"Pokoknya aku harus
mencabut nyawamu, setelah itu barulah giliran mereka He he he" Im sie Hong
Mo mulai menghunus pedangnya.
" Harap semua
minggir" seru Tio Cie Hiong, seraya mengeluarkan suling kumala.
Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin
wan, dan lainnya segera mundur belasan depa. Melihat Lim Ceng Im masih berdiri
di situ, Lim Peng Hang cepat-cepat menariknya.
"Ayah...." Wajah
gadis itu mulai memucat.
"Tenang" bisik Lim
Peng Hang.
"Tio Cie Hiong Malam ini
engkau harus mampus" bentak Im sie Hong Mo sambil menyerang. Tio Cie Hiong
cepat berkelit. Hatinya merasa heran, karena Im sie Hong Mo tahu namanya.
"siapa engkau?"
tanyanya lagi.
"Aku adalah Im sie Hong
Mo, aku harus mencabut nyawamu" sahut Im sie Hong Mo sambil terus
menyerang.
Para peimbaca yang budiman
tentunya tahu siapa Im sie Hong Mo itu. Dia adalah Ku Tek Cun. Tokoh yang telah
berhasil mempelajari Kitab Im sie Cin Keng, peninggalan Im sie Hong Jin, serta
kitab Cih Hun Tay Hoat pemberian Im Yang Hoatsu. oleh karena itu, ia
betul-betul jadi gila tapi masih ingat siapa-siapa yang harus dibunuhnya. saat
ini ia menyerang Tio Cie Hiong dengan Hong Loan Kiam Hoat (Ilmu Pedang Kacau
Balau). Bagi orang yang normal, pasti tidak bisa mempelajari ilmu pedang
tersebut.
Tio Cie Hiong pun segera
mengeluarkan ilmu Giok siauw Bit Ciat Kang Hoat ciptaannya.
sementara kakinya bergerak
berdasarkan ilmu Kiu Kiong san Tian Pou. Akan tetapi, pedang di tangan Im sie
Hong Mo seakan punya mata, di mana suling Tio Cie Hiong bergerak. di situ pula
pedang Im sie Hong Mo menangkis.
satu hal lagi yang sangat
membingungkan, pada saat Tio Cie Hiong sudah berderak laksana kilat, Im sie
Hong Mo dapat mengimbanginya, bahkan kelihatan seakan tahu ke mana lawannya
akan bergerak.
Biasanya Tio Cie Hiong mampu
melihat jelas gerakan-gerakan ilmu pedang lawan. Namun kali ini ia justru tidak
dapat melihat kelebatan-kelebatan pedang Im sie Hong Mo. Hal itu tentu
membuatnya terkejut bukan main. Mendadak pemuda ini mengeluarkan bunyi siulan
panjang.
Ternyata ia menyerang im sie
Hong Mo dengan jurus Hoan Thian coan Te (Membalikkan Langit Memutarkan Bumi).
sebuah jurus yang sangat dahsyat.
Namun im sie Hong Mo tampak
hanya ter-tawa-tawa. la sama sekali tidak menangkis, melainkan balas menyerang.
Dan yang sangat mengherankan, serangannya yang kacau balau itu, mampu
mematahkan serangan Tio Cie Hiong. Cess
Badan Tio Cie Hiong terpekik
kaget. Darah segar mengucur di tubuhnya ketika pedang lawan berhasil
menusuknya.
" Kakak Hiong..." Urn
Ceng Im menjerit karena merasa cemas.
"Jangan menjerit, itu
akan mengganggu perhatiannya" bisik UrnPeng Hang. Keringat dingin pun
mulai mengucur karena merasa tegang menyaksikan pertarungan itu
Wajah Bu Lim Ji Khie, Tok Pie
sin wan, dan para ketua tujuh partai sudah pucat pias.
"Ha ha ha He he he"
Im sie Hong Mo terus tertawa seram. "Engkau harus mampus Engkau harus
mampus" pekiknya dengan penuh kegeraman.
Im sie Hong Mo terus menyerang
Tio Cie Hiong. sungguh mengagumkan, makin lama makin hebat ilmu pedang Im sie
Hong Mo.
Mendadak Tio cie Hiong bersiul
panjang lagi, lalu menyerang Im sie Hong Mo secepat kilat dengan jurus san pang
Te Liat (Gunung Runtuh Bumi Retak). TUk TUk TUk
Ujung suling kumala berhasil
menotok beberapa jalan darah penting di tubuh Im sie Hong Mo.
Akan tetapi, terbelalaklah Tio
Cie Hiong melihat Im sie Hong Mo tidak roboh. Lelaki seram itu malah tertawa
terkekeh-kekeh lalu menyerang Tio cie Hiong bertubi-lubi. Pedangnya
berkelebat-kelebat laksana kilat menusuk dan menyabet badan Tio Cie Hiong.
Cepat-cepat Tio Cie Hiong
berkelit menggunakan Kiu Kiong san Tian Pou, namun pedang Im sie Hong Mo
bergerak lebih cepat. cess Breet
Badan Tio cie Hiong tertusuk
dan tersabet pedang Im sie Hong Mo lagi. sekujur badannya berlumuran darah
hingga pakaiannya yang putih itu berubah merah.
"Kakak Hiong Kakak
Hiong..." Lim Ceng Im menjerit dan menangis.
"Nak...," Wajah Lim
Peng Hang sudah bertambah pucat karena tegang. Begitu pula wajah Bu Lim Ji Khie
dan lainnya.
Sementara Im Sie Hong Mo terus
melancarkan serangan, sedangkan Tio Cie Hiong memang sudah mulai terdesak
hebat, hingga hanya mampu menangkis saja. Breet crass Badan Tio Cie Hiong pun
tersabet pedang im sie Hong Mo.
"HahahaHehehe"Im sie
Hong Mo tertawa seram sambil terus menyerang Tio cie Hiong.
"sert" Wajah Tio Cie
Hiong pun tersabet pedang.
Walau wajah dan sekujur badan
telah terluka, Tio cie Hiong tidak menjerit sama sekali. Dia tetap berusaha
menangkis sambil mengerahkan pan Yok Hian Thian sin Kang untuk melindungi diri
agar darah tidak terus mengucur.
Keadaan Tio Cie Hiong semakin
gawat. Sementara itu Bu Lim Ji Khie, Tok Jie sin wan, Lim Peng Hang, dan para
ketua tujuh partai tampak sudah siap menyerang im sie Hong Mo. Akan tetapi, di
saat bersamaan terdengarlah suara tawa yang melengking nyaring.
Mendengar suara tawa itu, Im
sie Hong Mo pun tampak tertegun. Dihentikan serangannya terhadap Tio cie Hiong.
Pemuda itu pun terkulai.
"Kakak Hiong..."
jerit Lim Ceng im. Tanpa menghiraukan apa pun ia langsung berlari mendekatinya.
" Kakak Hiong"
"Adik Im..." sahut
Tio Cie Hiong lemah. Darah masih tampak mengalir dari wajahnya.
"Aku cincang engkau Aku
cincang engkau" Terdengar cula suara teriakan menyertai munculnya Pek Ih
Hong Li. "Engkau berani melukainya? Aku cincang tubuhmu"
Pek Ih Hong Li langsung
melesat melancarkan serangan,-^embuat Im sie Hong Mo termundur-mundur.
"Kucincang tubuhmu
Kucincang tubuhmu..." Teriak Pek Ih Hong Li, geram sekali. la menyerang Im
sie Hong Mo dengan ganas dan dahsyat.
