Bab 17
Siancai, silakan, Kongcu dan
Siocia. kata pendeta itu dengan sikap acuh. Pada saat kedua orang muda itu
hendak melangkah masuk, dari dalam keluar empat orang tosu lainnya dan tentu
saja, hal ini membuat Ciang Hun terkejut.
Ah, maafkap kami, Cu-wi
To-tiang. Kiranya kuil ini sekarang menjadi tempat tinggal To-tiang sekalian?!
Tosu tertua yang tadi duduk
bersila di luar berkata lembut, Sama sekali bukan, Kongcu. Kami berlima juga
sedang berteduh dan melewatkan malam di sini. Kuil ini kosong dan tidak
dipergunakan lagi.!
Ah, kalau begitu kebetulan dan
terima kasih To-tiang.! Ciang Hun dan Bi Kim lalu membersihkan lantai di sudut
ruangan depan karena ternyata hanya ruangan depan itu saja yang masih agak utuh
dan bersih, sedangkan ruangan tengah dan belakang kuil itu sudah rusak dan
kotor.
Lima orang tosu itu duduk
bersila, dan dua orang muda di sudut itu lalu menyalakan lilin yang tadi mereka
beli sehingga ruangan itu tidak menjadi gelap lagi. Malam tiba dan hawa udara
amat dinginnya. Dua orang di antara para tosu itu lalu membuat api unggun dari
kayu-kayu yang agaknya telah mereka cari dan kumpulkan siang tadi. Keadaan
menjadi semakin terang oleh cahaya api unggun dan ada kehangatan di situ.
Bi Kim mengeluarkan buntalan
makanan yang mereka beli tadi, dan dengan ramah dan hormat Ciang Hun dan Bi Kim
menawarkan makanan kepada lima orang tosu itu.
Cu-wi To-tiang mari silakan
Cu-wi To-tiang makan malam bersama kami, kita makan seadanya, To-tiang.! kata
Bi Kim.
Silakan, To-tiang, kami akan
gembira sekali untuk menjamu Cu-wi dengan makanan kami yang sederhana.! kata
pula Ciang Hun.
Siancai, Ji-wi adalah dua
orang muda yang ramah dan baik. Terima kasih, Kongcu dan Siocia, kami tadi
sudah makan dan tidak merasa lapar. Silakan Ji-wi makan, harap jangan sungkan-sungkan.!
kata tosu tertua.
Karena maklum bahwa mereka
berdua menghadapi perjalanan yang mungkin sukar dan membutuhkan banyak
pengerahan tenaga, maka dua orang muda itu tidak sungkan-sungkan lagi dan mulai
makan bak-pao dan dendeng yang tadi mereka beli sebagai bekal. Setelah mereka
selesai makan, membersihkan mulut dan tangan dengan air yang mereka bawa,
mereka diundang duduk dekat api unggun oleh para tosu. Dengan gembira dua orang
muda itu duduk mengelilingi api unggun bersama lima orang pendeta itu.!Kalau
pinto (saya) tidak salah lihat, Ji-wi bukanlah dua orang muda biasa, melainkan
dua orang muda yang memiliki kepandaian silat. Bolehkah pinto mengetahui nama
Ji-wi dan apa keperluan Ji-wi mendatangi daerah yang berbahaya ini?!
Karena yakin bahwa lima orang
pendeta ini adalah orang-orang beribadat yang baik, maka Ciang Hun tidak merasa
perlu untuk menyembunyikan keadaan mereka. To-tiang, saya bernama Gak Ciang Hun
dan nona ini adalah Gan Bi Kim. Kami berdua melakukan perjalanan ke sini untuk
mencari seorang sahabat kami yang jejaknya menuju ke bukit ini.!
Tiba-tiba Gan Bi Kim berkata,
Mungkin sekali Cu-wi To-tiang ada yang melihat sahabat kami itu lewat di sini!!
Aih, benar juga!! seru Ciang
Hun girang. Apakah Cu-wi To-tiang melihat sahabat kami itu lewat di sini? ia
seorang gadis muda....!
Pakaiannya serba merah?!
potong seorang tosu.
Benar, benar!! Ciang Hun
berseru girang.
Siancai, yang kalian cari itu
bukankah Si Bangau Merah, nona Tan Sian Li?!
Dua orang muda itu hampir
berteriak karena girangnya, Benar sekali, To-tiang!! kata Gak Ciang Hun. Apakah
Totiang melihatnya? Di mana?! tanyanya dengan penuh gairah.
Nanti dulu, kalau Ji-wi
mengenal Si Bangau Merah, tentulah Ji-wi bukan orang-orang sembarangan. Kongcu
she Gak? Hemmm....? pinto mendengar tentang Beng-san Siang-eng (Sepasang Garuda
Beng-san), apakah hubungan Kongcu dengan para pendekar she Gak itu?!
Saya adalah puteranya....!
Ahhh! Sungguh kami merasa
beruntung bertemu dengan putera Beng-san Siang-heng!!
Kalau boleh kami mengetahui,
siapakah Cu-wi To-tiang?! tanya Ciang Hun, kini memandang penuh perhatian.
Tosu tertua itu menghela napas
panjang. Pinto disebut Thian-tocu, seorang murid Bu-tong-pai dan empat orang
ini adalah para sute pinto. Baru kemarin pinto berlima bertemu dengan Si Bangau
Merah, bahkan ia yang mengobati. Pinto dari pukulan beracun. Karena masih belum
pulih kekuatan pinto, maka kami berhenti di sini untuk memulihkan tenaga.!
Lalu, ke manakah perginya adik
Sian Li?! tanya Ciang Hun.
Tosu itu menghela napas panjang.
Kami khawatirsekali. Ia pergi mendaki Bukit Naga itu dan hendak berkunjung ke
Thian-li-pang, padahal keadaan Thian-li-pang telah berubah sama sekali.
Perkumpulan itu telah menyeleweng dan dipimpin oleh seorang ketua baru yang
seperti Iblis. Kami sungguh mengkhawatirkan keselamatan pendekar wanita itu.!
Totiang, apakah yang telah
terjadi?! tanya Gan Bi Kim, ikut pula merasa khawatir mendengar ucapan tosu
itu.
Thian-tocu lalu menceritakan
semua pengalaman mereka berlima. Mereka sengaja mendatangi Thian-li-pang karena
mendengar berita tentang sepak terjang Thian-li-pang yang menyeleweng,
menundukkan para tokoh-tokoh kang-ouw dengan kekerasan, melakukan pemerasan.
Bahkan lebih mengejutkan lagi
adalah berita tentang terbunuhnya Pendekar Tangan Sakti Yo Han oleh ketua baru
Thian-li-pang....!
Ahhh....!! Benarkah itu,
Totiang?! Ciang Hun berseru kaget.
Kami pun tidak percaya. Ketika
kami tanyakan hal itu kepada Ouw-pangcu, ketua baru Thian-li-pang, dia
mengatakan bahwa Yo Han telah membunuhi para pimpinan Thian-li-pang, kemudian
Yo Han juga menyerang dia. Dalam perlawanan yang dibantu anak buahnya, Yo Han
tewas. Demikian keterangan Ouw pangcu. Kami tidak percaya sehingga terjadi
perkelahian, akan tetapi ketua baru itu seperti iblis, lihai bukan main dan pinto
terkena pukulan beracun darinya. Kami merasa kalah dan turun bukit, bertemu di
jalan dengan Si Bangau Merah yang mengobati pinto. Kami sungguh mengkhawatirkan
Si Bangau Merah yang hendak melakukan penyelidikan ke tempat berbahaya itu.!
