Bab 18 (TAMAT)
Karena tidak menduga bahwa
pria yang dikasihinya itu akan menyerangnya, juga karena serangan aneh itu
datangnya amat cepat, membawa angin dingin, maka biarpun Kim Giok berusaha
melakukan gerakan poksai (salto) untuk menghindar, tetap saja lambungnya
terkena pukulan itu.
Aughhh....!! Kim Giok mengeluh
dan tubuhnya terkulai, jatuh ke atas tanah. Ia rebah miring dan merasa betapa
lambungnya seperti dimasuki benda dingin sekali, seperti sebongkah air beku dan
dadanya sesak, pandang matanya berkunang.
Giok-moi.... kekasihku....
Giok-moi....!! Seng Bu menangis dan dia menghampiri tubuh yang roboh miring
itu. Akan tetap pada saat itu, terdengar suara yang membuat Seng Bu terkejut
seperti disengat binatang berbisa dan tengkuknya terasa dingin dan tebal saking
ngeri dan takutnya.
Ouw Seng Bu, pengkhianat keji
manusia berhati iblis!! Suara Yo Han. Cepat Seng Bu membalikkan tubuhnya dan
dia sudah berhadapan dengan Yo Han! Dia merasa seperti dalam mimpi dan menatap
wajah Yo Han dengan mata terbelalak. Apalagi mendengar suara gaduh pertempuran
yang menunjukkan bahwa pasukan pemerintah sudah menyerbu ke dalam perkampungan
Thian-li-pang.
Sementara itu, Kim Giok
mengangkat mukanya dan ia terbelalak melihat api telah membakar rumah tahanan.
Melihat api mulai berkobar, seakan timbul semangat dan kekhawatirannya. Ia
meloncat dan dengan pedang di tangan, ia seperti melupakan rasa nyeri di
lambungnya. Ia berlari menuju ke rumah tahanan itu, tidak mempedulikan lagi
kepada Seng Bu.
Setelah tiba di dekat rumah tahanan
itu, dia melihat beberapa orang anggauta Thian-li-pang sedang membakar bagian
samping rumah tahanan yang sudah mulai berkobar. Dengan marah Kim Giok
menggerakkan pedangnya dan empat orang anggauta Thian-li-pang roboh. Dua orang
lagi yang menjadi terkejut melihat tunangan ketua mereka mengamuk, tahu bahwa
calon nyonya ketua itu kini menjadi musuh. Mereka menggerakkan golok, akan
tetapi mereka pun segera terpelanting mandi darah, menjadi korban pedang
Koai-liong Po-kiam di tangan gadis dari Lembah Naga Siluman itu.
Kim Giok tidak mempedulikan
berkobarnya api, dengan cepat ia meloncat masuk, menyelinap dan berlari menuju
ke kamar tahanan. Ia melihat betapa Sian Li dan Hui Eng telah dapat mematahkan
rantai yapg membelenggu kaki tangan mereka dan mereka berdua kini sedang
berusaha sekuat tenaga untuk menjebol jeruji baja dengan menarik dan
membetot-betot, namun agaknya usaha ini tidak akan membawa hasil. Juga di
bagian ujung sana, di mana Gak Ciang Hun, Gan Bi Kim dan lima orang tosu
ditahan, terdengar suara gaduh ketika mereka mendorong-dorong pintu baja kamar
tahanan mereka.
Dengan sisa tenaga terakhir,
Kim Giok menyambut empat orang anggauta Thian-li-pang yang agaknya hendak
meninggalkan ruangan yang mulai terbakar itu. Mereka adalah para penjaga
sebelah dalam dan ia tahu bahwa kunci kamar-kamar tahanan itu pasti berada di
tangan mereka. Pedangnya berkelebat menyambar-nyambar dan robohlah empat orang
itu. Kim Giok memeriksa pakaian mereka dan menemukan gelang besi yang
digantungi beberapa buah kunci. Cepat ia menghampiri kamar tahanan di mana Sian
Li dan Hui Eng sejak tadi memandangnya dengan sinar mata penuh harapan dan
kegembiraan. Tentu saja mereka berdua merasa gembira sekali bahwa pada saat
terakhir, ternyata Kim Giok menunjukkan bahwa ia tetap seorang puteri sepasang
pendekar dari Lembah Naga Siluman yang gagah perkasa!
Setelah Kim Giok berhasil
membuka kunci pintu dan menarik daun pintu baja terbuka, ia pun terhuyung. Ia
menyerahKan gelang kunci kepada Sian Li sambil berpegang kepada jeruji.
Cepat.... bebaskan mereka....
di ujung sana....!! Dan ia pun terkulai roboh.
Kim Giok....!! Sian Li berseru
dan cepat merangkulnya. Kepada Hui Eng ia berkata, Enci Eng, cepat bebaskan
tawanan di ujung sana, bahkan kalau masih ada yang lain, bebaskan mereka semua.!
Hui Eng menerima kunci dan tak
lama kemudian ia sudah membuka pintu kamar tahanan di mana Ciang Hun dan
lain-lain dikeram.
Sian Li masih memeriksa
keadaan Kim Giok dan terkejutlah ia ketika melihat lambung gadis itu terdapat
tanda menghitam dan sekali raba saja tahulah ia bahwa isi perut gadis itu telah
menderita luka yang agaknya tidak mungkin disembuhkan lagi.
Kim Giok....!! Ia merangkul,
penuh keharuan. Biarpun gadis yang terluka parah itu tidak menerangkan, Sian Li
sudah dapat menduga bahwa tentu Kim Giok terpukul oleh Ouw Seng Bu ketika gadis
ini nekat hendak membebaskan ia dan Hui Eng. Hanya yang membuat ia heran,
bagaimana Kim Giok tetap masih dapat membebaskannya, padahal pukulan itu saja
merupakan pukulan maut yang mematikan.
Sian Li.... mintakan ampun....
kepada ayah ibu....! Kim Giok mengeluh dan terkulai.
Sian Li, cepat kita harus
meninggalkan tempat ini. Kebakaran mulai membesar dan sebentar lagi tidak akan
ada jalan keluar,! kata Hui Eng yang datang bersama Gak Ciang Hun, Gan Bi Kim
dan lima orang tosu Bu-tong-pai.
Sian Li memandang dan Ciang
Hun juga berkata, Benar, adik Sian Li, kita harus cepat pergi. Ah, bukankah itu
adik Cu Kim Giok? Kenapa ia?!
Sian Li menjawab dengan suara
gemetar, Gak-twako.... tanpa pertolongan Kim Giok, kita semua akan hangus dan
mati terbakar. Ia yang menolong kita membukakan pintu tahanan dan ia.... ia
telah tewas. Mari, bantu aku membawanya keluar, Twako.!
Tanpa diminta untuk ke dua
kalinya, Ciang Hun sudah mengangkat tubuh yang masih hangat dan lemas itu,
memondong dan membawanya ke luar bersama yang lain.