Sementara Tio Cie Hiong
memperhatikan Pek Ih Hong Li. Matanya terbelalak kaget melihat wanita itu.
"Adik In Adik In..."
"Kakak Hiong" Lim
Ceng Im juga kaget. "Pek Ih Hong Li adalah Yap In Nio?"
"Ya" Tio Cie Hiong
mengangguk. "Im sie Hong Mo adalah Ku Tek Cun...."
Pek Ih Hong Li terus menyerang
dengan ganas dan cepat sekali, membuat Im sie Hong Mo meloncat ke sana ke mari
dan akhirnya melesat pergi.
"Mau kabur ke mana? Akan
kubunuh kau" Pek Ih Hong Li juga melesat mengejar Im sie Hong Mo.
"Adik In Nio..." Tio
Cie Hiong berseru keras, namun mendadak ia pingsan.
"Kakak Hiong Kakak
Hiong..." jerit Lim Ceng Im sambil menangis.
Lim Peng Hang segera mendekati
Tio Cie Hiong, lalu bersama Lim Ceng Im menggotongnya ke dalam.
Ketika siuman, Tio Cie Hiong
sudah berada di tempat tidur. Namun badan, tangan, dan kaki tak bisa digerakkan
sama sekali. sekujur tubuhnya telah dibalut, begitu pula mukanya sehingga
dirinya menyerupai sosok mummi, yang tampak hanya sepasang matanya. Di dekatnya
terlihat Lim Ceng Im terisak-isak. "Engkau sudah siuman?"
"Adik Im...."
Panggil Tio Cie Hiong sambil memandangnya.
Kakak Hiong...." Air mata
Lim Ceng Im berderai-derai.
Engkau yang membalut
luka-lukaku?"
Lim Ceng Im menggeleng kepala.
"Ayah, kakek dan kakek sastrawan yang melakukan semua ini."
Tak lama kemudian muncul Bu
Lim Ji Khie, Lim Peng Hang, dan Tok Pie sin Wan. "Syukurlah engkau sudah
siuman"
"Aku...."
"Jangan banyak bicara,
beristirahat saja" ujar sam Gan sin Kay.
"Tidak apa-apa,"
sahut Tio Cie, Hiong, dan kemudian menghela nafas panjang. "Untung aku
memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang dan pernah makan buah Kiu Yap Ling che.
Kalau tidak, aku pasti sudah mati kehabisan darah."
"Aaakh...." Lim Peng
Hang menggeleng-geleng kepala. " Luka- luka mu itu cukup parah, untung
kami menyimpan obatmu."
"sungguh di luar
dugaan," gumam Tio Cie Hiong. "Im sie Hong Mo ternyata Ku Tck Cun,
dia tidak mati di dasar jurang Padahal kepandaiannya telah kumusnahkan, jadi
bagaimana mungkin dia bisa seperti itu?"
Kami pun tidak habis
pikir," timpal Kim-siauw suseng. " Kalau Pek Ih Hong Li tidak muncul
di saat itu...."
"Aku pasti sudah
mati," sambung Tio Cie Hiong. " Itu pun diluar dugaan. Pek Ih Hong Li
ternyata Yap In Nio. Hanya dalam waktu setahun lebih, kepandaian mereka kok
jadi begitu hebat? Dua-duanya pun sudah jadi gila pula"
"Apakah mereka berdua
sama-sama memperoleh kitab pusaka peninggalan Im sie Hong Jin?" gumam sam
Gan sin Kay.
Tidak dapat diduga tentang
itu," sahut Kim siauw suseng. " Kecuali kita bertanya pada Yap In
Nio"
"Dia sudah gila,
bagaimana mungkin kita bisa menanyakannya?" ujar Tok Pie sin Wan.
"Heran Itu sungguh
mengherankan" gumam Kim siauw suseng sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Paman, berapa tusukan
dan sabetan di tubuhku?" tanya Tio Cie Hiong mendadak.
"Ada tiga puluh enam
tusukan dan tiga puluh enam sabetan di tubuhmu." Lim Peng Hang
memberitahukan.
"Mukaku?"
Lim Peng Hang tampak ragu
memberitahukan.
"Beritahukanlah"
desak Tio cie Hiong.
"Tujuh tusukan dan tujuh
sabetan." Lim Peng Hang terpaksa memberitahukan.
"Aaakh..." keluh Tio
Cie Hiong. "Kalau begitu, wajahku... pasti rusak"
"Jangan memikirkan yang
bukan-bukan, engkau beristirahat saja Ceng Im akan menemanimu di sini,"
ujar sam Gan sin Kay.
Usai berkata begitu, Sam Gan
sin Kay melangkah pergi diikuti Kim siauw suseng, Lim Peng Hang, dan Tok Pie
sin wan dari belakang.
Kemudian mereka duduk di ruang
dalam dengan mulut membungkam, hanya saling memandang sambil menghela nafas
panjang.
"Kita harus terus
menghibur Cie Hiong," ujar sam Gan sin Kay. "sebab wajahnya pasti
rusak berat."
"Aku kuatir...." Kim
siauw suseng mengerutkan kening. sam Gan sin Kay menatapnya, kemudian
bertanya.
"sastrawan sialan. Apa
yang engkau kuatirkan?"
Cucumu itu."
Kenapa cucuku?"
"Wajah Cie Hiong telah
rusak berat, pasti berubah menyeramkan. Maka aku kuatir cucumu
terhadapnya...."
"Maksudmu cucuku akan
berubah terhadapnya."
"Ya"
"sastrawan sialan, jangan
menghina cucuku" sam Gan sin Kay tampak tidak senang.
Cucuku bukan gadis semacam
itu." "Aku tahu, tapi...."
"Tidak ada tapi-tapian
cucuku akan tetap mencintai Cie Hiong " "Itu yang kuharapkan. Kalau
tidak... "^
"Aku yakin putriku tetap
mencintai cie Hiong walau wajahnya telah rusak tidak karuan," ujar Lim
Peng Hang.
"sebab aku tahu jelas
mengenai sifat putriku."
"syukurlah" ucap Kim
siauw suseng.
"Kita pun harus terus
menghibur Cie Hiong, agar kuat hatinya," tambah Tok Pie sin Wan.
"Jangan sampai dia kehilangan gairah hidup hanya karena wajahnya
rusak"
"Benar" sam Gan sin
Kay manggut-manggut. "Yang penting adalah Ceng Im, dia harus mendampingi
cie Hiong dan terus menghiburnya."
seminggu kemudian Bu Lim Ji
Khie, Lim Peng Hang, dan Tok Pie sin Wan membuka balutan Cie Hiong. selelah
balutan itu dibuka, diam-diam mereka pun menghela nafas panjang saat melihat
wajah pemuda itu.
Ternyata wajah Tio Cie Hiong
memang telah rusak karuan, penuh bekas tusukan dan sabetan.
Begitu pula tangan, kaki dan
sekujur badannya.
"Paman" Tio Cie
Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Aku tahu, wajahku telah rusak tidak
karuan...."
Lim Peng Hang tersenyum.
"Cepatlah engkau berpakaian, ceng Im akan ke mari menemanimu" Tio Cie
Hiong segera berpakaian, kemudian duduk melamun di pinggir tempat tidur.
"Tenang saja, Cie Hiong" Lim Peng Hang menepuk bahunya.
