Bab 6
Menurut ayah, sejak
orang-orang Mancu menyerbu dan menumbangkan Kerajaan Beng, semua anggauta
keluarga-keluarga itu tidak pernah menentang, bahkan membantu orang Mancu.!
Eng-moi, aku adalah orang yang
menghargai kejujuran. Aku sudah berterus terang kepadamu mengatakan bahwa aku
tidak mungkin dapat membantu ayahmu. Nah, bagaimana tanggapanmu, Eng-moi? Kalau
kita sudah berjodoh maukah engkau meninggalkan ini semua dan tidak lagi
mencampuri urusan pemberontakan dan permusuhan, melainkan hidup dalam suasana
tenteram dan damai di sampingku?!
Koko, betapa sudah lama sekali
aku merindukan ketenteraman dan kedamaian itu. Aku akan berbahagia sekali kalau
hidup dengan tenteram dan damai di sampingmu, akan tetapi.... tentu ayah dan
ibu tidak akan mau membiarkan....!
Percayalah kepadaku, Eng-moi.
Aku yang akan melindungimu,! kata Cia Ceng Sun dengan sikap gagah dan baru
sekali itu selama hidupnya Eng Eng merasa lemah dan amat membutuhkan
perlindungan orang lain kecuali ayah ibunya. Ketika Cia Ceng Sun menariknya, ia
pun merebahkan diri di atas dada pemuda itu, menyembunyikan mukanya di bawah
dagu. Mereka tenggelam dalam kemesraan.
***
Sebagai hasil percakapan
dengan Siangkoan Kok, pada keesokan harinya Yo Han mendapat keterangan dari
ketua Pao-beng-pai itu bahwa penyelidikan anak buahnya berhasil!
Penculik anak Pendekar Suling
Naga Sim Houw itu adalah Tiat-liong Sam-heng-te (Tiga Kakak Beradik Naga Besi).
Mereka adalah orang-orang yang sejak dahulu bermusuhan dengan Pendekar Suling
Naga, dan mereka membalas dendam dengan menculik puteri pendekar itu.!
Dapat dibayangkan betapa besar
kegirangan hati Yo Han mendengar keterangan itu. Tak disangkanya akan semudah
itu dia mendapatkan jejak penculik puteri bibinya!
Di mana mereka bertiga, Paman?
Ingin sekali aku menemui mereka untuk kuajak bekerja sama! Dan apakah anak itu
masih ada pada mereka? Kalau masih ada, dapat kita pergunakan untuk memeras dan
memaksa orang tuanya! Hemm, sekali ini aku akan berhasil membalas dendam orang
tuaku!!
Melihat kegembiraan Yo Han,
Siangkoan Kok tertawa, Kebetulan sekali mereka tinggal tidak terlalu jauh dari
sini, dalam waktu setengah hari engkau akan tiba di tempat tinggal mereka.
Menurut keterangan anak buah yang melakukan penyelidikan, anak perempuan dahulu
mereka culik masih hidup dan tinggal bersama mereka.!
Hampir Yo Han bersorak saking
gembiranya dan dia hanya cukup menekan dan mengurangi saja luapan kegembiraan
karena dalam perannya sebagai musuh bibinya, dia pun sepatutnya bergembira
karena memperoleh sekutu yang dapat dipercaya dan menemukan anak perempuan yang
akan dapat dipergunakan sebagai sandera yang amat berharga.
Siangkoan Kok lalu memberi
keterangan tentang tempat tinggal Tiat-liong Sam-heng-te, yaitu di sebuah
lereng di bukit yang tak jauh dari situ, di mana terdapat sebuah gua terowongan
yang mereka bangun menjadi tempat tinggal tiga bersaudara itu.
Dengan tulus hati Yo Han
mengucapkan terima kasih kepada Siangkoan Kok, kemudian berpamit untuk
melanjutkhn perjalanan meneari tempat itu. Siangkoan Kok mengucapkan selamat
jalan sambil berpesan agar pemuda itu tidak melupakan hubungan baik antara
mereka dan kelak dapat membantunya dengan bekerja sama antara Pao-beng-pai dan
Thianli-pang. Yo Han menyanggupi, lalu berangkat.
Di pekarangan depan, dia
berjumpa dengan Cia Ceng Sun dan Siangkoan Eng yang nampak berjalan
berdampingan dalam suasana yang akrab sekali. Yo Han dapat melihat bahwa ada
apa-apa di antara keduanya, maka dia pun tersenyum. Memang mereka merupakan
pasangan yang pantas sekali, pikirnya. Namun diam-diam dia menyayangkan bahwa
seorang pemuda yang hebat seperti Cia Ceng Sun itu kini terlibat dalam keluarga
pimpinan pemberontak, bahkan yang memusuhi tiga keluarga besar. Ah, itu bukan
urusannya, pikirnya sambil menggerakkan pundak. Karena mereka berdua sudah
sama-sama tinggal di situ sebagai tamu Pao-bengpai, tentu saja dua orang pemuda
ini sudah saling berkenalan walaupun hubungan mereka tidak akrab sekali. Yo Han
lebih sering bercakap-cakap dengan Siangkoan Kok, sebaliknya Cia Ceng Sun lebih
sering berduaan dengan Siangkoan Eng.
Ehhh, engkau hendak pergi,
saudara Yo?! tanya Cia Ceng Sun melihat pemuda itu hendak meninggalkan
pekarangan sambil menggendong buntalan pakaian di punggungnya. Eng Eng hanya
mengangguk saja ketika bertemu pandang dengan •Yo Han. Biarpun dia merasa
kagum kepada Yo Han, namun ia selalu merasa curiga, karena bagaimanapun juga,
ia tahu bahwa pemuda sederhana itu adalah seorang yang amat tangguh dan menurut
ayahnya, tenaga sinkang pemuda itu seimbang dengan ayahnya! Apalagi pemuda ini
pernah membuat nama besar dengan julukan Pendekar Tangan Sakti. Menghadapi
orang yang lebih lihai, tentu saja ia merasa khawatir dan juga curiga.
'Benar, saudara Cia. Aku sudah
berpamit dari Paman Siangkoan Kok dan harus melan jutkan perjalananku hari ini
juga. Nah, selamat tinggal dan semoga engkau berhasil dalam segala cita-citamu.
Selamat tinggal, Nona Siangkoan, dan terima kasih atas kebaikan keluarga Nona
selama aku tinggal di sini.! Dengan sikap tidak terlalu hormat dan ugal-ugalan
seperti tokoh yang perannya dia mainkan, Yo Han tersenyum lalu membalikkan
tubuh meninggalkan mereka, diikuti pandang mata sepasang orang muda itu.
Hemmm, dia seorang pendekar
yang hebat! Masih begitu muda sudah memilikikesaktian yang dahsyat,! Cia Ceng
Sun memuji.
Tapi aku tidak terlalu percaya
kepadanya, bahkan aku mencurigainya, Koko.! kata Eng Eng.
Ehhh? Kenapa? Bukankah dia
tokoh Thian-li-pang dan kini bersahabat baik dengan ayahmu? Bahkan dia menyebut
paman kepada ayahmu. Hemmm, aku jadi berpikir jangan-jangan ayahmu lebih
condong memilih dia sebagai calon mantu daripada aku!!
Eng Eng mencubit tangan
kekasihnya dengan gemas. Ihhh! Aku akan minggat kalau ayah memaksa aku menikah
dengan pria lain kecuali engkau. Apakah engkau masih belum percaya kepadaku,
Koko?!
Maaf, aku hanya bergurau.
Sekarang juga aku akan menghadap ayah ibumu dan menyatakan keinginan kita,
menceritakan hati kita, dan kalau ayah ibumu mengijinkan, aku segera akan pergi
dan mencari seorang wakil untuk kukirim ke sini melakukan pinangan.!
Nah, begitu lebih baik
daripada membicarakan orang lain. Sebaiknya nanti saja. setelah mereka
sarapan,. engkau mengatakan isi hatimu kepada mereka. Akan kuusahakan agar
engkau diundang sarapan sehingga kita berempat dapat berkumpul dan
bercakap-cakap.!
