Mendadak Tio cie Hiong
mendengar suara ringkikkan kudanya, la segera menoleh, dilihatnya kudanya
sedang melawan orang yang mendekatinya. orang itu ingin membawa kabur kuda Tio
Cie Hiong, namun kuda itu mengadakan perlawanan sengit, orang itu gusar bukan
main dan langsung menusuk dan membacok kuda itu.
"Haah..." Tio cie
Hiong terbelalak dan melesat ke arah kudanya menggunakan Kiu Kiong san Tian
Pou.
Kudanya telah roboh bermandi
darah sambil meringkik lemah. Dua pasang kakinya masih tampak bergerak-gerak-
"Ma heng Ma heng—"
teriak Tio Cie Hiong dengan air mata bercucuran. "Ma heng—- "
sepasang mata kuda itu
memandangnya, kemudian mulutnya mengeluarkan suara ringkikan rendah, seakan
mengucapkan "selamat berpisah" pada Tio Cie Hiong.
"Ma heng...." Tio Cie
Hiong merangkul kepala kuda itu.
"Tak terduga sama sekali,
engkau akan mati di tempat ini."
Kuda itu meringkik perlahan
dan memandang Tio Cie Hiong dengan mata basah- sementara oey san sam Hiong
saling berpandangan, lalu per-lahan-lahan mendekati Tio Cie Hiong.
"Ma heng-,-" Tio cie
Hiong terisak-isak- la tidak tahu kalau oey san sam Hiong sedang mendekatinya
dengan golok terangkat siap membacoknya. Tio Cie Hiong masih merangkul kepala
kudanya dengan badan membungkuk, air matanya pun terus mengucur. Kuda itu
meringkik lemah, kemudian diam dan dua pasang kakinya tak bergerak lagi,
pertanda kuda itu telah mati. "Ma heng--
.."
Pada saat bersamaan, oey san
sam Hiong mengayunkan golok mereka ke punggung Tio Cie Hiong. Pemuda itu
merasakan adanya sambaran angin di belakangnya, maka secara reflek ia
mengibaskan lengan bajunya.
"Aaakh—" Terdengar
suara jeritan. Tampak oey san sam Hiong terpental bagaikan layang-layang putus.
Ternyata ketika Tio Cie Hiong
mengibaskan lengan bajunya, tanpa sengaja mengerahkan Pan yok Hian Thian sin
Kang pada lengannya, maka oey san sam Hiong terpental tergempur oleh Iwekang
itu. Mereka bertiga terpental belasan depa jauhnya lalu jatuh dengan mulut
mengeluarkan darah segar.
Tio Cie Hiong sama sekali
tidak mengetahui kejadian itu, sebab ia terus-menerus membelai kudanya yang
telah mati itu.
"Ma heng..." Tio Cie
Hiong terisak-isak-
"Engkau begitu baik dan
setia kawan, tapi aku justru tak mampu menolongmu- Ma heng, Maafkan aku"
Entah berapa lama kemudian,
barulah Tio Cie Hiong berdiri tegak dan sekaligus menoleh ke belakang, namun
oey san sam Hiong sudah tidak kelihatan lagi.
Tio Cie Hiong memandang sedih
kudanya yang telah mati itu. Berselang sesaat barulah menguburkannya.
la duduk di sisi gundukan
tanah yang baru diurugnya. Wajahnya tampak begitu berduka sekali.
"Kenapa begitu banyak
penjahat dalam rimba persilatan? Kuda yang tak bersalah apa-apa juga dibunuh
dengan tak berperasaan sama sekali." gumam Tio Cie Hiong sambil menghela
nafas.
"Setelah bertemu Thian
Thay siansu, aku tidak akan mau mengembara dalam rimba persilatan
lagi...."
Belasan hari kemudian, Tio Cie
Hiong telah sampai di gunung Thian Thay San. Pemandangan di gunung itu indah
sekali. Pepohon menghijau dan bunga liar indah menakjubkan. sayup,sayup
terdengar pula suara air terjun bagaikan irama musik. gunung Thian Thay san
memang amat terkenal, konon merupakan tempat tinggal para buddha dan dewa. oleh
karena itu banyak sekali kaum hweeshio, biarawati dan pendeta Taosme bertapa di
gunung tersebut.
Berselang beberapa saat
kemudian, Tio Cie Hiong telah tiba di depan sebuah biara tua yang sangat besar,
la berjalan ke dalam halaman biara itu, lalu berdiri di depan pintu biara yang
tertutup rapat.
Tio cie Hiong termangu
sejenak, setelah itu barulah ia mengetuk pintu biara tersebut.
Tak seberapa lama kemudian,
pintu biara itu terbuka dan tampak dua h wees hio berdiri di situ sambil
memandangnya.
"Maaf" ucap Tio Cie
Hiong cepat.
"Aku telah mengganggu
ketenangan biara ini"
"omitohud" kedua
hweeshio itu menatapnya.
"Mau apa engkau ke
mari?"
"Aku ke mari mau menemui
Thian Thay sian-cu,"jawab Tio Cie Hiang memberitahukan.
"omitohud" ucap
salah seorang hweeshio itu.
"Thian Thay siansu tidak
mau menemui siapapun. Lebih baik engkau pergi saja-"
Setelah berkata begitu, kedua
hweeshio itu menutup pintu biara. Tio cie Hiong diam saja- la masih ingat akan
pesan Lam Hai sin Ceng, kalau ingin menemui Thian Thay siansu, haruslah
bersabar.
oleh karena itu, segeralah ia
berlutut di depan pintu biara. Tanpa setahunya, kedua hweeshio itu mengintip ke
luar melalui sebuah lubang kecil, setelah itu, barulah kedua hweeshio itu
melangkah ke dalam.
Udara di situ dingin sekali,
namun Tio cie Hiong tetap berlutut tanpa bergerak sama sekali-Tak terasa hari
sudah mulai malam- Tio Cie Hiong tetap berlutut di depan pintu biara-
Keesokan harinya, pintu biara
itu terbuka- Tampak beberapa hweeshio berjalan ke luar dengan membawa sapu-
Mereka melihat Tio Cie Hiong berlutut di situ, tapi tidak
menghiraukannya-sedangkan Tio Cie Hiong pun tidak bersuara maupun bergerak,
tetap berlutut dengan kepala tertunduk-
seusai menyapu di halaman,
para hweeshio itu kembali masuk ke biara, dan pintu pun ditutup kembali-
Tio cie Hiong tetap tak
bergerak- sementara sang waktu terus berlalu, tak terasa sudah tiga hari tiga
malam pemuda itu berlutut di situ tanpa makan dan minum maupun bergerak-
Pada hari keempat di pagi
hari, pintu biara itu terbuka, tampak dua hweeshio mendekatinya sambil
tersenyum ramah dan lembut-
"Mari ikut kami ke
dalam" ujar hweeshio itu
"Terima kasih" ucap
Tio Cie Hiong.
