"Baik,"Tio Cie Hiong
mengangguk lalu bangkit berdiri "Adik Im, berdiri agak jauh"
Lim Ceng Im segera mundur
beberapa depa. sedangkan Tio Cie Hiong sudah mengeluarkan suling kumalanya,
lalu mulai bergerak laksana kilat. Tampak suling kumaianya berkelebat ke sana
ke mari, bahkan mengeluarkan suara ngung-ngungan pula.
Dengan mulut ternganga lebar
Lim Ceng Im menyaksikannya, sebab ia sama sekali tidak menyangka kalau Tio Cie
Hiong mampu menciptakan ilmu suling kumala yang begitu lihay dan hebat.
setelah Tio Cie Hiong
berhenti, Lim Ceng im segera bertepuk tangan sambil menghampirinya .
" Kakak Hiong" ucap
Lim Ceng im dengan wajah ceria.
"Aku mengucapkan selamat
pada mu. sebab engkau telah berhasil menciptakan semacam ilmu yang tanpa
tanding."
"Adik Im" Tio Cie
Hiong tersenyum.
"Jangan mengatakan tanpa
tanding, aku malu mendengarnya . "
"Kakak Hiong, engkau
sudah memilih nama yang tepat untuk ilmu itu?" tanya Ceng Im mendadak.
"Belum." sahut Tio
Cie Hiong.
"Pikirlah nama yang tepat
untuk ilmu itu" desak Lim Ceng Im.
Tio Cie Hiong berpikir, lama
sekali barulah ia membuka mulut sambil tertawa gembira.
"Akan kunamai... Gouw
Siauw Bit Ciat Kang Hoat (Ilmu Suling Kumala Pemusnah Kepandaian)."
"Kok aneh sekali
kedengarannya?" Lim Ceng Im terbelalak.
"Ilmu suling Kumala yang
kuciptakan ini terdiri dari tujuh jurus, dan setiap jurusnya pasti dapat
memusnahkan kepandaian pihak lain." Tio Cie Hiong menjelaskan.
"Maka kunamai Tujuh Jurus
Ilmu suling Kumala Pemusnah Kepandaian."
"ooh" Lim Ceng Im
manggut-manggut.
"Nama jurus-jurus
itu?"
"Belum ada." Tio Cie
Hiong memberitahukan.
"Kalau begitu...."
Lim Ceng Im memandangnya.
"Engkau perlihatkan
sejurus demi sejurus, biar aku yang memberikan nama Bagaimana?"
"terima kasih" ucap
Tio Cie Hiong, kemudian mempertunjukkan jurus pertama, setelah itu ia bertanya.
"Harus menamai apa jurus
ini?"
"Ketika engkau
mempertunjukkan jurus itu, terdengar suara ngung-ngungan, maka jurus itu harus
dinamai... San Pang Te Liat (Gunung Runtuh Bumi Retak) bagaimana?"
"Bagus," sahut Tio
Cie Hiong.
"sekarang jurus
kedua."
Tio Cie Hiong mempertunjukkan
jurus kedua dan Lim Ceng Im menyaksikannya dengan mata terbelalak.
"Bagaimana?" tanya
Tio Cie Hiong setelah berhenti.
" Harus dinamai apa jurus
kedua itu?"
"Hai Lang Thau Thau
(ombak Laut Menderu-deru)," sahut Lim Ceng Im.
Tepat." Tio Cie Hiong
tertawa gembira, kemudian mempertunjukkan jurus ketiga. "Cian Im Giok
siauw (Ribuan Bayangan guling Kumala)" seru Lim Ceng Im.
Tio Cie Hiong tersenyum dan
mempertunjukkan jurus keempat, Lim Ceng Im pun berseru. "Hoan Thian Coan
Te (Membalikkan Langit Memutarkan Bumi)"
Berselang beberapa saat
kemudian, Tio Cie Hiong telah usai mempertunjukkan ketujuh jurus Ilmu suling
Kumala Pemusnah Kepandaian, dan Lim Ceng Im pun telah memberi nama jurus-jurus
tersebut.
Kakak Hiong" Lim Ceng Im
menatapnya kagum. "Bukan main hebat dan lihaynya Ilmu suling Kumala
mu"
"Itu atas usulmu,"
sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum lembut.
Kakak Hiong, itu merupakan
ilmu menggunakan senjata, jadi engkau masih belum memiliki ilmu pukulan tangan
kosong," ujar Lim Ceng Im memberitahukan.
"Alangkah baiknya engkau
menciptakan ilmu pukulan juga, sebab selama ini engkau hanya mengibaskan lengan
baju."
"Ngmm" Tio Cie Hiong
mengangguk, lalu kembali duduk bersila sekaligus memejamkan matanya. Berselang
sesaat, ia membuka matanya sambil tersenyum dan berkata.
"Adik Im, aku telah
berhasil menciptakan beberapa gerakan tangan kosong, tapi...."
" Kenapa?"
"Itu menggunakan jari
telunjuk."
"oh?"
"Adik Im, aku akan
kuperlihatkan," ujar Tio Cie Hiong. Wajah Lim Ceng Im langsung berseri dan
segera mundur beberapa depa.
Tio Cie Hiong mulai bergerak
berdasarkan Kiu Kiong san Tian Pou, kemudian mengibaskan lengan bajunya, dan
menyentil dengan jari telunjuknya.
Lim Ceng Im menyaksikan
gerakan-gerakan itu dengan mulut ternganga lebar karena kagum.
Berselang beberapa saat
kemudian, barulah Tio cie Hiong berhenti sambil tersenyum.
"Wuah" seru Lim Ceng
Im.
" Hebat sekali"
"Adik Im" Tio Cie
Hiong memberitahukan.
"Ilmu tangan kosong itu
akan kunamai Bit ciat sin ci."
"Bit ciat sin ci (Jari
sakti Pemusnah Kepandaian)?" Lim Ceng Im tampak melongo.
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk.
"Sebab aku menggunakan
jari."
"Ngmm" Lim Ceng Im
manggut-manggut.
Kalau begitu, aku yang menamai
jurus jurus itu." "Bagus." Tio Cie Hiong tertawa gembira.
"Akan kuperlihatkan
sejurus demi sejurus."
Lim Ceng Im mengangguk.
Kemudian Tio Cie Hiong mulai bergerak dan tampak jari telunjuknya berkelebatan
ke sana ke mari.
