"Engkau juga berada di
dalam kamar ini, kenapa tidak bisa menghalanginya?"
"Kakek..." Lim Ceng
Im menutur kejadian itu dan menambahkan.
Kakak Hiong masih membelainya
dengan penuh kasih sayang, gadis itu... gadis itu malah menusuknya dengan
belati."
"cie Hiong" tanya
Kim siauw suseng.
"Bagaimana lukamu?"
"Tidak apa-apa,"
jawab Tio Cie Hiong.
"Telah kuobati."
"syukurlah engkau tidak
apa-apa" ucap Tok Pie sin wan sambil menarik nafas lega.
"Ceng Im" ujar Lim
Peng Hang.
"Papah-lah Cie Hiong ke
kamarnya untuk beristirahat"
"Ya, Ayah." Lim Ceng
Im mengangguk. lalu memapah Tio Cie Hiong ke kamar, kemudian membaringkannya ke
tempat tidur.
Tiba-tiba Lirn Peng Hang
menariknya ke hadapan sam Gan sin Kay, sudah barang tentu membuat Lim Ceng Im
tercengang.
"Ayah..."
"Ceng Im" ujar Lim
Peng Hang dengan suara rendah.
"Kini sudah saatnya
engkau memberitahukan kepada Cie Hiong tentang dirimu. Dan juga...
engkau harus baik-baik
mengurusinya "
Engkau pun harus menyuapinya
makan dan minum," tambah sam Gan sin Kay. "sebab dia masih tidak
boleh bergerak"
"Ya." Lim Ceng Im
mengangguk.
Kakek pengemis, Paman"
ujar Tio Cie Hiong.
"Jangan mempersalahkan
adik Im, sebab dia sama sekali tidak bersalah dalam hal itu" "Cie
Hiong" sahut Lim Peng Hang.
"Engkau harus
beristirahat, jangan bergerak dulu"
"Paman" Tio Cie
Hiong tersenyum.
"Dalam waktu dua tiga
hari, aku pasti sembuh."
"Cie Hiong, engkau harus
beristirahat" ujar Lim Peng Hang. "Paman..." tanya Tio Cie
Hiong. "Im Ceng sudah pulang?" "Dia sudah pulang," sahut
Lim Peng Hang memberitahukan. "sebentar lagi dia akan ke mari menjengukmu."
"oh?" Wajah Tio cie Hiong langsung berseri-seri.
Tio Cie Hiong berbaring di
tempat tidur. Mendadak pintu kamar terbuka, maka segeralah ia menoleh ke pintu
kamar itu. Tampak seorang gadis cantik jelita berdiri di situ, yang tidak lain
Im Ceng.
"Adik Ceng" seru Tio
Cie Hiong dengan suara bergemetar saking girangnya.
"Kakak Hiong" sahut
gadis itu sambil mendekati Tio Cie Hiong yang berbaring di tempat tidur.
"Adik Ceng..." Tio
cie Hiong menatapnya lembut, ketika ia mau bangun, gadis itu mencegahnya.
"Kakak Hiong, jangan
bangun berbaring saja" Gadis itu terus memandangnya dengan penuh cinta
kasih, lalu duduk di pinggir ranjang.
"Adik Ceng..." ujar
Tio cie Hiong setengah berbisik.
"Aku... aku rindu sekali
padamu."
"Aku tahu." Gadis
itu manggut-manggut.
"Adikmu yang
memberitahukan?" tanya Tio Cie Hiong.
Gadis itu tidak menyahut,
melainkan cuma tersenyum lembut.
"Kakak Hiong, kenapa
engkau menolak perjodohan itu?" tanyanya.
"Perjodohan apa?"
Tio Cie Hiong bingung.
"Apakah engkau sudah
lupa?" Gadis itu tersenyum.
"Bukankah Toan Hong Ya
ingin menjodohkan putrinya denganmu? "
"oh, itu" Tio Cie
Hiong manggut-manggut.
"Toan Hong Ya memang
ingin menjodohkan Tayli Kongcu denganku, namun aku menolak karena cintaku hanya
untukmu."
"Kakak Hiong..."
Gadis itu menggenggam tangannya.
"Aku tahu, engkau sangat
setia kepadaku."
"Adik Ceng" Tio Cie
Hiong memandangnya.
"Aku harap. mulai
sekarang engkau jangan meninggalkan aku lagi"
"Ng" Gadis itu
mengangguk.
"Terimakasih, adik
Ceng" ucap Tio Cie Hiong gembira.
oh ya, di mana adik Im?"
Gadis itu tidak menyahut, cuma tersenyum-senyum. "Adik ceng" Tio cie
Hiong heran.
Kenapa engkau diam saja?
Apakah adik Im tidak berada di sini?"
Kakak Hiong, dia berada di
sini." Gadis itu menundukkan kepala.
Kakak Hiong, engkau harus
tahu, bahwa selama ini aku... aku tidak pernah meninggalkanmu."
"Oh?" Tio Cie Hiong menatapnya bingung.
"Kakak Hiong..."
Wajah gadis itu tampak kemerah-merahan.
"sejak pertama kali kita
bertemu, aku... aku sudah jatuh cinta kepadamu." "oh?" Tio Cie
Hiong girang bukan main.
"Di rumah hartawan itu
kan?"
"Bukan." Gadis itu
menggelengkan kepala.
"Kok bukan?" Tio Cie
Hiong menatapnya tidak mengerti.
"Pertama kali kita
bertemu..." ujar gadis itu memberitahukan dengan sikap malu-malu.
"Beberapa tahun lalu, ketika engkau mandi di sungai...."
"Itu adikmu," sahut
Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Pada waktu itu aku
telanjang bulat, karena mau mandi di sungai. Kebetulan adikmu muncul. sejak itu
la h kami pun jadi teman. Bertemu kedua kalinya, aku pun telanjang bulat mandi
di sungai."
"Kakak Hiong..."
Wajah gadis itu memerah.
"Kini aku ingin
memberitahukan kepadamu"
"Engkau ingin
memberitahukan apa kepadaku?" tanya Tio Cie Hiong heran.