Kedua hweeshio itu ingin
memapahnya, tapi Tio Cie Hiong telah bangkit berdiri membuat kedua hweeshio
tersebut tercengang. Padahal pemuda itu lelah berlutut tiga hari tiga malam di
situ tanpa makan dan minum maupun bergeraki namun wajahnya masih tampak begitu
seaar dan cerah bukan main kagumnya kedua hweeshio itu. Mereka melangkah ke
dalam, dan Tio cie Hiong mengikuti mereka dari belakang.
Tak seberapa lama mereka sudah
sampai di sebuah ruang besar. Tampak seorang hweeshio tua berjenggot putih
panjang duduk bersila di situ. Tio cie Hiong, yakin bahwa hweeshio tua itu
adalah Thian Thay siansu, maka ia cepat-cepat berlutut di hadapannya.
"omitohud" Hweeshio
tua itu tersenyum.
Engkau sudah berlutut tiga
hari tiga malam di luar, maka kini engkau tidak perlu berlutut lagi.
Bangunlah"
"Terima kasih,
siansu" Tio Cie Hiong duduk.
"Engkau berlutut selama
tiga hari tiga malam di luar, tentunya ingin bermohon sesuatu kepadaku,
bukan?" tanya hweeshio tua yang tidak lain memang Thian Thay siansu yang
telah berusia seratus tiga puluhan tahun.
"Betul, siansu" Tio
cie Hiong mengangguk-
"Engkau ingin memohon apa
kepadaku?" Thian Thay siansu menatapnya lembut.
Tio Cie Hiong segera
mengeluarkan sebuah kitab pemberian kakaknya, lalu disodorkan ke hadapan
hweeshio tua seraya berkata.
"Aku bermohon sudilah
kiranya siansu menterjemahkan kitab ini."
Thian Thay siansu menerima
kitab itu. setelah melihat, hweeshio tua itu tersenyum.
"Ini adalah Hok Mo Cin
Keng (Kitab Suci Penakluk iblis) dari Thian Tok (India)." Thian Thay
siansu memberitahukan.
"Padahal sesungguhnya,
kitab ini kepunyaanku, yang telah kuberikan kepada seorang hweeshio di Thian
Tok- Bagaimana caramu memperoleh kitab ini?"
"Dari kakakku sebelum dia
mati. gurunya yang memberikan kitab ini kepadanya," jawab Tio cie Hiong.
"Kalau begitu...."
Thian Thay siansu tersenyum lagi.
"Pasti hweeshio Thian Tok
itu yang memberikan kepada guru kakakmu.Jadi engkau ingin belajar Hok Mo Cin
Keng?"
"ya, siansu," Tio
Cie Hiong mengangguk-
"omitohud" Thian
Thay siansu manggut-manggut-
" Aku pasti
mengajarmu"
"Terima kasih, siansu»
ucap Tio Cie Hiong girang.
Engkau berlutut tiga hari tiga
malam di luar tanpa makan, minum dan bergerak- Namun wajahmu tetap terang dan
cerah pertanda engkau memiliki semacam Iweekang yang sangat tinggi. Pernahkah
engkau belajar ilmu silat?"
"siansu, aku memang telah
berhasil mempelajari Pan yok Hian Tiiian sin Kang, tapi aku tidak pernah
belajar ilmu silat." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"omitohud" Thian
Thay siansu tersenyum,
"Itu merupakan berkah
bagimu- Bolehkah aku memeriksa sejenak tubuhmu?"
"silahkan siansu» Tio Cie
Hiong mengangguk-
Thian Thay siansu menjulurkan
tangannya untuk memegang urat nadi Tio Cie Hiong. setelah
menyentuh urat nadinya,
hweeshio tua itu manggut-manggut sambil tersenyum lembut penuh rasa kasih.
"omitohud sungguh luar
biasa" ucapnya perlahan.
"Tentunya engkau pun
pernah makan semacam buah yang langka kan?"
ya." Tio Cie Hiong
mengangguk dan memberitahukan.
Aku pernah makan Kiu yap Ling
Che yang tumbuh di Thian san."
"omitohud Lima ratus
tahun Kiu yap Ling che berbuah sekali, engkau telah makan buah itu, sungguh
merupakan berkah bagi dirimu." Thian Thay siansu memandangnya.
"Sebelum aku mengajarmu
Hok Mo Cin Keng, terlebih dahulu engkau harus menceritakan riwayat
hidupmu."
"ya, siansu." Tio
cie Hiong segera menceritakan riwayat hidupnya, termasuk apa yang dialaminya
tanpa merahasiakan sesuatu.
"omitohud" ucap
Thian Thay siansu seusai mendengar ucapannya.
"Kedua orang tuamu mati
di tangan Bu Lim sam Mo, kakakmu mati di tangan Dhalai Lhama Tibet. Walau
begitu, engkau tetap tidak mau belajar ilmu silat untuk menuntut balas?"
"Siansu"
Balas-membalas dan bunuh-membunuh, hingga kapan baru bisa habis?" sahut Tio
Cie Hiong.
"omitohud" Thian
Thay siansu tersenyum dan manggut-manggut. "Baiklah- Besok aku akan mulai
mengajarmu Hok Mo Cin Keng." "Terima kasih, siansu" ucap Tio Cie
Hiong.
"Tahukah engkau, apa
gunanya engkau belajar Hok Mo Cin Keng?" tanya Thian Thay siansu mendadak.
"Maaf, siansu Aku sama
sekali tidak tahu." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala-
"Setelah berhasil
mempelajari Hok Mo Cin Keng, engkau akan mampu melawan ilmu sesat, ilmu hitam
maupun ilmu sihir-" Thian Thay siansu memberitahukan sambil tersenyum-
"Kini engkau telah
memiliki ilmu Iweekang, ilmu pengobatan dan tubuhmu pun kebal terhadap segala
macam racun, maka memang harus ditambah lagi dengan ilmu Penakluk iblis."
"Terima kasih,
siansu" ucap Tio Cie Hiong.
"Mulai sekarang, engkau
boleh bersemadi di ruang ini," ujar Thian Thay siansu.
