Melihat orang bersikap memandang mata kepadanya, Cit Kong pikir bahwa ia
harus sedikit beraksi, hanya ia belum dapat pikir, apa yang ia mesti
katakan agar Auwyang Hong suka mengundurkan diri. Karena lagi memikir,
ia dongak, terus ia tertawa terbahak. Ia melihat rembulan mulai muncul,
lantas ia mendapat pikiran, maka ia kata dengan nyaring, "Yang ada di
depan mata ini, semuanya orang-orang pandai dari Rimba Persilatan, tidak
disangka lagaknya mirip lagak buaya darat, kata-katanya seperti angin
busuk."
Mendengar itu semua orang melengak. Memang orang tahu, Cit Kong suka
bilang apa yang ia pikir. Ma Giok lantas memberi hormat. "Tolong
Cianpwee memberikan pengajaran," katanya.
Ang Cit Kong berpura gusar, ia kata dengan nyaring, "Aku si pengemis tua
telah mendengar dari siang-siang bahwa pada Pee-gwee Tiong-ciu bakal
ada orang bertarung di pinggir lauteng Yan Ie Lauw ini, maka itu hendak
aku menyaksikannya. Tapi aku adalah seorang yang kupingnya paling tidak
suka mendengar suara berisik, maka itu justru waktunya masih siang,
hendak aku tidur pulas dan nyenyak di sini, siapa tahu pagi ini lantas
saja aku mendengar suara berisik dari anjing mau mampus, orang berebut
mengatur barisan rombongan kuda atau tahang air kencing, juga ada suami
memukul istri, ada menantu menyerang mertuanya, ada yang memotong ayam
dan menyembelih anjing, ributnya bukan buatan, sampai aku si pengemis
tua tidak dapat tidur tenang Coba kamu angkat kepala kamu dan lihat,
hari ini tanggal berapa?"
Mendengar itu, orang lantas ingat bahwa hari itu ada Pee-gwee Capsie,
ialah bulan delapan tanggal empat belas,jadi hari pibu, harian mengadu
kepandaian, adalah besok. Jadi tidaklah tepat akan bertempur mendahului
hari yang dijanjikan.
"Locianpwee benar," kata Khu Cie Kie kemudian,
"Memang tidak selayaknya hari ini kami membuat berisik di sini."
Ia menoleh pada Auwyang Hong, untuk berkata; "orang she Auwyang, mari
kita mencari tempat lain di mana kita bisa bertempur terus mati-matian."
"Bagus, bagus" Auwyang Hong tertawa. "Memang harus aku menemani kamu."
Mendengar itu Ang Cit Kong mengasih lihat roman bengis, ia kata keras.
"satu kali Ong Tiong Yang menutup mata, kawanan bulu campur aduk dari
Coan Cin Kauw lantas main gila tidak karuan Aku bilang terus-terang
kepada kamu, enam imam pria ditambah sama satu imam wanita, kamu semua
masih bukan tandingannya si bisa bangkotan. Ong Tiong Yang tidak
mewariskan apa-apa kepadaku, aku pun perlu memikirkan kamu, hanya
sekarang aku hendak tanya kamu, Kamu telah membuat janji, habis
bagaimana kamu akan memenuhkan janji kamu itu? Apakah yang bakal
memenuhkan janji ada imam-imam yang mati?"
Kata-kata itu berupa teguran atau dampratan tetapi di balik itu adalah
pemberian ingat untuk menyadarkan kawanan imam itu bahwa dengan melawan
Auwyang Hong, mereka adalah bagian mati, bukannya bagian hidup, Liok Cu
menginsyafi itu tetapi mereka lagi menghadapi musuh besar, tidak dapat
mereka memikir jauh.
Selagi orang berdiam, Cit Kong melirik kepada Kwee Ceng dan Oey Yok Su.
Si anak muda tetap mengawasi dengan kemurkaannya yang hebat. Oey Yong
mau menangis, air matanya mengembang, tandanya dia sangat berduka. Ia
lantas berpikir, setelah itu ia berkata pula dengan keras. "Sekarang aku
si pengemis tua hendak pergi tidur, siapa yang bertempur pula, itu
artinya dia tidak memandang lagi padaku, maka kalau besok malam kamu
mengamuk hingga langit ambruk dan bumi gempa, aku tidak akan membantu
siapa juga. Ma Giok. hayo kau ajak kawanan bulu campur aduk dari kamu
naik ke lauwteng, di sana tinggallah kamu dengan tenang. Anak Ceng, anak
Yong, mari turut aku, kau tumbuki pahaku."
Auwyang Hong jeri. Ia tahu kalau Cit Kong membantu Coan Cin Pay, sulit
ia melawannya, maka ia pun berkata, "Eh, pengemis tua, saudara Yok
bersama aku bentrok sama Coan Cin Kauw, kalau kata-katamu bukan angin
busuk belaka, baiklah hari ini aku memberi muka padamu, tetapi ingat,
besok tidak dapat kau membantu siapa juga."
Di dalam hatinya, Ang Cit Kong tertawa. Ternyata orang telah kena
digertak. Pikirnya, " Kalau sekarang kau menolak aku dengan jari
kelingkingmu, tentu aku roboh, siapa nyana kau takut."
Maka ia kata pula dengan nyaring. "Kalau aku si pengemis tua melepaskan
angin busuk, bila itu dibandingkan sama kata-katamu, masih terlebih
harum Aku telah bilang, aku tidak akan membantu, pasti aku tidak akan
membantu Apakah kau merasa pasti bahwa kau bakal menang?"
Ia tertawa dan melengak, kepalanya sampai mengenai tanah, tempat araknya
dijadikan bantal. Ia berkata pula, "Anak-anak, mari kau memukuli
pahaku."
Paha kambing Cit Kong tinggal tulangnya saja tetapi ia sayang untuk
membuang itu, ia masih menggerogotinya, baru kemudian, ia masuki tulang
itu ke dalam sakunya. Ia mengawasi langit di mana awan putih
melayang-layang. Katanya perlahan, "Jangan-jangan bakal terjadi
perubahan udara."
Ia terus menoleh pada Oey Yok Su, untuk berkata, "Saudara Yok, dapatkah kau meminjamkan putrimu supaya dia menumbuki pahaku?"
Ditanya begitu, Tong Shia bersenyum. Oey Yong lantas menghampirkan, ia
duduk di sisi orang, terus ia menggebuki perlahan paha pengemis tua itu.
"Ah," kata Cit Kong sambil menghela napas. "Beberapa tulang tuaku ini
belum pernah mendapat rejeki seperti kali ini " ia terus memandang Kwee
Ceng, untuk mengatakan,."Eh, anak tolol, apakah tanganmu tidak kena
dibikin patah oleh Oey Loshia?"
"Ya," menyahut si anak muda itu. Ia juga duduk di sisi si pengemis, untuk menumbuki pahanya.
Kwa Tin Ok pergi menyenderkan tubuhnya di sebuah pohon yang- liu di tepi
telaga, sepasang matanya yang tidak ada bijinya diarahkan kepada Oey
Yok Su. Ia menggunai kupingnya sebagai matanya.
Oey Yok Su berjalan mondar-mandir di tepi telaga itu, ia pergi ke timur
atau ke barat, matanya Tin Ok terus mengikuti padanya. Ia ketahui itu,
ia tidak mengambil mumet, ia cuma bersenyum mewah.
Khu Cie Kie berenam, bertujuh sama In Cie Peng, duduk numprah di tanah
dengan kedudukannya tetap seperti barisan rahasia itu. Kepala mereka
tunduk. alis mereka turun. Mereka bersemedhi sambil berlatih secara
diam-diam.
Budak-budaknya Auwyang Hong telah lantas bekerja. Dari perahu mereka,
mereka mengeluarkan meja dan kursi, mengatur itu di bawah Yan Ie Lauw,
mereka terus menyajikan barang hidangan serta araknya. Seorang diri See
Tok bersantap dan minum, matanya memandang ke telaga. Ia duduk dengan
membelakangi orang banyak.
Ang Cit Kong secara diam-diam memperhatikan Kwee Ceng dan Oey Yong.
