SUDAH lama Pendekar Mabuk
tidak menengok gurunya yang berjuluk si Gila Tuak itu. Rasa rindu kepada sang
guru membuat Suto Sinting alias si Pendekar Mabuk sempatkan diri pulang ke
Jurang Lindu. Dua tenteng pete dibawanya sebagai oleh-oleh buat sang guru.
Meski sang guru tidak doyan pete, tepi siapa tahu sang guru mau menjualnya buat
tambahan dapur.
Tetepi alangkah terkejutnya
Suto sinting setibanya di Jurang Lindu. ternyata sang guru tidak ada di sana.
Selain terkejut juga kecewa. Padahal dia berharap akan disambut oleh senyuman
sang guru yang sudah lama dirindukan. Maklum, sejak usia tujuh tahun Suto
Sinting Ikut si Gila Tuak, sehingga tokoh tertinggi ilmunya di rimba persilatan
itu sudah dianggap seperti orang tua sendiri' ', (Baca serial Pendekar Mabuk
episode ke 1 : "BOCAH TANPA PUSAR").
"Tidak biasanya guru
meninggalkan tempat.
Mengapa sekarang meninggalkan tempat"
Ada apa- sebenarnya?" pikir Suto Slnting dengan bingung. la mencari
gurunya di sekitar curah air terjun, sebab di balik curah alr terjun itu
terdapat goa yang menjadi tempat tinggal sang guru.
Setelah puyeng mencari gurunya
tidak ada, Suto Slnting akhirnya masuk ke dalam goa itu lagi. la pandangi
perabot yang ada di sana, ternyata tak satu pun ada yang berkurang atau
berubah. Berarti tidak ada kejadian apa-apa.
"Apakah guru menghilang
ditelan bumi" Ah, mana doyan si bumi menelan guru yang sudah tua
begitu" Andaikata sudah terlanjur ditelan pasti dimuntahkan lagi. Anehnya,
di luar sana juga tak ada tanda-tanda bekas partarungan"l Lalu... ke mana
sebenarnya si Gila Tuak itu, eeh... ke mana sebenarnya kakek guru
Itu"i" Ketika la ingin keluar kembali, tiba-tiba matanya tertuju pada
bebatuan di samping jalan keluar goa.
'Di sana terselip selembar
kulit rusa berukuran kecil.
Suto sinting curiga, maka
diambilnya kulit rusa itu "Oo, rupanya guru menulis pesan di sini.
ujarnya dengan senyum mulai
ceria. Tapi dahi berkerut lagi karena la belum membaca isi pesan tersebut. Maka
buru-buru dibacanya pesan yang ditulis memakai dengan tinta getah pohon itu.
"Muridku, Bocah bagus
tanpa udel...." Baris pertama berhenti dibaca. Hati Suto berkomentar dalam
nada gerutu.
"Habis disanjung dibanting.
Memang-mentang aku tidak punya pusar, di sini ditulis 'tanpa udel' segala.
Uuh... bikin kesel saja guru inii".
Mata pun kembali memperhatikan
tulisan-tulisan yang kadang sukar dibaca. Maklum, menurut cerita sang guru,
dulu sang guru tidak sekolah, hanya belajar silat saja. Jadi tulisannya rada
jelek, atau asli jelek, sama saja.
"Kalau hari ini kau
datang dan aku tidak ada di tempat, jangan kau anggap aku mati. Jangan pula kau
anggap aku tenggelam ke dasar sungai. Juga jangan kau anggap aku belanja ke
pasar, sebab di sini tak ada pasar. Aku sekarang sedang pergi ke langit. Hebat,
kan" Aku ingin menemui mendiang guruku sendiri, yaitu eyang gurumu
sendiri: Eyang Purbapati dan Eyang Nini Galih. Aku ingin bicara dengan beliau
perihal usiaku yang kelamaan hidup ini, juga bicara masalah-masalah lain yang
tak perlu kujelaskan nanti kebanyakan makan tempat.
Pesanku, jangan menyusuiku ke
langit. Langit itu jauh, Nak. Sebaiknya perdaiam saja ilmu-ilmu yang kuajarkan
padamu, biar semakin lama
semakin tambah sakti dirimu, Jika selama kepergianku ada sesuatu hal yang tak
bisa kau tangani, bicarakaniah dengan bibi gurumu: Bidadari Jalang. sudah, ya
Nak... sekian dulu. Lain kali disambung lagi.".
Dari gurumu : Sabawana Si Gila
Tuak.
NB : Tak perlu dibalas. Karena
tak ada yang akan mengirimkan surat balasanmu.
Hall-hati dijalan, kalau nyeberang
tengok kanan kiri, siapa tahu ada petir lewat.
Damailah dirimu, jayalah
namamu. Hidup Pendekar Mabuk.
Suto sinting geleng-geleng
kapala. "ini pesan apa surat perjanjian kontrak rumah"l"
gerutunya sambil melemparkan kulit rusa itu ke dipan. la duduk di dipan itu,
merenungi isi surat gurunya.
"Ke langit..."l
Menemui Eyang Guru..." Apa benar" Ah, aku kok jadi sangsi sendiri
sama isi surat itu. Jangan-jangan guru ngibul" Cuma akal- akalan
saja"l Sebaiknya kutanyakan pada bibi guru.
Zlaap, zlaap... Suto sinting
melesat pergi tinggalkan kediaman gurunya. la menuju ke Lembah Badai, tempat
tinggal bibi gurunya : Si Bidadari Jalang. Bibi gurunya itu adalah adik si Gila
Tuak.
Adik perguruan. Padahal
sebenarnya beda guru.
Gita Tuak punya guru Eyang
Purbapati, Bidadari Jalang punya guru Eyang Nini Galih. Dua orang lain jenis
itu bersuami-istri. Mereka sama-sama muridnya Wijayasura, yaitu Eyang Buyut
Guru dari si Pendekar Mabuk. Karena suami-istri itu satu guru, maka Gila Tuak
dan Bidadari Jalang dianggap satu guru juga.
Yang ikut membesarkan Suto
sinting sejak usia tujuh tahun itu bukan hanya si Gila Tuak, tapi Nawang Tresni
alias si Bidadari Jalang, juga ikut membesarkan, juga ikut menurunkan ilmunya,
juga ikut menghajar Suto kalau sedang bandel. Maka Suto menyebut Bidadari
Jalang dengan sebutan: Bibi Guru.
Perjalanan menuju Lembah Badai
memakan waktu satu hari. ltu jika benar-benar jalan. seperti orang jalan pagi.
Tapi karena Pendekar Mabuk mempunyai ilmu 'Gerak Siluman' yang mampu bergerak
_cepat menyamai gerakan cahaya, maka jarak atara Jurang Lindu dan Lembah Badai
bisa ditempuh dalam waktu yang singkat.
Lembah Badai, adalah sebuah
lembah yang sering dilandai badai. Jika di lembah itu ada badai lewat tanpa
permisi, berarti di tempat si gila Tuak terjadi gempa berskala agak besar.
Secara alami, kedua tempat itu saling berhubungan. Entah menga- pa kedua tempat
itu seperti punya kontak tersendiri, tak satu pun ada orang mau menyelidikinya.
Yang jelas. Bidadari Jalang
sengaja meng asingkan diri di Lembah Badai, karena tempat ltu jarang dijamah
orang dan sulit dicari dalam peta mana pun.
Apakah perempuan cantik itu
yang awet muda itu tak takut terhempas badai" tidak. Bldadari Jalang
termasuk penjinak badai.
Sewaktu dia menjadi tokoh
sakti dalam aliran hitam, la memang dikenal sebagai penjinak badai. la
mempunyai ilmu yang bisa membuat badal berbalik.
arah bagaikan takut kepadanya. Sekarang,
meskipun Bidadari Jalang sudah masuk aliran putih, mengikuti jejak kakak
perguruannya. kehebatannya menjinakkan badai itu masih tetap ada. Sayang belum
diturunkan kepada Suto Slnting.
'Kalau semua ilmuku kuturunkan
padamu, kau bukan akan menjadi orang sakti tapi justru akan 'jadi orang
gila" ujar Bidadari Jalang pada waktu itu.
"Sebab, ilmu dari kakekmu
(maksudnya dari Gila Tuak - Red), sudah cukup banyak dan tinggi-tinggi.
Bahkan setengah dipaksakan
untuk dapat kau terima.
Memang kau kuat. Tapi kalau
ketambahan semua ilmuku, kau bukan menjadi kuat namun akan menjadi
sekarat" "Jadi untuk apa aku menjadi muridmu kalau tak kau beri ilmu
sedikit pun, Bibi Guru?".
"ilmuku akan kuturunkan
padamu, tapi tidak semuanya. Sedikit-sedikit saja. Kelak, kalau sudah waktuku
menghadap Yang Maha Kuasa,
semua ilmu akan kuturunkan padamu. Jelas?" "Belum," Suto
menggeleng polos dalam candanya.
Peristiwa itu dikenangnya
sepanjang perjalanan menuju Lembah Badai. Hati terasa geli mengenang masa
remaja, masa kecil dan masa bodoh. Maksunya, masa la menjadi anak bodoh. Rasa
geli itu terbersit dalam air mukanya, sehingga Suto Sinting tampak
tersenyum-senyum sendiri bagai manusia tak punya hutang dalam hidupnya.
Tiba di sebuah gapura yang
terbuat dari pohon kering, Suto sinting berhenti sejenak. Gapura ltu adalah
tanda perbatasan wilayah Lembah Badai. Di tengah gapura itu terdapat selembar belahan
batang pohon yang memuat tulisan sederhana. Tulisan itu berbunyi:.
ANDA MEMASUKI WILAYAH LEMBAH
BADAI.
TAMU HARAP LAPOR 1 X 24 JAM.
ttd. ketua RT (raja Tendangan)
Bidadari Jalang.
Senyum Suto tersungging di
sudut bibir.
Terbayang wajah cantik bibi
gurunya yang memang jago tendangan itu. 'tak heran jika dalam pertarungannya,
Pendekar Mabuk sering menggunakan jurus tendangan yang sukar dihindari lawan,
karena memang ia dldikan Raja Tendangan.
Mendekati pondok sang bibi
guru, Pendekar Mabuk dipaksa berkerut dahi. Yang memaksa adalah keheranan
hatinya. Sebab pada waktu itu, ia melihat Ada dua tokoh tua yang cukup
dikenalnya. Tokoh tua ltu adalah Braiamusti alias Batuk Maragam dari Klarnng
Amuk. dan Ki Murcapana alias si Dewa Kubur dari Gunung Gandul. Sementara itu,
di pintu bilik pondok, Suto juga melihat dua tokoh tua lagi yang rata-rata
berusia delapan puluh tahun ke atas, tm masih sehat-sehat dan ilmunya
tinggi-tinggi.
Kedua tokoh tua yang tampak
berdiri di pintu masuk pondok dan sedang berbincang-bincang itu adalah resi
Pakar Pantun dan Eyang Panembahan Panca Lingga dari Pantai Porong, (Baca serial
Pendekar Mabuk dalam episode ke 87: "PEMBANTAI CANTlK").
Dalam hatinya, Pendekar Mabuk
bertanya, "Ada apa ini" Mengapa para tokoh tua berkumpul di sini"
Apakah pondoknya bibi guru Bidadari Jalang sekarang dipakai sebagai Panti
Jompo. . . Hmmm." pasti ada apa-apanya. Karena kebiasaan yang sering
kujumpai, jika ada sesuatu yang tak beres menyangkut dunia persilatan, maka
para takah tua berkumpul di sini, meminta pendapat kakek guru atau bibi
guru".
Ternyata di dalam pondok
tersebut sudah ada beberapa tokoh wanita tua baik yang pakai ilmu awet muda
maupun yang menggunakan ilmu cepat tua, di antara mereka ada si Rupa Setan
alias Anjardini, Nyai Kidung Laras, Sumbaruni dan yang lainnya.
Semakin berdebar-debar hati
Pendekar Mabuk, semakin bertanya-tanya terus benaknya.
Anehnya, ketika Resi Pakar
Pantun mengetahui kedatangan Suto dan memberitahukan kepada yang lain,
tiba-tiba percakapan mereka yang semula seperti lebah bercumbu itu meniadi
hening seketika. semua mata memandang ke arah Pendekar Mabuk. Semua wajah
memaksakan untuk tersenyum. Tak enak hati Suto menerima sambutan seperti itu.
Seorang perempuan cantik
dengan rambut disanggul dan mengenakan jubah merah muncul dari dalam pondok.
Perempuan yang berdada montok dan sangat menggiurkan kaum lelaki itu tak lain
adalah si Bidadari Jalang, sang bibi guru.
Suto sinting segera memberi
hormat kepada bibi gurunya, Sebab kalau tidak ia bisa digebuk tujuh puluh kali
sebagai kelalaian sopan santunnya. Pada saat itu terdengar suara Batuk Maragam
berkata kepada Bidadari Jalang.
"Nawang Tresni..,
sepertinya hari sudah, u huk, uhuik, uhuk... siang. Aku harus pulang sekarang
juga, sebab kalau tidak segera pulang, uhukk, uhuk, ihiik, ihik,
hoeek...".
Batuk Maragam yang selalu
batuk-batuk itu tak jadi teruskan ucapannya. Tapi apa yang dimaksudkan sudah
bisa
dicerna oleh yang lain.
"Bibi...," Suto baru mau bicara, tapi terpotong oleh kata-kata si
Dewa Kubur.
"Bidadari Jalang, aku
harus pamit sekarang juga, supaya muridku tidak terlalu lama menunggu.".
Rupa Setan berkata pula sambil
menepuk pundak Bidadari Jalang. "Kapan-kapan kita ketemu lagi. Aku nda
urusan penting, harus segera pulang'.
Yang lain pun begitu pula.
Mereka pergi satu pnrsatu. dan Pendekar Mabuk memandang dengan longong
melompong. Hatinya menjadi jengkel.
hingga ia terpaksa berkata
kepada bibi gurunya dengan suara keras.
"Bibi, ada apa ini"
Mengapa begitu aku datang semua pada pulang" Kalau begitu aku juga
pulang".
Dewa Kubur yang ternyata
selamat dari pertarungannya dengan Lapak Legong itu, mencoba menenangkan
Pendekar Mabuk dengan gaya bicaranya yang mirip guru SD, selalu menggantung
kalimat akhirnya.
"Jadi anak muda itu
jangan mudah tersinggung.
Kalau mudah tersinggung nanti
cepat tu....?".
turun. tua - ralat Dewa Kubur.
"Ya, tua...," jawab Suto sambil cemberut.
"Kami lak punya maksud
apa-apa. Hanya sekedar mengadakan pertemuan pelepas ri...?".
'ringsek...".
"Pelepas rindu'. 'Ya, ya... pelepas rindu.".
'Kau tak boleh marah pada bibi
gurumu, Sebab beliau sedang menjadi tuan rumah, tak boleh dipermalukan di depan
u...?".
"uban" ' jawab Suto
dengan jengkel.
"Di depan umum..."
ralat Dewa Kubur lagi.
"Percayalah, kami tak
punya maksud menghindarimu.
Hanya kebetulan kami sama-sama
mau pulang, tepat pada saat kau da...?".
"Datang...".
"Datang Bukan dagang".
"ma, iya... kubilang tadi
'datang'".
Resi Pakar Pantun ikut.bicara
dengan cengar-cengir gaya penampilannya sehari-hari.
"Mandi pagi di tengah
pasar, menggali jamban di tengah kamar.
Bukan maksud awak menghindar,
Saat berkunjung memang sebentar.".
Suto Slnting menarik napas,
mencoba untuk tidak salah tanggap dan memaklumi kepergian mereka. saat ilu,
Resi Pakar Pantun menambahkan kata padanya.
"Jangan berpikir yang
bukan-bukan. Justru sekarang waktumu untuk bicara dengan bibi gurumu." .
"Wajah Eyang Resi
menyimpan rahasia Katakan nda apa, Eyang?".
"Tidak ada apa-apa
Wajahku menyimpan jerawat, bukan rahasia. Hee, hee. hee, he...".
Resi Pakar Pantun pun pergi
berdampingan dengan Batuk Maragam.
Sumbaruni, jandanya Jin Kramat
yang menaruh hati kepada Suto sejak dulu itu, segera mencekal lengan Suto lalu
menariknya ke bawah pohon. Dalam hati, Suto mulai berdebar-debar senang.
"Pasti dia ingin
mengatakan rahasia Itul" ujarnya membatin.
Sampai di bawah pohon, agak
jauh dari pondok, 'sumbaruni memandangi Pendekar Mabuk dengan sorot pandangan
mata penuh kerinduan. Pendekar Mabuk segera ajukan tanya untuk menutupi rasa
klkuknya.
"Katakan saja, apa
maksudmu membawaku ke tempat sepi ini, Sumbarunii".
Perempuan itu diam sebentar,
kemudian mencubit pipi Suto dengan gemas.
"Tambah ganteng saja
kaul".
Setelah bicara begitu,
Sumbaruni pergi melesat dengan cepat. Blaas...
"Ooooom edan' Suto
Sinting makin terbengong sambil mengusap-usap pipinya yang habis dicubit
Sumbaruni tadi.
Lembah Badai mulai sunyi
kembali. Klcau burung pun tak ada. Daun-daun bagaikan tak mau gemerisik. Angin
bertiup dengan tenang, seperti melewati ruang ujian.
'Suto, masuklah..."
panggil sang bibi guru.
Suto Sinting melangkah, tapi
berhenti di depan serambi. Di situ ada sepotong kayu bundar yang dipakai
sebagai tempat kongkow-kongkow. Suto berdiri isamping kayu itu menatap Bidadari
Jalang.
'Bibi Guru, aku mencium adanya
rahasia yang disembunyikan oleh Bibi dan para tokoh tua tadi.
Aku 'ngin tahu rahasi itu,
Bibi".
dak ada rahasia apa-apa.
Masuk|ah...".
"Tidak mau. Aku tidak mau
masuk rumah kalau Bibi Guru tidak mau jelaskan rahasia yang membuat mereka
pulang semua setelah melihat aku datang kemari.".
"Tidak ada rahasia
apa-apa" tegas Bidadari Jalang. la memandang muridnya dengan mata tajam.
yang penuh pesona tapi
memancarkan wibawa tersendiri. Suto Slnting salah tingkah dipandang demikian.
la duduk di atas kayu setinggi lutut itu.
"Kalau Bibi tidak mau
katakan rahasia itu, aku tidak akan beranjak dari tempat ini Sampai kapan pun
aku tetap akan di sini".
"Terserah Aku mau tidur
saja". Bidadari Jalang bergegas masuk ke dalam pondok. Pintu pondok
ditutup dalam satu sentakan keras. Braak... Suto sinting terlonjak kaget.
Buru-buru berlari menyusul bibi gurunya. la gedor~gedor pintu dengan kasar.
"Blbi...l Bibi, bukakan
pintunya Bi ' ".
Brraak...l Pintu ditendang
dari dalam. Suto sinting terlempar ke belakang dengan wajah hampir bonyok
karena terkena hempasan daun pintu.
Bidadari Jalang hanya
memandang, mendengus kesal satu kali, kemudn berkelebat masuk tanpa perdullkan
Suto yang menyeringai kesakitan .
Di dalam pondok berdinding
patahan kayu jati ltu, Bidadari Jalang duduk di balik meh besar dari kayu
merah. Blyung Supi. pelayannya, sedang mengemasi beberapa perabot yang habis
dipakai menyuguhi tamu-tamu tadi. Pendekar Mabuk masuk dengan wajah cemberut
bersungut-sungut.
langkahnya yang mendekat meja
diperhatikan terus oIeh Bidadari Jalang.