"ya." Tio cie Hiong
mengangguk-
Di ruang tengah markas pusat
Kay Pang, tampak Bu Lim Ji Khie sedang berbicara serius dengan Lim Peng Hang,
si Tongkat Maut ketua Partai Pengemis, hadir pula Lim Ceng Im di situ sebagai
pendengar, la masih mengenakan pakaian pengemis, dan wajahnya tetap dekil.
sesungguhnya Lim Ceng Im
adalah gadis yang cantik jelita, tapi terikat oleh peraturan Kay Pang yang
turun temurun, maka ia harus berpakaian pengemis dan membikin dekii wajahnya,
bahkan juga harus menyamar sebagai anak lelaki- oleh karena itu, Tio Cie Hiong
sama sekali tidak tahu bahwa Lim Ceng Im adalah anak gadis-
"Peng Hang" sam Gan
sin Kay menatapnya-
"Apakah sudah ada
tanda-tanda kemunculan Bu Lim sam Mo?"
"Ayah"jawab Lim Peng
Hang-
"Aku telah mengutus
beberapa pengemis handal untuk menyelidiki tentang itu, namun mereka tidak
memperoleh berita atau tanda-tanda."
"Oh?" sam cian sin
Kay mengerutkan kening.
"Mungkinkah firasat padri
keparat itu meleset?"
"Kukira tidak" sahut
Kim Siauw suseng.
"Mungkin belum waktunya
Bu Lim Sam Mo muncul."
"Ayah Tapi aku telah
menerima dua berita yang sangat mengejutkan." Lim Peng Hang
memberitahukan.
"Dua berita apa?"
tanya sam Gan sin Kay dan Kim siauw suseng serentak.
"Berita pertama yakni
Hong Lui Po (Puri Angin Halilintar) telah musnah dalam waktu semalam,"
jawab Lim Peng Hang sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Hong Lui Kiam Khek Ku
Tiok Beng dan para pelayan terbunuh semua."
"Haah—" sam Gan sin
Kay dan Kim siauw suseng terbelalak, kemudian sam Gan sin Kay bertanya,
"siapa yang membunuh mereka?"
"penduduk di situ
memberitahukan, malam itu mereka melihat segerombolan orang berpakaian hitam
dengan kepala ditutup dengan kain hitam, orang-orang berpakaian hitam itu
menuju Hong Lui Po. Keesokan harinya, penduduk setempat melihat Hong Lui Po itu
telah porak-poranda dan mayat pun bergelimpangan."
"siapa orang-orang
berpakaian hitam itu?" Kim siauw suseng mengerutkan kening.
"Mungkinkah para anak
buah Bu Lim sam Mo?"
"Itu memang
mungkin," sam Gan sin Kay manggut-manggut.
"Aaakh Rimba persilatan
mulai digenangi darah"
"Lim Pangcu Apa berita
kedua?" tanya Kim siauw suseng.
"Berita kedua juga sangat
mengejutkan,"jawab Lim Peng Hang memberitahukan dengan wajah agak berubah-
"Empat Dhalai Lhama Tibet
telah muncul dalam rimba persilatan Tionggoan."
" Ha a a h?" sam Gan
sin Kay dan Kim siauw suseng tampak terkejut bukan main.
"Keempat Dhalai Lhama itu
sangat kejam dan berkepandaian amat tinggi," ujar Lim Peng Hang.
"Aaakh—" sam Gan sin Kay menghela nafas-
"Rimba persilatan
Tionggoan pasti akan dilanda banjir darah- Bu Lim sam Mo belum muncul, malah
empat Dhalai Lhama Tibet muncul duluan."
"Itu sungguh
mengherankan" Kim siauw suseng mengerutkan kening.
"Padahal selama puluhan
tahun, Dhalai Lhama Tibet tidak pernah memasuki Tionggoan. Kenapa kini Empat
Dhalai Lhama muncul di Tionggoan? Apa tujuan mereka?"
"Memang
mengherankan" sahut sam Gan sin Kauj.
"Apakah telah terjadi
sesuatu di Tibet?"
"Empat Dhalai Lhama itu
pun mulai membunuh para murid Tujuh Partai besar-" Lim Peng Hang
memberitahukan.
"oh?" sam Gan sin
Kay terbelalak-
"sastrawan sialan
Kelihatannya kita sudah tidak boleh makan tidur di sini lagi-"
"Benar." Kim siauw
suseng mengangguk-
"sudah cukup kita
memperdalam kepandaian kita dua tahun lebih di sini, kini sudah waktunya kita
muncul dalam rimba persilatan."
"Ayah" Lim Peng Hang
mengerutkan kening.
"Bagaimana kepandaian
ayah dan cian-pwee dibandingkan dengan kepandaian Dhalai Lhama itu?"
"Kalau satu lawan satu,
aku pasti menang." sahut sam Gan sin Kay sungguh-sungguh dan melanjutkan.
"Tapi kalau mereka
berempat mengeroyok kami berdua, mungkin kami berdua di bawah angin."
"Ayah kok tahu itu?" Lim Peng Hang heran.
"Sekitar lima puluh tahun
lampau, aku pernah berkunjung ke Tibet." sam Gan sin Kay memberitahukan.
"Kebetulan bertemu dengan
beberapa Dhalai Lhama di sana. Karena aku usil menggoda mereka, maka terjadilah
pertarungan. Aku memang satu lawan satu, namun ketika aku dikeroyok berdua,
aku jadi kewalahan. Di saat
itulah muncul seorang Dhalai Lhama tua, kami pun berhenti bertarung. Ternyata
Dhalai Lhama tua itu adalah guru keempat Dhalai Lhama itu. Mereka berempat
mengenakan jubah cerah kuning, hijau dan putih,—"
"Ayah" sela Lim Peng
Hang.
"Keempat Dhalai Lhama
yang baru muncul itu pun mengenakan jubah warna tersebut." "Oh?"
sam Gan sin Kay mengerutkan kening.
"Kalau begitu pasti
mereka berempat. Tapi Dhalai Lhama tua itu tampak pengasih, kenapa keempat
muridnya...."
"Pengemis busuki ujar Kim
siauw suseng.
"Kupikir mungkin Dhalai
Lhama tua itu telah meninggal, maka keempat Dhalai Lhama itu sekarang
bertingkah di rimba persilatan Tionggoan."
"Mungkin," sam Gan
sin Kay manggut-manggut, kemudian memandang Lim Ceng Im yang duduk diam.
"Cucu Bagaimana dengan
engkau?"
"Aku... aku...." Lim
Ceng Im tersentak-
"Aku baik-baik
saja."
"Maksudku engkau sudah
memperoleh berita tentang Tio cie Hiong apa belum?" tanya sam Gan sin Kay.
"Aku sudah mengutus
beberapa pengemis untuk mencarinya, tapi...." Wajah Lim Ceng Im
tampak murung.
"sama sekali tiada kabar
beritanya."
"Cucu" sam Gan sin
Kay tertawa.
"Engkau tidak usah cemas,
aku dan Kim siauw suseng akan mencarinya, sementara ini engkau jangan
berkeluyuran dulu, sebab rimba persilatan mulai kacau."
