Pendekar Satu Jurus Bab 06-10

Pendekar Satu Jurus Bab 06-10
Jenggot putih Hoa to Sun Pin yang panjang bertebaran di tengah kilatan cahaya golok, ia melakukan perlawanan dengan gigih, serangan di sambut dengan serangan bacokan dihadapi dengan bacokan. Suatu ketika, mendadak si laki2 kecil pendek yang bersenjata poan koat pit itu menerjang ke depan, senjatanya yang satu menutuk ki bun hoat di dahi sedang senjata yang lain menutuk Ji cwan hiat di bagian dada, lalu secepat kilat dia ubah serangannya, poan koan pit ditarik terus sekaligus mentutuk tenggorokan lawan cepat tepat dan ganas sekali.

Sun pin tertawa dingin dia bergeser ke samping, cahaya goloknya berkelebat, pedang Song bun kiam musuh yang sedang menabas dari atas ke bawah tergetar kaki kirinya pura2 menendang, menyusul kaki kanan secara berantai juga menendang si laki2 pendek, mau tak mau orang ditarik kembali serangannya dan melompat mundur.

"Orang she sun," terdengar laki2 jangkung yang bersenjata Song bun kim itu mengejek, "selama berpuluh tahun ini rupanya kau tak pernah lupa meyakinkan ilmu golokmu? Hehehe, tapi kalau hati ini kau orang she Thia tidak dapat mencincang tubuhmu, biarlah selanjutnya nama Hway yang samsat (tiga malaikat maut dari Hway yang) dicoret dari dunia persilatan. Sreet! Sreet!

Beruntun ia lancarkan beberapa kali tebasan kilat cahaya pedang berkilauan di tengah malam buta itu terasa lebih menyeramkan. Dalam pada itu si laki2 pendek yang bersenjata Poan koan pit juga sudah kalap, sambil bertempur iapun berteriak " Hm, jelek2 kau Toan hun to (golok pemutus nyawa) juga terhitung orang ternama di dunia persilatan, sungguh tak nyana setelah membunuh orang kau lantas menyembunyikan diri. Hmm, sekarang jangan harap akan kabur lagi dari tangan kami, cepat ganti nyawa Jiko kami yang kau bunuh!"

Sun pin tidak mengucapkan sepatah katapun, ilmu golok Nog hou toa hun to dimainkan semakin gencar, ia hadapi setiap serangan yang dilancarkan ole Siau sing bun (setan pembuat celaka) Thia Eng dan Toh mia sam long (setan perenggut nyawa) The kun yam dari Hay yang sam sat itu dengan mantap, sekalipun posisinya sekarang kurang menguntungkan serangan balasan makin berkurang tapi untuk sesaat Hway yang sam sat juga tak bisa mengapa2 kan dia. Hui giok mengintip jalannya pertarungan dengan mendekam di dinding pekarangan, sekalipun tak terdengar suara pembicaraan ketiga orang itu namun ia dapat menebak sembilan bagian dari duduknya perkara.

"Tampaknya ada orang yang datang mencari balas atas diri Sun lotia dimasa lalu Sun lotia juga seorang jago kenamaan untuk menghindarkan diri dari kejaran musuh, maka ia menjual akrobat untuk menyembunyikan asal-usulnya tapi malam ini agaknya rahasianya ketahuan juga oleh musuh. Diam2 dia menghela napas, pikirnya

"Sayang aku sama sekali tak becus sehingga tak dapat membantu malahan sama sekali aku tak tahu sejak kapan mereka dating dan cara bagaimana mereka mulai bertarung, aku memang terlalu goblok apalagi sekarang aku seorang cacat".

Hatinya makin pedih, ketika ia menengadah kebetulan dilihatnya ada beberapa titik cahaya tajam secepat kilat sedang menyambar ke tubuh kedua orang yang sedang bertarung melawan Sun lotia, dia mengerti kerlipan cahaya tajam itu adalah senjata rahasia dia lantas berpaling kesana dilihatnya Sun Kim Peng dengan golok terhunus telah berdiri di tepian arena, dia yang melancarkan serangan senjata rahasia itu.

Untung Siau song bun dan Tong mia sam keng cukup tangkas, cepat mereka memutar senjatanya untuk merontokkan biji teratai besi yang menyerang mereka. Lalu dengan gusar membentak " Kunyuk, siapa yang menyergap Toayamu" Belum habis ucapannya, tahu2 Sun kimpeng dengan gerakan seenteng burung layang2 menerjang tiba, ia menggunakan golok tipis sempit, namanya Lui yap to atau golok daun liu. Cahaya golok berkilau dengan jurus Hong hoa sin liong (harimau angin naga siluman) dia tusuk tenggorokan orang lalu menebas pula kaki musuhnya, jurus serangan yang dipakai juga Ngo hou toan hun to namun tidak sekuat ayahnya. "Hehehe, muncul juga akhirnya si bini kecil." Jengek Siau song bun, pedangnya segera bekerja. Sret, Sret beruntun dua kali ia menusuk tubuh Sun Kimpeng.

Peluh dingin membasahi badan Hui giok tak disangkanya Sun kimpeng juga memiliki kungfu sebagus itu. Ia makin sedih makin kecewa dengan ketidak-becusan dirinya. Dengan terjadinya pertarungan ini kawanan anjing yang berada di dusun kecil Liong tham ini lantas menggonggong ramai, Siau song bun mulai keder, bentaknya

"Losam perketat seranganmu cepat bereskan kedua bangsat ini!" Toh mia sam long mendengus, ia putar Poan koan pit nya dan menerjang maju terus menutuk lambung Sun pin. Memang berbahaya sekali senjata pendek begitu seperti kata orang, satu inci lebih pendek, satu ini lebih berbahaya. Selain itu senjata yang pendek juga lebih cepat gerakannya. Toh mia sam long tersohor di kalangan bandit di daerah utara, kungfunya memainkan Poan koan pit memang cukup lihay, seketika itu juga Sun pin yang kuat terdesak dua langkah ke belakang.

Belasan jurus berlalu pula, permainan Poan koan pit Toh mia sam long mulai mengendur sebaliknya permainan golok Sun pin kian lama kian cepat, dalam waktu singkat ia berbalik di atas angin. Di sebelah lain Sun kim peng dengan golok Liu yap to ternyata tak sanggup melawan ilmu pedang Siau song bun sinar goloknya boleh dibilang sudah terbungkus ditengah pedang Siau song bun yang gesit dan lincah. Hui Giok memang tak becus dalam ilmu silat tapi sedikitnya ia masih bisa berpikir, diam2 ia lagi gelisah pikirnya " tampaknya pertarungan ini sulut menentukan siapa menang dalam waktu singkat bagaimana jadinya andaikata sampai sampai mengejutkan orang lain.

Ia tidak tahu bahwa saat ini juga sudah banyak orang yang terkejut oleh kejadian itu, Cuma mereka tak ada yang berani ikut campur urusan itu, kebanyakan orang lebih suka bersembunyi di kamarnya masing2 daripada mencari perkara. Sun pin sudah lama berkelana di dunia persilatan tak sedikit badai dan ombak besar yang dialaminya selama ini, sekilas melirik saja lantas tahu bahwa gelagat puterinya tidak menguntungkan mendadak ia menyurut mundur, lalu menerjang maju pula, inilah gerakan Cin pon lian hoan toh thia (tiga jurus berantai merenggut nyawa) dari ngo hou toan hun to yang lihay. Seketika tubuh Toh mia sam long terbungkus ditengah cahaya goloknya.



Toh mia sam long terkesiap, cepat Poan koan pitnya menangkis, ia patahkan dua jurus serangan Sun pin yang lihay, tapi ia tidak tahu masuih ada jurus ketiga. Sun pin tertawa dingin, mendadak cahaya goloknya melingkar, ketika Poan koan pit tangan kanan Toh mia sam long menangkis dan tangan kirinya baru bergerak, kaki Sun pin mendadak menendang dan telak mengenai pergelangan tangannya, kontan Poan koan pit kiri terlepas dan mencelat.

Dengan kaget orang itu bergeser ke samping akan tetapi Sun pin tak memberi kesempatan padanya untuk berganti napas, cahaya golok berkelebat ia terus cacar bagian kiri musuh yang lemah, keruan Toh mia sam long kelabakan, baru sempat menangkis dua kali serangan Sun pin, ia menjerit karena terluka, bahu kirinya terbacok saking kesakitan sampai Poan koat pit yang berada ditangan kananpun terlepas.

Sun pin memang berniat menghabisi bandit dari wilayah kang pak ini segera ia menubruk maju dan menambahi satu bacokan lagi. Toh mia sam long kesakitan, keringat dingin membasahi sekujur tubuh, namun ia tak lupa untuk melarikan diri, mendadak ia menjatuhkan diri ke atas tanah lalu menggelinding ke samping dengan jurus "keledai malas menggelinding" memalukan jurus ini tapi yang penting jiwa selamat dulu, nyatanya ia memang terhindar dari kematian. "Orang she Sun!" Siau hong bun segera membentak, "Kalau memang tangkas jangan mengancam yang sudah menggeletak, hayo hadapi saja aku!"

Segera ia bermaksud menolong rekannya, namun golok sun kimpeng menempel terus disekitar tubuhnya, hatinya makin gelisah permainan pedangpun ikut jadi kacau sementara ia msih berusaha melepaskan diri tiba2 terdengar jeritan ngeri tahulah dia Toh mia sam long pasti mampus ditangan musuh. Baru saja terlintas pikiran tersebut, tiba2 Sun pin melayang tiba, "peng ji mundur!" teriak Sun pin "Cekoki dia dengan senjata rahasia" pertahanan Siau song bun semakin kacau, apalagi hatinya panik, hanya sekejap saja bahu dan pinggangnya sudah termakan oleh dua biji teratai besi. Ketika itu dia sedang menyerang dengan jurus Siau ih cing hong (angin meniup hujan rintik) baru setengah jalan rasa sakit membuatnya tak sanggup melanjutkan serangannya, pandangannya jadi kabur dan kaki kiri tahu2 kena bacokan pula.

Sun pin tahu bacokan yang kuat tadi cukup mengirim musuh ke akhirat, maka sambil menggosok darah di goloknya itu pada sol sepatunya, ia berbisik " Cepat jemput, semua teratai besi yang berserakan di tanah itu, mumpung hari belum terang, kita harus segera tinggalkan tempat ini!"

Sun kimpeng mengiakan, ia memasang obor dan memunguti kembali teratai besi yang berserakan itu, hanya benda itulah yang dapat menunjukkan identitas mereka yang sebenarnya. Dengan wajah berseri dan rasa gembira Hui Giok melompat turun dari dinding pendek itu. Sun pin hanya memandangnya sambil tertawa, sama sekali tidak terlihat ketidakpuasan hatinya, lantaran rahasianya ketahuan, sudah tentu ii disebabkan ia sudah memandang anak muda itu sebagai orang sendiri.

Sekembalinya ke dalam kamar Sun pin segera membenahi barangnya. Hui Giok tahu mereka akan berangkat, maka iapun mengikat semua alat senjat yang berserakan didalam ruangan. Selama mereka bekerja Sun pin tidak menyinggung peristiwa tadi meski hati Hui Giok ingin tahu tapi tak berani bertanya Cuma terkadang ia melirik ke arah Sun kimpeng. Barang bawaan mereka tidak terlalu merepotkan, hanya sebentar saja semuanya sudah selesai dibenahi tiap kali mereka meringkasi barang2 bawaannya setiap kali Hui Giok merasa gembira sebab mereka akan berangkat lagi ke lingkungan hidup yang baru baginya, penghidupan yang begini memang mendatangkan kegembiraan yang disukai anak muda. Tidak terkecuali pula keadaan Hui giok sekarang, ia pun mempunyai perasaan seperti itu, maka kegembiraannya sekarang jauh lebih besar daripada hari2 biasa, karena baru saja ia telah menyaksikan sesuatu yang belum pernah dialaminya.

Sun kimpeng membereskan barang2nya dengan kepala tertunduk, tiba2 ia menemukan kedua jilid kitab kumal milik Hui giok itu, tanpa memperhatikannya ia lemparkan kitab itu ke depan. Hui giok anak muda itupun menyisipkan kitab tersebut sekenanya diantara iktan alat senjata. Tengah malam itu juga mereka melanjutkan perjalanan, ketika fajar baru menyingsing mereka sudah berada di kaki sebuah bukit kecil pepohonan menghijau permai mengelilingi bukit itu. Tempat ini merupakan jalan lintas antara kota Kang leng dan kota Tin kang karena itulah boleh dikatakan sepanjang tahun orang yang berlalu lintas cukup ramai, maka di kaki bukit ini banyak terdapat warung makan dan gardu minum yang tersebar di seputar tanah perbukitan ini. Saking banyaknya saingan orang yang membuka usaha disitu, membuat tempat ini seakan2 tumbuh menjadi kota kecil.

Hari masing sangat pagi, tapi warung2 makan itu telah membuka pintu, Sun pin melirik sekejap ke arah Hui Giok yang sudah terengah2 karena kehabisan tenaga, iapun masuk ke sebuah warung ini untuk melepaskan lelahnya. Empat penjuru warung itu dikelilingi pagar bamboo, mangkuk nasi tersebut dari anyaman kulit bambu halus, meja kursi juga terbuat dari bambu tampaknya nyaman dan tenang lagi bersih, Hui giok berduduk melepaskan lelah dan diam2 senang pula pada tempat ini. Pelayan menghidangkan makanan berupa mi kuah yang masih panas dan makanan sebangsa bakpau, Hui giok serta Sun kimpeng mendaharnya dengan nikmat hanya Sun pin seorang yang tak bernafsu makan. Dalam warung kecuali mereka bertiga tiada nampak tamu lain. Pada saat itulah tiba2 dari jalanan depan sana debu mengepul tebal, munculnya dua ekoar kuda dan mendadak berhenti di depan warung.

Begitu melompat tuurn dari kudanya orang itu lantas berteriak "hei, pemilik warung cepat sajikan beberapa mangkuk mi, selesai tuan2 bersantap akan melanjutkan perjalanan" orang yang berbicara itu bertubuh jangkung kurus seperti orang sakit, matanya cekung ke dalam tulang alisnya tinggi menongol selain daripada itu Tay yang hiatnya (pelipis) juga menonjol, jelaslah orang itu seorang jagoan bertenaga dalam tinggi.

Rekannya berperawakan kebalikannya, orang itu gemuk pendek, ketika berjalan masuk ke dalam langkahnya menggetarkan ruangan, pinggangnya bergantung sebuah kantung kulit yang besar ini menunjukkan kalau dia seorang ahli membidik senjata rahasia, tentu saja kedua orang itu adalah orang dunia persilatan. Setelah msuk ke dalam ruangan, dengan sorot mata yang tajam mereka lantas mengawasi Sun pin cepat Sun pin tundukkan kepalanya dan pura2 asyik makan mi, seperti tidak ingin mencari gara2 dengan orang perjalanan itu.



Kebetulan Hui giok juga berpaling memperhatikan kedua pendatang itu, ketika dirasakan sinar mata mereka bagaikan beraliran listrik, cepat iapun tundukkan kepala dan tak berani memandangnya. Dalam gugupnya tanpa sengaja sikutnya menyentuh tumpukan senjata yang disandarkan di tepi meja, tumpukan senjata itu roboh dan menimbulkan suara keras. Sewaktu mengikat senjata tadi, anak muda itu tidak mengikatnya dengan baik, maklum dalam keadaan terburu2 dan panik sekarang ikatan senjata roboh ke tanah seketika isinya berantakan.

Dua jilid kitab kumal bersampul hitam itu ikut terlempar ke lantai dengan senjata tersebut. Sorot mata kedua orang laki itu kebetulan memandang kitab kumal yang jatuh, air muka seperti berubah mendadak, mereka saling pandang sekejap lantas memandang pula ke arah Sun pin yang sedang makan mi sambil tundukkan kepala dan Sun kimpeng yang bangkit dan siap membantu membereskan senjata yang tercerai berai itu, akhirnya sinar mata mereka berganti pada tubuh Hui Giok yang sedang jongkok dan sibuk mengumpulkan senjata itu.

Tentu saja Hui giok tak tahu mata orang yang tajam sedang mengawasinya, selagi ia menyesal kecerobohannya sendiri, tiba2 ada seorang ikut jongkok di sebelahnya dan bantu mengambilkan sebatang tombak yang mencelat agak jauh. Ia tersenyum dengan rasa terima kasih ketika menengadah dikenalinya orang yang bantu mengambilkan tombak itu tak lain adalah orang yang gemuk yang baru datang tadi.

Dilihatnya senyuman manis menghiasi ujung bibir si gemuk, tubuhnya yang bulat gemuk bagaikan bola itu sedang berjongkok dan waktu itu hendak memungut kedua jilid kitab bersampul hitam itu. Tapi kitab itu lebih dekat dengan Hui giok sebelum laki2 gemuk itu mengambilnya anak muda itu sudah memungutnya lebih dahulu, malahan sambil tersenyum ia tatap wajah lelaki gemuk itu dan merasa simpatik dengan orang ini, maklum tidak banyak manusia di dunia yang bersikap ramah terhadap dirinya.

Dilihatnya daging di pipi si gemuk berkerut sekali, bibirnya bergerak seperti mengucapkan sesuatu, tentu saja Hui Giok tidak mendengar apa yang diucapkan orang itu, tapi Sun kimpeng dapat mendengarnya dengan jelas. Laki2 gemuki itu berkata " Engkoh cilik, bolehkah kitab itu kupinjam sebentar ?" Hui giok tidak mendengar, dengan sendirinya tidak menjawab, dia hanya menatap orang dengan mata terbelalak dan senyum dikulum.

Sun kimpeng menanggapi ucapan si gemuk tadi " Percuma kau bicara dengan dia, dia bisu dan tuli apa yang kau katakan takkan terdengar olehnya!" "Oo !" laki2 gemuk itu berdiri dengan keheranan biji matanya berputar, terkilas senyuman aneh pada wajahnya, kemudian ia menuding kedua jilid kitab tadi, katanya kepada Sun kimpeng " Nona cilik, apakah kedua jilid kitab ini dijual atau tidak ?"

" Tidak, kitab itu tidak dijual!" sahut Sun kimpeng dengan kurang senang " Jika anda ingin membaca, belilah di toko buku ?" laki2 gemuk tadi terbahak2 kelihatan sikapnya yang gembira seperti orang yang mendadak menemukan harta karun yang tak ternilai harganya ia melirik sekejap ke arah rekannya si laki yang jangkung yang seja tadi hanya diam saja itu, lalu bertanya lagi

"Nona manis, kutahu kau tidak berjualan buku tapi kedua kitab itu sangat menarik, seketika timbul keinginanku untuk membelinya, umpama delapan tahil atau sepuluh tail tidak menjadi persoalan bagiku"

Sekali ini Sun kimpeng menjadi terkejut, maklumlah uang sebesar itu untuk ukuran jaman ini adalah jumlah yang amat besar, beberapa bulan Sun kimpeng dan ayahnya bekerja giat membanting tulang belum pernah mereka dapat mengumpulkan uang sejumlah itu, tentu saja ia tercengang ia hampir tidak percaya ada orang berani menawar kedua jilid kitab rongsokan itu dengan sebesar itu.

Dengan hati terkejut dan sangsi ia menatap si gemuk beberapa kejap, demikian Sun lotia yang sedang makan dengan kepala tertunduk lagi merasa heran, ia sendiri dahulu juga seorang tokoh kangouw maka begitu kedua orang jangkung dan gemuk itu muncul segera ia mengenali mereka. Kiranya laki2 gemuk itu adalah jagoan ternama di dunia persilatan namanya To pi jin him (manusia beruang bertangan banyak) Khu Hway jim, sedangkan laki2 jangkung yang kurus dan bermuka putih dalah Kim bin wi to (Wito bermuka emas) seorang bandit ulung yang selamanya melakukan operasinya seorang diri.

Karena itu, apa yang diherankan Sun lotia bukanlah yang seperti yang diherankan puterinya, ia merasa tidak mengerti mengapa kedua manusia buas yang terkenal di dunia persilatan itu mau membeli kitab kumal dari seorang nona cilik dengan sikap yang begitu sopan dan ramah sekali. Kitab kumal apakah kedua jilid buku kumal tersebut? Maklumlah hakikatnya mereka tidak menaruh perhatian kepada nilai kedua kitab buku itu.

Memang siapa sudi memperhatikan kedua jilid kitab kumal itu yang dimiliki seorang bocah cacat pencuci kuda? Mereka tidak tahu bahwa kedua kitab kumal itu sebenarnya adalah kitab pusaka yang diidamkan setiap orang persilatan lantaran kitab tersebut dunia persilatan pernah kacau dan dilanda badai pertumpahan darah yang mengerikan lantaran kitab itu pula Jian Jiu Suseng sampai berselisih paham dengan Leng gwat siancu mengakibatkan perempuan yang bernama Ay cing sangat menderita dan nyaris kehilangan jiwanya karena pusaka ini.

Kitab apakah itu? Kitab tersebut tak lain adalah kitab peninggalan Hay Thian ko yan (burung walet tunggal dari ujung langit) yang namanya amat termasyhur di masa yang lalu hampir semua boleh dibilang semua kepandaiannya yang tak terukur dalam kitab itu termuat. Memang tajam penglihatan To pi jin him dan Kim bin wi to hanya sekilas pandang saja mereka lantas mengenali kitab yang sangat mirip dengan kitab pusaka Hay thian pi kip itu berada ditangan seorang bocah akrobat yang jorok, dalam kagetnya merekapun agak tercengang, dan juga agak curiga.

Sebab itulah To po jin him sengaja berjongkok dan pura2 membantu mengumpulkan senjata yang tercecer ini dia ingin membuktikan dahulu apakah kedua kitab itu benar2 kitab pusaka seperti yang mereka duga. Kendatipun akhirnya kitab itu gagal ia periksa karena keburu dipungut oleh Hui giok, namun ketika tersebut jatuh ke lantai tadi, halam buku itu sempat tersingkap sedikit, sekilas ia sempat melihat jelas bahwa isi kitab itu memang berupa beberapa lukisan orang yang semedi.

Walaupun begitu si gemuk tidak berani merebutnya, ida sangsi mana mungkin kitab pusaka begitu berada ditangan seorang bocah yang berilmu silat biasa2 saja. Sekalipun bocah itu berilmu silat biasa, setelah mendapatkan kitab pusaka itu tentu kungfunya tak akan biasa lagi. Analisanya ini memang masuk diakal, tak heran kalau lelaki gemuk bagaikan babi dan licin bagaikan rase itu tak berani sembarangan bertindak ia coba memancing dengan kata2 mani. Setelah Sun Kimpeng memberi jawabannya senyum pura2 semula menghiasi bibir wajahnya kini berubah menjadi senyum yang sungguhan.



Ia merogoh sakunya dan keluarkan uang perak sekeping uang perak yang beratnya mencapai sepuluh tail sambl mengiming-iming ia berkata pula dengan tersenyum " Aku paling gemar mengumpulkan kitab yang bersampul indah, jual saja kitab itu kepadaku dan uang ini akan segera menjadi milikmu." Sambil berkata ia memberi tanda kepada Hui Giok, anak muda itu menengadah seperti Sun Kimpeng matanya terbelalak besar memandang kepingan uang perak yang tidak sedikit jumlahnya itu.

Senyum yang menghiasi bibir si gemuk makin lebar, ia tahu sebentar lagi kitab yang menjadi idaman umat dunia persilatan akan menjadi miliknya tak sampai tiga tahun lagi nama besar Khu Hway jin akan tambah tersohor di dunia kangouw, pipinya yang gemuk main berbunga, tak terkirakan rasa girangnya saat itu. Hui giok masih berjongkok, sementara Sun kimpeng telah berpaling ke arah ayahnya. Maksudnya minta pendapat ayahnya, apakah mereka menjual atau tidak kedua kitab kumal itu kepada laki2 gemuk yang sinting itu? Sun lotia tidak menjawab, dia masih tertunduk sambil termenung, ia sedang putar otak dan berusaha mencari akal untuk mengatasi kejadian luar biasa ini.

Sebagai orang jagoan kawakan yang sudah lama berkelana di dunia persilatan, sedikit banyak ia dapat menduga bahwa kedua kitab milik bocah cacat itu pasti bukan kitab sembarangan tapi sayang lantaran ia harus menghindari kejaran musuh dan sekian tahun harus mengasingkan diri banyak kejadian di dunia persilatan yang tidak diketahui olehnya, tentu saja ia tak menduga kedua kitab kumal yang akan dibeli oleh laki gemuk ini tak lain adalah kitab pusaka Hay thian pi kip.

Sekarang ia yakin kedua kitab itu pasti bukan sembarangan, tentu saja ia tak ingin kitab ini dibeli To pi jin kim dengan harga sepuluh tahil perak, Cuma ia tak tahu cara bagaimana harus menolak tawaran ini. Sebab ia tahu betapa keji dan jahatnya kedua orang itu, bila marah mereka tidak segan membunuh orang.

Sun lotia menyadari sampai dimanakah taraf kepandaian sendiri, bagaimanapun dia bukan tandingan kedua orang itu. Sementara otaknya pekerja mencari akal, di pihak lain To pi jin him sedang menatap Sun kimpeng, ia sudah mempunyai pula perhitungan sendiri, ia telah memutuskan bila nona itu mengangguk, maka dengan segala senang hati sepuluh tahil perak itu akan diberikannya tapi kalau nona itu menggeleng tanpa sungkan lagi akan merampas kitab tersebut dengan kekerasan.

Belum lagi Sun kimpeng memberikan keputusan Kim bin wi to Yap ci hui yang sejak tadi hanya membungkam itu mendadak berkata dengan nada dingin " Nona cilik, kalau kitab itu kau jual kepadaku akan kubayar seratus tail perak. "air muka To pi ji him seketika berubah hebat, muka yang memang buruk kini tambah buruk. Tapi ia masih tertawa tentu saja tertawa yang dipaksakan atau menyengir ujarnya,

"Yap toako, buat apa kau berbuat begitu? Kau beli atau aku yang beli toh sama saja?" tiada kelihatan sesuatu perasaan pada wajah Kim bin wi to hambar ia tertawa dingin dan berkata dengan angkuh " kalau kau boleh membelinya, mengapa aku tak boleh? "air muka To pi jin him berubah hebat: "Bagus, bagus.." mendadak ia berpaling dengan mendongkol ia berkata kepada Sun kimpeng

"Nona cilik berikan kitab itu kepadaku, kubayar dengan dua ratus tahil perak, "sambil merogoh keluar setumpuk lembaran kertas, ia lolos satu lembar dan dikebaskannya di hadapan nona itu sambil berkata keras " Uang kertas ini berasal dari gwan ju, dapat kau tunaikan di manapun juga di seluruh negeri ini."

Pada waktu itu kedua orang yang biasa bekerja sama dalam melakukan kejahatan sekarang sama ngotot ingin memiliki kitab pusaka itu malahan sebelum kitab itu didapatkan mereka sudah ribut sekali. Tapi justru karena itu, mereka sama2 tak berani merampas kitab tersebut secara gegabah sebab salah2 nyawa mereka yang menjadi taruhannya.

Sun kimpeng tambah bingung oleh kejadian ini si pelayan yang berdiri disamping dengan baki di tangan juga melengong oleh peristiwa ini diam2 ia menyesal coba kalau dia yang memiliki kitab itu, tidak perlu sepuluh tail perak satu tahi saja akan segera dilepaskan. "Wah dua ratus tail perak? Uang kertas bank Gwan ju? Nona.....nona, lekas kau jual saja kitab kumalmu itu! Serunya tak tahan.

Lalu ia berpaling ke arah Sun pin katanya pula dengan rasa kagum "Lotia dua ratus tail perak bukan jumlah yang sedikit?" dengan mendongkol Kim bin wi to melototnya pelayan itu jadi ketakutan sehingga kata2 selanjutnya tak berani diucapkan lagi.

Akhirnya Sun lotia berdehem pelahan, ia bangkit kemudian bertanya. "Kedua kitab itu milik bocah itu, kami tak berhak ambil keputusan baginya padahal kalian berduapun tak perlu membuang uang sebanyak itu hanya untuk membeli...." Tiba To pi jin him bergelak tertawa sambil menuding Sun lotia ia berseru

"Ai bukankah kau ini ngo hou toan bun to Sun pin seng? Mungkin mataku sudah lamur, hampir saja aku Khu Hway jin tidak mengenali lagi akan dirimu. Hahaha sungguh tak disangka.....sungguh tak kusangka."

Kembali ia terbahak2 lalu menyambung " Karena ada dirimu, urusan menjadi mudah untuk diselesaikan, aku Khu Hway jin jelek2 juga sobat lamamu, selama inipun kita tak ada ganjalan apa2 kalau Sam sat ngo pah (tiga malaikat maut dan lima lalim) dahulu pernah menjadi wasit bagimu, dan sekarang, hahaha, kuharap kau sudi memberi muka padaku."

