Tuan rumah yang menyebut diri
sendiri sebagai Raja Boneka memotong perkataan Siauw Tjap-it-long dan berkata:
“Dua puluh tahun lagi, kukira
kalian juga bisa melupakan asal usul dan nama sendiri.”
Di depan orang asing, Sim Pek
Kun tidak mau bicara. Ia bungkam, menyerahkan semua kebijaksanaan kepada Siauw
Cap-it-long.
Tapi keterangan tuan rumah
boneka tersebut sangat mengejutkannya, tanpa disadari ia berteriak;
“Dua... dua puluh tahun?”
Seneonya naik, karena dia akan
hidup di dalam komplotan boneka hidup sampai dua puluh tahun.
Tuan rumah boneka itu
menganggukkan kepala berkata,
“Ya, dua puluh tahun... di
saat aku baru memasuki dunia khayalan boneka, aku juta tidak tahan dan tidak
sanggup menerima tekanan2 bathin yang hebat, satu haripun tidak sanggup, mana
bisa bertahan hidup bersama-sama dengan jiwa boneka? Tapi... hari demi hari
kulewatkan... bulan demi bulan kulewatkan, akhirnya tahun berganti tahun... dua
puluh tahun aku bertahan. Biar bagaimana aku masih hidup, seorang yang hidup
lebih baik daripada mati.”
Sim Pek Kun memalingkan
kepala, dua butir air mata djatuh ke lantai. Ia tidak mau mengucurkan air mata
jatuh ke lantai, ia tidak mau mengucurkan rasa kesedihan di depan orang apalagi
di depan orang yang belum dikenal. Sayang penghidupan itu sangat menekan
jiwanya, dia menangis.
Siauw Cap-it-long masih
mengilmiah sesuatu, ia meragukan adanya dunia boneka, memandang kepada si raja
rumah boneka ajaib, memandang pendekar Tikar Terbang Lui Bie, akhirnya
memandang kepada pendekar Kuda Semberani Liong Kui. Kepada mereka ia bertanya,
“Kalian tahu, bagaimana cara
kehadiran kalian di tempat ini?”
Lui Bie balas memandang Siauw
Cap-it-long, ia bertanya,
“Kau tahu, jalan2 yang
ditempuh menuju ke tempat ini?”
Siauw Cap-it-long menyengir.
“Bukan saja tidak tahu. Percayapun sulit diterima,” ia berkata terus terang.
Lui Bie menenggak araknya, ia
berkata,
“Ya, sulit untuk dipercaya.
Siapapun tidak percaya, bagaimana seorang manusia hidup bisa jadi boneka
kerdil? Bahkan menjadi boneka hidup? Yah... percayapun begitu, tidak percayapun
begitu juga... aku hidup di dalam khayalan yang seperti ini selama duabelas
tahun, mengharapkan satu impian... kuharapkan terjadi sesuatu, aku bisa sadar
dari impian ini. Tapi... impian tetap impian. Aku hidup di dalam impian selama
dua belas tahun. Impian yang tidak bisa dibangunkan.”
Liong Kui juga turut berkata:
“Sekarang kita harus percaya
bahwa impian itu adalah suatu kenyataan hidup juga.”
Raja boneka mencicipi araknya
perlahan2, dan diletakkan pula di meja. Setelah itu memandang Siauw
Cap-it-long, dia mengajukan pertanyaan, “Sebelum tuan berada di tempat ini,
pernahkan mengalami jiwa krisis?”
Siauw Cap-it-long
menganggukkan kepala, “Kami pernah berada di ambang pintu kematian.”
“Jiwa kalian juga ditolong
oleh seorang yang bernama Thiang kongcu?” bertanya lagi si raja boneka.
“Bagaimana cungcu bisa tahu?”
bertanya Siauw Cap-it-long.
Raja boneka menghela nafas, ia
berkata, “Keadaanku tidak jauh berbeda dengan keadaan kalian. Di saat jiwaku
terancam maut, Thian Kongcu yang memberi pertolongan. Tapi...”
Lui Bie memotong pembicaraan
si raja boneka dan berkata gemas, “Tapi maksudnya menolong kita itu bukan
dengan maksud baik. Kita dijadikan budak2nya, kita dijadikan mainan2nya yang
paling istimewa.”
Memandang kepada mereka, Siauw
Cap-it-long bertanya, “Di antara jiwie bertiga, siapakah yang telah melihat
wajah Thian kongcu?”
Si raja boneka menghela nafas
dan menjawab pertanyaan itu. “Siapapun belum pernah bertemu muka dengannya.
Tapi sampai sekarang, sudah bisa tuan bayangkan bagaiman keadaan Thian Kongcu
itu.”
Lui Bie menggertek gigi, ia
berkata, “Dia bukan seorang manusia. Dia adalah biang iblis, lebih jahat
daripada iblis.” Berkata sampai di sini , Lui Bie menengok ke arah jendela,
wajahnya memperlihatkan rasa takut.
“Awas!” raja boneka memberi
peringatan. “Kalau sampai ia marah, akibatnya terlalu buruk. Dengan menggunakan
dua jari, ia bisa memitas kita, tahu?”
Siauw Cap-it-long mengerutkan
alis, mendongakkan ke atas, memeriksa ke langit luar, dia sedang membayangkan
akan kedatangan Thian kongcu yang besar seperti raksasa atau kedatangan
Siok-siok yang besar seperti raksasi, tapi bayangan-bayangan itu tidak kunjung
datang.
“Pernah Thian kongcu
menampilkan diri?” ia bertanya.
“Belum.” berkata Lui Bie.
“Tapi kita selalu dibayangi oleh ketakutan-ketakutan sendiri.”
“Boleh dibayangkan.” bertanya
Liong Kui. “Apa rasanya hidup seperti ini, kita selalu dirundung ketakutan.”
Raja boneka berkata:
“Untuk hari-hari pertama, memang
tidak tenang dan gelisah, tapi semakin lama rasa gelisah itu sudah menjadi
biasa. Tidak gentar lagi. Kita tidak perlu takut lagi.”
Liong Kui menatap tajam dan
berkata:
“Siapa saja yang sudah tiba di
tempat ini, ia akan menjadi beku dan kaku, tidak bisa merasakan kehidupan.”
Siauw Cap-it-long tidak tahu,
betulkah ia tidak bisa merasakan kehidupan? Kini, ia hendak menenggak araknya,
diambilnya cawan arak, diminumnya cepat.
“Eh!” tiba-tiba ia berkata:
“Mengapa tidak mau melarikan diri?”
Inilah pertanyaan yang pernah
Sim Pek Kun ajukan kepadanya.
Liong Kui menoleh kepada Siauw
Cap-it-long dan bertanya:
“Lari ke mana?”
“Betul! Ke mana hendak
melarikan diri? Mereka hanya berupa boneka-boneka kecil. Di dalam mata Thian
kongcu dan Siok-siok, lebih mudah menginjak atau melempar manusia-manusia
boneka ini. Kemana mereka harus melarikan diri?
Bisakah Siauw Cap-it-long
melarikan diri dari istana boneka? Bagaimana caranya? Mari kita mengikuti
bagian berikutnya.
RAJA, Liong Kui, Lui Bie,
Siauw Cap-it-long dan Sim Pek Kun membikin perjamuan makan.
Mereka masih bercakap-cakap.
Siauw Cap-it-long dan Sim Pek
Kun adalah dua manusia yang baru saja disusutkan, karena itu, mereka mempunyai
hasrat yang lebih besar untuk mendapat hak kebebasan.
Memandang kepada si raja
boneka, Siauw Cap-it-long berkata:
“Kita harus berusaha melarikan
diri!”
“Kesempatan untuk melarikan
diri masih ada,” kata si raja boneka.
“Oh …” sepasang sinar mata
Siauw Cap-it-long memancarkan harapan hidup. “Bagaimana?”
Si raja boneka memberi
keterangan:
“Seseorang yang bisa
menjebolkan ilmu sihir Thian-kongcu, kita bisa mendapat kebebasan hak hidup
yang sempurna.”
“Menjebolkan ilmu sihir
Thian-kongcu ?” bertanya Siauw Cap-it-long. “Siapa yang bisa merusak ilmu sihir
Thian-kongcu?”
Raja boneka menghela napas, ia
berkata:
“Kita harus menggunakan
kecerdikan otak kita, harus bisa berusaha.”
“Berusaha? Bagaimana kita
harus berusaha?”
Raja boneka berkata:
“Ilmu sihir, tidak jauh
berbeda dengan ilmu kepandaian silat, sampai dimana tinggipun ilmu itu, tentu
mempunyai batas tertentu. Seseorang yang mempunyai batas tertentu. Seseorang
yang mempunyai ilmu silat tinggi, bukan berarti menjadi tokoh silat tanpa
tandingan. Demikianpun keadaan ilmu hitam, betapa hebat ilmu sihir
Thian-kongcu, bukan berarti tidak ada tandingan. Diantaranya terdapat juga
kelengahan-kelengahan, sengaja Thian-kongcu memberi kesempatan dan memberi
kebebasan untuk mencari dan merusak dimana letak kunci kelengahan itu.”
