Kata-kata itu cepat dan tajam, Yo Kang mengeluarkan peluh dingin tanpa
ia merasa. Ia mencoba menentramkan diri dengan memaksa tertawa.
"Mustahilkah Bok Liam Cu mengasih mimpi kepadamu?" katanya.
"Memang. Tanpa impian itu, mana aku ingat kau," menjawab si nona. "Nah,
mana sepatumu yang kecil mungil yang tertabur batu permata?" Yo Kang
kaget hingga ia melengak.
"Bagaimana kau ketahui itu?" serunya. "Kembalikah Bok Liam Cu yang mengasih impian padamu?"
"Buat apa menyebutkan itu pula" si nona membaliki sambil tertawa dingin.
"Ketika kau telah membunuh Cu Cong, kau masuki barang-barang permata
ibuku ke dalam sakunya korbanmu itu, supaya kalau orang luar melihatnya,
mereka bisa menyangka dia telah dipergoki ayahku dan karenanya dia
menerima kebinasaannya. Ini tipu daya keji memang bagus sekali, hanya
kau telah melupakan satu hal, yaitu gelarannya Cu Cong, ialah Biauw Ciu
Sie-seng, si Mahasiswa Tangan lihay."
Auwyang Hong pintar sekali akan tetapi ia tidak dapat mengerti maksudnya perkataan nona itu.
"Kalau dia Biauw Ciu Sie-seng, habis bagaimana?" tanyanya heran.
"Hm.." menyahut nona itu. "Saudara Yo ini cuma tahu menjejalkan barang
permata ke dalam saku orang, dia tidak tahu yang Cu Cong pun telah
mengambil barang permata dari sakunya sendiri."
"Barang permata apakah itu?" tanya Auwyang Hong masih heran.
"Di dalam ilmu silat Cu Cong memang kalah dari pada kau," Oey Yong
menerangkan, "Tetapi dia pun seorang lihay. Di saat dari tarikan
napasnya yang penghabisan, dia telah mengambil serupa barang, barang
mana dia genggam di tangannya. Tentu sekali kamu tidak dapat ketahui
itu, tidak dari bermula hingga di akhirnya .Jika bukan karena adanya
permata itu pastilah aku tidak menyangka yang paduka pangeran yang muda
ini sudah mati tetapi hidup pula dan bahkan berkunjung ke pulau Tho Hoa
To."
"Sungguh menarik," Auwyang Hong tertawa. "Sungguh lihay Biauw Ciu
Sie-seng Dia telah kehilangan jiwanya tetapi dia dapat meninggalkan
bukti. Kalau begitu, barang yang dia ambil itu mestinya sepatu yang kau
sebutkan itu."
"Tidak salah Barang-barang permata ibuku yang disimpan di dalam
kuburannya itu, aku telah melihatnya semenjak aku kecil, aku ingat dan
mengenali semuanya, hanya ini sepatu mungil belum pernah aku melihatnya.
Cu Cong menggenggam ini erat-erat, mesti ada sebabnya. Pula sepatu ini
ada ukiran hurufnya, yang dasarnya huruf Pie yang di baliknya huruf
Ciauw. Lama aku pikirkan artinya kedua huruf itu, tidak dapat aku
jawabannya, maka ketika malam itu aku bermimpi, memimpikan enci Bok
menjual silat di kota Pakkhia dengan dia memancar bendera yang
bersulamkan empat huruf Pie Bu Ciauw Cin, baru aku ingat dan sadar, baru
aku mengerti Bukankah Pie Bu Ciauw Cin itu berarti mengadu silat untuk
mengamproki jodoh? Bukankah kedua huruf Pie dan Ciauw itu diambil dari
empat huruf itu?" Auwyang Hong tertawa bergelak.
"Sepatu ini mempunyai riwayat asmara demikian bagus. Hahaha!" See Tok
tertawa berulang-ulang, agaknya dia sangat gembira, sebaliknya Kwa Tin
Ok, kemurkaannya tidak terkira-kirakan. Ia menjadi mendapat tahu semakin
jelas nasib saudara-saudaranya, lelakon yang hebat dan menyedihkan
sekali di pulau Tho Hoa To itu. Ia hanya heran mengapa Oey Yong dapat
menerka demikian jitu.
Putrinya Oey Yok Su percaya Tin Ok masih belum mengerti jelas, maka ia
sengaja berkata pula. Tapi sebab Tin Ok lagi bersembunyi, ia
menjelaskannya kepada Auwyang Hong, yang juga tentunya masih bingung. Ia
kata, "Ketika itu hari enci Bok mengadakan pertunjukan silat, buat
mengadu kepandaian untuk merangkap jodohnya, maka paduka pangeran yang
muda telah turun ke dalam gelanggang di mana ia telah memperlihatkan
kepandaiannya. Aku berada di itu tempat, aku menyaksikannya sendiri
pertandingan itu. Diakhirnya pertempuran, paduka pangeran yang muda
telah merampas sebelah sepatunya enci Bok. Itu artinya, di dalam
pertandingan itu dialah yang menang. Hanya mengenai kapan perang kapan
jodoh, urusan itu ruwet sekali"
Mendengar keterangan Oey Yong sampai di situ, mereka yang hadir lantas
pada berpikir sendirinya. Ketika itu saksi-saksi terdiri antaranya dari
Nio Cu Ong dan See Thong Thian. Mereka menjadi teringat akan peristiwa
yang telah lewat itu, yang ada hubungannya sama halnya Wanyen Lieh
kematian istrinya dan Yo Kang menemui ayahnya.
Oey Yong tidak memperdulikan mereka yang lagi berpikir itu, ia melanjuti
keterangannya "sampai di sini, maka teranglah sudah duduknya hal.
Paduka pangeran yang muda dan enci Bok telah mengikat janji, tanda mata
dari pertunangan mereka ialah sepasang sepatunya enci Bok itu, sepatu
kumala yang berukiran huruf-huruf Pie Bu Ciauw Cin. sepatu yang sebelah
memakai huruf-huruf Pie dan Ciauw itu, dan yang sebelah lagi tentulah Bu
dan Cin. Paduka pangeran muda bukankah terkaanku ini tidak salah?" Yo
Kang berdiam, tidak dapat ia berbicara.
"Setelah mengerti ini, yang lainnya tak sulit lagi," si nona masih
meneruskan. "Han Po Kie terbinasa karena cengkeraman ilmu silat Kiu Im
Pek kut Jiauw. Di dalam dunia ini, yang meyakinkan ilmu yang dahsyat itu
cuma Hek Hong Siang Sat berdua, tetapi dua-duanya mereka sudah mati.
Maka itu orang luar pastilah lantas mengingat kepada guru mereka, yang
mestinya pandai ilmu itu. Guru itu bukan lain dari pada Oey Yok Su
ayahku. Siapa tahu semasa hidupnya Tiat Sie Bwee Tiauw Hong, si Mayat
Perunggu, telah mengambil seorang murid yang pandai. Tentang huruf ‘sip’
yang ditulis Lam Hie Jin huruf tidak lengkap itu pastilah diartikan
huruf ‘Yo’, hanya sungguh aku tak nyana Kwee Ceng si bocah dungu itu,
dia memaksa membilangnya huruf Oey."
Di waktu mengucapkan kata-katanya yang terakhir ini, nona itu muram
mukanya, tandanya ia sangat berduka. Auwyang Hong tertawa pula terbahak
dan lama. "Kalau begitu tidaklah heran Kwee Ceng si bocah itu selama di
Yan Ie Lauw telah hendak mengadu jiwanya dengan ayahmu" katanya.