"Man Thian sing sing
(Bintang-Bintang Bertaburan Di Langit)" seru Lim Ceng Im.
Tio Cie Hiong melanjutkan
jurus kedua, kemudian Lim Ceng Im pun berseru lagi sambil bertepuk tangan.
"Hong siau Yun Hang
(Angin Berhembus Awan Bergerak)"
Tio Cie Hiong memperlihatkan
jurus ketiga, keempat sampaijurus ketujuh dan Lim Ceng Im terus berseru memberi
nama kepada jurus-jurus itu.
"Jit Goat siang Tui
(Matahari Dan Bulan saling Berkejaran)"
"cian ci soh Te (Ribuan
Jari Menyapu Bumi)"
"...." seru Lim Ceng
Im dan berkata setelah Tio Cie Hiong usai mempertunjukkan jurus-jurus
tersebut.
Kakak Hiong, engkau memang
hebat sekali Calon seorang maha guru, kelak engkau pasti bisa mendirikan sebuah
perguruan."
"Adik Im" Tio Cie
Hiong tersenyum sambil duduk di bawah pohon.
"Aku sama sekali tidak
berniat itu"
Kakak Hiong, Bit Ciat sin ci
itu berjumlah berapa jurus?" tanya Lim Ceng im mendadak. "Adik
Im...." Tio Cie Hiong menatapnya heran.
"engkau tidak menghitung
tadi?"
"Tidak." Lim Ceng im
menggelengkan kepala.
"Bit Ciat sin ci
berjumlah tujuh jurus." Tio Cie Hiong menjelaskan.
Namun kakiku bergerak sesuai
dengan Kiu Kiong san Tian Pou."
"ooh" Lim Ceng Im
mengangguk.
"Pantas gerakanmu secepat
kilat Kakak Hiong, aku yakin engkau tiada tanding di kolong langit kelak"
"Adik Im" Tio Cie
Hiong tersenyum sambil memberitahukan.
"seteiah membuat
perhitungan dengan Empat Dhalai Lhama dan Bu Lim sam Mo, aku ingin hidup tenang
dan damai di suatu tempat terpencil."
"Kenapa?"
"Aku sudah jemu akan
rimba persilatan."
"Bagaimana dengan
kakakku?"
"Tentunya..." sahut
Tio Cie Hiong dengan wajah agak kemerah-merahan.
"Kalau dia mencintaiku,
tentunya dia akan ikut aku hidup tenang di tempat terpencil." "Tentu
Tentu...." Lim Ceng Im menundukkan kepala karena keterlepasan omong.
"Maksudku dia tentu mau ikut Kakak Hiong tinggal di tempat
terpencil."
"Adik Im" Tio Cie
Hiong menghela nafas.
"Engkau bukan dia, dan
dia bukan engkau. Jadi engkau jangan memastikan itu"
"Kakak Hiong...."
Lim Ceng Im menatapnya mesra, tapi Tio Cie Hiong tidak memperhatikannya .
"Adik Im" ujar Tio
Cie Hiong.
"Aku ingin meniup
suling."
"Bagus Bagus" Wajah
Lim Ceng Im berseri.
Tio Cie Hiong meniup suling
kumalanya, dan seketika terdengarlah alunan suara suling yang sangat merdu,
menggetarkan kalbu dan menyentuh hati.
Lim Ceng Im terus
mendengarkan. Wajahnya tersirat cinta kasih yang sangat dalam, sehingga tanpa
sadar ia menaruh kepalanya di bahu Tio Cie Hiong.
sedangkan suara suling
mengalun makin menggetarkan kalbu. Ternyata Tio Cie Hiong mencurahkan seluruh
rasa cintanya terhadap Im Ceng melalui suling kumalanya.
Pada waktu bersamaan, mendadak
muncul tiga orang. Salah seorang dari mereka seorang gadis berwajah cantik,
Namun dandanan mereka agak aneh, maka dapat diketahui bahwa mereka bertiga
bukan orang Tionggoan. Tampak pula sehelai selendang panjang melingkar di leher
dan di badan gadis itu
Mereka bertiga lalu berdiri
dHadapan Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im, maka segeralah Lim Ceng im menggeserkan
kepalanya dari bahu Tio Cie Hiong.
Tio Cie Hiong melihat
kehadiran mereka di situ, tapi ia masih terus meniup sulingnya. sedangkan gadis
itu terus memandangnya dengan mata berbinar-binar dan wajah berseri-seri.
Berselang beberapa saat
kemudian, barulah Tio Cie Hiong berhenti meniup sulingnya. Ketika ia memasukkan
suling itu ke dalam bajunya, mendadak terdengar suara tepukan tangan. Ternyata
gadis itu yang bertepuk tangan. Dua lelaki berusia lima puluhan itu juga
memandang kagum pada Tio Cie Hiong.
"sungguh menyentuh hati
suara sulingmu Aku kagum sekali," ujar gadis itu sambil tersenyum manis.
Begitu menyaksikan senyuman
manis gadis itu, Lim Ceng Im langsung membuang muka, namun kemudian memandang
Tio Cie Hiong. Kelihatannya ia ingin tahu bagaimana ekspresi wajahnya. la
berlega hati, sebab wajah Tio Cie Hiong tidak memperlihatkan ekspresi apa pun.
"suara sulingku
kedengaran biasa-biasa saja," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
" Engkau merendah,"
gadis itu juga tersenyum.
"Aku ke mari justru
karena mendengar suara sulingmu. Terus terang, suara sulingmu sungguh
menggetarkan kalbu. Itu pertanda engkau mahir sekali meniup suling."
"terima kasih atas pujian
Nona" ucap Tio Cie Hiong. Gadis itu memang cantik sekali, tapi Tio Cie
Hiong kelihatan tidak tertarik, namun tetap berlaku sopan dan ramah.
"Padahal di tempatku juga
terdapat peniup suling yang ulung, namun masih kalah jauh dibandingkan
denganmu," ujar gadis itu sambil tersenyum lagi.
"Maaf, karena aku sangat
tertarik dan kagum akan kemahiranmu meniup suling, maka aku mohon sudilah
kiranya engkau meniup sekali lagi"
"Tidak boleh" sahut
Lim Ceng Im cepat.
"Eh?" Gadis itu
memandang Lim Ceng Im sambil tersenyum. "Aku bertanya kepadanya, kenapa
engkau yang menyahut?"