"Sebetulnya... aku Ceng
Im." Gadis itu memberitahukan dengan suara rendah.
"Adik Ceng" Tio Cie
Hiong tersenyum.
"Kok hari ini engkau
bergurau denganku?"
"Kakak Hiong, engkau
sangat lugu sehingga tidak mencurigai diriku." Gadis itu menghela nafas.
"Ceng Im... Im Ceng
adalah satu orang, hanya saja Ceng Im menyamar sebagai anak lelaki, sedangkan
Im Ceng berpakaian wanita...."
"Adik Ceng, be...
benarkah begitu?" Tio cie Hiong terbelalak.
"Benar." Gadis itu
mengangguk.
"Aku tidak
membohongimu."
"Engkau..." Tio cie
Hiong teringat kembali akan gerak-gerik Lim Ceng Im selama bersamanya kemudian
mendadak ia tertawa terbahak-bahak.
"Memang benar, engkau
adalah adik Im Kenapa aku begitu goblok...?" "Kakak Hiong, maafkan
aku ya" ucap Lim Ceng Im dengan kepala tertunduk. "Adik Im" Tio
Cie Hiong menggenggam tangannya erat-erat.
"Engkau kok begitu nakal
mempermainkan aku? Pantas kakek dan ayahmu mengatakan engkau keterlaluan,
ternyata karena ini"
Kakak Hiong, aku terus
menyamar sebagai anak lelaki, karena aku ingin tahu bagaimana isi
hatimu.-"
"Aku tahu. Aku
tahu..." Tio cie Hiong tertawa gembira.
"ohya" Lim Ceng Im
memandangnya sambil tersenyum.
"selanjutnya aku harus
berdandan begini atau... tetap menyamar sebagai anak lelaki?"
"Itu..." Tio Cie Hiong berpikir sejenak.
"Menurutku lebih baik
engkau tetap menyamar sebagai pengemis dekil saja."
"Aku sih setuju,
tapi...."
"Kenapa?"
Kakak Hiong" Lim Ceng Im
memberitahukan dengan sungguh-sungguh.
Kalau aku tetap menyamar
sebagai pengemis dekil, tentu akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan
lagi."
"Maksudmu?"
"Aku menyamar sebagai
pengemis dekil bersamamu, apabila bertemu para anak gadis, mereka pasti jatuh
hati kepadamu. seandainya aku berdandan seperti ini, tentu para anak gadis akan
mundur teratur, jadi tidak akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan lagi.
Ya, kan?"
"Benar." Tio Cie
Hiong tertawa, lalu mendadak memeluk Lim Ceng Im erat-erat.
Kakak Hiong..." Lim Ceng
Im pun mendekap ke dadanya. Tio Cie Hiong membelainya dengan penuh cinta kasih.
Bab 31 Markas cabang Kay Pang
mulai diserang
Yap In Nio berlari ke mana?
Ternyata menuju rumah penginapan. la terus berlari sambil bergumam.
"Aku sudah menusuk Kakak
Hiong Aku sudah menusuk Kakak Hiong Aaakh.... Kakak Hiong"
Air mata gadis itu terus
berderai-derai dan wajahnya masih tampak pucat pias.
la merasa sakit hati sekali
karena Tio Cie Hiong tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Setelah
menusuk Tio Cie Hiong, timbul pula rasa menyesal di dalam hatinya.
"Kakak Hiong, aku cinta
kepadamu Tapi... aaakh Aku telah menusuknya Kakak Hiong...."
Yap In Nio sudah sampai di
rumah penginapan. Pelayan tua menyambutnya dengan kening berkerut-kerut, namun
menatapnya dengan lembut.
"Nona...."
"Paman tua...." Tatapan
pelayan tua itu membuat hati Yap In Nio makin sedih, dan langsung
mendekap ke dadanya.
"Nak" Pelayan tua
membelainya. "Apa yang telah terjadi, janganlah diingat tagi Anggaplah
sebagai mimpi buruk saja"
"Paman tua...." Yap
In Nio terus menangis.
"Mari kuantar kau ke
kamar" ujar pelayan tua lalu mengantar gadis itu ke kamar tempat ia
berhubungan intim dengan Tio cie IHiong.
"Duduklah Nona"
Yap In Nio duduk sambil
menangis terisak-isak. Pelayan tua juga duduk dan menatapnya sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Paman tua, hidupku telah
hancur." Yap In Nio memberitahukan.
"Nak" Pelayan tua
tersenyum lembut. "Tuturkanlah apa yang telah ter jadi atas dirimu"
"Aku...." Yap In Nio
menutur tentang Kejadian itu dan menambahkan. "Kutusuk dia dengan
belati...."
"Nak" Pelayan tua
menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau telah salah menusuk orang."
"Paman tua...." Yap In Nio tertegun.
"Nak" Pelayan tua
memandangnya sambil menggeleng-gelengkan kepala lagi. "Tahukah engkau
siapa pemuda yang membawamu ke mari?"
"Aku sudah iupa namanya,
kami berkenalan di kedai." Yap In Nio memberitahukan. "Memang-nya
kenapa?"
"Dia bernama Ku Tek
Cun." Pelayan tua menghela nafas.
"Dia pemuda berhati jahat
dan licik."
"Tapi dia sangat baik
terhadapku, dialah yang menyuruh Kakak Hiong ke mari," ujar Yap In Nio.
"Engkau datang bersama
dia, kemudian dia pergi. Ya, kan?" pelayan tua menatapnya dalam-dalam.
"Ya." Yap In Nio
mengangguk. "Dia bilang mau pergi mencari Kakak Hiong, maka dia menyuruhku
menunggu di dalam kamar. Malam harinya... muncul Kakak Hiong ke mari
dan...."
Kalian berhubungan
intim?" Pelayan tua mengerutkan kening, "Ya." Yap In Nio
menundukkan kepala.
"Aku telah melihat pemuda
itu datang di malam hari, lalu mengetuk pintu kamar ini. "Dia Kakak
Hiong." Yap In Nio memberitahukan.
"Dia bukan Kakak Hiong
yang engkau cintai itu, melainkan Ku Tek Cun," ujar pelayan tua sambil
menghela nafas.
