"Pek Ih Hong Li..."
seru Lim Ceng Im tak tertahan.
"Yap In Nio?" sentak
Tio Cie Hiong yang tertegun melihat sesosok bayangan berkelebat.
"Hi hi hi Hi hi
hi..." Sosok bayangan melayang turun di hadapan lm Sie Hong Mo atau Ku Tek
cun.
"Adik In" seru Tio
cie Hiong. "Adik In..."
Pek Ih Hong Li tak
memperdulikan seruan Tio Cie Hiong. Matanya menatap tajam Ku Tek Cun sambil
tertawa cekikikan nyaring.
"Hi hi hi Aku harus
cincang engkau Aku harus cincang engkau...."
secepat kilat Pek Ih Hong Li
mengibaskan pedangnya, hingga berkelebatan cepat ke arah tubuh Ku Tek Cun.
Merencah dan membabat dengan bengis sekali. "Aaakh..." Ku Tek Cun
mengeluarkanjeritan yang menyayat hati.
"Hi h Hi" Pek Ih
Hong Li terus tertawa melengking- lengking.
Ketika pedangnya berhenti
bergerak, Ku Tek Cun pun telah mati dengan tubuh tidak utuh. Pek Ih Hong Li
betul-betul mencincangnya
Lim Ceng Im membuang muka
tidak berani melihat. Tio Cie Hiong menggeleng-geleng kepala. sementara Bu Lim
Ji Khie, Tok Pie sin wan, dan Lim Peng Hang saling memandang, sedangkan para
ketua tujuh partai membisu dengan mata terbelalak ngeri.
"omitohud..." suara
Hui Khong TaysU. "Yang jahat akhirnya mendapat ganjaran"
"Hi h H i" Pek Ih
Hong Li tertawa melengking, kemudian menangis meraung-raung. " Kakak Hiong
Kakak Hiong Aku telah bunuh Ku Tek Cun Kakak Hiong, maafkanlah aku karena
menusukmu dengan belati Kakak Hiong..."
"Adik In inilah diriku,
Kakak Hiongmu" ujar Tio Cie Hiong sambil mendekatinya.
"Apa?" sentak Pek Ih
Hong Li dengan mata terbelalak kaget. "Engkau adalah Kakak Hiong?"
Tio Cie Hiong mengangguk.
"Akulah Kakak Hiong..."
"Bohong" bentak Pek
Ih Hong Li. "Kakak Hiong sudah mati, aku tusuk dia Kakak Hiong Kakak
Hiong..."
Mendadak Pek Ih Hong Li
melesat pergi sambil tertawa melengking- lengking. la sama sekali tidak
mengenali Tio cie Hiong lagi.
"Hi hi hi Hi hi hi Aku
telah cincang dia Aku telah cincang dia..,"
Tio Cie Hiong menghela nafas
panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Kakak Hiong, kenapa
engkau tidak mengejarnya?" tanya Lim Ceng Im merasa iba kepada Yap In Nio.
"Percuma" Tio Cie
Hiong menggeleng kepala. "Kita harus menunggu waktu yang tepat untuk
melumpuhkannya. setelah itu, barulah aku coba mengobatinya."
"Kasihan dia" gumam
Lim Ceng Im, menghela nafas.
sementara Lim Peng Hang telah
memerintahkan beberapa anggota Kay Pang untuk mengubur mayat Ku Tek Cun yang
hancur tidak karuan itu.
sesudah itu, mereka masuk ke
markas dan duduk. Tak henti-hentinya Bu Lim Ji Khie menarik nafas.
"Kalian berdua merasa
kasihan pada Im sie Hong Mo?" tanya Tok Pie sin wan heran.
"Im sie Hong Mo memang
pantas mati" sahut sam Gan sin Kay. "Kami menghela nafas karena
merasa kasihan pada Yap In Nio."
"ooooh" Tok Pie sin
Wan manggut-manggut.
"omitohud" ucap Hul
Khong Taysu. "Im Sie Hong Mo telah dibasmi, kini dunia persilatan akan
aman kembali."
"Benar," sahut It
Hian Tejin sambil memandang Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im. "Aku ingin
bertanya, kapan kalian akan melangsungkan pernikahan?"
"Aku sudah punya
rencana," ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Kami berdua akan ke
Tayli dulu, pulang dari sana melaksanakan rencana pernikahan kami...."
"Omitohud" Hui Khong
Tays u tersenyum lembut. "Jangan lupa undang kami, pokoknya kami akan
hadir."
"Terima kasih,
Taysu," ucap Tio Cie Hiong.
"ohya" sela It Hian
Tejin. "Kini im sie Hong Mo telah mati, kami pun tidak akan terus
mengganggu di sini, kami mau mohon pamit"
Hidung kerbau" sam Gan
sin Kay tertawa. "siapa yang bilang kalian mengganggu di sini?"
"Maaf, sin Kay" It Hian Tejin menggeleng-gelengkan kepala.
omitohud Memang sudah waktunya
kami mohon pamit" sambung Hui Khong Taysu sambil bangkit berdiri, begitu
pula para ketua partai lain. Mereka memberi hormat, lalu meninggalkan markas
pusat Kay Pang.
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay tertawa gembira, kemudian memandang Tio Cie Hiong.
Kenapa tidak segera
melangsungkan pernikahan saja?"
Karena kami telah berjanji
pada Lam Kiong Bie Liong dan Toan wie Kic, bahwa kami akan mengunjungi
mereka." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"oooh" Sam Gan Sin
Kay manggut-manggut. "Jadi kalian pun ingin mengundang mereka menghadiri
pesta pernikahan kalian. Ya, kan?" Tio Cie Hiong mengangguk dan tersenyum.
"Kalau begitu...,"
ujar Kim siauw suseng sambil tertawa. "Aku masih harus makan tidur gratis
di sini untuk menunggu mereka pulang."
"Aku pun begitu,"
timpal Tok Pie sin wan.
"Lutung gila" Kim
siauw suseng melotot. "Kenapa engkau ikut-ikutan?"
"sastrawan sialan"
bentak Tok Pie sin wan. "Tidak boleh, ya?"
"siapa bilang tidak
boleh?" sahut Kim siauw suseng sambil tertawa. "Engkau sudah terbiasa
di sini, bagaimana mungkin kembali ke hutan dan bergantung dipohon lagi?"
"sastrawan sialan"
Tok Pie sin wan melotot. "Engkau tidak pernah ditampar orang, ya?"
"ingin merasakannya," sahut Kim siauw su-seng dan tertawa gelak.
"Baiklah," ujar sam
Gan sin Kay. "Terus terang, aku merasa senang sekali kalian masih bersedia
tinggal di sini."
"Kapan kalian akan
berangkat ke Tayli?" tanya Lim Peng Hang memandangi wajah Tio Cie Hiong.
"Besok pagi" jawab
Tio cie Hiong.
"Mau menggunakan dua ekor
kuda atau cukup seekor saja?" tanya Lim Peng Hang sungguh-sungguh .
