"Ayah, setelah dia ke
mari, aku akan menjelaskan, dan minta maaf kepadanya," ujar Toan pit Lian
sungguh-sungguh.
sementara Toan wie Kie duduk
di pinggir ranjang menemani ibunya, sudah barang tentu mendengar juga
pembicaraan itu.
"Nak, Toan Hong Ya
menatapnya dalam-dalam.
"Engkau tertarik padanya,
belum tentu dia akan tertarik pada mu. Apabila dia tidak tertarik pada mu,
janganlah engkau memaksanya"
"Ya, Ayah" Toan pit
Lian mengangguk.
"sekarang engkau harus
menjelaskan kepada gadis itu, dan..." Toan Hong Ya memandang Toan wie Kie
seraya melanjutkan.
"Perkenalkan gadis itu
kepada kakakmu itu, siapa tahu mereka berjodoh."
"Ya." Toan pit Lian
tersenyum.
"Setelah itu, bawa gadis
itu ke ruang khusus untuk menemuiku" pesan Toan Hong Ya. "Ya,
Ayah." Toan pit Lian mengangguk,
"sekarang kalian boleh
pergi menemani gadis ilu," ujar Toan Hong Ya. Toan pit Lian mengangguk
lagi, lalu mengajak Toan wie Kie pergi menemui Gouw sian Eng.
Betapa herannya Gouw sian Eng
ketika melihat Tayli Kongcu datang bersama seorang pemuda tampan yang
berpakaian mewah.
"Kongcu..." panggil
Gouw sian Eng.
"sian Eng" Tayli
Kongcu duduk, kemudian memperkenalkan kakaknya.
"Dia adalah Tayli Thaycu,
kakakku."
"oh?" Gouw sian Eng
terkejut dan cepat-cepat memberi hormat.
"Thaycu, terimalah
hormatku"
Toan Wie Kie atau Pangeran
Tayli itu segera balas memberi hormat sambil tersenyum lembut.
senyuman itu begitu mempesona
dan menawan hati, sehingga membuat hati, Gouw sian Eng berdebar-debar.
"Namaku Toan wie Kie. Kau
cukup memanggil namaku, jangan memanggilku Taycu" ujar Pangeran Tayli
dengan mata berbinar-binar. Kelihatannya hatinya sangat tertarik pada gadis
itu.
"Mana boleh?" Gouw
sian Eng menundukkan kepala.
"Tentu saja boleh,"
sahut Toan pit Lian sambil tersenyum. Tayli Kongcu itu tahu bahwa hati mereka
berdua sudah saling tertarik.
"Kalau begitu, aku... aku
panggil Kakak Kie saja," ujar Gouw sian Eng dengan wajah agak
kemerah-merahan.
"Bagus" Toan Wie Kie
tertawa gembira.
"Jadi akupun harus
memanggilmu... Adik Eng."
"Memang harus
begitu" sela Toan Pit Lian sambil tersenyum dan menambahkan.
"Engkau pun harus
memanggilku Kakak Lian"
"Ya." Gouw sian Eng
mengangguk,
"ohya, bolehkah aku pergi
menjenguk Cie Hiong?" tanyanya. "Sian Eng, aku harus minta maaf
kepadamu," ujar Toan Pit Lian. "sebab..."
"Kenapa Kakak Lian minta
maaf kepadaku?" Gouw sian Eng tercengang.
"Apakah Cie Hiong tidak
berada di sini?"
"Dia memang tidak berada
di sini," sahut Toan wie Kie sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Karena itu adikku minta
maaf kepadamu."
"Kenapa..." Gouw
sian Eng mengerutkan kening.
"Kakak Lian
membohongiku?" "Sian Eng" Wajah Toan pit Lian ke merah-merahan.
"Terus terang, aku memang
pernah bertemu Tio Cie Hiong bersama seorang pengemis dekil. Dia mahir meniup
suling dan kepandaiannya sangat tinggi. Aku kalah bertanding dengannya. Ketika
aku dan kedua pengawalku pulang ke mari, kebetulan melihat engkau bertempur
dengan orang-orang berpakaian hitam. setelah menolongmu, barulah aku tahu,
bahwa engkau mau ke markas pusat Kay Pang untuk menemui Tio Cie Hiong, karena
itu.."
"oooh" Gouw sian Eng
manggut-manggut.
"Kakak Lian membohong iku
ke mari dengan tujuan agar cie Hiong ke mari, bukan?" "Ya." Toan
pit Lian mengangguk tersipu.
"Kalau begitu..."
Gouw Sian Eng menatapnya dalam-dalam.
"Jangan-jangan kakak Lian
telah jatuh hati padanya"
"Adikku memang telah
jatuh hati pada Tio Cie Hiong," sahut Toan wie Kie sambil tersenyum.
"Kakak,.." Toan pit
Lian cemberut.
"Aku tahu, Kakak pun
telah jatuh pada sian Eng. Tadi kakak memandangnya dengan mata berbinar-binar,
bukan?"
"Eh?" wajah Toan wie
Kie bersemu merah.
"Engkau berani menggoda
kakakmu?"
"Kenapa tidak mengaku
saja?" Toan pit Lian tersenyum geli.
"Aku..." Toan wie
Kie tergagap. kemudian memandang Gouw sian Eng seraya bertanya, "Engkau
ingin sekali menemui Tio Cie Hiong, apakah engkau rindu sekali padanya?"
"Memang rindu sekali," jawab Gouw sian Eng jujur.
"sudah sekian tahun kami
berpisah, tentunya aku merindukannya."
"Apakah engkau suka
padanya?" tanya Toan wie Kie tegang, karena khawatir gadis itu akan
menjawab "Ya".
"Aku memang suka padanya."
Gouw sian Eng mengangguk,
"Pada waktu itu kami
masih kecil, kini dia dan aku telah dewasa, lagi pula belum bertemu..."
"Aaakh..." Mendadak Toan wie Kie menghela nafas. "Kecewa
nih" goda Toan pit Lian.
"Adik,.." Toan wie
Kie menggeleng- gelengkan kepala.