Kalau begitu, adik Sian Li
terancam bahaya. Kita harus cepat ke sana, Kim moi!! kata Ciang Hun, khawatir
sekali.
Gak-taihiap, sebaiknya kalau
kita berhati-hati menghadapi Thian-li-pang. Selain ketuanya amat lihai, juga
kini Thian-li-pang bergabung dengan tokoh-tokoh sesat yang berilmu tinggi
seperti. Siangkoan Kok bekas ketua Pao-beng-pai juga para tokoh Pek-lian-kauw
dan Pat-kwa-pai berada di sana. Sebaiknya kalau Ji-wi bersabar sampai lewat
malam ini dan besok pagi-pagi barulah mendaki ke sana.!
Kita?! Ciang Hun bertanya.
Kongcu, melihat Ji-wi yang
muda-muda begini bersemangat untuk membantu Si Bangau Merah, menentang bahaya
dengan gagah berani, kami yang tua-tua merasa malu kalau hanya tinggal diam
saja. Kami akan menemani Ji-wi membantu pendekar wanita Bangau Merah, walaupun
kami tahu bahwa kekuatan kita ini tidak ada artinya dibandingkan kekuatan
mereka yang mempunyai ratusan orang anak buah.!
Kita tidak bermaksud menyerang
Thian-li-pang, Totiang, hanya hendak menyelidiki kalau-kalau adik Sian Li
terancam bahaya. Kita harus membantunya.!
Kami siap membantu, Kongcu.!
Demikianlah, malam itu mereka
lewatkan dengan beristirahat dan menghimpun tenaga karena siapa tahu, besok
mereka akan menghadapi musuh dan bahaya yang harus ditentang.
Pada keesokan harinya,
pagi-pagi sekali Ciang Hun, Bi Kim dan lima orang tosu Bu-tong-pai telah
mendaki Bukit Naga. Mereka bergerak cepat akan tetapi dengan hati-hati sekali
dan tosu-tosu itu yang memimpin pendakian karena mereka lebih mengenal daerah
itu daripada kedua orang muda yang baru pertama kali itu berkunjung ke situ.
Akan tetapi gerak-gerik tujuh
orang ini tidak terlepas dari pengintaian anak buah Thian-li-pang. Ouw Seng Bu
maklum bahwa sebelum pemuda yang datang bersama Sian Li dan Hui Eng itu
tertangkap, tentu Thian-li-pang akan terancam bahaya, apalagi ketika dia
mendengar dari Siangkoan Kok bahwa pemuda itu adalah seorang pangeran Mancu!
Maka dia memerintahkan anak buahnya untuk melakukan penjagaan tersembunyi dan
siang malam harus melakukan pengamatan terhadap seluruh permukaan bukit itu.
Karena itu begitu tujuh orang
itu mendaki bukit, para anak buah Thian-li-pang telah mengetahuinya dan
diam-diam setiap gerak-gerik mereka telah diamati dan diikuti.
Sementara itu, di dalam rumah
tahanan Cu Kim Giok kembali datang mengunjungi dua orang tawanan, Hui Eng dan
Sian Li. Kini Sian Li telah dapat menekan kemarahan hatinya dan melihat
munculnya Kim Giok, ia bertanya, suaranya tenang saja. Kim Giok, apalagi yang
hendak kau katakan kepada kami?!
Sian Li, engkau melihat
sendiri betapa Thian-li-pang bersikap baik kepada kalian yang bahkan tidak
dianggap sebagai musuh, melainkan sebagai tamu. Aku mengharap dengan sepenuh
hatiku agar kalian berdua dapat melihat kenyataan bahwa Thian-li-pang
sesungguhnya mengharapkan persahabatan dan kerja sama dengan kalian, bukan
permusuhan.!
Kim Giok, aku sekarang
mengerti bahwa engkau saling mencinta dengan Ouw Seng Bu, maka engkau membantu
dan membelanya. Aku tidak akan mempersoalkan baik buruknya Ouw-pangcu itu, akan
tetapi kalau memang benar Thian-li-pang hendak berbaik dan bersahabat dengan
kami, kenapa kami dijebak, dikeroyok dan ditahan di dalam kurungan ini? Kenapa
kami tidak dibebaskan saja?
Sian Li, percayalah, aku sudah
minta-minta kepada pangcu agar kalian dibebaskan, akan tetapi dia mengajukan
alasan kuat sehingga aku sendiri pun tidak berdaya karena alasannya memang
tepat. Dia mengatakan bahwa di dalam perjuangan, kita harus dapat membedakan
mena kawan mana lawan. Sekarang ini, kalian memperlihatkan sikap sebagai lawan,
kalau kalian dibebaskan, sungguh amat berbahaya bagi perjuangan Thian-li-pang.
Kalian lihai, dan kalian dapat mendatangkan bencana kepada kami, kecuali tentu
saja kalau kalian suka bekerja sama dengan kami dan sama-sama berjuang
menentang pemerintah penjajah Mancu. Karena itu, aku memohon kepada kalian,
jangan memusuhi Thian-li-pang, jangan memusuhi Ouw-pangcu, jangan memusuhi
kami. Sungguh aku bersumpah, kami tidak mempunyai niat buruk terhadap kalian,
hanya ingin mengajak kalian bekerja sama.!
Cu Kim Giok, tidak perlu
engkau membujuk kami, tentu engkau sudah tahu bahwa kami tidak akan sudi
bekerja sama dengan golongan sesat. Sebetulnya, melihat engkau membantu
Ouw-pangcu, hatiku tidak rela, dan aku tidak ingin lagi bicara denganmu. Akan
tetapi mengingat ayah ibumu, orang-orang yang menjunjung tinggi kebenaran dan
keadilan, aku minta engkau berterus terang mengenai satu hal. Benarkah Yo Han
telah tewas di sumur tua itu?!
Kim Giok menghela napas
panjang. Jawaban itu memang sudah diduganya. Akan tetapi bagaimanapun juga, apa
pun yang terjadi, ia akan tetap membela Seng Bu karena ia sudah benar-benar
jatuh cinta kepada pemuda itu.
Sian Li, dengan menyesal
sekali terpaksa kukatakan bahwa memang benar Yo Han tewas di dalam sumur,!
katanya lirih dan mendengar keterangan ini, Sian Li menahan jeritnya, mukanya
menjadi pucat dan ia berdiri termangu seperti patung, kedua tangan yang
dipasangi rantai pada pergelangannya itu menggenggam dan melihat keadaan Si
Bangau Merah itu, Hui Eng bertanya kepada Cu Kim Giok dengan suara yang tegas.
Cu Kim Giok, katakan terus
terang, demi nama baik nenek moyangmu yang terkenal sebagai pendekar-pendekar
besar Lembah Naga Siluman, apakah engkau melihat sendiri kematian Yo Han itu?!
Kini Cu Kim Giok memandang
kepada Hui Eng dengan alis berkerut, Hemmm, tidak perlu aku menjawab
pertanyaanmu. Engkau sendiri adalah puteri ketua Paobeng-pai yang pernah
mengacau dan memusuhi keluarga besar bahkan kemudian menurut ayahmu, engkau
menjadi seorang pengkhianat dan anak yang durhaka. Aku mau bicara dengan Tan
Sian Li, bukan denganmu!!
Kim Giok, engkau tidak tahu
dengan siapa engkau bicara. Ketahuilah bahwa enci Eng ini adalah Sim Hui Eng,
puteri Paman Sim Houw yang hilang itu dan kini ia telah mengetahui siapa
dirinya.!