"Memang tipu daya keji kamu ini sangat bagus," kata Oey Yong. "Dan dia,
dalam murka dan sedihnya, sukar dapat menerkanya. Aku juga mulanya
menyangka kau telah menawan budak-budak gagu dan memaksanya mereka
menunjuki jalan, tetapi hari ini barulah aku ketahui sebenarnya Sa Kouw
adalah orang yang mengajak kamu masuk ke dalam. Di dalam ini hal
tentunya, ini engko Yo telah menjanjikan dia untuk membawanya pulang ke
Gu-kee-cun. Sa Kouw sangat girang maka ia lantas menuruti saja kata-kata
kamu. Sekarang aku mengerti, pasti kamu telah menyembunyikan diri di
dalam kuburan ibuku, lalu kamu menyuruh mengundang Kanglam Liok Koay
datang ke situ. Pasti sekali kamu memakai alasan ayahkulah yang
mengundang mereka. Setelah Liok Koay masuk, terang sudah Auwyang Peehu
yang menjaga pintu Mana Liok Koay dapat meloloskan diri lagi dari tangan
beracun? Ini dia yang dinamakan akan menangkap pie di dalam keranjang."
(pie = sejenis kura-kura).
Tin Ok merasakan hatinya menggetar. Ia heran dan kagum sekali. Si nona
bercerita seperti dia menyaksikan sendiri peristiwa hebat di dalam liang
kubur itu. Di dalam otaknya maka berbayangkan kejadian hari itu.
"Auwyang Peehu," berkata pula Oey Yong. "Ketika di tepi laut, kau telah
menemukan baju dan topengnya ayahku, kau mengenakan itu untuk
menyamarkan diri. Di dalam kuburan, cahaya memang remang-remang. Begitu
bergebrak, beberapa orang dari Liok Koay telah terluka atau terbinasa.
Di dalam keadaan seperti itu, maka bisa mereka mengenali baik-baik siapa
musuh mereka? Demikian sudah terjadi Lam Hie Jin mengatakan kepada Kwa
Tin Ok bahwa musuh mereka ialah ayahku. Yang benar ialah Cu Cong dan
Coan Kim Hoat terbinasakan di tangan peehu, Han Po Kie dibunuh engko Yo.
Dan Han Siauw Eng mati membunuh diri. Kwa Tin Ok dan Lam Hie Jin telah
mencoba melarikan diri. Mereka bertempur pula di kamar semedhi ayahku,
di sana kamu sengaja melepaskan Tin Ok satu orang. Ketika Lam Hie Jin
mengetahui bahwa si penjahat ialah si orang she Yo, ia telah menjadi
korbannya racun hingga ia tidak sempat menyelesaikan suratnya."
Auwyang Hong menghela napas.
"Eh, budak cilik, dugaanmu lihay sekali," ia berkata, memuji.
"Sebenarnya kejadian ada hal yang sangat kebetulan. Itulah dasar
nasibnya Liok Koay Ketika aku bersama anak Kang pergi ke pulau Tho Hoa
To itu, kami tidak tahu yang mereka berada juga di pulau itu."
"Nasib. Itulah benar." berkata Oey Yong. "Kang Lam Cit Koay itu tersohor
namanya, itu disebabkan perbuatan-perbuatan mereka yang mulia. Bicara
tentang ilmu silat, dia mana ada di pandangan mata peehu. Maka itu,
kalau kamu berdua sampai bertindak demikian rupa, bercapai lelah secara
demikian, mesti ada maksud tujuannya."
"Melihat kecerdikan kau, bocah, kau tentu tidak dapat dikelabui." kata Auwyang Hong tertawa.
"Nanti aku menerka," berkata Oey Yong, "Kalau aku menerka keliru, harap
peehu tidak buat kecil hati. Aku menduga pada permulaannya kamu datang
ke Tho Hoa To, kamu mengharap- harap Coan Cin Cit Cu serta ayahku nanti
bertarung hebat hingga. dua-duanya sama terbinasa, supaya kau yang
menjadi Pian Chong yang menikam harimau, agar dengan satu kali bergebrak
saja, dapat kau memusnahkan Coan Cin Cit Cu dan Tho Hoa To. Sayang kamu
datang terlambat satu tindak. Ialah ayahku bersama-sama Coan Cin Cit Cu
sudah berangkat meninggalkan pulau. Tempo ini engko Yo bicara sama Sa
Kouw, ia mendapat tahu kehadirannya Liok Koay, maka lantas saja kamu
berdua menunjuki kepandaian kamu yang lihay, kamu membunuh lima di
antaranya, kamu membuatnya segala apa seperti juga mereka terbinasakan
ayahku. Kamu juga membunuh habis semua bujang gagu di situ, guna
melenyapkan saksi-saksi. Dengan begitu bukankah kemudian akan terjadi
Ang Cit Kong, Toan Hongya dan yang lainnya nanti membikin susah ayahku?
Engko Yo ini cerdik, dia khawatir ayahku nanti keburu pulang lebih dulu
dan ayahku mungkin akan melenyapkan segala bukti, maka itu ialah yang
mengusulkan supaya Kwa Tin Ok dibiarkan dapat lari. Tin Ok buta tetapi
lidahnya tidak kurang suatu apa, benar dia tidak dapat melihat, dia
dapat ngoceh tidak karuan."
Tin Ok menjadi bersedih dan bergusar dan malu sekali, ia menyesalkan
kesembronoannya telah menduga yang tidak-tidak terhadap Oey Yok Su dan
putrinya ini.
Auwyang Hong menghela napas. Ia berkata pula saking kagumnya, "Aku
sangat mengagumi Oey Lao Shia yang telah mempunyai anak dara begini
cerdas dan pintar, setiap kata-katanya tepat mengenai ulu hatiku."
Oey Yong tidak membilang apa-apa atas kekaguman See Tok itu, ia hanya
bilang, "Sekarang ini Kwee Ceng telah kena tipu daya kamu, dia
memusuhkan aku dan ayahku, dia sampai seperti tidak mau hidup bersama
kami di dalam dunia ini. Tapi biarkanlah dia, sekarang urusan di antara
kita. Kalau besok kau menolong ayahku, apabila keponakanmu masih hidup,
ah... pembicaraan dulu hari tentang perjodohan, tidakkah itu dapat
ditimbulkan pula?"
Auwyang Hong heran.
"Mau apa dia menimbulkan urusan perjodohan itu?" pikirnya.
"Sa Kouw," menanya Oey Yong kepada si nona tolol tanpa ia menantikan
perkataannya See Tok. "Ini saudara she Yo orang baik sekali, bukan?"
"Benar," menyahut si tolol itu. "Dia hendak membawa aku pulang ke rumahku. Aku tidak suka berdiam di pulau."
"Kau mau pulang, kau hendak bikin apa di rumah?" tanya putrinya Tong
Shia. "Di rumahmu itu telah ada orang yang mati, di sana ada setan."
"Oh, ya!" berseru si tolol itu. "Benar sekali Tidak. aku tidak mau pulang."
"Kau tahu siapa yang membunuh orang yang mati di rumahmu itu?"
"Aku tahu, aku melihatnya sendiri, ialah ini saudara yang baik."
Menyusul perkataannya Sa Kouw ini, di situ terdengar dua kali suara
nyaring. Dari beradu dan jatuhnya dua rupa senjata rahasia, lalu Oey
Yong tertawa dan berkata. "Engko Yo, biarkanlah dia bicara terus. Kenapa
kau menggunai senjata rahasia untuk mengambil jiwanya?"
"Si tolol ini ngaco belo!" berseru Yo Kang, yang barusan menyerang Sa
Kouw. "Dia dapat menyebutkan segala omongan yang tidak-tidak."