“Thian-kongcu sengaja?”
bertanya Siauw Cap-it-long.
“Thian-kongcu membuat satu
sayembara,” berkata raja boneka. “Sayembaranya seperti ini, dia senang mendapat
tandingan-tandingan kuat, sengaja menggunakan teh ajaibnya, menyusutkan kita,
mengkerdilkan kita, tapi sengaja membuat satu kelengahan, dikatakan ada sesuatu
yang bisa merusak ilmu gaib itu. Kalau kita berhasil menemukan sesuatau, maka
reaksi minuman ajaib pecah. Kita bisa membesar, dan manusia yang normal lagi.”
“Sayembara ini dikeluarkan
oleh Thian-kongcu?” bertanya Siauw Cap-it-long
“Ya,” berkata si raja boneka.
“Thian-kongcu pernah mengatakan kepadaku, bahwa dia akan memberi kebebasan
kepada siapa saja yang bisa mencari benda pengrusak ilmu gaibnya.”
Sesudah itu, si raja boneka
mengeluarkan keluhan napas panjang, ia berkata:
“Selama dua puluh tahun aku
menjadi boneka ditempat ini, setiap hari aku membikin penyelidikan, dimana
terletak benda yang bisa memperbesar tubuh kita. Tetap tidak berhasil.”
Siauw Cap-it-long berpikir
beberapa waktu, kemudian ia bertanya:
“Bangunan rumah ini terdapat
dua puluh tujuh ruangan?”
“Kalau ruangan dapur dihitung
juga, jumlah ruangan adalah dua puluh delapan,” menjelaskan si raja boneka.
“Maka, benda yang bisa
memperbaiki keadaan normal kita terdapat diantara dua puluh delapan ruangan
ini, bukan?” berkata Siauw Cap-it-long. “Bagaimana kita tidak bisa
menemukannya?”
Raja boneka menyengir,
berkata:
“Karena tidak seorangpun yang
bisa menduga benda apa yang dimaksudkan oleh Thian-kongcu. Mungkin juga sebutir
beras. Mungkin juga sebatang lidi, mungkin juga sekeping papan, atau mungkin
juga sebongkah batu. Siapa yang dapat menduga?”
Siauw Cap-it-long berhasil
dibungkamnya.
“Benda apa yang bisa
memecahkan rahasia ilmu gaib Thian-kongcu?
Siauw Cap-it-long belum tahu.
Raja boneka berkata:
“Maka untuk menyesuaikan dan
menormalkan tubuh kita, dengan mencari benda ajaib ini, lebih sulit dari
menaiki tangga surga.”
“Sama saja dengan tidak ada,”
berkata Siauw Cap-it-long.
“Thian-kongcu membuat lain
sayembara,” berkata raja boneka.
“Lain sayembara?”
“Ya,” berkata raja boneka. “Ia
membuat dua sayembara. Sayembara pertama, tidak mungkin bisa dijebolkan. Maka
ia mengeluarkan sayembara berikutnya.”
“Tentunya sayembara yang lebih
mudah dipecahkan?”
“Mari ikut!” berkata raja
boneka, ia bangkit dan berdiri.
Mengajak kepada tamu-tamunya,
raja boneka itu meninggalkan ruangan tamu.
Menuju kepekarangan, disana
terletak sebuah batu hijau, sangat mengkilap dan licin, menunjuk kearah batu
hijau itu, si raja boneka berkata:
“Inilah sayembara yang kedua.”
“Artinya?” Siauw Cap-it-long
memandang kepada si raja boneka dengan sinar mata penuh tanda tanya.
“Tempat ini dinamakan batu
persembahan,” Raja boneka memberi keterangan. “Yang diartikan dengan batu
persembahan ialah batu khusus untuk membikin persembahan kepada Thian-kongcu.
Kalau ada seseorang yang bersedia mempersembahkan benda berharga? Maka ia bisa
membebaskan dan menghidupkan kembali, menghilangkan surut boneka.”
Sesudah itu, raja boneka menatap
Siauw Cap-it-long lama, ia bertanya:
“Benda apakah yang paling
berharga bagimu?”
Siauw Cap-it-long tidak
menjawab pertanyaan itu, ia balik bertanya:
“Benda berharga apa yang
tjhungtju miliki?”
“Bendaku yang berharga adalah
jiwa,” berkata si raja boneka. “Benda yang paling berharga bagi semua orang
adalah jiwa masing-masing. Semua manusia boneka yang hidup disini sangat
egoistis. Semua sayang kepada jiwanya sendiri. Tentu saja tidak mau mengorbankan
dirinya untuk diserahkan kepada Thian-kongcu.”
Sayembara Thian-kongcu yang
kedua juga tiada arti. Apaguna bagi para manusia boneka tersebut? Kalau mereka
diharuskan menyumbangkan jiwanya diatas batu pengorbanan, sesudah mereka mati.
Apa artinya bangkit dan hidup menjadi mayat manusia normal?
Thian-kongcu betul-betul
seperti iblis djedjadian.
Entah dengan cara bagaimana,
si raja boneka bisa menghubungi Thian-kongcu?
Yang satu kecil, yang lain
besar.
Untuk membebaskan orang-orang
yang sudah dikerdilkan oleh Thian-kongcu, untuk membikin normal kembali tubuh
yang sudah disusutkan menjadi tubuh boneka itu, Thian-kongcu membuat dua
sayembara.
Sayembara untuk melepaskan
ilmu sihir dan ilmu gaibnya.
Sayembara yang pertama adalah
menemukan rahasia anti sihir, benda itu terdapat disalah satu tempat diantara
dua puluh delapan ruangan yang berada didalam istana boneka.
Sayembara kedua,a dalah
menyerahkan sesuatu yang paling berharga kepada Thian-kongcu, dan ditempat itu.
benda berharga yang dimiliki oleh para boneka kecil adalah jiwa mereka yang
berharga, kalau mereka bersedia menyerahkan jiwa, Thian-kongcu akan membebaskan
penyihirannya. Dua jalan ini sama-sama jalan buntu.
“Bagaimana?” bertanya si raja
boneka.
“Nonsens!” berkata Siauw
Cap-it-long. “Kedua sayembara itu sama saja dengan tidak ada. Tidak mungkin!”
Raja boneka berkata:
“Sepuluh tahun yang lalu, aku
melihat seorang boneka yang dimanusiakan. Demikian kejadiannya, sepasang
suami-isteri telah diboneka hidupkan oleh Thian-kongcu.
Tinggal didalam istana boneka.
Mereka saling cinta, kasih mengasihi, tentu saja mereka sayang kepada jiwa
sendiri, tapi mereka lebih sayang kepada jiwa kekasihnya. Demikianlah, untuk
membebaskan sang suami dari kekangan ilmu sihir Thian-kongcu, sang isteri rela
mengorbankan dirinya, dia menyerahkan diri diatas batu pengorbanan dan ditukar
dengan kebebasan sang suami.”
“O …” berkata Siauw
Cap-it-long. “Pengorbanan masih bisa diganti dengan jiwa orang.”
“Tentu saja. Kalau bukan
seperti itu, apa artinya pengorbanan. Kita tidak mau menjadi bangkai besar
bukan?”
“Betul-betul Thian-kongcu
menghidupkan atau membesarkan suami itu?”
“Betul-betul Thian-kongcu
membesarkan suami tersebut,” berkata raja boneka dengan suara yang yakin.
Siauw Cap-it-long
memperhatikan si raja boneka, raja boneka yang menjadi penghuni istana boneka.
Raja boneka yang tidak mau menyebut namanya sendiri, dikatakan bahwa nama itu
sudah dilupakan.
Beberapa saat, untuk menambah
keterangannya, raja boneka berkata lagi:
“Sengaja tidak kusebut
nama-nama dari suami-isteri itu, sang isteri sudah berkorban, sang suami tentu
masih hidup dalam rimba persilatan. Selama perdjuangannya sepuluh tahun, aku
yakin kalau suami itu sudah mendapat nama kembali, ia mendapat kedudukan tinggi,
hidup sebagai manusia abadi.”
Sim Pek Kun membungkam. Sangat
lama, baru sekarang ia turut bicara:
“Kedua suami-isteri itu
mempunyai jiwa besar …”
Siauw Cap-it-long tidak
sependapat, ia menggelengkan kepala dan berkata dengan suara dingin:
“Menurut pendapatku, mereka
adalah sepasang suami-isteri yang tolol.”
“Sepasang suami-isteri tolol?”
bertanya raja boneka tertegun.
“Ya,” menjelaskan Siauw
Cap-it-long, “isteri itu tolol, anggapnya ia mengorbankan diri sendiri untuk
mendapat kebebasan sang suami. Tapi apakah reaksi dari orang yang dikasihi?