Air muka Sun lotia berubah hebat, ia tahu asal usulnya telah diketahui orang, tak mungkin lag baginya untuk berlagak pilon, untuk sesaat ia jadi tertegun dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Kim bin wi to tak tinggal diam, tiba2 dia maju kedepan katanya dengan dingin,

"Urusan jual beli tidak boleh disangkut pautkan dengan hubungan pribadi. Sobat Sun, tentunya kaupun cukup kenal watakku ini? Sekarang aku menawar lima ratus tail perak untuk membeli kitab itu soal sengketamu dengan Sam sat ngo pah boleh serahkan saja kepadaku, aku Yap ci hui tanggung urusan pasti beres. Nah sekarang lekas jawab kedua kitab itu akan kau jual kepada siapa?" panas hati To pi jin him andaikata tak ada ia yakin kitab itu sudah menjadi miliknya, segera tangan kanannya siap merogoh senjata rahasia di dalam karung kulit iapun mengejek



"Orang she yap, jelek2 orang she Khu masih memandang kau sebagai sahabat, kenapa kau tak tahu diri dan tak kenal arti persaudaraan? Hehehe, mungkin orang lain jeri kepada ilmu pukulan Kim kong ciang mu tapi orang she Khu tak nanti takut kepadamu !"

Kim bin wito mendelik, ditatapnya Khu Hway jin tanpa berkedip, sahutnya dengan keras " Bagus kausendiri yang berkata begitu, jangan salahkan aku bertindak keji lebih dulu padamu. Baiklah sekarang apa kehendakmu?" ia melirik sekejap ke arah Sun Pin yang lengkapnya bernama Sun pin seng lalu menambah dengan geram

"nah, mau jual atau tidak terserah kau, mau kepada siapapun terserah kepadamu, tapi kau harus menjawab secepatnya kalau tidak, hmm, bukan saja uang tak dapat kau terima, nyawapun akan melayang kalau sudah begitu jangan kau salahkan aku kelewat kejam!" Baru selesai ia berucap, tiba2 bergema suara tertawa dingin seorang, menyusul orang itupun berkata dengan suaranya yang dingin menyeramkan " Kitab itu tidak dijual kepada siapapun? Lekas kalian enyah dari sini!"

Semua orang terkejut, terutama To pi jin him dan kim bin wi to seketika air muka mereka berubah hebat dengan kecepatan paling tinggi mereka putar badan satu ke kiri dan satu ke kanan serentak mereka melayang pergi sejauh beberapa tombak dari tempat semula. Habis itu barulah mereka melihat jelas seorang sastrawan kurus setengah umur, berjubah panjang berwarna abu2 keperak2an, senyuman sinis tersungging di ujung bibirnya dan berdiri tepat mereka berada tadi.

Perlu diketahui, jalan di luar warung hanya satu di luar warungpun tanah kosong, selayang pandang orang memandang hingga jauh sekalipun begitu tak seorangun yang tahu sejak kapan pelajar setengah umur berjubah keperak2an itu datang kemari lebih2 tak tahu dari manakah dia muncul, padahal mereka semua adalah jago2 silat kawakan yang berilmu tinggi.

Di antara sekian orang yang hadir di warung itu, Hui giok paling terkejut melihat kemunculan orang itu, sepanjang kejadian itu berlangsung dia hanya berjongkok sambil memegangi kedua jilid bukunya tentu saja ia tidak mendengar sama sekali apa yang dibicarakan orang2 itu, tapi ia dapat menebak inti pembicaraan orang2 itu menyangkut kitab yang berada dalam genggamannya ini, kitab yang tak pernah diperhatikannya selama ini.

Berbagai peristiwa yang dialaminya menggerakan pikirannya mau tak mau ia berpikir " Kedua jilid kitab ini kudapatkan di dalam buntalan milik paman Leng adalah ilmu silat paman leng tak terkira lihaynya, sekarang kedua orang itu menaruh perhatian atas kitab ini, jangan2 kitab ini tersimpan sesuatu rahasia? Kenapa sejak dulu tak pernah kubaca kitab ini ?"

Perlu diketahui pada dasarnya Hui Giok ada lah pemuda yang cerdas, sayangnya Hui giok sejak dahulu ia tak dapat memusatkan pikirannya, ia harus berjuang demi kehidupannya, boleh dibilang tak sempat baginya untuk berpikir sampai ke situ, tapi sekarang begitu perasaannya tersentuh, ia dapat berpikir lebih cermat dan ternyata apa yang diduganya itu memang benar.

Selagi jantungnya berdebar karena berhasil menemukan rahasia besar ini, tiba2 dilihatnya sepasang sepatu terbuat dari kain yang tak asing lagi baginya muncul di depan mata, beberapa berselang sepatu ini pernah ditemuinya satu kali. Kenangan lamapun terlintas dalam benaknya teringat olehnya ketika malam2 ia meringkuk dibelakang pembaringan dalam keadaan tertutuk dirumah penginapan, waktu itu sepatu kain yang indah ini, pernah dilihatnya.

Tanpa terasa ia menengadah dan melirik ke atas, orang itu mengenakan jubah abu2 keperakan jenggot pendek menghiasi janggutnya, bertampang gagah dan angkuh terutama senyum sinisnya itu cukup menggigilkan orang, dia masih ingat orang inilah yang pernah membebaskan dia dari tutukan paman Leng di hotel itu.

Ia coba alihkan pandangan ke sekitar ruangan itu, ia lihat wajah semua orang sama menampilkan rasa kejut dan takut, tanpa terasa otaknya bekerja pula, memikirkan dirinya sendiri. Sorot mata Sun pin, Sun kimpeng, Kim Bin wito dan To pi jin him semuanya tertuju ke arah pelajar setengah umur berjubah perak itu dengan perasaan jeri tapi orang itu sama sekali tidak menunjukkan perasaan apa2 sinar matanya malahan memandang langit warung itu dengan dingin.

Kemunculan tiba2 orang ini telah mengejutkan semua orang yang berada disitu, terutama ginkang atau ilmu meringankan tubuhnya yang ajaib, namun jelek2 Kim bin wito serta To pin jin him juga terhitung jago2 persilatan yang punya nama, tentu saja mereka tak mau kabur digertak begitu saja, apalagi daya tarik kedua jilid kitab itu seakan bagaikan besi sembrani yang melelehkan hati mereka, seolah2 daging empuk yang telah berada di depan mulut takkan dilepaskan dengan begitu saja, sekalipun beradu jiwa juga akan mereka lakukan.

To pin jin him lantas tertawa, tertawa dengan sangat dipaksakan, lalu menegur " Sobat dari manakah kau....." Agaknya sastrawan berbaju perak itu tidak suka bicara, belum habis pertanyaan itu dilontarkan ia telah menyela dengan menghardik " Kunyuk, mau enyah dari sini atau tidak ?"

"Sobat, jangan temberang kau! "bentak Kim bin wito dengan geram, "Apa yang kau andalkan sehingga kau berani bicara takabur di depan Kim bin wito. To Pi jin him tak mau unjuk kelemahan di depan orang, dengan mata melotot iapun membentak " Mereka menjual barang dan kami membelinya kenapa kau ikut campur urusan kami?"

Sastrawan berjubah perak iut tidak berbicara lagi, tiba2 ia menengadah dan tertawa nyaring panjang, suaranya nyaring, tinggi melengking menggema diangkasa. Demi mendengar, suara tertawa itu, To pi jin him terkesiap ia memang bisa lihat gelagat dari gelak tertawa orang yang begitu nyaring, sadarlah dia betapa tinggi tenaga lwekang orang itu, sudah pasti jauh di atas dirinya.

Diam2 ia berkerut alis, sinar matanya memancarkan nafsu membunuh, tiba2 ia ayunkan kedua tangannya ke depan, berpuluh bintang cahaya tajam menyambar ke depan, sementara tubuhnya yang gemuk itu secepat kilat menerjang ke arah Hui giok yang sedang berjongkok itu. Sun pin seng dan Sun kimpeng sama berseru kaget, gemerdep sinar mata kim bin wito tiba2 ia menerjang ke arah To pi jin him yang hendak merampas kitab pusaka Hay thian pit kip.

"Blang" benturan keras terjadi To pi jin him bersuara tertahan kiranya ia telah beradu pukulan dua kali dengan Kim bin wito tapi nyatanya dia kalah satu tingkat daripada kekuatan lawan, kontan ia tergetar mencelat jauh kebelakang, tenggorokannya terasa anyir, dada sesak dan hampir saja muntah darah, sadarlah si gemuk bahwa isi perutnya telah terluka parah.



Sejak To pi jin him melancarkan senjata rahasia sampai kim bin wito membentak dan menyerang, semua kejadian itu berlangsung dalam sekejap mata, sementara Sun pin masih tercengang, menyaksikan kedua orang itu beradu pukulan, lalu dua sosok bayangan berpisah lagi. Saat itulah baru dia teringat pada senjata rahasia dilepaskan To pi jin him tadi cepat ia berpaling ke arah sastrawan berjubah perak, apa yang dilihatnya adalah sastrawan setengah baya itu masih berdiri angkuh ditempat semula hujan senjata rahasia yang dilancarkan si gemuk tadi seolah2 lenyap entah kemana.

Sungguh luar biasa dan mengejutkan kedua orang ini. To pi hin him sempat melirik sekejap ke arah musuh, setelah mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebagai jago kawakan yang berpengalaman, sadarlah ia gelagat tidak menguntungkan. Memang keadaan ini manusia beruang berlengan banyak ini memang serba sulit, setelah diketahui orang berjubah perak itu lihaynya bukan main sekarang ia berbalik telah bermusuhan dengan kim bin wito tak mungkin rekannya akan membantunya lagi selain itu isi perutnya juga sudah terluka parah.

Dalam gugupnya secepat itu To pi jin him berhasil mendapatkan satu jalan untuk mengatasi kesulitannya jalan tersebut adalah cepat kabur ia tahu jika tetap berada di sini, bukan saja kitab pusaka tak didapat malahan mungkin jiwanya bisa melayang di sini. Sudah berpuluh tahun ia berkecimpung di dunia persilatan banyak juga musuhnya tapi dia masih hidup sampai sekarang, dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa dia memang pintar melihat gelagat dan dapat mengambil keputusan cepat.

Begitu ingatan ini terlintas, tanpa ragu2 lagi ia putar badan terus melayang keluar, dengan kecepatan tinggi dia kabur ke semak belukar di belakang rumah. Bahkan pada saat mau kabur, bandit yang sudah lama malang melintang di dunia persilatan tak rela kabur begitu saja baru tubuhnya bergerak secepat kilat berpuluh bintik perak dihamburkan. Sungguh kekejaman dan kelicikan sesuai dengan namanya yang terkenal ganas di dunia persilatan.

Namun sastrawan jubah perak itu tetap tenang saja, sambil tertawa dingin ia bergerak mengitar ke depan bagaikan seekor naga perkasa melingkar di udara tahu2 berpuluh bintik senjata rahasia yang dilancarkan oleh To pi jin him dalam usahanya melarikan diri lenyap tak berbekas. Sastrawan jubah perak yang berkepandaian tak terkira itu mengebaskan lengan bajunya ia berpekik tertahan, tubuhnya melambung beberapa kaki lagi lebih tinggi, dari atas ia terus hantam kepala Kim bin wito. Dalam pada itu kim bin wito yang sombong juga ketakutan setengah mati menyaksikan kelihayan sasterawan jubah perak, mukanya pucat dan tubuhnya agak menggigil segera ia hendak meniru To pi jin him dan melarikan diri.

Tapi sempat niatnya terlaksana, suitan nyaring telah berkumandang sesosok bayangan berwarna keperakan dengan membawa tenaga pukulan yang dahsyat telah menghantam dari atas. Diantara deru angin pukulan yang kuat sama sekali ia tak dapat membedakan ke arah manakah serangan itu tertuju, selain itu pukulan yang maha dahsyat seakan2 menindih tiba dan membuat napasnya jadi sesak.

Orang yang biasanya terkenal sebagai pembunuh keji dan berhati keras ini mulai panik dan ketakutan dia ingin menangkis tapi tak mampu, mau kabur juga tak bisa belum lagi ingatan lain terpikir, tahu2 pandangannya jadi gelap, suatu pukulan yang maha dahsyat telak di dadanya. Sun pin seng dan anak Cuma berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo mereka hanya merasakan bayangan keperakan berkelebat diantara hembusan angin, setelah pekik nyaring seorang menjerit kesakitan, lalu bayangan perak itu meluncur ke depan mengejar ke arah To pi jin him melarikan diri.

Ketika mereka berpaling, tertampaklah Kim bin wito yang sombong dan garang itu sudah terkapar di atas tanah, tak perlu diperiksa lagi Sun pin yakin bandit ulung yang sudah lama malang melintang di dunia persilatan itu pasti sudah mati. Luar biasa kungfu sastrawan berjubah perak itu, kalau tidak menyaksikan dengan mata sendiri mungkin orang tak akan percaya akan kejadian ini.

Ngo hou toan bun to Sun pin seng terhitung seorang piausu yang cekatan, sekalipun kungfunya tak seberapa tinggi, namun pengalamannya boleh dibilang cukup luas, tapi hari ini dia baru merasa matanya benar2 terbuka, ia makin sadar bahwa tokoh kosen tak terhitung jumlahnya di dunia persilatan. Ia menghela napas panjang dan lama sekali ia termangu2, pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, akan tetapi tidak sesuatu yang dapat disimpulkannya.

Sun kim peng tampak menggigil dengan wajah pucat, apalagi pelayan hampir ia tak percaya pada apa yang terjadi di depan matanya ingin berteriak saja tak keluar suaranya. Diantara mereka Sun pin seng lebih berpengalaman, ia tahu tak dapat tinggal terlampau lama di situ, di warung minum ini terkapar sesosok mayat, sebentar lagi pasti akan lebih banyak tamu yang akan singgah selain itu iapun teringat kembali Hui giok dan kedua kitab itu yang menyebabkan cekcok kedua perampok itu. Maka kepada puterinya dia lantas berseru

"Peng ji bereskan semua barang cepat berangkat!" pada saat itu Hui giok menongol keluar dari kolong meja kedua kitab yang berada di tangannya telah terbuka, mukanya tampak berseri karena kegirangan, ketika Sun pin seng memandang sekejap wajahnya tahulah jago tua ini bahwa anak muda itu telah mengetahui rahasia kitab tersebut.

Rupanya Hui Giok yang bisu dan tuli tidak memperdulikan lagi kejadain yang berlangsung di tempat itu, dia terus menerobos ke kolong meja disitu diperiksanya kitab itu dengan seksama setelah membaca beberapa halaman, tahulah anak itu bahwa isi kitab ini tak lain adalah ajaran ilmu silat yang tinggi. Sun pin seng berkerut kening, ia tahu harus lekas berangkat, tapi harus kemana?

Ia tahu tujuan laki2 berbaju perak itu membunuh kedua perampok itu adalah utnuk mendapatkan kedua kitab pusaka itu ditinjau dari kemampuannya, tidak sulit baginya untuk membunuh To pi jin him dalam sekali gebrakan saja, maka sebentar lagi ia pasti akan kembali lagi kesini untuk merampas kitab itu. Cepat sun pin seng rampas kedua buku pusaka itu dari Hui giok "Hay thian pit kip" tempat huruf ini tertera nyata disampul, jantungnya berdetak keras, nafsu serakahnya seketika timbul.

Ketika masih mengawal barang dulu, Ngo hou toan bun to pernah membinasakan orang kedua dari Sam sat ngo pah suatu gerombolan bandit terkenal di daerah kanglam, sejak kejadian itu ia selalu hidup sembunyi dan kabur kesana kemari untuk menghindari pembalasan dendam musuh. Ia tak pernah hidup dalam suasana tenteram lagi, mirip tikus yang tak berani melihat cahaya terang dan terpaksa hidup menyusup dan menyelinap ditengah kegelapan tapi sekarang dua jilid kitab pusaka itu telah berada di tangannya, dengan benda ini ia dapat mengubah nasibnya asalkan isi kitab berhasil ia kuasai, maka selanjutnya ia tak perlu takut kepada siapapun juga. Senyuman tersungging di ujung bibirnya, ia tak ragu2 lagi segera ia berkata " Pengji, cepat berangkat !"

Ia pegang Hui Giok dan lari keluar warung tersebut, cepat mereka naik ke atas kuda milik To pi jin him dan kim bin wito yang tertinggal itu, lebih dulu ia pecut kuda tunggangan kimpeng lalu kuda mereka pun dilarikan dengan cepat. Tindakan ini sama sekali di luar dugaan Hui Giok, waktu itu ia setengah dikempit dan melintang di depan kuda Sun Pinceng ia menyaksikan Sun lotia telah memasukkan kedua jilid kitab pusaka itu ke dalam bajunya.

Dalam keadaan begini, banyak hal yang ia tanyakan tapi ia tak dapat berbicara diam ia gusar dan benci pada diri sendiri, mengapa begitu jelek nasibnya sehingga setiap kali harus menyerah dan dipermainkan tanpa bisa melawan sedikitpun.

Sekalipun dia sudah terbiasa dihina, tapi kesedihan hatinya sekarang benar tak terperikan. Langit sudah terang, sang surya sudah memancarkan sinarnya, tapi masih sedikit orang yang berlalu lalang di jalan raya, kedua ekor kuda itu kabur dengan kencangnya debu mengepul menciptakan gumpalan awan tebal.

Sun kimpeng pandai menunggang kuda tapi sekarang ia tak dapat mengendalikan binatang. Kuda itu kabur dengan cepatnya karena kesakitan pukulan ayahnya tai membuat binatang itu agak liar dan tak terkendalikan. Beberapa kali nona itu berpaling ke belakang sayang lari kudanya terlampau cepat tiada sesuatu apapun yang terlihat malahan nyaris ia terguling dari kudanya.

Kedua ekor kuda itu adalah kuda jempolan jenis pilihan sekalipun telah berlarian sekian lama sama sekali tak nampak kehabisan tenaga, hanya sekejap kemudian sudah jauh meninggalkan tempat tadi.

Kadang2 Ngo hou toan bun to Sun Pin berpaling ke belakang, ketika dilihatnya tak seorang pun yang menyusulnya, diam2 ia merasa girang dua kaki mana bisa lebih cepat daripada empat kaki, demikian pikirnya. Dirabanya kedua jilid kitab Hay Thian pit kip dalam sakunya dengan tangan kiri, lalu melirik Hui Giok yang dikempitnya nafsu serakahnya makin memuncak, tiba2 timbul niatnya.

Hakekatnya ia memelihara Hui Giok bukan tiada maksud tertentu, sekalipun ada juga sedikit rasa kasihannya, tapi yang lebih banyak adalah dia bisa memperoleh seseorang pembantu yang diperas tenaganya tanpa dibayar, jadi bukannya dia menerima anak muda itu dengan maksud baik yang murni. Maka ketika ingatan jahat terlintas dalam benaknya, ia melirik sekejap ke arah Sun kimpeng yang sedang kabur di depan itu, tangan kanannya terus membuang ke samping. Sedikit banyak Sun kimpeng pun dapat menerka maksud hati sang ayah, tapi mimpipun tak disangkanya ayah akan bertindak sekeji itu dan tak berperikemanusiaan terhadap pemuda cacat yang hidup sebatangkara.

Diantara derap kaki kuda yang ramai ia mendengar ada benda berat jatuh di belakang, cepat ia berpaling untuk mengetahui apa yang terjadi tapi saat itulah suatu pukulan kembali menghajar pantat kudanya. Karena pukulan yang cukup keras itu, kuda yang masih kesakitan akibat pukulan pertama tadi itu segera meringkik panjang dan membedal semakin cepat lagi. Walau begitu Sun kimpeng masih sempat melirik sekejap ke belakang, sekilas ia lihat bayangan Hui Giok telah lenyap dari pangkuan ayahnya. Bagaimana perasaannya ketika itu sulit dilukiskan. Kedua ekor kuda itu masih membedal dengan cepatnya, seakan2 tidak merasakan kepedihan hati nona itu, seolah2 tidak kenal kasihan, larinya malah bertambah kencang. Jalan raya yang lurus ke depan itu agak menikung ujungnya hanya sekejap kedua ekor kuda itu sudah lenyap dibalik tikungan sana.

Matahari seperti hari2 biasa menyinari pepohonan, menyoroti jalan raya dan wajah Hui Giok yang terkapar di tepi jalan. Setelah didorong dari atas kuda oleh Sun Pin tadi kepalanya menumbuk batu yang berserakan dijalan, ia terguling beberapa kali dan akhirnya semaput di tepi jalan di atas rerumputan. Sekarang ia telah sadar kembali, cahaya sang surya menyilaukan matanya, ia berkedip dan dikucak matanya dengan tangannya ia merasa lemas ruas tulang empat anggota badannya seperti terlepas semua, sedikit saja bergerak terasa sakit bukan alang kepalang. Dia menggeser kepalanya dengan menahan rasa sakit, menghindari sinar matahari yang menyilaukan sesaat itu benaknya terasa kosong, apapun tak bisa terpikir olehnya, apapun tak ingin dipikir olehnya.

Sejak ia mulai tahu urusan sampai detik ini, yang dialaminya hampir boleh dibilang hanya kemalangan, tapi semua itu tidak menjadikan dia membenci langit dan bumi, juga tidak benci kepada orang lain, ia hanya benci pada dirinya sendiri. Ia benci ketidak becusan sendiri, mengapa pekerjaan yang dapat dilakukan orang lain tak dia lakukan? Ia menyesal pada kebodohan sendiri terhadap penghinaan, siksaan dan ketidak-adilan yang dilontarkan orang lain atas dirinya, ia menerima dan merasakannya dengan pasrah nasib, ia hanya berharap pada suatu ketika akan mengalami perubahan, agar orang lain lebih menghargai dirinya.

Dendam? Benci kata semacam itu tak pernah ada dalam kamus dirinya, boleh dibilang ia merasa asing dan tak mengerti apa artinya ia sudah merasa puas bila orang lain jangan menganiaya dirinya lagi, sedang ia sendiri tak pernah berpikir akan merecoki orang lain, apalagi menganiaya dan menghina mereka. Meskipun penderitaan telah dialaminya cukup lama, sekalipun berulang kali ia mengalami peristiwa yang tragis, iapun mulai kenal kelicikan serta kebusukan hati manusia, namun ia sendiri masih mencintai manusia ia masih berharap orang lain dapat pula menyayangi dirinya. Tentang peristiwa Sun lotia, Hui Giok bukan orang bodoh, tentu saja ia tahu sebabnya kakek itu tega melemparinya ke tepi jalan hanya dikarenakan kedua jilid kita itu, dia bukan anak dungu kini mungkin dia lebih memahami watak manusia daripada orang lain.

Namun Hui Giok tak ingin mengingat peristiwa itu, dia hanya akan mengingat selalu kebaikan orang terhadap dirinya, dia Cuma mau mengingat Sun Lotia bersedia memeliharanya membawa dia pergi mengembara dan mencari pengalaman dan memberi pula kehangatan dan kehormatan hidup terutama sepasang mata yang jeli itu. Tidak terbatas sampai di situ saja rasa terima kasihnya, dia malah bersyukur kakek itu hanya melemparkan dirinya ke tepi jalan, bukan membinasakannya sekaligus, sebab ia mengerti, andaikata orang itu berniat membunuhnya ini bisa dilakukan dengan gampang, dan mungkin pada saat ia sudah menggeletak tak bernyawa lagi. Tapi kenyataan berbaring dengan tenangnya di atas rumput di tepi jalan, sekalipun ada beberapa ekor kuda lewat disampingnya ia tak mendengar apa2.



Waktu itu merasakan suatu ketenangan hidup yang luar biasa, ia merasa dirinya seakan2 sudah tidak berada di alam semesta ini, meski langit dan bumi amat luas, ia merasa seperti hidup sendirian tak seorangpun yang menggubrisnya. Itulah rasa kesepian yang luar biasa, tapi ia masih bersyukur kepada Tuhan dia masih memberi sepasang mata kepadanya agar dia dapat menyaksikan alam semesta yang serba indah ini, karena sampai detik ini, dia masih mencintai nyawanya, dia masih sayang pada kehidupannya. Bagi seorang manusia yang pemberani dan tawakal dalam kehidupan selamanya memang indah. Seekor cacing menongolkan kepalanya dari tanah sambil berliuk2 keluarlah seluruh badannya tiba2 seekor cacing merayap ke atas cacing tersebut dan berhenti di situ.

Diam2 Hui Giok tersenyum, ia tahu asal cacing membalikkan badannya, semut itu niscaya akan terlempar jatuh atau akan tertindih di bawahnya. Menyaksikan adegan itu tanpa terasa anak muda itu bertanya pada diri sendiri: "Sebenarnya cacing itu tidak mau membalikkan atau tak membalikkan badannya, atau mungkin badannya sudah sedemikian kakunya sehingga sama sekali tak dirasakan adanya semut itu?" sebelum pertanyaan itu memperoleh jawaban cacing itu kembali menyurut masuk ke dalam tanah sedang semut tadi tertinggal di atas permukaan tanah, tapi pada saat itulah tiba2 muncul sebuah telapak kaki yang besar menginjak semut itu. Sepatu itu terbuat dari kain. Jubah orang itu terbuat berwarna keperakan tanpa berpaling Hui Giok tahu milik siapakah kaki itu. Walaupun ia sudah tahu siapakah orang itu tapi tetap tak tahan rasa ingin tahunya, dia berpaling memandang ke atas kaki ke badan dan wajahnya. Orang itu masih berwajah angkuh, dingin dan tampan seperti dulu, saat itu matanya yang tajam sedang menatap Hui Giok juga.

Orang itu bungkukkan badan dan menarik bangun Hui Giok sekalipun Hui Giok kesakitan luar biasa oleh tarikan itu, dan seakan2 badannya mau retak semua tapi Hui Giok tetap menggertak giginya dan bertahan sekuatnya. Dia tak mau kelihatan lemah, senyuman orang sinis itu menggugah semangat jantannya, ia lebih suka tersiksa daripada harus menerima penghinaan, ia tak mau orang lain menganggapnya sebagai pemuda yang tak berguna. Ia coba berpaling pula, kali ini tak perlu menengadah lagi karena orang itu persis berdiri di depannya karena iapun sudah berdiri, sekarang biarpun martil menghantam kepalanya, anak muda itu takkan roboh lagi. Dengan tajam laki2 itu mengamatinya dari atas sampai bawah kaki, Hui Giok membusungkan dada tiada rasa takut sedikitpun sebab ia merasa tiada yang perlu ditakuti lagi.

Sebelum Hui giok berpikir lebih jauh tiba2 sikutnya dipegang orang itu, anak muda itu merasa tubuhnya seolah2 jadi ringan, begitu orang itu putar badan, serta merta iapun ikut berputar. Ketika orang itu melangkah ke depan dan berjalan di tengah raya, Hui Giok merasa badannya melayang diikutinya ke mana orang itu pergi, seakan2 tubuhnya menempel di tubuh orang itu, ia seperti tak bertenaga lagi dan tak dapat mengendalikan diri. Dia tak tahu laki2 itu akan membawanya kemana lebih tak tahu apa yang hendak dilakukan orang itu terhadap dirinya, namun ia tak takut meskipun dia cinta kehidupan tapi iapun tidak takut menghadapi kematian. Dalam keadaan yang bagaimana buruknya, ia hanya merasa terhina merasa malu, tapi belum pernah merasa takut. Ia tak tahu apakah manusia sebahagia dirinya ini?

Satu hal cukup yakin pada dirinya sendiri, ia tak pernah putus asa, baik sewaktu berada di loteng kecil yang sempit dan gelap, sewaktu menghadapi si gemuk sewaktu dikerubut kaum berandalan di kota, ketika menghadapi maut ditangan paman Leng, di kamar penginapan, ia tak pernah putus asa terhadap masa depannya tak pernah mengeluh pada kesengsaraan dan kejelekan nasibnya.

Meskipun pengalamannya itu sangat tragis, tapi tidak membuatnya putus asa dan kecewa malahan mengobarkan keberaniannya untuk hidup. Demikian pula keadaan sekarang, seperti yang sudah2 ia tetap menerima penderitaannya yang sebentar lagi mungkin akan menimpa dirinya, ia akan meronta dan berjuang dengan segala keberaniannya untuk menghadapi semua itu. Banyak kereta dan orang yang berlalu lintas di jalan itu, sebab jalan ini memang jalan lintas antar kota perdagangan, ketika orang berjumpa dengan Hui Giok dan laki2 berjubah perak itu, semuanya berpaling dan memperhatikan sekejap. Memang jarang ada orang yang berjubah keperakan begitu, apalagi raut mukanya yang luar biasa, pantas kalau menarik perhatian orang. Akhirnya mereka tiba di jalan persimpangan tiga, Hui Giok berbelok ke jalan sebelah kanan mengikuti laki2 itu, ia tak tahu akan sampai dimanakah dengan melalui jalan tersebut.

Baru beberapa langkah mereka berjalan, tiba2 laki2 itu menghentikan perjalanannya dan kembali ke tempat semula, lalu berhenti tepat di persimpangan tiga tadi. Hui Giok keheranan sayang ia tak dapat bertanya, hanya sempat melirik sekejap ke bawah orang itu. Seperti biasa mukanya tetap dingin, kaku dan sinis. "Mungkinkah dia tak punya perasaan......" Hui Giok bertanya kepada diri sendiri. "Ai, betapa senangnya bila ku tiru dia, bila aku tidak memikirkan persoalan apapun, bukankah semua kemurungan dan kekesalan akan lenyap dengan sendirinya."

Betapapun Hui Giok memang masih muda, ia tak tahu, justru semakin dingin air muka seseorang semakin banyak kemurungan serta kekesalan yang terpendam di dalam hati.