'Bibi, aku tadi singgah ke
Jurang lindu, tapi kakek guru tidak ada. Ke mana beliau, Bibi?".
'Aku tidak tahu.".
Gulungan kulit rusa yang dipakai sebagai surat, dikeluarkan dari baiik baju
buntung warna cuklat.
Benda itu disodorkan kepada
Bidadari Jalang.
"Apakah benar ini tulisan
kakek guru"l".
"Mungkin saja. Pokoknya
kalau tulisannya ielek, itu pasti tulisan kakek gurumu, tapi kalau tulisannya
bagus, pasti tulisanku.".
"Cobalah Bibi baca isi
surat itu. Hanya surat itu yang kutemukan di Jurang Lindu.".
Bidadari Jalang membaca
tulisan tersebut. Dalam waktu 'sangat singkat sudah terbaca semua. la tersenyum
tipls berkesan geli. Suto Sinting duduk di bangku depannya. Mereka berseberang
meja dan saling pandang.
"Kurasa itu memang
tulisan kakek gurumu. Dia memang pergi ke langit. Kau tak perlu
menyusulnya.".
"Aku kurang percaya, Bibi
Guru," ujar Suto dengan suara pelan.
"Berarti kau sudah tidak
mempercayai kami sebagai gurumu?".
"Bukan begitu, Bibi.
Tapi... firasatku mengatakan ` ada sesuatu yang tersembunyi dari hilangnya
kakek guru Gila Tuak. Firasatku tak bisa dibohongi, Bi".
"Firasatmu terlalu
mengada-ada.".
Bidadari Jalang berdiri,
melangkah mendekati jendela. memandang ke arah luar dengan tenang.
"Lupakan firasatmu itu,
Suto. Lebih baik kau segera pergi ke Gunung Wakas. Sahabatmu, Darah Prabu,
kabarnya mau menikah dengan seorang putri raja. Coba tanyakan kepadanya, temui
gurunya: Resi Badranaya. Cari kebenaran kabar tersebut.".
"Darah Prabu mau
menikah" Putri raja mana yang mau dinikahi Darah Prabu, Bibi?" Suto
menyusul dekati bibi gurunya.
Bidadari Jalang berpaling
menatapnya. "itu yang perlu kau ketahui. Para tamu tadi membicarakan
tentang itu.".
"setahuku, Darah Prabu
mulai lengket dengan si Rambut Perak, orang Dasar Bumi," ujar Suto sambil
mengenang hubungan Darah Prabu dengan bibinya Ajeng Ayu, orang dari Dasar Bumi
yang tinggal di alam perbatasan gaib dan nyata itu.
(Baca serial Pendekar Mabuk
dalam episode ke 117: "TEWASNVA SEORANG PENGKHIANATU.
"Jika benar begitu, maka
pihak Dasar Bumi akan merasa dikianati. Darah Prabu bisa diserang. Resi
Badranaya, gurunya, akan turun tangan.
Pcrtumpahan darah akan
terjadi. Tugasmu adalah mencegah agar jangan sampai terjadi pertumpahan darah
tersebut. Sebab penguasa Dasar Bumi; si Dewa trrrrah, adalah sahabat baik kakek
gurumu, iuga sahabat baikku Sementara si Badranaya sendiri iuga sahabat
kami".
Pendekar Mabuk tertegun
beberapa saat.
bidadari Jalang mendesaknya
kembali agar segera berangkat ke Gunung Wakas. Mau tak mau Suto Sinting pun
pergi tinggalkan Lembah Badai menuju ke Gunung Wakas.
2
GUNUNG WAKAS ada di sebelah
barat. Perjalanan menuju ke sana harus melewati beberapa perbukitan dan hutan
belantara. Termasuk melewati beberapa desa, sawah, sumur dan beberapa jemuran.
Bagi Pendekar Mabuk, perjalanan jauh bukanlah masalah, sebab la punya ilmu
gerak cepat yang dapat mempersingkat waktu perjalanan.
Tetapi yang menjadi kecamuk
dalam batin si pemuda tampan bertubuh tinggi, tegap, gagah dan kekar itu adalah
kejanggalan sikap bibi gurunya saat memberinya perintah harus pergi ke Gunung
Wakas.
Pendekar Mabuk melihat ada
sesuatu yang dipaksakan oleh sang bibi guru saat bicara dengannya.
Sorot pandangan mata Bidadari
Jalang dinilai menyimpan sesuatu yang tak ingin dibicarakan.
"Firasatku mengatakan,
bahwa sikap bibi guru itu ada hubungannya dengan hilangnya kakek guru gila
Tuak. Mengapa bibi guru tidak mau membahas perglnya kakek guru" Mengapa
segera mengalihkan pada persoalan Darah Prabu" Ah. aku tetap curiga.
bagaimana pun juga aku tetap
curiga. Aku merasa dikelabuhi oleh bibi guru maupun para tokoh tua yang kulihat
berkumpul di Lembah Badai itu.".
Sekali pun batin berkecamuk
begitu, tapi pemuda berbaju buntung wama coklat dengan celana putih kusam itu
tetap melangkah menuju ke Gunung Wakas. Bumbung tuaknya menyilang di punggung.
membuat langkahnya tetap
kelihatan gesit, gagah dan mantap sekali.
Pantas kalau ada sepasang mata
yang mengikutinya secara sembunyi-sembunyi. Sepasang mata itu memandang dengan
penuh kagum. Entah mengapa ia tak mau menampakkan diri dan menyatakan
kekagumannya ltu. Mungkin si pemilik sepasang mata sudah mengetahui bahwa
Pendekar Mabuk adalah calon suaminya Dyah Sarlningrum, penguasa Puri Gerbang
Surgawi di Pulau Serindu.
Atau mungkin si pemilik
sepasang mata itu menjaga harga dirinya agar tak terlihat jatuh di mata pemuda
tampan seperti Pendekar Mabuk.
Yang jelas sepasang mata itu
adalah milik seorang wanita. Wanita itu sudah tua atau masih muda itu
tergantung penilaian yang memandang.
Kadang sudah berusia empat
puluh tahun pun bisa dikatakan masih muda, jika yang menilai pria berusia
seratus tahun. Atau usia tujuh belas tahun sudah dibilang tua, jika yang
menilai anak berusia lima tahun.
Gerakan si pemilik sepasang
mata itu tampak rapi dan tidak timbulkan suara gemerisik yang mencurigakan. la
menggunakan ilmu 'peringan tubuh.
sehingga dapat melesat dengan
cepat agar tak ketinggalan langkah Suto. la mengikutinya dari atas pohon.
selalu berpindah-pindah dari dahan yang satu ke dahan yang lain.
Namun kepekaan telinga
Pendekar Mabuk tidak bisa dikelabuhi. la mempunyai ilmu 'Lacak Jantung' yang
sering digunakan secara diam-diam. llmu 'Lacak Jantung' itu membuatnya bisa
mendengarkan detak jantung orang lain dari jarak tertentu. Maka ketika Ia
menangkap suara detak jantung yang bukan miliknya; dan juga bukan millk hewan,
kecurigaannya pun mulai bekerja.
Kewaspadaannya dipertlnggi.
Lirikan matanya bergerak ke
sana-sini dengan lincah dan jeli.
"Sebalknya aku berhenti
di sini dulu. Ingin kulihat siapa orang yang mengekorku sejak tadi itu?".
pikirnya saat berada tak jauh
dari gugusan cadas yang membukit.
la berlagak menenggak tuaknya.
Sambil menenggak, matanya memandang ke bagian atas pohon dengan cepat. Sreet,..
Pandangan mata sudah menyapu bagian atas pohon. Tapi ia tak melihat bayangan
seseorang di sekitar atas sana. Dengan berlagak menggeliatkan tubuh, seperti
orang habis bangun tidur, matanya juga menatap sekeliling itu dengan cepat.
Ternyata tak terlihat sesuatu yang mencurigakan.
"Detak jantung itu
semakin dekat denganku.
hmmm... sepertinya ada di
balik gugusan cadas yang.
membukit itu?". Maka langkahnya pun
diteruskan sedikit agar iebih dekat dengan gunung cadas tersebut. Ketika ia
melewati sisi semak-semak, 'Gerak Siiumannya digunakan secara tiba-tiba. Ziaap,
ziaapm Tahu-lahu ia sudah ada di atas gugusan tersebut, Bersemhunyi di balik
batu setinggi pundaknya, Mata pun memandang ke sekitar kaki bukit cadas.
"Oh, itu
dia..."i" gumamnya sambil tersenyum geii.
Seorang gadis tampak sedang
bersembunyi di balik ceiah~ceiah dua batu besar yang berhimpitan.
Kedua batu itu membentuk
lorong jarak yang pas untuk bersembunyi seorang gadis bertubuh sintal.
Gadis itu memandang ke arah
tempat Suto tadi berada. ia tampak kebingungan karena incarannya hilang. Gadis
itu mencari ke sana-sini dengan pandangan matanya dan masih tetap berusaha
bersembunyi di ceiah bebatuan. Padahal ia sedang diperhatikan Pendekar Mabuk
dari arah belakang sebelah atasnya.
"Hii, hii... orang
ngintip diintip, ya begini ini.
Lucu dan konyoi," gumam
Suto daiam hati dengan geli.
Pendekar Mabuk berkerut dahi
karena merasa belum pernah melihat gadis berambut ungu.Rambut itu panjangnya
sepunggung, diiepas tanpa pengikat.
Tapi kepalanya beriiiitkan
logam kecil warna kuning emas. Mungkin emas asli, mungkin emas imltasi.
Yang jelas logam emasnya itu
mempunyai hiasan burung merak di bagian depan. persis di keningnya.
Burung merak itu sangat kecii,
sehingga tak mudah dilihat jelas dari jarak lima puiuh iangkah.
"Bagus sekali rambutnya.
Bisa berwarna ungu begitu. Sinar matahari membuat rambut itu berkiiauan.
Tapi... wajahnya bagaimana" Dari sini tak bisa dilihat dengan jelas.
Cantik atau berantakan?" pikir Suto Sinling sambil berusaha mencari tempat
agar dapat melihat wajah gadis itu.
Ziaaap... Suto pindah tempat
yang iebih dekat lagi dengan persembunyian sl gadis. Tapi sialnya, si gadis
justru memunggunglnya secara tak sengaja.
karena ia butuh tempat untuk
memandang ke arah lain, mencari pemuda tampan yang diintainya sejak dari sana
tadi.
Suto hanya meiihat jeias
pakaian si gadis yang mengenakan rumpi pendek dari kuiit harimau loreng.
Rompi itu sangat pendek, hanya
separoh perut kurang. Sekaiigus menjadi penutup bagian dadanya yang belum
kelihatan montok atau rnintik itu.
Penutup bagian bawahnya
semacam rok mini yang terbuat dari kuiit macan loreng juga. Sangat pendek,
sehingga separoh pahanya teriihat jeias berwarna putih mulus, ia memakai sandai
ikat 'sebatas betis, dibalut kulit macan loreng juga. Warna lorengnya adalah
kuning hitam kuning, bukan hitan putih seperti Sama dengan geiang kuiit yang
dikenakan di kedua tangannya.
Pandangan Suto tertuju pada
sebilah pedang yang terselip di pinggangnya. Pedang itu mempunyai sarung yang
dibungkus dengan kulit macan loreng hitam~kuning juga. Tampak ada sepasang mata
pedang kecl di sisi kanan-kiri gagangnya, sehingga pedang itu mirip trisula
panjang.
Ujung gagangnya. diberi hiasan
ronce-ronce benang ungu.
Pada saat ia semakin merunduk
dan badan membungkuk, Pendekar Mabuk yang memandangnya dari belakang jadi
berdebar-debar, sebab rok pendeknya sedikit terangkat dan kemulusan paha
belakang tampak lebih tinggi lagi.
"Hmmh..." Suto
Slnting menggeram gemas dalam hatinya. Seolah-olah la ingin tangannya bisa
berulur memanjang dan meremas apa yang terbukus rok pendek loreng hitam-kuning
ltu.
"Untung tanganku
pendek," ujar suto membatln.
"Coba kalau tanganku
panjang, hmmm... pasti aku dijuluki si Tangan Panjang alias Malingl".
Celoteh batinnya itu dilakukan
untuk menunggu tindakan si gadis yang berikutnya. Suto Sinling sengaja tak mau
tampakkan diri dulu, ia ingin tahu apa maksud gadis ltu mengikutinya dari tadi,
dan siapa sebenarnya gadis itu.
Rupanya karena merasa yang
diikuti hilang.
gadis itu pelan-pelan keluar
dari celah kedua batu tersebut. la bahkan melompat dengan cepat dan berdiri di
tanah datar. Lompatan cepatnya membuat.
Suto Sinting berkesiap, karena
menilai lompatan itu adalah lompatan orang berilmu lumayan.
Si gadis berambut ungu
memandang ke sana-- sini mencari pemuda yang diincarnya tadi. Gerakan memandang
ke sana-sini membuat wajahnya teriihat jelas dari tempat Suto. Pemuda kunyoi
itu terperangah kagum, karena ternyata wajah gadis berambut ungu itu tampak
cantik sekali.
Hidungnya mancung, bibirnya
sedikit tebal tapi sensual, matanya agak lebar tapi membeialak indah, penuh
ketegangan dan keyakinan diri. Tepian mata yang .berwarna hitam itu memancarkan
kesan memikat asmara setiap lelaki.
ia mengenakan kalung tali
hitam yang ketat leher dengan bandul batu ungu bening bertepian emas.
Bandul itu kecil berbentuk
segi tiga biasa.
"Dadanya, WOW... Melon
bangkok" ujar Suto dalam hatinya yang berdebar-debar, karena dada gadis
itu memang montok.
Warna kulit kedua bukit- nya
terlihat mulus, karena dada montok itu tidak tertutup sepenuhnya, Rumpi pendek
yang panjangnya tak sampai menutup pusar itu mempunyai tali itu-silang-silang
yang membuat kulit kedua bukit montoknya terlihat samar-samar. Kulit perutnya
yang puluh mulus terlihat jelas karena jarak rompi dengan rok pendeknya
mencapai sekitar satu jengkal kurang dikit.
Dapat dibayangkan betapa
pendeknya rompi itu. Bahkan menurut Suto rumpi itu lebih layak dilkatakan
sebagai kutang semi panjang.
Si wajah cantik berkesan penuh
keberanian itu kini tampak kesal dan kecewa. la memungut batu dan melemparkan
ke semak-semak. la sangka pemuda yang diincarnya bersembunyl di sana. Tapi yang
keluar justru seekor kelinci hutan yang segera berlari menjauhi semak, Gadis
itu makin kesal.
Napasnya mendengus pendek.
Rupanya ia bermaksud
meneruskan perjalanan sambil mencari incarannya tadi. Namun ketika ia baru saja
mau melangkah, tiba-tlba sekelebat bayangan muncul dari semak-semak bambu dan
menerjang gadis itu dengan cepat. Zraaak, wuuus...
Gadis itu terkejut. tapi
secara relleks tangannya berkelebat memberikan tangkisan. Beet... Bruuus...
Tetap saja ia terlempar karena
terjangan itu.
Pendekar Mabuk ikut
terperanjat kaget melihat kejadian itu. Tapi ia menahan diri untuk tidak segera
keluar dari persembunyiannya. Hal yang membuat Suto kaget adalah kemunculan si
penyerang yang ternyata salah satu tangannya nnenggunakan tangan palsu, ujung
tangan palsunya ltu dipasangi senjata berbentuk clurit.
"Keparatl Si Begundal
Tengik muncul di sini?".
geram Suto Sinting menahan
jengkel. "Mengapa ia menyerang gadis itu" Apa persoalannya"
Sebaiknya aku tetap di sini untuk mengetahui persoalan mereka".
Begundal Tengik bukan orang
asing lagi bagl Pendekar
Mabuk. Lelaki berusia sekitar
Ilma puluh tahun itu memang bertampang angker.
Kepalanya botak depan, rambut
belakangnya panjang sepundak.
Jenggot, alis, kumis, bulu
dada, lebat semua.
Pakaiannya baju lengan panjang
longgar wama merah, tidak dikancingkan. Orang bertubuh gemuk berkulit sawo
matang itu pernah dihajar Suto nyaris mati.
Tapi Suto pun pernah hampir
mati karena jurus 'Monyet Bertandak-nya yang berbahaya jika ditangkis lawan
itu, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode ke 115; "KEBANGKITAN lBLlS
GEMBIRA).
lblis Gembira adalah pentolan
Lembah Ajal. Tapi la sudah menemui ajalnya di tangan Pendekar Mabuk.
la mempunyai adik Balayoda,
dan mempunyai kakak Begundal Tengik. Padahal si Iblis Gembira dan Balayoda
tewas terbunuh dalam pertarungannya dengan Suto, maka wajar jika Begundal
Tengik menuntut balas kepada Pendekar mabuk atas kematian adik-adiknya itu,
(baca serial Pendekar Mnbuk dalam episode ke 110: "SUKMA WARISAN.
Tetapi masalah ltu sebenarnya
tidak ada hubungannya dengan gadis berambut ungu.
Mengapa Begundal Tengik tampak
bernapsu sekali nmnbunuh gadis berambut ungu itu.
Bahkan ia lepaskan serangan
beruntunnya dengan menggunakan senjata clurit di ujung tangan kanannya yang
palsu itu.
Clurit itu dikibaskan secara
beruntun dengan gerakan cepat dan menimbulkan suara derungan mengerikan.
Gadis berambut ungu
menggunakan pe dangnya dengan lincah dan gesit. Pedang itu berkelebat menangkis
tiap sabetan clurit lawan. Trang, tring, trang. trang, trang... Sraak...
Pedang berhasll mengunci
gerakan clurit yang mengait.
Tangan palsu itu terangkat
kaku ke atas karena ditahan oleh pedang. Kaki si gadis segera menendang ke
samping kiri. Satu hentakan kaki ternyata menghasilkan tiga~empat tendangan
beruntun.
Duuukk... "Uuuhk..."
Begundal Tenglk mendelik, mulutnya ternganga mengeluarkan darah.
Gadis itu melepaskan pedang
pengunci clurit. Ia ;melompat agak tinggi dan berputar tubuh dengan cepat.
Wwuuss... Kakinya berkelebat menendang pelipis Begundal Tengik. Prook...
Weerr... Gedebruuuk,
gusraaak...
Begundal Tengik terlempar dan
jatuh berguling- guling sampai di semak-semak daun kering. Si gadis memainkan
pedangnya sekejap, kemudian diam membisu dalam kuda-kuda kokoh.
Pedangnya diangkat ke atas
kepala dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya membertuk cakar di atas
pundak kirinya.
"Jurus yang indah sekali.
tapi sangat berbahaya bagi lawan" puji Suto Sinling dalam hatinya.
Begundal Tengik segera berdiri
dengan menggelnynr agak sempoyongan. Tendangan.
beruntun yang kenai dadanya
cukup membuat luka panas bagai membakar paru-paru. Tendangan kaki si gadis yang
kenal pelipis cukup membuat telinganya bagaikan pecah dan isi kepalanya seperti
rontok semua.
Dengan menarik napas
dalam-dalam dan mengerahkan tenaga intinya yang berpusat dipusarnya maka rasa
sakit itu dapat diatasi untuk beberapa saat.
Si mata lebar itu tegak
kembali dengan suara g?ramannya yang besar dan menyeramkan.
Gadis itu berseru dengan
suaranya yang lantang.
