Bab 3 Hidup Bahagia di Pulau Hong Hoang to
Ketika Ciu Ci Jiak tiba di
pesisir utara, rombongan Bu Tong Pay pun telah tiba di gunung Bu Tong. In Lie
Heng menemui Jie Lian ciu, ketua partai Bu Tong, kemudian ke ruang meditasi
untuk menemui Thio Sam Hong.
"Guru" panggil In
Lie Heng.
"Duduklah" sahut
Thio sam Hong sambil tersenyum lembut.
Jie Lian ciu, In Lie Heng dan
lainnya lalu duduk di hadapan guru besar itu, kemudian In Lie Heng melapor.
"Guru, kami tidak
berhasil mencari Thio Bu Ki."
"Aaaah...." Thio sam
Hong menghela nafas panjang.
"Entah bagaimana nasib Bu
Ki. Tak disangka pasukan pilihan Cu Goan Ciang terus memburunya."
"Guru," ujar In Lie
Heng memberitahukan.
"Aku bertemu Ci Jiak di
penginapan. Dia bilang. Bu Ki pernah ke gunung Go Bi menyerahkan jabatan ketua
kepada Ceng Hi suthay."
Wajah Thio sam Hong agak
berseri.
"Kalau begitu, dia tidak
apa-apa, syukurlah"
"Bu Ki bersama Tio
Beng", In Lie Heng memberitahukan lagi-
"Ceng Hi suthay
memberitahukan kepada Ci Jiak bahwa Bu Ki dan Tio Beng akan hidup mengasingkan
diri di tempat yang sepi-"
"oooh" Thio sam Hong
manggut-manggut.
"Memang lebih baik
begitu. Engkau tahu di mana tempat itu?"
"Tidak tahu." In Lie
Heng menggelengkan kepala.
"Ci Jiak bertemu Bu
Ki?" tanya Thio sam Hong mendadak-
"Tidak-" In Lie Heng
menggelengkan kepala lagi- kemudian wajahnya berubah serius.
"Guru...."
"Ada apa?"
"siauw Lim Pay mengalami
suatu bencana."
"oh?"
Thio sam Hong tersentak.
"Bencana apa?"
"Beberapa Hweeshio
tingkatan Goan mati dibunuh.."
In Lie Heng memberitahukan
berdasarkan apa yang didengarnya dari Ciu Ci Jiak.
"Apa?" Bukan main
terkejutnya Thio sam Hong mendengar berita itu-
"Ceng Hwee Ciang?"
"ya-" In Lie Heng mengangguki "Guru tahu tentang ilmu pukulan
itu?" "Ng" Thio sam Hong manggut-manggut-
"Kira-kira lima enam
puluh tahun yang lampau. rimba persilatan dikejutkan oleh semacam ilmu pukulan
yang amat ganas, lihay dan beracun, siapa yang terkena pukulan itu, bagian
dadanya pasti bertanda sebuah telapak tangan yang kehijau-hijauan, itu adalah
ilmu pukulan Api Hijau. Banyak kaum rimba persilatan golongan putih yang
berkepandaian tinggi mati terkena pukulan itu sudah barang tentu hal itu
membangkitkan kemarahan kaum golongan putih, maka mereka bersatu mengeroyok
pembunuh itu"
"lalu bagaimana?"
tanyajie Lian ciu.
"Pembunuh itu berhasil
meloloskan diri,"jawab Thio sam Hong.
"sejak itu tiada kabar
beritanya lagi-" "Guru," tanya jie Lian Ciu. "siapa
pembunuh itu?"
"Dia adalah orang Persia,
namun tiada seorang pun yang tahu namanya."
Thio sam Hong
menggeleng-gelengkan kepala.
"Justru sungguh
mengherankan, kini muncul lagi Ceng Hwee Ciang itu Malah yang menjadi adalah
Hweeshio siauw Lim ste tingkatan Goan, itu sungguh di luar dugaan."
"Guru," tanya jie
Lian Ciu.
"Apakah siauw Lim Pay
bermusuhan dengan orang Persta itu?"
