Selagi suara orang berisik itu maka bangkitlah salah satu dari tiga
tiangloo itu, ialah Kan Tiangloo. "Saudara-saudara, mari dengar
perkataanku!" ia kata. Ia telah putih kumis dan alisnya, tubuhnya tegar,
di dalam partainya dia disegani. Maka semua orang lantas berdiam.
"Sekarang ini kita lagi menghadapi dua urusan sangat penting," ia
berkata. "Kesatu untuk menuruti pesan Pangcu, yaitu untuk memilih pangcu
generasi kesembilan belas. Kedua guna berdaya mencari balas untuk
pangcu kita itu."
"Benar!" menyahut semua pengemis.
"Tapi kita mesti bersembahyang dulu untuk pangcu," berkata Lou Yoe Kiak.
Ia menjumput lumpur, yang ia lalu bikin menjadi patung, mirip dengan
patung Ang Cit Kong, ia meletaki itu di atas panggung, terus ia mendekam
di tanah dan menangis sedih. Semua pengemis turut menangis pula.
Oey Yong sendiri berpikir, "Hm, kamu gila! Suhu toh baik-baik saja, dia
tidak mati, kenapa kamu tangisi? Kamu gila sudah mengikat aku dan engko
Ceng, sampai kita tidak bisa bicara! Inilah kamu yang cari penyakit
sendiri, sia-sia belaka kamu bersedih….."
Setelah orang menangis sekian lama, Kan Tiangloo menepuk tangannya tiga
kali. Lantas semua orang berhenti menangis. Tiangloo ini berkata, "Kita
sekarang berapat di sini, kita sebenarnya harus mengangkat pangcu baru
menurut petunjuk Ang Pangcu, karena Ang Pangcu telah menutup mata, kita
harus menuruti pesannya saja, dan kalau pesannya tak ada, kita harus
menaati pemilihan oleh keempat tiangloo. Inilah aturan kita
turun-temurun. Benar begitu, saudara-saudara?"
Semua pengemis menyahuti membenarkan.
Kang Tiangloo lantas berkata pula. "Yo Siangkong, silahkan kau menyampaikan pesan dari Ang Pangcu itu!"
Dalam Kay Pang, pengangkatan pangcu baru adalah urusan paling besar dan
penting. Pada itu tergantung makmur dan runtuhnya partai. Maka pangcu
adalah yang memegang peranan paling penting. Pernah terjadi pangcu
mereka yang ketujuh belas, yaitu Cian Pangcu, meski dia gagah, dia
lemah, pimpinannya tidak tepat, maka terjadilah bentrokan di antara
kedua golongan Pakaian Bersih dan Pakaian Dekil hingga partai menjadi
lemah. Ang Pangcu kemudian menguasai keadaan, dia melarang bentrokan.
Dengan begitu, Kay Pang maju pula. Maka itu sekarang, selagi menaruh
perhatian besar, orang berdiam menanti perkembangan.
Yo Kang memegang Lek-tiok-thung dengan kedua tangannya, ia angkat itu
tinggi di atasan kepalanya, lalu ia berkata. "Ang Pangcu kena dikeroyok
oleh orang jahat, dia mendapat luka parah hingga jiwanya terancam
bahaya. Kebetulan itu waktu aku yang rendah lewat di tempat kejadian,
cepat-cepat aku menyembunyikan dia di rumahku, setelah dapat menipu
musuh-musuh itu pergi, aku lantas mengundang tabib. Sayang, karena
parahnya luka, pangcu tidak dapat ditolongi lagi……."
Mendengar itu, terdengar banyak keluhan.
Yo Kang berhenti sebentar, baru ia melanjuti. "Ketika Ang Pangcu hendak
menghembuskan napasnya yang terakhir, ia menyerahkan tongkat suci ini
kepadaku dan dia menugaskan aku yang rendah untuk menerima tanggung
jawab yang berat sebagai pangcu yang kesembilan belas…"
Orang banyak menjadi heran. Tidak disangka, pangcu yang baru adalah ini pemuda yang mirip seorang sastrawan.
Yo Kang itu cerdik sekali. Setelah mendapatkan tongkat Lek-tiong-thung
di rumahnya Sa Kouw di Gu-kee-cun, ia mendapat kenyataan kedua pengemis
gemuk dan kurus itu sangat menghormat padanya, segera ia mendapat
pikiran. Lantas di sepanjang jalan ia menanya ini dan itu kepada mereka
tentang tongkat itu. Kedua pengemis itu melihat orang memegang tongkat
partainya, mereka menjawab segala pertanyaan. Dengan begitu tahulah Yo
Kang tentang tongkat itu serta pengaruhnya. Maka ia pikir, selagi Kay
Pang sangat besar dan berpengaruh, kenapa dia tidak mau mengangkanginya?