Ketika Tio cie Hiong baru mau
menjawab, sam Gan sin Kay sudah mendahuluinya menyahut. "Tentu menggunakan
seekor kuda, jadi mereka berdua bisa senggol-senggolan Iho"
"Kakek..." Wajah Lim
Ceng Im memerah. "Konyol amat sih?"
"siapa yang konyol?"
sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa terbahak-bahak. " Kakek bicara
sesungguhnya."
"Pengemis bau" tegur
Kim siauw suseng. "Mereka berdua mau senggol-senggolan atau mau
cubit-cubitan adalah urusan mereka berdua. Engkau sudah janganlah usil seperti
itu... padahal engkau sudah berbau tanah dan api"
"Eh?" sam Gan sin
Kay melotot. "Kenapa engkau katakan tanah dan api? Katakan saja diriku
berbau tanah"
"Pengemis bau" sahut
Kim siauw suseng. " Kalau matimu dikubur berarti berbau tanah, tapi kalau
dibakar berarti berbau api"
"Benar juga" sam Gan
sin Kay manggut-manggut.
"ohya" ujar Kim
siauw suseng.
"setelah Tio Cie Hiong
dan Lim Ceng Im melangsungkan pernikahan, aku akan meninggalkan markas miskin
ini" sambung Tok Pie sin Wan.
"Dasar Lutung gila"
Kim siauw suseng. " Ikut- ikutan terus"
Bab 47 Tayli Lo Ceng (Padri
Tua Tayli)
Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im
telah berangkat ke Tayli dengan seekor kuda jempolan.
Perjalanan yang sangat
menyenangkan, mereka menuju ke Tayli dengan perasaan berbahagia.
sepanjang jalan mereka
bercanda ria.
Dua minggu kemudian, mereka
telah tiba di Tayli. Betapa gembiranya Lam Kiong Bie Liong, Toan pit Lian, Toan
wie Kic, Gouw sian Eng, serta Toan Hong Ya, dan permaisurinya, menyambut
kedatangan mereka.
Toan Hong Ya langsung
mengadakan perjamuan menyambut kedatangan kedua muda mudi itu.
suasana pun bertambah semarak.
Toan Hong Ya menghampiri Tio
Cie Hiong. "Jadi engkau telah berhasil menundukkan Im sie Hong Mo?"
tanyanya.
"Ya" Tio Cie Hiong
mengangguk dan memberitahukan. "Tapi beberapa bulan lalu, aku justru
terluka berat oleh pedangnya. Kalau Pek Ih Hong Li tidak muncul saat itu,
mungkin aku sudah mati."
"oh?" Terbelalak
Toan Hong Ya mendengarnya. "Tapi bagaimana kejadiannya hingga kemudian engkau
yang dapat menundukkannya?" ^
"Aku ke Thian
san...," Tio Cie Hiong lalu menuturkan dengan singkat dan jelas.
"oooh" Toan Hong Ya
manggut-manggut. "Kalau begitu, Ilmu Kan Kun Taylo cian hoat dan ilmu Kan
Kun Taylo Kiam Hoat itu hebat sekali."
Tio Cie Hiong mengangguk. lalu
menjelaskan lagi. Kan kun Taylo sin Kang bersifat membendung dan menggempur
balik lweekang lawan, sedangkan ilmu pukulan dan ilmu pedang hanya menangkis
serangan lawan. Walau cuma menangkis, ilmu itu mampu menggempur balik serangan-serangan
lawan.
"Wuah" gumam Toan
Hong Ya kagum. "Bukan main itu Aku jadi ingin menyaksikannya"
Tio Cie Hiong menggeleng
kepala. "Tidak mungkin, Hong Ya."
"Kenapa?" tanya Toan
Hong Ya, merasa heran.
"Sebab apabila aku
bertarung lalu menangkis dengan Kan Kun Taylo Ciang Hoat atau Kiam Hoat,
berarti harus mengerahkan Kan Kun Taylo sin Kang Jadi, sangat berbahaya bagi si
penyerang."
"oooh" Toan Hong Ya
manggut-manggut.
"Apakah engkau yang
membunuh Im sie Hong Mo itu?" tanya Lam Kiong Bie Liong menyerah.
"Tidak" Tio cie
Hiong menggeleng kepala. "Walau dia telah membunuh Pek Sim seng Li,
bibiku, tapi aku tetap melepaskannya."
"Apa?" Gouw sian Eng
terperanjat mendengar hal itu. "Guru... guruku dibunuh Im sie Hong
Mo?"
Tio Cie Hiong menghela nafas
panjang. "Be-gitulah."
Kalau begitu, kenapa kakak
Hiong melepaskannya?" tanya Gouw sian Eng dengan air mata bercucuran.
"Aku tak pernah ingin
membunuh orang,"juwab Tio cie Hiong menjelaskan. "Aku tidak mau
berbuat dosa, sebab siapa yang berbuat dosa, pasti akan mendapat ganjarannya
atau suatu karma. Aku tidak menghendaki itu."
Toan Hong Ya dan permaisuri
manggut-manggut mendengar itu, sedangkan Lam Kiong Bie Liong dan Toan Wie Kie
saling memandang.
"Tapi...," lanjut
Tio cie Hiong sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Ketika lm sie Hong Mo
sedang pergi dengan sempoyongan, tiba-tiba muncul Pek Ih Hong Li...."
"Lalu bagaimana?"
tanya Gouw sian Eng, tampak penasaran sekali.
"Pek Ih Hong Li
mencincangnya hingga tubuhnya hancur tidak karuan" jawab Tio Cie Hiong
sambil menghela nafas.
"Ganjaran" gumam Lam
Kiong Bie Liong. "Itu ganjarannya, Adik Hiong. Engkau tidak membunuhnya,
tapi orang lain yang melakukannya"
"Yaa... itu memang
merupakan karmanya," ujar Tio Cic Hiong. "sebab dia pernah menodai
Pek Ih Hong Li, maka Pek Ih Hong Li mencincangnya."
"Kalau begitu.."
Wajah Lam Kiong Bie Liong berseri. "Rimba persilatan pasti akan aman,
tenang dan damai."
"Para ketua tujuh partai
juga telah pulang ke tempat masing-masing," ujar Tio Cie Hiong.
"Syukurlah" ucap
Toan wie Kie. "ohya, saudara Tio, kapan engkau dan ceng Im akan
melangsungkan pernikahan? "
"Setelah pulang
nanti," jawab Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Aku harap kalian
hadir" "Itu sudah pasti" sahut Toan wie Kie sambil tertawa.
"Eeeh?" Tio Cie
Hiong menengok ke sana ke mari. "Aku tidak melihat Tui Hun Lojin, paman
Gouw, dan Lam Kiong Hujin."
"Belasan hari lalu, ibuku
dan Tui Hun Lojin serta Paman Gouw telah kembali ke Tionggoan.
Kalian tidak bertemu
mereka?" jawab Lam Kiong Bie Liong.
"Tidak" Tio cie
Hiong menggelengkan kepala.
"Mungkin mereka mengambil
jalan lain," tukas Lim Ceng Im sambil tersenyum. "Maka kami tidak
bertemu mereka"
"Ngmmm" Lam Kiong
Bie Liong manggut-manggut.