"Terus terang," ujar
Gouw sian Eng sungguh-sungguh.
"Pada waktu itu, dia pun
suka sekali padaku. Namun ayahku bilang, dia cuma menganggapku sebagai adiknya
sendiri Lagi pula pada waktu itu, aku hanya merasa suka..."
"Jadi..." Toan wie
Kie mulai berlega hati.
"Bukan
mencintainya?"
"Pada waktu itu aku masih
kecil, bagaimana mungkin..." wajah Gouw sian Eng tampak ke-merah-merahan.
"Mengerti soal
cinta?"
"sian Eng," Toan pit
Lian tertawa.
Kalau begitu, kakakku punya
harapan" "Harapan apa?" tanya Gouw sian Eng heran.
"Cinta..." sahut
Toan pit Lian, namun keburu diputuskan oleh Toan wie Kie yang wajahnya telah
semerah kepiting rebus.
"Adik, jangan omong
sembarangan"
"Sian Eng" Toan pit
Lian memberitahukan.
"Kakakku telah... jatuh
hati padamu lho"
"Adik" tegur Toan
wie Kie.
"Kok engkau tidak bisa
diam dan dari tadi menyerocos terus?"
"Tidak apa-apa."
Gouw sian Eng tersenyum.
"ohya, Kakak Lian, kenapa
engkau dan kedua pengawalmu ke Tionggoan?"
"Ayah mengutus kami pergi
untuk mengundang sok Beng Yok ong ke mari, tapi..." Toan Pit Lian
menggeleng-gelengkan kepala dan wajahnya tampak murung.
"sungguh di luar dugaan,
sok Beng Yok ong telah meninggal."
"Untuk apa sok Beng Yok
ong diundang ke mari?" Gouw sian Eng tercengang.
"ibu kami menderita penyakit
aneh," jawab Toan wie Kie sambil menghela nafas panjang.
"Tabib istana bilang, ibu
kami hanya dapat disembuhkan oleh sok Beng Yok ong yang di Tionggoan, maka ayah
mengutus adikku dan kedua pengawal itu ke sana."
"oh? Kalau begitu, kini
harus bagaimana karena sok Beng Yok ong telah meninggal?"
"Entahlah." Toan wie Kie menggeleng-ge-lengkan kepala. "Mungkin
ibuku tidak bisa sembuh lagi."
"Aaakh.." Gouw sian
Eng menarik nafas panjang. Ternyata gadis itu tidak tahu kalau Tio Cie Hiong
mengerti tentang ilmu pengobatan, bahkan boleh dikatakan sok Beng Yok ong
adalah gurunya.
"ohya" Toan pit Lian
teringat sesuatu.
"Ayah menyuruh kami
membawamu pergi menemuinya"
"oh?" Gouw sian Eng
tercengang. Kenapa Toan Hong Ya ingin menemuinya? Karena itu ia bertanya.
" Kenapa Hong Ya (Raja)
ingin bertemu denganku?"
"Tentunya ingin
membicarakan sesuatu," sahut Toan Pit Lian sambil tersenyum-senyum.
"Mari ikut kami ke ruang khusus menemui ayah kami"
Gouw sian Eng mengangguk, lalu
mengikuti mereka ke ruang khusus. sungguh di luar dugaan, ternyata Toan Hong Ya
telah duduk di situ.
"Hong Ya" ucap Gouw
sian Eng sambil memberi hormat.
"Terimalah hormatku"
"Ha ha" Toan Hong Ya
tertawa gembira. Begitu melihat Gouw sian Eng, ia sudah merasa suka padanya.
"Duduklah"
"Terima kasih, Hong
Ya" Gouw sian Eng duduk, begitu pula Toan wie Kie dan adiknya.
"Terlebih dahulu
kuucapkan maaf kepadamu" ujar Toan Hong Ya.
"Sebab Pit Lian telah
membohongimu. "
"Itu tidak apa-apa."
Gouw Sian Eng menundukkan kepala, karena Toan Hong Ya terus menatapnya.
"Engkau sudah berkenalan
dengan wie Kie, putraku?" tanya Toan Hong Ya mendadak.
"sudah." Gouw sian
Eng mengangguk.
"Dia putraku yang baik,
tapi..." Toan Hong Ya menghela nafas,
hingga kini masih tidak mau
menikah, alasannya belum bertemu gadis yang cocok." Wajah Toan wie Kie
langsung memerah.
Karena itu..." Lanjut
Toan Hong Ya sambil memandang Gouw sian Eng.
"Aku jadi pusing
memikirkannya. Lagi pula ibunya sedang sakit, namun dia masih belum bertemu
gadis idaman hatinya."
"Ayah" sela Toan pit
Lian sambil tersenyum.
"Kakak sudah bertemu
gadis idaman hatinya."
"oh? siapa gadis
itu?" tanya Toan Hong Ya cepat.
"Gadis itu adalah sian
Eng." Toan pit Lian memberitahukan. Tadi "ketika aku memperkenalkan
mereka..."
"Adik, jangan omong sembarangan
di hadapan ayah" tegur Toan wie Kie.
"Ha ha" Toan Hong Ya
tertawa.
"Di hadapan ayah memang
tidak boleh omong sembarangan. pit Lian, engkau sedang omong sembarangan atau
omong sesungguhnya?"
"Ayah, aku omong
sesungguhnya." Toan pit Lian melirik kakaknya sambil tersenyum-senyum.
"Bagus Bagus" Toan
Hong Ya manggut-manggut.
"Tapi untuk sementara ini
aku belum bisa berbuat apa-apa, sebab kedua belah pihak masih harus saling
mengerti, dan itu membutuhkan waktu."
"Ayah..." Wajah Toan
wie Kie memerah, begitu pula wajah Gouw sian Eng. Namun mereka berdua bergirang
dalam hati.
"ohya" Toan Hong Ya
menatap putrinya.
Engkau harus ingat akan
nasihatku, cinta jangan dipaksa Kalau Tio Cie Hiong sudah ke mari, dan ternyata
dia tidak menaruh hati padamu, janganlah engkau kecewa atau timbul rasa benci
terhadapnya"
"Ya, Ayah" Toan pit
Lian mengangguk,
"Nah, sekarang kalian
boleh beristirahat," ujar Toan Hong Ya.