Kim siauw suseng menatapnya
sambil tersenyum. "Engkau tidak usah mengkhawatirkan apa pun, percayalah"
ujarnya menghibur.
Tio Cie Hiong terdiam. la tahu
apa maksud perkataan mereka. Namun kini ia tahu wajahnya telah rusak.
Bu Lim Ji Khie memandangnya
sejenak. lalu meninggalkan kamar itu. Tok Pie sin Wan dan Lim Peng Hang juga
ikut keluar.
Tak lama kemudian, tampak Lim
Ceng Im berjalan ke dalam sambil memandang Tio Cie Hiong dengan iba.
"Kakak Hiong...,"
panggilnya dengan air mata berderai.
"Adik Im...," sahut
Tio Cie Hiong sambil menghela nafas panjang.
"Kakak Hiong...."
Lim Ceng Im mendekap di dadanya dan menangis terisak-isak dengan air mata
terus bercucuran.
"Adik Im, kini wajahku
telah rusak, tentunya...."
Kakak Hiong," potong Lim
ceng Im cepat. " Walau wajahmu telah rusak, aku tetap mencintaimu.
Percayalah"
"Adik Im" Tio cie
Hiong menggeleng-geleng-kan kemala. "Aku... aku merasa malu terhadap
diriku sendiri"
"Jangan begitu, Kakak
Hiong" ujar Lim Ceng Im sungguh-sungguh. "Wajahmu memang telah
berubah menyeramkan, tapi cintaku terhadapmu takkan berubah selama-lamanya.
Percayalah Kakak Hiong"
"Adik Im...," Dua
baris air mata mengalir turun dari mata Tio Cie Hiong. "Terima kasih, Adik
Im" " Kakak Hiong, mari kita ke depan" ajak Lim Ceng Im.
Tio cie Hiong mengangguk.
Mereka berdua lalu meninggalkan kamar itu. Kebetulan Bu Lim Ji Khie, Tok Pie
sin Wan, dan Lim Peng Hang duduk di ruang dalam. Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im
menghampiri mereka lalu duduk.
"Bagaimana perasaanmu
sekarang?" tanya Lim Peng Hang.
"Sudah baik semua luka
luar, hanya meninggalkan bekas saja," jawab Tio Cie Hiong sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"cie Hiong" sam Gan
sin Kay menatapnya seraya berkata, " Engkau tetap tenang, jangan
membayangkan yang bukan-bukan sebab... cucuku tetap mencintaimu."
"Betul" timpal Kim
siauw suseng.
"Ceng Im sangat
mencintaimu. Walau wajahmu telah rusak. tidak akan mempengaruhi cintanya
terhadapmu," ujar Tok Pie sin Wan meyakinkan.
Lim Peng Hang tersenyum.
" Kami tidak menghibur, ceng Im telah mengatakan begitu pada kami."
"Benar, Kakak
Hiong," ujar Lim Ceng Im sambil menundukkan kepala. " Ketika wajahku
dekil tidak karuan, kau pun tetap baik padaku."
"Itu cuma dekil, tapi
wajahku...," Tio Cie Hiong menghela nafas panjang.
"Kakak Hiong" Lim
Ceng Im mendongakkan kepala memandangnya. "Kalau Kakak Hiong tidak
mempercayaiku, aku akan merusak wajahku"
"Jangan" Tio Cie
Hiong terkejut. "Adik Im, engkau tidak boleh berbuat begitu."
"Tapi Kakak Hiong harus
mempercayai, bahwa aku tetap mencintaimu"
Tio Cie Hiong mengangguk.
"Aku mempercayaimu, Adik Im."
"Nah Harus begitu"
Lim Ceng Im tersenyum.
Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang,
dan Tok Pic sin wan juga tersenyum mendengar pembicaraan kedua muda-muda ini.
"Cie Hiong" Sam Gan
Sin Kay memandangnya. "Engkau tidak dapat memecahkan ilmu pedang Im Sie
Hong Mo itu?"
"Aku justru masih
bingung, ilmu pedang itu sangat aneh" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan
kepala. "Aku sama sekali tidak dapat melihat Jelas gerakan-gerakan
pedangnya."
"Engkau bisa mengingatnya
kembali?" tanya Kim Siauw Suseng.
"Aku akan
mencobanya" Tio Cie Hiong memejamkan mata, ia berusaha mengingat
gerakan-gerakan ilmu pedang Im Sie Hong Mo.
Tak lama kemudian, tangannya
juga bergerak tapi berhenti lagi. Setelah itu bergerak lagi, namun berselang
sesaat ia pun berhenti sambil membuka matanya dan menghela nafas.
"Aku tidak bisa mengingat
gerakan-gerakan ilmu pedang itu, terlampau kacau balau" ujarnya dengan
kening berkerut. "Aku masih tidak habis pikir, entah Iweekang apa yang
dimilikinya."
"Memangnya kenapa?"
tanya Lim Ceng Im.
"Makin lama bertarung,
iwee kangnya makin dahsyat menyerangku" jawab Tio Cie Hiong
memberitahukan. "Kalau aku tidak memiliki Pan Yok Hian Thian Sin Kang,
pasti sudah terluka dalam."
"Heran?" gumam Lim
Peng Hang. "Bagaimana Ku Tek Cun itu berkepandaian begitu tinggi dalam
waktu satu tahun?"
"Padahal urat penting
dalam tubuhnya telah kuputuskan, tapi...." Tio Cie Hiong mengerutkan
kening.
"Mungkinkah dia telah
mempelajari semacam Iwee kang sesat?"
"Mungkin" Kim Siauw
Suseng manggut-manggut. "Bukankah dia telah berubah jadi gila? "Nah,
itu mungkin terpengaruh oleh Iwee kang sesat yang dimilikinya."
"Masuk akal" sam Gan
sin Kay manggut-manggut. "Tapi..., Yap In Niopun telah gila. Berarti dia
mempelajari Iwee kang yang sama. Bagaimana mungkin mereka mempelajari Iwee kang
itu bersama?"
"Itu sungguh
membingungkan" Tok Pie sin Wan menggeleng-geleng kepala.
"Mungkin...," ujar
Lim Peng Hang setelah berpikir sejenak. "Im sie Hong Jin punya saudara seperguruan.Jadi...."
"Lam Hai sin ceng tidak
memberitahukan, bahwa Im sie Hong Jin punya saudara seperguruan," tukas
Tio cie Hiong.
"Kalau begitu..,"
Lim Peng Hang menggeleng-geleng kepala. "Lebih baik tidak perlu
membicarakan tentang itu, membuat kita bertambah pusing"
"Cie Hiong" Kim
siauw suseng memandangnya. "Kini kita harus bagaimana?"
"Entahlah" Tio Cie
Hiong menghela nafas. "Aku sungguh bingung, bagaimana kita kalau Im sie
Hong Mo muncul lagi?"
"Kakak Hiong, sebaiknya
kita bersembunyi," usul Lim Ceng Im. "Maksudku kita semua."
"Bisa bersembunyi untuk
sementara waktu, tidak mungkin untuk selama-lamanya, oh ya, di mana para
ketua?"
"Mereka sedang berunding
di ruang depan." Lim Peng Hang memberitahukan.
"Untuk sementara
ini...," ujar Kim siauw su-seng. "Aku yakin Im sie Hong Mo tidak akan
muncul di sini, sebab Pek Ih Hong Li pasti terus mengejarnya."
