Bab 13
***
Yo Han mendaki lereng bukit
itu. Bukit Naga. Thian-li-pang berada di lereng paling atas, dekat puncak.
Sudah hampir setengah tahun dia merantau, mencari Sim Hui Eng, puteri Pendekar
Suling Naga. Namun, usahanya sia-sia. Tak pernah dia berhasil mendengar
keterangan tentang penculikan terhadap putri pendekar sakti itu. Dia sudah
memasuki dunia kang-ouw, bahkan banyak menundukkan tokoh-tokoh sesat, hanya
untuk dimintai keterangan kalau-kalau ada yang mengetahui, siapa yang pernah
menculik puteri Pendekar Suling Naga dua puluh tahun yang lalu. Akan tetapi
semua usahanya, dari bujuk halus sampai kekerasan, tidak ada hasilnya. Agaknya
tidak ada seorang pun tahu siapa yang menculik puteri pendekar itu. Penculiknya
agaknya lihai dan cerdik bukan main sehingga setelah menculik anak itu, dia
seperti menghilang ke dalam bumi membawa anak culikannya!
Akhirnya Yo Han mengambil
kesimpulan bahwa tanpa banyak tenaga pembantu, akan sukarlah menemukan anak
yang hilang itu. Dia teringat kepada Thian-li-pang. Dia telah dianggap sebagai
pemimpin besar Thian-li-pang dan anak buah Thian-li-pang adalah orang-orang
berpengalaman dan memiliki hubungan luas dalam dunia kang-ouw. Mungkin para
tokoh kang-ouw yang ditanyainya, merasa enggan untuk membuka rahasia rekan
mereka sendiri yang melakukan penculikan, karena dia dianggap sebagai Pendekar
Tangan Sakti, seorang pendekar yang menentang kejahatan. Kalau anak buah
Thian-li-pang yang melakukan penyelidikan, mungkin akan lebih mudah.
Orang-orang kang-ouw tentu akan bersikap lebih terbuka di antara golongan
sendiri. Benar sekali, kenapa sejak dahulu dia tidak minta bantuan para
anggauta Thian-li-pang, pikirnya menyesali diri sendiri. Paman Lauw Kang Hui
tentu akan senang membantuku dan lebih besar harapannya untuk dapat menemukan
orang yang pernah menculik puteri Pendekar Suling Naga!
Demikianlah, pada pagi hari
itu, Yo Han mendaki lereng Bukit Naga. Dia sama sekali tidak tahu bahwa
Thian-li-pang telah terjadi perubahan yang amat besar. Tidak tahu bahwa Lauw
Kang Hui dan beberapa orang tokoh Thian-li-pang telah tewas, terbunuh oleh Ouw
Seng Bu, yang kini menjadi ketua Thian-li-pang!
Memang Thian-li-pang telah
berubah sama sekali semenjak dipegang pimpinannya oleh Ouw Seng Bu. Pemuda yang
telah menemukan ilmu silat yang amat hebat ini membiarkan para anggauta
Thian-li-pang berbuat apa saja dengan bebasnya. Bahkan dia menjalin hubungan
lagi dengan Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai, seperti yang pernah dilakukan
Thian-li-pang dahulu sebelum muncul Yo Han yang membersihkan perkumpulan
pejuang itu, dan Ouw Seng Bu bahkan mempunyai cita-cita untuk mempersatukan
semua kelompok pejuang dengan dia yang menjadi pemimpin besar. Kalau semua
kekuatan kelompok pejuang sudah dipersatukan, baik itu dari golongan pendekar
maupun golongan sesat, dan dia yang menjadi pemimpin besar, tentu perjuangan
mengusir penjajah Mancu akan berhasil. Dan kalau sudah berhasil, dia yang
menjadi pemimpin besar, tentu berhak untuk menjadi kaisar kerajaan baru! Besar
sekali jangkau an cita-cita pemuda ini.
Setelah secara kebetulan
bertemu dengan Cu Kim Giok di dekat Ban-kwi-kok, menolong gadis itu dari
ancaman Siangkoan Kok, dan berhasil pula menundukkan bekas ketua Pao-beng-pai
yang berjanji untuk membantunya, Ouw Seng Bu mengajak, Kim Giok berkunjung ke
Bukti Naga. Cu Kim Giok sudah mendengar tentang perkumpulan Thian-lipang yang
di dunia kang-ouw (sungai telaga, atau persilatan) dikenal sebagai sebuah
perkumpulan para patriot yang berjuang untuk menggulingkan pemerintah penjajah.
Itulah sebabnya, ia merasa kagum dan tertarik sekali kepada Ouw Seng Bu, pemuda
tampan dan gagah yang mengaku sebagai ketua Thian-li-pang. Dan di sepanjang
perjalana menuju ke Bukit Naga, Kim Giok melihat betapa sikap Seng Bu memang
amat baik. Pemuda itu pendiam, juga sopan, juga ramah terhadap dirinya.
Cu Kim Giok adalah puteri
tunggal suami isteri pendekar. Ayahnya, Cu Kun Tek, merupakan pendekar
keturunan langsung dari keluarga Cu, majikan Lembah Naga Siluman. Ibunya tidak
kalah lihai dibandingkan ayahnya, karena ibunya adalah murid mendiang Bu Beng
Lokai. Tentu saja sebagai anak tunggal, Kim Giok telah mewarisi ilmu-ilmu, dari
ayah ibunya, dan biarpun usiarya baru delapan belas tahun lebih, Kim Giok telah
menjadi seorang pendekar wanita yang amat lihai. Akan tetapi, tentu saja ia kurang
pengalaman karena kali ini merupakan yang pertama ia merantau seorang diri
untuk meluaskan pengalamannya. Biarpun demikian, ia sudah membawa banyak bekal
nasihat dan pesan kedua orang tuanya. Andaikata Seng Bu bersikap ceriwis
terhadap dirinya, terdapat kegenitan dalam pandang mata atau kata-katanya saja,
tentu ia akan menjauhkan diri. Akan tetapi, sikap Seng Bu sungguh baik. Dia
nampak seperti seorang pemuda pendiam yang sopan dan berwatak pendekar sejati!
Inilah sebabnya mengapa Kim Giok mekasa tertarik sekali, kagum dan merasa suka.
Rasa kagumnya semakin
bertambah ketika Kim Giok dan Seng Bu tiba di Bukit Naga, di pusat perkampungan
Thian-li-pang. Para anggauta Thian-li-pang rata-rata kelihatan gagah perkasa
dengan pakaian yang rapi dan bersih, baik prianya maupun wanitanya, dan mereka
semua itu menyambut kedatangan Seng Bu dengan sikap yang amat menghormat!
Masih begitu muda, akan tetapi
telah menjadi ketua sebuah perkumpulan pejuang Yang terkenal gagah perkasa. Dan
melihat perkampungan Thian-li-pang itu, Kim Giok menaksir bahwa anggauta
perkumpulan itu tidak kurang dari seratus orang banyaknya.
Akan tetapi, hati gadis itu
merasa penasaran ketika pada keesokan harinya ia melihat lima orang tamu yang
datang menghadap ketua Thian-li-pang. Dua orang di antara tamu-tamu itu adalah
dua orang tosu (pendeta) berambut panjang yang pada baju di dadanya terdapat
lukisan teratal putih. Orang-orang Pek-lian-kauw (Agama Teratai Putih)! Dan
tiga orang pendeta lainnya mengenakan gambar pat-kwa (segi delapan) padadadanya.
Ia pernah mendengar akan nama perkumpulan pemberontak yang namanya tidak bersih
di dunia kang-ouw karena para anggautanya tidak pantang melakukan segala macam
kejahatan!
Setelah lima orang tamu itu
meninggalkan perkampungan Thian-li-pang barulah Kim Giok memberanikan diri
menemui ketua Thian-li-pang untuk melampiaskan rasa penasaran di dalam hatinya.
Ia melihat pemuda itu sedang duduk di ruangan rapat yang luas, sedang memberi
perintah kepada belasan orang pembantunya. Melihat ini, Kim Giok yang sudah
tiba di ambang pintu, mundur kembali. Akan tetapi Seng Bu telah melihatnya dan
ketua ini berseru dengan camah.
Nona Cu, masuk sajalah. Di
antara kita orang sendiri tidak ada rahasia. Masuk dan silakan duduk.! Setelah
gadis itu memasuki ruangan dan mengambil tempat duduk di sudut, agak jauh dari
mereka yang sedang melakukan perundingan, Seng Bu melanjutkan, Harap tunggu
sebentar, Nona, pembicaraan kami sudah hampir selesai.!