Demikianlah, tak lama kemudian
mereka telah makan pagi bersama, Cia Ceng Sun, Siangkoan Eng, Siangkoan Kok dan
isterinya, Lauw Cu Si. Setelah makan pagi yang agaknya dilakukan Siangkoan Kok
dengan sikap tergesa-gesa karena dia hendak bepergian, Cia Ceng Sun
mempergunakan kesempatan itu untuk bicara.
Lo-eian-pwe (Orang Tua Gagah),
saya mohon sedikit waktu untuk bicara dengan Lo-cian-pwe berdua, bersama Engmoi
juga.! katanya dengan sikap sopan dan sikap tenang. Bagaimanapun juga, dia
seorang pangeran dan tentu saja memiliki wibawa yang besar sehingga menghadapi
ketua Pao-beng-pai itu pun dia dapat bersikap tenang.
Hemmm, soal apakah yang hendak
kau bicarakan, Cia sicu?!!Soal saya dan adik Eng Eng. Harap Lo-eian-pwe berdua
mengetahui bahwa kami berdua telafi bersepakat untuk saat ini mengaku terus
terang kepada Ji-wi (Anda Sekalian) bahwa kami saling mencinta dan sudah
mengambil keputusan untuk hidup bersama sebagai suami isteri. Saya segera akan
pergi dan mengirim seorang wali untuk melakukan pinangan kepada Ji-wi, secara
resmi.!
Mendengar pinangan yang
diajukan begitu tiba-tiba dengan pengakuan bahwa pemuda itu sudah saling
mencinta dengan puteri mereka dalam waktu tidak lebih dari tiga hari, suami
isterinya itu saling pandang. Siangkoan Kok menoleh kepada puterinya yang juga
sedang memandang kepadanya dengan sikap yang tenang pula.
Eng Eng, benarkah apa yang
dikatakan Cia Ceng Sun tadi? Bahwa kalian saling mencinta dan engkau setuju
untuk menjadi isterinya?!
Dengan sikap gagah dan penuh
tanggung jawab, Eng Eng mengangguk dan berkata, Benar, Ayah. Kurasa usiaku
sudah lebih dari cukup untuk berumah tangga sekarang, dan dialah pilihan
hatiku.
Siangkoan Kok tertawa bergelak
dan sukar menduga apakah suara tawa itu karena gembira atau karena geli atau
untuk mengejek. Ha-ha-ha-ha-ha! Orang muda she Cia! Engkau tahu bahwa Eng Eng
adalah puteri tunggal kami yang sangat kami sayang. Ia puteri ketua
Paobeng-pai, cantik dan tinggi ilmunya, lebih tinggi daripada ilmu yang kau
kuasai. Kalau ia menghendaki jodoh seorang pangeran sekalipun, hal itu bukan
mustahil akan terlaksana. Eng Eng kaya raya, berilmu tinggi dan cantik! Dan
engkau ini siapakah berani hendak berjodoh dengannya?. Dari keturunan apa?
Engkau cukup tampan, dan biarpun tidak selihai puteriku, kepandaianmu lumayan
dan tidak memalukan. Akan tetapi selain itu, apalagi yang dapat kau berikan
kepada puteri kami?!
Panas juga rasanya perut Cia
Ceng Sun mendengar ucapan laki-laki yang akan menjadi ayah mertuanya itu.
Betapa dia diremehkan dan dipandang rendah!
Apa yang Lo-cian-pwe minta?
Kalau Lo-cian-pwe mengajukan syarat, tentu akan saya coba untuk memenuhinya.!
katanya sederhana, namun sikapnya tegas.
Mendengar ucapan yang nadanya
menantang itu, Eng Eng mengerutkan alisnya dan merasa khawatir, bahkan ia
mengerling ke arah kekasihnya dan mengedipkan mata mencegah, namun sia-sia
karena pemuda itu sudah mengeluarkan kata-katanya.
Ha-ha-ha-ha-ha, bagus, bagus!
Seorang gadis seperti Eng Eng memang tidak sepatutnya didapatkan dengan mudah
seperti orang memetik buah apel dari pohon saja! Nah, permintaanku tidak
banyak. Pertama engkau harus dapat memberi tanda mata yang patut bagi seorang
calon isteri macam Eng Eng, dan ke dua, dalam pesta pernikahan kalian nanti, aku
minta agar keluarga Kaisar menjadi tamunya!!
Ayah !! Permintaan itu
keterlaluan!! teriak Eng Eng, dan Ibunya juga berseru kaget.
Aih, mana ada permintaan
seperti itu? Yang pertama mungkin dapat dilaksanakan, akan tetapi yang ke dua
mustahil! Kita ini apa dan siapa, minta keluarga kaisar menjadi tamu dalam
pesta pernikahan anak kita?! kata Lauw Cu Si.
Sudahlah, kalian jangan
ribut-ribut. Semua ini kulakukan demi menaikkan derajat anak kita, berarti
naiknya derajat kita pula! Bagaimana, Cia-sicu, sanggupkah engkau memenuhi
kedua permintaan itu?!
Saya sanggup!!! kata Cia Ceng
Sun dengan suara lantang dan tegas sehingga mengejutkan tiga orang itu yang
kini memandang kepaada pemuda itu dengan mata terbelalak.
Sun-koko! Bagaimana engkau
berani menyanggupi syiarat yang mustahil itu?! teriak Eng Eng.
Tenanglah, Eng-moi. Demi
cintaku kepadamu, aku akan berani menyeberangi lautan api sekalipun. Akan
kuusahakan sedapat mungkin untuk kelak mengundang keluarga kaisar. Aku
mempunyai banyak kenalan di antara para pembesar dan juga penghuni istana!!
Ha-ha-ha, bagus sekali!
Setidaknya, kesanggupanmu sudah membuktikan adanya cintamu yang besar terhadap
anak kami Cia-sicu. Sekarang, tanda mata apa yang pantas kau berikan kepada Eng
Eng sebelum engkau pergi mengirirri wakil untuk melakukan pinangan resmi?!
Harap Lo-cian-pwe sekalian
me-nunggu sebentar, akan saya ambil dari kamar saya.! Pemuda itu lalu bangkit
dan meninggalkan ruangan makan. Ketika Eng Eng hendak mengejar, baru saja ia
bangkit ayahnya melarang.
Eng Eng, engkau harus pandai
menghargai diri sendiri.. Tunggu saja di sini, kita .lihat bersama apa yang
dapat dia, berikan kepadamu. Engkau tidak ingin kelak kecewa dengan pilihanmu,
bukan? Biarkan Ayah yang mengujinya!!Eng Eng tidak jadi bangkit. Ia pun tahu bahwa
sikap ayahnya yang begitu keras bukan karena ayahnya tidak suka mempunyai mantu
Cia Ceng Sun, melainkan karena ayahnya ingin mendapatkan mantu yang benar-benar
mencintainya, seorang mantu yang berani dan pandai.
Agak lama pemuda itu pergi dan
ketika dia masuk kembali ke dalam ruangan itu, ternyata dia telah berganti
pakaian dan telah membawa buntalan pakaiannya.
Sun-koko! Engkau... hendak
pergi...?! Eng Eng terkejut sekali karena sebelumnya kekasihnya tidak
mengatakan hendak pergi sekarang juga.
Benar, Eng-moi. Aku harus
cepat berusaha untuk memenuhi permintaan ayahmu, yaitu mengirim wali untuk
meminang, dan mempersiapkan agar kelak keluarga istana dapat menghadiri pesta
pernikahan kita.! Dia lalu menghadapi Siangkoan Kok dan mengeluarkan sebuah
benda dari dalam saku bajunya. Lo-cianpwe, untuk sementara ini, saya tidak
mampu memberikan sesuatu yang lebih berharga daripada ini. Harap Lo-cianpwe
sekalian tidak merasa kecewa dengan pemberian tanda mata yang tidak berharga
ini.!
Ketika Siangkoan Kok menerima
benda itu, dia dan isterinya yang duduk di dekatnya terbelalak kagum. Tidak
berharga?! seru Lauw Cu Si. Wah ! Belum pernah selama hidupku melihat kalung
mutiara seindah ini!!