Mendadak seorang pengawal
istana berlari tergopoh-gopoh ke dalam, ia memberi hormat dan melapor.
"Hong Ya Lo Ceng (Padri
Tua) datang"
Toan Hong Ya terkejut girang.
"Mari kita sambut padri tua itu"
Toan Hong Ya dan permaisurinya
bergegas melangkah ke luar. Yang lain mengikuti dari belakang.
"Mengherankan... kenapa
mendadak padri tua itu kemari?" gumam Toan Wie Kie.
"Mungkin ada sesuatu yang
penting." jawab Tio cie Hiong dengan suara rendah.
"Akupun berpikir
begitu," sambung Lam Kiong Bie Liong. "Bukankah engkau pernah bilang,
padri tua itu juga mahir meramal?"
"Ya" Toan Wie Kie
mengangguk. "Mungkin beliau telah meramalkan sesuatu, hingga memerlukan
datang ke istana...."
Begitu sampai di luar, mereka
melihat seorang lelaki tua telah berdiri.Jenggotnya putih, memanjang sampai
dada. Wajahnya bersih dan berwibawa dengan kepala botak mengkilap.
Toan Hong Ya dan permaisuri
langsung bersujud. Yang lain pun ikut bersujud di hadapan Tayli Lo Ceng itu.
" omitohud" ucap
padri tua itu sambil tersenyum. "Bangunlah kalian semua"
"Terima kasih, Lo
Ceng," ujar Toan Hong Ya lalu segera bangkit berdiri Begitu pula yang
lain.
Tayli Lo Ceng tertawa,
kemudian menatap wajah Tio Cie Hiong sambil manggut-manggut, "Bagus
Bagus"
Tio Cie Hiong terheran-heran,
kenapa Tayli Lo Ceng memandangnya sambil berkata begitu. "Lo Ceng mari
kita masuk" ujar Toan Hong Ya, mempersilahkan lelaki tua berjenggot "
omitohud" Tayli Lo Ceng manggut-manggut.
Mereka semua menuju ke ruang
dalam. setelah duduk, Tayli Lo Ceng tertawa sambil memandang lagi Tio Cie
Hiong.
Kakak Hiong," bisik Lim
Ceng Im. " Kenapa padri tua itu terus memandangmu?"
"Entahlah" Tio cie Hiong menggeleng kepala.
"Kedatangan Lo Ceng ke
mari merupakan kehormatan bagiku," ujar Toan Hong Ya penuh hormat.
"Apakah Lo Ceng ingin memberitahukan sesuatu yang penting?"
"omitohud" sahut
Tayli Lo Ceng sambil tertawa. "Tiada suatu yang penting. Aku datang hanya
ingin bertemu pemuda itu"
seketika juga Tio cie Hiong
tersentak karena lelaki tua itu menunjuk dirinya. "Terima kasih, Lo Ceng,"
ucap Tio Cie Hiong. "Aku mohon petunjuk. Lo Ceng."
"Bagus Bagus" Tayli
Lo Ceng manggut-manggut. "Engkau berbudi luhur. Di dalam hatimu terdapat
Budha. Tapi engkau tidak berjodoh jadi rahib, sebab engkau ditakdirkan harus
punya isteri dan anak. omitohud"
"Terima kasih atas
petunjuk Lo Ceng," ucap Tio Cie Hiong sambil menunduk hormat.
Engkau berkepandaian tinggi,
tapi selalu merendah. Kau memang seorang pendekar sejati, tidak heran dirimu
memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap" ujar Tayli Lo Ceng, menatap Tio Cie
Hiong. "sejak berkecimpung di dalam rimba persilatan, hingga saat ini
engkau tidak pernah membunuh orang, walau kedua orang tuamu, kakakmu dan bibimu
dibunuh orang Itu pertanda engkau memiliki belas kasihan terhadap sesama. Hanya
engkau yang dapat menyelamatkan rimba persilatan, ingatlah, apapun yang akan
terjadi kelak, hadapilah dengan tabah dan tenang."
Tio cie Hiong mengangguk.
"Terima kasih, Lo Ceng"
"sekarang mari kita duduk
di lantai" Tayli Lo Ceng bangkit dari duduknya, lalu duduk di lantai. Tio
cie Hiong segera duduk di lantai, begitu pula yang lain, termasuk Toan Hong Ya
dan permaisurinya.
"Duduklah di
hadapanku" ujar Tayli Lo Ceng pada Tio cie Hiong, karena pemuda itu duduk
di sisinya.
Tio cie Hiong segera bergeser
duduk di hadapan Tayli Lo Ceng, sedangkan Lim Ceng lm duduk di sisi Tio cie
Hiong.
"Ngmm" Tayli Lo Ceng
manggut-manggut, kemudian mengeluarkan selembar gambar, dan dipaparkan di
lantai.
Memandang gambar itu kening
Tio Cie Hiong langsung berkerut. Tayli Lo Ceng tersenyum dan mengeluarkan
sebuah kotak kecil. Dibukanya kotak itu, ternyata berisi biji-biji tasbih.
"Mari kita main
formasi" ujar Tayli Lo Ceng sambil menunjuk gambar yang memiliki banyak
titik dan bergaris-garis itu.
"Lo ceng...,"
"Jangan merendah diri Aku
tahu engkau mahir berbagai formasi," ujar Tayli Lo Ceng sambil menaruh
lima biji tasbih di atas gambar. "Nah, kini giliranmu menaruh satu biji
tasbih"
"Ya, Lo Ceng." Tio
cie Hiong mengangguk. "Diambilnya satu biji tasbih dari dalam kotak, lalu
ditaruh di tengah-tengah kelima biji tasbih yang lain.
"Bagus" Tayli Lo
Ceng tertawa. Padri tua itu menggeserkan dua biji tasbihnya, kemudian menambah
tiga biji lagi.
Tio Cie Hiong mengerutkan
kening, memandang biji-biji tasbih di atas gambar itu.
"Lo Ceng sungguh mahir
formasi Ngo Heng dan Pat Kwa," ujar Tio Cie Hiong sambil menggeserkan biji
tasbihnya ke arah kiri
Lim Ceng Im yang menyaksikan
itu mulai berkunang-kunang pada matanya. Begitu pula Toan Hong Ya dan lainnya.
Mereka tahu, Tayli Lo Ceng sedang menyusun suatu formasi. Dan tugas Tio Cie
Hiong untuk memecahkan formasi tersebut.
Engkau pun mahir sekali,"
puji Tayli Lo Ceng sambil tersenyum. sesudah itu menambah lagi satu biji
tasbih, jadi semuanya milik Lo Ceng berjumlah sembilan biji di atas gambar itu.
Tio cie Hiong berpikir
sejenak, kemudian menggeserkan biji tasbihnya ke atas. Cepat-cepat Tayli Lo
Ceng menggeserkan dua biji tasbih ke atas pula.
Tio cie Hiong tersenyum, ia
mengangkat biji tasbihnya, dan meletaknya ke kiri.
Kelika Tayli Lo Ceng hendak
menggeser biji tasbihnya, mendadak Tio cie Hiong menggeserkan biji tasbih ke
kanan.