Bukankah Ang Pangcu telah mati dan tentang kematiannya itu tidak ada
saksinya? Bagaimana besar faedahnya kalau ia yang menggantikan memegang
pimpinan? Ia lantas mengambil keputusan, maka itu dengan mempengaruhi
ketiga tiangloo, hendak ia mewujudkan cita-citanya menjadi pangcu dari
Kay Pang.
Kan Tiangloo, Pheng Tiangloo dan Nio Tiangloo percaya obrolannya Yo Kang
itu. Ini pun kebetulan sekali untuk mereka. Sebenarnya mereka ingin
sekali diangkat menjadi pangcu, cuma di dalam hal ini, mereka malang
sama Lou Tiangloo. Di bawah pimpinan Ang Pangcu, mereka menerima
keadaan. Ang Pangcu dapat bertindak bijaksana, dia bisa mengimbangi
keadaan, dia bersedia mengenakan baju bersih dan baju kotor bergantian.
Hanya di antara keempat tiangloo, dia sebenarnya menghargai Lou Yoe
Kiak, cuma Yoe Kiak ini, cacatnya ialah tabiatnya keras dan terburu
nafsu, beberapa kali pernah ia hampir menerbitkan onar, kalau tidak,
pasti siang-siang ia sudah diangkat menjadi pangcu. Untuk rapat besar di
Gakciu ini, pihak Pakaian Bersih sebenarnya berkhawatir Lou Yoe Kiak
yang nanti kepilih, ketiga tiangloo itu pernah memikir daya untuk
mencegahnya, tetapi karena takut kepada Ang Cit Kong, mereka tidak
berani bergerak. Maka mereka tidak sangka, sekarang muncul Yo Kang
dengan tongkat suci mereka dan katanya Ang Pangcu telah terbinasa.
Mereka berduka tetapi mereka tak melupakan urusan besar mereka. Mereka
berlaku sangat hormat kepada Yo Kang. Mereka heran Yo Kang tidak mau
menerangkan pesan pangcu mereka. Mereka tidak tahu pemuda ini sangat
licin. Baru tiba di saat rapat ini, Yo Kang menyebutkan pesan itu -
pesan karangan otaknya sendiri. Mereka menyesal, yang mereka tidak
terpilih, akan tetapi mereka dapat menghiburkan diri, sebab Yoe Kiak
tidak terpilih juga. Maka, sambil memikir, mungkin di belakang hari
mereka dapat mempengaruhi Yo Kang ini, mereka mengangguk tandanya mereka
suka menerima si anak muda sebagai ketua mereka yang baru.
Kan Tiangloo lantas berkata. "Tongkat yang di pegang Yo Siangkong ialah
tongkat sejati dari partai kita, tetapi kalau ada saudara yang
menyangsikan, silahkan maju untuk memeriksa.
Lou Yoe Kiak melirik Yo Kang. Ia sangsi pemuda ini dapat memimpin Kay
Pang. Maka ia maju, akan memeriksa tongkat suci itu. Ia mendapat
kenyataan kesejatiannya tongkat itu. Maka berpikirlah ia, "Tentulah
Pangcu mengingat budi maka pangcu mewariskan tongkat suci ini kepadanya.
Karena pangcu telah memesannya, mana dapat aku membantahnya?" Karena
itu ia pun mempercayainya. Ia angkat tongkat ke atas kepalanya, dengan
hormat ia menyerahkan kembali kepada Kan Tiangloo, yang tadi menyambuti
itu dari tangan Yo Kang. Ia kata, "Kami menurut kepada pesan Ang Pangcu,
kami menjunjung Yo Siangkong sebagai pangcu kami yang kesembilan
belas!"
Mendengar ini semua pengemis berseru memperdengarkan persetujuan mereka.
Kwee Ceng dan Oey Yong tidak bisa bicara, juga mereka tidak bisa bergerak, bukan main mendongkol dan masgulnya mereka.
"Benar dugaannya Yong-jie, Yo Kang ini bernyali besar, berani dia main
gila seperti ini," pikir si anak muda. "Dia tentunya bakal mendatangkan
onar besar."
Oey Yong sebaliknya lagi memikirkan, tindakan apa yang Yo Kang bakal
mengambil terhadap mereka berdua, sebab tentulah mereka tidak bakal
dilepaskan dengan begitu saja.