Melihat di luar sudah terjadi
pertempuran hebat antara anak buah Thian-li-pang melawan pasukan pemerintah
yang menyerbu masuk, Sian Li menyerahkan jenazah Kim Giok agar ditunggu oleh
lima orang tosu Bu-tong-pai yang masih menderita luka-luka, sedangkan ia sendir
bersama Hui Eng, Ciang Hun dan Bi Kim lalu mengamuk, membantu pasukan menyerbu
para anggauta Thian-li-pang sehingga mereka itu cerai-berai dan banyak yang
jatuh.
Aku harus mencari Seng Bu!!
teriak Sian Li dengan marah.
Aku akan mencari Siangkoan
Kok!! kata pula Hui Eng.
Akan tetapi, mereka melihat
Siangkoan Kok dan dua orang tosu pembantu, yaitu Im Yang-ji tokoh Pat-kwa-pai
dan Kui Thian-cu tokoh Pek-lian-kauw, mengamuk dan membuat para perajurit dan
perwira yang mengeroyok menjadi kocar-kocir dan banyak perajurit yang roboh.
Hui Eng yang melihat Siangkoan Kok mengamuk, segera mencabut pedangnya dan
menyerang bekas ayah angkatnya, juga gurunya itu. Memang Ouw Seng Bu tidak
merampas senjata para tawanan itu sehingga kini mereka dapat mempergunakan
senjata masing-masing. Melihat gadis itu nekat menyerang bekas ketua
Pao-beng-pai yang lihai itu, Sian Li merasa khawatir dan ia pun sudah menerjang
maju membantu Hui Eng mengeroyok Siangkoan Kok. Adapun Gak Ciang Hun dan Gan Bi
Kim sudah membantu para perwira dan perajurit yang mengeroyok dua orang tosu
dari Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw.
Siangkoan Kok yang terkejut
sekali melihat para tawanan sudah lolos, terpaksa mengerahkan seluruh tenaga
dan kepandaiannya untuk menghadapi dua orang gadis yang tangguh itu. Tingkat
kepandaian bekas puteri dan muridnya itu sudah hampir menyusulnya, sedangkan Si
Bangau Merah juga merupakan seorang wanita yang amat lihai, maka dia pun harus
mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk membela diri.
Jumlah pasukan yang menyerbu
amatlah banyaknya sehingga orang-orang Thian-li-pang menjadi kewalahan dan
terdesak hebat. Tiba-tiba muncul Cia Sun yang memimpin sebuah regu perajurit
pilihan dan melihat betapa kekasihnya sudah bertanding melawan Siangkoan Kok
dibantu Tan Sian Li, dia pun segera memerintahkan para perwira dan perajurit
yang memiliki kepandaian untuk ikut pula mengeroyok. Pertandingan berat sebelah
itu tidak berlangsung terlalu lama. Biarpun mereka bertiga berhasil merobohkan
banyak perajurit, namun Siangkoan Kok, Im Yang-ji, dan Kui Thian-cu setelah
menderita banyak luka-luka, akhirnya roboh. Siangkoan Kok tewas dengan dada
tertembus pedang di tangan Hui Eng. Im Yang-ji dan Kui Thian-cu juga tewas
dengan tubuh penuh luka.
Cia Sun gembira sekali melihat
Hui Eng selamat. Adik Sian Li, di sana kulihat kakak Yo Han sedang bertanding
melawan Ouw Seng Bu.!
Sian Li mengeluarkan suara
seperti sorak gembira mendengar ini dan ia pun berlari cepat menuju ke arah
yang ditunjuk Cia Sun diikuti oleh yang lain. Setelah tiba di tempat yang
dimaksudkan, mereka tertegun menyaksikan sebuah pertandingan yang luar biasa
hebatnya. Ketika ada yang hendak bergerak membantu Yo Han, Sian Li cepat
berkata, Jangan ada yang bergerak, Han-koko tidak akan kalah dan dia tidak
senang kalau dibantu dengan pengeroyokan.! Mendengar ucapan ini, semua orang
maklum dan mereka menonton dengan kagum dan juga tegang, kecuali Sian Li yang
percaya sepenuhnya bahwa kekasih hatinya tidak akan kalah.
Pertemuan antara Yo Han dan
Ouw Seng Bu tentu saja membuat ketua Thian-li-pang itu terkejut setengah mati.
Wajahnya menjadi pucat, matanya terbelalak, akan tetapi perlahan-lahan wajah
itu berubah merah dan matanya menjadi mencorong liar penuh kebencian dan
kemarahan.
Kau....???!!! Seng Bu berseru
dan suaranya terdengar dingin dan tajam mengiris jantung, mulutnya kini
membentuk senyum menyeringai yang amat bengis. Yo Han sendiri merasa bulu
tengkuknya berdiri. Orang ini tidak waras, pikirnya.
Ouw Seng Bu, kenapa engkau
membunuh Lauw Pangcu dan para pimpinan Thian-li-pang?!
Seng Bu merasa tidak perlu
lagi merahasiakan semua perbuatannya dan dia tertawa.!Ha-ha-ha, mereka itu
tidak ada gunanya, membuat Thian-li-pang menjadi lemah saja. Thian-li-pang
harus menjadi yang terkuat, harus dapat mengajak seluruh kekuatan untuk
menghancurkan penjajah Mancu. Mereka itu orang-orang lemah!!
Ouw Seng Bu, engkau membunuh
mereka dan menguasai Thian-li-pang, bukan demi perjuangan melainkan untuk
mencari kedudukan tinggi. Engkau bersekutu dengan golongan sesat, engkau
membiarkan anak buah Thian-li-pang melakukan perbuatan jahat. Bahkan engkau
secara tak tahu malu dan curang sekali menjebak aku ke dalam sumur. Heran
sekali kenapa engkau, murid Lauw Pangcu yang dahulu amat dipercaya dan baik,
mendadak berubah seperti iblis? Apakah engkau telah menjadi gila?!
Yo Han, semua orang
Thian-li-pang memujamu. Kau lalu menjadi sombong. Kau kira hanya engkau yang
telah menguasai Bu-kek Hoat-keng? Ha-ha-ha, aku pun telah menguasainya dan aku
akan membunuhmu untuk kedua kalinya!! Setelah berkata demikian, Ouw Seng Bu
menyerang dengan gerakan yang aneh dan dahsyat sekali. Dam-diam Yo Han merasa
heran dan terkejut mendengar bahwa orang ini telah menguasai Bu-kek Hoat-keng,
dan melihat serangan yang luar biasa itu. Yang membuat dia heran adalah
mengenal gerakan tangan Seng Bu ketika menyerangnya. Memang itu adalah gerakan
dari Bu-kek Hoat-keng!
Karena merasa heran, Yo Han
ingin sekali melihat lebih banyak lagi gerakan itu dan dia pun mengelak cepat
tanpa membalas, membiarkan Seng Bu menyerang lagi bertubi-tubi. Dan tidak salah
lagi, jurus-jurus yang dimainkan Seng Bu ketika menyerangnya adalah ilmu Bu-kek
Hoat-keng, akan tetapi semakin lama, semakin aneh saja perkembangan jurus-jurus
itu. Hebatnya, serangan itu mengandung hawa dingin yang aneh karena ketika satu
kali dia menangkis, tangannya yang bertemu lengan lawan itu terasa panas!