Keduanya saling menghindarkan pandangan mata mereka. selama hampir satu
jam, Pak Kay belum pernah melihat mereka memandang atau pun melirik satu
pada lain. ia heran. ia telah menanyakan sebabnya, senantiasa dua orang
itu menjawab dengan mengalihkan pertanyaan.
"Eh, saudara Yok," akhirnya Cit Kong tanya Tong Shia, "Apa nama lainnya dari telaga Lam Ouw ini?"
"Dipanggil juga Wan Yoh Ouw," Oey Yok Su menjawab. Itu berarti "Telaga burung wanyoh".
"Kalau begitu, kau lihatlah," kata si Pengemis dari Utara.
"Di telaga burung wanyoh ini anakmu dengan menantumu sudah main
berdiam-diam, kenapa kau yang menjadi orang tua atau mertua, tidak
hendak mengasih atau membujuki mereka?"
Mendengar itu, belum lagi Oey Yok Su menjawab, Kwee Ceng sudah
mendahului. Ia berlompat bangun, ia menuding Tong Shia seraya berkata
dengan keras. "Dia dia telah membinasakan kelima guruku, cara bagaimana
dapat aku masih memanggil dia mertua?"
"Toh tidak aneh, bukan?" kata Tong Shia tertawa dingin.
"Kang Lam Cit Koay belum mati habis, masih ketinggalan satu si buta. Dan
dia ini, aku akan membikin dia hidup tidak sampai besok."
Kwa Tin Ok bertabiat keras, ia menjadi gusar sekali, maka ia berlompat
akan menyerang si Bisa dari Timur. Tetapi Kwee Ceng telah mendahului,
sebab biarnya dia bergerak belakangan, murid ini gesit sekali,
serangannya sampai terlebih dulu. Oey Yok Su menangkis serangan itu,
hingga si anak muda mundur setindak.
"Telah aku bilang jangan menggeraki tangan" Ang Cit Kong berseru.
"Apakah kamu kira perkataanku si pengemis tua angin busuk belaka?"
Kwee Ceng tidak berani maju lebih jauh, cuma dengan sorot bengis ia mengawasi Oey Yok Su.
"Oey Lao Shia," berkata Cit Kong. "Kang Lam Cit Koay itu laki-laki
semuanya, mengapa kau bolehnya membinasakan mereka itu? Aku si pengemis
tua melihatmu, aku merasa tidak puas"
"Siapa aku suka, dapat aku membunuhnya" Yok Su menyahuti. "Dapatkah kau menguasai aku?"
"Ayah" Oey Yong menyelak. "Lima guru, dari dia ini bukannya kau yang
membinasakannya Inilah aku tahu betul. Ayah, bilanglah bahwa bukannya
kau yang membunuh mereka."
Oey Yok Su mengawasi anaknya, yang mukanya kucel, ia merasa kasihan
sekali. Ia pun lantas mengawasi Kwee Ceng, atas mana hatinya yang
barusan lunak lantas menjadi keras pula.
"Memang aku yang membunuh mereka" kata ia keras. Oey Yong lantas menangis.
"Ayah " katanya, "Ayah mengapa kau membunuh orang?"
"Di dalam dunia ini orang mengatakan ayahmu sesat, kau tahu tidak?" si ayah tanya.
"Kalau seorang jahat, dapatkah dia berbuat baik? Semua perbuatan jahat
di kolong langit ini, semua itu perbuatan ayahmu Kang Lam Cit Koay
menganggap diri mereka orang-orang gagah yang mulia tetapi aku, melihat
lagak gagah perkasa dari mereka, tak senang hatiku."
Auwyang Hong mendengar pembicaraan itu, dia tertawa terbahak. "Saudara
Yok. mari aku menghadiahkan suatu tanda padamu" katanya. Ia lantas
melemparkan satu bungkusan.
Jarak di antara Auwyang Hong dan Oey Yok Su ada dua puluh tombak lebih
akan tetapi hebat gerakan tangan dari si Bisa dari Barat, cepat
melesatnya bungkusan itu, segera sampai kepada si Sesat dari Timur, yang
menyambutinya dengan gampang.
Tong Shia merasa memegang barang yang keras, ia menduga kepada kepala
manusia. Ia lantas membuka itu, maka tepatlah dugaannya. Itulah satu
kepala orang, yang baru dikutungi dari lehernya. Kepala itu memakai
kopiah persegi, ada kumisnya, hanya mukanya tidak dikenali.
Selagi Tong Shia memandang kepala orang itu, See Tok tertawa dan kata;
"Pagi ini aku datang dari Barat, aku singgah di sebuah kamar buku, di
sana aku mendengar dia ini lagi berceramah di hadapan sekumpulan
pelajar, dia mengajar orang untuk menjadi menteri yang setia atau anak
yang berbakti. Aku sebal mendengarnya, aku menghunus senjataku dan aku
mengutungi kepalanya. Maka itu kamu Tong Shia dan Aku See Tok. kita
berdua cocok satu dengan lain" Lantas ia tertawa bergelak-gelak.
Mendengar itu, air muka si Sesat dari Timur berubah. Ia kata; "Aku
justru paling menghormati menteri setia dan anak berbakti." Maka ia
membungkuk, ia menggali tanah, di situ ia kubur kepala orang itu, lantas
ia menjura dengan dalam tiga kali.
See Tok kecele, hilang kegembiraannya barusan, tetapi ia tertawa lebar.
"Nama besar dari Oey Lao Shia kosong belaka,” katanya. "Kiranya kau juga orang yang dikekang adat sopan santun"
"Kesetiaan dan kebaktian itu adalah kesucian hati, kehormatan besar, itu
bukannya adat istiadat," berkata Oey Yok Su, suaranya berpengaruh.
Baru Tong Shia menutup mulutnya atau di udara terdengar guntur hebat,
kapan orang banyak berdongak. mereka melihat mega tebal seperti menutupi
langit, tandanya hujan besar bakal segera turun. Lalu itu disusul sama
suara tetabuhan yang nyaring dan ramai, yang datangnya dari tujuh atau
delapan buah perahu besar, yang mendatang ke tepian. Di atas semua
perahu itu ada lentera merahnya. Itulah tanda dari perahunya orang
berpangkat.
Begitu lekas perahu-perahu telah di kepinggirkan, dari sana lompat ke
darat kira-kira tiga puluh orang, di antara siapa nampak Pheng Lian Houw
dan kawan-kawannya. Yang paling belakang mendarat ialah dua orang, satu
jangkung dan yang lain kate. Yang jangkung itu Chao Wang Wanyen Lieh,
pangeran dari negeri Kim, dan yang kate Pangcu Khiu Cian Jin dari Tiat
Ciang Pang, partai Tangan Besi.
Teranglah, karena mengandal pada Auwyang Hong dan Khiu Cian Jin,
pangeran Kim ini berani datang sendiri ke selatan. Rupanya ia percaya
betul, dalam pibu di Hoa san itu, pasti pihaknya yang bakal menang.
Begitu melihat Khiu Cian Jin, Oey Yong menuding dia seraya berkata
kepada ayahnya. "Anak telah terkena tangan jahat dia, hingga hampir
hilang jiwa anak."
Oey Yok Su heran. Di Kwie-in-chung ia melihat sendiri orang she Khiu itu
mempertontonkan keburukannya, maka itu kenapa anaknya dapat dilukakan
dia?
Ketika itu Wanyen Lieh berkumpul bersama Auwyang Hong, kelihatan mereka
memasang omong dengan asyik, mereka kasak kusuk sambil tunduk. setelah
itu Auwyang Hong menghampirkan Ang Cit Kong, untuk berkata
"Saudara Cit kalau sebentar kita mulai pibu, kau tidak bakal membantu pihak yang mana juga, bukankah itu kata-katamu sendiri?"
Cit Kong kata di dalam hatinya, "Aku cuma mempunyai niat tetapi tidak punya tenaga, ada niatku membantu."
Maka ia menjawab, "Aku tidak tahu sebentar atau bukan sebentar, aku hanya membilang Pee-gwee Cap-gouw."
