"Ya, Ayah" Siang Ji
bangkit berdiri
Toan wie Kie dan adiknya
segera mendekati Siang Ji dengan wajah berseri. Siang Ji pun segera memanggil.
"Kakak,.."
"Adik" Toan wie Kie
memegang bahunya sambil tersenyum.
" Engkau tidak akan
senakal Pit Lian, kan?"
"Eh Kak," Toan pit
Lian melotot, kemudian menggenggam tangan Siang Ji erat-erat. "Adik"
" Kakak" Siang Ji
tersenyum dengan air mata bercucuran saking terharu.
"Nah Urusan ini telah
beres," ujar Toan Hong Ya sambil memandang Tio Cie Hiong. "ohya,
kenapa engkau tahu bahwa Siang Ji yang melakukan itu?"
Ketika aku memasuki kamar ini,
aku melihat nadi di kening Siang Ji bergerak-gerak. Lagipula wajahnya agak
kekuning-kuningan, maka aku sudah menduga dia yang memelihara ulat aneh
itu." ujar Tio Cie Hiong menjelaskan.
"Ulat aneh?" Toan
Hong Ya mengerutkan kening.
"Ulat aneh apa?"
"sebetulnya Ratu tidak
menderita penyakit apa pun, tapi di dalam perutnya terdapat ulat aneh yang
berasal dari daerah Miauw." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Ulat aneh itu hidup di
dalam perut Ratu, menghisap sari makanan dan energi di dalam tubuh Ratu, maka
tubuh Ratu menjadi kurus kering. setahun kemudian, ulat itu akan berkembang
biak di dalam perut Ratu. setiap malam, tiba ulat-ulat itu akan merayap ke luar
dari mulut Ratu lalu masuk ke dalam mulut orang lain. setelah itu, Ratu pasti
mati secara mengerikan."
"Ha a a h?" Toan
Hong Ya merinding, begitu pula yang lain. "Setelah Ratu mati, Siang Ji pun
ikut mati." tambah Tio Cie Hiong. "sebab dia si pemelihara ulat aneh
itu,tadi harus mati juga." "Aaakh..." Toan Hong Ya menghela
nafas.
" Untung engkau keburu
sampai di sini, kalau tidak..."
"Perut kita pasti berisi
ulat aneh itu," sambung Toan pit Lian sambil tertawa. Tayli Kongcu girang
karena kehadiran Tio Cie Hiong, lagipula pemuda itu telah menyelamatkan ibunya.
"cie Hiong" Toan
Hong Ya menatapnya kagum.
"Dari mana engkau belajar
ilmu pengobatan?"
"sok Beng Yok ong,"
jawab Tio Cie Hiong memberitahukan. "Dua tahun aku ikut beliau untuk
belajar ilmu pengobatan." "Pantas..." Toan Hong Ya
manggut-manggut.
"Semua ini memang sudah
merupakan takdir," ujar Tio Cie Hiong.
" Kalau tidak memiliki
semacam Iweekang, aku pun tidak akan sanggup menyembuhkan Ratu."
"saudara Tio, Iweekang
apa yang kau miliki itu?" tanya Toan wie Kie mendadak.
"Pan Yok Hian Thian sin
Kang," jawab Tio Cie Hiong jujur.
"Iweekang tersebut
mengandung hawa yang (Panas) maka menggunakan Iweekang itulah aku memusnahkan
ulat aneh di dalam perut Ratu."
"Oooh" Toan wie Kie
manggut-manggut dan makin kagum terhadap Tio Cie Hiong. sedangkan Toan pit Lian
terus meliriknya dengan mata berbinar-binar.
Itu tidak terlepas dari mata
Lim Ceng Im, namun sungguh mengherankan, kali ini ia tidak merasa panas
terhadap Tayli Kongcu, sebaliknya malah memakluminya. sebab gadis mana yang
tidak akan tertarik pada Tio Cie Hiong yang begitu tampan, lemah lembut, mahir
ilmu silat, ilmu sastra dan ilmu pengobatan. Diam-diam ia pun merasa bangga
tapi merasa gelisah pula, karena kalau Tio Cie Hiong pemuda mata keranjang,
kelak pasti punya istri banyak. Akan tetapi, ia yakin Tio Cie Hiong bukan
pemuda semacam itu.
Hari ini, suasana di ruang
dalam istana itu kelihatan agak lain. sebab para pengawal istana berbaris rapi
di situ, tampak pula seorang rahib berdiri disisi Toan Hong Ya, hadir juga sang
Ratu, Gouw sian Eng, Toan wie Kie dan adiknya.
Berselang beberapa saat
kemudian, muncullah Tio Cie Hiong bersama Lim Ceng Im. suasana itu membuat
mereka berdua tercengang. setelah memberi hormat kepada Toan Hong Ya dan sang
Ratu, barulah mereka duduk,
"cie Hiong" ujar
Toan Hong Ya sambil tertawa.
"Mari kuperkenalkan Rahib
ini adalah Hian Teng Taysu. Beliau adalah Kek su (Guru silat) dalam
istana."
Tio cie Hiong segera bangkit
berdiri sekaligus memberi hormat pada rahib itu. "omitohud" ucap Hian
Teng Taysu, kemudian menatap Tio Cie Hiong dalam-dalam. "Kita memang
berjodoh bertemu di sini."
Tio Cie Hiong hanya tersenyum,
namun merasa heran kenapa Toan Hong Ya mengundangnya datang di ruang itu.
"cie Hiong, aku suka
sekali akan ilmu silat." ujar Toan Hong Ya memberitahukan.
"Maka hari ini aku
mengadakan pertandingan persahabatan, yakni Hian Teng Taysu akan bertanding
denganmu."
"Hong Ya" Tio Cie
Hiong mengerutkan kening.
Lebih baik dibataskan
pertandingan persahabatan ini." "Kenapa?" tanya Toan Hong Ya.
"Hong Ya, aku datang
bukan ingin bertanding dengan Koksu di sini. Lagi pula aku pun tidak mau
bertanding," ujar Tio Cie Hiong.
"omitohud" ucap Hian
Teng Taysu.
"Aku dengar engkau
berkepandaian tinggi, karena itu, aku ingin mohon petunjuk."
"Taysu..." Tio Cie
Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Untuk apa kita harus
bertanding?"
"Untuk menambah
pengetahuanku mengenai hal ilmu silat," sahut Hian Teng Taysu. "Maka
kuharap engkau tidak akan mengecewa kanku" "Taysu..."
"saudara Tio" ujar
Toan wie Kie sambil tersenyum.
"Aku memang ingin sekali
menyaksikan kepandaianmu, maka janganlah engkau menolak"
"Itu hanya merupakan
pertandingan persahabatan saja," sambung Toan Pit Lian sambil memandangnya
.
"Kakak Hiong" bisik
Lim Ceng Im. "Jangan mempermalukan Tionggoan"
"Adik Im" Tio Cie
Hiong menatapnya.
"Engkau pun menghendaki
aku bertanding dengan Taysu itu?"