Kim Giok mengangguk dan
pura-pura tidak melihat ke arah mereka, akan tetapi Seng Bu tidak melirihkan
suaranya ketika melanjutkan pengarahannya kepada para pembantunya. Kalian sudah
tahu akan tugas-tugas kalian? Terserah kalian membagi tugas, kalian harus ingat
apa yang terpenting dalam tugas kalian. Yang pertama menghubungi semua kelompok
pejuang, membujuk mereka agar suka bekerja sama dengan mengemukakan alasan
seperti yang kujelaskan tadi. Kalau ada yang tidak bersedia bekerja sama,
selidiki keadaan mereka, siapa para pemimpinnya dan sampai di mana tingkat
kepandaian mereka agar aku dapat mengambil tindakan. Dan ke dua, selidiki
kelemahan-kelemahan yang ada pada keluarga kaisar, terutama orang-orang yang
dekat hubungannya dengan kaisar. Sudah mengerti semua?!
Belasan orang itu menyatakan
mengerti dan Seng Bu lalu mempersilakan mereka keluar. Sikap pemuda itu
demikian tegas dan berwibawa sehingga Kim Giok yang ikut mendengarkan merasa
kagum sekali. Setelah belasan orang pembantunya keluar, Seng Bu menghampiri Kim
Giok dan duduk berhadapan dengan gadis itu. Sikapnya seperti biasa amat sopan
dan ramah, menghormati gadis yang dianggap sebagai seorang tamu agung di
Thian-li-pang.
Nona Cu, selamat pagi.
Maafkan, bahwa aku meninggalkanmu seorang diri karena kesibukanku menerima tamu
malam tadi dan memberi tugas kepada para pembantuku. Apakah semalam Nona enak
tidur, dan apakah pelayanan kepada Nona tidak ada yang mengecewakan?!
Terima kasih, Pangcu (Ketua).
Pelayanan cukup memuaskan dan aku merasa terlalu disanjung di sini. Pangcu, aku
sengaja datang mencarimu karena aku melihat sesuatu yang membuat hatiku merasa
penasaran sekali dan aku mengharapkan jawabanmu yang sejujurnya.!
Seng Bu menatap wajah gadis
itu. Sejak pertama kali berjumpa, dia telah terpesona. Dia bukanlah seorang
pria yang mudah terpikat kecantikan wanita. Akan tetapi, belum pernah dia
bertemu dengan seorang gadis muda seperti Kim Giok. Gadis ini manis sekali dan
terutama yang membuat dia terpesona adalah sepasang matanya. Mata itu demikian
indahnya. Selain ini, ilmu silat gadis itu pun cukup tinggi, dan sikapnya demikian
pendiam dan gagah. Semua ini ditambah lagi kenyataan bahwa gadis ini adalah
puteri pendekar dari Lembah Naga Siluman! Kiranya sukar dicari keduanya gadis
seperti ini. Selama ini, Seng Bu sibuk menggembleng diri dengan ilmu yang
ditemukan di dalam sumur maut, maka dia pun tidak sempat memikirkan hal lain.
Apalagi, dia memang bukan tergolong pemuda yang suka bergaul dengan gadis-gadis
cantik. Dan baru sekarang dia merasa kagum dan tertarik kepada seorang gadis.
Nona Cu, aku tidak
menyembunyikan sesuatu darimu. Kalau ada hal yang membuat engkau merasa
penasaran, tanyakanlah dan aku akan menjawab sejujurnya.!Kim Giok juga menatap
tajam sehingga dua pasang mata bertaut, seperti saling menyelidik, kemudian Kim
Giok berkata, Pangcu, bukan aku sebagai tamu ingin mencampuri urusan tuan
rumah. Akan tetapi, aku suka menjadi tamu Thian-li-pang karena aku merasa yakin
bahwa perkumpulanmu ini adalah perkumpulan orang-orang gagah yang merupakan
pejuang-pejuang sejati seperti yang pernah kudengar dibicarakan orang di dunia
kang-ouw. Aku percaya itu, apalagi setelah aku mengenalmu. Akan tetapi apa yang
kulihat hari ini membuat aku merasa penasaran bukan main. Aku melihat para
pendeta Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai menjadi tamu Thian-li-pang! Bagaimana
ini? Aku sudah mendengar bahwa kedua perkumpulan itu adalah perkumpulan jahat
yang banyak ditentang oleh para pendekar!!
Seng Bu tersenyum, dengan
berani menentang pandang mata gadis itu tanpa merasa canggung. Ah, kiranya itu
yang membuatmu penasaran, Nona. Hal ini membutuhkan penjelasan yang panjang
lebar, Nona. Akan tetapi, apakah Nona tertarik oleh urusan perjuangan?
Lika-liku perjuangan amat rumit, Nona. Dipandang sepintas lalu dari segi
kependekaranmu, memang rasanya janggal kalau melihat kami berhubungan dengan
orang-orang dari golongan yang ditentang para pendekar. Akan tetapi, dalam
perjuangan, kepentingan pribadi dan golongan terpaksa harus dikesampingkan.
Yang terpenting adalah urusan perjuangan, urusan usaha untuk membebaskan bangsa
dan negara dari cengkeraman penjajah Mancu.!
Maksudmu bagaimana, Pangcu?!
Tentu engkau telah mengetahui
hampir satu setengah abad negara kita dijajah bangsa Mancu, dan selama satu
setengah abad itu semua usaha perjuangan rakyat untuk merebut kembali tanah air
selalu gagal. Mengapa begitu? Karena tidak ada persatuan di antara para
kelompok yang berjuang! Bahkan banyak kelompok perjuangan yang saling gempur
sendiri, bersaing dan memperebutkan kebenaran demi kepentingan pribadi atau
golongan. Itulah sebab utama kegagalan perjuangan selama ini, dan kami dari
Thian-li-pang melihat kekeliruan itu, maka kini kami berusaha untuk
mengubahnya.
Caranya?!
Mempersatukan semua golongan,
tanpa membedakan mana golongan putih mana golongan hitam, mana golongan
pendekar atau mana yang dinamakan kaum sesat. Pendeknya, siapa saja, dari
golongan manapun, apa pun pekerjaannya, bagaimana bentuk sepak terjangnya,
asalkan dia itu menentang pemerintah penjajah Mancu, dia adalah sekutu kita!
Dengan cara ini, maka di seluruh negeri akan terdapat persatuan yang kokoh dan
kalau sudah tercapai persatuan itu, maka menggulingkan pemerintah penjajah
bukan merupakan masalah yang sukar lagi.!
Jadi pendirian itukah yang
membuat Pangcu tidak memandang bulu dalam memilih sahabat, dan suka menerima
Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai sebagai sahabat pula?!
Benar, Nona. Kalau misalnya
Thian-li-pang, Pek-lian-kauw, dan Pat-kwa-pai, yang ketiganya merupakan
perkumpulan pejuang, bersatu padu dan bersama-sama menentang penjajah, bukankah
itu akan jauh lebih kuat daripada kalau kami berjuang sendiri-sendiri secara
terpisah? Apalagi kalau seluruh kekuatan yang ada, baik dari golongan hitam
maupun putih, dapat bersatu padu!!
Tidak dapat disangkal
kebenaran pendapat itu, Pangcu. Akan, tetapi kita kaum pendekar bagaimana
mungkin bekerja sama dengan kaum sesat? Justeru tugas utama kita adalah untuk
menentang segala perbuatan jahat dari kaum sesat, membela yang lemah tertindas
dan menentang yang kuat tapi jahat!
Ketua yang masih muda itu
tersenyum ramah. Dia bicara penuh semangat, akan tetapi tidak terbawa perasaan,
masih tetap tenang dan tersenyum sehingga membuat gadis itu pun tidak terbawa
dan terseret dalam perbantahan yang memperebutkan kebenaran sendiri.
Sudah kukatakan tadi bahwa
dalam perjuangan, kepentingan pribadi dan kepentingan golongan harus
disingkirkan lebih dahulu. Tanpa sikap seperti itu, bagaimana mungkin ada
persatuan dan tanpa persatuan bagaimana mungkin ada kekuatan? Buktinya, semua
usaha perjuangan yang lalu selama ini, baik dari golongan putih maupun dari
golongan hitam, gagal semua. Karena terpecah-pecah! Kalau kita menuruti
kepentingan pribadi dan golongan, misalnya kalau kita tidak mau bersatu dengan
golongan sesat dan memusuhi mereka, maka kita akan terpecah belah dan akibatnya
melemahkan diri sendiri. Dengan demikian, yang untung adalah pemerintah
penjajah! Mengertikah engkau, Nona?!
Cu Kim Giok bukan seorang
gadis yang bodoh. Ia termenung dan menelan ucapan ketua itu dalam hatinya, dan
mulailah ia mengerti akan apa yang dimaksudkan Seng Bu.
Aku mengerti, Pangcu. Akan
tetapi karena sejak kecil orang tuaku menanamkan jiwa kependekaran dalam
hatiku, rasanya amat berat bagiku menerima kenyataan dari kebenaran pendapatmu
tadi. Kalau kita para pendekar tidak menentang golongan sesat, bukankah
kehidupan rakyat akan menjadi semekin parah dan sengsara, tertindas kejahatan
tanpa ada yang membela dan melindungi?!