"Benar begitu," berkata See Tok, yang terus berkata kepada Oey Yok Su.
"Saudara Yok, orang-orang Coan Cin Pay dan Kang Lam Cit Koay menghina
padamu tetapi kaulah seorang tertua, jikalau kau melayani mereka, kau
merendahkan kehormatanmu, maka itu sebentar biarlah aku yang memberi
hajaran kepada mereka itu, kau sendiri boleh menonton saja Akurkah kau?"
Oey Yok Su sudah lantas berpikir. Ia telah melihat keadaan dua-dua
pihak. Kalau Ang Cit Kong tidak turun tangan, Coan Cin Pay pasti bakal
kena dibikin mampus hingga sulit mencari tempat untuk mengubur mayat
mereka. Dengan begitu maka akan musnahlah partai yang dulu hari itu
dibangun Ong Tiong Yang. Sebaliknya kalau Kwee Ceng tetap membantu
dengan terus mengambil kedudukannya di garis utara, di kedudukan
thian-soan itu, mungkin Auwyang Hong tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya
ia mendapatkan bocah itu terus memusuhkan padanya. Maka itu, dapatkah ia
berpeluk tangan saja? Maka ia pikir di akhirnya. "Hidup atau mati,
senang atau susah inilah saat keputusannya "
Auwyang Hong mengawasi, ia tidak memperoleh jawaban, ia cuma menampak
air muka orang muram. Ia pikir, sang tempo pendek sekali, sekaranglah
saatnya untuk turun tangan. Kalau sampai Ciu Pek Thong keburu datang,
sulit untuk melayaninya. Maka itu, ia lantas bersiul panjang dan berkata
nyaring "Turun tanganlah sekarang. Hendak menanti apa lagi?" Mendengar
suara itu, Ang Cit Kong gusar.
"Eh, apa yang kau keluarkan dari mulutmu itu kata-katanya manusia atau
angin busuknya seekor anjing?" dia menegur. Auwyang Hong menunjuk ke
langit, ia tertawa.
"Bukankah jam Cu-sie telah lewat?" kata ia. "Bukankah ini sudah termasuk saat dari fajar Pee-gwee Capgouw?"
Pak Kay dongak. Ia melihat si Putri Malam mulai doyong ke barat, ada
mega yang menutupinya sedikit.Jadi benarlah itu waktu ada detik
perlintasan dari jam Cu-sie ke jam Tiu-sie.
Auwyang Hong tidak menanti orang membilang apa juga, dengan menekankan
tongkat kepala ularnya ke tanah, ia berlompat ke depan Khu Cie Kie,
untuk menyerang imam dari Coan Cin Pay itu.
Coan Cin Liok Cu menginsyafi suasana itu atau kedudukan mereka. Di pihak
sana pun berkumpul rombongan dari Pheng Lian Houw, yang menanti ketika
untuk turun tangan, maka kalau mereka sembrono, pasti akan termusnahlah
mereka. Tapi sembrono atau tidak, setelah beberapa gebrak mereka merasai
kesulitan mereka. Inilah sebab lihaynya si Bisa dari Barat dengan
tongkat ularnya. Di ujung tongkat ada dua ekor ular berbisanya yang
jahat, yang saban-saban memainkan lidahnya. Beberapa kali ular itu
ditikam Cie Kie beramai, keduanya terus dapat berkelit.
Oey Yong menyaksikan pertempuran itu tetapi ia tidak pernah lepas mata
dari Kwee Ceng. ia mendapatkan si anak muda terus mengawasi dengan
bengis pada ayahnya. Mungkin malang kepada Cit Kong, Kwee Ceng dapat
mengendalikan dirinya.
Tiba-tiba ia mendapat pikiran, maka ia berkata. “Setiap hari membilang
hendak menuntut balas, hm... sekarang musuh benar-benar datang tetapi
berbalik menjadi jeri."
Kwee Ceng ketahui ialah yang diejek. Ia sadar. Ia melirik kepada nona
itu, hatinya berkata; "Baiklah aku bunuh dulu si anjing Kim, kemudian
masih ada tempo untukku berurusan sama Oey Yok Su" Maka itu ia menghunus
tombak pendek warisan ayahnya, ia lari kepada Wanyen Lieh untuk
menyerang.
See Thong Thian dan Pheng Lian Houw melihat majunya si anak muda,
keduanya lantas merintangi dengan mereka maju ke depan pangeran Kim.
Kwee Ceng menyerang terus dengan tombaknya itu. Pheng Lian Houwcun
lantas menangkis dengan paon-koan-pit, semacam senjata mirip alat tulis.
Ketika senjata mereka bentrok, dia merasakan tangannya bergemetar dan
kesemutan. Justru begitu, Kwee Ceng dapat melewati dia, lalu juga See
Thong Thian, yang kalah sebat. Mereka itu menjadi kaget dan mendongkol
dan berkhawatir untuk pangeran Kim itu. segera mereka menyusul. Tapi di
sana, sudah ada Leng Tie Siangjin dan Tio Cu Ong, yang menggantikan
mereka memegat kepada pemuda itu, bahkan Nio Cu Ong dengan bengis sudah
lantas menimpuk dengan dua batang paku rahasianya.
Kwee Ceng berkelit sambil terus menyerang dengan tangan kirinya, dengan
jurus "in liong sam hian" atau "Naga muncul tiga kali". serangan itu
adalah serangan berantai tiga kali.
Nio Cu Ong berkelit dengan menjatuhkan diri burgulingan di tanah. Leng
Tie Siangjin bertubuh besar, ia kurang gesit, ia pun bersangsi
menangkis, maka itu, selama ia ayal-ayal, Kwee Ceng sudah sampai di
depan si pangeran. sampai itu waktu, terpaksa pendeta ini mengangkat
kedua cecernya untuk menangkis.
Benar hebat serangannya si anak muda, dengan suara nyaring ia membikin
kedua cecer penghadangnya mental tinggi, menyusul mana serangannya yang
ketiga telah menyusul yang pertama dan yang kedua. Dalam keadaan seperti
itu Leng Tie membela terus. Ia sekarang mau mengandalkan tangannya yang
lihay, yang juga ada racunnya. Demikian ia menyampok serangan berantai
dari lawannya. Tapi kesudahannya juga hebat untuknya. Ketika kedua
tangan bentrok, ia merasakan lengannya seperti mati, lengannya itu
lantas turun sendirinya, tidak bisa digunai lagi.
Wanyen Lieh terkejut menyaksikan pemuda yang gagah itu, yang di dalam
sekejap saja telah membikin empat jagoan menjadi tidak berdaya, maka ia
lantas memutar tubuhnya untuk melarikan diri. Kwee Ceng tidak mau
menyia-nyiakan ketikanya, ia lompat untuk mengejar. Belum ia menyusul,
atau ia menampak berkelebatnya satu bayangan kuning, yang disusul sama
sambarannya dua tangan dari sampingnya. Ia berkelit, ia menyerang dengan
tombaknya tapi serangannya itu gagal, bahkan senjatanya seperti kena
tertarik. Maka lekas-lekas ia menahan dirinya. segera ia mengenali
lawannya yang baru, yang lihay sekali dialah Khiu Cian Jin. Dari itu, ia
melawan dengan sungguh-sungguh, dengan tangan kanan ia menombak. dengan
tangan kiri ia meninju atau menyambar.
Pheng Lian Houw melihat Kwee Ceng telah dilibat Khiu Cian Jin dan Wanyen
Lieh sudah dilindungi See Thong Thian dan Nio Cu Ong, ia maju pada Kwa
Tin Ok, yang ia tegur sambil ia tertawa, "Kwa Tayhiap. kenapa Kang Lam
Cit Koay cuma datang satu orang saja?"
Tin Ok telah kehilangan tongkatnya yang oleh Oey Yong kena dibikin
mental ke telaga, maka itu, tanpa menyahuti ejekan itu, ia menyerang
dengan tiat-leng, lengkak rahasianya, hanya sambil menimpuk. la lompat
mundur tiga tindak.
Lian Houw tahu lihaynya lengkak besi itu, ia berkelit sambil berlompat.