"Ya." Lim Ceng Im
mengangguk dan melanjutkan.
"Itu demi menjaga nama
baik Tionggoan. Kalau engkau tidak bertanding, maka akan mempermalukan seluruh
kaum pesilat Tionggoan."
"Aaakh..." Tio Cie
Hiong menghela nafas, namun kemudian manggut-manggut.
"Baiklah" katanya.
"omitohud" Hian Teng
Taysu tersenyum, lalu berjalan mantap ke tengah-tengah ruang tersebut, dan
berdiri di situ sambil memandang Tio Cie Hiong.
Pemuda itu bersikap apa boleh
buat melangkah ke situ, lalu berdiri di hadapan Hian Teng Taysu.
"Aku tuan rumah, engkau
boleh menyerang duluan," ujar Hian Teng Taysu sambil menghimpun
Iweekangnya.
"Maaf, Taysu" sahut
Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "Aku tidak pernah menyerang duluan terhadap
siapa pun." "omitohud Kalau begitu, aku akan menyerang duluan"
"silakan, Taysu"
Hati- hati" Hian Teng
Taysu memperingatkan Tio Cie Hiong kemudian badannya bergerak dan langsung
menyerang.
sungguh dahsyat serangannya,
Tio Cie Hiong tidak menangkis, melainkannya hanya berkelit menggunakan Ilmu
Langkah Kilat, maka seketika ia menghilang dari hadapan Hian Teng Taysu,
sehingga rahib itu menyerang tempat kosong.
Hian Teng Taysu terkejut. la
tidak menyangka kalau Tio Cie Hiong memiliki ginkang yang begitu tinggi. sudah
barang tentu membuatnya penasaran, dan tanpa melihat langsung menyerang ke belakang.
Tio Cie Hiong berkelit lagi,
namun Hian Tong Taysu menyerangnya bertubi-tubi. Tak terasa pertandingan sudah
melewati belasan jurus, tetapi Tio Cie Hiong sama sekali tidak menangkis atau
balas menyerang, hanya berkelit saja.
"omitohud Kenapa engkau
cuma berkelit? Tangkislah seranganku" ujar Hian Teng Taysu.
Tio Cie Hiong serba salah,
sebab kalau ia merobohkan rahib itu, tentunya akan membuat rahib itu malu.
Begitu banyak pengawal istana menyaksikan pertandingan itu, lagi pula kedudukan
Hian Teng Taysu sebagai Kok su (Guru silat istana), jadi Tio Cie Hiong tidak
ingin mempermalukannya. Mendadak timbul suatu ide dalam hatinya, dan seketika
wajahnya pun berseri.
Ketika Hian Teng Taysu
menyerangnya, ia menangkis dengan kibasan lengan bajunya. Daaar Terdengar suara
benturan.
Hian Teng Taysu
terhuyung-huyung beberapa depa ke belakang, dan di saat itu pula tampak Tio Cie
Hiong terhuyung-huyung ke belakang. la sengaja berbuat begitu agar Hian Teng
Taysu tidak mendapat malu.
"omitohud" ucap Hian
Teng Taysu.
"Terima-kasih..."
Hian Teng Taysu tahu tentang
itu, begitu pula Toan Hong Ya, kedua putra putrinya, Lim Ceng Im dan Gouw sian
Eng. Namun para pengawal istana sama sekali tidak mengatahuinya. Mereka
menganggap Tio Cie Hiong bertanding seri dengan Hian Teng Taysu.
"Taysu sungguh
berkepandaian tinggi" ujar Tio Cie Hiong sambil memberi hormat dan
tersenyum.
"omitohud Engkau memang
berkepandaian tinggi dan bijaksana, aku kagum dan salut padamu," ucap Hian
Teng Taysu setulus hati.
"sama-sama Taysu."
Tio Cie Hiong tersenyum.
Usailah pertandingan itu, Toan
Hong Ya makin bertambah kagum pada Tio Cie Hiong, begitu pula Toan Pit Lian.
Pagi ini di halaman istana
Tayli, tampak beberapa orang sedang menikmati keindahan bunga-bunga yang
beraneka warna dan baru memekar. Mereka adalah Tio Cie Hiong, Lim Ceng Im, Gouw
sian Eng, Toan wie Kie dan adiknya.
"saudara Tio" ujar
Toan wie Kie sambil tersenyum.
"Aku sungguh kagum akan
kepandaianmu, sudikah engkau memberi sedikit petunjuk kepadaku?"
"saudara Kie, jangan terlampau
merendah" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Aku bicara
sesungguhnya," tambah Toan wie Kie.
"saudara Tio, bagaimana
kalau kita bertanding beberapa jurus?"
"Itu...." Tio Cie
Hiong tampak ragu.
"Kakak Hiong, layanilah
dia beberapa jurus" sela Gouw sian Eng.
"Kalau tidak, dia pasti
penasaran sekali."
"Baiklah." Tio cie
Hiong mengangguk.
"Terima kasih" Toan
wie Kie girang bukan main.
"senjataku kipas, silakan
saudara Tio mengeluarkan senjata"
"saudara Kie, aku akan
melayanimu dengan tangan kosong saja," ujar Tio Cie Hiong.
"Baik," Toan wie Kie
manggut-manggut.
"saudara Tio, hati-hati
Aku akan mulai menyerang"
"Silakan" ucap Tio
Cie Hiong.
Toan wie Kie mulai
menyerangnya dengan kipas, itulah Bu Ceng san Hoat (Ilmu Kipas Tanpa Perasaan).
Ilmu kipas tersebut terdiri dari dua belas jurus, merupakan ilmu andalan sin
san Lojin, guru Toan wie Kie. Maka dapat dibayangkan betapa lihainya ilmu kipas
itu.
Toan pit Lian agak
terperanjat. la tidak menyangka kakaknya langsung menyerang Tio Cie Hiong
dengan ilmu kipas itu. Akan tetapi, kemudian ia terbelalak karena melihat Tio
Cie Hiong menangkis serangan itu dengan kibasan lengan baju, setelah itu ia
melihat lagi jari telunjuknya menyentil, sehingga membuat kipas Toan wie Kie
jadi miring.
Toan wie Kie penasaran sekali.
la segera menutup kipasnya sekaligus menyerang Tio Cie Hiong dengan totokan.
Tio Cie Hiong tampak tersenyum
dan segera memutarkan badannya, sehingga ujung kipas Toan wie Kie menotok
tempat kosong. selain penasaran, Toan wie Kie bertambah kagum dan tidak habis
pikir. Bagaimana Tio Cie Hiong bisa berkepandaian begitu tinggi, padahal
usianya lebih muda dari usianya.
"Hiyaaat" Pekik Toan
wie Kie sambil menyerang. Kali ini ia mengeluarkan jurus yang paling lihay dan
ampuhi yaitu jurus Hai Lang soh Ngai (ombak Menyapu Daratan).
Bukan main dahsyatnya jurus
tersebut. Bahkan gurunya pernah berpesan, apabila tidak dalam bahaya, tidak
boleh mengeluarkan jurus tersebut.