"Paman tua salah lihat,
pemuda itu adalah Kakak Hiong."
"Nak" Pelayan tua
tersenyum getir. "Engkau telah terkena ilmu sesatnya, sehingga
penglihatanmu terpengaruh."
"Bagaimana mungkin?"
Yap In Nio mengerutkan kening.
"Nak, usiaku sudah enam
puluh lebih, tak mungkin aku akan membohongimu. Pemuda itu telah menggunakan
ilmu sesat untuk mempengaruhi penglihatanmu." Pelayan tua memberitahukan
lagi.
"Paman tua, aku tidak
percaya." Yap In Nio menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu memang benar."
Pelayan tua manggut-manggut. "Nak. aku mengerti sedikit mengenai ilmu
sesat."
"oh?" Yap In Nio
menatapnya heran.
"Begini saja" ujar
pelayan tua dan melanjutkan. "Malam itu engkau duduk di mana?"
"Duduk di pinggir
ranjang."
"Kalau begitu, duduklah
kau di pinggir ranjang"
"Paman tua...."
"Menurutlah, nanti engkau
akan mengetahuinya" Wajah pelayan tua tampak serius.
Yap In Nio menurut, lalu duduk
di pinggir ranjang. Pelayan itu menatapnya tajam, lama sekali barulah membuka
mulut.
"Ketika engkau mendengar
suara ketukan, engkau menyahut apa?"
"Aku bertanya
siapa?"
"sahutan di luar?"
"Menyahut.... Tio cie
Hiong"
"Di saat engkau mendengar
suara sahutan itu, engkau pasti membayangkan Tio Cie Hiong, kan?"
"Ya." Yap In Nio
mengangguk dan memberitahukan. "Aku segera membuka pintu kamar, memang
Kakak Hiong berdiri di situ."
"Ketika dia menyahut
dengan nama itu, engkau pun langsung membayangkan Kakak Hiong mu, otomatis
engkau telah terkena ilmu sesatnya." Pelayan tua menjelaskan.
"Maka ketika engkau
membuka pintu kamar ini, yang engkau lihat adalah Kakak Hiong yang engkau
cintai."
"Oh?" Yap In Nio
terbelalak.
"Nah, sekarang
begini" Pelayan tua memberi petunjuk.
"Pejamkan matamu,
kemudian bayangkan kembali Kejadian malam itu, mulai dari suara ketukan
pintu"
"Ya." Yap In Nio
mengangguk lalu memejamkan matanya, sekaligus membayangkan Kejadian malam itu.
Gadis itu seakan mendengar
suara ketukan pintu. la pun merasa bertanya dan kemudian membuka pintu kamar.
la melihat Tio Cie Hiong berdiri di situ sambil tersenyum-senyum.
"Kakak Hiong..."
panggilnya tanpa sadar.
setelah itu, ia pun melihat
Tio Cie Hiong melangkah ke dalam kamar. Di saat itulah ia mendengar suara
pelayan tua. "Perhatikan wajahnya"
Yap In Nio segera
memperhatikan wajah Tio Cie Hiong yang ada di dalam bayangannya. Mendadak ia
melihat wajah itu berubah menjadi wajah Ku Tek Cun, lalu berubah menjadi wajah
Tio Cie Hiong lagi.
"Haah?" serunya
kaget.
"Perhatikan ucapan dan
gerak-geriknya" suara pelayan tua. "Apakah terdapat keganjilan?"
Yap In Nio menurut, berselang beberapa saat kemudian, wajahnya tampak berubah
pucat. "Cukup sekarang engkau boleh membuka mata," ujar pelayan tua.
"Paman tua" panggil Yap in Nio setelah membuka matanya.
"Kini engkau sudah
tahukan?" Pelayan tua menatapnya sambil menghela nafas dan
menggeleng-gelengkan kepala.
"Apakah terdapat
keganjilan?"
"Ya." Yap In Nio
mengangguk. "Pertama kali aku bertemu kakak Hiong, dia memanggilku Adik
In. Kami bertemu di markas pusat Kay Pang, dia pun memanggilku Adik In. Tapi
Kakak Hiong yang itu...."
"Dia memanggilmu
apa?"
"Dia hanya memanggil
namaku saja."
"Nah, itu pun sudah
berbeda."
"Dan juga..." wajah
Yap In Nio makin pucat.
"Kakak Hiong selalu
mengenakan pakaian putih, tetapi Kakak Hiong yang memasuki kamar ini mengenakan
pakaian biru."
"Terdapat perbedaan
lagi." ujar pelayan tua sambil menghela nafas.
"Kakak Hiong Kakak Hiong"
jerit Yap in Nio mendadak.
"Aku... aku telah
menusuknya Aku telah menusuknya Ku Tek Cun Aku bersumpah akan mencincangmu Ku
Tek Cun.ini.."
"Nak" Pelayan tua
menatapnya iba.
"Malam itu aku ingin
menolongmu, tapi... pemuda itu berkepandaian tinggi, aku pasti dibunuhnya.
Lagi-pula ilmu sesatnya sudah tinggi, aku tak kuat melawannya, sedangkan aku
masih punya empat cucu yang yatim piatu. Kalau aku mati, bagaimana dengan mereka?
Karena itu, aku tidak berani menolongmu...."
Apa yang diucapkan pelayan
tua, Yap In Nio sama sekali tidak mendengarnya karena ia terus bergumam.
"Kakak Hiong, maafkan aku
Ku Tek Cun, aku pasti mencincangmu Ku Tek Cun, aku pasti mencincangmu"
Mendadak Yap In Nio berlari ke luar.
"Nona" Pelayan tua
ingin mencegahnya, tapi terlambat dan sayup,sayup ia mendengar suara tawa Yap
In Nio terkekeh-kekeh.
sementara Yap In Nio terus
berlari tiada arah tujuan, bahkan terus tertawa terkekeh-kekeh lalu menangis
meraung-raung, akhirnya ia memasuki sebuah lembah yang banyak batu curam.
Pelayan tua rumah penginapan
tak henti-hentinya menghela nafas, lalu meninggalkan kamar itu dengan kepala
tertunduk. sehingga nyaris menubruk seseorang yang di hadapannya.