"Dia Kakak Hiong ku
Kenapa aku tidak boleh menyahut?" Lim Ceng Im melotot.
Engkau pengemis dekil, tapi
kenapa begitu galak?" Gadis itu tertawa.
Walau aku pengemis dekil,
ayahku ketua Kay Pang" Lim Ceng Im memberitahukan sambil bertolak pinggang
.
"oooh" Gadis itu
manggut-manggut.
"Ternyata aku sedang
berhadapan dengan putra ketua Kay Pang Aku tahu, Kay Pang di Tionggoan sangat
tersohor"
" Engkau siapa?"
tanya Lim Ceng Im.
"Aku Putri Tayli, namaku
Toan Pit Lian," sahut gadis itu "Bolehkah aku tahu nama kalian
berdua?."
Lim Ceng Im dan Tio Cie Hiong
sama sekali tidak menyangka kalau gadis itu Tayli Kong cu. Tayli merupakan
sebuah negeri kecil di luar Tionggoan, namun negeri itu sangat makmur dan
rakyatnya senantiasa hidup tenang, damai dan sejahtera, karena raja Tayli
merupakan raja yang bijaksana, juga berkepandaian tinggi.
"Namaku Lim Ceng
Im," sahutnya sambil menjura.
"Dia...." Tayli
Kongcu melirik Tio Cie Hiong seraya bertanya.
"Adalah kakakmu?"
"Dia bernama Tio Cie
Hiong, kami... memang kakak adik," jawab Lim Ceng im.
Engkau marga Lim, dia marga
Tio." Tayli Kongcu mengerutkan kening. "Kok bisa jadi kakak
beradik?"
"Almarhum ayahku teman
baik ayahnya, maka kami boleh dikatakan kakak adik, Tio Cie Hiong memberitahukan,
namun ia sama sekali tidak memberi Hormat pada Tayli Kongcu itu.
Tayli Kongcu Toan pit Lian
tersenyum-senyum.
"oh ya, sudikah engkau
meniup suling sekali lagi?"
"pokoknya tidak
boleh" sahut Lim Ceng im cepat.
"Lho?" Tayli Kongcu
terheran- heran.
Kenapa dari tadi engkau
melarang dia meniup suling untukku?" "Kenapa dia harus meniup suling
untukmu?" Lim Ceng Im melotot.
"Karena aku sangat
tertarik dengan suara suling itu" ujar Tayli Kongcu sambil tersenyum lagi.
"Tertarik akan suara
sulingnya atau ketampanannya?" tanya Lim Ceng Im mendadak dengan wajah
tidak senang.
"Eeh...?" Wajah
Tayli Kongcu memerah.
"Adik Im" tegur Tio
Cie Hiong halus,
"Jangan berlaku kurang
ajar, dia berasal dari Negeri Tayli, jadi engkau jangan merendahkan adat istiadat
Tionggoan. Lagipula secara
tidak langsung akan
mempermalukan Kay Pang."
Lim Ceng Im tampak cemberut
setelah mendengar teguran Tio Cie Hiong.
"Lho?" Tayli Kongcu
menggumam.
"Kok anak lelaki juga
bisa cemberut?"
"Ada urusan apa dengan
engkau?" tegur Lim Ceng Im ketus.
"Adik Im" Tio Cie
Hiong menjelaskan dengan sabar,
"mereka datang dari
Negeri Tayli yang begitu jauh, maka aku harus mengabulkan permintaannya. Karena
kita ini orang Tionggoan, boleh dikatakan sebagai tuan rumah."
Akhirnya Lim Ceng Im mengangguk
setelah mendengar ucapan Tio Cie Hiong.
"Terima kasih," ucap
Toan Pit Lian.
Tio Cie Hiong mulai meniup,
Toan pit Lian mendengar dengan penuh perhatian, begitu pula Lim Ceng Im dan
kedua lelaki itu.
suara suling itu mengalun
merdu, halus, dan menggetarkan kalbu. sehingga, tanpa sadar Tayli Kongcu
melepaskan selendangnya, lalu mulai menari mengiringi suara suling itu.
Tayli Kongcu menari lemah
gemulai. selendang di tangannya juga meliuk-liuk lemas, menambah indahnya
tarian itu.
Tio Cie Hiong menyaksikannya
dengan kagum. Begitu pula Lim Ceng Im, meski merasa panas pula dalam hati,
sebab Tio Cie Hiong terus memandang Tayli Kongcu sedangkan Tayli Kongcu pun
mengerling ke arahnya.
Beberapa saat kemudian,
barulah Tio Cie Hiong menghentikan tiupan sulingnya.
Engkau memang pandai sekali
meniup suling, membuat perasaanku terhanyut entah ke mana," ujar Tayli
Kongcu sambil tersenyum.
"tarian Kongcu juga
sungguh indah," cuji Tio Cie Hiong.
"Hm Hm Hmmm" Lim
Ceng Im mendehem beberapa kali.
Adikmu itu agak aneh
sifatnya," tukas Tayli Kongcu sambil tertawa kecil. "Kelihatannya dia
tidak begitu senang akan kehadiranku di sini."
"sifatnya memang
begitu," ujar Tio cie Hiong tersenyum. "Tapi Hatinya baik
sekali...."
"Kakak Hiong,"
potong Lim Ceng im cepat. "Mari kita pergi"
"Tunggu" Tayli
Kongcu menahan mereka.
Kenapa engkau menahan
kami?" tanya Lim Ceng im tidak senang.
"ingin menanyakan
sesuatu," ujar Toan pit Lian, lalu memandang Tio cie Hiong.
Engkau mahir meniup suling,
karena itu aku pun yakin engkau berkepandaian tinggi. Ya, kan?"
"Ya." jawab Lim Ceng Im cepat.
"Kepandaian-nya memang
tinggi sekali, maka memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap." "Pek Ih sin
Hiap?" Tayli Kongcu manggut-manggut.
" Engkau memang pantas
memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap."
"Hh... itu hanya julukan
kosong," gumam Tio Cie Hiong sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Karena engkau
berkepandaian tinggi, aku ingin bertanding denganmu..." ujar Tayli Kongcu
mendadak. matanya menatap pada wajah Tio Cie Hiong.
" Kongcu" salah
seorang lelaki itu tampak terkejut.