Tapi Toan wie Kie justru
mengeluarkan jurus itu lantaran saking penasaran.
"Kakak,.." seru Toan
pit Lian kaget. Dia sama sekali tidak menyangka kalau kakaknya akan
mengeluarkan jurus itu.
Tio Cie Hiong pun terkejut
menyaksikan serangan maut tersebut, namun ia tetap berdiri diam di tempat.
Ketika ujung kipas itu hampir menyentuh badannya, mendadak ia berkelit
menggunakan Kiu Kiong san Tian Pou, sekaligus mengibaskan lengan bajunya.
Melilit dan menyentak, tahu-tahu kipas itu telah berpindah ketangannya. Toan
wie Kie berdiri mematung di tempat. Tio Cie Hiong tersenyum sambil
mendekatinya.
"Maaf, saudara Kie"
ucap Tio Cie dan mengembalikan kipas itu kepadanya.
Kepandaianmu sungguh
tinggi" "Aaakh..." Toan wie Kie menghela nafas.
"Aku memang tak tahu
diri, sudah tahu engkau berkepandaian luar biasa, tapi masih mengajakmu
bertanding."
"saudara Kie" Tio
Cie Hiong tersenyum lagi.
"jurus itu sangat ganas
dan mematikan, maka kalau tidak dalam keadaan bahaya, janganlah engkau
mengeluarkannya."
" Guruku telah berpesan
demikian, tapi..." Toan wie Kie menggeleng-gelengkan kepala.
"Ha ha ha" Mendadak
terdengar suara tawa, kemudian tampak sosok bayangan berkelebat ke situ.
"Guru" seru Toan wie
Kie girang. "Guru..."
seorang tua berdiri di situ,
tangannya memegang sebuah kipas baja, menatap Tio Cie Hiong dengan mata tak
berkedip. usianya tujuh puluhan.
"Anak muda Apakah engkau
Pek Ih sin Hiap?" tanya orang tua itu
"Julukan itu kosong
belaka, cianpwee" sahut Tio Cie Hiong sambil memberi hormat.
"Ha ha Engkau jangan
merendahkan diri Aku sudah tahu kalau engkau yang menyembuhkan Ratu dan
mengalahkan Hian Teng Taysu." ujar orang tua itu dan tertawa lagi.
"saudara Tio" Toan
wie Kie memperkenalkan.
"Beliau sin san Lojin
(orang Tua Kipas sakli), guruku."
"oooh" Tio Cie Hiong
manggut-manggut.
"Pek Ih sin Hiap"
sin san Lojin menatapnya lagi.
"Engkau sungguh hebat,
hanya beberapa jurus kipas muridku telah pindah ke tanganmu Karena itu...
tanganku menjadi gatal"
"cianpwee...." Tio
Cie Hiong tahu, bahwa orang tua itu ingin mengajaknya bertanding.
"Hi hi Hi" Mendadak
terdengar suara tertawa nyaring yang cekikikan, dan sosok bayangan berkelebat
ke situ. Ternyata seorang nenek, yang dibadannya tampak melingkar sehelai
selendang.
orang tua pikun Muridmu telah
dipecundang orang, kenapa engkau masih berani bilang tanganmu gatal?"
"Ha ha ha" sin san
Lojin tertawa gelak.
Kukira gadis mana yang muncul,
tidak tahunya engkau, nenek peot"
orang tua pikun, pipimu ingin
ditampar selendangku?" Nenek itu melotot. "Guru" panggil Toan
Pit Lian sambil tersenyum.
Kapan guru ke mari?"
Gurumu memang genit, ke mana
aku pergi dia pasti ikut." sahut sin san Lojin sambil menyengir kearah
nenek itu.
Ternyata nenek itu Ang Kin
sianli (Dewi selendang Merah), guru Toan Pit Lian.
"Huh" dengus Ang Kin
sianli.
"siapa ikut engkau? Dasar
tak tahu malu"
"Yang tak malu tuh
siapa?" sahut sin san Lojin sambil tertawa gelak, kemudian memandang Tio
Cie Hiong.
"Pek Ih sin Hiap aku mau
bertanding."
"cianpwee...." Tio
cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Pek Ih sin Hiap. orang
tua pikun itu begitu tak tahu diri. Hajar saja dia sampai terka ing- kaing
seperti anjing" ujar Ang Kin sianli.
"Biasanya yang terkaing-
kaing itu anjing betina sedangkan aku lelaki, bagaimana mungkin terkaing-
kaing?" ujar sin san Lojin dan menyengir lagi.
"Guru" Toan wie Kie
menggeleng-gelengkan kepala. "sudahlah, jangan terus ribut dengan guru
adikku" "Guru" ujar Toan pit Lian sambil tersenyum. "jangan
ribut lagi"
"Hm" dengus Ang Kin
sianii.
"Huh" sin san Lojin
juga ikut mendengus, lalu memandang Tio Cie Hiong seraya berkata.
"Pek Ih sin Hiap. mari
kita bertanding beberapa jurus Kalau engkau tidak mau, aku pasti akan mati
penasaran"
"Pek Ih sin Hiap Bikin
dia mampus saja" seru Ang Kin sianii.
"Nenek Peot Kalau aku
mati, engkaulah yang paling berduka" sahut sin san Lojin, yang kemudian
berkata kepada Tio Cie Hiong.
"Pek Ih sin Hiap.
hati-hati Aku mau mulai menyerang"
"Cianpwee..."
Akan tetapi, sin san Lojin
sudah mulai menyerangnya. Apa boleh buat Tio Cie Hiong terpaksa melayaninya.
Ang Kin sianii menyaksikan pertandingan itu dengan penuh perhatian.
Walau di serang bertubi-tubi,
Tio cie Hiong hanya berkelit dan sekali-kali mengibaskan lengan bajunya.
Bukan main penasarannya sin
san Lojin, kemudian dia mengerahkan seluruh tenaganya menyerang Tio Cie Hiong.
oleh karena itu, Tio Cie Hiong terpaksa balas menyerangnya.
Tak terasa pertandingan mereka
sudah melewati puluhan jurus. Mendadak Sin san Lojin menyerang Tio cie Hiong
dengan beberapa totokan. Tio cie Hiong tidak berkelit, sehingga ujung kipas itu
berhasil menohoknya.
"Ha ha ha" sin san
Lojin tertawa terbahak-bahaki sebab telah berhasil menotok jalan darah di
pinggang Tio Cie Hiong. Menurut dugaannya, totokannya itu akan membuat Tio Cie
Hiong lumpuh dan tak mampu bergerak lagi.
" Kepandaian cianpwee
memang hebat sekali." ucap... Tio Cie Hiong sambil memberi hormat.
"Haaah..." Bukan
main terkejutnya sin san Lojin, karena Tio Cie Hiong masih bisa bergerak.
Ternyata Tio Cie Hiong mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kang untuk melindungi
bagian pinggangnya, maka totokan itu tidak membuatnya lumpuh.
"Hi h H i" Ang Kin
sianii tertawa cekikikan. Meskipun ia sudah tua, tapi suara tawanya masih
nyaring dan merdu seperti anak gadis.