Pukulan Seng Bu itu mengandung hawa beracun yang amat ganas! Berbahaya sekali
bagi lawan dan tidak mengherankan kalau Lauw Kang Hui dan yang lain-lain tewas
di tangan Seng Bu. Dia sendiri kalau tidak menguasai Bu-kek Hoat-keng, tentu
akan terpengaruh hawa beracun itu.
Seng Bu yang merasa bahwa dia
telah memiliki ilmu yang tak terkalahkan, makin berbesar hati melihat Yo Han tak
pernah membalas dan hanya lebih banyak mengelak dan berloncatan untuk
menghindarkan serangan-serangannya. Akan tetapi dia pun merasa penasaran
melihat dia belum juga berhasil. Dia harus dapat membunuh Yo Han secepatnya
agar dia mendapatkan kesempatan untuk melarikan diri, karena dia melihat betapa
banyaknya pasukan pemerintah menyerbu perkampungan Thian-li-pang itu. Maka, dia
segera berteriak memanggil anak buahnya dan sedikitnya dua puluh orang anak
buah Thian-li-pang kini menggunakan senjata mereka mengepung dan mengeroyok Yo
Han!
Yo Han maklum bahwa Seng Bu
mencari kesempatan melarikan diri dan hal ini haruslah dicegah. Maka, dia pun
tidak pernah meninggalkan atau menjauhi Seng Bu. Dia mulai menggunakan ilmunya
untuk menyerang dan menutup jalan keluar Seng Bu, sedangkan para anak buah
Thian-li-pang yang mengepung dan mengeroyoknya dengan ragu-ragu dan gentar, dia
robohkan dengan tendangan dan tamparan saja, tidak membuat mereka terluka
parah.
Para anggauta Thian-li-pang,
cepat kalian ajak teman-teman untuk melarikan diri! Jangan hiraukan lagi Ouw
Seng Bu yang menyeret kalian ke dalam penyelewengan!! beberapa kali Yo Han
berseru.
Kelak aku sendiri yang akan
membangun kembali Thian-li-pang!! kembali Yo Han berseru. Terjadi kebimbangan
dalam hati para anggauta Thian-li-pang. Mereka yang memang berwatak jahat dan
lebih senang dipimpin Seng Bu karena di bawah bimbingan Seng Bu mereka dapat
melampiaskan nafsu dan keserakahan mereka secara bebas, tidak mempedulikan
seruan Yo Han ini dan mereka tetap melakukan perlawanan dan setia kepada Seng
Bu. Akan tetapi, lebih banyak lagi angauta yang hanya terpaksa mentaati ketua
baru itu, dan kini para anggauta ini segera menyampaikan pesan kepada
kawan-kawan sehaluan dan mereka pun mulai berserabutan mencari lubang untuk
meloloskan diri dari penyerbuan pasukan pemerintah.
Mendengar teriakan Yo Han dan
melihat betapa anak buahnya yang mengeroyok Yo Han terpelanting ke kanan kiri
sehingga dia tidak mendapat kesempatan sama sekali untuk meloloskan diri dari
Yo Han, Seng Bu menjadi marah dan nekat.
Yo Han, engkau harus mati di
tanganku!! bentaknya dan dia pun menyerang lagi sambil mengeluarkan teriakan
yang menyeramkan, bukan teriakan manusia lagi melainkan teriakan iblis. Dan
pada saat itulah Sian Li dan para tokoh lain muncul dan menjadi penonton.
Yo Han juga melihat mereka dan
hatinya berdebar girang bukan main melihat Sian Li dalam keadaan sehat dan
selamat. Dia pun mengenal Hui Eng dan Cia Sun, membuat hatinya menjadi semakin
girang bahwa adik angkatnya itu telah bersatu dengan kekasihnya. Akan tetapi
hanya sebentar dia dapat melirik ke arah Sian Li dan yang lain-lain karena dia
harus memperhatikan lawannya yang ternyata amat tangguh dan memiliki ilmu silat
yang amat aneh itu.
Hyaaattt....!!! Seng Bu nekat
melihat munculnya para tawanan. Tahulah dia bahwa dia harus membela diri
mati-matian dan tidak ada jalan keluar kecuali dia dapat membunuh Yo Han.
Sambil mengeluarkan bentakan nyaring, dia menyerang dengan gencar, kedua
tangannya melakukan pukulan dengan cara mendorong dengan telapak tangan, dan
dari kedua tangannya itu menyambar hawa yang dingin seperti es, dan nampak pula
uap hitam membiru keluar dari kedua telapak tangan itu.
Hemmm....!!! Yo Han mengelak
dan menampar dari samping. Lawannya agaknya mengenal gerakan serangan ini dan
dapat mengelak dengan baik, lalu membalas dengan dorongan tangan kanan.
Diam-diam Yo Han semakin heran. Dia mengenal benar gerakan kaki tangan Seng Bu
itu.
Datang lagi serangan dahsyat
dari Seng Bu yang mengerahkan seluruh tenaganya dalam setiap serangan. Yo Han
merasa aneh. Dia yakin bahwa gerakan-gerakan itu benar ilmu Bu-kek Hoat-keng
seperti yang pernah dipelajarinya dari kakek Ciu Lam Hok. Bagaimana mungkin
Seng Bu dapat mempelajarinya? Kakek itu telah meninggal, dan semua coret-moret
di dalam lorong sumur tua telah dihapus. Dia tidak tahu bahwa kakek Ciu Lam Hok
pernah membuat coret-moret lain di sumur ke dua, yang ditemukan Seng Bu,
catatan ilmu itu yang tidak lengkap sama sekali dan yang telah dipelajari
dengan keliru oleh Seng Bu. Yo Han mengenal semua gerakan itu, akan tetapi ilmu
Bu-kek Hoat-keng yang dipelajarinya mempungai daya mengembalikan setiap pukulan
lawan. Bu-kek Hoat-keng bukan pukulan untuk merobohkan orang, melainkan
mempunyai daya tolak yang luar biasa sehingga serangan yang bagaimana hebat
pun, akan membalik kepada penyerangnya sendiri. Akan tetapi, gerakan yang mirip
Bu-kek Hoat-keng dan dimainkan Seng Bu ini memiliki daya serang yang demikian
dahsyatnya, mengandung hawa maut dan beracun! Kalau dia sendiri mempergunakan
tenaga Bu-kek Hoat-keng, tentu pukulan aneh dari Seng Bu itu akan membalik dan
mana mungkin ada manusia dapat bertahan kalau terkena pukulan sehebat itu? Dia
tidak ingin membunuh Seng Bu, walaupun dia tahu bahwa Seng Bu telah membunuh
Lauw Kang Hui dan para pimpinan lain dan pemuda itu telah membawa Thian-li-pang
menyeleweng. Dia ingin menyadarkan Seng Bu dan membuat pemuda itu bertaubat.
Tidak ada istilah terlambat untuk bertaubat selagi manusianya masih hidup.