Maka senjata rahasia itu lewat di bawah kakinya. Pernah ia terkena
lengkak itu, benar ia tahu cara mengobatinya dan ia tidak terbinasa,
tetapi ia mesti menderita sakit dan berobat selama beberapa bulan.
Karena itu juga, ia menjadi bersakit hati dan segera menyerang si jago
buta, untuk melampiaskan kemendongkolannya. Habis berkelit, ia merangsek
pula.
Kwa Tin Ok bercacad di kaki, ia biasa jalan dengan mengandali tongkat,
sekarang tongkatnya itu lenyap. ia menghadapi musuh tangguh, terpaksa ia
berlompat pula. Hanya ketika kaki kirinya menginjak tanah, hampir ia
terguling roboh.
Lian Houw melihat tubuh lawannya limbung, dalam girangnya ia maju pula.
Ia maju sambil menjaga diri dengan tangan kirinya yang mencekal pitnya,
ia menyerang dengan tangan kanan ke arah punggung. Kuping Tin Ok jeli
sekali, terancam bahaya, ia juga bisa menggulingkan diri. Maka juga
pitnya Lian Houw mengenai batu, Tapi Lian Houw gusar dan penasaran, ia
menyerang pula sambil mendamprat, "Bangsat buta, kenapa kau begini
licin?" Kali ini ia menotok dengan tangan kirinya.
Kwa Tin Ok berguling pula, sambil membuang diri, ia membarengi mengayun
tangannya, menerbangkan sebatang lengkak besi. Ketika itu Leng Tie
Siangjin lagi berjaga-jaga seraya ia memegangi lengan kanannya, justru
Kwa Tin Ok berguling ke dekatnya, tidak ayal lagi, ia menjejak.
Tin Ok terkejut. Ia mendengar nyata angin jejakan itu. Kebetulan tangan
kirinya tertindih tubuhnya, ia mengerahkan itu, untuk membikin tubuhnya
melesat menyingkir dari bahaya. Hanya, selagi ia berhasil lolos dari
jejakan si pendeta, pitnya Lian Houw sudah tiba pula, hingga ia
merasakan punggungnya sedikit kaku. Ia mengeluh, "celaka" di dalam
hatinya, kulit matanya terus dirapati, untuk menerima binasa.
"Pergilah" mendadak kupingnya dengar bentakan halus tapi nyaring,
bentakan mana disusul sama jeritan, "aduh" yang disusul pula sama suara
robohnya tubuh yang berat.
Itulah Oey Yong, yang turun tangan dengan tiba-tiba. Mulanya dengan
tongkatnya ia menangkis poan koan-pit, menyusul itu, tongkat itu
bergerak pula ke kaki, maka robohlah Lian Houw, yang terguling cuma
kedua senjatanya tidak sampai terlepas dari cekalannya.
Lian Houw kaget dan gusar. ia lantas merayap bangun. Hanya sekarang ia
melihat Oey Yong menghalang di depan Kang Lam Cit Koay yang nomor satu
itu. Untuk herannya, ia mendengar Tin Ok membentak. "Siluman perempuan
cilik siapa yang kesudian ditolongimu?"
Oey Yong tidak menggubris teguran itu, ia berseru kepada ayahnya. "Ayah,
kau jagai ini si buta yang tolol, supaya orang tidak mencelakai dia."
Segera setelah itu, ia lari kepada Kwee Ceng, untuk membantui anak muda
itu melawan Khiu Cian Jin. Tin Ok berdiri menjublak, ia bingung.
Pheng Lian Houw melihat gerak-geriknya Oey Yok Su. Itu waktu Tong Shia
berdiri jauh dan membelakangi ia. Si Sesat dari Timur itu seperti tidak
mendengar suara putrinya tadi. Ia menjadi berani, diam-diam ia bertindak
ke arah Hui Thian Pian-hok. lalu dengan diam-diam juga ia menyerang
dengan pitnya. ia telah mengerahkan tenaganya dan bersungguh-sungguh.
Jangan kata Tin Ok dibokong, biarnya tidak dan umpama kata dia memegang
tongkatnya, diserang begitu dekat, belum tentu dia sanggup menolong
dirinya, akan tetapi di saat Lian Houw menyerang, mendadak terdengar
suara mengaung serupa barang, yang terus membentur poankoan-pit. Begitu
membentur, barang kecil itu hancur. Meski begitu, orang she Pheng itu
kaget dan kesakitan tangannya, tanpa ia merasa, pitnya terlepas jatuh.
Herannya, ia tidak tahu dari mana datangnya serangan. Ketika ia
berpaling kepada Oey Yok Su, ia mendapatkan Tong Shia lagi menggendong
kedua tangannya dan mata-nya memandangi awan hitam di langit. Pemilik
dari Tho Hoa To itu tidak pernah menoleh ke arahnya.
Tin Ok si buta, yang kupingnya mendengar segala apa, menjadi mendelu
sekali. Ia tahu siapa yang menolongi padanya, karena semasa di
Kwie-in-chung, ia mengenal kepandaian Tan-cie sin-thong dari Oey Yok Su.
Maka ia bertindak cepat ke belakang Tong Shia, ia kata dengan nyaring,
dengan nada mendongkolnya, "Dari antara tujuh saudaraku tinggal aku satu
orang, buat apa aku hidup lama pula?"
Oey Yok Su mendengar suara itu, ia tetap tidak memutar tubuhnya, hanya
ketika ia merasa orang telah berada kira tiga kaki darinya, mendadak ia
menoleh ke belakang dengan tangan kirinya atas mana Tin Ok lantas roboh
terjengkang, karena tak sanggup dia mem-pertahankan diri. Bahkan dia
roboh untuk tidak segera dapat bangun pula.
Ketika itu Kwee Ceng, dengan dapat bantuannya Oey Yong, dapat melayani
seimbang kepada Khiu Cian Jin. Tentu sekali sekarang mereka tidak berani
memandang enteng kepada ketua dari Tiat Ciang Pang itu, sebab dia bukan
lagi Khiu Cian Lie si pembual.
Perlawanan Coan Cin Cit Cu juga menemui seterunya yang hebat sekali.
Pahanya Cek Tay Thong telah kena kesabet tongkat kepala ular dan
jubahnya Sun Put Jie telah tersontek robek. Ong Cie It gentar hatinya,
sebab ia mengerti, apabila pertempuran berlangsung terus, dalam tempo
tiga puluh jurus, mesti ada saudaranya yang terbinasa. Ia menjadi sangat
berkhawatir, karena orang yang mereka buat andalan tetap belum juga
muncul. Terpaksa, selagi Ma Giok dan Lauw Cie Hian menyerang dengan
berbareng, ia mengeluarkan dan menyulut hu-sen pertandaannya, yang ia
meluncurkannya ke udara bagaikan kembang api.
Ketika itu udara gelap dan kabut pun tebal, kaki mereka seperti tertutup
kabut itu. Makin lama, kabut makin tebal dan hidung orang mencium bau
demak yang keras. Udara gelap itu membikin rembulan hampir tidak dapat
memancarkan sinarnya. Maka lagi sekian saat, benar-benar lenyap binarnya
si putri malam itu. Dengan cuaca gelap itu, sukar orang melihat tegas
satu pada lain. Karena ini, semua pihak menggunai siasat membela diri
Kwee Ceng dan Oey Yong terus mengurung Khiu Cian Jin. Si anak muda
melihat si nona dan musuhnya itu, yang seperti terliput kabut. Ia
menjadi girang sekali. Diam-diam ia mengambil ketika akan meninggalkan
mereka itu, untuk pergi mencari Wanyen Lieh. Di dalam tempat yang gelap
itu, ia mementang matanya lebar-lebat. Di luar jarak tiga kaki tidak
bisa ia melihat orang, maka ia berlaku teliti. Ia mencari kelilingan.
Tiba-tiba, di dalam gelap itu, terdengar suara nyaring, "Di sini Ciu Pek Thong siapa yang mencari aku untuk mengajak berkelahi?"
Mendengar suara itu, Kwee Ceng girang sekali, hanya ketika ia hendak menyahuti, lain orang sudah mendahului ia.