Toan wie Kie, Toan pit Lian
dan Gouw sian Eng segera memberi hormat, lalu bersama-sama meninggalkan ruang
khusus itu. sedangkan Toan Hong Ya menuju kamarnya, sekaligus memberitahukan
kepada istrinya tentang Gouw sian Eng.
"Kalau begitu..."
wajah sang Ratu, tampak agak berseri,
mumpung aku masih hidup.
cepat- cepatlah menikahkan mereka" "sabar" ujar Toan Hong Ya.
"Mereka berdua baru
saling jatuh hati, belum sating jatuh cinta. Maka masih membutuhkan sedikit
waktu..."
"Aaakh..." sang Ratu
menghela nafas.
"Aku keburu mati"
ujarnya.
"Engkau tidak akan mati,
percayalah" ujar Toan Hong Ya menghibur.
"Aaaakh..." sang
Ratu menghela nafas lagi.
"Penyakitku ini..."
Di halaman istana Tayli yang
indah itu, tampak dua orang sedang menikmati bunga-bunga beraneka warna yang
memekar segar. Mereka berdua adalah Toan wie Kie dan Gouw sian Eng. wajah
masing-masing kelihatan cerah ceria.
"Adik Eng" Toan wie
Kie menatapnya lembut.
"Sudah beberapa hari
engkau berada di sini, bagaimana kesanmu terhadapku?" tanyanya.
"Baik sekali," sahut
Gouw sian Eng sambil menundukkan kepala.
"oh?" Toan wie Kie
tampak girang, kemudian bertanya lagi.
"Adik Eng, bagaimana
perasaanmu terhadapku?"
"Bagaimana perasaanmu
terhadapku, itulah perasaanku juga," jawab Gouw sian Eng dengan suara
rendah.
"Adik Eng, benarkah
itu?" tanya Toan wie Kie sambil menggenggam tangannya erat-erat.
"Ng" Gouw sian Eng
mengangguk, perlahan.
"Terima kasih, adik
Eng" ucap Toan wie Kie.
Mendadak terdengarlah suara
tawa cekikikan, dan kemudian muncul Toan pit Lian memandang mereka dengan
menyengir.
"Asyiiik" godanya.
"Begitu mesra kalian,
cuma beberapa hari sudah saling mencurahkan isi hati masing-masing"
"Adik Kok engkau begitu nakal?" tegur Toan wie Kie sambil
menggeleng-gelengkan kepala. "Bagaimana mungkin Tio cie Hiong akan jatuh
hati padamu?" Toan pit Lian langsung cemberut.
Kakak Kie" ujar Gouw sian
Eng sambil tersenyum geli.
Kakak Lian sudah cemberut,
nanti dia menangis lho" "Eh?" Toan pit Lian melotot.
"Engkau sudah berani
menggodaku?"
"siapa suruh engkau
menggoda kami duluan?" sahut Toan wie Kie. "Wuaah" Toan pit Lian
tertawa.
"Belum apa-apa sudah
membela dia, kini sudah punya sian Eng, tidak menyayangi adik sendiri
lagi"
"Adik,.." Toan wie
Kie menggeleng-gelengkan kepala.
"Cuma bergurau, Kak"
Toan pit Lian tersenyum, lalu memandang Gouw sian Eng seraya berkata
sungguh-sungguh.
"Kini kalian berdua sudah
saling mencinta, maka apabila Tio Cie Hiong ke mari, engkau jangan ikut dia
pulang, tetap tinggal di sini saja"
"Tapi,.." Gouw sian
Eng kelihatan ragu.
"Cie Hiong akan
memberitahukan pada ayah dan kakekmu," ujar Toan wie Kie dan melanjutkan.
"Jadi mereka bisa tenang, dan engkaupun bisa tenang tinggal di sini."
"Aku...." Gouw sian
Eng menundukkan kepala.
"Adik Eng" Toan wie
Kie menatapnya lembut.
"Engkau boleh memperdalam
kepandaianmu di sini, aku akan mohon kepada guruku."
"oh?" Gouw sian Eng
tampak tertarik.
" Kakak Kie, bolehkah aku
tahu siapa gurumu?"
"Guruku adalah sin san
Lojin (orang Tua Kipas sakti)." Toan wie Kie memberitahukan.
"oooh" Gouw sian Eng
manggut-manggut.
"Pantas engkau selalu
membawa sebuah kipas, ternyata adalah senjata andalanmu" Toan wie Kie
tersenyum.
"Aku sudah biasa memegang
kipas, maka kalau tidak memegang kipas rasanya tidak enak." katanya.
"Kakak Lian" tanya
Gouw sian Eng.
"Bolehkah aku tahu siapa
gurumu?"
" Guruku adalah Ang Kin
sianli (Dewi selendang Merah)," jawab Toan pit Lian memberitahukan.
"Pantas ada sehelai
selendang melingkar di badanmu" Gouw Sian Eng tersenyum dan menambahkan.
"Hati-hati, jangan sampai
selendang itu melilit leher Cie Hiong"
"Bagaimana mungkin
selendangku mampu melilit lehernya?" sahut Toan Pit Lian sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Dia berkepandaian sangat
tinggi..."
"Kalau dia ke mari, aku
ingin berkenalan dengannya. Mungkin juga aku ingin menjajal
kepandaiannya," ujar Toan Wie Kie tertarik.
"Dia memperoleh julukan
Pek Ih Sin Hiap, tentunya bukan hanya julukan kosong."
"Kakak Kie, terus terang,
dia memang luar biasa. Ketika masih kecil, dia sudah memberi petunjuk kepadaku
mengenai ilmu pedang," ujar Gouw Sian Eng.
"oh?" Toan Wie Kie
kurang percaya.
"Benarkah itu?"
"Benar." Gouw Sian
Eng mengangguk,
"Sian Eng, cara bagaimana
engkau bertemu dia?" tanya Toan Pit Lian mendadak.