Tentu saja kita tidak kalau
terjadi kejahatan di depan mata kita, Nona. Kita wajib melindungi menjadi
korban kejahatan. Akan tetapi, urusan itu merupakan urusan yarg tidak
diutamakan kepentingannya, lebih penting urusan perjuangan sehingga kalau pun
kita menentang kejahatan, harus dicegah agar jangan sampai menimbulkan
keretakan persatuan antara golongan. Ketahuilah, Nona, bahwa peristiwa
kejahatan hanya merupakan akibat dari tidak sehatnya pemerintah. Seperti sebuah
penyakit, kejahatan, ketidakamanan, ketidakmakmuran dan bahkan kesengsaraan
rakyat hanya merupakan bintik-bintik kecil akibat penyakit itu. Memberantas dan
mengobati bintik-bintiknya saja tidak akan banyak manfaatnya karena
bintik-bintik itu akan muncul lagi setelah diobati selama penyakitnya masih
ada. Kita harus lebih mementingkan pengobatan penyakitnya, sumber penyakit itu
sendiri. Dalam hal ini, sumber penyakitnya terletak pada pemerintahan. Bangsa dan
tanah air kita dicengkeram penjajah Mancu, tentu saja pemerintahnya tidak sehat
dan memeras rakyat jelata. Kalau penjajahan itu dapat kita bongkar dan kita
ganti dengan pemerintah bangsa sendiri, maka penyakit itu sembuh pada sumbernya
dan tidak akan timbul bintik-bintik berbahaya. Segala bentuk kejahatan akan
dapat kita tumpas. Penindasan yang dilakukan para penjahat itu tidak ada
artinya kalau dibandingkan dengan penindasan dan penghisapan yang dilakukan
penjajah terhadap kita.!
Kim Giok tersenyum dan mengangguk-angguk.
Ia kagum sekali dan kini ia dapat mengerti sepenuhnya, Sekarang aku mengerti,
Pangcu, dan aku tidak penasaran lagi melihat Thian-li-pang bersahabat dengan
golongan sesat, kalau maksudnya untuk mempersatukan tenaga melawan penjajah.!
Sejak percakapan itu, Kim Giok
semakin kagum dan tartarik kepada ketua Thian-li-pang itu, dan sebaliknya Seng
Bu juga telah jatuh hati kepada puteri Lembah Naga Siluman. Ketika Seng Bu
minta agar gadis itu tinggal di Thian-li-pang sebagai tamu kehormatan selama
beberapa hari, Kim Giok tidak menolak.
Demikianlah, ketika pada pagi
hari itu Yo Han mendaki Bukit Naga, Cu Kim Giok telah tinggal selama lima hari
di perkampungan Thian-li-pang. Hubungannya dengan Seng Bu semakin akrab namun
ketua itu masih tetap bersikap sopan dan tidak pernah menyatakan perasaan
hatinya. Kim Giok sudah mendengar banyak dari Seng Bu tentang Thian-li-pang,
dan ia mendengar pula kisah yang aneh, peristiwa mengerikan yang terjadi
beberapa bulan yang lalu, yaitu tentang pembunuhan terhadap ketua Thian-li-pang
yang dilakukan oleh seorang yang tadinya dianggap sebagai pemimpin
Thian-li-pang, yaitu Sin-ciang Tai-hiap Yo Han. Ia sudah mendengar nama itu,
maka menyatakan keheranannya kepada Seng Bu mengapa Yo Han yang dianggap
sebagai pemimpin besar malah membunuh ketua Thian-li-pang. Dengan cerdik Seng
Bu menceritakan bahwa pembunuhan itu dilakukan Yo Han untuk membalas dendam
atas kematian gurunya yang bernama Ciu Lam Hok. Demikian pandainya Seng Bu
bercerita sehingga Kim Giok percaya dan gadis ini pun merasa tidak senang
kepada pendekar yang di juluki Si Tangan Sakti itu.
Kita kembali kepada Yo Han
yang sedang mendaki Bukit Naga dengan santai. Kembali ke tempat ini, di mana
selama bertahun-tahun dia hidup dalam sumur maut bersama gurunya, mendiang
kakek Ciu Lam Hok yang buntung kaki tangannya, mendatangkan segala macam
kenangan lama padanya. Bahkan kenangan itu berkembang sampai akhirnya dia
terkenang kepada Tan Sian Li, satu-satunya wanita yang pernah dicintanya sejak
dia masih seorang pemuda remaja. Akan tetapi, percakapannya dengan Cia Sun,
setidaknya menimbulkan lagi harapan baru dalam hatinya. Ketika dia meninggalkan
Sian Li, di rumah orang tua gadis itu yang menjadi suhu dan subonya pertama
kali, harapannya sudah hancur luluh. Dia mendengar betapa suhu dan subonya
hendak menjodohkan Sian Li dengan seorang pangeran di kota raja! Tentu saja
seorang pangeran jauh lebih pantas menjadi suami seorang gadis seperti Si
Bangau Merah itu daripada dia! Dia yatim piatu miskin dan papa, tidak mempunyai
tempat tinggal yang tetap!
Akan tetapi, kebetulan dia
bertemu dengan Pangeran Cia Sun, bersahabat bahkan pernah senasib sependeritaan
yang mendorong mereka mengangkat saudara. Dan dari adik angkatnya yang pangeran
ini dia mendengar bahwa adik angkatnya itulah pangeran yang hendak dijodohkan
dengan Sian Li! Akan tetapi, di samping berita mengejutkan itu, terdapat
kenyataan yang membuat dia tumbuh lagi semangatnya, timbul pula harapannya,
yaitu bahwa Pangeran Cia Sun dan Tan Sian Li tidak saling mencinta. Pangeran
itu bahkan mencinta gadis lain, yaitu puteri ketua Pao-beng-pai!
Dalam perjalanannya menuju ke
Thian-li-pang, dia pun sudah mendengar akan pembasmian Pao-beng-pai yang
dilakukan pasukan pemerintah. Dia mengira bahwa tentu adik angkatnya, Pangeran
Cia Sun, yang melakukan penyerbuan itu, walaupun ada kesangsian di hatinya
apakah sang pangeran mau melakukan hal itu mengingat akan cintanya terhadap
Siangkoan Eng.
Tiba-tiba Yo Han menghentikan
langkahnya dan dia mengerutkan alisnya. Dia mendengar suara orang
bercakap-cakap sambil tertawa-tawa dan suara itu makin mendekat, tanda bahwa
mereka yang bercakap-cakap itu sedang berjalan menuruni lereng. Yo Han
menyelinap ke balik pohon besar. Sudah lama dia meninggalkan Thian-li-pang dan
dia tidak tahu bagaimana keadaannya. Walaupun dia percaya sepenuhnya kepada
Lauw Kang Hui yang diserahi pimpinan perkumpulan itu, namun sebaiknya kalau dia
menyelidiki keadaannya karena bagaimanapun juga, kalau sampai terjadi hal-hal
yang tidak benar di Thian-li-pang, dialah yang bertanggung jawab. Gurunya
berpesan agar dia menyelamatkan Thian-li-pang dari penyelewengan, maka biarpun
dia tidak memimpin langsung, dia harus selalu mengawasi.
Mereka yang tertawa-tawa tadi
sekarang telah datang dekat dan dari balik batang pohon, Yo Han mengintai.
Alisnya terangkat dan kemudian berkerut tidak senang ketika dia melihat dua
orang anggauta Thian-li-pang berjalan sambil bercakap-cakap dan tertawa-tawa
dengan dua orang pendeta muda yang dari tanda gambar di dadanya diketahuinya
sebagai dua orang anggauta Pat-kwa-pai! Dia merasa heran bukan main. Bagaimana
mungkin anggauta Thian-li-pang bergaul demikian akrabnya dengan anggaut
Pat-kwa-pai yang terkenal sebagai golongan sesat yang menggunakan kedok
perjuangan, atau dapat juga dikatakan pemberontak- pemberontak yang tidak segan
menggunakan kejahatan dan kekejaman dalam pemberontakan mereka?
Yo Han menahan diri, ingin
tahu lebih banyak, maka dari jauh dia membayangi empat orang itu. Dia tidak
mengenal para anggauta Thian-li-pang. Yang dikenalnya hanyalah Lauw Kang Hui
dan pimpinannya, bahkan dia tidak tahu nama para pimpinan mudanya satu demi
satu. Akan tetapi melihat sikap mereka, siapa lagi mereka itu kalau bukan
anggauta Thian-li-pang? Dan mereka telah berada di wilayah Thian-li-pang, maka kehadiran
dua orang anggauta Pat-kwa-pai sungguh mencurigakan sekali. Dengan ilmu
kepandaiannya yang tinggi, tidak sukar bagi Yo Han untuk membayangi mereka,
kadang malah demikian dekat sehingga dia dapat mendengarkan sebagian dari
percakapan mereka. Setelah mendengar percakapan itu dia pun yakin bahwa dua
orang itu adalah anggauta Thian-li-pang.