Suami itu tidak mungkin cinta kepada isterinya, terbukti dari hidup seorang diri
didunia manusia normal. Tidak mungkin membiarkan sang isteri membikin
pengorbanan, kalau dia mengindahkan jiwa isteri tersebut. Apa guna ia hidup
kembali, kalau kehilangan isteri yang dicintai? Apa guna ia hidup dimanusia
normal? Tanpa didampingi oleh isterinya yang tercinta.”
Raja boneka kalah berdebat. Ia
diam.
“Menurut hematku,” berkata
Siauw Cap-it-long lagi. “Kalau betul suami itu masih hidup dengan sadar, tentu
mempunyai hati yang pepat, pasti menyesal. Hidup didalam penyesalan adalah
hidup yang sangat sengsara, kukira dia menderita, bermabuk- mabukan, lebih baik
mati dari pada hidup sengsara.”
Raja boneka diam beberapa
saat, akhirnya ia berkata:
“Langkah mereka bukan berarti
langkah yang harus dipuji, tapi inilah cara-cara untuk membebaskan diri dari
istana boneka.”
Hanya cara itukah yang bisa
membebaskan diri dari istana boneka?
Mari kita mengikuti bagian
berikutnya.
HIDUP TERKUTUK DIDALAM ISTANA
BONEKA
RADJA boneka mengajak para
tamu masuk kembali, dia memandang jauh kedepan, mulutnya bicara:
“Didalam dunia boneka adalah
hidup yang sangat sengsara. Kita hidup terkekang, tidak ada kebebasan, kita
kehilangan kesempatan pribadi.”
Lui Bie juga tertawa, ia
berkata:
“Betul. Hidup dalam keadaan
yang seperti ini, berarti hidup diatas duri, kita lebih suka mati. Tapi kita
juga tidak menghendaki datangnya kematian itu. Kita harus
baik-baik menggunakan
kesempatan hidup, tidak peduli peraturan-peraturan, tidak peduli nama, tidak
peduli apa itu artinya kekangan.”
Dan sesudah itu, dengan suara
keras, Lui Bie berteriak keluar:
“Bwee-cu Siauw-bun, aku tahu,
kalian sudah lama berada diluar, mengapa tidak mau masuk?”
Terdengar suara kelenang
kelening, dua gadis berjalan masuk, mereka mengenakan perhiasan yang rebo.
Lagi-lagi dua boneka hidup!
Sebelum Siauw Cap-it-long
menjadi manusia boneka, ia pernah menyaksikan kedua gadis ini, itu waktu,
mereka adalah dua patung kecil, satu sedang tidur, seorang lagi sedang duduk,
mereka adalah boneka2 mati.
Tapi, kedua boneka kecil itu
sudah hidup dan bisa berjalan.
Bukan saja bisa berjalan,
kedua gadis itu tertawa dengan riang, mulai menuju dan menghampiri Lui Bie, dan
memeluki laki-laki bopengan itu.
Dengan kedua tangan, Lui Bie
merangkul kedua gadis tersebut, ia tertawa dan berkata:
“Inilah kedua isteriku, tapi
siapa saja yang suka kepada mereka, aku bersedia memberi pinjam.”
Bersedia meminjamkan isteri
kepada orang lain?
Inilah ciri-ciri kehidupan
didalam istana boneka. Mereka tidak mempunyai pegangan hidup, karena itu sudah
menjadi tidak normal.
Sulit diterima dan sulit
dipercaya.
Memperlihatkan wajahnya yang
tidak percaya, wajah itu sangat kaku.
Lui Bie mendelikkan mata dan
membentak:
“Tidak percaya? Baik! Akan
segera kubuktikan.”
Lui Bie melepaskan
rangkulannya pada gadis yang disebelah kiri, ia berkata kepada gadis itu:
“Siauw Bun, daerah mana dari
tubuhmu yang terindah?”
Gadis yang dipanggil Siauw Bun
tertawa manis, ia berkata:
“Paha.”
Tubuh Siauw Bun ramping dan
tinggi, mempunyai ukuran vital yang menarik. Bagaimanapun tetap indah, tapi
mendapat pertanyaan itu, ia menonjolkan dan menjawab dengan suara paha.
Lui Bie berkata:
“Kau bangga karena memiliki
sepasang paha yang indah, nah, mengapa tidak kau perlihatkan kepada semua
orang?”
Siauw Bun tertawa,
perlahan-lahan ia menyingkap kainnya, dan dibalik kain itu, tidak mengenakan
benang lain, dua buah paha yang mulus terpancang didepan mata semua orang.
Beberapa macam perasaan
menyerang Sim Pek Kun, perasaan takut, perasaan marah, dan perasaan jijik.
Siauw Bun masih tertawa riang,
disingkapnya lebih tinggi, tampak bagian-bagian yang lebih putih.
Raja boneka seperti sudah
biasa menyaksikan paha isteri si Pendekar Tikar Terbang, ia tertawa riang,
mengangkat cawan araknya, ia berkata:
“Betul-betul paha yang bagus!
Mari kita minum.”
Ditangan Siauw Cap-it-long
sedang memegang cawan arak, betul-betul ia mengeringkan arak itu.
Lui Bie menepuk-nepuk gadis
yang berada dirangkulan tangan kanan, ia berkata:
“Bwee Cu, giliranmu!”
Bwee Cu mengedip-ngedipkan
sepasang matanya yang jeli, dengan tertawa bertanya:
“Menurut pendapatmu, bagian
mana yang harus kubanggakan?”
Lui Bie berkata:
“Semua yang melekat didalam
tubuhmu boleh dibanggakan. Terutama adalah pinggangmu yang ramping. Mengapa
tidak kau perlihatkan kepada tamu kita?”
Bwee Cu tertawa, tangannya
yang mulus mulai membuka kancing baju, maka terbukalah tubuh itu, ia
memperlihatkan keindahan pinggangnya yang ramping, betul-betul pinggang yang
menarik.
Raja boneka menoleh kearah Lui
Bie dan berkata:
“Saudara Lui Bie, penilaianmu
agak kurang tepat.”
“Kurang tepat?” Lui Bie
membelalakkan mata. Memandang kearah raja boneka.
Raja boneka berkata:
“Bagian yang menarik bukanlah
ditempat itu, kukira dua buah susunya.”
“Betul! Betul!” berkata Lui
Bie. “Penilaianku agak kurang tepat.”
Memandang kearah Bwee Cu dan
berkata:
“Coba kau buktikan bagian yang
hebat itu!”
Betul-betul Bwee Cu menyingkap
bajunya lebih tinggi, disana juga tidak mengenakan pakaian rangkap, tampak dua
buah benda yang putih mulus, menonjol bagus.
“Nah!” berkata Lui Bie
memandang Siauw Cap-it-long. “Aku tidak mengecap, bukan?”
Wajah Siauw Cap-it-long tidak
menujukkan perubahan, ia berkata:
“Ya. Kau tentunya bukan
seorang tukang jual kecap.”
Lui Bie berkata:
“Bukan aku seorang saja. Semua
penghuni dari istana boneka sudah biasa, mereka lebih rela, mereka senang
meminjamkan isterinya, dan lebih senang lagi kalau mendapat pinjaman.”
“Oh?” Siauw Cap-it-long
melompongkan mulutnya.
Raja boneka menghela napas, ia
menguatkan keterangan Lui Bie, katanya:
“Apa yang saudara Lui Bie
katakan adalah betul-betul kenyataan. Seseorang yang sudah berubah menjadi
boneka, lenyaplah semua rasa sangka-sangka. Ia bukan manusia lagi, dia seorang
boneka hidup. Boneka tidak mengenal malu, karena itu apapun bisa saja
dilakukan.”
Ditatapnya Siauw Cap-it-long
dan Sim Pek Kun, beberapa saat kemudian ia berkata lagi:
“Jiwie berdua baru saja
datang. Tentu belum mendapat kecocokan, tapi beberapa waktu setelah berkumpul
dengan orang-orang ini, pasti biasa lagi.”
Siauw Cap-it-long dan Sim Pek
Kun dianggap sebagai sepasang suami-isteri, mereka mendapat sebuah kamar,
berada didalam istana boneka, mereka tidak berani berpsiah. Mau atau tidak mau,
mereka tidak menyangkal akan hubungan suami-isteri itu.
Ruangan itu sangat mewah,
nyaman dan sejuk. Setiap perabot terpasang dengan rapi, tidak ada kekurangan.
Hanya tidak ada kebebasan
hidup!
Setiap orang yang mendapat
kamar seperti itu pasti merasa puas.
Tapi Sim Pek Kun membeku dan
mematung, bergerakpun tidak, ia tidak berani menyentuh benda-benda ditempat
itu.
Ia seperti mendapatkan dirinya
didalam sesuatu ruangan perdukunan, segala sesuatu serba ajaib, segala sesuatu
serba ilmu hitam, penuh tenung-tenung dan ilmu sihir.