"Dia pernah bekerja di
rumahku..." jawab Gouw Sian Eng dan menutur tentang Tio Cie Hiong.
"Jadi ketika masih kecil,
dia sudah dicap sebagai anak sakti?" Toan Pit Lian terbelalak.
"Ya." Gouw sian Eng
mengangguk.
"Maka kini dia
berkepandaian tinggi, itu tidak mengherankan." "Aku menjadi
penasaran," ujar Toan Wie Kie sambil tersenyum, "ingin tahu berapa
tinggi kepandaiannya."
"Paling juga terjungkal
ditangannya." sahut Toan Pit Lian.
"Itu justru akan
membuatku tidak merasa penasaran lagi," ujar Toan Wie Kie sambil
tersenyum.
"ohya." Tiba-tiba
Toan Pit Lian berseru girang.
"Bagaimana kalau kita
berlatih bersama?"
Toan Wie Kie dan Gouw Sian Eng
mengangguk. Mereka bertiga lalu berlatih bersama sambil tertawa riang gembira.
Bab 28 Ulat aneh
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im
sudah tiba dinegeri Tayli yang makmur, damai dan indah panoramanya. Akan
tetapi, mereka berdua sama sekali tidak menikmati keindahan panorama tersebut,
melainkan terus memacu kuda masing-masing menuju istana Tayli. Berselang
beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di depan istana Tayli yang sangat
megah dan indah.
Begitu mendengar nama Pek Ih
Sin Hiap Tio Cie Hiong, salah seorang pengawal langsung masuk ke dalam untuk
melapor. Tak seberapa lama kemudian, pengawal itu sudah kembali lalu mengantar
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im ke dalam menuju ruang khusus.
"Silakan masuk" ucap
pengawal istana itu.
"Terima kasih" Tio
Cie Hiong dan Lim Ceng Im berjalan ke dalam. Mereka melihat seorang lelaki
berusia lima puluhan duduk di kursi kebesaran, mengenakan jubah kuning emas
bersulam sepasang naga, juga memakai topi emas.
Sudah bisa diduga, lelaki itu
adalah Toan Hong Ya, maka Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im segera memberi hormat.
"Tio cie Hiong dari
Tionggoan memberi hormat pada Hong Ya" ucap pemuda itu.
Toan Hong Ya menatap Tio Cie
Hiong dengan penuh perhatian. Begitu tampan pemuda Tionggoan ilu, pantas Toan
Pit Lian jatuh hati padanya Pikirnya dan kemudian tertawa-tertawa .
" Kalian berdua
duduklah" ucapnya.
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im
duduk, Toan Hong Ya memandang Lim Ceng Im dan berkata.
Engkau pasti putra Ketua Kay
Pang yang di Tionggoan. Ya, kan?" "Benar, Hong Ya." Lim Ceng Im mengangguk.
"Maaf Hong Ya, kedatangan
kami...." sebelum Tio Cie Hiong menyelesaikan ucapannya, Toan
Hong Ya sudah menyela.
"sebelumnya aku harus
minta maaf, sebab putriku telah menimbulkan suatu urusan di Tionggoan"
"Tidak salah," sahut
Lim Ceng Im.
"Dia telah menyandera
Gouw sian Eng, maka kami ke mari minta kebijaksanaan Hong Ya"
"sebetulnya dia tidak menyandera gadis itu" Toan Hong Ya tersenyum.
"cuma mengajaknya mengunjungi negeri Tayli yang kecil ini."
"Tapi dia telah
meninggalkan sepucuk surat ancaman." Lim Ceng Im memberitahukan.
"se-sungguhnya itu bukan
surat ancaman, melainkan surat undangan yang tak resmi." Toan Hong Ya
menjelaskan.
"Dia khawatir Tio Cie
Hiong tidak mau ke mari, sehingga terpaksa menggunakan akal yang tak terpuji
itu."
"sekarang Gouw sian Eng
berada di mana?" tanya Lim Ceng Im.
"Tenang" Toan Hong
Ya tersenyum.
"sebentar lagi dia akan
ke mari bersama-sama putra dan putriku."
"Hong Ya" ujar Tio
cie Hiong mendadak.
"Maafkanlah akan
kekasaran adikku ini, sifatnya memang begitu"
"Tidak apa-apa."
Toan Hong Ya tertawa.
"sifat putrikupun begitu,
karena aku terlampau memanjakannya . " "Hong Ya, bolehkah kami
bertemu sian Eng?" tanya Tio Cie Hiong sopan.
"Tentu saja boleh. Aku
sudah bilang barusan, dia akan ke mari bersama putra dan putriku," jawab
Toan Hong Ya sambil tertawa lagi.
"sungguh di luar dugaan,
kedatangan gadis itu justru membuat semarak suasana di istana ini."
"oh?" Tio cie Hiong tercengang.
Kenapa begitu?"
Karena dia dan putraku sudah
saling mencinta." Toan Hong Ya memberitahukan. "syukurlah" ucap
Lim Ceng Im dengan wajah berseri.
Kalau begitu, kami harus
mengucapkan selamat kepada Hong Ya."
"Terima kasih Terima
kasih..." sahut Toan Hong Ya sambil tertawa gembira. "ohya Bolehkah
aku bertanya sesuatu kepada Hong Ya?" tanya Tio Cie Hiong.
"Boleh." Toan Hong Ya mengangguk,
Engkau ingin bertanya apa,
tanyalah Aku pasti menjawab."
Kenapa Hong Ya mengutus Tayli
Kongcu ke Tionggoan?" Ternyata ini yang ditanyakan Tio Cie Hiong.
Untuk mengundang seorang tabib
di Tionggoan, tapi tabib itu sudah meninggal." Toan Hong Ya menghela
nafas.
"Justru ada satu yang di
luar dugaan."
"Hal apa?" tanya Lim
Ceng Im.
"Putriku bertemu
dia." Toan Hong Ta memandang Tio cie Hiong.
"Dia sangat tertarik
padanya. Ketika menuju pulang ke mari, tanpa sengaja malah menyelamatkan Gouw
sian Eng. Disaat itulah timbul akal busuknya..."