Kenapa kalian khawatir?!
terdengar seorang di antara dua anggauta Thian-li-pang itu berkata kepada dua
orang tosu itu. Kalau hanya kami berdua yang menghilang dari tempat penjagaan,
tidak akan kentara. Pula siapa sih yang akan berani mendaki Bukit Naga dan
mengganggu wilayah Thian-li-pang? Baru mendengar nama Thian-li-pang saja, nyali
mereka sudah terbang melayang!! Mereka tertawa-tawa.
Pula, berapa lamanya untuk sekedar
bersenang-senang dengan kalian di dusun bawah sana? Andaikata para pimpinan
mengetahui kalau kami pergi bersama kalian, tentu tidak akan dimarahi. Bukankah
Thian-li-pang bersahabat baik dengan Pat-kwa-pai?! Kembali mereka tertawa-tawa
dan tidak tahu betapa Yo Han mengepal tinju mendengarkan percakapan itu.
Akhirnya, empat orang itu tiba
di dusun yang berada di kaki Bukit Naga. Di dusun itu terdapat sebuah kedai
arak dan ke sanalah mereka masuk. Yo Han yang memakai caping lebar, duduk pula
dengan memilih tempat jauh di sudut dan capingnya tidak dilepas sehingga
mukanya tertutup. Ketika pelayan datang menghampiri, dia memesan arak dan
semangkuk bubur.
Terdengar ribut-ribut di meja
empat orang itu. Agaknya pemilik kedai arak menghampiri mereka dan menuntut
agar mereka lebih dahulu mengeluarkan uang untuk membeli makanan dan minuman
yang mereka pesan.
Sudah terlalu sering
teman-teman kalian makan minum di sini tanpa membayar! Aku tidak mau dirugikan,
harap kalian suka membayar lebih dulu.! kata pemilik kedai itu, seorang
laki-laki berusia lima puluhan tahun yang kurus agak bongkok.
Seorang anggauta Thian-li-pang
yang tinggi bermuka kuning, bangkit dan bertolak pinggang. Apa katamu? Tidak
tahukah engkau dengan siapa engkau berhadapan? Kami berdua adalah anggauta
Thian-ii-pang dan dua orang sahabat kami ini adalah anggauta Pat-kwa-pai. Kami
adalah pejuang! Kami adalah pahlawan bangsa, pembela rakyat dan tanah air! Masa
hanya mengeluarkan sedikit makanan dan minuman saja bagi kami engkau tidak
rela? Kami berjuang dengan taruhan nyawa dan engkau tidak mau menjamu makan
minum kepada kami?!
Seorang di antara dua orang
tosu Pat-kwa-pai menggebrak meja dan dengan sikap bengis berkata, Hayo cepat
keluarkan hidangan untuk kami atau engkau ingin kedaimu ini kami hancurkan?!
Kalian sungguh kejam!! Pemilik
kedai itu membantah dan mempertahankan miliknya. Kalau hanya dua tiga orang
saja yang datang minta makan minum, kami rela, akan tetapi kalau setiap hari
datang dan jumlah kalian sampai puluhan orang selalu minta makan dan minum
dengan gratis, kami dapat bangkrut! Kami pun mempunyai keluarga yang harus
hidup dari hasil usaha kami yang kecil ini.!
Jahanam, masih banyak cakap?
Engkau memang perlu dihajar!! bentak seorang anggauta Thian-li-pang bermuka
kuning tadi dan sekali kaki kanannya terayun menendang, pemilik kedai itu
terpelanting keras.
Penuhi permintaan kami tanpa
banyak cakap lagi atau engkau akan kuhajar sampai mampus!! bentaknya.
Ayah....!! Dari dalam berlari
keluar seorang gadis berusia tujuh belas tahun dan ia segera menubruk ayahnya
yang sudah bangkit duduk sambil menyeringai kesakitan.
Melihat gadis itu, yang cukup
manis, seorang di antara dua orang anggauta Pat-kwa-pai tersenyum menyeringai
dan segera menangkap lengan gadis itu dan menariknya lalu memaksanya duduk di
sebuah bangku dekat meja mereka. Haha-ha, tukang warung. Cepat keluarkan
hidangan itu atau kami akan membawa pergi gadismu. Nona, kautemani kami makan
minum di dini dan cepat suruh pelayan mengeluarkan hidangan dan arak terbaik.!
katanya. Gadis itu tidak berani meronta, bahkan membujuk ayahnya yang sudah
bangkit berdiri.
Ayah, turuti saja permintaan
mereka.!
Empat orang itu tertawa
bergelak melihat pemilik kedai dengan terhuyung memasuki dapur untuk
menyediakan hidangan bagi empat orang itu.
Manis, engkau lebih bijaksana
daripada ayahmu. Untung engkau muncul, kalau tidak tentu ayahmu telah menjadi
mayat.! kata si muka kuning sambil mencolek dagu gadis itu.
Gadis itu membuang muka dan
berkata, Kami telah memenuhi permintaan kalian, menyuguhkan hidangan, harap
jangan ganggu aku lagi.! Gadis itu bangkit berdiri.
Duduk saja, engkau tidak boleh
pergi.! kata seorang tosu Pat-kwa-pai.
Aku akan membantu ayah
mempersiapkan hidangan untuk kalian.! bantah gadis itu.
Dan menaruh racun dalam hidangannya,
ya? Ha-ha-ha, kami tidak sebodoh itu, Manis. Kami berempat makan minum dan
engkau harus menemani kami, ikut pula makan minum sehingga kalau hidangan itu
beracun, engkau yang akan lebih dulu keracunan!!
Si muka kuning menekan pundak
gadis itu sehingga ia terduduk kembali.
Tiba-tiba terdengar suara
lembut namun nadanya mengejek. Ini rumah makan macam apa, membiarkan empat ekor
buaya darat mengotorinya! Sungguh mendatangkan bau busuk sekali, empat orang
maling kecil mengaku pejuang seperti empat ekor tikus mengaku harimau!!
Jelas sekali makna ucapan itu
dan empat orang tadi tentu saja mengerti bahwa merekalah yang dimaki tikus dan
maling! Hampir mereka tidak percaya ada orang berani memaki mereka seperti itu.
Mengatakan mereka maling kecil dan tikus. Tentu saja mereka terbelalak dan muka
mereka berubah kemerahan ketika mereka menoleh dan memandang ke arah meja di
sudut kanan, di mana duduk seorang laki-laki yang mengenakan sebuah caping
lebar sehingga muka dan kepala orang itu tertutup sama sekali. Akan tetapi
tidak dapat diragukan lagi. Orang bercaping itulah yang mengeluarkan ucapan
menghina tadi karena ucapannya datang dari arah itu dan di sudut itu tidak ada
orang lain kecuali dia. Serentak empat orang itu meninggalkan gadis puteri
pemilik kedai dan dengan langkah lebar mereka menghampiri meja di mana Yo Han
duduk.
Yo Han bersikap tenang saja,
bahkan kini menuangkan arak ke dalam cawannya yang telah kosong. Heiii, kau kah
yang tadi mengeluarkan ucapan menghina kami!! bentak seorang di antara mereka.
Yo Han mengangkat cawan
araknya dan membawanya ke mulut. Heiii, apakah engkau tuli? Kalau benar engkau
yang tadi bicara, coba ulangi ucapanmu kalau engkau berani!! kata si muka
kuning yang ingin mendapat kepastian bahwa orang bercaping ini yang tadi
bicara. Apalagi melihat orang bercaping itu ternyata masih muda, maka dia agak
merasa ragu apakah benar pemuda itu berani mengeluarkan ucapan seperti itu.
Kalian berempat memang maling
kecil dan tikus-tikus busuk. Pergilah!! kata Yo Han, menahan kemarahannya
mengingat bahwa dua di antara mereka adalah termasuk anak buahnya sendiri,
anggauta Thian-li-pang!
Jahanam!!
Keparat!!
Empat orang itu marah sekali
dan menggerakkan tangan memukul dari depan belakang dan kanan kiri. Yo Han
menggerakkan tangan yang memegang cawan arak ke sekelilingnya dan empat orang
itu berteriak dan terhuyung mundur karena muka mereka disiram arak. Biapun
hanya arak, dan tidak banyak pula karena isi cawan itu dibagi empat, namun
ketika mengenai muka, terutama mata, membuat mereka sejenak tidak mampu membuka
mata dan kulit muka terasa perih.