Tayli Lo Ceng tampak berpikir
keras, setelah itu menggeserkan tiga biji tasbihnya ke kanan.
Tio Cie Hiong tersenyum lagi.
Biji tasbihnya digeser ke bawah menerobos biji-biji tasbih Tayli Lo Ceng,
akhirnya keluar dari gambar itu.
omitohud" ucap Tayli Lo
Ceng sambil tertawa. " Engkau memang hebat, mampu memecahkan formasi biji
tasbihku. Ha ha ha..."
"Kalau Lo Ceng tidak
mengalah, biji tasbihku itu pasti tidak keluar dari kepungan biji-biji tasbih
Lo ceng"
"Aduuuh" jerit Lama
Kiong Bie Liong dan Toan wie Kie serentak. "Pusing sekali"
Ternyata mereka terlampau
mencurahkan perhatiannya pada biji-biji tasbih yang dimainkan oleh kedua orang
itu Hal itu tampaknya membuat mereka berdua jadi pusing. Mereka sama memandang
kagum kepada Tio Cie Hiong.
"Ha ha ha"TayliLo
Ceng tertawa. "Belum berhadapan langsung dengan formasi ini, kalian sudah
pusing tujuh keliling"
Wajah Lam Kiong Bie Liong dan
Toan wie Kie memerah, mereka merasa malu sekali.
Jangan merasa malu" ujar
Tayli Lo Ceng. "Jarang ada kaum rimba persilatan yang mampu memecahkan formasiku
ini."
"Lo Ceng, apakah Cie
Hiong berhasil memecahkan formasi itu?" tanya Toan wie Kie.
"Justru dia telah
memecahkan formasi ini," sahut Tayli Lo Ceng sambil tertawa. "Dia
cerdas dan memang mahir berbagai macam formasi."
Toan Wie Kie manggut-manggut.
sementara Tayli Lo Ceng menoleh ke arah Tio Cie Hiong.
"Pek Ih sin Hiap"
Tayli Lo Ceng menatap dalam-dalam. "Aku ingin menguji Iwee kangmu, engkau
tidak berkeberatan kan?"
"Lo ceng..."
"Jangan tolak" Tayli
Lo Ceng tersenyum. "Kita sama-sama duduk bersila di lantai sambit
mengerahkan Iwee kang. Badan siapa yang melambung ke atas lebih tinggi berarti
unggul"
Tio Cie Hiong tampak menjadi
serba salah. Namun Lo Ceng terus mendesaknya.
"Ha ha ha"TayliLo
Ceng tertawa. "Jangan merendah, aku tahu engkau memiliki Iwee kang yang
sangat tinggi."
Tio Cie Hiong akhirnya
mengangguk juga. "Baiklah..."
Tio Cie Hiong dan Tayli Lo
Ceng bergeser mundur, kemudian saling memandang sambil mengerahkan Iwee kang.
Beberapa saat kemudian, badan
Tayli Lo Ceng mulai melambung ke atas, begitu pula badan Tio cie Hiong.
semua yang menyaksikan jadi
terbelalak dengan mulut ternganga lebar. Mereka tahu Iwee kang kedua orang itu
sudah pada tingkat tinggi sekali.
Tubuh keduanya terus
melambung, hingga menyentuh langit-langit di ruang itu. Maka tidak tahu siapa
yang lebih unggul. setelah itu, keduanya sama melayang turun dan tetap dalam
posisi bersilat.
"omitohud" Tayli Lo
Ceng manggut-manggut setelah duduk di lantai. "Iwee kang mu sungguh
tinggi." pujinya kepada Tio Cie Hiong.
"Lo Ceng yang
unggul" sahut Tio Cie Hiong merendah. Tayli Lo Ceng tertawa.
"sekarang mari kita mengadu cukulan"
"Lo Ceng...," Tio
Cie Hiong terkejut bukan main mendengar tantangan itu.
"Caranya gampang"
Tayli Lo Ceng memberitahukan. "Aku akan mengibaskan lengan jubahku kc
arahmu, engkau boleh menangkis dengan lengan bajumu"
"Tapi...," Tio Cie
Hiong tampak ragu.
"Jangan ragu" Tayli
Lo Ceng tersenyum. "Bersiap-siaplah"
Tayli Lo Ceng mulai
mengerahkan Iweekang-nya. Begitu pula Tio Cie Hiong, ia mengerahkan Pan Yok
Hian Thian sin Kang dan Kan Kun Taylo sin Kang.
"Hati-hati" ujar
Tayli Lo Ceng sambil mengibaskan lengan jubahnya ke arah Tio Cie Hiong.
Tio cie Hiong tak bergeming
hal itu cukup mengejutkan Tayli Lo Ceng. karena tidak menyangka Tio Cie Hiong
diam saja. Namun mendadak Tayli Lo Ceng tampak kaget, dan cepat-cepat menarik
kembali Iwee kangnya.
omitohud" Tayli Lo Ceng
menatapnya dengan mata terbelalak. "Ternyata engkau memiliki Kan Kun Taylo
sin Kang, juga memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang pelindung diri Luar biasa
sekali"
"Lo Ceng tahu tentang Kan
Kun Taylo sin Kang?" tanya Tio Cie Hiong heran.
"Tahu" Tayli Lo Ceng
mengangguk. "Kan Kun Taylo sin Kang dapat membendung dan sekaligus
menggempur balik Iwee kang lawan, karena itu, aku segera menarik kembali
Iweekangku tadi Kalau tidak, aku pasti celaka Ha ha ha"
"Lo Ceng terlalu
merendah..." ujar Tio Cte Hiong sambil tersenyum.
"sungguh di luar dugaan,
engkau berhasil memiliki ilmu peninggalan Bu Beng siansu. Dirimu memang
berjodoh dengan siansu itu"
"Lo Ceng tahu tentang Bu
seng siansu?" Tio cie Hiong terkejut.
"Ha ha ha Aku pernah
dengar dari guruku" ujar Tayli Lo Ceng sambil tertawa. "Tiga ratus
tahun silam, Tio sam Hong menciptakan Ilmu Pukulan Thai Kek (Taichi) yang
membuat nama partai Butong melambung tinggi menyamai partai siauw Lim. Pada
masa itu muncul pula BEngkauw. Ketua BEngkauw mempelajari Ilmu Kan Kun Taylo
Ih. Akan tetapi, akhirnya malah menderita lumpuh karena tersesat oleh ilmu
tersebut. sebetulnya Ilmu Kan Kun Taylo Ih itu berasal dari Persia. setelah itu
memang berdatangan orang-orang Persia. Mereka membawa seng Hwee Leng (Tanda
suci Agama). Ternyata BEngkauw juga berasal dari Persia. Jadi orang-orang
Persia itu ingin mengambil alih kekuasaan BEngkauw diTionggoan. salah seorang
Persia tidak setuju. secara diam-diam dia mencuri sebuah kitab, yaitu kitab Kan
Kun Taylo Ih cin Keng, lalu kabur ke gunung Thian san. sejak itu tiada kabar
beritanya lagi. Yang berhasil mempelajari ilmu Kan Kun Taylo Ih adalah Tio
Kauwcu atau Tio Bu Ki..."