"Maaf" ucapnya
sambil mendongakkan kepala, dan seketika itu juga ia terbelalak. "Lim
Pangcu...."
Ternyata orang itu Lim Peng
Hang, ketua Partai Pengemis, yang datang di rumah penginapan tersebut untuk
menyelidiki Kejadian Yap In Nio dan siapa yang menyamar sebagai Tio cie Hiong.
"Lo sam" Lim Peng
Hang menatapnya. "Beberapa hari yang lalu, apakah ada seorang gadis
menginap di sini? "
"Ada." Pelayan tua
yang dipanggil Lo sam itu mengangguk.
"siapa yang membawanya ke
mari?" tanya Lim Peng Hang lagi.
"Seorang pemuda."
"Engkau kenal pemuda
itu?"
"Dia Ku Tek Cun"
"Ku Tek Cun?" Lim
Peng Hang mengerutkan kening. "Lo sam, tentunya engkau tahu jelas mengenai
Kejadian itu, bukan?"
"Ya." Lo sam
mengangguk.
"Tuturkanlah bagaimana
Kejadian itu" ujar Lim Peng Hang bernada mendesaknya.
"Lim Pangcu...." Lo
sam menghela nafas, lalu menutur tentang Kejadian itu sambil menggeleng-
gelengkan kepala.
"Oh?" Lim Peng Hang
mengerutkan kening.
"sekarang berada di mana
gadis itu?"
"Dia terus lari." Lo
sam memberitahukan dan menggeleng-gelengkan kepala.
"Kelihatannya dia sudah
tidak waras."
"Lo sam, terima kasih
atas keteranganmu Sampai jumpa" ucap Lim Peng Hang lalu meninggalkan rumah
penginapan itu.
sesampainya di markas pusat,
Lim Peng Hang langsung ke kamar Tio Cie Hiong. Dilihatnya putrinya sedang duduk
di pinggir ranjang.
"Ayah" panggil Lim
Ceng im.
"Sudah berhasilkah Ayah
menyelidiki itu?"
"Aaakh..." Lim Peng
Hang menghela nafas.
"Ternyata biang keroknya
adalah Ku Tek Cun"
"Apa?" Tio Cie Hiong
terbelalak.
"Ku Tek Cun?"
"Engkau kenal dia?"
tanya Lim Peng Hang.
"Kenal." Tio Cie
Hiong mengangguk.
"Dia putra almarhum Hong
Lui Kiam Khek."
"cie Hiong" Lim Peng
Hang menatapnya. " Engkau mempunyai dendam dengannya?" "sama
sekali tidak." Tio cie Hiong menggelengkan kepala.
"Ku Tek Cun...."
Mendadak Lim Ceng im berseru. "Aku ingat...."
"Ceng Im, engkau ingat
apa?" tanya Lim Peng Hang sambil memandang putrinya dengan heran.
"Ayah, aku dan Kakak
Hiong pernah bertemu dia." Lim Ceng im memberitahukan sambil mengerutkan
kening.
"Pada waktu itu, aku
sudah berpesan kepada Kakak Hiong harus berhati-hati padanya." "
Kenapa engkau berpesan begitu?" Lim Peng Hang makin heran.
"sebab gerak-geriknya
sungguh mencurigakan, kelihatannya dia ingin menyerang Kakak Hiong secara
mendadak, tetapi karena aku terus mengawasinya, maka dia tidak berani turun
tangan."
"cie Hiong, kenapa dia
begitu mendendam kepadamu?" tanya Lim Peng Hang dan tidak habis pikir.
"Paman, aku sendiri juga
tidak tahu." Tio cie Hiong menggelengkan kepala.
"Ayah" Lim Ceng Im
memberitahukan. " Kakak Hiong pernah tinggal di Hong Li Po, Phang Ling
Hiang sangat baik terhadap Kakak Hiong, mungkin karena itu."
"Tidak mungkin." Tio
Cie Hiong menggelengkan kepala.
"sebab Hong Li Po telah
musnah, dan Phang Ling Hiang yang dicintainya juga telah mati, bagaimana
mungkin dia mendendamku karena itu?"
Heran? sungguh
mengherankan" gumam Lim Peng Hang. "Kasihan Adik In...." Tio Cie
Hiong menghela nafas.
"Ku Tek Cun menodainya
agar dia membunuhku. oh ya, Paman Adik In berada di mana sekarang?"
"Entahlah" Lim Peng
Hang menggelengkan kepala. "Cie Hiong, bagaimana keadaanmu? Sudah
membaik?"
"Paman" Tio cie
Hiong mengangguk. "sebetulnya lukaku tidak begitu parah, jadi tidak usah
merepotkan Adik Im."
"Cie Hiong" Lim Peng
Hang tersenyum. "Seharusnya engkau pura-pura luka parah" "
Kenapa?" Tio Cie Hiong bingung.
"Agar... Ceng Im terus
menemanimu," sahut Lim Peng Hang sambil tertawa lalu meninggalkan kamar
itu
"Ayah" Lim Ceng im
menundukkan wajahnya dalam-dalam. sedangkan Tio Cie Hiong terus tertawa sambil
menatapnya. Kemudian Lim Ceng im menegurnya.
" Kenapa engkau terus
tertawa?"
"Adik Im, apa yang ayahmu
katakan memang benar," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Aku
harus berpura-pura terluka parah, agar engkau terus menerus menyuapi aku
makan." "Ciss" Wajah Lim Ceng im memerah. "Dasar tak tahu
malu"
"Adik Im" Tio Cie
Hiong menatapnya lembut. "Engkau sungguh baik terhadapku"
"Kakak Hiong, karena
engkau sangat mencintaiku, maka aku pun harus mencintaimu dan baik
terhadapmu...."
"juga harus menyuapi aku
makan dan minum," sambung Tio Cie Hiong sambil tertawa-tawa.
"ciss Dasar...." Lim
Ceng Im langsung mendekap di dada Tio cie Hiong.
"Ha ha ha" Bu Lim
sam Mo terus tertawa gelak setelah mendengar apa yang diceritakan Ku Tek Cun.