Setelah menggosok-gosok mata
dan dapat melihat lagi, empat orang itu mencabut golok mereka dan serentak
menyerang sambil memaki dengan kamarahan memuncak. Orang-orang yang sedang
makan minum di situ menjadi ketakutan dan berhamburan lari keluar, juga pemilik
kedai dan puterinya, beserta para pelayan, sudah bersembunyi di balik meja
dengan tubuh gemetar ketakutan.
Yo Han masih tetap duduk, akan
tetapi kedua tangan mengambil sepasang sumpit dan juga dua buah mangkok yang
kosong. Begitu empat orang dengan golok mereka menyerbu dekat, kembali kedua
tangan Yo Han bergerak. Dua sumpit menembus pundak kanan dua orang tosu
sehingga golok mereka terlepas dan mereka mengaduh-aduh, sedangkan dua buah mangkok
menghantam muka dua orang anggauta Thian-li-pang dengan keres. Dua orang
Thian-li-pang itu terjengkang roboh dengan muka berdarah karena mangkok yang
menghantam muka mereka tadi pecah-pecah dan melukai mereka. Tidak sampai
membunuh mereka, akan tetapi mereka terjengkang roboh dengan muka berlumuran
darah dan pingsan! Dua orang tosu terbelalak dan tidak berani melawan lagi,
bahkan melarikan diri keluar dari rumah makan itu ketika Yo Han dengan sikap
sembarangan saja mencengkeram baju di punggung kedua orang anggauta
Thian-li-pang itu dan melempar tubuh mereka yang pingsan ke sudut ruangan itu
di mana mereka rebah bertumpuk. Kemudian, dia melanjutkan makan minum
seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu.
Pemilik rumah makan tadi
bersama puterinya segera menghampiri Yo Han dan membungkuk-bungkuk. Terima
kasih atas pertolongan Tai-hiap, akan tetapi.... ah, bagaimana dengan nasib
kami? Tentu mereka akan datang dan akan menghancurkan rumah kami, bahkan
mungkin kami akan mereka bunuh....!
Benar apa yang dikatakan Ayah,
Tai-hiap,! kata gadis itu sambil menangis. Harap Tai-hiap suka melepaskan dua
orang itu, karena sudah pasti kami yang menderita karena pembalasan mereka.!!
Paman dan Nona, jangan khawatir. Aku akan menanti di sini sampai mereka semua
datang. Aku yang akan menanggung bahwa kalian tidak akan diganggu lagi oleh
mereka. Tenang sajalah. Nanti akan kuganti semua kerugian karena kerusakan yang
diakibatkan karena keributan ini. Sekarang, tolong tambahkan arak seguci
untukku. Aku akan menanti mereka datang semua.!
Biarpun khawatir sekali ayah
anak itu tidak berani membantah lagi. Mereka tadi sudah melihat betapa mudahnya
pemuda bercaping ini mengalahkan empat orang pengacau, akan tetapi mereka tahu
belaka betapa kuatnya Thian-li-pang dan kalau mereka semua itu datang, apakah
pemuda itu akan mampu menghadapi mereka seorang diri saja?
Dua orang tosu Pat-kwa-pai
yang sedang bermain-main ke Thian-li-pang tadi, tentu saja tidak mau tinggal
diam. Mereka terluka dan masing-masing menderita kesakitan dengan sebatang
sumpit masih menancap dan menembusi pundak mematahkan tulang pundak, dan dua
orang teman mereka ditawan. Mereka cepat mendaki lereng Bukit Naga yang menjadi
sarang Thian-li-pang dan sambil meringis kesakitan mereka melapor kepada para
anggauta Thian-li-pang yang melakukan penjagaan di pintu gerbang perkampungan
perkumpulan itu. Tentu saja para anggauta Thian-li-pang menjadi gempar dan
marah mendengar bahwa dua orang kawan mereka dirobohkan seorang asing di dusun
yang berada di kaki bukit. Mereka segera melapor kepada kepala jaga. Mereka
menganggap urusan itu terlalu kecil untuk dilaporkan kepada ketua, bahkan
mereka tidak ingin ketua mendengar bahwa mereka tidak mampu membereskan urusan
kecil itu.
Di mana jahanam itu sekarang?
tanya seorang murid yang tingkatnya lebih tinggi.
Di dalam kedai arak dusun
itu,! kata dua orang tosu itu.
Murid yang termasuk tingkat
atas dari Thian-li-pang itu mengumpulkan empat orang saudara lain. Kalian tetap
berjaga saja di sini, kami berlima yang akan menghajarnya.! katanya dan lima
orang yang memiliki tingkat tiga di Thian-li-pang itu segera turun dari lereng
bukit sambil berlari cepat.
Sebentar saja, lima orang
murid Thian-li-pang yang usianya kurang lebih tiga puluh tahun ini telah tiba
di depan kedai arak itu. Mereka melihat betapa kedai arak itu sepi sekali, dan
ada beberapa orang yang mengitai dari jauh dengan sikap ketakutan. Dengan sikap
gagah lima orang itu memasuki kedai dan ternyata di dalam ruangan kedai yang
biasanya penuh tamu itu, sekarang kosong. Hanya ada seorang tamu sedang
minum-minum seorang diri di sudut dan mereka melihat orang itu mengenakan
caping lebar sehingga tidak nampak mukanya. Dan mereka melihat pula dua orang
adik seperguruan mereka duduk bersandar dinding di lantai sudut itu dengan muka
berlumuran darah! Ketika dua orang itu melihat lima orang kakak seperguruan
mereka muncul di pintu rumah makan, mereka segera bangkit.
Suheng, tolonglah kami....!
kata mereka dan mereka hendak menghampiri kawan-kawan mereka, akan tetap begitu
tangan Yo Han bergerak, dua butir kacang menyambar dan mengenai dada kedua
orang itu, membuat mereka mengeluh dan roboh kembali!
Melihat itu, lima orang yang
baru datang tentu saja menjadi marah sekali. Jahanam busuk!! bentak seorang di
antara mereka dan lima orang itu serentak menyerang Yo Han dari sekelilingnya.
Yo Han masih tetap duduk di atas bangkunya, kedua tangannya bergerak, juga
kedua kakinya menyambar dan empat orang pengeroyok roboh terpelanting! Orang
kelima yang melihat ini, terbelalak kaget dan dengan jerih dia melangkah
mundur. Empat orang yang roboh itu mencoba untuk mencabut pedang dan menyerang
lagi, akan tetapi sebelum mereka dapat melakukan serangan, kembali kaki tangan
Yo Han bergerak tanpa dia turun dari bangkunya dan empat orang itu roboh
kembali, pedang mereka terlepas berkerontangan dan mereka tidak mampu bangkit.
Melihat ini orang ke lima
segera meloncat keluar dan melarikan diri ketakutan. Dia tidak tahu bahwa
memang Yo Han sengaja melepasnya, dengan maksud agar dia melapor kepada
pimpinan Thian-li-pang. Dengan tenang dia lalu turun dari bangkunya, dan
bagaikan mencengkeram punggung baju mereka dan melemparkan mereka satu demi
satu ke sudut sehingga kini di situ berserakan dan bertumpuk enam orang
anggauta Thian-li-pang. Ketika melakukan. ini, enam orang itu dapat sekilas
melihat tampangnya dan dua di antara mereka terbelalak.
Sin.... ciang....
Tai-hiap....! Mereka berbisik dan jatuh pingsan saking kaget dan takutnya.
Tentu saja mereka ketakutan sekali karena mereka telah melawan pemimpin besar
Thian-li-pang! Apalagi mereka juga menyadari bahwa mereka telah melakukan
penyelewengan besar dari garis-garis yang ditentukan pemimpin besar ini,
menyadari bahwa Thian-li-pang telah berubah semenjak ketua Lauw Kang Hui tewas
dan pimpinan dipegang oleh Ouw Seng Bu.
Yo Han tidak peduli dan
melanjutkan minum seorang diri. Dia harus meluruskan kembali Thian-li-pang
seperti pesan mendiang suhunya, yaitu kakek Ciu Lam Hok. Dia sengaja merobohkan
para anggauta Thian-li-pang dan menumpuk mereka di sudut ruangan rumah makan
itu untuk memancing datangnya para pimpinan Thian-li-pang ke situ, terutama
sekali Lauw Kang Hui.
Dia tidak langsung datang ke
Thian-li-pang karena maklum betapa besar bahayanya kalau dia melakukan itu.
Kalau benar para pemimpin Thian-li-pang sudah menyeleweng dan dia dimusuhi,
maka mendatangi pusat Thian-li-pang sama dengan menghadapi buaya besar karena
Thian-li-pang memiliki anggauta yang rata-rata kuat, juga para pemimpinya lihai
di samping tempat itu berbahaya dan penuh rahasia. Dia harus dapat memancing
para pemimpinya keluar ke rumah makan ini, agar lebih leluasa dia turun tangan
menghajar mereka dan memaksa mereka ke jalan benar seperti dikehendaki mendiang
Ciu Lam Hok gurunya.