"Lo ceng kok tahu begitu
jelas tentang itu?" tanya Tio cie Hiong merasa heran.
"Sebab guruku masih ada
hubungannya dengan Tio Bu Kie," jawab Tayli Lo ceng melanjutkan.
"Tiga ratus tahun silam, Biara Siauw Lim kehilangan beberapa buah kitab
pusaka, yakni Kiu Yang cin Keng, Pan Yok Hian Thian cin Keng, Hian Bun Kui Goan
Kang Khi cin Keng dan Hud Bun Pan Yok cin Keng. Guruku memperoleh kitab Hud Bun
Pan Yok cin Keng. Sehingga aku pun memiliki Iwee kang Hud Bun Pan Yok Sin
Kang."
"Oooh" Tio cie Hiong
manggut-manggut. "Siapa yang memperoleh Kiu Yang cin Keng dan Hian Bun Kui
Goan Kang Khi cin Keng?"
"Tio Bu Ki diperoleh Kui
Yang cin Keng, maka memiliki Kiu Yang Sin Kang yang sangat dahsyat Tapi kitab
Kiu Yang cin Keng itu entah disimpan di mana. Sedangkan Hian Bun Kui Goan Kang
Khu Keng jatuh ke tangan seorang rahib sakti."
"Lo ceng, bagaimana
kekuatan Hian Bun Kui Goan Kang Khi itu?" tanya Tio cie Hiong.
"Sebanding dengan Pan Yok
Hian Thian Sin Kang dan Hun Bun Pan Yok sin Kang yang kumiliki." Tayli Lo
ceng memberitahukan. "Tapi, hingga kini masih belum muncul ilmu Hian Bun
Kui Goan Kang Khi itu Kalau orang jahat yang memiliki ilmu itu, tentu akan
menimbulkan bencana dalam rimba persilatan. omitohud..."
"Jadi... Bu Beng siansu
itu orang Persia?" Tayli Lo ceng mengangguk dan tersenyum. "Ketika
aku mengibaskan lengan jubahku menyerang dengan Hud Bun Pan Yok sin Kang, aku
merasa ada gempuran balik, sehingga aku tahu engkau memiliki Kan Kun Taylo sin
Kang yang berasal dari Persia. Ilmu tersebut memang sangat istimewa, dapat
membendung dan menggempur balik lweekang lawan. engkau memang beruntung
berhasil mempelajari ilmu itu, sebab tidak gampang mempelajarinya. Itu pun
karena engkau memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang, bahkan pernah juga makan
buah Kiu Yap Ling ceh. Kalau tidak. engkau pasti tersesat oleh ilmu itu."
Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Lo Ceng, mungkinkah ilmu Hian Bun Kui Goan Kang Khi dan Kiu Yang sin Kang
akan muncul dalam rimba persilatan?" tanyanya kemudian.
"omitohud" sahut
Tayli Cie Hiong. "semua itu sudah merupakan takdir, walau aku mahir
meramal, tapi juga tidak berani terlampau membuka tabir takdir."
"Bagaimana menurut Lo
Ceng mengenai rimba persilatan Tionggoan? Apakah selanjutnya akan aman dan
damai?"
"Kini Im sie Hong Mo
telah mati, seharusnya rimba persilatan Tionggoan sudah aman, tenang dan damai.
Akan tetapi, kejahatan tidak akan sirna dalam dunia...." Tayli Lo Ceng
menghela nafas,
kemudian mengeluarkan sebuah
kantong kain bersulam Naga dan Phonix. Diserahkannya pada Tio Cie Hiong seraya
berpesan, "ingat baik-baik Apa-bila engkau mengalami sesuatu yang
membuatmu merasa duka sekali dan putus asa, bukalah kantong kain ini dan baca
suara yang di dalamnya Janganlah engkau buka sebelum mengalami hal itu"
Tio Cie Hiong mengangguk
sambil menerima kantong kain itu, sekaligus disimpannya ke dalam baju.
"Terima kasih, Lo Ceng"
"omitohud Ha ha ha"TayliLo
Ceng tertawa. "Kita memang ada persamaan. sejak aku menguasai kemampuan
cukup, aku pun tidak pernah membunuh orang. Hanya aku ditakdirkan harus menjadi
rahib, sedangkan engkau ditakdirkan harus punya istri dan anak. Kita berjodoh,
maka aku datang ke mari menemui dirimu. Mudah-mudahan kita akan berjumpa
lagi"
Tayli Lo Ceng bangkit berdiri
Tio Cie Hiong dan lainnya juga ikut berdiri Kemudian Tayli Lo Ceng berkata pada
Toan Hong Ya.
"Kalau waktu itu Pek Ih
sin Hiap tidak ke mari,. Toan Hong Ya hujin dan seisi istana ini pasti mati
semua. secara tidak langsung pit Lian yang menyelamatkan kalian semua, maka dia
punya suami yang baik Ha ha ha..."
Tayli Lo Ceng berjalan keluar.
semua mata yang melihat terbelalak heran dan takjub. Kali ini kaki orang tua
itu sama sekali tidak menyentuh lantai, pertanda ginkangnya sudah tinggi
sekali.
Tio Cie Hiong kagum sekali.
Buru-buru ia pun mengerahkan ginkangnya berjalan seperti Tayli Lo Ceng.
"Ha ha ha" Tayli Lo
Ceng tertawa. " Engkau memang hebat Ketika aku seusia mu, kepandaianku
masih rendah..."
"Lo Ceng membuat aku
merasa malu." Tio Cie Hiong tersenyum.
"Hahaha"TayliLo Ceng
tampak gembira sekali. "setelah kita sampai di luar, mari kita mengadu
ginkang"
"Baik" Tio Cie Hiong
mengangguk, ia tidak menolak karena ingin tahu bagaimana tingginya ginkang
padri tua itu.
sampai di luar, Tayli Lo Ceng
segera menghimpun lwekangnya. seketika badannya melambung ke atas. Tio Cie
Hiong tersenyum, menyaksikannya. segera dia menghimpun lwekangnya, maka
badannya melesat ke atas.
"Bagus" ujar Tayli
Lo Ceng sambil tertawa, lalu mengibaskan lengan jubahnya kc bawah, sehingga
membuat badannya melambung ke alas lagi.
Tio Cie Hiong menarik nafas
sambil berjungkir balik, seketika badannya melesat, ke atas menyusul Tayli Lo
Ceng.
"Luar biasa" Tayli
Lo Ceng manggut-manggut lalu mengibaskan lengan jubahnya. sambil melambungkan
tubuhnya ke atas.
Tio cie Hiong berjungkir balik
ke atas menyusulnya. Maka saat itu keduanya berada pada belasan depa di atas
tanah.
Bukan main kagumnya Toan Hong
Ya dan lainnya menyaksikan kejadian itu Tanpa berkedip mereka memperhatikan
kedua tokoh berilmu tinggi yang sedang mempertunjukkan kepandaian mereka
masing-masing.