Kemudian Tang Hai Lo Mo manggut-manggut seraya berkata.
Ku Tek Cun, tidak percuma
engkau menjadi murid kami. Engkau memang cerdik dan banyak akal. Gadis itu
pasti terus berusaha membunuh Tio Cie Hiong."
"sayang" Thian Mo
menggeleng-gelengkan kemala. "Tusukan belati itu tidak menghabiskan nyawa
Tio Cie Hiong."
"Tapi Tio Cie Hiong telah
terluka. Itu cukup memuaskan kita," ujar Te Mo sambil tertawa.
"Kauwcu" ujar Dhalai
Lhama jubah merah. " Kapan kita akan menyerang markas pusat Kay
Pang?"
Kalian berempat sudah
pulih?" tanya Tang Hai Lo Mo. "Sudah, Kauwcu." sahut Dhalai
Lhama jubah merah.
"Ngmmm" Tang Hai Lo
Mo manggut-mang-gut. " Kalau begitu...." "Guru" sela Ku Tek
Cun. "Percuma kita menyerang ke sana."
"Lho?" Tang Hai Lo
Mo heran. " Kenapa percuma? Apakah engkau mempunyai rencana yang
bagus?"
"Ya, Guru." Ku Tek
Cun mengangguk.
Kalau kita menyerang ke sana,
tentu para anggota kita juga akan berkorban. Maka alangkah baiknya biar mereka
yang menyerang ke mari, karena di dalam istana ini telah dipasang berbagai
macamjebakan. Kalau mereka menyerang ke mari, pasti akan mati semua, kita tidak
perlu capek-capek menyerang ke sana"
"Benar." Tang Hai Lo
Mo manggut-manggut. "Tapi... bagaimana mungkin mereka akan menyerang ke
mari?"
Hancurkan markas cabang Kay
Pang, maka mereka pasti menyerang ke man" sahut Ku Tek
Cun.
"Ha ha ha" Tang Hai
Lo Mo tertawa gembira.
"Benar. Kalau kita telah
menghancurkan markas cabang mereka, tentu Bu Lim Ji Khie dan lainnya akan
menyerang ke mari, dan mereka pasti akan mati semua di dalam jebakan."
"siauw Kauwcu (Ketua
Muda) memang cerdik." Puji Empat Dhalai Lhama.
" Kalau begitu, tugas
menghancurkan markas cabang Kay Pang serahkan saja kepada kami"
"Baik" Tang Hai Lo
Mo mengangguk. "Kalian berempat bawa seratus orang pergi menyerang markas
cabang Kay Pang setelah markas cabang itu musnah, sam Gan sin Kay pasti
mencak-mencak. Ha ha ha"
"Kauwcu, kami
berangkat" ujar Dhalai Lhama jubah merah sambil menjura, lalu pergi.
"Tek Cun" Thian Mo
menatapnya. "Engkau masih harus belajar ilmu sesat pada Im Yang Hoatsu,
dan juga harus terus berlatih Pak Kek sin Kang."
"Ya, Guru." Ku Tek
Cun mengangguk. kemudian menuju ke kamar Im Yang Hoatsu sambil
tersenyum-senyum.
Begitu memasuki kamar itu, ia
terbelalak karena melihat Im Yang Hoatsu berdandan bagaikan gadis berusia dua
puluhan, mengenakan pakaian tipis dan berbaring di tempat tidur.
"Jantung hatiku, ke
marilah" ujar Im Yang Hoatsu sambil tersenyum manis.
"Oh, buah hatiku"
sahut Ku Tek Cun dan mendekatinya dengan wajah berseri-seri. "Hari ini
engkau tampak cantik sekali."
"Oh, ya?" suara Im
Yang Hoatsu mengalun lembut. "Duduklah"
Ku Tek Cun duduk dipinggir
ranjang. im Yang Hoatsu bangun sekaligus membelai-belai bahunya.
"Buah hatiku...." Ku
Tek Cun memeluknya.
"Aku tahu." Im Yang
Hoatsu tersenyum.
" Engkau ke mari
menemuiku karena ingin menambah ilmu sesat lagi, kan?"
"Ya." Ku Tek Cun
mengangguk. "Tentunya engkau tidak akan pelit mengajarku bukan?"
"Tentu." Im Yang Hoatsu menggerayang tubuh Ku Tek Cun.
"Asal engkau mau
bersenang-senang denganku, ilmu sesat apa pun pasti kuajarkan kepadamu."
"Terimakasih" Ku Tek
Cun juga mulai menggerayanginya, sehingga membuat Im Yang Hoatsu tertawa
cekikikan.
"Hi h i Auuuh" Nafas
Im Yang Hoatsu mulai mendesah.
"Jantung hatiku, kalau
hari ini engkau bisa memuaskan aku, akan kuhadiahkan sesuatu kepadamu."
"Hadiah apa?" tanya
Ku- Tek Cun sambil mengecup pipinya.
"Sebuah kitab peninggalan
guruku." Im Yang Hoatsu memberitahukan.
"Kitab apa itu?"
tanya Ku Tek Cun tertarik.
"Kitab Cih Hun Tay Hoat
(Ilmu Pengendalian Pikiran)," jawab im Yang Hoatsu menjelaskan.
"Yaitu ilmu sesat yang
sangat tinggi, kalau berhasil mempelajari ilmu tersebut, maka dapat
mengendalikan pikiran orang lain, bahkan dapat membangkitkan mayat yang belum
lewat tujuh hari."
"Oh? Kalau begitu, engkau
sudah berhasil mempelajari ilmu sesat itu?" tanya Ku Tek Cun.
"Aku tidak
berhasil." Im Yang Hoatsu menggelengkan kepala.
"Kenapa?" Ku Tek Cun
heran.
"Begitu aku mulai
mempelajari ilmu itu, kepalaku menjadi pusing dan merasa seakan mau pecah, maka
aku tidak berani mempelajarinya lagi. Tapi siapa tahu engkau berjodoh dengan
ilmu sesat itu." ujar Im Yang Hoatsu memberitahukan
"Kalau engkau berhasil,
orang yang berkepandaian tinggi bagaimanapun, masih dapat kau kendalikan
pikirannya. Apa yang engkau perintahkan, orang itu pasti melakukannya."