"sebelum berangkat ke
Tionggoan, Baginda sudah berpesan pada kami untuk menjaga Kongcu, agar tidak
membuat onar di Tionggoan"
"Aku tidak membuat onar,
hanya ingin bertanding dengan Pek Ih sin Hiap ituJadi kalian berdua tidak usah
kuatir" kilah Tayli Kongcu.
"Kongcu, sebaiknya
jangan"
"Kalian berani
melarangku?"
"Hamba tidak berani"
jawab kedua orang lelaki itu yang ternyata para pengawal istana Tayli.
"Tio Cie Hiong"
Tayli Kongcu menatapnya dalam-dalam.
"Tentunya engkau sudi
bertanding dengan aku, kan?"
Tio Cie Hiong tersenyum.
"Kita tidak usah bertanding, aku mengaku kalah saja," ujarnya
kemudian.
"Kakak Hiong" tegur
Urn ceng Im tampak tidak senang.
"Kenapa engkau harus
mengaku kalah? Hajar saja Kongcu tak tahu diri itu"
"Adik Im...," Tio
Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Bagaimana?" tanya
Tayli Kongcu.
"Engkau takut bertanding
dengan aku?"
"Kongcu" Tio Cie
Hiong menghela nafas.
"Kita tidak bermusuhan,
kenapa harus bertanding?"
"Pertandingan
persahabatan, bukan untuk saling membunuh," sahut Tayli Kongcu sambil
tersenyum lembut.
"sebab aku ingin menjajal
berapa tinggi kepandaian Pek Ih sin Hiap."
"Kakak Hiong, tidak perlu
berbasa-basi dengan dia, hajar saja" desak Lim Ceng Im, merasa panas
ketika menyaksikan senyuman lembut itu diarahkan pada Tio Cie Hiong.
"Eh?" dengus Tayli
Kongcu.
"Pengemis dekil, kenapa
engkau begitu galak seperti perempuan cerewet"
"Hm" dengus Lim Ceng
Im.
Kalau engkau menantangku, aku
akan menghajarmu sampai lari terbirit-birit ke negeri Tayli" "oh,
ya?" Tayli Kongcu tersenyum lagi, lalu memandang Tio cie Hiong.
Kalau tidak berani bertanding
dengan aku, berarti engkau telah mempermalukan kaum pesilat Tionggoan"
Tio Cie Hiong berpikir
sejenak. dan kemudian perlahan menganggukkan kepala.
"Baik, mari kita
bertanding"
"Senjataku adalah
selendang ini, mana senjatamu?" tanya Tayli Kongcu. "Aku akan
melayanimu dengan tangan kosong," ujar Tio cie Hiong. "silakan Kongcu
menyerang"
"Baiklah" Tayli
Kongcu manggut-manggut sambil tersenyum.
"Hati-hati, aku akan
mulai menyerang"
Tayli Kongcu mengebutkan
tangan dengan cepat. seketika selendangnya melayang lemas ke arah tubuh Tio cie
Hiong.
Tio cie Hiong tidak berani
memandang rendah pada Tayli Kongcu, sebab ia tahu orang itu memiliki Iweekang
tinggi. Kalau tidak, mana mungkin Tayli Kongcu menggunakan selendang itu
sebagai senjatanya? sepertinya selendang itu dibuat dari bahan khusus, tidak
akan putus terbacok senjata tajam apa pun.
Ketika ujung selendang hampir
menyentuh badan Tio Cie Hiong, seketika pemuda ini bergerak menggunakan
"Ilmu Langkah Kilat" untuk menghindar. Akan tetapi sungguh di luar
dugaan, selendang itu pun mengikuti bayangannya. Karena itu, Tio Cie Hiong
terpaksa melesat ke atas, kemudian berjungkir balik di udara.
Tio cie Hiong melayang turun
dengan ringan. Tayli Kongcu sempat memandangnya dengan kagum, namun ia tidak
melanjutkan serangannya.
Kenapa engkau cuma
berkelit?" tanya Tayli Kongcu. "Takut akan melukaiku...?"
"Huh Dasar tak tahu
malu" dengus Lim Ceng Im yang menyaksikan pertarungan itu. Tayli Kongcu
mengerutkan kening, tapi kemudian tersenyum seraya berkata.
"Pengemis dekil, jagalah
mulutmu Itu akan merendahkan nama baik Kay Pang, lho"
"Adik Im" tegur Tio
Cie Hiong halus.
"Tidak baik berlaku
kurang ajar."
"Hm" dengus Lim Ceng
Im sambil membanting-banting kaki.
"Eh?" Tayli Kongcu
keheranan menyaksikannya.
"Pek Ih sin Hiap, adikmu
itu sungguh aneh, bisa membanting-banting kaki, seperti perempuan saja"
"Dia memang begitu."
Tio cie Hiong tersenyum geli.
"Bahkan wajahnya pun
sering memerah."
"oh?" Tayli Kongcu
tercengang, lalu berkata pada Tio Cie Hiong.
Engkau harus menyambut
seranganku, jangan cuma berkelit saja" "Kakak Hiong" teriak Lim
Ceng Im.
"serang dia dengan Bit
Ciat sin Ci"
Tio Cie Hiong menggeleng kepala.
"Kita tidak punya dendam
apa pun dengan dia, kenapa aku harus menyerangnya dengan Biat Ciat Sin Ci (Jari
Sakti Pemusnah Kepandaian)?"
"Dia... dia genit
sekali" seru Lim Ceng Im.
"Apa?" Mulut Tayli
Kongcu ternganga lebar.
"Aku genit sekali?"
"Engkau memang genit
terhadap kakak Hiong, dasar Putri Tayli tak tahu diri"
"Maaf" salah seorang
pengawal menyela.
"Engkau tidak boleh
menghina Kongcu kami, Kongcu kami sangat dimuliakan di Negeri Tayli."
"Tapi di sini
Tionggoan" sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum dingin. Pengawal itu tampak
tersinggung. Wajah mereka berubah memerah.
"Kalian diam saja"
tegur Tayli Kongcu.
"Ya, Kongcu."
Pengawal itu langsung diam.
"Bagaimana?" Tayli
Kongcu menatap Tio Cie Hiong.
"Beranikah engkau
menyambut seranganku?"
"Baiklah" Tio Cie
Hiong mengangguk
"Hati-hati" Tayli
Kongcu tersenyum, lalu mendadak mengebutkan selendangnya.
