Pendekar Satu Jurus Bab 26-30

Pendekar Satu Jurus Bab 26-30
Sayang katanya itu samar2, sukar bagi Hui Giok untuk menangkap dengan jelas "Apa yang kau katakan?" tanyanya.

"Sebelum, ku utarakan permintaanku yang ke tiga, hendak kukisahkan dulu sebuah cerita kepadamu. Tapi selamanya kau tak boleh menceritakannya kembali kepada orang lain, aku hanya hanya wajib menceritakannya kisah ini kepada seorang saja, Ah Thian memang maha adil dan mengizinkan aku bertemu kembali dengan kau dalam keadaan seperti ini."

Pelahan ia bangkit berdiri, memperkecil cahaya api lentera sehingga membuat wajahnya yang pucat semakin suram.

"Bila api kukecilkan, dia akan tahan lebih lama," katanya lirih, "kehidupan bukankah tak beda jauh seperti ini?" Ambisi dan masa kejayaan yang terlampau besar, selamanya tidak tahan lama, kecuali...."

Tiba2 ia melirik sekejap ke arah Hui Giok dan menambahkan "Kecuali dia memiliki hati yang mulia."

Ia mengambil sepotong sapu tangan dan menyeka noda darah yang mengotori wajah kedua tokoh silat tadi, kemudian ia mempererat rangkulan mereka yang memang sudah erat itu.

Setelah semua itu selesai, ia baru duduk Kembali di hadapan Hui Giok serta mulai dengan kisahnya.

"Dulu, ada seorang perempuan yang sederhana entah suatu keuntungan atau kemalangan, ia telah melahirkan sepasang anak kembar, sepasang anak kembar yang luar biasa. Tampaknya kehidupan perempuan yang sederhana itu hanya untuk mengabdikan diri demi kehidupan kedua putranya itu sebab setelah melahirkan anak kembar itu ia pun mengembuskan napas yang terakhir.

"Waktu berlalu dengan cepatnya, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, akhirnya kedua bocah kembar itupun meningkat besar, baik wajah maupun potongan badan mereka, bahkan suara serta gerak-geriknya ternyata mirip sekali satu sama lain, seringkali ayah mereka sendiri pun tak dapat membedakan mana yang kakak dan mana yang adik.

"Tapi sayang, Thian justru telah menciptakan dua hati, dua perasaan yang berbeda pada kedua bocah kembar itu. Kalau sang kakak pintar, angkuh dan keras kepala, maka sang adik lemah, pendiam tapi baik hati, baik di rumah maupun di sekolahan semua kebanggaan dan pujian adalah kepunyaan sang kakak. Bahkan sampai ayah mereka sendiripun kurang begitu suka pada sang adik yang patut dikasihani ini, sebab menurut anggapan ayahnya, bila tak ada si adik ini mungkin istrinya tak akan sampai mati setelah melahirkan."

Suaranya begitu lembut dan sedap di dengar tapi ceritanya adalah kisah yang menyedihkan hati.

Hui Giok duduk bersila di tanah ia terkesima .. mendengarkan cerita itu.

Sesudah menarik napas panjang Ay Cing melanjutkan kisahnya: "Dibesarkan dalam suasana begini, tentu saja membentuk watak si adik menjadi pemurung, terhadap segala urusan ia menerimanya dengan begitu saja, tapi dalam hati dia selalu mengingatkan dirinya sendiri, membalas dendam... membalas dendam ...suatu ketika harus membalas dendam."

Bercerita sampai di sini, suaranya yang merdu tiba2 terdengar agak gemetar.

Hui Giok terkesiap, ia merasa kata2 "membalas dendam" yang diutarakan dari mulutnya itu mengandung nada benci dan mengerikan membikin hati orang berdebar. se-akan2 pembalasan dendam itu bukan ditujukan kepada sang kakak yang angkuh, melainkan terhadap dia.



Suara yang gemetar pelahan pulih kembali dalam ketenangan lanjutnya lebih jauh, "Suatu hari, sang kakak memecahkan jamban antik kesayangan ayahnya. ternyata tanggung jawab itu oleh sang kakak dialihkan kepada adiknya, si ayah yang pilih kasih mempercayai keterangan si kakak itu. Tentu saja si adik jadi sasaran caci-maki ayahnya karena penasaran, malamnya ia minggat meninggalkan rumah, tapi sang ayah dan kakaknya tidak jadi bingung atau gelisah, karena mereka tahu si adik yang lemah tentu akan pulang sendiri.

"Betul juga, pada hari ketiga si adik benar2 kembali, bahkan wajahnya menunjukkan sinar kegembiraan yang aneh, terhadap segala caci maki yang dilontarkan kepadanya ia tak ambil pusing.

Si kakak yang cerdik segera berusaha mendesak adiknya dan bertanya mengapa dia bergembira.

"Mula-mula si adik tak mau menjawab, tapi akhirnya ia bertutur juga, katanya waktu ia meninggalkan rumah, di suatu tempat telah bertemu dengan dewa, dewa itu menyuruhnya agar tiga hari kemudian berkunjung lagi ke sana karena dia akan diterima menjadi murid dan diajari ilmu dewa yang maha sakti.

"Mendengar cerita itu, si kakak jadi iri hati, sampai-sampai malamnya tak dapat tidur nyenyak.

Setelah pikir punya pikir, ia menemukan suatu rencana yang amat keji.

"Hari ketiga, si kakak pun pura-pura hendak mengantar adiknya bahkan mendesak pula kepada adiknya untuk memberitahu di manakah dewa itu berdiam. Dengan sikap yang aneh segera si adik menjelaskan letak tempat itu secara jelas, si kakak diam-diam merasa geli dan mengira adiknya terperangkap karena ia telah menyusun rencana untuk membinasakan adiknya, kemudian dengan menyaru sebagai adiknya ia akan berkunjung ke tempat sang dewa, wajah mereka berdua sama, sekalipun dewa juga belum tentu tahu akan penyaruannya.

"Mimpipun ia tak menyangka kalau adiknya sebetulnya tidak bertemu dengan dewa segala, dia hanya bertanya kepada pemburu-pemburu di bukit tentang tempat yang sering muncul binatang buas, tempat tersebut tak berani dikunjungi oleh pemburu sendiri, ia tahu kakaknya tentu akan berebut ke sana. Cuma ia tak menyangka kalau kakaknya berniat membinasakan dia."

Hui Giok berkeringat dingin, mimpi pun ia tak mengira antara manusia dengan manusia bisa menggunakan cara sekeji ini untuk saling mencelakai, apalagi mereka berdua adalah saudara kembar.

Leng-goat siancu sendiripun tanpa terasa berpaling ke arah kedua mayat yang saling berpelukan itu, sekali lagi ia menghela napas sedih.

Kedua orang itu sama-sama tidak memberitahu kepada ayahnya, diam-diam mereka naik gunung bersama, sang kakak diam-diam merasa senang, si adik pun merasa gembira. Ketika tiba di sebuah tebing yang curam, si kakak berkata, setelah berpisah hari ini, entah kapan kita akan bertemu lagi? - Si adik pun berkata, "Ya, setelah berpisah hari ini, entah sampai kapan kita bisa bertemu lagi"

Diam-diam ia merasa heran, kenapa kakak nya tidak berebut pergi ke tempat yang diceritakannya? Siapa tahu, belum habis ingatan tersebut terlintas dalam benaknya, sang kakak dengan segenap tenaganya telah mendorong si adik ke dalam jurang di sampingnya."

Hui Giok tak dapat menahan rasa kagetnya, ia menjerit.

Ay Cmg menghela napas panjang, sambungnya "Si kakak yang berada di atas tebing jadi ketakutan juga setelah mendengar jeritan ngeri si adik yang terjatuh ke jurang, cepat dia berlari menuju ke tempat yang dimaksudkan adiknya.

"Tapi di sana ia tidak menemukan dewa melainkan bertemu dengan seekor harimau kumbang yang amat buas, padahal usianya waktu itu baru dua belas tahun, tapi sudah memiliki keberanian yang luar biasa, dengan tenang dihadapinya bahaya itu. Tapi, apa yang bisa dilakukan seorang anak berusia dua belas? Mana seorang bocah cilik dapat melawan harimau ganas? Tampaknya dia segera akan mati oleh cakar harimau yang tajam"

Hui Giok merasa napasnya semakin lama semakin berat, sementara itu Ay Cing telah meneruskan ceritanya "Untunglah di saat yang kritis, suara auman harimau telah mengejutkan seorang tokoh persilatan yang bermukim di situ, si kakak pun berhasil diselamatkan dari ujung kuku harimau ganas itu. Tampaknya tokoh persilatan itu amat menyukai ketenangan serta kecerdikan bocah itu ketika ia bertanya maukah dia menjadi muridnya? Si kakak yang cerdik serta merta berlutut dan mengangkat guru padanya.

"Begitulah, karena bencana ia mendapat rejeki tak sampai sepuluh tahun, seluruh kepandaian tokoh persilatan itu telah dimilikinya, hanya saja setiap kali bila malam tiba, ketika ia memandang kegelapan di luar jendela telinganya seakan-akan mendengar suara jeritan ngeri adiknya waktu jatuh ke dalam jurang. Dan setiap kali perasaan itu terkekang ia tentu bergidik dan merasa menyesali.

Gua rahasia yang tak berangin itu tiba2 terasa lebih dingin dan menggidikkan badan.

Leng goat siancu Ay Cing meneruskan lagi ceritanya: "Sepuluh tahun kemudian, akhirnya tokoh persilatan itu wafat, ayah kedua bocah itu pun sudah mengembuskan napasnya yang penghabisan semenjak kehilangan kedua puteranya.

Sang kakak yang berhasil mempelajari ilmu silat lihay tentu saja tak mau berdiam terus di atas gunung yang sepi, ia pun turun gunung dan berkelana, tak sampai tiga tahun, ia berhasil memperoleh nama besar yang menggetarkan dunia.

"Suatu hari, ketika sedang melakukan perjalanan di jalan raya Kamliang ia berhasil menyelamatkan seorang perempuan muda dari serangan segerombol perampok, karena amat berterima kasih atas pertolongannya itu dan kagum atas ilmu silatnya. ditambah lagi karena menyesal atas dosa pada masa kecilnva, ia banyak melakukan kebajikan, semua ini telah menarik perhatian perempuan itu maka akhirnya dengan senang hati perempuan itu dipersunting menjadi istrinya.

"Kehidupan mereka selanjutnya adalah kehidupan yang indah dan bahagia, Mereka selalu belajar membaca dan belajar silat bersama bahkan ia telah menurunkan segenap ilmu silat yang tercantum dalam kitab pusaka Hay-tinan-pi-kip milik gurunya kepada isterinya, sedang perempuan itu mengajarkan ilmu sastra, menggubah syair dan bernyanyi kepada suaminya..."

Tiba-tiba Hui Giok merasa di balik cerita itu terselip nada yang penuh kehangatan, matanya memancarkan sinar terang, seakan-akan sedang meresapi kenangan bahagia masa lalu.

Satu ingatan cepat terlintas dalam benak Hui Giok ia tahu siapakah yang menjadi peran utama dalam kisah tersebut, tanpa terasa ia berpaling dan memandang sekejap ke arah kedua mayat yang saling berpelukan itu.

Tiba-tiba ia temukan sorot mata Ay Cing waktu itu juga sedang menatap ke sana.

Ay Cing memandang beberapa kejap ke depan, kemudian dengan cepatnya berpaling kembali.

"Suami istri itu merupakan pasangan suami istri paling bahagia dalam dunia persilatan," lanjutnya, "hingga pada suatu hari..."

Diam2 Hui Giok merasakan firasat yang tidak enak.

Ay Cing menghela napas, sambungnya, "Pada malam itu turun hujan lebat, mendengar suara air hujan di luar jendela, entah mengapa tiba-tiba dalam hatiku timbul firasat jelek.



Mendadak ia merasa telah telanjur bicara, maka, sambil tertawa sedih lanjutnya "Waktu itu aku sudah tujuh tahun kawin dengan Jian-jiu-suseng Siau Tiong jim, tapi perasaan tak enak semacam itu baru timbul untuk pertama kalinya, aku berada di sisinya, aku merasa bagaikan hidup di masa kanak-kanak lagi.

"Tengah malam. ketika seorang temannya yang jauh berdiam di wilayah Se-pak mengutus orang memberi kabar bahwa ia telah menemukan peristiwa luar biasa dan berharap dia segera berangkat ke sana sebenarnya aku ingin ikut pergi, tapi dia berkata kepadaku agar tetap tinggal di rumah, tak sampai satu bulan dia akan kembali lagi, sebab pertikaian apapun yang terjadi dalam dunia persilatan, asal Jian jiu-suseng datang, semua urusan akan beres dengan sendirinya Tapi hatiku tidak tenteram dan tetap ingin ikut pergi, ia mentertawakan aku mirip kanak2"

Ia tarik napas panjang, kemudian melanjutkan. "Tidak sampai satu bulan, ia benar-benar sudah pulang, meskipun tampak lebih kurus tapi semangatnya tetap segar, betapa senangku Tapi entah mengapa, sejak kedatangannya, aku merasakan suasana yang aneh seakan akan selalu menyelimuti di sekelilingku."

Nada ucapannya makin lama semakin berat, tiap patah kata seolah-olah harus menggunakan tenaga yang amat besar.

Hui Giok merasakan juga suatu suasana yang sangat aneh di balik nada perkataannya, membuatnya bergidik.

"Suasana semacam itupun berlalu dengan cepat," terdengar Ay Cing bercerita pula, "setahun telah lewat tanpa terasa aku merasa dalam segala hal telah terjadi perubahan, tapi tak dapat kuutarakan alasannya, dalam setahun aku semakin jarang bercakap dengannya, acara membaca buku dan berlatih silat juga terhenti semua, sebab kata-katanya ia menderita sedikit luka dalam tapi aku tidak melihat luka itu.

"Musim hujan tiba lagi, malam itupun hujan turun dengan derasnya, waktu itu aku sudah tertidur. tapi ketika terbangun di tengah rnalam, ku jumpai dia duduk di tepi pembaringan sambil memandang keluar jendela dengan terkesima, aku tidak mengganggunya, hanya pelahan kualihkan pandanganku ke arah mana ia memandang!"

Nada suaranya dari berat tiba-tiba berubah jadi kaget, gemetar bercampur sedih.

"Apa yang kulihat , apa yang kulihat waktu itu, selamanya tak akan kulupakan lagi, katanya gemetar, "aku. . . .aku telah melihat sepasang mata Jian-jiu Cuseng Siau Tiong jin yang lain berada di luar jendela, ia sedang memandang diriku dengan terkesima, jantungku hampir melompat keluar dan rongga dada, tak tahan lagi aku menjerit kaget."

Hui Giok mengkirik, hampir saja ia tak tega untuk mendengarkan cerita itu lebih jauh.

Keringat dingin membasahi seluruh badannya ketika diam-diam ia menengadah dilihatnya air muka Ay Cmg telah kaku, sedikit pun tak berperasaan.

Seperti lagi menceritakan suatu kisah lain, ia lanjutkan kata-katanya, meski dengan suara agak gemetar "Setelah aku menjerit kaget, bayangan manusia diluar jendela itu segera kabur dari situ, aku jadi tak tahan dan ikut melompat turun dan pembaringan, aku ingin mengejarnya, tapi orang yang duduk di sampingku tiba-tiba menutuk jalan darahku, membuat aku tak mampu berkutik"

Tiba-tiba minyak lentera mengering, api padam dan suasana dalam gua pun diliputi kegelapan.

Rasa seram semakin menyelimuti seluruh ruangan gua, seakan-akan banyak siluman iblis yang sedang menari di sana, dan setiap bayangan siluman iblis itu seolah-olah berwajah Jian Jiu suseng.

Tanpa terasa Hui Giok melingkarkan tubuhnya, ngeri rasanya mendengarkan cerita yang seram di tempat kegelapan seperti ini, apalagi si pemegang peran cerita yang itu sekarang duduk di hadapannya dengan air mata bercucuran.

"Sampai waktu itu aku belum lagi mengetahui masa silam mereka berdua." lanjut perempuan itu dengan sedih, "akupun tak tahu... orang yang duduk di tepi . .. . di tepi pembaringan yang telah... telah hidup bersamaku selama setahun itu sebe. . . sebenarnya bukan Jian-jiu-suseng Siau Tiong-jim melainkan... melainkan adiknya Siau Pek-hian."

Hui Giok menghela napas panjang. Di tengah kegelapan akhirnya terdengar juga suara tangis yang memilukan.

Entah berapa lama perempuan itu menangis, akhirnya ia melanjutkan kisahnya dengan suara gemetar "Waktu itu aku berbaring di pembaringan dengan badan kaku, kudengar Siau Pek-hian menceritakan semua kisah itu. Ternyata setelah jatuh ke dalam jurang, ia tidak mati, setelah mengalami banyak kesulitan, akhirnya ia berhasil mempelajari serangkaian ilmu silat yang lihai dan ia kembali ke dunia ramai untuk membalas dendam. Tapi... tapi aku..."

Dengan pedihnya ia mengeluh "Aku tidak berbuat dosa apa2, aku pun tidak berbuat kesalahan kepadanya, tapi aku harus menanggung penderitaan dan penghinaan yang tak terkirakan beratnya ini. Kudengar ia memberitahukan kepadaku sambil menyeringai "Dengan tulus ikhlas ia menyerahkan kau kepadaku, karena ia merasa telah bersalah padaku. Dan hari ini, dia cuma datang untuk menengok dirimu sekejap, Kini kau adalah isteri Siau Pek-hian, bukan saja sudah setahun kau ikut aku, selamanya kau pun akan ikut aku."

Ia menghela napas putus asa, suara keluhan ibaratnya jarum yang bengkok menusuk urat syaraf, Hui Giok, membuat sekujur tubuh pemuda itu gemetar keras, sampai gigi pun gemerutukan.

Dalam kegelapan yang penuh diliputi kepedihan kisah tersebut kembali dilanjutkan "Bayangkanlah, aku... aku telah menemani tidur bersama seorang sebagai suami isteri selama setahun, aku... aku selalu menganggapnya sebagai suamiku."

"Betapa sakit hatiku setelah kudengar pengakuannya, rasa sakit hati yang menimbulkan dendam... dendam kepada mereka berdua, diam2 aku bersumpah. akan kupelajari ilmu silat yang lebih tinggi dan lebih hebat untuk membinasakan kedua orang bersaudara itu."

"Membaranya dendam kesumat itulah mempertahankan hidupku ini, karena kobaran api bencilah yang menghindarkan diriku dan perbuatan nekat bunuh diri di hadapan mereka.

"Sejak peristiwa itu Siau Pek-hian tidak pernah membuka jalan darahku, tiga tempat Hiat-to penting yang menghubungi aliran darah dalam tubuhku ditutuknya sehingga meski aku bisa bergerak namun tak mampu melepaskan diri dari cengkeramannya.

"Begitulah, dalam keadaan seperti ini aku... aku hidup lagi selama satu tahun, dalam setahun ini aku... aku harus menahan segala penderitaan segala hinaan dan siksaan, penderitaan yang tak bisa dibayangkan oleh siapapun."

Siau Pek-hian tiada hentinya menghina dan mempermainkan diriku, kadang kadang iapun melakukan perbuatan-perbuatan keji dalam dunia persilatan sehingga membuat nama Jian jiu suseng dianggap sebagai makhluk setengah baik setengah keji oleh umat persilatan.

"Dalam setahun itu kembali kutemukan rahasia-rahasianya di masa lalu ternyata sudah sangat lama sekali ia menguntit jejak kami, hingga tiba kesempatan baik baginya, yakni sewaktu Siau Tiong-jim pergi karena ada urusan, lalu dengan siasatnya yang keji itu ia mengangkang diriku.

"Ketika Siau Tiong jim pulang ke rumah dan menyaksikan keadaan tersebut, ia tak tega melukai hatiku, maka diam-diam iapun menyingkir ia amat menyesal terhadap adiknya, maka aku pun dikorbankan, aku... aku telah dijadikan korban untuk kebusukan mereka berdua, aku.... aku jadi lebih benci kepada mereka."

Diam-diam Hui Giok menghela napas panjang sekarang ia baru paham, ternyata di balik permohonan pertamanya itu terselip sebab musabab yang begitu ruwet dan penuh penderitaan.



Ketika menggerakkan tubuhnya, barulah dirasakan bajunya telah basah oleh air keringat pelahan ia meraba pula pipinya, nyata sejak tadi ia pun meneteskan air mata simpatik.

Sekarang, bahkan ia merasa berterima kasih atas suasana gelap yang menyelimuti sekelilingnya sebab ia tak tega untuk menyaksikan lagi raut wajah perempuan yang kenyang penderitaan ini.

Dt tengah keheningan yang mencekam, akhirnya terdengar Ay Cing meneruskan lagi ceritanya.

Kemudian pengawasan Siau Pek-hian terhadap diriku semakin mengendor, akupun berusaha dengan segala daya upaya untuk membebaskan jalan darahku yang tertutuk, kucuri kitab pusaka Hay-thian pi-kip dan kukabur dari cengkeramannya.

"Aku tak berani kabur ke pegunungan yang sunyi atau hutan yang lebat, sebab aku takut ia berhasil menemukan jejakku. terpaksa aku menyaru sebagai lelaki dan bersembunyi di antara manusia2 lain, karena itu juga aku telah bertemu dengan kau.

"Kulit muka kitab pusaka Hay-thian-pi lok kurobek, kemudian kubuat pula dua jilid kitab tiruan yang kusimpan dalam rangsel siang dan malam dengan sekuatnya kulatih terus ilmu silatku.

Tapi akhirnya aku berhasil ditemukannya kembali, malam itu setelah kubunuh Mo Se dari Pak to jit-sat, aku tertangkap, ia mengejek diriku dengan segala kata2 kotor, dia mengira... mengira... ai, kukira dia akan membinasakan diriku waktu itu, siapa tahu setelah mencemoohkan diriku dan mencaci maki aku- kemudian ia berlutut dan memohon padaku, memohon agar aku tidak meninggalkan dia lagi."

"Dia... dia seperti orang gila, sebentar membelenggu tubuhku erat-erat, sebentar membebaskan pula diriku, siang dan malam ia menjaga di sisiku tanpa hentinya, sepuluh hari sepuluh malam ia bertahan terus tanpa memejamkan matanya barang sekejappun.

"Tapi akhirnya ia lelah juga, akupun segera kabur lagi. Tapi dia bagaikan iblis yang kemanapun aku pergi dia selalu berhasil menemukan diriku, ke mana pun aku sembunyi dia selalu berhasil melacaki jejakku."

Di tengah kegelapan, kembali terdengar suara helaan napas yang tak terkirakan beratnya.

Setelah menghela napas, ia melanjutkan "Akhirnya aku jadi jemu, lagi pula tiba-tiba kuketahui kendatipun kulatih ilmu silatku sepuluh atau seratus tahun lagi, tetap tak dapat mengalahkan mereka berdua."

"Suatu hari, aku bertemu dengan Kim tong-giok-li, mereka memberitahukan suatu kabar yang maha penting kepadaku, katanya jejak Jian jiu-su seng telah mereka temukan bersembunyi di suatu gua rahasia di puncak Si-sin-hong, di Hong-san itu, kutahu waktu itu bahwa Siau Tiong jim telah bersembunyi di sini sejak meninggalkan diriku. "Suami isteri kosen itu adalah sahabat karibku mereka sangat memperhatikan diriku, tapi mereka pun tak dapat membebaskan diriku dari penderitaan."

"Setelah memperhatikan urusan ini beberapa waktu lamanya, akhirnya kuputuskan untuk datang ke Hong-san ini untuk mencari Siau Tiong Jin, maka kitab Hay thian-pi lok yang aslipun kuserahkan kepada mereka agar diberikan kepadamu."

Hui Giok mengembuskan napas lega, baru sekarang dia tahu bahwa kedua jilid kitab Hay thian-pi-lok yang dirampas ayah dan anak she Sun itu adalah kitab palsu, iapun tahu bahwa kitab yang selalu berada dalam sakunya sekarang tidak lain adalah kitab pusaka ilmu silat yang meggetarkan seluruh tolong langit itu.

Kembali Lens-goat-siancu berkata "Selesai meninggalkan pesan, aku berangkat ke Hong san dan temukan gua rahasia ini waktu itu Siau Tiong-jim belum pulang, maka aku pun menunggu sehari di sini.

"Ketika Siau Tiong jim pulang dan melihat aku berdiri kaku di hadapannya ia berseru kaget, sampai-sampai kotak kayu yang dipegangnya terjatuh ke tanah.

"Kupegang dia, kupandang wajahnya dan kurasakan meski aku benci kepadanya, akupun mencintainya, sambil menangis aku bertanya kepadanya mengapa ia bersikap demikian kepadaku?

"Siapa tahu, tiba-tiba ia bergelak tertawa, Ternyata, ternyata aku salah kenal lagi, dia... dia bukan Siau Tiong-jim melainkan Siau Pek-hian.

Aku menjerit sekerasnya, aku seperti orang kalap waktu itu, untunglah Siau Tiong-jim muncul pada waktunya, sekarang mereka berdua muncul bersama di hadapanku, mereka saling bertatapan tanpa berkedip, pertikaian dan perselisihan selama puluhan tahun membuat sorot mata mereka berdua se-akan-akan memancarkan sinar berapi.

"Kemudian, mereka bersama memandang diriku, tanpa sadar aku menyurut mundur dengan ketakutan hingga punggungku menempel dinding batu yang dingin.

"Tiba-tiba Siau Pek hian berkata, Dunia ini sudah terlampau penuh, salah satu di antara kita berdua harus mengundurkan diri dan keramaian dunia?"

"Siau Tiong jim termenung sebentar, lalu ia pun berkata, "Ya. dunia ku memang kelewat sempit untuk menampung kita berdua?

"Maka kedua orang itupun bersama-sama melolos pedang, Ai takdir menentukan kehidupan manusia, terkadang juga terlampau kejam. Raut wajah mereka, tindak tanduk dan suara mereka begitu mirip, sama ibarat pinang dibelah dua, tapi mereka harus bertarung mau-matian sejak pertarungan berkobar, aku merasa bahwa perhatianku terhadap mereka berdua ternyata sama dan tidak berat sebelah.

"Aku berteriak sambil menangis aku mohon kepada mereka agar jangan berkelahi, tapi mereka seolah-olah tidak mendengar teriakanku ini, dalam lorong yang sempit inilah mereka melangsungkan pertarungan sengit selama semalam suntuk, sekujur badan mereka telah terluka dan mengucurkan darah."

Ai... ternyata Thian telah memberikan kungfu yang sama ampuhnya kepada mereka berdua."

Hui Giok menggerakkan tangannya untuk menyeka peluh yang membasahi jidatnya, seandainya, ia tidak menyaksikan sendiri, mungkin dia tak akan percaya bahwa kisah yang mengerikan dan memilukan hati itu memang suatu kenyataan.

Di luar lorong, tampaknya fajar telah menyingsing, cahaya terang memancar masuk lewat celah-celah gua dan samar-samar tubuh Ay Cing dapat dilihatnya.

Tapi ia tak berani memandang wajahnya, pemuda itu tundukkan kepala sambil mendengarkan perempuan itu melanjutkan ceritanya.