"orang tua pikun, engkau
sudah kalah"
sin san Lojin diam. sepasang
matanya memandang Tio Cie Hiong lekat-lekat, lama sekali barulah membuka mulut.
"Engkau... engkau telah
berhasil mencapai tingkat Kim Kong put Hoay Cih sin (Kebal Terhadap senjata
Tajam Dan Totokan)?"
"Aku belum mencapai
tingkat itu, Cianpwee." jawab Tio Cie Hiong jujur.
"Tapi kenapa...?"
sin san Lojin terheran- heran.
"Aku mengarahkan
Iweekangku untuk melindungi bagian pinggang, maka diriku tidak akan terjadi
apa-apa walau tertotok." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Bukan main" sin san
Lojin menggeleng-gelengkan kepala.
Engkau betul-betul Pendekar
sakti" "Rasakan" Ang Kin sianli tertawa.
Cari penyakit sendiri"
"Hm" dengus sin san
Lojin.
"Biar bagaimana pun, aku
masih berani bertanding dengan dia sebaliknya engkau cuma berani tertawa Dasar
nenek peot yang pengecut"
"Aku tidak sebodoh
engkau, mau cari penyakit" sahut Ang Kin sianli dan tertawa lagi.
Nenek peot" sin san Lojin
melotot.
Kenapa engkau terus-menerus
tertawa? Jangan-jangan engkau sudah sinting" "Hi h i" Ang Kin
sianli tertawa cekikikan.
orang tua pikun, lihatlah
pakaianmu"
"Pakaianku kenapa?"
sin san melihat pakaiannya. seketika juga wajahnya berubah pucat pias, karena
pakaiannya terdapat tujuh buah lubang.
"Haah..."
"Maaf, Cianpwee"
ucap Tio Cie Hiong. Ketika diserang bertubi-tubi oleh sin san Lojin, ia
terpaksa mengeluarkan ilmu ciptaannya, yaitu Bit Ciat sin Ci (Jari sakti
Pemusnah Kepan-daian). Namun Tio Cie Hiong mengendalikan Iweekangnya, agar
tidak memutuskan urat penting di tubuh sin san Lojin, hanya melubangi
pakaiannya saja.
"Pek Ih sin Hiap"
sin san Lojin tertawa gelak sambil menjura.
"Aku mengaku kalah"
"Hi h i" Ang Kin
sianli tertawa cekikikan lagi.
"Nan, sudah terkaing-
kaing seperti anjing"
"Nenek Peot Kalau engkau
berani, bertan-dinglah dengan dia" sahut sin san Lojin.
"Baik" Ang Kin
sianli manggut-manggut.
Cianpwee.." Tio Cie Hiong
mengerutkan kening. "Pek Ih sin Hiap" Ang Kin sianli tersenyum.
"Aku ingin memperlihatkan
ilmu selendang ku, harap engkau sudi memberi sedikit petunjuk"
"oooh" Tio cie Hiong menarik nafas lega.
"Maaf, bagaimana mungkin
aku bisa memberi petunjuk kepada sianpwee?" "Nenekpeot" Mendadak
sin san Lojin tertawa terkekeh.
"Engkau sudah tua, tidak
pantas merayu anak muda Yang harus merayunya adalah muridmu yang cantik jelita
itu, bukan engkau yang sudah peot"
"orang tua sialan"
Bentak Ang Kin sianli.
"pakaianmu telah
dilubangi Pek Ih sin Hiap. perlukah aku melubangi pakaianmu lagi?"
"Jangan ah" sahut sin san Lojin menggodanya. "Nanti kelihatan
lho"
"Engkau..." Ang Kin
sianli melotot, namun wajahnya yang sudah keriput itu tampak kemerah-merahan.
Berselang sesaat barulah ia mengarah pada Tio Cie Hiong dan berkata.
"Pek Ih sin Hiap. aku
akan mempertunjukkan ilmu seledang-ku"
"cianpwee..." Tio
Cie Hiong ingin mengatakan, bahwa ia tidak mampu memberi petunjuki namun Ang
Kin sianii sudah mulai menggerakkan selendangnya. Gerakannya lemah gemulai tapi
penuh mengandung tenaga lunak,
Tio Cie Hiong menyaksikannya
dengan penuh perhatian, sedangkan sin san Lojin menyaksi-kannya dengan mulut
ternganga lebar, sekali-sekali ia pun tampak tersenyum getir.
Hal itu tidak terlepas dari
mata Tio Cie Hiong, maka timbul dugaan bahwa mereka berdua sebetulnya merupakan
sepasang kekasih, hanya saja tidak mau saling mengalah, sehingga sering
menimbulkan percekcokkan, akhirnya mereka berdua harus hidup merana. Dugaan Tio
Cie Hiong memang tidak meleset, sin san Lojin dan Ang Kin sianii memang
merupakan sepasang kekasih di masa muda, namun mereka berdua tidak mau saling
mengalah dalam hal ilmu silat, maka sering ribut sehingga tidak terangkap
menjadi suami isteri. Akan tetapi, mereka berdua tetap saling mencinta dalam
hati.
sementara Ang Kin sianii terus
mempertunjukkan ilmu selendangnya. Tio Cie Hiong manggut-manggut kagum dan
kemudian mengeluarkan suling kumalanya.
Tak lama terdengarlah suara
suling yang sangat merdu. Berselang sesaat, Ang Kin sianii bergerak mengikuti
irama suling itu Ketika irama suling itu mengalun perlahan, gerakan Ang Kin
sianii ikut perlahan dan lemah gemulai, bahwa wajahnya juga tampak
berseri-seri.
sin san Lojin terbelalak
menyaksikan wajah itu, membuatnya teringat akan masa puluhan tahun lampau,
mereka berdua pernah berlatih bersama. Kenangan manis dan indah itu
menyebabkannya mendekati Ang Kin sianii, lalu ikut bergerak pula menggunakan
kipas bajanya.
Mendadak suara suling itu
berubah menjadi irama percintaan. seketika itu juga sin san Lojin dan Ang Kin
sianli bergerak bagaikan sepasang kekasih. Mereka berdua saling melirik dan
tersenyum dengan penuh cinta kasih.
Lim Ceng Im, Gouw sian Eng,
Toan wie Kie dan adiknya menyaksikan kejadian itu dengan mata terbelalak.
sementara irama suling itu
makin menggetarkan kalbu. Tampak Sin San Lojin dan Ang Kin sianii bergerak
sambil bergandeng tangan. Berselang beberapa saat kemudian, irama suling itu
berubah meninggi.
Gerakan sin san Lojin dan Ang
Kin sianii pun bertambah cepat. Namun sungguh mengherankan, karena gerakan
mereka itu justru saling melindung dan menyerang seakan menghadapi musuh.
irama suling makin lama makin
meninggi dan cepat. seketika itu juga hanya tampak bayangan sin san Lojin dan
Ang Kin sianli berkelebatan. Bukan main hebatnya gerakan-gerakan mereka berdua,
tak lama kemudian, irama suling berubah rendah dan perlahan.
sin san Lojin dan Ang Kin
sianli juga ikut bergerak perlahan, bahkan kelihatan lemah gemulai.