Di sana terdengar suaranya Khu Cie Kie, "Ciu susiok baik?"
Kebetulan itu waktu, awan gelap terbuka sedikit, maka kedua pihak dapat
melihat satu pada lain. Nyata mereka terpisah dekat sekali satu pada
lain, asal mereka menyerang, dapat mereka mengenai sasarannya. Tentu
sekali mereka sama-sama terkejut, dengan sendirinya mereka pada lompat
mundur. Awan gelap membikin pertempuran berhenti sendirinya dan mereka
pada berdiam diri.
Ciu Pek Thong terlihat berdiri di antara kedua pihak, ia tertawa dan
berkata dengan gembira, "sungguh ramai Bagus, bagus" Terus tangan
kanannya digeraki, mulanya ke tangan kirinya, lalu sambil berkata; "Nah,
ini kau makan obat beracun" ia menyuapi ke arah See Thong Thian.
Orang she See itu lihay, dia mengerti ilmu kegesitan "le heng hoan wie"
atau Memindah diri menukar kedudukan, tidak urung dia masih kalah sebat,
lengannya yang dipakai menangkis kena ditangkap Pek Thong, maka lain
tangannya orang she Ciu itu berhasil menjejalkan "obat beracun" yang ia
sebutkan itu, ialah lumpur. Dia pernah merasai kesengsaraan dari Pek
Thong kalau dia melepehkan lumpur itu, dia bakal dihajar, dengan
terpaksa dia mengemut itu di dalam mulutnya.
Ong Cie It mendapatkan, pertandaannya itu bukan mengasih datang orang
yang mereka harap-harap hanya Ciu Pek Thong, sang paman guru, kala itu
membuatnya girang luar biasa. Maka ia berseru; "Susiok, kiranya kau
tidak dibinasakan Oey Tocu." Mendengar suara keponakan muridnya itu, Ciu
Pek Thong gusar.
"Siapa bilang aku sudah mati?" ia berteriak. "Memang Oey Lao Shia
berniat membinasakan aku tetapi sudah berselang sepuluh tahun lebih,
tidak pernah dia berhasil Ha, Oey Lao Shia, kau lihatlah." Lantas ia
menyerang ke pundaknya Oey Yok Su. Ia menggunai ilmu silat Khong Beng
Kun terdiri dari tujuh puluh dua jurus, yang ia menciptakan selama
terkurung di pulau Tho Hoa To. Itulah ilmu yang berdasarkan kelunakan,
lemas luar biasa.
Oey Yok Su tidak berani memandang enteng, ia menangkis dengan Lok Eng
Ciang, terus ia membalas menyerang. Tapi ia pun menyahuti. Katanya,
"Kawanan imam-imam tua bulu campur aduk dari Coan Cin Pay mengatakan aku
membunuh kau, mereka itu hendak mencari balas untukmu." Pek Thong masih
gusar.
"Apakah kau dapat membunuh aku?" dia berteriak. "Jangan meniup kerbau."
Sembari mengoceh, Pek Thong menyerang terus, makin lama makin hebat,
karenanya terpaksa Oey Yok Su melayani, untuk membela dirinya. Coan Cin
Liok Cu menjadi kecele. Mereka mengharap, dengan datangnya sang paman
guru, dia bersama Oey Yok Su nanti membantu mereka melawan rombongan
dari Auwyang Hong. Siapa tahu, paman guru itu tidak dapat diajak bicara,
dia berlaku sangat sembrono.
"Susiok. jangan menempur Oey Tocu!" Ma Giok berteriak.
"Benar, Loo Boan Tong," Auwyang Hong turut berkata. "Kau bukan tandingannya saudara Yok, lekas kau lari sipat kuping."
Inilah kata-kata yang berbisa yang membikin Pek Thong menyerang makin
kalap. Oey Yong masgul melihat itu, maka ia lantas kata pada si tua
bangka berandalan itu. “Ciu Toako, kau menggunai kepandaian dari Kiu Im
cin-keng melayani ayahku, maka bagaimana nanti kau membilangnya kepada
Ong Cinjin di dunia baka?" Pek Thong tertawa berkakak.
"Apakah kau melihat aku menggunai ilmu silat dari kitab itu?" ia kata.
"Aku telah berikhtiar mati-matian untuk melupakan bunyinya kitab itu. Hm, mempelajariya gampang, melupakannya sukar sekali."
Oey Yok Su heran dan masgul mendengar perkataannya si orang tua
kebocah-bocahan itu. Ketika ia menempurnya di pulaunya, ia mendapat
kenyataan Pek Thong hebat sekali. Sekarang ia merasakan orang jauh
terlebih lemah tetapi aneh, ia melayani dia seimbang kosennya. Kenapa
begini, lebih lunak tetapi tebih lihay? Ia juga tidak mengerti, kenapa
Pek Thong membuang ilmu silatnya yang lama itu.
Auwyang Hong, yang menyembunyikan diri di dalam kabut, senang
menyaksikan pertempuran di antara dua jago itu, hanya ia berkhawatir
juga, umpama Pek Thong menang, dia nanti membantu rombongannya Khu Cie
Kie. Karena ini ia memikir, baiklah ia lekas-lekas memukul pecah.Thian
Kong Pak Tauw Tin. Ia berpikir dan bekerja, ia lantas mulai dengan
penyerangannya lebih jauh.
Ong Cie It dan Lauw Cie Hian menjadi bergelisah. "Ciu susiok, mari membinasakan Auwyang Hong dulu" mereka berteriak.
Ciu Pek Thong juga melihat kawanan keponakan muridnya itu terancam
bahaya, ia segera merangsek Oey Yok Su, tangan kirinya terbuka, tangan
kanannya terkepal, lalu satu kali, ketika kepalannya hampir mengenai
muka lawannya itu, mendadak ia mengubah, kepalan menjadi tangan terbuka,
tangan terbuka menjadi kepalan, sambil tertawa, ia menyambar dan
langsung.
Oey Yok Su terperanjat. Inilah ia tidak sangka. Ia lantas mengeluarkan
tangannya, untuk menangkis, atau ia terlambat sedikit, ujung alisnya
telah kena kebentur ujung tangan lawan, meski benar ia tidak terluka, ia
merasakan panas sekali.
Habis berhasil dengan serangannya itu, Ciu Pek Thong sadar, segera
dengan tangan kirinya ia menghajar lengan kanannya sambil mendamprat, "
Harus mampus! Harus mampus! Inilah jurus dari Kiu Im Cin-keng"
Oey Yok Su tengah membalas menyerang ketika ia mendengar perkataannya
Pek Thong itu, ia terkejut, hendak ia membatalkan penyerangannya itu
atau sudah kasep. tangannya sudah mampir di pundak orang, atas mana, si
berandalan itu berseru. "Ah, hebat, pembalasan datang cepat sekali"
Di dalam keadaan kacau itu, kacau karena keberandalannya Ciu Pek Thong,
Kwee Ceng mengingat kedua gurunya, ia khawatir mereka itu nanti mendapat
celaka, maka ia menghampirkan Kwa Tin Ok. Ia memimpinnya ke dekat Ang
Cit Kong, supaya keduanya berdiam bersama. Dengan perlahan sekali, ia
kata kepada mereka itu, "Jiewi suhu, mari pergi beristirahat di Yan Ie
Lauw, sebentar sebuyarnya kabut baru kita lihat bagaimana baiknya."
Ketika itu, kembali terdengar suaranya Oey Yong, "Eh, Loo Boan Tong, kau dengar perkataanku atau tidak?"
"Aku tidak bakal mengalahkan ayahmu, kau jangan khawatir" menyahut si jenaka.
"Aku menghendaki kau lekas menghajar si bisa bangkotan" berkata si nona. "Hanya aku melarang kau membinasakan dia."
"Kenapa begitu?" tanya Pek Thong, yang kaki tangannya bekerja terus.
"Jikalau kau tidak mau dengar .perkataanku, nanti aku beber riwayatmu yang busuk" berkata si nona.
"Riwayat busuk apa itu?" tanya si tua. "Kau ngaco belo."
"Baik" menyahut si nona, yang membikin suaranya keras dan panjang.