Laki2 berbaju perak itu tak pernah memperhatikan Hui Giok, ia berdiri dengan memandang ke angkasa entah apa yang dipikirkan dalam keadaan begini Hui Giok hanya bisa menirukan sikap orang, ikut menengadah dan memandang langit yang biru, awan putih yang bergerak terhembus angin....." Udara yang cerah dan nyaman...." Pikiran Hui giok ikut melayang2, melayang pada orang2 yang pernah dikenalnya, pada masa mudanya, masa muda yang seharusnya paling indah tapi Hui Giok.....

" Liong hu, Wi Yang.......Liong hui......." Teriakan nyaring berkumandang dari kejauhan. Itulah suara teriakan pembuka jalan rombongan pengawal barang, bila Hui giok dapat mendengar dia akan segera mengenali suara si peneriak itu, jago persilatan dari golongan hitam maupun putih juga akan segera mengetahui siapa gerangan yang berteriak itu. Memang benar, sebab rombongan itu sangat tersohor dalam dunia persilatan dewasa ini itulah rombongan pengawal barang dari Hui liong piaukiok. Sedang sesaat kemudian, debu mengepul dari jalan sebelah kiri, muncul seekor kuda bagus, setiba di persimpangan jalan si penunggang kuda itu menarik tali kudanya, sambil meringkik panjang kuda itu berdiri menegak, lalu putar badan dan kabur kembali ke arah semula.



Setelah peneriak jalan itu, kemudian muncul dua ekor kuda gagah perkasa si penunggang kudanya sekilas pandang orang akan tahu bahwa mereka adalah Piautau pemimpin yang memimpin rombongan tersebut. Air muka laki2 berbaju perak itu sama sekali tak berubah, ditunggunya sampai kedua ekor kuda itu tiba di depannya baru melangkah ke depan dan menghadang di tengah jalan. Kiranya tadi dia mendengar suara teriakan itu maka dia sengaja balik ke persimpangan jalan itu dan menunggu tibanya rombongan tersebut, tujuannya tak lain hanya meminjam kuda dari rombongan tersebut. Hal ini disebabkan ia sedang membawa Hui Giok menunggang kuda akan lebih leluasa daripada berlarian sambil menghimpit tubuh seseorang.

Kemunculan secara mendadak itu sangat mengejutkan kedua orang piausu tadi, air muka mereka berubah hebat, maklumlah, biasanya kecuali kaum perampok atau orang yang sengaja mencari perkara, jarang ada yang berani menghadang jalan lewat rombongan besar tadi. Sementara kedua orang piausu itu merasa kaget, laki2 berbaju perak itu mengerling mereka dengan sinar mata sedingin es, kemudian menegur " Tolong pinjamkan kedua ekor kuda itu kepadaku satu bulan kemudian kuda itu pasti akan kukembalikan ke kantor perusahaan kalian, tidak perlu kuatir." Dengan penuh perhatian kedua orang piausu itu mengamati lawannya, tatkala secara tiba2 dilihatnya Hui Giok berada disitu, kedua orang itu terkesiap.

Hui Giok juga sudah melihat kedua piausu tersebut, diam2 ia mengeluh di hati. Sejak kabur dari Hui Liong piaukiok ia tak ingin berjumpa lagi dengan orang2 dari perusahaan itu, terutama berada dalam keadaan yang mengenaskan seperti sekarang. Kedua piausu ini cukup dikenal oleh anak muda itu, sebab ia tak lain adalah orang2 kepercayaan Liong hen pat ciang Tham beng dalam perusahaan Hui liong piaukiok, terutama salah satu diantaranya yang bernama Koay be sin to (Golok sakti kuda cepat) Kiong cing yang dia adalah anak buah Tham beng yang paling disayang mereka dapat keluar masuk dengan bebas dirumah Tham Beng, tentu mereka kenal baik dengan Hui Giok.

Hui Giok minggat dari kompleks perusahaan liong heng pat ciang Tham Beng pernah marah2 karena peristiwa ini kedua itu jadi kaget karena melihat Hui giok di sini karena hal ini mereka tidak memperhatikan perkataan si sastrawan jubah perak tadi. Koay be sin to Kion cing yang saling pandang sekejap dengan Pat kwa ciang (pukulan pat kwa) Liu Hui, kemudian piausu she Kiong itu melompat dari kudanya, sambil terbahak2 dihampirinya anak muda itu, tegurnya dengan lantang " " Hui Lote, kenapa kau muncul di tempat ini? Tahukah kau betapa kesal dan paniknya Tham cong piautau karena kepergianmu? Hui lote leibh baik kaupulang saja, dunia persilatan terlampau bahaya bagimu, kalau sampai tertipu orang jahat, bisa berabe kau!"

Hui Giok tundukkan kepalanya rendah2 andaikata siku kirinya tidak dicengkeram laki23 berbaju perak itu hingga badan sama sekali tak dapat berkutik, mungkin sejak tadi ia sudah mengeluyur pergi sejauh2nya. Kini dia Cuma tertunduk sambil memandang sepatunya yang telah berlubang, sepatu itu membuat ia merasa malu dan serba salah. Laki2 berbaju perak itu mengerut dahinya, dia bersama melompat lebih beberapa depa dan menghadang Koay be sin tong. "Kau dengar tidak apa yang kukatakan!" jawab dia dengan tak sabar. Koay be sintong hanya merasa pandangannya kabur tahu orang telah berada di depan hidungnya. Ia terkejut namun sebagai jago kawakan perasaan tersebut dikendalikannya ia balas menatap laki2 itu kemudian dengan terbahak2 sahutnya sambil menjura " Sobat ini tentulah teman Hui Lote kami ini ya? Saudara kami ini masih terlampau muda dan tak tahu urusan, terima kasih banyak atas kesediaanmu utnuk memperhatikannya, bila kejadian ini kami laporkan kepada Tham Cong piautau kami niscaya dia akan bersyukur dan membalas budi kebaikanmu"

Ia lantas berpaling serunya lagi dengan lantang " Liu heng coba suruh kirim sebuah kereta kemari, kita harus mengirim kembali Hui lote pulang." Air muka laki2 berbaju perak itu semakin dingin dan menatap Koay be sin to tanpa berkedip. Kiong cing yang merasa sorot mata orang lebih tajam daripada pisau, ia berdehem lalu katanya " Aku ini Koay be sin to Kiong cing yang, kebetulan barang yang kami kawal ini akan menuju ibukota, bila saudara berminat silahkan ikut bersama kami, bila.....hehehe....." dia tertawa menyambung " Bila engkau merasa kurang leluasa sedikit banyak masih dapat diberi ongkos jalan bagimu anggaplah sebagai balas jasa kami atas kebaikanmu jauh2 mengantar Hui Lote sampai ke sini."

Tiba2 senyum menghiasi wajah laki2 berbaju perak yang dingin itu, makin lama senyuman itu makin lebar, akhirnya dia terbahak2. Hati Kiong cing yang juga semakin mantap tadinya dia masih sangsi akan maksud kedatangan laki2 berjubah perak itu, tapi sekarang setelah orang tertawa terbahak2 demi mendengar soal pemberian ongkos, hatinya jadi lega, disangkanya orang itu hanya sebangsa manusia yang ingin mencari keuntungan belaka, rasa sangsi semula lantas tersapu bersih. Dia keluarkan sekeping uang perak seberat sepuluh tahil lebih, sambil disodorkan ke depan laki2 itu ia berkata " Karena lagi melakukan perjalanan jauh, tidak seberapa yang kubawa sebagai bekal, jumlah sekecil ini harap sobat suka terima sekedar membeli arak!" Nada ucapannya sekarang tidak seramah dan sesungkan tadi lagi, malahan agak kasar dan mengejek.

Laki2 berbaju perak itu berhenti tertawa, sambil alihkan sorot matanya ke tangan orang ia bertanya sambil tersenyum " Itu buat aku", " Ah, jumlah yang kecil, harap sobat jangan sungkan2" sahut Kiong cing yang sambil terbahak2 " Rasanya sudah cukup untuk bersantap sekenyang2nya dirumah makan Cui gwat lau yang ada di Sik keh ceng!" lalu ia berpaling ke arah Liu hui yang berada di belakang dan berseru lagi sambil tertawa " Liu heng santapan malam kita beberapa orang kemarin malam cuma menghabiskan lima tahil perak bukan?" sementara itu Hui giok sedang melirik si laki2 berbaju perak, belum pernah ia saksikan senyuman secerah ini menghiasi wajahnya yang dingin, diam2 ia sangat heran.

Di lain pihak Koay be sin to sudah tak sabar dirinya berkernyit, diam2 ia menggerutu " Sialan! Toaya hanya tak ingin menerbitkan gara2 ditengah jalan, kalau tidak, hmm, sekali tendang keluar kuning telurmu!" dengan tangan kanan tetap memegang siku Hui giok, laki2 berbaju perak itu ulurkan tangan kirinya ke depan dan berkata " Kalau ini untukku baiklah akan kuterima!" secepat kilat ia mencengkeram tangan Koay be sin to yang memegang uang perak itu, senyum manis masih menghiasi wajahnya tapi seketika jeritan kesakitan yang menyayatkan hati menggema di angkasa tahu2 tangan kanan Koay be sin to sebatas pergelangan tangan sudah terbetot putus oleh gerakan lawan yang cepat dan sama sekali tak terduga itu. Koay be sin to terhitung jago kawakan tapi setelah darah keluar dengan derasnya dari kutungan pergelangan tangan itu, kontan ia roboh dan tak sadarkan diri.



Menggigil sekujur badan Hui Giok menyaksikan adegan yang mengerikan itu, demikian pula dengan Pat kwa Ciang Liu Hui yang masih duduk di atas kudanya, pucat air mukanya saking ngerinya. "Sobat, apa yang kau lakukan?" bentaknya cepat ia turun dari kudanya dan memburu maju ke samping Kiong cing yang dan memayang tangannya. Setelah itu ia berpaling dan teriaknya lagi " Awas, siapkan senjata dan lindungi kereta barang!" senyuman masih tersungging di ujung bibir laki2 berbaju perak itu, kutungan tangan yang dibetotnya sampai kutung itu masih dipegangnya, darah berketes membasahi permukaan tanah.

"Aku tak ingin melongok pemberianmu yang sangat berharga itu" demikian ia berkata " Maka pemberian itu akan kuterima, mengenai uang perak ini.....hahaha, lebih baik untuk kau sendiri!" telapak tangannya bergerak ke depan, "Sreet" setitik cahaya perak meluncur ke sana tahu2 uang perak yang berada ditangan kutung itu menyambar ke depan piausu. Cepat dan keras sambaran uang perak itu dengan membawa suara desingan tajam. Pat kwa ciang Liu hu kaget, ia merasa sambaran tajam itu mengarah hidungnya, sebisanya ia berkelit, namun tak keburu lagi padahal hanya disambit dengan gerakan yang sederhana, ternyata tangannya jauh melebihi serangan panah yang dilepaskan dengan busur. Pecah rasanya nyali Liu hui, sukmanya serasa melayang ke awang2, ia menggigil karena tak ada harapan lagi untuk menyelamatkan diri.

Siapa tahu waktu cahaya perak itu sampai di depan hidungnya, mendadak benda itu jatuh ke tanah seakan2 ditarik orang ke bawah dan tepat jatuh di tubuh Koay be sin to Kiong cing-yang yang semaput itu. Titik cahaya perak itu tidak mengenai tubuh Pat kwa ciang Liu hui, akan tetapi peristiwa ini sungguh mengejutkan hatinya, hampir dua puluh tahun dia berkelana di dunia persilatan tak terhitung jago silat yang pernah dijumpainya tapi belum pernah ia ketemu jago yang bisa menyambit senjata rahasia selihay ini, bahkan mendengarnya belum pernah. Laki2 berbaju perak itu terbahak2 dia mengeluarkan selembar kertas minyak setelah membungkus kutungan lengan itu dengan hati2 lalu disimpannya ke dalam baju. Menyaksikan perbuatan lawan itu, hati Pat kwa ciang Liu hui tergerak, tiba2 teringat olehnya kan seseorang , seketika tangannya jadi lemas dia tak kuat lagi memayang tubuh rekannya yang semaput itu...Bluk, Kiong cing-yang yang bersandar pada bahunya itu roboh terkapar di tanah.

Sementara itu ada dua tiga anak buah Hui Liong piaukiok yang sudah mendekati tempat kejadian, mereka sudah melompat turun dari kudanya dan menghampiri Liu Hui, laki2 berbaju perak itu hanya memandang mereka dengan senyum dikulum bahkan senyumannya itu makin lama makin lebar. Melihat itu Pat kwa ciang Liu Hui semakin menggigil ketakutan. Hal ini membuat Hui Giok yang berdiri disamping jadi keheranan, belum pernah peristiwa ini ditemuinya selama ini, sebab ia tahu bukan saja Liong heng pat ciang Tham Beng terhitung seorang tokoh dunia persilatan, Piausu yang bergabung dalam perusahaan Hui Liong piaukiok juga orang kenamaan di dunia kang ouw. Tapi sekarang Pat kwa ciang Liu Hui telah unjuk rasa ketakutan, seakan2 takut jiwanya bakal dicabut oleh gerakan tangan laki2 berbaju perak tadi.

Laki2 berbaju perak itu tersenyum, tiba2 katanya " Setelah kuterima pemberian Kiong toa piautau tadi apakah sekarang kaupun hendak menyajikan sesuatu bagiku!" Hijau muka Pat Kwa ciang Liu Hui mendadak ia menghela napas panjang dan menyahut " Aku betul2 punya mata tapi tak bisa melihat, ternyata kehadiran Locianpwe tidak kami ketahui. Ai, hakikatnya kami tak menyangka kalau secara tiba2 saja locianpwe akan muncul di sini, sekarang setelah Wanpwe mengetahui siapa gerangan locianpwe ini tentu saja Wanpwe tak berani bertindak sembrono lagi, apa yang locianpwe katakan, pasti akan Wanpwe turut tanpa membantah!" mendengar perkataan itu tergelaklah laki2 berbaju perak itu, sementara beberapa anak buah Piaukiok yang hadir di situ berdiri melengong belum pernah mereka lihat Liu piautau mereka mengucapkan kata2 yang demikian merendah dan ketakutan.

"Kalau sudah kenal aku, akupun tak akan menyusahkanmu," kata laki2 berbaju perak itu, "meski begitu, hendak ku pinjam mulutmu untuk menyiarkan kata2ku ini ke seluruh dunia persilatan. Katakan bahwa jumlah seribu tangan yang ku kumpulkan sudah hampir penuh, tapi belum berarti sudah penuh seluruhnya hati2lah bagi sobat dunia persilatan yang tangannya berlepotan darah." Setelah berhenti sebentar, katanya lagi " Sekarang ingin ku pinjam dua ekor kuda kalian untuk sementara waktu! Sekembalinya dari sini beritahu kepada orang she Tham aku telah membawa pergi pemuda She Hui kalau dia ingin mengatakan sesuatu silakan berurusan langsung dengan aku. Dalam tiga bulan mendatang, aku akan selalu tinggal di perkampungan Cip sian san ceng di kota Peng an jika orang she Tham ingin kembali bocah ini dan kudanya, cari saja aku di perkampungan tersebut!"

Pat kwa ciang mengiakan berulang kali beberapa orang anggota piaukiok itupun termasuk jago kawakan dunia persilatan, setelah mendengar perkataan itu, merekapun tunduk kepala rendah2 sekarang mereka telah mengetahui bahwa orang berbaju perak itu tak lain adalah Jian jiu suseng yang termasyhur, selama ini orang di dunia persilatan tak berani membangkang atau membantah setiap ucapan Jian jiu suseng, mereka hanya merasa heran Jian Jiu suseng yang selamanya sukar diketahui jejaknya ini bersikap luar biasa ia telah memberitahu tempat tinggalnya secara terbuka. Tentu saja rasa heran itu hanya mereka pendam didalam hati, tak seorangpun berani bertanya, mereka kuatir nyawanya akan ikut melayang karena cerewet.

Pat kwa ciang Liu hui membisikkan sesuatu telinga seorang anak buahnya, orang itu segera berlalu dari situ, selang sejenak orang itu kembali dengan membawa dua ekor kuda dan diserahkan kepada Jian Jiu suseng. Jian jiu suseng tidak bicara lagi dia raih tali kendali kuda itu, segera Hui giok merasakan tubuhnya seakan2 melayang di awang2 sebelum tahu apa yang terjadi, tahu2 dia sudah duduk di atas pelana kuda. Sampai kini anak muda itu masih belum tahu siapa gerangan laki2 berbaju perak itu? Apa pula tujuannya membawa dia pergi? Tapi ada satu hal dapat ditebaknya olehnya, laki2 berbaju perak itu pasti mempunyai sangkut paut yang erat dengan kedua kitab pusaka tersebut. Dari tindak tanduk si laki2 berbaju perak yang dingin, keji dan tak kenal ampun, ia mulai menguatirkan keselamatan Sun kimpeng dan ayahnya diam2 dia berdoa semoga Sun kimpeng dan ayahnya tidak sampai tertangkap dan disiksa oleh orang ini, tak dapat dibayangkan bagaimana jadinya andaikata kedua orang itu sampai tertangkap.



Dengan pandangan yang dingin Jian jiu suseng menatap sekejap wajah Pat kwa ciang dan anak buahnya entah cara bagaimana, begitu enteng dan cepat gerakan tubuh orang itu, sampai Pat kwa ciang Liu hui juga tak sempat melihat jelas, tahu2 orang itu sudah berada di atas kudanya. Sesudah bayangan orang itu dan Hui giok lenyap di balik tikungan sana, Pat kwa ciang Liu hui baru menghembuskan napas lega, iapun memayang Kiong cing-yan yang terluka parah dan dimasukannya ke dalam sebuah kereta. Rombongan itu bergerak maju lagi, hanya sekarang teriakan si pembuka jalan itu tidak selantang dan senyaring tadi lagi. Menunggang kuda adalah pekerjaan yang menyiksa Hui giok dia memang dibesarkan oleh kaum piaukiok akan tetapi sampai sebesar ini tak sekalipun ia pernah naik kuda.

Dan kini , terpaksa ia mesti duduk diatas pelana kuda sambil menggertak gigi, kedua kakinya mengempit punggung kuda itu erat2 tapi karena kuda itu larinya cepat, ia merasa kakinya pedas dan sakit. Dimasa lalu setiap kali ia lihat orang lain menunggang kuda dalam hati kecilnya selalu timbul perasaan kagum, tapi sekarang ia merasakan sendiri bahwa hal ini bukanlah suatu pekerjaan yang patut dikagumi, bahkan ia merasa bukan dialah yang menunggang kuda melainkan kuda yang menunggang dia, sebab ia sama sekali tak dapat mengendalikan kuda itu, adalah kuda itulah yang mengendalikan dia. Sekalipun demikian, semua penderitaan itu hanya dipendamnya didalam hati, sampai sekarang laki2 berbaju perak itu tak pernah mengucapkan sepatah katapun, atau melakukan suatu gerakan tangan bahkan melirik sekejap ke arahnya tidak. Orang seakan2 telah menentukan nasib dan kehidupannya.

Kembali kedua ekor kuda itu menempuh perjalanan jauh, tiba jalan itu mulai menikung ke kanan Hui Giok merasa jalan itu mulai menikung ke kanan Hui giok merasa jalan itu kian lama kian bertambah lebar, tapi makin sedikit orang yang berlalu lalang. Setengah seperminuman the kemudian mereka tiba di depan hutan yang lebat, kini masih musim panas, sekujur tubuh Hui giok sudah basah oleh keringat, ia baru dapat menghembuskan napas lega setelah memasuki hutan ini. Dalam hutan itupun terbentang sebuah jalanan berbatu, baru setengah jalan dilalui, samar2 Hui giok melihat ada bayangan bangunan rumah dibalik pepohonan di sana.

Memang sudah banyak kejadian aneh yang dialami Hui giok semenjak dia kabur dari Hui liong piaukiok tapi diantara semua kejadian itu pengalaman sekarang inilah yang dirasakan paling aneh. Ia tak dapat menerka apa sebabnya laki2 berbaju perak itu bersikap demikian terhadapnya kalau dikatakan bermaksud jahat, rasanya orang itu tak perlu bersusah payah melakukan semua itu cukup sekali ayun tangannya, habislah riwayatnya. Tapi kalau dikatakan ia tak bermaksud jahat, tidaklah orang itu berbuat demikian atas dirinya. Banyak sudah kejadian tragis yang dialami anak muda ini, pada setiap kejadian ia tak berani berpikir pada bagian baiknya, sebab pada hakikatnya kejadian yang dialami serta tindak tanduk laki2 berbaju perak yang disaksikan tidak mengizinkan dirinya membayangkan hal2 yang baik saja. Sambil duduk di atas kuda, berbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, ia menghela napas lalu berpikir " Ai, orang ini pastilah bermaksud menanyai kitab pusaka tersebut maka aku dibawa kemari, tapi kedua jilid kitab itu sudah berada di tangan Sun lotia, aku sendiri tak tahu kemanakah ia berada saat ini?"

Setelah berada dalam hutan kuda itu berjalan makin pelan dan akhirnya berhenti laki2 berbaju perak itu melintangkan kudanya tepat di hadapan anak muda itu, dengan tatapan yang tajam dia awasi Hui giok sekali lagi, tiba2 ia menjulurkan tangan kanan ke bawah, dari balik baju jubahnya yang longgar segera muncul dua jilid kitab. Ketika Jian jiu suseng mengangsurkan kedua kitab itu ke depannya, seketika Hui giok merasa peredaran darah dalam tubuhnya seolah2 berhenti. Kedua jilid kitab yang berada ditangan Jian jiu suseng tak lain adalah kedua kitab kumal miliknya yang telah dirampas oleh Sun lotia itu, sampul kitab itu berwarna hitam dan sudah hapal rasanya Hui giok dengan bentuk kitab tersebut, tak perlu mengamatinya lebih teliti ia lantas tahu bahwa kitab itu adalah miliknya.

Kepalanya seketika terasa pening. Bahwa kedua jilid kitab itu tiba2 bisa muncul ditangan laki2 berbaju perak ini dapat ditarik kesimpulan bahwa nasib Sun lotia berdua tentu lebih banyak celakanya daripada selamatnya, orang ini amat keji, tak mungkin Sun lotia dibiarkan pergi dengan begitu saja. Terbayang olehnya sepasang mata Sun kimpeng yang jeli, sinar mata yang bening dan penuh kehangatan seakan2 muncul dari delapan penjuru dan bersama2 mengalir ke lubuk hatinya, tubuhnya seperti melayang di udara, pikirannya seperti terhenti. Dalam sekejap itu langit terasa berubah warna. Sampul kitab pusaka yang berwarna hitam itu seperti penuh berlepotan darah, darah itu berasal dari tubuh mereka yang pernah menyayangi Hui Giok, bedanya mungkin sekarang mereka tidak menyayangi Hui Giok lagi, sedang anak muda itu tetap menyayangi mereka.

Hakikatnya sudah terlampau banyak penderitaan yang dialami anak muda itu, demikian banyaknya hingga cukup mengubah rasa kasih sayangnya menjadi suatu sikap yang dingin, tapi kenyataannya telah disebabkan ia lebih cerdik daripada orang lain atau lebih bodoh, penderitaan yang dialaminya ini bukan saja tidak mengurangi keberaniannya untuk menentang hidup, juga tidak mendinginkan kehangatan jiwanya, sekalipun orang lain bersikap dingin dan kejam padanya, tapi dia tetap menyayangi mereka. Sekarang ia duduk di atas kuda, dia harus menjaga keseimbangan sendiri agar tidak terlempar jatuh dari kudanya. Tiba2 angin menghembus, mengibarkan ujung baju Jian jiu suseng dan menyingkap pula halaman kedua kitab yang dipegangnya. Pandangan Hui giok dari kedua jilid kitab yang telah banyak mendatangkan bencana baginya itu beralih ke atas tubuh laki2 baju perak yang angkuh itu, ia lihat wajah Jian jiu suseng yang dingin dan kaku itu kini menampilkan senyuman yang hangat.



"Kehangatan" adalah sesuatu yang sangat didambakan oleh Hui giok, cepat ia menengadah dengan beraninya ia menatap wajah laki2 berbaju perak yang kaku itu, ketika sinar mata mereka saling bertemu, Hui giok merasakan bahwa di balik tatapan yang dingin itu ternyata masih mengandung kehangatan serta perasaan sebagai manusia umumnya, Cuma ia tak dapat menerangkan makna apa yang terkandung didalam perasaan itu. Betapa besar keinginan Hui giok untuk mendengar sesuatu, mengutarakan sesuatu, karena banyak persoalan yang memenuhi benaknya saat ini,k ia sangat berharap akan segera memperoleh jawaban dan penjelasan. Maka sesudah termenung sebentar, ia menuding kedua jilid kitab itu, hanya sayang tak dapat membuat kode tangan untuk melukiskan maksud hatinya itu, ia tak tahu gerakan tangan macam apakah yang harus dilakukan agar orang itu bisa memahami apa kehendaknya.

Selagi anak muda itu kebingungan sendiri saat itulah mendadak segulungan angin tajam menyambit lewat kanan jalanan itu, sret, kedua jilid kitab yang berada di tangan Jian jiu suseng itu tiba2 terembus jatuh ke tanah, bukan begitu saja Hui giok yang duduk di atas pelananya ikut berguncang keras, ia tak dapat menguasai diri dan Bluk, iapun terjatuh dari atas kuda. Bersama dengan robohnya Hui giok, sesosok bayangan manusia dengan cepat menyusup keluar dari hutan sebelah kiri dan melayang ke depan kuda itu, kedua jilid kitab yang baru terjatuh ke bawah disambarnya lalu dengan melewati bawah perut kuda bayangan itu menyusup kembali ke dalam hutan sebelah kanan. Sungguh sukar untuk melukiskan betapa cepat beberapa kejadian itu yang hampir berlangsung bersamaan waktunya, sejak munculnya hembusan angin kencang, jatuhnya kitab, jatuhnya Hui giok serta munculnya bayangan manusia.

Sementara Hui giok merasakan bayangan itu baru berkelebat lantas hilang lagi, tapi hanya tertawa dingin saja Jian Jiu suseng mendadak iapun berkelebat ke muka, secepat anak panah ia menerobos masuk ke dalam hutan. Mata Hui giok cukup tajam, namun ia tak sempat mengikuti semua kejadian itu sekaligus, dia meronta bangun dan coba memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu, namun tiada seorangpun yang kelihatan pepohonan bergoyang terhembus angin bangunan megah dibalik kerimbunan pohon sana masih berdiri dengan angkernya, hanya manusianya yang telah berubah hanya peristiwanya yang, meski sama sekali tidak mempengaruhi alam di sekelilingnya.

Sambil meraba pantatnya yang sakit, pikiran anak muda itu menjadi bimbang, ia tak tahu mengapa timbul peristiwa ini dan untuk apakah kejadian itu, sekalipun berbagai kejadian itu mempengaruhi hidupnya bahkan sangat merugikan dirinya, namun ia hanya bisa menerimanya dengan membungkam sebab kecuali berbuat demikian dia tak tahu apa yang harus dilakukannya.

Macam2 tanda tanya memenuhi benaknya, seperti tertindih batu besar yang menyesakkan napas. Dia masih ingat ketika masih kecil ayahnya pernah berkata begini kepadanya "Orang yang pintar takkan mengenang masa lalu, terlalu mengharapkan masa mendatang, tapi melalaikan masa sekarang." Kini meski ia tak pernah mengenang masa lalu sebab memang tiada kejadian yang pantas dikenang, tak pernah mengharapkan apa2 pada masa mendatang, tapi sekarang bukankah saat inipun keadaannya hampa belaka dan tak punya apa2. pemuda itu menghela napas ia merangkak naik ke atas kudanya dengan pikiran kosong, ia berjanji pada diri sendiri, asal ada satu tujuan yang ia kejar maka ia akan berjuang dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk mencapai tujuan tersebut.

Sekalipun harus menderita, harus mengalami banyak percobaan dia tak akan mengerutkan dahi. Membalas dendam bagi ayahnya? Soal ini memang terukir dalam2 di lubuk hatinya, tapi sudah terlampau jauh untuk dipikir lagi sebab ia tahu membunuh ayahnya telah tewas di tang Tiong ciu it kiam sekalipun begitu pengalamannya yang selalu dihina, dicemoohkan dan dianiaya kini telah berubah menjadi suatu beban pikiran yang maha berat. Terhadap cita2nya sendiri senyuman Tham bun ki serta kerlingan Sun kimpeng semuanya itu menjadi beban yang harus dipikulnya dan terasa semakin berat. Tapi semuanya itu rasanya tak bisa diharapkan, memangnya apa yang dapat ia lakukan untuk semuanya itu? Kecuali kepercayaan terhadap nasibnya sendiri, pemuda yang sebatang kara ini tidak memiliki apa2 tidak mempunyai kepandaian apa2.

Kuda itu berjalan perlahan keluar dari hutan ia sendiripun tak tahu kemana akan pergi? Setelah mengikuti jalan itu, akhirnya ia muncul lagi di persimpangan tiga tadi, dengan termangu2 ditatapnya kedua arah jalan yang belum ditempuhnya tadi akhirnya sambil menggigit bibir ia memilih arah jalan yang lurus ke depan. Tapi kuda itu mendadak tak mau turut perintah kuda tersebut justru bersikeras membelok arah yang lain menghadapi kejadian begini Hui giok jadi gemas, tali kendali kuda ditariknya kencang dipaksanya kuda itu melalui jalan pilihannya.