Kemudian suara suling itu
berubah lagi menggetarkan kalbu, ternyata berirama percintaan.
Tio Cie Hiong tersenyum, lalu
mengerahkan beberapa bagian Pan Yok Hian Thian sin Kang, Seketika sin san Lojin
dan Ang Kin sianli saling memandang dengan penuh kasih sayang sambil bergerak
gemulai. Mereka berdua makin mendekat dan... saling memeluk dengan penuh cinta
kasih.
Tio cie Hiong manggut-manggut
sambil tersenyum, lalu berhenti meniup, sin san Lojin dan Ang Kin sianli tampak
tersentak, kemudian cepat-cepat melepaskan pelukan, dan mereka tersenyum
bahagia.
Perlahan-lahan mereka berdua
menghampiri Tio Cie Hiong, kemudian menjura.
"Pek Ih sin Hiap Terima
kasih karena engkau telah menyadarkan kami akan satu hal" ujar sin san
Lojin dengan wajah cerah ceria.
"Kalau sudah sekian lama
saling mencinta, kenapa masih harus menyia-nyiakan waktu? Nikmatilah sisa hidup
yang ada" sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Benar." sin san
Lojin manggut-manggut sambil memandang Ang Kin Sianli.
"sianli, mari kita pergi
dulu"
Ang Kin sianli mengangguk
malu-malu. Mereka berdua lalu melesat pergi. Toan wie Kie dan adiknya tertegun,
setelah itu mereka berseru serentak.
"Guru Guru..."
"Mulai saat ini,
guru-guru kalian akan melewati hari-hari yang indah dan bahagia, tetapi mereka
pasti ke mari lagi menengok kalian." ujar Tio cie Hiong memberitahukan.
"oooh" Toan wie Kie
manggut-manggut.
"saudara Tio, terima
kasih Engkau telah membuat guruku hidup bahagia."
"cie Hiong" ucap
Toan pit Lian dengan kepala tertunduk.
"Terima kasih..."
Ternyata suara suling itu
telah menyadarkan sin san Lojin dan Ang Kin sianli akan kekeliruan mereka di
masa lalu. Padahal mereka berdua saling mencinta, tapi kenapa sering ribut dan
cekcok sehingga kedua-duanya telah menyia-nyiakan waktu puluhan tahun yang
sangat berarti itu? setelah tersadar akan kekeliruan itu, mereka berdua ingin
hidup bahagia sesuai dengan apa yang di ucapkan Tio Cie Hiong.
Kenapa suara suling itu tidak
mempengaruhi Lim Ceng Im, Gouw sian Eng, Toan wie Kie dan adiknya? Ternyata Tio
Cie Hiong telah mengendalikan suara sulingnya, agar hanya tertuju kepada sin
san Lojin dan Ang Kin sianli, maka mereka tidak terpengaruh oleh
suara suling itu.
Toan Hong Ya dan sang Ratu
duduk di kursi kebesaran mereka. Toan Hong Ya terus tertawa gembira, sedangkan
sang Ratu tersenyum-senyum. Hadir pula Toan wie Kie, Toan Pit Lian dan Gouw
sian Eng. Tak seberapa lama kemudian, muncullah Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im.
"Hong Ya" Tio Cie
Hiong memberi hormat.
"Ada urusan apa Hong Ya
memanggil kami?"
"HaHa ha" Toan Hong
Ya tertawa. sungguh mengherankan, hari ini Toan Hong Ya kelihatan gembira
sekali, sedangkan Toan pit Lian kelihatan malu-malu.
"Kalian duduklah"
Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im
duduk, sebetulnya hari ini Tio Cie Hiong juga ingin berpamitan, kebetulan Toan
Hong Ya memanggilnya.
"Maaf" ucap Tio Cie
Hiong.
"Apakah ada urusan
penting sehingga Hong Ya memanggil kami menghadap?" "Memang ada
urusan penting," sahut Toan Hong Ya dengan wajah berubah serius.
"Begini, putriku sudah dewasa, namun hingga kini masih belum
menikah..."
Begitu mendengar ucapan itu,
Tio Cie Hiong sudah tahu apa maksud Toan Hong Ya. Tapi ia tidak memotong
ucapannya, melainkan terus mendengarkan. Lim Ceng Im pun sudah menduga
juga apa kehendak Toan Hong Ya
itu, maka diam-diam ia melirik Tio Cie Hiong ingin mengetahui ekspresi
wajahnya, namun wajah pemuda itu tampak biasa-biasa saja.
"Ketika pergi ke
Tionggoan untuk mengundang sok B eng Yok ong, putriku bertemu denganmu,
kemudian dengan cara tak terpuji, ia mengundangmu ke mari." lanjut Toan
Hong Ya sambil memandang Tio Cie Hiong.
"Ternyata putriku sangat
tertarik padamu, dan hal tersebut telah diutarakannya kepada kami..."
Toan Hong Ya tertawa-tawa,
sang Ratu manggut-manggut, sedangkan Toan pit Lian tersenyum malu-malu dan Toan
wie Kie memandang Tio Cie Hiong dengan penuh harap.
"oleh karena itu..."
tambah Toan Hong Ya.
"Kami sebagai orang
tuanya telah bersepakat menjodohkannya denganmu. Tentunya engkau tidak akan
menolak kan?"
"Terima kasih Hong Ya Itu
berarti Hong Ya memandang tinggi diriku." ucap Tio Cie Hiong sambil memberi
hormat.
"Ha ha ha" Toan Hong
Ya tertawa gembira.
"Jadi engkau menerima
perjodohan ini kan?"
"Maaf" ucap Tio Cie
Hiong tegas. "Aku menolak."
Jawaban Tio Cie Hiong membuat
Toan Hong Ya, sang Ratu dan Toan wie Kie tertegun, sedangkan wajah Toan pit
Lian langsung berubah pucat. Lim Ceng Lim bergirang dalam hati, dan Gouw sian
Eng memandang Tio Cie Hiong dengan tidak mengerti.
Kenapa engkau menolak?"
tanya Toan Hong Ya dengan kening berkerut. "Beritahukan apa alasanmu"
"Hong Ya, aku sangat
berTerima kasih kepada Hong Ya yang ingin menjodohkan Tayli Kong cu padaku,
karena sesungguhnya itu merupakan suatu kebanggaan bagiku. Akan tetapi, aku
mohon maaf dan mohon Hong Ya jangan tersinggung," ujar Tio Cie Hiong
memberitahukan secara jujur.
"sebelum bertemu Tayli
Kongcu, aku telah mencintai seorang gadis..." "siapa gadis itu?"
tanya Toan pit Lian cepat dengan wajah yang masih pucat.
"Dia bernama Im Ceng,
kakak Ceng Im." Tio Cie Hiong memberitahukan sambil tersenyum.
"Putri Lim Peng Hang,
ketua Kay Pang."