Ahhh....! Cu Kim Giok terkejut. Kalau.... kalau begitu,
kalian berdua harus mau bekerja sama, aku tidak ingin melihat kalian celaka.
Aku mohon kepada kalian, terimalah uluran tangan Ouw Pangcu untuk bekerja sama
dan berjuang, atau setidaknya, jangan memusuhi kami. Kalau kalian mau berjanji
di depan pangcu, aku yang akan menanggung....!
Sudahlah, Kim Giok. Sebaiknya
kau jawab saja pertanyaan enci Hui Eng tadi. Apakah engkau melihat sendiri
tewasnya Han-koko di sumur tua itu?! tanya Sian Li tak sabar.
Ketika Yo Han datang, aku
memang melihatnya, bahkan kami berkenalan. Dia pun bicara dengan baik-baik
kepada Ouw-pangcu, kemudian dia bicara empat mata dengan Ouw-pangcu. Aku tidak
tahu apa yang terjadi, akan tetapi tahu-tahu aku mendapatkan Ouw-pangcu sudah
terluka parah terkena pukulan di dadanya, sedangkan para anggauta Thian-li-pang
melempar-lemparkan batu ke dalam sumur tua, Barulah aku tahu bahwa Ouw-pangcu
hampir terbunuh Yo Han dan karena bantuan para anak buah, Yo Han dapat didesak
dan terjerumus ke dalam sumur. Para anggauta Thian-li-pang menimbuni sumur itu
dengan batu karena maklum bahwa kalau Yo Han dapat keluar, tentu akan mengamuk
dan semua orang dibunuhi.!
Keterangan bahwa Kim Giok
tidak melihat sendiri kematian Yo Han, membuat hati Sian Li merasa lega
kembali. Ia tetap tidak percaya bahwa Yo Han telah tewas. Lebih tidak percaya
lagi bahwa Yo Han membunuhi para pimpinan Thian-li-pang dan berusaha membunuh
Ouw Seng Bu. Ia mengenal pria yang dikaslhinya itu. Yo Han tidak mau membunuh
orang, apalagi para pimpinan Thianli-pang di mana dia menjadi ketua kehormatan.
Tidak masuk di akal semua berita itu, walaupun ia percaya bahwa puteri Lembah
Naga Siluman ini tidak berbohong. Tentu gadis ini telah dipengaruhi Ouw Seng Bu
dan tertipu!
Pada saat itu, dua orang
pengawal masuk dan berkata kepada Cu Kim Giok dengan sikap hormat, Nona, pangcu
minta agar Nona suka menemuinya di ruangan dalam.! Sikap dan ucapan penjaga itu
saja sudah membuktikan bahwa ketua baru Thian-li-pang amat menghormati
gadisitu. Ia bukan dipanggil, melainkan diminta!
Cu Kim Giok menoleh kepada dua
orang gadis tawanan, kemudian pergi meninggalkan tempat tahanan itu, diikuti
dua orang penjaga dengan sikap hormat.
Setibanya di ruangan dalam,
Ouw Seng Bu sudah menyambutnya dan kedua orang penjaga itu pun mengundurkan
diri. Ada urusan apakah, Bu-Ko?! tanya Kim Giok.
Giok-moi, ada lagi orang-orang
yang menyelidiki tempat kita dan kini mereka telah tertangkap.!
Siapakah mereka?! Kim Giok
mengerutkan alisnya. Di dalam hatinya ia merasa tidak setuju kalau
Thian-li-pang menangkapi orang, apalagi kalau mereka yang ditawan itu
tokoh-tokoh pendekar seperti Sian Li dan Hui Eng. Kalau sampai Thian-li-pang
memusuhi para pendekar dan perkumpulan para pendekar di dunia persilatan, hal
itu sungguh tidak baik dan tidak benar. Seluruh keluarganya tentu akan marah
dan menyalahkan ia membantu perkumpulan yang memusuhi dunia persilatan dan
menawani para pendekar.
Lima di antara mereka adalah
para tosu Bu-tong-pai yang tempo hari, dan dua yang lain adalah seorang pemuda
dan seorang gadis. Bagaimana dengan hasil pembicaramu dengan Si Bangau Merah
dan puteri Paman Siangkoan Kok tadi?!
Kim Giok mengerutkan alisnya.
Mereka masih belum mau berbaik, dan puteri Paman Siangkoan Kok itu ternyata
adalah puteri dari Paman Sim Houw yang hilang dicullik orang ketika masih
kecil. Ini menambah gawat keadaan, Koko, karena Paman Sim Houw adalah Pendekar
Suling Naga yang sakti, pendekar besar tokoh di Lok-yang. Kalau ayah Sian Li,
Pendekar Bangau putih dan Pendekar Suling Naga mengetahui puteri mereka ditawan
di sini dan memusuhi kita, sungguh amat berbahaya bagimu, Koko. Lalu siapa pula
dua orang pemuda dan gadis yang tertawan bersama lima orang tosu Bu-tong-pai
itu?!
Ouw Seng Bu kelihatan muram
dan berduka. Giok-moi, sesungguhnya engkau sendiri pun tahu bahwa aku tidak
pernah mencari perkara dan tidak pernah memusuhi mereka. Adalah mereka sendiri
yang datang memusuhi Thian-li-pang. Aku pun merasa heran mengapa para pendekar
itu tidak mau menyadari dan mereka bahkan berpihak kepada kerajaan Mancu,
penjajah yang mencengkeram tanah air dan bangsa? Nah, cobalah engkau temui dua
orang muda itu dan syukur kalau dapat membujuk mereka dan lima orang tosu,
menyadarkan mereka akan pentingnya persatuan antara kita untuk membebaskan
rakyat daripada cengkeraman penjajah.!
Kim Giok merasa lemas karena
pekerjaan membujuk ini merupakan pekerjaan yang amat berat baginya. Akan
tetapi, ia yakin bahwa kekasihnya benar, maka ia pun siap untuk membelanya.
Bagaimana lima orang
Bu-tong-pai dan dua orang muda itu dapat tertawan? Seperti kita ketahui, Gak
Ciang Hun, Gan Bi Kim dan lima orang tosu mendaki Bukit Naga untuk melakukan
penyelidikan terhadap Thian-li-pang yang mereka curigai kebersihannya. Mereka
tidak tahu bahwa gerak-gerik mereka telah diikuti oleh para anggauta
Thian-li-pang. Seorang di antara para anggauta itu melapor kepada Seng Bu yang
segera ditemani Siangkoan Kok, Im-yang-ji dan Kui Thian-cu, juga beberapa orang
tokoh sesat lain yang telah bergabung, menyambut rombongan yang mendaki bukit
itu.
Sebelum tiba di perkampungan Thian-li-pang,
Gak Ciang Hun dan kawan-kawannya secara tiba-tiba saja sudah dikepung oleh
puluhan orang Thian-li-pang dan mereka berhadapan dengan Ouw Seng Bu dan
kawan-kawannya.
Dengan sikap hormat Seng Bu
mengangkat tangan memberi hormat kepada lima orang tosu dan dua orang muda itu.
Selamat pagi Ngo-wi To-tiang dan kalian berdua sobat muda. Tidak tahu, entah
angin baik apa yang meniup kalian datang ke sini. Kami harap saja Ngo-wi
To-tiang telah menyadari bahwa akhirnya kita semua, tidak peduli dari golongan
apa, mempunyai tekad yang sama, yaitu bersatu padu menghadapi penjajah Mancu
dan mengusir mereka dari tanah air kita.!