Akan tetapi kuda itu meringkik panjang kedua kaki depan tiba2 diangkat ke atas sehingga Hui giok jatuh terperosot ke bawah, kemudian kabur sekencang2nya. Mendongkol hati pemuda itu, ia sambit kuda itu dengan batu, tapi kuda itu sudah kabur jauh batunya hanya berhasil menimpuk gumpalan debu yang mengepul. Sambil menepuk badannya yang berdebu, pemuda itu putar badan berjalan menuju ke arah pilihannya sendiri, untuk pertama kalinya ia menentukan kehendaknya sendiri sekalipun yang dihadapinya seekor kuda.

Sang surya telah terbenam di balik pegunungan di sebelah barat senjapun tiba. Ditengah remang2 cuaca Hui giok berjalan seorang diri, lapar dan penat membuat langkahnya sangat berat bagaikan dibebani benda ribuan kati sekalipun demikian ia sama sekali tidak menyesal karena tidak menunggang kuda itu, sama halnya seperti dia tidak pernah menyesal telah minggat dari Hui liong piaukiok yang menjamin makan dan pakaian serba cukup.

Bayangan kota sudah nampak Hui giok percepat langkahnya setiba di pintu kota ia lihat kota tersebut tertulis kota Tin kang, ini dapat diketahui dari papan nama yang tertera di dinding benteng, dengan langkah lebar ia masuk ke dalam kota itu. Hari mulai gelap, meskipun ia berjalan sambil membusungkan dada, padahal perut yang sangat lapar membuat matanya berkunang2 tiba2 ia lihat sebuah dompet jatuh dari saku seorang laki2 yang berjalan di depannya, cepat ia memburu maju dan memungut dompet itu dan mengejar ke depan serta mengembalikan dompet tersebut kepada pemiliknya.

Bukannya terima kasih tiba2 orang itu melotot, dompet itu dirampas dengan secara kasar, setelah mengomel terus berlalu dengan begitu saja. Hui giok melongo, ia tak tahu mengapa sekasar itu sikap laki2 tadi sekalipun demikian ia merasa bersyukur dan gembira, bagaimanapun juga ia telah membantu orang lain, dan merasakan kenikmatan bantuan yang dapat diberikan, tentang sikap orang itu terhadap dirinya ia tak perduli.

Begitu jujurnya pemuda itu ia sama sekali tidak berpikir seandainya dompet tadi ia bukan dikembalikan kepada pemiliknya tapi langsung masuk ke saku sendiri, paling sedikit dia takkan kelaparan dan menderita. Setelah melintasi beberapa jalan, akhirnya pemuda itu duduk meringkuk di suatu sudut jalanan yang gelap, entah terlalu penat atau saking laparnya yang pasti sebentar saja ia sudah tertidur dengan nyenyaknya. Waktu ia mendusin hari telah terang suara hiruk pikuk berkumandang di sekitar tempat itu, meski ia tak mendengar, tapi ia dapat melihat banyak orang berkerumun di seputar jalan, rupanya malam tadi ia tertidur di dekat sebuah penjual sayur, penjual kain dan aneka macam lainnya berdatangan ke situ dan mendirikan tenda2 mereka untuk berjualan.

Hui giok mengucek2 matanya sambil memperhatikan sekitar tempat itu, mendadak ia lihat seorang pemuda berusia sebaya dengan dirinya dengan memakai baju yang compang camping sedang duduk di suatu tanah lapang kecil di depan sana. Waktu itu anak muda tersebut sedang mengeluarkan batu bata dari dalam karungnya dengan sangat hati2, batu bata itu ditaruh di atas tanah dengan rapi hingga berbentuk sebuah tungku, hitam pekat batu-batu itu karena terlalu sering dibakar dengan api, sekalipun demikian anak muda itu mengeluarkan dengan seksama dan hati2 seakan2 takut kalau terbentur keras hingga rusak atau pecah.

Hui giok merasa heran, ditatapnya anak muda itu dengan terbelalak kebetulan anak muda itupun berpaling dan memandang padanya, malahan sekulum senyuman menghiasi bibirnya, ketika sinar mata saling bertemu Hui giok segera berkesan bahwa itu amat simpatik, sekalipun bajunya compang camping tapi matanya bersinar terang, memberi kesan kepada siapapun bahwa dia bukan orang licik.

Hui giok merangkak bangun dan duduk ia semakin memperhatikan tindak tanduk orang itu. Setelah tungku selesai dibuat, orang itu mengeluarkan pula ranting kering dari karung goninya lalu menyulut api ke dalam tungku yang dibuatnya itu. Selang sesaat kemudian api sudah berkobar dia keluarkan pula sebuah kuali besar dan ditumpangkan di atas tungku itu, lalu mengambil air dan air dituang ke dalam kuali. Tindak tanduk yang serba aneh ini cepat menarik banyak perhatian orang bukan saja Hui giok dibikin tercengang bahkan nenek, nyonya yang sedang berbelanja serta sekawanan laki2 yang suka mencampuri urusan orang sama ikut berhenti dan mengerubungi tempat itu, semua orang ingin tahu permainan apakah yang hendak dilakukan pemuda itu, sebaliknya pemuda itu sedikitpun tidak menaruh perhatian kepada orang lain, seakan2 di sana hanya dia seorang melulu.

Setelah menghela napas panjang, pelahan dia keluarkan sebuah bungkusan kecil kain biru dari sakunya, Hui giok berbangkit dan menghampiri orang itu, iapun ingin tahu apa yang hendak dilakukan pemuda itu. Dengan sangat hati2 bungkusan kain biru itu dibukanya selembar demi selembar akhirnya kelihatan bendanya, tersebut adalah sebuah gelang tangan yang terbuat dari tembaga. Orang mulai berbisik2 semua orang sama menebak perbuatan apakah yang selanjutnya yang akan dilakukan pemuda itu, demikian pula dengan Hui giok saking ingin tahunya dia jadi lupa pada perutnya yang kelaparan, dengan tak berkedip diawasinya gelang tembaga tadi. Mula2 pemuda itu menyentil beberapa kali gelang tembaganya, setelah di amati beberapa kejap, pelan2 gelang itu dimasukkan ke dalam kuali yang berisi air tadi, selama melakukan tindak tanduknya yang serba aneh ini tak sekejappun anak muda itu memperhatikan orang yang mengerumuninya. Akhirnya seorang nyonya gemuk yang tak tahan rasa ingin tahunya maju ke depan, tegurnya " He, anak muda sebenarnya apa yang sedang kau lakukan?"

" Memasak kuah" jawab pemuda itu dengan tak acuh seperti merasa pertanyaan orang agak berlebihan. "Apa? Memasak kuah?" seru nyonya gemuk dengan mata terbelalak, dikucek2nya mata sendiri dengan jari tangan yang gemuk, kemudian mengawasi pula kuali itu beberapa kali, sambungnya nada kaget bercampur keheranan, "Kau masak kuah dengan menggunakan gelang tembaga itu? "pemuda itu kembali mencibir seakan2 segera untuk memberi jawaban sesudah manggut pelahan matanya dipejamkan rapat2. karena kejadian tersebut orang yang berkerumun semakin heran, siapapun ingin tahu kuah apakah yang akan dihasilkan oleh gelang tembaga tersebut. Hui Giok sendiri, walaupun tak diketahuinya apa yang diucapkan orang itu namun rasa ingin tahunya juga bertambah besar, iapun merasa berat untuk meninggalkan tempat itu dengan begitu saja.

Tidak lama kemudian air dalam kuali telah mendidih, pemuda itu membuka matanya ditambah beberapa ranting kayu ke dalam tungku kemudian ia ambil sebuah sendok kuah dari kantungnya, setelah sendok digosokkan dengan bajunya, ia menyendok air kuali tadi dan dicicipinya seteguk kemudian sambil pejamkan mata ia menghela napas. "Ai, seandainya ada sedikit jahe dan bawang tentu akan lebih lezat rasanya ?" ia berguman "tapi ......kalau tak ada juga tak apalah?" Seorang nona cilik yang rambutnya dikepang dua, dengan tersipu2 maju ke muka dan mengeluarkan segenggam jahe dan bawang, tanpa mengucapkan sepatah katapun bumbu masak itu diletakkan di depan pemuda itu, lalu dengan muka merah jengah ia mundur kembali. Pemuda itu mengedipkan matanya, sekulum senyuman menghiasi bibirnya, ida ambil bumbu masak dan dimasukan ke dalam kuali.

Nyonya gemuk tadi ikut maju ke muka, dengan agak terbata2 ia berkata " Aku....aku kira...kuahmu akan lebih enak kalau diberi sayur sedikit?" sambil berkata ia mengambil seikat sawi hijau dan diangsurkan kepada pemuda itu, sikapnya takut2 seakan2 pemberiannya akan ditolak. Maka anak muda itu tidak menunjukkan rasa gembira malah seolah2 kurang senang karena pekerjaannya diganggu orang, sahutnya dengan acuh tak acuh " Boleh juga!" - pelahan dia terima sawi hijau itu dan dimasukan ke dalam kualinya dengan ogah2an.



Setelah sawi hijau orang yang ingin tahu secara beruntun mendermakan pula bumbu mereka bahkan ada yang memberikan telur ayam, hati babi dan lain sebagainya. Sedangkan pemuda sendiri tidak minta juga tidak menolak, dengan ogah2an ia masukkan semua barang pemberian itu semua barang itu ke dalam kuali. Tak lama kemudian, bau sedap mulai mengepul keluar dari dalam kuali tersebut. Mencium bau sedap itu, orang yang ingin tahu telah terpenuhi rasa ingin tahunya sambil menghela napas kagum.

"Ai, betapa sedap bau ini tahukah kau bau ini berasal dari kuah gelang tembaga?" dengan hati yang puas satu persatupun mereka meninggalkan tempat itu. Hanya Hui giok saja yang masih berada di situ, ia tertawa, sebab itu dia telah memahami sesuatu yaitu : bilamana kau sengaja memohon sesuatu, belum tentu kau akan memperolehnya sebaliknya bila kau tidak memohonnya malahan menolak, paling sedikit pura2 bersikap begitu maka benda yang sebenarnya kau dambakan itu akan disodorkan ke tanganmu.

Pada dasarnya Hui giok adalah pemuda cerdik, banyak persoalan yang dapat dipecahkannya hanya ia segan untuk memahaminya. Pemuda tadipun tertawa, mereka saling berpandangan dengan tertawa suatu perasaan simpatik semacam hubungan batin segera saling kontak dimasing2 hati mereka, perasaan semacam itu baru dialami Hui Giok untuk pertama kalinya semenjak dilahirkan di dunia ini. Pemuda itu menggapai Hui giok lalu berkata sambil tertawa.

"Maukah kau mencicipi kuah gelang tembagaku ini? Tanggung lebih sedap daripada kuah ayam" tentu saja Hui giok tidak mendengar apa yang dikatakan orang, dengan perasaan bingung dan menggeleng ditudingnya telinga dan mulut sendiri saat itulah suatu perasaan aneh kembali timbul. Ia merasa semua rahasia hatinya boleh diutarakan kepada pemuda ini, ia tak perlu mengutarakan dengan perasaan malu, habis itu ia pun tak perlu merasa tak aman.

Pemuda tadi tampak melengong, rupanya ia sedang merasa heran apa sebabnya pemuda yang berada di depannya ini adalah seorang cacat bisu dan tuli ditatapnya Hui giok tajam2 menarik tangannya mendekati kuali yang menyiarkan bau sedap itu, ia menuding mulut sendiri lalu menuding mulut Hui giok akhirnya menuding kuali itu dan tertawa.

Baru pertama kali Hui giok berjumpa dengan pemuda itu, tapi mempunyai kesan yang baik terhadapnya, malahan merasa amat terharu ketika melihat sikap pemuda itu terhadapnya bukan sikap yang memandang rendah, bukan sikap menjadi belas kasihan tapi sikap seseorang yang ingin bersahabat dengan setulus hati maka ia ikut tersenyum dan mengangguk. Pemuda itu tampak kegirangan, seketika mukanya berseri, dia menarik tangan Hui giok untuk diajaknya duduk disitu. Tak terduga Hui giok malah menggeleng kepalanya ia tuding orang2 yang berkerumun itu disekitar pasar itu, lalu geleng kepalanya lagi.

Sebagai orang cerdik, pemuda itu segera memahami maksud Hui giok ia tertawa nyaring lalu serunya " Hahaha, rupanya saudara tak suka suasana ramai disini...." Baru separoh dia berkata, mendadak teringat olehnya bahwa orang bisu dan tuli serta membungkam kembali sambil menatap Hui giok. Sekali lagi mata mereka bertemu, Hui Giok dapat menangkap bahwa dibalik sorot mata orang seakan2 terpancar perasaan menyesal, seolah2 takut ucapnya tadi akan menusuk perasaannya seketika darah panas dalam rongga dadanya bergelora, ia pegang tangan pemuda itu kencang2. selama hidup Hui giok selalu berada dalam penderitaan, apa yang diterimanya selama ini kalau bukan penghinaan tentulah cemoohan sekalipun ada beberapa orang diantaranya baik kepadanya namun sikap mereka itu tak lebih hanya terdorong oleh perasaan kasihan saja.

Tidaklah heran ketika melihat sikap persahabatan yang tulus dari pemuda itu ia jadi sangat terharu, apalagi Hui giok memang pemuda yang perasa, asal orang lain sedikit baik saja kepadanya sekalipun harus membalas dengan kematiannya juga dia tak menyesal. Begitulah mereka saling berjabat tangan dengan erat, saking terharunya air mata Hui giok bercucuran. Pemuda terhitung seorang yang berwatak aneh, sejak bertemu Hui giok tadi suatu kesan baik lantas muncul dihatinya sekarang setelah saling pandang dan menggenggam tangan walaupun baru berjumpa untuk pertama kalinya dan tak sepatah katapun diucapkan tapi timbul perasaan gembira seakan2 sahabat lama yang sudah bertahun tak berjumpa dan kini bertemu kembali.

Entah berapa lama kedua orang itu berdiri saling pandang, tiba2 pemuda itu tersenyum, ia lepaskan tangan Hui giok lalu menepuk bahunya kemudian setelah menyimpan kembali semua barangnya ke dalam karung dengan tangan kiri mengangkat karung tangan kanan membawa kuali mereka berlalu dengan langkah lebar. Istimewa sekali cara pemuda ini membawa kuali berisi kuah itu, ia hanya menjepitnya dengan ibu jari, jari tengah serta jari telunjuk terus meninggalkan pasar malahan beberapa batu batapun itupun tak diambil lagi.

Banyak orang berlalu lalang di sekitar pasar itu, para penjual sayur, buah2an, daging dan lain sebagainya yang sejak tadi memang merasa heran terhadap pemuda berpakaian compang camping itu kini menyaksikan betapa ia menjepit kuali penuh kuah panas itu hanya dengan tiga jari saja semua orang jadi tercengang mereka tak tahu orang macam apakah pemuda itu. Hui giok juga kaget, meski rendah ilmu silatnya, tapi sudah terbiasa baginya bergaul dengan jago2 persilatan sejak kecil. Dari kemampuan anak muda itu menjepit kuali hanya dengan jari tangannya, sadarlah Hui giok bahwa rekannya ini berilmu tinggi. Seringkali ia dengar orang berkata bahwa banyak jago lihay yang hidup bersembunyi di tengah masyarakat biasa, sekarang ia telah membuktikan sendiri, pemuda yang tampaknya masih muda, sebaya dengan usianya, ternyata memiliki kungfu yang hebat.

Berpikir sampai di situ, tanpa terasa ia teringat akan keadaan sendiri, diam2 ia membenci akan ketidak-becusan dirinya. Tiba2 dilihatnya pemuda itu menghentikan langkahnya sambil tersenyum sinar matanya penuh rasa persahabatan tanpa terasa ia pun tersenyum lalu mengikut kesana dengan langkah lebar. Sepanjang jalan banyak orang memandang mereka dengan sorot mata heran, tapi pemuda itu tidak menggubrisnya, ia membawa Hui giok melintasi jalan besar, Hui giok tak tahu kemana akan pergi, tak lama mereka sudah berada di pinggiran kota. Pemuda itu tidak berhenti kembali kendati sudah jauh meninggalkan kota, hawa panas yang mengepul keluar dari kuali itu kian tipis, tampaknya sebentar lagi akan jadi dingin.

Hidung pemuda itu mencium beberapa kali dengan alis berkerut ia tersenyum ke arah Hui giok lalu berjalan sesaat akhirnya berhenti di atas suatu gundukan tanah, setelah meletakkan kuali dan barangnya, ia rentangkan tangannya sambil berputar dan tertawa terbahak2. Hui giok memandang sekeliling tempat itu, tidak ditemuinya sesosok bayangan manusiapun diantara pepohonan yang hijau seta naha ladang yang hening iut, iapun tertawa dan lenyaplah bagian besar rasa jengkelnya. Kuali diletakkan di atas batu, pemuda itu memindahkan pula dua potong batu besar untuk tempat duduknya dan Hui giok sebuah sendok besar dan sebuah sendok kecil dikeluarkan. Sendok besar diberikannya kepada Hui giok ia menggunakan sendok kecil untuk mengambil kuah dalam kuali dan meminumnya.



Baru dua sendok pemuda itu dahar, tiba2 ditaruh kembali sendoknya, dari dalam karung diambilnya sebuah holo (buli) besar, setelah meneguk dua cegukan, ia serahkan holo itu kepada Hui giok. Sejak dilahirkan belum pernah Hui giok minum arak meski setetespun, agak tertegun ia menerima holo itu. Ketika dilihatnya pemuda itu sedang memandangnya dengan tersenyum, tanpa ragu2 lagi holo itu diambil dan meneguknya satu tegukan.

Tidak terasa pedas ketika arak itu mengalir ke dalam kerongkongannya tapi setelah mengalir masuk ke perut dirasakan hawa panas yang segera menyebar ke sekujur badannya dalam waktu singkat seluruh badan terasa nyaman dan segar. Meski Hui giok belum pernah minum arak selama masih berada dalam perusahaan Hui liong piaukiok seringkali ia mendengar orang membicarakan tentang perbedaannya antara arak kwalitas baik dan jelek, mereka bilang hanya arak baik yang segera dapat dirasakan kenyamanannya begitu arak masuk ke dalam perut.

Berpikir sampai di sini hatinya kembali tergelak diam2 dia geli entaj dengan cara bagaimanakah arak ini diperoleh anak muda ini? Nyata dia tidak tahu arak itu adalah arak bagus, bahkan arak berkualitas paling tinggi. Selama hidup baru pertama kali ini Hui giok minum arak, sekalipun ia telah merasakan sedapnya arak yang diminumnya, toh takarannya minimum arak terbatas, tak lama kemudian ia sudah mabuk ia merasa benaknya kosong dan enteng, ingin terbang rasanya.

Dilihatnya pemuda itu memegang Holo arak ditangan kiri, sendok ditangan kanan diketuk2kan pada kuali matanya mencorong memandang ke atas tampaknya sedang bersenandung dengan suara lantang. Hui giok tak mendengar suara senandung orang tapi dari mimik wajahnya yang berubah2 dari matanya yang berkaca2 serta air muka yang penuh kesedihan dapat dirasakan olehnya pemuda itu penuh dengan kesedihan. Tiba2 pemuda itu buang Holo itu, arak wani segera tercecer dimana2 tapi ia tidak peduli dipegangnya tangan Hui giok erat dan menangis tersedu2, semua ini membuat Hui giok tercengang persoalan apakah yang sedang dihadapi anak muda ini? Mengapa sedemikian sedih ia menangis?

Ia lantas teringat akan dirinya bukankah ia sendiripun masih muda, bukankah iapun memiliki banyak persoalan yang menyedihkan, seketika pelbagai kenangan lama terlintas kembali dalam benaknya, tak tahan lagi ia pun menangis tersedu sedan. Walaupun tangisan kedua orang itu yang satu bersuara dan yang lain tidak, namun keduanya sama sedihnya.

Tiba2 pemuda itu mendorong tubuh Hui giok lalu diambilnya sepotong batu dan digoreskan pada tanah sehingga tertulis " mengapa begitu banyak persoalan yang menyedihkan hatimu?" Hui giok tertegun, justru pertanyaan ini hendak ditanyakan, tapi perasaannya ketika itu memang tersumbat, ia sangat berharap dapat menumpahkan ganjelan hatinya itu kepada seseorang, maka diambilnya batu itu dan dibeberkannya dengan tertulis kejadian yang dialaminya selama ini diatas tanah.

Setelah menulis ia menghapus tulisan itu dan menulis lagi, entah sudah berapa lama ia membeberkan asal usulnya sehingga tanah yang dipakai untuk menulispun jadi gembur dan harus pindah ke tempat lain, ia menulis terus sampai tangannya pegal, ia beristirahat sebentar tapi rasa sedihnya sukar dibendung, ia menangis lagi. Pemuda itupun membaca sambil menangis dijemputnya kembali Hiolo arak yang dibuangnya tadi lalu bersama Hui giok menghabiskan sisa arak yang masih tertinggal itu.

Semula anak muda itu menangisi nasibnya sendiri, tapi sekarang dia ikut menangisi nasib Hui giok yang jelek, akhirnya arakpun habis, air matanya kering sang surya sudah bergeser ke tengah cakrawala malah sudah condong ke barat. Tiba Hui giok bangkit berdiri, dibuangnya jauh2 batu yang digenggamnya itu, perasaannya sekarang terasa lebih lega, sebab setelah sekian tahun akhirnya ia berhasil menemukan seorang untuk membeberkan segenap kedukaannya.

Sesudah semua kemurungan dan kekesalan terlampiaskan ia merasa pikirannya jadi kosong persoalan apapun tak terpikirkan lagi olehnya, malahan perasaan ingin terbang kembali timbul lagi untuk pertama kalinya ia merasakan arak adalah suatu benda yang aneh untuk pertama kalinya pula ia merasakan menangis adalah suatu kejadian yang aneh. Senja sudah hampir tiba angin yang berhembus membawa udara yang dingin tapi hati kedua pemuda itu masih tetap hangat, rasanya tak ada persoalan apapun di dunia ini yang dapat mendinginkan pergolakan darah yang mengalir dalam tubuh mereka.

Ketika menuruni bukit kecil itu, matahari telah lenyap sama sekali di balik gunung. Cahaya senja menghiasi langit barat dengan indahnya, meski suasananya tak banyak berbeda, dengan masa lalu tapi perasaan Hui giok sekarang sudah jauh berbeda sekarang ia sudah mempunyai sobat karib ia tak merasa kesepian lagi sekalipun sampai detik itu belum diketahui olehnya nama pemuda itu.

Pemuda itu memanggul karungnya tangan lain merangkul bahu Hui giok, karena banyak menegak arak langkah mereka agak sempoyongan tapi berjalan cepat, Hui giok merasa seakan2 ada orang mendorong punggungnya tanpa terasa langkahnya jadi cepat. Ia tahu tenaga tersebut terpancar dari tangan pemuda yang merangkul bahunya itu diam2 ia semakin kagum terhadap kebolehan kungfu orang itu. Dua orang berjalan tanpa arah dan tujuan, entah berapa lama mereka sudah berjalan suasana disekitar tempat itu, makin lama makin sepi, sekarang sudah tak nampak tanah ladang lagi yang ada cuma semak belukar dimanakah mereka harus beristirahat malam nanti.

Waktu menengadah dan memandang ke depan diantara remang2 cuaca tiba2 dilihatnya bayangan sebuah bangunan muncul dibalik pepohonan dalam keadaan masih mabuk ia tak tahu bangunan apakah itu, iapun tak perduli apakah pemilik gedung itu bersedia menerima kedua pemuda dekil semacam mereka untuk menginap di rumahnya ia menarik baju pemuda itu dan menuju gedung tersebut dengan langkah lebar.



Betapa girangnya Hui giok setelah tiba di sana, ternyata pintu gerbang itu terpentang lebar. Orang lain pasti keheranan bila menemukan sebuah gedung di tempat terpencil dengan pintu terpentang lebar, tapi kedua pemuda ini yang tujuh bagian masih terpengaruh oleh arak, mereka tak perduli tetek bengek itu, langsung mereka masuk ke dalam bangunan itu, mereka melongok ke dalam tertampaklah bangunan tersebut sangat besar dan megah Cuma tak nampak setitik cahayapun.

Siang hari pada musim panas lebih panjang daripada malam hari meski sudah petang tapi remang2 masih dapat terlihat keadaan di dalam rumah. Mereka masuk ke ruang tengah, sarang laba2 tampak menghiasi setiap sudut ruangan, meja kursi sama rusak ternyata bangunan yang megah ini hanyalah bangunan kosong yang sudah tak berpenghuni lagi.

Pemuda itu terbahak2 ia taruh karungnya di atas meja, mendadak meja itu patah dan ambruk. Hui giok tertawa menyaksikan adegan tersebut pikirnya "Pantas saja ambruk, karungmu segede gajah entah beberapa ratus macam barang yang kau simpan di situ!" sambil membatin, ia berjalan ke samping dan duduk di atas kursi yang ada di sana.

"Krak!' baru saja pantatnya menempel kursi itu, tiba kursi itupun patah dan ambruk. Hui giok kehilangan keseimbangan badan tanpa ampun iapun jatuh terduduk di lantai. Terbahak2 pemuda itu, dia memburu maju, maksudnya akan membangunkan Hui giok siapa tahu kakinya melangkah ke depan, telapak kakinya terasa terjeblos ke dalam sebuah lubang yang cukup dalam ia terkejut dan tundukkan kepalanya untuk memeriksa apa yang terlihat membuat hati anak muda itu terkesiap.

Cahaya remang2 dari luar masih dapat menerangi tempat ini, tertampaklah tujuh delapan bekas telapak kaki yang mendekuk di lantai sedalam hampir tiga inci rupanya kaki pemuda itu nyaris menginjak ke dalam bekas telapak kaki itu. Heran Hui giok ketika mendadak ia melihat senyuman yang semula menghiasi wajah pemuda itu lenyap dan sedang memandangi permukaan lantai dengan melengong karena heran ia menghampiri rekannya, namun apa yang kemudian terlihat membuat dia terkejut. Perlu diterangkan bahwa gedung ini bangunan kuno yang sangat kukuh dan kuat, permukaan lantai raung iut terbuat dari plesteran semen yang tebal dan kuat akan tetapi bekas telapak kaki itu sanggup tertera sedalam tiga inci, itu menandakan orang yang melakukan perbuatan tersebut memiliki tenaga dalam yang benar2 luar biasa.

Dengan kepala tertunduk pemuda itu termenung beberapa saat lamanya kemdian dihampirinya kursi yang ambruk diduduki hui giok tadi ketika tangannya menyentuh kursi tersebut, tahu2 kursi kayu mrah yang kelihatannya kukuh itu hancur lumat menjadi bubuk berkerutlah alisnya menyaksikan kejadian itu, tangannya segera mengebut ke depan sisa kursi kayu merah itu seketika hancur tanpa bentuk lagi. Meski usianya masih muda, pengalamannya di dunia persilatan cukup luas, ia tahu kursi kayu merah itu bukan lapuk dimakan rayap atau lantaran terlampau lama usianya, dengan tatapan tajam ia coba memeriksa keadaan di seputar sana, betul juga di depan kursi tadi ditemuinya lagi dua pasang bekas telapak kaki yang juga mendekuk ke dalam lantai. Dia mundur beberapa langkah, bekas2 telapak kaki itu kembali ditelitinya, terbukti bahwa beberapa bekas telapak kaki itu membentuk satu lingkaran di depan bekas telapak kaki yang ditemui terakhirnya.

Diam2 dia membatin " Jelas bekas telapak kaki yang ditinggalkan oleh jago lihay yang mengadu tenaga dalam tempat ini, bahkan ada tiga atau empat orang yang turun tangan bersama2 untuk mengerubuti orang yang duduk di kursi itu" selagi ia termenung tiba2 Hui giok menepuk badannya dan menuding ke arah bekas telapak kaki yang tertera di lantai itu ia memberi sesuatu tanda lalu geleng2 kepala seperti orang keheranan.

Mula2 pemuda itu merasa bingung tapi dengan cepat ia dapat memahami, dia tahu kode tangan Hui giok menunjukkan angka tujuh sinar matanya segera dialihkan ke permukaan lantai, betul juga, selain kedua bekas telapak kaki yang ditemuinya di depan kursi itu, hanya tujuh telapak kaki lagi yang ditemukan, pada sisi telapak kaki yang paling kanan ia temukan juga sebuah lubang. Dengan berkerut kening ia termenung lagi berapa saat lalu diambilnya karung besar itu setelah mencari sejenak akhirnya pemuda itu mengeluarkan sebatang lilin dan sebuah korek api, setelah lilin dipasang, meski sinarnya Cuma kelip2 tapi cukuplah memberi penerangan.

Dengan memegang lilin ia mulai memeriksa isi ruangan itu dengan seksama, tiba2 dia berseru kaget, dengan cepat ia memburu ke kaki dinding tepat dibelakang kursi merah yang hancur tadi, Hui giok ikut menengok tertampaklah tujuh titik cahaya tajam tertera nyata di atas dinding itu, lambang itu teratur rapi, itulah lambang Pak to jit seng (bintang tujuh). Lilin didekatkan ke dinding ketika diamati dengan lebih seksama lagi, terlihatlah tujuh batang paku baja menancap dalam2 di dinding tersebut di bawah cahaya lilin.