"Ha ha ha"Tayli Lo
Ceng tertawa, kemudian mengibaskan lengan jubahnya. Kali ini badannya tidak
melambung ke atas, melainkan melesat pergi sambil berseru. "Pek Ih sin
Hiap. kita akan berjumpa lagi kelak Thian Thay siansu adalah teman
baikku..."
"Lo Ceng Lo Ceng..."
panggil Tio cie Hiong, tak mengira orang tua itu akan pergi.
"sampaijumpa" sahut
Tayli Lo Ceng. Tak lama padri tua itu pun tak terlihat lagi.
sedangkan tubuh Tio Cie Hiong
mulai melayang turun. saat itu pula timbul sifat kekanak-kanakannya. la
mengeluarkan suling kumalanya, lalu menarik nafas dalam-dalam agar tubuhnya
yang begitu cepat melayang ke bawah. setelah itu, ia pun mulai meniupnya.
Toan Hong Ya dan sang
permaisuri memandang dengan mulut ternganga lebar. Sebab saat itu, Tio Cie
Hiong lebih mirip seorang Dewa yang tengah turun dari khayangan, ketimbang sebagai
seorang pemuda berpakain putih.
"Bukan main..." seru
Lam Kiong Bie Liong seraya menggeleng-geleng kagum.
"Kakak Hiong..." Lim
Ceng Im yang sangat kagum memandangnya dengan mata berbinar.
sesaat kemudian sepasang kaki
Tio Cie Hiong menyentuh tanah. Toan Hong Ya segera menghampirinya, lalu
menepuk-nepuk bahunya sambil tertawa gembira.
"Ha ha ha Cie Hiong,
engkau memang luar biasa" ujar Toan Hong Ya.
"Maaf, Hong Ya" Tio
Cie Hiong merasa malu. "Aku... bukan bermaksud memamerkan kepandaian,
melainkan..."
"Aku tahu Aku
tahu..." Toan Hong Ya tersenyum. "Ketika engkau melayang turun, aku
melihat jelas kepolosan dan sifat kekanak-kanakanmu, itu memang wajar."
"Aku...," Tio Cie
Hiong menundukkan kepala.
"Ha ha" Toan Hong Ya
tertawa. "Kalian mengobrollah di sini, kami ke dalam."
Toan Hong Ya dan permaisurinya
berjalan masuk ke istana. sementara Lam Kiong Bie Liong terus menatap Tio Cie
Hiong dengan mata tak berkedip.
"Eh, kakak Liong..."
Tio Cie Hiong tercengang karena Lam Kiong Bie Liong menatapnya dengan cara
begitu.
"Kenapa...?"
"Adik Hiong, aku sedang
berpikir...,"
"Pikirkan apa?"
"Kalau aku bisa
memperoleh seperempat kepandaianmu, aku... aku sudah merasa puas sekali."
Tio Cie Hiong tersenyum
mendengar apa yang dikatakan Lam Kiong Bie Liong. Namun mendadak saja terdengar
suara tawa terbahak-bahak. Bersama dengan itu berkelebat sesosok tubuh melayang
turun menuju tempat itu.
"Guru" Toan wie Kie
berseru kaget.
"Guru" seru Toan pit
lian.
Yang datang sin san Lojin dan
Ang Kin sian Li, mereka berdua memandang Tio Cie Hiong sambil tertawa gembira.
"Cianpwee" panggil
Tio Cie Hiong dan langsung menjura hormat.
"Ha ha ha Cie Hiong,
engkau sudah datang kemari berarti telah berhasil menumpas Im sie Hong Mo. Ya,
kan?" tanya sin san Lojin. Tio Cie Hiong mengangguk.
"Kalau begitu...,"
Ang Kinsian Li menatapnya kagum. "Kepandaianmu pasti mengalami kemajuan
pesat"
"Tidak juga," ujar
Tio Cie Hiong sambil menyunggingkan senyum.
"Cie Hiong" sin san
Lojin manggut-manggut. "Engkau benar-benar Pek Ih sin Hiap berkepandaian
sangat tinggi. Namun selalu merendah. Aku kagum dan salut padamu."
"Cianpwee terlampau
memujiku," tukas Tio Cie Hiong tersenyum lagi. "Padahal..."
"Cie Hiong" Ang Kin
sian Li menatapnya lagi seraya bertanya. "Engkau membunuh Im sie Hong
MO?"
Tio cie Hiong menggeleng
kepala.
Kakak Hiong
melepaskannya" Lim Ceng Im yang menyahut. "Padahal Im Sie Hong Mo
membunuh bibinya, namun kakak Hiong tidak mau membunuhnya."
"Hen?" sin san Lojin
terbelalak mendengarnya. "Dia begitu jahat, tapi Cie Hiong masih
melepaskannya?" Lim Ceng Im mengangguk.
"Tapi..."
"Aku memang
melepaskannya, tapi mendadak muncul Pek Ih Hong Li...," sambung Tio Cie
Hiong. "Pek Ih Hong Li yang membunuhnya dengan cara mencincang
tubuhnya."
"Pek Ih Hong LI?"
sin san Lojin tertegun mendengar nama itu.
"Ya" Tio Cie Hiong
mengangguk.
"Im sie Hong Mo memang
pantas mati" ujar Ang Kin sian Li. "Kelika kami berangkat pulang, di
tengah jalan muncul Im sie Hong Mo...,"
"oh?" Tio Cie Hiong
tampak tertegun. " Kakak Hiong tidak menceritakan padaku."
"Belum sempat aku
menceritakannya" ujar Lam Kiong Bie Liong.
"Bagaimana
kemudian?" tanya Tio Cie Hiong.
"Kalau di saat itu tidak
muncul Pek Ih Hong Li, sudah pasti kami semua menjadi mayat" sahut sin san
Lojin.
"oooh" Tio Cie Hiong
manggut-manggut.
Kelihatannya secara tidak
sengaja dia menolong kami, mungkin dia sedang mengejar Im sie Hong Mo,"
ujar Ang Kin sian Li. "sebab Pek Ih Hong Li terus berteriak. "Aku
harus cincang engkau Aku harus cincang engkau", Pek Ih hong Li benar-benar
berhasil mencincangnya . "
"Kalau begitu.."
sambung Sin San Lojin. "Kini rimba persilatan Tionggoan tentunya sudah
aman dan tenang."
"Mudah-mudahan
begitu," sahut Tio Cie Hiong.
"ohya" sin san Lojin
tertawa. "Kami dengar Tayli Lo Ceng datang kemari. Padri tua itu
menemuimu?"
"Ya" Tio Cie Hiong
mengangguk.
"Bukan main" sin san
Lojin menghela nafas. "Padri tua itu adalah Tayli Lo Ceng yang amat sakti,
tidak disangka beliau berseri datang menemuimu."
"Guru" Toan wie Kie
memberitahukan. "Lo Ceng itu mengadu formasi, Iweekang dan ginkang dengan
cie Hiong."
"Guru sudah tahu
itu," sin san Lojin manggut-manggut sambil memandang Tio Cie Hiong dengan
kagum. "Engkau memang hebat, dapat mengimbangi Lo Ceng itu"
"Kalau Lo Ceng itu tidak
mengalah, aku pasti sudah dipecundanginya," ujar Tio Cie Hiong.