"Empat buah perkakas tenun maka tenunan burung wanyoh bakal terbang
berpasangan."
Pek Thong kaget mendengar itu.
"Baik, baik" ia lekas berkata, "Aku suka dengar perkataanmu. Eh, bisa bangkotan, kau ada di mana?"
Auwyang Hong tidak memberikan penyahutannya. Adalah Ma Giok yang
berkata, "Ciu susiok, kau ambil kedudukan di Pak Kek Chee untuk
mengurung dia."
Oey Yong tidak bicara pula sama Pek Thong, hanya ia membilang pada
ayahnya; "Ayah, Khiu Cian Jin bersekongkol sama bangsa asing, dialah
satu pengkhianat besar, lekas kau bunuh padanya"
"Anak. mari kau ke sampingku" ada jawabannya si orang tua.
Di dalam kabut itu, Khiu Cian Jin tidak nampak di mana adanya. Hanya
segera terdengar tertawa nyaring dari Ciu Pek Thong yang berseru, "Bisa
bangkotan, lekas kau bertekuk lutut di depan kakekmu, nanti aku beri
ampun padamu." Dari suara itu dapat diduga pihak Coan Cin Pay telah
menang unggul.
Kwee Ceng sementara itu sudah mengantarkan kedua gurunya ke pinggiran
lauwteng Yan Ie Lauw, setelah mana ia pergi pula, guna melanjuti mencari
Wanyen Lieh. Ia telah pergi ke segala penjuru, masih ia tidak
memperoleh hasil. Entah ke mana perginya pangeran bangsa Kim itu. Bahkan
See Thong Thian semua, berikut Khiu Cian Jin, setahu telah menyingkir
ke mana.
"Hai, bisa bangkotan, kau hendak lari ke mana?" kembali terdengar suaranya Ciu Pek Thong.
Ketika itu kabut nampak makin tebal, tidak ada lowongan seperti tadi.
Suara orang juga terdengar semakin berat, menjadi kurang nyata. Karena
ini orang menjadi jeri sendirinya.
Oey Yong menempelkan rapat tubuhnya kepada tubuh ayahnya.
Ma Giok telah memberikan titahnya perlahan sekali, untuk kawan-kawannya
memperciut lingkaran mereka, supaya mereka memasang kuping untuk
mendengar gerak-gerik lawan. Maka itu, sejenak itu, segala apa menjadi
sunyi senyap.
Tidak antara lama, terdengarlah suara Khu Cie Kie, "Dengar suara apakah itu?"
Di sekitar mereka, mereka mendengar suara sar-ser, atau sas-sus, suara itu dari jauh mendatangi semakin dekat, semakin dekat.
Oey Yong berteriak. "Si bisa bangkotan melepaskan ularnya. Tidak tahu malu."
Oey Yok Su pun telah mendengar suara itu dan mengenalinya, ia sebenarnya
ketahui ilmu mengusir ular tetapi sekarang ia tidak dapat menggunai
itu. Asal ia meniup serulingnya, ular bakal menari-nari secara kalap.
Hanya sekarang ia telah tidak mempunyai serulingnya itu. Ia telah
membikin patah alat tetabuhannya itu ketika ia mendengar warta palsu
tentang putrinya sudah mati kelelep. Maka sekarang ia turut menjadi
bingung.
Ang Cit Kong telah naik ke atas lauwteng Yan Ie lauw, ia mendengar
segala apa, ia berteriak; "Si bisa bangkotan mengatur barisan ularnya.
Semua naik ke lauwteng."
Ciu Pek Thong lihay ilmu silatnya tetapi la paling takut sama ular, maka
itu begitu lekas ia mendengar suaranya Oey Yong, ialah yang paling dulu
ngiprit ke lauwteng, bahkan karena khawatir ular nanti menyantol
kakinya, di tangga lauwteng ia tidak bertindak lagi hanya berlompat,
maka di lain saat tibalah ia di wuwungan paling tinggi dari lauwteng itu
di mana hatinya berdebaran sekian lama. suara ular terdengar makin
keras.
"Sayang hiat-niauw tidak ada di sini," kata Oey Yong seraya ia menarik tangan ayahnya untuk diajak naik ke lauwteng.
Kawanan Coan Cin Pay juga naik ke lauwteng, mereka jalan sambil
berpegangan tangan satu dengan lain dan naiknya merayap. In Cie Peng
kejeblos, ia jatuh terguling hingga kepalanya benjut, ia merayap bangun
untuk merayap naik kembali. Oey Yong tidak terdengar suaranya Kwee Ceng,
ia bingung.
"Engko Ceng, kau di mana?" ia tanya. Tetapi beberapa kali ia memanggil,
ia tidak memperoleh jawaban. ia jadi semakin berkhawatir.
"Ayah, aku hendak cari dia," ia kata pada ayahnya.
"Perlu apa kau mencari aku?" terdengar suara Kwee Ceng dingin. "Lain
kali tidak usah kau mencari aku, aku pun tidak akan menyahuti." Kiranya
pemuda ini berada di samping si pemudi.
"Anak busuk" membentak Oey Yok Su sengit seraya tangannya menyampok.
Kwee Ceng berkelit sambil menunduk. justru ia hendak membalas, ia
mendengar suaranya beberapa panah nyaring, yang menyambar ke kayu
jendela, hingga semua orang menjadi kaget. suara panah itu diikuti
teriakan-teriakan dari banyak orang, disusul, pula hujan anak panah.
Teranglah itu suaranya satu pasukan tentara, entah berapa besarnya.
Kemudian terdengar lagi teriakan-teriakan "Jangan kasih lolos semua
pemberontak!"
Khu Cie Kie menjadi gusar sekali. "Pastilah kawanan anjing Kim itu sudah bersekongkol sama pembesar negeri." katanya sengit.
"Pastilah pembesar di Kee-hin ini yang datang untuk menawan kita"
"Mari kita menerjang turun" kata Ong Cie It panas hatinya. "Kita labrak mereka."
Cek Tay Thong justru berteriak-teriak. "Celaka. Ular! Ular!"
Orang semua kaget, berkhawatir dan gusar sekali. Sekarang mereka
mengerti, untuk pertempuran ini, Wanyen Lleh dan Auwyang Hong sudah
melakukan persiapan, bahkan mereka berlaku curang dan hina.
Melihat semua itu, Ang Cit Kong segera mengasih dengar suaranya. "Kita
dapat melawan panah, tidak dapat kita melawan ular. Dapat kita
menyingkir dari ular, tidak dapat kita menyingkir dari panah Maka itu,
semua lekaslah mengangkat kaki."
Di atas wuwungan, Ciu Pek Thong mencaci kalang kabutan. Dia telah
menyambuti dua batang anak panah dengan apa ia menangkis setiap anak
panah lainnya yang menyambar-nyambar ke arahnya.
Lauwteng Yan Ie Lauw terkurung air di tiga penjuru dan tentara negeri
dengan menggunai perahu-perahu kecil telah datang dari tiga penjuru itu
sambil mereka menyerang dengan panah, disebabkan kabut tebal, mereka
tidak berani datang terlalu dekat.
"Kita menuju ke barat, kita ambil jalan darat" terdengar pula suara Cit Kong.
Dalam kekacauan itu, dengan sendirinya Pak Kay menjadi komandan di
antara rombongan orang gagah itu, semua orang telah mendengar
perkataannya itu, semua lantas turun dari lauwteng. Kembali mereka
rapah-repeh, sebab kabut masih tetap tebal dan di jarak satu kaki, sukar
mereka melihat satu pada lain. Di saat seperti itu, mereka melupai
permusuhan, bahkan mereka berjalan sambil saling tuntun.
Khu Cie Kie bersama Ong Cie It, dengan pedang di tangan masing-masing
berjalan di paling depan. Mereka memutar rapat pedang mereka dalam jurus
siang-kiam Hap-pek, sepasang pedang bersatu padu.
Kwee Ceng menuntun Ang Cit Kong dengan tangan kanannya, tangan kirinya
dipakai bergandengan dengan lain orang. Ia justru kena memegang tangan
yang halus dan lunak. Itulah tangannya Oey Yong, maka ia terkejut.