Siangkoan Kok, seorang
keturunan bangsawan, juga terbelalak kagum. Dia mengenal barang yang amat
berharga dan langka sehingga terlontar pertanyaannya penuh keheranan. Dari mana
engkau memperoleh benda mustika seperti ini?!
Lo-cian-pwe, sudah saya
katakan bahwa saya mewarisi harta kekayaan orang tua saya, dan itu merupakan
satu di antara benda peninggalan itu.!
Nah, Ayah jangan memandang
rendah kepada Sun-koko!! Eng Eng juga berseru, bangga sekali walaupun diam-diam
ia juga merasa heran bahwa kekasihnya memiliki simpanan benda yang demikian
langka dan berharga, yang dikatakannya tadi tidak berharga.! Kalau kalung
seperti itu tidak berharga, lalu yang berharga itu yang bagaimana?
Siangkoan Kok setelah
memeriksa benda berharga itu, lalu menyerahkannya kepada isterinya yang kini
mendapat giliran mengaguminya bersama Eng Eng, lalu berkata kepada pemuda itu.
'Baik, tanda mata itu kami terima dan kami anggap cukup pantas. Sekarang
pergilah untuk mengirim utusan dan wali untuk melakukan pinangan resmi,
kemudian atur agar dalam pesta pernikahannya, keluarga kaisar dapat hadir.
Kalau engkau membohongi kami, awas, aku tidak akan mengampunimu.!
Baik, Lo-cian-pwe. Nah, saya
minta diri. Eng-moi, aku pergi dulu dan doakan saja agar usahaku berhasil.!
Selamat jalan, Koko, dan
jangan terlalu lama membiarkan aku menunggumu di sini.! kata gadis itu.
Setelah memberi hormat, Cia
Ceng Sun lalu pergi meninggalkan rumah itu. Tiba-tiba Siangkoan Kok lalu
berkata kepada puterinya, Eng Eng, aku mempunyai urusan penting, karena itu
engkau harus dapat mewakill aku. Kau bawa beberapa anak buah yang boleh diandalkan,
dan kau bayangi pemuda itu.!
Ayah! Apa artinya ini? Kami
sudah saling mencinta!!
Anak bodoh! Justeru karena
engkau mencintanya, engkau harus mengenal betul siapa dia! Bayangi dia dan
buktikan sendiri bagaimana dia berusaha untuk dapat kelak menghadirkan keluarga
istana di dalam pesta pernikahanmu.. Jangan sampai kita dibohongi dan ditipu.
Mengerti? Jangan percaya dulu sebelum melihat buktinya, betapapun cintamu
kepadanya. Engkau tidak ingin kelak hidup sengsara, bukan? Dan ingat, engkau
bayangi dia, jangan bantu dan jangan perlihatkan diri, jangan khianati ayahmu
karena semua ini demi kebaikan masa depanmu sendiri.!'
Eng Eng mengerti dan ia
mengangguk. Bahkan diam-diam ia merasa gembira karena dengan membayangi Cia
Ceng Sun, berarti dia selalu dekat dengan kekasihnya itu, walaupun ia tidak
boleh memperlihatkan diri. Dan memang perlu untuk diketahui siapa sebenarnya
kekasihnya itu yang menyanggupi ayahnya untuk menghadirkan keluarga kaisar
dalam pesta pernikahannya! Dia pun cepat berkemas, lalu mengajak empat orang
pelayannya yang ia percaya, yaitu empat orang gadis yang berpakaian kuning,
merah, biru dan putih. Mereka berlima lalu cepat meninggalkan perkampungan
Pao-beng-pai dan dengan mudah mereka dapat menyusul Cia Ceng Sun dan membayangi
pemuda itu dari jauh.
Cia Ceng Sun sudah keluar dari
Bankwi-kok (Lembah Selaksa Setan) melalui jalan keluar yang sudah diberi
tandatanda sehingga dia tidak akan tersesat ke dalam daerah yang berbahaya
penuh rahasia, dan dia kini tiba di lereng paling rendah dari Kwi-san (Bukit
Setan). Sunyi saja di situ. Matahari sudah naik tinggi dan sinarnya mulai
terasa hangat di badan.
Tiba-tiba Cia Ceng Sun yang
penglihatan dan pendengarannya tajam dan peka, melihat berkelebatnya bayangan
di balik semak-semak di sebelah kirinya. Dia berhenti, menoleh ke kiri dan
membentak. Siapa mengintai di sana? Keluarlah dan jangan bersembunyi seperti
binatang liar!!
Sesosok bayangan melompat
keluar dari kiri, disusul bayangan lain melayang dari kanan dan dia telah
berhadapan dengan dua orang laki-laki yang berusia kurang lebih empat puluh
lima tahun. Dua orang itu segera memberi hormat kepadanya dengan berlutut
sebelah kaki.
Mohon maaf kalau hamba berdua
mengejutkan hati Pangeran,! kata seorang di antara mereka yang kumisnya tebal.
Hamba berdua diutus ayah
Paduka, Pangeran Cia Yan, untuk menjemput Paduka dan mengawal Paduka pulang
sekarang juga karena ada urusan penting.! kata orang ke dua yang kepalanya
botak.
Ssttt !! Pangeran Cia Sun atau
Cia Ceng Sun menaruh telunjuk ke depan bibir untuk memberi isyarat agar kedua
orang itu menahan kata-kata mereka, lalu menoleh ke sekeliling.
Harap Paduka jangan khawatir,
Pangeran. Kami berdua telah melakukan pemeriksaan dan tempat ini sunyi.! kata
si kumis tebal.
Andaikata ada yang melihatnya juga,
siapa yang akan beranl mengganggu Paduka?! sambung si botak. Tentu saja kedua
orang pengawal istana ini merasa heran melihat sikap sang pangeran. Kenapa
mesti bersikap begitu hati-hati dan takut? Dia seorang pangeran. Siapa akan
berani mengganggunya tentu akan berhadapan dengan pasukan pemerintah!
Pangeran Cia Sun mengerutkan
alisnya. Ada urusan penting apakah sampai kalian diutus mencari aku? Aku bisa
pulang sendiri!! katanya tak senang. Pula, bagaimana kalian dapat tahu bahwa
aku berada di sini?!
Si kumis tebal tersenyum
bangga. Pangeran, tidak percuma kami berdua menjadi jagoan istana,
pengawal-pengawal yang dipercaya. Ketika Paduka pergi ayah Paduka Pangeran Cia
Yan memerintahkan kami berdua untuk membayangi Paduka dari jauh dan menjaga
keselamatan Paduka. Tugas ini amat mudah karena Paduka :memiliki ilmu
kepandaian tinggi dan cukup kuat untuk membela diri sendiri. Maka kami hanya
menyebar anak buah untuk membayangi dari jauh. Kami mengetahui bahwa Paduka
hadir pula di, dalam pertemuan Pao-beng-pai walaupun kami tidak mungkin dapat
masuk ke tempat berbahaya itu.!
Untung kalian tidak masuk,
kalau hal itu terjadi, selain kalian celaka, tentu penyamaranku akan gagal
pula. Lalu bagaimana?! tanya sang pangeran.
Kini si Botak yang
melanjutkan. Kami merasa khawatir karena setelah semua tamu keluar dari
Ban-kwi-tok, Paduka tidak keluar-keluar. Kami merasa bahwa tentu ada sesuatu
yang terjadi maka cepat kami mengirim laporan kepada ayah Paduka. Dan kami
menerima perintah agar menjemput Paduka dan mengajak Paduka pulang secepatnya.
Ayah Paduka tidak berkenan mendengar Paduka bergaul dengan orang-orang kangouw
yang mencurigakan itu, juga Paduka ditunggu karena ada tamu penting.!
Siapa tamu penting itu?!
Dua orang pengawal itu saling
pandang dan tersenyum penuh arti. Paduka tentu akan senang sekali kalau tiba di
rumah. Tunangan Paduka telah menanti bersama orang tuanya.!
Tunanganku ? Jangan bicara
sembarangan!!
Hamba tidak berbohong.
Pendekar wanita Si Bangau Merah.
'Ahhh! Sudahlah, kalian ini
sungguh menjengkelkan. Bukankah kalian juga tahu bahwa aku pandai menjaga diri
sendiri? Seperti anak kecil saja, di jemput dan dikawal!!