"Ya." Lim Ceng Im
mengangguk-
Heran?" gumam Lim Peng
Hang. "Sebetulnya anak itu berada di mana?" -ooo00000ooo-
setengah tahun kemudian, Tio
cie Hiong telah berhasil mempelajari Hok Mo cin Keng di bawah bimbingan Thian
Thay siansu, sudah barang tentu hweeshio itu merasa gembira sekali.
"Cie Hiong" ujar
Thian Thay siansu ketika mereka berdua sedang duduk di halaman.
"Kini engkau telah
berhasil menguasai ilmu Penakluk iblis, maka engkaupun boleh meninggalkan biara
ini."
"Siansu" Tio Cie
Hiong memandang hweeshio tua itu. "Aku sudah betah di sini, maka aku tidak
mau pergi." "Omitohud" ucap Thian Thay siansu.
"Cie Hiong, dalam hatimu
terdapat sang Budha. Tapi engkau tidak berjodoh tinggal di dalam biara-"
"Kenapa?" tanya Tio
Cie Hiong heran.
"Sebab engkau memikul
suatu tugas, lagi pula engkau ditakdirkan harus mempunyai isteri, anak dan
cucu."
Thian Thay siansu
memberitahukan.
"Siansu" Tio Cie
Hiong bingung.
"Aku memikul suatu tugas
apa?"
"Menolong sesama manusia
dengan ilmu pengobatanmu, dan menyelamatkan rimba persilatan." Thian Thay
siansu menberitahukan.
"Menolong sesama manusia
dengan ilmu pengobatan memang harus, tapi menyelamatkan rimba persilatan
bukanlah tugasku," ujar Tio Cie Hiong.
"Tapi engkau telah
memiliki Pan yok Hian Thian sin Kang, itu berarti engkau harus menyelamatkan
rimba persilatan." Thian Thay siansu menjelaskan.
"Pan yok Hian Thian sin
Kang hanya untuk menyehatkan tubuh, bukan untuk menyelamatkan rimba persilatan.
Lagi pula aku tidak pernah belajar ilmu silat."
"omitohud" Thian
Thay siansu tersenyum. "Bukankah engkau pernah belajar semacam gerakkan
dari monyet putih?"
"Benar- Tapi pada waktu
itu aku hanya iseng," sahut Tio cie Hiong. "Itu sudah merupakan
takdir-" Thian Thay Siansu menatapnya. "Maka engkau harus
menyelamatkan rimba persilatan." "Tapi aku tidak mau membunuhi"
tegas Tio Cie Hiong.
"Kedua orang tuamu mati
di tangan Bu Lim sam Mo, sedangkan kakakmu mati di tangan Empat Dhalai Lhama.
Apakah engkau mau diam saja?" tanya Thian Thay siansu.
Kedua orang tuaku mati karena
sebuah kotak pusaka, kakakku mati lantaran melawan keempat Dhalai Lhama
itu," jawab Tio Cie Hiong seakan menjelaskan.
"Lalu kenapa engkau
terpukul oleh Hek Pek siang Keay?" tanya Thian Thay siansu mendadak.
"Mereka menghendaki aku
menjadi pelayan mereka, tapi aku tidak mau karena harus pergi mencari Ku Tok
Lojin. oleh karena itu, Hek Pek siang Koay melukaiku dengan pukulan Ngo Tok
Gang," jawab Tio cie Hiong.
"Bukan hanya melukai,
bahkan mereka ingin membunuhmu. Kalau engkau tidak memiliki Pan yok Hian Thian
sin Kang, bukankah engkau sudah mati di tangan mereka?" ujar Thian Thay
siansu sambil menatapnya lembut.
Tio Cie Hiong diam saja-
"sok Beng yok ong selalu
menolong orang, tapi akhirnya malah dibunuh oleh penjahat-Kudamu tidak bersalah
apa-apa, tapi dibunuh oleh oey san sam Hiong Jadi engkau tetap akan membiarkan
penjahat merajarela?" lanjut Thian Thay siansu-
"satu penjahat bisa
membunuh puluhan orang, kalau engkau membunuh satu penjahat, itu berarti engkau
telah menyelamatkan puluhan nyawa orang."
"siansu, bukankah
membunuh itu dosa?" tanya Tio Cie Hiong.
"Membunuh memang
dosa,tapi membunuh penjahat demi menolong orang banyaki itu bukanlah
dosa." jawab Thian Thay siansu.
"Bukankah para Budha juga
harus membunuh para setan iblis?"
"siansu" Tio Cie
Hiong menundukkan kepala.
"Aku...tidak mau
membunuh-"
"Engkau boleh tidak
membunuh, cukup memusnahkan kepandaian para penjahat saja- Maka mereka tidak
bisa melakukan kejahatan lagi-" Thian Thay siansu memberi petunjuk.
"Terima kasih atas
petunjuk siansu" ucap Tio Cie Hiong-
"Kini engkau sudah
mengerti?" tanya Thian Thay siansu sambil tersenyum.
"Aku sudah mengerti,
siansu-" Tio cie Hiong mengangguk-
"Bagus" Thian Thay
siansu tersenyum lagi.
"Maka aku akan menggunakan
waktu tiga hari untuk memberi petunjuk kepadamu mengenai Pan yok Hian Thian sin
Kang dan lain sebagainya."
"Terima kasih,
siansu" ucap Tio Cie Hiong dengan mata agak terbelalak.
"siansu mengerti tentang
ilmu Iweekang?"
"seratus tahun lebih aku
membaca berbagai macam kitab, maka aku mengerti ilmu Iwekang" jawab Thian
Thay siansu memberitahukan.
"Bahkan aku pun akan
mengajarmu tulisan Thian Tok dan tulisan Han (Cina) kuno"
"Terima kasih,
siansu" ucap Tio Cie Hiong kagum.
"omitohud" Thian
Thay siansu tersenyum.
"Nah, sekarang engkau
boleh mencoba mengerahkan Pan yok Hian Thian sin Kang." "ya."
Tio cie Hiong sebera mengerahkan Iwekang tersebut. "Ngmmm" Thian Thay
siansu manggut-manggut.
"Engkau masih belum bisa
menghimpun dan menyalurkan Iwekang itu, bukan?"
"ya, siansu." Tio
Cie Hiong mengangguk.
"Menghimpun harus dengan
cara...." Thian Thay siansu mulai memberi petunjuk kepada Tio Cie
Hiong bagaimana caranya
menghimpun dan menyalurkan Iwekang tersebut.
"Engkau sudah
mengerti?"
"Aku sudah mengerti,
siansu," ucap Tio Cie Hiong girang.
"Sekarang engkau harus
memperlihatkan gerakan-gerakan monyet putih itu," ujar Thian Thay siansu.
Tio Cie Hiong segera
memperlihatkan Kui Kiong san Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat).