Selendang itu meliuk-liuk dan
meluncur cepat ke arah Tio Cie Hiong. Pemuda itu berdiri diam di tempat. Ketika
ujung selendang sudah mendekat, dengan cepat dikibaskan lengan bajunya hingga
melilit ujung selendang itu, lalu disentakkan sambil mengerahkan
lweekang.
Tayli Kongcu terperanjat bukan
main, sebab mendadak dirasakan badannya tersentak maju. Namun kemudian ia malah
tersenyum, ketika badannya bergerak ke arah Tio Cie Hiong. Dengan cepat
direntangkan kedua tangannya lebar-lebar.
Tio Cie Hiong tertegun, sebab
tidak tahu kalau Tayli Kongcu mengeluarkan jurus apa untuk menyerangnya. Namun
saat itu, badan Tayli Kongcu sudah mendekat. seketika Tio Cie Hiong melesat
dengan "Ilmu Langkah Kilat", maka langsung menghilang.
Tayli Kongcu merapatkan kedua
tangannya, namun Tio Cie Hlong sudah tidak kelihatan. Ternyata tadi ia tidak
mengeluarkan jurus apa pun, melainkan jurus jaman sekarang, yakni merentangkan
sepasang tangan untuk memeluk. Namun hasilnya Tayli Kongcu justru memeluk
angin.
semula Lim Ceng Im juga
terkejut melihat jurus aneh itu, tapi kemudian menyadari bahwa Tayli Kongcu
memanfaatkan kesempatan untuk memeluk Tio Cie Hiong. Dapat dibayangkan, betapa
panas hatinya saat itu.
"Huh Dasar tak tahu
malu" dengusnya menyindir.
"Maksud hati memeluk
pemuda tampan, tapi hasilnya hanya memeluk angin"
Mendengar sindiran itu, wajah
Tayli Kongcu langsung memerah. Namun ia tahu akan satu hal, yaitu Tio Cie Hiong
berkepandaian sangat tinggi, itu membuatnya makin kagum.
"Pek Ih sin Hiap"
seru Tayli Kongcu sambil memandang Tio Cie Hiong yang berdiri di belakangnya.
"Kepandaianmu memang
tinggi sekali. Aku mengaku kalah"
"sesungguhnya ilmu
selendang Kongcu juga sangat hebat dan mengagumkan" sahut Tio Cie Hiong
sungguh-sungguh.
Kalau aku tidak memiliki
Iweekang yang tinggi, mungkin sulit bagiku mengalahkan Kongcu."
Engkau terlampau
merendah." tukas Tayli Kongcu sambil tersenyum lembut.
Kongcu, kita harus secepat
mungkin sampai di tempat tujuan, jangan membuang waktu di sini" ujar salah
satu pengawal itu mengingatkannya.
Tayli Kongcu mengangguk.
"Pek Ih sin Hiap,
Pengemis dekil Kelak kita akan bertemu lagi, sampai jumpa."
Tayli Kongcu melesat pergi dan
diikuti kedua pengawalnya. Tio Cie Hiong menggeleng-geleng kepala menatapi
kepergian mereka.
"Jatuh hati pada Tayli
Kongcu itu ya?" tanya Lim Ceng Im dingin.
"Adik Im" ujar Tio
Cie Hiong sungguh-sungguh.
Hatiku telah berisi Im Ceng,
kakakmu itu.Jadi, aku tidak akan jatuh hati pada gadis lain, baik sekarang
maupun kelak atau selama-lamanya . "
Kakak Hiong...," Lim Ceng
Im tersenyum manis, namun kemudian cemberut seraya berkata. "Tayli Kongcu
itu...."
"Kenapa dia?"
"Dia genit sekali, sering
melirikmu sambil tersenyum-senyum," ujar Lim Ceng Im. "Itu urusannya,
tiada sangkut-pautnya dengan diriku," tukas Tio Cie Hiong. "Kalau
engkau berani...," Lim Ceng Im menundukkan kepala sambil melanjutkan.
"Aku akan memberitahukan pada kakakku."
"Adik Im, beritahukan
padanya yang sesungguhnya, tapi jangan sampai memfitnah diriku." pesan Tio
cie Hiong.
"Aahi.., wajahnya muncul
lagi di pelupuk mataku"
Wajah kakakku atau wajah Tayli
Kongcu itu? tanya Lim Ceng Im sambil menatapnya dalam-dalam.
Wajah kakakmu," jawab Tio
Cie Hiong.
"Adik Im, kita jangan
membuang-buang waktu lagi, harus sampai di markas pusat Kay Pang
selekasnya."
Ingin lekas-lekas menemui
kakakku, kan?" goda Lim Ceng Im seraya tersenyum. Tio cie Hiong
mengangguki
"Mari kita berangkat
sekarang"
Lim Ceng Im manggut-manggut.
Mereka berdua lalu melanjutkan perjalanan menuju ke markas Kay Pang.
Beberapa hari kemudian, Tio
Cie Hiong dan Lim Ceng Im sudah sampai di markas pusat tersebut. Bu Lim Ji Khie
dan Lim Peng Hang, ketua Kay Pang, menyambut kedatangan mereka sambil tertawa
gembira.
"Bagaimana?" tanya
sam Gan sin Kay.
"Cie Hiong, engkau sudah
mengobati Hui Khong Taysu dan It Hian Tojin?"
"sudah, Kakek
Pengemis," jawab Tio cie Hiong sambil menoleh ke sana ke mari seakan
sedang mencari sesuatu.
Lim Peng Hang tercengang
melihatnya.
"Eng-kau cari apa, Cie
Hiong?"
"Aku...," Wajah Tio
Cie Hiong memerah, kemudian memandang sam Gan sin Kay seraya berkata.
" Kakek Pengemis, salamku
itu..,"
"salam apa?" sam Gan
sin Kay tampak tertegun.
Ketika Kakek Pengemis akan
berangkat ke mari, bukankah aku berpesan padamu untuk menyampaikan salamku. ...
"
"oh, itu" sam Gan
sin Kay tertawa gelak.
"sudah kusampaikan."
"Terima kasih, Kakek
Pengemis," ucap Tio Cie Hiong dengan wajah berseri.
"Bagaimana dia setelah
menerima salamku?" tanyanya kemudian.
"Lebih baik kau tanyakan
pada Ceng Im saja Dia lebih tahu itu" ujar sam Gan Sin Kay.