Tiba-tiba sang pangeran
terkejut dan membalikkan tubuh dengan cepat, juga dua orang pengawalnya memutar
tubuh ke kanan dan terbelalak. Di situ, di hadapan mereka, telah berdiri lima
orang gadis yang cantik-cantik, yang empat orang berpakaian empat maeam warna,
dan yang di depan luar biasa cantiknya, pakaiannya berkembang, rambutnya
digelung ke atas dan dihias sebuah tiara kecil, tangan kirinya memegang
sebatang hudtim atau kebutan berbulu merah dengan gagang emas, sepasang matanya
mencorong memandang kepada Pangeran Cia Sun seperti mengeluarkan api!
Pangeran Cia Sun!! terdengar
suaranya dingin sekali. Menyerahlah untuk menjadi tawanan kami!!
Eng-moi !! Pangeran Cia Sun
berseru sambil melangkah maju untuk mendekati gadis kekasihnya itu.
Diam! Engkau tak berhak
menyebutku seperti itu!! bentak Siangkoan Enj marah.
Si kumis tebal dan si botak
menjadi marah. Mereka meloncat ke depan Pangeran Cia Sun seperti melindunginya
dan menghadapi lima orang gadis cantik.
Apakah kalian telah menjadi
gila Beliau ini adalah Pangeran Cia Sun, cucu Sribaginda Kaisar! Beranikah
kalian bersikap kurang hormat kepada beliau? Apakah kalian sudah bosan hidup?!
Kedua orang pengawal itu sudah mencabut pedang mereka untuk melindungi sang
pangeran.
Bereskan mereka!! kata
Siangkoan Eng dan empat orang pelayannya sudah berloncatan menghadapi dua orang
pengawal itu sambil meneabut pedang mereka. Kalian yang sudah bosan hidup!!
bentak nona baju kuning dan ia memimpin penyerangan kepada dua orang jagoan
istana itu. Terjadilah pertanding seru dan hebat. Dua orang jagoan istana itu
terkejut setengah mati karena mendapat kenyataan bahwa empat orang gadis cantik
itu lihai bukan main menggerakkan pedang mereka dan sebentar saja mereka berdua
terdesak dan terkepung, harus memutar pedang secepatnya untuk melindungi diri.
Sementara itu, Siangkoan Eng
maju menghampiri Par geran Cia Sun dan membentak lagi. Menyerahtah atau terpaksa
aku akan menggunakan kekerasan!!
Eng-moi, ingatlah aku.aku..!
Tidak perlu banyak cakap
lagi!! bentak Siangkoan Eng dan ia sudah menyerang dengan kebutannya, menotok
ke arah leher Cia Sun. Pangeran ini mengelak, akan tetapi Eng Eng menyerang
terus, bahkan semakin hebat.
Eng-moi ah, 'engkau
keterlaluan, tidak merriberi kesempatan kepadaku kata sang pangeran yang terus mengelak sampai
beberapa kali.
Engkau mata-mata busuk,
pengkhianat, manusia berhati palsu, tidak perlu bicara lagi!! Kini penyerangan
semakin hebat sehingga terpaksa Pangeran Cia Sun menangkis cengkeraman tangan
kanan gadis itu. Begitu kedua lengan bertemu, dia hampir terjengkang! Cia Sun
terkejut dan baru dia yakin benar bahwa dalam pertandingan tempo hari, gadis
itu selalu mengalah. Kini buktinya, pertemuan tenaga mereka membuktikan bahwa
gadis itu jauh lebih kuat dari padanya.
Kini Cia Sun yang melawan
setengah hati, tidak mau membalas serangan, hanya mengelak dan menangkis sa ja.
Engkau keliru, Eng-moi. Aku memang pangeran yang menyamar menjadi orang biasa
untuk dapat leluasa memperdalam pengetahuan dan pengalaman aku tidak berniat
buruk, aku bertemu denganmu dan jatuh cinta
Karena bicara, maka pertahanan pangeran itu kurang kuat dan sebuah
totokan jari tangan kanan Eng Eng membuat dia terkulai dan roboh lemas tak
mampu bergerak lagi! Dan pada saat itu pun, dua orang pengawal itu roboh mandi
darah dan tewas di ujung pedang empat orang gadis pelayan Eng Eng.
Belenggu kedua tangannya dan
bawa pulang, masukkan ke dalam kamar tahanan dan jangan ganggu dia sampai ayah
pulang.! katanya kepada empat orang gadis pelayan yang segera meringkus Cia Sun
yang sudah tidak mampu bergerak, membelenggu kedua tangan ke belakang lalu
menggotongnya seperti seekor kijang yang baru saja ditangkap oleh sekawanan
pemburu. Mayat kedua orang pengawal itu ditinggalkan begitu saja oleh mereka.
Sepuluh menit kemudian,
barulah beberapa orang muncul dan membawa pergi dua jenazah jagoan istana itu.
Mereka adalah anak buah yang tadi tidak berani muncul. Sang pangeran yang
perkasa dan dua orang jagoan istana itu saja tidak mampu menandingi lawan,
apalagi mereka yang hanya anak buah biasa.
***
Dari jauh, gua itu nampak
hitam gelap. Akan tetapi, waktu itu, matahari telah tinggi dan bersinar
seterang-terangnya. Tengahari itu, Yo Han tiba di depan gua di lereng bukit
yang menjadi tempat tinggal Tiat-liong Sam-heng-te seperti yang diceritakan
oleh Siangkoan Kok kepadanya. Dengan sinar matahari yang amat terang, maka
setelah tiba di depan gua, ternyata tidaklah begitu gelap seperti nampaknya,
dari jauh. Salah satu gua yang besar dan merupakan sebuah ruangan depan karena
di situ terdapat prabot-prabot seperti bangku dan kursi. Gua itu seperti sebuah
rumah besar saja, di sebelah dalam terdapat sebuah pintu kayu yang memisahkan
ruangan depan dengan ruangan dalam.
Beberapa kali Yo Han
memanggil-manggil ke arah dalam gua, namun tidak terdapat jawaban. Dia tidak
berani lancang memasuki tempat tinggal orang lain tanpa sepengetahuan
pemiliknya. Mungkin gua ini merupakan terowongan yang dalam dan penghuninya
berada di bagian belakang sehingga tidak mendengar panggilannya, pikirnya. Dia
lalu mengerahkan khikang dan berseru dengan suara yang seperti menembus ke
seluruh ruangan di dalam gua terowongan itu.
Tiat-liong Sam-heng-te! Harap
suka keluar untuk bicara dengan aku, Yo Han.!
Suara itu bergema dan gemanya
terdengar dari luar. Akan tetapi tetap saja tidak ada jawaban. Tentu saja
sedang keluar, pikir Yo Han. Dia teringat bahwa anak yang diculik itu kabarnya
masih hidup dan berada di sini pula. Kebetulan! Kalau Tiat-liong Sam heng-te
keluar, tentu anak itu berada seorang diri saja! Kesempatan yang amat baik
untuk mengajaknya pergi dari sini, kembali kepada orang tuanya.
Sim Hui Eng ! Apakah engkau
berada di dalam?! kembali dia berteriak dengan pengerahan khikang.
Dan sekarang ada tanggapan
dari dalam! Ada suara langkah kaki menuju keluar. Daun pintu itu terbuka
sedikit dan nampak wajah seorang gadis cantik mengintai dari balik daun pintu
itu.
Nona, aku Ingin bicara denganmu!!
Yo Han berseru. Akan tetapi
wajah itu lenyap dari balik pintu dan Yo Han cepat meloncat ke dalam gua dan
mengejar. Gadis itu kini berhenti di ruangan tengah dan tidak lari lagi,
melainkan memandangrya dengan heran ketika Yo Han masuk ke ruangan itu.
Kenapa engkau masuk ke sini ?!
Kini gadis itu menegur, suaranya mengandung rasa takut. Jangan masuk, nanti
ketiga orang ayahku marah!!
Tiga orang ayah! Yo Han merasa
kasihan sekali. Agaknya gadis itu seperti orang bingung, bahkan mengaku
mempunyai tiga orang ayah. Mana mungkin seorang gadis mempunyai tiga orang
ayah? Sudah jelas, pasti ini yang namanya Sim Hui Eng, puteri bibinya. Hatinya
terharu.