"Luar biasa" ujar
Thian Thay siansu setelah Tio Cie Hiong berhenti,
"gerakkan itu berdasarkan
unsur Ngo Heng, Pat Kwa dan Kiu Kiong. Apabila engkau diserang, pergunakanlah
ilmu langkah ini"
Tio Cie Hiong mengangguk-
Tiba-tiba ia teringat sesuatu dan berkata.
"siansu, aku pun pernah
meniru semacam gerakan monyet putih itu, tapi tidak bisa sempurna."
"oh? Cobalah engkau perlihatkan" sahut Thian Thay siansu.
Tio cie Hiong segera meloncat
ke atas setinggi lima depa, kemudian menarik nafas dalam-dalam sambil
berjungkir balik. Badannya melayang turun dengan ringan sekali.
"siansu Monyet putih itu
berjungkir balik, tapi badannya melambung ke atas. Kenapa badanku malah
melayang ke bawah?" tanya Tio Cie Hiong.
"omitohud" Thian
Thay siansu tersenyum.
"Itu adalah ginkang
tingkat tinggi, tngkau menarik nafas dalam-dalam sekaligus berjungkir balik,
itu memang benar. Hanya saja engkau tidak tahu caranya"
"Mohon petunjuki
siansu"
"Ketika engkau menarik
nafas dalam-dalam, Iwekangmupun harus dihimpun, lalu sepasang tanganmu menekan
ke bawah di saat engkau berjungkir balik, maka badanmu akan melambung ke
atas"
"oh?" Tio Cie Hiong
kurang percaya, namun ia cepat-cepat mencobanya.
la meloncat ke atas, kemudian
mengikuti petunjuk hweeshiotua itu. seketika juga badannya melambung ke atas.
Bukan main girangnya Tio Cie Hiong. la berjungkir balik lagi sesuai dengan
petunjuk itu, badannya melambung ke atas lagi lima enam depa tingginya.
" Cukup, seru Thian Thay
siansu sambil tertawa.
"Apakah engkau ingin
terus-menerus berjungkir balik seperti sun Hgo Kong (Kera sakti yang mengawal
Padri Tong sam Cong ke barat) hingga ke sorga?"
Tio Cie Hiong sebera melayang
turun dengan ringan sekali. Thian Thay siansu menatapnya sambil tersenyum.
"Kini engkau telah
berhasil menguasai ilmu ginkang itu," ujar hweeshio tua itu.
"Tapi engkau tidak bisa
menyerang, jadi—""
Thian Thay siansu berpikir
lama sekali, kemudian wajahnya tampak berseri-
"Engkau bisa mengibaskan
lengan bajumu, tapi harus mengerahkan tweekang pada lengan bajumu itu."
katanya memberi petunjuk-
Tio Cie Hiong mengerahkan
Iweekang pada lengan bajunya, lalu dikibarkan ke arah sebuah pohon yang
berjarak sekitar enam depa-Braaak Pohon itu langsung tumbang.
Tio Cie Hiong terbelalak
menyaksikannya, sedangkan Thian Thay siansu manggut-manggut.
"Engkau mengerahkan
berapa bagian Iwekangmu?" tanya hweeshio tua itu.
"Cuma lima
bagian,"jawab Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Bagus" Thian Thay
Siansu tersenyum.
"Kini engkau pasti sudah
tahu, berapa tingginya Iweekang mu."
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk-
"Di dalam tubuh kita
terdapat tiga ratus lebih titik Hiat to {Jalan Darah), Hiat to kematian, lumpuh
dan lain sebagainya." Thian Thay siansu menjelaskan.
"Maka ada semacam ilmu
khusus menotokjalan darah orang. Tapi engkau tidak usah takut, sebab engkau telah
memiliki Pan yok Hian Thian sin Kang, yang membuat tubuhmu tidak mempan
ditotok- Namun sebaliknya engkau malah mampu menotok jalan darah orang dari
jarak jauhi—"
Thian Thay siansu memberi
petunjuk kepada Tio Cie Hiong mengenai ilmu totok jalan darah, dan pemuda itu
mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Karena engkau tidak mau
membunuhi maka engkau harus memutuskan salah satu nadi di dalam tubuh
mereka," ujar Thian Thay siansu memberi petunjuk lagi.
"Jadi kepandaian mereka
pasti musnah, tentunya mereka tidak bisa melakukan kejahatan lagi. Engkau
jangan memusnahkan kepandaian mereka dengan cara menotok Jalan darah mereka,
sebab ada semacam ilmu dapat membuka totokan."
"ya." Tio Cie Hiong
mengangguk.
"Mulai hari ini aku akan
mengajarkan kepadamu beberapa bahasa dan tulisan, termasuk tulisan Han
kuno," ujar Thian Thay siansu memberitahukan.
"Terima kasih,
siansu" ucap Tio Cie Hiong dengan wajah berseri dan memandang Thian Thay
siansu dengan kagum sekali-
"Sungguh luas pengetahuan
siansu"
"cie Hiong" Thian
Thay siansu menatapnya lembut sambil tersenyum-
"Ayahku adalah orang Han,
ibuku orang Thian Tok- sejak kecil aku tinggal di Thian Tok- Ketika berusia
lima tahun, aku sudah menjadi hweeshio, sekaligus belajar berbagai bahasa dan
tulisan, setelah itu, aku pergi merantau tapi tidak lupa membaca berbagai macam
kitab- Aku mencurahkan perhatianku pada ilmu pengetahuan, maka tidak belajar
ilmu silat. Namun aku mengerti tentang ilmu Iweekang. &ngkau masih mengerti
ilmu pengobatan, aku malah tidak, oleh karena itu, engkau harus mengembangkan
semua ilmu itu untuk menolong sesama manusia, sekaligus menyelamatkan rimba
persilatan yang akan dilanda banjir darah"
"Ya, siansu" Tio Cie
Hiong mengangguk,-
"omitohud" ucap
Thian Thay siansu sambil tersenyum, kemudian menatap Tio Cie Hiong dalam-dalam
seraya berkata-
"Walau kelak engkau akan
menghadapi suatu bahaya, tapi engkau tetap akan selamat—"
"siansu" Tio Cie
Hiong mengerutkan kening.
"Aku akan mengalami
bahaya apa kelak?"
"Engkau tidak perlu
cemas, sebab engkau pasti selamat," ucap Thian Thay siansu. "Omitohud
Itu adalah rahasia langit, maka aku tidak boleh memberitahukan,
omitohud—-" -ooo00000ooo-
Bab 17 Menolong seorang
Hartawan
Tampak seorang pemuda
berpakaian putih meninggalkan biara tua yang di gunung Thian Thay san. Pemuda
itu adalah Tio Cie Hiong yang telah menguasai beberapa ilmu.