Akan tetapi, justeru karena
dia tidak mau membunuh lawan, maka perkelahian itu menjadi amat seru dan juga
tidak mudah bagi Yo Han untuk menundukkan lawannya. Karena dia memiliki ilmu
Bu-kek Hoat-keng yang asli, tentu saja tingkatnya lebih tinggi dibandingkan
Seng Bu. Bu-kek Hoat-keng yang dimiliki dan dikuasai Seng Bu telah menjadi ilmu
sesat yang amat keji dan berbahaya, sedangkan yang dikuasai Yo Han adalah ilmu
yang mengandung keajaiban, yang memiliki daya menolak semua kekuatan jahat,
bahkan menolak semua hawa beracun. Namun, karena Yo Han tidak bermaksud
membunuh, tidak membalas serangan lawan dengan jurus ampuh mematikan, dan
bahkan dia tidak mau menggunakan tenaga menolak balik serangan Seng Bu, maka
perkelahian itu menjadi ulet dan lama. Seng Bu mengerahkan seluruh tenaganya,
namun semua hawa sakti yang keluar dari tubuhnya, bagaikan batu besar dilempar
ke dalam telaga saja ketika dipakai menyerang Yo Han, semua tenaga itu
tenggelam dan tidak mendatangkan akibat apa pun. Setiap kali Yo Han menangkis,
tangan Seng Bu tergetar hebat dan seperti lumpuh. Seng Bu tidak tahu bahwa
kalau Yo Han menggunakan tenaga sakti dari Bu-kek Hoat-keng, maka tenaganya
bukan hanya tenggelam, melainkan membalik dan seolah dia memukul dirinya
sendiri.
Bagi mereka yang menonton
perkelahian itu, tentu saja nampak amat seru dan menegangkan. Sian Li sampai
bermandi peluh menyaksikan perkelahian itu karena tidak kelihatan kekasihnya
unggul, walaupun juga tidak nampak terdesak. Agaknya kedua orang itu memiliki
ilmu dan kekuatan yang serupa dan setingkat!
Haaaiiihhhhh....!!! Kembali
Seng Bu menyerang, sekali ini tubuhnya mencelat ke atas, bagaikan seekor burung
garuda dia menyambar turun dengan kedua tangan dijulurkan lurus ke depan,
dengan pengerahan tenaga sepenuhnya ke arah kedua telapak tangannya yang
berwarna kehitaman dan mengeluarkan uap hitam.
Melihat serangan maut yang
amat berbahaya ini, Sian Li mengepal tangan kanannya dan memandang dengan mata
terbelalak. Sebagai seorang ahli ilmu silat Ang-ho Sin-kun (Silat Sakti Bangau
Merah), ia tahu betapa besar bahayanya serangan seperti itu, karena di dalam
ilmu silatnya terdapat pula jurus penyerangan sambil melayang seperti itu.
Akan tetapi Yo Han juga
mengenal jurus yang berbahaya ini dan tahulah dia bahwa Seng Bu sudah nekat dan
hendak mengadu nyawa! Dengan tenang saja Yo Han sudah mengambil keputusan bahwa
dia harus cepat menundukkan Seng Bu dan merobohkannya, walaupun tidak harus
membunuhnya. Pemuda ini agaknya sudah miring otaknya, maka kalau dibiarkan
lolos dan membawa pergi ilmunya yang sesat, akan merupakan bahaya besar bagi
umum, terutama sekali bagi dunia kang-ouw. Dia harus dapat berusaha
menyadarkannya atau merampas ilmu sesat itu. Bagaikan seekor burung walet,
tiba-tiba tubuh Yo Han juga mencelat ke atas menyambut serangan Seng Bu.
Melihat ini, Seng Bu mengeluarkan suara tawa aneh karena dia girang dan yakin
sekali ini akan mampu membunuh Yo Han. Dengan pengerahan seluruh tenaganya, dia
menggunakan kedua tangannya mendorong ke arah tubuh Yo Han.
Wuuuttt....!! Seng Bu terkejut
karena tiba-tiba tubuh itu lenyap dari depannya dan kedua tangannya menghantam
udara kosong. Maklum bahwa dia terkecoh, dia berusaha membuat gerakan jungkir
balik seperti yang dilakukan Yo Han dengan cepat ketika mengelak tadi, namun
terlambat. Dari sebelah atasnya, Yo Han telah menggunakan tangan yang
dimiringkan untuk memukul punggung Seng Bu.
Desss....!!! Seng Bu
mengeluarkan keluhan lirih dan tubuhnya terbanting ke atas tanah. Yo Han
menyusul dengan melayang turun. Akan tetapi, dapat dibayangkan kagetnya hati
Pendekar Tangan Sakti ini ketika tiba-tiba tubuh yang tadinya terbanting roboh
itu, telah bergerak meloncat bangun dan menyambut Yo Han yang baru saja turun
itu dengan dorongan kedua tangan, dahsyat bukan main karena Seng Bu mengerahkan
seluruh tenaga terakhir dalam serangan mendadak ini. Ternyata Seng Bu memiliki
kekuatan luar biasa sehingga pukulan Yo Han tadi seolah tidak terasa olehnya!
Tidak ada lain jalan bagi Yo
Han kecuali dia juga menyambut dengan kedua tangannya didorongkan ke depan.
Wuuuttt.... plakkk!! Dua pasang
tapak tangan itu bertemu dan melekat! Yo Han merasa betapa ada hawa yang amat
dingin menyerangnya. Akan tetapi, dia mengerahkan tenaga panas dan kini Seng Bu
yang merasa betapa kekuatannya terdorong oleh tenaga yang dahsyat sekali. Dia
mempertahankan dan terjadilah dorong mendorong dengan menggunakan ilmu yang
sama, yaitu Bu-kek Hoat-keng, akan tetapi kalau ilmu yang dikuasai Yo Han
murni, sebaliknya yang dikuasai Seng Bu merupakan ilmu sesat yang timbul karena
keliru latihan.
Dari kepala Yo Han mengepul
uap putih, sebaliknya dari kepala Seng Bu mengepul uap hitam. Seng Bu
mendengus-dengus, muka dan lehernya sudah penuh keringat dan perlahan-lahan,
tenaganya mengendur sedangkan hawa panas dari tapak tangan Yo Han mulai
memasuki dirinya melalui kedua tapak tangannya.
Yo Han merasa mendapatkan
kesempatan. Dia harus menggunakan tenaga saktinya untuk mendorong keluar hawa
beracun itu dari tubuh Seng Bu, dan merusak pusat penghimpunan sin-kang agar
selanjutnya Seng Bu tidak dapat lagi mempergunakan ilmu sesatnya itu. Dia sudah
mengambil keputusan bahwa itulah satu-satunya jalan untuk memaksa Seng Bu
kembali ke jalan benar, yaitu dengan mengadakan kekuatan yang akan mendorongnya
melakukan kekejian. Kalau Seng Bu sudah tidak memiliki kekuatan yang dapat dia
andalkan, tentu dia tidak akan mampu merajalela lagi.
Sian Li, Hui Eng, Ciang Hun,
Cia Sun, dan Bi Kim yang maklum apa artinya adu tenaga sin-kang antara kedua
orang muda yang lihai itu, menonton dengan hati tegang. Terutama sekali Sian
Li. Gadis ini maklum bahwa dalam adu tenaga sin-kang seperti itu, berarti adu
nyawa, dan kalau sampai kekasihnya kalah dalam adu tenaga sin-kang ini, ia tahu
bahwa Seng Bu pasti tidak segan-segan untuk membunuhnya. Untuk membantu, ia
tidak mau karena hal itu akan merendahkan Yo Han dan tidak sesuai dengan watak
pendekar. Maka, wajahnya sudah mulai pucat karena ia merasa gelisah sekali.