"Cie Hiong...," sin
san Lojin menatapnya sambil manarik nafas dalam-dalam. "Engkau memang
memiliki sifat yang suka merendah, pantas Tayli Lo Ceng begitu kagum
padamu."
"Cie Hiong" Ang Kin
sian Li^ tersenyum. "Yang mengalah bukan Lo Ceng itu, melainkan engkau
sendiri"
"Benar Benar" sin
san Lojin manggut-manggut.
" cianpwee...," Tio
cie Hiong menggeleng-geleng kepala.
"ohya" sin san Lojin
teringat sesuatu. la memandang Tio Cie Hiong seraya bertanya, "Kapan
engkau dan Ceng Im akan melangsungkan pernikahan?"
"Setelah kami pulang dari
sini," jawab Tio Cie Hiong lalu menambahkan, "Kami undang Cianpwee
berdua hadir."
"Ha ha ha" sin san
Lojin tertawa. "Kami berdua pasti hadir"
"Terima kasih,
cianpwee" ucap Tio cie Hiong.
"Baiklah" sin san
Lojin manggut-manggut. "Kami berdua mau pergi dulu, sampai jumpa"
sin san Lojin dan Ang Kin sian
Li melesat pergi. Toan Wie Kie dan adiknya saling memandang.
Mereka menyesal karena belum
sempat hercakap-cakap dtngan sang guru.
"Adik Liong, kami pasti
menghadiri pesta pernikahan kalian" ujar Lam Kiong Bie Liong.
"setelah kalian kembali ke Tionggoan, kami semua pasti menyusul."
"Terima kasih, kakak
Liong," ucap Tio Cie Hiong.
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im
yang berada di Tayli tentu tidak mengetahui kalau saat itu Bu Lim sam Mo telah
berhasil mempelajari Hian Bun sam Ciong.
setelah itu, mereka bertiga
berangkat ke istana Te Mo yang berada di dalam goa. Di tengah jalan, mereka
berpapasan dengan Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin.
Betapa terkejutnya Tui Hun
Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin ketika melihat Bu Lim sam Mo.
"Ha ha ha" Tang Hai
Lo Mo tertawa gelak. "Kalian tidak sangka kan? Kepandaian kami telah
pulih"
"He h e h e" Thian
Mo tertawa terkekeh-kekeh. "Lo Mo, mari kita tangkap mereka
Bagaimana?" "Baik" Tang Hai Lo Mo mengangguk.
Bu Lim sam Mo segera bergerak.
Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin berusaha melawan. Akan
tetapi, perlawanan mereka tak berarti sama sekali. Dalam waktu sekejap mereka
bertiga teiah tertangkap.
"Ha ha ha" Tang Hai
Lo Mo tertawa. "Kita kurung mereka di dalam istana Te Mo"
"Bagus" Te Mo
tertawa terkekeh. "setelah itu, kita pun harus membunuh Lam Hai sin ceng
He he he..."
Bab 48 Kejadian yang
mencemaskan
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im
berpamit pada Toan Hong Ya, permaisuri dan lain-lainnya.
Berangkatlah mereka kembali ke
Tionggoan dengan hati yang riang gembira.
Mereka melakukan perjalanan
dengan tidak tergesa-gesa, bahkan sambil pesiar ke tempat-tempat yang indah.
Kakak Hiong" Lim Ceng Im
memandangnya sambil tersenyum manis dan bertanya. "setelah kita sampai,
benarkah kita akan melangsungkan pernikahan?"
"Tentu," jawab Tio
Cie Hiong. Dibelainya rambut gadis itu.
Mereka duduk di pinggir sebuah
telaga. Panorama di sekitar tempat itu sungguh indah menakjubkan.
Kakak Hiong, kita harus
menunggu mereka hadir sebelum mengadakan pesta Bagaimana?" "Itu
memang lebih baik,"
"ohya" Lim Ceng Im
teringat sesuatu. "Tayli Lo Ceng memberikanmu sebuah kantong kain,
bolehkah aku melihat isinya?"
Tio Cie Hiong menggeleng
kepala. "Jangan, Adik Im"
" Kenapa?" Lim Ceng
Im cemberut.
Tio Cie Hiong memandangnya
sambil tersenyum lembut. "Aku harus mentaati pesan Lo Ceng itu Jadi... aku
harap engkau jangan menyuruhku melanggarnya, itu tidak baik."
"Baiklah"
"Adik Im," ujar Tio
Cie Hiong sungguh-sungguh. "setelah kita melangsungkan pernikahan, kita
tinggal di Gunung Thian san saja. Bagaimana menurutmu?"
"Aku setuju saja. Tapi,
bukankah engkau pernah bilang, aku tidak tahan dingin Bagaimana mungkin aku
bisa tinggal di Gunung Thian san?"
"Adik Im, mulai sekarang
aku akan mengajar engkau Pan Yok Hian Thian sin Kang, agar engkau dapat
bertahan dingin kelak. juga guna memperdalam Iweekang mu."
"Terima kasih, Kakak
Hiong," sahut Lim Ceng Im merasa girang bukan main.
Engkau harus tahu" Tio
Cie Hiong memberitahukan. "Tidak gampang mempelajari ilmu tersebut. sebab,
engkau harus sering duduk bersemadi"
"Itu tidak jadi masalah.
Aku pasti dapat melakukannya."
"Bagus" Tio Cie
Hiong manggut-manggut. Mulailah dia mengajarkan Pan Yok Hian Thian sin Kang.
Lim Ceng Im langsung duduk
bersila, kemudian mulai mengatur pernafasannya sesuai dengan petunjuk Tio Cie
Hiong. Tak berapa lama kemudian gadis itu membuka matanya dan tersenyum.
Kakak Hiong, setelah aku
mengatur pernafasan berdasarkan petunjukmu, dadaku terasa lega sekali,"
ujarnya dengan gembira.
"Bagus Jadi mulai
sekarang, engkau harus sering bersemadi. Itu adalah pelajaran dasar Pan Yok
Hian Thian sin Kang."
"Baik"
Mereka lalu melanjutkan
perjalanan lagi dengan riang gembira. Ketika berada dijalan sepi, mendadak Tio
cie Hiong menghentikan kudanya. Keningnya berkerut tajam. seperti ada sesuatu
yang mencurigakan.
"Ada apa, Kakak
Hiong?" tanya Lim Ceng Im dengan suara rendah.
"Aku mendengar suara di
dalam hutan," sahut Tio Cie Hiong sambil memandang ke arah hutan di
pinggir jalan.
"Mungkin suara binatang
liar."
"Bukan Itu suara langkah
orang dalam keadaan luka parah. Kini telah berhenti, berarti orang itu telah
roboh"
"Kalau begitu, mari kita
ke sana"
"Ng" Tio Cie Hiong
mengangguk lalu meloncat turun. Lim Ceng Im mengikutinya.