Hui giok merasa muka orang berubah pucat dengan dahi berkerut sedang merenungkan masalah itu. Meski Hui giok juga merasa heran akan cahaya bintang serta bekas telapak kaki itu tapi kemudian ia merasa persoalan ini sebetulnya tiada hubungan apa2 dengannya, buat apa dia buang tenaga dan pikiran untuk mengurusnya.

Ia tersenyum lalu berjalan mengitari ruangan itu tiba2 ia tertarik oleh sebuah lukisan yang tergantung di sudut ruangan ia merasa lukisan itu tidak serasi diruangan demikian ini. Ia merasa heran dilihatnya pemuda itu masih memandang kerlip bintang di dinding itu dengan terkesima, iapun tidak menyapanya lagi dihampirinya lukisan yang tergantung di sudut ruangan tersebut. Cahaya lilin sangat lemah namun ia masih dapat melihat lukisan itu dengan jelas, lukisan yang menggambarkan sebuah tebing terjal dengan jurang yang tampak dalam sekali, begitu dalamnya jurang itu hingga tak tampak dasarnya seorang buat dengan membawa tongkat berdiri di tepi tebing, sementara seorang pelajar berjubah panjang duduk bersandar pohon sambil meniup seruling. Tampaknya si buta itu asyik mendengarkan irama seruling sehingga lupa bahwa jalan di depannya telah putus, tampaknya bila ia maju selangkah lagi pasti akan terjerumus ke dalam jurang yang tak terkira dalamnya.

Lukisan itu sangat indah dan hidup, sampai mimik wajah si buta terlukis nyata, diantara langit yang biru, bunga yang indah, si buta berdiri seperti orang mabuk seakan2 ia tak mengira kalau selangkah lagi ke depan dia akan terjatuh ke dalam jurang dan mati dengan mengerikan. Makin lihat Hui giok merasa makin tak tega kejam amat pelukis ini, mengapa ia menggambarkan seorang buta dalam keadaan begini.

Hui giok seorang pemuda berhati lembut, ia tak tega melihat penderitaan orang meskipun itu hanya sebuah lukisan hatinya jadi sedih, diam2 dia merasa gemas mengapa ia tak dapat lari ke dalam lukisan itu dan menarik si buta agar tidak terjerumus ke dalam jurang. Sambil menghela napas ia berpaling ke arah lain, ia tak tega melihat lebih lama lagi. Tiba2 sorot matanya menemukan sesuatu, itulah sebuah meja kecil di sudut sana, di atas meja ada tempat tinta yang belum kering.

Dengan girang ia tak perduli lagi siapa gerangan pemilik gedung itu dan mengapa ada tinta di situ, dengan cepat diraihnya tinta dan sebatang pit dihampirinya lukisan tadi dan dilukisnya seorang lagi di belakang si buta.

Dipihak lain, pemuda tadi sedang bergumam setelah termenung sebentar "Pak-to-jit-seng-ciam, tujuh jarum bintang mungkinkah Pak-to-jit-sat telah muncul di tempat ini? Lalu siapakah yang duduk di kursi itu?"

Dia berpaling, ketika dilihatnya Hui Giok sedang melukis sesuatu di sudut ruangan itu. ia melengak, dengan langkah lebar ia menghampiri Hui Giok.

Hui Giok masih melukis dengan penuh perhatian, ia sedang melukis seorang pemuda berjubah panjang dan sedang mengulurkan tangan hendak mencengkeram bahu si buta.

Meski Hui Giok tak pernah belajar melukis tapi ia memang bocah yang berbakat, lukisannya cukup hidup, bahkan raut wajah pemuda yang dilukisnya itu rada mirip wajahnya sendiri.

Melihat itu, pemuda tadi tertawa geli, sedangkan Hui Giok sendiri sedang memandang ke kiri-kanan dengan tersenyum pula agaknya ia merasa puas dengan hasil karyanya itu. akhirnya dia melukis pula sebilah pedang yang tergantung di punggung pemuda itu, lalu pit di buangnya dan menghela napas panjang.

Sampai saat itu Hui Giok masih berdiri di depan, sama sekali tak tahu kalau rekannya telah berdiri di sampingnya,

Baru saja Hui Giok membuang pit ke lantai, tiba2 di atas atap rumah berkumandang suara suitan nyaring memekak telinga, suara itu tinggi melengking menggema angkasa.

Dengan terkejut pemuda tadi mundur tiga langkah ke belakang sambil menengadah, namun atap bangunan itu penuh debu dan sarang laba-laba, tak sesosok bayanganpun yang tampak.

Cepat ia taruh lilin di lantai, ia rentangkan, kedua tangannya dan siap melayang ke atas untuk memeriksa keadaan di situ.

Tapi sebelum ia bergerak, gelak tertawa nyaring tadi kembali berkumandang dari luar, suara itu seakan-akan muncul dan tempat yang jauh, tapi sejenak saja pemuda itu merasa pandangannya jadi kabur, tahu2 di depan pintu telah bertambah sesosok bayangan manusia.

Di bawah sinar lilin dan cahaya bintang di luar, tertampak orang itu berperawakan tinggi besar dia mengenakan jubah berwarna biru, tangan yang satu menggoyang-goyangkan kipasnya dan tangan yang lain mengelus jenggot. pelahan dia berjalan masuk ke dalam ruangan, sorot matanya yang tajam menyapu pandang sekeliling ruangan.

"Cepat amat gerakan orang ini," demikian pikir pemuda itu.

Ketika ia menengadah, dilihatnya orang itu sedang mengawasinya, lalu tertawa lagi dengan nyaringnya.

Gelak tertawanya yang nyaring itu membuat telinga pemuda itu mendengung, kembali ia terkejut "Hebat benar tenaga dalam orang ini.

Hanya Hui Giok yang tidak terpengaruh oleh suara gelak tertawa itu dia masih tetap memperhatikan lukisan tadi dengan seksama, ia sama sekali tidak mendengar suara tertawa itu, iapun tidak tahu kemunculan orang itu, dalam hati ia sedang berpikir "Betapa senangnya jika setiap orang yang mengalami kesulitan di dunia ini dapat kutolong"

Diam2 ia menyesal tidak dapat menjadi pemuda berpedang yang baru dilukisnya itu, dengan pedang di tangan ia dapat malang melintang di dunia persilatan dan menolong kaum lemah dan kesulitannya.

Pelahan kakek yang berperawakan tinggi besar itu masuk ke dalam ruangan, sambil tertawa nyaring tiba-tiba ia berkata "Aku Cian Hui, bolehkah kutahu siapa nama Anda"

Pemuda tadi tertegun dan kaget "Dia inikah yang terkenal sebagai Sin-jiu (si tangan sakti) Cian Hui?" pikirnya.

Waktu ia pandang ke sana, Cian Hui telah berhenti tertawa, tanpa berkedip orang sedang mengawasi Hui Giok, sama sekali tak menghiraukan dia lagi, bahkan seakan-akan ia tidak membutuhkan jawabannya lagi atas pertanyaan yang diajukan tadi

Sambil meng-goyang2 kipasnya kembali Cian Hui bergelak tertawa, dia menghampiri Hui Giok dan berkata: "Haha, kiranya Anda! Bagus, tadinya kukira sobatmu itulah orangnya "

Bicara sampai di sini, dia alihkan pandangannya ke arah lukisan, kemudian manggut-manggut, ucapannya sangat nyaring, sayang Hui Giok tidak mendengar apa-apa, dia masih berdiri tak bergerak di tempat semula.

Pemuda rekannya itu memburu ke sana dan menghadang di depan Hui Giok, maksudnya hendak melindunginya, karena gerak tubuhnya yang cepat itu, angin yang diterbitkannya membuat padam lilin yang tertaruh di lantai.

Ruangan itu menjadi gelap, waktu ia menyulut kembali lilin itu, tahu-tahu empat sosok bayangan orang sudah berada di depan pintu, ke empat orang itu sama bertampang aneh, tapi rata-rata bermata tajam.

Hui Giok tersentak sadar dan lamunannya, ia berpaling dilihatnya empat orang yang muncul itu satu diantaranya berperawakan jangkung, bermuka kurus, bermata setajam elang, berhidung bengkok dan bertampang keji, tangannya sedang meraba gagang pedang yang tergantung di pinggangnya.

Orang kedua bertampang sama jeleknya seperti orang pertama, cuma usianya lebih muda dan tidak membawa pedang.

Di samping kedua orang itu adalah seorang laki-laki pendek kurus, sebuah kantung kulit macam tutul terikat di pinggangnya, kantung itu besar sekali dan hampir setinggi separuh badannya, tampangnya kaku sehingga bentuknya yang kelihatan lucu itu jadi tidak menggelikan lagi.

Terakhir pandangan Hui Giok ke arah laki-laki yang berada di ujung kanan, hatinya tergerak, pikirnya "Pantas cuma tujuh bekas telapak kaki yang tercetak di lantai, jelas ke empat orang inilah yang meninggalkan bekas telapak kaki itu"

Kiranya orang terakhir ini adalah seorang laki-laki buntung sebelah kakinya, dia memakai tongkat besi sebagai penopang, meski pincang ia dapat berjalan dengan mantap.

Empat orang dengan delapan sorot mata tajam sama tertuju ke arah Hui Giok, waktu anak muda ini berpaling ia lihat seorang kakek tinggi besar sedang mengawasi dan samping.

Hui Giok terkejut, ia tak tahu apa sebabnya orang-orang itu mengawasinya, makin lama ke empat orang itu makin mendekatinya akhirnya mereka semua berhenti di depannya, lalu sama-sama melirik lukisan yang tergantung di dinding itu.

Hui Giok tidak kenal ke empat orang itu, tapi pemuda rekannya kenal dua orang diantaranya, ia lantas menghadang di depan Hui Giok, sambil tertawa terbahak ia berkata "Hahaha, kukira siapa yang datang, tak tahunya adalah kalian berdua, selamat berjumpa! Selamat bertemu!"



Kedua laki-laki jangkung itu berkerut kening, tampaknya mereka segan untuk berjumpa dengan pemuda itu, tapi akhirnya mereka tertawa juga.

"Hahaha, rupanya Go-siauhiap juga berada di sini, sungguh kebetulan sekali, tak nyana Go siauhiap juga mengunjungi wilayah Kang-lam sini!" Demikian seru mereka.

Laki-laki kecil kurus tadi maju ke depan, setelah mengamati pemuda itu sejenak. Tiba-tiba ia mendengus:

"O jadi kau inilah Jit-giau-tongcu (bocah sakti tujuh keahlian) Go Beng si yang tersohor sejak lima tahun yang lalu? Sudah lama kudengar nama besarmu dan berharap akan bisa bertemu, tak tersangka dapat berjumpa di sini"

Meskipun ucapan itu tertuju kepada pemuda yang bernama "Go Beng-si", namun matanya memandang langit-langit ruangan sedang tangannya yang lain meraba kantung kulit macan tutulnya, sikapnya sangat menghina, sikap yang memandang rendah pada lawan bicaranya.

Pemuda berbaju compang-camping itu memang Jit-giau tongcu Go Beng-si, seorang bocah ajaib yang jarang ditemui di dunia persilatan dalam berapa ratus tahun terakhir ini, ia muncul dalam dunia persilatan pada umur dua belas tahun, ketika berusia lima belas tahun namanya sudah tersohor ke mana-mana, berbicara tentang kecerdikan serta kepintaran maka di dunia persilatan tak seorang pun dapat menandingi Jit giau tongcu ini, hanya saja sampai saat ini Hui Giok tak tahu kalau sobat kentalnya ini sebenarnya adalah seorang jago kenamaan di dunia persilatan.

Dengan dahi berkerut Go Beng-si menatap laki-laki kurus kecil itu kemudian berkata dengan dingin. "Terima kasih terima kasih, aku memang Go beng-si adanya tolong tanya..."

Sebelum ucapan itu selesai, laki-laki jangkung yang berada di sampingnya menyela sambil tertawa saudara inilah Jit-giau-tui-hun (tujuh keahlian pengejar sukma) Na Hui-hong. Orang Kangouw menyebut kalian sebagai Lam-pak siang giau (sepasang manusia lihay dari utara selatan), Maka hahaha, kalian perlu berhubungan dengan lebih akrab"

Na Hui-hong mendengus Hm, sebetulnya kata Jit giau hanya pantas bagi orang macam Go siauhiap saja sedang aku, tak berani kugunakan sebutan itu"

"Hahaha, kalau memang begitu apa salahnya kalau kau ganti nama lain saja?" tukas Go Beng si sambil terbahak-bahak.

Semua orang melengak, demikian pula dengan Na Hui hong. air mukanya berubah hebat.

Go Beng-si sendiri masih berdiri dengan senyum di kulum, namun diam-diam ia sudah siap sedia menghadapi segala kemungkinan ia menyadari perkataannya barusan telah melanggar pantangan umat persilatan, Na Hui hong pasti tak akan menyudahi persoalan tersebut dengan begitu saja setelah mendengar ucapannya tadi.

Siapa tahu keadaannya ternyata di luar dugaan, Na Hui hong tidak banyak gusar, dia memandang sekejap ke arah Hui Giok yang berdiri di belakangnya.

Tentu saja Go Beng-si heran pikirnya: Masakah dia juga seorang jago persilatan yang berilmu tinggi? Kalau tidak, mengapa Jit-giau-tin-hun tampak jeri terhadapnya?"

Ia coba berpaling ke arah si tangan sakti Cian Hui, dilihatnya kakek tinggi besar itupun sedang mengawasi Hui Giok tanpa berkedip? Seolah-olah perhatian mereka hanya tertuju padanya.

Sementara Go Beng-si masih tercengang, Si Cian Hui telah berkata kepada laki-laki jangkung: "Mo-heng. tentunya kau masih ingat janji kita tempo hari bukan?"

Laki-laki jangkung itu berpaling ke arah Na Hui-Hong sedang Na Hui hong lantas memandang si pincang yang berada di sampingnya, mereka mengangguk bersama, mendadak mereka maju ke depan dan memberi hormat kepada Hui Giok.

Sin-jiu Cian Hui terbahak-bahak, iapun ikut maju ke depan Hui Giok, sambil memberi hormat serunya lantang "Aku Cian Hui - Kemudian ia menuding kedua orang laki-laki jangkung itu. "Kedua orang ini adalah dua bersaudara Mo dari Pak-to jit-sat, ia menuding pula laki-laki pincang itu dan memperkenalkan "Dan dia inilah Kim-keh (ayam emas)."

Akhirnya sambil menuding Na Hui-Hong ia menambahkan "Dan ini Jit-giau-tui-hun. tentunya engkau sudah tahu namanya."

Habis itu ditatapnya Hui Giok tajam-tajam, tanyanya " Dan sekarang bolehkah kutahu siapa namamu?"

Melenggong Go Beng-si melihat jago-jago golongan hitam yang tersohor di dunia persilatan itu sama menaruh hormat terhadap Hui Giok. sekalipun ia sendiri tersohor karena kecerdikannya, ia jadi kebingungan juga oleh sikap orang-orang itu sebaliknya Hui Giok sendiri sejak awal sampai akhir memang tidak mendengar apa yang mereka ucapkan tentu saja ia cuma berdiri melongo dan bingung.

Sin-jiu Cian Hui berkerut kening setelah pertanyaannya tidak memperoleh tanggapan, ia lantas menegur: "Saudara, mengapa kau..."

"Dia adalah sobat karibku Hui Giok!" Go Beng-si segera menyela sambil tertawa, "Bila Cian-tayhiap ada urusan sesuatu, katakan saja padaku."

Jit-giau tui-hun Na Hui-hong mengerutkan dahi, tiba-tiba ia membentak keras nyaring sekali suaranya bagaikan bunyi guntur telinga Go Beng-si sampai mendengung.

Namun Hui Giok tetap tak bergerak di tempatnya, seakan-akan tidak mendengar apa-apa.

Menyaksikan itu, Na Hui-hong berkata sambil tertawa dingin "Hehehe, rupanya sobat karibmu itu adalah seorang tuli. Cian-tayhiap, tampaknya janji kita tempo hari harus dibatalkan?"

Nada ucapannya itu amat bangga dan senang, hal ini membuat Go Beng-si jadi tertegun:

"Siapa yang bilang dibatalkan?" jengek Cian Hui

ia maju ke depan, dihampirinya Hui Giok, setelah diamatinya dengan seksama, mendadak iapun membentak keras, suaranya jauh lebih keras dari bentakan Na Hui-hong tadi, seketika itu juga Go Beng-si merasakan sekujur badannya bergetar keras, beruntun ia mundur tiga langkah ke belakang, air muka Na Hui hong, Siang It-ti Mo Lam dan Mo Pak juga berubah hebat, cuma Hui Giok saja yang masih tetap berdiri dengan melongo, hakikatnya dia memang tidak mendengar apapun.

Ia sedang keheranan karena tak tahu permainan apakah yang sedang dilakukan orang-orang itu, ia pun tak tahu mengapa mereka memberi hormat kepadanya, diam-diam ia menyesal dan benci pada diri sendiri, karena tak dapat mendengar perkataan orang lain, sinar matanya lantas beralih ke arah si anak muda, maksudnya mohon bantuannya untuk memberi keterangan.

Tapi Gi Beng-si sendiri juga berdiri termangu seperti orang kebingungan seakan-akan ia sendiripun tak habis mengerti atas kejadian yang berlangsung barusan ini.

Terdengar Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong tertawa dingin lalu berkata: "Hehehe, Cian-heng, tak ada gunanya kau membentak orang itu betul-betul orang tuli, masakah Cian-heng hendak menyerahkan tugas yang maha besar dan berat ini kepada seorang tuli?"



Laki-laki jangkung itu, Ji-sat (malaikat bengis ke dua) dari Pak-to-jit sat (tujuh bintang malaikat maut) yang bernama Mo Lam, ikut berbicara sambil meraba gagang pedangnya "Cian-heng, aku kira kau tidak perlu ngotot lagi, kita sama-sama orang persilatan dan golongan yang sama, ada persoalan boleh dirundingkan saja secara baik-baik,"

Berbicara sampai di sini ia berpaling ke arah rekannva dan menambahkan "Betul tidak Siang-heng?"

Si Ayarn Emas Siang It-ti menggetarkan tongkat besinya sahutnya dengan suara nyaring "Persoalan lain aku orang she Siang takkan peduli pokoknya aku tak sudi diperintah Cian Hui"

"Memangnya aku Cian Hui harus turut perintah pada manusia cacat macam kau?" kontan si Tangan Sakti Cian Hui berteriak dengan mendelik.

Siang it ti tak tahan, ia membentak, kaki tunggalnya menjejak permukaan tanah dan melayang ke depan dengan tongkat besi di ketiak kiri dia hantam batok kepala kakek tinggi besar itu dengan jurus Lok-pi hoa-gak (menggugurkan gunung Hoa).

Hebat sekali serangan itu, bayangan tongkat menyelimuti seluruh angkasa dan menyambar ke bawah dengan dahsyat, namun Sin-jiu Cian Hiu tetap berdiri tegak dengan tertawa dingin, ketika serangan tersebut hampir bersarang di batok kepalanya tiba-tiba cahaya hijau berkelebat dari samping dan membentur tongkat itu.

"Cring" tongkat besi itu tertangkis miring ke samping dan menyambar lewat di sisi tubuh Cian Hui.

Cahaya lilin terembus angin dan padam, suasana dalam gedung itu kembali menjadi gelap,

"Mo-heng, mau apa kau?" teriak Siang It-ti dengan gusar.

Mo Lam, si malaikat kedua dan Tujuh bintang tersenyum, ia masukkan kembali pedangnya ke sarungnya , lalu katanya "Saudara Siang, harap jangan marah-marah dulu. persoalan ini tak mungkin dapat diselesaikan dengan beradu kekerasan apa gunanya membuang tenaga secara percuma"

Hui Giok berjongkok dan memungut lilin itu. Go Beng-si mencari korek dan memasang lilin itu lagi, mereka saling pandang dengan tercengang akhirnya Hui Giok menuding dirinya sendiri lalu menuding keluar pintu, artinya: "Mari kita pergi saja!"

Go Beng-Si mengangguk, ia berjalan lewat di samping kedua bersaudara she Mo, Ayam Emas Siang It-ti dan si Tangan Sakti Cian Hui masih berdiri saling melotot, ia panggul karungnya dan berkata sambil tertawa: "Kaum kalian ada persoalan yang perlu dirundingkan biarlah kami mohon diri lebih dulu"

Hui Giok mengikut di belakang rekannya, mereka berjalan keluar.

Baru beberapa langkah mereka berjalan, pandangan mereka terasa kabur tahu-tahu Cian Hui sambil menggoyangkan kipasnya sudah berdiri di depan mereka, karena terhadang jalan perginya, otomatis kedua anak muda itu tak dapat melanjutkan perjalanannya.

Hui Giok mengeluh, dia merasa kejadian-kejadian yang dialaminya kian bertambah aneh, ia ingin bertanya kepada kakek tinggi besar ini apa tujuannya menghadang jalan perginya, namun ia tak mampu berucap, dia cuma bisa berdiri termangu, sementara di dalam hati membenci akan ketidak becusan sendiri.

Go Beng-si melirik Hui Giok sekejap, melihat wajahnya yang termangu dan kebingungan itu, dia menhela napas panjang, pikirnya: "Orang kuno hilang wanita cantik kebanyakan bernasib jelek, Hui Giok ini bukan gadis cantik, namun nasibnya betul2 amat jelek! Ai. nasib memang mempermainkan orang, jelas sobatku ini seorang pemuda yang cerdas dan berbakat, tapi justeru dia harus mengalami pelbagai penderitaan yang memedihkan. Dan sekarang bukan saja ia tak dapat berbicara, pembicaraan kamipun tak terdengar olehnya, perasaannya saat ini memang benar-benar sukar untuk dibayangkan.

Berpikir sampai di sini, tiba-tiba ia merasa tidak puas dengan keadaan sekarang, ia maju selangkah teriaknya dengan lantang "Sudah lama kudengar bahwa Sin jiu Cian Hui yang malang melintang di wilayah Kanglam adalah seorang laki-laki sejati, tapi setelah kutemui sekarang, hm, aku menjadi amat kecewa!"

Sampai di sini ia sengaja berhenti Benar juga air muka si Tangan Sakti Cian Hui berubah hebat kipasnya digoyangkan lebih cepat, agaknya ia sedang berusaha mengendalikan rasa gusarnya yang berkobar di dalam dadanya.

"O jadi Go-heng sekarang baru tahu" tiba-tiba si Ayam Emas Siang It-ti menyela. "Hehehe kalau aku sih sudah tahu sejak dulu""

"Apa yang kau ketahui?" bentak Sin-jiu Cian Hui dengan mata melotot.

Kim-keh Siang It-ti cuma tertawa dingin, seolah-olah tak mendengar bentakan itu

Melihat itu, satu ingatan dengan cepat terlintas dalam benak Go Beng-si, dia berpikir: "Baik Sin Jiu Cian Hui maupun Kjm-keh Siang It-ti, Jit giau-tui-hun Na Hui-hong dan kedua bersaudara Mo semuanya terhitung pimpinan persilatan wilayah Kanglam yang menjagoi daerahnya masing-masing, tapi sekarang mereka sama berkumpul di sini tentunya ada suatu persoalan yang belum beres kendatipun telah berlangsung pertarungan sengit, Dan kini terbuktilah masalah ini tak ada sangkut pautnya dengan Hui Giok. tapi anehnya mengapa mereka bersikap amat hormat terhadapnya?"

Ketika ingatan tersebut terlintas dalam benaknya, kendatipun ia belum tahu duduk persoalan yang sebenarnya, namun terpikirlah olehnya satu cara untuk mengatasi situasi yang serba aneh dan rumit itu.

Dia berdehem, setelah menurunkan kembali karungnya, ia berkata sambil menuding Hui Giok "Saudara Cian tentunya sekarang sudah kau ketahui bahwa sobat karibku Hui Giok ini adalah seorang pemuda cacat yang bisu dan tuli! Selain daripada itu iapun tidak kenal pada kalian, entah apa maksudmu mengulangi jalan perginya?"

Tertegun Sin-jiu Cian Hui, goyangan kipasnya jadi perlahan, agaknya ia sedang putar otak untuk mencari jawaban yang tepat buat menanggapi pertanyaan tersebut

Sebelum ia sempat menjawab Kim-keh Siang It ti yang tampaknya bermusuhan dengan orang she Cian itu telah menyela sambil tertawa dingin Hehehe. "Go heng, agar kau tidak kebingungan bolehlah kuberitahu kepadamu, Saudara Cian itu mengalangi jalan pergi sobatmu lantaran dia hendak mengangkat sobatmu itu menjadi Cong-piaupacu pimpinan tertinggi dan kaum Lok-lim di wilayah Kanglam."

Go Beng-si terkejut, hampir saja ia tak percaya pada apa yang didengarnya barusan, pelahan sinar matanya menyapu pandang sekejap jago-jago Lok lim itu, ia lihat Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong berdiri sambil tertawa dingin, sedang kedua bersaudara Mo termenung seperti lagi berpikir keras, ini membuktikan bahwa apa yang didengarnya barusan memang benar dan bukan omong kosong.

Sin-jiu dan Cian Hui tertawa terbahak-bahak ""Hahaha, benar! Tepat sekali perkataannya, aku memang hendak mengangkat sobatmu ini menjadi Cong-piaupacu kita!" - Seraya berkata ia goyangkan lagi kipasnya, embusan angin kipas menggoyangkan api lilin yang berada di tangan Hui Giok.

Go Beng-si terhitung pemuda cerdik, akan tetapi persoalan yang dihadapinya sekarang membuat dia heran dan tidak habis mengerti, ia betul-betul tak paham maksud tujuan orang-orang itu.



Tok! Tok! Tok! bunyi ketukan memecahkan kesunyian ia berpaling, dilihatnya Kim-keh Siang It-hui sedang berjalan menghampirinya dengan bantuan tongkat besi sambil tertawa dingin katanya: "Angin malam berembus sejuk, inilah kesempatan yang paling bagus untuk berbincang-bincang, saudara Go Bila kau tidak menolak aku hendak mengisahkan suatu cerita bagus untukmu, apakah kau bersedia mendengarkannya?"

Pjkiran Go Beng-si tergerak, dia terbahak-bahak "Haha, sekalipun pengetahuan dan pengalamanku sangat cetek, telah lama kudengar nama besar Kim keh Siang It ti Siang-toako yang merupakan Toako kesayangan orang-orang perkumpulan Kim-keh-pang (perkumpulan ayam emas). kalau Siang-toako bersedia mengisahkan cerita bagus kepadaku. tentu saja aku siap mendengarkannya dengan seksama"

Kim-keh Siang It-ti tertawa nyaring, dia melirik sekejap ke arah Sin jiu Cian Hui lalu katanya sambil tertawa "Hahaha mana... mana nama besar Bulim-sin-tong (bocah ajaib dari dunia persilatanpun) sudah lama kudengar pula, cuma, saudara Go, kau mesti tahu, meskipun banyak juga orang persilatan yang punya nama dan punya kepandaian banyak juga diantaranya bernama besar, tapi kenyataannya cuma nama kosong belaka"

Setelah berhenti sebentar ia sengaja tidak melirik lagi ke arah Cian Hui, sambungnya "Dahulu kala ada seorang saudara yang cuma ternama kosong seperti apa yang kumaksudkan itu. sudah puluhan tahun lamanya dia malang melintang di dunia persilatan, kungfunya memang tidak jelek, cuma sayang akhlaknya kurang baik, tapi saudara itu tak tahu diri, dia malah ingin menjadi Cong-piaupacu dunia persilatan. saudara Go coba bayangkan meski pun dia mempunyai perhitungan yang muluk-muluk, memangnya orang lain mau tunduk kepada kehendak hatinya itu dengan begitu saja."

Go Beng si tertawa terbahak-bahak, ia pandang Sin-jiu Cian Hui.

Orang itu ternyata tidak menunjukkan reaksi apa-apa, sambil menggoyangkan kipasnya dia hanya bergumam "Wah, panas, hawa betul2 panas sekali"

Tampaknya acuh tak acuh dan memberi kesan kepada orang lain bahwa cerita yang dikisahkan Kim-keh Siang It-ti barusan sebetulnya sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan dia.

Si Ayam emas Siang lt-ti juga tidak melirik sambil tertawa ujarnya lebih jauh: sekalipun demikian, ternyata saudara itu tak putus asa, dengan pelbagai alasan akhirnya ia berhasil juga mengumpulkan sahabat-sahabatnya yang ternama dan berkuasa di dunia persilatan untuk bertemu di sebuah gedung kosong di tengah hutan, dan hendak menggunakan kelihayan kungfunyu untuk memaksa sahabat-sahabatnya itu untuk mengakui dirinya sebagai Cong-piaupacu dari Lok-lim, siapa tahu sekalipun perhitungannya sangat tepat sampai waktunya ia baru sadar bahwa kungfu sahabat-sahabatnya itu kendati lebih rendah dari padanya, tapi mereka dapat bersatu padu, terpaksa dia cuma bisa mendelik belaka tanpa bisa berbuat apa-apa.