Mendadak ia teringat pada
Paman Tam di Hong Lui Po- sudah hampir empat tahun ia berpisah dengan orang tua
itu- Kini timbullah rasa rindunya pada orang tua tersebut, maka ia berangkat
menuju Vuri Angin Halilintar..
Dalam perjalanan, Tio Cie
Hiong selalu menolong orang sakit tanpa menerima upah. la sungguh-suhgguh
mengamalkan ilmu pengobatannya.
Tiba-tiba ia pun teringat Tok
Pie sin Wan (Lutung sakti Lengan Tunggal) yang keliru melatih semacam ilmu,
sehingga membuat dirinya takut akan sinar matahari, dan harus menghisap darah
ayam.
Dalam perjalanan ini, ia
memang harus melewati Cing san. Maka ia mengambil keputusan untuk singgah di
goa Angin Puyuh, tempat tinggal Tok Pie sin wan.
Beberapa hari kemudian, Tio
Cie Hiong tiba di gunung cing san, langsung menuju goa tersebut, setibanya di
goa itu, hari sudah malam,
"cianpwee cianpwee"
serunya di depan goa-
Tiba-tiba berkelebat sosok
bayangan, yang ternyata Tok Pie sin Wan. orang tua itu menatap Tio Cie Hiong
dengan mata terbelalak-
"Engkau? Cie Hiong?"
seru Tok Pie sin wan girang, "cianpwee, aku memang Tio Cie Hiong,"
sahut pemuda itu.
"Ayohi masuk" Tok
Pie sin wan mengajaknya ke dalam goa. Mereka lalu duduk berhadapan. "wah
engkau sudah besar sekarang Bagaimana? Apakah engkau sudah bertemu Ku Tok
Lojin?"
"Belum. Tapi aku malah
sudah bertemu dengan kakak kandungku,"jawab Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Tapi... dia mati dalam
pelukanku."
"oh?" Tok Pie sin
wan terkejut.
"Siapa yang
membunuhnya?"
"Empat Dhalai Lhama
Tibet."
Wajah Tok Pie sin wan berubah
hebat
"Empat Dhalai Lhama
Tibet?"
"ya." Tio Cie Hiong
mengangguki
"Cianpwee kenal
mereka?"
"Tidaki tapi aku pernah
mendengar dari almarhum guruku." Tok Pie sin wan memberitahukan.
"Mereka berempat adalah
murid seorang Dhalai Lhama tua Tibet. Tapi- kenapa mereka memasuki
Tionggoan?"
Tio cie Hiong
menggeleng-gelengkan kepala- Tok Pie sin Wan menatapnya seraya bertanya.
"Engkau sudah tahu siapa kedua orang tuamu?"
"sudah." Tio Cie
Hiong mengangguk dengan wajah murung.
"Ayahku adalah Hui Kiam
Bu Tek-Tio H seng, sedangkan ibuku adalah sin Pian Bijin-Lie Hui Hong. Tapi
kedua orang tuaku telah dibunuh oleh Bu Lim sam Mo belasan tahun lampau."
"Haah?" Tok Pie sin
wan terbelalak-
"Kalau begitu. Ku Tok
Lojin adalah kakek ibumu"
"Oh?" Tio cie Hiong
tertegun.
"Bukankah aku pernah
menceritakan tentang Ku Tok Lojin?" ujar Tok Pie sin wan.
"Ya." Tio Cie Hiong
baru ingat akan apa yang pernah diceritakan Tok Pie sin wan kepadanya.
"Aaakh—" Tok Pie sin
wan menghela nafas.
"Bu Lim sam Mo yang
membunuh kedua orang tuamu, itu...."
"Dikarenakan sebuah kotak
pusaka," ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Aku harus mencari
mereka untuk memusnahkan kepandaian mereka bertiga."
"Cie Hiong...." Tok
Pie sin wan mengerutkan kening.
"Kepandaian Bu Lim sam Mo
sangat tinggi, bagaimana mungkin...."
"Cianpwee, ternyata aku
memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang...." Tio Cie Hiong memberitahukan
tentang semua itu.
Tok Pie Sin Wan mendengarkan
dengan mulut ternganga lebar, dan memandang Tio Cie Hiong dengan mata tak
berkedip-
"Luar biasa Itu sungguh
luar biasa" ujar Tok Pie sin wan seusai Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Jadi engkau pun telah bertemu Thian Thay siansu?" "ya-"
Tio cie Hiong mengangguk-
"siansu itulah yang
memberi petunjuk kepadaku mengenai Iweekang dan lain sebagainya."
"Itu sungguh di luar dugaan" gumam Tok Pie sin wan.
"Aku pernah mendengar
dari almarhum guruku, bahwa Thian Thay siansu telah mencapai tingkat
kesempurnaan. engkau dapat bertemu siansu itu, boleh dikatakan berjodoh-"
"ohya, Cianpwee Aku ingin
memeriksa nadi Cianpwee," ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan.
"Mudah-mudahan aku dapat mengobati Cianpwee"
"Engkau boleh dikatakan
murid sok Beng yok ong, tentunya dapat menyembuhkanku," sahut Tok Pie sin
Wan sambil tertawa gembira-
"Mudah-mudahan,
cianpwee" ucap Tio Cie Hiong dan mulai memeriksa nadi Tok Pie sin Wan, dan
setelah itu ia berkata-
"Cianpwee pernah melatih
semacam ilmu yang mengandung racun, dan karena kurang berhati-hati maka racun
itu malah menyerang diri Cianpwee, bukan?"
"ya." Tok Pie sin
Wan mengangguki
"Aku pernah melatih Pek
Kut Ciang (Ilmu Pukulan Tulang putih), namun akhirnya diriku malah menjadi
begini-"
"Tidak apa-apa,"
ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum-
"Aku akan membersihkan
racun dalam tubuh Cianpwee dengan Iweekang ku. Harap cianpwee duduk
bersila"
Tok Pie Sin Wan menurut.
Setelah orang tua itu duduk bersila, Tio Cie Hiong pun duduk bersila di
belakangnya, kemudian menempelkan sepasang telapak tangannya pada punggung
orang tua itu.
seketika juga Tok Pie sin wan
merasa ada hawa hangat mengalir ke dalam tubuhnya, dan makin lama ia merasa
makin nyaman. Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong
melepaskan tangannya seraya berkata.
"Racun di dalam tubuh
Cianpwee telah bersih, tapi Cianpwee masih harus makan obat. Mulai besok pagi,
Cianpwee sudah tidak takut sinar matahari dan tak perlu menghisap darah ayam
lagi."
Tio Cie Hiong mengeluarkan
sebutir pil, lalu diberikannya kepada Tok Pie sin wan. Betapa gembira dan
terharunya orang tua itu.