Jangan takut, dia pasti
menang,! terdengar Hui Eng berbisik di sampingnya dan Sian Li mengangguk,
berterima kasih karena ia pun tahu bahwa Hui Eng cukup lihai untuk dapat
menduga yang tepat, menghilangkan keraguannya sendiri.
Dan memang ucapan Hui Eng itu
bukan sekedar hiburan kosong belaka. Gadis lihai ini sudah melihat betapa Seng
Bu terdesak hebat dalam adu tenaga itu, membuat uap tebal menghitam keluar dari
kepalanya, matanya mendelik dan keringatnya membasahi muka dan leher, juga
nampak betapa tubuh Seng Bu mulai menggigil.
Seng Bu maklum bahwa dia tidak
akan menang, akan tetapi dia pun tidak mau menyerah. Masih dikerahkan tenaganya
yang terakhir dan dia seperti mendengar suara tulang patah di dalam dadanya,
dan dia pun melangkah mundur, kedua tangannya ditarik lepas dari tangan Yo Han
dan menggunakan kedua tangan untuk menekan dadanya yang terasa nyeri. Dia pan
muntahkan darah segar, terhuyung ke belakang.
Ouw Seng Bu, masih ada
kesempatan hidup bagimu. Pergi, berobat dan bertaubatlah!! kata Yo Han lembut.
Dengan mata mendelik penuh
kebencian Seng Bu memandang kepada Yo Han, kemudian, dia masih nekat hendak
mengerahkan tenaga dan menyerang lagi. Akan tetapi begitu dia mengerahkan
tenaga sin-kang, isi dada perutnya seperti diremas, membuat dia mengeluh dan
terhuyung, dan dia memandang kepada Yo Han dengan mata terbelalak bingung.
Seng Bu, engkau tidak akan
dapat menggunakan tenaga berbuat kejahatan lagi. Bertaubatlah!! kata Yo Han
lembut dan dalam suaranya terkandung perasaan iba.
Mendengar ini, tahulah Seng Bu
bahwa sudah habis baginya, habis segalanya.
Dia teringat secara mendadak
kepada Cu Kim Giok, gadis yang dicinta dan mencintanya, dan di dalam lubuk
hatinya timbul penyesalan yang amat mendalam. Dia mengeluarkan keluhan panjang
lalu tubuhnya membalik dan dia sudah berlari menuju ke tempat tahanan yang kini
berkobar dimakan api. Yo Han dan semua orang mengejarnya.
Ketika Seng Bu melihat lima
orang tosu Bu-tong-pai, berdiri dan tak jauh dari situ rebah sesosok tubuh, ia
tersentak kaget mengenal tubuh Kim Giok yang dicarinya. Tanpa mempedulikan apa
pun, dia berseru memanggil, Giok-moi....!!! Dan, dia pun menubruk mayat gadis
itu.
Giok-moi ah, Giok-moi....!!
Dia meratap dan menangis. Yo Han dan yang lain-lain sudah tiba di situ.
Ouw Seng Bu iblis busuk, tak
perlu lagi engkau pura-pura menangis! Simpan saja air mata buayamu itu, karena
Kim Giok tewas oleh pukulanmu. Engkau lah yang telah membunuhnya, kenapa engkau
kini pura-pura menangis?! tegur Sian Li gemas dan marah.
Mendengar ucapan Sian Li,
tangis Seng Bu semakin menjadi-jadi. Seperti anak kecil dia menangis dan
meratap, sesenggukan. Giok-moi.... Kim Giok.... ampunkan aku.... ampunkan
aku....! demikian ratapnya berulang kali, kemudian tanpa diduga-duga oleh semua
orang, tiba-tiba dia menggerakkan tangan kanannya, meringis menahan nyeri
ketika mengerahkan tenaga terakhir dan tangan itu menyambar dan mencengkeram
ubun-ubun kepalanya sendiri. Terdengar suara tulang patah dan dia pun roboh dan
tewas di atas jenazah Kim Giok yang masih hangat.
Semua orang terbelalak, akan
tetapi mereka tidak mampu berbuat apa-apa. Mungkin inilah yang terbaik....!
kata Yo Han halus penuh rasa haru dan iba.!Kakak Yo Han, untung engkau dapat
muncul dalam keadaan selamat, kalau tidak.... sukar aku membayangkan apa yang
akan terjadi dengan kami semua,! kata Cia Sun.
Yo Han memandang kepada adik
angkatnya itu sambil mengerutkan alisnya dan suaranya memang lembut, namun
penuh teguran ketika dia berkata, Ciasiauwte, kenapa engkau melanggar janji,
mengerahkan pasukan pemerintah untuk menyerbu perkumpulan pejuang?!
Wajah Cia Sun berubah
kemerahan. Ahhh, Twako. Aku sama sekali bukan mengerahkan pasukan untuk menyerbu
perkumpulan pejuang, melainkan terpaksa mengerahkan pasukan untuk menolong
Eng-moi dan nona Sian Li dari tangan penjahat!
Hui Eng segera maju membela.
Dia benar! Tanpa datangnya pasukan yang menyerbu perkumpulan Thian-li-pang yang
sudah menjadi gerombolan penjahat itu, mungkin kami sekarang telah tewas.!
Sian Li sudah maju dan
memegang lengan Yo Han dengan mesra. Han-koko, mereka itu benar. Pangeran
mengerahkan pasukan bukan hanya untuk menyelamatkan kami berdua, bahkan untuk
mencoba menolongmu yang dikabarkan tewas dalam sumur.!
Yo Han termangu. Kalau Sian Li
sudah memberi kesaksiannya, tentu dia tidak meragukan lagi kebenarannya. Kalau
begitu, mari kita pergi dari sini dan bicara di luar tempat ini.! Dia memandang
kepada gadis yang tewas di samping Seng Bu dan bertanya, Siapakah nona yang
tewas ini?!
Han-koko, ia bukan orang lain.
Ia adalah puteri Paman Cu Kun Tek dari Lembah Naga Siluman.! kata Sian Li.
Yo Han terbelalak. Ahhh....!!
Ia yang telah membebaskan kami
dari rumah tahanan yang terbakar. Tanpa bantuannya, kami semua tentu sudah
terbakar mati di dalam kamar tahanan.! kata pula Sian Li, lalu ia menunjuk
kepada lima orang tosu, Gak Ciang Hun dan Gan Bi Kim. Lima orang Totiang ini
dari Pu-tong-pai, dan ini kakak Gak Ciang Hun dan enci ini....!
Aku sudah mengenal Yo-taihiap
dengan baik, adik Sian Li.!
Benar apa yang dikatakan
saudara Yo Han, kita bicara saja di luar. Biar kubawa jenazah nona Cu Kim Giok
ini keluar.! Dia lalu memondong jenazah itu.
