Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
-----------------------------
Bagian 53
Paras muka si nenek merah
padam. "Benar," katanya. "Perlu apa murid yang tidak mengenal
malu itu dibiarkan hidup lebih lama dalam dunia? Dia dan Yo Siauw saling
mencintai. Dia lebih suka berkhianat dari pada menurut perintah guru. In Liok Hiap,
guna menolong mukamu, aku tak tega untuk membuka rahasia itu. Hm! Tak guna kau
memikiri perempuan yg mukanya begitu tebal!"
Paras muka Lie Heng pucat
bagaikan kertas. "Tidak! Aku tak percaya!" teriaknya.
"Tanyakan anak itu, siapa
namanya," kata Biat Coat.
Dengan air mata berlinang, Lie
Heng menatap wajah si nona.
"Aku bernama Yo Poet Hwie," kata
nona itu "Ibu pernah mengatakan, bahwa ia tidak merasa mneyesal akan
terjadinya kejadian itu!"
Mendadak In Liok Hiap
mengeluarkan teriakan menyayat hati. Ia melemparkan pedangnya ditanah, menekap
mukanya dengan kedua tangan dan lari turun gunung bagaikan terbang.
"Liok tee! Liok
tee!" memanggil Song Wan Kiauw dan Jie Lian Dioe.
Lie Heng lari terus. Tiba2 ia
terguling, bangun, lari lagi dan dalam sekejap tak kelihatan bayang2nya lagi.
Semua orang menghela napas dan
turut merasa duka akan nasib In Liok hiap yang malang itu.
Bahkan seorang pendekar Boe
Tong jatuh diwaktu lari merupakan penderitaannya yang maha hebat.
Sementara itu, Son gWan Kiauw,
Jie Lian Cioe, Thio Siong Kee dan Boh Seng Kok duduk diseputar Boe Kie dengan
masing2 mengeluarkan sebelah tangan yang telapaknya ditempelkan didada, perut,
punggung dan pinggang Boe Kie dan kemudian mengerahkan Lweekang yg dimasukkan
kedalam tubuh pemuda itu untuk mengobati lukanya. Selang beberapa sat, mereka
merasai munculnya tenaga mengisap dalam tubuh Boe Kie yg terus menerus menyedot
Lweekang mereka. Mereka kaget, kalau pengisapan itu tidak berhenti, dalam waktu
sejam dua jam, tenaga dalam mereka bakal disedot habis2an. Namun karena jiwa
Boe Kie masih dalam keadaan bahaya, mati hidupnya belum ketahuan, mereka tentu
saja tidak bisa segera menarik pulang bantuan itu. Bagaimana baiknya>
Selagi keempat partai itu
bersangsi tiba2 Boe Kie membuka matanya dan mengeluarkan seruan perlahan.
"Ah!" Dilain saat Song Wan Kiauw merasai masuknya semacam hawa hangat
dari telapak tangan mereka. Pemuda itu ternyata sudah menggerahkan Kioe yang
Sin kang dan mengirim tenaga dalamnya kepada keempat paman itu.
"Tak boleh! Kau harus istirahat,"
kata Song Wan Kiauw. Dengan serentak mereka menarik tangan mereka dan
berbangkit. Hampir berbareng mereka merasai mengalirnya hawa hangat yg sangat
nyaman disekujur badan mereka. Boe Kie bukan saja sudah memulangkan tenaga
bantuan, tapi sudah membalas budi dengan menghadiahkan Kiauw yang Cie Khie
kepada paman2nya itu. Song Wan Kiauw berempat saling mengawasi dengan rasa
kagum. Bahwa keponakan itu yang sudah terluka sedemikian berat masih mempunya
Lweekang yang begitu kuat, sungguh2 diluar dugaan.
Meskipun Boe Kie masih
menderita luka diluar yang sangat hebat, kesehatan didalam badan sudah pulih
kembali dan hawa sudah bisa mengalir dengan leluasa. Perlahan lahan ia bangun
seraya berkata, "Song Toapeh, Jie Jiepeh, Thio Siepeh, Boh Cit siok, tit
jie memohon maaf untuk segala kekurang ajarannya. Apakah Thay soe hoe berada
dalam keadaan sehat?"
"Soe hoe baik2
saja," jawab Wan Kiauw. "Boe Kie... kau.. kau sudah besar!..."
Perkataan terputus putus karena terharu, ia ingin bicara banyak tapi mulutnya
terkancing.
Dilain pihak sesudah
mengetahui bahwa pemuda yang sudah menolong jiwanya adalah cucunya sendiri Peh
Bie Enghong In thiau Ceng girang bukan masih belum bisa berbangkit, ia tertawa
terbahak bahak.
Biat Coat Soethay mengawasi
itu semua dengan paras muka menyeramkan. Tiba2 ia mengibaskan tangannya dan
lalu bertindak untuk turun gunung, yg diikuti oleh murid2nya.
Sambil menundukkan kepala,
Cioe Cie Jiak turut berjalan, tapi baru bertindak beberapa langkah ia tak tahan
untuk menengok kearah Boe Kie. Pemuda itupun sedang mengawasinya sehingga kedua
pasang mata lantas saja kebentrok.
Pada muka si nona yang pucat
lantas saja timbul sinar dadu. Sinar matanya adalah sedemikan rupa, sehingga ia
seperti juga mau minta maaf atas perbuatannya dan mengharap supaya Boe Kie
menjaga diri baik2. Pemuda itu rupanya tahu akan perasaan si nona. Sambil
tersenyum, ia manggut2kan kepalanya. Perasaan Cie Jiak lantas saja berubah
terang. Ia balas tersenyum dan lalu meyusul rombongannya dengan tindakan lebar.
Itu semua tak terlepas dari
mata Song Ceng Soe. Untuk beberapa detik mata pemuda itu mengeluarkan sinar
kebencian.
Sesudah Boe Tong pay tahu
siapa adanya Boe Kie dan sesudah Go Bie Pay berlalu, usaha ena, partai untuk
membasmi Beng Kauw gagal seanteronya. Orang2 Khong tong dan Koen Loen lantas
saja berpamitan. Ho Tay Ciong mendekati dan berkata, "Saudara kecil aku
memberi selamat bahwa hari ini kau bertemu dengan keluarga sendiri..."
Tanpa menunggu sampai orang tua itu habis bicara. Boe Kie segara mengeluarkan
dua butir Yowan dari sakunya. Yowan itu hanya obat biasa untuk menolak racun.
Sambil mengangsurkan kepada Ho Thay Ciong. Pemuda itu berkata. "Cianpwee
berdua masing2 boleh menelan sebutir.
Sesudah makan obat ini, racun
Kim cam Kauw tak akan punah."
Ho Thay Ciong mengawasi kedua
yowan itu dengan perasaan sangsi.
"Boanpwee pasti tak
berdusta" kata pula Boe Kie.