Tio Cie Hiong menarik Lim Ceng
Im ke dalam hutan. Tak seberapa lama kemudian, mereka melihat seseorang
berpakaian putih menelungkup di tanah. Pakaian putih itu telah berubah merah
oleh darah.
"Siapa orang itu?"
bisik Lim Ceng Im.
Tio cie Hiong tidak menyahut.
Keningnya berkerut-kerut ketika mendekati orang itu. "Haah..." Lim
Ceng Im menjerit tertahan. "Pek Ih Hong Li..."
sosok itu ternyata Yap In Nio.
Pakaian putihnya telah berlumuran darah.
"Adik In...,"
panggil Tio Cie Hiong sambil membalikkan badannya. Wajah Pek Ih Hong Li pucat
pias. sementara mulutnya masih mengalirkan darah. Tio Cie Hiong segera
memeriksanya. sesaat kemudian dia menggeleng-gelengkan kepala dengan mata
basah.
"Bagaimana
keadaannya?" tanya Lim Ceng Im cemas.
"Tidak bisa ditolong
lagi, seisi perutnya telah hancur. Dia dalam keadaan pingsan," jawab Tio
Cie Hiong dengan air mata meleleh.
"Kakak Hiong, cobalah
sadarkan dia"
Tio Cie Hiong mengangguk. lalu
dipegangnya lengan pek Ih Hong Li, sekaligus menyalurkan Lweekangnya ke dalam
tubuh gadis itu.
Tak lama kemudian Pek Ih Hong
Li membuka matanya perlahan-lahan, lalu memandang Tio Cie Hiong dengan mata
redup. "Kakak Hiong...," panggilnya lemah.
"Adik In" sahut Tio
Cie Hiong agak terisak. "siapa yang melukaimu?"
Pek Ih Hong Li tidak menyahut,
melainkan berkata lemah.
"Kakak Hiong, aku..., aku
bahagia.... Bahagia sekali bisa mati dalam pelukanmu. Kakak Hiong...,
peluklah aku..."
Tio cie Hiong menoleh
memandang Lim Ceng Im. Gadis itu menganggukkan kepala pertanda menyetujui. Maka
Tio cie Hiong segera memeluk tubuh Pek Ih Hong Li.
"Terima kasih... Kakak
Hiong... engkau dan Kakak Im memang... memang merupakan pasangan... yang serasi.
Aku... aku ikut gembira...."
"Adik In, siapa yang
melukaimu?"
"Kakak Hiong..., aku...
aku berbahagia sekali... ternyata aku takut... engkau tidak mati. Aku... aku
bersalah padamu... aku tusuk engkau dengan belati.... Ku Tek Cun... dia... dia
yang menodai diriku... aku telah cincang dia...." Suara Pek Ih Hong Li
makin lemah.
"Adik In, siapa yang
melukaimu, katakanlah" desak Tio Cie Hiong karena tahu waktu Pek Ih Hong
Li sudah tidak banyak lagi.
"Kakak Hiong... aku....
aku bahagia mati dalam pelukanmu...." "Periahan-lahan Pek Ih Hong Li
memejamkan matanya.
"Adik In beritahukan
siapa yang melukaimu" teriak Tio Cie Hiong.
"Sam... Sam..."
Mendadak kepala Pek Ih Hong Li terkulai dan nafasnya putus seketika. "Adik
In Adik In..." Tio cie Hiong menangis terisak-isak. "Adik In..."
Lim Ceng Im turut menangis
pilur Sungguh malang nasib Yap In Nio. Masih begitu muda, mati secara
mengenaskan. Begitu pikirnya.
"Adik In...," Air
mata Tio Cie Hiong berderai-derai.
"Kakak Hiong...,"
Lim Ceng Im memegang bahunya. "Dia tampak tenang karena mati dalam
pelukanmu"
Tio Cie Hiong masih
terisak-isak. "Kakakku mati dalam pelukanku, kini Adik In...."
"Kakak Hiong, jangan
teriampau berduka" ujar Lim Ceng Im dengan suara rendah. "Mari kita
kubur dia"
Tio Cie Hiong mengangguk.
setelah mengubur Pek Ih Hong
Li, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im berdiri di hadapan kuburan itu dengan air
mata bercucuran.
" Kakak Hiong, mari kita
pergi" bisik Lim Ceng Im.
"Aaaakh..." keluh
Tio Cie Hiong. " Kenapa sesama manusia harus saling membunuh? Kenapa
begitu banyak penjahat dalam rimba persilatan?"
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im
melanjutkan perjalanan lagi. Namun kini mereka tidak begitu gembira, karena
masih ingat akan kematian Yap In Nio. "Adik Im, aku yang
bersalah...."
Kenapa engkau berkata
begitu?"
Kalau aku tidak mengajarkan
ilmu pedang padanya, belum tentu dia akan berkecimpung di rimba
persilatan."
"Itu bukan salahmu, Kakak
Hiong. seandainya dia tidak berkecimpung di rimba persilatan, mungkin kita dan
lainnya telah mati di tangan Im sie Hong Mo. Ya, kan?"
"Aaaakh...," keluh
Tio Cie Hiong sambil bergumam. "Mungkin itu sudah merupakan
takdirnya."
"Begitulah...." Lim
Ceng Im mengangguk. "Adik Im, aku teringat sesuatu...."
"Teringat apa?"
"Nanti kita mengambil
arah barat, kita ke Gunung Pek In san"
"oooh Maksudmu kita
mampir di Pek In Nia untuk menyembayangi makam kedua orang tuamu?"
"Ya"
"Itu memang harus"
Mereka berdua lalu mengambil
arah barat menuju ke Gunung Pek In san. Dua hari kemudian keduanya sudah tiba
di Pek In Nia. Tio Cie Hiong dan ceng Im berlutut di hadapan makam Hui Kiam Bu
Tek dan sin Pian Bijin.
Cukup lama hal itu mereka
lakukan. Kemudian keduanya bangkit berdiri Mata Tio Cie Hiong tampak basah.
"Adik Im, setiap manusia
memang harus mati. Tapi jangan mati penasaran. Alangkah baiknya kalau mati
dalam usia tua...," ujar Tio Cie Hiong sambil menghela nafas. "Kita
hidup di dunia ini tidak akan lama. Namun aku sering merasa heran dan tidak
habis pikir, kenapa begitu banyak manusia tidak mau melakukan perbuatan baik
selama hidupnya. Kenapa mereka lebih senang melakukan kejahatan?"
Kakak Hiong" Lim Ceng Im
tersenyum getir. " Kalau semua orang seperti dirimu, dunia pasti aman,
tenang dan penuh kedamaian. Tapi... di mana ada kebaikan, di situ pasti ada
kejahatan pula. Mungkin itu sudah merupakan kodrat alam" Tio cie Hiong
menggeleng-gelengkan kepala.
Engkau bisa menerka siapa yang
melukai Yap In Nio?" tanya Lim Ceng Im tiba-tiba. "sebelum menarik
nafas penghabisan, dia mengucapkan "sam" (Tiga), entah apa
maksudnya?"
"Itu merupakan
bilangan" ujar Lim Ceng Im dan menambahkan. "Mungkinkah sam Mo (Tiga
iblis)?"