"Benar" Sam Gan Sin
Kay manggut-manggut. "Maka kita harus memanfaatkan kesempatan ini untuk
memikirkan jalan keluarnya."
"Jalan keluar
bagaimana?" tanya Tok Pie sin Wan.
"justru kita harus
berpikir." sahut sam Gan sin Kay. "Kita tidak bisa duduk diam
saja."
Kim siauw suseng memandang Tio
cie Hiong. "Kecuali kalau dia dapat ciptakan semacam ilmu pedang untuk
mengalahkan Im sie Hong Mo itu. Kalau tidak...."
"Terus terang," ujar
Tio Cie Hiong dengan wajah murung. "Tentang itu aku tidak mampu, sebab aku
tidak melihat jelas gerakan- gerakan pedang Im sie Hong Mo. Lagipula dia
memiliki Iweekang yang aneh, semakin lama bertarung ilmu pedangnya pun makin
hebat."
"Kalau begitu. Kita cuma
berharap Pek Ih Hong Li dapat membunuhnya." ujar Tok Pie sin Wan.
"Hanya itu harapan
kita," sahut Sam Gan Sin Kay.
"Ada jalan Ada
jalan" seru Tio cie Hiong mendadak dengan wajah berseri tapijustru tampak
menyeramkan.
"Jalan apa?" tanya
mereka serentak.
"Aku harus segera
berangkat Aku harus segera berangkat" sahut Tio cie Hiong.
"Kakak Hiong harus
berangkat ke mana?" tanya Lim ceng Im heran.
"Aku harus segera
berangkat ke Gunung Thian San" Tio cie Hiong memberitahukan. "Di
dalam goa itu terdapat beberapa macam gerakan, pada waktu itu aku tidak
mempelajarinya karena belum tertarik belajar ilmu silat. Lagipula keterangannya
diukir dengan huruf-huruf Han kuno, aku tidak mengerti. Namun sekarang aku
sudah mengerti, Thian Thi Siansu yang mengajarkan padaku."
"Kalau begitu, cepatlah
engkau berangkat" ujar Sam Gan Sin Kay. "Siapa tahu gerakan-gerakan
itu dapat mengalahkan ilmu pedang Im Sie Hong Mo." "Benar" Sela
Kim Siauw suseng. "Manfaat-kanlah kesempatan ini untuk berangkat"
Tio cie Hiong mengangguk.
"Kakak Hiong, aku
ikut," ujar Lim ceng Im.
Tio Cie Hiong menggeleng
kepala. " Engkau tidak bisa ikut"
" Kenapa?"
"sebab puncak Gunung
Thian san sangat dingin, dirimu tidak akan tahan"
"Kakak Hiong bisa tahan,
kenapa aku tidak?"
"Aku memiliki Pan Yok
Hian Thian sin Kang, yang membuatku mampu menahan dingin"
"Kakak Hiong...."
"Kalau aku berangkat ke
Gunung Thian san...."
"Jangan khawatir"
ujar sam Gan sin Kay. "Kami menjaga Ceng Im baik-baik. Kalau perlu, kami
akan menyembunyikannya di suatu tempat yang aman."
"Terima kasih, Kakek
pengemis," ucap Tio Cie Hiong.
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay tertawa gelak. "Cie Hiong, Ceng Im adalah cucuku. Tentunya aku pun
bertanggung jawab atas keselamatannya, jadi tidak perlu gelisah."
Tio Cie Hiong mengangguk.
"Baik kalau begitu."
Kakak Hiong...," Lim Ceng
Im menatapnya dengan mata basah seraya bertanya. " Kapan engkau
berangkat?"
"sekarang"
"sekarang?" Mata Lim
Ceng Im membelalak.
"Ya"
"cie Hiong," ujar
Lim Peng Hang. "Akan kusiapkan kuda jempolan, agar engkau cepat tiba di
Gunung Thian san."
"Terima kasih, Paman.
Tapi, lebih baik aku menggunakan ginkang saja" sahut Tio Cie Hiong.
"Mungkin akan lebih cepat."
"Baiklah." Lim Peng
Hang manggut-manggut.
Engkau boleh berangkat dengan
tenang, jangan khawatirkan Ceng Im" "Ya, Paman" Tio Cie Hiong
mengangguk.
Tio Cie Hiong telah berangkat
ke Gunung Thian san. Di tempat sepi ia menggunakan ginkang.
Malam harinya, ia cuma duduk
bersamadi sejenak. lalu melanjutkan lagi perjalanannya.
Kira-kira belasan hari
kemudian, ia sudah tiba di kaki Gunung Thian. segeralah ia mengerahkan
ginkangnya melesat ke puncak gunung itu. Begitu sampai di puncak. la bersiul
panjang lalu berteriak menggunakan Iwee kang. "Kauw heng (saudara Monyet)
Aku datang Kauw heng...."
Mendadak tampak sosok bayangan
putih berkelebat- kelebat di permukaan saiju menuju ke arahnya, disertai suara
cuit-cuitan yang amat nyaring.
"Kauw heng" Betapa
girangnya Tio Cie Hiong ketika melihat sosok bayangan itu yang tak lain monyet
berbulu putih.
setelah dekat, monyet putih
itu langsung meloncat merangkul Tio Cie Hiong erat-erat sambil mengeluarkan
suara cuit-cuitan.
"Kauw heng..." Tio
Cie Hiong membelainya.
Mendadak monyet putih itu
memandangnya sambil menggaruk-garuk kepala, sepertinya merasa heran kenapa
wajah Tio Cie Hiong berubah jadi begitu menyeramkan.
"Kauw heng...." Tio
Cie Hiong menghela nafas. "Wajah dan sekujur badanku dilukai musuh,"
ujarnya memberitahu.
Monyet putih bercuit-cuitan,
sambil meloncat turun, kemudian menarik tangan Tio Cie Hiong.
"Kauw heng, aku ke mari
untuk belajar ilmu silat yang terukir di dinding goa. Engkau tidak
berkeberatan, kan?"
Monyet putih manggut-manggut,
dan langsung menarik Tio Cie Hiong ke goa tersebut.
Keadaan di dalam goa itu masih
seperti dulu. Tio Cie Hiong duduk sejenak di atas batu yang dingin, sedangkan
monyet putih itu terus berloncat- loncatan, gembira sekali.
Tio Cie Hiong bangkit berdiri,
lalu mendekati dinding yang berukir huruf-huruf Han kuno itu. Dia lalu mulai
membacanya.
Ini adalah Kan Kun Taylo sin
Kang (Tenaga sakti Alam semesta). Tenaga sakti ini bersifat menahan dan
menggempur balik serangan Iwee kang orang lain.
Gerakan-gerakan yang diukir di
dinding goa ini adalah cara melatih Kan Kun Taylo sin Kang. Bagi siapa yang
telah memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang dan pernah makan buah Kiu Yap Ling
che, tidaklah sulit untuk belajar Kan Kun Taylo sin Kang dalam waktu beberapa
bulan pasti berhasil.
Di dinding goa ini juga diukir
tiga jurus pukulan dan tiga jurus pedang. Walau cuma tiga jurus, tapi
kehebatannya sangat luar biasa.
Tiga jurus pukulan ini hanya
untuk menahan, dan sekaligus menggempur balik Iweekang pihak musuh.
Begitu pula tiga jurus ilmu
pedang, dapat menahan ilmu pedang apapun yang dikolong langit, juga sekaligus
menggempur balik ilmu pedang pihak musuh.