Kemudian, mereka tinggalkan sistem pertarungan dengan senjata dan memilih cara mengadu jiwa seperti ini, aku semakin kuatir bercampur cemas, meskipun ku tahu bila mereka tetap hidup bersama di dunia ini, maka tragedi mereka selamanya juga tak akan berakhir sebab . . . sebab aku aku mencintai mereka berdua, mereka berdua pun mencintai diriku."

"Kendatipun begitu, aku tetap tak tega menyaksikan kematian mereka, dengan jarum baja ini kutusuk sekujur badanku, aku berharap mereka mau menghentikan pertarungan demi menyaksikan penderitaanku. Tapi mereka tetap tak menggubris, mereka bersikap seakan-akan tidak tahu perbuatan ku ini."

Suaranya makin lama makin lemah dan makin lamal akhirnya suasana di sekeliling tempat itu tercekam pula oleh keheningan.

Hui Giok duduk kaku seperti patung, pikirannya berputar membayangkan kembali apa yang barusan di dengarnya.

Lama dan lama sekali akhirnya Ay Cing menghela napas sedih, bisiknya "Tragedi itu pun berakhir, cerita pun ikut berakhir Kedua bersaudara itu telah menyelesaikan pertikaian di antara mereka, tapi aku?"

Tiba-tiba ia tertawa ringan, suara tertawanya penuh mengandung cemoohan dan kedukaan terhadap kehidupannya membuat suara tertawanya itu kedengaran memilukan.



"Aku... aku ingin bertanya kepadamu, pantaskah aku melanjutkan kehidupanku ini?" bisiknya lagi

Sekujur badan Hui Giok bergemetar ia tergegap: "Kau, kau.."

"Permintaan ketiga yang hendak kuajukan kepadamu adalah bila kumati. kuburlah jenazah kami bertiga dalam satu liang!" tukas Ay Cing sambil menghela napas.

Rasa sedih yang sudah menimbun di dada Hui Giok, sekarang tak terbendung lagi, semua perasaannya serta merta meluap keluar.

"Kau tak boleh mati" teriaknya dengan sedih.

Ay Cing tertawa pedih "Sudah lupakah kau akan kesanggupanmu tadi? Lagi pula.. dengan kekuatanmu apakah kau dapat mencegah keinginanku?"

Hui Giok tertegun, dua titik air mata jatuh membasahi pipinya, bayangan tubuh perempuan itu terlihat kabur dan akhirnya ia berpekik. "Tapi... tapi..."

"Tapi aku takkan mati saat ini..." ujar Ay Cing lagi sambil menghela napas "aku hendak menggunakan sisa kekuatanku untuk berbuat sedikit kebaikan bagimu, tiga hari. . . tiga hari lagi, siapapun tak dapat mengalangi diriku lagi untuk mati,"

Setelah bergumam lirih iapun berpaling dan memandang lagi kedua mayat yang saling berangkulan itu. Ai, takdir memang memberikan nasib kelewat buruk kepadanya, membuatnya segan untuk hidup lebih lanjut.

Hui Giok juga termangu beberapa waktu lamanya, diam-diam ia berjanji di dalam hati "Tiga hari... tiga hari lagi, bagaimanapun jua aku harus mengalangi niatnya untuk membunuh diri" Sekalipun perbuatanku ini sama artinya dengan melanggar sumpahku sendiri. walaupun aku harus mati disambar geledek, aku tetap akan menyelamatkan jiwanya, akan kubantu dia agar menemukan makna kehidupan yang sebenarnya."

Baru saja ingatan tersebut melintas dalam benaknya tiba-tiba Ay Cing bangkit berdiri. lalu dengan sempoyongan menghampirinya, kedua telapak tangannya yang putih mulus secepat kilat menghantam tubuh Hui Giok.

Pemuda itu merasakan telinganya mendengung keras, segulung hawa panas terasa menembus hulu hatinya.

Menyusul hawa panas itu makin menyebar mulai dari hulu hatinya menjalar sampai ke bahu ke lengan, ke seluruh urat nadi.

Akhirnya, sekujur tubuhnya seperti digarang ia tak berdaya dan tak sadarkan diri, membiarkan hawa panas itu membakar seluruh tubuhnya, badan seperti di robek-robek sukar tertahan akhirnya ia mengeluh sakit.

Rasa sakit masih terus berlangsung lama dan lama sekali.

Kemudian hawa panas itu menjadi padam. ke-empat anggota badannya terentang dengan lemas, menyusul sesosok tubuh yang hangat dan sejuk menempel lekat-lekat di atas dadanya.

Sesudah menderita timbul suatu perasaan nyaman dan segar yang sukar dilukiskan, tiba-tiba pikirannya jadi kalut, segala pikiran jahat, kobaran berahi yang sebelumnya tak pernah terlintas dalam benaknya, kini timbul serentak.

Dengan susah payah ia berusaha mengendalikan diri, menguasai diri dari pengaruh pikiran jahat itu, kemudian, hawa panas membara lagi.

Kembali terasa penderitaan yang berlangsung lama bagaikan beribu tahun lamanya.

Ia merintih, ia berguling, iiba-tiba ketenangan muncul bagaikan kelebatan kilat, dengan lemas dan lelah ia terkapar di tanah, Selang sejenak, tiba-tiba ia merasa lapar dan dahaga, rasa lapar dan dahaga yang tak tertahankan bahkan ia rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk rnendapatkan setegukan air minum dan sedikit makanan.

Kosong, hampa... ia merasa dirinya seperti kabur terembus angin, seluruh tenaga dan darah dagingnya bagaikan telah luluh merembes keluar bersama cucuran keringatnya.

Penderitaan, rasa nyaman, pikiran jahat, nafsu berani, kehampaan bagaikan datang silih berganti dalam kekaburan yang menyelimuti benaknya, ia hanya teringat akan satu hal

"Tiga hari... tiga hari..."

Tapi ia sudah lupa apa arti "tiga hari" itu, ia se-akan2 sudah mengalami siksaan selama seratus atau seribu tahun lamanya.

Mendadak semuanya telah berakhir.

Napasnya tersengal-sengal, lama dan lama sekali, tiba2 ia teringat akan tiga hari", ia teringat akan arti kata "tiga hari" itu, sambil berteriak keras ia melompat bangun.

Cahaya yang menerangi lorong gua itu tetap redup, se-akan2 tak pernah terjadi sesuatu peristiwa apapun, tapi di manakah Leng goat-siancu Ay Cing.

Dengan terkesiap ia berteriak Ay... Ay hujin, Ay Cing kau..."

Yang terdengar hanya gema suara sendiri yang mendengung dalam gua, tak terdengar suara jawaban.

Ia berdiri kaku dengan perasaan kalut, ia sama sekali tak tahu apakah yang telah dialaminya? Suasana sepi, sama sekali tiada jawaban.

Tapi akhirnya, terdengar suara yang lemah dan lirih muncul dan bawah tanah Anak Giok!"

Pemuda itu terkesiap, buru2 ia berjongkok di bawah remang cahaya dilihatnya Ay Cmg terkapar di tanah dengan lemah, sorot matanya yang semula terang kini telah pudar, rambutnya yang hitam mengkilat sekarang berubah jadi pulih kelabu.

Dengan gugup, kaget dan kalut pikiran Hui Giok membimbingnya bangun, sementara pikirannya berputar dengan bingung. "Masa, masa aku tak sadarkan diri selama bertahun-tahun? Ken... kenapa ia jadi setua mi? Ap... apa yang telah terjadi?"

Ay Cing yang lemah dan tak bertenaga bersandar dipangkuannya, tiba-tiba terdengar suara tawanya, entah tertawa atau helaan napas, ia berkata lirih, "Tiga hari telah lewat"

"Tiga hari? Baru tiga hari? Ken... kenapa kau jadi tua?" Hui Giok terkesiap

Ay Cing merintih. "Setelah menguburkan kami bertiga, kau boleh pergi meninggalkan tempat ini."

"Mengubur dirimu. . . . kenapa aku harus mengubur dirimu?" Hui Giok berteriak keras, "kau... kau masih hidup, kau harus hidup terus hidup selamanya."

Teriakannya sangat nyaring, tapi Ay Cing tampaknya tidak mendengar ucapannya, dia bergumam pula "Segenap kekuatan dan darahku telah kuberikan padamu, kau.... kau harus baik-baik jadi orang, aku membantumu aku sangat gembira."

Kata-kata yang belum terselesaikan itu tiba-tiba terputus.

"Kau... kau..." teriak Hui Giok dengan air mata bercucuran, tapi akhirnya ia tak dapat mengendalikan rasa sedihnya lagi, dipeluknya tubuh perempuan itu dan menangislah dia keras2 ia tahu bahwa dia telah meninggal dunia.

Dan kata katanya menjelang kematian, ia tahu perempuan itu telah memberikan segenap tenaga dalamnya kepadanya dengan cara yang luar biasa, dan perempuan itu karena kehabisan tenaga akhirnya mengembuskan napasnya yang terakhir.

Hui Giok merasa tubuh yang berbaring dalam pelukannya sekarang demikian enteng, demikian ringan seakan-akan sebuah benda yang kosong.

Namun beban dan tanggung jawab di atas bahunya sekarang terasa sedemikian beratnya.

Budi kebaikan yang tak terperikan, rasa terima kasih yang tiada taranya, kepedihan yang tak terkatakan, penderitaan yang tak terhingga, semua terasa menghimpit dadanya, menekan jantungnya hingga se-akan2 berhenti berdetak.

Tapi kekuatan apa pun tak mampu menahan kepergian nyawa seorang, siapa pun lak dapat membatalkan kematian... "

Suatu tragedi pun berakhirlah.

Suara langkah kaki yang bergema dalam lorong gua itu setapak demi setapak menuju keluar, suara itu monoton, memilukan, persis seperti perasaan Hui Giok ketika itu.



Pelahan ia menjajarkan ketiga sosok mayat itu, ia bersumpah akan mengadakan upacara penguburan yang khidmat agar mereka dapat beristirahat dengan penuh kedamaian.

Kini ia berdiri di ujung lorong, tanpa sadar ia berpaling pula dengan perasaan berat, ia memandang untuk terakhir kalinya ke arah gua yang gelap dan seram itu.

Sinar terang menembus masuk dari atas, ia pun bergumam: "O, sekarang adalah siang hari!"

Tiga hari tiga malam sudah ia tak makan dan tak minum, tapi pemuda itu tidak merasa lapar, dahaga atau letih.

Ia tak tahu kesedihankah yang menghilangkan nafsu makannya, atau kekuatan yang tercipta oleh penemuannya yang aneh.

Ia memejamkan mata dan melompat ke atas dengan sekuat tenaga, ia merasa tubuhnya enteng ibarat burung seriti dengan mudah ia melayang ke luar.

Puncak bukit masih dilapisi kabut yang tebal, Leng-kok-siang-bok tampak duduk bersila di atas batu, ketika Hui Giok melompat keluar dan memandang ke arah mereka, tampaklah tubuh kedua orang bersaudara itu kaku seperti mayat, rambut mereka basah oleh embun, semua ini membuatnya terperanjat.

"Jangan jangan mereka juga.. ."

"Tapi baru saja ingatan itu terlintas, Leng-kok siang-bok telah membuka matanya kedua orang itu saling pandang sekejap, kemudian Leng Ko-bok bertanya: "Sudah selesaikah urusanmu?"

Hui Giok menghela napas dan mengangguk

"Kalau begitu, marilah kita berangkat." ajak Leng Han tiok

Kedua orang itu segera mengebas bajunya dan bangkit berdiri, mereka terus turun gunung, mereka seakan-akan anggap Hui Giok hanya berada tiga empat jam saja di bawah, tidak heran juga tidak bertanya.

Hui Giok melenggong, cepat ia menyusulnya serunya dengan tergagap "Apakah kita tak jadi turun lewat sebelah sana?"

"Setelah tiga hari tiga malam dan tidak makan minum, mana kita ada tenaga lagi untuk naik turun gunung" sahut Leng Han-tiok tanpa berpaling.

Hui Giok menghela napas, ia tahu meskipun di luar kedua orang ini tidak menunjukkan perhatian, pada hakikatnya mereka amat menaruh perhatian terhadapnya.

Dari ucapan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa selama tiga hari tiga malam kedua orang itu berjaga terus di sana tanpa meninggalkan tempat itu barang selangkah pun.

Jalan pegunungan itu curam dan berbahaya tapi bagi pandangan Hui Giok telah berubah jadi datar dan gampang, karena pikirannya kacau ia sama sekali tidak merasakan perubahan atas dirinya, ia cuma mengikut terus di belakang Leng-kok siang-bok.

Leng kok-siang-bok sendiri saling pandang sekejap, mereka merasa kaget dan heran, setelah berjalan beberapa saat lamanya tak tahan lagi kedua orang itu mereka putar badan dan memperhatikan gerakan tubuh Hui Giok dengan terheran-heran Leng Han-tiok memandang sekejap ke muka tiba-tiba ia melancarkan suatu pukulan keras ke arah Hui Giok.

Terkejut Hui Giok, cepat ia melayang mundur tiga depa ke belakang.

"Nah, memang betul!." kata Leng Ko bok dengan pandangan berkilat.

"Ada apa?" seru Hui Giok bingung.

"Bukankah Leng goat-siancu Ay Cing telah mati?" tanya L-eng Han tiok dengan dingin.

Dengan sedih Hui Giok menundukkan kepala dan menghela napas panjang. "Ya, Jian jiu suseng dan Leng-goat siancu telah berpulang ke alam baka!"

Wajah Leng kok siang-bok sama terlintas rasa keheranan.

Selagi Hui Giok masih tidak mengerti, Leng Han tiok menghela napas katanya "Konon dalam dunia persilatan terdapat sejenis ilmu maha sakti aliran Buddha yang dapat melancarkan urat-urat penting di tubuh seorang cukup dalam waktu tiga hari saja, tak nyana kau bisa mengalami kejadian tersebut, tapi... tahukah kau bahwa Leng-goat-siancu mati lantaran kau?"

Sekuatnya Hui Giok menahan perasaannya, dengan terus terang iapun mengisahkan pengalamannya. Mendengar penuturan tersebut, air muka Leng-kok-siang-bok rada berubah akhirnya mereka menghela napas panjang.

Sejak dulu sampai sekarang, baru pertama kali ini kedua bersaudara ini menghela napas di hadapan orang ketiga, entah karena ikut berbahagia bagi keberuntungan Hui Giok atau ikut berduka cita bagi nasib Leng-goat-siancu yang malang.

- oo0oo - /p>

Tiga sosok bayangan secepat kilat melayang turun Hong-san, langkah Hui Giok sekarang ternyata mampu sejajar dengan kedua tokoh silat yang termashur di dunia ini. Tentu saja hal ini pertama disebabkan oleh keadaan Leng-si-hengte yang di rundung lapar dahaga dan letih. Kedua berkat pemberian tenaga Ay Cing sebelum meninggal dunia.

Di dunia ini sering kali terjadi hal2 yang di luar dugaan, terutama dalam dunia persilatan kejadian-kejadian yang sukar dibayangkan seperti ini jauh lebih sering terjadi.

Jangankan orang lain, Hui Giok sendiri pun hampir tidak percaya bahwa penemuannya itu sungguh-sungguh terjadi, seandainya perasaannya ketika itu tidak diliputi kedukaan yang dalam, ia bisa meloncat kian kemari karena gembiranya.

Keadaan anak muda itu ibaratnya orang buta yang tiba-tiba bisa melihat kembali, ibarat orang miskin yang mendadak menjadi kaya raya, atau seperti orang yang sangat dahaga, tiba2 memperoleh air jeruk yang segar.

Ya, pemuda itu telah maju melangkah dalam perjalanan hidupnya yang penuh liku-liku ini.

Kemajuan ini segera mengubah pula pandangan hidupnya, hanya dalam tiga hari yang teramat singkat ini ternyata ia berhasil mencapai tingkatan yang mungkin sukar dicapai oleh orang awam sepanjang hidupnya.

Tapi aku berjanji kepadamu, penderitaan yang kau alami sekarang akan mendapat balas jasa yang sepuluh kali lipat lebih besar.

Perkataan yang lembut dan penuh kedukaan itu se-olah2 mendengung kembali di sisi telinganya, seakan-akan seorang pengembara yang tiba-tiba terkenang kembali pada kampung halamannya.

Leng-kok-siang bok berusaha menutupi rasa gembira yang bergolak dalam hati, tapi rasa gembira itu tetap terpancar keluar dan sinar mata mereka, Bergembira bagi kesuksesan orang lain, betapa luhur dan kebesaran jiwa mereka ini.

Leng Hian-tiok memandang sekejap wajah anak muda itu, ia tahu pemuda yang berhati mulia ini sedang dirundung kesedihan. ia tak membiarkan kesedihan terlampau menguasai perasaannya, sebab ia sendiripun pernah diliputi oleh kesedihan.

Sesudah berpikir sebentar, pelahan ia berkata: "Hui Giok coba terka apakah kawanan orang yang menjemukan itu masih menanti di bawah gunung?"

"Sudah empat hari kita di atas gunung, mungkin mereka sudah angkat kaki !" sahut Hui Giok tak acuh

Tiba2 Leng Han tiok tertawa "Aku malah berharap agar mereka jangan pergi dulu sebab bila ditemani makhluk2 menjemukan itu maka dalam perjalanan kita selanjutnya tak akan kesepian lagi."

Hati Hui G'ok tergerak kata "kesepian" ternyata bisa diucapkan oleh Leng-kok siang-bok yang dingin dan kaku hal ini, betul suatu peristiwa yang luar biasa, ia menengadah memandang senyuman yang menghiasi wajah mereka, seketika itu juga rasa dingin hatinya berubah jadi lebih hangat.

"Ah. ternyata Leng kok siang bok telah berubah!" pikirnya.



Maka senyuman manis pun tersungging di ujung bibirnya hingga mereka tiba di kaki gunung.

Dari kejauhan berkumandang suara hiruk-pikuk, suasana yang amat gaduh ini sangat mengherankan ketiga orang itu.

Mereka melompat ke atas batu gunung, dari situ mereka melongok ke bawah, tertampaklah manusia berkumpul di kaki bukit sana, suasana jauh lebih ramai daripada ketika mereka naik ke atas empat hari yang lalu, bau arak dan harum daging berembus ke mana2 mengiringi gelak tertawa dan suara pembicaraan yang ramai.

Mereka bertiga saling pandang sekejap, tiba-perut terasa begitu lapar hingga sukar ditahan serentak mereka lari terus ke bawah.

Tapi setibanya di kaki bukit, Leng kok siang bok memperlambat gerakan tubuhnya senyuman yang semula menghiasi wajahnya kini sudah lenyap tak berbekas, sebagai gantinya terlihatlah seraut wajah yang dingin, kaku dan menyeramkan.

Melihat semua itu, Hui Giok menghela napas dan berpikir: "Ai, entah mengapa, sikap kedua orang ini terhadap orang di dunia selalu dingin !"

Cahaya matahari gilang gemilang menyinari bumi raya yang permai ini, sambil membusungkan dada Hui Giok turun ke bawah dengan langkah lebar.

Baru saja bayangannya muncul, meledaklah suara pekik gembira yang gegap gempita dan sekeliling kaki bukit, "Hui-taysianseng!"

Pekik nyaring yang menggelegar itu muncul dari mulut beratus orang persilatan hampir bersamaan waktunya.

Hui Giok melenggong, ia tak menyangka nama besarnya dalam dunia persilatan telah memiliki kekuatan sebesar itu.

Lautan manusia yang duduk berkelompok itu mulai gaduh, tapi ada dua orang di antaranya yang tetap berduduk tak bergerak, yang satu bertubuh tinggi besar dan berpakaian serba merah dia Si Jengger Ayam Pau Siau-thiaa yang kasar itu, sedang di depannya berduduk seorang laki laki kurus kering bermata cekung, dia adalah musuh kebuyutannya, Sio-lu-tui-hong Ga pio.

Pekik kegembiraan masih menggema Hui Giok berjalan di antara kerumunan manusia dengan rada gugup.

Koan-ji suseng dari Hui-leng-po, Yu Peng dari Long-bong-san-ceng menyambut kedatangannya, dengan cara yang berbeda tapi bertujuan sama, kedua orang itu berusaha mengorek keterangan dengan sangat hati-hati "Apakah menang atau kalah sudah ketahuan?"

"Belum" sahut Hui Giok sambil tersenyum, walaupun hatinya sedang berduka, ia tak ingin orang lain ikut memikul rasa duka dan penderitaannya, kedukaan selamanya hanya cocok menjadi santapan bagi diri pribadi.

"Aku mengira kalian sudah pergi semua." katanya kemudian sambil tersenyum, "sungguh tak nyana kalian begitu sabar menanti kabarku di sini "

Semangat Koan-jiya berkobar, seakan-akan merasa suatu kebanggaan baginya karena dapat berbicara dengan Hui-taysianseng.

Ia tak tahu bahwa Hui Giok mencintai setiap umat manusia, ia berharap bisa berkenalan dengan mereka dalam tingkatan yang sama, cuma dalam kehidupannya di masa lalu orang lain tak sudi bergaul dengan dia, meski ia sangat mengharapkan demikian.

Go Peng berpaling dan memandang sekejap si Jengger Ayam Pau Siau-thian, lalu katanya dengan tergegap, "Sebenarnya hamba sekalian sudah mau pergi, tapi... tapi oleh karena Cia piauthau mengatakan bahwa kalian bertiga akan turun gunung lewat jalan semula, maka hamba sekalianpun menunggu sampai sekarang !"

Mendengar sebutan "hamba" yang begitu menurunkan derajat sendiri, diam-diam Hui Giok menghela napas.

Ai, kenapa begitu banyak manusia aneh di dunia ini?" pikirnya, "kalau bukan mereka yang ingin menginjak kepala orang lain, merekalah yang rela kepala sendiri diinjak orang, Apakah mereka tak pernah berpikir bahwa manusia di dunia ini hidup dalam tingkatan yang sama?"

Mengikuti arah yang dituding, mendekati Sm-lu tui-hong Cia Pin dari tersenyum.

Tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu tiba-tiba Pau Siau thian acungkan tangannya sambil berteriak "Ambilkan arak, ambilkan arak.. akan kuminum beberapa cawan sampai puas, lalu akan pergi menghadap Giam lo-ong nanti"

Hui Giok mengerutkan dahi mendengar perkataan itu, pikirnya, "Tolol betul orang ini, masa dia ingin mampus?"

Dihampirinya Pau Siau-thian, lalu sapanya sambil tersenyum, "Sobat, masalah apakah yang tak terselesaikan olehmu, sehingga kau..."

"Masalah apa yang tak terselesaikan olehku?" tukas Pau Siau thian dengan mata melotot aku hidup dengan gembira, aku hanya kalah bertaruh dengan orang she Cia itu, maka mau-tak-mau harus mati Hehehe... tentunya menarik sekali bisa berkenalan dengan Giam lo-ong nanti."

Meskipun kata2 itu diucapkan dengan suara lantang, padahal dia takut menghadapi kematian sehingga suara tertawanya terdengar kurang wajar "Lagi-lagi pertaruhan." seru Hui Giok, kalian bertaruh apa lagi?"

"Orang she Cia ini bilang kalian pasti akan turun gunung lewat jalan semula, sudah dua hari kutunggu kedatangan kalian, tapi bayangan pun tak nampak. maka dalam perdebatan kemudian kamipun putuskan untuk bertaruh, ia bilang dalam lima hari kalian pasti akan muncul lagi di sini, aku tanya apa yang hendak ia pertaruhkan, dia bilang taruhan batok kepala! Baik, taruhan batok kepala juga boleh- Hehehehe . . paling-paling batok kepala hilang, apanya yang luar biasa? Hehehe, , ambilkan arak ambilkan arak!"

Kasar memang suaranya, tapi jujur dan gagah perkasa, diam-diam Hui Giok berpikir: "Boleh juga orang ini!" - Timbul rasa sayangnya terhadap kegagahan orang itu.

Sementara itu Koan jiya telah menghampiri mereka sambil berkata dengan tersenyum, "Seandainya mereka berdua tidak bertaruh, mungkin orang gagah yang hadir di sini sudah bubar semua! Ai Cia piautau memang betul-betul lihai dan pandai meramal kejadian yang akan datang, pada mulanya aku sendiri pun tidak percaya."

Sambil tersenyum Hui Giok lantas berpaling ke arah si keledai hitam pengejar angin" Cia Pin.

Ia lihat meski potongan badan orang itu kurus kering, tapi sinar matanya berkilat karena dia sudah bangkit sambil tertawa, Hui Giok lantas memberi hormat yang dibalas olehnya dengan membungkuk badan.

"Engkau tentulah Cia piautau yang dimaksudkan bukan?" sapa Hui Giok kemudian, "aku bernama Hui Giok dahulu dibesarkan dalam Hui liong-piaukiok, sayang sekali belum pernah berjumpa dengan Cia-piautau di masa lalu."

"Siaute selalu berada di kantor cabang wilayah Kanglam, sudah tentu Kongcu tak pernah melihat diriku," jawab Cia pin dengan hormat.

Kebanyakan jago persilatan tidak mengetahui hubungan antara Hui-taysianseng dengan pihak Hui-liong-piaukiok, tentu saja pembicaraan itu menimbulkan keheranan mereka.

Berkatalah Hui Giok dengan lantang: "selama ini aku selalu menyebut Tham-lopiautau sebagai paman, itu berarti engkau adalah kaum Cianpwe bagiku!"

Hui-taysianseng ternyata bersikap rendah hati terhadap orang lain, sekali lagi kawanan jago yang hadir dibikin keheranan.

Lebih-lebih Cia Pin, ia cuma bisa menjawab "tidak heran" berulang kali.

Hui Giok menghela napas, katanya lebih jauh "Aku tahu bahwa aku tidak berhak mencampuri urusanmu, tapi aku selalu beranggapan bahwa nyawa manusia itu bukan urusan kecil, karena itu akupun berharap agar anda sudi mengingat diriku serta menyudahi pertaruhan itu, anggaplah belum pernah terjadi, untuk itu aku akan sangat berterima kasih"



Kembali kawanan jago dibikin gaduh ada yang berbisik-bisik, ada pula yang memuji, sungguh tak tersangka Hui-taysianseng bisa memohon dengan rendah hati demi urusan orang lain.

Keh-koan Pau Siau-thian terbelalak dengan mulut melongo, ia menyesal dan malu, menyesal karena barusan telah menjawab dengan kata-kata yang kasar.

Sin-lu-tui hong Cia Pin juga terharu oleh permohonan itu, Lama ia merenung, akhirnya sambil terbahak-bahak dihampirinya si Jengger Ayam Pau Siau-thian, tanyanya sambil tertawa " Apakah kau sungguh-sungguh ingin mati?"

"Tentu saja!" jawab si Jengger Ayam sambil berdehem.

"Hahaha... jika kau benar-benar ingin mati maka kau adalah seorang dungu," seru Sin-iu-tui hong sambil terbahak-bahak, tahukah kau meski aku bertaruh denganmu padahal aku sendiripun tidak yakin akan menang, aku sudah bersiap-siap jika kalah segera aku akan kabur, tok kau tak bakal menyusul diriku . . Hahaha, betapa gembira hatiku ketika kulihat kemunculan Hui-kongcu tadi, hampir saja aku melompat lompat kegirangan..."