Aku mau bicara denganmu.! kata
pula Yo Han sambil mendekat.
Jangan masuk, nanti ayah
marah. Dan aku tentu akan dihukum!!
Yo Han mengerutkan alisnya dan
inengepal tinju. Tentu tiga orang penculik itu bersikap kejam terhadap gadis
ini, pikirnya. Kalau begitu, mari kita keluar dan bicara di luar agar ayahmu.
tidak marah.! katanya. Gadis itu mengangguk dan ketika Yo Han melangkah keluar,
ia mengikuti.
Akan tetapi, kembali gadis itu
kembali berhenti, bahkan kini masuk ke sebuah ruangan yang berada di sebelah
kiri. Yo Han menengok dan melihat gadis itu berhenti lagi bahkan memasuki
sebuah ruangan yang agak lebih terang, dia pun melangkah kembali menghampiri.
Nona, kenapa engkau berhenti?!
Gadis itu kelihatan gelisah
dan mengerutkan alisnya, pandang matanya tidak percaya dan curiga. Mau bicara
apa sih dengan aku? Aku tidak mengenalmu!!
Akan tetapi aku mengenalmu. Engkau
tentu Sim Hui Eng
Gadis yang manis itu
menggeleng kepala. Namaku bukan Sim Hui Eng dan aku tidak mengenalmu.
Mungkin engkau sendiri tidak
tahu bahwa namamu yang sebenarnya adalah Sim Hui Eng karena engkau diculik
orang sejak kecIl. Nona, aku hampir yakin bahwa engkau lah gadis yang kucari,
dan aku dapat membuktikan kebenaran hal itu.!
Hemmm, apakah bukti itu?!
Kalau engkau mau
memperlihatkan pundak kirimu dan tapak kaki kananmu kepadaku, di sana ada
tanda-tanda.!
Ihhh, engkau orang kurang
ajar! Bagaimana mungkin aku dapat memperlihatkan pundak dan kakiku kepadamu?!
Gadis itu berseru marah dan mukanya berubah kemerahan.
Yo Han berpikir. Memang sulit
juga. Akani tetapi, agaknya Tiat-liong Samheng-te, tiga orang yang oleh gadis
itu disebut ayah, sedang tidak berada di situ dan ini merupakan peluang yang
baik sekali. Dia harus dapat melihat bukti itu dan kalau gadis itu tidak mau
memperlihatkannya, dia harus memaksanya. Tidak ada lain jalan. Kalau tiga orang
yang diaku ayah gadis itu berada di situ, tentu hal ini akan lebih sulit untuk
dilaksanakan. Dia harus memeriksa pundak dan kaki gadis itu agar yakin apakah
dugaannya bahwa gadis itu Sim Hui Eng itu benar.
Nona, aku tidak bermaksud
kurang ajar. Akan tetapi aku harus dapat melihat bukti Itu, apakah pundak dan
kakimu ada tanpa-tanda ,kelahiran itu ataukah tidak.! katanya dan dia pun cepat
memasuki ruangan yang terang itu.
Gadis itu menyambutnya dengan
serangan pisau yang tadi disembunyikannya di belakang tubuhnya. Yo Han tidak
merasa heran. Tentu gadis ini salah paham dan menganggap dia hendak kurang
ajar. Akan tetapi karena dia tahu bahwa tanpa paksaan, sukar untuk dapat
melihat kaki dan pundak seorang gadis, dia pun mengelak dan begitu tangan yang
memegang pisau itu menyambar lewat, dia sudah menangkap lengan kanan yang
memegang pisau dan secepat kilat jari tangan kanannya menotok dan gadis itu
tidak mampu bergerak lagi! la tentu roboh kalau saja Yo Han tidak cepet
merangkulnya dan merebahkannya di atas lantai. Pada saat dia merangkul itulah,
dia mendengar suara aneh di belakangnya.
Dia menoleh dan terkejut
melihat betapa jalan masuk ke ruangan itu, tiba-tiba saja tertutup oleh jeruji
besi yang meluncur dari atas. Karena dia sedang merangkul tubuh gadis itu, maka
dia tidak sempat lagi untuk meloloskan diri, dan dia pun terkurung dalam
ruangan itu bersama gadis yang masih tertotok. Celaka, tentu mereka yang
disebut Tiat-liong Sam-heng-te itu . yang menjebaknya, karena mengira dia akan
kurang ajar terhadap puteri mereka. Akan tetapi dia dapat memberi penjelasan
nanti dan begitu kedua tangannya bergerak, baju di pundak kiri gadis itu dan
sepatu di kaki kanannya telah terbuka. Bajunya dia robek dan sepatunya dia
lepaskan.
Akan tetapi, matanya
terbelalak ketika melihat kulit pundak dan kulit telapak kaki yang putih mulus
tanpa cacat sedikit pun! Wah mungkin dia lupa, pikirnya. Jangan-jangan
terbalik, pundak kanan dan kaki kiri yang harus dia periksa! Tanpa banyak ragu
lagi, Yo Han kembali merobek baju di pundak kanan dan melepas sepatu yang kiri
dan dia tertegun. Kulit pundak kanan dan kaki kiri itu pun putih mulus, tidak
terdapat tanda apa pun seperti yang diharapkan dan disangkanya. Dia telah
keliru!
Kalau begitu, Siangkoan Kok
telah berbohong kepadanya. Dan ini tentu berarti suatu tipuan, suatu jebakan!
Cepat dia meloncat berdiri untuk mencoba keluar dari situ dengan menjebol
jeruji besi, akan tetapi pada saat itu juga, dari arah pintu, kanan kiri dan
atas, menyembur masuk asap yang kekuningan. Yo Han menahan napas dan memaksa
diri mendekati jeruji besi untuk menjebolnya. Akan tetapi, di balik asap tebal
nampak orang-orang yang mempergunakan tombak yang ditusukkan ke dalam melalui
celah-celah jeruji ke dalam sehingga terpaksa dia mundur lagi.
Cepat dia memeriksa ke
belakang, kanan dan kiri, akan tetapi dinding gua itu merupakan dinding batu
alam, entah berapa tebalnya. Tidak ada jalan lari! Dan dia pun tidak mungkin
menahan napas terus-terusan. Dia mulai bernapas dan asap sudah memenuhi gua
itu, dia terbatuk-batuk lalu mencium bau yang masam, menyesakkan dada dan Yo
Han terguling roboh. Pingsan!
***
Yo Han bermimpi. Dalam mimpi
itu dia mengejar-ngejar seorang gadis cantik yang dapat berlari kuat sekali,
juga kecepatan larinya luar biasa sekali. Akan tetapi akhirnya, di puncak
sebuah bukito dia dapat menyusul dan menangkap gadis itu, dirangkulnya dari
belakang, lalu dia merobek baju gadis itu! Bukan untuk apa-apa melainkan untuk
melihat pundaknya! Dia melihat sepasang pundak putih mulus, lalu gadis itu
menendangnya dan dia jatuh terjungkal ke dalam jurang yang dalam sekali!
Dia membuka matanya. Tidak,
dia tidak mati, tidak jatuh ke jurang. Lalu dia teringat. Heran, dia tidak
berada di lantai batu, tidak berada di ruangan gua lagi, walaupun masih ada
pintu jeruji besi di depannya. Dia rebah di atas lantai ubin, di sebuah kamar
yang cukup luas, kamar yang tidak berjendela, akan tetapi pintunya berjeru ji
amat kuat dan di luar pintu terdapat banyak penjaga dengan senjata tajam dan
runcing di tangan. Dia berada dalam tahanan!
Yo Han bangkit duduk dan
mendengar gerakan orang di belakangnya, disusul suara tawa orang itu, tawa
kecil yang bukan mengejek, bukan pula mentertawakan, melainkan tertawa karena
merasa lucu. Dia cepat menengok dan melihat orang yang dikenalnya, yaitu pemuda
bernama Cia Ceng Sun yang pernah bersama dia menjadi tamu kehormatan keluarga
Siangkoan atau perkumpulan Paobeng-pai!