"Sekali lagi kau mencoba
membunuhku, kau akan kehilangan nyawa sendiri. Begundal Tenglk".
"Hmmrrhml Kau telah
membunuh kedua istriku: .umartipah dan Elok Suyuti Tak mungkin kubiarkan kau
hidup begltu saja. kecuali kau mau menggantikan kedudukannya sebagai
istriku".
'Jangan mimpi sebelum tidur.
Begundal Tengik.
Kedua istrimu adalah perempuan
sesat yang layak dlsingkirkan dari muka bumi .Jika kau tak rela, kau pun boleh
menyusulnya melalui ujung pedangku ini".
"Bangsatl" bentak
Begundal Tengik dengan lantangnya. "Kurobek mulut atas bawahmu, Tikus
betina Heeaaahh...".
Mulut si Begundal Tengik
terbuka lebar. Suaranya yang besar terlontar keras. Tubuhnya yang gemuk ltu
mampu melayang terbang seringan kapas.
Melesat cepat. "Apakah
gadis itu bernama Tikus Betina" Anh,..
kurasa bukan ltu pasti hanya
nama hinaan saja".
ujar Suto dalam hati.
Kata-katanya berhenti. karena perhatiannya lebih tertarik pada adegan tegang
berikutnya, dl mana Begundal Tengik yang melayang di udara itu disambut oleh sl
gadis berambut ungu dengan gerakan seperti terbang juga. Mereka bertemu di
udara dan beradu senjata dengan kecepatan tinggi. Trang, trang, triing,
srrak...
Kini clurit si Begundal Tengik
mengunci pedang lawannya. Tangan kiri segera disodorkan ke depan dan tepat
kenal pinggang si gadis. Buuuhk...l.
"Aakh.. ' si gadis pun
terlempar ke samping.
Jatuh terbanting di bawah
pohon. Brruuk...
"Auuhh., erangnya lirih
sambil memejam mata kuat-kuat. Dan sudut bibirnya tampak cairan darah kental
meleleh akibat pukulan bertenaga dalam di pinggangnya tadi.
Begundal Tengik memanfaatkan
kesempatan emas itu untuk lepaskan serangan berikutnya. la tak mau menunggu
lawannya bangkit lebih dulu.
Pendekar Mabuk merasa cemas,
tapi tetap menahan diri untuk tidak mencampuri pertarungan tersebut.
"Akan kulihat seberapa
tangguhnya gadis itu menghadapi lawan yang ganas dan liar seperti si Begundal
Tengik" ujar Suto dalam hatinya.
Tapi ia sudah siapkan sentiian
'Jari Guntur' yang punya kekuatan tenaga dalam cukup besar itu. jika Begundal
Tengik benar-benar akan menghabisi nyawa gadis itu dalam keadaan si gadis tidak
berdaya, maka sentiian 'Jari Guntur' akan bertindak sebagai penghalang
kekejaman Begundal Tengik.
TaPI' ternyata ketika Begundal
Tengik berlari harnpiri gadis itu dengan tangan palsu siap diayunkan ke depan.
gadis berambut ungu cepat sentakkan tangan kirinya. Dari tangan kiri itu keluar
hawa panas menghantam perut Begundal.
Begundal Tengik terhuyung-huyung
mundur. *Tapi cepat menahan napas untuk tegak kembali. _Si gadis sendiri
buru-buru berdiri dengan menggigit bibir sebagai penahan rasa sakit di
pinggangnya.
Begitu ia tegak berdiri,
tiba-tiba Begundal Tengik keluarkan sinar merah berserabut dari telapak tangan
kirinya. Claap...
"Gila Dia pergunakan
jurus 'Monyet Bertandakk--W Bahaya betul gadis itu"' Suto Sinting bergegas
untuk menyambar gadis.
?"Tapi Sebelum ia
bergerak, ternyata si gadis lebih faham dalam menghadapi sinar merah tersebut.
si gadis menjejakkan kakinya
ke dan tubuhnya melayang lurus dengan pedang tuntaskan ke dahi Begundal Tengik.
la melayang di antara sinar merah tersebut, sehingga jurus 'Monyet bertandak
Begundal Tengik hanya kenai batang Pohon. Buuuuss... Pohon itu hanya hangus.
Racun yang membuat tubuh lawan
bisa bengkak dan gatal-gatal itu menimpa nasib si pohon.
Hanya sayangnya sl pohon tidak
bisa garuk-garuk seperti hal yang dulu dialami oleh Suto sinting saat terkena
jurus 'Monyet Bertandak' tersebut.
Sementara itu, pedang si gadis
segera ditangkls oleh clurit Begundal Tengik. Trrang... Tapi kaki gadis itu
cepat mengayun ke depan dan tepat kenai wajah Begundal Tengik. Prook...i.
"Aaaaff...".
Bengundal Tengik terhuyung-huyung mundur. la cepat sentakkan kaki dan berjumpaiitan
mundur. Sl gadis menyerang dengan tabasan jurus pedangnya secara beruntun.
Wizz, wiiiz, wiiz, wuz ...
Begundal Tengik bersalto
mundur terus-menerus. Wuuk, wuuk, wukk, wuuk .
'Heaah. Gadis itu segera
melenting ke atas, melebihi ketinggian Begundal
Tengik. la bersalto panjang,
melambung jauh, sehingga ketika Begundal Tengik hentikan jungkirbaliknya, gadis
Itu sudah berada di belakangnya.
"Bangsati Hiaaah..."
Begundal Tengik langsung menyerang dengan tubuh besarnya berputar tegak lurus.
Tapi si gadis juga melompat
dan berputar tegak lurus. Pedang dan clurlt terdengar beradu dua dentingan.
Trang, triin i Wiiz, wiiiz, wliz, .
Pedang ilu tak terlihat lagi
gerakannya. Tapi ketika mereka sama-sama adu telapak tangan.
' keduanya ternyata sama-sama
terpental mundur.
Begundal Tengik berhasil
mendarat dengan kaki tegak, demikian pula sl gadis berambut ungu. Tetapi kejap
berikut Begundal Tengik terbelalak kaget.
Matanya menjadi sangat lebar.
'Hahh...?". Rupanya
tebasan pedang tadi telah mencabik- cabik pakaian si Begundal Tengik.
Bukan hanya bajunya yang
robek-robek seperti gelandangan, tapi juga celananya menjadi hancur bagai habis
dicabik- cabik tiga ekor beruang.
Sruuut... Celana itu melorot
ke bawah karena kolornya putus.
Begundal Tengik cepat
menangkap dan memegangi celananya hingga kain celana itu tak sampai jatuh ke
tanah.
"Bangsat busuk kau' geram
Begundal Tengik.
ia kebingungan pegangi
celananya. Si gadis hanya memandang dengan senyum sinis.
"Awas. TUNGGU
pembalasanku berikutnya. Kau tak akan kubiaikan hidup lebih lama lagi, Ratu
rimba".
blaasss... Begundal Tengik pun
pergi.
gadis yang ternyata bernama
Ratu rimba. Si gadis tak mengajarnya, hanya memandang dengan senyum makin
sinis. Pedang dimasukkan ke dalam sarungnya. Sraak.
Pendekar Mabuk tertawa geli
melihat Begundal tengik kedodoran dalam larinya.
Tapi tawa geli yang memanjang
dalam hati itu segera berhenti setelah tiba-tiba gadis itu memekik dengan suara
pendek. Mata Suto pun segera diarahkan kepada si Ratu Rimba.
"Aahkk. ". "Apa
itu..."t" sentak hati Suto dengan tegang.
Rupanya ada anak buah Begundal
Tengik yang berbuat curang. la melemparkan dua pisau terbang dari belakang Ratu
Rimba. Kedua pisau itu menancap di punggung gadis Itu.
Si gadis menggeliat sambil
menyeringai kesakitan. la berpegangan puhon saat sebelum jatuh terpuruk.
Wuuut, jleeg... Seorang lelaki
bertampang liclk muncul dari persembunyiannya.
Terkekeh-kekeh pandangi si
Ratu Rimba yang sudah tak punya kekuatan lagi itu.
"Akhirnya akulah yang
berhasll membunuhmu, Ratu Hlmba Akulah yang akan diangkat sebagai wakilnya
Begundal Tengik Heeeh, heeeh, heeeh, heeeh, heeeh...
Pendekar Mabuk bertindak
cepat. Jurus 'Jari Guntur" dilepaskan sambil ia melesat keluar dari
persembunyiannya.
Tees... Buuuhkkk...
"Huueeekkml suara orang itu menyentak keras, memuntahkan cairan kuning
dari mulutnya. sebab sentiian 'Jari Guntur' itu tepat kenal perutnya.
Orang itu terkapar dalam
keadaan kejang tiga hitungan.
"Manusia licik panggil
ketuamu, suruh dia hadapi aku. Sentak Suto dengan berang.
la paling benci melihat
kelicikan seperti ltu.
Orang yang wajahnya langsung
pucat itu semakin terbelalak kaget dan gemetar. Rupanya ia kenali siapa pemuda
yang muncul tiba-tiba itu.
Dengan sisa tenaganya, ia pun
segera melarikan diri.
walaupun harus tersungkur
sungkur beberapa kali.
Pendekar Mabuk lebih
mementingkan keselamatan ratu Rimba ketimbang mengejar anak buah Begundal
Tengik. Gadis itu menatap Suto dengan pandangan sayu. Kejap berikutnya tubuh si
Ratu Rimba merosok
ke bawah pohon dan terpuruk di
sana.
"Hei, hei... Bertahaniah,
jangan mati dulu" seru Suto Sinting dengan panik dan berdebar-debar
tegang.
......
3
HAMPIR saja nyawa si Ratu
Rimba amblas tak terkejar. Kedua luka bekas tempat pisau menancap itu ternyata
beracun ganas. Selain memberikan minum tuak saktinya, Pendekar Mabuk masih
harus kerahkan hawa murninya untuk membantu kalahkan racun dari pisau tersebut.
Ratu Rimba selamat.
"Selamat, Ratu Rimba".
Gadis itu berkerut dahi ketika
diajak berjabat tangan dengan Pendekar Mabuk.
"Apa maksudmu?"
tanya Ratu Rimba berlagak ketus.
"Aku mengucapkan selamat
padamu atas keberhasilanmu membuat Begundal Tengik lari terbirit-birit,"
jawab Suto Sintlng sambil pamerkan senyum pemikatnya.
Plaak... Ratu Rimba menampar
pipi Suto. Tentu saja tindakan itu sangat mengejutkan, sangat di luar dugaan,
dan sangat keterlaluan. Tetapi sebagai seorang pendekar, Suto sinting mencoba
bersikap sabar dan bijak. Dengan senyum sedikit sepet, Suto Sinting ajukan
tanya pada ratu Rimba.
"Mengapa kau menamparku,
Ratu Rimba?".
"Ternyata kau mengintip
pertarunganku dengan Begundal Tengik. Aku paling benci pada orang yang suka
mengintip pertarungan orang lain" tegas Ratu Himba.
'Oh, maaf...," ujar Suto
pelan sekali. seperti memendam rasa malu tak ketulungan.
"Sebenarnya aku tidak
bermaksud mengintip, tapi kebetulan lewat dan melihat. Jadi.
"Cukupl" tegas Ratu
Rimba. "Siapa dirimu sebenarnya?".
"Aku". aku seorang
pengembara, dan....".
Plaak l. Suto ditampar lagi.
Napas ditarik dalam-dalam untuk menahan keberangan. Bagiamana pun sebagai
pendekar Suto tetap berusaha untuk sabar.
"Mengapa kau menamparku
lagi, Ratu Rimba?".
tanya Suto dengan nada ramah.
"Aku paling tak suka
kepada orang yang baru kukenal, lalu mengaku seorang pengembara.
Sebutkan namamu dan dari mana
asalmu ltu yang kumau".
"Oo, namaku Suto.., aku
dari Lembah Badai mau kn Gunung Wakas.".
"Hmmm..." Ratu Rimba
manggut-manggut.
berjalan mengitari Suto sambil
memandang penuh selidik. Kepalanya sedikit manggut-manggut hingga la tampak
seperti gadis yang angkuh dan sombong.
Kedua tangannya bertolak
pinggang, seakan.
tunjukkan keberaniannya di
depan siapa pun.
"Siapa yang mencabut
pisau di punggungku dan yang membuatku sehat kembali tanpa luka begini".
"Aku sendiri, Ratu
Rimba.".
Plaak. Tiga kali Suto Sinling
ditampar pipinya. Makin bengkak dada Suto karena menahan marah. Tapi ta tetap
mampu bersikap sabar terhadap gadis yang dianggap ngelunjak itu. la hanya
tersenyum. seakan tak merasakan tersinggung sedikit pun, seakan tamparan itu
bukan apa-apa baginya.
"Padahal panas sekali
wajahku. Sudah tiga kali ditampar, seperti disiram pakal air mendidih. Busyet..
Tamparannya iebih keras dari
seporong papan jati".
Jangan-jangan gadis ini cacat
jiwanya alias gila?".
gumam Suto bernada gerutu.
Tapi mulutnya bertutur kata dengan manis.
"Mengapa kau menamparku
lagi, Ratu Rimba?".
"Kau pemuda yang lancangl
Berani sembuhkan lukaku tanpa izin. Lain kall jika kau berani bertindak begitu,
kupenggal lehermu seketika itu juga.
Mengerti". Plaak... Kini
tangan Suto yang berkelebat menampar gadis itu. Tamparan itu cukup kuat. Ratu
Rimba terpelanting jatuh seketika, wajahnya menjadi merah. la buru-buru
bangkit. Menggeram dengan mata memandang tajam.
"Mengapa kau menamparku,
hah?" bentaknya dengan galak.
"Setiap aku menjawab
pertanyaanmu kau selalu menamparku. Kini sebelum
kujawab pertanyaanmu, aku
harus menamparmu lebih dulu. Nah, sekarang aku akan menjawab pertanyaanmu
tadi...".
"Cukupl" sentaknya
sambil mengusap-usap pipi.
"Tamparanmu boleh juga,
Kau berilmu tinggi, ya?".
"Tidak lebih tinggi dari
dirimu, Ratu Rimba" kini Suto menjawab dengan tegas walau bersikap
merendah.
la berdirl dengan gagah dan
tampak siap betui menangkis tamparan atau ulah si cantik yang galak serta
konyol itu.
"Maafkan aku. ltu tadi
hanya candaku saja.
Begituiah aku jika
bercanda" ujarnya dengan nada masih kurang akrab, namun Pendekar Mabuk
menganggapnya sudah cukup ramah dan akrab.
"Gadis Ini agak
lain." pikir Suto.
"Candanya kasar, tapi
bersikap tegas dan berani mengakui kesalahannya'.
ratu Rimba berdiri dengan
tangan bersandar pada pohon. Pandangan matanya sengaja tidak ditunjukkan pada
Suto, melainkan memandang ke arah jauh. la seperti sedang memikirkan sesuatu,
dan Suto memberinya waktu untuk berpikir dengan tak mengajaknya bicara untuk
sesaat.
Namun karena terlalu lama
saling membisu, Suto Slnting tidak tahan. la segera mendekati Ratu Rimba dari
samping kiri. Tuaknya ditenggak dulu beberapa tequk, baru perdengarkan
suaranya.
"Ratu Rimba, ketika kau
tadi berjalan melewati hutan sebelah timur sana, ada sepasang mata yang
mengikutiku terus dari balik perseinbunyiannya. Aku tak tahu dia bersembunyi di
mana, dan....".
Ratu Rimba palingkan wajah
dengan cepat.
Pandangannya sangat tajam,
dahinya berkerut seperti merasa tak suka mendengar ucapan Suto.
Mau tak mau Suto Slnting tak
jadI lanjutkan kata-katanya.
"Aku tidak pernah
mengikutimu. Untuk apa aku menguntit pemuda yang belum kukenal" Jangan
menuduhku seenak mulutmu begitu, Sutol".
Dengan senyum kalem Pendekar
Mabuk berkata.
"Aku tidak menuduhmu.
Jika kau merasa tertuduh, berarti kaulah yang menguntitku".
'Kau pikir aku gadis murahan,
hah" bentak Ratu Rimba.
Beet.. Tangan Ratu Rimba
menghantam wajah Suto. Tapi dengan sigap Suto Sinting menangkap genggaman
tangan itu. Deeb...
Genggaman tersebut diremasnya
agak keras. Ratu Rimba kecllkan mata penanda menahan rasa sakit. Kemudian Suto
Sinting menyentakkan tangan itu ke bawah sambil melepaskannya. Wuuut l.
Ratu Rimba membatin.. aku
menguntitnya". Pendekar Mabuk berkata dengan kalem tapi tegas,
"Baikian Bukan kau orang yang kumaksud.".
Suto sunggingkan senyum
sedikit sinis dan geli.
"Sial Dia bisa tahu kalau
aku menguntitnya.
"Pasti orang lain yang
mengikutiku. Tapi kalau boleh kutahu, hendak ke mana tujuan langkahmu, Ratu
Rimba".
"Untuk apa kau mengetahui
tujuanku" Kau mau menguntitku".
"Kalau kau izinkan, aku
akan menguntitmu.Tapi kalau tak kau izinkan, aku akan teruskan langkahku ke
puncak Gunung Wakas.".
"Kalau begitu kau Ingin
ke tempat kediaman Resi Badranaya?".
"Benar Kau kenal beliau
rupanya?".
"Ya, karena aku kenal
dengan muridnya yang bernama `Darah Prabu" jawabnya tetap bernada tegas,
dan kali ini sambil berpaling memandang ke arah lain.
"Kebetulan sekali aku
juga sahabat Darah Prabu".
Seet. Wajah cantik berkesan
galak itu berpaling cepat dengan gerakan patah. Sekali lagi gadis itu menatap
tajam dengan dahi berkerut seperti menyimpan kecurigaan.
"Kau jangan membual di
depanku. Darah Prabu tidak punya sahabat bernama Suto".
"Aku tidak membual. Aku
memang sahabatnya.
berani sumpah. Kalau aku
bohong padamu, biarlah aku mati dalam pelukanmu".
Beet, plaak...l. Tiba-tiba
Ratu Rimba melepaskan pukulannya iagi. Suto Slnting yang selalu waspada Itu
berhasil membuang pukulan itu dengan sentakan slku kirinya. Tapl gadis itu
buru-buru berlutut dan meyodokkan telapak tangan kirinya ke perut Suto.
Sinting. Buuhk...
"Huuhhk..."l" Pendekar Mabuk mendelik, terlempar mundur, jatuh
berlutut dengan memegang perut. sekujur dada dan perut bagaikan kaku. "Edanl
Sodokan tangannya bertenaga dan berbahaya. Napasku seperti tersumbat. Jangan'
jangan lambungku retak.
Aduh, bagaimana ini.. Kram....
Perutku jadi'
kram...?" . Ratu Rimba
dekati Suto dengan tetap bertolak pinggang. la berhenti tepat satu langkah d' depan
Suto. Wajah pemuda tampan itu menatapnya dengan sedikit mendongak.
"Candamu kelewatan, ratu
Rimba. Kau sungguh' sungguh memukulku".
"Kalau tidak kupancing
begltu: kau tak mengaku sebagai sahabat si keparat Darah prabu itu. Karena kau
sahabatnya,"kau harus mendapat ganjaran dari kebiadabannya.
' ada apa dengan Darah
Prabu".
"Ini jawabannya
Hiaaah...".
Beet... Tendangan kaki Ratu
Rimba menyerang wajah Suto secara mendadak. Untung Suto segera iepaskan perut
dan menangkis itu. Dees...