Si Tangan Sakti Cian Hui mendengus, ia melengos dan memandang cahaya bintang yang bertaburan di angkasa.

Menyaksikan itu, diam-diam Go Beng Si tertawa geli, pikirnya: "0, rupanya si Tangan Sakti Cian Hui ini ingin jadi pentolan kaum bandit, maka dia sengaja mendatangkan gembong dari perkumpulan Kirn keh pang, si ayam emas Siang It-ti yang terkenal keras hati ini, Jit-giau-tui hun Na Hui-hong yang ahli membuat obat bius serta dua orang dari Pak to jit-sat. jago-jago golongan hitam di wilayah Kanglam untuk berkumpul disini. Huh, besar amat ambisi orang she Cian ini.

Sementara itu si ayam emas Siang It-ti telah melanjutkan katanya "Selamanya aku orang she Siang kalau bilang satu tetap satu, dua tetap dua. Kungfu saudara itu memang lumayan juga, terutama ilmu sebangsa Sian-thian-ceng-khi yang entah berhasil dipelajari dari mana, kehebatannya memang cukup mengagumkan sekalipun empat orang sahabat persilatan yang punya nama di dunia Kangouw sudah turun tangan bersama toh tak berhasil mengapa-apakan dia, karena kedua pihak bertahan dengan seimbang, maka persoalanpun jadi berlarut. Hehehe, saudara Go, Coba tebak apa tindakan selanjutnya dan saudara itu?"

Go Beng si cukup memahami keadaan, ia tahu bila dirinya tidak menanggapi pertanyaan itu, tentu cerita Siang It ti selanjutnya sukar disambung lagi maka dia menggeleng dan menjawab "Entahlah, aku tak dapat menebaknya!"

Kim keh Siang It li memang orang tak sabaran baru saja ucapan Go Beng-si itu di utarakan, sambil menepuk pahanya sendiri ia melanjutkan: "Saudara itu ternyata banyak berangan-angan yang bukan-bukan, dia telah mengusulkan suatu cara yang tak masuk akal"

"Apa yang dia usulkan?" tanya Go Beng-si.

Si Ayam emas Siang It-ti bergelak tertawa: "Hahaha, meskipun aku orang she Siang ini seorang kasar dulupun pernah sekolah dua hari, aku cukup tahu maksud busuk sementara menteri lalim, atau pembesar korup yang ingin jadi kaisar karena gagal menduduki jabatan itu atau karena tak berani mendudukinya seringkali mereka mengangkat seorang bocah cilik atau seorang manusia bodoh untuk dijadikan boneka, padahal mereka sendirilah yang sebenarnya menjadi kaisar di belakang layar".

Ia berhenti sebentar, lalu sambil acungkan jari tangannya dia melanjutkan "Misalkan saja Co Cho, meskipun sepanjang hidupnya tak pernah jadi Kaisar, tapi dia toh dapat membuat sang Kaisar tunduk di bawah perintahnya? Coba bayangkan. bukankah kedudukannya itu tak jauh berbeda dengan kedudukan seorang maha raja?"

Go Beng-si manggut-manggut, sekarang ia agak memahami duduknya perkara, pikirnya "Ah, rupanya Sin jiu Cian Hui menyadari dia tak mungkin bisa menjadi Cong-piaupacu golongan hitam di wilayah Kanglam maka dia sengaja mencari orang untuk menduduki jabatan tersebut kemudian dia akan memaksa orang itu untuk menuruti perintahnya Hah, hebat juga jajan pikiran orang she Cian ini.

Belum habis dia berpikir, Kim-keh Siang It-ti sudah berkata lagi sambil tertawa dingin "Hehehe, ternyata saudara yang kumaksudkan tadi ingin meniru cara kerja Co Cho, karena dia sendiri tidak ada harapan akan menjadi Cong-piaupacu. maka ia berkata begini, "Situasi dunia persilatan saat ini tidak aman, umat persilatan di daerah Kang-lam harus bersatu padu di bawah pimpinan seorang yang bijaksana dan perkasa, kalau kalian tidak setuju bila aku yang menjabat kedudukan itu, tolong tanya siapakah yang lebih pantas untuk menjadi pemimpin kalian?"

Sambil berkata, Kim-keh Siang It ti sengaja menggerakkan tangan kanan seperti orang yang sedang berkipas melihat gayanya itu Go Beng-si jadi terbayang pada gaya bicara Sin Jiu Cian Hui sambil menggoyangkan kipasnya tak tahan lagi dia tertawa geli.

Sedingin es air muka Sin-jiu Cian Hui, sorot matanya tertuju keluar pintu. sementara Jit giau tui hun dan kedua bersaudara Mo tetap berdiri kaku, wajah mereka tidak memperlihatkan perasaan apa-apa. hanya Siang It-ti saja yang tertawa terbahak-bahak, setelah menyaksikan Go Beng-si ikut tertawa ujarnya lebih jauh "Sekalipun di mulut dia berkata begitu, tapi kalau orang lain memang tak setuju dia yang menjabat Cong-piaupacu itu tentu saja iapun tak menyetujui orang lain yang menduduki jabatan tersebut, maka ia berkata lagi "Menurut pendapatku lebih baik jabatan diberikan saja kepada seorang yang sama sekali tak ada hubungannya dengan kita.



Semua orang lantas bertanya "Siapa dia?-"

Ia pura2 berpikir kemudian ia mencari tinta dan melukis, ia tuding lukisan yang tergantung di dinding itu, lalu sambungnya lebih jauh "Itulah hasil karyanya, tentu saudara Go sudah melihatnya bukan. Semua orang merasa tercengang ketika melihat saudara kita itu tiba-tiba melukis. Mula-mula kami mengira dia hendak pamer kemampuannya melukis.

Kembali ia berhenti sebentar untuk ganti napas: "Eh, saudara Go, aku lupa memberitahukan sesuatu kepadamu, ketahuilah saudara kita itu bukan saja lihay dalam ilmu silat. iapun seorang seniman, pada hari-hari biasa dia suka membuat syair, melukis atau main catur, seringkali ia merasa bangga atas kemahirannya itu, malahan selalu bilang kedua tangannya itu lebih hebat daripada tangan malaikat"

Go Beng si terbahak-bahak, ia tambah paham duduknya persoalan, sementara Siang It-ti telah mengoceh lebih jauh: "Maka semua orangpun bertanya kepadanya "Buat apa lukisan itu? dia meletakkan pit dan berlagak seperti orang yang bijaksana dan paling adil jawabnya: "Keadaan sobat Lok-lim di dunia persilatan umumnya dan di daerah Kanglam khususnya, ibaratnya si buta dalam lukisan ini, dia hanya terkesima oleh merdunya irama seruling, dianggapnya ia beruntung dapat menikmatinya, tapi mimpipun tak tersangka olehnya bahwa selangkah lagi lebih ke depan, dan bilamana tak ada orang menolong tepat pada saatnya. dia akan terjerumus ke dalam jurang yang tak terkira dalamnya itu."

"Habis berkata, lukisannya itu digantung di dinding, semua orang tambah heran oleh tindak tanduknya itu, maka iapun berkata lagi: "Sekarang kita gantungkan lukisan ini di sini, lalu kita taruh pula tinta dan pit di sisinya, apabila ada orang dapat menolong si buta dalam lukisan ini, atau menambah beberapa coretan dalam lukisan, maka dialah orang yang akan kita jadikan Cong-piaupacu kita?

Mendengar perkataannya ini, semua orang merasa keberatan, tapi dengan serangkaian kata-kata manis, ia berhasil melumpuhkan semua keberatan tersebut katanya. "Gedung kosong ini terkenal sebagai gedung setan. Di hari-hari biasa hampir tak ada seorang manusiapun berani datang ke sini, kalau kebetulan ada orang muncul di sini dan menambahi beberapa coretan pada lukisan tersebut, ini berarti takdirlah yang menghendaki demikian. Thian yang mengirim dia datang kemari untuk menjadi Cong-piaupacu orang-orang Lok-lim daerah Kanglam!"

"Selain itu, iapun berkata begini lagi. jika orang itu berani mendatangi rumah setan ini, nyalinya pasti besar, jika ia dapat menemukan cara yang jitu untuk menolong si buta dalam lukisan setelah melihat lukisan ini, maka orang itu bukan saja bernyali besar, tentu juga seorang cerdik dan arif bijaksana, manusia macam begitulah yang paling cocok untuk kita jadikan Cong-piaupacu sekalipun ia tak pandai bersilat juga tak menjadi soal, yang kita butuhkan adalah otaknya, kecerdikannya serta kemampuannya untuk memberi komando, kalau ada kejadian apa-apa yang memerlukan kekerasan. akhirnya kan kita juga yang harus mengatasinya?"

Berbicara sampai di sini Kim-keh Siang It ti berhenti dan menarik napas panjang, sedang Go Beng-si yang semula merasa heran itu sekarang telah memahami peristiwa itu, cuma masih ada beberapa persoalan yang membuatnya heran, ia pikir "Sin-jiu Ciau Hui betul-betul seorang pentolan Lok-lim yang hebat, hanya manusia berotak cerdik saja yang dapat menemukan cara dan siasat yang unik ini. Tapi kedua bersaudara Mo dan Na Hui Hong juga bukan orang bodoh, apalagi mereka sudah menerka maksud tujuan Sin-jiu Cian Hui, mengapa mereka malahan menyetujui usulnyanya?"

Terdengar Siang It-ti berkata lagi dengan suara nyaring "Sekalipun apa yang dia katakan memang masuk akal, namun semua orang sudah mengetahui maksud tujuan yang sebenarnya, tidak seharusnya semua orang menyetujui usulnya tapi apa mau di katakan, di antara beberapa orang itu rupanya ada orang vang mempunyai jalan pikiran yang sama dengan dia, agaknya orang-orang itupun ingin bermain sebagai Co Cho bagi mereka sendiri, maka dalam dua-tiga patah kata saja mereka lantas bertepuk tangan sebagai tanda setuju pada usul tersebut"- Sambil berbicara, ia mengerling sekejap ke arah kedua saudara Mo.

Dengan demikian, persoalan yang tidak dipahami Go Beng-si sekarangpun menjadi terang.

Kim-keh Siang It-ti mengalihkan pandangan nya sekejap ke sekeliling ruangan itu, ia mendengus, lalu berkata lagi "Tak terkirakan rasa senang saudara kita itu setelah menyaksikan semua orang menyetujui usulnya itu perlu diketahui orang yang hadir pada waktu itu adalah pentolan2 Lok-lim yang punya nama di daerah Kanglam, asal mereka setuju maka orang lainpun akan ikut menyetujuinya.

"Di antara sekian banyak orang, hanya ada satu orang yang tak menyetujui persoalan itu, akan tetapi lantaran yang lain sudah setuju terpaksa iapun tak bisa menolak. Pada saat itulah, saudara kita yang sangat ingin menjadi Co Cho itu bertepuk tangan satu kali, dari luar gedung segera muncul tujuh delapan orang laki-laki berbaju ringkas yang membawa pedang. Hehehe rupanya rencana saudara kita itu memang cukup sempurna, ternyata ia sudah menyiapkan orangnya lebih dahulu"

Diam-diam Go Beng-si merasa geli pikiran. "Mungkin orang-orang inipun tidak datang sendirian ke tempat ini "

"Setelah orang-orang itu masuk ke dalam ruangan, saudara kita ini mencari satu orang di antaranya agar bersembunyi di atas rumah," tutur Siang It-ti lebih jauh, "diberitahukannya, kepada orang itu, bila ada orang mencoret lukisan tersebut, maka ia harus segera memberi tanda kepada yang lain.

Ia tertawa dingin, dengan sinis ia menambahkan "Siapa tahu meski perhitungan saudara kita itu cukup sempurna, toh ada satu hal yang tak tersangka olehnya ternyata orang yang menambahkan beberapa goresan di lukisan itu adalah seorang .Hehe, saudara Go coba lihatlah, menarik bukan cerita ini?"

Baru selesai ia berbicara, Sin-jiu Cian Hui telah menengadah dan tertawa terbahak-bahak. ia berpaling dan memandang sekejap ke arah Siang It ti, lalu gelak tertawanya yang nyaring itu berubah jadi tertawa dingin, katanya ," Hehehe. selama ini aku hanya mengetahui Kim-keh Siang itu Siang tayhiap memiliki serangkaian jurus serangan ilmu tongkat baja yang lihay tak pernah kusangka kalau caranya bersilat lidah saudara Siang kita juga lihaynya bukan kepalang."

Siang It-ti tertawa dingin: "Tidak berani, tidak berani? kalau dibandingkan kau hehehe, masih selisih jauh!"

Sin-jiu Cian Hui berpaling ke arah lain, ia tak pedulikan si ayam emas lagi, ujarnya kepada Go Beng-si sambil tertawa: "Saudara, setelah kau nikmati cerita Siang-pangcu itu, bersediakah kau mendengarkan lagi suatu kisah lain yang lebih menarik?"

"Tentu saja, silahkan bercerita," kata Jit-giau-tongcu sambil tertawa.

Meskipun di mulut berkata begitu di dalam hati ia berpikir lain "Kalau melihat gelagatnya saat ini, agaknya saudara Hui ini harus menjadi Bengcu golongan hitam wilayah Kanglam selama beberapa hari, Wah. kejadian ini memang betul-betul sangat menarik"



Ia berpaling ke arah Hui Giok, dilihatnya sobatnya itu sedang memandang langit ruangan dengan kesima, entah apa yang sedang dilamunkan?

Sin jiu Cian Hui terbahak-bahak, dia lipat kipasnya lalu berkata "Di hadapan teman tak perlu bicara gelap-gelapan, di hadapan saudara yang cerdikpun aku tak mau meniru cara rendah manusia munafik, kalau ingin mengucapkan sesuatu atau memaki seorang, mengapa tidak diucapkan secara blak-blakan, sebaliknya sengaja putar kayun dan bicara tersembunyi-bunyi Huh, memalukan,"

"Andaikata tidak berada di depan saudara Go yang cerdik, kurasa kaupun akan putar kayun, bersembunyi-bunyi dan tak berani blak-blakan" sambung Siang It-ti dengan tertawa dingin.

Sin-jiu Cian Hui mendengus, tanpa berpaling ia berkata lebih lanjut "Sekalipun selama ini Go heng hanya bergerak di daerah utara, meski agak asing dengan situasi dunia persilatan daerah Kang lam, kukira sedikit banyak tentu kaupun tahu keadaan dunia persilatan daerah Kanglam dewasa ini tak jauh berbeda dengan suasana di daerah utara, hampir boleh dibilang sudah berubah menjadi dunianya Hui-liong-piaukiok, meskipun beberapa tahun belakangan ini Liong-heng-pat-ciang Tham Beng jarang sekali bergerak di dunia Kangouw, tapi dalam tujuh propinsi di selatan sungai besar dan enam propinsi di utara terdapat 23 kantor cabang Hui-liong-piaukiok, bahkan beberapa di antaranya terdapat jago silat yang terhitung tangguh.

Go Beng-si melirik sekejap ke arah Hui Giok yang berdiri termangu di samping sana, diam-diam pikirnya: "Ai, entah bagaimana perasaan saudara Hui bila ia dapat mendengar perkataan ini?"

Tapi Hui Giok cuma termangu, ia tidak mendengar apa-apa, ia masih memandang langit-langit ruangan yang gelap dengan pandangan kosong, pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, ia tak tahu bahwa tak lama lagi nasibnya akan mengalami perubahan yang amat besar.

Sambil mengelus jenggotnya yang panjang, Sin-jiu Cian Hui tertawa keras, sambungnya lebih jauh.

"Bukan maksudku bicara takabur meskipun kungfu Piausu Hui-liong-piaukiok terhitung lihay, tapi bila bertarung satu lawan satu, hehehe, aku orang she Cian masih belum pandang sebelah mata terhadap mereka."

Ia melirik sekejap ke arah Si ayam emas Siang lt ti, terusnya: "Sekalipun tiga atau lima orang maju bersama-sama, aku orang she Cian juga takkan takut, cuma jumlah mereka sangat banyak, maka Hui-hong piaukiok pada saat ini telah membentuk suatu kekuatan paling besar di dunia persilatan.

"Puluhan tahun yang lalu, ketika tokoh sakti masih banyak bermunculan di dunia persilatan, pernah ada orang membikin peraturan bagi golongan putih maupun golongan hitam, bagi sahabat-sahabat Lok-lim yang mendirikan sarang di atas bukit dilarang membegal kaum pelancong yang sendirian, dilarang membegal barang kawalan yang bersih, sekalipun beratusan ribu tahil perak disodorkan ke hadapan mu juga tak boleh mengusiknya sekepingpun, sebaliknya pihak Piaukiok juga dilarang melindungi harta pembesar yang korup, dilarang mengawal barang-barang gelap dilarang pula mengawal harta milik manusia yang tak berbudi dan kotor, sudah puluhan tahun lamanya peraturan itu berjalan dengan lancar, siapapun tak berani melanggarnya."

Ia berhenti sebentar untuk ganti napas, lalu terusnya "Tapi sejak perusahaan Hui-liong-piaukiok merajai dunia pengawalan, mereka tak mengindahkan peraturan itu lagi, dengan tindakan mereka bukan saja para rekan Lok-lim di utara dan selatan sama kehilangan nafkah, kawan-kawan Lok-lim di kedua tepi sungai Huang juga hampir saja tak dapat makan."

Geli juga Go Beng-si mendengar ucapan itu, pikirnya. "Memangnya tanpa hidup merampok atau membegal, engkau tak bisa hidup di dunia ini?" -Tentu saja jalan pikiran itu tak sampai diutarakannya.

Terdengar Sin-jiu Cian Hui meneruskan lagi "Situasi dunia persilatan kian hari kian runyam, aku Cian Hui sebagai salah seorang pemuka Lok-lim tak dapat berpeluk tangan membiarkan orang-orang kita mati kelaparan, sebab itu ku undang Na-pangcu. Siang-pangcu dan Mo-si-siang-hiap untuk berkumpul di sini serta merundingkan cara yang paling baik untuk mengatasi kesulitan ini, selain daripada itu akupun ingin menghimpun kembali kekuatan Lok-lim yang sudah lama bercerai-berai itu, agar kita orang-orang Lok-lim tak menderita oleh tingkah ulah pihak Hiu-liong-piau-kiok"

Berbicara sampai di sini sinar matanya beralih ke arah Go Beng-si.

Jit-giau-kongcu bukan orang bodoh dia lantas tertawa katanya, "Cian-locianpwe memang hebat orang lain sukar menandingi kemampuanmu."

Kim-keh Siang It-ti sudah telanjur sentimen tak sedetikpun mau lewatkan kesempatan baik cepat ia menyela sambil tertawa: "Hahaha, bila kita teringat kembali pada jaman Sam Kok, waktu itu negeri Gui yang paling tangguh siapa bilang Co Cho (tokoh yang paling kontroversil di jaman Sam Kok atau Tiga Negeri) bukan seorang yang hebat yang tak dapat ditandingi oleh orang lain, Hahaha saudara Go, perkataanmu memang sangat tepat!"

Si Tangan Sakti Cian Hui mendengus dan tak sudi melirik musuhnya itu, sambil mengelus jenggotnya dia melanjutkan "Siapa tabu maksud-baikku ini telah dianggap sebagai maksud jahat oleh orang lain, dalam keadaan seperti ini terpaksa akupun mengajukan usul, ternyata Mo-tayhiap yang segera menyetujuinya Na-pangcu juga tidak menolak sebab itulah akupun bertepuk tangan dengan mereka sebagai suatu ikrar bersama, dalam hal ini aku tak pernah menggunakan kekerasan untuk memaksa mereka menurut, adalah mereka sendiri yang menyetujuinya.

"Saudara Go, sebagai orang persilatan yang seringkali melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, yang kita utamakan adalah menepati janji yang telah diucapkan jangankan sobatmu saudara Hui cuma seorang pemuda yang tak dapat mendengar dan tak dapat berbicara, sekalipun dia buta goblok, sinting, perjanjian mi juga tak boleh diubah lagi, apalagi saudara Hui sekalipun bisu dan tuli, tampangnya kan gagah"? Sudah puluhan tahun lamanya aku berkelana di dunia persilatan, kupercaya mataku masih dapat mengenali kwalitet manusia, cukup sekali pandang saja aku sudah tahu bahwa Hui-heng ini adalah seorang yang berbakat dan memiliki kelebihan daripada orang biasa, sebab kalau tidak orang macam saudara Go tentu tak akan sudi bersahabat dengannya, betul tidak!"

Ucapan ini diutarakan dengan suara yang nyaring bagai bunyi genta yang bergema di angkasa, sinar matanya yang tajam dan mukanya yang kereng menambah wibawanya sambil menggoyangkan kipasnya Cian Hui kembali tertawa nyaring.

Tergerak hati Go Beng-si dia berpikir "Si Tangan Sakti Cian Hui sudah lama tersohor namanya dalam dunia persilatan, iapun termashur sebagai orang licik, banyak tipu muslihatnya sekarang ia bersikeras hendak mengangkat saudara Hui menjadi Congpiaupacu orang Lok-lim bisa jadi di balik urusan ini dia mempunyai maksud dan tujuan tertentu.



Setelah termenung sebentar, pahamlah dia, pikirnya "Ah. benar! Pasti dia tertarik akan cacat Hui-heng, ia anggap orang yang cacat bisa lebih mudah diperalat.

Lalu iapun berpikir lagi sejak kecil Hui-heng sudah kenyang hidup menderita, dihina dan dicemoohkan orang, sekarang dia mendapat kesempatan yang baik untuk melepaskan diri dan penderitaan tersebut, apa salahnya kalau kuterima siasatnya ini sebagai siasat pula? Asal Hui-heng bisa jadi pentolan kaum Lok lim, maka semua penderitan yang pernah dialaminya akan terlampiaskan dan iapun tak perlu malu menjadi sahabatku.

Jit-giau-tongcu Go Beng-si adalah seorang pemuda ajaib dalam dunia persilatan, sejak masih kecil dia sudah menjelajahi dunia persilatan dengan kecerdikannya ia berhasil mendapatkan "nama besar, sekalipun sekilas pandang orang menganggap dia ramah dan senyum manis selalu tersungging di bibirnya. hakekatnya ia berhati dingin dan kaku selama luntang-lantung sekian tahun bukan saja tidak menghasilkan teman, orang persilatanpun tak ada yang tahu akan asal-usulnya.

Tapi entah mengapa, setelah bertemu dengan Hui Giok, ia merasa sangat cocok dengan anak muda itu, kalau biasanya sikapnya selalu dingin dan kaku maka setelah berteman dengan Hui Giok, semua pikiran dan perhatiannya lantas ditumpahkan pada sahabatnya ini, ia menganggap Hui Giok bagaikan saudara sendiri.

Dan sekarang dia harus putar otak, semua inilah lain adalah demi kebaikan Hui Giok, dia tak ingin sahabatnya ini menderita lagi, dia ingin menyaksikan sobatnya ini hidup senang dan bahagia.

Ketika ia memandang ke sana, dilihatnya Sin jiu Cian Hui sedang saling melotot dengan Kim keh Siang It-ti, tampaknya kedua pihak sama-sama ingin membunuh lawannya dengan sekali hantam, kalau bisa diam-diam ia tertawa geli katanya kemudian dengan nyaring:

"Aku merasa kagum sekali pada pendapat Cian-locianpwe yang bernilai tinggi tapi akupun merasa bahwa apa yang diucapkan Siang pangcu ada betulnya juga Ya, aku sendiri masih muda dan tak berpengalaman apalagi terhitung orang luar di dalam persoalan ini, rasanya aku tak berhak untuk ikut memberi komentar. Tapi kalau kalian memandang tinggi diriku, apalagi saudara Hui juga sahabat karibku, sekalipun bodoh mungkin aku masih bisa juga mengutarakan beberapa patah kata "

Diam-diam Sin jiu Cian Hui memuji kecerdikan pemuda itu pikirnya "Sudahh lama kudengar orang bilang Go Beng-si adalah seorang bocah ajaib dari dunia persilatan, setelah kujumpai sekarang terbuktilah bahwa ia memang cerdik dan pandai berbicara anehnya entah cara bagaimana ia berkenalan dengan seorang anak yang bisu lagi tuli"

Sementara itu si ayam emas Siang It-ti telah berkata dengan suara lantang: "Saudara Go, kalau ada sesuatu yang akan kau ucapkan katakan saja secara blak-blakan" Agaknya ia sudah menaruh kesan baik terhadap diri Jit-giau-tongcu ini, dalam anggapannya bocah ini tentu akan membantu pihaknya.

Siapa tahu, sambil tersenyum Go Beng-si malah berkata begini "Bila berbicara tentang persoalan ini maka aku akan berdiri di pihak Cian-locianpwe.

Begitu ucapan tersebut diutarakan, an muka si ayam emas Siang It-ti seketika berubah hebat, sedangkan Sin-jiu Cian Hui tampak berseri, serunya cepat saudara Go, teruskan kata-katamu, jika ada orang berani mengacau, biar aku orang she Cian menghadapinya lebih dahulu."

Go Beng-si tertawa, katanya lagi "Kalau persoalan itu telah disepakati semua pihak, semestinya hal ini harus ditaati, terutama saudara Hui ini memang berbakat bagus, berjiwa besar dan selalu bijaksana dalam menghadapi pelbagai persoalan, cacat yang dideritanya itu bukan cacat alamiah, tapi cacat akibat dicelakai orang, bisu dan tulinya bukan lantaran penyakit yang tak dapat disembuhkan, cacatnya hanya karena Hiat-to bisu dan tulinya itu ditutuk orang dengan cara berat."

"Aku percaya saudara Go juga seorang jago lihay yang mengerti tentang ilmu tutuk," sela Si Tangan Sakti Cian Hui sambil mengelus jenggot, "mengapa kau tidak membantu sahabatmu itu untuk membebaskan jalan darahnya yang tertutuk?"

"Cian-locianpwe, kau t:Dak tahu, orang yang menutuk jalan darah saudara Hui-ku ini bukan orang sembarangan!" kata Go Beng si dengan alis berkerut aku memang berniat membebaskan jalan darahnya yang tertutuk itu, sayang orang itu menutuknya dengan caranya yang khas, aku tak mampu membebaskan tutukannya"

Sin-jiu Cian Hui tertawa. "Dalam hal ilmu pertabiban rasanya aku masih lumayan, biarlah lain waktu aku akan berusaha bantu menyembuhkan penyakitnya itu, hanya saja, ia tertawa ter-bahak2, ujarnya lebih lanjut "Hahaha, kalau saudara Go sudah berkata demikian, itu berarti janji kami harus dilaksanakan tanpa dibantah lagi, persoalan ini sebenarnya tak penting? tapi sebetulnya juga penting, baiklah besok pagi-pagi aku akan mengutus orang untuk menyebarkan surat undangan "Bu-lim-tiap" akan kuundang semua jago di dunia ini untuk bersama-sama merayakan kejadian besar ini."

Belum habis ia berkata Kim-keh Siang It-ti sudah mengetukkan tongkatnya sambil berteriak:

"Persoalan ini harus dipertimbangkan lagi " - Lalu sambil berpaling ke arah kedua bersaudara Mo, ia menambahkan "Kita tak boleh bertindak secara gegabah!"

Kedua bersaudara Mo itu saling pandang sekejap, namun mereka tidak bicara apa-apa. Sedangkan Jit-gi- u tui hun sendiri berdiri dengan wajah sebentar mendung sebentar cerah, rupanya iapun sedang mempertimbangkan sesuatu. hanya mulutnya tetap membungkam.

Waktu itu hari belum lagi terang tanah, dan kejauhan terdengar suara ayam berkokok, tiba-tiba Sin-jiu Cian Hui mendengus, ia melompat ke atas terus meluncur keluar ruangan.

"Eeh ke mana perginya Cian Hui?" seru Mo Lum dengan gelisah. ketika pertanyaan itu diucapkan, bayangan tubuh Cian Hui yang tinggi besar sudah lenyap.

Kawanan jago yang berada dalam ruangan itu saling pandang dengan melongo, tidak ada yang tahu apa maksud tujuan Sin-jiu Cian Hui melakukan tindakan tersebut?

Kim-keh Siang It-ti sendiripun menatap keluar pintu dengan melotot pada waktu itulah terdengarlah suara kokok ayam jago berkumandang di tempat kejauhan.

Tapi hanya sesaat kemudian kokok ayam yang bersaut-sautan tadi kembali tak terdengar suasana jadi hening kembali.

Kejadian ini semakin mencengangkan hati semua orang, akhirnya Mo Lam, gembong Pak-to-jit-sat yang selama ini tidak memberi komentar apa-apa tak sabar lagi, dengan dahi berkerut dan tangan kanan meraba gagang pedang yang tergantung di pinggangnya, katanya: "Sin-jiu Cian Hui memang paling sukar diikuti gerak geriknya, baru saja berada di sini.

Belum habis ucapannya, gelak tertawa Sin jiu Cian Hui telah berkumandang di luar pintu. Go Beng-si menengadah, tertampaklah si Tangan Sakti muncul di luar gedung dengan kipas digoyangkan pada tangan kanannya, sedang tangan kiri menarik seutas tali panjang, pada ujung tali itu terikat ratusan ekor ayam yang berjajar seekor demi seekor memanjang ke belakang ayam-ayam itu tidak berkutik lagi karena semuanya telah menjadi bangkai.



Sambil melangkah masuk ke dalam ruangan, Sin-jiu Cian Hui menatap sekejap semua orang, lalu terbahak-bahak, bertanya: "Ayam2 ini terlalu menjemukan. kokokan mereka selalu saja mengganggu kegembiraan kita bercakap-cakap. Hm Karena mendongkol, maka kujagal ayam-ayam konyol ini agar tidak mengganggu lagi."

Senyuman yang semula menghiasi bibirnya tiba-tiba lenyap tak berbekas, setelah mendengus ia berkata lagi "Bila ada ayam yang berani mengganggu pembicaraanku lagu hmm"

Dia menyentak tangan kirinya dan menarik masuk bangkai ayam yang berjajar dengan rapi itu, lalu tambahnya sambil tertawa dingin" "Bangkai-bangkai ayam inilah contohnya!"

Diam-diam Go Beng-si tertawa geli. ia tahu yang dimaksudkan Sin-jiu Cian Hui pada saat ini bukan ayam sungguhan, tapi Kim keh, si ayam emas Siang It-ti yang menjadi sasaran sindiran itu.

Siang It-ti bukan manusia bodoh, sudah tentu ia jauh lebih jelas daripada siapapun juga, dalam gusarnya air mukanya berubah hebat, dia hendak balas mencaci maki lawannya itu, tapi ketika sinar matanya terbentur dengan ratusan bangkai ayam yang menggeletak tanpa cedera, tapi kepala ayam itu gepeng semua, jelas binatang itu mati terbunuh oleh tangan sakti Cian Hui, diam-diam ia terkesiap, mau-tak mau keder juga hatinya.

Dio tahu gedung itu terletak jauh dan rumah penduduk, tapi Cian Hui dalam waktu singkat dapat membunuh ratusan ekor ayam dengan tangan saktinya, padahal ayam-ayam itu bukan terpelihara di sebuah rumah yang sama, dari sini dapat terlihat bahwa kungfu yang dimiliki musuhnya ini betul-betul mengerikan.

Kepandaian macam begitu jarang ada di kolong langit ini, ia menyadari kemampuan sendiri belum sanggup menandinginya, ia jadi teringat kembali pada peristiwa yang terjadi dua tiga bulan berselang, waktu itu dia bersama Jit-giau tui-hun dan Mo-si siang-sat pernah mengerubutinya, bahkan Mo Pak membantu dengan menggunakan senjata rahasia Pak-to-jit-seng ciam yang ampuh, tapi hasil merekapun tak dapat menundukkan lawan, bila sekarang dia harus menghadapinya sendiri, jelas dia yang bakal kecundang.

Kim-keh Siang It-ti memang berwatak berangasan, tapi pengalamannya selama bertahun-tahun berkelana di dunia persilatan tidaklah percuma, setelah mempertimbangkan untung ruginya, akhirnya ia telan kembali kata-kata makian yang hampir di ucapkannya, ia mundur ke belakang dan memandang langit-langit ruangan, ia menirukan sikap Hui Giok dengan berlagak jadi manusia bisu dan tuli.

Sin-jiu Cian Hm tertawa dingin, ia memandang sekejap ke arah sekeliling, lalu katanya lagi "Nah, kalau semua orang sudah setuju, maka urusanpun kita putuskan begini saja, sekarang juga aku Cian Hui memberi hormat kepada Hui Giok, Hui-taysianseng, Congpiaupacu kaum Lok-lim wilayah Kanglam!"

Selesai berkata, dia melipat kembali kipasnya dan diselipkan di leher baju, kemudian dengan penuh hormat ia menjura dalam2 kepada Hui Giok.

Sementara itu Hui Giok sendiri sedang berdiri diliputi macam-macam pikiran yang berkecamuk dalam benaknya, ia sedang membayangkan cinta, dendam, budi, dan kemurungan yang dialaminya selama ini, ia terbayang pada Tham Bun-ki yang manja tapi lembut dan juga binal itu, iapun terbayang pada ayah nona itu liong-heng pat-ciang Tham Beng.

Ayah dan ibu telah mati semua, demikian ia berpikir, "aku hidup sebatang kara tanpa saudara, paman Tham yang telah memelihara diriku, budi kebaikan ini sepantasnya kubalas, Tapi entah mengapa, dalam hati kecilku selalu timbul perasaan benci padanya yang sukar kukatakan Ai, bagaimana pun juga, kepergianku ini tetap bersalah padanya.

Selanjutnya ia terkenang pula pada Wan Lu-tin yang mungil, polos dan menyenangkan itu: "Kehidupan ini sebetulnya penuh diliputi kesepian dan kemasgulan, hanya Tin-tin yang banyak memberi hiburan padaku, Tapi aku telah pergi meninggalkan dia tanpa memberi kabar, Ai, entah betapa sedihnya dia ketika mengetahui kejadian ini?"

Akhirnya iapun terkenang akan diri Sun Kim-peng- "Dia juga sangat baik kepadaku, sering membantu aku, ia tak pernah memandang hina dan rendah padaku lantaran aku hanya seorang cacat yang sama sekali tak berguna Ai, Sun-lotia juga baik kepadaku, tapi aku belum sempat membalas kebaikan itu kepada mereka, aku malahan mencelakai jiwa mereka lantaran kedua jilid kitab itu"

Pemuda yang kenyang menderita, kenyang mengalami siksaan ini hanya meng-ingat-ingat kebaikan orang terhadapnya, hanya tahu menyalahkan diri sendiri, ia tak pernah mengingat kejelekan orang, tak pernah mengingat orang lainpun pernah berbuat jahat kepadanya.

Sesaat itu ia merasa seakan-akan berada di halaman belakang Hui-liong-piaukiok, ia merasa seolah-olah tubuh Tham Bun-ki yang halus dan hangat itu berada dalam pelukannya. iapun seperti melihat nona itu dibawa pergi oleh ayahnya dan berpaling memandangnya sekejap dengan wajah sedih, ia merasa seperti berada kembali di jalanan berbatu yang panjang dan lebar, seakan-akan sedang menggandeng tangan Wan Lu-tin yang mungil berbicara dan bergurau dengan nona itu.

Dalam keadaan linglung ia tidak melihat perbuatan Sin-jui Cian Hui yang sedang menjura kepadanya, ia sama sekali tidak menggubris.

Ketika Cian Hui menengadah dan melihat wajah yang linglung itu, mula-mula jago tua itu tertegun kemudian iapun tertawa dan berpaling, serunya kepada Jit-giau-tui-hun dan kedua bersaudara Mo "Eh, kenapa kalian tidak memberi hormat?"

Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong berdehem, lalu katanya dengan dingin: "Sekalipun persoalan ini sudah diputuskan, tapi Cian-heng telah melupakan sesuatu persoalan!"

"Persoalan apa yang kulupakan?" tanya Cian Hui dengan muka masam.

"Hahaha. . " Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong tertawa, "Urusan ini diusulkan oleh Cian-heng, tentu saja Cian-heng akan menyetujuinya, Mo-toako bersaudara juga sudah menyetujuinya, Siang-pangcu tidak menunjukkan sikap menolak, sedang Siaute tentu saja tak ada perkataan lain, tapi ia sengaja berhenti sebentar, ketika ia melirik ke sana, betul juga, ia lihat rasa gelisah menghiasi wajah Cian Hui, tampaknya ia sangat ingin tahu kata-kata selanjutnya, Na Hui-hong tersenyum, ditudingnya Hui Giok yang berdiri di samping, katanya lagi sambil tertawa "Tapi Cian-heng telah lupa untuk bertanya kepada orang yang bersangkutan apakah iapun menyetujui usulmu itu?"

Karena perkataan ini, bukan saja Sin-jiu Cian Hui dibikin melengak Go Beng-si juga melenggong, pikirnya "Walaupun persahabatanku dengan Hui-heng baru berlangsung satu hari, dapat kulihat bahwa dia adalah seorang laki-laki sejati yang berjiwa besar, bila diminta persetujuannya dalam keadaan begini. sudah pasti dia akan menolak"

Padahal bila urusan ini berhasil dan seorang pemuda yang tak ternama rekannya itu akan berubah jadi seorang Cong-piaupacu golongan Lok-lim untuk wilayah Kanglam, peningkatan derajat dan kedudukan yang tinggi ini tentu akan menggemparkan dunia.



Waktu ia menengadah, ia lihat senyum bangga terlintas di wajah Kim-keh Siang It-ti, sedang Mo-si-heng-te tetap kaku tanpa emosi, hanya Cian Hui seorang yang tampak gelisah, terdengar jago tua itu bertanya, "saudara Go, kulihat temanmu Hui heng ini pandai melukis, tentunya dia kenal tulisan bukan? Bolehkah tolong kau tanyakan pendapat nya mengenai persoalan ini?"

Sekarang Go Beng-si sudah mempunyai jalan keluar yang mantap, sahutnya dengan tertawa "O, tentu saja, jangan kuatir, biar kutanyakan persoalan ini langsung kepadanya!"

Segera ia menepuk bahu rekannya itu, Hui Giok terkejut dan tersadar dari lamunannya yang penuh dengan kemesraan dan kepedihan itu, ia lihat beberapa orang yang tak diketahui maksud tujuannya berdiri di sekelilingnya, sedangkan sobat kentalnya berdiri di depannya sambil menggerakkan kaki dan tangannya melakukan beberapa macam tanda yang tak dimengerti olehnya.

Sebentar pemuda itu menekuk jari tangan sebentar membuka telapak tangannya, lain saat tangannya dipegang satu sama lain, sebentar ia melakukan gerakan seperti orang menjura, tentu saja tanda itu tak dipahami olehnya, malahan ia merasa bingung, ketika menengadah ia merasa perhatian semua orang sama tertuju ke arahnya.

Diam-diam Go Beng-si merasa geli juga melihat Hui Giok memandang ke arahnya dengan kebingungan tentu saja pemuda itu tak mengerti tanda gerak tangannya itu sebab dia sendiripun tak tahu apa artinya tanda yang baru dilakukannya itu.

Go Beng-si memang pemuda yang berhati mulia sangat perasa dan bisa memaklumi penderitaan orang, ia tahu sudah terlampau kenyang penderitaan Hui Giok selama ini, dia berharap Hui Giok melampiaskan semua penderitaannya itu dengan manfaatkan kesempatan baik ini, dia ingin membantu sobat kentalnya itu untuk menjabat Cong-piaupacu dari kaum lok-lim di wilayah Kanglam, maka dilakukannya tanda secara ngawur asal Hui giok mengangguk saja berani semua urusan akan beres.

Makin banyak gerak tangan yang dilakukann, Hui Giok semakin bingung dan heran tiba-tiba lihat rekannya itu menuding ruangan depan, lalu menuding pula karung yang menggeletak di tanah, diam-diam satu ingatan terlintas dalam benaknya:

"jangan-jangan ia sedang bertanya kepadaku apakah perlu memasak sedikit makanan di sini? "- Maka ia lantas menengadah sambil menggelengkan kepalanya.

Melihat itu, dengan wajah kegirangan Kim-keh Siang It-ti bersorak, sebaliknya air muka Sin-jiu Cian Hui berubah hebat.

Go Beng-si sendiri tak kalah gelisahnya ketika melihat Hui Giok menggeleng, meski begitu rasa gelisahnya itu tak sampai diperlihatkan setelah berpikir sebentar, selagi ia hendak menjelaskan "Aku sedang..."

Tiba2 Hui Giok mengangguk Rupanya karena melamunkan hal yang bukan-bukan tadi, anak muda itu telah lupa segala-galanya, tapi sekarang setelah sobat kental yang tak diketahui namanya itu menuding karung, tiba-tiba ia teringat pada "kuah yang di masak dengan gelang tembaga" itu seketika perutnya terasa lapar maka iapun mengangguk kemudian karena terbayang kembali sikap malu-malu si nona berkepang dua yang memberi jahe dengan tersipu-sipu, ia jadi geli, maka tertawalah dia tergelak-gelak.

Lega juga Go Beng-si setelah rekannya mengangguk katanya pula sambil tertawa: "Ai, saudara Hui memang terlampau keras kepala, aku harus memberi penjelasan setengah harian baru akhirnya menyetujuinya."

Kim-keh Siang lt-ti mendengus, tongkat besinya diketukkan, lalu melangkah keluar ruangan itu.

Baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba pandangannya terasa kabur, tahu-tahu Sin-jiu Cian Hui sudah menghadang di depannya sambil menegur dengan ketus "Sebelum memberi hormat kepada Cong-piau-pacu, siapapun dilarang meninggalkan tempat ini!"

Si ayam emas Siang It ti melotot ia menjadi murka, tapi untung pikirannya masih sadar, dia tahu Kungfunya bukan tandingan Sin-jiu Cian Hui, maka setelah saling melotot beberapa saat, Siang It-ti menahan marahnya di dalam hati, perlahan ia putar badan, pikirnya: "Kalau bocah keparat itu kumampuskan, ingin kulihat siapa yang akan kau angkat menjadi Cong-piaupacu lagi?"

Sambil tertawa dingin dia menghampiri Hui Giok. ia merangkap tangannya dan menjura.

Kembali Hui Giok tertegun, ia berpaling menengok ke arah Go Beng-si, tak tahunya sesudah Kim-keh Siang It-ti menjura, tiba-tiba kedua tangannya secepat kilat menyodok ke tubuh anak muda, menyusul tongkat besinya menutul tanah, tubuhnya melayang ke belakang, setelah berjumpalitan di udara. tongkat menyabet tubuh Sin-jui Cian Hui, selagi lawan berkelit ke samping, ia terus kabur keluar.

Kim-keh Siang It-ti bukan jago lemah, sembarangan yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga sedikitnya berkekuatan lima ratus kati, untunglah Hui Giok sempat miringkan badan sehingga sodokan maut tadi tak sampai bersarang di dadanya, meski begitu sekujur badannya tergetar juga, ia merasa bumi mi seakan-akan berguncang keras seperti dilanda gempa dahsyat, tanpa ampun lagi ia mencelat ke belakang.

Lilin yang dipegangnya ikut mencelat ke sudut ruangan dan padam, suasana dalam gedung itu jadi gelap gulita.

"Sejak Si ayam emas Siang It-ti melancarkan sergapan, lalu kabur, sampai tubuh Hui Giok mencelat lilin jatuh dan padam, boleh dibilang semua itu hanya berlangsung dalam sekejap saja.

Si Tangan Sakti Cian Hui segera membentak, ia melejit ke udara bagaikan anak panah terlepas dari busurnya. kakek tinggi besar mi terus mengejar.

Tapi ketika itu, Kim-keh Siang It ti sudah berada puluhan tombak jauhnya, biarpun kaki satu, cepatnya sungguh mengejutkan.

Sin-jiu Cian Hui mengejar dengan sekuat tenaga, hanya beberapa lompatan saja ia sudah berada ratusan tombak jauhnya, meski demikian antara dia dengan si ayam emas masih berjarak cukup jauh Cian Hui tahu bukan pekerjaan gampang untuk menyusul orang ingatan lain tiba-tiba terlintas dalam benaknya. "Saat ini Hui Giok masih berada dalam ruangan," demikian ia berpikir

"Entah dia masih hidup atau sudah mati? Padahal Jit giau-tui-hun dan lain-lain masih berada disitu. kalau mereka melakukan sesuatu tindakan. bukankah usahaku ini akin sia-sia belaka?"

Berpikir demikian, cepat ia berbalik lari kembali ke arah gedung besar tadi, ketika melangkah masuk ke dalam ruangan, ia lihat suasana di situ gelap gulita, tak sesosok bayangan manusiapun yang kelihatan, di atas tanah hanya tertinggal sebuah karung besar dan setumpukan bangkai ayam.

Tak terkirakan rasa kagetnya, ia tertawa dingin, lalu menengadah dan bentaknya" "Si-sin, turun kau?"

Karena bentakan itu, sesosok bayangan melayang turun dari atas belandar ruangan itu, setiba nya di bawah, tanpa membersihkan debu yang mengotori bajunya lagi, ia berdiri tegak di depan Sin jiu Cian Hui, sikapnya munduk-munduk seperti seorang budak bertemu dengan majikannya,



"Ke mana perginya orang-orang tadi?" bentak Cian Hui pula

Si-sin gelagapan dan tak mampu menjawab. sebab setelah berjaga selama sehari semalam di atas rumah itu, barusan ia tertidur pulas, dia baru mendusin setelah mendengar bentakan Cian Hui.

Melihat anak buahnya tergegap, si Tangan Sakti Cian Hui berkerut kening, napsu membunuh terlintas pada wajahnya, ditatapnya laki-laki itu tanpa berkedip.

Si sin ketakutan setengah mati, sekujur badannya menggigil peluh dingin membasahi seluruh badannya, tiba-tiba ia berlutut sambil memohon "Hamba ti... tidak melihat!"

"Hm! Tak ada gunanya memelihara manusia tak becus macam kau," dengus Cian Hui, pelahan tangannya diangkat dan hendak ditabokkan ke atas batok kepala orang itu.

Makin keras Si-sin menggigil karena ketakutan, ia tahu asal telapak tangan itu diayunkan ke bawah niscaya jiwanya akan melayang, namun dia tak berani berkutik, tiada keberanian untuk menghindarkan diri dari tabokan maut itu.

Sampai di tengah jalan, tiba-tiba Cian Hui membatalkan niatnya untuk menyerang dia ulapkan tangannya sambil berkata: "Sudah seharian kau bercokol di sini, sekarang pergilah beristirahat.

Kemudian katanya lagi: "Kesehatanmu kurang baik bawa pulang ayam2 itu dan buatlah kaldu ayam agar badan lekas segar kembali, kalau badan sehat tentu kau tak akan mengantuk lagi kalau bertugas."

Hampir tak percaya Si-sin akan pendengaran sendiri ia tertegun, tapi dengan cepat ia berlutut pula dan anggukkan kepalanya berulang kali, lalu ia mengumpulkan bangkai2 ayam itu dan berlalu dari sana.

Sin-jiu Cian Hui memang seorang yang cerdik dan bisa berpikir panjang itulah syarat penting yang harus dimiliki seorang pemimpin macam dia, meskipun kemarahan berkobar dalam dadanya dan hampir tak terkendalikan toh ia masih bisa menggunakan otaknya dengan tepat, ia tahu keadaan tadi ibaratnya nasi sudah menjadi bubur, sekalipun orang itu dibunuh juga takkan menghasilkan keuntungan apa-apa, maka dia putuskan untuk mengampuni jiwanya, dalam keadaan demikian orang itu pasti akan terharu dan berterima kasih padanya karena diampuni jiwanya, dengan perasaan semacam ini berarti sejak itu dia akan benar-benar berbakti dan setia kepadanya.

Dari dulu sampai sekarang, orang yang berambisi besar memang harus pandai menggunakan kesempatan, bukan Cian Hui seorang saja yang akan bertindak macam begini, mungkin banyak orang lainpun akan timbul pikiran yang sama dalam keadaan seperti ini.

Sekian lamanya ia berdiri termenung di situ kemudian ia tertawa dingin dan gumamnya: "Hehehe, masa kau dapat lolos dari cengkeramanku hmm .?"

Perlahan ia berjalan ke depan lukisan itu dan menggulungnya dengan hati-hati, lalu putar badan dan berjalan keluar dan ruangan itu, tiba-tiba ia melihat sesuatu, ketika diamati lebih jelas lagi, ternyata ada sesosok bayangan manusia masih berdiri di situ dan orang itu tak lain adalah Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong.

Hal ini benar-a di luar dugaan Cian Hui, ia tertegun, lalu bentaknya dengan suara tertahan "Di mana mereka semua?"

Air muka Jii-giau-tui hun kaku tanpa emosi setelah memandang sekejap ke arah Cian Hut, ia berlalu sambil berkata: "Ikutlah padaku!"

Rasa gusar Cian Hui tak terbendung rasanya, tapi ia berusaha mengendalikannya, dengan bahu tak bergerak pinggang tak menekuk ia ikut berjalan di belakang orang, cepat sekali gerakan tubuh mereka seakan-akan kaki tidak menempel permukaan tanah.

Kedua orang itu dengan muka masam berjalan tanpa berbicara, selang sesaat kemudian tiba-tiba Jit giau-tui-hun berkata dengan dingin "Bila kedua bersaudara Mo berhasil menyelamatkan jiwa orang she Hui itu, di kemudian hari bocah itu pasti akan berterima kasih sekali kepada mereka berdua, apa yang diucapkan Mo Lam kelak mungkin juga akan diturutinya dengan setia!"

Beberapa patah kata Jit-giau-tui-hun itu diutarakan dengan nada dingin dan tanpa berpaling seakan-akan ucapan itu bukan ditujukan kepada Cian Hui.

Cian Hui agak tergerak hatinya demi mendengar perkataan itu, namun dengan berlagak tak acuh ia bertanya: "Memangnya ada apa kalau dia menurut perkataan mereka? Dan kenapa pula kalau dia tidak menurut perkataan mereka?"

Jit-giau-tui-hun mendengus "Hm, dia akan menurut perkataan Mo-si hengte atau tidak tentu saja tak ada hubungannya dengan diriku, cuma, tentunya kau tahu Pak-to-jit-sat adalah bertujuh, kekuatan mereka cukup tangguh dan rasanya tidak berada di bawah kekuatanmu?"

Sekali lagi hati Sin-jiu Cian Hui tergerak, setelah termenung sebentar akhirnya ia berkata; "Lalu apa yang harus dilakukan menurut pendapat saudara Na?" Nadanya yang dingin dan kaku kini sudah tersapu lenyap.

Tanpa menghentikan langkahnya Jit giau-tui-hun menyahut:" Menurut pendapatku, bila kau mempunyai pembantu, asal dua orang bersatu hati urusan apapun dapat diselesaikan, Sin-jiu Cian Hui kan orang yang cerdik, masa persoalan ini tak per nah kau pikirkan?"

"Ah. benar, benar!" seru Cian Hui sambil menepuk kening sendiri, sesungguhnya Siaute memang berhasrat bersekutu dengan Na-heng, cuma tawaran ini sukar kukatakan, kalau Na-heng sudah berkata begini, kuyakin kaupun bersedia bergabung dengan diriku bukan!"

Padahal sejak Jit-giau-tui-hun mengucapkan kata-kata pertama tadi, Cian Hui yang cerdik segera mengetahui maksudnya, cuma dia memang licin ia berlagak bodoh, ia biarkan orang menjelaskan sendiri maksudnya baru ia pura-pura bergirang.

Tiba-tiba Jit giau-tui-hun berhenti, tanpa berkata ia ulurkan tangan kanannya, Cian Hui mengerling sekejap, iapun mengulurkan tangan kanan. "Plok Plok! Plok?" Mereka bertepuk tangan tiga kali, ini tandanya mereka sudah bersepakat untuk bersekutu.

Habis bertepuk tangan, wajah Na Hui-hong yang dingin tampak berseri, katanya: "Tidak terlampau parah luka orang she Hui itu, luka itu tak bakal merenggut jiwanya, tapi dengan kemampuan kedua bersaudara Mo, jelas penyakitnya tak bakal sembuh. Menurut pendapatku, Cian-heng tak perlu tergesa-gesa menyembuhkan lukanya, tapi kaupun jangan terangkan berat entengnya penyakit bocah itu kita ulur waktu saja, jika orang she Hui itu menyatakan kesediaannya untuk berpihak kepada kita, Cian-heng baru obati lukanya itu, kalau tidak hm"

Sambil tertawa dingin telapak tangan kirinya bergerak menabas kebawah seperti golok "Kita harus cari akal untuk menjagalnya!"

Terkesiap juga Sin-jiu Cian Hui, dia berpikir "Keji amat orang she Na ini, hatinya busuk dan kejam, tampaknya kekejiannya jauh melebihi aku, bila orang macam begini tak dilenyapkan akhirnya akulah yang akan termakan"

Berpikir demikian, iapun berkata sambil tertawa: "Hahaha, siasat saudara Na memang bagus mungkin Khong Beng lahir lagi juga cuma begini saja, seorang yang kasar, lain waktu aku harus banyak minta petunjuk pada saudara Na"

"0. tentu," kata Jit-giau-tui-hun sambil tersenyum, sambil melangkah ke depan ia berpikir ""Sepintas lalu orang she Cian ini tampaknya jujur, mulutnya manis, perkataannya enak di dengar, pada hal apa yang sedang dipikirnya sekarang tak ada yang tahu, manusia berhati busuk dan berakal bulus macam dia paling berbahaya, kalau tidak kulayani orang ini secara baik-baik, di kemudian hari mungkin aku akan dilalap olehnya"

Begitulah dengan pikiran yang berbeda kedua orang itu mempercepat langkahnya ke depan, tak lama Cian Hui melihat ada tiga-lima buah rumah gubuk, cahaya lampu memancar keluar dari balik jendela meski cuma kelip2, ia tahu di situlah tempat kediaman kedua bersaudara Mo."

"Sudah sampai." Jit-giau-tui-hun berseru seraya berpaling.

Ia percepat gerak tubuhnya hanya sekejap saja sudah tiba di depan gubuk itu, pintu didorong dan ia menyelinap masuk ke dalam.

Sebuah dipan terletak di ruangan yang sempit, di situ berbaringlah Hui Giok yang pingsan, Go Beng-si duduk di samping pembaringan dengan wajah kuatir, sedangkan kedua bersaudara Mo yang satu membawa lentera dan yang lain sedang memeriksa luka Hui Giok dan membubuhi obat luka.

Ketika Sin-jiu Cian Hui dan Jit-giau tui-hun melangkah masuk ke dalam ruangan, tak seorangpun di antara mereka yang berpaling.

Si tangan sakti Cian Hui mendengus, cepat ia menerobos ke depan pembaringan itu, dengan suatu gerakan yang tak terduga dirampasnya bubuk obat di tangan Mo Lam secara kasar tanpa diperiksa lagi terus dibuang ke tanah.

"Hehehe, obat macam begitu juga dipakai? Huh, lukanya mana bisa sembuh" jengek Cian Hui.

Ia memeriksa keadaan Hui Giok, dilihatnya baju bahu Hui Ciok sudah dirobek hingga kelihatan dagingnya yang bengkak, ia coba menekannya dengan tangan dan bergumam: "Entah tulang bahunya remuk tidak" - Selama bicara ia tak pernah melirik ke arah Mo Lam barang sekejappun.

Maka Mo Lam sebentar merah sebentar pucat akhirnya tanpa bersuara ia mundur tiga langkah, ketika diliriknya ke belakang, ia lihat Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong yang kurus itu sedang tertawa aneh.

Mendongkol sekali Mo Lam, ia tertawa dingin diam-diam mengumpat di dalam hati" "Hm, suatu hari pasti akan . . . . "

Belum lagi selesai pikirannya itu, tiba-tiba ada yang mendengus di luar pintu, menyusul seorang menegur dengan suara halus tapi dingin sekali nadanya, "Siapakah Lotoa dan Longo dari Pak-to-jit-sat? Hayo gelinding keluar!"

Dengan kejut Mo Lam berpaling, ia lihat seorang perempuan cantik berpinggang ramping sedang berdiri bersandar pintu, sinar matanya setajam sembilu sedang menatap wajah setiap orang yang hadir dalam ruangan itu.

Orang-orang yang hadir dalam ruangan itu, kecuali Hui Giok, boleh dibilang semuanya adalah jago-kelas satu di dunia persilatan dewasa ini, tapi mereka tak ada yang tahu darimana perempuan itu datang dan sejak kapan berada disitu?

Ramping pinggang perempuan itu, parasnya cantik, suaranya manja, siapapun akan terkesima bila bertemu dengan perempuan yang menawan hati ini, kata-katanya dingin dan kaku, tajam menusuk.

Waktu itu Mo Pak sedang berdiri sambil memegang lentera, entah mengapa tiba-tiba ia bergidik mendengar perkataan itu, tangannya gemetar dan lentera yang dipegangnya jatuh ke lantai.

Cian Hui melihat kejadian itu, secepat kilat tangannya menyambar lentera yang hampir hancur itu sempat diraihnya, lampu itu hanya bergoyang dan tak sampai padam.

Diam-diam Go Beng-si menghela napas, mau-tak-mau ia mengakui kehebatan gerak cepat Sin-jiu Cian Hui yang luar biasa itu, ia mengerling ke depan pintu, dilihatnya perempuan cantik itu masih berdiri di sana dengan tersenyum sinis.

Ketika itu dia sedang mengawasi Cian Hui, ia menegur: "Siapa kau? Apa kau ini dari dan Pak-to-jit-sat?"

Sin-jiu Cian Hui tertawa, dipandangnya perempuan cantik itu sekejap, lalu sahutnya dengan lantang "Siapa pula nona? Kalau engkau tak kenal manusia yang bernama Pak-to-jit-sat, ada urusan apa anda mencari kedua orang itu?" - Seraya berkata, seolah-olah tidak sengaja ia mengerling sekejap ke arah kedua bersaudara Mo.

Kembali Go Beng-si menghela napas melihat tindak tanduk orang, pikirnya. "Ai, kungfu Si tangan sakti Cian Hui ini bukan saja cepat luar biasa, kecerdasan otaknya juga sukar ditandingi orang lain, dengan sikapnya barusan, meski mulutnya tak mengucapkan sepatah katapun, tapi justeru perbuatannya itu sama artinya dengan memberitahu perempuan itu siapakah Lotoa dan Longo dan Pak to-jit-sat " Kiranya sejak kemunculan perempuan itu. Cian Hui sudah tahu pasti bukan orang sembarangan dengan sendirinya ia tak ingin memusuhi perempuan itu, maka ketika orang menegurnya, di samping tidak merendahkan kehormatannya, iapun tidak secara langsung menunjuk hidung kedua orang Pak-to-jit-sat, digunakannya akal yang licik untuk memberitahukan kepada perempuan itu bahwa dia bukan orang yang dicari, malahan ia memberitahu mana orang yang sedang dicarinya itu

Tentu saja bukan cuma dia saja yang pintar, Go Beng si yang cerdik juga dapat mengetahui maksudnya, begitu pula Jit-giau tui-hun dan kedua bersaudara Mo pun tahu kelicikan Cian Hui.

Diam-diam Mo Lam dan Mi Pak mendengus, pikir mereka: "Aku tak pernah berjumpa dengan perempuan ini, kenal saja tidak, darimana datangnya permusuhanku dengan dia? Kalau bukan mencari gara-gara, lantas apa maksudnya mencari kami?"

Mereka menengadah dilihatnya sinar mata si nona yang dingin tajam. Mo Lam berkerut dahi sambil membusungkan dada ia melangkah maju lalu berkata dengan lantang: "Aku inilah Mo Lam. ada urusan apa nona mencari diriku?"

Mo Pak yang agak ketakutan melihat Cian Hui sedang memandangnya dengan senyum ejek, seakan-akan mentertawakan dirinya yang ketakutan hingga lenterapun terlepas dan cekalan, tentu saja ia tak mau unjuk kelemahannya di depan orang banyak, terpaksa iapun berseru dengan lantang: "Eh, kau perempuan darimana? selamanya kami tak pernah kenal denganmu, untuk apa tengah malam buta kau mencari kami? Ketahuilah..."

Perempuan itu mendengus, tiba-tiba ia berkelebat maju, Mo Pak merasakan matanya kabur dan tahu-tahu perempuan itu sudah bertolak pinggang di depannya.

Sebagai anggota kelima dan Pak-to-jit-sat, kungfu Mo Pak terhitung lihay, tapi sekarang ia tak tahu dengan cara bagaimana perempuan itu bergerak maju, keruan tidak kepalang kagetnya, seketika keberaniannya buyar, kata-kata selanjutnya pun tak mampu diucapkannya.

Si Tangan Sakti Cian Hui termenung sejenak sambil terbahak ia lantas berkata: "Nona, perselisihan apakah yang terjadi antara kau dengan Mo-si-siang-kiat? Bagaimana kalau dijelaskan agar kita semua ikut mengetahuinya? Aku Cian Hui..."

"Huh, kau manusia apa? Belum berhak mencampuri urusanku tahu?" bentak perempuan itu tiba-tiba sebelum lawan selesai bicara.

Lalu dia berpaling, ditatapnya wajah Go Beng-si, Na Hui-hong dan Cian Hui secara bergantian lalu sambil menuding keluar pintu dia membentak "Hayo, lekas kalian enyah dan sini!"



Air muka Na Hui-hong dan Go Beng-si berubah hebat, sedang Cian Hui berkata lagi sambil tertawa: "Hahaha, kami memang tak tahu perselisihan apa yang telah terjadi antara nona dengan Mo-si-siang-kiat, jika persoalannya memang tidak ada sangkut pautnya dengan kamu sepantasnya kami harus keluar dari sini, Cuma..."

Ia berhenti sejenak, lalu menyambung: "Jika aku pergi begitu saja, bila berita ini tersiar, orang yang tak tahu duduknya perkara tentu akan mengira aku jeri kepada nona, apalagi Hahaha, sekalipun aku cuma seorang Bu-beng-siau-cut (manusia kecil tak bernama) tapi kedua orang ini punya nama besar di dunia persilatan, kukira nona tak dapat memerintah mereka dengan sekehendak hatimu!"

Mendengar perkataan itu, diam-diam Na Hui-hong menyumpah di dalam hati: "Cian Hui betul-betul seekor rase tua yang licik."

Tapi sebelum mengucapkan sesuatu, Go Beng-si berbangkit sambil terbahak katanya: "Hahaha, jangan kuatir diriku asal saudara Cian bersedia keluar dari sini, akupun akan mengikuti jejaknya, bukankah begitu saudara Na?"

"Tentu saja!" seru Na Hui-hong, "asal saudara Cian mau pergi dari sini, akupun akan ikut keluar kalau Cian Hui saja dapat berbuat begini, tentu tidak menjadi soal bagiku "

"Hahaha, benar, memang begitu" kata Go Beng-si sambil terbahak-bahak lagi.

Waktu ia memandang ke sana, ia lihat sinar mata si nona yang bening diliputi rasa keheranan diam-diam ia tertawa geli, pikirnya "Perempuan ini pasti bingung oleh hubungan kami yang ruwet tentunya ia tak menyangka antara orang-orang yang berada di sini mempunyai hubungan yang aneh"

Ji-giau tongcu si bocah ajaib serba bisa ini memang pintar, apa yang ia terka memang tepat sekali

Sin-jiu Cian Hui maupun Jit-giau-tiu-hun Na Hui-hong adalah tokoh-tokoh ternama di daerah Kang lam, tentu saja si nona pernah mendengar nama mereka, pada mulanya dia mengira orang-orang itu tentu akan membela kedua bersaudara Mo untuk menghadapinya, sebab dengan nama dan kedudukan mereka dalam dunia persilatan, jangankan belum kenal siapa dia, sekalipun tahu tak nanti me reka akan menyerah dan pergi dengan begitu saja.

Maka tercenganglah nona itu setelah menyaksikan orang-orang itu saling gontok-gontokan sendiri.

Suasana dalam ruangan seketika jadi hening, masing-masing terbuai oleh jalan pikirannya sendiri, Na Hui-hong sedang berpikir. "Ditinjau dari gerakan tubuh perempuan itu, dia pasti seorang yang punya asal usul besar, Cian Hui si rase tua yang licik itupun segan mencari gara-gara padanya, kenapa aku mesti mencampuri persoalan ini? Apalagi aku dan Pak-to-jit-sat tak ada hubungan istimewa. Mau mampus atau mau hidup peduli apa dengan diriku.

Sedang Go Beng-si berpikir lain "Si tangan sakti Cian Hui selalu berusaha cuci tangan dan persoalan ini, aku justeru akan membuat dia selalu terlibat Hahaha mukanya pada saat ini tentu sangat menarik sekali untuk dipandang, akan kulihat cara bagaimana dia akan cuci tangan dalam persoalan ini "

Kemudian ia berpikir pula "Sekalipun ia betul-betul tinggalkan tempat ini akupun tak dapat ikut berlalu dengan begitu saja, walau perkenalanku dengan Hui Giok belum berlangsung lama, tapi aku cocok sekali dengan jiwanya aku tak boleh tinggalkan dia di sini, andaikata perempuan itu sampai bertempur dengan Mo-si-hengte dan mencelakai Hui Giok lagi aku kan bisa menyesal seumur hidup?"

Kedua Mo bersaudara saling pandang, merekapun berpikir menurut jalan pikiran sendiri. Gerakan perempuan ini sangat cepat dan aneh, ilmu silatnya pasti lihay. pantas beberapa keparat itupun tak berani mencari gara-gara padanya, Tapi aneh juga, tampaknya ia punya persoalan dengan kami padahal berjumpa saja kami tak pernah, darimana munculnya permusuhan Ai, bagaimanapun urusan telah berkembang jadi begini, harus mencari akal untuk mengatasi persoalan ini, kalau sampai kalah di tangannya nama baik Pak-to jit-sat tentu akan hancur"

Sin-jiu Cian Hm sementara itu masih tertawa dingin, iapun berpikir "Belum lama berselang Hui-hong telah berikrar bersamaku. tapi sekarang ia sudah berkiblat pada keparat she Go ini untuk menyudutkan aku. Hm? apa mereka mengira aku tak berani keluarkan rumah ini? Hehehe. aku justeru sengaja akan pergi dan sini, sekalipun berita ini mungkin akan tersiar di dunia persilatan kelak, tapi siapakah yang percaya aku Si tangan sakti Cian Hui jeri terhadap seorang perempuan bernama begini?"

Begitulah akhirnya Cian Hui meletakkan lentera di atas meja, dengan tertawa katanya "Kalau saudara Na dan Go sudah berkata begitu maka..."

Mo Pak mengernyitkan alis, tiba-tiba dia menyela: "Saudara Cian dan saudara Na, kalian tak usah keluar biar kami berdua saja yang keluar dari sini, bagaimanapun tempat ini terlampau sempit untuk bertempur, lebih leluasa bila kami bergebrak di luar sana"

Habis bicara, dengan langkah lebar ia lantas menuju ke pintu.

Perempuan cantik itu berkerut kening, katanya sambil tertawa dingin "Hehehe jika kau lebih suka mampus di luar, apa salahnya kalau cepat gelinding keluar sana?"

Waktu itu Mo Lam sedang berjalan dengan langkah lebar, ketika mendengar perkataan itu tiba-tiba ia berhenti dan bertanya "Nona, sebetulnya ada permusuhan apa antara dirimu dengan kami? Mengapa tidak kau terangkan lebih dulu? Siapa tahu..."

"Hm, Pak to-jit-sat hanya terdiri dari kawanan manusia bejat yang suka merusak anak perempuan serta perampok-perampok kejam jengek perempuan itu, sudah lama ingin kutumpas kalian dan muka bumi. Apa yang mesti kuterangkan lagi?"

"Huh, kau sendiri manusia macam apa?" bentak Mo Pak dengan mendongkol.

Belum habis ucapannya, tiba-tiba tangannya diayun ke muka, kemudian secepat kilat dia menerobos keluar.

Ciau Hui berseru tertahan sambil melompat mundur untuk menghindari serangan yang nyasar ke arahnya sementara puluhan bintik cahaya tajam menyambar ke muka dan mengurung sekujur badan perempuan cantik itu.

Pada saat yang sama Mo Lam juga menjejakkan kakinya dan kabur dari ruangan itu, sebelum keluar pintu, tangannya juga sempat diayun ke belakang, titik cahaya tajam sekali lagi berhamburan.

Pak-to-jit-seng-ciam (jarum sakti tujuh bintang) dari Pak-to-jit sat memang tersohor lihay, meskipun kedua bersaudara itu menyerang tidak bersamaan waktu. akan tetapi setelah jarum-jarum itu tersebar susah untuk membedakan mana duluan dan mana yang belakangan.

Perempuan cantik itu berkerut dahinya, mendadak ia melayang ke samping dengan lincah.

"Cepat amat gerak tubuh orang ini!" bisik Go Beng-si dengan perasaan kagum, ketika berpaling dilihatnya puluhan bintik cahaya tajam itu menyambar ke depan dan menyergap tubuh Hui Giok yang telentang di atas pembaringan.

Ia menjerit terkejut, ia mau menolong tapi tak sempat lagi jarum Pak-to-jit-seng-ciam yang dibidikkan dan tabung berpegas itu pasti akan segera bersarang di tubuh Hui Giok.

Cian Hui berseru kaget, diam-diam ia mengeluh: "Habis sudah rencanaku..."

"He, kiranya kau?" tiba-tiba perempuan itu berseru dengan wajah berubah hebat.



Bersamaan dengan teriakan itu, tiba-tiba tubuhnya melayang ke belakang tangannya berputar kencang. mengikuti gerakan tangannya itu puluhan batang jarum perak tadi berubah arah dan menyusup masuk ke balik ujung baju perempuan cantik itu, dalam sekejap jarum-jarum yang berbahaya tadi sudah lenyap tak berbekas.

Go Beng-si juga sedang menerjang ke depan secepatnya dan hampir saja tak dapat mengendalikan badan sendiri, "bluk", ia menerjang di atas tubuh Hui Giok.

Tak ada yang diharapkan olehnya saat itu kecuali menggunakan tubuhnya sebagai tameng sambaran jarum-jarum beracun itu. Pemuda yang cerdik tapi sangat perasa ini hanya memikirkan keselamatan sobat kentalnya itu.

Tapi ternyata jarum-jarum itu tak kunjung tiba, bukan saja jarum beracun tadi tidak melukai Hui Giok tidak pula hinggap di atas tubuhnya, ia jadi tertegun dan heran.

"Ban-liu-kui-ci ng!" tiba-tiba didengarnya Cian Hui dan Jit-giau-tui-hun berseru kaget.

Sekali lagi ia melengak, cepat anak muda itu bangkit dan berpaling, ia lihat Cian Hui dan Jit-giau-tui-hun sedang berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo, wajah mereka diliputi rasa kaget sedang menatap perempuan itu tanpa berkedip sebaliknya perempuan cantik itu berdiri termangu di ujung pembaringan wajahnya tampak keheranan, cuma tatapan hanya tertuju pada Hui Giok.

Semua itu terjadi hampir pada waktu yang sama, terlampau cepat dan sukar diikuti oleh orang biasa.

Tapi gerak-gerik mereka waktu itu serentak berhenti semua, baik Go Beng-si maupun Cian Hui dan Na Hui-hong berdiri terpaku sambil memandang perempuan itu dengan melongo, sedang perempuan itupun berdiri tak bergerak sambil memandang Hui Giok di pembaringan dengan termangu semuanya diliputi rasa kaget bercampur heran cuma apa yang mereka kagetkan, apa yang mereka herankan memang berbeda satu sama lainnya.

Setelah termangu beberapa saat lamanya, akhirnya Go Beng-si, Cian Hui dan Na Hui-hong dengan gerakan yang hampir sama melangkah ke depan dan berseru: "Apakah kau ini yang bernama Leng-gwat Siancu?"

Perempuan cantik itu tidak menjawab, sebaliknya malah bergumam: "Ah, kau, betul-betul engkau! Mengapa kau berada di sini?"

Untuk kesekian kalinya Go Beng-si, Cian Hui dan Na Hui-hong melengak, pelahan perempuan itu berpaling lalu menegur dengan ketus. "Luka apa yang ia derita? Kenapa bisa terluka? Siapa kau? Mengapa kau rela mengorbankan dirimu untuk menolong jiwanya?"

Dua patah kata yang pertama ditujukan kepada Cian Hui dan Na Hui Hong dengan nada dingin, sebab tatapan matanya tertuju ke arah mereka, sedang kedua kalimat terakhir diucapkan dengan nada halus, sorot matanya tertuju ke arah Go Beng-si.

Jit-giau tongcu menengadah diam-diam ia heran, dilihatnya sorot mata perempuan cantik yang memiliki ilmu Ban-liu-kui-ciong (selaksa aliran akhirnya bertemu jadi satu) dan ilmu Se-kim-sip-tiat (menyedot emas mengisap besi) itu diliputi perasaan gelisah, kuatir dan tak tenang.

"Aneh!" demikian ia membatin, "Saudara Hui Giok memang terhitung pemuda yang sukar dicari, tapi bagaimanapun juga dia hanya seorang pemuda yang berilmu rendah dan bernasib jelek, bagaimana mungkin ia bisa mempunyai hubungan yang erat dengan Leng-gwat-siancu tokoh sakti dari dunia persilatan.

Perlu diterangkan, tatkala Hui Giok mengisahkan pengalamannya tempo hari secara tertulis ia tidak menerangkan pertemuannya dengan Leng-gwat siancu Ay Cing, Sebab itulah Go Beng-si tidak mengetahui hubungan mereka, tentu saja ia keheranan sehingga lupa untuk menjawab.

Tergerak hati Cian Hui ia menjura kepada perempuan cantik itu, katanya sambil tertawa: "Hahaha, tak kusangka engkau inilah Ay siancu, lebih tak menyangka kalau Ay siancu adalah sahabat karib Bengcu-toako, Hui-taysianseng kami Hahaha, sungguh sangat kebetulan !"

"Bengcu-toako... Hui-taysianseng... "gumam perempuan cantik itu, sinar matanya yang penuh perasaan heran mengerling Cian Hui bertiga, lalu pelan-pelan berpaling dan menatap wajah Hui Giok untuk sekian lama ia diam saja.

Perempuan cantik ini memang benar adalah Leng-gwat-siaucu Ay Cing, isteri Cian-jiu-suseng satu-satunya orang yang mewarisi ilmu Ban-liu-kui-ciong serta selama belasan tahun terakhir ini disebut sebagai sepasang pendekar dewa-dewi.

Tempo hari setelah ia sambut kembali ke empat belas batang jarum Pak-to-jit seng-ciam kepada Sam sat Mo Se sehingga menyebabkan kematian iblis itu, dia kembali ke kamarnya dan menyangka Hui Giok masih berbaring di pembaringannya, maka tanpa curiga iapun berbaring di sisinya siapa tahu ketika orang yang tidur di sampingnya itu menggeser badannya ia lihat orang itu ternyata bukan Hui Giok melainkan orang yang senantiasa berusaha dihindarinya selama beberapa tahun terakhir ini.

Segera ia bermaksud kabur, sayang terlambat, dalam kejut dan paniknya tahu-tahu ia sudah tertutuk jalan darahnya dan dibawa pergi orang itu.

Ketika jalan darahnya dibebaskan kembali oleh orang itu hari sudah terang tanah, mau melawan kungfunya bukan tandingannya, akhirnya ia berhasil menemukan kesempatan baik dan kaburlah perempuan ini dari cengkeramannya.

Orang yang bisa bikin Leng-gwat siancu mati kutu dan selalu berusaha kabur terbirit-birit ini tentu saja seorang jagoan yang tak terkatakan kehebatannya, dibalik kejadian itu memang terdapat serangkaian cerita tersendiri yang cukup unik, cuma cerita itu tak pernah dikatakan Leng-gwat-siaacu kepada siapapun, maka orang Iain tentu saja tak tahu.

Leng-gwat siancu Ay Cing sendiri memang berilmu tinggi tapi terhadap orang itu bukan saja bencinya merasuk tulang, tapi takutnya juga seperti tikus ketemu kucing, setelah lolos dari cengkeram airnya siang hari ia selalu bersembunyi, bila malam tiba dia melanjutkan usahanya untuk kabur sejauh nya dari orang itu, agar tidak sampai tertangkap lagi.

Selama beberapa bulan terakhir, bukan saja dia makan tak enak dan tidur tak nyenyak, kadang ia bertanya kepada diri sendiri: "Sampai kapan aku harus buron dan tak perlu takut kepadanya lagi?"

Pertanyaan ini ia sendiripun tak dapat menjawabnya, ia hanya dapat berdoa semoga Thian cepat-cepat mencabut nyawa orang itu.

Kecuali buron, iapun ingin menemukan kembali bocah bernama Hui Giok itu, ini bukan lantaran dia akan minta kembali kedua jilid kitab pusaka yang diambil bocah itu, hanya entah sebab apa kesannya atas pemuda itu sangat mendalam, timbul rasa rindunya.

Tapi dunia amat luas, ke mana dia harus menemukan Hui Giok?

Malam itu ia tiba di depan rumah gubug tersebut, ketika dilihatnya ada cahaya lampu memancar keluar dari sebuah gubug di tengah malam buta. ia merasa heran dihampirinya gubug itu dengan rasa ingin tahu.

Tapi setibanya di dekat gubug itu ingatan lain timbul dalam benaknya, diam-diam ia memaki diri sendiri: "Ay Cing, wahai Ay Cing, keadaanmu sendiri saat ini mengenaskan sekali, untuk melindungi diri sendiripun tak becus, buat apa kau campur urusan orang lain!"



Ketika timbul pikiran demikian. perempuan itu segera hendak pergi dan situ, tapi tiba-tiba sinar matanya menemukan sesuatu, di bawah sinar bintang yang redup lamat-lamat dilihatnya sebuah lambang yang dilukis dengan kapur putih tertera diatas pintu rumah itu, lambang itu berbentuk bintang persegi tujuh dan tampuk amat jelas sekali, hatinya langsung tergerak: "Hm. rupanya Pak-to-jit-sat berada disini"

Kemudian ia berpikir seandainya Mo Se tidak bikin gara-gara, tentu aku tak akan tertangkap oleh manusia bedebah itu."

Diam-diam ia menggigit bibir dan menerjang masuk ke dalam gubug itu, tentu saja mimpipun ia tak menyangka Hu: Giok yang sedang dicarinya itu juga berada di dalam ruangan itu, lebih2 ia tak menyangka kalau anak muda itu telah menjadi Bengcu toako dan Hui-taysianseng segala.

Ia kaget dan heran, ia berdiri di depan pembaringan dengan tertegun, ia melupakan kedua Mo bersaudara, diperiksanya luka di tubuh Hui Giok itu kemudian sambil menghela napas panjang gumamnya: "Ai, lukanya teramat parah, mungkin tulang bahunya ikut remuk!"


Si Tangan sakti Cian Hiu ter-bahak2, ia keluarkan kipasnya sambil digoyangkan beberapa kali ia berkata sambil tertawa. "Hahaha, luka Hui-tay sianseng memang cukup parah, untungnya cuma luka luar saja, aku memang tak becus, tapi kalau cuma luka begini rasanya aku masih sanggup menyembuhkannya, Ay-siancu jangan kuatir serahkan saja soal ini kepadaku."

Leng gwat-siancu tersenyum dia mengeluarkan sapu tangan dan menyeka butiran keringat yang membasahi jidat Hui Giok katanya sambil menggeleng kepala "Ai apa yang terjadi di dunia ini kadang-kadang memang sukar diduga orang, ketika bertemu untuk pertama kalinya dulu dia masih berupa seorang pemuda lemah yang sering dihina dan dicemoohkan orang, sungguh tak kunyana dalam beberapa bulan saja ia telah menjadi Bengcu-toako dari kalian orang2 ternama ini."

la berhenti sebentar, sambil tersenyum berpaling kepada Go Beng-si. "Dapatkah kau beritahukan kepadaku, kejadian aneh apa lagi yang telah dia alami selama beberapa bulan belakangan ini."

Aneh juga, ucapannya sekarang lembut dan enak di dengar, tidak lagi kaku, dingin dan seperti tadi.

Go Beng-si tenangkan pikirannya setelah termenung sebentar dia akan menjawab tapi saat itulah sesosok bayangan berkelebat lewat di luar pintu, segera Leng gwat-siancu membentak dengan suara lantang "Hm, jadi kalian belum kabur?"

Tubuhnya yang ramping melesat, Go Beng-si merasakan pandangannya jadi kabur, tahu-tahu bayangan orang sudah lenyap.

Sambil menggoyangkan kipasnya pelahan Cian Hui berjalan ke luar, malam hampir lewat, fajar sudah menyingsing cahaya merah telah menghiasi ufuk timur, tiga sosok bayangan secepat kilat menghilang di kejauhan.

Dia tertawa dingin, pikirnya "Kedua Mo bersaudara mungkin sudah bosan hidup, sudah lolos dan cengkeramannya kenapa datang lagi? Hehehe sekali ini mereka pasti akan jatuh di tangan gembong iblis perempuan ini."

Ia mengerling sekejap Hui Giok yang berbaring di pembaringan itu, lalu katanya dengan kening berkerut: "Saudara Go, bukankah sahabat karib Hui-taysianseng, Tahukah kau asal usulnya dan cara bagaimana ia berkenalan dengan gembong iblis perempuan itu?"

"Hehehe, kukira Go-siauhiap sendiripun tak tahu." sela Jit-giau-tui-hun.

Baru selesai ucapannya. Tiba-tiba bayangan orang kembali berkelebat di luar pintu. ketika semua orang berpaling, tampaklah Leng-gwat-siancu Ay Cing dengan gerakan secepat kilat telah menerobos masuk ke dalam ruangan, kali ini dia muncul dengan wajah pucat dan gugup. begitu masuk ke dalam ruangan pintu lantas dikunci, lentera yang ada di mejapun dikebut hingga padam seketika.

Baru saja ruangan jadi gelap, tiba-tiba suara gelak tertawa seram menggema di luar pintu, seorang berucap sekata demi sekata: "Tidak kau duga bukan? Akhirnya kau kutemukan juga Hehehe, padahal kaupun tak perlu kabur terburu-buru, sebab percuma sekalipun kau kabur ke ujung langit juga akhirnya akan kutemukan kau."

Waktu suara itu bergema terasa masih berada sangat jauh, tapi hanya sekejap saja pintu gubug itu segera di dobrak orang, menyusul sesosok bayangan menerobos masuk ke dalam ruangan.

Semua orang hanya saling pandang dengan melongo, hening suasana di situ sampai napaspun kedengaran jelas, tahu-tahu Leng-gwat-siancu maupun bayangan manusia yang menerobos masuk ke dalam ruangan tadi sudah lenyap tak berbekas.

Fajar sudah mulai menyingsing tapi ruangan itu masih gelap, semua orang berdiri dengan kaget, heran dan curiga, siapapun tak tahu kejadian apa yang telah berlangsung di situ.

Akhirnya Cian Hui berdehem dan berkata "Saudara Na. apa membawa korek api? Ai, makin tua aku jadi makin lamur, saudara Go, usiamu paling muda, apakah kau lihat jelas potongan badan si pendatang tadi?"

Go Beng-si menghela napas, dia tidak memberi jawaban, waktu itu Jit-giau-tui-hun berada di samping meja, dia menyulut lentera hingga suasana terang kembali.

Angin pagi berembus, Go Beng-si merasa badan agak kedinginan, dia berpaling dan ditemukan daun pintu sudah roboh ke kiri dan ke kanan, di atas pintu tertera sebuah bekas telapak tangan yang menekuk ke dalam kayu, ketika diperiksa dengan seksama baru diketahui bahwa orang tadi telah menghantam daun pintu hingga tembus, pantas di atas pintu tertera telapak tangan yang jelas.

Sejak bersuara sampai berlalu, bayangan tadi tak pernah berhenti, padahal pintu rumah orang-orang desa biasanya dibikin dari kayu yang tebal berat, tapi cukup sekali pukul orang itu dapat melubangi papan pintu yang tebal, ngeri juga Go Beng-si membayangkan ilmu orang itu.

Dia coba berpaling, dilihatnya Cian Hui berdiri dengan rasa kaget bercampur ngeri, sedang Jit giau-tui-hun Na Hui-hong kelihatan agak menggigil, meski tak seorangpun yang buka suara, tapi perasaan mereka tak berbeda jauh satu dengan yang lain.

"Siapakah orang itu? Hebat sekali ilmu silatnya," pikir orang-orang itu dengan perasaan tak tenang. Bunyi gemercit berkumandang dari papan pembaringan tiga orang itu tersadar kembali dari lamunan dan sama-sama berpaling, kemudian mendekati pembaringan.

Hui Giok yang semaput cukup lama itu, tiba-tiba membuka matanya dengan pelahan.

"Ah, dia telah sadar!" teriak Go Beng-si kegirangan.

"Dia sadar!" Cian Hui juga berseru dan tersenyum.

Kedua orang itu saling pandang dengan tertawa sementara Hui Giok yang baru sadar tampak juga bersenyum. ia bergumam seperti mengucapkan sesuatu, namun tak ada suara yang kedengaran, hanya senyuman yang menghiasi bibirnya tampak semakin cerah.

"Aneh betul bocah ini!" pikir Go Beng-si keheranan, baru saja mendusin kenapa terus tertawa - Tentu saja dia tak tahu mengapa Hui Giok lantas tertawa begitu siuman dari pingsannya.

Pelan Hui Giok memejamkan lagi matanya suara tadi seolah-olah masih berkumandang di telinganya. "Dia telah sadar , dia telah sadar."



Hanya tiga patah kata saja, namun terasa seperti irama yang paling merdu yang pernah di dengar oleh Hui Giok sepanjang hidupnya, kini ia dapat mendengar suara dunia lagi setelah tuli sekian lama, ketiga kata itu benar-benar kata yang paling merdu baginya.

"Akhirnya aku dapat mendengar lagi ia berpekik kegirangan di dalam hati."

Dalam keadaan begini, ia tidak ingin berpikir apa-apa, dia hanya mengulangi kembali ucapan orang2 tadi: "la telah sadar , ia telah sadar."

Tiba^ ia merasa sukmanya seperti melayang-layang ke awang-awang, bisikan ketiga patah kata itupun berkumandang makin lama makin cepat akhirnya semuanya buyar dan sirna.

"Ai, ia semaput lagi!" keluh Go Beng-si sambil menggeleng kepala dan menghela napas, "Cuma ada sesuatu yang aneh."

"Ya, mengapa ia tersenyum setelah sadar, begitu bukan?" tukas Cian Hui sambil menggoyangkan kipasnya.

Kedua orang ini sama-sama cerdik, maka sebelum Go Beng-si menyelesaikan katanya, Cian Hui sudah tahu apa yang hendak diucapkan lawan.

Kendatipun kedua orang itu sama cerdiknya, toh ada satu hal yang tak pernah mereka sangka yakni pukulan yang dilancarkan Kim-keh Siang It-ti tadi meski membuat Hui Giok terluka parah akan tetapi karena pukulan itu, tutukan berat pada jalan darah bisu dan tuli yang dilakukan pelajar misterius atas diri Hui Giok itupun tergetar lepas sebagian.

Tentu saja hal ini di luar dugaan siapapun dan merupakan kejadian yang sangat kebetulan sifatnya, tak heran kalau Cian Hui dan Go Beng-si yang cerdik sama-sama tidak tahu.

Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong yang sedang termenung tiba-tiba berkata dengan lantang: "Sekarang hari sudah terang tanah, saudara Cian tentunya sudah mempunyai rencana ke mana kita akan pergi?"

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar