16 Tangan Kanan Kaisar Mongolia
Waktu itu Ko Tie juga selalu
menanyakan siapa-siapa saja yang menjadi tokoh Kay-pang, dan mengapa mereka
lebih rela hidup sebagai pengemis, dan juga tidak mau hidup dengan cara yang
layak, mengenakan pakaian yang tambal-tambal dan juga tampaknya kotor sekali.
Padahal mereka memiliki kepandaian tinggi.
Liu Ong Kiang yang mendengar
pertanyaan anak ini telah tertawa, katanya: “Inilah keistimewaan Kay-pang,
karena memang kami umumnya terdiri dari orang-orang yang memiliki kepandaian
lumayan, namun kami sengaja memilih Kay-pang sebagai perkumpulan kami, dan
hidup sebagai pengemis, melakukan pekerjaan meminta belas kasihan orang......
Karena itu pula, kamipun telah berusaha untuk hidup prihatin, membuka mata dan
juga memasang telinga, menyaksikan betapa di dunia ini sesungguhnya banyak
sekali manusia yang sengsara dan hidup menderita karena kemiskinan dan
ketiadaan......!
“Itulah sebabnya, kami puas
sebagai pengemis, karena kami tidak akan melakukan suatu kejahatan. Pekerjaan
kamipun kami anggap tidak hina, sebab disamping sebagai pengemis kami memiliki
tugas khusus yang harus dilakukan dengan penuh kegagahan, yaitu membela setiap
orang yang lemah, yang berada dalam tindasan si kuat namun busuk hatinya dan
jahat!
“Maka dari itu, Kay-pang
merupakan sebuah perkumpulan dari manusia-manusia yang mulia hatinya. Aku bukan
hendak memuji diri sendiri dengan membuka mulut lebar dan menepuk dada, namun
memang kenyataan Kay-pang telah banyak sekali melakukan perbuatan-perbuatan
mulia. Terlebih lagi waktu jabatan Pangcu berada di tangan Ang Cit Kong
Pangcu!”
Ko Tie yang mendengar cerita
Liu Ong Kiang, jadi mendengarkan dengan hati yang tertarik sekali. Terlebih
lagi mendengar sepak terjang mengenai Kay-pang, di mana perkumpulan pengemis,
yang walaupun sebagai perkumpulan dari para pengemis-pengemis itu di seluruh
daratan Tiong-goan tersebut, tokh kenyataannya sepak terjang yang dilakukan
oleh anggota Kay-pang umumnya tidak menyimpang dan tidak berbeda dengan sepak
terjang yang dilakukan para pendekar Kang-ouw dari jalan putih dan lurus.
Malah Liu Ong Kiang telah
menceritakan, betapa banyak anggota Kay-pang yang telah berhasil menumpas
ratusan orang penjahat dengan mengandalkan kepandaiannya, telah mendirikan jasa
yang tidak keçil untuk kemajuan partai mereka. Dan Liu Ong Kiang mengatakan
kepada Ko Tie: “Engko kecil, engkau pun bisa kalau saja kau tekun mempelajari
ilmu silat, rajin-rajin berlatih dan memperoleh bimbingan yang baik dari
seorang guru yang liehay. Menurut penglihatan pamanmu ini, engkau memiliki
bakat dan tulang yang baik untuk mempelajari ilmu silat. Maka jika memang
engkau bersungguh-sungguh untuk menghayati ilmu silat, tentu engkau akan
berhasil dengan baik......!”
Ko Tie memandang Liu Ong Kiang
dengan sepasang mata terpentang lebar-lebar, lalu katanya perlahan: “Paman
pengemis, sesungguhnya seseorang yang mempelajari ilmu silat, apa saja yang
harus dipelajari?”