Dengan termangu-mangu Keh-koan Pau Siau thian menatapnya, tiba-tiba iapun berseru. "Baik... baik... Kalau kau mengakui tanpa sungkan-sungkan aku pun tanpa sungkan mencabut niatku untuk mati, agar kau takkan memaki orang dungu lagi.

Meskipun kata-katanya masih bernada keras, tapi sinar matanya memancarkan rasa terima kasih.

Orang yang paling dibencinya ternyata telah mengucapkan kata-kata yang bukan saja telah menyelamatkan jiwanya. menyelamatkan pula nama baiknya, terutama yang terakhir tadi, benar-benar membuat jago gagah dan kalangan Lok-lim ini merasa amat berterima kasih.

Diam-diam Hui Giok menghela napas panjang, sekarang ia lebih yakin lagi bahwa dunia ini sebetulnya penuh mengandung kehangatan dan kemanusiaan, dalam hati ia pun berharap agar pertaruhan Sin-jiu Cian Hui dapat dibatalkan seperti apa yang baru saja terjadi.

Tapi dia lupa akan sesuatu, lupa bahwa kedudukan maupun martabat yang berbeda seringkali menimbulkan pula suasana yang berbeda.

Pertaruhan yang luar biasa itu tetap berlangsung, barisan yang anehpun tetap berderet di sepanjang jalan.

Karena barisan yang aneh, tempat2 yang mereka lalui, biarpun sebuah dusun yang sepi akan berubah menjadi kota yang ramai, pedagang2 kecil yang bergabung dalam barisan itu kian lama kian bertambah banyak sehingga terciptalah suatu rombongan pedagang yang melayani segala kebutuhan dari bahan pokok sampai pada benda yang kecil.

Dalam sejarah dunia persilatan belum pernah tercatat adanya barisan aneh seperti ini.

Dalam barisan aneh ini terkumpul pertentangan antara manusia dengan manusia.... cinta, dendam, budi, iri, benci, ambisi, keserakahan .. serta pelbagai persaingan lain.

Tapi di balik persaingan tersebut terdapat pula banyak kegembiraan. Banyak musuh2 besar yang selama ini sukar di temukan telah berjumpa di situ, bahkan ada pula yang semula tak kenal lantas menjadi sahabat karib, ya, pokoknya seribu satu macam kemungkinan telah terjadi di situ.

Gelak tertawa Keh koan Pau Siau thian masih menggema seperti sediakala, tapi sikapnya terhadap Sin lu-tui hong Cia Pin dari musuh kini telah berubah menjadi bersahabat.

Ia mulai mengerti, di balik perawakan tubuh yang kurus kecil itu bisa jadi tersimpan hati yang jujur persis seperti perasaannya, ia pun mulai mengerti alangkah bodohnya bila menilai seorang berdasarkan lahiriah saja.

Hui Giok sendiri semakin jarang bercakap-cakap.

Ini bukan dikarenakan ia tak suka bergaul dengan kebanyakan orang, melainkan ia betul-betul tak punya waktu untuk ber-cakap2.

Tiap hari, Leng kok siang-bok tentu rnengajarkan pengetahuan baru yang berbeda kepadanya.

Pelajaran yang betul2 membuat orang jadi pusing, pelajaran yang sulit dipahami oleh siapa pun termasuk pelajaran bermain khim (kecapi) bermain catur membuat syair, membaca buku, melukis, ilmu pertabiban ilmu perbintangan ilmu meramal termasuk ilmu melepaskan Am gi, Ginkang Kiam sui Ciang hoat, pokoknya meliputi hampir seluruh pengetahuan manusia.

Kesemua itu masih belum termasuk pula kitab pusaka Hay thian polok yang harus dipelajari pula setiap ada waktu senggang, bayangkan saja bagaimana mungkin dia ada waktu untuk bercakap dengan orang lain.

Bantuan tenaga dalam yang diberikan Leng goat-siancu ibaratnya sebuah anak kunci yang secara tiba-tiba membukakan gudang ilmu baginya.

Kini ia baru sadar bahwa pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu silat pada hakikatnya begitu luas, begitu dalam sehingga sukar dijajaki.

Lantas, kapankah dia ada waktu untuk mengobrol

************************

Hal 67-78 hilang

************************

Memang, yang belajar jelas amat payah dan berat, tapi yang mengajar juga tidak berarti seenaknya saja, Leng-kok-siang-bok mulai heran oleh kemampuan Hui Giok mengisap semua pengetahuan yang meraka berikan, merekapun mulai merasa bahwa pengetahuan yang mereka miliki juga terbatas.

Maka mereka sendiripun mulai belajar lagi mereka membeli pelbagai macam buku pengetahuan serta berusaha mempelajari kepandaian lain.

Di antara sekian banyak jago persilatan yang bergabung dalam barisan panjang itu terdapat banyak sekali jago-jago silat yang berilmu tinggi, seringkali di tengah malam buta mereka didatangi oleh Leng kok-siang-hok, selagi mereka kaget dan ketakutan oleh kehadiran kedua manusia aneh itu dengan kata halus Leng kok siang-bok lantas memberitahu kepada mereka agar mereka bersedia membuka rahasia ilmu pengetahuannya, kemudian dengan bengis memperingatkan pula kepada mereka agar kejadian ini jangan sampai dibocorkan kepada pihak ketiga.

Maka keesokan harinya, Leng kok siang bok pun mengajarkan ilmu yang mereka "begal" itu kepada Hui Giok, seringkali sebelum mereka berdua...

"Benarkah sudah hampir tiba waktunya?"

"Coba terka, Hui taysianseng bakal menang atau kalah?"

Agak jauh dari situ, sebuah tanah perbukitan yang agak tinggi terdapat pula seonggokan api ungun.

Leng kok-siang-bok berdua duduk di tepi api unggun, sambil memandang bayangan manusia yang memenuhi kaki bukit nun jauh di sana suara pembicaraan mereka, gelak tertawa mereka sayup-sayup terdengar terbawa angin.

Leng Han tiok yang termangu itu tiba-tiba berkata sambil tersenyum ,"Benar-benar tak nyana pada usia menjelang tua kita tidak merasakan kesepian."

"Ya, hidup manusia tak sampai seratus tahun bisa menjumpai peristiwa besar semacam ini rasanya tidak sia-sia hidup kita di dunia ini" sambung Leng Ko-bok sambil tertawa.

Leng Han-tiok menenggak secawan arak lalu berkata lagi, "Dalam dunia persilatan tentu banyak orang yang merasa heran, mereka tak habis mengerti mengapa kita berdua bersaudara tidak pulang ke rumah, juga tidak berniat melepaskan diri dari kuntitan ekor panjang ini,"

Ia tersenyum dan melanjutkan "Hahaha, orang persilatan tentu tak menyangka bahwa kita berbuat demikian karena senang sekali menyaksikan keramaian tersebut"

Kedua manusia aneh itu saling pandang sekejap sambil tertawa, pelahan sinar mata mereka beralih ke arah Hui Giok yang sedang duduk bersila di depannya.

Di tengah kegelapan pemuda itu tampak duduk dengan wajah serius, sikapnya begitu tenang, boleh dibilang sama sekali tak terpengaruh oleh suara gaduh di bawah sana, ia pun tidak merasa kedinginan karena embusan angin malam yang kencang, sebaliknya malah ada selapis hawa panas yang mengepul dari ubun-ubunnya dan buyar tertiup angin.

Menyaksikan keadaan tersebut Leng Ko-bok berkata: "Dalam dunia persilatan sering tersiar berita yang mengatakan bahwa ada sementara orang berbakat dapat mencapai kemajuan ilmu silatnya sehari bagaikan menempuh seribu li, mula-mula aku tak percaya, Tapi sekarang, ai, setelah menyaksikan kesempatan yang didapat anak muda ini, bukankah hal ini yang dinamakan sehari bagaikan menempuh seribu li?"

Leng Han-Tiok tersenyum, "Jangan keburu senang dulu, ingin kulihat kepandaian apa yang akan kau ajarkan kepadanya sebentar lagi?"

"Terus terang, aku rela mengaku kalah dalam pertaruhan ini daripada menang," kata Leng Ko-bok sambil tersenyum, "sebenarnya, bila kita kalah, hal ini merupakan peristiwa yang patut digembirakan, cuma...!"

Ia menghela napas panjang, setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu menyambung. "Dalam suasana dan keadaan seperti ini, mungkin sulit bagi kita untuk berjumpa lagi, maka kuharap bisa mengulur waktu sedapat mungkin. Kedua orang ini kembali saling pandang dengan tertawa, memandang bayangan manusia di bawah bukit, diam-diam mereka menikmati suasana yang serba aneh ini, sementara beberapa buah bintang bercahaya terang muncul di angkasa.

Hanya bintang itulah yang mengetahui rahasia hati kedua bersaudara ini.

Angin berembus sepoi-sepoi, tiba2 bayangan manusia di bawah sana terjadi kekalutan, orang2 yang semula duduk serentak pada melompat bangun.

"Apa yang terjadi?" seru Leng Ko bok dengan heran.

Seruan kaget berkumandang di bawah bukit Leng-kok-siang-bok segera pasang telinga dan mendengarkan dengan seksama, tiba-tiba airmuka mereka berubah.

Rupanya teriakan kaget yang menggema di bawah bukit itu berbunyi:

"Liong-heng pat-ciang datang!"

"Tham-congpiauthau datang!"

Di tengah gemerdepnya cahaya api, dua sosok bayangan dengan kecepatan tinggi melayang ke atas bukit, mereka adalah Sin-lu-tui-hong Cia Pin dan Pat kwa-ciang Liu Hui.

Kurang lebih lima tombak di depan Leng-kok siang-bok mereka berhenti seraya menjura, lalu berseru dengan lantang: "Hui-taysianseng, Tham-congpiauthau dari Hui-liong-piaukiok datang menjumpai dirimu?"

Kedua orang itu hanya menyinggung nama "Hui-taysianseng", sama sekali tidak menyebut Leng-kok-siang-bok.

Kedua Leng bersaudara itu saling pandang sekejap, entah bergembira atau sedih.

Dalam waktu setahun yang amat singkat, nama Hui-taysianseng telah mengungguli kebesaran nama Leng-kok siang bok, hal ini sama sekali tak tersangka oleh siapapun jua. Ya, pada hakikatnya siapa yang dapat menyangka perubahan yang akan terjadi dalam dunia persilatan?

Sementara itu, selesai berteriak tadi Pat kwa-ciang Liu Hui dan Sin-lu-tui-hong Cia Pin segera menyingkir ke samping dan berdiri dengan sikap sangat menghormat.

Leng-kok siang-bok tetap duduk tak bergerak di tempat semula, diam-diam mereka melirik ke samping, dilihatnya Hui Giok juga masih duduk bersila tanpa menggubris teriakan itu. Jelas anak muda itu sedang memusatkan segenap pikiran, dalam keadaan demikian, sekalipun gunung Thay-san ambruk di depan matanya juga tak akan membikin kaget padanya.

Dalam pada itu, kawanan jago yang berada di bawah bukit telah menyingkir ke samping dan memberi sebuah jalan lewat yang cukup lebar.

Di bawah cahaya obor yang menerangi sekeliling tempat itu, Liong-heng pat-ciang Tham Beng yang bermantel benang emas selangkah demi selangkah melewati kerumunan lautan manusia dengan langkah berat.

Walaupun sepanjang jalan ia selalu bersenyum ramah, walaupun dia mengangguk kepala berulang kali memberi salam kepada kawanan jago yang berjajar di sisi jalan, akan tetapi sinar matanya memancarkan sinar wibawa yang tebal, yang membuat siapapun jua tak berani memandang remeh tokoh yang menggetarkan dunia persilatan ini.

Tiga orang laki2 berbaju ringkas warna hitam mengikat di belakangnya, mereka semua bersenjata lengkap. Seorang di antaranya berperawakan jangkung dengan tulang pelipis menonjol, sinar matanya tajam, pada pinggangnya bergantung sebilah pedang berbentuk aneh.

Kawanan jago yang berada di sekitar tempat itu mengenalnya sebagai Piautau utama dan Hui liong-piaukiok yang merupakan seorang tokoh kuat dalam dunia persilatan. Dia bernama Tiang-hong kiam (si pedang bianglala) Pian Sau-yan.

Orang kedua meski berperawakan kecil dan pendek, namun gerak-geriknya amat gesit, dia bermata besar, bercambang lebat dan membawa golok Kiu-hoan-kui-tau-to (golok besar berkepala setan) tanpa sarung, hingga ketika berjalan golok itu saling berdentingan karena gelang baja pada batang goloknya menimbulkan suara nyaring.

Orang itu amat tersohor dalam dunia persilatan dia adalah ahli golok yang disegani di utara maupun selatan sungai besar Dengan Sip-hun toh-mia-to (ilmu golok perenggut nyawa) ia malang melintang tanpa tandingan, orang menyebutnya sebagai Sip-hun-to Lo Gi.


Yang paling menarik perhatian adalah orang ketiga, seorang pemuda kekar yang berwajah hitam seperti pantat kuali, orang ini mengikut di belakang Liong-heng pat ciang.

Pemuda ini bukan saja bertubuh kekar dan gagah, wajahnya juga mengerikan dia bermulut lebar, pipi kempot, mata elang dan hidung betet, ditambah lagi warna kulitnya yang gelap, dia seakan2 memang bermuka kaku dan dingin menyeramkan.

Pada pinggangnya terselip sebuah sarung panjang terbuat dari kulit ikan hiu warna hijau yang berbentuk aneh. Meskipun banyak jago pengalaman yang hadir, namun tak seorangpun tahu senjata macam apakah yang tersimpan di balik sarung itu, lebih-lebih lagi tak seorangpun yang bisa menebak asal-usulnya.

Para jago mulai ber-bisik2 lagi.

"Siapakah orang ini? Mungkinkah dia seorang Piausu baru Hui-liong-piaukiok?"

Ke empat orang itu sama sekali tidak rnenghentikan langkah mereka, langsung menuju ke atas bukit di mana Hui Giok dan Leng-kok siang bok berada.

Liong-heng-pat-ciang Tham Beng memandang sekejap sekeliling tempat itu, ketika melihat Leng kok-siang-bok tetap duduk tak bergerak di tempat semula, alisnya bekernyit, ia berpaling dan memandang pula ke arah Hui Giok yang masih dua bersemedi.

Wajahnya yang kelihatan tenang dan kalem itu membuat tokoh Hui-liong-piaukiok ini melengak.

"Hahaha, Hui hiantit, baikkah engkau?- sapanya sambil terbahak-bahak.

Gelak tertawanya itu keras dan nyaring menggema angkasa, menggetar telinga semua jago yang berada di bawah bukit dan empat penjuru sekeliling bukitpun dipenuhi oleh gema suara itu.

Bagaimana dengan Hm Giok, ia tetap duduk tenang seperti semula, sedikitpun tak bergerak.

Mencoronglah sinar mata pemuda hitam di belakang Liong heng pat ciang ia menyeringai sehingga tertampak baris gigi yang putih sekali berkelebat tahu2 ia menubruk ke arah Hui Giok.

Air muka Leng Han tiok berubah kejam, bahunya bergerak, iapun melambung ke atas untuk mengadang kedatangan orang.

Siapa tahu gerakan pemuda itu benar-benar cepat luar biasa, sebelum orang tahu apa yang terjadi tahu-tahu ia sudah berkelebat lewat di sisi Leng Han-tiok.

Tak terkirakan rasa kaget Leng Han-tiok, secepat kilat ia memutar tubuh dan siap siaga. Setelah pemuda itu menyambar ke depan Hui Giok, telapak tangannya diayun ke depan menghantam batok kepala anak muda itu.

Leng kok-siang bok membentak nyaring, ke duanya menerjang ke belakang pemuda tadi.

"Pa-cu jangan sembrono!" bentak Liong-heng-pat ciang dengan dahi berkerut.

Pemuda kekar itu sudah hampir melancarkan serangannya, tapi demi mendengar bentakan tersebut cepat ia menarik kembali tangannya.

Dalam pada itu, Leng kok-siang-bok telah menyusul tiba, merasakan adanya ancaman pemuda itu melompat lima depa ke muka, lalu dengan pandangan yang liar bagaikan binatang buas diawasinya kedua orang aneh itu.



Tiba-tiba Liong-heng~pat-ciang memberi tanda, Tiang hong kiam Pian Sau-yan, Si-hun-to Lo Gi, Pat kwa-ciang Liu Hm dan Sin iu-tui-hongCia Pm seketika menyebar ke empat penjuru dalam posisi mengurung.

Tham Beng langsung menghampiri Hui Giok, Leng-kok siang-bok juga berjaga di samping anak muda itu dan siap melancarkan serangan setiap saat.

"Hui-hiantit!" Liong-heng-pat-ciang Tham Beng menegur setelah berdehem, "apakah kau..."

Tapi sebelum selesai bicara, tiba-tiba ia lihat air muka Hui Giok berubah jadi merah membara. Tham Beng terperanjat ia tahu tenaga dalam Hui Giok sekarang telah mencapai puncak kesempurnaan yang luar biasa hebatnya, mencapai tingkatan tertinggi dalam hal tenaga dalam.

Heran dan kaget jago tua itu, ia tak habis mengerti sejak kapankah tenaga dalam anak muda itu mencapai tingkatan setinggi ini, pelahan dia mengangkat tangannya dan siap melepaskan pukulan dahsyat ke batok kepala Hui Giok"

Perlu diketahui bahwa keadaan Hui Giok waktu itu amat kritis, jangankan pukulan yang dahsyat pukulan yang enteng saja cukup menggagalkan latihan anak muda itu, bahkan aliran darah dalam tubuhnya akan terbalik dan akan menyebabkan ke matian baginya.

Leng kok siang-bok dengan tajam mengawasi gerak-gerik telapak tangan orang, asal serangan tersebut dilancarkan serentak mereka pun akan melancarkan serangan sepenuh tenaga.

Peda saat yang kritis itulah, tiba-tiba Hui Giok membuka matanya, setajam sembilu pancaran sinar matanya, hal ini membuat Liong-heng pat-ciang jadi keder dan membatalkan niat jahatnya.

"Bagus bagus." serunya kemudian sambil mengelus jenggotnya "Hahaha! Kionghi untuk kesuksesanmu, tak nyana dalam setahun yang singkat ilmu silat Hiantit telah mendapat kemajuan yang demikian pesatnya.

Hui Giok tersenyum dan berbangkit lalu mengerling penuh rasa terima kasih kepada Leng kok-siang-bok agaknya ia tahu bahwa kedua orang tersebut telah melindungi jiwanya.

Kemudian sambil memberi hormat kepada Liong-heng pat-ciang ia menyapa, "Baik2kah paman Tham selama ini?"

Tiba-tiba Leng Ban-tiok tertawa dingin, sindirnya, "Hehehe, mungkin tak ada orang yang mengira seorang pemuda yang dikatakan goblok ternyata sanggup mempelajari ilmu silat maha sakti dalam waktu singkat... Hehehe... " - Sambil tertawa dingin tiada hentinya, dia tak sudi melirik lagi ke arah Tham Beng.

Setebal-tebalnya muka Liong-heng-pat-ciang, merah juga mukanya demi mendengar sindiran tersebut.

Hui Giok merasa tak tenteram melihat kejengahan orang, dasarnya memang berhati mulia sekalipun hatinya curiga setiap kali terkenang kembali pengalamannya ketika belajar silat di Hui-liong piaukiok serta caci-maki Tham Beng yang menuduhnya "goblok" dan "tidak berbakat" namun selama ini ia selalu menganggap kejadian itu wajar, mungkin paman Tham memang tak ingin menyaksikan dia belajar silat dan mengikuti jejak mendiang ayahnya sehingga mungkin hidupnya akan berakhir dengan malang.

Oleh sebab itulah sejauh ini sama sekali tidak timbul rasa benci atau dendamnya terhadap Tham Beng, pelahan sinar matanya menyapu pandang sekejap sekeliling tempat itu, namun suasana tetap hening, jelas kehadiran tokoh silat yang bernama besar itu telah menggetarkan perasaan mereka.

Diam-diam Hui Giok menghela napas, ia pikir "Ai, bagaimanapun juga paman Tham adalah seorang tokoh persilatan yang luar biasa setiap gerak-geriknya maupun kata-katanya penuh berwibawa hingga membuat orang tunduk serta tak berani membantahnya."

Padahal mimpipun ia tak menyangka bahwa rasa hormat kawanan jago itu terhadapnya tidaklah kurang daripada rasa hormat mereka kepada liong heng-pat-ciang Tham Beng.

"Paman Tham," katanya kemudian dengan hormat setelah termenung sebentar, ada urusan penting apakah jauh-jauh engkau datang kemari?" Liong-heng-pat-ciang tersenyum. "Belakangan ini kudengar berita yang tersiar dalam dunia peralatan yang mengatakan bahwa kau telah berhasil belajar ilmu sakti, aku jadi kuatir bercampur gembira, maka aku lantas datang kemari untuk menengok dirimu."

Hui Giok sangat terharu mendengar kata-kata tersebut, jawabnya dengan tergegap, "Siautit merasa berutang budi kepada paman Tham atas kesudianmu memelihara keponakan sampai dewasa, entah kapan budi kebaikan ini baru dapat kubalas"

Beberapa patah kata itu betul2 diucapkan dari hati sanubarinya, sama sekali tidak ada rasa pura-pura. suaranya menjadi tersendat hampir saja air matanya meleleh keluar, sambil mengelus jenggotnya Liong-heng-pat-ciang Tham Beng menunjukkan sikap se-akan2 sangat terharu mendengar kata-kata itu, sekulum senyuman ramah segera tersungging di ujung bibirnya.

"Ayahmu sudah lama meninggal dunia, sebagai sobat karibnya adalah wajar kalau aku berusaha sedapat mungkin merawat keturunannya, Ai sayang aku terlampau sibuk oleh pekerjaanku sehingga terhadap kalian menjadi kurang perhatian."

Setelah menghela napas panjang, tiba-tiba wajahnya kelihatan sangat menyesal

Hui Giok semakin terharu, matanya ber-kaca2 tenggorokan seperti tersumbat, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun.

Senyuman yang semula menghiasi bibir Tham Beng mendadak lenyap tak berbekas. sebagai gantinya terlintaslah hawa nafsu membunuh yang dingin dan seram.

"Paman Tham, apakah kedatanganmu kemari masih ada urusan lain?" seru Hui Giok.

"Ya, benar!" sahut Liong heng pat ciang setelah memandang sekejap bayangan punggung Leng kok-siang-bok. Mendadak ia memberi tanda, "cring" Pedang Bianglala Pian Sau yan dan si Golok perenggut nyawa Lo Gi yang berdiri di samping segera melolos senjata masing-masing.

Para jago terkejut, demikian pula dengan Hui Giok, cepat serunya dengan tergegap "Paman Tham apakah..."

"Kedatanganku ke sini selain untuk menjenguk dirimu, akupun hendak menuntut keadilan dan kebenaran bagi umat persilatan akan kubalaskan dendam bagi kawan-kawan persilatan yang telah mati terbunuh," tukas Tharn Beng dengan suara berat.

Air muka Hui Giok berobah hebat, "Tapi selama menjadi manusia, siautit tak pernah mencelakai jiwa orang secara..."

"Bukan kau yang kumaksudkan?" kembali Liong-heng-pat-ciang menukas.

Tiba2 ia putar badan menghadap ke arah para jago, sesudah menjura lalu berkata dengan lantang "Kukira hadirin sekalian tentu kenal dengan Mo-Seng, orang nomor tiga dari Pak-to jit-sat?"

Ketika mengucapkan kata- ini, kebetulan Leng kok-siang-hok berpaling, sorot mata mereka yang dingin memandang sekejap sekeliling tempat ini, kemudian berhenti pada senjata di tangan Tiong-hong kiam dari Si-hun-to.

Dalam pada itu kawanan jago yang hadir di situ sama mendesis.

Liong-heng pat-ciang kembali memberi tanda suasana yang semula gaduh segera menjadi hening yang terdengar hanya gesekan baju tertimpa angin, dalam pandangan para jago persilatan perawakan tinggi kekar tokoh persilatan itu se-akan2 lebih kuat daripada Thay san, siapapun tak berani memandang rendah kepadanya.

Tak usah kita persoalkan bagaimana watak serta prilaku orang nomor tiga dan Pak-to-jit sat ini," kata Tham Beng lebih jauh dengan lantang, "yang pasti, ketika dia menemui ajalnya kebetulan kuhadir dan menyaksikan kematiannya dengan mata kepalaku sendiri. Aku merasa kejadian ini tidak adil, masa hanya disebabkan suatu perselisihan yang sangat kecil, Leng-kok siang-bok yang juga sudah termashur karena keganasan dan kekejamannya itu telah membantai orang secara keji."

Leng kok-siang bok cuma tertawa dingin sambil tetap berdiri di tempat semula mereka sama sekali tidak mengalangi Tham Beng untuk melanjutkan tuduhannya.

Air muka Huj Giok merubah hebat, sedang para jago ber bisik2 memperbincangkan soal itu.

Setelah hening sejenak, Tham Beng berkata lebih jauh "Memang antara diriku dan Pek to jit-sat tidak tersangkut hubungan sanak maupun keluarga, tapi demi menegakkan keadilan dan kebenaran dunia persilatan, aku tak dapat berpeluk tangan setelah menyaksikan peristiwa itu. Demi menegakkan keadilan dan kebenaran, selama puluhan tahun belakangan ini aku telah pontang panting kesana kemari. seperti halnya saudara lihat sekarang, kedatanganku sekarang juga disebabkan oleh alasan yang sama."

Dia merandek sejenak, lalu melanjutkan dengan suara keras, "Hari ini aku Liong heng-pat-ciang Tham Beng sengaja datang kemari mencari Leng-kok- siang - bok untuk menuntut balas bagi Pak~to-jit-sat."



Sampai disini kembali ia memandang sekejap sekeliling tempat itu, ketika dilihatnya para jago telah terpengaruh olehnya hingga tak seorang pun berani bicara, dengan wajah penuh kebanggaan dia berkata lebih jauh, "Dalam pertarungan yang akan berlangsung hari ini, baik siapa yang menang atau kalah, harap saudara sekalian jangan mencampuri urusan ini, bila ada di antara kalian membantu aku Tham Beng, meski hanya suatu pukulan atau sekali tendangan, dia bukan sahabatku lagi."

Kata-kata itu sepintas lalu kedengarannya gagah dan bersifat jantan, padahal diam-diam ia sedang memperingatkan orang lain agar jangan membantu Leng-kok-siang-bok.

Pada dasarnya sebagian besar kawanan jago itu memang tidak menaruh kesan baik terhadap Leng kok-siang-bok, tentu saja seruan tersebut disambut dengan sorak gegap gempita.

Sambil mengelus jenggotnya Liong-heng pat-ciang tertawa, pelahan ia memutar tubuhnya.

Sementara itu Hui Giok menjadi bingung, ia tak tahu kenapa paman Tham secara tiba-tiba bisa membela Pak to-jit-sat, ia segera memburu ke depan untuk mencegahnya.