Kiranya engkau juga di sini,
saudara Cia Ceng Sun. Dan kenapa pula engkau tertawa. Melihat tempat ini, jelas
bahwa kita berada dalam kamar tahanan. Kenapa engkau malah tertawa?! Yo Han
bangkit berdiri dan menghampiri pemuda itu yang duduk di depan kayu panjang,
lalu duduk di sampingnya.
Cia Ceng Sun menahan tawanya
dan menepuk pundak Yo Har. Heh-heh-heh, Yo-toako, lucu akan tetapi menyenangkan
melihat engkau dibawa masuk dalam keadaan pingsan ke kamar ini. Berarti aku
mempunyai teman yang menyenangkan. Lucunya, kita berdua yang dipilih oleh
Pao-beng-pai menjadi tamu kehormatan dan sekutu, dan kita berdua pula yang kini
menjadi tawanan. Bukankah itu lucu sekali?! Yo Han kagum melihat betapa pemuda
itu dalam tawanan masih mampu berkelakar dan tertawa demikian gembira. Wajah
yang tampan itu sedikit pun juga tidak membayangkan perasaan takut, bahkan
agaknya pengalaman ini amat menyenangkan hatinya.
Saudara Cia, kenapa engkau
sampai ditawan? Bukankah Siangkoan Kok dan terutama sekali Siangkoan Siocia
(Nona Siangkoan) amat suka padamu?!
Cia Ceng Sun menarik napas
panjang, akan tetapi wajahnya masih cerah. Ini merupakan rahasia besar yang
sukar untuk kuceritakan kepadamu. Akan tetapi kenapa engkau sendiri yang
memiliki ilmu kepandaian hebat sekali sampai dapat tertawan mereka? Ini baru
aneh!!
Yo Han memandang dengan
serius. Saudara Cia, kita ini senasib. Bahkan mungkin sekali kita berdua
terancam bahaya maut. Kalau kita tidak bekerja sama, bagaimana mungkin akan
mampu lolos. dari ancaman bahaya? Dan untuk dapat bekerja sama, harusl.ah lebih
dulu dapat saling percaya, bukan?!
Cia Ceng Sun mengangguk.
Engkau benar sekali, Yo-toako.!
Nah, aku percaya padamu,
apakah engkau tidak percaya padaku sehingga tidak dapat menceritakan keadaanmu
kepadaku? Dengan mengetahui keadaan kita masing-masing, barulah kita dapat
bekerja sama.!
Kalau engkau percaya padaku,
nah, ceritakanlah mengapa engkau ditawan, Yo-toako.!
Yo Han menghela napas. Pemuda
ini selain cerdik, juga agaknya hendak merahasiakan dirinya. Dia harus
memperlihatkan kejujuran dulu agar pemuda itu benar-benar dapat percaya
padanya.
Baiklah. Namaku memang Yo Han
dan seperti telah kau ketahui dalam pertemuan itu, aku adalah seorang tokoh
Thian-li-pang, bahkan dianggap sebagai pimpinan. Hanya sikapku memusuhi tiga
keluarga besar para pendekar Pulau Es, Gurun Pasir dan Lembah Siluman adalah
palsu. Aku sengaja memperlihatkan sikap bermusuhan karena aku sedang
menyelidiki hilangnya seorang anak dari ketiga keluarga besar itu yang terjadi
dua puluh tahun yang lalu.!
Ceng Sun tertarik sekali. Wah,
sungguh menarik dan aneh. Bagaimana mungkin mencari anak hilang yang sudah
lewat dua puluh tahun? Anak siapa yang hilang itu dan bagaimana caranya engkau
hendak mencarinya, Yo-toako?!
Yo Han lalu bercerita tentang
hilangnya puteri dari Pendekar Suling Naga Sim Houw dan isterinya, yaitu bibi
gurunya yang bernama Can Bi Lan, hilang diculik orang dua puluh tahun yang
lalu.
Itulah sebabnya aku sengaja
menyatakan permusuhanku terhadap suami isteri itu, karena aku menduga bahwa
penculiknya tentulah musuh mereka dan musuh mereka itu siapa lagi kalau bukan
tokoh kang-ouw, tokoh sesat yang lihai? Aku sengaja memancing untuk mencari
pencullk itu dan ketika kuceritakan hal ini kepada Siangkoan Kok, dengan
mengatakan bahwa yang menculik puteri suami isteri pendekar itu adalah
Tiat-liong Sam-heng-te, dan memberi tahu di mana tiga orang tokoh sesat itu
tinggal. Aku segera ke sana dan bertemu seorang gadis yang tentu saja kukira
anak yang hilang itu. Aku ajak dia bicara dan kepadanya aku mengaku terus
terang bahwa aku mencari anak yang hilang dua puluh tahun yang lalu. Aku bahkan
memaksa membuka bajunya dan sepatunya untuk menemukan tanda kelahiran di pundak
dan kaki.
Akan tetapi ternyata gadis itu
bukan anak yang kucari, dan ternyata ia adalah umpan yang sengaja dipasang oleh
Pao-beng-pai untuk menjebak dan menangkap aku.!
Ceng Sun tertawa geli.
Heh-hehheh, orang-orang Pao-beng-pai memang cerdik dan licik bukan rmain.
Bagaimana mereka dapat menangkpmu dan membuatmu pingsan, Toako?!
Yo Han lalu menceritakan
betapa dia dijebak dan ruangan dalam gua tertutup jeruji besi, kemudian ada
asap bius yang menyerangnya sehingga dia akhirnya roboh pingsan. Agaknya Siangkoan
Kok memang sudah mencurigaiku atau mendengar tentang sepak terjangku sebagai
Pendekar Tangan Sakti, maka dia memasang jebakan itu. Aku terlalu yakin bahwa
gadis itu benar puteri Paman Sim Houw, maka aku ceroboh dan bodoh, menceritakan
maksudku sehingga aku diketahui dan di jebak. Sekarang aku telah menceritakan
semua dengan terus terang kepadamu, Saudara Cia, engkau mengetahui siapa aku
dan mengapa aku berada di sini, mengapa pula aku ditangkap. Tiba giliranmu
untuk menceritakan siapa adanya engkau dan mengapa pula engau berada di sini
dan akhirnya ditawan juga.!
Yo-toako, ini merupakan
rahasia besar yang gawat dan hanya dapat kuceritakan kepada orang yang
benar-benar kupercaya.!
Yo Han mengerutkan alisnya.
Saudara Cia! Apakah engkau tidak percaya kepadaku, padahal aku sudah
menceritakan segala rahasiaku kepadarnu yang berarti aku percaya padamu?!
Bukan begitu, Yo-twako. Akan
tetapi karena rahasiaku amat besar dan gawat, aku tidak boleh bercerita kepada
orang lain kecuali seorang saudaraku. Nah, kalau engkau mau mengangkat saudara
dengan aku, barulah aku mau bercerita.!
Yo Han mengerutkan alisnya.
Dia kagum dan suka kepada pemuda ini, akan tetapi sama sekali tidak pernah
mimpi akan mengangkat saudara! Akan tetapi, mereka berdua kini menjadi tawanan
dan nyawa mereka terancam, kalau tidak ada saling percaya dan saling
pengertian, maka akan sukar bekerja sama. Padahal, dengan kerja sama pun belum
tentu mereka akan dapat lolos menghadapi Paobeng-pai yang memiliki banyak
anggauta dan amat kuat itu, apalagi memiliki pimpinan yang berilmu tinggi.
'Baiklah,! akhirnya dia
berkata.
Bagus, mari kita bersumpah di
sini saja, Toako.! kata Ceng Sun dan mereka pun berlutut di atas pembaringan.
Yo Han segera mengucapkan sumpahnya.
Saya, Yo Han, bersumpah bahwa
mulai saat ini, saya menganggap saudara Cia Ceng Sun
Namaku yang sebenarnya Cia
Sun, Yo-twaka.! Pemuda itu memotong.
Yo Han membuka matanya dan
menoleh. Temannya itu juga berlutut di sebelahnya dan nama Cia Sun ini tidak
berarti apa-apa baginya. Dia tidak mengenal nama Cia Sun seperti juga dia tidak
mengenal nama Cia Ceng Sun. Akan tetapi dia merasa seolah-olah ada sesuatu yang
aneh pada kedua nama itu, entah apanya. Dia tidak peduli dan mengulang.