Thian-tocu, tokoh Bu-tong-pai
yang menjadi pemimpin rombongan tokoh Bu-tong-pai yang lima orang itu, membalas
penghormatan Ouw Seng Bu dan berkata dengan sikap dan suara yang dingin,
Ouw-pangcu, kami berlima datang kembali bukan dengan maksud untuk menyerah,
walaupun kami mengakui bahwa kami telah kau kalahkan dalam pertandingan. Kami
bertemu dengan dua orang sahabat muda ini dan kami menemani mereka untuk
berkunjung ke Thian-li-pang. Ketahuilah bahwa saudara muda ini adalah saudara
Gak Ciang Hun, putera dari mendiang Beng-san Siang-eng, dan ini adalah nona Gan
Hi Kim.!
Ah, kiranya Gak-enghiong yang
datang berkunjung. Kami dari Thian-li-pang merasa mendapat kehormatan besar
sekali dengan kunjungan Gak-enghiong dan nona Bi Kim. Kami memang sedang
menghimpun tenaga dari seluruh penjuru tanah air untuk mengadakan persiapan
menyerang penjajah Mancu dan mengusirnya. Kami mendengar bahwa keluarga Gak
dari Beng-san merupakan pendekar-pendekar dan pahlawan-pahlawan besar yang
tentu akan suka bekerja sama dengan kami untuk mengusir penjajah Mancu.!
Gak Ciang Hun sudah mendengar
dari para tosu Bu-tong-pai betapa cerdik dan liciknya ketua baru Thian-li-pang
itu dan kini begitu bertemu, ketua itu ternyata telah memperlihatkan dua macam
kelihaiannya. Pertama, dia serombongannya tiba-tiba saja sudah dikepung, ini
berarti bahwa sejak mendaki bukit, mereka telah diketahui dan dibayangi. Dan ke
dua, begitu bertemu, ketua itu telah bersikap demikian ramah dan hormat
sehingga dia sendiri andaikata belum mendengar dari para tosu, tentu akan
terpikat hatinya oleh keramahan pemuda tampan itu. Akan tetapi karena
sebelumnya dia sudah mendengar bahwa pemuda ini seorang yang palsu dan
dikabarkan telah membunuh Yo Han, dia pun menyambut dingin saja.
Pangcu, kami sengaja datang ke
Thian-li-pang untuk mencari nona Tan Sian Li. Apakah ia berada di sini?!
Ah, kaumaksudkan Si Bangau
Merah? Benar, ia berada di sini, menjadi tamu kehormatan kami. Ia sudah
menyatakan setuju untuk membantu kami, untuk bekerja sama menentang penjajah
Mancu. Kalau Gak-enghiong ingin bertemu dengannya, mari, silakan masuk ke
perkampungan kami!! kata Seng Bu dengan wajah cerah berseri.
Mendengar ini, Gak Ciang Hun
dan Gan Bi Kim tercengang. Jawaban yang tidak mereka sangka sama sekali dan
mereka berdua sudah merasa gembira.
Akan tetapi, Thian-tocu, tosu
Bu-tong-pai itu sudah berkata dengan suara lantang.
Ouw-pangcu, tidak perlu engkau
membohongi Gan-taihiap dan kami. Kami sama sekali tidak percaya bahwa nona Tan
Sian Li mau bekerja sama denganmu. Kami sudah berjumpa dengannya dan mendengar
bahwa engkau telah membunuh Sin-ciang Tai-hiap Yo Han, bagaimana mungkin ia mau
bekerja sama denganmu? Kalau kau katakan bahwa engkau telah menjebaknya dan
menawannya, kami akan lebih percaya!!
Wajah Seng Bu berubah merah
dan matanya kini mencorong memandang kepada tosu Bu-tong-pai itu. Dia merasa
heran bagaimana tosu ini dapat sembuh sedemikian cepatnya, padahal dia tahu
benar bahwa tosu ini telah terkena tangan beracun sehingga terluka parah.
Totiang, kalau pihakmu hendak
menjadi antek penjajah Mancu dan tidak mau bekerja sama dengan kami para
pejuang patriot bangsa, itu urusanmu. Akan tetapi jangan banyak mulut di sini.
Kami pernah mengampuni kalian dan membiarkan kalian pergi. Apakah kini kalian
minta mati?!
Perubahan sikap ketua
Thian-li-pang ini membuat Gak Ciang Hun yang tadinya tertarik, menjadi terkejut
dan tidak senang. Sikap ketua Thian-li-pang itu amatlah aneh. Baru saja
wajahnya nampak tampan dan ramah ceria, akan tetapi kini kelihatan begitu
bengis, dingin dan sadis, bahkan matanya yang mencorong itu mengandung nafsu
membunuh yang mengerikan.
Ouw-pangcu, agaknya membunuh
merupakan pekerjaan biasa bagimu dan mungkin menjadi kegemaranmu. Kalau memang
engkau merasa sebagai seorang yang gagah, jangan menyangkal perbuatanmu sendiri
dan akui sajalah apa yang telah terjadi dengan nona Tan Sian Li. Kecuali kalau
engkau memang pengecut, tidak berani mempertanggung-jawabkan perbuatanmu....!
Tutup mulutmu, tosu jahanam!!
Seng Bu membentak dan dia sudah menggerakkan tangannya menampar ke arah
Thian-tocu sambil mengerahkan ilmunya yang dahsyat. Hawa beracun yang amat kuat
menyambar ke arah tosu Bu-tong-pai itu.
Melihat ini, Gak Ciang Hun
yang mengenal pukulan ampuh, meloncat ke depan dan menangkis dari samping untuk
menolong, tosu itu.
Dukkk....!!! Mendapat
tangkisan ini, Seng Bu mengeluarkan seruan kaget dan dia mundur dua langkah,
akan tetapi Gak Ciang Hun lebih kaget lagi karena dia sempat terhuyung!
Padahal, putera pendekar kembar Gak ini memiliki tenaga sinkang yang amat kuat,
pernah menerima pemindahan tenaga sinkang dari kakeknya, mendiang Bun-beng
Lo-jin Gak Bun Beng! Akan tetapi, ketika menangkis, dia merasa betapa dari
tangan ketua Thian-li-pang itu menyambar hawa dingin yang aneh sekali, yang
membuat dia sampai terhuyung.
Pangcu dari Thian-li-pang,
kalau memang ucapan Thian-tocu Totiang tadi tidak benar, engkau berhak
menyangkal, akan tetapi kalau benar, memang sepatulnya engkau berterus terang,
bukan lalu menyerang seperti yang kau lakukan tadi! Ciang Hun menegur.
Senyum iblis muncul di mulut
Ouw Seng Bu. Heh-heh-heh, kami menerima kalian sebagai sahabat, akan tetapi
kalau kalian menghendaki kekerasan baiklah. Seperti yang kami lakukan terhadap
Si Bangau Merah, kami menawarkan persahabatan dan kerja sama, akan tetapi kalau
kalian menolak dan bersikap memusuhi kami, terpaksa kami harus menawan kalian
seperti yang telah kami lakukan terhadap Si Bangau Merah!!
Mendengar ini, Ciang Hun
mengecutkan alisnya. Pangcu, kami tidak menghendaki persahabatan, juga tidak
mencari permusuhan. Akan tetapi kalau engkau telah menawan nona Tan Sian Li,
kami menuntut agar engkau suka membebaskannya sekarang juga.
Heh-hah, bagaimana kalau kami
tidak mau membebaskannya?!