"oh?" Ku Tek Cun
tampak girang sekali. "Lalu apa gunanya membangkitkan mayat?"
Engkau bisa perintah mayat
untuk membunuh siapa pun, sebab mayat itu tidak akan mati." Im Yang Hoatsu
menjelaskan.
Walau kepalanya hilang
tersabet golok, tapi badan, tangan dan kakinya masih bisa berderak membunuh
orang."
Hebat sekali ilmu sesat
itu" Ku Tek Cun makin tertarik.
"Benarkah engkau akan
menghadiahkan kitab itu kepada ku?,
"Benar. Asal hari ini
engkau bersedia menemani aku bersenang-senang," sahut Im Yang Hoatsu
sungguh-sungguh.
"Baik," Ku Tek Cun
manggut-manggut.
Kalau begitu, mari kita mulai
bersenang-senang" Terdengarlah suara tawa cekikikan, yang disusul oleh
suara desahan nafas. Im Yang Hoatsu memang merasa puas sekali hari ini. Karena
itu, ia menepati janjiny a, yakni menghadiahkan kitab ilmu sesat itu kepada Ku
Tek Cun.
setelah menerima kitab
tersebut, Ku Tek Cun mulai mempelajarinya. Akan tetapi, sesuai dengan apa yang
dikatakan im Yang Hoatsu, begitu dia mulai mempelajari ilmu sesat itu, kepala
langsung pusing dan merasa mau pecah pula.
Ku Tek Cun penasaran dan
mencoba lagi, namun tetap begitu sehingga membuatnya tidak berani
mempelajarinya lagi. Kitab itu disimpannya dengan hati-hati sekali dan berharap
suatu hari nanti ia akan berhasil mempelajarinya.
Betapa gusarnya Lim Peng Hang,
ketua Kay Pang begitu menerima laporan-laporan dari beberapa pemimpin markas
cabang Kay pang, bahwa markas-markas cabang Kay Pang telah dihancurkan sam Mo
Kauw.
oleh karena itu, segeralah ia
mengadakan perundingan dengan Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Tok Pie sin Wan, Gouw
Han Tiong dan Tio cie Hiong.
"Hm" dengus sam Gan
sin Kay. " Kalau begitu, mari kita serbu markas mereka"
"Aku setuju," sahut
Tok Pie sin Wan, begitu pula yang lain.
Akan tetapi, Tio Cie Hiong
diam saja dengan kening berkerut-kerut seakan sedang memikirkan sesuatu.
Kakak Hiong" bisik Lim
Ceng im. " Engkau sedang memikirkan apa?" "Masalah ini,"
sahut Tio Cie Hiong.
"cie Hiong" Lim Peng
Hang memandangnya seraya bertanya. "Bagaimana menurutmu, kalau kita
menyerbu markas sam Mo Kauw?" "Paman"jawab Tio Cie Hiong serius.
"Menurut pendapatku,
lebih baik jangan."
"Jangan?" Lim Peng
Hang tertegun. "Apa alasanmu mengatakan demikian?"
"Paman, seharusnya sam Mo
Kauw menyerbu ke mari, tapi mereka malah menyerbu ke markas cabang. itu
pertanda mereka mempunyai suatu rencana tertentu," ujar Tio Cie Hiong
menjelaskan.
"Tujuan Bu Lim sam Mo
justru menghendaki kita menyerbu ke markas mereka."
"Cie Hiong" sam Gan
sin Kay menatapnya. "Kenapa engkau berpendapat begitu?"
"Sebab kalau kita
menyerbu ke sana, tentu kita semua akan mati sia-sia. inilah tujuan sam Mo
Kauw, karena di markas pasti sudah dipasang berbagai jebakan," jawab Tio
Cie Hiong menjelaskan.
"Mereka tidak mau
menyerbu ke mari, lantaran tidak menghendaki para anggotanya menjadi korban di
sini. oleh karena itu, kita pun harus diam."
"Diam?" Lim Peng
Hang mengerutkan kening. "Aku ketua Kay Pang, apakah harus diam membiarkan
beberapa markas cabang itu hancur begitu saja? Engkau harus tahu, hampir
seratus pengemis telah dibantai sam Mo Kauw"
"Paman, apakah pihak sam
Mo Kauw tiada seorang pun yang mati?" tanya Tio Cie Hiong mendadak.
"Ada." Lim Peng Hang
mengangguk. "Kurang lebih tiga puluh orang."
"Nah Pihak sam Mo Kauw
juga ada yang mati, berarti penyerbuan mereka tidak menghasilkan kemenangan
yang gemilang, sebab masih ada perlawanan dari markas cabang Kay Pang,"
ujar Tio cie Hiong dan melanjutkan.
"Tapi apabila kita
menyerbu ke markas sam Mo Kauw, yang akan kita hadapi adalah jebakan-jebakan
maut, sehingga kita akan mati sia-sia"
di sana. Kita sudah tahu itu,
kenapa masih mau ke sana mencari mati? Bukankah lebih baik kita menunggu dan
melihat perkembangan selanjutnya?"
"Apa yang dikatakan cie
Hiong memang masuk akal." Kim siauw suseng manggut-manggut dan
menambahkan. "Pihak sam Mo Kauw menggunakan rencana, kita harus
menggunakan taktik"
"Ngmm" sam Gansin
Kay juga manggut-manggut. "Lebih baik sisa anggota di markas cabang
ditarik ke mari untuk memperkuat markas pusat ini."
"Ayah" ujar Lim Peng
Hang sambil mengerutkan kening.
"Bukankah kaum rimba
persilatan akan mentertawakan kita sebagai pengecut?"
"Peng Hang" sam Gan
sin Kay menatapnya tajam. "Kaum rimba persilatan mana yang berani
mentertawakan kita? Engkau harus ingat, kini Kay Pang merupakan beriteng bagi
rimba persilatan. Apabila Kay Pang roboh, rimba persilatan pasti dikuasai sam
Mo Kauw."
"Benar." Tui Hun
Lojin mengangguk.
"Maka kita semua harus
membela mati-matian markas pusat ini."