Mari ikut aku. Aku yang akan
membukakan jalan keluar.! kata Cia Sun. Dia pun berjalan diikuti mereka semua
dan para perwira atau perajurit tentu saja tidak berani menghalangi pangeran
ini keluar dari perkampungan Thian-li-pang diikuti lima orang tosu Bu-tong-pai,
Gak Ciang Hun yang memondong jenazah Cu Kim Giok, Yo Han, Sian Li, Bi Kim, dan
Hui Eng.
Setelah tiba di kaki bukit,
barulah mereka berhenti dan menurut usul Gak Ciang Hun yang disetujui pula oleh
mereka semua, lima orang tosu Bu-tong-pai yang lebih mengetahui akan urusan
itu, diminta agar memilihkan sebidang tanah yang baik untuk mengubur jenazah Cu
Kim Giok. Semua orang membantu menggali lubang dan dengan upacara sederhana
namun khidmat yang dipimpin oleh Thian-tocu tosu dari Bu-tong-pai. Setelah
selesai pemakaman yang dilakukan tanpa ada yang bicara, akhirnya mereka
mendapat kesempatan untuk duduk di dekat makam dalam sebuah lingkaran dan
barulah mereka saling menceritakan pengalaman masing-masing. Seperti dengan
sendirinya, Sian Li duduk di dekat Yo Han dan pandang mata Sian Li bersinar-sinar
penuh kebahagiaan karena akhirnya ia dapat bertemu dan berkumpul dengan pria
yang sejak kecil telah dicintanya itu. Hui Eng juga duduk di dekat Cia Sun,
sedangkan Bi Kim duduk di dekat Ciang Hun. Bergantian mereka menceritakan
pengalaman mereka.
Yo Han merasa lega dan gembira
ketika mendengar bahwa Hui Eng yang tadinya dianggap sebagai puteri Siangkoan
Kok, ternyata adalah gadis yang selama ini dicarinya, yaitu puteri Liong-siauw
Kiam-hiap (Pendekar Pedang Suling Naga) Sim Houw yang hilang diculik orang
sejak kecil. Apalagi sekarang Hui Eng telah menemukan jodohnya, yaitu adik
angkatnya, Pangeran Cia Sun yang dia tahu adalah seorang pangeran Mancu yang
berjiwa pendekar. Makin besar rasa bahagia hatinya ketika dia melihat bahwa Gan
Bi Kim, cucu keponakan gurunya yang oleh nenek Ciu Ceng dijodohkan dengannya
itu nampak akrab dan saling mencinta dengan Gak Ciang Hun.
Kini giliran Yo Han
menceritakannya dan semua orang, terutama sekali Sian Li yang merasa ngeri dan
kadang mengeluarkan seruan tertahan sambil memegang lengan Yo Han, mendengarkan
dengan penuh ketegangan dan kengerian.
Sian-cai...., sungguh
menakjubkan sekali mendengar betapa dalam keadaan yang agaknya sudah tidak ada
harapan itu, ternyata Yo-taihiap masih dapat meloloskan diri! Mengagumkan sekali!!
Yo Han tersenyum melihat
pandang mata mereka semua penuh kagum kepadanya. Totiang, dan Cu-wi (Saudara
sekalian), harap jangan memuji aku. Sesungguhnya, aku sendiri sudah meragukan
apakah aku akan mampu keluar dari dalam sumur yang sudah ditutup dari luar itu.
Namun, dalam keadaan apa pun juga, sebelum hayat meninggalkan badan, aku tidak
akan pernah putus asa. Di atas segala kekuatan di dunia ini, ada suatu kekuatan
yang maha kuat, maha kuasa, dan maha mengetahui! Aku hanya menyerah kepada
kekuasaan itu, yakni kekuasaan Thian Sang Maha Pencipta. Aku yakin sepenuhnya
bahwa kekuasaan itu menyerap sampai ke manapun, bahkan di dalam tanah itu pun
kekuasaanNya bekerja dengan sempurna. Oleh karena itu, selama badan ini masih
mampu bergerak, aku harus berusaha sekuat kemampuan untuk mempertahankan hidup
ini, didasari penyerahan yang mutlak kepada kekuasaan itu.!
Kekuasaan itulah To....!
Thian-tocu menggumam.
Saya kira memang tepat ucapan
Totiang. To yang dimaksudkan itulah hukum Alam, atau Kekuasaan Thian yang
selalu bekerja dan bergerak tiada hentinya, tak pernah menyimpang sedikit pun
dari ketepatannya, seperti timbul tenggelamnya matahari dan bulan, seperti
gerakan ombak samudera ke kanan kiri yang tiada berkesudahan. Karena penyerahan
mutlak kepada Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Kuasa itulah maka tidak ada rasa
gelisah atau takut sedikit pun. Dan ketenangan ini amat menguntungkan kita
dalam menghadapi peristiwa apa saja.
Demikianlah, dengan tekun dan
tak mengenal menyerah kepada kesulitan, dengan pasrah kepada Thian, akhirnya
kekuatan dari kekuasaan Thian itu yang menuntunku sehingga dapat lolos dari
ancaman maut di perut bumi.!
Semua orang terkesan dan
suasana menjadi sunyi.
Han-ko, bagaimana si Seng Bu
itu dapat memiliki ilmu kepandaian sehebat itu? Bukankah dia pula yang telah
membunuh para pimpinan Thian-li-pang, kemudian dia menjatuhkan fitnah bahwa
engkau yang telah membunuh mereka. Ketika melawannya, aku merasakan betapa
hebat tenaganya, dan melihat dia bertanding denganmu tadi, sungguh menegangkan
dan menggelisahkan. Bagaimana seorang murid Thian-li-pang dapat memiliki ilmu
kepandaian sehebat itu, Koko?!
Yo Han menghela napas panjang.
Agaknya hal itu akan tetap merupakan rahasia yang tak terpecahkan, Li-moi. Aku
sendiri ketika bertanding dengannya, merasa heran dan terkejut bukan main
karena aku mengenal ilmunya sebagai ilmu yang pernah kupelajari. Padahal ilmu
itu tidak pernah dipelajari orang lain dan yang menguasainya hanyalah mendiang
suhu sebagai penemunya dan aku sebagai muridnya. Entah bagaimana, agaknya Seng
Bu dapat pula mempelajari ilmu itu, hanya saja.... ilmu yang dikuasainya itu
mempunyai perbedaan bumi langit dengan ilmuku. Ilmu itu menjadi sesat dan
berbahaya sekali, mengandung hawa beracun yang dahsyat. Kalau tidak salah
perhitunganku, agaknya dia secara kebetulan, entah bagaimana, telah menemukan
dan mempelajari ilmu itu, akan tetapi tanpa bimbingan, dia mempelajarinya
secara keliru sehingga tanpa disengaja, dia telah menguasai ilmu yang menjadi
sesat dan dahsyat, dan mungkin saja karena penguasaan ilmu itu, dia menjadi
berubah dan tidak waras lagi.!
Aku ikut merasa menyesal
sekali, Twako. Bagaimanapun juga, aku telah membantu hancurnya Thian-li-pang,
padahal engkau tentu tahu bahwa aku tidak pernah memusuhi para pejuang.! kata Cia
Sun.
Bukan salahmu, Cia-te.