Ingat Kalau tidak dalam
keadaan bahaya, janganlah mengerahkan Kan Kun Taylo sin Kang berikut jurus-jurus
pukulan dan jurus-jurus pedang tersebut. BuBeng sian sU
setelah membaca huruf-huruf
itu, dapat dibayangkan betapa girangnya Tio Cie Hiong. Mulailah ia mempelajari
Kan Kun Taylo sin Kang.
Bab 44 Pek Ih Hong Li (Wanita
Gila Baju Putih)
Beberapa hari kemudian setelah
Tio Cie Hiong berangkat ke Gunung Thian san, ketika hari mulai gelap. mendadak
bergema suara tawa yang menyeramkan di markas pusat Kay Pang.
Begitu mendengar suara tawa
seram itu, wajah Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin wan, Lim Peng Hang, dan para ketua
tujuh partai langsung berubah pucat pias. sebab, mereka mengenali suara tawa
seram itu.
"Aaaakh...," keluh
Lim Peng Hnng. "Kita harus bagaimana?"
" Cepat sembunyikan Ceng
Im" ujar Sam Gan sin Kay.
Akan tetapi, gadis itu justru
malah keluar mendekati mereka. Wajahnya juga sudah pucat pias. "Ayah Im
sie Hong Mo...?"
"Ceng im, cepatlah
bersembunyi ke dalam" perintah Lim Peng Hang dengan suara bergemetar.
"He he he Percuma
bersembunyi, pokoknya malam ini kalian harus mampus" Terdengar suara
seruan im sie Hong Mo, ternyata ia telah berada di halaman.
"Pengemis bau" Kim
siauw suseng menatapnya sambil tersenyum. " Kelihatannya ajal kita telah
tiba malam ini."
" Kira- kira
begitulah," sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa.
"omitohud" Hui Khong
Taysu memandang mereka. " Kalau memangnya sudah takdir, terimalah dengan
hati terbuka"
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay tertawa lagi. "Mari kita keluar untuk menerima takdir kita"
sam Gan sin Kay berjalan
keluar, Kim siauw suseng mengikutinya dari belakang, setelah itu barulah para
ketua tujuh partai dan Tok Pee sin wan. sedangkan Lim Peng Hang dan putrinya
tetap berada dijalan. Kening Lim Peng Hang terus berkerut.
"Ayah..." panggil
Lim Ceng im dengan suara rendah.
"Nak Apabila mereka tidak
sanggup membendung terjangan im sie Hong Mo, engkau harus segera kabur"
pesan Lim Peng Hang.
Lim Ceng Im mengangguk.
"Aku sudah tahu tempat yang aman untuk bersembunyi."
"Engkau di sini saja,
Ayah mau keluar"
"Ya"
sementara Bu Lim Ji Khie sudah
sampai di luar. Mereka melihat Im sie Hong Mo berdiri dengan sinar mata
kehijau-hijauan.
"Ku Tek Cun" bentak
sam Gan sin Kay. "Mau apa engkau ke mari?"
"Ku Tek Cun? Siapa
dia?" tanya Im Sie Hong Mo sambil tertawa terkekeh. "Aku Im Sie Hong
Mo, bukan Ku Tek cun"
"Engkau Ku Tek Cun"
sahut Kim siauw suseng. "Ayahmu adalah Hong Lui Kiam Kheh-Ku Tiok
Beng"
"Aku Im sie Hong Mo, aku
tidak punya ayah He he he" Im sie Hong Mo tertawa lagi, kemudian menghunus
pedangnya.
"sastrawan sialan"
ujar sam Gan sin Kay. "Kita harus berupaya menahannya sampai belasan
jurus, agar ceng Im bisa kabur"
"Baik" Kim siauw
suseng mengangguk.
"He he he" Im sie
Hong Mo menatap mereka seraya membentak. "Dalam tiga jurus kepala kalian
pasti copot"
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay tertawa gelak. "Belum tentu, Im sie Hong Mo "
Engkau tertawa? Bagus"
Mendadak sepasang mata menyorot cahaya hijau. "Ayo, terus tertawalah"
"Hua ha ha Hua ha
ha" sam Gan sin Kay betul-betul terus tertawa. "Ha ha ha ha..."
"Pengemis baur bentak Kim
siauw Suseng sambil memukul bahunya. "Diam"
"Haaah..." sam Gan
sin Kay tersentak. melihat Im sie Hong Mo menyerang mereka sambil tertawa seram
dan membentak-bentak. " Kalian harus mampus"
sam Gan sin Kay menangkis
dengan tongkat bambu, sedangkan Kim siauw suseng menangkis dengan suling emas
dan....
Plaak Trang Terdengar suara
benturan.
"He he he" Im sie
Hong Mo tertawa terkekeh-kekeh.
sam Gan sin Kay dan Kim siauw
suseng terhuyung-huyung, pakaian mereka telah robek tersabet pedang Im sie Hong
Mo. Bukan main Hanya satu jurus Im sie Hong Mo telah berhasil membuat robek
pakaian Bu Lim Ji Khie, itu membuktikan betapa tingginya kepandaian im sie Hong
Mo itu.
"Pengemis bau" Kim
siauw suseng tersenyum getir. "Kelihatannya ajal kita memang telah
tiba" "Takdir" sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa gelak.
"He h e he..." Im
sie Hong Mo tertawa terkekeh lagi. "Ajal kalian semua memang telah
tiba."
Mendadak berkumandang tawa
nyaring yang melengking- lengking. Begitu mendengar tawa itu, Bu Lim Ji Khie
langsung menarik nafas lega, sedangkan im sie Hong Mo tampak tertegun.
"Hi hi hi Hi hi hi Aku
akan mencincang tubuhmu"
sosok bayangan putih melayang
turun di hadapan im sie Hong Mo. la adalah Pek Ih Hong Li.
Begitu melayang turun, Pek Ih
Hong Li langsung menyerang Im sie Hong Mo.
"Eeeeh..." Im sie
Hong Mo tampak kalang kabut menangkis serangan-serangan yang dilancarkan Pek Ih
Hong Li. "Aku harus mencincang Hiya...".
Im sie Hong Mo bergerak karena
terdesak. Dia tampaknya kurang berani balas menyerang terhadap Pek Ih Hong Li.
Bahkan akhirnya melesat pergi.
"Mau kabur ke mana? Akan
kubunuh kau..." Pek Ih Hong Li melesat mengejarnya. Bu Lim Ji Khie dan
lainnya saling memandang. Lim Ceng Im menghambur keluar.
"Ayah Im sie Hong Mo
sudah pergi?" tanya gadis itu.
"Ya" Lim Peng Hang
mengangguk sambil menarik nafas dalam-dalam. "Pek Ih Hong Li muncul,
membuat Im sie Hong Mo langsung kabur"
"Yap In Nio?"
"Ya"
"omitohud" ucap Hui
Khong Taysu. "Kita semua belum ditakdirkan mati...."
Kepala gundul" sam Gan
sin Kay tertawa gelak. "Aku mulai mempercayai takdir."
"omitohud" Hui Khong Taysu tersenyum.
"Ayo, mari kita ke dalam"
ajak sam Gan sin Kay.
Ketika mereka baru mau masuk
mendadak berkelebat sosok bayangan putih. sosok berpakaian putih itu tak lain
Pek Ih Hong Li.