"oh?" Toan pit Lian
mengerutkan kening.
"Ceng Im" Toan Hong
Ya menatapnya tajam. "Benarkah itu?"
"Benar Hong Ya,"
sahut Lim Ceng Im dan menambahkan.
" Kakakku pun sangat
mencintainya . "
"cie Hiong" Toan
Hong Ya menatapnya sambil mengerutkan kening.
"Jadi engkau menolak
perjodohan ini?"
"Ya, Hong Ya." Tio
Cie Hiong mengangguk,
"Aaakh..." Toan Hong
Ya menghela nafas.
"Padahal sesungguhnya,
putriku sangat mencintaimu. " "Terima kasih atas cintanya" ucap
Tio Cie Hiong. "Namun aku tetap menolak."
"cie Hiong" ujar
Toan Hong Ya sungguh-sungguh.
"Kalau engkau menikah
dengan putriku, berarti engkau adalah Hu Man (Mantu Raja) negeri Tayli ini,
engkau akan hidup senang dan penuh kehormatan di sini. Kenapa engkau
menyia-nyiakan kesempatan emas ini?"
"Hong Ya, cinta yang suci
murni dan kesetiaan jauh lebih berharga daripada segalanya," sahut Tio Cie
Hiong sambil tersenyum.
"Apabila aku menerima
perjodohan ini, berarti diriku sudah tiada kesetiaan dan cinta yang suci murni
jadi Tayli Kongcu akan menerima cinta palsu dariku, selanjutnya pasti akan
hidup menderita. sebab dia punya seorang suami yang tidak memiliki kesetiaan
dan cinta kasih yang suci murni, karena aku sudah tidak memiliki kesetiaan,
setelah menikahi sudah pasti akan menyeleweng. Apakah Hong Ya menghendaki
itu?"
Toan Hong Ya terbungkam, Toan
pit Lian menundukkan kepala, Toan wie Kie manggut-manggut akan kebenaran ucapan
Tio Cie Hiong, Gouw sian Eng meliriknya, sedangkan Lim Ceng Im girang bukan
main sehingga nyaris memeluknya.
"Hong Ya" lanjut Tio
cie Hiong.
"Apakah Hong Ya
menghendaki aku menjadi pemuda yang tidak setia terhadap cinta?"
"Itu..." Toan Hong Ya menghela nafas.
"Pek Ih sin Hiap. engkau
benar. Aku harus mengakui itu, bahkan aku pun salut sekali pada mu. Engkau
selain sakti, juga memiliki kesetiaan dalam hal cinta."
"Hong Ya" ujar Tio
Cie Hiong memberitahukan.
"sesungguhnya akupun
ingin mohon pamit, karena sudah sekian lama aku tinggal di sini."
"Engkau mau kembali ke Tionggoan?" Toan Hong Ya memandangnya.
"Kapan?"
"Hari ini," sahut
Tio Cie Hiong singkat.
"Begitu cepat?" Toan
Hong Ya terbelalak.
" Ya." Tio cie Hiong
mengangguk.
"Hong Ya, bolehkah aku
berbicara sebentar dengan Tayli Kongcu?"
"silakan" Toan Hong
Ya manggut-manggut.
Tio Cie Hiong menghampiri Toan
pit Lian. la melihat mata putri Tayli itu telah bersimbah air.
"Kongcu" ujar Tio Im
Ceng sambil tersenyum.
"Aku sangat berterima
kasih atas cintamu, tapi aku sudah mencintai gadis lain, maka aku mohon engkau
sudi memaafkan aku"
"Pek Ih sin Hiap..."
Toan pit Lian terisak-isaki
"Kongcu" Tio cie
Hiong tersenyum lembut. "Engkau adalah Tayli Kongcu yang cantik jelita,
maka aku yakin engkau pasti akan bertemu pemuda yang jauh lebih baik dan tampan
dariku. Percayalah"
"Kakak Cie
Hiong?"" panggil Toan pit Lian dan mendadak ia mendekap di dada Tio
Cie Hiong.
Pemuda itu pun membelainya
dengan penuh kasih sayang bagaikan seorang kakak.
"Adik Lian, aku
menyayangimu seperti adik sendiri Engkau begitu baik, maka tentunya akan
mendapatkan calon suami yang baik pula. Percayalah"
"Ng" Toan pit Lian
mengangguk dengan air mata bercucuran.
Bagaimana reaksi Lim Ceng Im
menyaksikan itu? Apakah ia akan merasa cemburu dengan hati membara?Justru
sungguh diluar dugaan, itu sama sekali tidak. sebaliknya ia malah merasa iba
pada Toan pit Lian. Lagi pula ia pun tahu Toan pit Lian mendekap di dada Tio
Cie Hiong di sebabkan emosional. sedangkan Tio Cie Hiong membelainya hanya
terdorong oleh rasa kasih sayang sebagai seorang kakak terhadap adik, Karena
itu, ia harus bermain lapang menyaksikannya tanpa disertai rasa cemburu.
"Kakak Cie Hiong..."
Toan pit Lian melepaskan dekapannya.
"Engkau sudi menganggapku
sebagai adik?"
"sejak bertemu denganmu,
aku telah menganggapmu sebagai adik," jawab Tio Cie Hiong sambil tersenyum
lembut.
"Terima kasih, Kakak Cie
Hiong" ucap Toan pit Lian, kemudian menatapnya sekaligus tersenyum pula.
Engkau mau pulang ke Tionggoan
hari ini?" "Ya." Tio cie Hiong mengangguk.
Kakak Hiong" Gouw sian
Eng mendekatinya. "Aku..."
"Aku tahu, engkau masih
ingin tinggal di sini kan?" Tio Cie Hiong memandang Gouw sian Eng dan Toan
wie Kie sambil manggut-manggut.
"saudara Kie, kapan
engkau akan mengantar Gouw sian Eng ke Tionggoan?"
"Mungkin... dua tiga
bulan lagi," jawab Toan wie Kie.
"saudara Tio, tolong
beritahukan kepada ayahnya sekaligus sampaikan salamku kepada ayah dan
kakeknya"
"Baik." Tio Cie
Hiong mengangguk. "Pasti kusampaikan." ,
Bab 29 Yap In Nio mengembara
Kedai itu cukup besar dan
dipenuhi para tamu. Mereka makan minum sambil tertawa. Tanipak seorang gadis
belia duduk seorang diri menikmati sop sapi, gadis itu cantik manis, berusia
tujuh belasan.
Di saat ia sedang menikmati
sop sapi, tiba-tiba muncul seorang pemuda tampan berpakaian mentereng memasuki
kedai itu. setelah menengok ke sana ke mari, pemuda itu menghampiri gadis
tersebut sambil tersenyum lembut.
"Maaf" ucapnya.
"Nona, tempat lainp enuh semua, bolehkah aku duduk di sini?"
"Duduklah" sahut
gadis itu.
"Terima kasih"
Pemuda itu lalu duduk di hadapannya dengan wajah berseri, kemudian menatap
gadis itu dengan mata berbinar- binar. "Nona seorang diri?"