“Banyak....., engkau harus
melatih ginkang, tenaga dalam yang disebut lweekang atau lwee-keh, dan juga
engkau harus mempelajari ilmu pukulan tangan kosong dan ilmu pedang. Banyak
sekali pelajaran yang harus engkau pelajari. Disamping itu, memakan waktu yang
tidak sedikit, karena paling cepat sepuluh tahun baru engkau bisa merampungkan
pelajaranmu dan memperoleh kepandaian yang tinggi, juga pengalaman dan
latihan-latihan yang teratur perlu sekali, agar dapat meningkatkan kepandaianmu
itu, ke tingkat yang jauh lebih sempurna. Maka dari itu, seseorang yang
mempelajari ilmu silat jelas tidak boleh berlaku congkak dan angkuh karena
orang yang pandai, masih terdapat orang yang jauh lebih pandai lagi. Disamping
itu pula, jika seseorang menguasai benar lweekang, yaitu tenaga dalam, belum
tentu dia memiliki ginkang yang sempurna.
“Itulah sebabnya, seorang jago
yang memiliki serupa kepandaian, belum tentu menguasai ilmu lainnya. Semakin
kita mempelajari ilmu silat, semakin sedikit kepandaian yang baru kita kuasai.
Kita melihat ilmu silat itu semakin banyak ragamnya. Semakin tinggi kepandaian
silat seorang, semakin keras pula keinginannya untuk mempelajari ilmu silat
yang lebih tinggi dan memperdalam kepandaiannya, karena ilmu silat itu sendiri
tidak akan habis dipelajari, walaupun sampai ajal kita......!”
Ko Tie mendengarkan keterangan
yang diberikan oleh Liu Ong Kiang dengan tekun.
Waktu itu tampak mendatangi
seorang pelayan, yang telah menghampiri Liu Ong Kiang katanya: “Ada seorang
tamu ingin bertemu dengan Yo kongcu......!”
Liu Ong Kiang mengerutkan
alisnya.
“Siapa?” tanya pengemis ini
kemudian setelah berdiam bimbang.
”Seorang bangsawan Mongolia
dan seorang pendeta Mongolia,” menjelaskan pelayan itu.
Muka Liu Ong Kiang jadi
berobah mendengar keterangan si pelayan, sampai pengemis ini berdiam diri
sejenak lamanya.
Pelayan itu menantikan
keputusan Liu Ong Kiang tidak sabar, tanyanya: “Apakah ke dua tamu itu diundang
ke mari saja?”
Cepat-cepat Liu Ong Kiang
menggelengkan kepalanya, ia menggumam: “Jangan......! Jangan......! Hai,
mengapa di saat-saat seperti ini muncul gangguan seperti ini?”
Liu Ong Kiang menggumam
begitu, karena ia mengetahui, dengan munculnya ke dua orang Mongolia itu, yang
menurut si pelayan terdiri dari seorang bangsawan Mongolia dan seorang pendeta
Mongolia, tentu akan menimbulkan kesulitan untuk mereka. Namun karena Yo Him
memang tidak boleh diganggu di saat seperti itu, di mana selain bisa
membahayakan keselamatan Cin Piauw Ho dan juga bisa membuat celaka Yo Him kalau
sampai perhatiannya terpecah oleh gangguan yang tidak diinginkan di saat ia
tengah memusatkan seluruh tenaga dalamnya mengobati luka Cin Piauw Ho.
Akhirnya Liu Ong Kiang
berkata: “Biarlah aku yang pergi menemui mereka......!” si pengemis juga
menoleh kepada Ko Tie, katanya: “Kau tunggu di sini saja, Tie-jie!”
Ko Tie mengiyakan.
Bersama pelayan itu, Liu Ong
Kiang telah turun dari loteng dan menuju ke ruang bawah penginapan itu. Segera
dilihatnya dua orang Mongolia, seorang yang berpakaian sebagai bangsawan
Mongolia dan seorang lagi berpakaian sebagai Lhama (pendeta), tengah duduk di
sebuah meja, sebelah kanan ruangan tersebut.