"Tayli Kongcu
menyelamatkan sian Eng?" tanya Tio Cie Hiong heran.
"Ya." Toan Hong Ya
mengangguk dan menutur tentang kejadian itu sesuai dengan apa yang diceritakan
putrinya.
"oooh" Tio Cie Hiong
manggut-manggut.
"Setelah gadis itu sampai
di istana, barulah putriku menjelaskan, kemudian dia pun memperkenalkan gadis
itu kepada kakaknya," ujar Toan Hong Ya memberitahukan.
"Tak terduga, putraku dan
gadis itu malah saling jatuh hati."
"Hong Ya" tanya Tio
Cie Hiong.
"siapa yang menderita
sakit di dalam istana ini?" "istriku," jawab Toan Hong Ya sambil
menghela nafas. "Sudah setengah tahun lebih istriku menderita penyakit
aneh." "Penyakit aneh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Bagaimana keanehan penyakit itu?"
"Aaakh..." Toan Hong
Ya menghela nafas lagi.
"Kalau lapar, tubuh
istriku pasti menggeliat-geliat. seusai makan lalu tidur, makannya banyak
sekali, tapi tubuhnya justru makin kurus."
"oh?" Tio Cie Hiong
mengerutkan kening lagi.
"Tabib istana
terus-menerus memeriksanya dengan cermat..." lanjut Toan Hong Ya.
"Namun tidak mampu
mengobatinya, bahkan tidak berani sembarangan memberikan obat. setelah itu,
tabib istana pun bilang, hanya seorang tabib di Tionggoan yang mampu mengobati
istriku. Karena itu, aku mengutus putriku bersama dua pengawal istana ke
Tionggoan untuk mengundang tabib itu ke mari, tapi tabib itu telah
meninggal..."
"Hong Ya siapa tabib di
Tionggoan itu?" tanya Tio Cie Hiong.
"Tabib itu sok Beng Yok
ong." sahut Toan Hong Ya memberitahukan.
Lim Ceng Im langsung memandang
Tio Cie Hiong. sedangkan Tio Cie Hiong hanya manggut-manggut setelah mendengar
nama tabib itu.
"Hong Ya" ujar Tio
Cie Hiong kemudian.
"Aku juga mengerti
sedikit tentang ilmu pengobatan, bolehkah aku memeriksa sang Ratu?"
"oh?" Toan Hong Ya
menatapnya dalam-dalam. Namun ia tidak percaya kalau Tio Cie Hiong mampu
mengobati istrinya.
Pada saat bersamaan, muncullah
Tayli Kongcu bersama Tayli Thaycu dan Gouw sian Eng. Ketika melihat Tio Cie
Hiong, terbelalaklah Gouw sian Eng.
"Engkau... kakak
Hiong?" seru gadis itu girang.
"Adik sian Eng"
panggil Tio Cie Hiong girang.
"Kakak Hiong" Gouw
sian Eng berlari menghampirinya.
"Kakak Hiong...."
"Adik sian Eng" Tio
Cie Hiong tersenyum.
"Engkau sudah besar,
bahkan kini sudah mempunyai kekasih." "Kakak Hiong..." wajah
Gouw sian Eng langsung memerah. "Adik sian Eng" Tio Cie Hiong
tersenyum lagi.
"Aku turut gembira karena
engkau sudah mempunyai kekasih"
Kakak Hiong" wajah Gouw
sian Eng memerah lagi, kemudian memperkenalkan Toan wie Kie. "ini Pangeran
Tayli, namanya Toan wie Kie."
"selamat bertemu,
Pangeran" ucap Tio Cie Hiong sambil menjura. "Ha ha" Toan wie
Kie tertawa gembira.
"saudara Tio, jangan
memanggilku Pangeran, panggil saja namaku" "Baiklah." Tio Cie
Hiong mengangguk.
"Ngmm" Toan wie Kie
manggut-manggut setelah memperhatikan Tio Cie Hiong.
"Pantas adikku tertarik
padamu, ternyata engkau begitu tampan dan lembut pula" katanya.
Kakak" wajah Toan pit
Lian langsung memerah.
Jangan menggodaku"
"Engkau sendiri yang
mengaku, kok sekarang malah diam saja?" goda Toan wie Kie sambil
tersenyum.
sementara Lim Ceng Im diam
saja, tapi hatinya panas bukan main. Karena Toan Hong Ya berada di situ, maka
ia tidak berani mencaci Tayli Kongcu.
"Adik sian Eng" ujar
Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Ayah dan kakekmu sangat
mencemas kanmu, maka, mari ikut kami pulang keTionggoan" "saudara
Tio" sahut Toan wie Kie memberitahukan.
"Dia belum mau pulang ke
Tionggoan, sebab ingin memperdalam kepandaiannya di sini." "Oh?"
Tio Cie Hiong memandang Gouw sian Eng. "Adik sian Eng, benarkah
begitu?"
"Ng" Gouw sian Eng
mengangguk malu-malu.
Kakak Hiong, kalau begitu,
mari kita pulang saja" ajak Lim Ceng Im mendadak. "Pengemis
dekil" sahut Toan pit Lian.
"jangan begitu cepat
mengajak kakakmu pulang"
Kenapa?" Lim Ceng Im
melotot.
Engkau berani melarangnya
culang ke Tionggoan?"
"Adik Im, jangan kurang
ajar" tegur Tio Cie Hiong.
"Hm" dengus Lim Ceng
Im.
"Kakak Hiong" tanya
Gouw sian Eng heran.
"siapa dia?"
"Engkau tidak
kenal?" tanya Tio cie Hiong heran. Gouw sian Eng menggelengkan kepala.
"Dia bernama Lim Ceng Im,
putra Lim Peng Hang ketua Kay Pang" ujar Tio Cie Hiong.
" Kakak Hiong" Gouw
sian Eng tertegun.
"Aku pernah dengar dari
ayah, bahwa ketua Kay Pang punya seorang putri...."
"Dia kakakku," sahut
Lim Ceng Im cepat.