Kemunculan Pek Ih Hong Li
sangat mengherankan mereka. semua memandangi wanita itu dengan kening berkerut.
"Eh?" sam Gan sin
Kay tampak bingung. "Mau apa dia balik ke mari?"
" Entahlah," sahut
Kim siauw suseng menggelengkan kepala.
sementara Pek Ih Hong Li
setelah melayang turun, lalu mendekati sebuah pohon dan duduk di situ.
"Ayah...," bisik Lim
Ceng Im. "Kenapa dia duduk di bawah pohon?"
"Entahlah." Lim Peng
Hang menggeleng kepala. "Mungkin... dia ingin beristirahat di sana."
"Ayolah Mari kita
masuk" ajak sam Gan sin Kay dan berjalan ke dalam. Kim siauw suseng, Tok
Pie sin wan, dan lainnya juga masuk kemudian, mereka duduk di ruang depan.
Heran?" Gumam Kim siauw
suseng. "Kenapa Pek Ih Hong Li datang lagi? Itu berarti dia tidak berhasil
mengejar im sie Hong Mo"
"Mungkinkah..." ujar
sam Gan sin Kay setelah berpikir sejenak. "Dia duduk di bawah pohon dengan
maksud ingin melindungi kita?"
"Benar" sahut Kim
siauw suseng.
"Tapi...," Tok Pie
sin wan menggeleng-gelengkan kepala. "Pikirannya tidak waras, bagaimana
mungkin...."
"Mungkin dia masih ingat
kita, maka timbul suatu perasaan, sehingga membuatnya merasa harus melindungi
kita," tukas Kim siauw suseng.
"Mungkini..." sela
sam Gan sin Kay. "Di- karena kan im sie Hong Mo sering muncul di sini,
maka dia menunggunya di sini."
"Masuk akal." ujar
Kim siauw suseng. " Walau dia sudah gila, tapi masih memiliki
naluri."
"omitohud" ucap Hui
Khong Taysu. "Kita masih dilindungi. Dengan adanya Pek Ih Hong Li di sana,
Im sie Hong Mo pasti tidak berani muncul."
"Ngmm" sam oan sin
Kay manggut-manggut, kemudian tertawa gelak dan berkata. "Kita semua
memang ditakdirkan mati. Buktinya Pek Ih Hong Li muncul melindungi kita."
"Ceng Im" Lim Peng
Hang menatap putrinya. "Cobalah engkau mendekatinya, siapa tahu ia masih
ingat padamu."
"Ya, Ayah" Lim Ceng
Im mengangguk.
"Tunggu" seru sam
Gan sin Kay.
Lim Ceng Im berhenti, gadis
itu memandang kakeknya dengan penuh keheranan^. "Kakek...."
"Ceng im, biar
bagaimanapun engkau harus hati-hati," pesan sam Gan Sin Kay
sungguh-sungguh. "sebab ia sudah gila, jadi...."
"Kakek. aku tahu
itu," ujar Lim Ceng Im lalu berjalan keluar.
sesampainya di luar,
dilihatnya Pek Ih Hong Li masih duduk diam di bawah pohon. Lim Ceng Im
mendekati lalu duduk di hadapannya.
Kehadiran Lim Ceng Im sama
sekali tidak digubris Pek Ih Hong Li, tetap duduk diam sambil memandang kosong
ke depan.
"Adik in" panggil
Lim ceng im. "Adik In..."
Pek Ih Hong Li memandang Lim
Ceng im dengan mata tak berkedip. Karena takut, Lim Ceng im dan cepat-cepat
menundukkan kepala.
"Kenapa engkau panggil
Adik In...?" bentak Pek Ih Hong Li mendadak. "siapa Adik In
itu?"
"Yap In Nlo" sahut
Lim Ceng Im. "Engkau adalah Yap in Nlo"
"Yap In Nio Yap In
Nio...?" gumam Pek Ih Hong Li. "Nama yang indah, Yap In Nio Nama yang
indah"
"Itu namamu"
"Aku tidak punya nama,
aku bukan Yap In Nio Aku... lapar Lapar"
"Aku ambilkan makanan dan
minuman, ya?"
"Cepat Cepaaat Aku sudah
lapar sekali"
"Baik...Baik" Lim
Ceng Im cepat-cepat berlari ke dalam, membuat semua yang ada di dalam terkejut.
"Ceng Im Ada apa?"
tanya Lim Peng Hang cemas.
"Dia... dia lapar,"
sahut Lim Ceng Im memberitahukan. "Aku akan ambilkan dia makanan dan
minuman."
"oooh" Lim Peng Hang
menarik nafas lega.
Bu Lim Ji Khie dan lainnya
saling memandang, kemudian tertawa terbahak-bahak.
"omitohud..." ucap
Hui Khong Taysu.
Lim Ceng Im membawakan nasi,
lauk pauk, dan air minum untuk Pek Ih Hong Li yang telah kelaparan itu.
Begitu ditaruh ke hadapannya,
langsung saja Pek Ih Hong Li menyantapnya dengan lahap sekali. Dalam waktu
sekejap. habislah nasi dan lauk pauk itu Airnya juga ditenggaknya habis.
"Gleek Gleeek Gleeek
Aaaakh..." Pek Ih Hong Li tertawa-tawa sambil memegang perutnya. "
Kenyang Kenyang sekali."
"In Nio" Lim Ceng Im
menatapnya sambil tersenyum, kemudian bertanya. " Kenapa engkau duduk di
sini?"
"Aku... aku harus duduk
di sini."
" Kenapa?"
"Aku di sini, Ku Tek cun
tidak berani ke mari. Kalian... kalian selamat"
"Engkau kenal Ku Tek
cun?"
"Dia jahat Aku harus
mencincang tubuhnya. Aku harus cincang dia..." Mendadak Pek Ih Hong Li
tersenyum dan berkata lembut. "Ada seorang pemuda yang sangat baik sekali,
dia... dia sayang padaku, aku suka dia."
"siapa dia?"
"Dia adalah pemuda
itu"
"siapa pemuda itu?"
"Pemuda itu adalah
dia" jawaban Pek Ih Hong Li membuat Lim Ceng Im melongo. Kemudian ia pun
tertawa sendiri, karena yang dihadapinya orang tak waras. "Engkau kenal
dia?"
"Aku kenal." Pek ih
Hong Li tersenyum-senyum, seakan teringat sesuatu yang indah. "Dia orang
baik, dia sayang padaku...."
"Dia berada di mana
sekarang?"
"Dia... dia telah
mati"
"Kenapa dia mati?"
"Aku... aku...."
Mendadak Pek Ih Hong Li menangis. "Aku... aku tusuk dia dengan belati,
perutnya berdarah...."
"Kenapa engkau tusuk
dia?" tanya Lim Ceng im lagi. Ternyata ia ingin menyadarkan Pek Ih Hong Li
dengan menggali ingatannya.
"Dia... dia...."
Tiba-tiba sepasang mata Pek Ih Hong Li memancarkan sinar yang berapi-api
penuh dendam. "Bukan dia,
tapi adalah Ku Tek Cun Aku harus cincang dia Harus cincang dia"
"siapa pemuda yang engkau
tusuk itu?"
"Dia sangat baik dan
sayang padaku." Wajah Pek Ih Hong Li mulai berseri lagi. "Dia...
dia... aaaakh..."
"Engkau lupa
namanya?"
"Namanya...
namanya...." Pek Ih Hong Li mengerutkan kening, lalu kembali menangis
gerung-gerungan. "Dia... dia telah mati Aku... aku bersalah...."