Mendadak berjalan ke dalam
seorang pengemis peringkat kedua, yang kemudian memberi hormat dan melapor.
Lapor pada Tetua dan Pangcu,
beberapa ketua partai ingin bertemu." "oh?" Lim Peng Hang
tercengang. " Undang mereka masuk"
"Ya, Pangcu."
Pengemis itu segera pergi.
Berselang beberapa saat,
tampak beberapa orang berjalan ke dalam. Mereka adalah Hui Khong Taysu ketua
partai siauw Lim, It Hian Tojin ketua partai Butong, Hui Liong sin Kiam ketua
partai Hwa san dan wie Hian cinjin ketua partai Kun Lun. para ketua partai itu
memberi hormat pada Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Tok Pie Sin Wan dan Lim Peng
Hang.
"Eeeh?" Sam Gan sin
Kay tertawa gelak. "Kalian ke mari ingin makan gratis di sini ya?"
"omitohud" ucap Hui
Khong Taysu. "Sin Kay, kami telah menerima berita bahwa markas cabang Kay
Pang telah diserbu, mungkin tidak lama lagi pihak Sam Mo Kauw akan menyerbu ke
mari. oleh karena itu kami ke mari untuk bergabung melawan Sam Mo Kauw."
"Terimakasih" ucap
Lim Peng Hang. "Silakan duduk"
Para ketua itu duduk. Hui
Liong sin Kiam dan Wie Hian Cinjin terus memandang Tio Cie Hiong. Kedua ketua
itu telah mendengar tentang kehebatan Pek Ih Sin Hiap, namun timbul pula
keraguan mereka karena Tio Cie Hiong masih begitu muda.
"Eeeh?" Sam Gan sin
Kay tertawa gelak. "Kalian meragukan kehebatan Pek Ih Sin Hiap ya?"
"Cianpwee, kami...." Wajah Hui Liong Sin Kiam memerah, begitu pula
Wie Hian Cinjin. "Kami tidak menyangka Pek Ih Sin Hiap masih begitu
muda."
"Muda tapi berisi, tidak
seperti kalian yang telah menyerah pada Sam Mo Kauw," sahut Sam Gan Sin
Kay sambil tertawa gelak.
"Cianpwee" ujar Wie
Hian cinjin dengan wajah agak memerah lantaran merasa malu. "Kami menyerah
bukan karena, takut mati, melainkan tidak menghendaki pertumpahan darah dan
mengorbankan para murid, di samping itu, kami pun menunggu kesempatan...."
"Terimakasih atas
kesediaan kalian bergabung dengan Kay Pang" ucap Sam Gan sin Kay.
"Se-hingga markas pusat Kay Pang ini bertambah kuat"
"Cianpwee, bagaimana
kalau kita menyerbu ke markas Sam Mo Kauw?" tanya Hui Liong Sin Kiam,
ketua partai Hwa san mendadak.
Justru kami sedang
merundingkan hal ini," sahut Lim Peng Hang memberitahukan. "Namun
kami menunda penyerbuan ke sana."
"Kenapa?" Hui Liong
sin Kiam heran.
"sebab...." Lim Peng
Hang membeberkan apa yang dikatakan Tio cie Hiong tadi, sehingga
membuat ketua partai Hwa san
dan Kun Lun saling memandang.
"omitohud Daya pikir Pek
Ih sin Hiap memang hebat. Kita memang harus menunggu sesuai dengan apa yang
dikatakan Lim Pangcu," ujar Hui Khong Taysu. "omitohud...."
sementara di dalam markas sam
Mo Kauw, terdengar suara tawa gelak. yaitu suara tertawanya Bu Lim sam Mo.
"Beberapa markas cabang
Kay Pang telah hancur, maka sam Gan sin Kay pasti mencak-mencak tidak
karuan," ujar Tang Hai Lo Mo.
"Aku yakin tidak lama
lagi mereka pasti akan menyerbu ke mari."
"Itu berarti kematian
bagi mereka," sahut Thian Mo sambil tertawa gelak.
"sam Mo Kauw yang akan
berkuasa dalam rimba persilatan," sambung Te Mo dan seketika juga
terdengar tepuk sorak para anggota sam Mo Kauw dengan penuh semangat.
"Hidup sam Mo Kauw Hidup sam Mo Kauw"
Bagaimana keadaan Yap in Nio
yang sudah tidak begitu waras? Gadis yang bernasib malang itu terus berlari di
lembah. Pakaiannya sudah tersobek sana sini, bahkan kaki dan tangannya pun
lecet-lecet.
Sudah dua hari dua malam ia
tidak makan, tapi perutnya tidak merasa lapar sama sekali. Kadang-kadang ia
tertawa melengking, kemudian menangis meraung-raung, sehingga mengejutkan
burung-burung yang ada di dalam lembah itu.
Ketika ia sampai di sebuah
tebing, mendadak kakinya tergelincir sehingga tubuhnya terperosok ke bawah dan
masuk ke dalam sebuah lubang besar.
sungguh di luar dugaan, lubang
itu ternyata sebuah terowongan. Begitu keras badan Yap In Nio membentur dinding
terowongan, tapi gadis itu tidak menjerit kesakitan, melainkan malah tertawa
cekikikan.
"Hi hi hi Gelap sekali.
Mungkin aku sudah berada di dalam neraka. Hi hi..."
Yap In Nio bangkit berdiri
Terowongan itu agak gelap, namun gadis itu melangkah ke dalam juga sambil
bernyanyi-nyanyi kecil.
Makin ke dalam terowongan itu
makin besar, akhirnya Yap in Nio sampai di tempat yang cukup luas dan terang.
Ternyata ada sebuah mutiara menempel di dinding terowongan, dan mutiara itu
memancarkan cahaya yang cukup terang.
Mendadak Yap In Nio terbelalak
karena melihat seorang wanita berusia lima puluhan duduk di tengah-tengah goa.
Di hadapannya terdapat sebuah batu berbentuk segi empat. Tampak sebuah kitab,
dan beberapa tulisan terukir di atas batu itu.