Kalau saja ia menyentuh setiap
yang berbahaya, maka bisa terjadi keajaiban yang lebih aneh lagi, mungkin ia
bisa menjadi seekor kelinci, atau seekor ayam. Mungkin pula melepas asap lampu
Aladin, bisa berkembang seorang raksasa yang tinggi besar, sangat menakutkan!
Lama sekali, Siauw Cap-it-long
membalikkan badan dan berkata kepada Sim Pek Kun.
“Tidurlah! Biar aku yang
menjaga.” Sim Pek Kun menggigit bibir, menggoyang kepala.
Siauw Cap-it-long berkata
dengan suara yang serendah mungkin:
“Badanmu terlalu lemah,
membutuhkan waktu istirahat, kita harus bertahan, bertahan dari ujian berat.”
“Aku … aku belum mengantuk.”
Siauw Cap-it-long tertawa, ia
berkata:
“Kau belum tidur, bagaimana
tidak mengantuk?”
Perlahan-lahan, sinar mata Sim
Pek Kun diarahkan ketempat tidur.
Tempat tidur itu dialasi oleh
seprei putih, direnda dengan indah, itulah tempat tidur nomor satu. Cukup untuk
tidur berdua.
Tubuh Sim Pek Kun mengkerut
kebelakang, bibirnya bergerak-gerak, hendak mengucapkan sesuatu, tapi tidak
berhasil.
Diperhatikannya wanita itu
beberapa lama, Siauw Cap-it-long bertanya:
“Kau takut?”
Sim Pek Kun menganggukkan
kepala. Segera ia mengganti isyarat itu, cepat-cepat menggelengkan kepala,
tidak ada alasan takut.
Siauw Cap-it-long menghela
napas, ia berkata:
“Takut kepadaku? … Kau takut
kalau aku juga mempunyai sifat-sifat seperti mereka? … Takut perbuatanku?”
Sepasang mata Sim Pek Kun
menjadi redup, dua butir benda bening jatuh dari sana, menundukkan kepala dan
berkata:
“Betul-betul aku sangat takut.
Semua orang yang berada disini, menakutkan. Semua benda sangat menakutkan. Tapi
…”
Kini ratu rimba persilatn itu
mendongakkan kepala kembali, memandang Siauw Cap-it-long dan berkata:
“Tapi aku tidak takut
kepadamu, aku tahu, biar bagaimana hatimu tidak akan berubah.”
“Kalau begitu, dengarlah
kata-kataku,” berkata Siauw Cap-it-long perlahan.
“Tapi … tapi …” Sim Pek Kun
menangis gemetar.
“Apa lagi?” bertanya Siauw
Cap-it-long.
Tiba-tiba saja Sim Pek Kun
menubruk kedepan, merangkul Siauw Cap-it-long, memegangnya sangat keras,
menangis sesambatan.
“Bagaimana kita bisa hidup
seperti ini? Oh … Bagaimana kita harus hidup seperti ini … hidup bersama-sama
dengan boneka-boneka hidup yang tidak mempunyai hati itu?” Sayat dan ratap
seorang ratu agung dari dunia manusia rimba persilatan.
Wajah Siauw Cap-it-long juga
sudah menjadi pucat, ia berusaha memberi hiburan, katanya:
“Kita harus bersabar. Kita
harus berusaha. Suatu hari, pasti kita berhasil.”
“Tapi kau tidak mempunyai
pegangan kuat,” berkata Sim Pek Kun.
Sepasang mata Siauw
Cap-it-long diluruskan jauh kedepan, lama sekali ia menghela napas, baru
berkata:
“Betul-betul aku tidak
mempunyai pegangan.”
“Oh …”
“Tetapi kita masih mempunyai
harapan,” berkata Siauw Cap-it-long.
“Harapan apa,” bertanya Sim
Pek Kun.
“Dari adanya kedua sayembara
itu,” berkata Siauw Cap-it-long. “Biar bagaimana kita harus merusak jampi-jampi
Thian-kongcu.”
“Berapa lama kita harus
tunggu? Sepuluh tahun? Dua puluh tahun? …”
Siauw Cap-it-long tidak
menjawab.
“Oh …” Sim Pek Kun mengeluh.
“Tolonglah … ijinkanlah … biar aku yang melakukannya untukmu.”
“Katakan!”
Sim Pek Kun berkata:
“Lepaskan aku, biar aku yang
naik keatas batu persembahan, biar aku yang mati membebaskan dirimu hidup
boneka, kembali menjadi manusia biasa. Satu hari aku disini, bisa aku menjadi
gila.”
Siauw Cap-it-long
menggelengkan kepala.
“Oh …” Sim Pek Kun mengeluh.
“Maksudmu …” Siauw Cap-it-long
meredupi wanita yang berada didadanya.
Sim Pek Kun berkata lagi:
“Walau aku bukan isterimu,
tapi … demi kebebasanmu … demi hari depanmu … aku rela mati untukmu. Kalau kau
bisa hidup baik-baik, apapun yang terjadi, tidak ada artinya bagiku.”
Suara ini seharusnya
dibekukan. Sim Pek Kun tidak mau mengutarakan isi hatinya, tapi didalam keadaan
yang seperti itu, demi kehidupan Siauw Cap-it-long, demi kehidupan yang
selayaknya, ia bersedia mengorbankan diri.
Darah Siauw Cap-it-long
bergolak, tanpa disadari ia merangkul tubuh wanita itu.
Mereka saling rangkul.
Disini letak perbedaan, mati
atau hidup?
Mati dari kehidupan boneka?
Lama sekali Sim Pek Kun
menunggu jawaban Siauw Cap-it-long, jawaban itu tidak kunjung datang, kini ia
bertanya lagi:
“Kau … kau melulusi
permintaanku?”
“Tidak,” berkata Siauw
Cap-it-long.
Sim Pek Kun mendongakkan
kepala.
“Tidak bersedia memberi
pengorbanan,” dia bertanya.
“Pengorbanan harus ada. Tapi
bukan kau,” berkata Siauw Cap-it-long. “Seharusnya aku yang yang naik keatas
batu persembahan.”
“Oh …”
Siauw Cap-it-long berkata:
“Kau masih mempunyai keluarga,
kau masih mempunyai seorang suami, kau masih mempunyai famili. Hari depanmu
dibutuhkan oleh mereka. Kau harus hidup. Kau tidak boleh mati. Aku? Aku hanya
seorang pengembara, seorang anak berandalan. Kematianku tidak banyak mengganggu.
Siapapun tidak bisa terganggu.”
Air mata Sim Pek Kun yang baru
terhenti mengalir kembali, menetes dan membasahi tangan Siauw Cap-it-long.
Tangan Siauw Cap-it-long
digeser perlahan, menyusut air mata Sim Pek Kun.
Dengan sedih Sim Pek Kun berkata:
“Ternyata kau belum bisa
menyelami isi hatiku, betul-betul kau tidak tahu. Mengapa kau mengatakan tidak
ada seseorang yang memberi kasih, kalau kau mati bagaimana aku bisa …”
“Aku tahu,” berkata Siauw
Cap-it-long, ia mengelus-elus nyonya itu.
“Mengapa kau harus memberi
pengorbanan?” bertanya Sim Pek Kun.
“Mengapa kau harus memberi
pengorbanan?” balik Tanya Siauw Cap-it-long.
“Demi kebahagiaanmu dikemudian
hari.”
“Kita akan berdaya upaya,”
berkata Siauw Cap-it-long. “Aku tidak membiarkan kau naik keatas panggung
pengorbanan.”
“Siapa yang naik? Kau? Kau
hendak berkorban? … Tidak … aku tidak membiarkan hal itu terjadi,” menjerit Sim
Pek Kun.
“Aku juga tidak mengijinkan
kau naik keatas batu persembahan,” berkata Siauw Cap-it-long.
“Mungkinkah … mungkinkah kau
rela hidup seperti ini?”
“Sementara, kita harus berani
memikul keadaan.”
Kepala Sim Pek Kun ditundukkan
kebawah, perlahan-lahan ia berkata:
“Berada disamping dirimu,
hidup diacheratpun aku sanggup. Tetapi … tempat ini lebih kejam dari dunia
acherat. Lebih menyeramkan dari acherat.”
“Kita akan mencari jalan lain.
Bukan cara pengorbanan yang seperti itu.”
“Cara pengorbanan bagaimana?”
“Jangan kau mencoba untuk
mengorbankan diri,” berkata Siauw Cap-it-long. “Itu waktu, kita lebih sengsara
lagi.”
Sim Pek Kun berkata:
“Maksudmu, Thian-kongcu bisa
menelan janji?”
“Kukira, ini hanya berupa
sebuah perangkap. Dia menghendaki kematian, tapi kematian yang disertai dengan
siksaan-siksaan berat. Ia hendak mempermainkan orang. Mempermainkan seperti
kucing mempermainkan anak tikus.”
“Dia seorang manusia gila.”