"Ya." gadis itu
mengangguk.
"Nona, bolehkah aku tahu
namamu?" tanya pemuda itu mendadak.
"Namaku Yap In Nio."
Ternyata gadis itu adalah Yap In Nio, Tio Cie Hiong pernah mengajarnya ilmu
pedang. sungguh mengherankan, kenapa gadis tersebut berada di kota ini?
"Oh ya, namamu?"
"Ku Tek Cun." Ini
pun di luar dugaan, karena pemuda tampan itu tidak lain Ku Tek Cun. "Nona
berasal dari mana?"
"Kota An Wie." Yap
In Nio memberitahukan.
"Oooh" Ku Tek Cun
manggut-manggut.
"
ibuku sudah meninggal, maka
aku mengembara..." Wajah Yap In Nio tampak murung. "Aku mau mencari
seseorang."
"Engkau mau mencari
siapa? Beritahukanlah Mungkin aku tahu," ujar Ku Tek Cun sambil
menatapnya.
"oh?" Yap In Nio
kelihatan girang. "Aku mencari kakak Hiong..."
Kakak Hiong?" Ku Tek Cun
mengerutkan kening. "Nama lengkapnya?"
"Tio Cie Hiong." Yap
In Nio memberitahukan secara jujur.
Begitu mendengar nama
tersebut, wajah Ku Tek Cun langsung berubah. Berselang sesaat, ia pun
tersenyum.
"Kenapa engkau ingin
mencari dia?" tanya Ku Tek Cun ingin tahu.
"Dia baik sekali padaku,
aku pun baik padanya. Kini ibuku sudah meninggal, maka aku mengembara untuk
mencarinya," jawab Yap In Nio.
"Engkau kenal dia?"
"Engkau mencari karena
mencintainya?" Ku Tek Cun balik bertanya.
"Ya." Yap In Nio
mengangguk,
"Aku... aku sangat
mencintainya."
Gadis itu justru tidak tahu,
kalau ia sedang berhadapan dengan pemuda yang berhati jahat dan licik.
"oooh" Ku Tek Cun
manggut-manggut dan timbul pula rencana busuknya.
"Ternyata engkau begitu
mencintainya"
"Jadi..." Wajah Yap
In Nio berseri-seri. "Engkau kenal dia?"
" Kenal." Ku Tek Cun
mengangguk.
"Dia... dia berada di
mana?" tanya Yap In Nio girang.
"Tolong beritahukan
kepadaku"
"Aku memang kenal dia,
tapi..." Ku Tek cun menggelengkan kepala.
"Aku tidak tahu dia
berada di mana."
"Engkau bersedia bantuku,
mencari dia?" tanya Yap In Nio dengan penuh harap.
"Aku..." Ku Tek Cun
menggelengkan kepala.
"Tolonglah bantu aku
mencari dia" desak Yap In Nio.
"Aku... aku sangat
merindukannya . "
"Itu..." Ku Tek Cun
bersikap seakan sedang berpikir keras, kemudian mengangguk. "Baiklah. Aku
akan membantumu."
"Terima kasih Terima
kasih..." ucap Yap In Nlo gembira.
"Engkau baik
sekali."
"ohi ya?" Ku Tek Cun
tertawa gelak.
"Tapi..."
Kenapa?"
Engkau harus ikut ke rumah
penginapan, setelah itu barulah aku pergi mencarinya." "Ya." Yap
In Nio mengangguk.
Ku Tek Cun membayar
makanannya, lalu mengajak Yap In Nio ke rumah penginapan Yung Cun.
seorang pelayan menyambut mereka
sambil membungkuk-bungkukkan badannya.
"selamat datang Tuan
muda" ucapnya.
"Ng" sahut Ku Tek
Cun dengan suara hidung.
"Tuan muda membutuhkan
kamar?" tanya pelayan tua itu.
"Ya." Ku Tek Cun
mengangguk,
"Mari ikut aku ke dalam,
Tuan muda" ujar pelayan tua itu dan berjalan ke dalam, kemudian menunjuk
kamar mewah.
"Bagaimana kamar ini,
Tuan muda merasa cocok?"
Ku Tek Cun manggut-manggut
lalu mendorong pintu kamar. la mengajak Yap In Nio ke dalam sekaligus menutup
pintu.
Eng kau merasa cocok dengan kamar
ini?" tanya Ku Tek Cun lembut.
Cocok," sahut Yap In Nio.
"Terima kasih"
"Kalau begitu.."
Ucapan Ku Tek Cun terputus karena ada suara ketukan di pintu.
"siapa?" tanya
kemudian.
"Aku mengantar teh untuk
Tuan muda." terdengar suara sahutan di luar.
"Masuk" ujar Ku Tek
Cun.
Pintu kamar itu terbuka,
pelayan tua lalu berjalan masuk dengan membawa sebuah teko dan dua buah
cangkir. setelah menaruh teko dan cangkir di atas meja pelayan tua itu
meninggalkan kamar tersebut. Ketika sampai di luar ia menggeleng-gelengkan
kepala.
"Kalau begitu..."
Lanjut Ku Tek Cun.
"Engkau tunggu di sini
saja, aku akan pergi mencari Tio cie Hiong."
"Terima kasih" ucap
Yap In Nio.
Engkau jangan ke
mana-mana" pesan Ku Tek Cun dan memberitahukan. "Mungkin nanti malam
dia akan ke mari menemuimu"
"oh?" Yap In Nio
girang bukan main. "Terima kasih"
Hari sudah malam, Yap In Nio
duduk di pinggir ranjang sambil menunggu dengan sabar. Ketika membayangkan Tio
Cie Hiong, wajahnya tampak ceria. Di saat itulah mendadak ia mendengar suara
ketukan dipintu Gadis itu segera bertanya dengan hati berdebar- debar, karena
berharap yang mengetuk pintu itu Tio Cie Hiong.
"siapa?"
"In Nio Aku Tio Cie
Hiong" Terdengar suara sahutan di luar.
Kakak Hiong" seru Yap In
Nio girang dan langsung membuka pintu kamar. la melihat Tio Cie Hiong berdiri
di situ sambil tersenyum lembut.
Kakak Hiong..."
"In Nio" panggil Tio
cie Hiong. Padahat ada sedikit keganjilan, karena ketika mereka bersama, Tio
Cie Hiong selalu memanggilnya "Adik In", namun kini hanya memanggil
namanya saja. Akan tetapi Yap In Nio tidak menyadari hal tersebut.
"Kakak Hiong..."
gadis itu mendekap di dadanya.
"In Nio" Tio Cie
Hiong memeluknya erat-erat sambil tersenyum. Berselang beberapa saat kemudian,
barulah Tlo Cie Hiong melepaskan pelukannya, lalu mengunci pintu kamar.
sedangkan Yap In Nio duduk
kembali di pinggir ranjang. setelah mengunci pintu kamar, Tio Cie Hiong duduk
di sisinya.
"In Nio" Tio Cie
Hiong menatapnya.