"Terima kasih, Cie
Hiong" ucap Tok Pie sin wan sesudah makan pil tersebut.
"Cianpwee" Tio Cie
Hiong tersenyum.
"Menolong orang memang
sudah merupakan kewajibanku, sebab aku mengerti ilmu pengobatan."
"Engkau sungguh berbudi
luhur"Tok Pie sin Wan memandangnya kagum.
"ohya, engkau bisa meniup
suling?"
"sejak kecil aku sudah
meniup suling," jawab Tio Cie Hiong.
"Memangnya kenapa?"
"Ha ha ha" Tok Pie
sin wan tertawa girang.
"Ini sungguh kebetulan.
Ketika baru menghuni goa ini, aku menemukan suling kumala. Karena engkau bisa
meniup suling, maka akan kuhadiahkan padamu."
Tok Pie sin Wan segera
mengambil suling kumala tersebut, lalu diberikan kepada Tio cie Hiong.
"Terima kasih,
Cianpwee" ucap Tio Cie Hiong gembira.
"Sungguh indah suling
kumala ini"
"Cie Hiong, cobalah tiup
suling kumala itu sebentar" ujar Tok Pie sin wan.
"ya." Tio Cie Hiong
segera meniup suling kumala itu. Bukan main merdu dan nyaringnya suara suling
tersebut. Kemudian Tio Cie Hiong pun mengerahkan Pan yok Hian Thian sin Kang,
sehingga seketika itu juga Tok Pie sin wan terbelalak dan diam tak bergerak-
Berselang sesaat, barulah Tio
Cie Hiong berhenti- Ketika menyaksikan Tok Pie sin wan tak bergeraki ia pun
terheran-heran.
"Cianpwee Cianpwee"
panggil Tio Cie Hiong.
Tok Pie sin wan tersentak
kaget.
"Aku... aku berada di
mana?"
"Eeeh?" Tio cie
Hiong terperangah-
"Bukan-kah cianpwee
berada di dalam goa? Kok lupa?"
"Aku— aku—-"
Mendadak Tok Pie sin wan berseru.
"Bukan main suara suling
kumala itu, aku terpengaruh sehingga melupakan diri Ha ha ha Bu Lim Ji Khie Kim
siauw suseng masih tidak bisa dibandingkan denganmu Dia memiliki suling emas,
engkau memiliki suling kumala Ha ha ha—"
"Cianpwee" ujar Tio
Cie Hiong sungguh-sungguh-
"Lain kali di saat meniup
suling kumala ini, aku tidak berani mengerahkan Pan yok Hian Thian sin Kang
lagi. sebab akan mempengaruhi orang yang mendengarnya. Aku akan meniup tanpa
mengerahkan Iweekang itu."
"Oh?" Tok Pie sin
wan terbelalaki lalu tertawa terbahak-bahaki
"Sungguh tak terduga,
ternyata suling kumala itu termasuk benda pusaka"
"Benar-" Tio Cie
Hiong mengangguki
"Kim Siauw Suseng
terkenal akan Toh Hun Mi Im (suara Pembetot Sukma), suara sulingmu itu..."
"Khong sim Mi Im (suara
mengosongkan Hati)," sambung Tio Cie Hiong sambil tertawa kecil.
"Tepat sekali,"
sahut Tok Pie sin wan sambil tertawa gembira.
"Cianpwee, kini penyakit
Cianpwee boleh dikatakan telah sembuh, maka aku mohon pamit."
"Tapi--, sudah malam." Tok Pie sin wan ingin menahannya.
"Itu tidak apa-apa,"
sahut Tio Cie Hiong. Kemudian ia melesat pergi menggunakan ginkang, dan
seketika juga telah hilang dari pandangan Tok Pie sin wan. orang tua itu
terbelalak dengan mulut ternganga lebar, lama sekali barulah bergumam.
"Sungguh luar biasa
sekali ginkang apa itu?"
-ooo0000ooo-
Tio Cie Hiong terus melakukan
perjalanan menuju Hong Lui Po- Ketika sampai di sebuah jalan yang sepi,
tiba-tiba ia melihat belasan orang sedang bertempur. Tampak beberapa ekor kuda
dan sebuah kereta mewah di pinggir jalan itu, dua orang berpakaian piauws u
(Pengawal) terkapar berlumuran darah, dan tiga orang piauws u sedang bertempur
mati-matian.
setelah menyaksikan, Tio Cie
Hiong yakin bahwa para penyerang itu adalah perampok-segeralah ia melesat ke
sana menggunakan ginkang sambil membentak keras-
"Berhenti" suara
bentakannya disertai Iwee-kang, maka sangat mengejutkan orang-orang yang sedang
bertempur itu, sehingga mereka berhenti bertempur.
Tio Cie Hiong melayang turun.
Pada waktu bersamaan, seorang tua berpakaian indah mengintip ke luar dari dalam
kereta mewah itu Ter-belalaklah orang tua tersebut ketika melihat Tio Cie Hiong
melayang turun.
setelah sepasang kakinya
menginjak tanah, Tio Cie Hiong menatap para perampok itu dengan dingin-
"Cepatlah kalian pergi,
jangan sampai aku turun tangan terhadap kalian" ujar Tio Cie Hiong.
semula para perampok tersebut
memang terkejut sekali mendengar suara bentakan keras itu, sebab telinga mereka
terasa sakit sekali. Tapi setelah melihat yang melayang turun itu seorang
pemuda, tertawalah mereka.
"Hei Anak muda Lebih baik
engkau jangan ikut campur cepatlah tinggalkan tempat ini Kalau tidak-—"
"Kalian ingin
membunuhku?" sahut Tio Cie Hiong sambil mengerutkan kening.
"ya." sahut kepala
perampoki lalu memberi isyarat kepada para anak buahnya untuk menyerang Tio cie
Hiong.
Tampak tujuh orang mendekati
Tio Cie Hiong sambil mengangkat senjata masing-masing. Tio Cie Hiong tetap
berdiri di tempat tak bergerak sama sekali. Ketika melihat tujuh orang itu
menyerangnya, ia cuma menggeleng-gelengkan kepala. Di saat senjata-senjata itu
mengarah ke dirinya, Tio Cie Hiong mengibaskan lengan bajunya.
Bukan main kibasan lengan
bajunya Tampak orang-orang itu terpental belasan depa jauhnya, bahkan
senjata-senjata mereka pun telah patah semua. "Aaaakh..." jerit
mereka ketika jatuh terkapar-
Kepala perampok terbelalak
seakan melihat hantu di siang hah bolong. Begitu pula para piauwsu, mulut
mereka ternganga lebar, sedang-kan orang tua yang ada didalam kereta mewah itu
mengucek mata, seakan tidak percaya apa yang dilihatnya didepannya.