Saya, Yo Han, bersumpah bahwa
mulai saat ini saya menganggap saudara Cia Sun sebagai adik angkat saya, akan
saling memberi dan saling mengasihi seperti kakak dan adik kandung.!
Cia Sun mengangguk-angguk,
lalu dia pun mengucapkan sumpahnya seperti yang diucapkan Yo Han. Setelah itu,
mereka lalu turun dari pembaringan dan saling memberi hormat. Cia Sun berkata
lebih dahulu sambil memberi hormat. Yo-toako, terimalah hormat adikmu Cia Sun.!
Cia-siauwte, aku merasa
berterima kasih sekali. Nah, sekarang, kau ceritakanlah apa yang sebenarnya
terjadi dengan dirimu agar kakakmu ini mengetahui segalanya dan kita apat
saling bantu.!
Mari kita duduk kembali di
pembaringan itu.! Mereka lalu duduk di tepi pembaringan dan Cia Sun mulai
dengan pengakuannya. Namaku memang benar Cia Sun dan kalau engkau tidak
mengenal nama ini adalah karena aku hanyalah putera Pangeran Cia Yan yang tidak
begitu terkenal di luar istana.!
Ah, pantas !!!! Yo Han berkata
sambil menepuk pahanya.
Apanya yang pantas?!
Ketika mendengar she Cia, aku
sudah merasa aneh, seperti ada sesuatu yang kukenal atau yang menarik. Kiranya
Paduka adalah cucu Sribaginda Kaisar!!
Hushhh ! Begitukah sikap
seorang kakak terhadap adiknya Yo-toako, aku akan merasa terhina kalau kakakku
sendiri menyebutku paduka. Bagimu aku adalah adik Cia Sun, tanpa embel-embel pangeran
dan sebagainya!!
Mellhat sikap pangeran itu
yang kelihatan tak senang, Yo Han cepet memegang lengannya. Maafkan aku,
siuwte. Aku hanya bergurau. Nah, coba lanjutkan ceritamu, mengapa engkau sampai
tersesat ke tempat ini dan mengapa pula engkau ditawan oleh Pao-beng-pai.!
Aku memang sedang merantau,
Toako. Aku bosan di istana dan karena sejak kecil aku suka belajar silat, aku
ingin sekali mengenal dunia persilatan, mengenal dunia kang-ouw. Aku lalu mohon
kepada orang tuaku untuk merantau meluaskan pengalaman. Demikianlah, aku tiba
di sini ketika mendengar akan pertemuan yang diadakan oleh Pao-bengpai.!
Hemmm, apakah engkau merantau
sekalian hendak menyelidiki tentang gerakan anti pemerintah?!
Tidak sama sekali. Hanya
kebetulan saja aku mendengar. Akan tetapi, begitubertemu dengan nona Siangkoan,
seketika aku jatuh cinta!!
Yo Han tersenyum, akan tetapi
sikapnya bersungguh-sungguh. Aku tidak merasa heran, Cia-te (adik Cia), karena
ia memang seorang gadis luar biasa. Ilmu silatnya tinggi, wajahnya cantik
jelita dan anggun, tidak kalah oleh puteri yang manapun.!
Akan tetapi, engkau tentu
mengetahui sendiri betapa cintaku kepadanya itu bahkan menyiksa perasaanku,
mengingat bahwa ayahnya adalah ketua Paobeng-pai yang tentu saja memusuhi
keluargaku.!
Hemmm, memang liku-liku cinta
kadang membingungkan. Akan tetapi bagaimana dengan perasaan nona itu sendiri
kepadamu, Cia-te?!
Ia pun tfdak menolak cintaku,
bahkan setuju ketika aku mengajukan pinangan secara langsung kepada ayahnya.!
Yo Han memandang kaget dan
kagum. Engkau berani langsung meminangnya, Cia-te? Itu membutuhkan keberanian
hebat! Meminang puteri orang yang baru saja dikenalnya! Dan bagaimana tanggapan
orang tuanya?!
Eng-moi dan ibunya setuju, dan
ayahnya mengajukan syarat, minta tanda ikatan dan juga kelak dalam pesta
pernikahan harus dihadiri Kaisar.!
Gila !!!
Engkau tahu siapa aku
sebenarnya, Twako. Kalau aku menikah, sudah pasti kakekku, Sri baginda Kaisar,
akan menghadirinya. Karena itu, aku menerima syarat itu dan sebagai tanda
pengikat, aku memberikan seuntai kalung mutiara yang amat mahal harganya.!
Jadi engkau mengaku sebagai
pangeran?!
Aku tidak sebodoh itu. Tentu
saja aku tidak mengaku sebagai pangeran. Dan Eng-moi sudah berjanji padaku
bahwa kelak setelah menikah dengan aku, ia tidak akan mencampuri urusan
pemberontakan dan permusuhan.!
Aihhh, siauwte! Kalau engkau
tidak mengaku sebagai pangeran akan tetapi menyanggupi untuk mendatangkan
Sribaginda Kaisar dalam pesta pernikahanmu, hal itu tentu akan membuat mereka
curiga sekali!!
Cia Sun menghela napas pan
jang. Itulah kesalahanku. Aku tidak menduga sedemikian jauhnya. Aku lalu
berpamit kepada mereka, berjanji untuk mengirim utusan meminang secara reami.
Dalam perjalanan, muncul tanpa kusangka-sangka dua orang perwira pengawal yang
diutus ayah untuk memanggil aku pulang karena aku ditunggu oleh tunanganku dan
keluarganya
Aah, engkau sudah bertunangan
dan engkau masih meminang nona Siangkoan Eng?! Yo Han bertanya dengan suara
mengandung teguran. Dia mulai memandang pemuda tampan dan halus itu sebagai
adiknya sendiri maka dia secara otomatis menegurnya.
Ah, engkau tidak tahu, Twako.
Aku ditunangkan oleh orang tuaku dengan gadis itu, akan tetapi bagaimana aku
dapat mencinta seorang gadis yang baru sekali kumelihatnya, itu pun ketika ia
masih kecil? Aku tidak berani menentang kehendak orang tuaku, akan tetapi
biarpun aku sudah ditunangkan, namun aku masih merasa bahwa hatiku bebas.
Anehkah kalau aku jatuh cinta kepada Eng-moi? Sudah jelas Eng-moi mencintaku
dan aku mencintanya, sedangkan Si Bangau Merah itu, belum tentu ia suka
kepadaku atau aku suka kepadanya.! Sepasang mata Yo Han terbelalak. Si Bangau
Merah....?!
Pangeran itu tersenyum. Ya,
tunanganku itu adalah seorang gadis pendekar yang berjuluk Si Bangau Merah,
namanya Tan Sian Li. Ayahnya adalah Pendekar Bangau Putih Tan Sin Hong dan
ibunya adalah puteri bekas panglima Kao Cin Liong. Ia masih keturunan keluarga
Pulau Es dan Gurun Pasir. Kenalkah engkau kepadanya, Twako?!
Yo Han dapat menenangkan
kembali hatinya yang terguncang keras mendengar bahwa tunangan pangeran ini
adalah Tan Sian Li, kekasihnya! Dia mendengar keterangan orang tua Sian Li
bahwa kekasihnya itu telah ditunangkan dengan seorang pangeran, akan tetapi
siapa dapat menduga bahwa pangeran itu adalah pemuda ini, Cia Sun yang kini
menjadi adik angkatnya?
Aku mengenal nama besarnya.
Cia-te, pernahkah engkau melihatnya sekarang?! tanyanya, dan diam-diam dia
membandingkan antara Sian Li dan Siangkoan Eng. Memang keduanya cantik jelita,
keduanya memiliki ilmu silat tinggi. Akan tetapi bagi dia, tentu saja Sian Li
lebih hebat, lebih segala-galanya. Biarpun demikian, dia yakin bahwa kalau
pangeran ini sebelumnya telah melihat Sian Li, belum tentu dia akan mudah
terpikat oleh gadis lain yang secantik Siangkoan Eng sekalipun.