"ooh" Gouw sian Eng
manggut-manggut.
"Aku pernah bertemu
kakaknya," sambung Tio Cie Hiong.
Kakaknya lemah lembut, tidak
seperti dia."
Kakak Hiong, mari kita pulang
ke Tionggoan" ajak Lim Ceng Im lagi. "saudara Lim" Toan wie Kie
tersenyum.
"Jangan cepat-cepat
pulang ke Tionggoan, menginap beberapa malam dulu di sini" "Adik
Im" ujar Tio Cie Hiong.
"Aku masih harus
memeriksa penyakit sang Ratu." "oh?" Lim Ceng Im mengerutkan
kening.
"saudara Tio" Toan
wie Kie tampak girang tapi ragu. "Engkau mengerti ilmu pengobatan?"
"Mengerti sedikit,"
jawab Tio Cie Hiong merendah. "Kakak Hiong" ujar Gouw Sian Eng.
"Kalau begitu, coba
obatilah sang Ratu" "baik," Tio Cie Hiong manggut-manggut.
Di saat bersamaan, tampak dua
dayang berlari-lari menghampiri mereka, kemudian berlutut di hadapan Toan Hong
Ya.
"Hong Ya" Lapor
kedua dayang itu.
"Sang Ratu kumat
lagi..."
"Haaah?" Toan Hong
Ya mengerutkan kening dan segera lari ke kamar sang Ratu.
"Saudara Tio, mari ikut
kami" ajak Toan Wie Kie.
Tio Cie Hiong mengangguk, lalu
bersama Lim Ceng Im mengikuti Toan Wie Kie menuju kamar Toan Hong Ya.
Ketika memasuki kamar
tersebut, Tio Cie Hiong melihat beberapa dayang di dalam. Tiba-tiba kening Tio
Cie Hiong berkerut sambil menatap salah seorang dayang.
Sedangkan Toan Hong Ya sibuk
merangkul istrinya yang menggeliat-geliat di lantai. Toan Wie Kie dan adiknya
hanya saling memandang, tidak tahu harus berbuat apa.
"Kakak Hiong" tanya
Gouw sian Eng.
"Bisa-kah engkau
menyembuhkan sang Ratu?"
"Mudah-mudahan"
sahut Tio Cie Hiong sambil memperhatikan sang Ratu. Ternyata sang Ratu
terus-menerus menggeliat-geliat. Mulutnya terbuka lebar dan mengeluarkan
lendir. Wajahnya kekuning-kuningan, tubuhnya kurus kering dan rambutnya agak
jarang karena sering rontok.
"Kakak Hiong" bisik
Lim Ceng Im merinding.
"Sang Ratu mengidap
penyakit apa?"
"Akan kujelaskan
nanti" sahut Tio Cie Hiong.
sementara tampak dua dayang
telah menyiapkan berbagai macam makanan. sang Ratu langsung bersantap. dan tak
lama semua makanan itu telah habis di santap beberapa orang, namun sang Ratu
bisa menyantapnya sampai habis.
setelah itu, sang Ratu
kelihatan mengantuk. Toan Hong Ya menggendong ke tempat tidur, sekaligus
membaringkannya.
"Aaakh..." keluh
Toan Hong Ya.
"cie Hiong, begitulah
penyakit yang diderita istriku. sang-gupkah engkau mengobatinya?"
"Hong Ya" jawab Tio Cie Hiong.
"Aku sudah tahu penyakit
apa yang diderita sang Ratu."
"oh?" Toan Hong Ya
terbelalak.
Engkau belum memeriksanya, kok
sudah tahu penyakit apa yang diderita istriku?" "Ya." Tio Cie
Hiong mengangguk.
"Dari gerjala-gejala
penyakitnya itu aku sudah mengetahuinya . " "Kalau begitu..."
tanya Toan Hong Ya penuh harap.
"Engkau sanggup
mengobatinya?" "Mudah-mudahan, Hong Ya," jawab Tio Cie Hiong.
"saudara Tio" ujar Toan wie Kie.
"Tolonglah obati
ibuku"
"Pek Ih sin Hiap"
Toan pit Lian menatapnya.
"Aku... aku mohon sudilah
engkau mengobati ibuku"
"Aku mengerti ilmu
pengobatan, tentunya harus menolong siapa pun," ujar Tio Cie Hiong sambil
mendekati sang Ratu yang terbaring di tempat tidur. Tio Cie Hiong terus
memperhatikannya, kemudian manggut-manggut.
"Bagaimana, Cie
Hiong?" tanya Toan Hong Ya.
"Apakah engkau bisa
menyembuhkannya?"
"Mudah-mudahan" Tio
Cie Hiong mengangguk.
Kalau aku terlambat datang
beberapa hari, sang Ratu pasti tidak akan tertolong lagi, akan mengalami
kematian yang sangat mengerikan. seandainya sok Beng Yok ong berada di sini,
juga tidak bisa menolong sang Ratu."
Kenapa?" tanya Toan Hong
Ya heran.
"sebab untuk meramu obat,
membutuhkan waktu belasan hari." Tio cie Hiong memberitahukan.
"sedangkan sang Ratu
hanya dapat bertahan beberapa hari, maka tidak punya waktu untuk
menolongnya."
"cie Hiong..." Toan
Hong Ya memandangnya. "Kalau begitu, engkau bisa menyembuhkan
istriku?"
"Kalau tidak kebetulan
memiliki semacam Iweekang, tentunya aku tidak bisa menolong sang Ratu,"
sahut Tio Cie Hiong dan melanjutkan.
"saudara Kie, tolong
turunkan ibumu ke bawah"
"Ya." Toan wie Kie
menurut, lalu segera menggendong sang Ratu ke lantai.
"Tolong didudukkan"
ujar Tio Cie Hiong.
Toan wie Kie menurut lagi.
setelah sang Ratu didudukkan di lantai, Tio Cie Hiong pun duduk bersila di
belakang sang Ratu, lalu sepasang telapak tangannya di tempelkan di punggung
sang Ratu, sekaligus mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kangnya.