"Kalian sudah sering
merampoki maka hari ini aku terpaksa turun tangan terhadap kalian semua"
ujar Tio Cie Hiong dan mendadak badannya berkelebat ke sana ke mari laksana
kilat.
Dalam waktu sekejap, kepala
perampok beserta anak buahnya telah roboh semua sambil merintih-rintih-
"Mulai sekarang kalian
sudah tidak bisa melakukan kejahatan lagi, maka selanjutnya baik-baiklah
menjadi orang" ujar Tio cie Hiong.
"siauw hiap" salah
seorang piauwsu mendekatinya sambil menjura.
"Terima kasih atas
pertolongan siauw Hiap Tapi para perampok itu harus dibunuh- Kalau tidaki
mereka pasti akan merampok lagi."
"Tidak perlu membunuh
mereka," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Kenapa?" Piauwsu
itu tercengang.
"sebab aku telah
memusnahkan kepandaian mereka, maka kini mereka telah berubah seperti orang
biasa." Tio cie Hiong memberitahukan.
"oooh" Piauwsu
manggut-manggut dan kagum sekali pada Tio Cie Hiong.
"Kepandaian siauw Hiap
sungguh tinggi"
"Kepandaianku hanya
biasa-biasa saja," sahut Tio Cie Hiong merendah-"Kini sudah aman,
kalian boleh melanjutkan perjalanan."
"Siauw Hiap orang tua
berpakaian indah berjalan mendekati Tio Cie Hiong.
"siauw Hiap.."
"Ada apa. Tuan?"
tanya Tio Cie Hiong.
"siauw Hiap telah
menyelamatkan nyawaku, maka aku harus mengucapkan terima kasih pada siauw
Hiap." ujar orang tua itu.
"Tuan tidak usah
mengucapkan terima kasih kepadaku" Tio cie Hiong tersenyum.
"Berterima-kasihlah pada
Thian (Tuhan), sebab kebetulan aku lewat dijalan ini, tentunya merupakan
kehendak Thian."
orang tua itu melongo
mendengar ucapan itu, kemudian manggut-manggut meraya berkata.
"Mungkin aku sering
berbuat amal, maka di saat nyawaku terancam, muncul siauw Hiap menolongku.
Tapi-—" Mendadak orang tua itu menarik nafas panjang.
Tio cie Hiong tahu bahwa hati
orang tua itu terganjel sesuatu, tapi karena orang tua itu tidak
memberitahukan, maka ia tidak mau bertanya.
"Tuan dari mana?"
tanya Tio Cie Hiong kemudian sambit memandangnya.
"siauw Hiap jangan
memanggilku tuan, panggil saja Paman"" ujar orang tua itu.
"Baik Tapi Paman juga
jangan memanggilku siauw hiap- Namaku Tio Cie Hiong, maka Paman cukup memanggil
namaku saja," ujar pemuda itu.
"Ng" orang tua itu
mengangguk dan memperkenalkan dirinya-
"cie Hiong, aku adalah
hartawan Lie bertempat tinggal di kota Pie Hong. cie Hiong, aku mengundangmu ke
rumahku."
"Paman...." Tio Cie
Hiong menggelengkan kepala.
"cie Hiong, engkau tidak
mau memberi sedikit muka padaku?" tanya hartawan Lie sambil menghela
nafas.
Tio cie Hiong berpikir
sejeNak, kemudian mengangguki sebab ia memang harus melewati kota itu.
"Baiklahi paman"
"Terima kasih" ucap
hartawan Lie tanpa sadar saking girang.
"Kok Paman yang berterima
kasih kepadaku?" Tio Cie Hiong tersenyum.
"seharusnya aku yang
berterima kasih kepada Paman" "sama-sama." Hartawan Lie tertawa
dengan wajah agak memerah-"Ayohi kita masuk ke kereta"
"Tunggu, Paman"sahut
Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Aku harus mengobati
piauwsu-piauwsu yang terluka."
Tio cie Hiong segera mengobati
beberapa piauwsu yang terluka, setelah itu barulah ia masuk ke dalam kereta dan
duduk di sisi hartawan Lie.
Tak lama berangkatlah mereka
menuju Kota Pie Hong. sementara hartawan Lie tak henti-hentinya memandang Tio
Cie Hiong dengan kagum. Kini usia pemuda itu sudah hampir delapan belas. gerak-
geriknya halus, sopan dan sangat tampan pula, sehingga hartawan Lie menaruh
perhatian kepadanya. "Sebetulnya Paman dari mana?" tanya Tio Cie
Hiong.
"Pulang sembahyang dari
biara Ceng Tek Bio-"jawab hartawan Lie memberitahukan.
"Di tengah jalan muncul
perampok-perampok itu. Para piauwsu yang kusewa untuk mengawalku itu tidak
becus sama sekali."
"Mereka bukan tidak
becus, melainkan para perampok itu berkepandaian tinggi." Tio Cie Hiong
tersenyum.
"Jadi para piauwsu
kewalahan melawan mereka, namun mereka telah melawan secara mati-matian karena
harus melindungi Paman. oleh karena itu, Paman harus menambah uang imbalan
mereka."
"Ngram" Hartawan Lie
manggut-manggut dan semakin kagum, sebab Tio Cie Hiong begitu bijaksana.
"ohya, kenapa Paman pergi
sembahyang ke biara itu?" tanya Tio Cie Hiong heran.
"Aaakh—" Hartawan
Lie menghela nafas.
"sudah seminggu isteriku
menderita sakit, semua tabib di kota tak mampu mengobatinya, karena itu aku
pergi sembahyang."
"isteri Paman menderita
sakit apa?"
"Entahlah" Hartawan
Lie menggelengkan kepala dan menghela nafas lagi.
Kadang-kadang menggigil
kedinginan, kemudian badannya panas dan mengoceh tidak karuan. Maka ada
beberapa tabib mengatakan bahwa isteriku terganggu oleh arwah gentayangan
Karena itu, kemarin dulu aku pun mengundang seorang tosu (Pendeta Taosme) ke
rumah untuk mengusir arwah gentayangan itu. Dia minta dua ribu tael perak.
katanya uang itu untuk berbagai keperluan. Tapi--, isteriku tetap tidak sembuh,
sehingga tosu itu kusuruh pergi. Pagi ini atas saran seorang temanku,
berangkatlah aku ke biara Ceng Tek Bio untuk sembahyang di sana."
"Paman" Tio Cie
Hiong tersenyum.
"Aku mengerti sedikit
ilmu pengobatan, aku akan coba mengobati isteri Paman."
"oh?" Hartawan Lie
terbelalak-
"Engkau masih begitu muda
tapi mengerti ilmu pengobatan?"
"Cuma mengerti
sedikit," jawab Tio Cie Hiong merendah.