Ouw Seng Bu, kalau engkau
tidak mau membebaskan Tan-lihiap, kami akan mengadu nyawa denganmu!! bentak
Thian-tocu marah. Lima orang tosu Bu-tong-pai itu sudah mencabut pedang mereka,
siap untuk bertanding mati-matian untuk menolong Si Bangau Merah.
Ouw-pangcu, kami harap engkau
suka membebaskan nona Tan Sian Li, agar kami tidak harus menggunakan
kekerasan.!
Siangkoan Kok yang sejak tadi
mendengarkan saja, kini menjadi tidak sabar. Pangcu, serahkan saja kepadaku
untuk menelikung pemuda sombong ini!!
Dan lima orang tosu
Bu-tong-pai ini serahkan kepada kami!! kata Kui Thian-cu dan Im Yang-ji.
Ouw Seng Bu mengangguk dan
para pembantunya itu segera bergerak menyerang. Lima orang tosu Bu-tong, Ciang
Hun dan Bi Kim menggerakkan senjata mereka menyambut dan terjadilah perkelahian
yang berat sebelah. Baru tiga orang pembantu Seng Bu itu saja, bekas ketua
Pao-beng-pai, wakil Pek-lian-kauw dan wakil Pat-kwa-pai sudah merupakan lawan
berat bagi lima orang tosu dan banyak anggauta Thian-li-pang tingkat tinggi
yang melakukan pengeroyokan.
Akan tetapi, bagaimanapun juga
Gak Ciang Hun adalah keturunan pendekar sakti, permainan pedangnya mantap dan
kuat, tenaga sin-kangnya pun mampu menandingi lawan yang manapun sehingga
Siangkoan Kok yang menandinginya, tidak dapat mendesaknya dengan cepat. Gan Bi
Kim juga terdesak hebat oleh Kui Thian-cu yang mengejeknya, lima orang tosu
kewalahan menghadapi pengeroyokan banyak anak buah Thian-li-pang.
Melihat betapa Siangkoan Kok
belum juga mampu menundukkan Ciang Hun, Seng Bu menjadi tidak sabar lagi. Dia
tahu bahwa bekas ketua Pao-beng-pai itu cukup tangguh dan tidak akan kalah,
akan tetapi dia tidak ingin perkelahian itu berlangsung terlalu lama. Kalau
sampai Kim Giok mengetahui, gadis itu tentu akan merasa tidak senang. Juga,
tidak baik kalau mereka ini sampai terbunuh. Kalau dia dapat membujuk
orang-orang yang lihai itu untuk bersekutu dengannya, hal itu akan amat
menguntungkan dan memperkuat kedudukannya. Maka, dia pun segera meloncat ke
depan dan menyerang Gak Ciang Hun dengan totokan jari tangannya, menggunakan
ilmunya yang aneh, akan tetapi membatasi tenaganya agar jangan sampal melukai
berat atau membunuh pemuda itu.
Dengan lengking yang aneh
menyeramkan, Seng Bu menyerang dan Ciang Hun yang menghadapi Siangkoan Kok saja
sudah merasa sibuk karena ilmu kepandaian kakek tinggi besar itu memang hebat,
kini merasa ada sambaran angin dingin dari samping. Dia mengelak ke kiri dan
pada saat itu, Siangkoan Kok menyerangnya dengan pedang, dibarengi pula dengan
tamparan tangan kiri. Ciang Hun menangkis pedang lawan, memutar tubuh dan
menyambut tamparan tangan kiri lawan itu dengan tangan kirinya pula.
Trang.... plakkk!! Kedua
tangan itu bertemu dan melekat dan pada saat itu, totokan kedua yang dilakukan
Seng Bu tiba. Ciang Hun tidak mampu menghindar lagi dan dia pun roboh lemas
terkena totokan ampuh jari tangan Seng Bu.
Tangkap mereka, jangan bunuh!!
teriaknya dan teriakan Seng Bu ini menolong. Gan Bi Kim yang sudah terdesak, juga
lima orang tosu itu, akhirnya roboh dan hanya lima orang tosu itu yang
luka-luka, namun bukan luka yang terlalu parah, sedangkan Gan Bi Kim juga roboh
terkena totokan Im Yang-ji.
Demikianlah, lima orang tosu
Bu-tong-pai, Ciang Hun, dan Bi Kim tertawan oleh Thian-li-pang dan mereka
dimasukkan ke dalam sebuah kamar tahanan yang cukup lebar, tidak dirantai
seperti halnya Sian Li dan Hui Eng, akan tetapi kamar tahanan itu berjeruji
tebal dan kokoh kuat, sedangkan di depannya terdapat penjagaan yang ketat terdiri
dari belasan orang anak buah Thian-li-pang.
***
Ketika Cu Kim Giok berdiri di
depan jeruji kamar tahanan itu dan melihat Ciang Hun, wajahnya berubah agak
pucat dan matanya terbelalak. Ia tidak begitu peduli melihat lima tosu
Bu-tong-pai, Juga ia tidak mengenal gadis cantik yang ikut tertawan di kamar
itu, akan tetapi ia segera mengenal Gak Ciang Hun yang pernah dijumpainya di
dalam pesta pertemuan keluarga besar di rumah pendekar Suma Ceng Liong.
Kau....?! serunya kaget.
Bukankah engkau.... saudara Gak Ciang Hun....?!
Ciang Hun memandang dingin.
Dia sudah mendengar dari para tosu Bu-tong-pai tentang gadis itu.
Hemmm.... dan engkau Cu Kim
Giok, puteri paman Cu Kun Tek dan bibi Pouw Li Bian dari Lembah Naga Biluman.
Sungguh mengherankan sekali melihat engkau di sini menjadi kaki tangan seorang
jahat seperti Ouw Seng Bu, pangcu baru dari Thian-li-pang.!
Wajah Kim Giok berubah
kemerahan. Gak-twako!! serunya dengan nada protes. Agaknya engkau pun sudah
dipengaruhi lima orang tosu yang sombong ini. Ouw Seng Bu bukanlah seorang
jahat. Dia ketua Thian-li-pang yang berjiwa pahlawan dan yang bertekad untuk
mengusir penjajah Mancu dari tanah air!!
Pahlawan yang bergaul dengan
para penjahat dan golongan sesat dari Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai? Bukan orang
jahat akan tetapi membunuh Sin-ciang Tai-hiap Yo Han, membunuhi para pimpinan
Thian-li-pang, bahkan menawan Tan Sian Li? Dan engkau masih mengatakan dia
tidak jahat?!
Gak-twako, engkau salah
mengerti! Yang membunuh para pimpinan Thian-li-pang adalah Yo Han, bahkan dia
hendak membunuh Ouw-pangcu. Adapun Tan Sian Li terpaksa ditawan karena ia
hendak membunuh Ouw-pangcu dan mengamuk. Juga Ouw-pangcu yang hampir dibunuh Yo
Han sampai terluka parah, dan Yo Han terjerumus ke dalam sumur tua karena
dikeroyok para anggauta Thian-li-pang yang membela ketuanya. Tentang pergaulan
dengan para tokoh kang-ouw, hal ini adalah karena kita semua bersatu padu
menghimpun kekuatan untuk menentang penjajah Mancu! Kalau tidak bersatu dengan
semua golongan bagaimana mungkin penjajah Mancu dapat diusir dari tanah air?
Harap engkau dapat memaklumi, Gak-twako. Dan sekali kalau engkau, enci ini, dan
para tosu Bu-tong-pai suka bekerja sama dengan kami, berjuang bahu-membahu
menentang penjajah Mancu.!