Lengannya jadi sasaran kaki
Ratu rimba.
Lengan itu sekokoh pilar besi,
tapi tendangan ratu Rimba sekeras pilar baja. Mau tak mau Suto Sinting
terjungkal ke belakang dan menyeringai kesakitan.
Tulang lengannya bengkak
mendadak. Biru legam.
Semakin terbengong wajah Suto
pandangi tangannya. la buru-buru berdiri setelah tarik napas dalam-dalam dan
menyalurkan hawa murninya ke dalam perut. Dengan begitu perutnya yang kram
sudah mulal lemas kembali.
"Hiaaaaaahhhmll".
Gadis berambut ungu itu
melambung di udara dalam gerakan terbang. la sempat lakukan jungkir balik jarak
panjang seperti seekor naga sedang terbang. Tanpa diketahui gerakan tangannya,
tahu- tahu ia sudah menggenggam pedang dan ditebaskan ke arah Suto Sinling.
Wuuut...
Trraang... Bumbung tuak
berhasil disilangkan di atas kepala. Pedang itu membentur bumbung tuak dan
memercikkan bunga api bersama letupan kecil.
Daaar... Tepat tubuh ilu
bergerak turun di depan Suto sinting, tangan Suto menghantam ke depan dengan
gerakan cepat tak terlihat. Beet, buullhk...
Suto langsung bergulingan ke
tanah, wuut... Bangkit berdiri dengan lutut ditekuk, miring ke kiri dan
berhenti dalam posisi kaki ditarik ke belakang.
Ratu Rimba jatuh terhempas
oleh pukulan yang kenai perutnya_tadl. la jatuh dalam posisi duduk bruuk..
Ujung tulang ekornya membentur
batu.
Wajah cantik itu menyeringai
kesakitan. Tapi segera bangkit dan pasang kuda-kuda jurus pedang.
Pendekar Mabuk tegak kembali
dengan tubuh meliuk seperti orang mabuk mau tumbang.
Kuda-kuda tidak dipasang. Tapi
kedua kakinya merengganq dan badannya tegap. Dada membusung maju, tangan kiri
menggenggam kuat, tangan kiri menggenggam taii bumbung tuak. Bumbung tuak dalam
posisi berdiri tegak di depan dada kanannya.
"Apa maksudmu
menyerangku, Ratu rimba.
Katakan apa persoalan sebenarnya".
"Aku benci pada siapa pun
yang mengaku saudara si keparat Darah Prabu itu.
"Tapi aku tak tahu
persoalanmu dengan Darah Prabu" Jangan iibatkan diriku".
'Tak mungkin. Kau pasti ikut
membantu tindakan busuk si Darah Prabu itul".
"Ratu Rimba..."
tegas Pendekar mabuk sambil maju dua langkah.
Wut, Wut. Wut. ratu rimba
merubah posisi kuda-kuda jurus pedang.
pedang diarahkan lurus ke
depan. Keruncingannya siap menghujam leher Suto Sinting yang berdiri didepan
darinya.
kalau memang aku bersalah, aku
akan bersedia menerima hukuman. Aku bukan seorang Pengecut- ratu Rimba Tapl
jika aku tak bersalah, sampai kapan pun aku akan membela diri dan tak
perdulikan siapa lawanku Untuk itu, tolong jelaskan dulu?".
apa yang dilakukan Darah
Prabu. aku bersedia menegurnya llka memang ia salah.dan bersedia menghadap
sendiri kepada gurunya: Resi Badranaya".
"Darah Prabu mencuri
Ketegangan otot di tubuh Suto
mengendur. Kini yang nampak tegang dahinya yang berkerut. la memandang Ratu
rimba dengan kesan heran dan bingung.
"Apa itu Mustika Gerbang
Dewa?".
"Jangan berlagak bodoh
kau".
Suuut... Pedang disentakkan ke
depan. Suto Sinting _mundur dengan cepat. Tak tahu kalau di belakangnya ada
pohon. la terdesak di situ, Ujung pedang berada di depan Iehernya, berjarak
kurang dari setengah jengkal.
"Kau pasti
mengetahuinya" tuduh Ratu rimba.
"Tidak. Aku sama sekali
tidak mengetahuinya".
tegas Pendekar Mabuk, tapi
dengan siap
tenang. seakan pasrah dengan
ancaman ujung pedang itu.
"Kau bisa mati di ujung
pedangku kalau masih membual terus, Suto".
'Silakan. Hujamkan saja
"pedangmu ke leherku jika aku kau anggap membual. Aku bukan seorang
pendusta, Ratu Rimba".
Mereka saling pandang. Suasana
cukup tenang, tapi Pendekar Mabuk pandai mengendalikan dlrl sehingga tak kelihatan
tegang.
"Jangan membuat
kesabaranku habis, Suto.
Katakan sekarang juga. di mana
Mustika Gerbang dewa itu disembunyikan oleh Darah Prabu?".
"Aku tidak tahu Sumpah
Mampuslah aku kalau aku bohong padamu.".
"Kalau begitu aku
terpaksa membunuhmu sekarang juga".
"Ya, silakan Lakukan apa
yang ingin kau lakukan Bukankah mudah sekali bagimu untuk menghuiamkan pedang
ke leherku sementara aku tidak berdaya begini" Ayo sentakkan
pedangmu".
Diam-diam Suto sudah
persiapkan iurus 'Gerak Siluman'. Sedikit saja ada gerakan dari Ratu Rimba.
ia akan melesat dengan cepat
sehingga tampak seperti menghilang. Dengan begitu huJaman pedang akan kenai
pohon yang ada di belakangnya. Jika pedang menancap pada pohon, pasti punya
waktu untuk mencabutnya. Waktu itu akan dipergunakan Suto buat melayangkan
tendangannya ke tubuh Ratu Rimba.
Kalau sudah begitu, lumpuhlah
gadis galak yang berani nekad itu.
Tetapi agaknya rencana
tetaplah rencana.
Perhitungan tetaplah
perhitungan. Diam tetaplah diam. Tak ada gerakan sedikit pun dari ratu rimba.
Tapi pandangan mata mereka
masih saling beradu tajam.
Bedanya, ketaiaman pandangan
Suto berkesan lembut, pasrah, seperti tak berdaya, tapl punya wibawa. Sementara
itu pandangan mata Ratu Rimba berkesan tajam, berani, keras, tapi dalam
kebimbangan yang merisaukan hatinya.
Setelah lebih dari sepuluh
helaan napas mereka saling diam dan saling bungkam, akhirnya suara Ratu Rimba
pun terdengar pelan walau tetap bernada tegas.
"Siapa diri-mu
sebenarnya" Kulihat gerakan iurusmu seperti gerakan Pendekar Mabuk.".
"Apakah kau pernah
bertemu Pendekar Mabuk?".
Pendekar 'mabuk hanya
kutemukan dalam cerita dong?ng-dongeng menjelang tidur," jawab Ratu rimba
berkesan polos.
"Kulihat ciri~ciri
pendekar Mabuk keluar dari dalam mulut orang-orang yg mendongeng itu di
sekitarku'.
"Lalu apa
keslmpulanmu?".
"Jawab perlanyaanku"
bentak Ratu Rimba.
Siapa kau sebenarnya?".
aku yang ada dalam dongeng
menjelang tidur itu.
"Setan" .sentak Ratu
Rimba dalam desahan.
Pedangnya dikibaskan-ke
samping wuuk see. sreep... Pedang itu masuk dalam sarungnya dalam waktu amat
singkat.
"Gilal cepat sekali jurus
pedangnya" gumam . suto sambil hembuskan napas lega.
ratu Rimba melangkah cepat
seperti mau pergi.
Tapi sebelum Suto sinting
memanggilnya' ia sudah berhenti dan duduk di bawah pohon seberang.
Tampaknya ia ingin merenung
sendiri di sana .suto .sinting memandang dengan senyum kekaguman. la juga
sempat gelang-gelang kepala pula,, sebagai unqkapan :rasa kagumnya terhadap
gadis cantik yang satu itu.
"Dia lain dari yang lain.
Percampuran antara Perawan sinting dengan Pandawi" ujar hatl Suto,
teringat tentang Perawan Sinting dan Pandawi.
Mereka adalah dua gadis konyol
yang tegas, lincah, galak tapi menaruh rasa cinta padanya, (Baca serial
Pendekar Mabuk dalam episode 85 dan 97: "PERAWAN SINTING' dan RATU PEMBURU
GAIRAH").
Pendekar Mabuk menenggak
tuaknya. Badan terasa segar kembali. la mulai beranikan diri dekati Ratu Rimba,
Sl gadis berpakaian sexy serba ioreng itu masih diam terbungkam, tapi matanya
memandang ke arah Suto dalam sebuah lamunan.
Suto jadi kikuk sendiri.
Dengan sentakan kecil kakinya, tubuh Pendekar Mabuk melambung di udara dan
bersalto satu kali.
Wuuut... Jleeg... Melihat
tingkah Suto seperti itu, orang lain akan menyangka Suto unjuk kebolehan, pamer
ilmu, sok- sokan dan sebagainya. Tapi rupanya gerakan Pendekar Mabuk Itu punya
arti tersendiri. Begitu kakinya menapak di tanah depan Ratu Rimba, tangan
kirinya yang menggenggam itu segera dibuka dan ditunjukkan kepada Ratu Rimba.
"Seseorang ingin membunuhmu".
"0oh...?" Ratu Rimba
terkeiut. Dalam genggaman Suto
itu terdapat sekeping logam berbentuk trisula kecil. Logam itu berwarna putih
anti karat, tapi ujung- ujungnya bewarna biru pertanda mengandung racun.
Bentuknya yang seperti trisuia
kecil itu memungklnkan sekali untuk dapat' menancap di leher Ratu Rimba.
Tentu Saja gadis_ itu cepat
bangkit dan memandang Sek?ilimg dengan waspada.
Tangannya masih' memegangi
gagang Pedang, siap untuk dicabut sewaktu-waktu.
"Dari mana senjata
rahasia itu tadi?".
Kulihat kemiiau pantulan
iogamtadi berasal dari Semak-semak berbatu besar' sebelah sana," sambil
Suto menunjukkan melalui pandangan matanya.
Blaasss... Ratu melesat cepat.
Rambut Suto Yang Panjangnva sepundak tanpa ikat kepala sempat 'terangkat karena
hembusan angin gerakan Ratu rlmba tadi.
Tahu-tahu gadis itu sudah ada
di atas batu seberang sana, memandang ke arah sekelilingnya dengan mata liar
dan ganas.
Pendekar Mabuk tetap kalem.
Matanya memandang sekeliling
juga. Dugaannya benar, orang Yang melemparkan senjata rahasia itu pasti sudah
kabur setelah mengetahui senjatanya gagal kenai sasaran.
Ketika Suto menengok ke arah
utara tampak Perbukitan yang sedikit jauh dari tempat itu.
Perbukitan tandus itu tanpa
sebatang pohon pun. Di sana tampak seseorang sedang berlari untuk menuruni
lereng seberangnya. la akan menghilang di lereng perbukitan itu.
"Ratu Rimba... lihat di
sebelah utara itu" seru.
Suta Sinting. ratu rImba
menatap ke arah yang dimaksud.
Tampak olehnya seseorang
berpakaian hitam' sedang menuruni lereng seberang dan menghilang lagi.
Ratu Rimba tak mau kehilangan
kesemPatan pula orang itulah pemilik senjaia rahasia trisula kecil itu. Maka la
pun melesat ke arah Perbukitan tersebut.
Blaass... blasss...i.
"Bukan maln..." Suto sinting geIeng-geleng kepala. "Gadis itu
benar~benar punya gerakan CePat Sama seperti gerakan si Candu Asmara atau Angln
Betina. Hmmm... Benar~benar keras ,berani dan liar.
Zlaaap, Ziaaap... Pendekar
Mabuk menyusul Ratu Rimba dengan jurus 'Gerak Siluman'nya. Kecepatannya
melebihi kecepatan ratu rimba.
Dalam waktu 'singkat Suto
Sinting sudah tampak berada di bukit tandus.
ratu rimba hentikan
iangkahnya- Matanya terbelalak mulutnya terbengong, karena ia m?lihat suto
sinting sudah ada di tempat itu lebih dulu darinya. Namun demi menutupi
kekagumannya dengan menampakkan wajah berangnya terhadap Pelempar senjata
rahasia tersebut.
"Dia menghilang di dalam
keiebatan hutan ujar Suto Sinting sambil menunjuk ke arah kaki bukit tersebut.
"Jahanam...l" geram
Ratu rimba. Matanya memandang penuh dendam. Napasnya tampak dihela dengan
berat.
"Kaiau....". Blaaass
.. blaaass ... blaaass...
Suto Slnting tak jadi bicara.
Ratu Rimba sudah lebih dulu melesat menuruni bukit, mengejar si pemilik senjata
rahasia itu. la masuk ke dalam hutan yang lebat. Mau tak mau Suto sinting
menyusulnya dengan jurus 'Gerak Siluman' lagi.
Zlaahp, zlaaap... .jleeg...
Suto sinting sengaja berhenti di depan langkah Ratu Rimba. Gadis itu terpaksa
hentikan langkahnya.
"Percuma Di hutan selebat
ini, dia bisa sembunyi ke mana saja dan kita bisa kehilangan arah" ujar
Suto sinting saat Ratu Rimba memandang tajam.
seakan menyuruhnya menyingkir.
Suto berujar lagi, 'Bukan
begitu cara mengejar lawan. Tenagamu hanya akan dikuras. Dalam keadaan tenagamu
lemah, dia mudah melumpuhkan dirimu.
Pakailah siasat dan
perhitungan, Ratu Rimba".
"Hmmmh Ratu Rimba
mendengus kesal.
Agaknya ia terpaksa menerima
saran Pendekar Mabuk.
Suto mendekatinya, menunjukkan
senjata kecil itu.
"Mungkin kau kenal siapa
pemilik senjata rahasia ini?".
"Ya, aku kenal"
jawabnya ketus dan singkat.
'Bagus. Kalau kau kenal kenapa
harus kau kejar".
Sebaiknya datangi saja tempat
tinggalnya dan bereskan urusan di sana Kalau kau takut. aku akan mendampingimu,
asal kau
jelaskan persoalannya".
Seet... Serrt... Tangan kiri
Ratu Rimba mencengkeram baju Suto Sintlng. Badan tegap itu ditarik sedikit
hingga maju mendekatinya. Wajahnya sendiri didekatkan ke wajah Suto, namun
giginya menggeluiuk dan suaranya menggeram marah.
"Aku tidak takut pada
siapa pun, tahu" Hati-hati jika kau bicara padaku, Pendekar Mabuk".
Suto tersenyum kalem.
"Maaf...," suaranya lirih sekali. Gadis itu melepaskan cengkeraman
tangannya.
Tubuh Suto disentakkan ke
belakang.
"Benar-benar kasar gadis
ini. Tapi... mengesankan sekali buatku," ujar Suto membatin.
"Boieh kutahu. siapa
pemilik senjata rahasia ini tanya Suto setelah sama-sama bungkam sekitar tiga
helaan napas.
Wuuut... Sekeping logam putih
itu disahut oleh ' Ratu Rimba dari tangan Pendekar Mabuk. Senjata tersebut diperhatikan
sebentar, lalu ditimang-timang dengan tangan kanannya.
"Hanya orang yang bernama
Selendang Jantan yang memiliki senjata rahasia berbentuk seperti ini".
Siapa Selendang
Jantan..?" Suto sinting berkerut dahi.
'Dia muridnya Pandita Delapan
Jari dari Kuil Genta Agung.".
'Ooo. Ya Yaa... aku pernah
mendengar nama itu.
bahkan pernah bertemu sebentar
dengan selendang Jantan. Dia seorang pemuda yang berpakaian putih dengan corak
bunga warna-warni dan berkalung selendang merah. bukan?".
"Benar" jawab Ratu
Rimba pelan. "Kapan kau bertemu dengannya?".
"Beberapa waktu yang
iaiu, jawab Suto, ialu men?eritaakan sedikit pertemuannya dengan selendang
Jantan. Yang waktu itu sedang dikejar-kejar Perawan sinting (Baca serial
Pendekar Mabuk dalam episode ke 126: "KORBAN ASMARA TERKUTUK).
"Kalau kau yakin senjawa
itu milik Seiendang Jantan. sebaiknya kau datangi dia ke Kuil Genta Agung dan
bikin perhitungan dengannya!".
"Tapi senjata ini bukan
milik Selendang Jantan.".
Kepala Suio ditarik ke
belakang sedikit dengan dahi berkerut lagi.
"Aneh kamu Ini. Tadi
katamu hanya si Selendang Jantan yang mempunyai itu?".
"Senjata ini lebih ringan
dari miliknya Selendang Jantan!".
"Hebat Dari mana kau bisa
mengingat-ingat berat senjata milik Selendang Jantan?".
"Aku kenai betul
padanya," jawab Ratu Rimba seraya menatap Suto, meyakinkan apa yang
dikatakannya, "Dia sahabat dekatku.
"Sahabat atau
kekasih?".
Plaak. Tangan kiri ratu Rimba
berkelebat menampar Suto. Tapi tangan kanan Suto Yang kebetulan tidak memegangi
bumbung tuak itu segera menangkisnya.
"Jangan anggap diriku
mudah jatuh cinta pada pemuda setampan dia atau setampan dirimu" tegas
Ratu Rimba dengan tangan menuding bernada mengancam.
"Ratu Rimba bukan gadis
murahan, yang mudah jatuh cinta pada Pemuda Sehebat apapun" Yang diancam
justru tertawa, 'tapi pelan.
"Baiklah Aku percaya dia
sahabat dekatmu. Kita kembali ke persoalan sen|ata rahasia ini. Jika bukan
miiik Selendang Jantan, lalu millk siapa?".
Ketegangan gadis itu reda
kembali.
"Pasti ada pihak yang
memalsunya dengan maksud mengadu domba antara aku dengan Selendang
Jantan".
"Hmmm, yaah... masuk akal
juga perhltunganmul'.
"Akan kubicarakan dulu
pada Selendang Jantan.
Mungkin dia bisa tunjukka
siapa orang yang memalsu senjata rahasianya '.
"Jadi kau mau ke
....".
"Kuil Genta Agung"
jawabnva cepat, lalu melangkah pergi tanpa pamit iagi.
Senjata itu dibawanya,
disellpkan dalam gumpalan sesak di dadanya. Suto sinting ditinggalkan begitu
saja.
Suto tak mau ditinggalkan.
sebab ada sesuatu yang dianggapnya belum beres. Pendekar Mabuk pun segera
menyusul Ratu _Rimba hingga langkah mereka menjadi berdampingan. Ternyata gadis
itu tidak mengusir Suto, berarti dia tidak keberatan diikuti Suto sinting.
"Ratu Rimba, kau
belum...".
"Baiklah sahut Ratu
Rimba. "Terima kasih atas pertolonganmu yang telah dua kali selamatkan
nyawaku. Tapl perlu kau catat dalam ingatanmu, Ratu Rimba dapat selamatkan diri
sendiri tanpa bantuan siapa saja".
"Oh, aku.. aku bukan
mau bicarakan soal rasa
terlmakasihmu, aku... aku hanya ingin katakan bahwa kau belum jelaskan padaku
tentang Mustika Gerbang Dewa itu".
Ratu Hlmba hentikan langkah,
menatap dengan iengkel. Napasnya dihembuskan satu kali.
"Aku Juga ingin tahu,
kira-kira apa sebabnya Darah Prabu mencuri Mustika Gerbang Dewa" Seperti
apa bentuk mustika itu, dan apa kegunaannya".