Tapi sebelum anak muda itu sempat mengucapkan sesuatu, Tham Beng sudah memberi tanda, Tiang hong-kiam serta Si-hun-to segera menerjang ke muka, senjata mereka dengan membawa kilatan tajam menyilaukan langsung menabas batok kepala Leng-kok siang-bok.

Selama peristiwa itu berlangsung, meski air muka Leng-kok-siang-bok tetap tenang tanpa menunjukkan perubahan apapun namun diam-diam mereka menghimpun tenaga dalam untuk menghadapi segala kemungkinan.

Maka begitu pihak musuh mulai melancarkan serangan, kedua orang bersaudara itupun tertawa dingin Leng Ko-bok mengerutkan dahinya, waktu pedang berbentuk aneh dari Pian Sau-yan yang membawa sinar hijau hampir menyayat tubuhnya, tiba-tiba ia bergeser ke samping, telapak tangannya cepat bergerak ke atas, ia balas mengancam jalan darah Hang-bun-hiat di pinggang lawan.

Padahal para jago menyaksikan pedang Tiang hong-kiam Pian Sau-yan menyambar ke tenggorokan Leng Ko-bok, siapa tahu dalam waktu sekejap saja telapak tangan maut manusia aneh itu sudah berada di bawah iga Piau Sau-yan.

Menghadapi ancaman itu, cepat Tiang-hong kiam Pian Sau-yan bergeser ke samping, pergelangan tangannya bergetar, seketika itu juga pedangnya menabas pergelangan tangan lawan.

Leng Ko-bok membentak keras, begitu terhindar dan sambaran pedang, dia lancarkan tendangan kilat pada pergelangan tangan lawan yang memegang pedang.

Pian Sau-yan buru2 menarik tangannya ke bawah, tapi Leng Ko-bok terus berputar, ujung jari tengah dan telunjuk setajam pisau menutuk Hu-ciat-htat di bawah tulang iganya.

Cepat Tiang-hong kiam Pian Sau-yan bergeser ke samping lagi, pedangnya berkembang menciptakan selapis jaring sinar dan melancarkan serangan dahsyat ke muka pula.

Dingin air mukanya, nafsu membunuh terpancar dan balik matanya, jangan kira badannya jangkung, tapi kelincahannya betul2 mengagumkan, pedang istimewa yang satu kaki lebih panjang dari pedang biasa ini dimainkannya sedemikian gencar, setiap serangannya tertuju pada bagian tubuh lawan yang mematikan.

Leng Ko-bok sendiri meski bertubuh jangkung, tapi dibandingkan Pian Sau-yan ternyata masih kalah tingginya

Dalam waktu singkat, terlihatlah sekujur badannya yang kurus kering seolah-olah terhimpit oleh serangan lawan yang dahsyat bagaikan tindihan gunung, dia lebih banyak bertahan daripada menyerang.

Merasa kedudukannya di atas angin, semangat Tiong-hong-kiam Pian Sau-yan tambah berkobar jurus serangannya makin garang, kalau bisa rasanya dia ingin sekali tusuk menebas kutung batok kepala Leng Ko bok.

Sementara itu di pihak lain, Leng Han-tiok dengan gerakan secepat angin berputar kian kemari dengan lincahnya dia kurung Si-hun-to Lo Gi dengan serangan gencar?

Permainan golok duri Si-hun to Lo Gi mantap dan berat, setiap serangan yang dilancarkan selalu disertai deru angin tajam, jurus2 serangannya tampak lambat tapi di tengah sinar goloknya sama sekali tak ada peluang dia seperti tak acuh terhadap gerak tubuh Leng Han-tiok yang cepat, seolah-olah tak memandangnya barang sekejap pun.

jurus serangannya yang berat dan mantap selalu mengancam bagian tubuh Leng Han-tiok yang paling fatal, belasan jurus kemudian, permainan goloknya bertambah cepat, variasi serangannya juga bertambah banyak.

Liong-heng-pat-ciang Tham Beng sendiri cuma berdiri di samping sambil mengelus jenggot, ketika menyaksikan Tiang-hong kiam dan Si-hun-to melancarkan serangan yang indah, dia manggut-manggur sambil tertawa.

"Bagus, bagus!" serunya berulang kali, Pat kwa-ciang Liu Hui yang berada di sampingnya ikut bertepuk tangan sambil memuji tiada hentinya "Bagus, bagus" jurus serangan yang indah!"

Suasana jadi bertambah ramai lagi setelah kawanan jago yang ikut menonton pertarungan itu ikut bersorak-sorai memberi semangat.

Padahal kalau berbicara dengan sesungguhnya pertarungan yang melibatkan ke empat orang itu berlangsung dengan cepat luar biasa, di antara sekian banyak jago hanya beberapa gelintir orang saja yang betul-betul dapat mengikuti perubahan serangan yang terjadi dalam gelanggang pertarungan.

Hanya pemuda berbaju hitam saja yang berdiri kaku itu, meski mukanya tanpa emosi, matanya yang tajam tampak mengerling hina, seakan akan ilmu silat yang digunakan keempat orang itu tak terpandang sebelah mata olehnya.

Hui Giok menjadi gugup, saking cemasnya peluh sampai membasahi jidatnya, walaupun ia bermaksud menolong Leng kok siang-bok dan keadaan yang tidak menguntungkan itu, tapi ia pun segan bermusuhan dengan "lnjin" (tuan penolong) paman Tham, karena itulah ketika dilihatnya posisi Leng-kok-siang-bok semakin terdesak di bawah angin, tak tahan lagi pemuda itu lantas berjalan menghampiri Tham Beng.

Tapi sebelum ia sempat buka suara sambil tersenyum Liong-heng-pat-ciang Tham Beng telah berkata lebih dulu, "Sudah lama kudengar nama besar Leng-kok-siang-bok tapi setelah kujumpai hari ini, hah, tak tahunya cuma begini begini saja, sungguh mengecewakan Anak Giok, coba lihatlah kedua anak buahku itu bukankah ilmu silat nya lumayan juga?"

"Bagusnya memang bagus..." sahut Hui Giok tergegap, "Cuma..."

Sambil tersenyum, cepat Liong heng-pat ciang Tham Beng menyela, "Sepintas lalu walaupun kungfu kedua orang ini tampaknya memiliki keistimewaan yang berbeda, apalagi jika kita lihat senjata yang mereka gunakan, ilmu silat mereka lebih mirip aliran keras, padahal kenyataannya kungfu mereka justeru menganut aliran cepat dan lincah, terutama Si-hun-to Lo Gi, permainan goloknya makin lama semakin cepat, jurus serangannya juga makin cekatan, coba lihatlah jurus Hui hoa-hud-hiat (memisah bunga menyambar jalan darah) yang barusan digunakan, bukankah amat indah dan hebat?"

"Ya, benar, benar," kembali Hui Giok men jawab dengan tergegap, "cuma . "

Liong-heng-pat-ciang Tham Beng tertawa, tukasnya lagi: "Permainan pedang Tiang hong-kiam Pian Sau-yan juga lumayan, meskipun dia menggunakan pedang pada jurus Tiang-hong koan jit (bianglala menutupi matahari) barusan, padahal jurus itu berasal dari jurus tombak.

Coba lihatlah bukankah serangan yang dipakainya itu adalah jurus Hong-tiam-rau (burung hong mengangguk)? Untunglah Leng Ko-bok cepat menghindar, kalau tidak . . cukup jurus serangan ini nyawanya dapat dibereskan."

Semua keterangan itu diucapkan dengan senyuman dikulum, seakan-akan seorang guru sedang menerangkan manfaat suatu jurus serangan terhadap muridnya.

Sambil manggut-manggut Hui Giok tak pernah mengalihkan pandangannya atas tubuh kedua Leng bersaudara, dapat dilihatnya betapa kedua orang itu terdesak oleh serangan musuh yang gencar, bahkan permainan kedua macam senjata aneh itu kian lama kian bertambah ganas, terutama suara dentingan nyaring dari gelang gelang golok yang saling beradu betul-betul membuat buyar konsentrasi orang.

Pada dasarnya kawanan jago yang hadir sudah keder terhadap Liong-heng-pat ciang, maka sekarang merekapun ikut bersorak sorai memberi semangat untuk Tiang-hong-kiam dan Si hun-to.

Sementara itu, setelah berhenti sebentar Liong-heng-pat-ciang kembali berkata dengan tersenyum, "Walaupun kurang adil rasanya bagi anak buahku yang bertarung melawan musuh yang bertangan kosong, namun harus diingat bahwa pertarungan ini bukan pertarungan adu kepandaian melainkan suatu pertarungan menuntut balas, tentu saja keadaannya berbeda sekali, Bukankah demikian anak Giok?"



Dengan kaku Hui Giok terpaksa mengangguk "Ya, memang betul, cuma..."

Semakin cerah senyuman yang menghiasi wajah Liong-heng-pat-ciang, tampaknya dia ingin memotong lagi perkataan Hui Giok itu. Tapi sekali ini anak muda itu telah berteriak lebih dulu, "Sebetulnya siautit tak ingin banyak berbicara terhadap niat paman Tham untuk membalaskan dendam bagi orang lain, tapi perlu paman ingat bahwa hingga kini kedua Leng bersaudara masih dalam pertaruhan denganku, kukira tidak seharusnya kalau paman Tham."

"Tidak seharusnya kenapa?" tegur Liong-heng-pat-siang dengan air muka berubah.

Hm Giok tertegun, tapi sesudah mengenaskan napas panjang, lalu lanjutnya, "Kukira tidak seharusnya paman Tham melaksanakan niatmu pada saat dan keadaan seperti sekarang ini."

Pengalaman yang semakin masak, ilmu silat yang semakin lihay dan kecerdasan yang semakin tumbuh telah mengubah Hui Giok yang lemah jadi Hui Giok yang tangguh, akan tetapi berhubung sejak kecil disebarkan dalam lingkungan pengaruh Tham Beng, otomatis rasa jeri dan segannya terhadap Tham Beng masih tersisa dalam hatinya.

Itulah sebabnya untuk mengucapkan kata-kata semacam itu dia harus menggunakan tenaga sekuatnya.

Ia tidak tahu bahwa tindakan Liong-heng-pat-ciang Tham Beng sekarang selain dikarenakan ia hendak membalas budi kepada Pat-to jit-sat yang berhasil menyelamatkan dia dari kepungan ketika berada dalam perkampungan Long-bong-san-ceng tempo hari, yang penting lagi adalah dia tak ingin pertaruhan antara Hui Giok dan Leng-kok-siang bok berlangsung lebih lanjut.

Hui Giok berpaling, ketika dilihatnya Thamn Beng berdiri membungkam dengan wajah dingin, ia merasa agak kaget bercampur takut, tapi sebisanya pemuda ini berusaha mengendalikan perasaannya itu, kembali katanya, "Paman Tham, bukan kah perkataan siautit masuk di akal?"

"Hmm" Liong-heng-pat-ciang Tham Beng mendengus, "urusan dunia persilatan bukan urusan yang mudah kau ketahui, usiamu masih sangat muda, lebih baik..."

Sebelum kata-kata itu berakhir tiba-tiba Leng-kok-siang bok berpekik nyaring, tubuh mereka berdua bergerak semakin cepat, gaya serangan pun ikut berubah, tiga kali pukulan berantai yang dilancarkan secara gencar seketika itu juga memaksa Tiang-hong kiam dan Si-hun-to melompat mundur ke belakang.

Pada kesempatan itu Leng Ko-Bok bergeser ke samping, kedua telapak tangannya menari kian kemari dengan gencarnya, sebentar menebas ke kiri sebentar membacok ke kanan, dalam sekejap mata ia sudah mencecar Tiang-hong kiam habis-habisan.

Pada saat yang sama, Leng Han-tiok juga melancarkan serangan ke arah Si-hun-to.

Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah melepaskan tujuh kali pukulan berantai, sedemikian gencarnya serangan itu sehingga Tiang-hong kiam dan Si-hun-to tak bisa berkutik, jangankan melancarkan serangan balasan, bertahan pun rasanya berat.

Selewatnya tujuh jurus serangan tadi, posisi Tiang-hong kiam dan Si-hun-to semakin kritis, keadaan mereka sangat berbahaya.

Menyaksikan hal tersebut, Liong-heng-pat ciang mengernyitkan alis mata, sementara para jago sama terdiam, hanya Hui Giok seorang yang berdiri dengan senyuman dikulum, sebab dia tahu kedua bersaudara itu berhasil mengelabui musuhnya dengan suatu siasat pura-pura kalah yang amat jitu.

Pertahanan Tiang-hong-kiam dan Si-hun-to makin lama semakin kacau, tampaknya bila pertarungan itu dibiarkan berlangsung lebih jauh, maka sepuluh gebrakan lagi mereka pasti akan terluka oleh telapak tangan baja Leng kok-siang-bok.

Diam2 Hui Giok mengembuskan napas lega ia coba berpaling, dilihatnya air muka Liong-heng-pat-ciang Tham Beng bertambah serius kedua alis matanya makin berkerut, tak perlu melihat pun dia tahu posisi Tiang-hong kiam dan Si hun to sudah berada dalam keadaan yang sangat berbahaya.

Tiba? Liong heng-pat-ciang Tham Beng berseru dengan dahi berkerut "Pa-cu!"

Pemuda baju hitam yang berada di depan sana mendadak melambung ke udara dan melayang lewat di atas kepala Tiang hong kiam, Si hun-to serta Leng-kok-siang-bok, cepat sekali gerak tubuhnya bagaikan rajawali yang melayang di udara.

Begitu melayang turun di depan Tham Beng dengan enteng pemuda itu menyahut "Pa cu berada di sini!"

"Yakinkah kau akan kemampuannya." Than Beng bertanya dengan mata berkilat tajam.

"Hanya satu orang!" sahut pemuda baju hitam tanpa berpaling.

Kalau begitu suruh Sau yan dan Lo Gi menghadapi seorang, yang lain kau hadapi sendiri, jika kalah, tak usah temui aku lagi."

Pemuda kekar itu tidak banyak bicara lagi, pelahan dia lepaskan sarung kulit aneh dipinggangnya, isi sarung kulit itu adalah sebuah ruyung yang berwarna ke-perak2an, panjangnya satu depa.

"Sau-yan, menyingkir ke kanan," teriak Liong heng-pat ciang Tham Beng kemudian.

Keadaan Tiang hong-kiam Pian Sau-yan waktu itu sudah amat payah, jurus serangannya juga kalut dan tak menurut kehendak hatinya lagi, maka begitu mendengar seruan tersebut, dia tarik napas panjang pedang menyapu ke depan dengan jurus Heng sau-aan kun (inenyapu bersih beribu prajurit)

Ketika Leng-ko-bok terdesak mundur, cepat ia berputar lalu menyusup ke samping Si-hun-to dan melancarkan suatu tabasan kilat ke lambung Leng Han-tiok

Tentu saja Leng Ko-bok tidak membiarkan musuhnya kabur begitu saja, ia membentak sambil memburu ke depan, pemuda kekar berbaju hitam itu bertindak cepat, ketika musuh akan bergerak ke muka, ia bertindak lebih dulu, ia menyusup maju mengadang jalan Leng Ko-bok.

"Manusia liar yang tak tahu diri, kau juga ingin berkelahi?," teriak Ko-bok.

Pemuda baju hitam itu menggigit bibirnya menahan geram sehingga tampak kedua pipinya melembung, dengan mata jelilatan seliar binatang buas dia menatap musuhnya tajam-tajam, lalu teriaknya, "Kau mengatakan aku orang liar?"

"Ya, benar!" jawab Leng Ko-bok cepat "Sudah puluhan tahun ia malang melintang dalam dunia persilatan tapi belum pernah menemui sinar mata sebuas itu, bergidik juga hatinya.

Air muka si anak muda baju hitam itu tiba-tiba berubah seram, ia menyeringai kemudian telapak tangan kirinya diayun ke depan lima jarinya di pentang lebar-lebar, diancamnya jalan darah Ing hiang, Hui-pek serta He-ciong di tubuh lawan.

Leng Ko bok membalik telapak tangannya ke atas, dengan tangan kanan dia tutuk urat nadi musuh, sedang tangan kirinya membacok dada lawan.

Pemuda baju intan itu tertawa seram, ruyung perak tiba-tiba menuang ke muka secepat kilat, jangan kira panjang ruyung itu cuma satu depa, dalam serangan tersebut ruyung yang pendek se-akan2 berubah jadi lebih panjang satu kaki.

Leng Ko bok terkejut, cepat ia menarik kepalanya dan dada menyurut, sambil berputar badan sekuatnya, dengan susah payah serangan itu dapat terhindar juga akhirnya.

Tentu saja pemuda baju hitam itu tak memberi kesempatan bagi musuh untuk berganti napas, ruyung perak berputar, cahaya perak memancar seolah2 ribuan jalur sinar kilat yang menyilaukan mata, serentak dia kurung sekujur tubuh Leng Ko-bok dengan rapat.

Dengan serangan yang luar biasa ini, posisi Leng Ko-bok makin kececar, hanya sekejap terasa lah dari muka dan belakang, kiri dan kanan muncul sinar perak yang disertai desingan angin tajam dalam keadaan demikian, kecuali menghindar sedapatnya boleh dibilang tak mampu melancarkan serangan balasan lagi.

Hawa nafsu membunuh makin menyelimuti wajah pemuda hitam itu, sinar matanya semakin buas, tiba-tiba tangannya bergetar ke depan, ruyung perak yang semula pendek berubah seperti toja panjang dengan jurus Thay-san-ap teng (bukit Thay menindih kepala), dia hantam kepala musuh.

Sekali lagi Leng Ko-bok terdesak mundur tiga lnngkah, "Trak" letikan bunga api memancar ke empat penjuru bersamaan dengan terhajarnya api unggun oleh ruyung perak itu.

Kayu-kayu arang yang membara dengan membawa lelatu api serentak bermuncratan di udara dan menyambar ke tubuh Leng Ko-bok.

Pemuda itu menarik kembali ruyungnya dia putar badan terus menyabat pinggang lawan pula.

Leng Ko-bok tak berani gegabah, cepat dia melambung ke udara dengan gerakan Ui-ho cong-thian (bangau kuning menembus angkasa) Pemuda baju hitam itu tarik kembali ruyungnya, segera ia menutuk jalan darah Yong-coan niat pada telapak kaki Leng Ko-bok dengan jurus Liau-thun-it-cu (tonggak sakti menegak ke langit).



Cepat Leng Ko-bok tarik kaki dan menekuk pinggang, sesudah jumpalitan satu kali dia melayang turun jauh ke sana, tapi belum sempat mengatur napas, percikan api yang menempel dibajunya telah berkobar.

Pemuda hitam itu menyeringai seram, sambil menerobos maju ruyung perak berputar gencar dan menghantam secara berantai, walaupun semua serangan dapat dihindari Leng Ko-bok, tapi api yang membakar bajunya berkobar makin besar Dalam keadaan demikian dia hanya bisa menghindar ke kiri berkelit ke kanan belaka dalam keadaan yang mengenaskan Liong-heng-pat-ciang tertawa dingin, sementara para jago lain sama menjerit kaget, siapapun tak menyangka pemuda hitam yang baru pertama kali muncul dalam dunia persilatan ini ternyata memiliki kungfu serta tenaga dalam yang sakti, sampai-sampai Leng-kok-siang-bok yang tersohor pun kewalahan menghadapi dia.

Di pihak lain, Tiang-hong-kiam dan Si-hun-to yang bekerja sama menghadapi Leng Han-tiok berhasil pula memperbaiki posisinya, mereka dapat bertempur makin mantap dan mulai berada di atas angin.

Cahaya senjata mereka menyambar ke sana ke man, sebentar ke atas sebentar ke bawah, lalu ke kiri dan kemudian ke kanan, serangan mereka makin lama makin bertenaga dan tepat sasarannya, M^skt dengan susah payah Leng Han tiok masih sanggup melayaninya, namun lama-lama menjadi gelisah juga.

Perlu diterangkan baik Tiong-hong-kiam Pian Sau-yan maupun Si-hun to Lo Gi adalah tokoh2 silat kelas satu dalam dunia persilatan, kungfu mereka tentu saja jauh lebih hebat daripada Pat-kwa-ciang Liu Hui atau Koay be sin-to Kiong Cing yang, dengan kungfu mereka ini biasanya telah merajai satu daerah.

Dan sekarang mereka bekerja sama untuk menghadapi seorang musuh yang sama, bisa dibayangkan betapa berat serangan mereka, sekalipun Leng Han-tiok berilmu tinggi, lama-lama tak tahan juga menghadapi kerubutan mereka.

Hui Giok jadi berdebar menyaksikan kejadian ini, mukanya sebentar pucat sebentar menghijau, apalagi setelah menyaksikan keadaan kedua Leng bersaudara yang mengenaskan itu. ia betul-betul me-rasa tak tega.

Teringat pada budi kebaikan mereka selama ini, akhirnya pemuda itu tak dapat mengendalikan emosinya lagi, tiba-tiba ia membentak keras, "Tahan"

Secepat kilat ia terus menerjang masuk ke arena. Dalam bentakan tersebut rupanya ia sertakan tenaga dalam yang sempurna. suara bentakan ibaratnya geledek yang menggelegar bumi terasa berguncang.

Para jago terperanjat Tiang hong-kiam Pian su yan dan Si-hun-to Lo Gi yang sedang bertarung pun tanpa terasa menghentikan serangan mereka."

"Apa yang hendak kau lakukan?" Liong-heng pat-ciang segera membentak

Hui Giok tidak menggubris bentakannya itu, kepada Tiang hong-kiam dan Si-hun-to ia berkata seraya menjura: "Bersediakah saudara berdua memberi muka kepadaku dan sementara menghentikan pertarungan?"

Meskipun Pian Sau-yan dan Lo Gi adalah Piautau kelas satu dari Hui-liong-piaukiok, tapi sepanjang tahun mereka selalu melakukan perjalanan ke sana kemari, dengan demikian tidak pernah berjumpa muka dengan Hui Giok sebelumnya, mereka hanya tahu Hui Giok punya hubungan erat dengan Tham-congpiautau.

Berbicara selaku Bengcu Perserikatan orang persilatan Kanglam, ditambah pula ucapannya yang sungkan dan ramah, kedua orang itu jadi tercengang dan buru2 membalas hormat.

Hui Giok tersenyum, sorot matanya beralih ke arah pemuda baju hitam, tapi ketika dilihatnya permainan ruyung orang masih gencar, sedikitpun tiada tanda-tanda hendak menghentikan pertarungan bahkan wajahnya yang bengis mengingatkan orang pada harimau buas yang siap menerkam mangsanya seketika alis Hui Giok berkerut.

"Saudara Pa... " teriaknya

Belum lenyap suara bentakan itu, tiba-tiba pemuda baju hitam itu berpekik nyaring, ruyung peraknya diputar makin gencar, padahal api yang berkobar di tubuh Leng Ko-bok sudah membakar jenggot dan rambutnya, hal ini membuat keadaannya semakin mengenaskan.

Darah yang mengalir dalam tubuh Hui Giok jadi mendidih, ia tak peduli apakah kungfunya mampu menandingi si pemuda baju hitam atau tidak, dengan suatu loncatan mendadak dia menerjang maju.

"Keparat, kau juga ingin mampus"" bentak pemuda baju hitam itu dengan wajah seram. Ruyung perak yang semula menyerang Leng Ko~bok mendadak ditarik kembali lalu menyabat ke arah Hui Giok

Serangan itu membawa kekuatan yang mengejutkan, angin menderu bagaikan amukan angin puyuh, Melihat itu kedua Leng bersaudara jadi kaget Liong-heng-pat-ciang juga terkesiap, sedang para jago berteriak tertahan, semua orang menganggap Hui Giok yang lemah lembut dan bertangan kosong itu pasti bukan tandingan pemuda baju hitam yang menyerang seperti harimau gila itu.

Hui Giok sendiri juga terkesiap oleh serangan dahsyat itu, ketika sinar keperak-perakan itu hampir bersarang di kepalanya, tanpa pikir lagi tangan kirinya bergerak ke depan, sementara tangan kanan berputar setengah lingkaran dan balik mencengkeram ujung ruyung tersebut.

Jurus serangan mi merupakan salah satu jurus ampuh yang tercatat dalam kitab pusaka Hay-thian-pi-lok. kungfu ini sudah puluhan tahun lenyap dan peredaran dunia persilatan.

Kawanan jago hanya merasa pandangan jadi kabur, tahu2 ujung ruyung sudah terpegang oleh Hui Giok.

Leng-kok-siang bok terbelalak kegirangan.

Liong-heng-pat-ciang berubah pucat, sedang pemuda baju hitam itu segera menghardik "Lepas."

Dengan kaki terpantek di tanah bagaikan tonggak baja, sekuat tenaga ia betot ruyungnya ke belakang.

Waktu itu Hui Giok sama sekali tak menyadari betapa kuat tenaga dalam yang dimilikinya, ketika berhasil serangan yang pertama tadi, dia sendiri ma lah tertegun, maka ketika timbul tenaga yang maha dahsyat membetot ruyung, serta merta ia lepas lengan dan ruyung itupun terlepas dan genggamannya.

Sekali lagi para jago menjerit kaget, sebaliknya pemuda baju hitam itu dengan wajah bangga melancarkan serangan lagi dengan ruyungnya.

Setelah pengalamannya tadi, pemuda baju hitam itu bertindak lebih hati2. ia kuatir ruyung akan ditangkap lagi oleh lawannya, maki dalam serangan ini ruyungnya disertai tenaga penuh dan berbagai gerak perubahan.

Tak terduga, Hui Giok ayun tangan kiri dan memutar tangan kanan ke atas, dengan sangat mudahnya ia berhasil menangkap lagi ruyung, ruyung itu bahkan tenaga murni si pemuda baju hitam yang tersalur pada senjata itupun dipunahkan.

Dengan peristiwa ini, bukan saja para jago terperanjat sampai2 pemuda baju hitam itupun melongo bingung, sungguh ia tak tahu kenapa lawan beruntun dua kali berhasil menangkap ujung ruyungnya dengan suatu gerakan yang sederhana.

Se-akan2 merogoh barang dalam sakunya sendiri saja.

Tentu saja ia tak menyangka jurus serangan Hui Giok barusan bernama Tam-nang ci but (merogoh saku mengambil benda) dan merupakan jurus ajaib dalam ilmu silat, jangankan cuma dua jurus serangan, sekalipun dia menyerang sepuluh kali dengan tipu yang berbeda, cukup dengan suatu gerakan yang sederhana ini Hui Giak juga tetap mampu memegang ujung ruyungnya.

"Lepas." bentak pemuda baju hitam setelah merandek sejenak dengan gigi gemertukan

Kali ini Hui Giok juga sudah siap sedia, tenaga murni disalurkan penuh, tubuh terpantek bagaikan tonggak, ketika musuh membetot ruyungnya, dia juga membetot ke belakang.

"Krak!" ruyung pemuda baju hitam itu patah jadi dua bagian.

Karena pemuda baju hitam itu sedang membetot dengan sekuat tenaga, maka begitu senjatanya putus, ia tak mampu mempertahankan keseimbangan badannya lagi, dia terhuyung ke belakang dan hampir saja jatuh terjengkang.

Semua orang bersorak, Leng kok siang bok kegirangan, yang aneh adalah Tiang hong kiam dan Si hun to diam2 mereka pun senang.