Dengan lantas ia melepaskan cekalannya.
Oey Yong terdengar berkata, "Siapa menghendaki kau memperhatikan aku?" Dingin suaranya itu.
Ketika itu terdengar seruannya Khu Cie Kie, " Lekas kembali. Di depan kita, semuanya ular."
Ang Cit Kong bersama Oey Yok Su berada di paling belakang, terdengarlah
suara ular yang berisik sekali, sedang baunya yang memuakkan lantas
menyambar hidung. Oey Yong tidak tahan, ia lantas muntah. Oey Yoksu
menyambar putrinya, untuk dipeluk.
Orang semua bingung. panah hebat masih dapat ditangkis tetapi barisan ular berbisa itu?
Di saat berbahaya itu, tiba-tiba terdengar suara keras dan dingin dari
satu orang, "Siluman perempuan cilik mari serahkan tongkat bambumu pada
si buta." Orang mengenali, itulah suaranya Kwa Tin Ok.
Mendengar suara itu, Oey Yok Su dan Oey Yong lega hatinya. si nona tidak
menghiraukan yang ia dicaci sebagai "siluman perempuan cilik", ia
lantas menyerahkan tongkatnya.
Kwa Tin Ok menyambuti tongkat sambil ia berkata; "Semua orang mari mengikuti si buta menyingkir dari sini."
Hui Thian pian-hok ada orang Kee-hin asli, ia mengenal baik kampung
halamannya itu. Meski benar matanya buta, kabut tidak menjadi rintangan
untuknya. Ia sekarang cuma mengandalkan kupingnya, akan mendengar suara
ular. Maka itu, ia memasang kuping akan mencari tahu di mana tidak ada
suara panah atau ular. ia memang ketahui di sebelah barat ada sebuah
jalan kecil, justru dari sana tidak terdengar suara apa-apa. Demikian
dengan dingkluk-dingkluk ia menuju ke barat itu.
Jalanan kecil itu ada jalanan yang tak terpakai umum, sudah beberapa
tahun ini di sana juga tumbuh pohon bambu, maka itulah sebuah jalan
mati. Maka juga dengan lantas mereka terintang pohon-pohon bambu.
Khu Cie Kie bersama Ong Cie It menggunai pedang mereka merobohkan setiap
pohon yang menghadang, di belakangnya, semua orang lainnya mengikuti
mereka.
"Ciu susiok. kau di mana?" tanya Ma Giok. "Lekas ke mari"
Pek Thong duduk berdiam di alas wuwungan, ia mendengar panggilan itu, tetapi ia jeri sama ular, ia berdiam saja.
Sesudah berjalan belasan tombak, orang telah berhasil melewati rujuk
bambu itu. Di situ terlihat nyata sebuah jalan kecil. Di sana suara ular
tidak terdengar nyata, sebaliknya seruan-seruan tentara agak semakin
nyaring. Rupanya ada rombongan tentara yang mencoba jalan mutar untuk
memegat.
Semua orang tidak takut sama tentara negeri. Bahkan Lauw Cie Hian lantas
berkata, "Cek sutee, mari kita maju bersama, kita mampusi beberapa
pembesar anjing itu."
"Baik." menyambut Tay Thong.
Maka keduanya lantas maju di depan, mereka menangkis setiap anak panah.
Orang maju terus, maka tidak lama kemudian, tibalah mereka di jalan
besar. Di sini mereka disambut hujan yang lebat dan guntur yang
menulikan kuping. Turunnya hujan menyebabkan kabut tersapu habis. Benar
cuaca tetap gelap. tetapi sekarang mereka dapat melihat samar-samar satu
pada lain.
"Mara bahaya telah lewat, tuan-tuan. Persilakan" berkata Kwa Tin Ok.
Artinya ia mempersilakan orang mengambil jalan sendiri-sendiri ia pun
membayar pulang tongkatnya Oey Yong, seorang diri ia bertindak ke timur
tanpa berpaling lagi.
"Suhu" Kwee Ceng memanggil.
"Kau bawa Ang Loohiap ke tempat yang sunyi, untuk dia berobat," berkata
guru itu. "Setelah beres kau pergi ke dusun Kwa-kee-cun mencari aku."
"Baik, suhu." menyahut sang murid.
Oey Yok Su menyambut sebatang panah yang melayang ke arahnya, ia
bertindak ke depan Tin Ok seraya berkata, "Jikalau bukannya hari ini kau
telah menolong jiwaku, sebenarnya tidak sudi aku menjelaskan kepadamu."
Belum habis kata-kata itu, Tin Ok sudah berludah hingga ludahnya itu
mengenai hidung orang. Dia berkata dengan sengit, "Berhubung dengan
kejadian ini hari maka kalau nanti aku menutup mata, aku tidak mempunyai
muka untuk menemui keenam saudara angkatku."
Oey Yok Su gusar sekali, ia lantas mengayun tangannya. Kalau Tin Ok kena
dihajar, pasti terbanglah jiwanya. Tapi Kwee Ceng berlompat maju, ia
mewakilkan gurunya menangkis.
Terpisahnya Oey Yok Su dan Kwee Ceng belasan tindak. tidak keburu si
anak muda menolongi gurunya, akan tetapi Oey Yok Su batal menyerang,
dengan perlahan-lahan dia mengasih turun tangannya, untuk ditarik
pulang, lalu sambil tertawa lebar dia berkata; "Kamu kira aku Oey Yok Su
orang macam apa? Maka dapat aku berpandangan serupa sebagai kamu?" Ia
lantas memutar tubuhnya kepada putrinya seraya berkata.
"Yong-jie, mari kita pergi." Ia juga berpaling kepada Ang Cit Kong,
untuk menjura, habis mana, dengan hanya satu kali berkelebat, ia sudah
lantas memisahkan diri beberapa tombak jauhnya
Mendengar suaranya Oey Yok Su itu, Kwee Ceng melengak. Ia menjadi
ragu-ragu. Tapi ia tidak dapat memikir lagi.Justru itu, dengan suara
berisiknya, terlihat tibanya satu pasukan serdadu untuk menerjang
mereka.
Coan Cin Liok Cu lantas maju, guna menyambuti terjangan, untuk membalas
menghajar. Oey Yok Su sebaliknya tidak sudi berkelahi, ia menghampirkan
Ang Cit Kong tangan siapa ia pegang untuk ditarik, sambil ia berkata,
"Saudara Cit, mari kita pergi ke depan untuk minum beberapa cangkir
arak. Nanti kita bicara di sana" Cit Kong setuju sekali dengan ajakan
itu.
"Bagus Bagus" sahutnya, terus ia mengikut, maka sebentar kemudian, mereka berdua sudah menghilang di tempat yang gelap.
Kwee Ceng membiarkan gurunya itu pergi, sekarang ia hendak membantui
gurunya yang tertua. Justru itu, serangan tentara kembali datang. ia
tidak berniat mencelakai banyak orang, maka ia menggunai tangan kosong
merobohkan siapa yang berada paling dekat dengannya.
Di dalam kekalutan itu lalu terdengar suara nyaring dari Khu Cie Kie
berarnai. Itulah disebabkan di antara tentara negeri ada orang-orangnya
Wanyen Lieh, ialah kawanan Tiat Ciang Pang dari Khiu Cian Jin, maka
mereka itu tidak selemah serdadu negeri, hingga mereka tidak
gampang-gampang dapat dipukul mundur.
Kwee Ceng berkhawatir untuk gurunya yang paling tua, ia lantas
memanggil-manggil, "Toasuhu! Toasuhu! Toasuhu di mana?!" tapi suaranya
itu tidak mendapatkan jawaban.
Ketika itu Oey Yong berdiri menyender di sebuah pohon. ia tidak
mengikuti ayahnya. Habis menyambut, tongkatnya dari Tin Ok, pikirannya
kusut. Ia telah melihat ayahnya diludahi tertua dari Kang Lam Cit Koay,
ia masgul bukan main. Impiannya yang manis telah menjadi seperti buyar.
Maka juga ia berdiam saja menyaksikan tentara negeri lewat di dekatnya.