Sementara itu, anggauta
Thian-li-pang yang ketakutan dan lari pulang, membuat para anggauta lainnya
menjadi gempar. Mereka tidak berani menganggap persoalan itu kecil lagi,
apalagi ketika rekan mereka menceritakan betapa empat kawannya roboh dengan
mudah sekali oleh si caping lebar yang aneh. Mereka lalu berangkat untuk
melaporkan peristiwa itu kepada ketua mereka.
Ketika itu, ketua
Thian-li-pang yang baru, Ouw Seng Bu, sedang menjamu dua orang tamu yang
dihormatinya, yaitu Cu Kim Giok dan Siangkoan Kok. Seperti telah diceritakan
dibagian depan, Cu Kim Giok tertarik kepada Ouw Seng Bu dan menganggap pemuda
itu seorang ketua perkumpulan besar Thian-li-pang yang tampan, gagah perkasa
dan berjiwa patriot, membuat ia merasa tunduk dan kagum bukan main. Adapun
Siangkoan Kok, bekas ketua Pao-beng-pai, juga dapat ditundukan Ouw Seng Bu
dengan ilmunya yang luar biasa sehingga kini Siankoan Kok yang sudah hancur
perkumpulannya itu mau menggabungkan diri untuk menentang pemerintah dan
mencari kedudukan yang tinggi.
Demikian besar rasa kagum Cu
Kim Giok kepada Ouw Seng Bu sehingga ia tidak berkeberatan untuk makan bersama
dua orang tosu wakil Pek-lian-kauw dan dua orang tosu wakil Pat-kwa-pai yang
datang sebagai tamu Thian-li-pang. Padahal, sejak kecil ia sudah mendengar dari
ayah ibunya bahwa pek-lian-kauw adalah perkumpulan yang banyak melakukan
kejahatan, walaupun perkumpulan itu terkenal sebagai perkumpulan yang menentang
pemerintah Mancu. Alasan yang dikemukakan Ouw Seng Bu bahwa untuk menentang
penjajah, semau kekuatan harus bersatu, tanpa membeda-bedakan antar golongan
putih atau hitam, dapat ia terima bahkan membenarkannya.
Demikianlah, pada saat itu,
Ouw Seng Bu, makan minum semeja dengan Siangkoan Kok, Co Kim Giok, dan empat
orang tosu, yaitu dua tokoh Pat-kwa-pai dan dua orang tokoh Pek-lian-kauw.
Wakil Pat-kwa-pai yang bertubuh tinggi kurus bernama Im-yang-ji, murid kepala
dari ketua Pat-kwa-paiyang lihai, bersama adik seperguruannya. Adapun wakil
Pek-lian-kauw adalah kui Thian-cu yang sudah kita kenal ketika dia mewakili
Pek-lian-kauw hadir dalam pesta yang diadakan Siangkoan Kok ketika masih
menjadi ketua Pao-beng-pai, bersama seorang adik seperguruannya pula.Ouw Seng
Bu yang merasa bergembira sekali telah mendapatkan dua sekutu yang boleh
dibanggakan, Siangkoan Kok yang selain amat lihai juga dapat diharapkan
menghimpun banyak orang menjadi anak buah mereka, dan Cu Kim Giok.
Gadis puteri majikan Lembah
Naga Siluman ini tentu saja merupakan seorang sekutu yang amat besar artinya,
karena tentu akan dapat menjadi jembatan agar para tokoh kang-ouw lainnya suka
bergabung dengan Thian-li-pang. Selain itu, sejak pertemuan yang pertama
kalinya, hati Ouw Seng Bu sudah terjerat dan dia tahu bahwa dia jatuh cinta
kepada gadis yang bermata indah, dan amat manis itu.
Mari kita minum untuk
persatuan antara kita yang kokoh kuat untuk menumbangkan penjajah dan mengusir
mereka dari tanah air tercinta!! kata Ouw Seng Bu penuh semangat. Enam orang
lain yang duduk semeja itu menyambut dengan penuh semangat pula, bahkan Cu Kim
Giok merasa bangga karena ia merasa yakin bahwa ayah ibunya tentu akan merasa
bangga pula melihat puteri mereka kini bersekutu dengan para pejuang yang
hendak menumbangkan pemerintah penjajah Mancu!
Baru saja mereka mengosongkan
cawan, seorang anggauta Thian-li-pang tergopoh-gopoh memasuki ruangan itu. Dia
adalah kepala jaga, dan biarpun dalam hal tingkatan, orang ini masih adik
seperguruan Ouw Seng Bu, yaitu murid mendiang Lauw Kang Hui, akan tetapi karena
kini Ouw Seng Bu telah menjadi ketua dan orang itu bukan lain hanya seorang
anak buah, ketua Thian-li-pang yang masih muda itu mengerutkan alisnya dan
merasa terganggu.
Hemmm, ada urusan apa sampai
engkau datang mengganggu kami?! bentaknya dengan sikap berwibawa.
Harap maafkan kelancangan
saya, Pangcu. Akan tetapi saya hendak melapor bahwa ada seseorang yang telah merobohkan
dan menawan enam orang anggauta kita di kedai arak dusun bawah sana.!
Kerut di antara mata Seng Bu
semakin mendalam dan matanya mencorong marah. Hemmm, muncul seorang pengacau
saja kalian tidak mampu membereskannya sendiri dan masih melapor kepada kami?!
Maaf, Pangcu. Mula-mula, dua
orang anggauta kita bersama seorang teman anggauta Pat-kwa-pai dan seorang
anggauta Pek-lian-kauw minum di kedai itu, bertemu dengan si pengacau yang
merobohkan dua orang anggauta kita, akan tetapi hanya melukai dua orang tosu
sahabat dan membiarkan mereka pergi. Dua orang anggauta Thian-li-pang itu
ditawannya di kedai. Kemudian, lima orang saudara tua kami turun lereng untuk
memberi hajaran. Akan tetapi, empat orang di antara mereka roboh dan ditawan,
seorang dapat melarikan diri melapor dan menurut laporannya, empat orang
saudara tua itu dalam segebrakan saja roboh oleh pengacau yang bercaping lebar
itu.!
Hemmm....!! Ouw Seng Bu
diam-diam terkejut. Yang disebut saudara tua adalah para anggauta yang
tingkatnya sejajar dengannya, yaitu murid atau murid keponakan mendiang Lauw
Kang Hui. Kalau empat orang di antara mereka roboh dengan mudah oleh pengacau
itu, dapat dibayangkan betapa lihainya orang itu.
Ah, siapa berani melukai
anggauta Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw?! seru Im Yang-ji, tokoh Pat-kwa-pai
dengan marah. Dia sudah mulai mabuk maka mudah sekali panas hati mendengar
bahwa seorang anak buahnya dilukai orang. Toyu, kita harus menghajar orang
itu!! katanya kepada dua orang tosu Pek-lian-kauw.
Kui Thian-cu mengangguk dan
bangkit berdiri, memberi hormat kepada Seng Bu sambil berkata, Pangcu, biarlah
kami berempat yang menghajar orang itu dan menyeretnya ke sini agar Pengcu
dapat menghukumnya. Pangcu tidak perlu marah-marah dan terganggu makan, minum.
Sebaiknya, Pangcu, Nona dan Siangkoan Lo-cian-pwe melanjutkan makan minum. Kami
berempat akan segera kembali menyeret si pengacau itu.!
Ouw Seng Bu mengangguk dan
bangkit berdiri membalas penghormatan empat orang tosu itu. Kalau Cu-wi hendak
menghajar si pengacau yang telah melukai anggauta Pek-lian-kauw dan
Pat-kwa-pai, silakan dan harap jangan membunuhnya karena saya ingin melihatnya
dan menanyainya mengapa dia berani memusuhi kita.!
Empat orang tosu itu
mengangguk dan ke luar dari ruangan itu dengan langkah lebar. Setelah mereka
pergi, Ouw Seng Bu menoleh kepada Cu Kim Giok sambil tersenyum. Aih, ada-ada
saja. Sayang sekali masih terdapat orang-orang yang tidak menghargai perjuangan
kita sehingga mereka itu bukan membantu kita, bahkan memusuhi kita dan rela
menjadi antek penjajah Mancu. Siapa tidak akan merasa menyesal kalau
orang-orang pandai yang termasuk golongan pendekar, seperti Sin-ciang Tai-hiap
Yo Han itu, membiarkan dirinya menjadi anjing penjilat dan antek penjajah
Mancu!
Sangat menyakitkan hati
memang!! kata Siangkoan Kok sambil menuangkan arak dari cawan ke dalam
mulutnya. Bahkan para pendekar dari keluarga pendekar terbesar di dunia
persilatan, rela mengekor kepada penjajah Mancu. Harap maafkan aku, nona Cu.