Mendengar perkataan itu ia tak
berani membuka mulut lagi. "Andaikata dia memberi obat palsu dihadapan
keempat pendekar Boe tong aku tentu tak bisa menggunakan kekerasan,"
pikirnya : "Apalagi
orang2 Siauw Lim beridir di pihak bangsat kecil itu. Sudahlah! Terserah kepada
nasih," memikir begitu seraya tertawa getir, ia berkata. "Terima
kasih." Sesudah menelan yowan itu bersama Pay Siok Ham ia segera memerintah
murid2nya merawat jenazah partai Koen Loen dan kemudian sesudah berpamitan
mereka turun gunung.
"Boe Kie," kata Jie
Lian Cioe, "karena kau terluka berat sebaiknya kau berdiam saja disini
untuk sementara waktu, guna berobat. Kami tak bisa menemani kau. Kami hanya
mengharap supaya sesudah sembuh kau suda tangan ke Boe tong San, agar Soe Hoe
turut merasa girang." Dengan mata mengembang air, pemuda itu manggutkan
kepalanya.
Keempat pemuda itu ingin
sekali mengajukan banyak pertanyaan, tapi melihat kelemahan keponakannya,
mereka berani bicara banyak2.
Sekonyong2 diantara barisan
Siauw Lim terdengar teriakan seorang, "Kemana perginya jenazah Goan tin
soeheng?"
"Mengapa hilang ?" menyambung yg
lain.
Boh Seng Kok heran dan segera
mendekati tujuh delapan pendeta Siauw Lim yang sedang merawati jenazah anggota2
partainya. Benar sajat tidak melihat jenazah Goan tin. "Lekas pulangkan
jenazah Goan tin soeheng!" teriak Goan im sambil menuding orang2 Beng
Kauw.
Cioe Thian tertawa terbahak2.
"Benar2 kau sudah gila!" katanya. "Perlu apa kami mencuri mayat
pendeta."
Orang2 Siauw Lim tidka rewel
lagi. Jawabnya itu ada benarnya jg. Mereka menduga mungkin sekali waktu
mengumpulkan jenazah orang2 Hwa san pay atau Kong tong pay sudah mengambil
jenazah Goan tin.
Tak lama kemudian, dengan
beruntun barisan Siauw Lim dan Boe Tong turun gunung. Boe Kie menyoja dan
membungkuk untuk memberi selamat jalan kepada para pamannya.
"Anakku Boe Kie,"
kata Song Wan Siauw.
"Hari ini namamu tersohor
di kolong langit dan Beng Kauw menanggung budimu yang sangat berat. Kuharap
supaya kau bisa menuntun mereka ke jalan yang lurus."
"anak pasti akan
memperhatikan pesan Tao Soe pek," jawabnya.
"Dalam segala hal kau
harus berhati2, kau harus menjaga jangan sampai diperdayai oelh manusia2
rendah," kata Thio siong Kee.
Boe Kie mengangguk. Baik pihak
paman, maupun pihak keponakan, sama2 merasa beat untuk berpisahan.
Sesudah keenam partai pergi
semuanya, Yo Siauw dan In Thian Ceng saling mengawasi.
Tiab2 mereka berteriak dengan
berbareng, "Para anggauta Beng Kauw dan Peh Bie Kauw! Berlutut untuk
menghaturkan terima kasih kepada Thio Tay hia!" Dilain saat semua orang
sudah mendekam diatas bumi.
Boe Kie bingung tak kepalang
apa pula diantara mereka terdapat kakek dan pamannya sendiri. Di luar dugaan,
karena berlutut luka di dadanya terbukan lagi dan darah kembali mengucur dan ia
lantas saja roboh pingsan.
Siauw Ciauw tersipu sipu
memapahnya. Dua orang tauw bak (pemimpin regu) segera mengambil tandu dan
merebahkan tuan penolong itu didalamnya
Alis Yo Siauw berkerut,
"Lekas antar Thio Tay Hiap kekamarnya," katanya. "Selama
beberapa hari ia tidak boleh diganggu oleh siapapun jua."
Kedua tauw bak itu mengiakan
sambil membungkuk dan lalu membusung Boe Kie kekamar Kong Beng Soe cia dengan
diikuti oleh Siauw Ciauw. Waktu ia lewat didepan Poet Hwie, nona Yo berkata
dengan suara dingin: "Siauw Ciauw! Kau sungguh pandai bersandiwara.
Aku memang sudah menaksir,
bahwa kau main gila. Aku hanya tidak menduga, bahwa dibelakang penyamaran
memedhi perempuan bersembunyi seorang nona yang cantik manis." Siauw Ciauw
tidak menjawab. Ia berjalan terus sambil menundukkan kepala dan menyeret
rantai.
Selama beberapa hari orang2
Beng Kauw yg tidak terluka sangat repot. Mereka harus mengubur yang mati dan
mengobati yang luka. Sekarang mereka insyap, bahwa adegan yang berupa cakar2an
didalam kalangan sendiri akhirnya membawa bencana besar. Ditambah dengan
kekuatiran akan keselamatan Boe Kie, maka diantara mereka tak ada yang
menyentuh nyentuh lagi soal permusuhan lama.
Dengan memiliki Kioe yang sin
kang dan juga sebab tusukan pedang yang tidak melanggar bagian berbahaya,
kesembuhan Boe Kie terjadi dengan cepat sekali. Dalam tujuh delapan hari,
lukanya sudah mulai rapat.
In Thian Ceng, Yo Siauw, Wie
It Siauw, Swe Poet Tek dan yang lain2 masih rebah diranjang.
Tapi setiap hari, dengan
menggunakan tandu mereka menengok tuan penolong itu. Melihat kesehatan Boe Kie
pulih dengan cepat, mereka semua girang sekali.
Pada hari kedelapan, malam.
Boe Kie sudah bisa duduk. Malam itu Yo Siauw dan Wie It Siauw datang
dikamarnya.
"Sesudah kena It im cie
bagaimana keadaan Jie Wie selama beberapa hari ini?" tanya Boe Kie.
Serangan2 dingin kian hari
kian meningkat, akan tetapi, sebab kuatir pemuda itu jengkel, mereka serentak
menjawab, "Banyak mendingan."
Tapi Boe Kie tak mudah
dilagui. Melihat mukanya yang bersinar hitam dan suara yang tak bertenaga, ia
tahu keadaan yg sebenarnya.
"Tenaga dalamku sudah
pulih enam-tujuh bagian dan kini aku telah bisa membantu jie wie,"
katanya.
"Tidak! Tak boleh!"
kata Yo Siauw tergesa2. "Perlu apa Thio tayhiap begitu kesusu? Sesudah
sembuh seluruhnya, masih banyak waktu untuk menolong kami."
"Memang juga tidak perlu
terburu2," menyambung Wie It Siauw sambil tertawa.
"Sekarang atau nanti tak
banyak bedanya. Yang paling penting ialah Thio tayhiap harus menjaga diri
sendiri."