"Kenapa engkau berada di
kota ini?"
"Aku... aku..." Yap
In Nio menundukkan kepala.
"Aku mengembara
mencarimu, Kakak Hiong."
"oooh" Tio Cie Hiong
manggut-manggut.
"Kakak Hiong..."
wajah Yap In Nio tampak berduka.
"Ibuku sudah
meninggal."
"ohi ya?" tanya Tio
Cie Hiong. "Kapan ibumu meninggal?"
"Sudah dua bulan. Ibuku
sakit mendadaki lalu... meninggal." Yap In Nio memberitahukan.
"Aku tidak punya
siapa-siapa lagi, maka aku mengembara mencarimu. Untung bertemu denganmu di
sini"
"In Nio" Tio Cie
Hiong memeluknya,
"janganlah engkau
bersedih, kini aku sudah berada di sisimu" "Ya, Kakak Hiong."
Yap In Nio mengangguk dengan wajah berseri.
"ohya, kakak Li Cu sudah
menikah dengan Him Hay Beng. Mereka hidup bahagia sekali." "oh?"
Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Apakah Kakak Hiong
lupa?" Yap In Nio tersenyum.
Kakak Li Cu, putri guru silat
Tan, kok sudah lupa sih?" "oh Dia..." Tio Cie Hiong tersenyum.
"Aku ingat Aku
ingat..."
"Kakak Hiong..."
tanya Yap In Nio malu-malu. " Engkau mencintaiku?" "In Nio"
Tio Cie Hiong memeluknya erat-erat.
"Aku... cinta sekali
padamu. setelah kita berpisah, aku merindukanmu siang dan malam."
"Sungguh?" Hati Yap In Nio berbunga-bunga, lalu mendekap di dadanya.
"Kakak Hiong, mulai
sekarang kita jangan berpisah lagi"
"Tentu Tentu" Tio
Cie Hiong mengangguk, kemudian mengecup pipi gadis itu dengan mesra. "In
Nio..."
"Ng?"
"In Nio, aku..."
Tangan Tio Cie Hiong mulai meraba-rabanya. "Kakak Hiong..." Yap In
Nio tersenyum sipu.
"Kakak Hiong mau..."
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk cepat. "In Nio, aku mau."
Kakak Hiong" Yap In N io
tersenyum mesra.
"Aku... aku pasti
memberikan kepadamu, tapi..."
" Kenapa?"
"Engkau harus bertanggung
jawab Jangan setelah mendapatkan, engkau lalu meninggalkanku. .
. "
"In Nio, aku bersumpah,
selamanya tidak akan meninggalkanmu." Tio Cie Hiong langsung membuka pakaian
gadis itu.
"Kakak Hiong..." Yap
In Nio tersenyum dengan penuh cinta kasih.
"Aku akan membuka
sendiri, pakaianmu pun harus dilepaskan."
"Ya Ya..." Tio Cie
Hiong segera melepaskan pakaiannya sendiri, sedangkan Yap In Nio pun telah
menanggalkan pakaiannya .
"Kakak Hiong, malam ini
aku menyerahkan diriku kepadamu. Engkau tidak boleh meninggalkan aku ya Dan
juga... engkau harus bertanggung jawab"
"Ya. Aku bersumpah,
apabila aku meninggalkanmu dan tidak bertanggung jawab atas perbuatanku ini,
kelak aku pasti mati ditangan mu," ucap Tio Cie Hiong dan mulai
menggerayangi sekujur tubuh Yap In Nio yang putih mulus itu, dan kemudian
terjadilah hubungan intim di atas ranoang.
Tio Cie Hiong bangun, lalu
mengenakan pakaiannya sambil tersenyum-senyum. Yap In Nio juga mengenakan
pakaiannya dengan sikap malu-malu.
"Kakak Hiong, engkau
harus ingat akan sumpahmu" Gadis itu mengingatkannya.
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk sambil tersenyum.
"Ohya, In Nio Aku harus
pergi sekarang..."
"Kakak Hiong" Yap In
Nio tersentak. "Engkau mau pergi ke mana?"
"In Nio" Tio Cie
Hiong memegang bahunya.
"Aku harus pulang ke
markas pusat Kay Pang..."
"Aku ikut"
"In Nio" Tio Cie
Hiong tersenyum lembut.
"Engkau ke sana besok
pagi -aja, aku menunggumu di sana."
"Kakak Hiong, kenapa aku
tidak boleh ikut engkau ke sana sekarang?" tanya Yap In Nio heran.
"Sudah larut malam, tidak
baik aku membawamu ke sana," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum dan
menambahkan.
"Pokoknya engkau kutunggu
di markas pusat Kay Pang, sampai jumpa esok, In Nio" "Sampai jumpa,
Kakak Hiong" sahut gadis itu sambil tersenyum mesra.
Bu Lim Jie Khie, Tui Hun
Lojin, Gouw Han Tiong dan Lim Peng Hang ketua Kay Pang duduk di ruang tengah
sambil membicarakan sesuatu. Kening mereka tampak berkerut-kerut, begitu pula Tok
Sie sin wan yang terus minum arak
" Heran" gumam Tui
Han Lojin. "Kenapa Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im belum pulang?"
"sudah begitu lama mereka
ke Tayli, seharusnya mereka sudah pulang." sambung Gouw Han Tiong.
"Tenang saja," sahut
sam Gan sin Kay. "Aku yakin tidak lama lagi mereka pasti pulang."
"Tapi..." Gouw Han Tiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Sudah sekian lama, namun
mereka masih belum pulang. Apakah... telah terjadi sesuatu atas diri
mereka?"
"Tidak mungkin,"
sahut Kim sia uw suseng.
"Percayalah, tidak lama
lagi mereka pasti pulang"
Mendadak berlari ke dalam
seorang pengemis berusia lima puluhan. setelah memberi hormat ia melapor.
"Pangcu, ada seseorang
ingin bertemu Pek Ih sin Hiap Tio Cie Hiong."
"oh?" Lim Peng Hang
mengerutkan kening.
"siapa orang itu?"
"Dia seorang gadis
belia."
"Namanya?"
"Gadis belia itu bernama
Yap In Nio."
"Yap In Nio?" Lim
Peng Hang mengerutkan kening sambil memandang yang lain, "Kalian pernah
mendengar nama itu?"
Tiada seorang pun yang
mengangguk. Mereka hanya saling memandang, tetapi berselang sesaat, sam Gan sin
Kay membuka mulut.
"Beritahukan kepada gadis
itu, bahwa Pek Ih sin Hiap tidak berada di sini, suruh dia lain hari saja ke
mari"
"Tetua, aku sudah
memberitahukan, tapi...."
"Kenapa?"
"Gadis itu ngotot
mengatakan Pek Ih sin Hiap berada di sini, bahkan dia bilang Pek Ih sin Hiap
sedang menunggu kedatangannya."
"Hah?" sam Gan sin
Kay tercengang.
"pengemis bau, suruh
gadis itu masuk saja, biar kita bisa bertanya langsung padanya" ujar Kim
siauw suseng.