Waktu mendengar suara langkah
kaki yang menuruni undakan anak tangga, tampak ke dua orang Mongolia itu
menoleh. Dan Liu Ong Kiang waktu mengenali si pendeta Mongolia tersebut, jadi
kaget bukan main, karena ia segera mengenali bahwa Lhama itu tidak lain dari
Koksu Mongolia, yaitu Tiat To Hoat-ong. Sedangkan yang seorang lagi yang
berpakaian seorang bangsawan Mongolia itu, berusia hampir limapuluh tahun dan
memiliki potongan muka persegi empat, tampaknya gagah, tidak dikenalnya.
Karena telah terlanjur turun,
Liu Ong Kiang juga tak bisa menarik diri lagi, dia menghampiri dan sambil
tertawa berkata, “Ha, tidak disangka-sangka bisa bertemu dengan dua orang mulia
di tempat seperti ini!”
Tiat To Hoat-ong telah
mengawasi Liu Ong Kiang dengan sorot mata tajam. Sedangkan bangsawan Mongolia
juga telah meneliti keadaan si pengemis, lalu menoleh kepada pelayan yang
datang bersama Liu Ong Kiang.
“Mana pemuda she Yo itu?”
tegur yang berpakaian sebagai bangsawan Mongolia itu.
Waktu itu daratan Tiong-goan
telah dikuasai oleh Kublai Khan, dengan demikian orang-orang Mongolia merupakan
orang-orang yang selain dihormati dan ditakuti. Si pelayan juga telah menjura:
“Siauwjin telah menyampaikan pesan Taijin, tetapi tuan pengemis ini yang
menjadi sahabat Yo Kongcu, mengatakan dia yang akan menemui Taijin!”
Sewaktu menyahuti begitu,
tampaknya pelayan ini ketakutan sekali. Ia kuatir bangsawan Mongolia itu akan
murka dan ia bisa celaka.
Tiat To Hoat-ong telah
mendesis dengan suara angkuh dan sikap dingin, katanya tawar: “Manusia seperti
engkau mana ada harganya menemui kami? Suruh pemuda she Yo itu turun ke mari!”
Muka Liu Ong Kiang tidak
berobah mendengar ejekan tersebut, dia malah tertawa.
”Sabar, sabar......!” katanya
kemudian. “Yo Kongcu sedang berpakaian, tidak lama lagi tentu Yo Kongcu akan
turun menemui kalian. Tetapi bolehkah aku si pengemis miskin mengetahui apa
maksud ke dua taijin dan Taysu mencari Yo Kongcu?”
“Hemmmm,” orang Mongolia yang
berpakaian bangsawan itu telah mendengus dingin. “Ada sesuatu yang perlu kami
tanyakan padanya!”
“Ya, suruh dia turun untuk
menemui kami!” berkata Tiat To Hoat-ong dengan suara mengandung kemendongkolan.
“Rewel-rewel banyak mulut seperti kau ini, akan kami hajar biar kau dikirim ke
akherat.....!”
“Galak sekali pendeta ini,
berpikir Liu Ong Kiang. Hemm, dia sebagai Koksu negara, memang telah kudengar
perihal kepandaiannya yang tinggi, hanya di bawah setingkat dari kepandaian
Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko. Sekarang ia bisa muncul bersama bangsawan ini, yang
tidak kuketahui siapa adanya, apa yang ingin mereka lakukan?
Tetapi walaupun berpikir
begitu, namun Liu Ong Kiang tahu bahwa ke dua orang ini tentunya mengandung
maksud tidak baik, dengan sabar ia berkata: “Yo Kongcu tidak lama lagi akan
turun menemui kalian tetapi jika memang kalian memiliki urusan penting, kalian
sampaikan kepadaku, biar nanti kuberitahukan pada Yo Kongcu......!”