Cukuplah, kami tahu bahwa engkau
telah terbius oleh racun yang diberikan Ouw Seng Bu kepadamu sehingga engkau
tidak lagi dapat melihat kenyataan, tidak dapat lagi, membedakan yang benar dan
yang salah.! kata Ciang Hun marah.
Sudahlah, Nona, pergilah dan
jangan ganggu kami. Bujuk rayumu itu tidak ada gunanya. Kami hanya merasa
menyesal sekali bahwa seorang gadis keturunan keluarga Lembah Naga Siluman
seperti Nona ini sampai dapat ditipu dan dibius oleh seorang penjahat gila
seperti Ouw Seng Bu!! kata Thian-tocu.
Kim Giok tidak dapat menahan
lagi mendengar semua itu. Ia membalikkan tubuhnya dan meninggalkan tempat itu,
wajahnya merah dan kedua matanya terasa panas menahan tangis. Ia merasa bingung
sekali melihat betapa kekasihnya mempunyai semakin banyak musuh dari golongan
para pendekar dan hal ini amat merisaukan hatinya. Setelah memasuki kamarnya
sendiri, Kim Giok tidak dapat lagi menahan. tangisnya dan ia menelungkup di
atas pembaringannya dan menangis.
Terjadi perang di dalam
batinnya. Mau tidak mau ia mempunyai kecondongan untuk membela dan mempercaya
Sian Li, Hui Eng dan juga Ciang Hun. Akan tetapi perasaan ini ditentang oleh
cinta dan kepercayaannya kepada Seng Bu. Seng Bu begitu baik kepadanya, begitu
mencintanya dan menurut pendapatnya, kekasihnya itu seorang yang gagah perkasa
dan bijaksana, dan merasa bahwa kekasihnya tidak salah, bahkan mendatangkan
harapan besar bagi nusa bangsa untuk mengusir penjajah dari tanah air.
Sementara itu, Sian Li dan Hui
Eng sudah menghentikan siu-lian mereka dan merasa tubuh mereka segar dan penuh
kekuatan. Akan tetapi Hui Eng melihat kemuraman membayangi wajah Sian Li yang
cantik. Ia tahu bahwa Si Bangau Merah itu tentu memikirkan Yo Han, maka ia pun
menghibur.
Adik Sian Li, tenangkan
hatimu. Tidak baik dalam keadaan seperti ini membiarkan diri dicekam kerisauan,
membuat kita menjadi lemah.! katanya lirih.
Sian Li mengangkat muka
memandang wajah Hui Eng, lalu menghela napas panjang. Engkau benar, enci Eng.
Akan tetapi aku tidak pernah dapet melupakan Han-koko. Membayangkan dia berada
dalam sumur yang ditimbuni batu.... ah, bagaimana hatiku takkan risau?!
Kerisauan hatimu tidak akan
menolong apa-apa, adik Sian Li, tidak ada manfaatnya sama sekali. Jangan
biarkan hatimu ditekan kerisauan yang menegangkan dan percaya sajalah bahwa
Thian tentu akan selalu menolong orang yang baik dan benar. Dan aku yakin bahwa
Yo Han adalah orang yang berada di pihak benar. Kalau Thian tidak menghendaki
dia mati, biarpun dia benar-benar berada di dalam sumur itu, aku yakin dia
tidak akan mati. Yang penting sekarang memikirkan bagaimana kita dapat lolos
dari sini dan melanjutkan penyelidikan kita tentang Yo-twako itu.!
Akan tetapi bagaimana mungkin
itu dilakukan, enci Eng? Kita dapat mematahkan rantai yang mengikat kaki tangan
kita, akan tetapi kita tidak akan dapat membuka pintu besi dan beruji itu,
terlalu kuat. Selain itu, para penjaga di luar tentu akan bertertak-teriak dan
kalau Ouw Seng Bu datang bersama pera pembantunya, mereka itu terlalu banyak
dan terlalu kuat bagi kita.!
Tenangkan hatimu, adik Sian
Li. Aku masih mempunyai harapan. Lupakah engkau kepada kanda Cia Sun?! kata Hui
Eng dan kedua pipinya menjadi kemerahan ketika ia teringat kepada pangeran yang
menjadi kekasihnya dan kini menjadi tumpuan harapannya itu.
Ah, engkau benar, enci Eng.
Melihat bahwa sampai sekarang Pangeran Cia Sun tidak nampak tertawan musuh, hal
itu berarti bahwa dia masih bebas. Dan tidak mungkin Pangeran Cia Sun akan
membiarkan saja gadis yang paling dicintanya di seluruh dunia tertawan musuh.
Dia pasti berusaha untuk membebaskanmu, enci Eng.!
Ihhh! Bukan hanya aku, akan
tetapi engkau juga pasti akan dia usahakan agar dapat bebas.!
Akan tetapi, enci Eng.
Bagaimanapun juga, kita mengetahui bahwa dalam hal ilmu silat, pangeran
tidaklah lebih lihai daripada engkau atau aku. Bagaimana mungkin dia dapat
mengatasi Ouw Seng Bu dan para pembantunya yang lihai, dan anak buahnya yang
cukup banyak?!
Kukira dia tidak sebodoh itu,
hanya mengandalkan tenaga sendiri. Bagaimanapun juga, dia seorang pangeran dan
tentu tidak akan sukar baginya untuk mendapatkan bantuan pasukan yang terdekat,
bukan? Kalau dia mengerahkan pasukan yang besar, tentu gerombolan penjahat yang
berkedak pejuang ini dapat dibasmi.!
Engkau benar, enci Eng. Akan
tetapi, bayangan itu sungguh tidak mengenakkan hatiku. Kalau pasukan pemerintah
yang datang menolong, bukankah itu sama artinya dengan kita berpihak kepada
penjajah?
Adik Sian Li, kita harus dapat
melihat kenyataan dan dapat mempertimbangkan dengan adil. Kalau Thian-li-pang
merupakan sekelompok pejuang, segolongan pendekar yang berjiwa patriot, apakah
kita sampai menentang mereka dan menjadi tawanan mereka? Ingat, bahwa kalau
pasukan pemerintah benar-benar dikerahkan pangeran Cia Sun untuk menggempur
Thian-li-pang, yang digempur adalah gerombolan penjahat, bukan perkumpulan
pejuang sejati.! Ia berhenti sebentar, lalu melanjutkan penuh keyakinan. Aku
mengenal baik Pangeran Cia Sun. Harus kuakui bahwa dia seorang pangeran Mancu,
akan tetapi dia tidak berjiwa penjajah, bahkan dia menghormati para pejuang dan
tidak akan mencampuri urusan pemberontak para pejuang. Kalau tidak begitu,
bagaimana mungkin dia sampai menjadi adik angkat Sin-ciang Tai-hiap Yo Han?!
Sian Li tersenyum. Tentu saja
gadis itu akan membela mati-matian Pangeran Cia Sun, kekasihnya, tunangan dan
calon suaminya. Akan tetapi, pembelaan itu pun bukan hanya ngawur dan ia tak
dapat membantah kebenaran apa yang diucapan Hui Eng.
Mudah-mudahan Pangeran Cia Sun
cepat muncul dengan bala bantuannya, enci Eng. Aku ingin cepat bebas dan
mencari Han-ko. Kalau perlu, akan kubongkar dengan tanganku sendiri batu-batu
yang menimbuni sumur tua itu.!