"Entahlah-"
Thio sam Hong menggelengkan
kepala.
"Namun memang
mengherankan, kenapa cuma Hweeshio siauw Lim ste yang menjadi korban, sedangkan
pesilat golongan putih tidak?"
"Kita harus bersiap-siap
menghadapi pembunuh itu," ujar jie Lian Ciu sungguh-sungguh-
"siapa tahu dia iuoa akan
ke mari-" "Ngmmm" Thio sam Hong manggut-manggut.
Bu Tong Pay memang bersiap
siaga menghadapi pembunuh itu, namun pembunuh itu justru
tidak pernah muncul di gunung
Bu Tong.
-ooo00000ooo-
Thio Bu Ki dan Tio Beng hidup
tenang dan bahagia di pulau Hong Hoang to, bahkan kini Tio Beng pun telah hamil
tujuh bulan. Betapa gembiranya suami isteri itu.
Pagi ini, mereka berdua
berjalan-jalan di dekat pantai sambil bergandeng tangan. Angin laut menerpa
wajah mereka yang cerah ceria.
"Bu Ki Koko," ujar
Tio Beng.
"Dua bulan lagi aku akan
melahirkan. Engkau berharap anak laki-laki atau perempuan?"
"Anak laki-laki atau
perempuan sama saja,"sahut Thio Bu Ki sambil tersenyum.
"Kita tidak boleh
membedakan anak laki-laki atau anak perempuan."
"Kalau anak
laki-laki-—" Tio Beng menatapnya dengan mesra.
"Harus gagah dan jujur
seperti engkau."
"Apabila anak perempuan,
harus secantik engkau," sambung Thio Bu Ki dan menambahkan,
"Tapi tidak boleh berhati
kejam."
"Eh?" Tio Beng
melotot.
"Memangnya hatiku
kejam?"
"Aku tidak bilang hatimu
kejam, kan?"
"Tapi engkau barusan
bilang...."
"Tidak salah kan aku
bilang begitu? Engkau langan tersinggung lho"
Thio Bu Ki tertawa.
"Ha ha ha..."
"Bu Ki Koko jahat"
ujar Tio Beng dengan manja.
"Aku...."
"Beng moay...." Thio
Bu Ki menatapnya dengan penuh
cinta kasih-
"Kapan aku pernah jahat
terhadapmu?"
"Bu Ki Koko" Tio
Beng tersenyum-
"Kalau anak laki-laki
harus diberi nama apa?"
"Belum kupikirkan."
sahut Thio Bu Ki
"setelah engkau
melahirkan, barulah aku pikirkan nama yang paling cocok""
Mendadak Thio Bu Ki terbelalak
sambil memandang jauh ke depan, tentunya membuat Tio Beng tersentak.
"Ada apa Bu Ki
Koko?" tanyanya cepat
"Ada sosok—
dipantai" sahut Thio Bu Ki "Mari kita ke sana"
Thio Bu Ki menarik Tio Beng ke
pantai, sosok yang berpakaian biarawati tengkurap di situ-
"siapa biarawati
itu?" Thio Bu Ki mengerutkan kening.
"Beng moay, cepatlah
engkau periksa dia, mungkin dia masih hidup"
Tio Beng segera membungkukkan
badannya, lalu menelentangkan biarawati itu, dan seketika juga ia menjerit
kaget.
"Hah? Ciu Ci Jiak"
"Apa?" Bukan main
terkejutnya Thio Bu Ki
"Ci Jiak?"
"Ya." sahut Tio Beng
sambil memeriksanya.
"Dia masih hidup, tapi
dalam keadaan pingsan. Bu Ki Koko, cepat selamatkan dia"
Thio Bu Ki mengangguk
sekaligus mendekati Ciu Ci Jiak lalu menempelkan telapak tangannya pada
punggung ciu Ci Jiak dan mengerahkan Kiu Yang sin Kang ke tubuhnya.
berselang beberapa saat
kemudian, Ciu Ci Jiak membuka matanya perlahan-lahan, mulai siuman.
"Ci Jiak—" panggil
Thio Bu Ki sambil berhenti mengerahkan Iweekangnya.
"Bu Ki Koko, akhirnya
aku— bertemu engkau juga" ujar Ciu Ci Jiak dengan air mata bercucuran
saking girangnya, kemudian memandang Tio Beng.
"Aku...."
"Ci Jiak" Tio Beng
tersenyum,
"yang telah berlalu
jangan diungkit lagi- Aku adalah wanita, tentunya dapat menyelami
perasaanmu."
"Tio Beng.—" Ciu Ci
Jiak terisak-isak-
"Bu Ki Koko, cepat papah
dia ke rumah" ujar Tio Beng yang merasa iba terhadap Ciu Ci Jiak-
"Tapi?" Thio Bu Ki
justru merasa tidak enak.
"Jangan khawatir"
Tio Beng tersenyum-
"Aku tidak akan cemburu
dan marah kepadamu-"
Karena Tio Beng berkata
begitu, maka Thio Bu Ki segera memapah Ciu Ci Jiak ke tempat tinggal mereka
yang merupakan sebuah gubuk. Begitu sampai di gubuk itu, Thio Bu Ki
membaringkan ciu Ci Jiak ke tempat tidur, sedangkan Tio Beng cepat-cepat
mengambil air minum.
"Ci Jiak minumlah"
Tio Beng menyodorkan air minum
ke mulut Ciu Ci Jiak.
"Terima kasih" ucap
Ciu Ci Jiak lalu meneguk air minum itu setelah itu ia bangun duduk di pinggir
tempat tidur.
"Tio Beng, aku...."
"Aku tahu-" Tio Beng
tersenyum.
"Engkau rindu sekali
kepada Bu Ki Koko, tapi engkau kok tahu kami berada di pulau ini?"
"Sesungguhnya aku tidak
tahu, namun hari itu aku ke gunung Go Bi-..." tutur ciu Ci Jiak tentang
semua itu
"setelah berpisah dengan
In Tayhiap di penginapan itu, aku langsung menuiu ke pesisir utara, sedangkan
rombongan Bu Tong kembali ke gunung Bu Tong-"
"Ceng Hwee Ciang?"
Kening Thio Bu Ki berkerut-
"Aku tidak pernah
mendengar tentang ilmu pukulan itu, tak disangka beberapa Hweeshio siauw Lim
sie tingkat Goan menjadi korban."
"Heran?" gumam Tio
Beng-
"Kenapa Hweeshio-hweeshio
siauw Lim Sie yang menjadi sasaran pukulan itu?"
"Mungkinkah si pembunuh
itu punya dendam dengan siauw LtmPay?" ujar Thio Bu Ki-
"Aku sudah bertanya
kepada Kong Bun Hong Tio, namun dia bilang tidakpunya musuh."
Ciu Ci Jiak memberitahukan,
"itu memang
membingungkan."
"Tak disangka siauw Lim
Pay akan mengalami bencana itu"
Thio Bu Ki
menggeleng-gelengkan kepala, kemudian menghela nafas panjang seraya bergumam,
"Kini entah bagaimana
keadaan Thay suhu Thio sam Hong?"
"Aku yakin beliau
baik-baik saja," ujar ciu Ci Jiak-"sebab beliau yang mengutus In
Tayhiap mentarimu-" "Aaaah-..." Tio Beng menghela nafas panjang.
"Gara-gara Cu Goan ciang,
akhirnya kami harus meninggalkan Tionggoan"
"Padahal Cu Goan ciang
adalah bawahan Bu Ki Koko, tapi malah dia yang menjadi kaisar. Aku... aku
penasaran sekali." ujar ciu Ci Jiak dan menambahkan,
"rasanya aku ingin sekali
pergi membunuh Cu Goan Ciang"
"Betul," sambung Tio
Beng.
"Akupun berniat
membunuhnya-"
"Kalian berdua—-"
Thio Bu Ki menggeleng-telengkan kepala,
"sudahlah Jangan terus
membicarakan itu Aku sendiri tidak mau menjadi kaisar. Lebih baik hidup tenang
dan bahagia di pulau ini-"
"Bu Ki Koko" Ciu Ci
Jiak menatapnya dengan sorot mata penuh mengandung cinta kasih.
"Kini aku sudah merasa
puas, karena sudah bertemu denganmu, maka aku harus meninggalkan pulau ini
secepatnya." Thio Bu Ki tidak menyahut.
"Ci Jiak", Tio Beng
menggenggam tangannya seraya berkata,
"Aku tahu apa sebabnya
engkau mencari Bu Ki Koko, tidak lain disebabkan engkau sangat mencintainya,
ya. kan?"
"Aku...." Ciu Ci
Jiak menundukkan kepala.
"oleh karena itu, aku
harus menerimamu di pulau ini-" ujar Tio Beng sungguh-sungguh.
"Maksudmu?" Ciu Ci
Jiak kurang mengerti-
"Kita bertiga hidup
tenang dan bahagia dipulau ini, tentunya engkau tidak berkeberatan kan?"
ujar Tio Beng sambil tersenyum lembut.
"Tio Beng.—"
Ciu Ci Jiak terbelalak- Ia
tampak tidak percaya akan apa yang di dengarnya.
"Kita... kita bertiga
hidup tenang dan bahagia di sini?" "ya." Tio Beng mengangguk.
"Engkau... engkau
rela...."
Ciu Ci Jiak menatapnya seakan
tidak percaya.
"Bu Ki Koko," ujar
Tio Beng kepada suaminya.
"Dari dulu Ci Jiak sudah
mencintaimu. Dia ingin berlayar ke Peng Hwee TO, tapi malah terdampar di sini-
itu pertanda dia pun berjodoh denganmu-"
"Tapi-..." Thio Bu
Ki tampak serba salah.
"Bu Ki Koko" Tio
Beng tersenyum.
"Aku menerimanya di sini
dengan setulus hati, maka engkau pun harus menerimanya sebagai isteri
pula."
"Apa?"
Thio Bu Ki terbelalak.
"Maksudmu dia harus
menjadi isteriku juga?"
"Ya." Tio Beng
mengangguk.
"Aku tidak main-main atau
bergurau, melainkan bersungguh-sungguh "
"Beng Moay, sungguh besar
jiwamu"
Thio Bu Ki menghela nafas
panjang.
"Baiklah, aku terima dia
sebagai isteriku juga."
"Ci Jiak engkau sudah
dengar kan?"
Tio Beng memandangnya sambil
tersenyum-senyum.
"Aku... aku...."
saking Gembira Ciu Ci Jiak
malah menangis terisak-isak.
"Ci Jiak" tanya Tio
Beng.
"Kenapa engkau
menangis?"
"Aku... aku gembira
sekali-" sahut Ciu Ci Jiak sambil memeluk Tio Beng erat-erat.
"Terima kasih"
"sama-sama-" Tio
Beng membelainya-
"Eeeh?" Mendadak Ciu
Ci Jiak terbelalak sambil memandang perut Tio Beng.
"Engkau sudah
hamil?"
Tio Beng mengangguki
"sudah tujuh bulan."
"Aku memberi selamat
kepada kalian berdua" ucap Ciu Ci Jiak
"seharusnya bertiga"
sahut Tio Beng sambil tertawa, "sebab kini kita bertiga tinggal di pulau
ini-"
"Tidak lama lagi akan
menjadi empat," ujar Thio Bu Ki sambil tertawa.
"Ha ha ha..."
Thio Bu Ki- Tio Beng dan ciu
Ci Jiak memang hidup dengan penuh kebahagiaan di pulau Hong Hoang TO- itu semua
disebabkan Tio Beng dan Ciu Ci Jiak saling mengerti.
Di saat Tio Beng mau
melahirkan, Ciu Ci Jiaklah yang paling kalut, la segera memasak air panas dan
lain sebagainya. sedangkan Thio Bu Ki berjalan mondar-mandir dengan wajah
cemas, Ciu Ci Jiak berada di dalam menemani Tio Beng. Berselang beberapa saat
kemudian, terdengarlah suara tangisan bayi yang sangat nyaring. Thio Bu Ki
langsung menarik nafas lega, dan wajahnya pun tampak berseri-seri. Tak lama
muncullah Ciu Ci Jiak- Thio Bu Ki segera menghampirinya seraya bertanya.
"Ci Jiak anak laki-laki
atau perempuan?"
"Anak laki-laki-"
Ciu Ci Jiak memberitahukan
dengan wajah berseri,
"sungguh montok bayi
laki-laki itu"
"Aku... aku boleh
masuk?" tanya Thio Bu Ki-
"Boleh-" Ciu Ci Jiak
mengangguki
Thio Bu Ki berlari ke dalam.
Dilihatnya Tio Beng sedang menyusui bayi laki-laki yang baru lahir itu.
"Beng Moay" panggil
Thio Bu Ki sambil membelainya, "Engkau baik-baik saja?"
Tio Beng mengangguki wajahnya
masih tampak agak pucat.
"syukurlah" ucap
Thio Bu Ki-
"Engkau terus
beristirahat di tempat tidur, biar aku yang melayanimu."
"Terima kasih. Bu Ki
Koko-"
Tio Beng tersenyum, namun
kemudian menghela nafas panjang.
"Lho?" Thio Bu Ki
heran.
"Kenapa mendadak engkau
menghela nafas?"
"Aku...." Tio Beng
menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku sangat kasihan
kepada Ci Jiak karena dia tidak bisa punya anak-"
"Yaah" Thio Bu Ki
menghela nafas.
"Karena melakukan
kekeliruan ketika belajar Kiu Im sin Kang, maka peranakannya menjadi rusak,
sehingga selamanya tidak bisa punya anak,"
"Hatinya pasti terpukul
sekali melihat aku melahirkan." "Beng Moay" Thio Bu Ki
tersenyum. "Anakmu juga adalah anaknya ya, kan?" "Betul."
Tio Beng tertawa gembira.
"Maka biar dia yang
memberikan nama kepada anak kita."
"Baik!" Thio Bu Ki
manggut-manggut.
"itu pasti sangat
menggembirakannya."
"Kalian sedang
berbisik-bisik apa?" muncullah Ciu Ci Jiak dengan membawa secangkir air
hangat.
"Kami sedang
membicarakanmu," sahut Tio Beng.
"oh, ya?" Ciu Ci
Jiak tersenyum.
"Memangnya kenapa
aku?"
"Tidak sih." Tio
Beng menatapnya lembut-
"Hanya berharap engkau
sudi memberikan nama kepada anak kami, sebab anak kami juga anakmu."
"oh?" Ciu Ci Jiak
girang bukan main. la segera menyodorkan air hangat itu ke hadapan Tio Beng.
"Minumlah"
"Terima kasih" Tio
Beng meneguk air hangat itu
Ci Jiak tentunya engkau sudi
memberikan nama kepada anak kita kan?"
"A... anak kita?"
Wajah Ciu Ci Jiak tampak bahagia sekali-"Bayi itu adalah anak kita?"
"Ya." Tio Beng dan
Thio Bu Ki mengangguk.
"Terimakasih,
terimakasih"
Mata Ciu Ci Jiak berkaca-kaca
saking gembira dan melanjutkan.
"Alangkah baiknya bayi
itu diberi nama Han Liong."
"Han Liong... Thio Han
Liong" Thio Bu Ki mengulanginya dengan wajah berseri-seri.
"Bagus.. Nama yang
bagus" "Kalau begitu—" sela Tio Beng.
"Bayi kita ini diberi
nama Han Liong, nama yang tepat dan cocok baginya."
"Han Liong Han
Liong" gumam Ciu Ci Jiak
"Kelak dia harus menjadi
pendekar gagah yang berhati jujur."
"seperti ayahnya,"
sambung Tio Beng sambil tersenyum.
"Ha ha ha" Thio Bu
Ki tertawa gembira.
"Betul Harus seperti
ayahnya Ha ha ha—"
-ooo00000ooo-