Siauw Cap-it-long berkata:
“Dia memang manusia gila! Dia
sedang memasang perangkap, kalau kita terlalu sayang pada jiwa, rela
mengorbankan orang yang dikasihi, meminta memohon pengampunannya, bukan saja
tidak memberi kebebasan, bahkan lebih daripada itu, kita menjadi cemoohan
orang.”
“Tapi ini hanya berupa
pikiranmu, bukan?”
Sim Pek Kun masih mengharapkan
sesuatu harapan.
Siauw Cap-it-long berkata:
“Aku yakin bahwa Thian-kongcu
itu seorang sinting. Dan aku juga meragukan keterangan si raja boneka. Boleh
kita bayangkan, seseorang yang mau hidup sendiri rela mengorbankan isterinya,
bukankah orang ini seorang yang egoistis? Kalau dia
egoistis, seharusnya ia rela
menerima pengorbanan itu. Kalau dia seorang yang sangat mengasihi isterinya,
tentu tidak membiarkan isteri itu menjalani pengorbanan.
Sim Pek Kun berdiam beberapa
saat, lagi-lagi ia mengeraskan pegangan Siauw Cap-it-long, ia berkata:
“Kalau sampai terjadi putus
harapan, lebih baik kita mati bersama.”
Kematian bukanlah sesuatu yang
diharapkan. Tapi disaat menjelang jalan-jalan buntu, kecuali jalan kematian
itu, tidak ada jalan yang lebih baik.
Kepala Sim Pek Kun disandarkan
kepundak Siauw Cap-it-long, ia berkata sayu:
“Entah bagaimana pikiranmu,
yang lebih baik, kita mati bersama.’
“Belum waktunya mati,” berkata
Siauw Cap-it-long.
“Harus menunggu kapan lagi?”
“Kita harus berusaha, sesuatu
betul-betul tidak mempunyai harapan, apa boleh buat.”
Sim Pek Kun berkata:
“Didalam penilaian
Thian-kongcu, kita ini adalah sebangsa semut atau belalang kecil. Hanya
menggunakan satu jari telunjuk, kita tidak mempunyai kesempatan hidup.”
“Mau melarikan diri? Tentu
saja tidak mungkin.”
“Kita harus berusaha. Untuk
melarikan diri, aku harus membikin persiapan-persiapan, persiapan yang pertama,
aku harus menyembuhkan luka-luka dalamku. Dan hal ini sebagian besar sudah disembuhkan
oleh Thian-kongcu, entah apa yang digunakan olehnya, mungkin ilmu sihir,
mungkin juga obat gaib. Hanya beberapa hari, kukira aku bisa sembuh betul.”
“Selanjutnya?”
“Kita harus membikin
persiapan-persiapan, dimana letak rahasia pemecahan ilmu gaibnya?”
“Kau percaya bahwa ilmu gaib
itu ada?”
“Menurut cerita si raja
boneka, Thian-kongcu menyerahkan pemecahan rahasia ilmu gaib didalam istana
boneka.”
“Kau percaya keterangan
tersebut.”
“Aku percaya. Setiap orang
yang mengaggap dirinya itu pandai, bisa saja mempunyai kelemahan-kelemahan,
disinilah kita harus mencari kelemahan Thian-kongcu.”
“Ilmu gaib apa yang digunakan
olehnya?”
“Belum tahu. Harus kita selidiki
perlahan-lahan.”
“Sesudah itu?”
“Aku yakin. Ada sesuatu
kelemahan yang tidak mudah ditemukan. Kelemahan inilah yang harus kita
pecahkan.”
“Kau percaya kepada obrolan si
raja boneka?”
Siauw Cap-it-long
menganggukkan kepala dan berkata:
“Setiap orang itu mempunyai
cara-caranya tersendiri. Seorang ahli judi bisa membanggakan kepandaiannya, ia
mengharapkan seseorang yang lebih hebat untuk menandingi dirinya, problem yang
dianggap paling rumit. Maka aku hendak mengdu untung.”
“Ilmu silat macam apa yang
digunakan Thian-kongcu kepada kita?”
“Inilah yang membingungkan!”
berkata Siauw Cap-it-long. “Ilmu gaib apa yang digunakan kepada kita?”
“Sungguhkah ada ilmu gaib yang
bisa menyusutkan seseorang menjadi sekecil boneka? Menghidupkan boneka?”
“Lihat,” berkata Siauw
Cap-it-long. “Pernah melihat adanya kedua orang itu??”
Siauw Cap-it-long menunjuk
kearah kedua orang tua yang sedang bermain catur.
Dahulu, mereka adaah
boneka-boneka yang sangat kecil.
Sekarang, bentuk ukuran tubuh
mereka sama besar dengan dedak perawakan Siauw Cap-it-long dan Sim Pek Kun.
Perubahan yang sangat tidak
masuk akal.
Tapi sudah terjadi didepan
mata.
Keajaiban yang luar biasa.
Sim Pek Kun menolehkan
pandangan matanya, kedua kakek itu sudah selesai menamatkan permainan mereka.
Sedang makan dan minum-minum, kini mereka bercakap-cakap. Orang tua yang
berbaju merah menarik si kakek berbaju hijau. Menuding-nudingkan kepapan catur,
seolah-olah minta bertanding lagi/
Sim Pek Kun
mengangguk-anggukan kepala, berkata:
“Ada keanehan kepada mereka?”
“Aku merasakan sesuatu yang
luar biasa,” jawab Siauw Cap-it-long.
“Luar biasa? Apakah keluar
biasaan mereka?”
Siauw Cap-it-long berkata:
“Kalau dugaanku tidak salah,
kedua kakek itu adalah jago-jago silat kenamaan, kedudukan mereka jauh berada
diatas Pendekar Tikar Terbang Lui Bie dan Pendekar Kuda Sembrani Liong Kui.”
“Sudah mendapatkan bukti-bukti
tentang dugaanmu itu?”
“Ya,” jawab Siauw Cap-it-long.
“Kuharap saja mereka bukan orang-orang yang kuduga. Kalau dugaanku itu tepat,
lebih sulit bagi kita meninggalkan tempat ini.”
MENUNGGU
SIM PEK KUN sudah dilatih
untuk menunggu, sedari kecil, ia mendapat didikan bersabar, bersabar dan
bagaimana cara-cara untuk melewatkan waktu.
Seseorang wanita harus
memiliki sifat-sifat yang sabar, wanita yang sabar, baru bisa merasakan dirinya
dialam perbaikan masa.
Sim Pek Kun juga menganggap
kepribadian bersabar itu sebagai peninggalan kaum wanita.
Kadangkala, ia juga merasakan
sulitnya menunggu orang.
Mendapatkan dirinya didalam
istana boneka, Sim Pek Kun tidak sanggup bertahan hingga satu detikpun, tidak
sanggup bertahan, hampir tidak bisa bertahan.
Bagaimana dia bisa berada
ditempat itu?
Tapi anggapannya itu meleset,
ia sudah melewatkan penghidupan didalam istana boneka sehingga empat hari, dia
telah bertahan akal hidup selama empat hari.
Sim Pek Kun tidak mati karena
ketakutan, dia belum menjadi gila karena menghadapi situasi yang aneh.
Baru sekarang Sim Pek Kun
sadar, apa artinya kesabaran dan cara-cara menunggu itu.
Untuk menunggu kehadirannya
orang yang dicintai, apapun bisa dipertahankan. Teristimewa untuk kaum wanita.
Sebagian besar dari kehidupan
kaum wanita bukan untuk diri pribadi, khusus untuk menyenangkan kaum laki-laki,
khusus untuk menyenangkan orang yang harus dicinta, seorang suami misalnya,
atau putera-puteri mereka.
Empat hari Sim Pek Kun telah
duduk didalam istana boneka, dan empat hari itu dilewatkan cepat pula.
Sim Pek Kun mendapat
pengalaman baru, bagaimana dia harus menghadapi situasi yang seperti itu.
TANAH yang digunakan oleh
istana boneka berbentuk empat persegi, bangunan-bangunan istana itu agak mirip
dengan isatana Su-hap-wah dikota Pak-kia.
Begitu melangkahkan kaki,
memasuki pintu besar, melewati lorong panjang, disana terdapat Aula.
Dibelakang Aula terdapat
pekarangan, pekarangan itu boleh disebut juga sebagai taman.
Dikedua pekarangan terdapat
dua baris bangunan-bangunan kamar.
Bangunan yang dibagian
belakang, khusus digunakan untuk keluarga raja boneka beserta selir-selirnya
yang dicinta.
Raja Boneka adalah tuan rumah
dari Istana Boneka!
Disemua itu terdapat
ruangan-ruangan, khusus untuk para budak dan tukang masak.
Lui Bie menetap dibarisan
ruangan timur bersama-sama dengan kedua nyonyanya dan empat budak pelayan
mereka, rombongan si Pendekar Tikar Terbang yang sudah diboneka hidupkan
menggunakan empat ruangan kamar.
Dua ruangan kamar disebelahnya
tersedia untuk Pendekar Kuda Sembrani Liong Kui.
Sifat-sifatnya Liong Kui agak
aneh, tidak berminat kepada wanita cantik, juga tidak mempunyai kesenangan
menenggak arak. Hobynya hanya makan, makan besar!
Disaat Liong Kui melahap
makanannya, ia tidak melihat cara-cara memakan, ayam atau bebek, dimakan juga,
enak atau tidak, masuk kedalam mulutnya. Makan! Motto semboyan hidup Liong Kui
adalah mengisi perut!
Cara-caranya itu yang suka
doyan makanan itu bukan berarti menambah daging, semakin banyak ia menjejal
dirinya, semakin kurus pula badan si muka kuda.
Demikian ciri-ciri Liong Kui.
Berbeda dengan Liong Kui, Lui
Bie mempunyai kesenangan pipi licin.
Dia mempunyai dua orang
isteri, walau isteri itu bisa dipinjamkan kepada laki-laki lain, namanya tetap
nyonya Lui Bie.
Kecuali mempunyai dua orang
isteri, Lui Bie juga memelihara empat gadis pelayan, namanya gadis pelayan,
kadang kala kena giliran juga.
Salah satu dari keistimewaan
rumah istana boneka adalah kebebasan sex yang berlebih-lebihan.
Karena itu, Lui Bie bebas
memilih wanita yang disukai olehnya.
Walau telah mendapat berkah
dua orang isteri dan empat dayang, nafsu Lui Bie belum terpuaskan kadang kala
ia menggilir kekamar lain, tidak adanya peraturan-peraturan keluarga, banyak
memberi kelonggaran kepada si pendekar boneka.
Demikian cirri-ciri Lui Bie.
Kecuali Lui Bie dan Liong Kui,
didalam istana boneka itu masih terdapat banyak manusia-manusia kecil yang
hidup, diantaranya terdapat juga dua kakek tua misterius itu. Dua kakek tua
yang kerjanya hanya bermain catur!
Berbeda dengan kesenangan Lui
Bie dan Liong Kui, kedua kakek aneh itu selalu duduk didepan papan catur,
sedari pagi sehingga sore, dari sore sehingga malam, kadang-kadang main
sehingga pagi pula.
Berapa babak permainan yang
sudah diselesaikan oleh kedua kakek itu? Tidak ada orang yang tahu.
Menurut cerita, kedua kakek
itu menempati dua ruangan diantara lima ruangan yang ada.
Siauw Cap-it-long sudah mulai
memperhatikan sesuatu, termasuk Lui Bie, Liong Kui, dan kedua kakek aneh
tersebut.
Kalau Siauw Cap-it-long bisa
menyaksikan Lui Bie memasuki kamarnya, bisa melihat Liong Kui memasuki
kamarnya, Siauw Cap-it-long belum pernah melihat kedua kakek main catur
memasuki tempat tidurnya, Siauw Cap-it-long tidak tahu, kamar-kamar mana yang
digunakan oleh kedua kakek aneh itu.
Siauw Cap-it-long dan Sim Pek
Kun mendapat satu kamar, ruangan ini terletak dibagian barat.
Siauw Cap-it-long sedang
dipaksakan menjadi seorang suami.
Sedang Sim Pek Kun dipaksakan
menjadi isterinya.
Kalau tidak ada peraturan
gila-gilaan yang memberi kebebasan sex didalam Istana Boneka, Sim Pek Kun bisa
menuntut kamar yang lain.
Tapi Raja Boneka pernah
menuturkan pergaulan sex bebas ditempat tinggalnya.
Karena itu, Sim Pek Kun lebih
suka memilih Siauw Cap-it-long!
Setiap waktu mau makan, pasti
ada pelayan yang mengirim antaran. Sayur-mayur didalam Istana Boneka cukup
hebat, cukup besar!”
Tidak percuma mendapat julukan
istana. Segala kepuasan makanan tidak pernah berkurang.
Bukan makanan-makanan saja
yang tersedia, pasti disertai dengan arak. Cukup banyak, arak-arak itu bisa
memabukkan tujuh orang.
Didalam keadaan mabuk, orang
bisa melupakan segala sesuatu.
Siauw Cap-it-long dan Sim Pek
Kun disuruh bermabuk-mabukan.
Didalam bangunan aneh istana
boneka, sulit menemukan orang yang berada didalam pikiran sadar.
Selama empat hari itu, Siauw
Cap-it-long memperhatikan gerak-gerik para boneka, boneka yang bisa hidup dan
berjalan didalam lingkungan tertentu.
Tapi belum pernah melihat
raksasa Thian-kongcu atau raksaksi Siok Siok! Kedua orang yang sudah menyihir
mereka!
Siauw Cap-it-long tidak
percaya kepada tahayul, tapi kenyataan telah berada diambang mata, dia menjadi
susut seperti jari.
Apa yang dikatakan oleh raja
boneka cukup beralasan. Kalau saja para boneka itu tidak melanggar daerah2
terlarang, kebebasannya tidak pernah diganggu, kemana mereka suka, apa yang
hendak dikerjakan, belum pernah mendapat gangguan.
Sedari itu waktu, dari
pertemuannya dengan raja boneka, Siauw Cap-it-long tidak pernah mendapat
kesempatan bertemu dengannya kembali.
Menurut cerita2 penghuni lama,
raja boneka jarang menampilkan diri, jarang bergaul dengan mereka.
Kecuali pertemuan pertama
kali!
Tentu saja, raja boneka
mendapat selir2 boneka yang cukup banyak, kalau saja satu malam satu, cara2
bergilir itupun sudah cukup merepotkannya!
Setiap hari kerjanya Siauw
Cap-it-long hanya berjalan-jalan.
Sesudah makan pagi ia berjalan
dan memperhatikan ruangan-ruangan dan kamar-kamar itu.
Membiarkan Sim Pek Kun didalam
kamar.
Siauw Cap-it-long seperti
tertarik dengan segala sesuatu yang ada didalam istana boneka, termasuk semua
boneka-boneka hidup.
Kepada boneka-boneka hidup
itu, Siauw Cap-it-long menganggukkan kepala, sebagai perkenalan dan
penghormatan.
Cepat sekali, Siauw
Cap-it-long kenal banyak orang.
Didalam istana boneka, ada
sesuatu yang agak menyimpang, itulah jumlah laki-laki yang sedikit dan jumlah
wanita yang terlalu banyak.
Kecuali raja boneka, Liong
Kui, Lui Bie dan kedua kakek yang bermain catur, Siauw Cap-it-long tidak pernah
menemukan laki-laki lainnya.
Hanya didalam waktu empat hari
itu, Siauw Cap-it-long sudah kenal mereka.
Yang lebih banyak adalah
gadis-gadis cantik yang muda dan belia.
Para gadis2 yang keluar masuk
saling mengirim kerlingan mata yang menarik, sepasang mata yang bercahaya!
Itulah pemikatan!
Disaat Siauw Cap-it-long
menganggukkan kepala dan tertawa kepada mereka, cahaya mata para gadis itu
lebih berkilauan.
Banyak sekali yang Siauw
Cap-it-long ketahui dari pelajaran-pelajaran kehidupan para manusia boneka!
Didalam tanggapan raja boneka,
Siauw Cap-it-long dan Sim Pek Kun itu adalah sepasang suami-isteri, mereka
diamprokan menjadi satu.
Sengaja atau tidak sengaja?
Hal ini akan kita tuturkan
dibagian cerita belakang.
Seperti apa yang Lui Bie
katakana, didalam istana boneka, mereka bisa mendapat hubungan sex yang bebas,
karena itulah yang membuat pikiran Sim Pek Kun tertekan:
Siauw Cap-it-long tidak pernah
berbuat kurang ajar.
Hati Sim Pek Kun agak
tenteram.
Kalau Siauw Cap-it-long keluar
dari kamarnya, segera Sim Pek Kun menutup rapat-rapat pintu itu.
Sim Pek Kun tidak takut
kesepian, dia takut kepada wajah2 yang seram, khususnya wajah Lui Bie
Jiwa Sim Pek Kun terlalu
tertekan, tertekan karena dia hidup berada didalam alam boneka hidup.
Hari berikutnya …
Hari kelima dari terjadinya
mereka sebagai boneka hidup.
Menurut cerita, istana boneka
telah bertambah satu penghuni baru, penghuni itu adalah tukang masak yang
hampir mati, tukang masak dari daerah utara.
Disaat makanan malam diantar,
terdapat rebung bakar, telor mata sapi, kepiting sawit, dan lapceng merah.
Masakan2 ini adalah masakan
terkenal dari daerah utara.
Hati Sim Pek Kun agak lega,
dia senang dan bergembira mendapat masakan itu, inilah masakan-masakan yang
disenangi oleh Siauw Cap-it-long, juga disenangi olehnya. Dia mengenal sifat
kepribadian Siauw Cap-it-long, Siauw Cap-it-long lebih suka makanan dari daerah
utara.
