukaan. Dan hari ini tiba-tiba, tanpa
disangka-sangka, mereka berhadapan dengan seorang gadis cantik! Tentu saja
mereka bergembira. Anak buah Pao-beng-pai terdiri dari bermacam orang, akan
tetapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang berjiwa sesat. Kalau
membutuhkan, mereka tidak segan untuk melakukan perampokan dan berbagai
kejahatan lainnya. Kini, melihat seorang gadis seorang diri di tempat sunyi
itu, tentu saja timbul gairah mereka, seperti lima ekor harimau kelaparan
melihat munculnya seekor domba seorang diri.
Heh-heh-heh, Nona manis,
siapakah engkau, siapa namamu dan mengapa engkau berada di sini seorang diri? Apakah
engkau datang sengaja hendak menghibur kami berlima? Ha-ha-ha!! Si hidung besar
kembali berkata dan kini mereka berlima, sambil tersenyum menyeringai, sudah
mengambil posisi mengepung gadis itu agar tidak dapat melarikan diri.
Akan tetapi, sebetulnya lima
orang itu harus tahu bahwa mereka berhadapan dengan seorang gadis yang bukan
gadis sembarangan saja. Hal ini sebetulnya dapat dilihat dari sikap Kim Giok.
Biarpun dikepung lima orang itu, ia bersikap tenang-tenang saja seolah-olah
tidak ada sesuatu yang mengancam dirinya, tidak ada sesuatu yang perlu
ditakuti.
Aneh....aneh sekali....! Ia
tidak menjawab pertanyaan, bahkan bergumam sambil menggelengkan kepalanya.
Apanya yang aneh, Nona manis?
Kami bukan orang-orang aneh, kami adalah laki-laki sejati dan engkau sebentar
lagi akan membuktikannya sendiri, heheh!! kata si hidung besar sambil melangkah
maju mendekat.
Aneh mengapa masih ada sisa
anak buah Pao-beng-pai, kenapa kalian tidak mampus atau tertawan.! kata Kim
Giok, masih tenang saja.
Mendengar ucapan gadis itu,
lima orang bekas anak buah Pao-beng-pai nampak terkejut, saling pandang dan
kini mengepung lebih ketat dengan sikap bengis mengancam.
Nona, siapakah engkau
sebenarnya dan mau apa engkau datang ke tempat ini?! Suara si hiudung besar galak
dan mengandung ancaman, tidak menggoda seperti tadi.
Namaku tiduk ada
sangkut-pautnya dengan kalian. Juga aku tidak mempunyai sangkut paut dengan
pembasmian Pao-beng-pai oleh pasukan pemerintah. Aku hanya heran mengapa kalian
tidak ikut mampus atau tertawan. Nah, karena di antara kita tidak ada urusan,
minggirlah dan biarkan aku lewat!! kata Kim Giok yang memang tidak ingin
mencari keributan dengan bekas anak buah Pao-beng-pai yang sudah hancur itu.
Kalau ia bertemu dengan gadis tokoh. Pao-beng-pai yang pernah mengacau di rumah
Suma Ceng Liong, tentu akan lain lagi sikapnya.
Akan tetapi ketika ia
melangkah, lima orang itu cepat menghadangnya dan tetap mengepungnya. Bahkan
kini sikap mereka kembali seperti tadi, dengan pandang mata tidak sopan.
Hemmm, engkau tidak boleh
pergi sebelum menghibur kami, Nona manis!! Dan si hidung besar cepat
menggerakkan kedua lengannya yang panjang, jari-jari tangan yang besar panjang
itu hendak merangkul.
Wuuut.... plakkk! Aughhh....!!
tubuh tinggi besar si hidung besar itu terjengkang. Ternyata ketika kedua
tangannya sudah hampir menyentuh kedua pundak gadis itu untuk merangkul, gadis
itu dengan gerakan cepat sekali menyelinap ke samping sehingga tubrukan itu
luput dan sekali Kim Giok menggerakkan tangan kiri menampar, leher bawah
telinga si hidung besar kena ditampar dan orang itu pun terjengkang dan
terbanting, melotot dan meraba lehernya dengan mata terbelalak dan mulut
mengaduh-aduh.
Empat orang temannya menjadi
kaget dan marah. Mereka berempat cepat menyerbu, seolah-olah hendak berlomba
untuk lebih dulu dapat meringkus gadis manis itu. Namun, sekali ini mereka
membentur karang. Gerakan Kim Giok cepat bukan main, kaki dan tangannya
menyambar-nyambar dan dalam segebrakan saja, empat orang itu pun terpelanting
dan roboh oleh tamparan tangan atau tendangan kakinya!
Lima orang itu mengaduh-ngaduh
dan menyumpah-nyumpah. Dasar golongan kasar yang tidak tahu diri dan yang
selalu merasa diri mereka paling pandai, lima orang itu tidak melihat kenyataan
bahwa mereka sama sekali bukanlah lawan gadis manis yang mereka sangka domba
itu. Mereka tidak menyadari bahwa yang disangka domba itu sesungguhnya seekor
singa betina yang amat tangguh! Mereka merasa penasaran dan kini nafsu berahi
mereka terbang lenyap, terganti oleh nafsu amarah yang hanya dapat diredakan
dengan darah! Mereka mencabut golok mereka dan berloncatan berdiri.