"Hei, Bibi" seru Yap
In Nio sambil tertawa geli. " Kenapa Bibi duduk mematung di situ?"
Yap In Nlo mendekatinya.
Karena merasa iseng ia menepuk bahu wanita itu, dan seketika juga baju wanita
itu hancur. Yap in Nio terbelalak, kemudian menyentuh ujung pakaian wanita itu
yang melebar di tanah.
"Eeeh?" Mulut Yap In
Nio ternganga lebar. Ternyata ujung pakaian itu pun langsung hancur. Bahkan
yang lebih mengherankan, wanita itu tidak mempunyai kaki. " Kok Bibi tidak
punya kaki? Pantas tidak bisa berdiri"
Yap In Nio tertawa-tawa, lalu
duduk di sisi wanita itu. Gadis tersebut sama sekali tidak tahu, bahwa wanita
itu sudah mati, tapi tubuhnya masih utuh karena tidak membusuk.
"Kok ada tulisan di atas
batu?" gumam Yap In Nio, kemudian sambil tertawa-tawa ia membacanya.
Aku bernama siang Kuan Giok
Lan, adik perempuan seperguruan im sie HongJin (orang Gila Alam Baka). Im sie
HongJin meracuni guru dan mencuri Kitab Im sie Cin Keng (Kitab Pusaka Alam
Baka). Kitab Pusaka itu berisi Im sie Hong Kang (Tenaga sakti Abnormal Alam
Baka) dan im sie Kiam Hoat (Ilmu Pedang Alam Baka).
Karena aku memergokinya
mencuri Kitab Pusaka itu, maka aku ditangkap dan disekap di dalam goa ini,
bahkan dia pun memotong kedua kakiku.
siapa yang berjodoh memasuki
goa ini, harus menjadi muridku. Perguruanku memiliki semacam Iweekang aneh,
yakni mati dtngan tubuh tidak membusuk, juga tetap memiliki Iweekang. Engkau
harus memeluk tubuhku, agar iweekang yang masih kumiliki dapat kusalurkan ke
tubuhmu.
Engkau pun harus tahu, siapa yang
mempelajari Im sie Cin Keng, akan berubah menjadi orang gila. Namun kalau sudah
mencapai tingkat kesempurnaan, akan normal kembali. Kitab Pusaka itu berada di
tangan im sie Hong jin.
Akan tetapi, Im Sie HongJin
sama sekali tidak tahu, ketika guru mendekati ajal karena keracunan, secara
diam-diam guru memberiku sebuah Kitab Pusaka lain, yakni yang berada di atas
batu ini.
Alangkah baiknya yang memasuki
goa ini adalah seorang gadis yang kurang waras, jadi agak gampang mempelajari
ilmu yang ada di dalam Kitab Pusaka ini. ingat setelah berhasil mempelajari
ilmu yang ada didalam Kitab Pusaka ini, engkau harus pergi mencari Im sie
HongJin, kalau dia sudah mati, carilah muridnya atau turunannya, engkau harus
membunuh mereka. Yang Meninggalkan Pesan.
siang Kuan Giok Lan.
seusai membaca, Yap In Nio
malah tertawa-tawa dan memandang tubuh wanita yang tak bergerak itu.
"Iiih Kenapa aku harus
memelukmu? Engkau bukan Kakak Hiong...." Bergumam sampai di sini,
wajah Yap In Nio berubah
murung. "Aku telah bersalah terhadap Kakak Hiong, aku telah menusuknya,
aku... aku tidak punya muka bertemu dia lagi. Itu.... KuTek CunAku harus
mencincangnya Aku harus
mencincangnya"
Yap In Nio tertawa seram
dengan mata berapi-api, kemudian memandang tubuh yang kaku itu.
"Bibi yang baik, aku
telah bersalah terhadap Kakak Hiong. Dia... dia akan memaafkan aku? Bibi,
jawablah Jangan diam saja" Yap in Nio terus mengoceh seakan mengajak sosok
itu bercakap-cakap.
"Bibi, ibuku telah
meninggal, bibi...."
Yap In Nio menangis sedih,
lalu mendadak ia memeluk sosok itu erat-erat, dan seketika badannya tampak
tergetar- getar seperti kena strom.
"Hi hi" Gadis itu
tertawa geli. "Bibi bercanda denganku...."
Berselang sesaat, Yap in Nio
jatuh pingsan, sedangkan tubuh wanita itu telah hancur, hanya tersisa tulang
belulang....
Bab 32 Di jadikan sandera
Tampak tiga ekor kuda berlari
tidak begitu kencang, terdengar pula suara tawa riang gembira.
Penunggangnya adalah seorang
pemuda tampan dan dua orang gadis cantik jelita.
Ternyata mereka Toan wie Kie,
Toan pit Lian dan Gouw sian Eng. Toan wie Kie mengantar Gouw sian Eng pulang ke
Tionggoan. Karena adiknya memaksa untuk ikut, maka Toan Hong Ya mengijinkannya.
Mereka bertiga telah memasuki
daerah Tionggoan, dan langsung menuju markas pusat Kay Pang. Dalam perjalanan,
mereka bertiga kelihatan gembira sekali, terutama Toan wie Kie yang begitu
takjub dan terpesona akan keindahan panorama di Tionggoan.
" Kakak" seru Toan
pit Lian. "mari kita beristirahat sejenak di bawah pohon itu"
"Bagaimana, Adik sian
Eng?" tanya Toan wie Kie pada gadis pujaan hatinya. Gouw sian Eng
mengangguk. Mereka bertiga menghentikan kuda masing-masing dekat pohon itu,
lalu meloncat turun.
"sungguh sejuk dan segar
udara di daerah ini" ujar Toan wie Kie sambil duduk.
"Pemandangan pun indah
sekali," sambung Gouw sian Eng dan duduk di sisinya.
sedangkan Toan pit Lian masih
berdiri sambil menengok ke sana ke mari. Toan wie Kie menatapnya seraya
bertanya.
"Adik, kenapa engkau
tidak mau duduk?"
"Aku sedang melihat
apakah ada kelinci liar di sekitar tempat ini. Kalau ada, aku ingin menangkap
untuk dipanggang," sahut Toan pit Lian.