Sim Pek Kun menyediakan gelas
sloki, buat cangkir arak.
Biasanya, Siauw Cap-it-long
keluar dari kamar, membikin penyelidikan-penyelidikan untuk memecahkan ilmu
sihir si manusia gila boneka Thian-kongcu.
Hari itu terkecuali, Siauw
Cap-it-long tidak bisa mendampingi Sim Pek Kun.
Disaat pelayan membawakan
makanan, Sim Pek Kun telah bersiap-siap untuk bersantap.
Selama empat hari yang sudah
dilewatkan, begitu banyak makanan tiba, hidung Siauw Cap-it-long terus muncul
ditempat itu, mereka bersantap bersama-sama. Disaat mereka menyelesaikan
santapan itu, Siauw Cap-it-long banyak bicara.
Apa saja yang dikatakan oleh
Siauw Cap-it-long, pasti disenangi oleh Sim Pek Kun.
Hanya didalam waktu makan
inilah, penderitaan bathin yang menekan jiwa Sim Pek Kun agak mereda, dia bisa
melupakannya untuk sementara.
Berduaan bersama Siauw
Cap-it-long, Sim Pek Kun bisa melupakan bahwa dirinya berada disebuah istana
boneka yang kecil. Berada dibawah kekuasaan manusia gila boneka Thian-kongcu.
Yang aneh, sesudah menyihir
mereka menjadi boneka kecil, Thian-kongcu belum pernah menampilkan diri.
Kalau saja hal itu bisa berjadi,
betul-betul sangat menyeramkan, diatas kepala mereka tampil satu wajah raksasa!
Raksasa yang hebat dan besar!
Pikiran Sim Pek Kun segera
melayang kearah Siauw Cap-it-long, hari ini terkecuali, Siauw Cap-it-long belum
muncul didepannya.
Gadis pelayan sudah
meninggalkan kamar, meninggalkan makanan2 yang tersedia.
Sim Pek Kun sudah mengatur
sesuatu, menunggu kembalinya Siauw Cap-it-long.
Tapi Siauw Cap-it-long yang
ditunggu tak kunjung datang.
Sim Pek Kun berjalan
bolak-balik, hilang sabar, dia duduk dimeja makan.
Sim Pek Kun sudah biasa
menunggu, kini ia harus menunggu kembalinya Siauw Cap-it-long.
Siauw Cap-it-long belum
kembali.
Sayur dimeja mulai menjadi
dingin.
Siauw Cap-it-long yang
ditunggu belum tampil juga.
Keadaan yang seperti ini bukan
dirasakan satu kali, Sim Pek Kun sudah biasa. Biasa didalam arti semasa menjadi
manusianya.
Terbayang kembali kenangan
sesudah pernikahan, dua bulan sesudah Sim Pek Kun kawin dengan Lian Seng Pek,
sering Sim Pek Kun ditinggal seorang diri. Kadang kala, dia harus menungkuli
sayur-sayur yang panas dan akhirnya menjadi dingin.
Dipanaskan lagi, dan dingin
kembali.
Lian Seng Pek belum juga
kembali, akhirnya Sim Pek Kun makan tanpa didampingi oleh sang suami.
Dia makan seorang diri!
Itulah kenangan lama, kenangan
Sim Pek Kun bersama Lian Seng Pek.
Didalam satu bulan, hampir
lebih dari dua puluh lima hari, Sim Pek Kun harus bersantap seorang diri.
Ia sudah jadi biasa dengan
kepribadian itu.
Hari ini, Sim Pek Kun menunggu
kembalinya Siauw Cap-it-long.
Seharusnya dia mengisi perut
saja.
Tapi hatinya sangat gelisah,
tidak bisa disamakan keadaannya dengan menunggu Lian Seng Pek.
Beberapa kali Sim Pek Kun
mengambil sumpit, siap-siap bersantap seorang diri. Hal itu bisa saja
dilakukan, kalau Lian Seng Pek tidak kembali, Sim Pek Kun tidak sanggup menahan
lapar. Tapi menunggu Siauw Cap-it-long, Sim Pek Kun tidak bisa disamakan dengan
menunggu Lian Seng Pek, dia meletakkan kembali sumpit yang diambil tadi, gagal
makan.
Menengok kearah pintu,
bayangan Siauw Cap-it-long belum tampil ditempat itu.
Belum pernah ia menunggu Siauw
Cap-it-long, mengapa hali ini bisa terjadi?
Hari apakah hari ini?
Mungkinkah terjadi sesuatu
yang menyeramkan? Bulu tengkuk Sim Pek Kun bergemerinding, bangun berdiri.
Didalam istana boneka, didalam
sihirannya si manusia gila boneka Thian-kongcu, segala sesuatu itu bisa saja
terjadi.
Sim Pek Kun sedang
membayangkan wajah Siauw Cap-it-long, bagaimana laki-laki menempur dengan
bayangan iblis yang menakutkan, hampir ia berteriak.
Baru kini dirasakan oleh Sim
Pek Kun, betapa berat kasihnya kepada Siauw Cap-it-long, sedikitpun tidak bisa
berpisah dengan laki-laki bermata besar itu.
Makanan-makanan dimeja sudah
menjadi dingin.
Siauw Cap-it-long belum juga
datang.
MENGADU TENAGA
SIM PEK KUN mengertek gigi,
bangkit dari tempat duduknya, meninggalkan meja makan dan berjalan keluar.
Selama empat hari Sim Pek Kun
berada didalam istana boneka, belum pernah ia meninggalkan ruangan itu.
Karena tidak hadirnya Siauw
Cap-it-long, untuk pertama kalinya Sim Pek Kun melangkah keluar dari kamar yang
tersedia.
Sim Pek Kun berjalan dilorong panjang.
Setiap tujuh atau delapan
langkah, pasti terdapat sebuah lampu teng.
Sim Pek Kun menyaksikan
keindahan malam di Istana Boneka.
Tiba-tiba mata Sim Pek Kun
terbelalak, didepannya berdiri sesosok tubuh, orang itu sedang bersandar pada
pinggiran langkan, tersenyum-senyum kearahnya.
Itulah Pendekar Tikar Terbang
yang bermuka bopengan Lui Bie!”
Sim Pek Kun hendak lari
kedalam kamarnya, tapi sudah terlambat.
Lui Bie cepat-cepat
menghampirinya, dengan tertawa, menyapa sang ratu rimba persilatan.
Didalam keadaan yang serba
canggung, lari pulang kedalam kamar adalah satu perbuatan yang tidak mempunyai
penghormatan.
Dibawah sinar cahaya lampu
teng, pipi-pipi Lui Bie yang bopengan itu semakin banyak lubang-lubangnya
semakin dalam.
Hampir saja Sim Pek Kun muntah
ditempat itu, menyaksikan cara-caranya kedatangan Lui Bie, setiap lubang
bopengnya itu seperti memperlihatkan wajah yang tertawa.
Lui Bie mengirim satu anggukan
kepala.
Sim Pek Kun membalas anggukan
kepala Lui Bie, cepat-cepat menyusup dibawah ketiak Lui Bie, hendak meneruskan
perjalanannya, meneruskan usahanya untuk mencari jejak Siauw Cap-it-long.
Hari itu Sim Pek Kun
kehilangan Siauw Cap-it-long.
Bagaikan kecepatan kilat, si
Pendekar Tikar Terbang Lui Bie menghadang didepan Sim Pek Kun, dia bertanya:
“Sudah makan?”
“Sudah,” jawab Sim Pek Kun
singkat.
Entah makan malam yang sudah?
Entah makan siang yang dijawab, Sim Pek Kun tidak memberi penjelasan yang lebih
terperinci.
Lui Bie masih mencumbu rayu,
gelarnya sebagai Pendekar Tikar Terbang itu, agak kurang cocok, seharusnya
diganti dengan jago pipi licin.
“Tukang masak hari ini adalah
tukang masak baru,” berkata Lui Bie. “Menurut ceritanya, didalam rumah makan
Liok-sun-beng dia adalah ahli masak nomor satu. Tentu enak, bukan?”
“Enak,” berkata Sim Pek Kun
sembarangan.
Lui Bie berkata lagi:
“Istana ini tidak terlalu
besar, tapi cukup rumit, kalau tidak ada penunjuk jalan, mudah terperosok dan
sesat.”
“Aku tahu,” jawab Sim Pek Kun
singkat.
“Lebih baik nona berhati-hati,
agar tidak salah jalan,” berkata lagi Lui Bie.
Sim Pek Kun menekuk wajahnya
dan membentak:
“Siapa yang kau panggil nona?”
“Maaf,” berkata Lui Bie.
“Nyonya.”
“Huh!” Sim Pek Kun
mengeluarkan suara dari hidung.
Dengan tertawa cengar-cengir,
Lui Bie berkata:
“Nyonya, tahukah kau dimana
suamimu kini berada?”