Selama ini, aku belum pernah mendengar keluarga Cu dari Lembah Naga Siluman
menjadi antek Mancu walaupun hubungan keluargamu dekat sekali dengan keluarga
Pulau Es dan Gurun Pasir. Dua keluarga pendekar itu sejak dahulu membantu
penjajah Mancu, sungguh mengecewakan sekali. Apakah mereka tidak tahu bahwa
bangsa Mancu adalah bangsa liar yang menjajah tanah air dan bangsa? Kita
berjuang untuk membebaskan bangsa dari cengkeraman penjajah, dan mereka tidak
membantu kita malah memusuhi kita!!
Wajah Kim Giok berubah agak
kemerahan. Selain pengaruh arak, juga hatinya tersentuh. Ia telah jatuh cinta
kepada Ouw Seng Bu dan merasa yakin akan kebenaran pemuda itu, akan kemurnian
perjuangan melawan penjajah, dan ia pun tahu bahwa di antara keluarga Pulau Es
dan Gurun Pasir, memang terdapat hubungan yang akrab dengan kerajaan Mancu,
bahkan ada pertalian hubungan darah. Biarpun ayah ibunya tidak pernah memusuhi
kerajaan Mancu secara berterang, akan tetapi juga mereka tidak pernah menjadi
pembantu langsung atau pejabat. Akan tetapi, harus diakui bahwa keluarga orang
tuanya dekat dengan keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir. Kini pandangannya kepada
Siangkoan Kok juga berubah. Kakek ini adalah seorang pejuang sejati, pikirnya,
seperti juga Seng Bu, walaupun kakek ini berwatak keras dan aneh, tidak seperti
Seng Bu yang halus dan tampan.
Biarpun, keluarga Pulau Es dan
Gurun Pasir tidak memusuhi kita secara terang-terangan, namun mereka tidak mau
bersatu dengan kita untuk menghancurkan penjajah. Kita harap saja nona Cu akan
dapat membujuk mereka dan membuka mata mereka betapa pentingnya perjuangan
menentang penjajah. Yang kukhawatirkan hanyalah satu orang saja yaitu Sin-ciang
Tai-hiap....!
Hemmm, orang itu memang
berbahaya dan dia pun telah menjadi antek penjajah. Bahkan dia bergaul akrab
sekali dengan seorang pangeran Mancu, yaitu Pangeran Cia Sun.! kata Siangkoan
Kok yang lalu menceritakan dengan singkat betapa Yo Han dan Pangeran Cia Sun
pernah menyelundup ke dalam perkumpulannya, Pao-beng-pai sehingga mengakibatkan
perkumpulannya itu dihancurkan pasukan pemerintah. Jelas bahwa pasukan itu
dibawa datang oleh Yo Han dan Cia Sun yang bekerja sebagai mata-mata,! katanya.
Yo Han memang harus dibasmi.
Dia pun merupakan ancaman bagi Thian-li-pang, karena dia pernah diangkat oleh
mendiang suhu Lauw Kang Hui sebagai pemimpin Thian-li-pang. Dia dapat
sewaktu-waktu muncul di sini dan menggunakan hak kekuasaannya untuk mengubah
Thian-li-pang, dari perkumpulan pejuang menjadi perkumpulan pengekor kerajaan
Mancu.! kata Seng Bu penasaran.
Biarpun dia datang. Kita
sambut dia dengan pedang aku akan membantumu menundukkannya, Pangcu.! kata
Siangkoan Kok yang masih merasa sakit hati kalau teringat kepada Yo Han dan Cia
Sun yang dianggap menjadi penyebab kehancuran Pao-beng-pai.
Akan tetapi, dia lihai bukan
main, paman Siangkoan,! kata Seng Bu, Sebaiknya kalau kita menggunakan siasat
untuk menundukkannya, dan kuharap Paman dan juga nona Cu suka membantuku untuk
menundukkannya kalau dia berani datang di sini.!
Tentu saja aku akan
membantumu, Pangcu,! kata Kim Giok tanpa ragu lagi, Sin-ciang Tai-hiap adalah
seorang yang jahat, pikirnya, telah mengkhianati Thian-li-pang, membunuh ketua
Thian-li-pang, bahkan bergaul dengan Pangeran Cia Sun dari kerajaan Mancu. Yo
Han telah membunuh banyak tokoh Thian-li-pang dan orang sejahat itu memang
harus ditentang.
Kalau perlu, kita minta
bantuan tenaga ketua Pek-lian-kauw dan ketua Pat-kwa-pai,! kata Siangkoan Kok
yang diam-diam juga merasa jerih terhadap Sin-ciang Tai-hiap.
Memang aku sudah mempunyai
rencana, dan sudah mengirim surat kepada mereka,! kata Seng Bu.
Mereka melanjutkan makan minum
dan merasa yakin bahwa dua orang tosu Pek-lian-kauw dan dua orang tosu Pat
kwa-pai tadi akan mampu membereskan kerusuhan dan menyeret pengacaunya ke
markas Thian-li-pang.
***
Empat orang tosu itu memasuki
rumah makan dengan hati-hati, dan di belakang mereka nampak dua belas orang
anggauta Thian-li-pang tingkat tertinggi, siap dengan pedang di tangan. Ketika
mereka memasuki pintu depan rumah makan, Kui Thian-cu tokoh Pek-lian-kauw yang
memimpin rombongan. itu, memberi isyarat kepada kawan-kawannya untuk berhenti.
Tadi dia sudah merundingkan dengan Im-yang-ji dan dua orang tosu lain untuk
mempermainkan pengacau yang berada di rumah makan itu dengan mempergunakan
kekuatan sihir. Kini, mereka berempat mengerahkan kekuatan sihir, mempersatukan
kekuatan mereka, mulut mereka berkemak-kemik membaca mantram, mata mereka
memandang ke arah caping yang menutupi kepala dan muka Yo Han, kemudian mereka
menudingkan telunjuk kanan ke arah caping itu. Kui Thian-cu yang menjadi juru
bicara mereka berempat, segera berkata dengan suara bergema dan mengandung
kekuatan sihir.
Caping yang berada di atas
kepala pengacau, terbanglah ke sini!!
Para anggauta Thian-li-pang
yang bergerombol di luar pintu rumah makan itu terbelalak heran dan kagum
melihat betapa caping yang menutupi kepala orang yang duduk membelakangi mereka
di sudut itu tiba-tiba saja terbang melayang ke atas meninggalkan kepala itu,
dan empat orang tosu itu sudah siap untuk mentertawakan Yo Han. Akan tetapi wajah
mereka yang tadinya menyeringai itu berubah seketika ketika caping yang
melayang ke atas itu kini menyambar ke arah mereka seperti peluru yang
berputar-putar mengeluarkan suara berdesing!
Tentu saja mereka terkejut
bukan main dan mereka cepat mengelak. Caping itu seperti berubah menjadi seekor
burung elang yang menyambar-nyambar kepala mereka sehingga mereka sibuk
berloncatan ke sana-sini. Akhirnya, setelah gagal memperoleh korban caping itu
melayang kembali ke arah kepala pemiliknya dan hinggap di atas kepala seperti
burung terbang kembali ke sarangnya! Kini empat orang tosu itu saling pandang,
maklum bahwa pemilik caping itu telah mempermainkan mereka dan bahwa kekuatan
sihir mereka tadi sama sekali tidak berhasil!
Kui Thian-cu yang melihat
betapa ruangan itu terlalu sempit dan banyak terhalang meja dan bangku sehingga
kawan-kawannya tidak akan leluasa untuk mengeroyok lawan yang agaknya amat
lihai ini, segera membentak, orang bercaping sombong! Engkau berani melukai
para anggauta Thian-li-pang, Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw. Kalau engkau memang
berkepandaian, dan bukan seorang pengecut, keluarlah dan mari kita mengadu
kepandaian di luar yang luas! Kalau engkau tidak mau keluar, kami akan membakar
rumah ini!! Setelah berkata demikian, Kui Thian-cu memberi isyarat dan bersama
teman-temannya, dia pun melangkah keluar dan menanti di luar rumah makan.
Mendengar ucapan yang bernada
mengancam itu, pemilik kedai dan puterinya menjadi ketakutan, nekat keluar dari
persembunyian mereka dan menjatuhkan diri berlutut di depan Yo Han.
Tai-hiap.... tolonglah....
harap Tai-hiap keluar dari sini dan berkelahi diluar saja....jangan sampai
rumah kami dibakar....!!
Juga enam orang anggauta
Thian-li-pang yang masih meringkuk di sudut ruangan itu dan tidak berani
bergerak, menjadi pucat ketakutan. Mereka sejak tadi takut pergi dari situ,
takut kalau dirobohkan lagi oleh si caping lebar yang amat lihai. Akan tetapi
sekarang ada ancaman dari tosu tadi, kalau mereka diam saja di situ, tentu
mereka akan ikut terbakar!