Kiranya pemuda itu bernama Biau Pa, dia adalah seorang yatim piatu dari daerah Biau, sejak kecil berlatih hingga bertenaga kasar serta ilmu silat yang beraneka ragam, suatu ketika bakatnya yang bagus itu ditemukan Liong heng-pat ciang, maka dia diterima sebagai muridnya dan diajari ilmu silat otomatis kungfunya memperoleh kemajuan yang amat pesat.



Sejak diketahuinya bahwa ia sangat dimanja Liong-heng-pat ciang, sikapnya terhadap Pian Sau yan dan Lo Gi atau kawanan Piausu lainnya jadi berbeda. ia tak pandang sebelah mata terhadap orang-orang itu, sedang orang lainpun sedikit banyak segan terhadapnya karena dia bertenaga sakti dan berilmu tinggi, otomatis banyak orang yang sakit hati kepadanya. Maka setelah menderita kekalahan sekarang orang lainpun ikut bergirang.

Air muka Liong-heng-pat-ciang berubah hebat sedangkan si pemuda baju hitam alias Biau Pa masih berdiri melongo sambil memandang ruyungnya yang patah, agaknya ia tak percaya kalau tenaga saktinya yang tiada tandingan itu telah ketemu batunya.

Setelah termangu sejenak, akhirnya ia membentak keras dan menyerbu lagi ke depan.

Berhasil dengan serangannya yang pertama, kepercayaan Hui Giok atas kemampuan sendiri bertambah besar, ia putar ke samping menghindarkan terkaman musuh, kemudian dengan menggunakan kutungan ruyung tadi ia menyabat.

Sabatan ini seperti sekenanya, tapi sebenarnya mengandung daya serang yang dahsyat, Biau Pa buru2 berkelit ke samping.

Secepatnya dia menghindar tapi ujung bajunya tersambar juga oleh sabatan ruyung patah Hui Giok Berbicara soal kepandaian silat, kendatipun dia kalah setingkat dibandingkan Hui Giok, tapi pengalaman tempur jauh lebih banyak daripada Hui Giok, andaikata ia dapat bertarung dengan hati yang tenang, mungkin dia tak akan sampai dikalahkan secepat itu.

Tapi kenyataannya sekarang, walaupun sikap nya tetap garang dan buas, tapi nyalinya sudah keder oleh keampuhan ilmu silat Hui Giak, setelah pikiran kalut dan nyalinya pecah, andaikan beradu jiwa juga tiada gunanya.

Liong heng-pat-ciang berkerut kening, cepat ia membentak "Pa-cu, tahan!"

Berbareng dengan itu ia melangkah maju dengan pelahan, tubuhnya yang tinggi besar dengan sekali loncat sudah tiba di samping Biau Pa. ia merampas kutungan ruyung perak dan tangan pemuda baju hitam itu, lalu menghardik, "Kenapa belum juga mundur!"

Gerak maju dan merebut senjata ini bukan saja cepat bahkan tepat, sungguh sangat mengejutkan.

Gerak tertawa berkumandang dan samping arena di mana para jago berada, dengan muka kelam Biau Pa mundur beberapa langkah, lalu putar badan dan lari pergi dan situ.

Sambil memegang kutungan ruyung Liong heng pat ciang sama sekali tidak memandang sekejap pun pada Biau Pa, sebaliknya ia tersenyum ke pada Hui Giok.

Senyuman itu dalam pandangan orang lain mungkin merupakan suatu senyuman biasa, tapi Hui Giok jadi bergidik tiba-tiba teringat kembali masa kecilnya waktu berada di Hui liong piauwkiok, ia sering melihat senyuman semacam itu menghiasi wajah sang paman Tham, tapi entah mengapa ia selalu merasa dibalik senyuman yang ramah itu seakan-akan terselip sesuatu yang membuatnya merinding, setiap kali ia bercakap cakap atau bermain dengan Tham Bun-ki, paman Tham selalu menampilkan senyuman seperti itu dan mengajak puterinya berlalu.

Suatu kali tanpa disengaja ia masuk ke kamar paman Tham, waktu itu paman Tham sedang mempermainkan semacam benda di atas meja, ketika melihat ia masuk, senyuman seperti itulah segera tersungging di bibirnya, lalu ia diberitahu agar selanjutnya jangan masuk ke kamarnya lagi.

Bilamana ia mendapatkan sebuah benda yang disukainya, seringkali sang paman Tham akan membawa senyuman semacam itu dan mengambil benda tadi, bahkan memberitahukan padanya bahwa sebagai pemuda tak boleh terlalu banyak bermain sehingga lupa pada tugas seorang muda.

Ia tidak pernah dendam terhadap semua kejadian ini, karena dia menganggap paman Tham telah memberi nasihat kepadanya, agar dia belajar baik Tapi entah mengapa, demi melihat senyuman tersebut pada saat dan keadaan seperti sekarang ini tiba-tiba saja kenangan lama terlintas kembali dalam benaknya, membuatnya bergidik seperti apa yang dialaminya waktu kecil dulu.

Tanpa terasa ia menyurut mundur selangkah.

Liong-heng-pat-ciang tersenyum, katanya lagi "Orang selalu berkata bahwa pekikan burung Hong muda tentu lebih nyaring daripada burung Hong tua. Hiantit, kau betul-betul telah membuat kejutan, kesuksesanmu sudah tentu sangat menggirangkan paman, tapi kukira lebih baik kau menyingkir saja."

Ia tidak menunggu jawaban Hui Giok, begitu selesai bicara dia lantas putar badan dan menghadap ke arah Leng kok siang bok, sambil mempermainkan kutungan ruyung di tangannya, ia berkata pula sambil tersenyum, "Kungfu kalian berdua memang cukup mengagumkan sampai aku jadi gatal tangan, bila kalian berdua tidak terlalu mengandalkan tenaga Hui hiantit. . hendak kutantang kalian berdua untuk bertarung!"

Begitu maksudnya diutarakan, para jago jadi terperanjat diam2 mereka bersyukur karena dapat menyaksikan pertarungan yang jarang ditemui di dunia persilatan ini, sementara orang-orang yang berdiri di belakang serentak berkerumun maju ke depan.

Selama belasan tahun nama besar Liong-heng pat ciang menggetarkan Kangouw, tapi belum pernah seorang jago silatpun yang pernah menyaksikan tokoh ini turun tangan sendiri maka tiada yang tahu sampai di manakah tinggi rendahnya kepandaian tokoh termasyhur ini.

Suasana kembali menjadi gaduh, diam2 para jago mulai berbisik memperbincangkan soal ini bahkan ada yang mulai bertaruh.

"Ayo coba tebak, pada jurus yang keberapa liong heng pat ciang akan mengalahkan kedua bersaudara keluarga Leng itu?"

"Lima puluh jurus!"

"Tiga puluh jurus!"

"Aku bertaruh lima belas tahil pegang tiga puluh jurus?"

"Aku bertaruh seekor kuda, pegang lima puluh jurus."

Ternyata tak seorang pun yang berani mengatakan bahwa Leng-kok-siang-bok yang akan menangkan pertarungan ini.

Air muka Leng kok siang bok berubah jadi kelabu menyeramkan, tidak ada yang tahu apa yang sedang dipikirkan kedua bersaudara ini.

Menghadapi mati dan hidup mereka tetap menunjuk ketenangan yang mengagumkan, diam-diam para jago sama memuji.

Kedua bersaudara itu hanya melirik sekejap ke arah Hui Giok dengan pandangan hambar, setelah membereskan pakaian mereka bersama-sama maju ke hadapan Liong-heng-pat ciang, tanya mereka dengan dingin, "Akan Pibu (beradu silat) atau..."

Liong heng pat ciang terbahak-bahak, "Mau Pibu atau apa saja, kalian berdua boleh maju bersama"

Berbicara sampai di sini, mendadak telapak tangannya diayun ke depan, selarik cahaya perak segera meluncur ke angkasa bagaikan meteor, hanya sekejap saja cahaya itu lantas lenyap tak berbekas sambitan yang disertai tenaga dalam yang amat sempurna itu sudah tentu menimbulkan kegemparan para jago, seruan kaget tertahan berkumandang di sana sini, sementara Tiang-hong kiam dan Si-hun to menyurut mundur beberapa langkah.

Helaan napas dan seruan tertahan bergema, tapi Hui Giok seolah-olah tidak mendengar apapun ia sedang berpikir apa makna yang sebenarnya dari kerlingan Leng kok siang-bok kepadanya barusan.

Hanya dia saja yang dapat memahami betapa beratnya perasaan kedua kakek yang berwajah dingin dan kaku ini, hanya dia yang dapat merasakan betapa berdukanya dan kerlingan itu.

Kerlingan itu mengandung arti perpisahan antara mati dan hidup juga mengandung luapan perasaan kasih sayangnya terhadap Hui Giok seakan-akan mereka merasa menyesal karena tak dapat menyaksikan anak muda itu mencapai kesuksesan dan tersohor namanya dalam dunia persilatan, karena mereka cukup menyadari arti dan pertarungan ini, merekapun menyadari baik soal kungfu maupun tenaga dalam, mereka berdua bukan tandingan Liong-heng pat-ciang.

Seketika itu Hui Giok merasa pikirannya sangat kalut dan bingung.

Berbicara soal budi, Liong-heng pat ciang yang memeliharanya hingga dewasa, tapi tanpa Leng kok siang bok, dapatkah ia sukses seperti hari ini?

Berbicara soal hubungan batin, kendatipun Leng kok-siang bok bermuka dingin dan kaku, tapi kebaikan mereka terhadap dirinya begitu mendalam sehingga wajah kaku mereka tidak dapat menutup rasa kasih sayang mereka padanya.

Sementara dia masih melamun, tiba-tiba Liong heng pat-ciang bertepuk tangan dan bergelak tertawa, "Hahaha, aku Tham Beng bila dengan tangan kosong tak mampu mencabut nyawa kalian, maka utang lama atau baru akan kuhapus sampai disini saja, Mari, mari".



Nyaring amat gelak tertawanya. Di tengah gelak tertawa itulah pelahan Liong heng-pat-ciang maju ke muka dan menghampiri Leng-kok-siang bok.

Dua saudara Leng dari lembah dingin ini serentak terpencar ke samping kiri dan kanan, mereka tak berani gegabah, diawasinya setiap langkah Liong-heng-pat ciang tanpa berkedip.

Sekejap mata kemudian, tubuh yang tinggi besar itu sudah berada tiga langkah di depan Leng kok-siang-bok, dalam jarak sedekat ini cukup baginya untuk mengayunkan tangannya dan niscaya jalan darah kedua Leng bersaudara dapat dicapainya. Hui Giok angkat kepalanya, kebetulan sinar mata Leng-kok siang bok yang dingin sedang mengerling ke arahnya.

Seketika itu juga kerlingan tersebut mengobarkan semangat Hui Giok, terasa darah dalam tubuhnya bergolak.

"Tahan! bentaknya tiba-tiba, walaupun tidak terlalu nyaring bentakan itu namun pada saat dan keadaan seperti ini, kedudukan Hui Giok dalam pandangan semua orang sudah berbeda, maka semua orang pun segera mengalihkan perhatian mereka kepada pemuda itu.

Dalam pada itu Hui Giok telah bertindak, dia bergerak maju ke muka dan berdiri di samping Leng kok-siang-bok sambil merentangkan kedua tangannya untuk merintangi sang paman.

Berubah air muka Liong-heng pat ciang, tegumya: "Hm, kini sayapmu sudah mulai tumbuh, apakah kau juga ingin mencoba kepandaian paman Tham?"

"Mana berani!" sahut Hui Giok cepat dengan tangan diluruskan ke bawah.

Liong-heng pat ciang Tham Beng tersenyumm "Kalau begitu, mundurlah dan situ!"

Hui Giok tidak mundur, sebaliknya malah menengadah sambil berkata lagi dengan nyaring "Maaf paman, keponakan takkan mundur dari sini, justeru keponakan memberanikan diri akan memohon kepada paman Tham agar lepas tangan tunggu dulu setelah menang atau kalah pertaruhan kami sudah diketahui."

"Hehehe! bagus, bagus sekali!" Liong-heng-pat-ciang menukas sambil tertawa dingin. "Apakah tindakanku sekarang juga harus di bawah perintah mu?"

Berbareng dengan selesainya perkataan itu, tiba-tiba ia mendorong bahu Hui Giok sambil membentak "Minggir"

Mencorong tajam sinar mata Hui Giok, ia tidak menghindar juga tidak berkelit, maksudnya serangan itu akan diterimanya begitu saja.

Siapa tahu, setelah urat penting mati hidupnya tertembus, otomatis tenaga murni yang terkandung dalam tubuhnya akan menimbulkan daya perlawanan terhadap pukulan orang lain, seperti halnya orang biasa yang memegang sesuatu benda panas secara refleks tangannya segera diangkat kembali.

Dengan daya refleks ini, meski dia tidak bermaksud menghindari serangan Tham Beng, tapi ketika angin serangan menyentuh badannya, tanpa terasa tangan kirinya membalik ka atas dan langsung memotong urat nadi pergelangan tangan lawan.

Liong heng-pat ciang berkerut kening, pergelangan tangannya digetarkan serangannya juga berubah arah.

Siapa tahu tangan Hui Giok seperti tumbuh mata, ke manapun serangan itu beralih, jarinya selalu membuntutinya dan tetap mengancam pada urat nadi pergelangan tangannya, pada hakekatnya Hui Giok sendiripun tidak tahu kenapa tangannya bisa berputar seperti itu bagaikan hal itu sudah sewajarnya saja, dengan leluasa dan begitu bebasnya tangan itu berputar ke sana kemari.

Dia tidak tahu kitab pusaka Hay thian-pi-lok adalah kumpulan ilmu silat maha sakti yang diciptakan oleh Hay-thian ko-yan (si walet dari Hay-thian), seorang tokoh sakti dunia persilatan.

Pada masa mudanya Hay thian ko yan malang melintang dalam dunia persilatan boleh di bilang ilmu silat dan pelbagai perguruan di dunia ini berhasil dipelajarinya maka tidak heran jika isi kitab pusaka Hay-thian-pi-lok terdiri dan intisari ilmu silat berbagai aliran.

Selama satu tahun terakhir ini, setiap hari Hui Giok mengapalkan isi kitab pusaka itu dengan tekun, boleh dibilang catatan dalam kitab itu sudah apa semua di luar kepala, padahal ilmu pukulan yang digunakan Liong heng~pat ciang tercantum pula dalam kitab Hay-thian-pi-lok, dengan demikian maka tanpa disadari Hui Giok, setiap jurus yang digunakan anak muda itu justru merupakan jurus anti pukulan Liong-heng-pat ciang itu.

Begitulah, kedua orang itu terus bergeser kian kemari sudah tentu para jago tak paham akan rahasia di balik pertarungan itu, mereka sama terbelalak dan melongo heran.

Sedingin es wajah Liong-heng-pat ciang, sungguh tak terlukiskan rasa kagetnya, Setelah bertarung tiga putaran tiba-tiba ia tarik kembali serangannya setelah mengamati sekejap wajah Hui Giok, lalu dia terbahak-bahak.

"Hahaha! Anak Giok, apa kau betul-betul ingin berkelahi dengan pamanmu?"

"Keponakan berharap paman Tham suka berbuat kebaikan dan sudahi persoalan hari ini sampai di sini saja!" sahut Hui Giok sambil membusungkan dada.

Sebetulnya ia merasa tubuh Tham Beng terlampau tinggi besar, tapi setelah ia busungkan dadanya tiba-tiba dirasakan bahwa ia sama tingginya dengan Tham Beng, serta merta rasa jeri yang semula mencekam itu lenyap beberapa bagian.

Berkilat sinar mata Tham Beng otaknya berputar keras, sejak belasan tahun berselang ia sudah berambisi ingin menjadi pemimpin dari para jago silat dunia persilatan, ia merasa betapa aibnya jika seorang pemuda yang baru berusia dua puluh tahunan tak mampu dikalahkannya.

Karena itu, meski hawa marah membakar hatinya dan menimbulkan nafsu membunuh namun wajahnya masih tetap tersungging senyuman katanya, "Berbicara hubungan kita, seharusnya apa yang kau mohon tak boleh kutolak dengan begitu saja, akan tetapi . ya, kecuali hari ini saja bila lain kali kau..."

"Keponakan hanya minta agar paman Tham menunggu sampai menang atau kalah di antara aku dan kedua Leng locianpwe ini diketahui," tukas Hui Giok cepat, ia keputusan akhir sudah ada, maka bagaimanapun hasil pertarungan antara paman Tham melawan Leng-locianpwe berdua Siau tit tak akan mencampurinya "

Dalam mengucapkan kata-kata tersebut ia sama sekali tidak merendahkan atau melemaskan posisi Leng-kok-siang bok hal ini tentu saja menumbuhkan rasa terima kasih yang amat sangat dalam hati kedua orang aneh itu.

Leng kok-siang-bok adalah tokoh persilatan yang sudah lama tersohor namanya dalam duma persilatan, seandainya Hui Giok menampilkan diri karena bertujuan melindungi kedua orang itu maka Leng-kok-siang-bok akan lebih baik mengadu jiwa daripada unjuk kelemahan di hadapan jago2 persilatan lainnya.

Tapi nyatanya sekarang Hui Giok berkata bahwa tindakannya itu adalah demi menjamin kelancaran pertaruhannya dengan kedua Leng bersaudara itu meskipun tujuan sebenarnya hendak menolong mereka berdua.

Soal gengsi bagi orang persilatan seringkali di pandang lebih berharga daripada nyawa sendiri, Hui Giok memang tak berpengalaman tetapi dengan wataknya yang mulia dan bijaksana, ia merasa tidak seharusnya melukai gengsi orang baik dalam tindakan maupun perkataan justru karena watak mulia dan bijaksananya inilah di kemudian hari ia dapat menjadi seorang pemimpin dunia persilatan yang dihormati dan disegani baik oleh orang-orang kalangan Hek-to maupun oleh orang-orang golongan Pek to.

Berkilatlah mata Liong-heng pat-ciang Tham Beng, tiba-tiba ia putar badan, lalu membentak nyaring "Sudahkah kalian dengar perkataan Hiu-taysianseng tadi?"

Melengak semua jago mendengar pertanyaan itu, dalam pada itu Tham Beng telah membentak pula, "Sebelum menang atau kalah dalam pertaruhan mereka diketahui. barangsiapa berani berbuat hal2 yang tidak menguntungkan Leng-kok siang bok, itu sama artinya dengan tidak memberi muka kepada aku Liong heng-pat-ciang."

Meskipun dengan alasan ini ia bermaksud menyelamatkan muka sendiri, tapi ucapan itu cukup kereng dan gagah.

Maka ketika para jago menyatakan kesanggupannya air muka Liong-heng-pat-ciang pun pulih kembali dengan senyuman ramahnya ia berkata lagi: Aku dan Hui-taysianseng telah berhubungan selama dua keturunan, maka setiap perkataan yang di ucapkan Hui-taysianseng sama pula seperti apa yang kuucapkan sendiri barang siapa merasa dirinya sebagai sahabat Tham Beng, untuk selanjutnya juga harus menganggap Hui taysiansecg sebagai sahabatnya"

Demi mempertahankan gengsi dan kedudukan sendiri, mau-tak mau ia harus mengangkat tinggi juga kedudukan Hui Giok.

Sekali lagi para jago menyambut seruan itu dengan sorak gegap gempita.

Hui Giok terharu sekali atas kejadian ini. "Ai bagaimanapun juga, paman Tham memang baik kepadaku!" demikian pikirnya.

sementara itu Liong heng pat-ciang telah berpaling dengan wajah berseri di genggamnya tangan pemuda itu erat-erat, lalu berkata "Giok-ji, paman betul-betul ikut merasa gembira atas kesuksesan yang kau capai sekarang, arwah ayahmu di alam baka tentu juga akan ikut bergembira menyaksikan keberhasilanmu ini."

Waktu bicara tampak sikapnya amat simpatik, seakan-akan ucapan tersebut betul-betul timbul dari lubuk hatinya.

Hui C'iok merasakan hawa hangat yang terpancar masuk lewat tangan orang yang lebar, apa lagi menyinggung soal ayahnya, Hui Giok semakin terharu, ia termangu sesaat lamanya, dengan tergegap ia berkata "Budi kebaikan paman Tham tak ternilai tingginya, selama hidup keponakan tak akan melupakannya"

Liong heng-pat-ciang Tham Beng menghela napas panjang, katanya, "Ai, walaupun kedudukan kita sekarang tampaknya bermusuhan tapi pada hakikatnya semua itu adalah hasil permainan busuk kaum keroco dunia persilatan. Kuharap sikapmu kepadaku selanjutnya masih juga seperti dulu, bila kau merasa orang orang lain bersikap dingin dan kejam kepadarnu, pulanglah ke rumahku, paman Tham akan menyambut kedatanganmu dengan senang hati."

Perkataan yang penuh kehangatan membuat Hui Giok sangat terharu, air mata pun berlinang2.

Adegan ini tentu saja membikin tercengang kawanan jago lainnya. mereka tidak mengerti kenapa Tham-congpiautau dari Hui liong-piaukiok bisa bersikap begitu mesranya dengan Bengcu perserikatan orang-orang Kanglam sesudah berlangsungnya pertarungan tadi.

Go Peng dan si Jengger Ayam Pau Siau-thian yang berdiri di tengah kerumunan orang banyak itu saling pandang sekejap, saling memberi isyarat, Lalu Pau Siau-thiam juga melirik sekejap ke arah Koan jiya.

Koan-jiya manggut-manggut setelah menghela napas a berkata, "Ya, pada hakekatnya dunia persilatan itu seperti satu keluarga besar, jika Tham-cong-piautau bisa bekerja sama dengan Hui-taysianseng, hal ini sungguh merupakan suatu peristiwa yang patut digirangkan.

Pau Siau-thian dan Go Peng mendengus, tapi Koan-jiya pura2 tidak mendengar.

Setelah pertarungan berakhir, untuk menyatakan perguruannya juga berhubungan intim dengan Tham-congpiautau, sebetulnya dia ingin maju ke muka dan mengucapkan beberapa kata yang dapat meningkatkan martabatnya di mata umum.

Tapi sebelum Koan-jiya maju ke muka, Liong heng-pat-ciang Tham Beng telah menggenggam tangan Hui Giok kencang2 dan berkata lagu "Setelah lama berpisah sebenarnya aku ingin berkumpul lebih lama denganmu tapi apa daya kalau urusan lain sedang menunggu penyelesaianku, mau tak mau aku harus pergi lebih dulu Baiklah, bila urusan telah selesai semua, tentu aku akan mengajak kau bercakap2 sepuasnya."

Saking terharunya, waktu itu Hui Giok merasakan tenggorokannya seperti tersumbat, sepatah katapun tak mampu diucapkan, dia hanya manggut belaka. Dengan dingin Liong beng pat-ciang mengerling sekejap ke arah Leng-kok-siang-bok, seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi niat itu segera dibatalkan.

"Aku pergi dulu!" akhirnya dia berseru.

Sekali lagi ia genggam tangan Hui Giok sebelum pergi, tapi beberapa langkah kemudian tiba2 ia berpaling dan menambahkan: "Bun-ki baik2 saja ia sering membicarakan tentang dirimu."

Hui Giok sedang mengantar kepergian sang paman dengan langkah pelahan, demi mendengar perkataan itu dia merandek dan tertegun.

"Benarkah dia masih memikirkan diriku ? Masa ia masih ingat padaku?"

Semua sikap dan bayangan orang seolah-olah meninggalkan dia, kini yang tersisa hanya bayangan tubuh "Tham Bun ki.

Bagaimana menderitanya, betapapun sedih dan betapa ia berusaha melupakannya namun kenangan itu ternyata sudah terukir dalam2 di lubuk hatinya.

Meski kenangan itu sudah lama lalu namun kenangan lama itu terasa masih baru, ia terbayang kembali pemandangan dalam taman rumput yang hijau, bunga beraneka warna menyiarkan bau harum semerbak, di situlah ia bermain gundu dengan Tham Bun-ki.

Betapa murninya perasaan itu, sekalipun ia akan mendapatkan segalanya namun saat-saat yang manis, saat2 yang mesra itu tak mungkin kembali lagi, sekalipun ia dapat mempelajari segala kepandaian, segala pengetahuan, namun ia tak akan berhasil mendapatkan cinta yang suci dan polos seperti itu. Selama hidup manusia hanya mengalami satu kali cinta pertamanya, seperti juga hanya sekali saja manusia mengalami kelahiran dan kematiannya.

Dengan termangu-mangu ia berdiri di situ hampir saja lupa di manakah ia berada waktu itu. Ketika ia menengadah, tahu-tahu Leng-kok-siang-bok telah berdiri berjajar di hadapannya, sedang Liong - heog - pat - ciang entah ke mana perginya.

Leng Han-tiok sedang menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca karena air mata.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tegurnya kemudian sambil menghela napas.

"Kenangan lama," Hui Giok tertawa pedih.

"Aku sedang membayangkan kenangan lama."

Tiba tiba ia bertanya "Apakah kalian juga pernah memenangkan kejadian masa lalu?"

Kedua Leng bersaudara saling pandang sekejap, lalu mengangguk.

"Setiap orang tentu mempunyai kenangan" kata Hui Giok lebih jauh, "ada yang mempunyai kenangan manis, ada yang mempunyai kenangan pahit, kenangan manis ibaratnya sejumlah kekayaan, jika kekayaan dapat ludes, maka kenangan tak akan lenyap untuk selamanya. Kenangan orang yang miskin terkadang jauh lebih berharga daripada kenangan orang kaya, percayakah kau akan hal ini?"

"Ya, benar!" kedua Leng bersaudara menghela napas sambil mengangguk.

Setelah termenung sebentar, Hui Giok berkata lebih jauh, "Ada orang yang berjuang sepanjang hidupnya dan berhasil mendapatkan nama, kedudukan dan kekayaan seperti yang diharapkan, tapi bila memandang ke belakang, ternyata kenangannya penuh dengan penderitaan dan penghinaan, sebaliknya ada yang hidup sengsara, tapi dikala usia lanjut, ketika ajal hampir tiba, ia mempunyai banyak kenangan indah. Coba bayangkanlah manusia yang manakah yang lebih bahagia di antara ke dua jenis manusia itu?"

Kedua Leng bersaudara termenung, sebelum mereka memberikan jawaban, tiba2 terdengar suara gelak tertawa yang amat nyaring berkumandang memecah kesunyian.

Hui Giok terkejut dan berpaling "Siapa?" hardiknya.

"Hahaha, Hui-taystanseng, baik-baikkah selama ini?" gelak tertawa seseorang kembali menggema di angkasa.

Berbareng dengan berakhirnya gelak tertawa itu. dari balik batu di kegelapan sana muncul sesosok bayangan dengan gerakan cepat ia melayang tiba.

Orang ini berperawakan tinggi besar, jenggotnya berkibar terembus angin, tangan kirinya memegang kipas, Hui Giok segera kenal orang ini sebagai Sin-jiu Cian Hui yang sudah berpisah hampir setahun lamanya.