"Sa Kouw bicara terus," berkata nona Oey kepada si tolol itu. "Kau bicaralah, kakek ini sangat suka mendengarkannya."
"Tidak, aku tidak mau bicara," menyahut Sa Kouw. "Saudara yang baik ini melarang aku bicara."
"Benar," berkata Yo Kang cepat. "Kau rebahkan dirimu dan tidurlah
Jikalau kau membuka mulutmu satu kali saja, nanti aku menyuruh setan
makan padamu."
Nona itu ketakutan, ia menyahuti, "Ya," berulang-ulang. Kwa Tin Ok mendengar suara seperti orang mengerebongi diri,
"Sa Kouw," berkata Oey Yong, yang tidak berputus asa, "Jikalau kau tidak
suka bicara sama aku, untuk menghilangi saat iseng ini, nanti aku
menyuruh kakek membawa kau pergi."
"Tidak, aku tidak mau pergi." kata nona tolol itu.
"Kalau begitu, kau bicaralah Ini saudaramu yang baik telah membunuh
orang di rumahmu. Kau tahu, orang macam apakah yang dia bunuh itu?"
Orang banyak menjadi heran. Tidak karu-karuan nona ini bicara dari hal
pembunuhan. Akan tetapi Yo Kang, bulu romanya telah bangun berdiri
semua. Ia lantas menyiapkan pula senjata rahasianya. Kalau Sa Kouw
membuka rahasianya, hingga Auwyang Hong bakal menjadi bercuriga, hendak
ia membinasakan si nona. Meski begitu, ia kata di dalam hatinya, "Ketika
aku membinasakan Auwyang Kongcu, yang melihatnya cuma tiga orang yaitu
Bok Liam Cu, Thia Yauw Kee dan Liok Koan Eng. Mungkinkah rahasiaku ini
telah bocor?"
Kuil itu menjadi sunyi sekali. orang tinggal menanti jawabannya Sa Kouw.
Kwa Tin Ok bahkan menahan napas. Lewat sekian lama, Sa Kouw tidak
terdengar suaranya, hanya terdengar suara napas di hidungnya, tandanya
ia sudah tidur. Yo Kang merasakan hatinya lega, tetapi telapakan
tangannya basah, karena kekhawatirannya, disebabkan menggenggam terus
senjata rahasianya. Ia pikir "Kalau dia dikasih tinggal hidup terus, dia
bisa jadi bahaya untukku, maka aku mesti mencari jalan untuk
menyingkirkan dia."
Pangeran ini melirik kepada Auwyang Hong. Ia mendapatkan See Tok duduk
dengan kedua matanya ditutup rapat, mukanya tertuju cahaya rembulan. Dia
tenang sekali, dia seperti tidak menghiraukan segala apa di sekitarnya.
Selama itu, orang mulai menyangka Oey Yong cuma mengoceh. Dengan Sa Kouw
sudah tidur pulas, urusan tadi artinya telah beres. Maka kemudian
mereka pada merebahkan diri atau menyender, untuk beristirahat. Di
antaranya ada yang lantas meram melek.
Justru kesunyian menguasai kuil itu, mendadak orang dibikin terkejut
dengan jeritannya Sa Kouw, "Jangan pelintir tanganku. Aduh! Aduh!"
Oey Yong pun segera berteriak-teriak. "Setan! Setan! Setan yang kakinya
buntung. Sa Kouw kaulah yang membunuh itu pemuda yang ganteng, sekarang
dia datang mencari kau." Di dalam kesunyian itu, seram suaranya si nona.
"Bukan! Bukan aku yang membunuhnya!" menyangkal Sa Kouw, dia berteriak-teriak. "Yang membunuhnya ialah saudara yang baik ini."
Belum habis suara si tolol, atau segera itu disusul sama suara
bergedebuk dari jatuhnya benda yang berat. Itulah tubuhnya Yo Kang, yang
roboh terguling. sebab dia telah berlompat, dengan tangannya yang hebat
dia menyerang batok kepalanya si nona tolol, tapi Oey Yong menghalangi
dia, dengan tongkat keramatnya, nona ini membuatnya orang jatuh
terbanting
Sekejap itu, kalutlah keadaan. See Thong Thian beramai segera mengurung
Oey Yong. Putrinya Oey Yoksu tidak menggubris sikap banyak orang itu,
dia menunjuk ke pintu seraya berkata nyaring "Kongcu yang berkaki
buntung, mari masuk ke mari Sa Kouw ada di sini."
Sa Kouw memandang ke arah pintu, ia tidak melihat apa juga. Ruang itu
gelap. Tapi ia takut setan semenjak kecilnya, ia tetap ketakutan. Maka
ia menarik tangan bajunya Oey Yong.
"Jangan cari aku" ia berkata kepada si setan yang ditunjuki nona Oey.
"Yang membunuh ialah ini saudara yang baik, yang menggunai tombak besi.
Aku melihatnya dari belakang pintu dapur. Jangan cari aku."
Auwyang Hong mendengar itu semua, mendadak ia tertawa terbahak. Adalah
di luar dugaannya sang keponakannya yang ia sayang sebagai mustika itu
terbinasa di tangannya Yo Kang. Ia mau percaya Sa Kouw sebab kalau lain
orang mendusta, si tolol ini tidak mungkin. Ia berduka berbareng murka
sekali. Dengan mata mendelik ia mengawasi pangeran itu dan berkata.
"Siauw-ongya, keponakanku itu memang harus mati. Dia telah dibunuh.
Bagus! Bagus!"
Suara itu tajam, mengaung di telinga, bahkan kawanan burung gagak
menjadi kaget, mereka lantas berbunyi gegaokan, terbang kelabakan. Yo
Kang kaget dan jeri sekali. Ia pikir, habislah jiwanya. Ia melirik ke
kiri dan kanan, untuk melihat jalan lolos.
Wanyen Lieh juga tidak menjadi kecuali, dia takut bukan main. Ketika
suara gagak mulai reda, dia berkata, "Auwyang Sianseng, nona ini tolol,
dia mirip orang gila, kenapa sianseng percaya dia? Keponakanmu itu
adalah orang undanganku, aku dan anakku sangat menghormatinya, mana bisa
menjadi dengan tidak sebab musabab anakku membunuh dia?"
Auwyang Hong tidak menyahut, hanya tubuhnya mencelat ke arah Sa Kouw, tangan kirinya mencekuk lengan nona tolol itu.
"Karena apa dia membunuh keponakanku?" tanyanya bengis. "Lekas bilang!" Sa Kouw kaget, dia ketakutan.
"Bukan aku yang membunuh dia. Jangan tangkap aku." Dan ia meronta
sekuat-kuatnya. Tapi hebat cekalan See Tok, ia tidak dapat melepaskan
diri saking takutnya, ia lantas menangis, berulang kali ia
memanggil-manggil, "Ibu...! Ibu...!"
Auwyang Hong mengulangi pertanyaannya hingga beberapa kali, tetapi tidak
memperoleh jawaban. Saking takutnya, Sa Kouw berhenti menangis, dia
mendelong memandang jago dari Barat itu.
"Jangan takut Sa Kouw," Oey Yong menghibur, suaranya halus. "Kakek ini hendak memberikan kue pada mu."
Nona ini tidak menolongi si tolol seperti tadi ia menghajar Yo Kang
sebab ia tahu Auwyang Hong tidak nanti, atau sedikitnya tidak bakal
lantas membinasakan orang. Bahkan perkataannya itu menyadarkan See Tok.