"Dia... dia bersamaku,
bagaimana bisa tahu tanggapan kakaknya setelah menerima salamku?" Tio Cie
Hiong menggeleng-geleng kepala. Wajah-nya pun berubah murung.
"Jangan-jangan Im Ceng
tidak senang menerima salamku itu" gumamnya perlahan.
"cie Hiong... dia memang
gadis nakal, tak tahu diri dan suka mempermainkan orang." ujar sam Gan sin
Kay.
"Apa?" Wajah Tio Cie
Hiong berubah pucat.
"Dia... dia suka
mempermainkan orang?"
"Jangan dengarkan omongan
kakek" sela Lim Ceng Im sambil membanting kaki.
"Kakek jahat sekali"
Karena engkau sudah
keterlaluan," tukas Sam Gan sin Kay sambil tertawa gelak. "cie
Hiong," Lim Peng Hang memandangnya lembut.
"Aku tidak menyangka
ternyata dirimu adalah putra mendiang Hui KiamBu Tek teman baikku itu."
"Paman, terimalah
hormatku" Tio Cie Hiong ingin berlutut, tapi cepat dicegah oleh Lim Peng
Hang.
"Tidak perlu adat seperti
ini, Nak." ujar Lim Peng Hang sambil tersenyum.
"ohya, mari kita duduk
kita bercakap-cakap"
Mereka duduk. Beberapa
pengemis segera menyuguhkan minuman. Akan tetapi, Tio Cie Hiong masih terus
menengok ke sana ke mari.
"cie Hiong, engkau
mencari apa?" tanya Lim Peng Hang yang merasa heran. "Maaf" ucap
Tio Cie Hiong dan bertanya dengan wajah agak kemerah- merahan. "Di mana
putri Paman?"
"Dia..." Lim Peng
Hang langsung menunjuk ke arah Lim Ceng Im.
"Dia putra Paman, yang
kutanyakan Im Ceng putri Paman itu" ujar Tio Cie Hiong merasa penasaran.
"Aku... aku ingin
menemuinya." Lim Peng Hang menatap Lim Ceng Im.
"Kakak Hiong, tenang
saja." ujar Lim Ceng Im tersenyum.
"Engkau pasti akan
bertemu dia."
Tio Cie Hiong mengangguki
sedangkan Lim Ceng Im mulai menyerocos tak henti-hentinya.
"Ketika kami menuju ke
mari, di tengah jalan kami bertemu Tayli Kongcu bersama dua lelaki. Tayli
Kongcu itu cantik sekali. Kakak Hiong meniup suling, dia menari. setelah itu,
mereka berdua pun bertanding. Tayli Kongcu memang tak tahu malu, dia
mengeluarkan jurus memeluk. Untung Kakak Hiong cepat berkelit, kalau tidak,
Kakak Hiong pasti dipeluknya...."
Mendengar tentang Tayli Kongcu
semua orang tercengang.
"Kenapa Tayli Kongcu
memasuki Tionggoan?" tanya Lim Peng Hang setengah bergumam.
"Memang
mengherankan," timpal sam Gan sin Kay.
"Padahal sudah ratusan
tahun pihak Tayli tidak pernah memasuki Tionggoan, kenapa kini mendadak Tayli
Kongcu datang di
Tionggoan?"
"Mungkinkah berhubungan
dengan sam Mo Kauw?" tanya Lim Peng Hang.
"Tidak mungkin"
jawab Kim siauw suseng menggelengkan kepala.
"Selama ratusan tahun,
Negeri Tayli tidak pernah berhubungan dengan golongan hitam di Tionggoan."
sam Gan sin Kay
manggut-manggut. "Tapi, kemunculan Tayli Kongcu di Tionggoan, mungkin
untuk menyelesaikan suatu urusan."
" Kakek" sela Lim
Ceng Im.
"salah seorang lelaki itu
bilang pada Tayli Kongcu...."
"Lelaki itu bilang
apa?" tanya sam Gan sin Kay.
"Dia bilang..., jangan
membuang waktu di situ, harus segera tiba di tempat tujuan." "Tempat
tujuan?" sam Gan sin Kay mengerutkan kening. "Tempat apa yang mereka
tuju?"
"Ayah, perlukah aku
mengutus beberapa orang pergi menyelidikinya?" tanya Lim Peng Hang.
"Tidak perlu." sam
Gan sin Kay menggeleng kepala.
" Kenapa?" tanya Lim
Peng Hang, keheranan.
"Agar tidak terjadi salah
paham." sam Gan sin Kay memberitahukan.
"Lagipula yang muncul itu
Tayli Kongcu, tentunya punya urusan penting. Kalau tidak, mana mungkin Tayli
Kongcu akan memasuki Tionggoan?"
"Benar." Lim Peng
Hang manggut-manggut, kemudian memandang Tio Cie Hiong seraya berkata,
"Nak, aku tidak menyangka
kepandaianmu sudah begitu tinggi." "Wuah" seru Lim Ceng Im
mendadak dengan wajah berseri-seri.
"Kepandaian Kakak Hiong
memang tinggi bukan main, bahkan dia pun telah menciptakan dua macam ilmu silat
yang sangat hebat."
"oh?" gumam Bu Lim
Ji Khie, merasa tertarik.
"cie Hiong, ilmu silat
apa itu?"
"Giok siauw Bit ciat Kang
Hoat (Ilmu suling Kumala Pemusnah Kepandaian) dan Bit ciat sin ci (Jari sakti
Pemusnah Kepandaian)" Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Jadi khususnya untuk memusnahkan
kepandaian orang?" tanya sam Gan sin Kay heran. Tio Cie Hiong mengangguki
"Aku tidak mau membunuhi
cuma memusnahkan kepandaian para penjahat."
"Ngmm..." sam Gan
sin Kay manggut-manggut.
"Cie Hiong,
perlihatkanlah kedua ilmu ciptaanmu itu"
Tio Cie Hiong tidak bisa
menolak. la langsung bangkit berdiri, berjalan ke tengah-tengah ruang itu
sambil mengeluarkan sulingnya. setelah itu, mulailah ia mempertunjukkan
"Tujuh Jurus llmu suling Kumala Pemusnah Kepandaian".
Bukan main kagumnya Bu Lim Ji
Khie dan Lim Peng Hang menyaksikannya. Bahkan karena begitu kagumnya mata
mereka membelalak dengan mulut ternganga lebar.