"In Nio" Lim Ceng im
menatapnya dalam-dalam serada bertanya. "Kepandaianmu sangat tinggi
sekali, engkau berguru pada siapa?"
"Bibi"
"siapa bibi itu?"
"Dia... dia sudah berubah
jadi tulang-"
"Dia yang mengajar engkau
silat?"
"Bukan" Pek Ih Hong
Li tertawa. "Ada tulisan di atas batu, aku harus memeluk dia. Aku menurut
dan langsung memeluknya, tapi... hi hi hi Dia berubah jadi tulang."
"Kenapa dia bisa
berubahjudi tulang?" tanya Lim Ceng Im merasa kebingungan.
"Kenapa, ya?" Pek Ih
Hong Li menggaruk-garuk kepala dan tersenyum. "Setelah aku peluk dia,
aku... aku jadi kuat sekali."
"oh?" Lim Ceng Im
bertambah bingung. "Lalu siapa yang mengajar engkau ilmu silat?"
"Hi h Hi" Pek Ih
Hong Li tertawa gembira. "Aku belajar sendiri, aku pintar, kan?"
" Engkau memang
pintar" Lim Ceng im tersenyum dan menatapnya iba.
"Dia juga pernah bilang
aku adalah gadis pintar..." gumam Pek Ih Hong Li. "Aku... aku gembira
sekali"
"siapa dia?"
"Eh? Kenapa kau goblok
sekali? Dia adalah pemuda yang baik itu. sudah kukatakan dari tadi, engkau
masih terus bertanya. Dasar goblok"
"Ya Ya, aku memang
goblok" Lim Ceng Im manggut-manggut. "Engkau belajar silat dari
mana?"
"Aku membaca sebuah
kitab, aku belajar dari kitab itu"
"Di mana?"
"Di dalam goa Hi hi hil
sekarang aku sudah bisa terbang...."
"Masih ada siapa di dalam
goa itu?"
"Cuma ada bayanganku
sendiri"
"Tidak ada orang
lain?"
"Tidak ada"
"Engkau kenal Ku Tek
cun?"
"Dia orang jahat Aku
harus membunuhnya. Aku harus mencincang tubuhnya"
"Ilmu pedangnya mirip
ilmu pedangmu? Apa-kah dia juga belajar di dalam goa itu?"
"Eeeeh?" Pek Ih Hong
Li menatapnya dengan bola mata berputar-pular. "Engkau kok goblok amat?
Jangan-jangan engkau sudah gila Tadi sudah kukatakan, di dalam goa cuma ada
bayanganku sendiri, mana ada orang lain lagi, sih?"
"Tapi..." Lim Ceng
Im menggeleng-geleng kepala.
"Ku Tek Cun jahat Dia...
dia adalah.,.." Pek Ih Hong Li menggaruk-garuk kepala.
Gurunya pasti adalah Im sie
Hong Jin, aku harus membunuhnya. Aku harus membunuhnya, aku harus mencincang
dia"
Engkau kenal Im sie Hong Jin?"
"Wuaah" Pek Ih Hong
Li tertawa. "Engkau betul-betul sudah gila, aku mana kenal dia? Bibi
berpesan melalui tulisannya, aku harus cari keturunan im sie Hong Jin, karena
Im sie Hong Jin pernah menganiayai bibi"
"oooh" Lim Ceng Im
manggut-manggut. " Kenapa engkau begitu dendam pada Ku Tek Cun?"
"Dia... dia menyamar jadi
pemuda yang baik itu, dan aku... aku tidak tahu." Pek Ih Hong Li menangis
sedih. "Aku tidur sama dia, aku... aku kira pemuda yang baik itu tidak mau
bertanggung jawab. Maka aku... aku tusuk dia dengan belati, perutnya
berdarah.... mati"
"Engkau ingat
seseorang?" tanya Lim Ceng Im menyelidik. "Dia bernama Tio Cie
Hiong"
Tio Cie Hiong...?" Pek Ih
Hong Li menggumam. "Tio Cie Hiong.... Hiong.... Kakak Hiong? Kakak Hiong
Aaaakh.... Kakak Hiong Aku bersalah padamu, aku telah membunuhmu Kakak
Hiong...."
Pek Ih Hong Li terus menangis
sedih. Diam-diam Lim Ceng im menghela nafas panjang.
"Sudahlah, In Nio, jangan
menangis Kakak Hiong tidak mati...." Lim Ceng Im memberitahukan.
"Hi h H i" Pek Ih
Hong Li tertawa melengking- lengking. " Kakak Hiong sudah mati, aku... aku
yang bunuh dia Kakak Hiong... Ku Tek Cun Aku harus cincang engkau Aku lumatkan
tubuhmu..."
Mendadak Pek Ih Hong Li
melesat pergi.
Betapa terkejutnya Lim Ceng Im
melihat hal itu.
"In Nio In Nio..."
Lim ceng Im berteriak-teriak memanggil gadis itu.
Tiada sahutan, Lim Ceng Im
duduk termangu di situ. Berselang sesaat tiba-tiba melayang turun sosok
bayangan putih yang tiada lain Pek Ih Hong Li. seketika itu juga Lim ceng Im
menarik nafas lega. "In Nio"
Pek Ih Hong Li tidak
menggubrisnya. la menjatuhkan diri dan duduk di bawah pohon.
"Aku tidak boleh pergi.
Aku tidak boleh pergi- Kalau aku pergi, Ku Tek cun akan ke mari, semua orang di
sini pasti mati. Aku harus berjaga di sini"
"Berjaga di sini? Lim
Ceng Im tidak habis pikir, kenapa Yap In Nio punya pikiran begitu.
"In Nio Kenapa engkau
harus berjaga di sini?" tanya Lim Ceng Im ingin mengetahuinya.
"Aku pernah berada di
sini, aku harus menjaga semua orang di sini. orang-orang di sini sangat baik
terhadap Kakak Hiong, aku... aku harus menjaga di sini"
"In Nio" Lim Ceng Im
menatapnya iba. Tiba-tiba ia teringat sesuatu, yakni yakin Tio cie Hiong dapat
menyembuhkannya.
Jangan berisik" Pek Ih
Hong Li melotot.
Kenapa?" tanya Lim Ceng
Im heran.
"Aku sudah ngantuk, mau
tidur" Pek Ih Hong Li langsung menelentangkan badannya. "Aku mau
tidur."
"In Nio, tidur di dalam
saja"
"Tidak."
"ln Nio...."
"Diam Jangan
berisik"
Lim Ceng Im menghela nafas,
lalu meninggalkannya, la berjalan ke dalam dengan kepala tertunduk, hatinya
merasa kasihan terhadap Yap In Nio.
"Ceng Im" Lim Peng
Hang menatapnya. " Ke-napa engkau?"
"Kasihan Yap In Nio"
Lim ceng Im menghela nafas. "Dia betul-betul gila, tidak tahu siapa
dirinya. Namun masih ingat sedikit masa lalunya."
"oh? Engkau bicara apa
padanya?"
"Membicarakan ini dan
itu."
"Ceng Im, duduk"
seru sam Gan Sin Kay. "Beritahukanlah apa yang engkau bicarakan
padanya" Lim Ceng Im duduk. kemudian menarik nafas.
"Dia tahu Ku Tek Cun yang
menodai dirinya, maka dia begitu mendendam padanya" "Dia
memberitahukan siapa gurunya?" tanya Kim siauw suseng.