"Gie hoe (ayah angkatku)
adalah pantaran jie wie dan tingkatan jie wie lebih tinggi dari pada aku,"
kata Boe Kie. "Maka itu kumohon jie wie jangan mengugnakan panggilan
tayhiap lagi karena aku tak bisa menerimany." (Tayhiap pendekar besar)
Yo Siauw bersenyum.
"Dikemudian hari kami semua akan menjadi orang sebawahanmy," katanya.
"Dihadapanmu kami takkan berani turun bersama sama."
Boe Kie terkejut. "Yo Peh
peh, apa katamu!" ia menegas.
"Thio tayhiap" kata
Wie It Siauw, "Kedudukan Kauw coe dari Beng Kauw tak bisa diduduki oleh
lain orang drpd kau sendiri!"
Dengan kaget pemuda itu
menggoyang goyangkan kedua tangannya. "Tidak! Tidak! Biar bagaimanapun jua
tit jie takkan berani menerima," katanya. (Tit jie keponakan) Saat itu,
mendadak saja, dari sebelah kejauhan terdengar teriakan nyaring. Itulah tanda
bahaya di kaki Kong Beng Teng!
Yo Siauw dan Wie It Siauw agak
terkejut. Apa keenam partai masih merasa penasaran dan datang menyerang lagi?
Tapi sebagai jago kelas utama, paras muka mereka sedikitpun tidak berubah.
"Apakah jin somg yang
kemarin sudah dimakan?" tanya Yo Siauw. "Ciauw, pergi kau ambil lagi
dari kamar obat dan tolong godok supaya bisa lantas bisa dimakan oleh Thio
tayhiap." Baru saja ia berkata begitu, disebelah barat dan selatan kembali
terdengar teriakan nyaring.
"Apa kita diserang
musuh?" tanya Boe Kie.
"Beng Kauw dan Peh bie
Kauw tidak kekurang orang pandai," kata Wie It Siauw. "Thio tayhiap,
kau tak usah kuatir. Beberapa bangsat kecil tak cukup untuk dibuat
pikiran."
Beberapa saat kemudai
teriakan2 sudah terdengar dipinggir gunung! Cepat sungguh bergeraknya musuh.
Mereka ternyata bukan bangsat kecil.
"Coba kukeluar untuk
membereskan mereka," kata Yo Siauw. "Wie Heng, kau berdia saja disini
untuk menemai Thio tayhiap. Huh, huh! Apakah orang kira Beng Kauw boleh di hina
terus, menerus oleh segala manusia?" Biarpun badannya belum bisa bergerak,
suaranya lantang dan gagah.
Diam2 Boe Kie merasa bingung.
"Siauw Lim, Boe tong danyang lain2 adalah partai2 lurus bersih dan tak
mungkin mereka datang lagi untuk menyerang," pikirnya. "Yang datang
mungkin sekali manusia2 jahat. Semua orang pandai di Kong Beng Leng terluka
berat. Selama tujuh delapan hari mereka belum mendapat pengobatan yang tepat.
Kita tak akan bisa melawan musuh. Kalau bertempur, kita semua akan mengantarkan
jiwa." Sekonyong2 dari luar menerobos masuk sesorang yang mukanya
berlepotan darah da dadanya tertancap pisau.
Begitu masuk ia berteriak
dengan suara terputus putus. "Musuh.... Meyerang dari tiga jurusan...
saudara2 kita.... Tak tahan..." "Musuh dari mana?" menegas Wie
It Siauw.
Orang itu menuding keluar,
tapi sebelum ia bisa menjawab, ia roboh dan melepaskan napasnya yang
penghabisan.
Suasana teriakan jadi makin ramai. Sekonyong2
ua orang lain masuk ke kamar. Yo Siauw mengenali, bahwa yg diselah depan adalah
Cian Kie Hoe Soe (wakil pemimpin) dari Ang Soei Kie. Ia terluka berat,
lengannya putus sebatas bahu dan mukanya pucat pasi. Orang yg mengikuti
dibelakangnya juga berlumuran darah. Meskipun berada dalam keadaan setengah
mati, wakil pemimpin itu bersikap tenang dan sambil membungkuk, ia berkata,
"Thio tayhiap, Yo Co soe, Wie Hiat ong, musuh yang menyerang kita terdiri
dari Kie Keng pang, Hay see pay, Sin koen boen dan lain2."
Alis Yo Siauw berkerut dan ia
mengeluarkan suara di hidung, "Hm... kawanan setan kecil itu jg berani
menghina kita?" katanya.
"Yang menjaid kepala
adalah seorang Hoan ceng dari See Hek," menerangkan Ciang Kie Hoe Soe.
"Dia berkepandaian sangat tinggi dan menggunakan Ie thian kiam...."
(Hoan ceng dari Seee hek - Pedeta asing dari daerah barat).
Mendengar "Ie thian
kiam", hampir berbarengan Boe Kie, Yo Siauw dan Wie It Siauw mengeluarkan
seruan tertahan.
"Apa benar Ie thian
kiam?" tanya Yo Siauw, "Apa kau tak salah lihat?"
"Selagi aku bertempur,
saudara Ong ini berada disampingku, memegang obor," jawabnya.
"Aku pasti tidak salah
lihat. Dengan sekali, pendeta itu memutuskan golok dari lenganku. Aku dapat
membaca huruf "Ie thian" pada pedang itu. Tak bisa salah lagi."
Waktu bicara sampai disitu,
kelima Ngo Sian Jie Leng Kiam, Tiat Koen Tan Jin Thio Tiong,
Pheng Eng Giok, Swee Poet Tek
dan Cioe Tian masuk dengan digotong oleh beberapa orang.
"Kurang ajar! Betul2
kurang ajar!" teriak Cioe Tian. "Kay pang bersama Sam boen pang dan
Boe San pang jg turut menyerang. Sebegitu lama masih bernyawa aku tak akan
menyudahi sakit hati ini..." belum habis ia bicara, dengan bertongkat In
Thian Ceng dan In Ya Ong turut masuk kedalam kamar.
"Boe Kie, kau tidur saja
disini," kata sang kakek. "Bangsat! Segala partai cilik seperti Ngo
Beng to dan Toan Hoen chio jg berani datang kemari. Aku mau lihat apa yang bisa
diperbuat mereka."
"Dilihat begini musuh
yang menyerang bukan kecil jumlahnya," kata Yo Siauw, "Sayang,
sungguh sayang kita masih belum bisa bergerak."
Diantara tokoh2 itu, dalam
kalungan Beng Kauw. Yo Siauw berkedudukan paling tinggi dalam Peh Bie Kauw, In
Thian Ceng menjadi Kauw Coe sedang Pheng Bug Giok dikenal sebagai jago yang
terkenal budi. Selama hidup mereka sudah kenyang mengalami gelombang hebat.
Dengan kepandaian dan kebijaksanaan mereka selalu bisa lulus dari ujian dengan
selamat. Tapi sekarang mereka menghadapi jalanan buntu. Sedang semua jago
terluka hebat, musuh yang berjumlah besar datang menyerang. Apa yang harus
diperbuat mereka?