Baru saja kawanan jago mengantar kepergian Liong-heng-pat-ciang Tham Beng, kini mendadak muncul lagi Sin-jiu Cian Hui, semua orang menjadi gempar, siapapun tak menyangka pemilik perkampungan Long-bong-san-ceng yang jauh terletak di Kanglam bisa datang ke wilayah Tionggoan sini. Hal ini seakan-akan telah membuktikan dugaan-dugaan mereka tadi, yaitu lima puluh lima jiwa penghuni kantor Hui liong-piaukiok cabang Kanglam betul-betul telah dibantai oleh Sin-jiu.

Setibanya di tengah arena, Sinjiu Cian Hui memandang sekejap sekeliling tempat itu, sambal terbahak-bahak, kemudian serunya lagi, "Hahaha betul-betul sangat ramai, tak pernah kusangka di tempat sepi ini bakal bertemu dengan sahabat sebanyak ini, hal ini sungguh sangat menyenangkan.

Setelah terbahak-bahak, sinar matanya beralih kembali ke arah Hui Giok dan mengamatinya dan atas sampai ke bawah lalu sambil tertawa nyaring, katanya lebih jauh, "Tapi kejadian yang paling menggembirakan hatiku adalah kemampuan Beng toako dan Perserikatan orang-orang Kanglam kita yang sanggup menggempur mundur Liong-heng pat-ciarig Tham Beng hanya dengan dua tiga patah kata saja, hahaha, kejadian ini betul-betul suatu peristiwa yang menggembirakan Liong-heng-pat-ciang ternyata kecundang di daerah Tionggoan.

Dari gelak tertawanya yang nyaring dapat diketahui betapa gembiranya karena kejadian tersebut.

Hui Giok jadi melengak "0h. jadi Cian-cengcu sudah datang sejak tadi?"

"Hahaha! Memang aku sudah datang sejak tadi, tapi lantaran tak tega menyaksikan kejengahan Liong-heng-pat-ciang, maka sampai kini baru unjuk diri Hahaha... mulai sekarang, Perserikatan orang-orang Kanglam kita benar-benar boleh berbangga diri dalam dunia persilatan, sebab kita mempunyai seorang Bengcu-toako yang maha sakti."



Dari nada perkataannya itu dia melukiskan mundurnya Liong-heng-pat-ciang disebabkan jeri pada kehebatan kungfu Hui Giok seketika juga para jago yang sebagian besar terdiri dan orang-orang Perserikatan Kanglam berrsorak-sorai memberikan sambutan yang meriah.

Sorak-sorai yang gegap gempita itu berkumandang hingga jauh, terdengarlah teriakan nyaring "Hidup Hui-taysianseng! Nama besarmu menggetarkan seluruh dunia, perserikatan orang-orang Kanglam merajai persilatan!"

Bagaikan api yang membakar hutan kering, dalam sekejap mata teriakan itu telah menjalar ke mana2, tersiar ke seluruh dunia persilatan.

Angin malam berembus kencang, api unggun berkobar, suara yang gegap gempita itu menimbulkan pergolakan darah panas di dada Hui Giok.

Teriakan itu bagaikan ombak samudera yang menumbuk batu2 karang, menumbuk hati sanubari Hui Giok.

Gulungan ombak menghanyutkan noda dan lumut di atas karang, sorak-sorai yang menghanyutkan kemurungan dan kesedihan hati Hui Giok, pelahan wajahnya kembali berseru sinar tajam kembali terpancar dan balik matanya.

Dengan pandangan tajam Sin jiu Cian Hui mengawasi perubahan air mukanya. bagaikan seekor binatang buas yang siap menerkam mangsanya dan tiba-tiba diketahui sasarannya telah berubah menjadi seorang pemburu yang cekatan dan berpengalaman, sedikitpun tak berani melemaskan pengamatannya atas perubahan yang terjadi pada wajah Hui Giok.

Suara sorak-sorai akhirnya pun berhenti, sambil mengelus jenggotnya Sin-jiu Cian Hui terbahak-bahak:

"Hahaha bila kita tinjau dan suara sorak sorai barusan ini, tak perlu diragukan lagi dunia persilatan pasti akan berada dalam kekuasaan saudara Hui" serunya kembali ia menengadah dan terbahak-bahak sehingga orang lain tak dapat menangkap maksud yang terkandung dalam pancaran sinar matanya.

Leng kok-siang-hok meski juga ikut bergembira bagi kesuksesan Hui Giok, akan tetapi mereka kelihatan murung, diam-diam kedua orang itu menyingkir dari situ, menuju batu padas di sebelah barat sana.

Sementara itu Hui Giok sedang berkata sambil tersenyum. "Aku tak berani menerima sanjungan saudara Cian itu sebab pada hakikatnya kepergian Tham congpiautau tadi adalah karena dia mengingat hubungan baik kami di masa lalu."

"Hahaha, kelirulah saudara Hui bila berkata demikian," Sin-jiu Cian Hui bergelak tertawa, "bayangkan saja, Liong-heng-pat ciang Tham Beng itu manusia macam apa? sekalipun ia mempunyai hubungan baik dengan saudara Hui pada masa lampau. tak nanti dia akan bertindak merugikan nama baiknya hanya demi memandang hubungannya denganmu, Ketahuilah orang ini selalu bekerja tidak kepalang tanggung, bila perlu dia akan membunuh setiap pengalang yang merintanginya, mana dia bisa mengingat hubungan masa lalu. Hmm..."

Setelah mendengus dia berhenti sebentar lalu sambungnya lagi "Hui-heng. kedatanganku sekarang justeru hendak memberi tahu kepadamu apa sebenarnya hubungannya antara Liong-heng-pat-ciang Tham Beng dengan Hui-heng, cuma sekarang belum tiba saatnya untuk kubicara, maka harap tunggu sebentar lagi, nanti Hui-heng akan mengetahui dengan sendirinya sebenarnya Liong-heng pat ciang Tham Beng mempunyai hubungan budi..."

Hui Giok berkerut dahi timbul kecurigaan di dalam hatinya, dia bertanya keheranan "Saudara Cian, sebenarnya apa maksud perkataanmu ini? Aku benar-benar tidak paham, apakah ..."

Tapi sebelum kata-katanya berakhir dengan dahi berkerut mendadak Sin-jiu Cian Hui membentak, "Cuma beberapa orang ini saja?"

Hui Giok berpaling tertampaklah dari kerumunan orang banyak tiba-tiba muncul puluhan orang laki-laki berbaju hitam, ada yang membawa senjata tajam ada pula yang menelikung tangan sekawanan jago persilatan dengan ilmu Kim-na-jiu hoat, tapi yang jelas orang-orang itu diseret keluar dari kerumunan orang banyak.

Diantara kawanan jago yang tertangkap itu ada yang masih coba meronta, tapi ada pula yang hanya menurut dengan membangkang wajah mereka sama diliputi rasa kaget, heran, marah dan takut.

Malahan di antaranya ada pula yang sedang bertanya dengan nada gugup: "A ada urusan apa?"

Sin-Jiu- hong Cia Pin terdapat di antara gerombolan yang ditangkap, wajahnya pucat, langkahnya sempoyongan tampaknya ia sudah menderita luka yang cukup parah.

Dua orang laki-laki setengah baya yang bertubuh kurus, jangkung dan berwajah menyeramkan seorang dengan bersenjatakan sepasang poan koan-pit mengikut dengan ketatnya di belakang Cia Pin, sedang yang lain berkantung kulit di pinggangnya, bertangan kosong dan gerakan yang lincah mengikut di belakang gerombolan itu dari jarak dekat tangan entah menggenggam senjata rahasia apa, tapi matanya yang tajam mengawasi terus langkah orang-orang itu.

Kedua orang ini belum dikenal, tampaknya bukan anggota Long bong-san-ceng, dilihat dari mukanya yang bengis, jelas mereka adalah tokoh-tokoh kalangan Lok-lim yang hidup dalam kekerasan.

Hati Hiu Giok tergerak, dengan perasaan tak mengerti ia tanya "Sebenarnya apa yang telah terjadi."

"Orang-orang ini sama sekali tak pandang sebelah mata kepada Hut-taysianseng, maka harus kuberi hajaran yang setimpal pada mereka agar orang persilatan tidak lagi meremehkan kebesaran serta kewibawaan Hui taysianseng."

"Tapi . . " Hui Giok berkerut kening. Sebelum kata-katanya berlanjut, senyum yang menghiasi wajah Sin-jiu Cian Hui tiba-tiba lenyap tak berbekas, dengan suara tertahan ia menegur: "Liok-lote, apakah tak ada orang lain lagi?"

Laki-laki kurus berkantong kulit di pinggangnya itu maju ke muka, setelah memberi hormat katanya: "Ribuan orang yang berkumpul di bukit ini bertepuk tangan dan bersorak-sorai begitu mendengar nama Hui-taysianseng, kecuali belasan orang ini yang membungkam dan sudah tiada orang lain lagi."

Sin-jiu Cian Hui mendengus "Hmm, bagaimana pula dengan Piauthau she Cia itu" tanyanya sambil manggut-manggut.

"Ketika melihat kemunculan Cengcu ia lantas berusaha kabur dari sini, aku dan Jite segera melakukan pengejaran, ia coba melawan tapi setelah kusambit pantatnya dengan jarum Jit hui bwe-hoa (bunga hwe tujuh kelopak) kemudian Jite yang menyusul tiba menambahi pula dengan suatu pukulan Hian-nio-hua-sah (burung hitam menyambar pasir) baru ia menyerah kalah."

Meskipun sikapnya terhadap Sin jiu Cian Hui cukup menghormat tapi baik dalam berbicara maupun dalam tindak tanduknya menunjukkan keangkuhan jelas ia merasa bangga atas kemampuan ilmu silatnya.

Hui Giok semakin bingung dan curiga akhirnya iapun bertanya dengan dahi berkerut. "Apakah lantaran orang2 ini tak mau bertepuk tangan dan bersorak untukku, maka mereka ditangkap oleh saudara-saudara yang Cian heng persiapkan di sekitar tempat ini?"

Sin jiu Cian Hut pura2 tidak mendengar pertanyaan itu, sambil ter-bahak2 ia malah berseru "Coba lihat, aku sampai lupa memperkenalkan kedua orang saudaraku ini kepada Hui-heng "

Sambil tergelak dia lantas menuding laki2 yang menggembol kantung kulit, katanya, "Dia ini adalah Toako dari Pa-san-siang-sat (sepasang malaikat dari Pa-san), seorang begal budiman yang selama ini beroperasi di sekitar Su-cuan dan Io-larn, orang menyebutnya sebagai Bu-im-bwe-hoa kui-kiam-ciu (Bunga bwe tanpa bayangan yang membikin setan pun pusing) Liok Thian-hoa. Dan inilah Hui-taysianseng, tentunya kau sudah mendengar nama besarnya bukan? jadi aku tak perlu menerangkan lebih jauh."

Walaupun Hui Giok masih merasa kaget bercampur curiga, tapi ia tak mau bikin malu orang, terpaksa kata-kata yang akan diucapkan ditahan, sambil menjura sahutnya dengan tersenyum, "Selamat berjumpa... selamat berjumpa!" padahal yang benar ia belum pernah mendengar nama Pa-san_siang-sat, tentu saja iapun tak tahu kedua bersaudara ini sudah lama sekali tersohor di kalangan Hek-to.

Selamanya mereka bekerja sendiri, bukan saja hatinya kejam, tangan mereka sudah penuh berlumuran darah, oleh sebab baru-baru ini mereka dikejar oleh seorang musuh bebuyutan yang lihai, dan walaupun mereka berdua licik dan banyak tipu muslihatnya, tapi karena musuh mereka lebih kuat, kungfunya lebih lihai, akhirnya mereka menggabungkan diri dengan pihak Long bong san ceng.



Waktu itu Sin Jiu Cian Hui sedang membutuhkan orang, sudah tentu kedatangan mereka disambut dengan gembira.

Wajah Bu im bwe ho akui kian ciu menampilkan senyuman dingin dan palsu, sambil memberi hormat, katanya: "Kami berdua bersaudara telah menggabungkan diri dengan Perserikatan orang-orang Kanglam, mulai sekarang kami adalah anak buah Hui Taysianseng, setiap perintah Hui Taysianseng, sekalipunj harus terjun ke lautan api, kami bersaudara pasti tak akan menolaknya."

"Bagus, bagus." Seru Sin Jiu Cian Hui sambil tergelak, "Hui-heng, bukan saja Liok lotoa adalah seorang laki-laki sejati, Liok Jite yang disebelah sana pun seorang gagah yang jarang ada dalam dunia persilatan."

Kemudian sambil menuding laki-laki bersenjata Poan koan pit, katanya: "Dia adalah orang kedua Pa-san siang-sat yang disebut Tui hong tiat pit ceng kangouw (pit baja memburu angin yang menggetar sungai telaga) Liok Thian li. Liok jihiap, mereka berdua bukan saja memiliki kungfu yang hebat, mereka pun mahir menggunakan senjata rahasia yang ampuh, setelah mereka jadi anak buah saudara Hui, apalagi yang perlu dikuatirkan oleh Persewrikatan orang2 Kanglam?"

Dengan rasa apa boleh buat Hui Giok mengangguk, tapi ia tak lupa kembali pada pokok pembicaraan, katanya pula: "Saudara Cian, apabila orang-orang ini memang..."

"Tindakanku ini mempunyai maksud yang dalam." Tukas Sin Jiu Cian Hui cepat, "harap saudara Hui tunggu sebentar lagi, segera kau akan tahu apa yang terjadi sebenarnya."

Dalam pada itu Sin lu tui hong Cia Pin dengan mata yang bengis masih terus mengawasi ke arah sini, tiba-tiba ia berteriak: "Orang she Cian, apa yang hendak kau lakukan terhadap aku orang she Cia?"

Sin jiu Cian Hui tertawa dingin, pelahan ia maju ke muka dan sahutnya dengan ketus: "Coba terkalah apa yang hendak kulakukan terhadap dirimu?"

Meskipun sudah terluka, tapi keangkuhan Sin-lu tui hong tidak berkurang, kendatipun luka di tubuhnya terasa sakit sekali hingga harus ditahan dengan menggigit bibir ia tertawa seram, "Hehehe ingin kulihat apa yang berani kau lakukan terhadap Cia-toapiautau. Kecuali bila di kemudian hari kau tak ingin muncul lagi dalam dunia persilatan. Hahaha, para Piausu dari Hui-liong-piaukiok tak nanti akan berkerut dahi meskipun batok kepalanya dipenggal orang! Cuma, wahai orang she Cian beranikah kau melakukannya? Kau berani.."

Belum kata-kata itu berakhir, tiba2 Tui-hong tiat pit-ceng-kangouw tertawa dingin, ujung pitnya berputar lalu dengan gagang poan koan pit yang keras ia ketuk bahu Cia Pin.

Cia Pin menjerit kesakitan lalu jatuh terkapar sepintas lalu, ketukan Liok Thian li itu tampaknya pelahan, pada hal disertai enam bagian tenaga murninya, ketukan tersebut telah menghancur-lumatkan tulang bahunya, penderitaan tulang hancur sekalipun seorang laki baja juga tak tahan, apalagi Sin-lu-tui hong Cia Pin.

Saking sakitnya peluh dingin membasahi sekujur tubuhnya, ia meronta bangun dan memaki kalang kabut. "Orang she Cian, bila berani bunuh saja Cia-toaya ini, bila kau hendak menggunakan cara keji untuk mempermainkan diriku, jangan salahkan diriku jika kucaci-maki nenek-moyang tujuh belas keturunanmu"

Bagaimanapun juga sejak masih muda ia sudah terjun ke dunia persilatan sedikit banyak kebiasaan orang Kangouw sudah tumbuh dalam hati sanubarinya, maka setelah kesakitan, tak tertahan lagi meluncurlah kata2 kasar seorang persilatan.

Sedingin es wajah Sin-jiu Cian Hui, setajam sembilu sorot matanya dipandangnya orang itu dengan dingin, ejeknya "lngin kuketahui bagaimana caramu memaki orang?"

Kipasnya bergoyang berulang kali, Tui-hong-tiat-pat Ljok Thian li dengan dahi berkerut segera mengetuk sekali lagi.

Ketukan kali ini menggunakan tenaga yang lebih kuat, yang dituju adalah tulang bahu sebelah lain sekali lagi Cia Pin menjerit kesakitan.

"Ayo makilah!" ejek Liok Thian li sambil tertawa dingin.

Kedua tulang bahu Cia Pin sudah hancur, sakitnya merasuk ketulang sumsum dia tak sadar lagi dan tentu saja tiada kata2 makian yang dapat diucapkan.

Menyaksikan kekejaman Sin-jiu Cmn Hui para jago berdiri tertegun, Hui Giok tak tahan.

Segera ia bergerak maju untuk mencegah, tapi sebelum ia melakukan sesuatu tindakan, dari kerumunan orang banyak telah muncul seorang laki baju merah dan berteriak keras dia adalah si Jengger Ayam Pau Siau-thian.

Setibanya di depan Cia Pin, ia rentangkan tangannya lebar-lebar, lalu kepada Sin jiu Cian Hm bentaknya dengan mata melotot: "Cian-cengcu, apakah betul2 hendak kau hajarnya sampai mampus ?"

Cian Hui memandangnya sekejap dengan dingin, lalu balik bertanya: "Bukankah kau ini si Jengger Ayam Pau Siati-thian dari Kim keh-pang?"

"Betul!" Cian-cengcu, orang she Cia ini tidak terlalu busuk diapun tidak melakukan kesalahan apa2, lagi pula mempunyai budi terhadap diriku, mengapa kau bersikap sekeji ini terhadapnya"

Dengan wataknya yang kasar, ucapan itu pun tidak sungkan-sungkan, ia lupa bahwa lawan bicaranya adalah Sin jiu Cian Hui yang kejam. Kontan saja Pa-san-siang-sat yang berada di belakangnya berubah air mukanya, nafsu membunuh menyelimuti wajahnya. Demikian pula halnya dengan para jago. Sedang Hui Giok diam-diam menghela napas, pikirnya "Orang ini tak malu disebut seorang laki2 sejati, setelah menerima budi orang sampai mati pun tak melupakannya."

Dia berpaling, dilihatnya Sin Jiu Cian Hui berdiri dengan wajah sedingin es dan lagi berkata, "Sebagai anggota Perserikatan orang2 Kanglam, tanpa sebab kau telah menerima budi orang, hal ini merupakan dosa, kemudian kau berani bertingkah di hadapan Hui taysianseng dan diriku, hmm aku ingin bertanya kepadamu, kau anggap dirimu ku siapa? Berani mengucapkan kata-kata semacam itu di sini, apa kau tidak takut mampus?"

"Lantas apa yang mesti kukatakan?" Keh koan Pau Siau-thian balas berteriak, Memangnya aku harus berlutut di hadapanmu?"

Baru selesai dia bicara pit baja Liok Thian-h sudah berkelebat secepat kilat Pau Siau-thian segera merasa lututnya kaku dan sakit luar biasa tak lahan lagi ia jatuh berlutut di tanah.

Hui Giok diam2 ikut kaget menyaksikan adegan itu, pikirnya: "Sungguh cepat gerak tangan orang she Liok ini!"

Tiba2 Keh-koan Pau Siau-thian membentak dan berusaha berdiri lagi, tapi Tui-hun tiat-pit telah bertindak lebih cepat sepasang pil baja berkelebat ke muka, masing2 menutuk jalan darah Gan-keng dan Cit-ti di tubuh lawan, belum habis Pau Siau thian berteriak sudah tertotok kaku bagaikan patung, tubuh tak bisa berkulit mulutpun tak mampu terkatup.

"Hehehe, sungguh tak tersangka dalam perkumpulan Kim-keh-pang terdapat manusia tak becus seperti ini," ujar Sin-jiu Cian Hui sambil tertawa dingin "hari ini aku harus mewakili Siang It ti untuk memberi hajaran setimpal kepada manusia tak berguna macam ini."

Dengan dahi berkerut kembali ia memberi tanda kepada Pa-san-siang-sat.

Kedua bersaudara dari Pa-san itu segera mengempit Cia Pin dan Pau Siau-thian.

Air muka para jago sama berubah hebat belasan orang berbaju hitam yang tertangkap pun menjadi pucat saking takutnya mereka betul2 tak berani berkutik.

Seorang laki2 kekar yang ketakutan hingga berkeringat dingin tiba2 jatuhkan diri berlutut di tanah, sambil merangkak maju teriaknya keras-keras "Aku tadi ikut bersorak tanpa sengaja, Cian-cengcu, ampunilah jiwaku! Aku sama sekali tiada hubungan apa2 dengan Hui-liong piaukiok, aku justeru penyanjung perserikatan orang2 Kanglam. Hidup Cian-cengcu! Hidup Hui-taysianseng!"

Hui Giok berkerut dahi lalu menghela napas panjang "Saudara Cian, kau tak boleh berbuat demikian!" katanya lembut.

Ketika berpaling, tiba2 dilihatnya Pa-san-siang-5at yang mengempit Cia Pin dan Pau Siau-thian sudah menuju ke tempat kegelapan segera ia membentuk, "Tunggu sebentar."

Dengan suatu gerakan cepat dan enteng, ia melayang turun tepat di hadapan Pa-san-siang-sat.

Melihat kejadian itu, air muka Sin-jiu Cian Hui berubah hebat, tapi sejenak kemudian sambil tersenyum ia berkata, "Saudara Hui kau tidak tahu, bangsat2 itu..."

"Bagaimana pun juga kedua orang ini tidak ada dosa yang pantas dihukum mati," tukas Hui Giok dengan muka kereng, "tidak seharusnya kau berbuat sekeji itu terhadap mereka."

Sin-jiu Cin Hui tertawa terkekeh "Tiap perkumpulan mempunyai peraturan perkumpulan tiap rumah tangga mempunyai peraturan rumah tangga, saudara Hui..."

Hui Giok sekarang sama sekali tidak lemah sebagai Hui Giok yang dulu, dengan mata berkilat tajam menyela dengan suara berat: "Ya, benar tiap perkumpulan mempunyai peraturan perkumpulan, tapi apakah kau sudah lupa siapakah Beng-cu Perserikatan orang2 Kanglam?"

Air muka Sin-jiu Cian Hui berubah tebal ia memandang sekejap ke arah kawanan jago di sekeliling tempat itu dan segera membentak "Setelah Hui-taysianseng memberi perintah. kenapa tidak cepat2 bawa kedua orang itu untuk merawat luka mereka dengan baik2 dan membebaskan jalan darahnya, apakah kalian sudah lupa siapakah Beng-cu Perserukatan orang2 Kanglam?"

Berbicara sampai di sini, "sinar matanya yang hambar mengerling sekejap ke arah kedua Liok bersaudara."

Sudah tentu Pa-san-siang-sat tak berani membangkang, dengan hati2 mereka mengangkat Cia Pin dan Pau Siau-thian dan menerobos ke tengah kerumunan orang banyak.

Seperginya mereka, Hui Giok berkata sambil menghela napas panjang, "Saudara Cian, sebetulnya Aku tidak bermaksud demikian, Cuma..."

"Hahaha, aku kan sudah lama kenal Bengcu" Cian Hui sambit terbahak-bahak, "masa siaute tidak tahu akan watak mulia dan bajik Bengcu? Padahal Siaute mana ada niat membereskan mereka? Aku cuma menakuti mereka saja, agar mereka tidak melupakan perserikatan kita"

Laki-laki baju abu-abu yang bermuka tirus yang berlutut di tanah tadi mendadak meronta serta melepaskan diri dari cengkeraman laki-laki berbaju hitam kemudian lari ke arah Hui Giok dan berlutut di hadaparmya, ia merengek rengek minta ampun:

"Ampun, Hui taysianseng, ampunilah jiwaku!"

Sin jiu Cian Hui segera memberi tanda, kedua orang laki2 berbaju hitam segera memburu maju.

Melihal hal ini laki2 tersebut tambah ketakutan, ia meratap lebih keras, "Tolonglah aku ampunilah jiwaku"

Hui Giok berkerut kening, meskipun ia merasa perbuatan orang itu sangat memalukan, saking takut mati sampai menyembah di depan orang, tapi dasar hatinya mulia, timbul juga rasa kasihannya.

"Siapa yang hendak merenggut nyawamu, buat apa kau . ."

Belum habis perkataannya, mendadak ia merasakan segulung angin pukulan yang maha dahsyat terpancar keluar dan telapak tangan laki2 tersebut.

Laki-laki bermuka kunyuk yang merangkul kaki Hui Giok sambil merengek-rengek itu tiba-tiba melancarkan serangan maut ke punggung Hui Giok sambil membentak, "Orang she Hui, serahkan nyawamu""

Kejadian ini berlangsung sangat mendadak, semua orang sama menjerit kaget, Leng-kok siang-bok melompat maju bersama, sedang Sin-jiu Cian Hui memandang kejadian itu dengan mata berkilat, entah kaget. entah gusar entah gembira?"

Hui Giok yang berada dalam rangkulan laki2 berbaju abu-abu itu merasa tubuhnya bagaikan dijepit oleh tanggam besi, seluruh anggota badan sukar digerakkan, sementara para jago menjerit kaget, tubuh Hui Giok sudah roboh terkapar.

Leng kok-siang-bok terperanjat, dadanya se-akan2 dihantam keras, tubuh yang sudah bergerak cepat itu seketika terhenti.

Sesungguhnya perhatian kedua orang ini terhadap Hui Giok memang tak bisa dilukiskan dengan kata2

Jeritan kaget berkumandang di sana-sini, dengan dahi berkerut Sin-jiu Cian Hui segera membentak "Bangsat yang tak tahu diri, tangkap!"

Setelah laki2 itu berhasil dengan serangannya segera ia melompat ke sana dan kabur dengan gerakan yang amat cepat, sama sekali tiada tanda-tanda merengek minta diampuni seperti tadi.

Walaupun waktu itu dua orang berbaju hitam yang menyusulnya sudah tiba di dekatnya, ternyata seketika tak mampu menyusulnya, tampaknya asal dia melompat sekali lagi maka tubuhnya akan lenyap dalam kegelapan.

Pada saat yang gawat itulah jeritan kaget kembali berkumandang, tiba2 muncul beberapa orang berbaju hitam dari tempat kegelapan dan berusaha mengadang jalan lari orang itu.

Sin Jiu Cian Hui tidak tinggal diam, dia ikut melambung ke udara dan melakukan pengejaran.

Leng-kok-siang-bok ragu sejenak, akhirnya ikut mengejar ke sana.

Akan tetapi baru beberapa langkah, Hui Giok yang terkapar di tanah mendadak melejit bangun dengan kepala di depan dan kaki di belakang dia meluncur ke sana, bentaknya, "Hendak lari ke mana?!"

Gerak tubuh laki-laki baju abu2 yang teramat cepat itu seketika merandek sejenak karena terkejut mendengar bentakan tadi, saking kagetnya hampir saja ia menjerit.

Dia yakin ilmu silatnya tak lemah, iapun yakin serangannya tadi berhasil menghantam punggung Hui Giok disertai tenaga dalam yang luar biasa, iapun percaya serangan sedahsyat itu cukup meremukkan isi perut seorang jago paling lihay di dunia persilatan.

Meski kungfu Hui Giok memang hebat, tapi usianya semuda itu, mungkinkah ia mampu menahan pukulan mautnya tadi?