Mereka menerima suguhan makan
malam yang dimasukkan melalui lubang di antara jeruji baja. Ternyata Ouw Seng
Bu tetap memperlakukan mereka dengan baik. Hidangan yang disuguhkan cukup
mewah, bahkan ada pula minuman anggur segar. Mereka berdua tidak menolak dan
makan sampai kenyang untuk menjaga kondisi tubuh mereka, kemudian mereka
bersamadhi lagi mengumpulkan kekuatan agar selalu siap menghadapi segala
kemungkinan. Diam-diam mereka pun dapat menduga bahwa berkat adanya Cu Kim Giok
di situ, maka agaknya Ouw Seng Bu bersikap lunak kepada mereka.
Dengan amat giat dan tekun, Yo
Han mencari jalan keluar dengan menggali lubang-lubang yang sempit, mencari
jalan keluar. Sebuah demi sebuah batu dia lepaskan, melanjutkan gerakannya
merayap dalam lubang terowongan yang kecil sempit itu. Setiap hari, bahkan
dalam gelap pun dia bekerja, hanya berhenti kalau dia memerlukan istirahat
untuk menghimpun tenaga baru atau kalau dia lapar dan mengantuk.
Akhirnya, pada suatu siang,
ketekunan yang penuh penyerahan itu mendatangkan hasil yang sama sekali di luar
dugaannya. Ada sinar terang di depan. Dia merayap terus, menyingkirkan
batu-batu penghalang lubang sempit itu dan akhirnya, ternyata lubang terakhir
yang merupakan lorong amat panjang itu membawa dia muncul di tepi sebuah tebing
jurang, di lereng bukit!
Terima kasih, Thian!! Yo Han
berlutut dengan sepenuh hati merasa bersyukur akan kemurahan Thian yang telah
membebaskannya dari dalam bumi yang seolah menghimpitnya itu! Kemudian, dia
duduk bersila setelah makan jamur menghimpun kekuatan dan menjelang sore, dia
mulai mencari jalan menuruni tebing yang curam itu.
Malam gelap membuat Yo Han
terpaksa menghentikan usahanya dan dia melewatkan malam di tebing jurang. Pada
keesokan harinya, pagi-pagi setelah terang tanah, dia melanjutkan usahanya
menuruni tebing itu. Dia harus segera kembali ke Thian-li-pang dan mengadakan
pembersihan di sana. Dia sekarang mengerti bahwa Ouw Seng Bu telah berkhianat,
telah membunuhi para pimpinan Thian-li-pang dan mengangkat diri sendiri menjadi
ketua. Dan pemuda yang aneh itu, yang memiliki ilmu aneh pula, telah mengajak
golongan sesat untuk bersekutu. Thian-li-pang telah diselewengkan dia harus
bertindak. Dialah yang bertaggung jawab. Dia teringat akan pesan mendiang kakek
Ciu Lam Hok, gurunya, agar dia membersihkan Thian-li-pang dan mengembalikan
Thian-li-pang kepada cita-cita semula, yaitu perkumpulan orang-orang berjiwa
patriot, dan pendekar sejati yang berjuang untuk membebaskan bangsa dari
penjajahan. Mejadi pembela bangsa bukan pengganggu keamanan rakyat, bukan
menjadi penjahat!
***
Giok-moi.... kenapa engkau
menangis....?! Suara yang lembut dan senThian halus pada pundaknya membuat Kim
Giok terkejut. Ia bangkit duduk dan melihat Seng Bu sudah duduk di tepi
pembaringannya, dan kini pemuda itu merangkul pundaknya.
Koko....aku.... aku merasa
gelisah sekali....!
Seng Bu menarik gadis itu ke
dadanya dan mengelus rambutnya yang halus. Giok-moi tersayang, kenapa engkau
gelisah? Bukankah di sini ada aku yang selalu siap untuk melindungimu dan
membahagiakan hatimu?! Dia mengusap dahi gadis itu dengan bibirnya. Apakah yang
telah terjadi, sayangku.!
Koko, betapa hatiku tidak akan
gelisah dan risau? Ketika aku mencoba untuk membujuk Sian Li dan Hui Eng, aku
hanya mendapat teguran, ejekan dan penghinaan. Ketika aku menemui tawanan baru
itu, ternyata pemuda itu adalah twako Gak Ciang Hun, dan aku pun di sana
menerima celaan dan makian. Ahhh, Koko, sungguh aku merasa malu dan bersedih
sekali....!
Kalau begitu, biar kuhajar
mereka, kusiksa mereka yang berani menghina dan mengejekmu!!
Kim Giok memegang lengan
pemuda itu. Jangan, Koko! Bukan begitu maksudku. Aku gelisah dan risau karena
aku merasa bimbang. Kenapa mereka menolak berjuang bersama kita? Mengapa mereka
menganggap engkau bersalah dan jahat?!
Rangkulan Seng Bu semakin
erat, dan dia berbisik dekat telinga gadis itu. Giok-moi, apakah engkau tidak
percaya kepadaku? Tentu saja mereka memusuhiku karena mereka semua itu memihak
Yo Han, tidak tahu bahwa Yo Han telah berubah, telah membunuhi para pemimpin
Thian-li-pang, bahkan hampir saja membunuhku. Engkau tahu sendiri betapa aku
hampir mati, Giok-moi. Kalau engkau pun seperti mereka, tidak percaya kepadaku,
habislah sudah harapan hidupku. Engkau lah satu-satunya orang yang memberi
harapan kepadaku. Biar seluruh manusia di dunia ini tidak percaya kepadaku dan
memusuhiku, akan kuhadapi dan kulawan mereka yang memusuhiku!!
Koko....! Kim Giok yang kurang
pengalaman itu terbuai oleh kemesraan kata-kata yang diucapkan Seng Bu. Aku
akan selalu berpihak padamu, membelamu dan setia kepadamu.!
Terima kasih, Giok-moi, aku
cinta padamu, Giok-moi, aku cinta padamu sepenuh jiwa ragaku.! Ucapan ini
menggetar penuh perasaan dan baru saat itulah Seng Bu benar-benar bicara dari
lubuk hatinya. Memang dia jatuh cinta kepada Kim Giok, walaupun cintanya
bergelimang nafsu berahi, cintanya timbul karena baginya, tidak ada gadis yang
lebih cantik menggairahkan daripada Kim Giok. Dengan tubuh gemetar, dia
mendekap dan mencium pipi dan bibir gadis itu.
Kim Giok agak terkejut dan ia
dengan halus melepaskan diri dari rangkulan. Ia sendiri kalau mau jujur, merasa
senang dengan perlakuan penuh kemesraan itu, akan tetapi karena hatinya memang
sedang risau, ia pun tidak ingin melanjutkan kemesraan yang membuat jantungnya
berdebar keras itu.
Koko, aku ingin bicara
padamu.!
Seng Bu tersenyum. Ehhh?
Bukankah sudah sejak tadi kita bicara?! Dia hendak merangkul lagi akan tetapi
Kim Giok menolak dengan tangannya.
Aku tidak main-main dan harap
engkau bersungguh-sungguh, Bu-ko. Aku minta kepadamu agar engkau suka
membebaskan mereka bertiga, yaitu Sian Li, enci Hui Eng, dan Gak-twako. Kalau
engkau tidak membebaskan mereka, hatiku akan selalu merasa risau. Maukah
engkau, Koko?!
Seng Bu mengerutkan alisnya
dan sejenak dia menatap wajah kekasihnya. penuh selidik. Giok-moi, tidak
salahkah apa yang kudengar ini? Engkau minta kepadaku agar aku membebaskan
orang-orang yang memusuhi aku dan yang hendak membunuhku?! Dia tersenyum, akan
tetapi senyumnya masam. Itu berarti melepaskan tiga ekor harimau yang akan
selalu mengancam keselamatanku, keselamatan kita, bahkan akan menggagalkan usaha
perjuangan kita. Itukah yang kau kehendaki.!