Kemungkinan satu satunya
adalah dibasmi musuh.
Waktu itu didalam hati, semua
orang sudah menganggap Boe Kie sebagai Kauw Coe sehingga tanpa merasa mereka
semua mengawasi pemuda itu.
Tentu saja Boe Kie turut
mengasah otak. Dalam beberapa detik, macam2 ingatan berkelebat2 dalam otaknya.
Dalam ilmu silat, ini memang lebih unggul daripada To Siauw dan yang lain2.
Tapi dalam menarik daya upaya
ia masih kalah dari jago2 yg sudah berpengalaman itu. Kalau mereka sudah putus
asa, apakah yang bisa diperbuat olehnya sendiri.
Untuk beberapa saat kamar itu
sunyi senyap.
Sekonyong2 Boe Kie ingat
sesuatu. "Ah!" teriaknya. "Jalan satu2nya menyembunyikan diri
dalam jalanan rahasia. Musuh mungkin tak akan tahu. Tapi seandainya mereka tahu
tak gampang2 mereka menerjang masuk." Di dalam hati ia merasa, bahwa daya
itu paling sempurna sehingga suaranya penuh kegirangan. Tapi diluar dugaannya,
kelihatannya tidak mendapat jawaban. Semua saling mengawasi tanpa mengeluarkan
sepatah kata. Mereka kelihatannya tidak menyetujui usul itu.
"Seorang laki2 harus bisa
mundur dan bisa maju," kata Boe Kie. "Kau sekarang mundur untuk
sementara waktu. Begitu lekas kita sudah sembuh, kita boleh keluar untuk
bertarung. Menurut pendapatku, tindakan ini sama sekali tidak menurunkan
derajat atau keangkeran kita."
"Daya upaya Thio tayhiap
memang sangat baik," kata Yo Siauw. Ia menengok kepada Siauw Ciauw dan
berkata pula, "Siauw Ciauw, tolong antar Thio tayhiap kejalanan
rahasia." "Kalau aku pergi, kita semua pergi bersama sama," kata
Boe Kie.
"Thio tayhiap jalan
duluan, kita akan mengikuti dibelakang," kata Yo Siauw.
Didengar dari nada suaranya,
pemuda itu tahu, bahwa Yo Siauw dan yang lain2 takkan mengikuti. Maka itu, ia
lantas saja berkata dengan suara nyaring. "Para cianpwee! Walaupun Thio
Boe Kie bukan anggauta Beng Kauw, tapi sesudah kita bersama sama melewati
bahaya besar, perhubungan antara kita adalah perhubungan mati hidup bersama
sama. Apakah para cianpwee kira kau seorang manusia yg takut mati?
Apakah para cianpwee duga,
Thio tayhiap, ada sesuatu yg diketahui olehmu," jawabnya dengan suara
terharu. "Menurut peraturan Beng Kauw yg sudah berturun turun, jalanan
rahasia di Kong beng teng dianggap sebagai tempat suci.
Kecuali Kauw coe, anggota yang
manapun jua tak boleh masuk kesitu. Siapa yang melanggar peraturan, dia akan
kena hukuman mati. Karena Thio tayhiap dan Siauw ciauw bukan anggotra partai,
maka kalian berdua tak usah menaati peraturan tersebut."
Sementara itu teriakan2 makin
santer dan makin dekat kedengarannya.
Jalanan keatas Kong keng teng
penuh dengan bahaya, tak mudah dipanjat dan disana sini terdapat tebing2 yg
curam. Dibanyak tempat dipasang pintu2 besi atau batu raksasa. Maka itu biarpun
Beng Kauw tak bisa memberi perlawanan hebat tapi musuh tidak gampang2 bisa
mencapai puncak Kong Beng teng. Disamping itu, karena merasa jeri akan nama
Beng Kauw yang besar, musuh tidak berani menerjang secara sembrono. Tapi
didengar dari teriakan2 itu, mereka dapat merasak maju dengan perlahan.
Makin lama Boe Kie jadi makin
bingung. "Dalam waktu satu jam lagi, semua orang bakal binasa,"
katanya didlm hati. Dalam bingungnya, ia segera bertanya, "Para Cianpwee!
Apakah peraturan itu tidak dapat diubah?"
Dalam paras duka Yo Siauw meng
geleng2kan kepalanya.
"Bisa!" kata Pheng
Eng Giok sekonyong2. "Thio Tayhiap memiliki ilmu silat yg sangat tinggi
dan rasa perikemanusiaan yg sangat luhur. Disamping itu, Thio tayhiap telah
membuang budi yang besar luar biasa kepada kita. Sampai mati, kita semua tak
akan bisa membalas budi itu.
Kalau sekarang kita ramai2
mengangkat kau sebagai Kauw Coe turunan ketiga puluh empat, maka sebagai Kauw
Coe kau bisa memerintah kita semua untuk masuk ke jalan2 rahasia itu.
Kalau di perintah oleh Kauw
Coe sendiri kita tidak melanggar peraturan yang sudah ditetapkan."
Mendengar usul Pheng Eng Giok,
semua orang yg sudah mempunyai niatan untuk mengangkat Boe Kie sebagai Kauw
Coe, dengan serentak menyatakan setuju.
Tapi Boe Kie menggoyang2kan
tanganya. "Tak bisa, ini tak bisa!" katanya. "Boanpwee masih
terlalu muda dan berpengetahuan terlampau cetek. Boanpwee tidak mempunyai
kemuliaan apapun jua. Bagaimana boanpwee bisa menerima tanggung jawab yang
sedemikian berat? Disamping itu, Thay soehoe jg pernah memesan, bahwa boanpwee
skali kai tidak boleh masuk kedalam kalangan Beng Kauw. Dengan merasa sangat
menyesal, boanpwee tidak bisa menerima usul Pheng Tay soe."
"Boe Kie aku adalah
kakekmu dan sebagai kakek, aku sekarang memerintahkan supaya kau masuk kedalam
Beng Kauw," kata In Thia Ceng. "Andai kata dalam ikatan denga kau
kedudukan sebagai kakek tidak lebih tinggi dari Thay soehoemu, tapi sedikitnya
sebagai kakek aku tidak jauh lebih rendah dari guru besar itu. Sekarang, dengan
menggunakan Kekuasaan sebagai kakek, aku memudahkan perintah Thay soehoemu.
Kalau kau menerima, orang luar pasti tak akan bisa menyalahkan kau. Tapi biar
bagaimanapun jua, aku menyerahkan segala keputusan kepada pertimbanganmu
sendiri.
Dengan ditambah seorang paman,
kita jadi terlebih kuat, menyamnung In Ya Ong. Kata orang, bertemu dengan paman
seperti bertemu dengan orangtua sendiri. Orang tuamu sudah meninggal dunia dan
aku sebagai pamanmu, bisa menggantikan kedudukan orangtua mu.