Thian-li-pang telah diselewengkan menjadi gerombolan jahat yang bersekutu
dengan golongan sesat. Biarlah kelak aku akan mencoba menyusunnya kembali
menjadi perkumpulan para pejuang yang sehat dan berjiwa pendekar, seperti pesan
mendiang suhu. Sekarang, apa yang akan kalian lakukan?!
Siancai, kami berlima mohon
diri, karena kami sudah terlalu lama meninggalkan Bu-tong-san, Yo-taihiap.!
kata Thian-tocu. Lima orang tosu itu bangkit dan memberi hormat, dibalas oleh
enam orang muda itu.
Ngo-wi To-tiang dari
Bu-tong-pai sungguh merupakan sahabat yang amat baik, membelaku sampai hampir
menjadi korban kekejaman Ouw Seng Bu.!
Sian-cai....,Yo-taihiap tentu
sudah mengerti sepenuhnya bahwa orang-orang seperti kita ini, tidak pernah membela
seseorang maupun memusuhi seseorang. Yang kita bela adalah kebenaran dan yang
kita tentang adalah kejahatan. Bukankah begitu, Taihiap?! kata Thian-tocu.
Yo Han dan yang lan-lain
memandang kagum dan mereka semua mengangguk menyetujui. Kalau begitu terima
kasih dan selamat jalan, Totiang.!
Sampai jumpa, Yo-taihiap dan
suadara sekalian.! Lima orang tosu itu lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Setelah lima orang tosu itu
pergi, enam orang muda itu saling pandang. Nah, sekarang tiba saatnya bagi kita
untuk saling berpisah,! kata Yo Han sambil memandang kepada Sian Li. Aku
bersama adik Sian Li akan pergi ke rumah orang tua, Li-moi, akan tetapi aku
mengharap bantuan adik Cia Sun untuk menemani kami. Terus terang saja, seperti
yang mungkin telah kalian ketahui, kami berdua sudah bertekad untuk hidup
bersama sebagai suami isteri, padahal, oleh orang tuanya, Li-moi telah
dijodohkan dengan adik Cia Sun. Oleh karena itu, aku membutuhkan bantuan Cia-te
untuk menemani kami agar Cia-te yang memberi penjelasan kepada paman Tan Sin
Hong berdua.!
Tentu, tentu saja aku akan
menemani kalian!! seru Cia Sun gembira. Akan tetapi, sebelum itu, aku minta
kepada kalian semua untuk menemani aku dulu bersama adik Hui Eng. Aku hendak
mengantarkan Eng-moi kepada orang tuanya di Lok-yang. Mengingat bahwa Eng-moi
pernah bertemu dengan ayah ibu kandungnya dalam keadaan yang tidak menyenangkan
di rumah pendekar Suma Ceng Liong, maka tentu pertemuan itu akan terasa
canggung. Kalau ada kalian semua yang ikut dan membantu memberi kesaksian dan
penerangan, tentu akan lebih menyenangkan. Terutama sekali, aku juga mohon
bantuan Yo-toako untuk membicarakan urusan kami berdua kepada orang tua
Eng-moi.!
Yo Han tersenyum memandang
kepada Hui Eng yang menjadi merah kedua pipinya dan menundukkan kepalanya. Aku
mengerti, Cia-te, dan agaknya kita memang saling membutuhkan. Aku yakin
Gak-twako tidak akan keberatan untuk ikut pula ke Lok-yang membantu adik Sim
Hui Eng.!
Ah, tentu saja!! kata Gak
Ciang Hun dan dia pun nampak tersipu dan salah tingkah. Bahkan aku pun....
hemmm.... aku pun atau maksudku kami berdua, aku dan adik Gan Bi Kim, amat
membutuhkan bantuanmu, Yo-siauwte. Aku pun ingin berterus terang saja. Aku
sudah mendengar dari adik Bi Kim bahwa oleh neneknya, ia telah ditunangkan
denganmu, Yo-te, akan tetapi kenyataannya sekarang, engkau saling mencinta
dengan adik Sian Li, sedangkan adik Bi Kim.... ah, kami berdua saling mencinta
dan sudah mengambil keputusan untuk berjodoh. Nah, tanpa bantuan Yo-te,
bagaimana kami berdua akan berani menghadapi keluarganya?!
Kini enam orang itu saling
pandang dan meledaklah tawa mereka. Sian Li yang memang berwatak lincah jenaka
itu tidak menyembunyikan tawanya karena geli hatinya. Hi-hik-hik, alangkah
lucunya! Agaknya memang kita berenam ini sudah ditakdirkan untuk saling bantu
dan harus melakukan perjalanan bersama. Betapa menggembirakan! Kita saling kait
mengait, saling membutuhkan bantuan!!
Yo Han mengangguk-angguk.
Memang aneh, dan agaknya memang Thian menghendaki demikian! Aku ditunangkan
dengan Gan Bi Kim, akan tetapi adik Bi Kim berjodoh dengan Gak-twako dan aku
berjodoh dengan Li-moi yang ditunangkan dengan Cia-te, sedangkan Cia-te
berjodoh dengan Sim Hui Eng yang selama ini kita semua mencarinya! Baiklah,
sekarang diatur begini saja. Pertama-tama kita semua pergi ke rumah orang tua
adik Sim Hui Eng, karena bagaimanapun juga, peristiwa bertemunya kembali adik
Eng dengan ayah ibunya merupakan hal yang amat membahagiakan dan penting
sekali. Nah, setelah dari sana, kita tinggalkan dulu adik Eng bersama orang
tuanya, dan Cia-te ikut dengan kami untuk menemui orang tua Li-moi. Setelah
itu, aku meninggalkan dulu Li-moi di rumah orang tuanya dan aku menemani
Gak-twako untuk berkunjung ke rumah adik Gan Bi Kim. Dengan demikian semua
urusan akan menjadi beres!!
Demikianlah, tiga pasang
kekasih itu lalu mulai melakukan perjalanan berantai itu untuk saling bantu.
Mula-mula mereka berenam pergi berkunjung ke Lok-yang.
Pendekar Suling Naga Sim Houw
dan isterinya, Can Bi Lan, menyambut kedatangan mereka dengan gembira dan juga
terheran-heran karena mereka mengenal Hui Eng sebagai gadis Pao-beng-pai yang
pernah membikin kacau pertemuan keluarga besar di rumah Suma Ceng Liong. Akan
tetapi, keheranan mereka berubah menjadi kejutan yang luar biasa ketika mereka
mendengar bahwa gadis itu bukan lain adalah Eng Eng, atau Sim Hui Eng, anak
kandung mereka! Mula-mula mereka merasa sukar untuk percaya, akan tetapi
setelah Yo Han, Sian Li, dan Pangeran Cia Sun bercerita, ditambah lagi bukti
tanda tahi lalat hitam di pundak kiri dan noda merah di ibu jari kaki di
telapak kaki kanan, Can Bi Lan menubruk puterinya sambil menjerit dan menangis.
Terjadilah pertemuan yang amat mengharukan hati dan sukar dilukiskan betapa
bahagia rasa hati Sim Houw dan Can Bi Lan ketika mereka dapat menemukan kembali
puteri mereka yang hilang sejak kecil itu.