Ia tahu sekarang, makin ia bengis, makin susah si tolol membuka
mulutnya. Maka ia merogoh sakunya, akan mengeluarkan bakpauw yang telah
dikeringkan, yang ia jejalkan di tangan nona itu. Ia pun tertawa dan
kata, "Benar. Nah, kau makanlah kue ini."
Dasar tolol, Sa Kouw ambil kue itu Ia bersenyum. Dengan cepat ia lupa akan kebengisannya See Tok.
"Dulu hari itu si pemuda yang kakinya buntung memeluki satu nona," kata
Oey Yong tenang. "Kau lihat, nona itu cantik atau tidak?"
"Sangat cantik," menyahut Sa Kouw wajar. Tidak dapat ia memikir yang ia lagi dilagui. "Kemana perginya dia sekarang?"
Oey Yong tidak menjawab, ia hanya menanya, "Tahukah kau siapa nona itu?" Ia terus berlaku sabar dan wajar.
Si tolol agaknya gembira sekali, dia puas, hingga dia menepuk tangan
"Aku tahu, dialah istrinya ini saudara yang baik," sahutnya.
Mendengar itu, Auwyang Hong tidak bersangsi lagi. Ia memang tahu
keponakannya itu sangat gemar pelesiran. Ia mau menduga, rupanya
disebabkan main gila kepada Bok Liam Cu, Auwyang Kongcu menerima
kebinasaannya. Ia hanya heran Yo Kang dapat membinasakan keponakannya
yang ia tahu lihay, tidak perduli kakinya buntung. Bagaimana
keponakannya itu dibunuhnya? Maka ia berpaling kepada si pangeran muda.
Ia kata sabar. "Dia berani kurang ajar terhadap siauw-onghui, dia harus
mampus berlaksa kali." Siauw-onghui ialah istri siauw-ongya, pangeran
muda.
"Bukan... bukan aku yang membunuhnya" Yo Kang menyangkal, suaranya tidak lancar.
"Habis siapa?"
Kali ini suaranya See Tok menjadi keras dan bengis secara tiba-tiba,
kedua matanya pun bersinar tajam. Yo Kang ketakutan hingga kaki
tangannya lemas. Ia yang biasanya berotak terang, sekarang mati daya,
sampai tak bisa ia membuka mulut.
"Auwyang Peehu," Oey Yong berkata, "Jangan kau sesalkan siauw-ongya
berlaku telengas, juga tak usah kau sesalkan keponakanmu yang sangat
gemar pelesir itu, hanya kau harus persalahkan dirimu yang berkepandaian
sangat lihay."
Auwyang Hong berpaling dengan cepat. Ia heran. "Kenapa?" tanyanya.
"Aku pun tak tahu kenapa. Hanya ketika aku sedang berada di Gu-kee-cun,
di sana aku mendengar dua orang tengah berbicara. Mereka itu seorang
pria dan seorang wanita, dan bicaranyapun di sebelah tembok. sungguh aku
tidak mengerti." See Tok kena dibikin bingung, ia berada dalam
kegelapan. "Apa itu yang mereka bicarakan?"
"Nanti aku menyebutkannya setiap patah yang mereka bicarakan itu, tidak
nanti aku menambahkan satu huruf juga. Tolong kau menjelaskannya nanti
padaku. Aku tidak melihat mereka itu, aku tidak tahu, yang pria siapa
yang wanita siapa. Aku hanya mendengar yang pria bilang, 'urusan aku
membunuh Auwyang Kongcu ini, apabila sampai teruwar di luaran, sungguh
berbahaya.' Yang wanita kata, 'seorang laki-laki, dia berani berbuat, ia
berani bertanggung jawab Jikalau kau takut, tidak seharusnya kemarin
kau membunuh dia. Benar pamannya dia itu lihay tetapi kita tak bakal
dapat dicari.'"
Auwyang Hong mengawasi. Ketika ia mendapatkan nona itu terus berdiam, ia
menanya, "Pembilangannya perempuan itu benar. Apa katanya pula si
lelaki?"
Yo Kang mendengar pembicaraan itu, ia takut bukan main, terhadap Oey
Yong, ia sangat gusar. Kebetulan itu waktu sinar rembulan masuk ke
dalam, diam-diam ia bergerak. dengan perlahan ia menghampirkan ke
belakang si nona. Ia menyingkir dari sinar rembulan itu.
Selagi berindap-indap. ia mendengar jawabannya Oey Yong, "Kata- katanya
si lelaki itu membuatnya aku berpikir bahwa semua disebabkan kepandaian
kau yang sangat lihay hingga kau membikin keponakanmu itu celaka. Lelaki
itu kata, 'Adikku sekarang ini aku ada memikir satu jalan. Pamannya itu
sangat kosen, aku ingin mengangkat dia menjadi guru. sebenarnya sudah
lama aku memikir begini, hanya di dalam kalangan dia itu ada aturan yang
ditaati, ialah kepandaian diwariskan di dalam satu generasi hanya
kepada satu orang. Maka itu, kalau dia sudah mati baru pamannya dapat
menerima aku sebagai muridnya.'"
Tidak usah Oey Yong menjelaskan lagi siapa pria itu, lagu suaranya pun
sudah menerangkannya. Dengan pandai ia meniru lagu suaranya Yo Kang,
hidup sedari kecil di kota raja, ibunya, Pauw Sek Yok. adalah orang
Lim-an, sedang di dalam istana ada banyak orang Kim, maka itu, suaranya
itu campur aduk antara lagu bicaranya orang selatan dan orang utara.
Dengan demikian gampang sekali orang mengenalinya.
Auwyang Hong berulang kali mengasih dengar suara mengejek, "Hm" Lalu ia
menoleh ke arah Yo Kang. Ia baru melihatnya si anak muda tidak ada di
tempatnya atau mendadak ia mendengar suara, "Buk" disusuli teriakan dari
kesakitan, lalu nampak Yo Kang dengan tangan kanannya mengucurkan darah
dan mukanya pucat pias sebagaimana itu terlihat di cahayanya si Putri
Malam.
Hebat Oey Yong membuka rahasia, maka pemuda she Yo itu tidak dapat
menguasai pula hatinya. Ia hendak melampiaskan kemurkaannya, jalannya
ialah membunuh nona she Oey itu. Maka setelah datang dekat si nona, ia
berlompat seraya tangannya menyambar ke batok kepalanya nona itu, untuk
dicengkeram dengan ilmu cengkeraman Kiu Im Pek-kut Jiauw.
Oey Yong ketahui serangan gelap itu, ia berkelit, maka tangannya si anak
muda tiba pada pundaknya. Dia mencengkeram kuat sekali, dalam
sengitnya, ia menggunai semua tenaganya maka itu, justru ia mengenai
baju lapis yang berduri, tangannya itu nancap di duri baju. Bukan main
dia merasakan sakit, maka tak dapat dia tidak menjerit, setelah mana,
dia mengasih turun tangannya itu, hampir dia pingsan menahan nyerinya.
Di tempat yang gelap itu, tidak ada orang yang melihat apa yang sudah
terjadi, malah mereka tidak tahu juga, pemuda itu bercelaka di tangan si
nona atau di tangan Auwyang Hong. oleh karena orang tidak tahu pasti
dan mereka pun jeri terhadap See Tok. Semua berdiri diam sambil
mengawasi saja.
Adalah Wanyen Lieh yang mengajukan diri untuk memegangi anaknya.
"Anak Kang, kau kenapa?" ia tanya. "Apamu yang terluka?" Ia menghunus
goloknya dan menyerahkan itu pada si anak. Ia berkhawatir Auwyang Hong
membalaskan sakit hati keponakannya .
"Tidak apa-apa," menyahut Yo Kang, yang mencoba melawan rasa sakitnya.