“Oh pengemis bau yang terlalu
banyak mulut!” teriak Tiat To Hoat-ong, dia juga telah menggebrak meja keras
sekali, sehingga meja itu miring. Sebab salah satu kakinya hampir patah menjadi
dua, belum putus. “Kau memang perlu dibungkamkan!” Dan Tiat To Hoat-ong telah
mengambil cawan di depannya, tahu-tahu dia telah menyiram Liu Ong Kiang dengan
arak yang berada di dalam cawan itu.
Arak itu bagaikan selembar
benang putih, telah menyambar ke muka Liu Ong Kiang.
Walaupun kepandaian Liu Ong
Kiang memang tidak bisa mengimbangi kepandaian Tiat To Hoat-ong, namun diapun
tidak lemah. Saat melihat arak yang menyambar ke arah dirinya disertai tenaga
dalam yang tinggi, si pengemis telah menyingkir ke samping tanpa menunggu
tibanya arak itu pada sasaran. Maka arak yang tidak berhasil mengenai sasaran,
telah mengenai dinding ruangan itu, dan seketika dinding itu jadi berlobang
sedalam lima dim!
Si pelayan yang berdiri agak
jauh dari tempat itu berobah pucat, mengawasi dengan ketakutan. Ia beranggapan
pendeta Mongolia ini mempergunakan ilmu siluman, karena dengan siraman arak
saja ia bisa membuat dinding batu itu berlobang begitu dalam. Kalau tadi sampai
mengenai muka si pengemis, tentu muka itu akan berlobang dan pasti rusaknya,
juga si pengemis akan menemui kematian, sebab kepalanya akan pecah remuk oleh
siraman arak tersebut.
Liu Ong Kiang sendiri jadi
mengeluh dalam hati. Apa yang pernah didengar bahwa Tiat To Hoat-ong merupakan
Koksu kerajaan Mongolia yang sakti, memang benar. Hanya sekarang, di saat
kerajaan Mongolia telah berhasil menguasai daratan Mongolia, Koksu ini lebih
bengis lagi, di mana ia selalu bertindak dengan tangan besi, karena kekuasaan
yang ada di tangannya sebagai Koksu negara membuatnya ia memiliki pengaruh yang
sangat besar.
Terlebih lagi memang
tokoh-tokoh sakti daratan Tiong-goan telah hidup mengasingkan diri. Maka boleh
di bilang sejak kémenangan kublai Khan merebut daratan Tiong-goan, Koksu negara
yang memiliki kepandaian sangat tinggi itu, tidak pernah menemui tandingan
lagi.
Waktu terjadi pertempuran di
Siang-yang, walaupun Liu Ong Kiang tidak ikut serta, namun sebagai seorang
tokoh Kay-pang, ia memang ikut mengerahkan anggota Kay-pang guna bantu
perjuangan dari para orang-orang gagah melindungi Siang-yang. Dan perihal diri
Koksu negara Tiat To Hoat-ong telah banyak didengarnya. Dan sekarang, begitu
melihat kepada Tiat To Hoat-ong, pakaiannya dan keadaannya, seketika ia telah
menduga kepada Koksu yang bengis tersebut.
Melihat siraman araknya gagal,
Tiat To Hoat-ong jadi gusar bukan main, dengan penasaran ia telah menyambar
cawan yang satunya yang masih ada isinya. Ia menyiram lagi. Namun kali ini arak
tidak menyambar dalam bentuk seutas benang, melainkan terpecah dalam
butir-butir seperti air hujan.
Liu Ong Kiang tahu apa
akibatnya jika ia tidak berhasil menyelamatkan diri dari arak itu, maka ia
melompat tinggi sekali. Tiga tombak, hampir saja kepalanya menyentuh wuwungan.
Butir-butir arak itu telah
lewat di bawah kakinya, dan kembali menghantam dinding itu berlobang-lobang
bagaikan ditusuk oleh benda tajam! Hal ini memperlihatkan lweekang Tiat To
Hoat-ong telah memperoleh kemajuan yang pesat sekali dan kepandaiannya itu luar
biasa sekali.
Muka Liu Ong Kiang jadi pucat
waktu turun ke lantai dan baru saja ia ingin berkata dengan sengit karena
kuatir dan penasaran menjadi satu, untuk memaki si pendeta dan berusaha
mencegah pendeta itu menyerang lebih lanjut, bangsawan Mongolia itu telah
berkata kepada Koksu negara tersebut: “Koksu, biarkan dulu aku menanyakan beberapa
soal kepada pengemis itu!”
Tiat To Hoat-ong sesungguhnya
tengah penasaran dan ingin menimpuk sekalian dengan cawan di tangannya. Waktu
melihat serangan araknya tidak berhasil juga namun mendengar cegahan dari
bangsawan Mongolia tersebut, ia mengangguk dengan perlahan. Mau ia patuh pada
permintaan bangsawan Mongolia itu, tetapi patuhnya itu patuh terpaksa!
“Pengemis bau, sekarang kau
katakan, kuminta kau bicara yang jujur, karena sekali saja kau berdusta, maka
jangan mempersalahkan aku nanti memperlakukan kau tidak baik! Nah, pertama-tama
yang ingin kuketahui, pemuda yang telah menimbulkan kegaduhan di kota ini,
yaitu dengan melawan seekor binatang dan seorang berpakaian aneh, apakah
benar-benar she Yo?”
Si pengemis mengangguk.
“Ya,” sahutnya. Walaupun
mendongkol dan penasaran, Liu Ong Kiang tidak berani main gila di hadapan Tiat
To Hoat-ong.
“Dan pemuda she Yo itu, yang
katanya memiliki kepandaian sangat tinggi, sehingga bisa mengusir biruang yang
ganas dan seorang yang aneh dan memiliki kepandaian hebat itu. Apakah orang she
Yo yang ada hubungannya dengan Yo Ko?”
Ditanya begitu, Liu Ong Kiang
berdiam diri sejenak, namun ia segera teringat, ketika Yo Him sedang
bercakap-cakap dengan Swat Tocu, semua orang yang waktu itu berada di tempat
tersebut, jelas telah mendengar sendiri bahwa Yo Him adalah putera dari
Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko. Percuma saja jika memang si pengemis she Liu ini
menyangkal, terpaksa ia mengangguk juga.
“Benar, memang tepat!”
katanya. “Ada urusan apakah Taijin dan Taysu...... berdua ingin bertemu
dengannya?”
Bangsawan Mongolia itu telah
memperdengarkan suara dingin, sikapnya semakin tawar dan matanya mengawasi
bengis kepada Liu Ong Kiang.
“Di mana dia berada sekarang?”
tanya bangsawan Mongolia itu.
“Ada di kamarnya......!” menyahuti
Liu Ong Kiang.
“Mengapa dia tidak segera
turun menemui kami, atau memang ia tengah berusaha melarikan diri? Hemmmm,
jangan mimpi, di sekeliling rumah penginapan ini telah kami tempatkan
orang-orang kami. Jangankan orang she Yo itu, seekor lalatpun tidak akan lolos
dari mata kami! Perintahkan dia turun menemui kami!”
Liu Ong Kiang tahu, Yo Him
sekarang ini tentu tengah mengerahkan tenaga dalamnya, dan tidak boleh
diganggu. Permintaan bangsawan Mongolia tersebut tidak mungkin dikabulkannya.
Maka sambil tertawa ia berkata: “Sayang sekali Yo Kongcu belum bisa menemui
Taijin dan Taysu sekarang ini. Tunggulah sebentar lagi jika memang pekerjaan Yo
Kongcu selesai, ia tentu akan turun menemui kalian.....”
“Apa yang sedang dilakukannya
di sana......?” tanya bangsawan Mongolia itu dengan bengis.
“Ia......!” Tetapi Liu Ong
Kiang tidak bisa meneruskan perkataannya, sebab Tiat To Hoat-ong tahu-tahu
telah menjejakkan kakinya, tubuhnya gesit sekali telah melompat ke samping Liu
Ong Kiang, di waktu itulah tangan kanan pendeta itu diulurkan untuk membekuk
Liu Ong Kiang.
Walaupun kepandaian Liu Ong
Kiang tidak setinggi kepandaian Tiat To Hoat-ong, namun ia merupakan seorang
tokoh Kay-pang yang memiliki kepandaian boleh juga. Melihat dirinya hendak
dibekuk oleh pendeta Mongolia tersebut, ia telah mengelakkan diri dengan
memiringkan tubuhnya ke kanan dan menggeser kakinya untuk menjauhi diri dari
pendeta Mongolia yang berangasan itu.
Tiat To Hoat-ong melihat si
pengemis berusaha menjauhi diri dari dia, cepat sekali dia membangkol
mempergunakan tangannya yang lain waktu itulah cepat bukan main. Dengan gerakan
yang sulit diikuti oleh pandangan mata tubuh Liu Ong Kiang telah terjerembab
kena dibangkol oleh Tiat To Hoat-ong. Malah belum lagi si pengemis tahu apa
yang terjadi tangan kanannya telah dicekal oleh pendeta Mongolia tersebut, yang
telah memijit nadinya, sehingga punahlah semua tenaga si pengemis. Waktu Tiat
To Hoat-ong menariknya agar si pengemis itu berdiri, dia telah tertawan tanpa
daya dan hanya berdiri tidak bisa memberikan perlawanan.
“Hemm, pengemis bau seperti
engkau ini biasanya bersekongkol dengan orang-orang Song itu..... mereka adalah
para penghianat dan pemberontak. Mereka harus ditangkap semuanya!” Suara Tiat
To Hoat-ong menyeramkan. “Mereka merupakan manusia-manusia yang tidak tahu
mampus, tidak mau mengakui kekuasaan dari Khan kami yang agung......!”
Liu Ong Kiang telah memandang
kepada Tiat To Hoat-ong dengan sorot mata mengandung kemendongkolan, katanya:
“Hemm, engkan main kasar seperti ini, apakah kau kira engkau merupakan jago
yang paling gagah dan nomor satu di kolong langit! Kudengar waktu menghadapi
Sin-tiauw-tay-hiap, engkau sampai terkencing-kencing dan
terkentut-kentut.....!”
Mendengar perkataan Liu Ong
Kiang, bukan main murkanya Tiat To Hoat-ong, mukanya merah padam dan ia
mengangkat tangan kirinya maksudnya ingin menghantam pecah batok kepala Liu Ong
Kiang.
Namun bangsawan Mongolia itu
telah menahan gerakan tangan Tiat To Hoat-ong, katanya tawar: “Koksu, kau tidak
perlu membinasakan dia dulu, kita belum lagi bertemu dengan pemuda she Yo
itu......!”
Tiat To Hoat-ong jadi gagal
dengan maksudnya, ia tidak jadi turunkan tangan mautnya itu. Namun dengan muka
yang merah padam karena masih murka, dia berkata bengis: “Jika nanti benar
engkau berserikat dengan manusia-manusia pemberontak itu, hemm, aku akan
menghantam pecah batok kepalamu ini......!” Dan setelah berkata begitu, Tiat To
Hoat-ong tetap memegangi tangan Liu Ong Kiang, yang terus juga dipijit jalan
darahnya, sampai pengemis itu tetap tidak memiliki tenaga untuk mengadakan
perlawanan.