Setelah suasana keharuan
mereda, dengan hati-hati Yo Han dan Sian Li menceritakan tentang hubungan kasih
sayang antara Hui Eng dan Cia Sun, dan tentang semua pengalaman mereka, tentang
pembelaan Cia Sun kepada Hui Eng.
Mula-mula, suami isteri itu
tertegun. Mereka menemukan kembali puteri mereka, akan tetapi juga mendengar
bahwa puteri mereka berjodoh dengan seorang pangeran Mancu? Akan tetapi, suami
isteri ini memang bijaksana. Mendengar betapa pangeran calon mantu mereka itu
adik angkat Pendekar Tangan Sakti Yo Han, juga dipuji-puji sebagai bekas calon
suami Si Bangau Merah Tan Sian Li, juga bahwa pangeran itu berjiwa pendekar,
tidak memusuhi para pejuang dan tidak setuju pula dengan penindasan, mereka pun
dapat menerima dengan hati lapang.
Pada keesokan harinya Yo Han
dan Sian Li, Ciang Hun dan Bi Kim, mengajak Cia Sun untuk melanjutkan
perjalanan dan meninggalkan dulu Hui Eng bersama orang tuanya. Cia Sun berjanji
kepada keluarga itu untuk segera minta kepada ayah ibunya untuk mengajukan
pinangan secara resmi. Kemudian, Cia Sun mengikuti Yo Han dan Sian Li
mengunjungi orang tua Si Bangau Merah, yaitu Pendekar Bangau Putih Tan Sin Hong
yang tinggal di Ta-tung sebelah barat Peking.
Sekali ini, Tan Sin Hong dan
Kao Hong Li menerima puteri mereka dengan gembira dan mereka berdua bahkan
merasa berbahagia sekali ketika mendengar keterangan mereka semua tentang
pembatalan pertalian jodoh antara puteri mereka dengan Cia Sun yang dengan
jujur mengakui bahwa dia saling mencinta dengan Sim Hui Eng. Kini suami isteri
ini dapat menerima pinangan Yo Han dengan rasa syukur karena bagaimanapun juga
sebetulnya mereka pun amat menyayang Yo Han yang kini ternyata telah menjadi
seorang pendekar sakti yang bernama besar sebagai Pendekar Tangan Sakti. Suami
isteri ini pun ikut merasa gembira mendengar bahwa puteri keluarga Sim yang
hilang itu telah ditemukan kembali, bahkan akan menjadi jodoh Pangeran Cia Sun,
bekas calon mantu mereka.
Dari rumah orang tua Sian Li,
Yo Han mengikuti Gak Ciang Hun dan Gan Bi Kim ke kota raja. Juga Pangeran Cia
Sun hendak pulang ke kota raja untuk minta kepada orang tuanya meminang Sim Hui
Eng.
Keluarga pembesar Gan Seng,
juga nenek Ciu Ceng, menyambut pulangnya Gan Bi Kim dengan gembira pula. Mereka
agak tercengang ketika mendengar pengakuan Gan Bi Kim bahwa ia telah memutuskan
pertalian jodohnya dengan Yo Han, karena Yo Han telah berjodoh dengan gadis
lain. Akan tetapi mereka pun merasa lega ketika diperkenalkan dengan Gak Ciang
Hun sebagai pemuda yang dipilih Bi Kim sebagai calon jodohnya. Apalagi Yo Han
ikut bicara dan memberi penjelasan bahwa sebelum bertemu Bi Kim, sebetulnya dia
sudah memiliki pilihan hati. Keluarga itu bahkan merasa bangga mendengar bahwa
calon mantu mereka, Gak Ciang Hun, adalah keturunan pendekar besar yang
mempunyai nama harum di dunia persilatan.
Demikianlah, tiga pasangan
kekasih ini tidak menemui halangan apa pun dalam urusan perjodohan mereka.
Pihak orang tua telah menerima dengan senang hati dan pinangan resmi dilakukan,
bahkan pernikahan tiga pasang mempelai ini dirayakan dalam tahun itu juga.
Cia Sun mengajak isterinya,
Sim Hui Eng, tinggal di kota raja, dan sekali waktu keduanya juga tinggal di
rumah mertuanya di Lok-yang. Gak Ciang Hun mengajak isterinya, Gan Bi Kim
tinggal di Beng-san, bekas tempat tinggal orang tuanya, yaitu di puncak Telaga
Warna yang indah.
Yo Han sendiri bersama
isterinya, Tan Sian Li, melakukan perjalanan bulan madu jauh ke Lembah Naga
Siluman, untuk menyampaikan berita duka tentang kematian Cu Kim Giok kepada
keluarga Cu. Berita itu tentu saja disambut dengan tangis oleh Cu Kun Tek dan
Pouw Li Sian, dan mereka mendengarkan keterangan Yo Han dan Sian Li tentang
puteri mereka, dan menerima pesan terakhir Kim Giok melalui Sian Li untuk mohon
ampun kepada ayah ibunya. Biarpun hati mereka terasa hancur karena kematian
puteri mereka, namun setidaknya mereka terhibur juga bahwa pada saat terakhir,
puteri mereka sadar dan bertindak sesuai dengan jiwa kependekaran keluarga
mereka. Puteri mereka, Cu Kim Giok, tewas sebagai seorang pendekar wanita yang
membela kebenaran. Juga mereka tidak merasa penasaran karena pembunuh. puteri
mereka, yaitu ketua Thian-li-pang Ouw Seng Bu, telah menemui ajalnya pula.
Kemudian Pendekar Tangan Sakti
Yo Han bersama isterinya, Si Bangau Merah Tan Sian Li berkunjung ke Bukit Naga
dan di tempat itu, dibantu oleh isterinya, Yo Han menghimpun kembali
perkumpulan Thian-li-pang. Para anggauta lama yang semula memang tidak setuju
dengan kesesatan Thian-li-pang dikumpulkan dan perkumpulan itu pun didirikan
kembali dengan jumlah anggauta yang kecil. Akan tetapi di bawah bimbingan Yo
Han, Thian-li-pang bangkit kembali menjadi perkumpulan para pendekar pejuang
yang terkenal bersih dan di kemudian hari, Thian-li-pang memegang peran penting
dalam perjuangan rakyat menentang kekuasaan penjajah Mancu.
Sampai di sini berakhirlah
kisah Pendekar Tangan Sakti dengan harapan pengarang mudah-mudahan kisah ini
ada manfaatnya bagi para pembacanya. Seperti tercatat dalam sejarah, setahun
lebih kemudian (1796), Kaisar Kian Liong meninggal dunia dan tahta kerajaan
Ceng dipimpin oleh Kaisar Cia Cing, putera Kaisar Kian Liong. Kaisar Cia Cing
memerintah selama dua puluh empat tahun (1796 - 1820), kemudian dilanjutkan
puteranya, Kaisar Tao Kuang (1820 - 1850). Akan tetapi semenjak wafatnya Kaisar
Kian Liong, kerajaan Mancu ini mulai kehilangan pamornya dan kejayaannya mulai
memudar. Pemberontakan terjadi di mana-mana, ditambah lagi dengan masuknya
kekuatan asing barat (orang kulit putih) yang mulai menancapkan kuku kekuasaan
mereka di daratan Cina. Sampai jumpa di lain kisah.
T A M A T