"Cie Hiong" ujar sam
Gan sin Kay setelah Tio Cie Hiong usai mempertunjukkan jurus-jurus itu.
"Bagaimana kau mampu menciptakan ilmu itu? Dirimu benar-benar seorang
calon maha guru" "cie Hiong, perlihatkan lagi Bit Ciat sin ci"
kali ini Kim siauw suseng meminta.
Tio Cie Hiong mengangguki dan
mulai mempertunjukkan ilmu"Jari sakti Pemusnah Kepandaian".
"Huaha ha ha" sam
Gan sin Kay tertawa gelak ketika menyaksikan ilmu itu.
"Bukan main sungguh lihai
dan hebat sekali"
"Pengemis bau" ujar
Kim siauw suseng setelah menghela nafas.
"Bu Lim Ji Khie sudah
tiada apa-apanya lagi." "sastrawan sialan" sahut sam Gan sin Kay
mendadak. "Engkau mampu menangkis jurus-jurus itu?" "Bagaimana
engkau?" Kim siauw suseng balik bertanya. "Yaah" sam Gan sin Kay
menarik nafas panjang.
"Meskipun kita maju
berdua, mungkin hanya mampu bertahan beberapa jurus saja"
"Benar." Kim siauw suseng mengangguk.
"Hanya dia yang dapat
menghadapi Bu Lim sam Mo"
sementara Tio Cie Hiong sudah
kembali ke tempat duduknya, sementara Lim Ceng Im terus memandangnya dengan
mata berbinar-binar.
"oh, ya" ujar Lim
Peng Hang.
"cie Hiong, aku akan
menyuruh salah seorang pengemis mengantarmu ke kamar"
"Terima kasihi
Paman," ucap Tio Cie Hiong.
Tak lama muncul seorang
pengemis, memberi hormat pada Bu Lim Ji Khie dan Lim Peng Hang.
"Antar Pek Ih sin Hiap ke
kamar" perintah Lim Peng Hang pada pengemis itu.
"Ya, Pangcu"
Pengemis itu segera mengantar Tio cie Hiong ke dalam.
Lim Ceng Im ingin ikut, namun
Lim Peng Hang mencegahnya. Tentu saja hal itu membuat tercengang Lim Ceng Im.
"Ayah, kenapa aku tidak
ikut ke dalam?"
"Bukan tidak boleh, ayah
ingin bicara denganmu..." ujar Lim Peng Hang menatap putrinya.
"Ayah mau bicara
apa?" tanya Lim Ceng Im tak mengerti.
Lim Peng Hang mengerutkan
kening.
" Kenapa engkau begitu
keterlaluan, ceng Im?"
"Apa? Aku..., aku
keterlaluan? Maksud Ayah?" Lim Ceng Im tampak keheranan.
"Engkau telah mempermainkan
cie Hiong, bukankah itu keterlaluan sekali?" Lim Peng Hang tampak tidak
senang.
"Kapan aku mempermainkan
Kakak Hiong?"
"Bukankah engkau telah
menemuinya dengan dandanan seorang gadis? Kenapa engkau masih terus menyamar
sebagai pemuda? sedangkan dia...," Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan
kepala.
Lim Ceng Im tersenyum.
"Ayah..., itu karena aku
ingin tahu bagaimana isi hatinya."
"oh? Kini engkau sudah
tahu isi hatinya?" tanya Lim Peng Hang.
"Ng" Lim Peng Hang
mengangguk.
"Aku sudah tahu...,"
Cucuku yang brengsek"
sela sam Gan sin Kay sambil tertawa. "Bagaimana isi hatinya?"
"Dia...," Wajah Lim
Ceng Im kemerah-me-rahan.
"Dia sangat
mencintaiku"
"Engkau membual"
tukas sam Gan sin Kay tidak percaya. "Benar, Kakek. Dia..., sangat
mencintaiku" kata Lim Ceng Im. "Aku sama sekali tidak membual"
"Yang dia cintai adalah
Im Ceng, kakakmu itu Bukan dirimu lho," ujar sam Gan sin Kay sambil
tertawa terbahak-bahak.
"Kakek" Lim Ceng Im
cemberut.
"Im Ceng adalah aku,
kakakku itujuga aku Kalau mencintai Im Ceng sama juga mencintaiku"
"Huh" goda sam Gan sin Kay.
" Engkau pengemis dekil,
lagi pula engkau seorang anak lelaki, jadi...."
Kakek jahat" rungut Lim
Ceng Im sambil membanting-banting kaki. "Yang jahat kakek atau
engkau?" sam Gan sin Kay melotot. "Engkau begitu tega..., kalau dia
sakit rindu, baru tahu rasa"
Kakek" Lim Ceng Im
tersenyum.
Kalau sudah waktunya,
aku...,"
Lim Peng Hang
menggeleng-gelengkan kepala.
"Ceng Im... bagaimanapun
engkau harus menemuinya" ujarnya kepada gadis itu. Lim Ceng Im tertawa
geli.
"Bukankah setiap saat aku
bersama dia?"
"Eh? Maksud
Ayah...," Lim Peng Hang juga tertawa.
"Baiki Ayah. Malam ini
aku akan menemuinya di halaman belakang." ujar Lim Ceng Im.
"Nah, sekarang aku boleh
ke dalam?"
"Ng" Lam Hai sin
ceng mengangguki
Lim Ceng Im berjalan ke dalam.
Lim Peng Hang menggeleng-geleng kepala, sedangkan Bu Lim Ji Khie tertawa gelak.
"Pengemis bau Nanti malam
ada tontonan yang menarik," ujar Kim siauw suseng sambil tertawa.
"Benar, benar"
sambut sam Gan sin Kay sambil manggut-manggut seperti anak kecil. "Mari
kita mengintip mereka Peng Hang, engkau mau ikut mengintip?"
"Ayah...," Lim Peng Hang cuma menggeleng-geleng kepala.
Bab 26 Timbul suatu urusan
Tio Cie Hiong berjalan
mondar-mandir di halaman belakang. Hatinya berdebar-debar tebang menunggu
kedatangan Im Ceng. Ternyata tadi sore Lim Ceng Im memberitahukan padanya,
bahwa malam ini kakaknya akan menemui Tio Cie Hiong di halaman belakang, maka
pemuda itu menunggu dengan wajah berseri, tapi hati berdebar-debar tidak karuan.