Tapi selagi ia berdiam, ia mendengar teriakannya Tin Ok. Ia terkejut.
Tanpa merasa, ia berlompat, akan lari ke tempat dari mana teriakan itu
datang. Ketika ia sampai, tepat ia melihat Tin Ok rebah di tanah dan
seorang punggawa mengayun golok panjangnya ke punggung si buta itu. Tapi
opsir itu tidak berhasil membinasakan jago Kanglam itu. Tin Ok dapat
berkelit dengan menggulingkan tubuh, terus ia bangun berduduk seraya
membalas menyerang.
Opsir itu menjerit dan roboh pingsan. Tin Ok mencoba bangun pula, tetapi
ia gagal, rupanya ia terluka, baru ia melempangkan tubuh, kembali ia
roboh. Oey Yong lari menghampirkan, ia melihat kaki orang terkena panah.
Ia mengulur tangannya, untuk memberikan bantuannya.
Kwa Tin Ok rupanya mendapat tahu siapa yang menolongi ia. Ia menarik
tangannya hingga terlepas, tetapi ia kembali jatuh, sebab sebatang panah
menyambar kakinya yang lain.
"Untuk apa berlagak menjadi enghiong atau hoohan?" kata Oey Yong dengan
mengejek. Ia lantas menotok dengan ilmu totoknya "Lan-hoa Hut-hiat ciu".
Ia menotok jalan darah di pundak si buta, atas mana jago Kanglam itu
tidak berdaya lagi, dia lantas bisa dipegangi untuk tidak jatuh pula.
Dia masih mau berontak tetapi dia gagal, separuh tubuhnya tidak dapat
digeraki lagi. Hanya sambil terpaksa dia membiarkan dipepayang pergi,
mulutnya mencaci kalang kabutan.
Belasan tombak jauhnya Oey Yong membawa pergi gurunya Kwee Ceng itu,
lalu ia singgah di sebuah pohon, untuk beristirahat. Di sini ia terlihat
sejumlah serdadu, mereka itu lantas menyerang dengan belasan batang
anak panah. Terpaksa ia maju, untuk menangkis mundur serangan itu. Tin
Ok ia biarkan sembunyi di belakang pohon.
Jago Kanglam itu mendengar suara datangnya anak-anak panah. Ia tahu Oey
Yong lagi berkelahi untuk menolongi padanya, pikirannya menjadi berubah,
maka itu ia berhenti mencaci, ia berkata. "Jangan kau perdulikan aku.
Pergilah kau lari sendiri" sekarang ia bicara dengan perlahan.
"Hm" bersuara si nona. "Aku justru hendak menolongi kau. Aku mau lihat, apa dayamu menolaknya."
Keduanya menyingkir ke belakang tembok kate di dekat situ. Penyerangan
telah terhentikan, tetapi Oey Yong dibikin capai sekali oleh tubuh yang
berat dari Kwa Tin Ok, maka itu dengan napas sengal-sengal ia menyender
di tembok itu.
"Habislah sudah" kata Tin Ok sambil menghela napas. Ia seperti putus
asa. "Di antara kita, budi telah habis semuanya, maka kau pergilah.
Semenjak ini anggap saja aku si buta she Kwa sudah mati."
Oey Yong berkata dengan dingin. "Terang-terang kau belum mati, mengapa
kau menganggap dirimu sudah tidak ada di dalam dunia ini? Jikalau kau
tidak mencari aku untuk membalas sakit hati, nanti aku yang mencari
padamu."
Dengan mendadak si nona menotok dua kali dengan tongkatnya, dua-duanya
di jalan darah wietiong di tekukan dengkul. Tin Ok tidak menyangka sama
sekali, segera ia roboh mendelepok di tanah. Di dalam hatinya, ia lantas
mencaci si nona. Ia tidak tahu nona itu hendak menyiksa bagaimana atas
dirinya. Ia memasang kuping, ia mendengar orang telah berjalan pergi.
Ketika itu suara pertempuran terdengar semakin jauh, rupanya Coan Cin
Liok Cu telah berhasil menghajar tentara negeri. Hanya sekarang Tin Ok
mendengar suara-nya Kwee Ceng memanggil-manggil.
"Toasuhu!" suara itu makin lama makin perlahan. Itulah tanda yang Kwee
Ceng telah pergi mencari ke lain jurusan. Lagi sekian lama, sunyilah di
sekitarnya. Cuma di kejauhan terdengar keruyuknya ayam-ayam jago.
"Inilah yang terakhir aku mendengar keruyuk ayam," pikir ketua Kanglam
Cit Koay ini. "Kalau besok pagi ayam berbunyi di sekitar kota Kee-hin,
aku Kwa Tin Ok bakal tidak mempunyai kuping untuk mendengarnya lagi."
Tengah ia berpikir itu, ia mendengar tindakan kaki dari tiga orang.
Tindakan kaki yang satu enteng sekali yang dua sangat berat. Ia lantas
menduga kepada Oey Yong. Dugaan ini nyata tidak meleset.
"Ini toaya," kata si nona, "Lekas gotong padanya."
Kata-kata itu dibarengi sama totokan, membebaskan jago Kang Lam itu,
yang merasa tubuhnya lantas diangkat dinaiki di atas bale-bale, untuk
digotong pergi. la berdiam saja. Ia merasa heran, hendak ia menanya,
tetapi ia kata nanti disenggapi si nona.
Mendadak seorang yang jalan di sebelah depan, menjerit kesakitan.
Rupanya orang itu dihajar si nona, yang terdengar berkata bengis. "Jalan
lekas. Kamu semua tukang mengganggu rakyat, tidak ada satu dari kamu
yang baik." Lalu yang di belakang pun menjerit.
"Terang sudah, dia telah menawan dua serdadu untuk menggotong aku," Tin
Ok berpikir. "Benar pintar dia mendapat pikiran semacam ini."
Tin Ok menggigit rapat giginya alas dan bawah. Ia menahan sakit hebat
sekali disebabkan rasa nyeri yang dahsyat di kedua kakinya yang terpanah
tadi. Ia malu kalau ia merintih dan si nona nanti mengejeknya. Ia
merasa bahwa ia dibawa di jalanan yang sukar, yang turun dan naik.
Kemudian ia merasa ada cabang-cabang pohon yang melanggar mukanya. Jadi
mereka berada di tempat yang pepohonannya lebat. Dua tukang gotong itu
tetap berjalan tidak tetap. saban-saban mereka terhuyung, tandanya
mereka letih sekali. Mereka jalan terus karena tongkat si nona seperti
tidak mengenal kasihan.
Tin Ok menduga ia telah dibawa pergi sekira tiga puluh lie. Ia percaya
hari sudah tengah hari. Pakaiannya kuyup bekas ditimpa hujan tetapi
sekarang pakaian itu sudah hampir kering tersorot matahari dan terkena
angin. Lalu ia mendengar suara tonggeret dan anjing, juga nyanyiannya si
petani pria dan wanita. suasana tenang sekali, beda dengan tadi di
waktu terjadi pertempuran kacau.
Oey Yong membeli buah labu dan masak itu dengan nasi. Ia makan satu mangkuk, yang semangkuk lagi ia letaki di depan Kwa Tin Ok.
"Aku tidak lapar" kata jago Kanglam itu.
"Kakimu sakit, apa kau kira aku tidak tahu?" kata si nona. "Apa sih
lapar atau tidak lapar? Sengaja aku hendak membikin kau merasai sakit,
baru aku akan mengobatimu."
Tin Ok gusar, ia menjeblok dengan mangkuk labunya. Si nona tertawa
dingin, satu serdadu sebaliknya menjerit kesakitan, sebab ia bisa
berkelit dan si serdadu tidak.
"Buat apa menjerit-jerit" kata si nona. "Kau tahu, Kwa Tayhiap membagi
sayur labu padamu Kau tidak tahu terima kasih. Lekas bikin bersih."
Serdadu itu takut, ia lapar dan kesakitan, ia lantas bekerja memunguti,
ia dahar itu. Ia kesakitan karena mukanya yang kena sayur panas itu.