Tapi kenyataan suara bentakan Hui Giok berkumandang dari belakang, suara penuh mengandung tenaga dalam yang sempurna, hal ini membuktikan bukan saja ia tidak mati, bahkan sama sekali tidak menderita luka dalam.

Karena terkejut dan sedikit merandek tadi, Hui Giok sudah meluncur tiba, tangan kiri secepat kilat menyambar ke depan, kelima jari tangannya dapat mencengkeram baju lawan.

Suasana kembali jadi gempar, air muka Sin-jiu Cian Hui sekali lagi mengalami perubahan ketika dilihatnya Hui Giok tak mati, perasaannya entah gembira atau kecewa.

Dalam pada itu ketika merasa bajunya dicengkeram orang, laki-laki berbaju abu-abu itu meronta sambil menerjang maju ke muka, "bret", bajunya robek, cepat-cepat dia menerjang lebih kuat ke sana.

Sin-jiu Cian Hiu segera membentak "Lihat serangan."

Desingan angin tajam menyambar, ia telah menggunakan kipasnya sebagai senjata rahasia dan disambitkan untuk menyerang jalan darah Ki-hay hiat di punggung laki-laki itu dengan cara seperti membidikkan anak panah dan mengenai sasaran dengan tepat.

Begitu laki-laki itu terkena serangan, ke empat orang baju hitam segera melompat maju dan membekuknya, salah seorang di antaranya memungut kembali kipas itu dan diserahkan kepada Sin-jin Cian Hui.

Hui Giok yang barusan diserang sama sekali tidak mengunjuk rasa kaget atau gugup, ia tetap tenang seolah-olah kejadian tadi bukan menimpa dirinya.

Melihat ketenangan pemuda itu, air muka Sin-Jiu Cian Hui untuk kesekian kalinya berubah, sambil menerima kembali kipasnya, katanya dengan menyesal, "Sungguh berbahaya Hui-heng, apakah engkau terkejut?"

Hui Giok tersenyum "Sewaktu tangannya menghantam punggungku tadi, aku merasakan sekujur tubuhku bergetar keras, kukuatir tangannya mengancam pula jalan darah Mia-bun dan Ki-teng di punggungku maka aku segera menjatuhkan diri, diam-diam aku mengatur napas, ternyata sama sekali tidak terluka."

Setelah berhenti sebentar, sambungnya lagi sambil tertawa: "Tampaknya peristiwa tadi hanya membikin terkejut saja, hingga kalian sama ikut kuatir." perkataan itu segera menimbulkan pelbagai reaksi di antara jago yang hadir itu, ada yang kaget ada yang kagum, ada pula yang merasa beruntung, tapi siapapun jua, mau tak-mau timbul rasa segan terhadap kehebatan kungfu Hui Giok.

Perlu diketahui ditinjau dari gerak tubuh si laki-laki berbaju abu-abu tadi yang gesit, jelas ilmu silatnya amat lihay, tapi kenyataannya walaupun ia berhasil menyarangkan pukulannya di punggung Hui Giok, namun anak muda itu sama sekali tidak mati ataupun cedera, bukankah itu sama artinya bahwa tenaga dalam Hui Giok telah mencapai puncak kesempurnaan yang luar biasa?

Diam-diam Sin jiu Cian Hui sendiri juga merasa ngeri oleh kelihaian pemuda itu, dia menjadi was-was terhadap Hui Giok.

Walaupun demikian, lahirnya tetap bergelak tertawa sambil berkata, "Sungguh beruntung kejadian tadi hanya mengakibatkan rasa kaget saja, kalau tidak, Siaute benar-benar tak tahu apa yang harus kuperbuat!"

Suara tertawanya terhenti dengan menarik muka ia berkata pula dengan nada berat "Asal usul keparat itu sangat mencurigakan harus kita selidiki kejadian ini dengan seksama."

"Ah, aku tak sampai dilukai, sudahlah, urusan ini boleh disudahi sampai di sini saja, kukira orang itu jadi nekat oleh karena terpaksa oleh keadaan." ucap Hui Giok sambil tersenyum.

Sin jiu Clan Hui menghela napas, katanya, saudara Hui, engkau benar2 sangat baik hati apakah engkau tidak tahu bahwa orang ini bukan saja mempunyai rencana busuk, secara licik ia sengaja minta ampun padamu agar kasihan padanya . hmm"



Sesudah mendengus tiba-tiba ia tahan suaranya "Kuyakin di belakangnya pasti ada yang mendalanginya otak yang mengatur segala sesuatunya itu menurut penglihatanku besar kemungkinan adalah Liong-heng pat ciang Tham Beng."

"Ah. saudara Cian terlalu sentimen pada Tham Beng, maka jalan pikiranmu selalu berkisar ke sana." ujar Hui Giok dengan dahi berkerut, "padahal..."

"Padahal bagaimana kenyataannya nanti Hui-heng akan segera mengetahuinya sendiri," tukas Sin jiu Cian Hui sambil tertawa dingin.

Ia memberi tanda, empat orang berbaju hitam segera menggotong laki2 baju abu-abu itu mendekat ke situ, sekarang ia sudah tak mampu berkutik lagi sebab sekujur badannya telah diikat kencang-kencang oleh tali kulit yang kuat.

Sin-jiu Cian Hui menghampiri orang itu, di bebaskannya jalan darahnya yang tertutuk, lalu dengan dingin ia menegur "Siapakah namamu yang sebenarnya? Atas perintah siapa melakukan semua ini? Ayo cepat mengaku terus terang! Apakah kau ingin mendapat siksaan lebih jauh?"

Sekulum senyuman aneh terlintas di wajah orang itu, pelahan sahutnya "Orang yang memerintahkan diriku untuk melakukan tugas ini tak lain adalah Sin jiu Cian Hui!"

Sin jiu Cian Hui jadi berang mendengar jawaban tersebut baru saja dia hendak menghajarnya. mendadak mata orang itu terbelalak, pudarlah sinar matanya yang tajam, senyuman yang semula menghiasi bibirnya kini berubah jadi kejang dan kaku, katanya lagi, "Sudah... sudah lupakah . . kau . . . ?"

Berbareng dengan habisnya ucapan ini dari lubang mata telinga, hidung dan mulut, tujuh lubang inderanya mengucurkan darah kental.

Sin jiu Cian Hui semakin gusar, bentaknya "Orang ini betul-betul kurangajar, sampai matipun ia tetap tutup mulut!"

Dengan cepat ia menutuk tujuh jalan darah pentingnya di seputar jantung, lalu dipencetnya dagu orang itu keras2.

Mulut itu segera terbuka dan jatuhlah satu kapsul warna merah, racun jahat yang berada dalam kapsul itu sudah ditelan habis, agaknya orang ini lebih baik mati daripada membocorkan rahasia tugasnya.

Tindakan tersebut betul-betul di luar dugaan siapapun, Sin-jiu Cian Hui sendiri tak menyangka dalam mulut, di antara sela gigi orang ini tersedia kapsul yang berisi racun yang mampu merenggut nyawanya dalam sekejap.

Air muka Hui Giok berubah hebat, sebetulnya ia tak percaya serangan terhadap dirinya tadi disertai dengan rencana yang matang, tapi setelah menyaksikan semua ini mau-tak-mau dia harus percaya pada perkataan Cian Hui.

Sambil memegang kapsul yang sudah digigit pecah itu Cian Hui termenung beberapa saat lamanya, kemudian ia tertawa dingin, ejeknya: "Hehe, kau kira setelah kau berbuat nekat, lantas orang she Cian tak mampu menyelidiki siapakah otak dan rencana busuk ini?"


Dengan suatu tendangan keras, didepaknya mayat laki-laki berbaju abu-abu itu hingga mencelat sejauh satu tombak dan tempat semula.

Suasana kembali jadi gaduh, para jago yang berkumpul di sekeliling tempat itu sama membicarakan kejadian itu. rata-rata mereka pada menebak asal-usul laki-laki berbaju abu-abu itu.

Beberapa orang lagi yang masih hidup dan di-telikung tangannya oleh sekawanan jago berbaju hitam mulai tampak gelisah dan ketakutan pucat wajah mereka.

Tiba-tiba salah seorang diantaranya berteriak keras, "Aku tahu siapakah dia, asal kau bersedia lepaskan aku, akan kukatakan rahasia ini padamu."

"Kau benar-benar tahu?" seru Sin-jiu Cmn Hui dengan mata bercahaya, "cepat katakan jiwamu pasti akan kuampuni?"

Laki-laki ini juga menggunakan pakaian berwarna abu-abu, setelah mendapat jaminan bahwa dia akan diampuni, serunya segera dengan lantang. "Kami adalah mata-mata yang ditugaskan Tham-congpiautau di sekitar tempat ini, tapi pada hakikatnya kami semua tak lebih cuma anak buah belaka hanya dia sendiri yang merupakan seorang Piautau bahkan namanya cukup tersohor dalam dunia persilatan, semua orang menyebutnya sebagai Toh jiu-kiang-wi (Kiang Wi bertangan keji) Kang Tay-sik, lantaran mukanya dipoles dengan obatan maka kalian tak ada yang mengenal dia lagi.

Mendengar pengakuan tersebut Hui Giok jadi kaget tanpa terasa ia menyurut mundur tiga langkah.

Sekali lagi suasana jadi gempar, seruan kaget berkumandang di sana sini.

Sin-jiu Cian Hui juga menengadah sambil terbahak-bahak.

"Hahaha... Tham Beng... wahai Tham Beng." serunya, "walaupun kau kejam dan busuk, ternyata ada juga sahabat-sahabat yang bersedia jual nyawa untukmu. Tapi sayang, secerdik-cerdiknya tindakanmu toh di antara anak buahmu terdapat juga manusia yang tak berguna seperti ini, ketahuanlah sekarang semua rahasiamu!"

Ia lantas memberi tanda kepada anak buahnya seraya berseru, "Lepaskan dia!"

Kedua orang berbaju hitam yang bertugas mengawasi orang tadi tertegun, tapi akhirnya mereka lepaskan juga cengkeramannya.

Bagaikan mendapat pengampunan besar, cepat orang itu kabur ke tengah gerombolan orang banyak dan lari terbirit-birit.

Tindakan ini segera menimbulkan keheranan semua orang, siapapun tak menyangka Sin-jiu Cian Hui betul-betul akan bebaskan orang itu.

Maka di antara para jago yang hadir di situ pun mulai terdengar kata-kata pujian.

"Walaupun Cian Sin-jiu itu orang kejam. namun setiap perkataannya lebih berat dan bukit karang, ia benar-benar seorang laki-laki sejati, dilihat dari kejadian ini, jelaslah sudah bahwa Liong-heng-pat-ciang masih kalah jauh bila dibandingkan dia,"

Sementara itu, Leng-kok-siang bok telah menyingkir agak jauh dan duduk menonton di samping sana, ketika menyaksikan jalannya peristiwa tersebut, wajah mereka kembali tersungging senyuman dingin mengejek.

"Tahukah kau, mengapa Cian Sin-jiu melepaskan orang itu?" pelahan Leng Han tiok bertanya.

Leng Ko-bok tertawa dingin, "Orang itu sudah membocorkan rahasia Liong-heng-pat-ciang, memangnya kau kira pihak Hui-liong-piaukiok akan berpeluk tangan belaka? Kukira sebelum dia sempat kabur dari bukit ini nyawanya sudah keburu terbang, bahkan kematiannya pasti mengerikan..."

"Hehehe Cian Sin jiu pura-pura bermurah hati dan memegang teguh perkataannya, padahal apa bedanya kalau ia sudah tahu bahwa orang lain akan mewakilinya untuk merenggut nyawa orang itu."

Dua barsaudara itu saling pandang sekejap lalu tertawa.

Tiba-tiba Leng Han-tiok berkata lagi setelah menghela napas, "Kalau begitu, tampaknya anak Giok betul2 terlibat dendam sedalam lautan dengan manusia yang bernama Tham Beng itu. Mula2 aku cuma curiga, kenapa Tham Beng tak mau mewariskan ilmu silatnya kepada anak Giok, sekarang aku baru tahu bahwa orang she Tham itu pada hakikatnya adalah seorang manusia yang licik, bukan saja putera puteri musuhnya ia pelihara. anak itu pun dijauhkan dari ilmu silat, dalam pandangan orang umum tindakannya ini tentu terpuji, orang pasti akan mengagumi kemuliaan hatinya, kebijaksanaannya yang bersedia memelihara anak orang, padahal tujuan yang sebenarnya? Hmm. ia berharap agar anak-anak musuh tak mampu membalas dendam kepadanya."

"Ai, sepandainya tupai melompat akhirnya terjatuh juga. Sepandainya ia bersiasat, akhirnya ketahuan juga rahasianya, perhitungan manusia selamanya tak bisa melawan kehendak Thian." ucap Leng Ko-bok sambil menghela napas panjang.

"Tentu saja." sambung Leng Han-tiok sambil tertawa dingin, "aku tidak percaya di dunia ini ada rahasia yang dapat ditutup selamanva dengan rapat-rapat."

Sementara itu Hui Giok juga sedang kesal oleh kejadian tersebut ia termangu-mangu sekian lamanya, lalu berkata sambil menghela napas, :Ai, ternyata orang itu memang benar orang yang diutus paman Tham, tapi . . tapi... kenapa ia berbuat demikian? Bila ia hendak membunuhku kenapa harus menunggu sampai sekarang?"

"Hehehe . ." Sin-jiu Ciati Hui tertawa dingin, "sebabnva dahulu kau bukan suatu ancaman baginya dan sekarang... ia tak menduga akan kemampuanmu seperti kau miliki sekarang maka..."

"Sekalipun aku sekarang berbeda dengan aku yang dulu, toh aku tak melakukan sesuatu ancaman apapun terhadap dia?" tukas Hui Giok sambil menghela napas, "aku berutang budi padanya, aku tidak punya dendam padanya bahkan budinya hingga sekarang belum sempat kubalas mengapa hendak mencelakai diriku?"



"Saudara Hui " kata Sin-jiu Cian Hui sambil menghela napas, "terkadang aku ikut sedih dan kasihan kepadamu, hingga kini, hah, rupanya kau masih dibodohi..."

"Apa maksudmu?" tanya Hui Giok dengan melengak.

Berkerut alis mata Cian Hui yang tebal, semakin tebal pula rasa murung yang menyelimuti wajahnya, tuturnya, "Hui-heng, tahukah kau pada sepuluh tahun yang lalu ayahmu dan pamanmu itu mati di tangan siapa?"

Hui Giok terkesiap, air mukanya berubah hebat, serunya dengan gemetar, "Apakah dia tapi bukankah pembunuh berbaju hitam itu sudah menemui ajalnya di luar kota Peking pada sepuluh tahun yang lalu? Bukankah ia sudah tewas bersama gugurnya Auyang lopiautau?"


"Dua sosok mayat yang terkapar di luar kota Peking itu tak lebih adalah siasat Liong heng pat-ciang Tham Beng untuk mengelabui mata umum, sungguh kasihan Ouyang-lopiautau yang berhati bajik itu, ia harus mengorbankan jiwanya untuk bajingan terkutuk itu, lebih2 kasihan lagi seluruh umat persilatan di dunia ini, ternyata tak seorang pun yang dapat membongkar siasat busuk jahanam itu."

Siapapun tak menduga Cian Hui akan mengalihkan pokok pembicaraan ke soal peristiwa berdarah yang terjadi pada sepuluh tahun dulu, serentak para jago memperhatikannya dengan seksama. Harus diketahui, pada sepuluh tahun yang lalu laki-laki berkerudung hitam itu dengan kekuatan seorang secara beruntun telah melukai Piautau kenamaan dari tujuh propinsi di utara dan enam propinsi di selatan, peristiwa itu membuat banyak perusahaan Piaukiok bangkrut dan tutup karena takut. akhirnya tinggal Hui-liong piaukiok saja yang masih berdiri dalam dunia persilatan.

Kejadian ini bukan saja telah menggetarkan seluruh Kangouw pada masa itu, sampai sekarang pun masih menjadi buah bibir setiap orang, karena itulah para jago yang hadir ini serentak membungkam setelah Cian Hui menyinggung kembali persoalan itu.

Air muka Hui Giok berubah pucat, jantung-berdebar keras, kedua tangannya mengepal kencang hingga kuku tangannya menusuk ke dalam daging.

Terdengar Sin-jiu Cian Hui bertutur lebih jauh "Untuk mencapai ambisinya merajai dunia persilatan dan monopoli usaha perusahaan ekspedisi, Liong heng-pat-ciang Tham Beng telah menyaru serta membunuh banyak Piautau kenamaan, ia mengira rencana busuknya dikerjakan secara amat rahasia dan berhasil mengelabui semua orang persilatan di dunia ini selama belasan tahun, tapi ia tak mengira hehehe, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya terjatuh juga, se-cerdik2nya dia atur rencana, akhirnya ketahuan juga rahasianya. Ia tak mengira hari ini aku orang she Cian akan berhasil membongkar rahasia busuknya itu."

Setelah tertawa dingin, sambungnya pula, "Manusia aneh berkerudung hitam yang mati itu tak lain hanya seorang yang tak tahu urusan, hanya menjadi setan penasaran bagi kepentingan Tham Beng si bajingan tengik itu. Dia telah merusak sama sekali raut wajah orang itu, agar orang persilatan mengira benar2 manusia aneh berkerudung itulah yang tewas, maka Hui-liong piaukiok tentu akan bebas dari segala tuduhan, dan orang pun tak akan menaruh curiga atas dirinya padahal bila kita pikirkan lagi dengan teliti, bukankah di balik semua peristiwa itu terselip banyak hai yang mencurigakan."

Sekaligus ia bercerita secara panjang lebar, sampai di sini ia baru berhenti dan menghela napas.

Para jago sama berseru kaget, lalu suasana pulih kembali dalam keheningan.

Terdengar Cian Hui berkata lebih jauh, "Manusia aneh berkerudung hitam itu melakukan pembunuhan dimana-mana, sampai-sampai Jiang-kiam bu-tek (pedang dan tombak tanpa tandingan) Hui-siang-hiong yang terkenal juga bukan tandingannya. Hehehe, coba kalian bayangkan sendiri, Au-yang lopiautau sudah tua, juga tidak luar biasa lihaynya, bagaimana mungkin orang berkerudung itu mampus bersama dengan Auyang-lopiautau?"

Ia tertawa dingin beberapa kali, kemudian melanjutkan, "Malam itu Auyang-lopiautau menginap di Hui liong-piaukiok, seandainya ada Ya-heng-jin (orang yang berjalan malam) masuk ke dalam Piaukiok itu, masa Liong-heng-pat-ciang sendiri tidak tahu? Masa ia membiarkan Auyang Peng-ci menempuh bahaya seorang diri??

Mendengar sampai di sini, Hui Giok terperanjat, tiba-tiba ia jadi teringat pada kejadian malam itu ketika dia keluar untuk kencing, bukankah ia saksikan bayangan paman Tham melayang lewat di halaman tengah.

Berpikir demikian, hatinya makin terkejut dan takut, tapi iapun tidak tega mencurigai paman Tham sebagai pembunuh keji yang tak berperikemanusiaan itu.

Maka dengan suara tergegap katanya: "Tapi, semua itu kan hanya rabaanmu saja kan tiada yang menyaksikan peristiwa itu dengan mata kepala sendiri."

Sin-jiu Cian Hui menghela napas panjang, tukasnya "Hui-heng apakah sampai sekarang engkau masih belum paham? ia pura-pura berlagak sosial, sok bijaksana dan berjiwa besar, dirawat dan dipeliharanya keturunan dan para Piausu yang tewas itu di rumahnya sengaja dilakukannya agar orang persilatan memuji Liong-heng-pat-ciang Tham Beng sebagai orang yang berbudi. orang yang paling mulia di dunia ini. Padahal... " I

Setelah tertawa dingin, lanjutnya: "Hui-heng. pernahkah kau pikirkan, mengapa Tham Beng tidak mewariskan ilmu silatnya kepada kalian? Hmm, bukan saja ia tak pernah mengajarkan ilmu silatnya kepada kalian, bahkan berusaha memisah-misahkan kalian agar selamanya kalian tak berkumpul agar selamanya ia tak perlu kuatir ada orang akan membalas dendam padanya, agar ia selamanya aman tanpa perkara!"

Hui Giok terkesiap, ia mundur tiga langkah karena terkejut.

"Ya. benar juga cerita ini." demikian pikirnya "bila aku benar-benar goblok seperti yang sering ia tuduhkan, tak mungkin aku berhasil mencapai kesuksesan seperti sekarang ini? Bilamana ia tak mau memberi pelajaran ilmu silat kepada kami karena kuatir kami mengalami nasib seperti orang tua kami, kenapa ia justeru memberi pelajaran ilmu silat kepada puterinya sendiri."

Dalam pada itu Sin-jiu Cian Hui mengawali terus perubahan sikap pemuda itu dengan seksama, ketika melihat perubahan air mukanya, cepat ia berkata lebih lanjut, "walaupun hal ini masih merupakan rabaan belaka, tapi coba Hui-heng pikirkan lagi lebih cermat, bukankah semua data-data tersebut cocok satu sama lain? Apalagi hmm..."

Setelah mendengus ia ulapkan tangannya memberi tanda, kemudian lanjutnya "Dia anggap semua perbuatannya dilakukan dengan rahasia dan tidak diketahui siapapun, tapi mimpipun ia tak menyangka ada satu orang yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri semua perbuatannya itu."

Belum habis ia berkata, dari sebelah sana muncul beberapa orang laki-laki berbaju hitam sambil memayang seorang.

Hui Giok ikut berpaling, ia lihat orang yang dipapah itu meski tidak terlalu pendek, tapi kurus sekali, seakan-akan embusan angin gunung dapat meniupnva roboh.

Ia bermuka pucat, kulit badannya seperti tak pernah tertimpa cahaya matahari, matanya jelilatan, air mukanya seperti gugup dan ketakutan, serupa seekor binatang yang selalu ketakutan diuber pemburu.

Langkah kakinya bagaikan sudah lama tak pernah berjalan begitu berat limbung dan tak mantap, ketika semakin dekat dan dapat terlihat kulit mukanya yang penuh kerutan, kerutan yang menghiasi wajahnya ini menunjukkan bahwa ia sudah lama mengalami penderitaan yang berlarut-larut, membuat siapapun yang menyaksikan tampangnya itu akan ikut menghela napas karena iba.

Seorang laki-laki berbaju hitam muncul dengan membawa sepotong batu gunung sebagai tempat duduk, sedang Sin jiu Cian Hui segera maju dan membimbing orang itu duduk.

Para jago yang hadir sama menduga orang ini tentu mempunyai hubungan yang luar biasa dengan peristiwa yang pernah menggemparkan dunia persilatan pada belasan tahun yang lalu, tanpa terasa mereka sama menggeser maju lebih dekat.

Leng-kok-siang-hok juga tertarik oleh kemunculan orang ini, mereka unjuk sikap serius serta memperhatikannya dengan seksama.

Dengan mata jelilatan orang itu celingukan ke sana kemari, ia duduk di atas batu dengan tak tenang, seakan-akan selalu kuatir dari kegelapan akan muncul seseorang yang akan merengut nyawanya, Sin jiu Cian Hui berdehem beberapa kali, kemudian dengan suara lantang bertanya: "Siapa namamu? Dan apa pekerjaanrnu?"

Laki-laki bermuka pucat itu tundukkan kepalanya rendah-rendah, lalu menjawab, "Siaujjn (hamba) she Ko, oleh karena hidup di sekitar Yan-liong-ji. maka namaku menjadi Ko Tay-ji. oleh karena pekerjaan hamba adalah kusir, dan suka minum arak, setiap kali bertemu dengan kedai minum lantas tak ingin melajukan keretaku lagi, maka teman sejawatku menyebut pula Ko-put-ki (tak mau pergi kepadaku), nama ini malahan lebih sering dipakai daripada namaku Ko Tay-ji!"



Walaupun ia berusaha memperkeras suaranya, tapi ucapnya tetap diliputi rasa ngeri, takut dan gelagapan.

"Apakah kau kenal Liong-heng-pat-ciang Tham Beng? Bagaimana ceritanya sampai kau bisa kenal dia?" tanya Cian Hui lagi.

Ketika menyinggung nama Liong heng-pat ciang, tiba-tiba saja sekujur badan Ko put ki gemetar keras, matanya semakin jalang dan melirik ke sana kemari.

"Hamba kenal Tham toaya karena Hui liong piaukiok pernah menyewa keretaku untuk mengantar barang, bahkan bergurau juga dengan hamba, karena itu hamba kenal dia."

"Bergurau apa?" tanya Cian Hui. Ko-put-ki mengerutkan kuduknya, seperti takut disembelih, setelah ragu2 sebentar akhirnya iapun berkata: "Dia bertanya kepadaku kenapa disebut Ko-put-ki? Beliau menganjurkan hamba ganti nama saja."

Sin jiu Cian Hui mendengus, "Hm, belasan tahun yang lalu, pada malam hujan salju dengan lebat, apakah kau berada di kota Kay-hong? Apa pula yang kau lihat di pintu gerbang kota Kay hong?"

Sekali lagi badan Ko-put-ki bergetar keras, rasa ngeri dan takut yang terpancar dari matanya tampak semakin nyata.

Para jago mengetahui bahwa ucapan tersebut tentu mempunyai hubungan yang erat dengan peristiwa lama, maka mereka pasang telinga baik2 untuk mendengarkannya dengan seksama.

Tapi walaupun sudah ditunggu sekian lama ternyata Ko Put ki belum juga mengucapkan sesuatu, malah giginya saling gemertukan dengan kerasnya seakan-akan kuatir bila dia bercerita, maka nyawanya akan segera direnggut orang.

Malam semakin kekam, angin berembus semakin kencang, obor yang menerangi sekeliling tempat itu tak ada yang merawatnya sehingga makin lama semakin lemah dan akhirnya menjadi padam.

Maka suasana di sekeliling itu terasa semakin dingin dan semakin gelap, mendatangkan keseraman bagi setiap orang.

Wajah Hui Giok tampak pucat, tanpa berkedip dia mengawasi Ko-put-ki, jantung pun ikut berdebar, kepalan juga digenggam kencang.

Sementara itu Sin jiu Cian Hui sedang mengawasi orang itu dengan tatapan yang tajam melihat keraguan orang, ia berkata dengan suara berat "Semua yang hadir di sini adalah jago-jago persilatan terkemuka, mereka tak nanti akan mencelakai jiwamu. Ayo, bicaralah terus terang. tak perlu ragu."

Kemudian sambil menuding Hui Giok ia menambahkan. "Hui-taystanseng ini adalah keturunan Siang kiam bu tek Hui si siang hong, kungfunya lebih lihai daripada Liong heng pat ciang, asal kau mengaku secara terus terang, beliau pasti akan me lindungi keselamatan jiwamu."

Ko-put-ki menengadah dan memandang sekejap ke arah Hui Giok, lalu tunduk kepala lagi ia termenung lama sekali. kemudian berdehem beberapa kali.

Lako-laki berbaju hitam yang berada di sisinya memberi sebotol arak kepadanya, cepat ia menyambutnya, ia membuka tutup botol, tapi segera ditutup lagi, dibuka dan ditutup pula.