Liu Ong Kiang tidak jeri,
memang ia mengakui tidak ungkulan ia menghadapi Tiat To Hoat-ong, di mana tidak
mungkin ia bisa mendampingi pendeta yang liehay dan berangasan itu, namun
dengan diperlakukan demikian kasar oleh pendeta ia jadi gusar dan penasaran
sekali. Dia telah memperdêngarkan suara tertawa dingin, katanya tawar:
“Tiat To Hoat-ong, aku memang
tidak pernah bertemu denganmu, tetapi sebagai Koksu negara Mongolia yang engkau
banyak dikenal orang. Sayang sekali, semula aku pernah membayangkan bahwa
seorang Koksu dari Mongolia yang merupakan kerajaan yang selalu
diagung-agungkan itu tentunya seorang Koksu yang benar-benar hebat dan gagah!
Sayang sekali......!”
“Apanya yang sayang sekali?”
bentak Tiat To Hoat-ong tambah murka.
Liu Ong Kiang sengaja menghela
napas, dia telah meneruskan perkataannya: “Sudah kukatakan, aku merasa sayang,
bahwa apa yang telah kubayangkan itu ternyata meleset!” menyahuti begitu, Liu
Ong Kiang menyeringai tertawa, sama sekali dia tidak jeri, walaupun dia telah
terjatuh ke dalam Koksu Mongolia.
“Mengapa?” bentak Tiat To
Hoat-ong penasaran.
“Karena Koksu yang terkenal
dari kerajaan Mongolia yang katanya begitu agung, ternyata tidak lebih tidak
kurang dari pada seekor buduk yang gemar menggigit......!” sahut Liu Ong Kiang.
Hebat ejekan Liu Ong Kiang,
muka Tiat To Hoat-ong merah seperti dibakar, ia mengerang satu kali, dan
seketika lupa diri. Tangannya digerakkan, tahu-tahu tubuh Liu Ong Kiang telah
dilemparkan dengan sekuat tenaga, dan tubuh si pengemis menggelinding di lantai
berguling-guling.
Namun Liu Ong Kiang memang
telah nekad. Sambil merangkak berdiri ia telah memperdengarkan suara mengejek,
lalu katanya lagi mengoceh: “Dan memang benar-benar terbukti sekarang, apa yang
disebut sebagai Koksu negara itu tidak lebih dari seekor anjing buduk yang
gemar menggigit, jika menghadapi lawan yang lebih lemah, memperlihatkan
taringnya. Tetapi jika menghadapi manusia yang memiliki kepandaian tinggi, lalu
cepat-cepat sembunyikan ekor! Sungguh Koksu yang bau kotoran anjing dan
babi.....!”
Si pengemis memang hidup di
kalangan kaum pengemis, yang biasa menggunakan kata-kata makian yang kasar dan
kotor, sekarang kata-kata kasar itu dipergunakan untuk memaki Tiat To Hoat-ong.
Koksu negara yang sangat agung dan dihormati semua orang. Jangankan rakyat,
sedangkan Kaisar sendiri, Kublai Khan, menghormatinya.
Bisa dibayangkan perasaan
murka yang bergolak di dada Tiat To Hoat-ong.
Karena terlalu murka, untuk
sejenak Tiat To Hoat-ong hanya bisa berdiam diri saja di tempatnya, dia
mengawasi Liu Ong Kiang dengan sepasang mata yang terpentang lebar-lebar,
bagaikan biji matanya akan melompat keluar.
“Pengemis anjing, kau......!”
memaki Tiat To Hoat-ong dengan murka yang tidak tertahan. Sesungguhnya bisa
saja dia binasakan Liu Ong Kiang, tetapi pengemis itu terlalu menghina dan
membuat dia gusar seperti itu maka pendeta Mongolia yang liehay ini justeru
jadi tidak ingin membinasakan Liu Ong Kiang, di waktu itu juga dia ingin
menyiksa Liu Ong Kiang dengan cara yang hebat, agar si pengemis nanti mati
dengan perlahan-lahan, untuk hidup tidak bisa, matipun tidak dapat.