Toan Hong Ya dan lain
menyaksikannya dengan perasaan tegang, terutama Lim Ceng im, yang khawatir Tio
Cie Hiong tidak dapat menyembuhkan sang Ratu. Bukankah itu akan mempermalukan
mereka berdua.
Beberapa saat kemudian,
sepasang telapak tangan Tio Cie Hiong mulai mengeluarkan kabut putih bagaikan
uap air mendidih, sedangkan badan sang Ratu terus bergetar- getar.
Entah berapa lama kemudian,
wajah sang Ratu yang kekuning-kuningan itu kelihatan mulai segar, dan pakaian
sang Ratu telah basah oleh keringat.
sementara Toan Hong Ya dan
lainnya menyaksikan itu dengan mata terbelalak, tapi mereka semua sudah mulai
berlega hati.
Perlahan-lahan Tio Cie Hiong
melepaskan sepasang telapak tangan dari punggung sang Ratu, lalu bangkit
berdiri sambil tersenyum.
"sang Ratu sudah
sembuh," ujarnya memberitahukan. "Apa?" Toan Hong Ya kelihatan
tidak percaya. "Begitu cepat?"
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk.
Pada saat bersamaan, sang Ratu
pun bangkit berdiri dengan wajah segar dan berseri "Ibu" seru Toan
wie Kie dan adiknya sambil mendekati sang Ratu. "Nak..." saking
girang sang Ratu pun terisak-isak.
"Ibu... ibu telah merasa
nyaman dan segar."
"lbu..." "Toan
pit Lian langsung mendekap di dada sang Ratu.
"Nak" sang Ratu
tersenyum lembut sambil membelainya.
sementara Toan Hong Ya terus
memandang Tio Cie Hiong dengan kagum. Diam-diam iapun mengambil keputusan akan
menjodohkan putrinya dengan Tio cie Hiong.
Gouw sian Eng pun kagum sekali
pada Tio Cie Hiong, sedangkan Lim Ceng Im memandang Tio Cie Hiong dengan penuh
cinta kasih.
"Terima kasih, Cie
Hiong" ucap Toan Hong Ya sambil memegang bahu Tio Cie Hiong "Aku
tidak menyangka engkau masih belia tapi ilmu pengobatanmu sungguh luar
biasa." "Hong Ya" Tio Cie Hiong tetap merendah.
"Ilmu pengobatanku tidak
luar biasa, aku hanya mengerti sedikit."
"Cie Hiong" Toan
Hong Ya tersenyum-se-nyum.
"Aku kagum sekali
kepadamu."
"Terima kasih atas pujian
Hong Ya" ucap Tio Cie Hiong dan mendadak badannya bergerak ke arah salah
seorang dayang. sudah barang tentu mengejutkan Toan Hong Ya dan lainnya.
Tio Cie Hiong memegang lengan
dayang itu, kemudian menariknya duduk di lantai. la pun duduk bersila di
belakang dayang itu.
"Kakak Hiong..." Lim
Ceng Im tercengang.
"Apa yang hendak kau lakukan
terhadap dayang itu?"
Tio Cie Hiong tidak menyahut,
melainkan segera menempelkan sepasang telapak tangannya dicunggung dayang itu
dan mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kangnya.
semua orang yang berada di
situ terbelalak. Mereka sama sekali tidak tahu kenapa Tio Cie Hiong berbuat
begitu?
Berselang beberapa saat
kemudian, barulah Tio Cie Hiong melepaskan sepasang telapak tangannya
daricunggung dayang, lalu bangkit berdiri sambil memandang dayang itu dengan
tajam.
"Kenapa engkau
mengorbankan dirimu untuk itu?" tanya Tio Cie Hiong sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Padahal engkau gadis
yang lembut, namun hatimu kok begitu jahat?"
Semua orang terheran- heran
akan pertanyaan Tio Cie Hiong. Kemudian mereka memandang dayang itu dengan
penuh tanda tanya.
"Hong Ya" Dayang itu
berlutut di hadapan sang Raja.
"Aku tidak berhasil,
bunuhlah aku?"
"Apa?" Bukan main
herannya Toan Hong Ya. la menatap dayang itu lalu memandang Tio Cie Hiong.
"Hong Ya" Tio Cie
Hiong memberitahukan.
"Dialah pelakunya."
"Pelakunya?" Toan
Hong Ya bingung.
"Maksudmu?"
"Dia yang menyebarkan
penyakit itu pada sang Ratu," ujar Tio Cie Hiong sambit
menggeleng-gelengkan kepala.
"Apabila aku terlambat
datang, seisi istana ini akan ketularan penyakit itu. " "Haah?"
Bukan main terkejutnya Toan Hong Ya dan putra putrinya. "Penyakit itu bisa
menular?"
"Ya" Tio Cie Hiong
mengangguk dan menghela nafas.
"Tapi dayang itu pun
pasti mati."
"siangji" Toan pit
Lian menghampiri dayang yang masih berlutut itu dengan wajah dingin.
"Aku begitu baik dan
sayang kepadamu, tapi kenapa engkau tega melakukan itu terhadap ibuku?"
"Kongcu" Dayang itu
terisak-isak dengan air mata meleleh.
"Bunuhlah aku"
Toan pit Lian menatapnya
dingin, lalu per-lahan-lahan mengangkat sebelah tangannya siap membunuh dayang
tersebut.
jangan bunuh dia" seru
Tio cie Hiong mencegah.
Kenapa?" tanya Toan Pit
Lian.
"Dia melakukan itu sudah
pasti ada sebab musababnya. Tanyalah dia dan cukup menghukumnya saja"
sahut Tio Cie Hiong.
"siangji Kenapa engkau
begitu jahat ingin membunuh ibuku?" tanya Toan Pit Lian.
Mendadak dayang itu
mendongakkan kepala menatap Toan Hong Ya dengan penuh dendam, kemudian ujarnya
sepatah demi sepatah.
"Beberapa tahun lalu,
Hong Ya pernah menghukum mati seorang pemuda. Hong Ya masih ingat itu?"