Beberapa saat kemudian, Tio
Cie Hiong mendengar suara langkah ringan. segera ia menoleh ke arah suara itu,
seketika bibirnya tersenyum merekah saat melihat Im Ceng yang cantik jelita
sedang menghampirinya.
"Adik ceng..."
panggil Tio cie Hiong.
"Kakak Hiong...,"
sambut Im Ceng dengan menundukkan kepala.
"Adik Ceng...," Tio
Cie Hiong memandangnya dengan mata berbinar-binar.
"Kita... kita sudah
bertemu"
Engkau... merasa
gembira?" tanya Im Ceng lembut. "Ya, ya, gembira sekali" sahut
Tio cie Hiong cepat. "Ayolah Mari kita duduk" ajak Im Ceng.
Tio Cie Hiong mengangguki
Keduanya lalu duduk berdampingan. wajah Tio Cie Hiong tampak begitu ceria.
"Adikku bilang...,"
ujar Im Ceng dengan suara rendah.
"Engkau rindu sekali
padaku, benarkah itu?" "Benar, benar" Tio cie Hiong terus
mengangguk. "Bahkan wajahmu sering muncul di pe-lupuk mataku"
"Yang benar?" Im Ceng tersenyum. "Benar." Tio Cie Hiong
mengangguk lagi.
"Bukankah engkau bertemu
Tayli Kongcu? Kata adikku Tayli Kongcu sangat cantik jelita, bahkan dia sering
melirikmu. Tentunya dia tertarik padamu, bukankah itu kesempatanmu. "
"Adik Ceng, aku... aku
tidak akan tertarik pada gadis yang mana pun, termasuk Tayli Kongcu" ujar
Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.
"Aku... aku
hanya...,"
Tio Cie Hiong tidak melanjutkan,
melainkan menundukkan wajahnya dalam-dalam.
"Lanjutkanlah" desak
Im Ceng.
"Aku... aku hanya
tertarik padamu" sambung Tio Cie Hiong dengan suara rendah.
"oh?" Im Ceng
tersenyum.
"Adikku memberitahukan,
bahwa di dalam hatimu cuma terdapat diriku. Apakah benar?"
"Benar." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Engkau...
mencintaiku?" tanya Im Ceng mendadak.
"Ya" Tio cie Hiong
mengangguk cepat.
"Aku... aku memang
mencintaimu. Aku... aku tidak bohong, hanya dirimu yang kucintai" Im Ceng
tertawa geli.
"Jangan-jangan ini hanya
rayuan gombal?"
"Aku... aku tidak bisa
merayu, aku berkata sesungguhnya." Tio Cie Hiong menatapnya dengan penuh
cinta kasih.
"Adik Ceng, engkau...
engkau juga mencintaiku?"
"Belum waktunya
kuberitahukan," ujar Im Ceng.
"Aaaakh..." Tio Cie
Hiong menghela nafas.
"Kakak Hiong, aku belum
tahu bagaimana kesetiaanmu terhadapku, maka aku belum berani menjawab
pertanyaanmu barusan. setelah kutahu kesetiaanmu, aku akan menjawabnya."
"Adik Ceng, aku pasti
akan setia padamu," ujar Tio Cie Hiong berjanji.
"Adikmu akan menjadi
saksimu." Im Ceng tersenyum lagi.
"Oh ya Adik Ceng,
bolehkah aku meniup suling untukmu?" tanya Tio Cie Hiong menawarkan.
"Aku senang sekali,
tapi... aku tidak bisa menari seperti Tayli Kongcu. Engkau pasti kecewa
sekali," ujar Im Ceng.
"Aku lebih senang engkau
duduk di sisiku sambil mendengar suara sulingku."
Tio cie Hiong mengeluarkan
sulingnya, lalu mulai meniup dengan lembut. Maka terdengarlah suara suling yang
sangat merdu. Tio Cie Hiong mencurahkan seluruh cinta kasihnya melalui suling
kumala itu, sehingga alunan suara suling itu pun sangat menggetarkan kalbu Im
Ceng. Tanpa sadar ia menaruh kepalanya di bahu Tio Cie Hiong.
Di saat bersamaan, berkelebat
tiga sosok bayangan ke balik pohon. Ketiganya ternyata Bu Lim Ji Khie dan Lim
Peng Hang. setelah berada di balik pohon, mereka bertiga pun mengintip seperti
anak kecil.
Beberapa saat kemudian,
barulah Tio Cie Hiong berhenti meniup sulingnya. Dia membelai rambut Im Ceng
yang bersandar padanya.
"Eeeh?" Im Ceng
tersentak.
"Maaf, maaf...,"
ucap Tio Cie Hiong.
"Aku..."
"Engkau sering membelai
gadis lain, ya?" tanya Im Ceng mendadak.
"Tidak pernah,"
jawab Tio Cie Hiong.
Kalau tidak pernah, kenapa
barusan engkau membelaiku?" tanya Im Ceng lagi sambil menatapnya.
sesungguhnya ia bahagia sekali dalam hati karena Tio Cie Hiong membelainya.
"Aku... aku..."
Tergagap Tio Cie Hiong.
"Aku membelaimu karena
terdorong oleh rasa cinta kasih. Tapi aku tidak pernah membelai gadis lain,
sumpah"
"Aku percaya." Im
Ceng menggumam.
oh ya, sudah malam. Aku harus
kembali ke kamar, tidak baik lama-lama di sini." "Adik Ceng, kapan
kita akan bertemu lagi?"
"Kalau kita berjodoh, di
ujung langit pun pasti bertemu"
"Adik Ceng...," Tio
Cie Hiong ingin mengatakan sesuatu, namun dibatalkannya. "Kakak Hiong,
sampai jumpa" ucap Im Ceng.
"sampai jumpa, Adik
Ceng" sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
Im Ceng melangkah pergi.
setelah gadis itu tldak kelihatan, Tio Cie Hiong berseru.
"Kakek Pengemis, Paman
dan Paman sastrawan Jangan terus menerus bersembunyi di balik pohon, aku sudah
tahu kehadiran kalian"
seketika Bu Lim Ji Khie dan
Lim Peng Hang melesat keluar kehadapan Tio Cie Hiong. sam Gan sin Kay dan Lim
Peng Hang tersenyum malu, sedangkan Kim siauw suseng menatapnya dengan mata
terbelalak.