Ia pun menyambuti golok dari ayahnya itu atau mendadak ia merasakan
tangannya kaku, golok itu terlepas dan jatuh berisik di lantai. Ia
lekas-lekas membungkuk. untuk memungutnya. Apa celaka, lengannya menjadi
kaku, lengan itu tidak mau mengikuti lagi suara hatinya. Dalam
kagetnya, dengan tangan kirinya ia memencet tangan kanannya, tetapi ia
tidak merasakan apa-apa. Maka ia lantas mengawasi Oey Yong. "Bisa!
Bisa!" serunya. "Kau menggunai bisa melukakan aku?"
Pheng Lian Houw semua menjadi bingung, meski begitu, mereka lantas
mengambil keputusan. Biarnya Auwyang Hong lihay, di situ ada Wanyen Lieh
si pangeran Kim yang berpengaruh, jadi biar bagaimana, perkaranya
Auwyang Kongcu itu harus diselesaikan secara baik. Begitu melihat roman
menakuti dari Yo Kang, sebagian menghampirkan pangeran muda itu, untuk
menghiburi, yang sebagian lagi mendekati Oey Yong, antaranya ada yang
berseru, "Lekas keluarkan obatmu untuk mengobati siauw-ongya"
Oey Yong beriaku tenang. "Baju lapisku tidak berbisa," ia kata tawar,
"Jangan kamu bergelisah tidak karuan Di sini ada orang yang harus
membunuh dia, tidak ada perlunya aku melukai padanya."
Ketika itu Yo Kang menjerit, "Aku aku tidak dapat bergerak" Lalu
teriihat dia menekuk kedua dengkulnya, tubuhnya turun dengan
perlahan-lahan, sedang dari mulutnya terdengar suara tidak tegas.
Mendengar jeritan dan suara orang itu, Oey Yong heran. Ia lantas
mengawasi Auwyang Hong, paras siapa nampaknya terkejut. Ketika ia juga
menoleh kepada Yo Kang, muka si anak muda tersungging senyuman, mulut
terbuka seperti tertawa. Di antara sinar rembulan, wajah pemuda itu
menjadi luar biasa sekali.
Mendadak ia ingat. "Inilah Auwyang Peehu yang menurunkan tangan jahat, kau jangan sesalkan aku," ia berkata.
Auwyang Hong heran, ia berkata. "Melihat dari rupanya, dia memang
terkena racun ular di tongkatku, memangnya aku berniat memberi dia rasa,
siapa tahu si budak cilik telah mewakilkan aku. Bagus, bagus sekali
Hanya ular berbisa itu cuma aku seorang yang mempunyai, entah dari mana
si budak cilik mendapatkannya?"
"Aku mana mempunyai semacam ular?" kata Oey Yong. "Kaulah yang menggunai racun itu Mungkin kau sendiri tidak merasa."
"Benar-benar aneh!" seru See Tok.
"Auwyang Peehu," berkata si nona. "Aku ingat peristiwa dulu hari ketika
kau dan Loo Boan Tong bertaruh. Kau telah memberi makan racun ularmu
kepada seekor ikan cucut, setelah ikan itu mati, dagingnya dimakan ikan
yang lain, ikan itu keracunan dan lantas mati. Demikian seterusnya,
racunmu itu menular tidak putusnya. Benar bukan?" Auwyang Hong tertawa.
"Jikalau racunku bukannya istimewa, tidakkah nama See Tok itu nama kosong belaka?" ia bilang puas.
"Benar," menyahut si nona. "Lam Hie Jin itu ikan cucut yang pertama."
Ketika itu Yo Kang telah menjadi seperti orang kalap. Dia bergulingan di
lantai. Nio Cu Ong mencoba memeluknya, tidak ada hasilnya. Auwyang Hong
tidak dapat menangkap artinya perkataan Oey Yong.
"Coba kau memberi penjelasanmu," ia bilang.
"Bukankah kau telah menggigitkan ularmu kepada Lam Hie Jin?" berkata si
nona. "Ketika itu hari aku bertemu dia di Tho Hoa To, dia telah
memukulku satu kali. Tinjunya itu mengenai pundakku yang kiri Dengan
begitu, di duri dari baju lapisku lantas ketinggalan sisa bisanya.
Barusan siauw-ongya menghajar aku, kebetulan dia kena mencengkeram baju
lapisku, karena dia terluka, darah beracun itu masuk ke dalam darahnya.
Hm... dialah ikan cucut yang ketiga."
Mendengar keterangan si nona, orang merasa bergidik sendirinya. sungguh
hehat bisanya Auwyang Hong itu. Yo Kang telah menerima pembalasannya
sendiri, dia mau mencelakai lain orang, dia sendiri yang menjadi korban.
Mendengar sampai di situ, Wanyen Lieh menghampirkan Auwyang Hong di depan siapa ia menekuk lututnya.
"Auwyang Sianseng," ia berkata. "Siauw-ong minta sukalah kau menolongi
jiwanya putraku, nanti siauw-ong tidak bakal melupakan budimu yang
sangat besar ini." Auwyang Hong tertawa lebar.
"Jiwa anakmu ialah jiwa, jiwa keponakanku bukannya jiwanya," katanya. Ia
lantas menyapu Pheng Lian Houw semua, muka siapa terang di sinar
rembulan, terus ia kata dengan suara dalam, "orang gagah yang mana yang
tidak puas, baik lekas-lekas maju untuk bicara."
Bukannya orang maju, orang justru mundur. Pula tidak ada yang berani
membuka mulut. Selagi orang menjublak itu, mendadak Yo Kang berlompat
bangun dan menghajar Nio Cu Ong hingga pahlawan itu roboh. Wanyen Lieh
lantas bangun berdiri.
"Lekas bawa siauw-ong ya ke Lim-an!" ia memberi titah. "Mari kita mengundang tabib yang pandai untuk mengobati dia."
Auwyang Hong mendengar perkataannya pangeran itu, sembari tertawa, ia
kata. "Racunnya si bisa bangkotan mana ada tabib di kolong langit ini
yang sanggup mengobatinya? Lagi pula mana ada tabib pandai yang tidak
menyayangi jiwa?" dengan dia berani merusak usaha, Wanyen Lieh tidak mau
melayani bicara.
"Masih kamu tidak mau lekas-lekas menolongi siauw-ongya?" bentaknya kepada semua pahlawannya.
Belum lagi Yo Kang dipegang, untuk dibawa pergi, dia sudah berlompat
tinggi hingga hampir kepalanya sundul dengan penglari, ketika dia sudah
turun pula, dia menuding pangeran Kim itu sambil berseru, "Kau bukannya
ayahku sudah kau bikin celaka ibuku, sekarang kau bikin celaka juga
aku."
"Siauw-ongya, sabar" See Thong Thian membujuk. Ia mendekati, untuk memegang kedua lengannya pangeran itu.
Yo Kang lihay, dia mendahului menangkap lengan orang she See itu, lalu
dia menggigit jempolnya. See Thong Thian menjerit bahna sakitnya, dia
menarik tangannya, terus dia melengak. Dengan lantas dia merasai
tangannya kaku, hingga dia menjadi kaget tidak terkira. Oey Yong
mengawasi jago itu, ia kata dingin. " Inilah ikan cucut yang keempat."
Cian Ciu Jin-touw Pheng Lian Houw kaget sekali. Dia memang bersahabat
paling rapat dengan See Thong Thian. Dia pula paling pandai menggunai
racun, maka dia tahu apa yang dia mesti lakukan. See Thong Thian itu
sudah keracunan. Dengan sebat luar biasa, dia menghunus goloknya, dengan
itu dia membabat kutung sebelah lengannya sahabatnya itu Hauw Thong Hay
kaget bukan main. Ia tidak tahu maksudnya Lian Houw.
"Pheng Lian Houw, kau melukai sukoku" ia membentak. Ia lantas maju untuk menyerang.
Tapi Thong Thian, yang menahan sakitnya, berteriak, "Tolol! Pheng Toako
justru menolongi aku!" Thong Hay batal menyerang, ia melengak.
Yo Kang menjadi kalap. pikirannya waswas. Ia menyerang kalang kabutan,
ia meninju, menendang dan menggigit juga. orang telah melihat contoh
dalam dirinya See Thong Thian, mereka semua ketakutan, mereka pada
menyingkirkan diri, semua lari ke luar, hingga kacaulah mereka.
Burung-burung gagak dengan turut kaget lagi dan beterbangan dengan
berisiknya. Maka di pekarangan yang kosong di depan kuil, terlihat
bayangan mereka terbang serabutan, suara mereka saling sahut dengan
teriakan-teriakannya Yo Kang
Wanyen Lieh juga turut pergi ke luar kuil, tapi ia masih menoleh dan
memanggil, "Anak Kang! Anak Kang!" Yo Kang mengucurkan air mata.
Wanyen Lieh girang, ia mementang kedua tangannya, untuk menyambuti
putranya itu. Maka berdua mereka saling merangkul. "Anak. kau sudah
mendingan?" tanya ayah itu. Tapi di sinar rembulan, ia menampak wajah
orang yang tidak wajar, yang matanya terbuka lebar, terang dia belum
sadar, sedang giginya bercatrukan. Ia kaget ketika si anak mengangkat
tangan kirinya, menghajar ke arahnya. Dalam kagetnya ia bukan lompat
mundur atau lari, ia menjoroki tubuh putranya itu.
Pangeran muda itu kehabisan tenaganya, dia roboh terguling, terus dia
tidak merayap bangun. Menampak demikian, hatinya Wanyen Lieh mencelos,
tidak berani ia mengawasi pula, lantas ia lari terus, di luar kuil, ia
lompat naik atas kudanya, untuk dikasih kabur, maka ia segera diiringi
sekalian pahlawannya. Lekas sekali, mereka telah lenyap berikut
bayangan, mereka.
Auwyang Hong mengawasi tubuhnya Yo Kang. Pemuda itu lagi bergulingan.
Oey Yong pun mengawasi. Maka mereka berdua ada masing-masing pikirannya
sendiri yang satu berduka berbareng gusar, yang lain terharu dan puas.
Mereka sama-sama membungkam, sampai mendadak mereka mendengar suara
berkeresek di atas genting.
"Mau apa kau mencuri mendengari?" menegur Auwyang Hong. "Turunlah!"
Oey Yong kaget. Ia menyangka Kwa Tin Ok yang naik ke genting. Ia lantas
melihat satu bayangan orang berlompat turun, orang itu lari masuk.
"Enci Bok! ia berseru. Ia lantas mengenali orang. "Enci kau datang."
Nona itu tidak menghiraukan panggilan, ia lari terus pada Yo Kang, yang
ia lantas angkat tubuhnya untuk dipondong. "Kau masih kenali aku?" ia
menanya halus.
Yo Kang menyahut, suaranya tidak karuan, terdengarnya cuma, "Ho ho..."
"Ah, kau tidak dapat melihat aku," kata Liam Cu. Ia memutar tubuh, untuk
mendapat sinar rembulan, untuk si anak muda melihat mukanya. Ia tanya
pula. "Kau kenali aku atau tidak?"
Yo Kang mendelong mengawasi nona itu. selang sesaat, baru ia mengangguk. Liam Cu girang.
"Hidup di dalam dunia sungguh sengsara," katanya perlahan. "Kau menderita, aku juga. Mari kita pergi. Maukah kau?"
Yo Kang mengangguk pula. Tapi mendadak dia berteriak. Liam Cu duduk
mendeprok. dia memeluki erat-erat. Menyaksikan semua itu, Oey Yong
menghela napas. Tapi lekas juga ia menjadi heran. Tubuh Liam Cu bergerak
turun, menindih tubuh Yo Kang, kepalanya jatuh di pundak si anak muda.
Habis itu, keduanya terlihat tidak bergerak lagi.
"Enci Bok! Enci Bok!" ia memanggil-manggil, kaget. Liam Cu tidak menyahuti, ia seperti tidak mendengar, tubuhnya terus diam.
Nona Oey bingung, ia segera menghampirkan, dengan perlahan ia pegang
pundak si nona, untuk diangkat, atau mendadak tubuh itu roboh ke
belakang
Lagi sekali Oey Yong berteriak bahna kagetnya. Hanya sekarang ia melihat
di dada si nona menancap ujung tombak buntung, napas si nona sudah
berhenti. Ketika ia memandang Yo Kang, dada itu pun bekas tertusuk
tombak, darahnya mengalir ke luar. Anak muda itu juga sudah putus jiwa.
Liam Cu tidak tega mengawasi Yo Kang tersiksa, maka itu ia memeluknya
dengan memasang tombak pendeknya di dada si anak muda, tempo ia memeluk
kuat, ujung tombak melesak dalam, maka matilah kekasihnya itu, setelah
mana, ia menikam dadanya sendiri dengan cara serupa. Dari itu keduanya
pulang bersama ke lain dunia.
Oey Yong mendekam di tubuh Liam Cu, ia menangis sedih. Ia bersedih untuk
nasib buruk nona itu. Kemudian, kapan ia ingat peruntungannya sendiri,
yang masih kusut, ia menangis semakin sedih.
Auwyang Hong terus mengawasi semenjak tadi, sampai kemudian ia kata.
"Bagus matinya mereka, buat apa ditangisi lagi? Setengah malaman sudah
orang mengacau, sekarang akan lekas terang tanah. Mari kita melihat
ayahmu." Si nona berhenti menangis.
"Di saat ini mungkin ayahku sudah pulang ke Tho Hoa To, buat apa dilihat lagi?" bilangnya.
Auwyang Hong melengak, terus ia tertawa dingin. "Oh, budak, budak, kiranya kau menjual orang," katanya keras.
"Di bagian depan dari kata-kataku, memang aku mendustai kau," berkata
Oey Yong. "Ayahku orang macam apa, mustahil dia membiarkan dirinya
dikurung imam-imam busuk dari Coan Cian Kauw? Jikalau aku tidak
menyebut-nyebut Kiu Im Cin-keng, maka kau mau mengijinkan aku memeriksa
Sa Kouw?"
Kwa Tin Ok mendengar semua itu, ia kagum dan menyayangi Oey Yong. Ia
sekarang mengharap-harap si nona mendapat akal untuk menyingkir dari
hadapannya manusia yang lihay dan berbahaya ini.
"Di dalam kata-katamu ada terkandung tiga bagian kebenaran, kalau tidak,
aku si bisa bangkotan tidak nanti kena terpedayakan," kata Auwyang
Hong. "Baiklah, sekarang kau menjelaskan salinan dari ayahmu itu, jangan
ada satu huruf juga yang dilompati."
"Jikalau aku lupa, bagaimana?" Oey Yong tanya.
"Paling baik kau mengingat-ingatnya. Kalau budak secantik kau ini kena dicatol ularku, itulah harus disayangi."
Oey Yong jeri juga. Ia telah menyaksikan hebatnya kebinasaannya Yo Kang.
Maka ia berpikir keras. "Taruh kata aku memberitahukan terjemahan It
Teng Taysu, tidak nanti dia gampang-gampang melepaskan aku Bagaimana
caranya aku harus menyingkir dari dia ini?"
Ia tidak dapat pikiran yang baik, maka ia anggap baiklah ia bersikap ayal-ayalan, untuk menang tempo.
"Jikalau aku melihat huruf sansekertanya, mungkin aku dapat menjelaskan
semua," katanya kemudian. "Coba kau membacakan, nanti aku mencoba-coba."
"Siapa sanggup membaca di luar kepala bahasa asing itu?" kata Auwyang Hong. "Sudah, jangan kau main gila denganku."
Mendengar orang tidak dapat menghapal, Oey Yong mendapat pikiran. Ia
menganggap pastilah See Tok memandang kitabnya itu sebagai jiwanya.
"Baik," katanya, "Sekarang kau keluarkan kitabmu itu."
Auwyang Hong menurut. Dari dalam sakunya, ia mengeluarkan satu
bungkussan, yang ia buka. Bungkusan itu terdiri dari tiga lapis kertas
minyak. Itu dia kitab yang ditulis Kwee Ceng.
"Hm" tertawa si nona di dalam hatinya. "Engko Ceng menulis ngaco, dia memandangnya sebagai mustika."
Auwyang Hong menyalakan api, untuk menulis sisa lilin. Ia lantas membaca.
"Itu artinya mesti pandai melihat lalu membuatnya menjadi dua belas
macam tarikan napas," Oey Yong menjelaskan. See Tok girang. Ia membaca
pula.
"Setelah dapat menghindari diri dari pelbagai ancaman maka
perlahan-lahan akan masuk ke jalan kesempurnaan," si nona menjelaskan
pula. Kembali See Tok membaca. si nona berpikir, lalu ia menggeleng
kepala. "Salah, kau salah membacanya." katanya.
Auwyang Hong membaca lagi tetapi si nona menggoyang pula kepalanya.
"Tidak salah, begini tulisnya," kata See Tok. " Heran, kenapa kau tidak mengerti?"
Oey Yong bergelisah, ia mengawasi tajam. Ia ingin orang lekas-lekas ingat dan mengerti.
"Ah, mungkin Kwee Ceng si bocah salah menulisnya." katanya si nona kemudian. "Mari aku lihat."
See Tok tidak takut orang main gila, ia menyerahkan kitabnya. Oey Yong
menyambut dengan tangan kanan, tangan kirinya mengambil api, ia bersikap
hendak menyuluhi, atau mendadak ia berlompat ke belakang hingga
setombak lebih. Lilin dan kitab ia lantas dekati satu dengan lain.
"Auwyang Peehu, kitab ini kitab palsu" katanya mendadak. "Biar aku bakar saja."
Auwyang Hong kaget bukan main.
"Eh, eh, kau kata apa?" katanya. " Lekas pulangi padaku."
"Kau menghendaki kitab atau jiwaku?" si nona tanya.
"Jiwamu buat apa?!" bentak See Tok. "Lekas pulangi!" Ia bersikap hendak berlompat maju, guna merampas.
Oey Yong tidak takut, ia malah membawa api lebih dekat ke kitab. "Kau
bergeraklah" katanya mengancam. "Setiap kali kau bergerak. setiap kali
aku membakar sehelai Akhirnya kau akan menyesal seumur hidupmu."
Auwyang Hong kalah gertak. "Hm..." ia mendongkol. "Kau letaki kitab itu. Kau pergilah."
"Kaulah seorang guru besar, tidak dapat kau menelan kata-katamu," kata si nona tertawa.
See Tok mengasih lihat roman bengis. "Aku bilang lekas kau letaki kitab itu" katanya, suaranya dalam. "Kau pergilah."
Oey Yong percaya, sebagai orang kenamaan, biarnya kejam, See Tok akan
pegang perkataannya itu, maka ia lantas meletaki kitab dan lilin.
"Auwyang Peehu, maaf," katanya tertawa. Ia memutar tubuh untuk pergi dengan membawa tongkatnya.
Auwyang Hong tidak berpaling lagi, mendadak ia menghajar ke belakang,
kepada patung Ong Gan Ciang, hingga patung itu pecah separuhnya dan
roboh dengan berisik. Terus dia membentak, "Orang buta she Kwa, kau ke
luarlah."
Oey Yong kaget bukan kepalang. Inilah ia tidak sangka. Ia lekas menoleh.
Kwa Tin Ok tidak mau bersembunyi lebih lama, ia berlompat turun seraya
memutar tombak di depannya. Nona Oey mendusin dengan lantas. orang
selihay See Tok tidak nanti gampang-gampang diakali, pastilah suara
napasnya ketua Cit Koay itu telah terdengarnya, hanya semenjak tadi, si
Bisa dari Barat berlagak pilon saja. Terpaksa ia kembali, ia berlompat
ke samping Tin Ok. bersiap untuk membelanya.
"Auwyang Peehu, aku tidak jadi pergi," katanya "Kau kasihlah dia pergi."
"Jangan, Yong-jie" berkata Tin Ok. " Kau pergi, kau cari anak Ceng. Kau menyuruh dia membalaskan sakit hati kami enam saudara."
Si nona menjadi berduka. "Kalau Kwee Ceng percaya aku, dia sudah
mempercayainya dari siang-siang," ia kata masgul. "Kwa Tayhiap. jikalau
kau tidak pergi, penasaran ayahku sukar dijelaskannya, sukar
dilenyapkan. Kau bilangi Kwee Ceng, aku tidak sesalkan dia dan minta dia
jangan bersusah hati."
Tin Ok seorang laki-laki, tidak sudi ia ditolong dengan si nona
mengorbankan diri, maka itu ia berkutat sama nona itu. Auwyang Hong jadi
babis sabar.
"Eh, budak cilik," tegurnya. "Aku telah memberi ijin kau pergi, perlu apa kau masih banyak rewel?"
"Aku justru tidak mau pergi" si nona membelar.
"Auwyang Peehu, baik kau usir pergi ini si buta yang menyebalkan, nanti
aku melayani kau berunding. Asal jangan kau melukai dia."
Auwyang Hong berpikir. " Kau tidak mau pergi, itu lebih baik lagi. Apa
sangkut pautnya dengan aku kalau si buta ini mampus atau hidup terus?"
Maka ia bertindak maju, ia menjambak dada Tin Ok.
Ketua Cit Koay itu menggeraki tombaknya untuk membela diri, tetapi
ketika tombak bentrok sama tangan, toya itu terlepas dan tangannya
dirasai kesemutan, dadanya juga sedikit sakit. Tombaknya itu mencelat ke
atas, menembusi wuwungan. Terpaksa ia berlompat mundur. Akan tetapi
belum lagi ia dapat menaruh kaki, tubuhnya sudah disambar See Tok dan
diangkat. Ia seorang berpengalaman, ia tidak menjadi gugup atau takut,
tangan kirinya diayun, hingga dua biji lengkak besi menyambar ke muka
jago dari Wilayah Barat itu.
Auwyang Hong tidak menduga orang dapat bertindak demikian, terpaksa ia
berkelit sambil melengak seraya tangannya melemparkan tubuh jago Kang
Lam itu ke arah belakangnya.
Melihat itu, Oey Yong menjerit. Tubuh Tin Ok terlempar mendahului
lengkaknya itu, hingga dia terancam bahaya senjata rahasianya sendiri
Tapi si buta itu lihay sekali, dia mendengar suara angin, dia mengulur
tangannya, menyambuti lengkaknya itu, maka ia turun ke bawah dengan
tidak kurang suatu apa.
"Bagus" berseru Auwyang Hong memuji. "orang buta she Kwa, kau lihay. Nah, kau pergilah, aku beri ampun padamu."
Kwa Tin Ok bersangsi, ia tidak lantas bertindak pergi. Oey Yong mengerti
keragu-raguan orang, ia tertawa dan mengatakan, "Kwa Tayhiap. Auwyang
Hong hendak mengangkat aku menjadi guru, dia mau belajar Kiu Im
Cin-keng, maka kalau kau tidak mau pergi, apa kau juga hendak mengangkat
aku menjadi gurumu?"
Tin Ok masih berdiri diam. si nona boleh tertawa tetapi ia ketahui baik ancaman bahaya untuk nona itu.
Auwyang Hong memandang langit. "Langit sudah terang mari kita pergi," ia
mengajak Oey Yong. Ia menarik tangan si nona, untuk dituntun pergi.
Cepat jalannya ke luar kuil.
"Kwa Tayhiap. kau ingat apa yang aku tulis di tanganmu." kata Oey Yong
sambil mengikuti See Tok. Ketika ia mengakhirkan pesannya itu, ia sudah
terpisah belasan tombak. tetapi Tin Ok masih dapat mendengarnya. Hanya
tertua Cit Koay ini heran, terus ia berdiri menjublak. Ia masih berdiri
diam kendati orang sudah pergi jauh. Maka tak lama kemudian, riuhlah
suaranya kawanan gagak yang beterbangan di udara.
Masih Tin Ok berdiri diam sampai ia mendengar burung-burung itu terbang
ke dalam kuil, untuk berebut makan mayat orang. Ia ingat Bok Liam Cu, ia
merasa kasihan untuk nasib buruk nona itu, tidak pantas si nona menjadi
umpan burung, maka ia lari ke dalam kuil, ia cari mayatnya, terus ia
bawa ke luar, ke belakang, di mana ia menggali lubang untuk menguburnya.
setelah itu ia lompat naik ke atas genting, untuk mencari tombak
buntungnya.
"Ke mana aku mesti pergi?" tanya ia kepada dirinya sendiri sambil berdiri bengong. Ia pun telah menjadi sebatang kara.
Sementara itu, banyak burung gagak mengasih dengar suaranya yang sedih,
lalu bergantian mereka jatuh sendirinya dari udara dan mati. Mereka
telah makan daging beracun dari Yo Kang dan mati karenanya. Menduga
kepada nasibnya burung-burung itu, Tin Ok menghela napas, lalu ia
bertindak ke utara. Di hari ketiga, selagi berjalan, ia mendengar
suaranya burung rajawali, yang terbang di atasan kepalanya.
"Mungkin anak Ceng ada di sini," pikirnya. Maka lantas ia memanggil-manggil, "Anak Ceng! Anak Ceng!"
Belum lama maka terdengarlah suara kuda lari mendatangi, lantas Kwee
Ceng tiba bersama kuda merahnya. Dia girang sekali melihat gurunya dari
siapa ia terpisah dalam pertempuran kacau. Dia lompat turun dari
kudanya, untuk merangkul gurunya itu seraya memanggil. "Suhu! Suhu!"
Tapinya Tin Ok menggaplok muridnya itu dua kali, hingga si murid
melengak, lekas-lekas dia melepaskan pelukannya. Tin Ok masih mencoba
menyerang dengan tangan kirinya dan tangan kanannya berulang-ulang
dipakai menggaplok mukanya sendiri.
Menampak demikian, Kwee Ceng kaget dan heran. "Suhu!" katanya. "Suhu, kau kenapa?"
"Sebab kau si tolol cilik dan aku si tolol bangkotan," menjawab guru itu keras.
Masih Tin Ok memukuli muridnya dan dirinya sendiri. sampai muka mereka
pada bengap. baru dia berhenti sendirinya. setelah ini, dia mencaci
kalang kabutan kepada muridnya itu.
"Suhu, kenapa?" tanya si murid, yang tetap bingung.
Sekarang ini Tin Ok telah menjadi tenang, maka itu ia lantas menuturkan
apa yang telah terjadi di kuil, terutama tentang penuturannya Oey Yong,
yang membuka rahasianya Yo Kang dan Auwyang Hong yang membinasakan Cu
Cong dan lainnya. Mendengar keterangan itu, Kwee Ceng heran dan girang,
malu dan berduka.
"Dengan begitu aku telah berlaku keliru terhadap Yong-jie," katanya, menyesal.
"Maka itu kau bilanglah," Tin Ok menutup ceritanya, "Kita berdua harus mampus atau tidak?"
"Memang suhu," berkata si murid. "Suhu, sekarang mari kita lekas
menolongi Yong-jie" Kwee Ceng menganggap Oey Yong berada dalam bahaya.
"Bagaimana dengan ayahnya?" Tin Ok tanya.
"Oey Tocu membawa Ang Insu ke Tho Hoa To untuk berobat. suhu, ke mana
kiranya Auwyang Hong membawa Yong-jie?" Tin Ok berdiam, nampaknya ia
berpikir.
"Jikalau Yong-jie tidak dapat lolos dari tangannya Auwyang Hong, entah
dia bakal tersiksa bagaimana," katanya. "Anak Ceng, pergilah kau tolongi
dia Aku sendiri, hendak aku membunuh diri untuk menghaturkan terima
kasih kepadanya..." Kwee Ceng terkejut.
"Suhu, janganlah memikir demikian," ia berkata. Ia berkhawatir karena ia
tahu benar tabiat keras dari guru ini, yang biasa melakukan apa yang
dikatakan. "Suhu, lebih baik suhu pergi ke Tho Hoa To untuk mengasih
kabar, kau minta Oey Tocu lekas menolongi putrinya itu. Dengan
sebenarnya aku bukannya lawan dari Auwyang Hong."
Kwa Tin Ok bisa berpikir, maka ia menganggap perkataannya murid itu
benar adanya. Karena ini ia batal membunuh dirinya, lantas ia berangkat,
guna pergi ke pulau Tho Hoa To.
Kwee Ceng merasa berat sekali untuk berpisahan pula, ia mengikuti.
"Kenapa kau masih belum mau pergi?" membentak sang guru, yang mendapat
tahu dirinya diikuti. "Lekas pergi. Jikalau kau tidak dapat menolongi
Yong-jie, maka jiwamu akan aku ambil."
Kwee Ceng menghentikan tindakannya, ia mengawasi guru itu berjalan
terus, sampai si guru lenyap dari pandangan matanya. Ia masih berdiam
sekian lama, karena ia benar-benar bingung ke mana ia mesti mencari Oey
Yong. Akhirnya sambil menunggang kudanya dan mengajak burungnya, ia
menuju ke arah Tiat Ciang Bio.
Hebat apa yang disaksikan di kuil Ong Gan Ciang itu dan sekitarnya.
Banyak sekali bangkai burung gagak bergeletakan, di luar dan di dalam,
dan di dalam terlihat seperangkat tulang belulang manusia. Terang itulah
sisa tubuhnya Yo Kang. Ia menjadi terharu meskipun ia tahu, pemuda
itulah musuh dari guru-gurunya. Ia masih ingat persahabatannya dengan Yo
Kang dan perhubungan di antara kedua pihak orang tua mereka. Maka ia
pungut semua tulang itu, ia kubur di belakang kuil di sisinya kuburan
Bok Liam Cu. Ia memberi hormat sambil berlutut dan mengangguk-angguk dan
memuji, "Saudara Yo, saudara Yo Jikalau kau masih ingat budiku ini
mengubur tulang-tulangmu, kau harus memayungi aku hingga aku berhasil
mencari Yong-jie, dengan begini dapatlah kau menebus segala dosamu
selama hidupmu."