Yo Han tentu saja tidak ingin
merugikan si pemilik rumah makan, tanpa menjawab dia pun menyambar buntalan
pakaiannya, menggendong buntalan pakaiannya, mengeluarkan sepotong emas dan
melemparkannya ke atas meja.
Ini untuk pengganti semua
kerugianmu, Paman,! katanya sambil melangkah keluar perlahan-lahan. Tentu saja
ayah dan anak itu terkejut dan gembira bukan main. Pemberian itu puluhan kali
lebih banyak daripada kerugian yang mereka derita.
Sementara itu, ketika si
caping lebar melangkah lambat-lambat keluar dari rumah makan, empat orang tosu
dan selosin anggauta Thian-li-pang memandang dengan hati tegang. Yo Han
melangkah dengan muka ditundukkan sehingga mereka belum dapat melihat wajahnya.
Setelah tiba di depan empat orang tosu itu, Yo Han berhenti melangkah.
Heiii, orang asing!! bentak
Kui Thian-cu marah. Siapakah engkau dan apa pula sebabnya engkau melukai para
anggauta Thian-li-pang, Pat-kwa-pai dan Pek-liankauw?!
Tanpa mengangkat mukanya yang
menunduk dan tertutup caping, Yo Han menjawab, suaranya terdengar dingin, Sejak
dahulu Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw adalah penjahat-penjahat yang berkedok
perjuangan, tidak aneh kalau hari ini mereka melakukan kejahatan. Akan tetapi,
Thian-li-pang adalah pejuang-pejuang sejati, sekarang anak buahnya menyeleweng,
patut disesalkan dan dibuat penasaran!!
Keparat, enak saja engkau
membuka mulut! Perlihatkan mukamu, atau engkau begitu pengecut untuk
memperkenalkan diri?!
Kui Thian-cu, aku bukan orang
asing bagimu,! kata Yo Han dan kini dia mengangkat mukanya sehingga sekilas
nampak wajahnya, akan tetapi dia sudah menunduk kembali. Mereka yang sudah
mengenalnya, terkejut, termasuk Kui Thian-cu.
Ah, kiranya Sin-ciang
Tai-hiap? Sejak kapan engkau memusuhi Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw?!
Kui Thian-cu, aku tidak
memusuhi siapapun, akan tetapi akan menghajar siapa saja yang berbuat jahat.
Anak buah Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai melakukan kejahatan bersama anak buah
Thian-li-pang yang menyeleweng, maka kuhajar mereka. Pergilah dan jangan
mencampuri urusanku dengan Thian-li-pang, ini merupakan urusan dalam
Thian-li-pang sendiri.!
Akan tetapi Kui Thian-cu sudah
marah sekali, apalagi memang dia tahu bahwa ketua Thian-li-pang, sekutunya,
harus membunuh orang ini yang merupakan ancaman bagi perkumpulan itu, Serang
dan bunuh dia!! bentaknya dan dia pun sudah menggerakkan pedangnya, diikuti Im
Yang-ji dan dua tosu lain yang sudah mencabut pedang. Yo Han dikeroyok empat
orang tosu!
Yo Han bergerak cepat,
tubuhnya berkelebatan dan menyelinap di antara gulungan sinar empat batang pedang
itu. Sementara itu, selosin anak buah Thian-li-pang tadi terkejut bukan main
ketika melihat wajah Yo Han. Akan tetapi, mereka semua telah menjadi anak buah
Ouw Seng Bu dan mereka sudah ikut melakukan penyelewengan, maka tentu saja
mereka pun tidak menghendaki Yo Han yang berkuasa di Thian-li-pang karena hal
itu akan berarti hilangnya semua kesenangan yang selama ini mereka peroleh
semenjak Seng Bu menjadi ketua. Maka, mereka pun serentak ikut mengeroyok!
Seorang di antara mereka
diam-diam sudah lari naik ke lereng bukit untuk melapor kepada ketuanya. Ketika
dia tiba di pusat, Thian-li-pang, Ouw Seng Bu yang menjamu Siangkoan Kok dan Cu
Kim Giok, baru saja selesai makan minum.
Celaka, Pangcu. Sin-ciang
Tai-hiap Yo Han telah muncul. Dialah orang yang mengacau tadi!! anggauta itu
melapor dengan suara gemetar.
Mendengar ini, Ouw Seng Bu
meloncat bangkit dan dia nampak gugup. Akan tetapi, melihat Siangkoan Kok dan
Cu Kim Giok di situ, dia menenangkan diri. Di mana dia sekarang?!
Dia berada di luar rumah makan,
dikeroyok oleh keempat orang tosu dan sebelas orang anggauta kita, Pangcu. Saya
lari pulang untuk melapor kepada Pangcu.!
Ouw Seng Bu yang amat cerdik
itu bertindak cepat sekali. Paman Siangkoan Kok, harap Paman tidak
memperlihatkan diri kepada Yo Han dan bersembunyi di dalam kamar Paman. Nona
Cu, harap engkau beritirahat di dalam kamarmu sampai nanti aku memberitahukan
segalanya kepadamu. Aku akan menghadapi Yo Han dan menerimanya dengan baik-baik
untuk mencegah jatuhnya banyak korban.! Siangkoan Kok dan Cu Kim Giok
mengangguk dan mereka pergi ke kamar masing-masing yang sudah diberikan kepada
mereka sejak mereka tiba di situ.
Ouw Seng Bu cepat mengumpulkan
anak buahnya dan dengan tegas memesan agar mereka semua memperlihatkan sikap
lunak dan takluk kepada Yo Han dan bersikap seperti dahulu agar tidak
menimbulkan kecurigaan di hati Pendekar Tangan Sakti. Kemudian, dia menuju ke
kamar Cu Kim Giok dan mengetuk daun pintunya.
Setelah Cu Kim Giok muncul,
Ouw Seng Bu berkata, Nona Cu, sekarang saatnya engkau membantuku. Aku ingin
menalukkan Yo Han tanpa mendatangkan banyak korban, dan aku akan berpura-pura
tidak tahu bahwa dia yang telah menyebar pembunuhan di sini. Engkau bersikaplah
sebagai seorang tamuku, seorang sahabat baikku....!
Tapi, apa manfaatnya
kehadiranku....!
Banyak sekali, Nona. Engkau
akan menimbulkan kepercayaan di hatinya bahwa kita tidak mempunyai maksud
tertentu terhadap dirinya. Kalau melihat engkau sebagai tamuku, pasti dia akan
percaya kepadaku. Marilah, Nona, aku.... sungguh aku membutuhkan pertolonganmu.
Ataukah.... engkau begitu tega tidak mau membantuku?! Ouw Seng Bu. Sudah dapat
melihat selama dia bergaul dengan Kim Giok bahwa gadis itu pun membalas
perasaan hatinya, bahwa. gadis itu pun jatuh cinta kepadanya, maka dia mempergunakan
sikap lunak dan menarik rasa iba gadis itu. Dia berhasil, Cu Kim Giok
mengangguk.
Baiklah, Pangcu. Aku akan,
membantumu.!
Engkau tidak perlu bicara atau
berbuat apa pun, hanya mengaku saja bahwa engkau menjadi sahabatku. Nah, aku
tidak ingin menyuruhmu berbuat jahat atau berbohong bukan?!
Mereka berdua segera berlari
cepat menuruni lereng bukit dan ketika mereka memasuki dusun dan tiba di depan
kedai arak, mereka berdua tertegun.
Apa yang telah terjadi? Yo Han
dikeroyok oleh empat orang tosu lihai dari Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw, juga
oleh sebelas orang murid Thian-li-pang tingkat atas. Para pengeroyok itu semua
menggunakan pedang sedangkan Yo Han bertangan kosong! Akan tetapi, tubuhnya
yang dapat dibuat ringan seperti bayangan itu berkelebatan di atas belasan
batang pedang dan setiap kali terbuka kesempatan, begitu kaki atau tangannya
bergerak menyambar, tentu seorang pengeroyok dapat dirobohkan!
Dia mengenal gerakan silat
orang-orang Thian-li-pang, mengenal cakar beracun mereka, maka dengan mudah dia
dapat mengenal bagian lemah mereka sehingga setiap kali dia menggerakkan tangan
atau kaki, seorang anggauta Thian-li-pang terjungkal. Dia tidak mau membunuh
mereka, hanya merobohkan dan membuat mereka tidak mampu bangkit kembali karena
patah tulang atau menotok mereka sehingga tidak mampu beegerak kembali.
Akhirnya, sebelas orang Thian-li-pang roboh tak dapat bangkit kembali dan
tinggal dua orang tosu Pek-lian-kauw dan dua orang tosu Pat-kwa-pai saja yang
masih mengeroyoknya dengan serangan membabibuta karena sejak tadi, serangan
pedang mereka tidak pernah mengenai tubuh pemuda itu.