Bukan Lian Seng Pek yang
dimaksudkan, tapi Siauw Cap-it-long.
Hati Sim Pek Kun hampir lompat
keluar dari tempatnya, memandang si bopengan, ia bertanya:
“Kau tahu?”
“Tentu saja tahu,” jawab Lui
Bie semakin mendekat.
Sim Pek Kun mundur dua tapak,
wajahnya semakin masam, ia bertanya:
“Dimana? Aku sedang berusaha
mencarinya.”
“Lebih baik jangan dicari!”
berkata Lui Bie tenang. “Kalau saja ketemu, pasti terjadi sedikit kesulitan.”
“Kesulitan?” bertanya Sim Pek
Kun.
Lui Bie semakin cengar-cengir,
ia berkata:
“Haruskah menceritakan jalan
gerakan-gerakan itu secara mendetail?’
“Maksudmu?” berkata Sim Pek
Kun.
“Suamimu itu sedang menggumuli
wanita lain.”
“Bohong,” Sim Pek Kun
berteriak.
Lui Bie berkata:
“Seperti apa yang kau tahu,
didalam istana boneka terdapat nona-nona cantik, umurnya masih muda belia, dan
biasanya tidak suka kesepian, suamimu itu juga mempunyai wajah yang tidak
jelek, tentunya …”
Sim Pek Kun mendelikkan mata,
hatinya semakin panas.
“Hua, ha ha …” Lui Bie
tertawa. “Nyonya memang memiliki kecantikan yang tiada tara, tapi laki-laki
yang setiap hari dijejal dengan sayur asam, sudah pasti menjadi bosan, ingin
merasakan sesuatu yang …”
Sim Pek Kun juga sudah tidak
bisa menahan kesabarannya, dengan suara keras ia membentak:
“Stop! Jangan kau ngaco belo.”
“Tidak percaya?” berkata Lui
Bie. “Mau kuajak melihat? Gadis itu tidak secantikmu, tapi dia lebih muda.
Modal wanita adalah muda, setiap wanita muda pasti bisa mencocoki selera
laki-laki.”
Sim Pek Kun semakin marah,
badannya gemetaran.
Lui Bie berkata lagi:
“Dengarlah anjuranku, tidak
perlu terlalu pusing. Didalam istana boneka, kita banyak mendapat kebebasan.
Untuk cara-cara yang seperti ini, sudah biasa dan lazim, sama saja seperti
bagaimana kita makan nasi, berganti sayur, suamimu bisa mencari wanita lain,
mengapa kau tidak mau makan laki-laki baru? Kita sama-sama mencari kesenangan,
bukan? Sama-sama bersenang, maka hati kitapun bebas leluasa.”
Kedua mata Lui Bie sudah
disipitkan, seperti menjadi satu garis, ia menjulurkan tangan, hendak menarik
Sim Pek Kun.
Sim Pek Kun mundur kebelakang.
“Hayo,” berkata Lui Bie.
“Jangan malu-malu. Hal itu pasti terjadi, lambat atau cepat, kau bisa merasakan
keenakannya, dari pada tidur dengan orang lain, lebih baik …”
Sim Pek Kun tidak bisa
mendengar lebih lama lagi, tangannya terayun, pang … satu tempilingan telah
menampar pipi Lui Bie yang bopengan.
Lui Bie mendapat gelar
Pendekar Tikar Terbang, satu bukti bahwa kecepatan kakinya melebihi orang,
gesit, dan cekatan. Tapi gerakan Sim Pek Kun lebih cepat lagi, hal ini berada
diluar dugaan, disaat ia hendak mengelak, tamparan itu sudah mengenai pipinya.
Memegang dagingnya yang merasa
panas itu, Lui Bie mundur dua langkah, matanya mendelik, dan dia membentak:
“Bah! Tidak tahu diuntung,
sesudah berada ditempat ini, kau masih berani berpura-pura, huh! Jangan harap
bisa lari dari tanganku.”
Setapak demi setapak Lui Bie
mendekati Sim Pek Kun
Sim Pek Kun membentak:
“Berhenti! Setapak lagi kau
maju kedepan, jarum mas pencabut nyawaku tidak mengenal ampun.”
Lui Bie tertegun, jarum mas
pencabut nyawa itu adalah senjata rahasia yang istimewa, dia pernah merasakan
kehebatannya, karena itu menghentikan langkah dan bertanya:
“Jarum mas pencabut nyawa?”
Sim Pek Kun berkata:
“Kalau kau pernah berkelana
didalam rimba persilatan, tentunya pernah mendengar nama jarum mas pencabut
nyawa dari keluarga Sim, jarum ini terdapat dua macam, yang beracun dan yang
tidak beracun, kalau berani kau maju setapak, kulepas yang beracun, apa
akibatnya?”
Betul-betul Lui Bie tidak
berani berkutik, dia bertanya:
“Bagaimana hubunganmu dengan
Sim Thay Kun?’
Sim Pek Kun menjawab:
“Aku adalah cucu perempuannya
…”
“Aaaa …”
Sesudah mengucapkan kata-kata
tadi, secepat itu pula Sim Pek Kun lari kebelakang, kembali kedalam kamarnya.
Bang! Dia menutup dan menggabrukkan pintu.
Tersengal-sengal Sim Pek Kun
berdiri dibalik pintu kamarnya. Dia takut kalau Lui Bie itu menerjang masuk.
Si Pendekar Tikar Terbang Lui
Bie sudah dibuat mati kutu, nama jarum mas pencabut nyawa sangat menyeramkan,
dia tidak berani menerjang.
Sim Pek Kun menyandarkan
dirinya dibalik pintu.
Berdengung kata-kata Lui Bie
yang sangat menusuk hati:
“Gadis disini, masih muda
belia … gadis muda adalah modal … gadis muda bisa lebih mencocoki pria …
suamimu mencari wanita lain …”
Kata-kata itu sangat menusuk
hati Sim Pek Kun.
Siauw Cap-it-long bukanlah
suaminya, tapi entah bagaimana, rasa tadi tidak bisa diterima.
Kalau betul Siauw Cap-it-long
menggumuli gadis ditempat itu …
Hati Sim Pek Kun seperti
dipilin-pilin, sangat sakit dan sedih.
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Dimisalkan dia tahu kalau Lian Seng Pek menggumuli wanita lain, rasanya juga
tidak seperti ini.
Sedangkan Lian Seng Pek itu
adalah suaminya!
Tiba-tiba Sim Pek Kun
berteriak:
“Bohong! … Aku tidak percaya …
Bohong … aku tidak percaya … tidak mungkin Siauw Cap-it-long …”
Tapi kemana kepergian Siauw
Cap-it-long? Mengapa dia tidak kembali?
Bayangan-bayangan seram inilah
yang mengekang dan menekan bathin Sim Pek Kun.
Dimanakah Siauw Cap-it-long?
Pecah kepala Sim Pek Kun memikirkan problem itu.
Didalam Istana Boneka, terdapat
tiga puluh gadis remaja, mereka cantik-cantik dan menarik, semua orang gemar
tertawa.
Dari ketiga puluh gadis-gadis
muda didalam Istana Boneka, sebagian besar sangat senang kepada Siauw
Cap-it-long, mereka sering tertawa kepada Siauw Cap-it-long.
Dari sekian banyak gadis-gadis
yang berada didalam istana boneka, hanya seorang yang tidak pernah tertawa
kepada Siauw Cap-it-long, belum pernah ia menatap kepada Siauw Cap-it-long.
Nama gadis itu adalah Souw
Yan.
Disaat Sim Pek Kun ubek-ubekan
mencari jejak Siauw Cap-it-long, tentu saja tidak berhasil, karena Siauw
Cap-it-long sedang berada dikamar Souw Yan.
Siauw Cap-it-long sedang
terbaring ditempat tidur Souw Yan.
Siauw Cap-it-long sedang
terbaring, memperhatikan langit-langit kamar itu.
Kepala Souw Yan ditengkurapkan
kedada yang bidang dan lebar.
Mata Siauw Cap-it-long
direntangkan besar-besar.
Mata Souw Yan dikatupkan,
bulu-bulu matanya yang panjang, merengguti kulit Siauw Cap-it-long.
Dengan bulu mata yang dimiliki
oleh Souw Yan, kalau saja ia membuka matanya pasti lebih menarik, wanita mempunyai
tanda-tanda yang tertentu pada sepasang mata, hanya satu kerlingan, satu
lirikan, ia bisa memikat dan menarik kaum laki-laki.
Bukan mata Souw Yan saja yang
menarik, sepasang betisnyapun memikat.
Dadanya lebih memikat lagi.
Souw Yan mempunyai ukuran yang
normal, tubuhnya padat, seperti disertai dengan gairah yang kuat,
lekukan-lekukan menurut pesanan ideal, tidak terlalu montok, juga tidak terlalu
kurus.
Didalam kamar itu sangat sepi,
mereka sedang berdekap-dekapan.
Bagian 12 Selesai