"Beberapa tahun lalu aku
pernah menghukum mati seorang pemuda?" gumam Toan Hong Ya sambil
mengerutkan kening.
"siapa pemuda itu?"
"Pemuda itu saudara
kandungku." jawab dayang itu dengar air mata berderai-derai.
"sejak kecil kami sudah
yatim piatu. saudaraku itu sangat menyayangiku, dia... dia selalu berkorban
demi diriku pula. Beberapa tahun lalu, aku menderita sakit keras. Karena tidak
punya uang membeli obat, maka saudaraku itu terpaksa mencuri. Tapi tertangkap.
Hong Ya begitu kejam menjatuhkan hukuman mati kepadanya..."
"Apa?" Toan Hong Ya
terbelalak.
"jadi engkau adik kandung
pemuda itu?"
" Ya." Dayang itu
mengangguk.
"Aku pun nyaris mati,
untung muncul seorang tua menolongku, kemudian orang tua itu membawaku ke
daerah Miauw. setelah itu aku kembali lagi di Tayli, lalu melamar menjadi
dayang di istana ini."
"Aaakh..." Toan Hong
Ya menghela nafas panjang.
"Aku menyesal sekali
telah menghukum mati saudara kandungmu"
"Menyesal?" Dayang
itu tertawa dingin.
"Dia... dia saudara
kandungku satu-satunya Dia meng-urusiku dengan penuh kasih sayang Dia mencuri
uang dikarenakan demi diriku pula Tapi akhirnya dia malah dihukum mati, maka
aku harus balas dendam"
"siangji" Toan pit
Lian terbelalak.
"Ternyata engkau adiknya.
Ayahku memang menyesal sekali. Pada waktu itu, ada yang melapor bahwa saudaramu
itujuga memperkosa, maka...."
"Kakakku tidak memperkosa
Itu fitnah" teriak dayang itu.
"Setelah menghukum mati
kakakmu, barulah kami tahu kakakmu telah difitnah orang." ujar Toan pit
Lian sambil menatapnya iba.
"Ayahku segera menyuruh
beberapa pengawal istana menangkap orang itu, tapi orang itu telah kabur."
"Orang itu berbadan gemuk
kan?" tanya dayang itu mendadak.
"Ya." Toan Hong Ya
mengangguk,
"Dia... dia ingin
memperistriku, tapi aku dan kakakku menolak. Pada suatu malam, dia datang ingin
memperkosa ku, tapi kepergok oleh kakakku, maka kakakku memukulnya hingga babak
belur...." Dayang itu memberitahukan.
"Mungkin karena
itu...." Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan kepala.
" orang itu memfitnah
kakakmu"
"Hong Ya" Dayang itu
menundukkan kepala.
"Kini aku telah
tertangkap, Hong Ya boleh menghukum mati diriku."
"Maaf, Hong Ya" ujar
Tio Cie Hiong mendadak.
"Bolehkah aku turut
bicara sebentar?"
"silakan" sahut Toan
Hong Ya cepat.
Tio Cie Hiong mendekati dayang
itu. Dayang tersebut mendongakkan kepalanya. Tio Cie Hiong menatapnya dengan
lembut sambil tersenyum. Tatapan yang lembut itu membuat dayang tersebut seakan
bertemu kembali dengan kakaknya
"Engkau bernama Siang Ji
kan?" tanya Tio Cie Hiong.
"Ya." Siang Ji
mengangguk.
"Aku menolong mu justru
menghendakimu hidup, kenapa engkau malah ingin dihukum mati?" tanya Tio
Cie Hiong lembut.
"Sudah ketahuan aku yang
melakukan itu, tentunya Hong Ya tidak akan mengampuniku," Siang Ji
menghela nafas.
"Percayalah" Tio Cie
Hiong tersenyum.
"Hong Ya tidak akan
menghukum mati dirimu."
"Benar." sahut Toan
Hong Ya.
"Oh?" Siang Ji
tercengang.
"Siang Ji" Toan Pit
Lian tersenyum,
"ibuku sudah sembuh,
tentunya ayahku tidak akan menghukummu. "
"Terima kasih, Hong
Ya" ucap Siang Ji.
"Terima kasih,
Kongcu"
"Siang Ji" Toan Pit
Lian tersenyum lagi.
"Seharusnya engkau
berterima kasih pada.... Cie Hiong."
"Terima kasih kakak Cie
Hiong" ucap Siang Ji terisak. "Engkau... engkau sangat baik dan
selembut kakakku."
"Kalau begitu...."
Tio Cie Hiong menatapnya lembut dan penuh kasih sayang.
"Anggaplah aku
kakakmu"
"Kakak...." Mendadak
Siang Ji bangkit berdiri, kemudian mendekap di dada Tio Cie Hiong sambil
menangis terisak-isak.
"Adik yang baik" Tio
Cie Hiong membelainya bagai seorang kakak.
"jangan menangis,
senyumlah"
Toan Hong Ya, sang Ratu dan
lainnya menyaksikan itu dengan penuh rasa haru, begitu pula Lim Ceng Im dan
Toan Pit Lian. Mereka tidak menyangka Tio Cie Hiong memiliki kasih sayang
terhadap sesama.
"Siang Ji" ujar Toan
Hong Ya mendadak.
Karena aku pernah melakukan
kesalahan terhadapmu, maka mulai hari ini engkau kuangkat sebagai putriku
dengan gelar Siang Ji Kongcu."
"Haahi..?" Siang Ji
terperangah.
"Siang Ji" bisik Tio
cie Hiong.
" cepatlah engkau
berlutut mengucapkan terima kasih kepada Hong Ya dan Ratu"
Siang Ji mengangguk, lalu
segera berlutut di hadapan Toan Hong Ya dan sang Ratu.
"Terima kasih Hong Ya
Terima kasih Ratu" ucapnya terisak-isak saking gembira. Toan Hong Ya
tersenyum.
"Kok masih memanggil Hong
Ya dan Ratu? Harus panggil Ayah dan Ibu"
"Ayah Ibu..."
panggil Siang Ji.
"Bangunlah Nak" Toan
Hong Ya tertawa gembira.