Sudah kukatakan tadi, aku baru
bertemu satu kali dengannya, itu pun ketika kami masih remaja. Bahkan aku sudah
hampir lupa bagaimana wajahnya, dan tidak tahu pula bagaimana wataknya.!
Cia-te, lanjutkanlah ceritamu.
Setelah engkau bertemu dengan kedua orang perwira pengawal itu, lalu
bagaimana?!
Selagi mereka bercakap-cakap
dengan aku, tiba-tiba saja muncul Eng-moi bersama empat orang pelayannya. Aku
terkejut dan mencoba untuk memberi penjelasan. Akan tetapi ia sudah marah
sekali, menganggap aku sebagai pangeran menjadi mata-mata dan tentu akan
memusuhi Pao-beng-pai. Ia merobohkan aku dan menawanku, sedangkan dua orang
perwira itu diserang oleh empat orang pengawalnya. Mereka tentu tewas. Nah,
segala penjelasanku tidak diterima oleh ketua Pao-beng-pai maupun Siangkoan Eng
sendiri, aku lalu dimasukkan ke dalam kamar tahanan ini. Eh, belum lama aku
berada di sini, engkau digotong masuk dalam keadaan pingsan.!
Setelah saling mendengar
pengalaman mereka yang diceritakan dengan sejujurnya, segera kedua orang pemuda
yang mengangkat saudara dalam keadaan aneh itu, menjadi akrab sekali. Mereka
bercakap-cakap saling menceritakan riwayat mereka, akan tetapi ada satu hal
yang masih tetap dirahasiakan oleh Yo Han, yaitu tentang hubungannya dengan Tan
Sian Li, Si Bangau Merah yang menjadi tunangan pangeran itu. Dia merahasiakan
hal ini karena dia tidak ingin menimbulkan suasana yang tidak enak di antara
mereka.
Kenyataan bahwa pangeran ini
tidak saling mencinta dengan Sian Li, bahkan pangeran itu kini jatuh cinta kepada
Siangkoan Eng, menimbulkan perasaan senang dan harapan baru dalam hatinya. Dan
timbul pula tekad dalam hatinya untuk membantu pangeran itu agar dapat
melangsungkan perjodohannya dengan Siangkoan Eng. Tentu saja, tanpa dia sadari,
tanpa dia sengaja, dibalik sikapnya ini terdapat dasar kuat dari hasrat hatinya
agar pangeran itu dapat terlepas dari ikatannya dengan Sian Li!
***
Tengah malam telah lewat, akan
tetapi Siangkoan Eng masih belum juga tidur. Ia sejak sore tadi mondar-mandir
di dalam kamarnya dengan wajah muram. Ia menderita tekanan batin dan
kebingungan sejak ia menangkap Cia Ceng Sun dan memasukkannya ke dalam kamar
tahanan, kemudian melapor kepada ayahnya bahwa Cia Ceng Sun itu sebenarnya
adalah seorang pangeran Mancu. Ayahnya marah bukan main.
Jahanam, aku sudah curiga!
Pantas dia enak saja menerima syaratku bahwa dalam pesta pernikahan harus hadir
kaisar! Kiranya kaisar adalah kakeknya sendiri! Dia tentu datang untuk
memata-matai kita! Celaka! Kalau begitu, bagus sekali engkau sudah menawannya,
anakku. Kita dapat mempergunakannya sebagai sandera penting untuk melindungi
diri kalau-kalau ada penyerangan dari pemerintah. Dan kalau dia sudah tidak ada
gunanya lagi, kusiksa dia sampai mampus!!
Setelah Siangkoan Eng berada
di dalam kamarnya sendiri, ucapan ayahnya yang terakhir itu selalu terngiang di
telinganya. Cia Ceng Sun yang ternyata adalah Pangeran Cia Sun itu akan disiksa
ayahnya sampai mati! Dan ia tidak dapat menipu diri. Ia tetap mencinta pemuda
itu, pangeran atau bukan! Apalagi kalau ia teringat akan percakapannya dengan
Cia Sun, mengingat betapa pemuda itu berjanji akan membawanya ke dalam
kehidupan yang tenteram penuh kedamaian, tidak mau terlibat dalam pemberontakan
dan permusuhan. Ia bahkan hampir yakin bahwa pemuda itu bukan datang untuk
memata-matai Pao-beng-pei. Akan tetapi, karena terkejut dan marah mendengar
pemuda itu seorang pangeran yang menyamar sebagai pemuda biasa, ia telah
menangkapnya. Kini pemuda itu telah menjadi tawanan ayahnya, tawanan penting
dan ia tidak mungkin dapat minta kepada ayahnya untuk mengampuni atau
membebaskan Cia Sun.
Kini Siangkoan Eng menjatuhkan
diri duduk di tepi pembaringan, wajahnya muram dan sedih hampir menangis. Lalu
ia bertepuk tangan dua kali dan seorang pelayan menjawab dengan ketukan pada
pintu dalam. Ia memerintahkan pelayan memasuki kamar. Pelayan itu kelihatan
heran melihat nonanya belum tidur.
Panggil Sui Lan ke sini!!
katanya singkat. Pelayan itu mengangguk dan cepat keluar. Tak lama kemudian,
terdengar ketukan daun pintu sebelah luar dan suara pelayan tadi melapor bahwa
Nona Sui Lan telah datang.
Sui Lan, masuklah!! kata
Siangkoan Eng. Daun pintu depan terbuka dan masuklah seorang gadis cantik
berusia dua puluh satu tahun. Gadis itu kelihatan baru bangun tidur, agaknya
tadi sedang tidur ketika pelayan memanggilnya. Gadis bernama Tio Sui Lan ini
adalah murid yang pandai dari Siangkoan Kok dan merupakan teman bermain
Siangkoan Eng, juga menjadi orang kepercayaannya, bahkan juga sumoinya (adik
seperguruan).
Suci, tengah malam begini memanggilku,
ada kepentingan apakah gerangan yang dapat kulakukan untukmu?! Dan karena
mereka memang bergaul akrab, ia pun menghampiri lalu duduk di tepi pembaringan,
sebelah sucinya itu.
Duduklah, dan maaf kalau aku
mengganggu tidurmu, Sui Lan.!
Aih, Suci, kenapa sungkan
kepadaku? Dan engkau kelihatan belum tidur, dan wajahmu kusut dan muram seperti
orang bersedih. Ada apakah, Suci?!
Siangkoan Eng memegang lengan
gadis manis itu. Sumoi, engkau lah orang yang paling kupercaya. Hatiku sedang
risau. Engkau tahu sendiri bahwa pemuda yang tadinya kita kenal sebagai Cia
Ceng Sun itu telah ditunangkan denganku. Kami saling mencinta. Akan tetapi
kemudian ternyata bahwa dia seorang pangeran dan aku sendiri yang telah
menawannya sehingga kini dia dikurung dalam tahanan.!
Akan tetapi, itu sudah benar,
Suci. Bukankah dia dapat menjadi orang berbahaya sekali dan telah merugikan
kita? Dia memata-matai kita dan dia bahkan telah menipu Suci. Aku yakin bahwa
cintanya pun hanya pura-pura.!
Diam! Jangan lagi berkata
demikian atau aku akan lupa bahwa engkau sumoiku dan akan kuhajar kau!!
tiba-tiba Siangkoan Eng membentak dan gadis itu memandang dengan wajah pucat.
Maafkan aku,
Suci....!Siangkoan Eng menghela napas panjang dan kembai ia memegang lengan
gadis itu. Engkau lah yang harus memaafkan aku. Aku begini bingung sehingga
mudah tersinggung. Ketahuilah, sampai detik ini aku tidak dapat menghilangkan
cintaku kepadanya, apalagi membencinya. Dan aku yakin bahwa dia bukan
mata-mata, dan dia benar-benar mencintaiku. Aku menyesal sekali telah terburu
nafsu sehingga menangkapnya.!
Diam-diam Siu Lan terkejut
akan tetapi ia tidak berani menyatakan pendapatnya, takut salah. Ia terharu
karena sucinya atau juga nonanya yang biasanya keras hati itu kini menjadi
lemah oleh cinta!