Tentu saja tidak, Koko. Aku
akan mengajukan syarat kepada mereka, kuminta mereka berjanji tidak memusuhimu
kalau kita bebaskan mereka.!
Itu berbahaya sekali,
Giok-moi.Ingat, masih ada seorang lagi dari mereka yang lolos, yaitu Pangeran
Cia Sun. Dia merupakan ancaman besar bagi kita selama dia masih belum
tertangkap. Setelah dia tertawan, baru kita bicarakan lagi tentang permintaanmu
itu. Percayalah padaku, Giok-moi. Bukankah selama ini aku tidak pernah berbohong
kepadamu dan kuperintahkan anak buah kita agar memperlakukan para tawanan itu
dengan baik?! Kembali Seng Bu meraih dan merangkul, hendak mencium dan hendak
merebahkan gadis itu ke atas pembaringan. Kim Giok meronta dan melepaskan diri,
meloncat turun dari pembaringan, memandang kepada kekasihnya dengan alis
berkerut.
Koko, apa yang kau lakukan
ini?!
Giok-moi, kita saling mencinta
dan aku tahu, aku selalu sibuk dengan pekerjaan ini. Aku.... aku ingin....
memiliki dirimu sepenuhnya. Giok-moi....! Pemuda itu hendak merangkul lagi,
akan tetapi Kim Giok melangkah mundur menghindar.
Bu-ko, kita tidak boleh kita
belum menikah!!
Giok-moi, kasihanilah aku.
Kita pasti akan menikah, akan tetapi aku harus meminangmu dulu kepada orang
tuamu dan hal itu akan makan waktu lama. Aku ingin memiliki dirimu sepenuhnya,
sekarang....!
Tidak, aku tidak mau!!
Giok-moi....!! Seng Bu
menjulurkan kedua tangannya, akan tetapi Kim Giok meloncat keluar dari dalam
kamar itu, dikejar kekasihnya. Sebetulnya, Seng Bu bukanlah seorang pemuda yang
gila wanita, bukan pula hamba nafsu berahi. Akan tetapi, dia sungguh-sungguh
jatuh cinta kepada Kim Giok dan dia takut kehilangan gadis itu yang agaknya
kini meragu dan bahkan minta agar para tawanan dibebaskan. Kalau dia dapat
menggauli Kim Giok sekarang, tentu gadis itu terikat kepadanya dan tidak akan
lepas lagi dari tangannya, bahkan akan lebih kuat dan patuh kepadanya. Karena
itu, sikapnya sekarang seperti hendak memaksa Kim Giok menyerahkan diri lebih
dipengaruhi perhitungan yang menguntungkan dirinya daripada sekedar terseret
nafsu berahi.
Kim Giok berlari keluar dari
bangunan itu, dikejar oleh Seng Bu yang tentu saja tidak hendak berlaku kasar,
hanya mengejar untuk membujuk kekasihnya.
Giok-moi, tunggu....!! serunya
sambil tertawa karena merasa betapa kekasihnya itu seperti mengajaknya bermain
kejar-kejaran seperti kanak-kanak saja.
Pada saat itu, terdengar suara
terompet dan tambur, disusul kegaduhan luar biasa di bawah puncak. Beberapa
orang anak buah Thian-li-pang berlari-larian dan ketika Kim Giok dan Seng Bu
yang berhenti berlari memandang, nampak Kui Thian-cu, Im Yang-ji dan Siangkoan
Kok datang pula berlarian.
Ah, celaka, Pangcu!! kata Im
Yang-ji dengan muka pucat. Tosu Pat-kwa-pai yang tinggi kurus ini nampak gugup.
Apa yang terjadi? Kenapa
kalian begitu panik?! Seng Bu bertanya.
Pangcu, pasukan besar
pemerintah telah mengepung kita dari empat penjuru!! kata pula Im Yang-ji.
Jahanam!! Seng Bu berseru
marah dan matanya mulai mencorong aneh sehingga Kim Giok yang melihatnya
menjadi terkejut. Dalam keadaan marah seperti itu, Seng Bu seolah telah
berubah, wajahnya bengis, pandang matanya mencorong dan otaknya mendadak saja
menjadi cerdik dan licik sekali. Im Yang-ji Totiang, dan Kui Thian-cu Totiang,
kalian cepat atur pasukan kalian masing-masing menyambut musuh dari sayap kanan
dan kiri. Dan engkau, paman Siangkoan, cepat atur barisan Thian-li-pang kita,
bagi menjadi dua untuk mempertahankan depan dan belakang. Aku akan menangkap
para tawanan untuk dijadikan sandera, karena aku yakin Pangeran Cia Sun berdiri
di belakang penyerbuan ini!!
Tiga orang pembantu itu segera
pergi melakukan perintah dan Seng Bu hendak berlari masuk, agaknya sudah lupa
sama sekali kepada Kim Giok.
Koko, jangan!! Kim Giok
melompat dan gadis ini sudah berdiri menghadang Seng Bu.
Giok-moi, minggirlah kau!!
bentak Seng Bu marah, matanya yang mencorong itu sama sekali sudah tidak
mengandung sinar kasih sayang, melainkan kebengisan dan kemarahan.
Tidak, Bu-koko! Engkau tidak
boleh membuat mereka bertiga menjadi sandera. Bahkan setelah pasukan pemerintah
menyerang, jelas bahwa mereka tidak mempunyai hubungan dengan itu karena mereka
berada di sini sebagai tawanan, maka kita sudah seharusnya membebaskan mereka
sekarang juga. Mungkin mereka akan menyadari dan membantu kita untuk melawan
pasukan pemerintah.!
Minggir, Giok-moi! Kalau
mereka tidak boleh dijadikan sandera, mereka bahkan harus dibunuh agar
berkurang musuh kita.!
Bu-ko, musuh kita adalah
penjajah Mancu, bukan anggauta keluarga besar para pendekar!! kata Cu Kim Giok
dan kini Koai-liong-pokiam telah terhunus di tangannya. Aku tidak
memperkenankan siapapun membunuh para tawanan itu!!
Mendengar ini, tiba-tiba Ouw
Seng Bu tertawa, dan suaranya tawanya sungguh mendirikan bulu roma, mengerikan.
Haha-ha-ha-ha, kiranya engkau pun kini menjadi musuhku, Giok-moi? Engkau
kucinta sepenuh jiwa ragaku, engkau pun memusuhi aku? Engkau tega sekali,
Giokmoi....! dan laki-laki ini pun menangis! Kim Giok sampai menjadi bengong
dan baru sekarang ia dapat menduga bahwa pria yang dicintanya ini adalah
seorang yang miring otaknya.
Ha-ha-ha,! Seng Bu tertawa
lagi. Engkau hendak membela mereka?! Dia pun berteriak kepada sekelompok anak
buahnya yang berlari dekat. Heiii, kalian! Cepat suruh bakar tempat tahanan.
Sekarang juga, cepat!!
Baik, Pangcu!! sahut mereka
dan mereka pun berlarian ke arah rumah tahanan.
Tidaaak, jangan....!! Kim Giok
melompat ke depan untuk mengejar dan mencegah anak buah Thian-li-pang itu
melakukan pembakaran.
Cu Kim Giok, engkau musuh
kami!! terdengar bentakan Seng Bu dan dia pun sudah meloncat lalu langsung
mengirim pukulan ketika tubuhnya dan tubuh Kim Giok masih melayang di udara.