"Dia bilang bibi,"
jawab Lim Ceng Im dan memberitahukan tentang itu berdasarkan apa yang
didengarnya dari Pek Ih Hong Li.
Kalau begitu...," Kim
siauw suseng mengerutkan kening. "Yang dia panggil bibi adalah wanita itu.
Dia memeluknya kemudian wanita itu berubah jadi tulang...."
"sastrawan sialan"
sam Gan sin Kay tertawa. "Mungkin wanita itu memiliki suatu ilmu, maka
ketika Yap in Nio memeluk maka Iwee kang yang dimilikinya semasa hidup tersalur
ke dalam tubuh Yap In Nio"
"Benar" Kim siauw
suseng mengangguk. "Begitu pula yang dialami Ku Tek Cun."
"Kalau begitu," sela
Tok Pie sin wan. " Wanita itu dan im sie Hong Jin pasti punya hubungan
erat. Bukankah ilmu pedang mereka hampir mirip?"
"Menurutku, wanita itu
dan im sie Hong Jin adalah kakak beradik seperguruan," duga sam Gan sin
Kay. "Kini kita sudah tahu itu, dan kita pun aman karena Pek Ih Hong Li menjaga
di situ."
"Mudah-mudahan dia
menjaga sampai Cie Hiong pulang" ucap Lim Peng Hang.
"ohya" Lim Ceng im
bangkit berdiri "Aku mau ke dalam mengambil tikar dan selimut untuk In
Nio, dia tidur di bawah pohon itu"
"Kenapa engkau tidak
menyuruhnya tidur di dalam saja?" Lim Peng Hang mengerutkan kening.
"Aku sudah menyuruhnya,
tapi tidak maur Lim Ceng im menggeleng-geleng kepala, lalu berjalan ke dalam.
Berselang beberapa saat, ia
sudah balik ke bawah pohon itu dengan membawa sehelai tikar dan selimut.
Ternyata Pek Ih Hong Li sudah
tidur. Namun ketika Lim Ceng Im mendekatinya, ia langsung meloncat bangun.
"Mau apa engkau?" bentaknya.
"Aku membawakan tikar dan
selimut untukmu," ujar Lim Ceng Im sambil tersenyum lembut.
"Tikar dan selimut?"
"Ya"
Lim Ceng Im menaruh tikar dan
selimut itu, kemudian menatap Pek Ih Hong Li seraya berkata. "Tikar untuk
alas tidur, selimut untuk menutupi dirimu agar tidak dingin."
"Lucu Lucu sekali Hi h H
i" Pek Ih Hong Li tertawa geli. "Aku sudah biasa tidur begini, kenapa
engkau bawakan tikar dan selimut?"
"Kalau pakai tikar,
pakaianmu tidak akan kotor." Lim Ceng im memberitahukan. "Pakai
selimut tidak akan kedinginan."
"Oh? Terima kasih Terima
kasih" ucap Pek Ih Hong Li, tersenyum lucu. "Engkau gila, tapi baik
hati"
"Oh, ya?" Lim Ceng
im tersenyum getir.
"Sudah, ya Jangan ke mari
menggangguku lagi, aku mau tidur" Pek Ih Hong Li langsung membaringkan
dirinya ke atas tikar, kemudian menarik selimut untuk menutupi badannya.
"Hei Besok pagi bawakan makanan dan minuman, ya"
"Tentu" Lim Ceng Im
tersenyum.
"Hei selamat malam"
ucap Pek Ih Hong Li.
"Selamat malam"
sahut Lim Ceng Im. Tidak disangkanya Yap In Nio yang telah gila itu masih bisa
mengucapkan "selamat Malam" padanya. la menggeleng-geleng kepala
sambil meninggalkan tempat itu.
Pagi-pagi sekali Lim Ceng im
membawakan makanan dan minuman berupa teh hangat untuk Pek Ih Hong Li. Ternyata
ia sudah bangun, duduk di atas tikar sambil memandang kosong ke depan.
"In Nio" Panggil Lim
Ceng Im-sambil menaruh makanan dan minuman ke hadapannya, lalu ia pun duduk.
"Hi h H i" Pek Ih
Hong Li tertawa "Aku punya pelayan. Aku punya pelayan sungguh
menggembirakan"
"In Nio, selamat
pagi" ucap Lim Ceng im.
"siapa bilang pagi? Sudah
mau malam engkau bilang pagi" Pek Ih Hong Li menggeleng-geleng kepala.
" Engkau betul-betul
sudah gila"
"In Nio, makanlah"
Lim Ceng im menarik nafas.
"Hi hi hi Ada makanan
lezat" Pek Ih Hong Li tertawa gembira. "Ayam, daging dan... wah
Nikmat sekali ini"
Pek Ih Hong Li langsung
bersantap seperti macan kelaparan, setelah itu ia pun tertawa-tawa seraya berseru.
"Aku kenyang Aku kenyang"
"Mau tambah lagi?"
"Eh?" Pek Ih Hong Li
menatapnya. "Aku sudah bilang kenyang, kenapa engkau masih bertanya mau
tambah lagi? Penyakit gilamu kumat lagi, ya?"
"In Nio...." Lim
Ceng Im menggeleng-geleng kepala.
"Sekarang sudah pagi, aku
pun sudah makan kenyang... mandi Aku mau mandi. Di mana ada sungai, aku mau
mandi"
"Mau mandi, ya?"
"Kok tanya lagi?"
"Mari ikut aku ke dalam,
di sana ada kamar mandi Engkau boleh mandi sepuas-puasnya."
"Boleh berenang?"
"Tentu boleh."
"cihuii..." Pek Ih
Hong Li berseru kegirangan.
"Ayo, ikut aku"
Lim Ceng Im melangkah ke
markas, Pek Ih Hong Li mengikutinya dari belakang.
Begitu masuk- puluhan mata
langsung memandang padanya. Pek Ih Hong Li tersenyum-senyum.
"selamat pagi"
ucapnya sambil terus tersenyum lucu.
"Pagi" sahut Bu Lim
Ji Khie dan lainnya.
setelah Lim Ceng Im dan Pek Ih
Hong Li masuk menuju ke kamar mandi, Bu Lim Ji Khie saling memandang lalu
tertawa.
"Huaha ha ha sebetulnya
yang sudah gila itu dia atau kita? Dia masih ingat mengucapkan "selamat
pagi" pada kita lho"
"omitohud" ucap Hui
Khong Taysu. " Walau dia sudah gila, namun masih memiliki jiwa kemanusiaan
dan sopan santun."
"Ha ha ha" Kim siauw
suseng tertawa sambil memandang Tok Pie sin Wan. " Lutung gila, dia lebih
sopan dari padamu."
"Kita yang waras malah
tidak tahu diri," timpal Tok Pie sin Wan.
"Aku yakin, dia bisa
sembuh," ujar sam Gan sin Kay.
"Belum tentu" Kim
siauw suseng menggeleng kepala.
"Kenapa?" sam Gan
sin Kay mengerutkan kening. "sastrawan sialan,jelaskanlah"
"sebab dia telah belajar
semacam ilmu sesat, itu yang mempengaruhi pikirannya. Tapi... aku percaya Cie
Hiong dapat menyembuhkannya," sahut Kim siauw suseng menjelaskan.
"Kita tahu, Cie Hiong memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang dan mahir ilmu
pengobatan."