Akhirnya dia menenggak arak itu beberapa cegukan keberaniannya jadi bertambah sekali lagi ia angkat kepalanya memandang ke arah Hui Giok setelah berdehem beberapa kah baru berkata:

"Hari itu udara sangat dingin salju turun dengan hebatnya, salju yang melapisi permukaan tanah menjadi amat tebal. Aku menjalankan keretaku menuju kota Kay-hong, ai, sungguh perjalanan yang sulit, sungguh Ko-put-ki!"

Mendengar kata "Ku-put-ki" itu, beberapa orang berbaju hitam hampir saja tertawa geli, tapi ketika dilihatnya semua orang sedang memperhatikan cerita Ko-put-ki dengan serius, mereka tak berani tertawa.

Terdengar Ko-put-ki melanjutkan kata2nya, Maka setibanya di Kay-hong, akupun beristirahat di dekat pintu gerbang kota kutemukan sebuah kedai arak kecil dan akupun minum arak di sana baru minum sampai setengah jalan, aku ingin meludah keluar pintu, siapa tahu, ketika kusingkap kerai di depan pintu, kulihat Liong-heng-pat-ciang Tham Beng, Tham-toaya dengan menunggang kuda sedang lewat di jalan raya.

"Di tengah kegelapan malam, apakah kau dapat melihat wajahnya dengan jelas?" tukas Cian Hui tiba-tiba.

Ko put-ki tarik napas panjang sahutnya walaupun waktu itu sudah tengah malam. tapi karena seluruh permukaan tanah berlapiskan salju, pantulan sinar di atas salju membuat suasana tak begitu gelap, sebab itulah aku dapat melihat wajahnya dengan jelas, tak mungkin salah lagi. Waktu itu aku rada heran kenapa seorang diri Tham toaya datang ke Kay hong yang letaknya jauh dari ibukota? Tapi yang kupikirkan waktu itu cuma minum arak, maka urusan itupun tidak kuperhatikan lebih jauh.

Setelah berhenti sebentar ia melanjutkan pula. Sebenarnya Tham-toaya mengenakan topi dengan amat rendah sehingga hampir menutupi mukanya, andaikata tidak secara kebetulan ada angin berembus sehingga sedikit menyingkap topi yang dikenakan Tham-toaya, mungkin akupun tak dapat melihat jelas wajahnya itu."

Hui Giok terkesiap pikirnya, "Apakah ini yang di namakan serapat-rapatnya manusia menyimpan rahasia, suatu ketika tentu bocor juga?"

Sementara itu Sin-jiu Cian Hui sedang manggut-manggut sambil bertanya, "Bagaimana selanjutnya?"

Ko-put-ki menarik kuduknya lebih ke bawah lagi, lanjutnya, "Kemudian, setelah arak habis ku minum, akupun delapan bagian dipengaruhi arak badan terasa nyaman sekali, seakan-akan udara sudah tidak dingin lagi, Pada kesempatan itulah aku naik ke atas benteng kota Kay-hong dan menengok ke bawah sana, kulihat di kejauhan di atas tanah yang bersalju seakan akan ada dua-tiga sosok bayangan sedang berlompatan ke sana kemari.

"Katanya kau sudah tujuh-delapan bagian mabuk, masa dapat kau lihat sejauh itu?" tanya Cian Hui lagi dengan wajah kelam.

"Angin yang berembus di atas benteng sangat kencang, setelah naik ke atas, mabukku lantas hilang tiga bagian, apalagi permukaan tanah di luar kota diliputi salju nan putih, bayangan manusia itupun bergerak kian kemari dengan cepatnya, maka aku dapat melihat semua itu dengan jelas. Waktu itu aku sudah menduga ketiga orang itu sedang terlibat dalam pertarungan sengit.

"Sejenak kemudian tiba-tiba pertarungan itu berhenti dan kulihat tinggal sesosok bayangan saja yang masih hidup, dia naik ke atas kudanya dan kabur ke arah situ, dari atas benteng dapat kulihat wajah orang itu dengan jelas. ternyata orang itu tak lain adalah Leng-hong pat ciang Tham Benr, Tham-toaya!"

"Benarkah kau melihat wajahnya dengan jelas?" tiba-tiba Hui Giok membentak.

"Ya, aku sudah pernah melihat Tham-toaya sebelumnya, kulihat baju yang ia kenakan itu sama, rasanya penglihatanmu tak salah lagi," jawab Ko-put ki ketakutan.

Hui Giok tergetar, lalu berdiri kaku bagaikan patung, sorot matanya memandang ke tempat jauh, memandang kegelapan nan jauh sana, di mana seakan-akan dilihatnya wajah Liong-heng pat ciang yang sedang menyeringai.

Suasana kembali jadi gempar, para jago yang hadir ada yang terbelalak dengan mulut melongo, ada pula yang berbisik-bisik membiarkan kejadian itu.

"Sungguh tak nyana Liong heng pat ciang yang sok berbuat kebajikan dengan cara-cara mulia jtu tak tahunya adalah binatang berbaju manusia." demikian omel seorang.

Selama kegaduhan berlangsung, Sin-jiu Cian Hui hanya mengelus jenggot belaka tanpa memberi komentar apa-apa. setelah kegaduhan itu mulai mereda ia baru berseru: "Bukankah sudah belasan tahun yang lalu kau mengetahui rahasia ini kenapa baru sekarang rahasia tersebut kau beberkan di sini? Apakah karena kau mendapat ancaman atau gertakan seseorang."

"Malam itu aku belum tahu persis apa yang telah terjadi." sahut Ko put-ki dengan suara gemetar. "keesokan harinya baru kudengar bahwa Jiang-kiam-bu tek berdua saudara telah mati dibunuh orang. Aku terkejut dan juga takut, makin di pikir semakin takut, ku tahu sewaktu Tham-toaya melaksanakan perbuatannya itu, dia tentu tidak ingin ada orang yang tahu, jika beliau mengetahui aku telah menyaksikan perbuatannya itu, sudah tentu aku akan dibunuhnya untuk menutup mulutku, aku ingin minta perlindungan, tapi pada waktu itu jago persilatan manakah yang berani memusuhi Tham-toaya? Siapa pula yang yang akan percaya pada keterangan seorang kusir macam diriku?"

"Lalu bagaimana caramu mengatasi kesulitan tersebut?" tanya Ciao Hui pula.

Ko-put ki menghela napas. "Ai. setelah berpikir pulang pergi, aku masih tetap kuatir apakah Tham toaya mengenali diriku waktu aku menongol keluar pintu warung? Makin dipikir aku semakin takut akhirnya kereta kujual dan akupun kabur jauh2 untuk menyembunyikan diri.



"Dan sekali bersembunyi selama sepuluh tahun bukan?" tanya Cian Hui.

Dengan sinar mata yang sedih Ko put-ki mengangguk, "Ya, sebenarnya aku hendak menunggu sampai perbuatan Liong heng pat-ciang Tham-toaya diketahui umum baru aku akan muncul lagi, siapa tahu perbuatannya itu dilakukan dengan teramat rapi dan rahasia sehingga tak diketahui siapapun. Aku lantas berharap... berharap agar dia cepat2 mati. Tapi ternyata ia tidak mati2 juga, maka... maka akupun bersembunyi hampir belasan tahun lamanya."

"Lantas, kenapa rahasia tersebut kaubongkar juga sekarang?" bentak Cian Hui dengan dahi berkerut "Apakah sekarang kau tidak takut mati lagi."

Ko-put ki tundukkan kepalanya rendah-rendah, "Sebenarnya aku tak ingin keluar dan tempat persembunyianku, tapi ai, penghidupanku selama beberapa tahun terakhir ini betul2 amat susah, aku tak punya tabungan juga tak punya harta kekayaan, penghidupanku selama ini hanya bergantung dari upah yang didapatkan biniku dari mencucikan pakaian orang lain, dan aku sendiri aku hanya bersembunyi terus di rumah, selangkahpun tak berani keluar pintu, sampai kakiku hampir saja tak mampu digunakan untuk berjalan lagi, aku merasa kesepian dan merasa ketakutan, aku takut tiba-tiba Tham-toaya muncul dari depan pintu dan sekali bacok membereskan nyawaku!"

Setelah termangu-mangu sesaat lamanya, ia melanjutkan "Tapi belakangan ini, biniku telah mati aku jadi kelaparan dan tak mampu makan lagi, pada suatu tengah malam aku pun keluar rumah dan coba minta sedekah orang, tapi ketika aku menuju pulang setelah isi perut, tiba-tiba ku temukan seorang berjalan di depan rumahku dengan membawa pisau, aku jadi ketakutan setengah mati kutinggalkan rumahku dan lari terbirit-birit."

Mendengar sampai di sini, para jago yang hadir tak dapat menahan rasa kasihannya, suara helaan napas bergema di sana sini.

Ko-put-ki melanjutkan kata-katanya dengan suara berat: "Tapi aku mampu lari ke mana? Untuk berjalan pun aku tak kuat akupun tak punya uang, siang hari bersembunyi, bila malam tiba, terpaksa aku kumpulkan akar rumput dan kulit pohon untuk mengisi perutku yang lapar.

"Penghidupan seperti ini kualami sampai beberapa hari, aku benar-benar tak tahan lagi, suatu malam ketika aku tidur di tepi tong sampah di sebuah gang, tiba2 kulihat...."

Berbicara sampai di sini, mendadak ia berhenti, ia melirik Cian Hui sekejap dengan sinar mata ketakutan.

"Tak apa, ceritakan terus terang!" ujar Cian Hui dengan dingin.

Dengan suara gemetar Ko put-ki melanjutkan lagi. "Waktu itu aku kedinginan dan sangat lapar aku benar-benar tak bisa tidur, saat itulah tiba-tiba dari salah sebuah rumah kudengar jeritan ngeri beberapa kali, dengan kaget aku melompat bangun dan berlari terbirit-birit.

"Belum jauh kau kabur, kau lantas ditangkap seorang anak buahku?" sela Cian Hui.

Dengan gemetar Ko put-ki mengangguk, "Ya, aku ketakutan setengah mati hingga hampir saja jatuh semaput, apalagi ketika ku angkat kepala, ternyata diriku berada di depan kantor cabang Hui liong piaukiok, kukira Toako ini adalah anak buah Tham-toaya, karena takutnya aku lantas berlutut dan meratap, "O, tolong beritahukan kepada Tham-toaya, malam itu meski aku berada di Kay-hong, tapi sebenarnya aku tidak melihat apa-apa!"

Sin-jiu Cian Hui mendengus dan menanggapi "Anak buahku itu mengira kau ini seorang sinting, sebetulnya dia hendak melepaskan kau, tapi aku mendengar ucapanmu dan segera merasa ada sesuatu rahasia di balik ratapanmu itu, maka akupun lantas ingin tahu siapakah dirimu ini?"

"Ya, benar, benar!" Ko-put-ki manggut2 "setelah kutahu Toaya bukan orang Hui-liong-piau-kiok, lagi pula kulihat Toaya..."

"Katakan saja terus terang, katakan semua yang kau lihat," seru Cian Hui.

Ko put-ki menarik napas dingin, cepat dia menyambung "Apalagi setelah hamba lihat bahwa Toaya membantai seluruh penghuni kantor Hui-lionlg piauwkiok, tahulah hamba bahwa Toaya adalah musuh bebuyutan Liong heng-pat ciang, terutama setelah hamba lihat Toaya sama sekali tidak takut kepada Liong heng pat-ciang, maka sekarang berani kuceritakan semua pengalamanku itu."

Sampai di sini, Sin-jiu Cian Hui lantas menyapu pandang wajah seluruh jago-jago dengan pandangan tajam, kemudian serunya dengan lantang. Sobat2 sekalian, tentunya kalian sudah mendengar apa yang diceritakan orang ini."

Kawanan jago itu hanya berani tertegun dengan mata terbelalak, ada yang menggigil, ada pula yang menghela napas.

Dengan alis menegak Sin-jiu Cian Hui lantas berkata lagi dengan lantang, "Sampai di sini, tentunya saudara sekalian telah tahu jelas manusia macam apakah Liong-heng pat ciang itu. Apa yang dilihat sahabat Ko di Kay-hong tak lain adalah peristiwa dibegalnya barang kawalan Jiang-kiam bu tek Hui-si siang-hiong yang berupa Pek-giok ciangcu (katak kemala hijau) dalam perjalanan menuju Ho-pak.

Baru saja ia berbicara sampai disini, Hui Giok yang sejak tadi berdiri kaku mendadak berteriak lantang, "Apa? Pek-giok-ciam-cu? Ketika ayahku terbunuh beliau sedang mengawal Pek-giok-ciam-cu?"

Melihat perubahan air mukanya itu, Sin-jiu Cian Hui tampak melengak, tapi dia lantas mengangguk.

"Ya, benda kawalannya memang Pek-giok-ciam-cu." jawabnya, "kukira setiap orang persilatan mengetahui hal ini, masa Hui-heng tidak tahu?"

Hui Giok mundur tiga langkah dengan tangan terkepal kencang-kencang, sementara air mata bercucuran membasahi pipinya yang pucat, sambil menengadah ia bergumam sendiri: "O, Thian benarkah pembunuh berdarah dingin itu adalah dia?"

Tiba-tiba ia teringat ketika dia masuk ke kamar Tham Beng tempo dulu, bukankah benda yang sedang dimainkan Tham Beng itu adalah sebuah mainan berwarna hijau kemala?

Tiba-tiba saja ia menjadi paham kenapa Tham Beng dengan kaget dan gugup buru-buru menyimpan benda itu ke dalam sakunya begitu melihat ia muncul di kamarnya, bahkan memperingatkan dia agar selanjutnya tidak masuk ke kamarnya lagi.

Dahulu segala persoalan itu tidak dipahaminya, dan iapun tak ingin memahaminya, tapi sekarang, dalam sekejap mata semua persoalan itu telah ada jawabannya dan jawaban itu hanya menambah duka citanya.

Ko-put ki memandang ketakutan ke arahnya semua orang memandang simpati kepadanya, sedang Leng kok siang-bok menghela napas panjang.

Sedang Leng Han tiok sambil menghela napas: "Bun-ki... ai, kasihan dia."

Leng Ko-bok mengangguk dengan berat, sampai lama ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.

Sin jiu Cian Hui mengelus jenggotnya lalu membentak, "Jika dalam dunia persilatan masih ada keadilan, apakah kita harus membiarkan Liong-keog pat-ciang si jahanam terkutuk itu tetap hidup di dunia?"

"Bunuh mati bajingan itu!" teriakan keras berkumandang dari mulut para jago, sekarang semua orang sudah diliputi rasa gusar yang meluap, andaikata Liong-heng pat-ciang berada di situ, sekalipun ilmu silatnya tinggi mungkin dia akan gentar juga oleh kemarahan massa yang meluap itu. Melihat reaksi orang banyak yang kalap itu Cian Hui makin bersemangat, kembali teriaknya.

"Jiang kiam ji hiong mati secara mengenaskandi tangan Liong-heng pat ciang, kita perserikatann orang-orang Kanglam harus bersumpah untuk membantu Hui-taysianseng membalas sakit hati ini, kalian semua tentunya laki-laki vang berdarah panas, bagi kalian yang bukan anggota Perserikatan orang-orang Kanglam sudah sewajarnya kalian ikut berjuang demi menegakkan kebenaran, tentunya kalian bersedia, bukan?"

Sambutan para jago kembali bergemuruh sampai-sampai menggetar pepohonan yang tumbuh di sekitar tempat itu, daun pada berguguran bagaikan musim rontok tiba secara mendadak.

"Hui heng," Cian Hui lantas berpaling setelah mempunyai begini banyak sahabat yang mendukungmu, apakah kau masih takut sakit hatimu takkan terbalas."

Dengan pandangan bingung Hui Giok menatap Ko-put ki, lalu bergumam sendiri, "Ko-put-ki, Ko-put-Ki ternyata di dunia ini memang banyak persoalan yang sukar dilewati... Tham Beng, wahai Tham Beng, bagaimana jua kau memang salah, kau salah besar..."

Leng-kok-siang-hok saling pandang sekejap, lalu Leng Han-tiok berkata, "Andaikata Tham Beng mengetahui siasat busuknya yang direncanakan secara rapi dan berhasil mengelabui orang ini ternyata telah hancur di tangan seorang kusir kereta yang tak terkenal, entah bagaimanakah perasaannya sekarang?"



"Maka untuk selanjutnya dia akan percaya di dunia ini memang ada perkara yang Ko-put-ki." sambung Leng Ko bak dengan tersenyum dingin.

Angin berembus makin kencang, membuyarkan suara teriakan gusar, seruan kaget dan helaan napas yang memenuhi permukaan bumi ini.

-oOo - -oOo-

Sementara itu Tham Beng dengan sebelah tangan memegang tali kendali kuda dan tangan lain mengelus jenggotnya sedang membiarkan kudanya berjalan lambat di tengah kegelapan.

Tokoh persilatan yang termasyhur ini ketika ini berada dalam keadaan murung, alisnya bekernyit, rupanya ia sedang menimbang suatu keputusan penting mengenai suatu masalah besar.

Lo Gi, Pian Siau-yan dan Pat-kwa ciang Lm Hui pelahan mengikut di belakangnya, dan pada barisan paling belakang mengikut empat orang laki-laki berpakaian ringkas, dilihat dan dandanan mereka, tampaknya orang-orang itu adalah para teriak jalan dari perusahaan pengawalan.

Kedelapan ekor kuda berjalan di tengah keheningan malam yang dingin, tiada suara manusia, tiada ringkikan kuda, yang terdengar hanya derap kaki kuda yang berdetak-detak.

Angin malam yang dingin mengusap jenggot Tham Beng yang panjang, tiba-tiba ia menghela napas.

"Setelah musim dingin tiba, banyak orang persilatan harus dibereskan. Selesai membereskan persoalan ini, akupun akan beristirahat sudah sekian tahun, ai..." tiba-tiba ia menghela napas pula.

Pat-kwa-eiang Liu Hui larikan kudanya menyusul ke sisinya, sambil tersenyum ia berkata. "selama beberapa tahun terakhir ini walaupun Cong-piautau sudah capai, tapi semangatmu makin lama makin berkobar, cara Congpiautau menyelesaikan pelbagai persoalanpun juga mengagumkan orang."

Ia merenung sebentar, seolah-olah sedang mempertimbangkan bagaimana caranya ia menyanjung agar dapat merebut hati majikannya.

Selang sejenak, dia tersenyum dan berkata pula:

"Anibil contoh kejadian yang baru saja lewat, aku benar-benar amat kagum, cukup hanya dua-tiga patah kata saja Kang Tay sik sudah dibikin tunduk sehingga disuruh terjun ke lautan api pun rela, cuma sekalipun Congpiautau tidak mengucapkan kata-kaia semacam itu, kami semua juga rela menjual nyawa bagi Cong-piautau"

Liong heng-pat-ciang tertawa, "Itulah cara orang hidup dan menjadi manusia yang layak, bila suatu hari aku mengundurkan diri dari keramaian dunia, maka kaupun harus meniru cara caraku untuk menjadi orang."

Mata Pat-kwa-aang Liu Hui bersinar terang, tapi lahirnya pura-pura menunjukkan rasa tercengang.

"Cong-piautau" katanya, "berbicara soal kesehatan, ilmu silat dan kecerdasan keadaanmu sekarang sedang berada pada puncaknya, kenapa kau singgung soal pengunduran diri? Bila Congpiautau benar-benar akan mengundurkan diri, lantas siapakah yang akan memikul tanggungjawab atas usaha yang besar itu?"

Semakin cerah wajah Liong-heng-pat-ciang katanya lagi sambil tersenyum, "Meskipun demikian tapi siapakah yang mampu menahan menanjaknya usia? sekalipun dia adalah seorang Enghiong, rasanya juga tak mampu menahan bertambahnya usia Ai. aku hanya berharap agar mereka..."

Belum habis kata2nya, tiba2 dan arah belalang berkumandang suara derap kaki kuda yang gencar, seekor kuda tampak membedal tiba.

"Siapa itu?" tegur Tham Beng cepat.

Serentak kedelapan ekor kuda itu dihentikan penunggang kuda yang muncul dan belakang itu cepat melompat turun dari kudanya dan menghadap Tham Beng.

"Cian Sin Jiu sudah tiba di Tionggoan," demikian orang itu memberi laporan, "barusan ia telah muncul di bukit Hok-gu-san, tapi agaknya dia datang sendirian, entah apa yang dibicarakan dengan Hui-tay sianseng, karena itu hamba tak berani berdiam terlalu lama di sana dan buru-buru datang kemari untuk memberi laporan kepada Congpiautau."

Liong-heng-pat-ciang Tham Beng mengernyitkan alisnya yang tebal, sesudah termenung sejenak akhirnya ia tertawa dingin kalanya "Bagus... bagus sekali! Ternyata ia benar-benar sudah datang. Hm kalau ia berani datang ke daerah Tionggoan berarti dia sudah atur persiapan yang matang, tak nanti dia datang seorang diri, bila Kang hiante ingin turun tangan, rasanya teramat sulit."

Air muka Pat-kwa-ciang Liu Hui agak berubah, sambil tertawa iapun berkata, "Ia berani meninggalkan daerah kekuasaannya dan datang ke Tionggoan, mungkin ia sudah bosan hidup, itulah keuntungan Congpiautau, siaute harus mengucapkan selamat kepada Congpiautau, sedangkan soal Kang-lote, kukira kungfunya cukup hebat, dia juga cerdik dan pandai melihat gelagat, mungkin tugasnya tak akan mengalami kesulitan!"

"Bila tahu diri sendiri dan tahu keadaan musuh, setiap pertarungan tentu akan menang, kalian terlalu memandang rendah kemampuan Sin-jiu Cian Hui, padahal orang ini terhitung seorang jagoan yang sangat tangguh."

"Sekalipun Cian Hui termasuk orang yang tangguh masa dia mampu menandingi ketangguhan Congpiautau?" Pat-kwa-ciang Liu Hui mengumpak "sudah puluhan tahun Congpiautau memimpin dunia persilatan, masakah seorang Cian Hui saja tak sanggup membereskannya"

"Meskipun begitu, kan tak ada salahnya kain kita berhati-hati. ." kata Liong-heng-pat ciang sambil tersenyum.

Tiba2 hawa napsu membunuh terpancar dari matanya setelah berhenti sebentar ia menengadah bergelak tertawa:

"Cian Hui wahai Cian Hui," serunya, "meski tindakanmu itu jauh di luar dugaan, tapi aku sudah menyebarkan mata2ku di sana, setiap gerikmu tak nanti lolos dan pengamatan mata dan telingaku Hehehe, setelah kau datang ke Tionggoan, jika tak kuberi pelayanan yang baik padamu, percumalah aku menjadi tuan rumah di daerah Tionggoan sini."

Gelak tertawanya yang nyaring itu penuh mengandung nada bangga dan gembira

"Hahaha! betul," sambung Pat kwa-ciang Liu Hui sambil tergelak pula, "barang siapa berani memusuhi Congpiautau berarti orang tersebut sudah bosan hidup."

Belum gelak tertawanya berhenti, tiba2 dari arah belakang sana muncul lagi seekor kuda yang dilarikan kencang2, penunggang kuda itu berambut awut-awutan tak keruan, mukanya tegang, sekalipun di tengah malam yang dingin, namun badannya basah kuyup oleh peluh.

Melihat kemunculan orang itu Liong-heng-pat-ciang Tham Beng serentak berhenti tertawa, dengan dahi berkerut tegurnya "Yu Jit, kenapa kebingungan. Usap dulu keringat di atas kepalamu sebelum bicara denganku "

Yu Jit, si penunggang kuda itu benar2 menyeka dulu keringat di atas kepalanya lalu ia membungkuk badan dan memberi hormat:

"Lapor Congpiautau," serunya dengan gugup. "di bukit Hok gu-san sana telah terjadi peristiwa luar biasa."

"Peristiwa apa yang terjadi?" tanya Liong-heng-pat ciang Tham Beng.

"Setiba di sana, Cian Sin-jiu telah mengucapkan beberapa patah kata yang menjelekkan diri Congpiautau, lalu semua orang yang hadir di bukit itu bersorak-sorai menyanjung Hui-taysianseng. Saudara-saudara yang Congpiautau tinggal di situ merasa penasaran dan tidak ikut bersorak, perbuatan ini telah diketahui oleh orang-orang yang dipersiapkan Cian Hui di sana, mereka ditangkapi ketika Kang-piautau melihat gelagat tidak menguntungkan dan coba kabur, tapi iapun dibekuk oleh anak buah Cian Hui"

"Masa di antara anak buah Cian Hui ada yang mampu membekuk Kang Tay-sik. Aneh benar!" seru Liong-heng-pat ciang dengan kening berkerut.

Lo Gi dan Pian Sau-yan saling pandang sekejap, wajah mereka menunjukkan pula rasa kaget.

Perlu diterangkan Tok jiu ciang-wi (Ciang Wi bertangan keji) Kang Tay sik adalah seorang tokoh kelas satu dalam Hui-liong piaukiok, sebab itulah Tham Beng menyerahkan tugas tersebut kepadanya.

Yu Jit berhenti sebentar untuk mengatur napasnya yang tersengal, kemudian sambungnya "Ketika menyaksikan gelagat tidak baik, hamba segera ikut bersorak sorai, sesudah mereka pergi semua hamba pun segera ambil langkah seribu, saat ini..."



"Kecuali Kang Tay-sik, masih ada berapa orang lagi yang kepergok?" tukas Liong heng-pat-ciang Tham Beng.

Yu Jit termenung sejenak, lalu sahutnya "Semuanya berjumlah lima belas orang.

Belum habis ucapannya tiba-tiba Liong heng-pat ciang Tlidm Bcng bergelak lagi.

Melihat tingkah lakunya ini, semua orang hanya saling pandang saja.

Sesudah tertawa, Tham Beng berseru lagi, "Cian Hui wahai Cian Hui kau memang betul-betul seorang tokoh kosen dan tak malu menjadi musuh besarku. Tapi tindakanmu memusuhi diriku adalah suatu tindakan yang keliru besar, kau akan menyesal untuk selamanya karena peristiwa ini.

Kembali ia tertawa seram, lalu terusnya "Liu hiante tahukah kau berapa banyak mata-mata yang telah kusiapkan di sana, sekalipun ia berhasil menangkap lima belas orangku lagi semua gerak-geriknya tetap tak lolos dari pengawasanku."

Pat-kwa-ciang Liu Hui tertawa "Congpiautau adalah orang paling kosen di antara manusia-manusia kosen lainnya, siapa yang akan mampu menandingi dirimu? Dan lagi orang she Cian itu terhitung manusia apa?"

Liong-heng-pat ciang Tlum Bcng tertawa terbahak-bahak "Hahaha! Kang Tay sik memang cerdik, tapi iapun berbuat tolol, padahal ia tak perlu melarikan diri, asal berpura-pura saja, siapa yang akan mencurigai dia? Cuma... hahaha, meskipun tertangkap, hal ini tidak akan mempengaruhi rencana besarku, dengan perasaan utang budi yang tertanam di hati Hui Giok tak nanti dia memusuhi ku!"

"Ya, benar, Hui Giok menghormati Congpiautau ibaratnya kepada orang tua sendiri, tak nanti akan berbuat kurang ajar terhadap Congpiau-tau." kata Lui Hui.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar