Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
-----------------------------
Bagian 59
Aku merasa pasti, bahwa
didalam hal ini terselip sesuatu yang luar biasa. Diam2 aku memesan supaya
semua saudara berwaspada dan harus menjaga supaya penyamaran kita tidak
diketahui. Disepanjang jalan kami memperhatikan gerak-gerik dan bicaranya
orang2 yang mengiring kami. Tapi mereka sangat berhati-hati dan dihadapan kami,
mereka tak pernah bicara sembarangan. Belakangan, dengan memberankan diri
ditengah malam saudara Gouw Liang coba memasang kuping diluar jendela kamar
mereka. Sesudah menyatroni 4-5 malam, barulah ia mendapat sedikit keterangan.
Ternyata hweesio itu adalah pendeta2 berilmu dari Siauw Lim Sie di siong san.
Biarpun sudah menduga dari
semula, mendengar itu Boe Kie mengeluarkan seruan kaget. Sesudah berdiam
sejenak, Coe Goan Ciang melanjutkan penuturannya. Malam itu, sesudah mengintip
beberapa lama, saudara Gouw Liang mendengar suara seseorang. Hitung2 Coe Jin
benar2 lihai, semua jago dari 6 partai besar tak ada yang terlolos dari
tangannya. Semenjak dahulu, siapakah yang bisa berbuat seperti itu? seorang
lagi menyambung. Masih ada lain halyang mengangumkan.
Dengan sebatang anak panah,
majikan kita berhasil memanah 2 ekor tiauw. Dengan siasatnya yang sangat lihai,
ia sudah menyeret iblis2 Mo Kauw ke dalam lubang permusuhan. Kami lantas saja
berunding. Kami berpendapat, bahwa karena agama kita juga disebut2, kami harus
menyelidiki hal ini sampai seterang2nya guna dilaporkan kepada Kauwcoe.
Benar kata Boe Kie sambil
menggangguk. Keputusan kalian tepat sekali. Kami terus digiring ke jurusan
utara, kata pula Coe Goan Ciang. Di sepanjang jalan kami berlagak sebagai
manusia tolol. Saudara Thong Ho dan saudara Teng Jie berlagak berkelahi
lantaran berebut 5 tahil perak. Mereka saling memukul membabi buta untuk
menunjukan mereka tidak mengerti ilmu silat. Orang2 galak itu tertawa terbahak2
dan mereka tak memperhatikan kami lagi. Disamping itu kami memperlakukan sangat
hormat kepada mereka.
Kami selalu memanggil mereka
dengan panggilan looya (Tuan Besar). Saudara Gouw Tin mengusulkan untuk
menggunakan obat pulas guna menolong pendeta2 itu. Sesudah berdamai, kami
menolak usulnya. Kami berpendapat, bahwa terlebih dahulu kami harus menyelidiki
teka teki ini sampai didasarnya. Kamipun berpendapat, bahwa orang2 itu sangat
berhati2 dan memiliki kepandaian tinggi, sehingga sekali salah bertindak urusan
besar bisa menjadi gagal.
Maka itu, kami tidak berani
turun tangan. Waktu tiba dikota Ho kian hoe, kami bertemu dengan 6 buah kereta
lain yang juga membawa orang. Orang2 dalam kereta itu adalah orang2 biasa.
Selagi makan, salah seorang pendeta menegur orang itu dengan berkata begini
Song Tayhiap, kaupun berada disini?
Boe Kie terkesiap. Song
Thayhiap? ia menegas. Bagaimana macamnya? Dia bertubuh jangkung kurus,
jawabnya. Usianya kira2 50 atau 60 tahun. Jenggotnya bercabang 3, paras mukanya
tampan dan anggun.
Tak salah lagi itulah Song Wan
Kiauw! Boe Kie girang dan buru2 menanyakan macamnya orang2 lain dalam rombongan
itu. Dari keterangan Coe Gon Ciang, ia menarik kesimpulan bahwa Jie Lian Cioe,
Thio Song Kee dan Boh Seng Kok juga berada disitu. Apakah mereka terluka? Apa
dirantai? tanyanya pula.
Tidak jawab Coe Goan Ciang.
Mereka tak dirantai dan kamipun tak melihat tanda2 luka. Mereka berbicara dan
main2 seperti orang yang sehat. Mereka hanya tak punya semangat dan kalau
berjalan tindakan mereka agak limbung. Mendengar perkataan pendeta Siauw Lim
itu Song Tayhiap hanya tertawa getir. Ia tidak menjawab. Hweesio itu ingin
bicara lagi tapi seorang penjaga keburu datang dan dengan kasar memisahkan
mereka dalam jarak belasan li.
Kami tak pernah ketemu muka
lagi dengan rombongan Song Tayhiap. Pada tanggal 3 bulan 7, rombongan kami tiba
di kota raja.
Ah! seru Boe Kie Kota raja!
Kalau begitu yang turun angan kaisar Goan sendiri. Habis bagaimana? Pendeta2
Siauw Lim dikirim kesebuah rumah berhala yang sangat besar di See saja katanya
kamipun disuruh nginap di bio (kuil) itu.
Bio apa? tanya Boe Kie.
Ketika tiba didepan kuil, aku mendogak dan
mengawasi papan nama yang terpasang diluar
jawabnya Bio itu adalah Pan Hoat sie, karena mendongak, aku dicambuk
oleh seorang penjaga. Kami segera berdamai, kami menduga, bahwa untuk menutup
mulut kami, kami akan dibinasakan. Maka itu, kami mengambil keputusan untuk
melarikan diri malam itu juga.
Sungguh berbahaya kata Boe
Kie. Untung juga mereka tidak mengejar, sehingga kalian bisa lari sampai disini
dengan selamat. Thonh Ho tertawa. Coe Taoko sudah bertindak terlebih dahulu
untuk mencegah pengejaran katanya. Selagi penjaga2pergi keluar cepat2 kami
menyatroni tempat penjualan keledai dan membekuk 7 penjual keledai. Sesudah
menukar pakaian dengan mereka, kami mebunuh ke-7 orang itu kedalam bio. Kami
mebacok2 muka mereka supaya tidak dikenali lagi. Kemudian kami mebinasakan
kusir2 kereta yang lain datang bersama2 kami menyebar uang perak di lantai.
Dengan begitu penjaga2 tentu akan menduga, bahwa ke-2 rombongan kusir kereta
saling bunuh sebab saling berebut uang. Ia sama sekali tak merasai kekejaman
dari perbuatan itu dan sambil cerita sambil tertawa2.
Boe Kie terkejut. Ia melirik
Cie Tat yang kelihatannya mereasa tak tega, sedang paras Jie menunjukkan paras
jengah. Hanyalah Coe Goan Ciang yang bersikap tenang dengan paras muka tak
berubah. Dia kejam dan lihay kata Boe Kie dalam hati. Sesudah menentramkan
hati, ia berkata dengan suara tajam. Biar tipu toako bagus, tapi mulai sekarang
kita tidak boleh membunuh manusia yang tidak berdosa Dengan serentak Cu Goan
Ciang dan kawan2nya berbangkit dan berkata sambil membungkuk. Kami akan
memperhatikan perintah Kauwcoe.
Kau berjasa besar dan sekarang
kita sudah tahu dimana adanya rombongan Siauw Lim dan Boe Tong, kata pula Boe
Kie. Sesudah selesai mengatur gerakan untuk merobohkan kerajaan Goan, kita akan
segera ke kota raja untuk menolong rombongan kedua partai itu sesudah beres
urusan yang mengenai kepentingan umum barulah ia menyebutkan hal masak daging
kerbau di kelenteng Hong kak sie pada hari itu. Mengingat kejadian itu, semua
orang tertawa terkakak dan menepuk2 tangan.
Malam itu, Boe Kie mengadakan
perhimpunan dengan segenap pemimpin Beng Kauw. Mereka menyalakan api ungun dan
memasang hio. Secara resmi maka telah diambil suatu keputusan, bahwa seluruh
bengkauw siap akan bergerak dengan serentak. Pasukan dan segenap anggota Beng
Kauw harus saling tolong menolong dalam meenggempur tentara musuh dan
merubuhkan kerajaan Goan.
Rencana gerakan Beng Kauw
adalah sebagai berikut Kauwcoe Thio Boe Kie bersama Kong Beng Coe soe Yo Siauw
dan Ceng Ek Hok Ong Wie It Siauw memegang kekuasaan Cong Tan (seluruhnya) dan
menjadi Cong Swee (pemimpin ketentaraan yang tertinggi).Pheh Bie Eng ong In
Thian Ceng bersama seluruh anggota Pheh bie kie bergerak di daerah Khong
lam.Coe Goan Ciang, Cit Tat, Thonh Ho, Teng Jie, Hoa in, Gauw Liang dan Gauw
Tin, bersama pasukan pasukan Siang Gie Coen, Kwee Coe Hian dan Soen Tek Cioe
bergerak di Hoe Cioe di Hwai Pak.
Po Tay hweesio Swee Poet Tek denagn memimpin
Han San Tong, Lauw Hok Thong, Touw Coen Too, Lo Boen So, Seng Boen Yoe, Ong
Hian Tiong dan Hau Kauw Jie bergerak di Eng Cioe propinsi Ho Lam.
Pheng Eng Giok dengan memimpin
Cie, Siu Hwie, Cee Cin Ong dan Beng Giok Tin bergerak di Yauw Cioe, Wan Cioe,
Sin Cioe dan lain2 kota di kang say.
Tiat Toan Toojin dengan
memimpin Po Sam Ong dan Beng Hay Ma bergerak di daerah Siang couw dan Keng
siang. Cioe Tian dengan memimpin Cie Ma Lie dan Tio Koen Yang bergerak di
daerah Cioe siok dan Hoang pay. Leng Kiam bersama anggota Beng Kauw wilayah See
Hek harus mencegat bara tentara Mongol yang dikirim ke Tionggoan dari See Hek.
Ngo Hek kie dikuasai Cong Tan yang juga akan mengatur dan mengirim bala bantuan
yang perlu dibantu.
Itulah rencana pergerakan Beng
Kauw yang menurut taksiran orang telah direncanakan oleh Yo Siauw.
Pengumuman Boe Kie itu
disambut dengan tepuk tangan dan sorak2 yang menggetarkan seluruh Ouw tiap kok.
Sesudah suasana agak mereda, Boe Kie berkata dengan suara nyaring.
Menurut perhitungan kalo kita
hanya mengandalkan tenaga sendiri tak gampang kita bisa merobohkan kerajaan
Goan yang sudah menancapkan kaki selama seratus tahun. Maka itu, kita harus
berserikat dengan semua orang gagah di seluruh negeri dan dengan kerja sama
yang erat kokoh, semoga kita bisa mencapai tujuan yang besar ini. Disini waktu
hampir separuh tokoh2 rimba persilatan Tionggoan, telah ditawan dengan kerajaan
Goan. Coang tan akan berusaha sekeras tenaga untuk menolong mereka. Besok
saudara2 harus puang ke masing2 tempat untuk mengatur dan mempersiapkan segala
sesuatu. Begitu lekas mendapat kesempatan, saudara2 boleh segera bergerak. Cong
tan pun akan lekas berangkat ke kota raja.
Hari ini kita boleh makan
minum sepuas hati. Di belakang hari entah kapan kita bisa bertemu muka lagi.
Kami mengharapkan saudara2 akan saling mencintai kawan seperjuangan dan akan
mengutamakan kepentingan umum. Janganlah saudara2 serakah untuk kepentingan
pribadi atau saling bunuh dengan kawan sendiri. Terhadap siapapun juga yang
menyeleweng Cong Tan tak akan memberi ampun.
Pernyataan dan nasehat itu
disambut dengan teriakan2 bersemangat oleh para hadirin yang berjanji akan
mentaati pesan Kauwcoe mereka. Sesudah itu diadakan upacara sumpah. Dengan
meneteskan darah dan memasang hio semua orang bersumpah untuk berserikat
sehidup semati dan berjuang untuk melaksanakan rencana serta mencapai tujuan
mereka. Pada keesokan paginya, semua orang berpamitan pada kauwcoe. Meskipun
mereka terdiri dari orang2 gagah yang berhati baja, perpisahan itu mengharukan
banyak orang karena mereka yakin, bahwa didalam peperangan bakal jatuh banyak
korban sehingga belum tentu berapa banyak orang yang bisa ketemu muka lagi.
Perlahan2 mereka mulai keluar
dari mulut Ouw Tiap Kok, dimana dinyalakan sebuah api ungun yang sangat besar.
Entah siapa yang memulai, tiba2 diselat itu berkumandang nyanyian seperti
berikut.
Membakar ragaku,
Api nan suci.
Hidup apa senangnya.
Mati apa susahnya
Semua orang lantas saja
mengikuti dan suara nyanyian makin keras.
Membakar ragaku.
Api nan suci.
Hidup apa senangnya?
Mati apa susahnya?
Untuk kebaikan, menyingkirkan
kejahatan.
Guna kegelimangan Beng Kauw.
Kesenangan dan kedukaan.
Semua berpulang kedalam tanah.
Kasihan manusia didalam dunia.
Banyak yang menderita!
Kasihan manusia didalam dunia
Banyak yang menderita!
Diantara suara nyanyian itu
yang mengalun di seluruh selat, para pemimpin Beng Kauw yang mengenakan pakaian
serba putih meminta diri dari Kauwcoe mereka. Satu demi satu mereka menghampiri
Boe Kie membungkuk dan lalu berjalan keluar tanpa menengok lagi.
Boe Kie menerima pemberian
hormat itu dengan rasa terharu. Mereka itu adalah orang2 gagah sejati. Selama
10 atau 20 tahun demi nusa dan bangsa, darah mereka akan mengucur di bumi
Tiongkok. Mengingat begitu tanpa merasa air matanyadi kedua pipinya. Makin lama
suara nyanyian makin jauh. Tak lama kemudian, Ouw tiap kok yang selama beberapa
hari penuh dengan manusia, pulang keasal sunyi dan tenang. Yang masih
ketinggalan hanya Boe Kie, Yo Siauw, Wie It Siauw, Coe Goan Ciang dan
kawan2nya. Sesudah menanyakan letak Ban hoat sie dan macamnya penjaga kelenteng
itu Boe Kie berkata kepada Coe Goan Ciang Coe taoko, dunia sedang menghadapi
kekalutan dan kita
tidak boleh menyia-nyiakan
setiap kesempatan. Kalian tak usah menemani kami lagi ke kota
raja. Sekarang saja kita
berpisah Baiklah jawabnya. Kami mengharapkan Kauwcoe akan segera berhasil dan
kami semua menunggu kabar baik sehabis berkata begitu dengan kawan2nya ia
meninggalkan Ouw tiap kok.
Mari kitapun harus berangkat
kata Boe Kie sesudah rombongan Coe Goan Ciang berlalu. Siauw Ciauw, karena kau
membawa2 rantai, sebaiknya kau menunggu disini saja. si nona tidak menolak,
tapi ia mengantar terus menerus. Sesudah 3 li, 3 li lagi dan ia tetap tak tega
untuk berpisahan. Siauw Ciauw kau sudah mengantar terlalu jauh kata Boe Kie.
Ada kemungkinan kau kesasar dan tidak bisa kembali ke Ouw tiap kok.
Thio kauwcoe apakah kau akan bertemu dengan
Tio Kuwnio di kota raja? tanya si nona. Entahlah jawabnya. Jika kau bertemu
dengan dia, bolehkah ajukan satu permintaan untukku?
Boe Kie heran Permintaan apa?
tanyanya.
Minta pinjam Ie Thian po kiam
untuk memutuskan rantai. Sebegitu lama rantai ini masih belum bisa diputuskan,
sebegitu lama aku masih jadi orang perantara. melihat sikap dan paras muka si
nona Boe Kie merasa tak tega. Aku kuatir, ia tak sudi meminjamkan pedang itu.
Kita bisa minta supaya dia sendiri yang memutuskan rantai ini.
Boe Kie tertah. Siauw Ciauw,
kalau maksud katanya. Kau hanya ingin mengikut kami. Yo Co soe bagaimana
pendapatmu? Apa boleh kita ajak padanya? Yo Siauw menegrti jalan pikiran sang
Kauwcoe. Dengan bertanya begitu, Boe Kie sebenarnya ingin mengajak si nona.
Maka itu, ia lantas saja menjawab Tak halangan jika Kuwcoe ingin mengajak dia,
diperjalanan ia bisa merawat Kauwcoe. Hanya rantai itu sangat menarik
perhatian. Begini saja, ia berlagak sakit dan bersembunyi di kereta. Didepan
orang banyak, ia tidak boleh sembarangan menonjolkan muka. Siauw Ciauw girang
bukan main. Terima kasih Kowcoe, terima kasih Yo Co soe katanya. Ia menengok
Wie it Siuaw dan menambahkan Terima kasih Wie Hot ong. Wie It Siauw tertawa dan
berkata Perlu apa kau menghaturkan terima kasih kepadaku? Hati2 kau, kalau penyakitku
kumat lagi, aku bisa menghisap darahmu sambil berkata begitu, ia menyeringai
dan memperlihatkan 2 baris giginya yang putih.
Siauw Ciauw tahu, Wie It Ong
sedang bergurau, tapi ia merasa seram. Ia mundur beberapa tindak dan berkata
Wie Hot ong, jgn menakut2i aku. Demikianlah, dengan menggunakan 3 ekor kuda dan
sebuah kereta, Boe Kie berempat menuju ke kota raja. Perjalanan itu dilakukan
tanpa menemui halangan dan pada suatu hari, tibalah mereka di Taytouw (sekarang
peking). Ibukota dari kerajaan Goan.
Sebagai tempat berdiamnya
kaisar, ota itu tentu saja lain daripada yang lain. Wakil2 berbagai negeri dan
suku2 bangsa berkumpul disitu. Begitu masuk di pintu kota. Boe Kie berempat
langsung menuju ke See shia (kota sebelah barat) dan mencari sebuah rumah
penginapan yang besar. Yo siauw membawa lagak sebagai seorang hartawan. Ia
minta 3 kamar kelas 1 dan memberi persen secara loyal kepada pelayan, yang
tentu saja berlaku sangat hormat dalam pelayannya. Sesudah minum the, Yo Siauw
memanggil pelayan itu dan mengajaknya beromong2 tentang keadaan di kota raja.
Ia mengatakan ia suka sekali meninjau tempat2 yang mempunyai nilai kebudayaan
dan sejarah. Dimana kami bisa melihat lihat kelenteng2 tua yang tersohor?
tanyanya. Sesudah menyebutkan beberapa nama, si pelayan menyebutkan Ban hoat
sioe. Ban hoat soie sangat besar katanya Didalam kelenteng itu terdapat 3
patung budha yang sangat besar, yangterbuat daripada tembaga. Diseluruh negeri
tidak ada lain patung yang sebesar itu. Sebenarnya kalian mau meninjau bio tersebut,
hanya sayang kalian terlambat. Semenjak setengah tahun yang lalu, kelenteng itu
digunakan sebagai tempat tinggal para Hoed ya(pendeta) dari See hoan (daerah
barat). Sekarang rakyat tidak lagi berani datang kesitu.
Biarpun ada Hoang Ceng,
halangan apa kalo kita melihat2 bio itu? kata Yo Siauw. Si pelayan
menggeleng2kan kepalanya. Sesudah menegok kesana kesini, ia berbisik Tuan baru
saja datang kesini dan tak tahu keadaan yang sebenarnya. Bukan aku banyak
mulut, para Hoed ya Soe hoan itu galak luar biasa. Mereka sering memukul dan
membunuh orang.
Mereka dilindungi Hong siang
(Kaisar), sehingga tak satu manusiapun yang berani menepuk lalat di kepala
harimau. Rakyat biasa tak berani datang lagi di kelenteng itu. Bahwa para
pendeta Soe Hoan sering berlaku sewenang2 terhadap rakyat sudah lama diketahui
Yo Siauw. Ia hanya tak menduga, bahwa pendeta2 itu berani berbuat sesuka hati
di kota raja. Mendengar keterangan si pelayan ia tidak berkata suatu apa lagi.
Sesudah makan malam, Boe Kie, Yo Siauw dan Wie It Siauw bersemedi untuk mengaso
dan mengumpulkan tenaga kira2 tengah malam mereka membuka jendela dan lalu
menuju ke arah barat.
Ban Hoat Sie berloteng 4 dan
di belakang kelenteng terdiri sebuah menara yang bertingkat 9. dengan
menggunakan ilmu ringan badan, dalam sekejap mereka sudah berada didepan
kelenteng.
Sesudah memberi isyarat dengan
gerakan tangan, mereka mengambil jalan mutar dan pergi ke sebelah kiri. Mereka
ingin melompat naik ke atas menara guna menyelidiki keadaan didalam kelenteng.
Diluar dugaan dari jarak kira2 30 tombak mendadak mereka melihat bayangan2
manusia bergerak2 di menara itu. Ternyata disetiap tingkat terdapat penjagaan
dan dibawah menarapun berkumpul kurang lebih 20 penjaga.
Melihat begitu mereka kaget
tercampur girang. Mereka yakin bahwa dengan adanya penjagaan yang keras itu,
tokoh2 Siauw lim, Boe tong dan yang lain2 partai pasti dipenjarakan dalam
menara itu. Mereka mngirit waktu dan tak usah menyelidiki di tempat lain.
Tapi merekapun mengerti, bahwa
tak gampang mereka memberi pertolongan. Orang2 seperti Koeng Boen, Koeng Tie,
Song Wan Kiauw dan lainnya adalah ahli silat kelas utama tapi mereka tertawan
dan tidak berdaya. Ini membuktikan bahwa di pihak musuh terdapat banyak orang
pandai yang tidak boleh dibuat gegabah. Sebelum berangkat ke Bang hoet sie, Boe
Kie bertiga sudah berdamai dan menyetujui untuk bertindak dengan sangat
berhati2. maka itu, sesudah mengawasi menara tersebut beberapa lama mereka
segera bertindak mundur.
Tiba2 ditingkat keenam muncul
penerangan yang terang benderang. Dari sebelah kejauhan Boe Kie melihat gerakan
8-9 orang yang tangannya memegang obor. Dari tingkat ke-6, orang2 itu turun ke
tingkat ke-5, turun lagi ke tingkat ke-4, terus turun sampai ke bawah dan
akhirnya keluar dari pintu menara dan menuju ke arah kelenteng. Yo Siauw
mengelapkan tangan dan lalu menguntit dengan hati2.
Pekarangan belakang Ban hoat sie penuh dengan
pohon2 besar yang berusia tua. Boe kie bertinga bersembunyi di belakang pohon2
itu dan kalau angin meniup barulah mereka berani bergerak maju. Ban hoat sie
penuh dengan orang pandai dan mereka sedikitpun tidak berani berlaku ceroboh.
Ilmu ringan badan mereka sudah mencapai tingkat tinggi, tapi mereka masih
merasa khawatir, kalau2 diketahui orang. Maka itu, mereka baru berani bergerak
berbareng tiupan angin, diantara berkereseknya daun2. dengan cara begitu,
mereka maju kurang lebih 20 tombak.
Dengan bantuan sinar obor,
mereka melihat beberapa belas lelaki yang mengenakan jubah kuning dan memegang
senjata, mengiring seorang kakek yang menggunakan jubah panjang. Satu waktu, kakek itu menengok ke belakangdan
Boe Kie terkesinap karena ia itu bukan lain daripada Thie kim Sianseng Ho Thay
Ciong, Cang boe boen jie Koen Loen pay.
Tak lama kemudian, orang2 itu
masuk di pintu belakang Ban hoat sie. Sesudah menunggu beberapa saat, melihat
disekitar itu tidak ditaruh penjaga. Boe Kie bertiga turut masuk ke dalam.
Ban hoat sie terdiri dari
sejumlah bangunan besar kecil dan sejumlah besar kamar2. untung juga begitu
masuk, Boe Kie bertiga melihat penerangan luar biasa di Toa thian (ruangan
besar, tempat sembayang utama) Mereka merasa pasti bahwa Ho Thay Ciong di bawa
ke ruangan ini. Indap2 mereka mendekati. Boe Kie mengintip di jendela sedang Yo
Siauw dan Wie It Siauw menjaga di kiri kanan. Sebagai orang yang berkepandaian
tinggi, mereka bernyali besar. Tapi dalam sarang harimau jantung mereka memukul
keras.
Celah jendela sangat kecil dan
Boe Kie hanya bisa melihat bagian sebelah bawah tubuh Ho Thay Ciong. Lain2
orang yang berada dalam ruangan itu tidak bisa dilihat olehnya. Sekonyong2 ia
mendegar suara Ho Thay Ciong Aku sudah ditipu dan jatuh ke dalam tanganmu. Mau
bunuh, boleh bunuh! Kamu tak usah mengharap aku sudi menjadi anjingnya
kaisarmu. Biarpun kau membujuk 3 tahun atau 5 tahun lagi, kau hanya membuang2
tenaga.Boe Kie manggut2kan kepalanya.
Walupun Ho Thay Ciong bukan
seorang koen coe, tapi dalam menghadapi urusan penting, ternyata ia bisa
mempertahankan keanggunannya sebagai seorang Ciang boen pikirnya.Kalau kau mau
terus keras kepala, Cioe jin pun takkan memaksa, kata seorang dengan suara
dingin. Apa kau sudah tahu peraturan disini? Meskipun kau memutuskan sepuluh
jari tanganku, aku tetap takkan menakluk, kata Ho ThayCiong.
Baiklah. Kata orang itu Sekali
lagi aku ingin memberitahukan peraturan kami. Apabila kau bisa memenangkan
ketiga orang ini, kami akan selekas mungkin akan melepaskan kamu. Kalau kau
kalah, kami akan memutuskan jari tanganmu dan kemudian mengurung kau lagi
selama 1 bulan. Sesudah itu, kami akan menanyakan pula, kalau kau sudah berubah
pikiran dan suka menakluk pada Hong siang.
2 jari tanganku sudah putus kata Ho Thay Ciong
Putus sebelah lagi tak menjadi soal. Ambil pedang!
Orang itu tertawa dingin.
Kalau semua jari tanganmu sudah putus, biarpun kau mau menakluk, kami takkan
menerima. Perlu apa menerima orang yang sudah tak berguna lagi? Serahkan pedang
padanya! Mokopas, kau majulah terlebih dahulu.
Baik. Jawab seorang yang
suaranya kasar. Dengan menggunakan sinkang, Boe Kie meniup celah jendela yang
lantas terbuka lebar. Ia melihat Ho Thay Ciong yang memegang pedang kayu yang
ujungnya dibungkus kain. Yang berdiri didepannya adalah seorang tinggi besar
yang memegang sepasang golok baja. Tapi Ho Thay Ciong sedikitpun tak merasa
keder dan sambil mengibaskan pedang kayu, ia membentak Hayolah! seraya berkata
begitu, ia membacok salah satu pukulan lihai dari Koen Loen Kiam hoat. Mokopas
berkelit dan balas menyerang. Jika bertubuh besar, gerakannya cukup gesit dan
setiap serangannya ditujukan kepada badan Ho Thay Ciong yang berbahaya. Sesudah
memperhatikan beberapa jurus, Boe Kie berkata didalam hati Mengapa tindakan Ho
sianseng kosong dan nafasnya tersengal2? Ia kelihatan sudah tak punya tenaga
dalam. Semenjak memiliki Kioe yang Sin kang dan Kian koen Tay lo ie Sim hoat,
Boe Kie dapat memahami berbagai ilmu silat yang terdapat dalam dunia
persilatan. Selama beberapa bulan yang paling belakang, ia telah menerima
banyak petunjuk dari Thio Sam Hong, sehingga kepandaiannya tambah tinggi. Kini,
makin lama ia menonton pertandingan antara Ho Thay Ciong dan pendeta See hoan
itu, makin ia merasa bahwa dibalik pertempuran itu terselip suatu latar
belakang. Kiam hoat Ho Thay Ciong tetap lihai akan tetapi ia tidak memiliki
lagi Lweekang dan tenaganya bersaman dengan tenaga orang biasa yang tidak
mengerti ilmu silat.
Dilain pihak kepandaian Hoan
ceng itu kalah jauh dari Ho Ciangboen. Beberapa kali ia menyerang dengan hebat.
Tapi setiap serangannya dapat dipunahkan. Sesudah bertanding kira2 50 jurus
tiba2 Ho Thay Ciong membentak. Kena pedang kayu yang menyambar ke timur
mendadak dan membelok ke barat dan mapir tepat di iga pendeta See hoan itu.
Jika pedang itu pedang baja atau jika Ho Thay Ciong masih mempunyai Lweekang
pendeta itu sudah pasti sudah binasa. Tapi sekarang bacokan itu, hanya
mengakibatkan sedikit rasa sakit.
Mokopas, mundur kau! bentak
orang yang suaranya dingin. Uawei sekarang giliranmu!
Boe Kie mengawasi orang yang
memberi perintah itu. Muka orang yang berjenggot putih, seolah2 tertutup oleh
selapis asap hitam dan dia bukan lain daripada salah seorang dari Hian beng Jie
lo. Ia berdiri sambil menggendong tangan dan kedua matanya dirapatkan, seolah2
dia tidak memperdulikan apa yang terjadi dalam ruangan itu.
Tiba2 Boe Kie melihat sepasang
kaki diatas sebuah meja kate yang dialaskan dengan sutra sulam. Kedua kaki itu
memakai sepatu kuning dan diatas setiap sepatu tertera dengan sebutir mutiara
yang berkeredapan. Jantung Boe Kie memukul keras. Ia mengenali, bahwa sepasang
kaki itu yang bulat dan bagus sekali bentuknya adalah kaki nona Tio Beng. Dalam
pertemuan di Boe tong san, ia menghadapi nona itu sebagai seorang musuh. Tapi
sekarang entah mengapa hatinya berdebar2 dan paras mukanya berubah merah.
Kaki Tio Beng bergerak. Ia
rupanya sedang memperhatikan jalannya pertempuran. Berselang kira2 seminuman
the, mendadak Ho Thay Ciong membentak lagi. Kena! ia berhasil merobohkan jago
kedua.
Uawol mundur! bentak Hian beng
Loojia. Helin Pohu maju.
Ketika itu, nafas Ho Thay
Ciong udah tersengal. Sesudah merobohkan 2 orang lawan, tenaganya mulai abis.
Sesaat kemudian, pertempuran ke-3 dimulai. Helin Pohu menggunakan senjata
berat, yaitu sebatang toya baja dan ia bertenaga sangat besar. Angin pukulan
toya menyambar nyambar dengan hebatnya, sehingga semua lilin yang menerangi
ruangan itu berkedip2, sebentar gelap, sebentar terang. Baru saja belasan
jurus, pedang kayu sudah terpukul patah dan sambil menghela nafas Ho Thay Ciong
melemparkan pedang buntungnya di lantai.
Thie Kiam Sian seng, apa
sekarang kau tidak suka menakluk? tanya Hian beng Loe jin.
Tidak! jawabnya dengan angkuh.
Aku bukan saja tidak menakluk, tapi juga tidak menyerah kalah. Kalau aku masih
memiliki tenaga dalam, Hoan ceng itu sama sekali bukan tandinganku.
Putuskan jari manis tangan
kirinya! bentak Hian beng Loo jin. Sesudah itu kirim pulang ke menara!
boe Kie menengok dan mengawasi
kedua kawannya. Yo Siauw menggeleng2kan kepala, sebagai tanda bahwa ia tidak
menyetujui penyerbuan yang bakal menggagalkan seluruh rencana mereka.
Sesaat kemudian terdengar
suara dibacoknya jari tangan dan suara orang yang membalut luka, Ho Thay Ciong
bener2 jago, sedikitpun ia tidak mengeluarkan suara. Sesudah itu sejumlah
pengawal baju kuning kembali keluar dari pintu belakang dan mengantar Ho Thay
Ciong balik ke menara. Dengan menyembunyikan diri di sudut tembok, Boe Kie
bertiga melihat paras muka si kakek yang pucat bagaikan kertas dan kedua
matanya yang seolah2 mengeluarkan api.
Sekonyong2 didalam ruangan
terdengar suara wanita yang nyaring. Loo thung kek, sungguh lihai Kiam hoat
Koen loen pay. Ia membacok Mokopas dengan pukulan ini, membabat seperti ini
disebelah kiri dan memutar begini di sebelah kanan. Orang yang bicara bukan
lain daripada Tio Beng. Sambil bicara dengan dilayani oleh Mokopas, ia bersilat
menggunakan pedang kayu, menurutr pukulan2 yang tadi digunakan oleh Ho Thay
Ciong.
Orang yang dipanggil Loo Thung
Kek adalah Hian beng Loo jin, si kakek muka hitam yang lantas saja memberi
pujian.Coe jin berotak sangat cerdas. Pukulan2 itu tidak beda dengan aslinya.
Tio Beng berlatih berulang2.
setiap kali ia membacok iga Mokopas dengan menggunakan tenaga. Sehingga,
biarpun pedang itu pedang kayu si pendeta soe hoa harus merasai kesakitan
hebat, sebab harus menerima pukulan berulang2 ditempat yang sama. Tapi walaupun
berjengit2. Mokopas sama sekali tidak memperlihatkan rasa jengkel. Sesudah
memahami beberapa pukulan, Tio Beng lalu memanggil Unwol dan berlatih dengan
pendeta itu dalam pukulan2 Ho Thay Ciong yang tadi merobohkan si pendeta.
Melihat begitu Boe Kie segera
mengerti latar belakang kejadian itu. Dengan suatu tipu Tio Beng telah
memenjarakan tokoh2 berbagai partai di Ban Hoat Sie dan menekan Lweekang mereka
dengan menggunakan obat. Dengan cara itu ia mencoba ahli2 silat tersebut
menekluk kepada kerajaan Goan. Karena tujuan yang pertama tidak berhasil, maka
ia memerintahkan orang2nya bertanding dengan tokoh2 itu. Sedang ia sendiri
memperhatikan jalannya pertandingan untuk mencuri pukulan2 yang paling lihay
dari berbagai partai. Dari sini dapatlah dilihat, bahwa nona yang cantik itu
telah menjalankan tipu daya.
Sekarang Tio Beng berlatih
dengan Helin Po hu. Sesudah beberapa lama ia kelihatan bersangsi dalam beberapa
jurus yang terakhir. Ia menengok dan bertanya. Lok Thung kek, apa begini?
Si kakek muka hitam terkejut
dan sambil berpaling ke sebelah kiri, ia berkata Saudara Ho, apa kau lihat
tegas pukulan2 itu? Tio Beng tersenyum Kauw soehoe katanya. Aku mohon
petunjukmu.
Seorang Tauw too (pendeta )
yang berambut putih lantas saja bertindak keluar. Dia bongkok dan pincang, sedang
mukanya penuh dengan bacokan golok, sehingga hampir tidak dapat dikenali.
Disamping itu, ia bertubuh tinggi besar, sehingga biarpun bongkok, ia tidak
lebih kate daripada Lok Thung Kek. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, ia
mengambil pedang kayu daro tangan Tio Beng dan segera menyerang Helin Pohu
dengan pukulan2 Koen Lun Kim hoat. Gerak2annya adalah sedemikian lincah,
sehingga ia seolah2 sudah mempelajari ilmu pedang itu selama puluhan tahun.
Seperti Ho Thay Ciong, Kauw
Tauw too tidak menggunakan tenaga dalam, sedang Helin Pohu menyerang dengan
sekuat tenaga. Sesudah bertanding beberapa saat. Sambil membentak Helin Pohu
menyabet dengan toyanya. Sebagian lilin padam karena angin pukulan itu. Itulah
pukulan yang mematahkan pedang Ho Thay Ciong. Menghadapi sabetan dahsyat itu
Kauw Tauw too memperlihatkan kegesitannya. Bagaikan walet yang terbang diatas
air, pedangnya berkelebat, menempel di badan toya dan menapas ke depan,
menghantam tangan Helin Pohu yang lantas kesemutan. Trang! toya itu jatuh
dilantai. Muka Helin Pohu berubah merah. Ia tahu bahwa jika pedang itu pedang
baja, jari2 tangannya tentu sudah terbabat putus, Aku menyerah kalah! katanya
sambil membungkuk dan lalu menjemput toyanya.
Dengan kedua tangan Kauw Tauw
too segera memulangkan pedang kayu kepada Tio Beng. Kauw Soehoe kata si nona
sambil tersenyum Apakah pukulan yang terakhir juga Koen loen Kiam hoat? si
pendeta manggutkan kepalanya.
Apa Ho Thay Ciong tak mampu menggunakan
pukulan itu? tanya Tio Beng.
Dia menggangguk lagi.
Kauw soehoe coba ajar aku lagi
memohon si nona.
Pendeta itu lantas saja
melayani Tio Beng dengan tangan kosong. Biarpun ia Bongkok dan pincang,
gerakannya gesit luar biasa, sehingga Tio Beng tidak bisa melayaninya. Tapi
meski begitu, berkat kecerdasannya, si nona bisa juga meniru ferakan setiap
pukulan. Sesudah beberapa gebrakan, dalam satu gerakan yang cepat dan indah, si
tauw too memutar badan sambil mendorong dengan ke-2 tangannya. Kemudia ia
berdiri tegak dan tidak bergerak lagi. Tio Beng terkejut.
Sungguh lihay pukulan itu!
puji Boe Kie didalam hati.
Sesudah memikir sejenak, nona
Tio mendusin. Apa! serunya Kauw soehoe, jika kau memegang toya, toya itu tentu
sudah menghantam lenganku. Dengan cara apa pukulan itu bisa dipunahkan?
Kauw tauw too segera membuat
suatu gerakan seperti orang merampas toya dan berbareng kaki kirinya menendang.
Gerakan itu yang dibuat dalam kecepatan luar biasa, bukan pukulan Koen loen
Pay. Kauw soehoe, perlahan sedikit! kata Tio Beng sambil tertawa.
Tenaga dalammu tak cukup, tak
dapat kau meniru gerakan itu kata Boe Kie didalam hati.
Kouw Tauw too mwnggoyang2kan
tangannya, sebagai tanda bahwa Tio Beng yang belum mempunyai cukup Lweekang tak
akan bisa menggunakan pukulan itu. Sesudah itu, tanpa meladeni si nona lagi,
dengan terpincang2 ia kembali ke tempatnya.
Kepandaian Tauw too itu
mungkin tidak berada di sebelah bawah Hian beng Jie lo pikit Boe Kie. Biarpun
lweekangnya belum diketahui seberapa tingginya. Tapi ia bukan lawan enteng.
Mengapa ia tak pernah bicara?
Apa ia gagu? Tak mungkin gagu, sebab ia tak tuli. Tio kauwnio kelihatannya
sangat menghormati dia. Dia pasti bukan sembarang orang.
Melihat si bongkok tidak
meladeninya. Tio Beng tidak menjadi gusar. Ia hanya tersenyum dan kemudian
berkata Panggil Tong Boen Liang!
Tak lama kemudiam Tong boen
liang digiring masuk dan kembali Long thung kek menyuruh 3 orang untuk melayani
tetua Kong Tong pay itu. Tong Boen Liang yang tak mau jatuh dibawah angin karena senjata yang tidak
seimbang minta bertanding dengan tangan kosong.
Ia berhasil merobohkan 2 orang
lawan, tapi kalah dalam pertandingan yang ke-3. seperti Ho Thay Ciong salah
satu jati tangannya segera dikutungkan. Sesudah Tong Boen Liang meninggalkan
ruangan itu, dengan dibantu oleh Long Thung Kek sendiri, Tio Beng segera
berlatih dalam pukulan2 Kong Tong pay.
Didalam hati Boe Kie memuji
kelihayan Tio Beng. Nona itu rupa2nya mengerti, bahwa tenaga dalamnya tak cukup
dan untuk memiliki lweekang yang tinggi, ia harus berlatih dalam jangka waktu
yang lama. Maka itu, ia mengambil jalan yang lebih pendek. Untuk menambal
kekurangan dalam lweekang, ia memetik bagian2 yang paling bagus dari berbagai
ilmu silat dalam dunia persilatan.
Sesudah berlatih beberapa
lama, Tio Beng berkata Panggil Biat Coat Loo nie! Sudah 5 hari Biat Coat mogok
makan jawab seorang pengawal baju kuning.
Sampai hari ini dia msih keras
kepala. Biar dia mati kelaparan! kata si nona sambil tersenyum. Kalau begitu,
panggillah Cioe Ci Jiak! Semenjak kembali dari Boe Tong, dari kakek gurunya,
Boe Kie sudah mengerti segala kejadian semenjak ia berpisahan dengan Thay
soehoe itu. Ia tahu, bahwa Cioe Ci (Tit) Jiak adalah si gadis yang dulu
ditolong Thio Sam Hong ditengah sungai Han soei. Pada waktu itu, mereka berdua
masih kecil. Tapi kecintaan, atau sedikitnya keramah tamahan, si nona tak dapat
dilupakan olehnya. Di Kong beng teng atas perintah Biat Coat, Cie Jiak pernah
menikam dia. Tapi ia sedikit tidak pernah merasa sakit hati. Sekarang mendengar
perintah Tio Beng, tiba2 jantung memukul keras.
Tak lama kemudian, sejumlah pengawal
baju kuning mengawal nona Cioe untuk masuk kurungan itu. Boe Kie mendapat
kenyataan, bahwa si nona banyak lebih kurus, tapi kecantikannya tetap tak
berubah. Ia bertindak masuk dengan sikap tenang, seolah2 ia tidak memikiri lagi
soal hidup atau mati. Lok Thung Kek segera menanyakan apa Cioe Ci Jiak suka
menakluk, tapi si nona tak menjawab dan hanya menggelengkan kepala. Baru saja
kakek itu mau memerintahkan orang sebawahannya turun ke gelanggang, tiba2 Tio
Beng berkata. Aku sungguh merasa kagum, bahwa dalam usia yang masih begitu muda
kau telah menjadi salah seorang murid terpenting dari Go Bie Pay. Kudengar kau
sangat disayang oleh Biat Coat Soethay dan telah mendapat ilmu yang paling
tinggi dari gurumu. Apa begitu? Ilmu silat guruku sangat luas dan dalam
jawabnya. Mana bisa orang gampang2 mewarisi ilmunya yang paling tinggi? Tio
Beng tertawa. Menurut peraturan disini asal saja orang bisa menangkan 3
orangku, ia akan segera diantar keluar tanpa diganggu selembar rambutpun
katanya. Mengapa gurumu begitu sombong dan sungkan memperlihatkan ilmu silatnya
kepada kami?
Dalam menghadapi kebinasaan,
guruku sungkan dihina sahut nona Cioe Mana boleh Ciangboen Go Bie pay mencari
keselamatan dari orang2 sebawahanmu? Kau benar! Guruku memang tak memandang
sebelah mata kepada manusia2 rendah yang jahat dan kejam. Memang benar soehoe
tak sudi bertanding dengan manusia2 seperti kau dan anjing2mu! walaupun
disemprot dengan perkataan2 tajam, Tio Beng kelihatan tidak menjadi gusar. Ia
bahkan masih tertawa. Bagaimana dengan Cioe Kauwnio sendiri? tanyanya. Aku
seorang muda, belum mempunyai pendirian sendiri jawabnya. Aku hanya turut apa
yang dikatakan oleh guruku.
Gurumu juga melarang kau
bertanding dengan kami, bukan? tanya pula Tio Beng. Mengapa begitu?
Cioe Jiak tersenyum dingin.
Biarpun Kiam hoat Goe bie pay tidak bisa dinamakan sebagai ilmu pedang yang
sangat tinggi, sedikitnya kiam hoat kami adalah ilmu dari sebuah partai lurus
bersih di wilayah Tionggoan. Maka itu, kami tentu saja menjaga supaya ilmu itu
tidak sampai dicuri oleh segala manusia yang tidak mengenal malu.
Tio Beng terkejut. Ia tidak
pernah menduga bahwa maksudnya telah ditebak jitu oleh Biat Coat Soethay.
Mendengar sindiran yang sangat pedas, darahnya meluap juga. Sret! ia menghunus
Ie Thian kiam. Gurumu telah mencaci kami sebagai manusia yang tidak mengenal
malu katanya. Baiklah! Sekaranf aku ingin menanya pedang Ie Thian kiam ini
terang2 sebuah mustika milik keluargaku. Mengapa partaimu, partai Goe Bie Pay
telah mencurinya?
Semenjak dahulu orang mengenal
Ie Thian kiam dan To Liong To sebagai senjata2 mustika milik rimba persilatan
daerah Tionggoan. Jawabnya dengan suara tawar. Aku belum pernah mendengar,
bahwa pedang itu mempunyai sangkut paut dengan seorang perempuan Hoan pang
(orang asing dari See hoan).
Paras muka Tio Beng lantas
saja berubah merah padam. Ha! bentaknya. Apa benar kau tidak
mau bertanding? Nona Cioe
menggeleng2kan kepala. Menurut peraturan disini, orang yang kalah bertanding
atau yang tidak mau bertanding harus diputuskan salah satu jari tangannya kata
Tio Beng Rupa2nya kau beradat sombong karena menggangulkan mukamu yang sangat
cantik. Aku sekarang tak mau memutuskan jari tanganmu ia menunjuk Kauw Tauw too
dan berkata pula. Aku akan membuat mukamu seperti muka suhu itu. Aku akan
membuat beberapa puluh goresan pedang diatas mukamu. Kumau lihat apakah kau
masih bisa mempertahankan kesombonganmu.
Sehabis berkata begitu, ia
mengibaskan tangannya. 2 pengawal baju kuning lantas saja
melompat dan mencekel ke-2
lengan Cioe Jiak erat2. Tio Beng tertawa mengejek. Untuk menggores muka, orang
tidak perlu memiliki Kiam hoat Go bie pay katanya. Apa kau kira aku tidak
mengubah kau menjadi perempuan muka jelek karena ilmu silatku tak keruan
macamnya?
Kedua mata nona Cioe
mengembang air dan tubuhnya bergemetaran. Untung Ie thian kiam hanya terpisah
beberapa dim dari pipinya. Dengan sekali mendorong tangannya si iblis bisa
membuat mukanya menyerupai muka tauw too itu.
Tio Beng tertawa Kau takut
tidak? tanyanya.
Sekarang Cioe Ci Jiak tidak bisa
mempertahankan keteguhannya lagi. Ia menggangguk dan menjawab dengan suara
parau Takut.
Bagus! kata nona Tio. Apa itu
berarti, bahwa kau menakluk?
Tidak! jawabnya. Lebih baik
kau bunuh aku saja.
Tio Beng tertawa nyaring. Aku
belum pernah membunuh orang. Katanya. Aku hanya ingin menggores kulit dan
sedikit dagingmu.
Tiba2 sinar putih berkelebat.
Tio Beng benar2 menyabetkan Ie thian kiam ke muka nona Cioe. Pada detik yang
sangat berbahaya, sebelum ujung pedang menyentuh kulit, tiba2 terdengar suara
Trang! sebuah benda melayang dan Ie thian kiam terpukul miring. Hampir berbareng
jendela hancur, seorang melompat masuk dan 2 pengawal yang mencekal Cioe Ci
Jiak roboh dilantai. Semua kejadian itu terjadi dalam sekejap mata. Dilain
detik tangan kiri orang itu melindungi nona Cioe dengan memeluk pinggang si
nona, sedang tangan kanannya mengadu dengan Long Thung Kek. Plak! keduanya
terhuyung2 setindak. Ternyata orang yang menolong bukan lain Boe Kie.
Menyerbunya Boe Kie seolah2
halilintar ditengah hari bolong. Dalam ruangan itu berkumpul jago2 yang sangat
lihai, tapi tak urung mereka terkesiap. Bahkan Hian beng ji loe (2 kakek yang
memiliki Hian beng sin kiang) yang memiliki kepandaian paling tinggi tak keburu
menghalangi Boe Kie. Tapi biar bagaimanapun Long Tung Kek bertindak cepat.
Begitu mendengar pecahan jendela, ia lantas melompat ke depan Tio Beng untuk
melindungi majikannya dan berbareng menyambut pukulan Boe Kie. Diluar dugaannya
bentrokan tangannya membuatnya terhuyung. Buru2 ia mengempos semangat, tapi ia
kaget sebab ia merasa sekujur badannya panas, seperti orang masuk ke dalam
dapur. Mengapa begitu?
Karena pada waktu beradu
tangan, Kioe yang cin keng dari Be Kie menerobos masuk kedalam badannya.
Sebagaimana diketahui, Lweekang Long Thung Kek adalah Lweekang yang sangat
dingin. Kioe yang Cin kie adalah hawa yang bersifat Soen yang (panas murni).
Maka itu, masuknya Kioe yang
cin kie suda mengakibatkan bentrokan antara panas dan dingin didalam tubuhnya.
Melihat keadaan Long Thung
Kek, Hian beng Jie lo yang satunya lagi yang bernama Ho Pit Ong cepat2
menghampiri dan mencekal tangan Long Thung Kek. Dengan tenaga kedua orang itu
barulah Kioe yang cin kie dapat ditindih.
Pada detik itu, orang yang
merasai keneruntungan yang paling besar adalah Cioe Cie Jiak. Dalam menghadapi
bahaya besar, ia tidak pernah mimpi, bahwa ia akan mendapat pertolongan dan
yang menolong adalah Boe Kie sendiri. Dengan jantung memukul keras ia mendapat
tahu, bahwa pinggangnya dipeluk Boe Kie. Semenjak pertemuan di Kong beng teng,
siang malam ia belum pernah melupakan pemuda itu.
Maka itulah, biarpun
menghadapi bahaya besar, biarpun ia berada ditengah2 ratusan golok, ia merasa
beruntung dan tidak memperdulikan apapun juga.
Sementara itu melihat kauwcoe
mereka menyerbu, Yo Siauw dan wie It Siauw-pun segera melompat masuk dan
berdiri di belakang Boe Kie. Orang2nya Tio Beng yang semula kaget sekarang
sudah tenang kemabli lantaran mereka tahu, bahwa yang datang hanyalah 3 orang
musuh. Dari tanda yang diberikan oleh pengawal, mereka tahu bahwa diluar
ruangan itu tidak terdapat lain musuh. Mereka lantas saja menjaga semua pintu
dan menunggu perintah sang majikan.
Nona Tio tidak bergusar. Ia
mengawasi Boe Kie dan kemudian mengawasi 2 benda kuning berkeredapan yang
menggeletak di lantai. Ternyata, waktu ia mau menggores muka Cioe Cie Jiak. Boe
Kie sudah menimpuk dengan serupa benda dan sebab Ie thian Kiam tajam luar biasa
maka benda itu terbacok menjadi 2 potong. Sekarang ia tahu, bahwa benda itu
adalah kotak emas yang ia berikan kepada Boe Kie. Kau rupa2nya membenci sangat
kotak itu katanya dengan suara pelan.
Melihat sorot mata Tio Beng
yang penuh rasa menyesal, Boe Kie kaget dan heran. Aku tidak membawa senjata
rahasia katanya dengan suara lemah lembut. Dalam keadaan kesusu, aku sudah
menggunakan kotak itu. Harap Tio kauwnio tidak menjadi gusar. Kedua mata si
nona mendadak mengeluarkan sinar terang. Apakah kau selalu membawa kotak itu?
tanyanya.
Ya jawabnya. Melihat Tio Beng
terus mengawasi dirinya, dengan paras muka merah cepat2 Boe Kie melepaskan
pelukannya pada pinggang Cie Jiak.
Nona Tio menghela nafas dan
berkata. Aku tak tahu bahwa Cioe Cie Jiak adalah..adalah sahabatmu. kalau
kutahu tentu tidak berbuat begitu terhadapnya. Kalau begitu kalian adalah ia
tidak meneruskan perkataannya dan menengok ke jurusan lain.
Cioe Kauwnio tidak.bukan..apa2
kata Boe Kie Hanya hanya.
Tanpa mengeluarkan sepatah
kata Tio Beng mengawasi pula 2 potong kertas itu. Sinar matanya menunjuk, bahwa
ia ingin bicara banyak tapi mulutnya terkancing.
Melihat begitu Cioe Ci Jiak
kaget. Dengan jantung memukul keras ia berkata didalam hati
Ah! Tak dinyana iblis
perempuan itu mencintainya.
Tapi Boe Kie tidak memikir
sampai disitu. Ia hanya merasa, bahwa ia sudah berbuat salah. Isi kotak itu
sudah mengobati Jie Thay Giam dam In Lie Heng. Sebagai pembalasan budi, ia
menggunakannya sebagai senjata rahasia, sehingga kotak itu terbagi 2. inilah
ketelaluan, pikirnya. Ia segera menjemput ke-2 potong kotak itu dari atas
lantai dan berkata dengan suara meminta maaf. Aku akan meminta seorang tukang
yang pandai untuk menyambungnya lagi.
Apa benar? menegas si nona
dengan suara girang.
Boe Kie manggutkan kepala. Ia
merasa heran mengapa nona Tio begitu girang. Tapi ia tak mau memikir panjang
panjang. Ia hanya menganggap bahwa wanita muda itu sering menunjukan sikap yang
aneh2. ia segera memasukkan kedua potongan itu kedalam sakunya.
Nah, sekarang kau pergilah!
kata Tio Beng. Alis Boe Kie berkerut. Ia datang dengan tujuan untuk menolong
para pamannya dan lain2. sebelum mereka tertolong ia tidak bisa pergi. Tapi
dilain pihak, musuh mempunyai banyak sekali orang pandai dan dengan hanya
bertiga, ia tidak bisa berbuat banyak. Tio kauwnio, perlu apa kau menangkap
Toasopeh dan yang lain2nya tanyanya.
Nona Tio tertawa, Maksudku
sebenarnya baik sekali jawabnya. Aku mengundang mereka supaya mereka suka
mengeluarkan tenaga untuk kerajaan supaya kita bersama2 bisa mencicipi
kesenangan dan kemewahan. Diluar dugaan mereka sangat keras kepala. Maka itu,
aku tidak bisa berbuat lain daripada coba membujuk mereka dengan perlahan2.
Boe Kie mengeluarkan suara dihidung
dan lalu mendekati Cioe Cie Jiak. Biarpun dikurung oleh musuh2 yang
berkepandaian sangat tinggi, sikapnya tenang dan wajar. Tadi ketika ia
menjemput kedua potong kotak emas, ia bergerak seolah2 di ruangan itu tak ada
manusianya.
Sekarang, setelah menyapu
seluruh ruangan dengan matanya, ia berkata Baiklah! Kalau begitu, kami ingin
berpamitan. Ia memegang tangan Cioe Cie Jiak, memutar badan dan lalu bertindak
keluar.
Tahan! bentak Tio Beng. Jika
kau inin pergi sendiri, aku tak nanti menghalang-halangi. Tapi dengan mengajak
Cioe kauwnio tanpa memberitahukan aku, kau sungguh tidak memandang sebelah mata
kepadaku.
Benar aku melanggar adat
kesopanan kata Boe Kie sambil menghentikan tindakannya lalu memutar tubuh. Tio
kauwnio, aku meminta kau melepaskan Cioe Kauwnio dan mempermisikannya untuk
mengikut aku.
Tio Beng tidak menjawab. Ia
memberi isyarat kepada Hian beng Jie lo dengan lirikan mata. Ho Pit Ong maju
beberapa tindak dan berkata Thio kauwcoe, kau datang lantas datang, mau pergi
lantas pergi. Mau menolong orang lantas menolong. Kau pikirlah! Dengan
perbuatan itu, dimana kami harus menaruh muka? Apabila kau tidak memperlihatkan
kepandaianmu kami semua tentu merasa sangat penasaran.
Mendengar suara si kakek,
darah Boe Kie lantas saja meluap. Tua bangka kurang ajar! cacinya dahulu,
diwaktu aku masih kecil, kau sudah membekuk aku, sehingga hampir2 jiwaku
melayang. Hari ini, kau masih ada muka bicara begitu dihadapanku. Sambutlah!
seraya berkata begitu, ia menghantam Ho Pit Ong.
Lok Tung Kek yang tadi sudah
berkenalan dengan kelihayan Boe Kie, mengerti bahwa dengan seorang diri, kawan
itu bukan tandingan pemuda itu. Bagaikan kilat ia melompat dan memukul. Boe Kie
tidak membatalkan serangannya tangan kanannya terus menghantam Ho Pit Ong
sedang tangan kirinya menangkis pukulan Lok Thung Kek. Dalam gebrakan ini
Tenaga tulen melawan tenaga tulen. Berbarengan dengan bentrokan empat lengan,
tubuh ketiga orang itu bergoyang2.
Pada beberapa bulan berselang,
dalam pertemuan di Boe tong san, 2 tangan Hian beng Jie lo melayani ke-2 tangan
Boe Kie, sedang 2 tangan mereka yang lain menghantam tubuh pemuda itu. Sekarang
mereka ingin mengulangi siasat itu. 2 tangan mereka yang masih merdeka dengan
berbareng menghantam Boe Kie.
Tapi sesudah dibokong satu
kali. Siang2 ia sudah memikiri cara bagaimana untuk memunahkannya. Demikianlah,
selagi ke-2 tangan musuh menyambar, tiba2 ia menyikut dengan menggunakan Kian
koen Tay lo ie Sin Kang. Plak! tangan kiri Ho Pit Ong memukul tangan kanan Lok
Thung Kek. Kedua kakek itu memukul dengan ciang hiat yang sama, dengan tenaga
yang sama pula. Sambil mengeluarkan seruan tertahan, mereka merasakan kesakitan
hebat. Tak kepalang rasa herannya. Mereka sama sekali tidak mengerti, mengapa
mereka saling pukul dengan teman sendiri. Ternyata, biarpun berkepandaian
tinggi, Hian beng jie lo belum mengenal Kian koen Tay lo ie.
Dilain saat, dengan gusar
mereka menyerang bagaikan hujan dan angin. Dalam serangan itu, mereka bekerja
sama erat sekali, yang satu menyerang, yang satu membela diri. Tapi Boe Kie
terus menggunakan Tay loe ie sin kang, sehingga beberapa kali ke-2 lawannya
saling gebuk dengan kawan sendiri.
Hian beng Jie lo saling
mengawasi dengan mata membelalak dan muka pucat. Sementara itu, Boe Kie
mengubah cara berkelahinya. Kini ia menyerang, dengan hawa yang panas murni.
Diserang begitu ke-2 kakek itu yang mempunyai Lweekang dingin jadi setengah
mati.
Boe Kie terus mendesak tanpa
mengenal ampun. Makin lama pukulan2nya makin cepat dan erat. Dalam pertemuan
ini, ia mengenali, bahwa diantara Hian beng Jie lo, Ho Pat Ong lah yang telah
memukulnya dengan Hian Beng sin ciang pada 20 tahun berselang. Ia ingat cara
bagaimana pukulan itu sudah mengakibatkan penderitaan hebat bagi dirinya dan
hampir saja ia kehilangan jiwa. Ia adalah seorang yang selalu bersedia untuk
mengampuni semua manusia. Tetapi sekarang, darahnya mendidih. Terhadap Lok
Thung Kek, ia masih berlaku murah hati, tapi terhadap Ho Pit Ong ia tak
sungkan2 lagi.
Sesudah bertempur kira2 20
jurus muka Ho Pit Ong yang semula hijau berubah menjadi merah. Tiba2 Boe Kie
menghantam dengan telapak tangannya. Buru2 ia menangkis dengan tangan kiri,
sedang tangan kanan mereka itu dapat digunakan lagi untuk balas menyerang
Plak!...Plak! kedua tangan dengan saling susul mampir di pundak Long Thung Kek
sedang tangan Boe Kie terus menyambar tanpa bisa ditangkis atau dikelit lagi.
Buk! dadanya terpukul keras. Untung juga pada detik terakhir Boe Kie merubah
pikiran dan sungkan mengambil jiwa musuh. Sehingga pada saat yang memutuskan,
ia mengurangi tenaganya. Tapi biarpun begitu, Ho Pit Ong segera memuntahkan
darah, dari merah mukanya berubah menjadi ungu dan badannya bergoyang2. kalau
Boe Kie mengirim pukulan susulan kakek itu tentu segera tamat riwayatnya.
Sementara itu sebab kena 2 pukulan kawan sendiri. Lok Thung Kek berjengit dan
seraya menggigit gigi ia terhuyung beberapa tindak.
Hian Beng Jie lo adalah jago2
utama dibawah perintah Tio Beng. Bahwa belum cukup 30 jurus mereka sudah
terluka berat, adalah kejadian yang sungguh2 mengejutkan semua orang. Terhitung
Yo Siauw dan Wie It Siauw sendiri.
Mengejutkan karena pada waktu
bergebrak dengan Hian beng Jie lo di Boe Tong San kepandaian Boe Kie belum
setinggi sekarang. Tak disangka dalam tempo beberapa bulan saja, ia sudah maju
begitu pesat.
Sebab musabab dari kemajuan
itu ialah sambil mengobati Jie Thay Giam dan In Lie Heng selama beberapa bulan
Boe Kie banyak menerima pelajaran dari Thio Sam Hong. Kioe yang sin kang, Kian
koen thay lo ie dan Thay kek koen telah bergabung menjadi satu sehingga dapat
dikatakan, Boe Kie telah mencapai tingkat tertinggi dalam ilmu silat. Sesudah
memikir sejenak, Yo Siauw mengerti sebab musabab itu. Mereka kagum terhadap
guru besar itu dan mengagumi juga kauwcoe mereka.
Sesudah menderita kekalahan
dalam pertandingan tangan kosong sambil membentak keras, dengan berbareng hian
beng jie lo mengeluarkan senjata mereka. Lok Thung Kek memegang sebatang
tongkat pendek bercagak menyerupai tanduk menjangan, warna hitam, entah dibuat
dari logam apa. Ho Pit Ong mencekal sepasang pit(senjata seperti pena
Tionggoan) warna putih terang, seperti krystal, yang ujungnya lancip seperti
patuk burung Ho. Mereka sudah lama mengikuti Tio Beng tapi malah nona itu
sendiri tidak pernah melihat mereka menggunakan senjata.
Dimana saat satu sinar hitam
dan 2 sinar putih segera mengepung Boe Kie. Pemuda itu tak bersenjata, tapi
sedikitpun ia tak merasa keder. Ia justru ingin menjajal kepandaiannya. Ia
ingin mengetahui apakah dengan tangan kosong ia bisa melayani ke-2 musuh yang
lihay itu.
Dalam kegusarannya, Hian beng
jie lo menggunakan senjata yang jarang sekali mereka gunakan. Selama hidup
mereka sangat mengandalkan senjata itu yang dapat digunakan untuk menyerang
musuh dengan pukulan2 aneh. Nama mereka atau lebih tepat nama julukan mereka
telah didapatkan dari senjata itu. Lok kak Toan thung dan Ho swee Siang pit
(Tongkat pendek yang menyerupai tanduk menjangan dan sepasang pit yang
menyerupai patuk burung ho) dan sebagai ringkas mereka menggunakan nama Lok
Thung Kek (si pit burung ho).
Dengan memusatkan seluruh
perhatian dan semangatnya, Boe Kie melayani ke-2 musuh itu.
Untuk menyelamatkan diri dari
serangan2 musuh luar biasa ia menggunakan ilmu ringan badan yang paling tinggi.
Tapi untuk sementara waktu, ia belum benar2 memahami pukulan2 kedua kakek itu
yang benar2 aneh. Dengan demikian biarpun ia berkepandaian cukup untuk membela
diri, ia tak bisa mendapat kemenangan dalam waktu cepat.
Sementara itu, begitu Boe Kie
bertempur melawan hian beng jie lo, Tio Beng menepuk tangan 3 kali dan 3 orang lantas
saja menerjang Yo Siauw, 4 orang meyerang Wie It Siauw, sedang 2 orang membekuk
Cioe Cie Jiak. Dalam sekejap Yo Siauw mwlukai lawan dengan pedangnya. Wie It
Siauw merubuhkan 2 orang dengan pukulan Bian Ciang. Tapi jumlah musuh terlalu
banyak. Roboh satu maju 2. Boe Kie yang sedang dikepung tak bisa memberikan
pertolongan. Andaikata mereka bertiga ingin melarikan diri, mereka masih bisa
berbuat begitu. Tapi kalau mau mengajak Cioe Cie Jiak mereka takkan bisa
melakukan itu.
Makin lama keadaan pihak Boe
Kie jadi makin jelek. Mereka bingung dan makin bingung, mereka makin terdesak.
Sekonyong2 Tio Beng membentak. Semua berhenti! Hampir berbareng, semua jagonya
nona Tio melompat keluar dari gelanggang. Yo Siauw segera memasukkan pedangnya
kedalam sarung, sedang Wie It Siauw memulangkan golok yg dirampasnya kepada
pemiliknya. Sesudah itu sambil tertawa terbahak2 mereka berdiri dibelakang Boe
Kie. Orang2 sebawahan Tio Beng yg berkepandaian tinggi Kouw Tauw Too dan yang
lain2 banyak yg belum turun ke gelangang. Apabila mereka menyerbu, Boe Kie
bertiga pasti takkan bisa mempertahankan diri. Bahwa dalam menghadapi bahaya
kedua pemimpin Bengkauw itu masih bisa tertawa sudah membangkitkan rasa kagum
dalam hatinya semua orang. Sementara itu dengan rasa kuatir Boe Kie melihat
seorang pria yg
menudingkan sebatang pisau ke
punggung Cioe cie Jiak.
Thio kongcu, sam wie (ketiga
tuan) pergilah, kata nona Cioe. Aku merasa sangat berterima kasih akan maksud
sam wie yg mulia.
Thio Kongcu, kata Tio Beng
sambil tersenyum. Aku sungguh merasa kasihan terhadap nona yg begitu cantik.
Apakah Cioe Kouwnio gadis idam2an mu?
Paras muka Boe Kie lantas saja
berubah merah. Cioe Kouwnie dan aku sudah saling mengenal sejak kecil katanya.
Diwaktu kecial aku telah dipukul oleh manusia itu, ia menuding Hi Pin Ong,
Dengan Hian beng Sin ciang. Racun dingin masuk kedalam tubuhku dan aku hampir
tak bisa bergerak. Pada waktu itu Cioe Kouwnio telah merawat aku menyuapi makan
kemulutku dan memberi minum kepadaku. Budi yang besar itu sukar sekali bisa
dilupakan olehku.
Kalau begitu, kalian adalah
kawan sedari kecil, kata Tio Beng. Bukankah kau ingin mengangkat dia sebagai
kauwcoe Hoejim (Nyonya kauwcoe) dari Beng Kauw?
Muka Boe Kie jadi terlebih
merah. Sebelum musuh dapat diusir, tak bisa aku menikah! katanya.
Tio Beng lantas saja gusar,
Apa benar2 kau mau menumpas aku? tanyanya.
Boe Kie menggelengkan
kepalanya. Sampai sekarang aku masih belum tahu asal usul kauw Nio, katanya.
Meskipun kita telah kebentrok berapa kali bukan aku, tp kauwnio yg cari urusan.
Apabila kouwnio sudi melepaskan para pamanku dan tokoh2 berbagai partai, aku
akan merasa sangat berterima kasih dan sedikitpun tidak berani bermusuhan lagi
dengan kouwnio. Apapula kouwnio boleh memerintahkan aku melakukan tiga rupa
pekerjaan.
Kouwnio boleh menyebutkannya
dan aku pasti akan melakukannya sedapat mungkin. Tio Beng tertawa, Ah! Kau
belum lupa? katanya. Ia berpaling kepada Cioe Cie Jiak dan berkata pula. Jika
benar Cioe kouwnio bukan gadis idamanmu, bukan saudari seperguruanmu bukan tunangamu,
maka di goresnya muka yg cantik itu sama sekali tiada sangkut pautnya dengan
kau.
Sehabis berkata begitu, ia
melirik. Hampir berbareng Lok Thung Kek dan Ho Pit Ong melompat kedepat Cioe
Cie Jiak dengan masing2 mencekal senjata, sedang salah seorang pengawal
menudingkan pisau pada muka Coe.
Thio kong coe, kata pula Tio
Beng. Lebih baik kau berterus terang kepadaku. Selagi Tio Beng bicara, Wie It
Siauw membuka telapak tangannya dan meludahinya beberapa kali, akan kemudian
menggosok gosok telapak tangan yg penuh ludah itu di sela sepatunya.
Semua orang merasa heran.
Mereka tak bisa menebak apa maksud Wie Hok Ong. Sekonyong2 Ceng Ek Hong Ong
tertawa terbahak bahak dan belum habis ia tertawa tubuhnya berkelebat bagaikan
kilat. Hampir berbareng Tio Beng kedua pipi nya di usap orang dan dilain detik
Wie It Siauw sudah berdiri lagi di tempat semula dengan tangan memegang dua
batang golok pendek. Tak seorangpun melihat, dari pinggang siapa ia mencabut
kedua senjata itu.
Nona Tio terkesiap, ia tak
berani meraba pipinya dan lalu mengeluarkan sehelai sapu tangan untuk
menyusutnya. Sapu tangan itu bergelepotan suatu cairan2 lendir yg tercampur
tanah.
Ludah Wie Hok Ong! Bahwa
gusar, paras muka si nona berubah menjadi meah padam. Mengingat mukanya dilabur
ludah hampir2 ia muntah.
Tio Kouwnio! bentak Wit It
Siang dengan suara lantang. Kalau kau mau merusak muka Cioe Kouwnio, aku tentu
tudak bisa mencegah. Nama Thio Kauwcoe kami dikenal ditengah lautan dan sebagai
pemuda berkepandaian tinggi dan tampat, tak sukar untuk mencari gadis2 cantik
untuk dijadikan istri dan empat gundik. Pada hakekatnya, ia tak memikir Cioe
Kounio. Tapi kau manusia kejam luar biasa dan aku, si orang she Wie, tidak bisa
membiarkan dengan begitu saja. Tio Kouwnio, kau dengarlah! Jika hari ini kau
menggores muka Cioe Kouwnio satu kali, aku akan membalas budi dengan dua kali
lipat, aku akan menggores mukamu dua kali, aku akan membayar dengan empat
goresan. Apabila kau memutuskan satu jari tangannya, aku akan memutuskan satu
dua jari tangan2mu. Si orang she Wie tidak pernah berdusta. Apa yg diaktanya
pasti akan dilakukannya. Ceng Ek Hok Ong belum pernah menjilat lagi ludah yg
sudah dibuangi. Mungkin kau bisa menjaga diri selama setengah atau satu tahun,
tapi kau pasti tak akan mampu berwaspada terus menerus dalam delapan sembilan
tahun atau sepuluh tahun. Mungkin untuk menyelamatkan diri kau akan menyruh
anjing2mu untuk membinasakan aku. Tapi aku percaya tak seorangpun didalam dunia
ini yg bisa mengubar dirinya Ceng Ek Hong Ong. Nah selamat tinggal!. Berbareng
dengan terdengarnya perkataan tinggal badan Wie It Siauw menghilang dari
ruangan itu. Kecepatan bergeraknya Wie Hok Ong sungguh2 menakjubkan, semua
orang yakin bahwa ancaman yg dikeluarkan dengan suara tenang bukan gertak
sambal.
Muka Tio Beng sebentar pucat,
sebentar merah. Ia mengerti, bahwa kalau tadi Wie It Siauw mengusap mukanya
menyeluruh dengan sebatang pisau, muka yg cantik itu sudah mulai cacat iapun
yakin bahwa sesuai dengan ancaman itu, ia tak akan bisa menjaga diri terus
menerus.
Dalam ruangan itu, org yg
berilmu silat paling tinggi adalah Boe Kie. Tapi Boe Kie pun tidak ungkulan
melawan Wie It Siauw dalam ilmu ringan badan. Dalam perlombaan jarak jauh
berkat Lweekangnya ia akan memperoleh kemenangan. Tp dalam jarak dekat ia tak
usah berharap bisa menyandek Wie Hok Ong. Pada jaman itu, dalam seluruh rimba
persilatan, Wie It Siauw lah yg paling memiliki ilmu mengentengkan badan yg
paling tinggi.
Sesaat kemudian, sambil
membungkuk Boe Kie berkata, Tio Kauwnio, kalau begitu sekarang saja kami minta
diri. Dengan menuntun tangan Yo Siauw, ia meninggalkan ruangan itu. Ia tahu
bahwa sesudah mendapat ancaman, Tio Beng pasti tidak berani main gila terhadap
Cioe Cie Jiak.
Dengan raas malu dan gusar
nona Tio mengawasi mereka, tapi ita tidak berani memerintahkan orang2nya untuk mencegat kedua
pimpinan Beng Kauw itu.
Setibanya dirumah penginapan,
Wie It Siauw sudah menunggu, Wie Hok Ong, kata Boe Kie sambil tertawa, hari ini
kau memberi pelajaran lepat kepat kepada mereka. Mereka sekarang mengerti,
bahwa Beng Kauw tidak boleh dibuat gegabah.
Wie It Siauw tertawa nyaring,
Aku tanggung tiga hari tiga malam nona cantik itu tidak enak tidur, katanya.
Makin dia tidak enak tidur,
makin sukar kita menolong orang, kata Yo Siauw.
Yo Co Soe bagaimana pikiranmu?
tanya Boe Kie. Apakah kau mempunyai daya yang baik untuk menolong mereka?
Alis Yo Siauw berkerut. Memang
sukar, jawabnya. Kita hanya bertiga, apapula kedatangan kita sudah diketahui
oleh musuh.
Boe Kie merasa jangah. Akulah
yang bersalah, katanya dengan suara meminta maat. Sebab melihat Cioe Kauwnio
menghadap bahaya aku tidak bisa untuk melakukan dan menahan hati,sehingga
akhirnya aku merusak urusan besar.
"Kauw coe tidak bersalah," bantah Yo
Siauw. "Dalam keadaan begitu, kamipun tidak bisa tidak turun tangan. Bahwa
dengan seorang diri, Kauw coe sudah mengalahkan Hian Beng Jie Lo, adalah
kejadian yg sangat baik untuk pihak kita." Sesudah beromong2 beberapa lama
lagi, mereka segera pergi mengaso di masing2 kamarnya.
Pada esok harinya Boe Kie
tersadar dari tidurnya. Begitu membuka mata ia melihat jendela terpentang lebar
dan seorang berdiri didepan jendela sedang mengawasinya. Dengan kaget ia
melompat bangun. Orang itu mukanya penuh tanda bacokan golok, bukan lain
daripada Kouw Tauw Too. Boe Kie makin kaget, Kouw Tauw Too terus mengawasinya,
tapi ia kelihatan tidak mengandung maksud jelek. Boe Kie merasa seolah2
kepalanya diguyur air dingin.
"Bagaimana aku bisa pulas
begitu nyenyak?", katanya didalam hati. Musuh sudah berada diluar jendela dan
aku masih belum tahu.
Dilain saat ia berteriak,
"Yo ce soe! Wie Hok ong!"
Mereka yg tidur dikamar
sebelah, lantas saja menyahut. Hati Boe Kie agak lega sedikitnya ia tahu, bahwa
kedua kawannya tidak dicelakai musuh.
Sementara itu, Kauw Tauw Too
sudah menyingkir. Bagaikan kilat Boe Kie melompat keluar jendela dan terus
mengubar. Yo Siauw dan Wie It Siauw menyusul dari belakang. Setibanya diluar
mereka tidak melihat musuh lain, sedang si pendeta kabur ke arah utara. Seraya
memberi isyarat dengan ulapan tanga, mereka mengejar.
Meskipun pincang, pendeta itu
bisa lari cepat sekali. Waktu itu fajar baru menyingsing dan jalanan masih
sepi. Tapi lama kemudian, mereka sudah keluar dari pintu utara dan Kouw Tauw
too membelok kejalanan kecil. Sesudah lari tujuh delapan li lagi, mereka tiba
disebuah bukit batu dan si pendeta menghentikan tindakannya. Sesudah
mengibas2kan tangannya sebagai tanda supaya Yo Siauw and Wie It Siauw mundur,
ia memberi hormat. "Apa maksudnya?" tanyanya didalam hati.
"Tempat ini tiada manusianya
dan kalau sampai bertempur, dengan seorang diri, dia pasti kalah. Kelihatannya
dia tidak mengandung maksud jahat."
Selagi Boe Kie memikir begitu,
seraya mengeluarkan suara "ah ah uh uh" si gagu sudah menerjang.
Dia menyerang dengan memandang
sepuluh jeriji tangan kiri merupakan Houw Jiauw (kuku harimau), tangan kannya
berbentuk Liong Jiauw (cakar naga) sepuluh jari tangannya bengkok seperti
gretan baja dan serangannya hebat luar biasa.
Dengan mengibaskan tangan
kiri, Boe Kie memunahkan serangan lawan.
"Bagaiman maksud Siang
jin?" tanyanya.
"Sesudah bicara, kita
masih mempunyai banyak waktu untuk bertempur."
Tapi si pendeta tidak meladeni
dan terus menyerang. Tangan kirinya semula merupakan Hauw Jiauw berubah menjadi
Eng Jiauw (cakar elang) sedang tangan kanannya berubah menjadi Hauw Jiauw.
"Apa benar2 Sian jin mau
bertanding juga?" tanya Boe Kie seraya berkelit.
Si gagu tetap tidak menjawab.
Kedua tangannya berubah lagi Eng Jiauw menjadi Say ciang (telapak tangan
singa), Houw Jiauw menjadi Ho uwee (patuk burung Ho), sedang pukulannyapun
turut berubah. Demikianlah, dalam tiga gebrakan ia sudah menyerang dengan enam
rupa pukulan.
Boe Kie tidak berani berayal
lagi dan segara melayani dengan Thay kek koen. Ia bergerak bagaikan mengalirnya
air dan setiap pukulannya, baik membela diri maupun menyerang, merupakan
lingkaran Thay kek. Dalam pihak, Kauw tauw too menyerang dengan tipu2 yg
beraneka ragam. Ia menggunakan ilmu silat yg aneh2 menggabung silat
"sesat" dengan silat dari partai lurus bersih.
Tapi Boe Kie sendiri tetap
melayani dengan Thay Kek Koen. Sesudah bertempur kurang lebih tujuh puluh
jurus, sambil membentak keras. Kouw Tauw Too, meninju dari jurusan Tiong Kiong.
Bagaikan kilat, dengan gerakan Jie hong Sie pit, Boe Kie memuji tinju yang
menyambar dan berbareng dengan pukulan Tan Pian, telapak tangan kanannya
meneput punggung si pendeta yg bongkok. Tepukan itu mampir tepat pada
sasarannya, tapi Boe Kie tidak menggunakan Lwee Kang dan begitu telapak
tangannya menyentuh punggung ia segera menarik pulang.
Si pendeta melompat kebelakang
dan mengawasi Boe Kie dengan sorot mata berterima kasih. Ia mengerti bahwa
dalam tepukan tadi, pemuda itu telah menaruh belas kasihan. Sesaat kemudian, ia
menggapai Yo Siauw dan dengan gerakan tangan mengutarakan keinginannya untuk
meminjam pedang. Yo Siauw membuka ikatan tali pedang dan bersama sama
sarungnya, ia menyerahkan senjata itu kepada si pendeta.
Boe Kie heran, "Mengapa
Co Soe meminjam senjata kepada musuh?" tanyanya dalam hati.
Sementara itu, sesudah
menghunus pedang Kouw Tauw too memberi isyarat supaya Boe Kie meminjam pedang
Wie It Siauw. Tapi pemuda itu menggelengkan kepala dan lalu menggambil sarung
pedang dari tangan si pendeta. Sesudah itu, sambil melintangkan sarung pedang
di depan dada ia membuat gerakan Ceng chioe (mengundang). Kouw Tauw too tidak
berlaku sungkan2 lagi dan lalu membuka serangan. Setelah menyaksikan cara
bagimana pendeta itu mengajar ilmu pedang kepada Tio Beng, Boe Kie tahu, bahwa
dia memiliki Kiam hoat yg sangat tinggi. Maka itu, ia segera melayani dengan
Thay kek Kiam hoat. Seperti juga dalam pertandingan tangan kosong, Kouw tauw
too menyerang dengan rupa2 pukulan yg dikirim secara berantai yg satu belum
habis yg lain sudah menyusul. Sesudah bertanding beberapa lama, Boe Kie merasa
kagum sekali.
"Kalau aku ketemu dia
pada setengah tahun berselang, di dalam kiam hoat belum tentu aku dapat
menandinginya," katanya didalam hati.
"Di bandingkan dengan
Giok Bin Sin Kiam Tong Hong Peng ilmu pedang yg masih lebih tinggi setingkat."
Memikir begitu, didalam
hatinya lantas muncul rasa sayang kepada pendeta itu.
Sesudah lewat beberapa jurus
lagi, Kauw Tauw Too menyerang dengan ilmu Loan Pie Hong (angin puyuh) dan
pedangnya menyambar nyambar bagaikan berlaksa ular. Boe Kie menyambut setiap
serangan dengan memusatkan seluruh semangat dan perhatiannya. Mendadak,
mendadak saja dengan kecepatan yg tak mungkin dilukiskan ia membalik sarung
pedang sehingga mulutnya menghadap keluar dan memapaki pedang si pendeta yg
menyambar! Srok! Pedang itu masuk kesarungnya.
Hampir berbareng, kedua
menyambar dan menyentuk pergelangan tangan si pendeta dan kemudia, sambil
tersenyum melompat mundur. Kalau mau, dengan menggunakan sedikit tenaga, ia
sudah dapat merampas pedang si pendeta. Cara yg digunakannya itu berbahaya dan
indah luar biasa.
Diluar dugaan, selagi ia
melompat mundur, sebelum kakinya menginjak tanah, Kouw Tauw too sudah
melemparkan pedangnya dan menghantam dengan telapak tangan. Dari sambaran
angin, ia tahu bahwa pukulan itu disertai lweekang yg dahsyat. Karena ingin
menjajal kekuatan tenaga dalam pendeta itu, ia segera menyambut dengan tangan
kanannya dan kemudian barulah kedua kakinya hinggap ditanah.
Kouw Tauw Too tidak berhenti
sampai disitu dan terus mengirim pukulan2 hebat. Boe Kie segera mengeluarkan
ilmu Kian Koen Tay Lo Ie yg paling tingig dna dengan ilmu tersebut, ia
mengumpulkan tenaga pukulan2 itu. Kemudian sambil membentak keras, ia balas
memukul. Pukulan it seolah2 air banjir yg memecahkan bendungan. Tenaga kira2
dua puluh pukulan Kouw Tauw too yg terkumpul menjadi satu, dilepaskan secara
mendadak. Di dalam dunia belum pernah ada tenaga pukulan sehebat itu. Jika
pukulan itu menimpa tubuh manusia, maka daging dan tulang pasti bisa hancur
luluh.
Sesaat itu kedua telapak
tangan menempel dan Kouw Tauw too tidak bisa meloloskan diri lagi. Tiba2 tangan
kiri Boe Kie menjambret dada si pendeta dan melemparkannya keatas, sehingga
tubuh yg tinggi besar itu terbang ke angkasa. Hampir berbareng terdengar suara
keras dan batu2 terbang berhamburan. Pukulan yg sangat dahsyat itu menimpa
batu.
Yo Siauw dan Wie It Siauw
mengeluarkan teriakan kaget. Semula mereka menduga, bahwa dalam pertandingan
Lwee Kang antara Kauw Coe dan Kouw Tauw Too, keputusan siapa menang siapa kalah
baru bisa didapat sedikitinya dalam waktu seminuman the. Diluar taksiran, detik
yg menentukan tercapai dalam waktu yg begitu cepat.
Sesaat kemudian, dengan
keringat membasahi telapak tangannya, Kouw Tauw too sudah hinggap pula di tanah
dengan selamat. Begitu lekas kedua kakinya menyentuh tanah, dengan kedua
tangannya ia membuat gerakan seperti api yg berkobar2 dan sesudah itu, sambil
menaruh tangannya diatas dada dan berlulut ia berkata "Siauwjin (aku yg
rendah)."
"Kong Beng Yo soe Hoan
Yauw, menghadap Kauwcoe. Siauwjin menghaturkan banyak terima kasih kepada
Kauwcoe yg sudah menaruh belas kasihan, dan meminta maaf untuk segala kekurang
ajaranku."
Bukan main kagetnya Boe Kie.
Mimpipun ia tak pernah mimpi, bahwa si gagu Kouw Tauw too bukan saja bisa
bicara, tapi jg Kong beng Yoe Soe dari Beng Kauw yg sudah menghilang selama
banyak tahun. Buru2 ia membangunkannya dan berkata, "Hoan Yoe Soe, antara
orang sendiri janganlah menggunakan terlalu banyak peradatan."
Waktu tiba di bukit batu itu,
Yo Siauw dan Wie It Siauw sebenarnya sudah menduga duga. Hanya karena tubuh dan
muka Hoan Yauw berubah terlalu banyak, maka mereka belum berani memastikan.
Sesudah Hoan Yauw
memperlihatkan ilmu silatnya, dugaan mereka jadi makin keras. Sekarang dengan
serentak mereka mendekat dan mencekal tangan kawan itu erat2. sambil mengawasi
Hoan Yauw dengan air mata berlinang2, Yo Siauw berkata, "�Saudara Hoa, siang malam
kakakmu memikiri kau."
Hoan Yauw memeluknya. Ia
menangis segak2 dan berkata, "Taoko kita harus berterima kasih kepada
Tuhan yg sudha mengirim seorang kauwcoe yg berkepandaian tinggi dan bijaksana
kepada kita. Kitapun harus berterima kasih, bahwa hari ini kita bisa bertemu
muka lagi."
"Saudara, mengapa kau
jadi begini?" tanya Yo Siauw.
"Jika aku tidak merusak
muka dan tubuh sendiri, cara bagimana kudapat mengabuli Seng Koen?"
jawabnya.
Mendenger keterangan itu, Boe
Kie bertiga kaget bercampur duka. Mereka sekarang tahu, bahwa Hoan Yauw sudah
mencaci diri sendiri untuk bisa masuk kedalam kalangan musuh.
"Saudara, kau sangat
menderita," kata Yo Siauw dengan suara parau.
Dahulu, dalam kalangan Kang
Ouw, Yo Siauw dan Hoan Yauw dikenal sebagai Siauw Yauw Jie Sian (Siauw dan Yauw
dua dewa) dan julukan itu didapat karena mereka berdua memiliki muka yg sangat
tampan. Dari sini dapatlah dibayangkan bahwa dengan mencacati muka sendiri,
Hoan Yauw telah membuat suatu pengorbanan yg sangat besar. Wie It Siauw yg
beradat aneh sebenarnya tidak begitu akur dengan Hoan Youw. Tapi sekarang ia
turut berduka dan sambil berlutut ia berkata, "Hoan Yoe soe, hari ini Wie
It Siauw benar2 takluk kepadamu."
Hoan Yauw segera balas
berlutut. "Ilmu ringan badan Wie Hog ong tiada bandingannya dalam
dunia," katanya.
"Makin tau kau kian
lihai. Semalam Kauw Touw too bertambah pengalaman."
Yo Siauw menengok kesekitarnya
dan berkata, "Tempat ini tidak jauh dari kota dan musuh banyak mempunyai
mata. Lebih baik kita pergi kelembah sebelah depan."
Semua menyetujui dan mereka
lantas saja berangkat. Sesudah berlari2 belasan li, mereka tiba dibelakang
sebuah bukit kecil, darimana mereka bisa memandang beberapa li jauhnya,
sehingga mereka tak usah kuatir pembicaraan mereka di dengar orang. Mereka lalu
duduk ditanah dan mendengari cerita Hoan Yauw.
Sebagaimana diketahui, sesudah
Yo Po Thian menghilang dengan mendadak Beng Kauw terpecah belah sebab para
pemimpinnya berebut kedudukan Kauwcoe. Hoan Yauw sendiri percaya Yo Po Thian
belum meninggal dunia, maka seorang diri ia menjelajah dunia Kang ouw untuk
mencari pemimpin itu. Dalam beberapa tahun ia masih jg belum berhasil.
Belakangan ia menduga mungkin
sekali Yo Po Thian dicelakai orang2 Kay pang. Diam2 dia membekuk beberapa tokoh
partai si pengemis dan menyiksanya untuk mengorek keterangan. Tapi tindakan
inipun tidak berhasil. Ia bukan saja gagal, tapi tanpa sebab juga sudah
mempersakiti banyak anggot Kaypang. Ketika itu, permusuhan kalangan Beng Kauw
makin menghebat. Dalam agama tersebut, ia mempunyai kedudukan yg sangat tinggi.
Apabila ia mau tampil kemuka dan turut serta dalam perebutan kedudukan Kauwcoe,
ia pasti akan mendapat banyak pengikut. Akhirnya dia mengundurkan diri dari
dunia pergaulan dan menjadi pendeta yg memelihara rambut (tauw too).
Tapi manusia tidak bisa
melawan maunya nasib. Suatu kejadian yg sangat kebetulan telah terjadi. Pada
suatu hari, selagi lewat dikaki gunung Thay heng san, ia ditimpa hujan dan lalu
meneduh di sebuah kelenteng rusak. Tanpa di sengaja ia mendengar pembicaraan
dua orang yg satu Seng Koen, yg lain seorang pendeta. Belakangan baru itu tahu,
bahwa pendeta itu adalah Kong kian Tay soe, kepala dari empat pendeta suci dari
kuil Siauw Lim sie.
Di Kong beng teng, Hoan Yauw
pernah bertemu dengan Seng Koen dan ia tahu, bahwa orang itu adalah adik
seperguruan Yo Kauwcoe. Sesudah mereka selesai bicara, ia sebenarnya ingin
segera menemuinya. Diluar dugaan, baru saja mendengar beberapa patah perkataan,
dia sudah kaget tak kepalang. Dengan berlutut di lantai, Seng Koen meminta
belas kasihan Kong kian Tay soe. Dia menceritakan, cara bagaimana waktu mabuk
arak, dia telah memperkosa anak dari muridnya sendiri, yaitu Cia Soen, dan cara
bagimana dia belakangan membunuh rumah tangga murid itu. Diapun menuturkan
bahwa untuk membalas sakit hati, Cia Soen telah mencarinya diberbagai tempat,
tapi dia tak berani muncul untuk menemui murid itu. Akhirnya, dengan
menggunakan namanya, Cia Soen membunuh banyak jago Rimba Persilatan guna
memaksa dia keluar.
Kejadian itu telah diketahui
Boe Kie. Tapi mendengar berita Hoan Yauw, ia kembali gusar tercampur duka.
Selanjutnya Hoan Yauw
menuturkan, bahwa sambil menangis Seng Koen memohon supaya Kong kia Tay soe
suka menerima sebagai murid. Dia juga memohon, supaya dengan belas kasihan sang
Budha, pendeta itu suka mendamaikan permusuhannya dengan Cia Soen.
"Siancay, siancay!"
kata Kong kian Tay soe, "Lautan kesengsaraan tiada batasnya, memalingkan
kepala, melihat daratan, menaruh golok, menjadi Budha. Manakala kau sungguh2
merasa menyesal, pintu Sang Budha. Manakala kau sungguh2 merasa menyesal, pintu
sang Budha terbuka lebar dan kau takkan dibiarkan berdiri diluar pintu."
Sehabis berkata begitu, ia mencukur rambut Seng Koen dan menerima sebagai
murid.
Disamping itu, ia pun berjanji
akan berusaha mendamaikan permusuhan hebat antara Seng Koen dan Cia Soen.
Mendengar sampai disitu, Boe
Kie segera memutar cara bagaimana Cia Soen membinasakan Kong kian Tay soe
dengan pukulan hebat. Kong kian sudah rela menerima pukulan dengan harapan bisa
membereskan sakit hati itu.
Diluar dugaan, Seng Koen sudah
memperdayai gurunya. Pada waktu itu Kong kian mau melepaskan napas yg penghabisan,
ia tidak muncul untuk menemui Cia Soen.
Yo Siauw menyambung dengan
menceritakan cara bagaimana Seng Koen menyerang Kong bent teng dan cara
bagaimana dalam pertempuran melawau In Thian Ceng dan In Yan Ong, ia akhirnya
binasa.
Hoan Yauw merangkap kedua
tangannya dan berkata berulang2. "Omitohud! Siancay, siancay!"
Dengan hati duka, Yo Siauw
mengawasi kawan itu yg dahulu terkenal sebagai seorang pria yg berparas tampan.
"Dengan Kim mo Say ong,
perhitunganku sangat baik," kata pula Hoan Youw.
"Akupun mendengar, bahwa
seluruh keluarganya telah dibinasakan orang. Aku hanya tak pernah menduga bahwa
pembunuh itu adalah gurunya sendiri. Sesudah hujan berhenti mereka keluar dari
kelenteng itu dan aku mengikuti dari belakang. Kutahu mereka berkepandaian
tinggi dan hanya berani menguntit dari kejauhan. Tapi kong kian tidak bisa
diakali. Ia tahu bahwa dirinya dikuntit orang. Sambil berjalan ia berkata2
seorang diri, ia mengatakan bahwa seorang murid Budha harus mempunyai hati
kasihan. Mendengar begitu, aku tidak berani mengikuti lagi."
"Berselang kira2 setahun
kudengar Kong kian Tay soe meninggal dunia. Aku merasa curiga dan menduga,
bahwa wafatnya pendeta itu tentu mempunyai sangkut paut dengan Seng Koen. Diam2
kupergi ke Siauw Lim Sie untuk menyelidiki. Tapi aku tidak berani masuk kedalam
kuil dan hanya bergerak disekitar gunung Siong San, benar saja. Langit tidak
menyianyiakan usaha manusia yg sungguh2. secara kebetulan aku mendengar
pembicaraan antara Seng Koen dan seorang utusan kaisar. Utusan kaisar itu bukan
lain daripada Lok Thian Kek. Mereka berdua berkepandaian terlalu tinggi dan aku
merasa tidak unggulan. Aku tidak berani datang telalu dekat. Dari kejauhan, aku
hanya dapat menangkap sepatah dua patah. Perkataan yg didengar jelas oelhku
hanyalah, "Kong Beng teng harus dimusnahkan" Sekarang kutahu bahwa
agama kita tengah menghadapi bencana dan aku tidak bisa berpeluk tangan lagi.
Aku lantas saja menguntit Lok tong kek sampai di kota raja. Manusia itu aku tak
berani ganggu. Dia berkepandaian terlalu tinggi. Yg lainnya kupandang remeh
akhirnya sesudah menyelidiki lama juga, aku mendapat tahu bahwa jagao2 Rimba
persilatan itu adalah orang2 sebawahannya Jie Lam Ong Khakan Temur."
Jie Lam Ong Khakan Temur
adalah seorang anggota keluarga kaisar. Ia berpangkat Thay kat Thay wie dan
berkuasa atas semua tentara kerajaan diseluruh negeri. Ia seorang pintar dan
gagah, menteri utama dari kaisar Goen. Dia lah yg sudah menindas pemberontakan
rakyat di Kang hoay. Sudah lama Boe Kie dan para pemimpin beng kauw mendengar
nama besarnya. Sekarang, mendengar Lok Thung Kek dan lain2 jago rimba
persilatan menjadi orang bawahan pembesar itu, biarpun tidak terlalu kaget
sedikit banyak Boe Kie terkejut juga (Jie Lam Ong = Raja muda Jie Lam)
"Tapi siapakah adanya Tio
Kouwnio?" tanya Yo Siauw.
"Coba taoko tebak,"
kata Hoan Yauw.
"Apa nona itu bukan
putrinya Khakan Temur?" tanya pula Yo Siauw.
Hoan Yaow menepuk2 tangannya.
"Benar," katanya. "Sekali menebak taoko menebak jitu. Jie Lam
Ong mempunyai seorang putera yg bernama Kuh Kuh Temur dan seorang puteri yg
bernama Ming Ming Temur. Nama itu nama Mongol, kedua anak itu gemar ilmu silat
dan mereka punya kepandaian yg cukup tinggi. Disamping itu merekapun suka
berpakaian seperti orang Han dan menggunakan bahasa Han. Belakangan masing2
menggunakan jg nama Han, Kuh Kuh Temur memilih nama Ong Popo dan Ming Ming
memilih nama Tio Beng. Perkataan Tio Beng hampir bersamaan dengan Siauw beng
dan Siauw beng Koen coe (putri Siauw Beng) gelaran si nona."
Wie It Siauw tertawa,
"Kakak beradik itu sangat aneh," katanya. "Yang satu she Ong,
satu lagi she Tio. Kejadian itu tak akan terjadi dalam kalangan orang
Han."
"She ato nama keluarga
mereka ialah Temur," menerangkan Hoan Yauw. "�Menurut kebiasaan orang asing, nama keluarga
ditaruh disebelah belakang."
"Dari muka dan potongan
badan, Tio Kouw nio seorang wanita cantik," kata Yo Siauw. "Hanya
sayang, wataknya terlalu kejam."
Baru sekarang Boe Kie tahu
asal usul Tio Beng. Sebenarnya siang2 ia sudah menduga bahwa nona itu seorang
putri yg berasal dari turunan keluarga kaisar. Ia hanya tidak pernah menaksir,
bahwa nona Tio putrinya raja muda Jie Lam Ong yg memegang kekuasaan atas semua
tentara kerajaan. Beberapa kali ia selalu jatuh dibawah angin.
Dalam ilmu silat nona Tio
memang masih kalah jauh, tapi dalam menggunakan tipu, ia banyak lebih unggul
daripada dirinya sendiri. Mengingat itu semua didalam hati Boe Kie merasa
jengah.
"Dalam penyelidikan
selanjutnya aku mengetahui bahwa Jie Lam Ong ingin membasmi semua partai
persilatan yg terdalam dalam dunia Kangouw," kata pula Hoan Yauw. "Ia
telah menerima baik rencana Seng Koen. Sebagai tindakan pertama, ia inin menumpas
agama kita. Dalam menimbang2 keadaan itu, aku berpendapat bahwa dengan terpecah
belahnya kalangan kita sendiri dan tangguhnya musuh, bahaya yg sedang dihadapi
benar2 hebat. Untuk menolong jalan satu2nya adalah masuk kedalam Ong Hoe dan
coba menyelidiki rencana raja itu. Sesudah tahu rencana mereka, baru aku
bertindak dengan mengimbangi keadaan. Selain itu,t ak ada jalan lain lagi. Tapi
aku sudah pernah bertemu muka dengan Soen Koen, sehingga untuk mencegah
bocornya rahasia aku mesti membunuh manusia itu."
"Benar," kata Wie It
Siauw.
"Tapi manusia itu sangat
licin dan ilmu silat nya pun sangat tinggi," kata pula Hoan Yauw.
"Tiga kali aku mencoba
membokong dia, tiga kali aku gagal. Dalam usaha yg ketiga, aku berhasil
menikamnya dengan pedang, tapi aku sendiri kena pukulan telapak tangannya.
Untung juga aku berhasil melarikan diri tanpa dikenali. Tapi aku terluka berat
dan sesudah berobat setahun lebih, barulah kesehatanku pulih kembali. Waktu itu
rencana Jie Lam Ong sudah mendekati penyelesaiannya dan untuk bencana agama
kita sudah diambang pintu. Aku jadi nekad, aku merusak muka sendiri, aku
mematahkan tulang betisku dan menyamar sebagai seorang gagu dan bongkok aku
pergi ke negeri Watzu."
"Negeri Watzu?"
menegas Wie It Siauw. "Negeri itu jauhnya berlaksa li. Perlu apa Hoan Yoe
pergi ke situ?"
Sebelum Hoan Yauw menjawab, Yo
Siauw sudah mendahului. "Saudara, sunggu bagus tipumu itu! Yo heng,
perginya saudara Hoan ke negeri itu sungguh tepat. Di negeri itu, ia pasti akan
diundang untuk bekerja kepada pembesar2 Mongol. Sebagaimana kau tahu, Jie Lam
Ong sedang mencari orang2 pandai. Untuk mengambil hatinya raja muda itu,
pembesar2 Watzu pasti akan mengirim saudara Hoan ke kota raja. Dengan muka dan
badan yg sudah berubah dan dengan berlagak gagu, biarpun Seng Koen lihati, dia
pasti tidak akan bisa mengenali."
Wie It Siauw menghela napas.
"Yo kauwcoe telah menempatkan Siauw Yauw Jie Sian disebelah atas keempat
Hoat Ong dan sekarang aku mengakui bahwa mata Yo Kauw coe benar2 tajam,"
katanya.
"Tipu selihai itu pasti
takkan bisa dipikir oleh Eng ong, Hok ong dan lain2 ong."
"Wie heng banyak terima
kasih untuk pujian mu yg tinggi," kata Hoan Yauw. Ia berhenti sejenak dan
kemudian berkata lagi dengan suara perlahan, "Kauw coe, aku sekarang ingin
menerima hukuman."
"Mengapa Hoan Yoe soe
berkata begitu?" tanya Boe Kie.
Hoan Yauw berbangkit dan
sambil membungkuk, ia menjawab, "Aku telah berbuat kedosaan besar sebab
sudah membunuh saudara2 dari agama kita. Sesuai dengan dugaan Yo Co Soe, di
Watzu aku sengaja membunuh singa dan membinasakan harimau, sehingga namaku
lantas saja terkenal. Pembesar2 disitu lalu mengirim aku kepada Jie Lam Ong.
Guna memperkuat kepercayaan raja muda itu atas diriku, aku membunuh tiga orang
hio coe dari agama kita."
Alis Boe Kie berkerut. Ia
tidak lantas menjawab. Didalam hati ia beranggapan, bahwa tindakan Hoan Yauw
sangat luar biasa dan agak kejam. Ia rela mengorbankan muka dan kaki sendiri
dan belakangan membunuh kawan sendiri. "Beng Kauw dinamakan orang sebagai
agama sesat, agama siluman," pikirnya. "Dilihat begini, sampai kapan
Beng Kauw bisa mencuci kata2 sesat dan siluman itu?"
Melihat sikap Boe Kie, tiba2
Houw Yauw menghunus pedang Yo Siauw. Dengan sekali berkelebat, pedang itu sudah
memutuskan tiga jari tangan kirinya, Boe Kie terkejut dan merampas senjata itu,
"Hoan Yoe soe". Mengapa?.. mengapa kau berbuat begitu" tanyanya
dengan mata membelak.
"Membunuh saudara2 dalam
agama kita adalah kedosaan besar," jawabnya.
"Karena urusan besar
belum selesai, Hoan Yauw belum berani membunuh diri. Sekarang Hoan Yauw lebih
dahulu memutuskan tiga jeriji dan nanti dia akan mempersembahkan kepalanya
kepada Kauwcoe."
"Aku sudah mengampuni
kesalahan Hoan Yoe soe," kata Boe Kie.