Mendengar perkataan kakek dan
pamannya, Boe Kie berduka dan serba salah. Sambil menghela napas, ia berkata,
Waktu berada dalam jalan rahasi, aku telah mendapatkan surat wasiat mendiang Yo
Kauw Coe. Aku mengambil surat itu unutk diperingatkan kepada kalian.
Dan surat tersebut, mendiang
Yo Kauw Coe memesan supaya ayah angkatku, Kamo mo Say Ong, diangkat menjadi
Kauw Coe untuk sementara waktu.
Thio tay hiap, kata Pheng Eng
Giok, Seorang laki2 tidak boleh terlaku berkukuh dalam hal2 kecil. Seorang
laki2 haris bisa menyesuaikan dii dengan perubahan2 bersar dalam dunia.
Sekarang Cia Soen tidak berada disini. Maka itu, aku sekarang mengusulkan,
supaya sesuai dengan keinginan mendiang Yo Kauw Coe, Thio tayhiap menduduki
kursi Kauw Coe, untuk sementara waktu.
Benar! Benar! menyambut semua
orang.
Dalam menghadapi bencana Boe
Kie akhirnya mengambil keputusan cepat. Yang paling penting menolong jiwa yang
lain boleh didamaikan belakangan, pikirnya. Sesudah para Cianpwee mengunjuk
kecintaan yg sedemikian besar, jika aku tetap menolak, maka aku akan menjadi
manusia yg berdosa. Sekarang untuk sementara waktu Boe Kie menerima kedudukan
Kauw Coe. Nanti, sesudah kita melewati bahaya dengan selamatan kuharap kalian
suka mengangkat seorang lain yg lebih cakap.
Pertanyaan itu disambut dengan
sorak sorai. Biarpun sedang menghadapi bencana mereka sangat girang dan paras
muka semua orang berseri seri.
Bagaimana mereka tak girang?
Semenjak meninggalnya Yo Po Thian, Beng Kauw tidak mempunyai pemimpin, sehingga
belakangan, agama itu menjadi berantakan dan jago2nya saling bermusuhan.
Sebagian memisahkan diri, sebagian mendirikan lain agama atau partai, sebagian
melakukan perbuatan2 ,jahat tanpa tercegah kejadian2 itu bantu meruntuhkan Beng
Kauw. Sekarang sesudah lewat banyak tahun, mereka mendapat seorang Kauw Coe
yang berkepandaian tinggi dan luhur pribadinya, sehingga bila diharapkan bahwa
Beng Kauw akan segera mendapat kembali keangkeran dan kemakmuran yang dahulu.
Bagaimana mereka tak girang?
Dengan serentak orang2 yg
masih bisa berlulut lantas saja berlutut dihadapan Kauw coe baru itu. In Thian
Ceng dan In Ya Ong adalah kakek dan paman Boe Kie. Tapi kedua orang tua itupun
turut menekuk lutut.
Dengan bingung ia berteriak,
Aduh! Harap kalian jangan begitu! Bangunlah Yo Co Soe, aku minta kau segera
menyampaikan perintah kepada semua orang, supaya seluruh anggota agama kita,
dari yg tinggi sampai yang rendah, semua masuk ke jalanan rahasia. Perintahkan
Ang So Kie dan Liat Hwee Kie melepas api dan menahan musuh. Semua bangunan yang
berdiri diatas Kong Beng Teng harus dibakar habis.
Baiklah, jawab Yo Siauw.
Perintah Kauw Coe akan segera dilaksanakan, ia lantas saja di gotong keluar
dari kamar itu untuk memerintahkan Ang Soei dna Liat Hwee melindungi dari
belakang dan semua orang mundur ke jalanan rahasia.
Waktu masuk ke jalanan rahasia
mereka membawa ransum dan air secukupnya, sehingga biarpun harus bersembunyi
satu dua bulan, mereka takkan mati kelaparan.
Para anggauta Beng Kauw dan
Peh Bie Kauw berjalan tanpa mengeluarkan sepatah kata.
Jalanan rahasia itu dianggap
sebagai tempat suci oleh orang lain kecuali Kauw Coe. Hanyalah atas kurnia Kauw
Coe, mereka sekarang bisa masuk kesitu.
Dengan berdiri disekitar
kerangka Yo Po Thian, Yo Siauw dan lain2 pemimpin mendengari penuturan Boe Kie
tentang cara bagaimana ia mendapat surat wasiat mendiang Yo Kauw Coe dan cara
bagaimana ia melatih diri dalam ilmu Kien Koen Tay Lo Ie Sin Kang.
Sesudah selesai penuturannya,
Boe Kie segera mengangsurkan kulit kambing yang berisi pelajaran Kian Koen Tay
Lo Ie Sin Kang kepada Yo Siauw. Tapi Yo Siauw tidak berani menerima. Seraya
membungkuk ia berkata, Dalam surat wasiat mendiang Yo Kauw Coe telah
menetapkan, bahwa untuk sementara waktu Kian Koen Tay Lo Ie Sim hoat dipegang
oleh Cia Soen dan kemudian diserahkan kepada Kauw Coe baru. Menurut pantas Sim
hoat ini skrg hrs disimpan Kauw Coe Sendiri.
Dengan bergilir semua orang membaca surat
wasiat Yo Po Thian. Banyak diantaranya menghela napas dan menggeleng gelengkan
kepala. Mereka tak pernah menyangka bahwa Yo Po Thian sedemikian gagahnya
akhirnya binasa karena gara2 cinta. Kalau siang2 mereka tahu ada surat wasiat
itu, Beng Kauw tantu takkan terpecah belah berantakan. Mengingat saudara2 yang
sudah mengorbankan jiwa dan segala hinaan yang dideritanya merasa menyesal dan
lalu mencaci Seng Koen.
Biarpun Seng Koen adik
seperguruan mendiang Yo Kauw Coe dan guru dari Kim mo Say ong, kita tak pernah
bertemu muka dengannya, kata Yo Siauw. Siapapun takkan menduga, bahwa selama
beberapa puluh tahun ia mengatur dan menjalankan siasat untuk merobohkan Beng
Kauw.
Cioe Tian mengeluarkan suara
dihidung.
Yo Coe Soe, Wie Hong Ong,
sesudah masuk dalam perangkap, kalian masih juga belummendusin dan dilihat
begini, kalian seperti juga manusia2 tolol, kata Cioe Tian. Ia sebenarnya mau
menyebutkan juga nama si tua bangka Peh Bie, tapi perkataan itu ditelan lagi
kedalam perutnya, sebab ia merasa malu hati kepada Kauw Coe.
Disentil begitu, paras muka Yo
Siauw lantas saja berubah menjadi merah. Tapi manusia takkan bisa terlolos dari
jaring Langit, katanya. Pada akhirnya, bangsat Seng Koen mampus jg dalam tangan
saudara Ya Ong.
Mengingat kejahatan nya, dia
sebenarnya mati terlalu enak, kata pemimpin Liat hwee kie dengan suara
mendongkol.
Setelah beromong2 lagi
beberapa lama, mereka baru bersila dan menjalankan pernapasan untuk mengobati
luka.
Berselang tujuh delapan hari
Boe Kie sudah hampir sembuh dan yang masih ketinggalan hanya luka yg dalamnya
kira2 sedim. Ia segera mengobati anggota2 Beng Kauw dan Peh Bie Kauw yang
mendapat luka diluar. Meskipun kekurangan obat, dengan pembantuan penjaruman,
pempakaran dan ilmu mengurut ia berhasil menolong semua orang.
Semua orang2 itu hanyal
mengenal Kauw Coe mereka sebagai pemuda yg ilmu silatnya tinggi luar biasa.
Mereka tak pernah menyangka, bahwa Boe Kie pun memiliki ilmu ketabiban yg dapat
direndengkan Tiap kok ie sian Ouw Ceng Goe.
Lewat beberapa hari lagi, Boe
Kie sudah sembuh seanteronya. Dengan menggunakan Kioe yang Sin Kang, ia segera
menolong Yo Siauw, Wie It Siauw, Yo Poet Long Hwie dna Ngo Sin Jiu untuk
mengusir racun dingin It Um Cie yang mengeram dalam tubuhnya. Dalam tempo tga
hari saja, racun telah dapat dikeluarkan.
Begitu sembuh, dengan semangat
bergelora mereka terus mau keluar untuk menghajar musuh.
Tunggu dulu, kata Boe Kie.
Kalian baru saja sembuh dan tenaga dalam belum pulih semuanya. Bersabarlah
beberapa hari lagi.
Selama beberapa hari itu,
semua orang2 bersiap sedia. Yang ilmu silatnya agak rendah menggosok golok,
menggosok pedang. Yang ilmu silatnya tinggi, melatih Lweekang.
Sedari di keroyok oleh enam
partai besar, mereka telah menerima banyak hinaan dan kedongkolan sudah
bersusun tindih.
Malam itu Yo Siauw mengawasi
Boe Kie dan menceritakan segala sesuatu mengenai agama mereka, seperti sejarah,
peraturan2, pengaruh dan kekuatan diberbagai tempat, kepandaian dan watanya
tokoh2 yg terkemuka.
Selagi beromong2 tiba2
terdengar suara rantai dan Siauw Ciauw masuk dengan membawa nampan teh. Setelah
menaruh kedua cangkir dihadapan pemimpin itu, ia segera keluar lagi. Sekonyong2
Boe Kie teringat sesuatu dan ia segera berkata, Yo Co soe, selama beberapa hari
ini nona kecil itu tidak pernah melakukan pelanggaran apa2. Kuharap kau suka
membuka rantainya.
Baiklah, kata Yo Siauw yang
lantas saja memanggil putrinya. Poet Hwie, Kauw Coe ingin supaya Siauw Ciauw
dilepaskan, katanya. Kau bukalah kuncinya.
Anak kunci berada dalam
lemari, dalam kamarku, jawabnya. Aku tidak membawanya kemari.
Tak apa, nanti saja, kata Boe
Kie.
Kurasa anak kunci itu takkan
terbakar lumer.
Sesudah puterinya keluar, Yo
Siauw berkata, Kauw Coe, biarpun Siauw Ciauw masih berusia muda, tindakan2nya
sangat aneh. Kita harus berhati2.
Siapa nona itu? Bagaimana asal
usulnya? tanya Boe Kie.
Pada waktu kira2 setengah
tahun yg lalu, waktu aku bersama Poet Hwie jalan2 dibawah gunung, tiba2 kulihat
dia sedang menangis di gurun pasir sambil memeluk dua mayat, kata Yo Siauw. Aku
menghampiri dan menanya. Ia mengatakan, bahwa kedua mayat itu adalah jenazah
ayah ibunya. Menurut penuturannya, sebab sang ayah membuat suatu pelanggaran di
Tiong Goan, maka mereka ayah, ibu dan anak tiga orang dihukum untuk bekerja
dalam tentara See Hek. Beberapa hari yg lalu, mereka melarikan diri karena tak
tahan di hina dan di persakiti perwira Mongol. Tapi akhirnya, sebab sudah
terluka dan habis tenaga, kedua orang tua itu meninggal dunia. Biarpun romannya
jelek, aku merasa kasihan. Sesudah mengubur kedua jenazah itu, dan mengajaknya
pulang dan menyuruh menemani Peot Hwie. Boe Kie manggut2kan kepalanya.
Kalau begitu Siauw Ciauw yatim
piatu, sama seperti aku, katanya didalam hati.
Sesudah berdiam sejenak, Yo
Siauw berkata pula, Sesudah Siauw Ciauw berdiam di Kong beng teng, pada suatu
hari, ketika aku mengajar ilmu silat kepada Poet Hwie, itu terjadi sesuatu yg
luar biasa. Aku mencoba memberi penjelasan tentang kedudukan keenam puluh empat
dari Pat Kwa. Anehnya Poet Hwie masih belum mengerti, mata Siauw Ciauw sudah
mengawasi kedudukan yg benar.
Mungkin sekali sebab dia
berotak sangat cerdas, kata Boe Kie.
Semula akupun menganggap
begitu dan bahkan aku mersa girang, kata Yo Siauw. Tapi belakangan aku
bercuriga dan dengan sengaja menyebutkan satu kauw koat (teori ilmu silat) yang
sangat sulit. Kauw koat itu belum pernah diturunkan kepada Poet Hwie. Untuk
menjajalnya, aku sengaja menyebutkan kedudukan2 Pat kwa yg kalah. Benar saja,
kulihat alisnya berkerut, sehingga aku menarik kesimpulan, bahwa ia tahu akan
kesalahanku itu.
Mulai waktu itu aku berhati2.
Aku tahu, bahwa nona cilik ini memiliki kepandaian tinggi dan kedatangannya ke
Kong Beng Teng mengandung maksud tertentu.
Apakah tidak bisa jadi kedua
orang tuanya paham kitab Ya Keng dan ia mendapat pelajarang turunan? tanya Boe
Kie.
Aku rasa tidak begitu, bantah
Yo Siauw. Sebagiamana Kauw Coe tahu. Ya Keng yang dipelajari oleh seorang ses
rawan berdau dengan Ya Keng yang dipelajari untuk ilmu silat.
Kalau benar Siauw Ciauw
mendapat pelajaran itu dari kedua orang tuanya, maka kedua orang itu adalah
ahli2 silat kelas utamg. Supaya dia tidak bercuriga, sikapku sama sekali tidak
berubah. Beberapa hari kemudian dengna menggunakan satu kesempatan baik, aku
menanyakan nama ayah ibunya dan asal usul mereka. Tapi ia sangat licin dan aku
tidak dapat meraba apapun jua. Akupun tidak marah. Aku hanya memesan supaya
Poet Hwie berhati hati.
Satu hari aku berguyon dan
Poet Hwie tertawa terbahak2. Siauw Ciauw yang juga berada disitu tak takut
untuk tidak tertawa. Ia berdiri dibelakang aku dan Poet Hwie dan rupanya ia
mangganggap kami berdua tidak akan lihat tertawanya. Diluar dugaannya, ketika
itu Poet Hwie sedang memegang sebatang cit sioe (pisau) yang mengkilap bagaikan
kaca dan bayangan mukanya terlihat nyata kebadan pisau itu. Dengan tertawanya
itu, penyamarannya terlocot. Ia ternyata bukan seorang wanita jelek. Romannya
yang jelek bukan sewajarnya, tp di buat2. Kecantikannya bahkan melebih Poet
Hwie.
Boe Kie bersenyum, Membuat
muka yang aneh itu terus menerus memang bukan pekerjaan mudah, katanya.
Tapi kami masih belum membuka
topengnya, Yo Siauw melanjutkan penuturan. Malam itu, sesudah larut malam,
diam2 aku pergi ke kamar Poet Hwie untuk mengintip gerak-geriknya. Sesudah
mengintip beberapa lama, dan keluar dari kamar Poet Hwie dan pergi kerentahan
kamar2 disebelah timur. Ia masuk kesetiap kamar dan menyelidiki saban pelosok,
entah mau cari apa. Aku tak tahan lagi. Aku keluar dari tempat sembunyi dan
tanya dia lagi cari apa.
Akupun tanya siapa yang
menyuruhnya dtg kemari. Tapi ia tenang2 saja. Ia menyangkal semua tuduhan dan
mengatakan, bahwa ia masuk keluar kamar hanya untuk main2 karena tak bisa
pules. Dengan berbagai jalan aku coba membujuknya dan memancingnya supaya aku
mengaku terus terang, tapi semua usahaku sia2 saja. Karena jengkel, aku
mengurung dia didalam kamar dan tidak memberi makan selama 7 hari dan 7 malam,
sehingga mati. Tapi ia tetap menutup mulut. Dengan kewalahan aku lalu merantai
kai tangannya dengan rantai hian tiat supaya kalau dia bergerak rantai itu
bersuara. Tindakan ini adalah untuk mencegah dia mencelakai Poet Hwie dengan
membokong.
Kauw Coe, itu merasa pasti,
bahwa dia dtg kemari atas suruhan musuh kita. Sebab dia mengerti kedudukan2 Pat
Kwa, maka mungkin sekali dia anggauta Boe tong ataupun Go Bie.
Tapi biar bagaimanapun jua,
kita tentu tak usah terlalu berkuatir. Dia hanya seorang gadis cilik. Dengan
mengingat jasanya, bahwa dia sudah merawat Kauw Coe selama beberapa hari.
Kauw Coe sudah menaruh belas
kasihan dan mengampuninya. Dia untung besar bertemu dengan Kauw Coe dan aku pun
tidak menentang keputusan Kauw Coe.
Boe Kie tertawa dan lalu
berbangkit, Yo Co soe, sudah lama kita terkurung di penjara dan kurasa sekarang
sudah tiba waktunya untuk kita mencari sedikit hiburan, katanya.
Yo Siauw girang sekali. Apa
kita sudah boleh keluar? tanyanya.
Yang belum sembuh tidak boleh
bergerak, jawabnya. Kedua Ciang Kie Soe dari Ang Soen dan Kie Bok, tak boleh
ikut serta. Yang lain keluar semua.
Perintah itu disambut dengan
sorak sorai. Sesudah semua orang bersiap sedia, Boe Kie mendorong batu raksasa
yang menutup pinta jalanan rahasia. Ia keluar lebih dahulu dan menunggu diluar
pintu. Sesudah semua orang keluar, ia menutup lagi pintu itu dengan batu
raksasa tersebut. Dalam kalangan Beng Kauw, orang yang memiliki tenaga paling
besar yalah Gon Hoan Ciang Kie Soe Houw Touw Kie. Ia mengerahkan lweekang dan
coba mendorong batu itu dengan sekuat tenaga. Tapi usahanya itu seperti capung
mendorong pilar batu.
Supaya tidak mengagetkan
musuh, semuanya berjalan dengan mengindap2 sambil menahan napas. Boe Kie
sendiri menilik gerakan barisan itu dengan berdiri diatas satu batu besar.
Dengan bantuan sinar rembulan, ia lihat pasukan Peh Bie Kauw mengambil
kedudukan disebelah barat. Rombongan2 Lwee Sam Tong dan Gwa ngo tan, yaitu Sin
Coa, Ceng Liong, Peh Houw Hian Boe dan Cioe Ciak tan berbaris rapi dengan
masing2 dikepalai oleh pemimpin mereka.
Disebelah timur berkumpul Ngo
Kie dari Beng Kauw, yaitu Swie Kim, Kie Bok, Ang Soet Liat Hwee dan Houw Touw
Kie, yang mengambil kedudukan Ngo Heng dan masing2 di kepalai oleh
pemimpin2nya.
Yang ditengah2 adalah empat
pasukan Soe Boen (Empat Pintu) yang berada dibawah kekuasaan Yo Siauw. Soe Boen
berarti pintu Thian (Langit), Tee (Bumi), Hong (angin) dan Loei (Geledek) yang
masing2 dipimpin oleh seorang Boen Coe dan semua anak buahnya adalah para
anggota dari Kong Beng Teng. Thian Coe Boen terdiri dari para anggota pria
daerah Tionggoan. Lee Coe Boen yang dipimpin Yo Poet Hwie terdiri dari hweeshio
atau toojin, sedang Loei Coe Boen terdiri dari orang2 See Hek (Daerah Barat).
Anak buah Lima Bendera dan
Empat Pintu itu banyak yang baru saja sembuh dari lukanya, tapi sekarang mereka
berbaris dengan semangat bergelora.
Sebagai rombongan terakhir
ialah rombongan Boe Kie sendiri yang dilindungin oleh Ceng ke Hong Ong, Wie It
Siauw dan Ngo Sian Jia.
Dengan hati berdebar2 semua
orang menunggu perintah Kauw Coe.
Perlahan lahan Boe Kie
berkata, Musuh sudah menyerang sampai disini. Biarpun kita tak ingin bertempur,
kita tak bisa tidak bertempur. Akan tetapi, kalau bukan terlalu terpaksa, kita
tak boleh melukai atau membunuh sesama manusia. Kuharap kalian suka ingat pesan
ini.
Saudara2 Peh Bie Kauw, yg di
pimpin oleh In Kauw Coe, harus menyerang dari jurusan barat.
Ngo Heng Kie, yang di pimpin
oleh Boen Ciong Siong, Ciang Kie Soe dair Kei Bok Kie menyerang dari timur. Yo
Co Soe yang memimpin Soe Boen menyerang dari utara. Ngo Siang Jin menyerang
dari selatan, Wie Hong Ong dan aku sendiri akan berdiam ditengah2
untuk memberi bantuan kepada
yg memerlukan bantuan.
Semuar orang membungkuk.
Sesaat kemudian, Boe Kie
mengibas tangan kirinya dan berkata, Serbu!! Dengan serentak empat pasukan
bergerak mengepung Kong Beng Teng dari empat jurusan.
Hok Ong, kata Boe Kie, Kita
berdua keluar dari jalanan rahasia dan serang mereka secara mendadak.
Mereka masuk ke jalanan
rahasia dan keluar dari kamar Yo Poet Hwie. Begitu keluar mereka bertemu dengan
tumpukan puing dan hidung mereka mengendus bau sangit.
Dikalangan musuh ternyata
terdapat banyak orang pandai. Sebelum pasukan2 Beng kauw, Peh Bie Kauw datang
dekat, mereka sudah tahu dan segera berteriak2, memberi isyarat kepada
kawan2nya.
Boe Kie dan Wie It Siauw
saling mengawasi sambil tersenyum. Mereka yakin, bahwa pihak mereka akan
mendapat kemenangan. Mereka memperhatikan jalan pertempuran dengan
menyembunyikan diri di belakang tembok yang roboh.
Beberapa saat kemudia, dengan
bantuan sinar rembulan mereka lihat Swee Poet Tek dan Cioe Tian, yg tiba paling
dahulu dan yang segera menyerang musuh. Sesudah itu, dengan beruntun tibalah In
Thian Ceng, Yo Siauw dan pasukan2 Ngo Heng Kie. Hebat sungguh serangan mereka.
Mereka mengamuk bagaikan harimau edan.
Yang menyerang Kong Beng Teng
dikali ini adalah Kaypang, Hay see pay dan lain2, semuanya beberapa belas
partai besar dan kecil.
Sesudah Kong Beng Teng
terbakar habis, mereka anggap orang2 Beng Kauw sudah binasa semua dan mereka
sudah mendapat kemenangan besar. Maka itu, selama beberapa hari, Kay Pang, Kie
Keng Pang dan sejumlah partai lain sudah turun gunung, sedang yang masih berada
di Kong Beng Teng hanyalah Sin Koen Boen, Sam Kang Pang, Boe San Pang dan Ngo
Hong To. Serangan mendadak dari Beng Kauw dan Peh Bie Kauw sudah membingungkan
mereka dan biarpun diantara mereka terdapat banyak jago yg pandai mereka semua
bukan tandingan Yo Siauw dan kawan2nya. Baru saja bertempur kira2 semakan nasi,
sebagian besar sudah mati atau terluka.
Melihat begitu, Boe Kie segera
keluar dari tempat persembunyiannya dan berkata dengan suara nyaring, Anggota2
dari berbagai partai dengarlah! Semua pemimpin Beng Kauw sekarang berkumpul
disini. Tak guna kalian melawan terus. Lemparkan senjata kalian! Aku akan
mengampuni jiwa kalian dan memperbolehkan turun gunung tanpa diganggu.
Tiba2 seroang Hoan Ceng
(pendeta asing) yang bertubuh kate kecil melompat dan membentak, Siapa kau?
Jangan kurang ajar! bentak Yo
Siauw, Inilah Thio Kauw Coe, Kauw Coe kami yang baru. Aku tak perduli Kauw Coe
atau bukan Kauw Coe, kata si pendeta dengan jumawa.
Sambutlah pedangku! bagaimana
kilat pedang menyambar. Dengan matanya yg sangat jeli, Boe Kie segera mengenali
bahwa pedang itu benar In Thian Kiam, ia berkelit dan bertanya, Mengapa pedang
milik Go Bie itu bisa ditangan Tay soe?
Sebaliknya dari menjawab dia
mengirim tiga serangan berantai. Menghadapi senjata mustika itu, Boe Kie sangat
berhati2. Untuk menyelamatkan diri ia berkelit ber ulang2. Tiba2 tangan kiri
Boe Kie menyambar dan mencekal pergelangan tangan kanan si pendeta yang lantas
saja kesemutan dan Ie Thian Kim yg dipegangnya, jatuh ketanah. Tapi hoan ceng
itu cukup lihai.
Mendadak tangan kirinya
menghantam dada Boe Kie. Tapi sebaliknya dari Boe Kie, dia yang terguling
karena seluruh tubuh pemuda itu dilindungi oleh Sinkang. Begitu terguling,
begitu dia melompat bangun menjemput In Thian Kiam yg menggeletak di tanah,
Peng Eng Giok buru2 melompat dan menjambret dengan pedangnya. Berbarengan
dengan berkelebatnya sinar pedang, Peng Hwesio sudah kutung dua. Sesudah
memutuskan pedang lawannya, si pendeta segera kabur kebawah gunung.
Seraya membentak keras Boe Kie
melompat dan mengejar pendeta itu. Didalam hati sangat berkuatir akan
keselamatan Cioe Cie Jiak. Cara bagaimana In Thian Kiam, yg berada dalam tangan
nona Cioe, kena rampas oleh hoan ceng itu? Maka itu, ia segera mengambil
keputusan untuk membekuk pendeta itu guna mencari keterangan.
Tapi baru saja ia mengejar
beberapa puluh tombak, disebelah kiri tiba2 terdengar teriakan Celaka! diikuti
dengan terbangnya sebatang pedang yg berkelebat ketengah udara.
Itulah suara Yo Poet Hwie si
noan pasti sedang menghadapi bahaya. Teriakan Poet Hwie keluar dari tempat yang
penuh pohon2. tanpa memikir lagi Boe Kie melompat masuk kedalam gerombolan
photon itu. Sekonyong2 ia merasai menyambar angin tajam dan sebatang golok
berkelebat kemukanya. Searaya mengengos ia menangkap tangan si penyerang yang
lalu dilemparkan beberapa tombak jauhnya.
Hampir berbaereng ia dengar
bentakan dan cacian. Ia menerobos kearah suara itu. Ternyata Poet Hwie yang
tidak bersenjata tengah diserang oleh seorang pria sangat tinggi besar yang
menggunakan sepasang kampak. Dengan sekali melompat Boe Kie sudah menghadang di
depan si penyerang, Tahan! bentaknya.
Orang itu terkejut sejenak,
akan kemudian mengayun kedua kampaknya. Boe Kie mengibaskan tangan kirinya
dengan menggunakan Kian Koen Tay Lo Ie Sin Kang. Kedua senjata itu tersempok
miring oelh tenaga Sin kang dan prak, menghantam satu batu besar sehingga
lelatu muncrat dan mata kampak somplak. Dengan lelaki itu kesemutan dan tidak
bisa mengangkat senjatanya lagi. Poet Hwie sungkan menyia2kan kesempatan baik.
Ia melompat dan meninju Tay yang hiat musuh yang lantas saja roboh tanpa
bernyawa lagi.
Poet Hwie moy moy apa kau
terluka? tanya Boe Kie. Tidak, terima kasih atas pertolonganmu, jawabnya.
Boe Kie bersembunyi. Hayo kita
balik! katanya.