Ratu Rimba menggerutu,
"Tampan-tampan cerewetnya bukan main orang satu ini"i".
Suto sinting tersenyum masam.
Sebenarnya ia kesal juga dengan ketengilan ratu rimba. Tapl ia butuhkan
keterangan tersebut sehubungan dengan perintah dari sang bibi guru untuk
menemui Resi Badranaya dan Darah Prabu.
Suto sangat berharap Ratu
Rimba mau menjelaskamm SEmua tentang pencurian Mustika Gerbang Dewa itu.
4
TERIK matahari memancarkan
hawa panas yang dapat membuat kering kerak nasi dalam beberapa kejap saja.
Tentunya jika kerak itu dijemur oleh pemiliknya. Jika disekap di bawah bantai,
tentu tak akan cepat kering.
Tapi yang jelas, sinar
matahari di siang itu bagaikan ingin membakar bumi.
Beruntung sekali perjalanan
Pendekar Mabuk dan Ratu Rimba melalui hutan belantara. Kerimbunan daun-daun dan
hutan itu bagaikan payung peneduh yang tidak membuat kuiit kuning langsat
menjadi cepat hitam keling.
"Guru mengutusku untuk
dapatkan kembali Mustika Gerbang Dewa," ujar Ratu Rimba sambil melangkah
tak terlalu cepat.
"Seperti apa
bentuknya?".
"Mustika Gerbang Dewa
adaiah sebuah tongkat kristal sepanjang satu hasta. Di ujung tongkat kristai
itu terdapat sebutir berlian murni, sebesar buah manggis.".
"Woowmi Besar sekaii?"
Suto menggumam kagum.
"Berlian asii itu
dikeiiiingi oieh keiopak-kelopak bunga yang terbuat dari kristai juga. Semua
berwarna putih.".
"Tunggu duiu..."
sergah Pendekar Mabuk.
Tangannya mencekai lengan Ratu
Rimba. Langkah gadis itu terhenti, matanya memandang Suto dengan raut wajah
tampak kurang suka dicekai lengannya.
"Apa maksudmu menggenggam
lenganku".
bisik ratu Rimba bernada
ketus.
"Aku menangkap suara
detak jantung selain miiik kita' bisik Suto Sinting sambii meiepaskan
genggamannya. Bumbung tuak segera dipindahkan dari punggung ke pundak.
Talinya dikait dengan ibu
|ari.
Sewaktu-waktu dapat diambil
untuk menghadapi bahaya.
'Ada dua detak jantung yang
bukan miiik kita.
Kurasa di sekitar sini ada
orang selain kita.".
"Kau bisa mendengarkan
detak jantung?" Ratu Rimba setengah tidak percaya. ia mencibir dan mau
melangkah iagi, waiau sebenarnya Ia" merasa kagum kepada Kemampuan suto.
"ih... Kurasa itu hanya
gema dari detak jantung kita sendiri.".
"Kita di dalam hutan,
bukan di daiam goa. Mana ada gema?".
"Siapa biiang di hutan
tak ada gema?".
Langkah gadis itu terhenti
iagi karena tangan Suto mencekai pundaknya. Sebelum ditegur, tangan itu
buru-buru melepaskan pundak si gadis.
"Hmmm, sekarang iustru
ada empat detak jantung yang bukan miiik kita, Ratu Rimba Waspadalah. Pasti ada
orang lain di sekitar sini.".
"Apa maksudmu
menakut-nakutiku?" geram Ratu Rimba, kini ia mencengkeram baju Suto lagi
sebagai tanda tak suka ditakut-takuti.
Zuiiiz.... Tiba-tiba sebatang
anak panah melesat ke arah punggung Ratu Rimba.
Dengan cepat tangan kiri Suto
menarik pundak Ratu Rimba hingga gadis itu terpeiuk olehnya, kemudian tangan
kanannya menyambar anak panah yang hampir saia menembus punggung Ratu Rimba.
Wuuut, teeeeb... Plaak. Ratu
Rimba berhasil meronta sambil iepaskan tamparan di pipi Suta.
Tamparan keras itu membuat
Suto nyaris terpelanting jatuh. Untung ada batu yang mengganjal tumitnya,
sehingga ia tak jadi jatuh dan segera tegak kembali.
"Jangan kurangajar
padaku, ya?" ancam Ratu rimba sambii menudingkan telunjuk ke arah hidung
Suto.
Tangan kanan Suto segera
diangkat. Sebatang anak panah dalam genggamannya disodorkan ke muka Ratu Himba.
"Lihat.. Aku menangkap
panah ini Bukan mau kurangaiar padamu, Gadis bodoh" maki Suto dengan jengkel.
Ratu Rimba tertegun bengong.
Tapi kejap berikutnya ia berbaiik memandang ke arah belakangnya.
Zuiiit . Satu anak panah lagi
melesat ke arah mereka dari sisi iain. Ratu Rimba melambung naik dan bersalto
satu kaii sambii menyambar anak panah itu. Jika tak disambar anak panah itu
akan kenai dada atau leher Pendekar Mabuk.
Wuuut, teeb...l. Zuiiiz,
zuuulz, zuuuiz...
Tiga anak panah datang dari
tiga tempat.
Pendekar Mabuk menghindari
anak panah yang menuju ke arahnya.
Juubb... Anak panah itu menancap
pada sebatang pohon. Satu anak panah berhasil ditangkap tangan kirinya,
sedangkan satu anak panah berhasil dibelokkan arahnya oleh Ratu Rimba memakai
anak panah yang baru sala ditangkap tangannya.
"Berpencarl Kita
dikepung" seru Suto Slnting sambii lakukan iompatan bersaito tinggi.
Wuuuk. wuuuk 'Jieeeg...
Zuiiiz, zuii' , zuiiiz, zuiiit...
Mereka dihujani anak panah.
Ratu Rimba berjumpalitan juga di udara sambil menebaskan pedangnya untuk
menangkis anak panah yang menuju ke arahnya. Pendekar Mabuk menangkis dan
menghindari anak panah dengan menggunakan bumbung tuak. Makin lama hujan anak
panah itu semakin banyak. Panah-panah itu meluncur dari' berbagai penjuru,
sehingga Ratu Rimba terpaksa memutar tubuhnya dengan cepat dalam posisi tegak
lurus.
Wwweeerrss... Putaran tubuh
cepat Itu membuatnya meluncur tinggi dan hinggap di atas pohon. Sementara itu,
Suto sinting menggunakan iurus 'Gerak Sliuman'-nya yang membuat Para pemanah
sulit kenai tubuhnya.
Jeeb. "Aaahkk..."
Ratu Rimba memekik. Sebatang anak panah menancap di betisnya. ia segera
mencabutnya dalam keadaan berdiri di atas dahan pohon.
Jeeeb..'.l. "Aaahk"
peklkan pendek terdengar lagi. Ratu rimba kena Panah lengan kirinya. la
berusaha melompat dari Pohon yg satu ke pohon yang lain.
tetapi para pemanah itu yang
sebaglan menampakkan diri-sebagian masih bersembunyi itu ternyata lebih dari
lima belas orang.
deeep... "Aauh..."
pekiknya iagi. Kali ini pinggang dan pahanya yang terkena panah. Menancap
hampir separo bagian.
Zlaap. llaaap, Ziaaap... Pendekar
Mabuk bergerak zig~zag, membingungkan Para Pemanah. Gerakan itu dilakukan
untuk' menyelamatkan Ratu Rimba yang sudah terluka tiga tempat. Bahkan segera
menyusui dua anak panah kenai tubuhnya; punggung dan paha kanan.
Weess... Suto Sinling menyambar
gadis itu.
Zlaap, Zlaap... Dalam sekeiap
ia sudah berada iauh dari tempat para pemanah mengepungnya. Suto membawa lari
Ratu Rimba ke arah yang tak tentu.
"Kejar
merekaaaa....".
Teriakan seseorang terdengar
dari kejauhan.
Pendekar Mabuk terus saja meiesat
dalam kecepatan tinggi. Para pengejar kehilangan arah. Mereka berpencar menuju
arah barat, sesuai dengan peiarian Suto Slnting.
Padahal beberapa saat
kemudian, Suto Slnting belokkan arah ke utara.
Pantai utara menjadi tempat
perhentiannya. Tak mungkin Suto iari terus menyeberangi lautan tanpa perahu.
Lagi pula mau sampai ke mana jika ia berlari terus menyeberang lautan.
Bisa-bisa dimakan ikan ganas,
atau ditelan ombak lautan yang kala itu airnya sedang pasang.
Hutan tepi pantai dirasakan
cukup aman ketimbang harus berada di pasir pantai. Di bawah pohon besar berdaun
rindang, berdahan melebar menyerupai payung raksasa, tubuh si Ratu rimba
dibaringkan di sana. Gadis itu merintih pelan.
Ternyata ada tujuh tempat yang
terluka ditembus panah.
Empat di antaranya masih
menancap pada tubuh si Ratu rimba.
Sreeb... "Auuh. Ratu
Rimba memekik ketika anak panah dicabut Suto Sinting.
Sreeb, sleeb, seet.
"Auow, uuhk, aah. Kini tubuh itu bebas panah. Tapi darah mengalir terus,
karena beberapa anak panah ada yang kenai bagian rawan. Bahkan yang ada satu
tadi yang menancap di belahan dada.
Pendekar Mabuk sendiri
berdarah di bagian pipi kirinya. Pipi itu tadi terserempet panah yang nyaris
menancap di matanya. Tapi luka tersebut tak seberapa parah, hanya goresan
sedikit daiam.
Yang paling parah memang Ratu
Himba. Gadis itu tak sempat pingsan. Masih bisa merasakan betapa sakit dan
perihnya bagian-bagian yang terluka itu.
Bahkan ia tak punya kemampuan
untuk bergerak lebih banyak kecuali hanya menggeliat ke kanan dan ke kiri
sambil merintih peian.
Suto buru-buru menenggak
tuaknya. Luka di pipi cepat kering dan menjadi hilang karna pengaruh kekuatan
tuak saktinya.
Tetapi ia sengaja berdiri di
samping Ratu Rimba dan pandangi gadis itu tanpa ' memberikan tuak tersebut
kepada si gadis. ia pandangi beberapa luka di tubuh seksi itu dengan suara
berdecak heran bercampur iba.
'Ck, ck, ck, ck... Parah
sekaii keadaanmu, Ratu Himba.".
"Uuuhkk... Suto... ia...
iakukan.... sesuatu un...
untukku... too... tolonglah...
aku, Suto...." rintihnya dengan napas Ierputus~putus.
"Bukankah katamu tadi,
kau bisa selamatkan dirimu sendiri?".
"Aak... aku... aku
hanya... bercanda. Ja... jangan kau masukkan... hatimu. Ooouhm." ia
mengerang dengan mata terpejam. Pendekar Mabuk tak tega untuk melecehkan
kesombongan Ratu Rimba tadi.
"Kau harus mau minum
tuakku. Tuak ini bisa untuk sembuhkan luka.".
'As, asal jangan... sampai...
aku... mabuk....".
Suto Sinting tertawa kecli.
Sambil menuang tuak ke daiam tempurung, tutup bumbung itu, Suto berkata seperti
orang menggumam sendiri.
"Tak dapat kubayangkan
kalau gadis liar sepertimu sampai mabuk. Mungkin seluruh isi dunia kau
jungkirbalikkan.".
Tuak diminumkan pelan~pelan ke
muiut Ratu Rimba. Bagian yang teriuka mulai berasap. pertanda ada racun cukup
berbahaya pada luka tersebut.
Sedik't demi sedikit luka itu
mengering. Pernapasan mulai lancar.
"Jangan bergerak dulu.
Pakailah untuk berbaring beberapa saat, biar tenagamu cepat pulih dan peredaran
darahmu lancar lagi.".
"Tuakmu pahit" ujar
ratu Rimba.
"cuih, cuuih...l".
Gadis itu meiudah ke samping,
Suto Sinting hanya pandangi dengan dongkoi.
"Konyol.. Bukannya merasa
bersyukur malah mengecam tuakku".
Tapi sebenarnya dalam hati
gadis itu menyimpan segudang kekaguman.
"Pantas dia berjuluk
Pendekar `Mabuk. Tuaknya sungguh dahsyat. Rasa sakitku berangsur-angsur hilang.
Luka-iuka ini juga tampaknya tak keluarkan darah iagi, bahkan sedikit lembab.
Pasti sebentar lagi akan
kering. Tuak dari mana bisa sehebat itu" Sayang pemiliknya seorang pemuda
yang cerewet".
Suara deburan ombak terdengar,
karena tempat pohon besar tumbuh itu cukup dekat dari batas perairan pantai.
Mereka dapat melihat gulungan ombak' bersama buihnya yang menari~nari di lautan
lepas sana. Namun pemandangan indah itu kurang menarik perhatian Pendekar
Mabuk. ia lebih tertarik dengan peristiwa mengejutkan yang membuatnya nyaris
mati dirajang puluhan anak panah tadi.
Pendekar Mabuk duduk di atas
akar pohon itu yang besarnya melebihi ukuran pahanya. Dalam keadaan duduk
setinggi betis, ia dapat berhadapan dengan Ratu Rimba yang masih dalam posisi
terbaring.
"Siapa mereka tadi"
Apakah kau mengenali mereka?".
"Siapa iagi kalau bukan
orang-orang Danau Getih?".
"Danau Getih" Di
mana letaknya Danau Getih itu?".
"Tak jauh dari tempat
kita dlsergap tadi".
"Baru sekarang kudengar
nama Danau Getih?".
gumam Suto bagaikan bicara
sendiri.
"Tak jauh dari situ tadi
ada sebuah danau berair merah. Orang-orang menyebutnya Danau Getih. Di situ
pula ada perkampungan penyamun, diketuai oleh Barong Geni.".
"Hmmm, nama yang baru
kudengar lagi. Barong Geni.".
Pendekar Mabuk menggumam dalam
hati. Kini ia baru menyadari, betapa banyak perguruan atau partai di rimba
persilatan itu. Rupanya apa yang sudah diketahuinya selama ini hanya sebagian saja,
dan masih banyak yang belum tercatat dalam ingatannya.
Perjaianannya kali ini
mempunyai makna tersendiri bagi dirinya. Sebuah pengalaman baru diperoleh dan
membuat wawasan dunia persiiatannya menjadi semakin luas.
Namun bagaimana pun juga,
Pertemuannya
dengan Ratu Rimba ternyata
tetap mempunyai satu sisinya misterius. Banyak hal yang beium diketahui tentang
gadis itu, seperti misalnya mengenai penyebab penyerangan dari orangorang Danau
Getih itu.
"Tentunya kau dapat
jeiaskan padaku, mengapa kita diserang oleh mereka, Ratu Rimba" Aku ingin
mendengarnya sekarang juga".
Ratu Rimba tak langsung
menjawab. la mencoba bangkit dan duduk di tanah dengan kaki melonjor lurus.
Ternyata badannya sudah enak untuk duduk.
Tap lukanya masih belum kering
betul.
"Sebenarnya akulah yang
diserang mereka. Tapi karena kau ada bersamaku, maka kau terlibat di dalamnya.
Mereka menghendaki nyawaku.".
"Alasannya...?".
"Mereka juga menghendaki
Mustika Gerbang Dewa. Lebih dari sepuluh kaii Barong Geni mengutus orangnya untuk
mencuri Mustika Gerbang Dewa, tapi tak satu pun utusannya yang kembali dalam
keadaan hidup. Aku selalu membunuh mereka yang bermaksud mencuri Mustika
Gerbang Dewa.".
"Semudah itukah kau
membunuh seorang pencuri?".
Merasa dikecam, Ratu Rimba tak
bisa menerima begitu saja. la segera bangkit dan berdiri tegak dan bertolak
'pinggang satu tangan. Tangan yang satu digunakan menenteng pedang.-Pedang itu
sudah dimasukkan ke dalam sarungnya oleh Suto sebelum Ratu Rimba meneguk tuak
tadi.
"Jangan kau nilai keji
tindakanku terhadap mereka. Pendekar Mabuk. Aku terpaksa harus bertindak tegas
dan keras, karena akulah yang dipercaya untuk menjaga Mustika Gerbang Dewa
.Jika mereka ingin mencuri mustika itu, sama saja mereka ingin mencuri nyawaku.
Maka iebih baik kukirim nyawa mereka ke neraka daripada nyawamu yang mereka
kirim ke alam kubur. Mengerti?".
Sentakan kasar itu diterima
Suto dengan manggut~manggut dan tetap kalem.
itulah sebabnya aku harus
bikin perhitungan sendir dengan Darah Prabu, bila perlu dengan gurunya '
sambung Ratu Rimba.
"Dia telah berhasil
mencuri Mustika Gerbang Dewa, sama saja telah berhasil mencuri nyawaku Oleh
sebab itu, guru mengutusku untuk merebut kembali mustika itu, atau mati di
tangan Siapa Saja".
Setelah diam beberapa' kejap,
Suto Sinting kembali ingat pada si Pelempar Senjata rahasia.
Maka ia pun ajukan tanya
dengan suara sedikIt rendah.
"Apakah menurutmu
Selendang .Jantan juga menghendaki Mustika Gerbang Dewa?".
"Setiap orang bisa saja
berkeinginan seperti Itu.
Hanya saja, sejauh yang
kukenai pribadi Selendang Jantan, menurutku dia tak punya hasrat untuk
berkhianat padaku. Mengapa kau tanyakan tentang dia?".
"Barangkali saja senjata
rahasia yang hampir menewaskan dirimu itu adalah memang benar milik Selendang
Jantan.".
"Tidak mungkin"
tegas ratu Rimba tanPa kesangsian sedikit pun. "Pasti dari Pihak lainnya
menghendaki kematianku dengan alasan tertentu.
Bisa karena ingin memiliki
mustika tersebut, bisa juga karena kepentingan lain yang bersifat pribadi.
ratu Rimba makin mendekat.
sedikit rendahkan badan agar sejajar dengan Suto sinting yang masih tetap duduk
di atas akar pohon. "Aku lebih banyak punya musuh daripada punya teman.
Tidak menutup kemungklnan begitu aku keluar dari daerah kekuasaanku.
maka mereka berlomba-lomba membunuhku
" merasa bangga itukah kau punya banyak musuh.
"Terpaksa harus
bangga" sahut Ratu Rimba.
"Demi lindungi keutuhan
Mustika Gerbang Dewa, aku menjadi banyak punya musuh. Hal itu sudah
kuperhitungkan sebelumnya".
Seiesai bicara tegas begitu,
ratu Rimba tersentak sekejap, kemudian 'jatuh terpuruk di depan mata Pendekar
Mabuk.
Brruuk...
"Rlmba...?" sentak Suto dengan tegang. "oooh, sepertinya ada
yang menotoknya dari jarak jauh?".
Terbelaiak lebar mata Suto
melihat kenyataan itu. la muiai berputar pandangi sekeiilingnya. semula ia
sempat menyangka ratu Rimba bercanda dengan caranya sendiri. Tapi ternyata
sejak itu Ratu Rimba tak bergerak lagi, tubuhnya sangat lemas bagai tanpa
tulang. Suto cepat simpulkan ada pihak lain yang menotok Ratu Rimba dari tempat
tersembunyi.
Suto Sinting sadar akan
datangnya bahaya yang belum jelas dari mana munculnya. Karenanya pemuda tampan
itu
segera melompat jauhi ratu
Rimba.
la buru-buru meliiitkan tali
bumbung tuak ke lengan kirinya. Kedua mata kembali memandang nanar ke beberapa
arah. Jurus 'Lacak Jantung-nya dipergunakan kembali. Telinga gaibnya dibuka
untuk menangkap suara detak jantung orang ketiga yang diyakini ada di sekitar
pantai tersebut.
Namun telinga gaib itu
ternyata buru-buru tertutup oieh suara `deru aneh yang sepertinya tepat berada
di depan lubang kedua telinganya. Suara aneh tersebut membuat Pendekar Mabuk
sentakkan badan, meniadi kejang dan menyeringai kesakitan.
Suam itu adalah suara dengung
yang menyerupai suara gangsing.
Pendekar Mabuk segera sentakkan
kaki dan melambung ke depan dengan gerakan bersalto satu kali.
wuuuk, jleeg... Kini ia
berbalik arah karena tadi ia mendengar suara dengung tersebut berasal dari arah
belakangnya. Ternyata dugaannya memang benar, ada seseorang yang muncui di pantai
itu dengan mata dingin dan wajah memancarkan permusuhan yang perlu diwaspadai.
Si mata dingin itu adaiah
seorang lelaki berusia sekitar lima puiuh tahun, berambut lebat sebatas pundak.
Rambut dan brewoknya berwarna abu-abu karena bercampur uban. Ia bertubuh gemuk
dan berkulit hltam.
la mengenakan baju tanpa
lengan wama hijau garis-garis putih, sedangkan celananya berwarna hijau polos.
Selain sabuk kulit warna
hitam, orang tersebut juga mengenakan geiang kulit warna hitam. Satu- satunya
warna merah adalah gagang kapak yang panjangnya sekitar tiga jengkal dan
mempunyal rantai bisa terulur ke depan. Di ujung rantai itulah terdapat mata
kapak dua sisi dan dapat memutar ` seperti baiing~baling.
Kapak dan rantainya saat itu
sedang diputar- putar di atas kepala hingga timbuikan suara dengung mirip
gangsing. Ketika Pendekar Mabuk menatapnya selama empat heiaan napas, orang
tersebut menyentakkan gagang kapaknya ke depan, lalu rantainya terulur maju
dengan mata kapak menyambar kepala Pendekar Mabuk.
Craak, wuuung.
"Gawat..."' Suto sinting sempat kaget disambar kapak besar itu. ia
segera rundukkan kepaia dengan badan membungkuk dan meliuk seperti orang mabuk
mau tumbang. Sepasang mata kapak itu menyambar dahan pohon.
Grass... Biuuk... Dahan
sebesar paha itu terpotong rapi tanpa basa-basi lagi. Sempat kagum juga hati
Suto melihat ketajaman dan kecepatan gerak mata kapak tersebut.
Sraaak... Rantai itu masuk ke
dalam gagang kapak saat dlsendat ke belakang. Kini mata kapak dua sisi Itu
berada merapat di ujung gagang kapak yang terbuat dari besi berongga. Dengan
lincah kapak ltu dapat ditebaskan ke kanan-kiri seirama dengan jurusnya yang
lincah dan cepat itu.
"Orang ini sepertinya tak
ingin memberikan kesempatan padaku untuk bicara".
Hmmm, agaknya perlu kulayani
dulu dia" ujar Suto membatin sambil menghindar ke samping kanan karena
tendangan orang itu datang bersama terjangan tubuhnya yang melesat cepat,
seperti batu terlempar dari semburan kawah gunung berapi.
Wuuus...l.
"Heaaah..." kaki orang itu tiba-tiba menyentak ke samping kanan-kiri,
sehingga salah satu kaki terpaksa ditangkis dengan kibasan lengan kanan Suto.
Buuhk... Gubrass... Pendekar
Mabuk terpeianting jatuh.
"Edan.. Besar sekali
tenaga dalamnya" Kusangka sedang-sedang saia".
Hmmm... harus kuajar pakai
iurus 'Jari Guntur' kalau begini caranya".
Pendekar Mabuk mainkan iurus
anehnya yang sempoyongan ke sana-sini dengan gerakan patah patah, tiba~tiba
ketika badannya membungkuk rendah dengan kaki kiri ditarik lurus ke belakang,
jari tangan kanan yang menyilang di belakang tangan kiri melepaskan sentiian
bertenaga dalam ke arah lawan.
Tees, tees... Dua gumpalan
hawa padat melesat tanpa cahaya tanpa suara. Ternyata sentiian pertama meleset
dari sasaran karena orang itu segera melambung ke atas dengan gerakan
berjungkirbalik dan siap ayunkan kapaknya. Namun sentiian kedua ternyata kenai
punggung orang itu saat berjungkirbalik.
Buuhk. "Oohk..."
orang itu memekik pendek dengan tubuh gemuknya terlempar ka arah samping. la
iatuh terbanting di atas akar-akar pohon yang bertonjolan seperti batu.
Gabruuuk... "Uuh".
rahang orang itu membentur akar pohon keras.
la menyeringai menahan sakit,
tapi tubuh gemuknya itu mampu melompat bangun dengan satu sentakan jari
tangannya ke tanah.
Wuuut, ileeg...
"Heahhh..." sl orang gemuk itupasang kuda kuda iagi. Rupanya sentiian
'Jari Guntur' yang selama ini sering membuat lawan lumpuh sesaat, kali ini
tidak beriaku bagi si brewok berperut buncit itu.
"Hebat juga
tenaganya" la seperti tak merasakan apa-apa di punggungnya?" Suto
sinting kagum sendiri dalam hatinya.
Namun sebelum orang itu
menyerang lagi, suara Suto Sinling sudah lebih duiu diiontarkan sehingga orang
itu menunda rencana penyerangannya.
"Tunggu.. Rasa-rasanya
kita belum pernah saling kenal. tapi mengapa kau bernapsu sekaii
membunuhku" Siapa kau sebenarnya?".
"Omong kosong jika kau
tak tahu siapa diriku".
geram si brewok dengan suara
besarnya. "Gadis busuk itu pasti sudah bercerita padamu tentang Wlsonogo
dari Alas .tagai...".sambii ia menepuk dadanya sendiri, memperkenalkan
diri sebagai orang yang bernama Wisonogo dari Alas Jagal.
"Aku baru saia kenal
dengan Ratu Rimba; jadi~ mungkin dia iupa memberitahu padaku bahwa di atas bumi
ini ada orang gagah dan ganteng bernama Wisonogo dari Alas jagal.".
"Hmmh... Barangkali gadis
busuk itu takut menyebut namaku, sehingga ia tak mau ceritakan diriku padamu,
Bocah kelemprot".
"Mungkin saja begitu.
Jadi sekarang kau tahu, aku dan Ratu rimba baru saia berkenalan. Tak terlibat
urusan apa-apa. Kuharap kau tidak memusuhiku, Wisonogo".
"Jika benar begitu,
menyingkirlah sekarang juga dari sini Akan kupenggal kepaia gadis busuk yang
teiah memenggal kepala tiga orang kepercayaanku.
Heeaahh. Wuuuut... Wisonogo
melompat mendekati Ratu Rimba yang tak berdaya. Kapaknya diayunkan bagai ingin
memenggal leher gadis itu yang nampak berbantaian akar pohon sebesar betis itu.
Namun sebelum sepasang kapak
lebar itu bergerak turun. Suto sinting lepaskan jurus Pukulan Gegana-nya. Kedua
jari tangan kanannya disabetkan seperti melempar pisau, dari selarik sinar
kuning patah-patah melesat dari ujung jari itu. menghantam maia kapaknya
Wisonogo.
Claap... Biaaaarr.... Brewok
berkulit hitam itu terpentai ke samping.
Pendekar Mabuk diarn di tempat
sambil berkerut dan merasa heran melihat mata kapak itu masih utuh. Padahai
biasanya jurus 'Pukulan Gegana' dapat hancurkan senjata lawan, bahkan bisa
untuk melubangi duatiga pohon sekaligus. 'ternyata iurus itu juga tidak berlaku
bagi senjata Wisonogo.
Mata kapak itu tidak iecet
sedikit pun, bahkan hangus pun tidak.
' ..Hebat juga senjata
ilu?" gumam Suto dalam hatinya.
..Menqapa kau ikut campur,
Anak barok?" seru Wlsonogo tampak berang sekali.
..Maaf aku paling tak suka
melihat seorang kesatria qagah perkasa sepertimu menyerang seorang wanita, terlebih
wanita yang sudah tidak berdaya".
"Kaiau begitu kau ada di
pihaknya dan minta mampus sekarang juga, hah".
Heeeah". Srrook...
Wisanogo sentakkan kapaknya lurus ke depan. Mata kapak itu terbang sendiri
dalam keadaan berputar seperti baIing-baiing, sementara rantainya teruiur
sesuai jarak yang dibutuhkan.
Kecepatan terbang mata kapak
itu sempat membuat Suto sinting terkejut. Namun dengan 'Gerak Siiuman', murid
sinting si Gila Tuak itu berhasii menghindari ancaman maut itu.
Ziaaap... Dalam sekejap, Pendekar
Mabuk sudah ada di samping kiri Wisonogo. Orang brewok itu menggeram makin
marah. Tangan kirinya yang tidak memegang apa-apa itu segera menyodokkan dua
jari ke arah Suto.
Suuut... Bumbung tuak Suto
dihadangkan di depan dada.
Deeer... Letupan tak merdu
terjadi akibat hawa padat yang merupakan totokan jarak jauh itu beradu dengan
bumbung tuak yang berhawa sakti.
Kegagalan tersebut membuat
Wlsonogo penasaran sehingga mengulanginya beberapa kali.
Tapi tak satu pun totokan
jarak jauhnya ada yang berhasii kenai tubuh Pendekar Mabuk.
"Tiba saat
pembalasan" geram Suto Sinling ketika Wisonogo hentikan serangan
beruntunnya sesaat.
Wisonogo ingin gunakan
kapaknya iagi, tapi tiba~ tiba tubuhnya terlempar ke belakang dan terbanting
dengan
kerasnya. Wuuut, gabruuuk...
"Aaah_.." pekiknya dalam erangan memanjang.
Belum sempat berdiri, Wisunogo
sudah terlempar lagi ke atas, lalu jatuh terbanting tanpa bisa menjaga
keseimbangan badannya.
Wuuut, gabruuuk... Mulutnya
mulai berdarah. Namun senjatanya masih tetap digenggam kuat-kuat. la mencoba
bangkit lagl.
tapi tiba-tiba tubuhnya
terlempar ke samping dan membentur pohon dengan kuatnya.
Jebreet.. Duuurr... Pohon
besar itu bergetar akibat benturan tubuh Wisonogo.
Pendekar Mabuk terpaku di
tempat dengan mulut terbengong dari mata tak berkedip. la sangat heran, karena
ia belum lakukan apa-apa, tapi Wisnnogo sudah terbanting-banling ke sana-sini.
Bahkan makln lama semakin lebih parah lagi.
Wuuut, gabruuk... Wuuus,
bruuk... Wees. gabruuk... Wuuut, ceproot...
"SaklT ayannya kumat apa,
ya?" gumam Suto Sintlng dalam hati. "Ooh, kurasa ada orang yang
menyerangnya dengan kekuatan tenaga dalamya darl jarak iauh. Ada yang
membantuku" Hmmm, siapa orangnya dan di mana dia".
Pendekar Mabuk sibuk
celingak-celinguk mencarl orang yang melempar-bantingkan Wisonogo.
Sementara itu, sl brewok
berwajah angker itu masih saja terlempar dan terbanting ke sana~sini, hingga
wajahnya berlumuran darah. Mungkin kepalanya sempat retak karena terbentur batu
dan akar keras beberapa kali. Lemparan tubuhnya makin lama makin jauh' tapi
mondar-mandir di sekitar situ~situ juga.
dan terakhir, tubuh gemuk itu
terlempar ke atas menabrak dahan pohon.
Krrak... Tubuh gemuk itu masih
terus meluncur ke atas lagi, lalu turun dengan cepat, menerabas dedaunan,
mematahkan ranting dan dahan yang lainnya.
Guiraaak. brruus. kraak
krossaak.
bruuuk... Aaaahhk.. Wisonogo
mengerang panjang; Kepalanya makin bonyok, makin sulit digerakkan. Mungkin ada
yg Patah tampa malu-malu lagi.
justru yang ketakutan adalah
Pendekar mabuk.
la buru-buru dekati Ratu Rimba
untuk lindungi gadis itu bila sewaktu-waktu dirasakan ada bahaya yang akan
menyerangnya. Sementara ltu, Wisunogo yg menggenggam kapaknya dengan dua tangan
itu terlempar _lagi dengan kecepatan sangat tinggi, sampai menerjang daun dan
ranting-ranting Pohon sejauh lebih dari dua puluh tombak.
Wess.. "Aaaaaaaaaaaa.
Jeritanya makin lama makin kecil karena iauhnya lemparan tersebut. pekik
tertinggi saat ia jatuh di sebrang sana nyaris tak terdengar dari tempat Pendekar
Mabuk berada. Kedua mata Pendekar Mabuk hanya bisa membelalak tegang dan
clingak.
clinguk terus mencari siaPa Si
Pelempar Wisonogo itu.
5
SEORANG wanita cantik bermata
dingin tapi punya hidung mancung dan rambut panjang diikat seperti ekor kuda, bergerak
turun dari ketinggian pohon di seberang sana. Wanita itu melayang turun dalam
keadaan berdiri di atas selembar daun seperti daun talas. Gerakan melayangnya
tak terlalu cepat, sehingga dapat dilihat Suto sinting dengan mata tak berkedip
dan mulut tetap melongo seperti liang belut di pinggir sawah.
"Astaga..." Rupanya
dia yang melemparkan Wisonogo sejauh itu" Pantas dia bisa lakukan seperti
itu, karena dia punya jurus 'Kendali Netra' yang mempunyai kekuatan besar pada
pandangan matanya.
Ya, ampun hamplr saja
kulupakan keberadaannya di rimba persiiatan ini" gumam hatl Pendekar Mabuk
yang merasa sangat kenal dengan wanita cantik yang melayang di atas daun lebar
itu.
Pendekar Mabuk memang hampir
saja melupakan wanita berpakaian ketat warna biru seperti.
MUSTIKA GERBANG DEWA. terbuat
dari karet itu. Pakaian tersebut tertutup rapat model 'Wearpack', dan membentuk
lekak-iekuk tubuhnya yang begitu indah, seksi dan menggiurkan.
Seolah-olah dia telanjang,
karena pakaian biru terang nyaris menyatu dengan kulit tubuhnya yang kuning
langsat.
Wanita berusia sekitar tiga
puluh tahun itu bersenjatakan pisau kembar di bawah kedua lengannya.
Pisau-pisau itu bersarung tembaga dan sangat berbahaya ilka dipergunakan dalam
pertarungan.
Selain beracun juga mempunyai kecepatan
terbang yang sukar dilihat lawan. Dialah satu-satunya murid mendiang Nyai
Parisupit yang bukan dari keturunan leluhur sang Nyai. Namanya memang tidak
begitu dikenal, karena wanita itu lebih banyak diam daripada berkoar-koar.
Tetapi para tokoh rimba persllatan yang sudah punya nama justru banyak yang
mengenalnya.
Dia tak lain adalah Merpati
Liar, kakak dari Angin Betina. Kedua wanita muda itu sama-sama berilmu tinggi,
dan sama-sama menaruh hati kepada Pendekar Mabuk.
Tapi mereka sama-sama tahu bahwa
Pendekar Mabuk sudah meniadi kekasih Dyah Sariningrum, sehingga mereka tidak
berani merebut Suto sinting dari Dyah Sariningrum, putri penguasa Puri Gerbang
Surgawi yang ada di alam gaib, yaitu Gusti Kartika Wangi.
tinggi dan berwatak keras,
tegas dan memancarkan karisma tersendiri itu.
Suto Sinting mengenal Merpati
Liar ketika terlibat dalam rebutan Panji-panji Agung yang melibatkan Darah
Prabu juga, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode ke 58: "GADIS
BURONAN").
Wess...l Daun lebar itu
melesat sendiri dalam ketinggian sebatas kepala Pendekar Mabuk. Merpati Liar
melompat turun dari daun, sementara daun langsung menancap pada sebatang pohon
jatuh di beiakang suto Sinting.
Si cantik berhidung mancung
itu sunggingkan senyum tipis. Begitu tipisnya hingga menghadirkan daya pesona
yang membuat Suto Sinting jadi penasaran. Dengan langkah cepat Suto sinting
hampiri Merpati Liar yang berdiri dalam jarak lima langkah itu.
Tanpa ragu-ragu lagi, Pendekar
Mabuk memegang kedua pundak Merpati Liar, kemudian memberikan kecupan lembut di
kening wanita cantik itu.
Cupp... Si wanita diam saja,
justru semakin melebarkan senyumannya yang sangat menawan dan membuatnya tampak
anggun itu.
"Bagaimana keadaanmu,
Merpati Liar?" suara Suta bernada mesra, sedikit pelan dan bercampur
desah.
Merpati liar meniawab dengan
suara setengah membisik juga.
'Aku baik-baik saja.".
"Oh, tak kusangka kita
akan bertemu lagi, Merpati liar.Dulu aku pernah mencarimu sampai beberapa waktu
lamanya, tapi tak kudengar kabarmu di mana, sehingga kuputuskan untuk berserah
diri pada sang nasib. Jika memang dewata masih ingin mempertemukan kita, maka
di suatu saat kita pasti akan bertemu. Ternyata sekaranglah saat pertemuan ini
terjadi. Merpati Liar.".
"Mengapa kau
mencariku?".
"Dulu aku rindu padamu.".
"Sekarang sudah tidak
lagi?".
"Tentu saia semakin
besar. Sayangnya semakin hari kerinduan itu semakin tertutup eleh masalah-
masalah yang harus kuhadapi dengan mempertaruhkan nyawaku.".
"Kebesaran namamu selalu
kudengar dan membuatku sering tersenyum sendiri mengenangmu, Suto.".
"Begitukah" Suto
Sinting tertawa diliputi perasaan yang amat bahagia. Merpati Liar melangkah
dekati ratu Rimba yang masih terpuruk karena totokan Wisonogo. Pendekar Mabuk
mengiringi 'langkahnya dari samping kanan.
"Ketika kulihat kau
bertarung dengan Wlsonogo, hatiku terasa disengat api. Maka kutangani dia dari
kejauhan.".
"Kau kenal dengan
Wisonogo?".
'Tentu saja. Dia termasuk
pihak yang selalu berusaha mencuri Mustika Gerbang Dewa.".
Pendekar Mabuk langsung
berkerut dahi, sedikit kaget mendengar Merpati Liar sebutkan Mustika Gerbang
Dewa. Pandangan mata Suto segera melirik ke arah Ratu Himba.
"Kalau begitu kau kenal
dengan ratu Rimba itu?".
"Sangat kenal. Dia
termasuk orangku.".
"on". jadi kau dan
ratu Rimba satu kelompok dan...".
"Aku bergabung dengan
pihak Biara Perak.".
"Biara Perak...?"
gumam Suto merasa asing dengan nama itu.
"Eyang Girlmaya
mengajakku bergabung untuk memperkuat Biara Perak.".
"Siapa yang bernama Eyang
Glrlmaya itu?".
"Gurunya si Ratu Rimba,
juga sahabat masa muda mendiang guruku: Nyai Parisupit.".
"Ooo". jadi Ratu
Rimba itu muridnya Eyang Girimaya dan tinggalnya di Biara Perak"i"
gumam Suto lagi seperti bicara pada diri sendiri.
"Angin Betina juga sering
bertandang ke Biara Perak.".
"O, ya...?".
"Tapl dia sekarang sudah menetap tinggal bersama Resi Wulung Gading di
Lembah Sunyi, menjaga Pedang Kayu Petir.".
"Hmmm, syukurlah kalau
begitu." Pendekar Mabuk manggut-manggut. Dalam benaknya terbayang selintas
sosok sebuah pusaka yang dikatakan sebagai pusaka mahasakti, yaitu Pedang Kayu
Petir.
"Rupanya kau sudah kenal
akrab dangan Ratu rimba. Tentunya merupakan sesuatu yang amat menyenangkan
bagimu, Suto.".
Pemuda tampan itu tertawa
pendek dan pelan, "Aku baru saja mengenalnya. Orangmu itu ternyata lebih
konyol dari Angin Betina, bahkan lebih galak dari dirimu.".
"Tanggung jawabnya berat.
Dia ditempa sejak kecil oleh Eyang Girimaya untuk menjadi gadis yang keras dan
tegas, penuh keberanian. Dia memang ditempa untuk menjadi penjaga muslika Gerbang
Dewa, menggantikan mendiang ibunya.".
"0oo...," gumam Suto
diiringi anggukan kepala samar-samar. "Apakah dia benar-benar seorang
Ratu?".
Merpati Liar gelengkan kepala.
'Sekarang belum.
Tapi mungkin kelak dia
benar-benar bisa menjadi seorang ratu. Oleh karenanya, ia memilih julukan Ratu
Himba.
"Mengapa harus dia yang
ditempa sebagai penjaga Mustika Gerbang Dewa" Apakah orang lain tak bisa
gantikan tugas mendiang ibunya itu?".
"Apakah kau sudah tahu
apa itu Mustika Gerbang Dewa?".
'Beium...," Suto menjawab
sambil gelengkan kepala. Merpati Liar tersenyum gali, tapi senyumnya tipis
sekali.
"Mustika Gerbang Dewa
adalah sebuah anak kunci yang bisa dipakai untuk membuka plntu menuju
Kahyangan.".
"Pintu menuju
Kahyangan" Maksudmu... menuju tempat kediaman para dewa-dewi yang
asli?".
"Benar.. Sebagaimana kau
ketahui, sampai sekarang Kahyangan merupakan tempat indah yang amat diminati
oleh semua makhluk, terutama manusia. Satu-satunya orang yang sangat bernapsu
untuk bisa masuk ke Kahyangan adalah seorang penguasa yang menamakan dirinya
Kaisar Matasyiwa, dari negeri Bhumiyamkara.".
" Lalu, 'mengapa Darah
Prabu yang mencurinya?".
"Darah Prabu ingin
nnmpersunling putri kaisar.
Pinangannya akan dikabulkan
jika ia dapat serahkan maskawin berupa Mustika Gerbang Dewa.".
"0ooo...,' gumam Suto
memanjang.
"Putri kaisar itu bernama
Putri Hasyewa Delima.
ia memang seorang gadis yang
cantik dan punya daya pikat amat tinggi. Tak heran jika Darah Prabu kasmaran
padanya dan tega merusak hubungan baik gurunya dengan Eyang Girimaya.".
"Apa yang terjadi jika
Mustika Gerbang Dewa jatuh di tangan Kaisar matasyiwa?".
"Pertama", Kahyangan
akan hancur, dicemari oleh tangan-tangan rakus dari pihaknya Kaisar Matasyiwa.
Kedua..., jika saiah memasukkan anak kunci itu pada lubangnya, maka bumi akan
terbelah menjadi dua tepat dari porosnya.".
"Giial Mengerikan
sekaii?" Pendekar Mabuk menggumam pelan bernada tegang, sebab ia yakin
penjelasan Merpati Liar bukan semata-mata isapan jempol atau sebuah tipuan.
"itulah sebabnya Ratu
Rimba marah besar dan pertaruhkan nyawanya untuk dapat merebut Mustika Gerbang
Dewa. Jika ia gagal mempertahankan kunci tersebut, maka kelak keturunannya
menjadi ular semua.".
"Menjadi uiar...l"
Suto Sinting membelaiak.
"Ratu Rimba adalah
keturunan bidadari asli Kahyangan. Nenek buyutnya dikenal sebagai Dewi Naga
Ayu. Karena suatu kesalahan, maka Dewi Naga Ayu dibuang oleh Hyang Maha Dewa ke
bumi. Lalu ia menikah dengan manusia. Keturunan Dewi Naga Ayu yang bisa
diterima hidup kembali di antara dewa- dewi adalah keturunan yang kelima,
sedangkan Ratu Rimba adalah keturunan keempat dari Dewi Naga Ayu.".
"Luar biasa Jadi dia
adalah keturunan bidadari asli?".
"Benar. Dan oleh sebab
Itulah, Hyang Maha Dewa memberikan kunci pembuka, pintu masuk Kahyangan yang
hanya boleh digunakan oleh keturunannya yang
kelima. Jadi anak-anaknya Ratu
Rimba nanti adalah manusia yang bisa keluar-masuk Kahyangan dengan
bebas.".
"Mengagumkan sekali"
gumam Pendekar Mabuk dengan mata melirik ke arah Ratu Rimba yang masih berjarak
lima langkah darinya itu. Percakapan bernada pelan itu membuat Suta dan Merpati
Liar.
sempat melalaikan keadaan Ratu
Rimba yang masih dalam keadaan tertotok. Pertanyaan-pertanyaan Sutoiah yang
membuat Merpati Liar lupa melepaskan totukan ratu Rimba.
"Mungkin inilah yang
dimaksud bibi guru. Aku harus mencegah rencana perkawinan Darah Prabu,"
ujar Suto dalam hatl. "Jika begitu sebaiknya aku harus bertindak sekarang
juga, sebelum Mustika Gerbang Dewa jatuh di tangan Kaisar Matasyiwa.".
Langit muiai membiaskan cahaya
sore. Padahal menurut keterangan Merpati Liar, negeri Bhumiyamkara di Pulau
Tatar. perjalanannya membutuhkan waktu tiga hari tiga malam dengan menggunakan
perahu layar.
"Kapan mustika itu dicuri
Darah Prabu?".
"Dua hari yang
iaiu," jawab Merpati Liar.
"Menurutmu apakah dia
sudah sampai ke sana?".
"Tidak. Dia belum sampai
ke negeri Bhumiyamkara. Baru saja aku pulang dari Gunung Wakas .menemui Resi
Badranaya. Menurut keterangan beliau, baru tadi malam Darah Prabu pamit
berangkat ke Pulau Tatar, tapi ia tidak membawa mustika Gerbang Dewa.".
"Bisa saja disembunyikan
di tempat lain, supaya gurunya tidak mengetahui benda keramat tersebut.".
"Dugaanku memang begitu.
Resi Badranaya sendiri juga ikut mengejar Darah Prabu. Sayangnya, beliau tak
tahu Darah Prabu lewat arah mana.".
"Bagaimana dengan
dugaanmu?".
"Pasti dia melewati salah
satu pantai utara ini '.
"Kalau begitu akan
kusisir pantai utara ini sekarang juga Siapa tahu aku bisa temukan dia sebelum
berangkat dengan sebuah perahu atau kapal." "Suto, sebenarnya ini
urusanku dan....".
"Kau bukan orang lain
bagiku, Merpati Liar".
sahut Pendekar ivlabuk.
"Persoaianmu adalah persaalanku Aku harus pergi sekarang juga. jaga dirimu
baik-balk, Merpati".
Merpati Liar mengangguk, iaiu
berbisik, "Hati- hati...".
Suto Slnting sunggingkan
senyum lembut, Merpati Liar membalas. Dikecupnya kening wanita cantik itu.
Merpati Liar hanya memejamkan mata, meresapi ciuman lembut itu hingga ke dasar
hati.
Kemudian, ia harus segera
membebaskan Ratu Rimba dari totokan Wisonogo karena Pendekar Mabuk sudah tak
terlihat dalam sekejap.
Ziaaappp... Cahaya sore
bertambah redup. Tapi masih ada sisa bias matahari yang tinggal seujung kuku di
cakrawala barat. Saat itu, Suto menemukan desa nelayan yang duiu pernah disinggahi.
Desa nelayan itu terletak di sebuah tempat yang bernama Pantai Bejat.
Di pantai itu dulu Suto pernah
bertemu dengan penguasa Tanah Pasung yang cantik jelita, tapi berhati iblis.
Pendekar Mabuk masih Ingat sebuah penginapan yang mempunyai kedai dan cukup
bersih
tempatnya, maka ia pun segera
singgah ke penginapan millk Pak Gemuk itu, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam
episode ke 122: "PENGAWAL PlLIHAN").
Bukan tempat untuk tidur yang
dicari Suto, tapi mengisi bumbung tuaknya adalah sesuatu yang lebih penting
baginya ketimbang mencari tempat untuk tidur. Di kedai Pak Gemuk itulah,
bumbung tuak Suto diisi penuh dengan pelayanan yang ramah dan menyenangkan.
Pemilik kedai dan penginapan itu ternyata masih mengenali Suto sinting sebagai
Panji Kanda, karena pada waktu itu Suto menyamar dengan nama tersebut.
"Apakah kau ingin
beristirahat di sini juga, Panji Kanda?".
"Tidak, Pak Gemuk. Aku
harus meneruskan perjalanan, karena aku sedang mencari sahabatku yang bernama
Darah Prabu. Apakah kau melihatnya, Pak Gemuk?".
Setelah mendengarkan ciri-ciri
Darah Prabu yang disebutkan Pendekar Mabuk, si pemilik kedai yang memang
berbadan gemuk itu termenung beberapa saat. Tampaknya la sedang memikirkan
sesuatu dan perlu ditunggu oleh Suto dengan sabar. Beberapa saat setelah
menunggu, Suto menanyakan hasil Ingatan Pak Gemuk itu.
Bagaimana" Kau pernah
melihat pemuda itu?".
Pak Gemuk geiengkan kepala.
'Tidak. Aku tidak pernah melihatnya. Sumpah mampus, aku belum pernah bertemu
pemuda berciri-ciri seperti yang kau sebutkan tadi." "Uuh...l Kenapa
mikirnya lama sekali?" gerutu Suto sinting.
"Tapi nama Darah Prabu
seperiinya pernah kudengar. Namanya saja. Orangnya belum pernah kulihat.".
"Saat kapan kau mendengar
nama Darah Prabu?".
"Hmmmm...," Pak
Gemuk garuk-garuk kumisnya.
"Kalau tak saiah dia
orang yang sedang dicari-cari oleh... oleh seorang wanita.".
"Dicari seorang
wanita".
"Ya. Wanita itu kemarin
malam singgah kemari dan menanyakan nama Darah Prabu kepada beberapa orang
tamuku, termasuk menanyakan pada diriku juga.".
Setelah diam sebentar dengan
sedikit tegang, Suto hembuskan napas lega.
"O, ya... itu benar.
Siapa lagi yang mencari Darah Prabu kalau bukan Ratu Rimba.".
Suto meneguk tuak dari yang
ada di cangkir khusus untuk minum-minum di tempat itu. Pada saat tuak ditelan,
ia mendengar Pak Gemuk membantah pernyataannya tadi.
"Bukan Nama wanita itu
bukan Ratu Rimba.".
Dengan tanpa sungkan-sungkan
Suta menampakkan rasa heran dan memandang curiga pada lelaki Gemuk.
"Nama wanita itu bukan
ratu Rimba" Hmmm laiu siapa namanya?".
"Dalam buku daftar tamu
yang menginap di sini,".
kata Pak Gemuk. "..
wanita itu mencantumkan namanya... Maharani.".
Makin tajam lagi kerutan dahi
Suto mendengar nama itu. 'Maharani...?" ucapnya dalam desah yang sangat
pelan.
"Hmmm, eeh...
ciri~cirinya begini...,' sahut Pak Gemuk. ia berdiri dan memperagakan dengan
gerakan Terhadap apa yang dijeiaskannya.
"Wanita itu cantik
sekali, Panji Kanda. Tinggi, montok, pinggulnya wow... seksi," sambil
tangannya meliuk di sekitar pantat. Suto sinting penuh perhatian sambil
membayangkan dalam ingatannya.
"Rambutnya sebahu,
depannya dibuat rata sedikit menutupi dahi. Dia memakai jubah... jubah apa,
ya" o... jubah merahi Tepiannya berenda sulaman benang emas, Panii Kanda,
Tampaknya ia wanita kaya. Penampilannya 'ngejreng' sekali.
Kutangnya saja dari kain bagus
warnanya kuning menyala, sama dengan kain yang menutupi 'anunya' itu. Hee, hee,
hee ..".
"Maharani.. i" gumam
Suto sambil mencari dalam ingatannya disesuaikan dengan ciri-ciri yang disebutkan
Pak Gemuk tadi.
Pemilik kedai tambahkan lagi
penjelasannya.
"Dia membawa pedang
besar, bagus seka li. Sarang pedangnya dari emas berukir. Sepertinya ukiran
gambar naga. Karena jubahnya yang merah itu juga mempunyai sulaman benang emas
yang bergambar naga di kanan-kirinya....
"Gawat" sentak Suto
kaget, membuat Fak Gemuk ikut kaget dan jadi teruskan ucapannya.
"Pak Gemuk, apakah dia
kelihatan seperti seorang prajurit dari sebuah negeri?".
"Benarl Benar sekali.
Panji Kanda Apakah kau mengenalnya".
Suto Slnting menggeram dengan
napas mendengus pendek.
"Ya, aku kenal dia, Pak
Gemuk Dia adalah Laksamana Tanduk Naga, pimpinan armada laut utusan Kaisar
Mangol.".
Mulai terbayang jelas wajah
cantik yang Pernah mendarat di Pantai Karang Hantu bersama sejumlah perwira dan
pasukannya itu. Suta ingat betul, Laksamana Tanduk Naga mempunyai nama asli
Maharani. Sekali pun cantik dan menantang gairah lelaki tapi Suto Sinting
selalu waspada jika berada di sekitar perempuan itu, karena ia tak ingin
ditangkap atau dilumpuhkan untuk dijadikan tumbal.
Laksamana Tanduk Naga datang
ke Tanah Jawa mencari pemuda tanpa pusar, Pemuda tanpa pusar itu adalah
Pendekar Mabuk. ia dicari untuk dijadikan tumbal pembangunan kuil keramat di
negeri Mongol sana, (Baca serial Pendekar mabuk dalam episode ke 118:
"PEMBURU TUMBAL").
Mendengar keterangan dari Pak
Gemuk, timbul pertanyaan di hati Suto SinTing, "Untuk
apa Laksamana Tanduk Naga
mencari Darah Prabu" Apakah dia tahu Darah Prabu membawa Mustika Gerbang
Dewa, iaiu ingin direbutnya" Atau karena suatu kepentlngan lain yang tidak
ada sangkut pautnya dengan mustika tersebut?".
Apapun alasan Laksamana Tanduk
Naga mencari Darah Prabu, bagi Suto itu sudah merupakan tanda- tanda tak baik.
sangat berbahaya bagi Darah Prabu jika sampai bertarung melawan Laksamana
Tanduk Naga.
"Perempuan itu berilmu
tinggi. Darah Prabu 'tak akan bisa tandingi kesaktiannya si Tanduk-Naga.
Sore itu juga Suto bergegas
pergi tinggalkan Pantai Bejat. la tak ingin Laksamana Tanduk Naga lebih dulu
temukan Darah Prabu. Laksamana Tanduk Naga bukan perempuan bodoh. la punya
segudang siasat dan muslihat. Jika mustika itu sampai jatuh di tangan Laksamana
Tanduk Naga, bisa-bisa Kahyangan menjadi semakin hancur lagi.
"Dewa-dewa bisa turun ke
bumi, mengungsi, alih jabatan dari dewa menjadi penjual es cendol. Ooh,
menyedihkan sekali kalau sampai terjadi begitu?" gumam Suto sinting dalam
hatinya sambil menerabas hutan sekitar pantai utara.
Tepat keremangan petang mulai
datang, pandangah mata tak sejeias tadi siang, sekelebat bayangan terlihat
melintasi tepian hutan pantai.
Sekelebat bayangan itu menarik
perhatian Pendekar mabuk, karena orang yang berkelebat itu mengenakan rompi dan
celana hijau muda berhias benang emas. Rambutnya panjang di tengah, sisanya
meriap sepundak lewat.
Rasa curiga Suto semakin kuat
setelah mengenali pedang yang ada di pinggang orang tersebut. Pedang itu
bersarung perak. Suto sinting yakin betul, orang tersebut adalah Darah 'Prabu.
"Biar suasana
remang-remang begini. tetapi aku dapat kenali betul sosok perawakannya. Dia
.pasti Darah Prabu. Kejaar dia, Suto".
ia memacu dirinya sendiri.
Ziaaap... zlaaap..
"Lho.... Hilang. ?" Pendekar Mabuk bingung sendiri. Tempat yang tadi
dipakai lewat Darah Prabu ternyata kosong. Tak ada manusia sepotong pun di
sana. Mata pun segera dipiclngkan agar dapat menembus keremangan menjelang
petang. Tapi bayangan si Darah Prabu tidak terlihat olehnya.
"Kacau kalau begini Pasti
ada yang tidak beres.
Tak mungkin ia mampu berlari
lebih cepat dari 'Gerak SiIuman'-ku ".
Criiaap. Seberkas sinar merah
panjang dari balik rimbunan daun di atas pohon. Ekor mata Pendekar Mabuk sempat
melihat datangnya Sinar merah yang mirip meteor itu.
Bumbung tuaknya yang masih ada
di PUndak segera dihadapkan ke arah datangnya sinar itu sambil ia berusaha
menghindar.
Wees... Ternyata sinar itu
tepat menghantam bumbung tuaknya.
Jedaaarrr... Kalau tidak ada
bumbung tuak di punggung, punggung Suto jebol oleh ledakan yang cukup dahsyat
itu. Tapi karena sinar tersebut kenai bumbung tuak yang punya' tenaga dalam
cukup besar, maka ledakan dahsyat itu hanya melemparkan tubuh Suto Sinting ke
arah perairan pantai. Tubuh itu melayang di udara seperti guling kapuk yang
dibuang orang.
Wuuuus... Jebuuurr... Air laut
meniadi sasaran jatuhnya tubuh Pendekar Mabuk. Untung tak lebih jauh lima
langkah lagi. Jika sampai la jatuh lima langkah lagi, maka tubuhnya akan
terpanggang batu karang runcing yang besarnya seukuran kaki orang dewasa itu.
Bumbung tuak tetap utuh.
Geripis sedikit pun tidak. Bahkan tak sampai membekas hangus. Tetapi sekujur
tubuh Suto saat itu seperti disembur dengan api neraka.
Panas dan perih sekali.
Urat-uratnya terasa putus semua.
"Uuuhkkk..."' ia
mengerang sambil berusaha merayap ke tepian. Air laut yang meredamnya membuat
tubuh semakin perih, bagaikan borok disiram air cuka.
Gerakan si murid sinting Gila
Tuak itu menjadi lemah dan lamban. Pandangan mata semakin buram.
Sulit untuk melihat dalam
iarak sepuluh langkah.
Walau ia berusaha memandang ke
arah pohon datangnya sinar merah tadi,
ia tetap tak bisa melihat
siapa yang ada di atas pohon Itu. Hanya warna hitam yang mampu dipandang dari
tempatnya terkapar.
6
Ternyata ledakan sinar merah
mirip meteor itu .mempunyai gelombang jahat yang membahayakan lawan. Bukan saja
bikin urai-urat jadi seperti putus semua, tapi juga membuat pernapasan menjadi
sesak, aliran darah alami penggumpalan.
Maka bisa dimaklumi jika
Pendekar Mabuk tak sadarkan diri cukup lama.
Ia lerkapar di pasir pantai
yang digenangi air laut setinggi mata kaki. Cukup lama ia terkapar di situ.
Pada saat ia siuman, matanya tak berani dibuka lebar-lebar. Bukan karena
melihat hantu di depan hidungnya, tapi karena tak tahan memandang kilaunya
cahaya matahari. Rupanya saat Pendekar Mabuk siuman, sang malam sudah nyelonong
begitu saja, tanpa kesan dan mimpi, lalu matahari mulai merayap mendekati
pertengahan garis edarnya.
Dengan susah payah akhimya Ia
bisa meminum tuak saktinya. Dalam beberapa waktu saja, tubuhnya sudah menjadi
sehat kembali. Bergas waras. Rasa sakit dan penyakit apapun hilang. Bahkan
gatal-gatal di betisnya akibat semalam dipakai tiduran ubur- ubur kecil, juga
ikut hilang.
"Hampir saja aku mati di
sini tak ada yang tahu.
Sial Kali sampai aku mati di
sini tak ada yang tahu, bakalan tak akan dapat sumbangan dari siapa pun,"
gumamnya daiam hati.
"Sinar merah itu bukan
sinar sembarangan.
Punya kekuatan sangat besar.
Kalau tidak, ia akan memantul balik begitu kenai bumbung tuakku.
Hmmm... kurasa sinar itu bukan
berasal dari Darah Prabu. Pasti dari orang lain. Ya, orang lain... siapa".
Siapa yang tahu kalau aku
mencari Darah Prabu untuk menggagalkan perkawinannya" Tak ada yang tahu
kecuali Merpati Liar. Dan dia tak mungkin menyerangku sebegitu parahnya.".
Kecamuk di dalam hati masih
terus berhamburan , mengiringi perjalanannya. Perjalanan itu tetap dilakukan
menyisir pantai utara.
Menurut dugaannya, Darah Prabu
bukan menghilang, tapi melintas di tempat yang lebih gelap, sehingga sukar
dilihat oleh pandangan matanya.
"Yang jelas, orang yang
menyerangku pasti orang yang bermusuhan denganku dan menghendaki kematiankul
Bisa si Belah Nyawa, bisa si Pawang Setan, bisa pula Siluman Tujuh Nyawa atau
yang, lainnya Aku harus lebih hati-hati lagi.".
Tiba tiba kecamuk batinnya
terbungkam tanpa ada tangan yang membekapnya. Langkah pun terhenti, ianpa ada
tangan yang mencekalnya. Pandang mata diperjelas, kelopak mata dilebarkan.
"Siapa itu yang terkapar
di bawah karang besar itu".
Pendekar Mabuk melangkah lagi
dengan lebih cepat. Didekatinya orang yang terkapar di bawah karang besar itu
setelah hatinya tersentak dan mengenali orang tersebut.
"Darah Prabu..."
Oooh... kenapa dia" Mati...".
Oh, belum. Belum mati. Masih
ada denyut nadinya.
Tapi sangat lemah"'.
Tentu saja Pendekar Mabuk
menjadi tegang temukan Darah Prabu dalam keadaan terluka parah dan tak sadarkan
diri. Pinggangnya robek dan darahnya mulai lembab. Bibirnya nyaris remuk.
Dadanya membekas hitam sebesar
tutup gelas.
wajah memar membiru, sudut
mata robek.
"Dia telah lakukan
pertarungan tadi malam. Pasti tadi malam. Kentara darahnya sudah lembab. Tldak
Ingat lagi. Hmmm... siapa orang yang jadi lawannya".
Dan... dan ke mana mustika
itu" Dia tidak membawa mustika itu. Membawa surat jalan pun tidak.".
Pendekar Mabuk mencari di
sekitar tersebut. Mustika Gerbang Dewa tak ditemukan situ, Tapi pedang Darah
Prabu tergeletak tdk jauh dari karang kecil, berjarak tujuh langkah dari
tempatnya.
"Seseorang telah merebut
mustika itu'.
hati Suto dalam kesimpulannya.
Untuk mengetahui siapa lawan Darah Prabu yang merebut Mustika Gerbang Dewa,
pemuda itu harus dibuat sadar. Mau tak mau tuak saktinya lagi yang bekerja
untuk keadaan separah itu.
Namun sebelum Suto Slnting
membuka tutup bumbung tuaknya, tiba-tiba ia merasakan ada hembusan angin datang
dari
arah belakangnya. Hembusan
angin itu hanya terasa di tengah punggung, sedangkan di pinggang dan tengkuk
tak terasa ada angin yang berhembus. Berarti ada tenaga dalam yang dilepaskan
seseorang untuk menyerang bagian tengah punggungnya.
Tanpa banyak berpikir lagi,
Pendekar Mabuk berpaling ke belakang dengan tubuh meliuk seperti orang mabuk
mau jatuh, lalu tangannya disentakkan dengan kuat. Segumpai tenaga dalam tanpa
sinar dan tanpa suara melesat dari telapak tangan Pendekar Mabuk.
Wuuus... Gelombang padat itu
berbenturan dengan angin aneh yang menyerangnya.
Blaaarrr... ' Ledakan
berukuran sedang~sedang saja itu mengepuikan asap tipis. Di balik asap tipis
muncul seraut wajah tua yang sangat dikenal Suto Sinting.
Seraut wajah tua itu hinggap
di atas bongkahan batu karang setinggi perut. Pendekar Mabuk melompat mundur
sambil pasang kuda-kuda. Tapi kuda-kuda segera dibuang begitu ia tahu siapa
orang tua itu.
"Eyang Resi Badranaya...
sapanya dengan nada sopan. Ternyata si penyerang tadi adalah resi Badranaya,
gurunya Darah Prabu.
"Mengapa Eyang
menyerangku dari belakang?".
Tokoh berlilitkan kain model
biksu warna kuning itu menatap penuh curiga ke arah Suto Sinting.
Badannya yang gemuk dengan
kepala tanpa rambut ilu segera melompat turun dari atas bongkahan karang.
Kumis, jenggot dan brewoknya yang putih membuat wajah tua itu menjadi seram,
sehingga Suto tak berani main-main atau bertingkah konyol di depan tokoh yang
gemar membawa tasbih putih itu.
"Kau apakan muridku,
Pendekar Mabuk?".
"Maaf, Eyang... saat aku
sampai di sini, Darah Prabu sudah terluka separah itu. Aku baru mau memberi
minum tuak untuk sembuhkan keadaannya, tapi Eyang menyerangku".
"Hmmmrh..." Resi
Badranaya menggeram pendek. "Jadi bukan kau yang melukainya?".
"Bukan aku, Eyang".
"Lalu siapa?". "Baru
akan kutanyakan pada Darah Prabu setelah dia kusadarkan nanti, Eyang".
resi Badranaya memeriksa
luka-luka di tubuh muridnya. Beberapa saat kemudian ia berkata kepada Pendekar
Mabuk.
"Luke pedang ini memang
jelas bukan darimu, Maafkan aku".
"Baik, Kumaafkan. Eeeh...
maksudku... lupakan tentang penyerangan Eyang iadl. Ada persoalan yang lebih
penting dari itu dan melibatkan si Darah Prabu, Eyang".
"Aku tahu yang kau
maksud. Pasti kau telah mendengar tindakan muridku membawa lari Mustika Gerbang
Dewa".
"Benar Aku mendengarnya
dari si Ratu Rimba, Eyang .Apakah kabar itu salah?".
'Mungkin benar Karena Darah
Prabu pamit padaku mau ke Pulau Tatar untuk temui Kaisar Matasyiwa. Kularang
dia untuk ke sana. Tapi dia pergi saat aku sedang lakukan semedi".
'Lalu... lalu bagaimana
menurut pendapat Eyang Resl?".
Sang Resi mengambil pedang
milik muridnya, kemudian kembali ke tempat semula, dekat dengan tubuh sang
murid. la bicara tegas-tegas pada Suto.
"Kubawa pulang muridku.
Biar kusembuhkan sendiri anak ini, sebelum menerima haiaran-dariku.".
"Silakan Eyang.".
"Kau cari mustika itu dan
kembalikan kepada pihak Biara Perak Jangan sampai mustika itu jatuh ke tangan
Kaisar Matasyiwai'.
"Ba...." Duuhk,
wwess...
Resi Badranaya sentakkan kaki
ke tanah. Tubuh muridnya melambung sendiri, langsung diterima oleh pundaknya. .
Bluubs... Tiba-tiba asap
mengepul membungkus sang Resi bersama muridnya. Dalam sekeiap, asap hilang,
tokoh tua yang angker itu juga lenyap bersama muridnya. Tinggal Suto yang ada
di situ, clingak-clinguk dangan mulut melompong. .
"Harus cari mencari ke
mana aku kalau tak kutahu siapa pembawa mustika itu"i" gerutu Suto
Sinling dalam hati.
Baru saia Ia menggerutu
begitu, tiba-tiba dari tempatnya terdengar suara ledakan yang menggema ke
mana-mana. Tapi suara ledakan tersebut tak begitu jelas, agaknya terjadi di
tempat yang cukup jauh.
"Gunung apa yang meletus
itu?" pikir Suto sambil memandang sekeliling. Tlba-tiba
matanya menangkap kepulan asap
yang bagaikan tersumbul dari balik bukit.
"Ooh, dari sana_asalnya
Bukan dari puncak gunung berapi" Hmmm kalau begitu pasti di sana ada
pertarungan. Sebaiknya kutengok dulu siapa yang bertarung di sana.".
Zlaap, zlaap, zlaap... Hutan
diterabasnya. Pantai ditinggalkan tanpa pamit pada siapa pun. Kepulan asap
hitam yang melambung tinggi itu menjadi arah tujuan utamanya.
Tlba di sebuah lembah, di
balik bukit yang tadi terlihat dari pantai. Pendekar Mabuk melesat naik ke atas
pohon dengan menggunakan ilmu tenaga peringan tubuh.Wuuut...
Tiba di atas pohon ia melesat
lagi dari pohon ke pohon, mendekati bayangan pertarungan yang kurang jelas dari
tempatnya.
Setelah tiba di pohon tak iauh
dari tempat pertarungan, matanya terbelalak melihat dua orang Yang bertarung
dengan sama-sama menggunakan seniata pedang.
"Celaka Ratu Rimba nekad
melawan Laksamana Tanduk Naga..." oooh, bisa iadi abu si Ratu Rimba kalau
melawan Maharani" Goblok".
Apa yang dikatakan hati Suto
memang benar.
Ratu Rimba tampak terdesak
oleh serangan Laksamana Tanduk Naga alias Maharani. Tapi rupanya gadis Itu
pantang menyerah. Sepertinya ia sudah siap mati dalam pertarungan itu, karena
ia tahu Mustika Gerbang Dewa terselip dl balik iubah merah Maharani.
Secara sepintas memang tak
kelihatan, tapi Ratu Rimba semalam melihat pertarungan Maharani dengan Darah
Prabu. Sayang ia terlambat datang. Maharani sudah berhasil merebut Mustika
Gerbang Dewa dari tangan Darah Prabu.
Maharani tinggalkan Darah
Prabu yang terluka parah itu. Ratu Rimba mengejarnya. Ia sendirian, karena
memang berpencar dengan Merpati Liar.
sama-sama mencari Darah Prabu.
Laksamana Tanduk Naga
diterjang Ratu Rimba dari belakang. Tapi perempuan itu berhasil, menghindar dan
pertarungan pun berkepanjangan.
dari fajar mau menyingsing
sampai sesiang itu belum selesai.
"Alot juga gadis
ini?" geram hati Maharani dengan iengkel. Maka ia lepaskan jurus mautnya
untuk hancurkan Ratu Rimba. Jurus maut tadi berupa sinar merah besar yang
menyerang Ratu Rimba dengan berputar-putar membingungkan lebih dulu.
Tapi Ratu Rimba segera
tancapkan pedangnya ke tanah dan kedua tangannya menyentak ke depan.
seberkas' sinar hiiau sebesar
bambu meluncur dari kedua tangan itu dan menghantam sinar merahnya Maharani.
Bleggaaarrrrrr... Jadilah
ledakan yang tadi didengar Pendekar Mabuk itu. Namun sebenarnya keadaan Ratu
Rimba sudah sangat parah. Waktu Suto baru saia melihat pertarungan itu, tubuh
Ratu Rimba sudah biru separoh badan. Gerakannya sudah tak lincah lagi, karena
kekuatannya berhasil dilumpuhkan lawan.
Tapi ia masih tetap mengangkat
pedangnya dan menyerang lawannya yang selalu ingin buru-buru melarikan diri
Itu.
Melihat keadaan seperti itu,
Pendekar Mabuk tak bisa diam lebih lama lagi.
Ziaaap... la tiba di depan
Maharani ketika perempuan itu mengangkat pedangnya untuk diayunkan membelah
kepala Ratu Rimba yang berlutut sambil mengucurkan darah dari mulut dan
hidungnya. Tepat pada pedang itu berkelebat, bumbung tuak Suto menyilang di
atas kepala dengan satu kaki berlutut, Duaaarrrr...
Pedang besar itu terpental ke
belakang. Tangan Maharani ikut terlempar sehingga keseimbangan tubuhnya menjadi
limbung. la pun jatuh teruduk di tanah. Tenaga dalam yang disalurkan pada
pedangnya memantul balik ketika kenai bumbung tuak Pendekar Mabuk.
Ratu Rimba jatuh terkapar
dalam keadaan sekarat pada saat terjadi ledakan tadl. Pendekar Mabuk tak sempat
menolongnya, karena Maharani sudah berdiri lagi dengan cepat.
"Rupanya kau berhasil
lolos dari jurus mautku saat dl pantai kemarin. Pendekar Mabuk".
'o jadi kau yang menyerangku
dari atas pohon" Usil sekali kau, Maharani " Suto tersenyum kalem.
"Karena aku tahu kau
memburu Darah Prabu, maka kusambar dulu anak itu dan kusingkirkan dlrlmu agar
tidak mengganggu kepentinganku dengan Darah Prabu.".
"Oon". rupanya kau
juga menghendaki Mustika Gerbang Dewa...'"l".
_ "Karena aku ingin
menguasai Kahyangan Aku 'harus punya
prajurit lagl. Akan kukerahkan
prajurit Kahyangan untuk membantalmu, dan membantai musuh~musuhku, termasuk
Kaisar Mongol yang 'tentunya sudah tidak bisa mengampuni kesalahanku" lagi
itu.".
"Rupanya Darah_ Prabu tak
mudah serahkan mustika itu padamu, sehingga kau murka padanya?".
Dla layak mati. Kau pun layak
untuk mati Heeeaah...".
Wanita cantik itu wajahnya
menjadi angker.
Bengis dan ganas. la menyerang
Suto dengan jurus pedang yang memutar di udara, lalu mata pedang ltu melesat
sendiri ke dada Pendekar Mabuk. SIaas...
"Huup. Suto menangkis
mata pedang itu dengan bumbung tuaknya.
Traang, wwess... Mata pedang
memantul balik, seperti dua magnet yang saling bertemu, merapat sendiri pada
ujung gagangnya.
Srreep... Wiiz, wiiz, wIiz...
Maharani memainkan pedangnya dengan cepat. Pedang Itu disentakkan ke atas.
Lurus ke langit. Wuuut...
"Heeaahh ".
Glegaarr. Ada cahaya kilat dari langit yang menyambar pedang itu. Cahaya biru
berkeIok-kelok Itu pecah menjadi beberapa sinar yang menerjang ke arah Pendekar
Mabuk.
Cralaap... Suto Sintlng cepet
mendekap bumbung tuaknya, menyatukan batin dan pikirannya. Claap... la berubah
menjadi sinar kuning kecil seperti kunang-kunang sddbesar lebah. Jurus 'Sukma
Lingga' digunakannya.
untuk hlndari serangan
sinar-sinar biru itu, juqa untuk menerjang lawannya.
Weesss... blaar, blarrr,
blaar, jegaaarr.
Sinar-sinar biru itu
menghancurkan lebih dari delapan pohon. Tapi sinar kuning perubahan Suto
Sinting lolos dari sentuhan sinar biru. Kini sinar itu menerjang dada Maharani.
'Keparaat..." Maharani
sentakkan tangan kirinya.
Dari tangan itu keluar asap
blru yang menyembur, lalu membungkus sinar kuning.
Glegaaarr... Ledakan dahsyat
terdengar lagi, Sinar kuning itu melayang-layang di udara dengan cepat,
berputar ke sana kemari. Akhirnya jatuh di dekat Ratu Rimba.
Pluk, busss... Sinar kuning
itu berubah menjadi asap kuning tebal. Saat angin berhembus menyapu asap,
ternyata Suto Slnting sudah menjelma. menjadi dirinya kembali. Tapi dalam
keadaan babak belur.
Seluruh lubang pada tubuhnya
keluarkan darah segar, sampai lubang dl bagian bawah. Kulit tubuh itu menjadi
merah kebiru-biruan. Bibirnya pecah- pecah mengerikan. Ia menggerang lirih
sambil masih kerahkan tenaga untuk bisa bangkit berdiri.
Kepalanya yang _kepulkan asap
putih samar-samar itu menengok ke samping kanan, memandang lawannya yang
terkapar dalam keadaan hitam hangus.
Dengan langkah
lerhuyung-huyung dan sebentar- sebentar jatuh tersungkur, Pendekar Mabuk dekati
lawannya dan memeriksa keadaan si lawan.
Jubah dan pakaian perempuan
itu dalam keadaan hangus terbakar. Kulit tubuhnya yang hitam itu mengeras
seperti arang. Rupanya hari itu adaiah hari terakhir bagi Laksamana Tanduk
Naga. Pertarungannya dengan Pendekar Mabuk kall ini telah membuat nyawanya lari
dari raga dan untuk selamanya tak pernah mau kembali lagi.
Kekuatan jurus 'Sukma Lingga'
menjadi berlipat ganda ketika beradu dengan kekuatan inti gelombang sakti yang
berupa semburan asap biru tadi.
Semuanya yang ada pada
Laksamana Tanduk Naga menjadi hangus, termasuk pedang emasnya. Tetapi ada satu
benda yang masih utuh dan tidak mengalami rusak sedikit pun. Benda itu
berbentuk seperti bunga bertangkai panjang dari bahan kristal.
Benda itulah Mustika Gerbang
Dewa yang terselip di pinggang klri mayat Laksamana Tanduk Naqa.
Pendekar Mabuk mengambil
mustika tersebut.
lalu membawanya ke tempat Ratu
Rimba terkapar.
Dengan sabar dan tekun, ia
meneteskan tuak ke mulut Ratu Rimba. Tetapi ternyata dalam hati suto masih ada
ganjalan yang membuatnya belum bisa tenang, sehingga hati pun selalu
bertanya-tanya.
"Lalu", ke mana
kakek guru pergl sebenarnya".
Benarkah dia pergi ke
langit" Apakah para tokoh yang mengadakan pertemuan di Lembah Badai Itu
hanya membicarakan tentang hilangnya Mustika Gerbang dewa ".
tidak membicarakan keperqlan
kakek guru?".
Apapun alasan para tokoh tua,
termasuk bidadari Jalang, tapi Pendekar Mabuk masih tetap penasaran dan ingin
mencari tahu, ke mana perginya sl Gila Tuak itu sebenarnya.
SELESAI