Yo Kang mengasih dengar suaranya. "Aku yang rendah, muda usiaku dan
cupat pengetahuanku, tidak berani aku menerimanya ini tugas yang berat."
"Pesan Ang Pangcu demikian rupa, janganlah Yo Siangkong merendahkan diri," kata Pheng Tiangloo.
"Benar!" berkata Lou Yoe Kiak, yang lantas batuk satu kali, lalu ia berteriak dan meludah ke muka si anak muda.
Yo Kang tidak menyangka, tidak dapat ia berkelit, reak si pengemis tua
nemplok di pipi kanannya. Ia menjadi kaget. Baru ia mau menanyakan
ketiga tiangloo lainnya atau mereka itu pun bergantian telah lantas
meludah kepadanya, setelah mana keempat tiangloo itu, dengan menyilang
tangan, mereka lantas memberi hormat sambil berlutut dan mendekam. Yo
Kang masih tidak mengerti, ia tetap berdiri tercengang.
Perbuatannya keempat tiangloo ini disusul oleh semua pengemis lainnya,
dengan mengikuti runtunannya, mereka itu menghampirkan untuk
menludahkan, saban habis berludah, baru memberi hormat.
"Adakah ini cara meludah tanda hormat kepadaku?" Yo Kang tanya dirinya
sendiri. Ia tidak tahu, demikianlah aturan yang dihormati Kay Pang,
setiap pangcu baru mesti diperhina, sebab pengemis, mereka mesti
bersedia menerima penghinaan khalayak ramai. Ia tidak tahu itulah
semacam latihan kebathinan.
Selang sekian lama barulah semua pengemis memberi hormatnya, lalu
ramailah suara mereka. "Yo Pangcu, silahkan naik ke panggung Hian Wan
Tay!"
Yo Kang melihat panggung tidak terlalu tinggi, hendak ia membanggakan
kepandaiannya. Lantas ia menjejak kedua kakinya, untuk mengapungi diri,
berlompat naik. Bagus caranya ia berlompat naik itu, karena ia mempunyai
ilmu ringan tubuh yang baik. Hanya di matanya keempat tiangloo,
terlihatlah kepandaiannya itu masih rendah, tetapi mengingat usianya
yang muda, ia tidak dapat dicela. Keempat tiangloo itu percaya ialah
murid seorang yang pandai.
Begitu lekas berada di atas panggung, Yo Kang mengasih dengar suaranya
yang nyaring. "Penjahat yang mencelakai Ang Pancu masih belum dapat
dibinasakan tetapi dua pembantunya telah aku berhasil membekuknya!"
Mendengar itu, berisiklah semua pengemis itu, segera terdengar teriakan
mereka. "Di mana? Di mana? Lekas cincang padanya! Jangan lantas dihukum
mati, hukum picis dulu padanya biar dia tahu rasa!"
Kwee Ceng tidak menduga jelek, maka ia kata di dalam hatinya, "Aku hendak lihat siapa pembantunya pembunuh itu…."
Yo kang lantas berseru, "Bawa mereka ke depan panggung!"
Pheng Tiangloo lantas bertindak cepat kepada Kwee Ceng dan Oey Yong,
dengan masing-masing sebelah tangannya, ia memegang dan mengangkat tubuh
orang, buat dibawa ke depan panggung di mana ia menggabruki dua
muda-mudi itu.
Sekarang baru Kwee Ceng mendusin.
"Ha, binatang, kiranya kau maksudkan kami!" ia mendamprat di dalam hatinya.
Lou Yoe Kiak terperanjat kapan ia melihat Kwee Ceng dan Oey Yong, yang
ia kenali, maka ia lantas mengingat kepada keterangannya Lee Seng. Ia
lantas berkata. "Pangcu, dua orang ini ialah murid-muridnya Ang Pangcu!
Cara bagaimana mereka dapat mencelakai guru mereka?"
"Justru itulah sebabnya, yang membuat orang semakin gemas!" berkata Yo Kang.
Pheng Tiangloo pun berkata. "Pangcu melihatnya sendiri, mana bisa salah?"
Lee Seng dan Ie Tiauw Hian hadir di dalam rapat ini, keduanya lantas
maju dan berkata. "Harap pangcu ketahui, dua orang itu adalah
orang-orang gagah. Untuk mereka, kami berdua bersedia menanggungnya
dengan jiwa kami. Pasti sekali kebinasaan Ang Pangcu tidak ada
hubungannya sama mereka ini!"
"Kalau bicara, biarlah tiangloo kamu yang bicara!" Nio Tiangloo membentak. "Apa di sini dapat kamu campur mulut?!"
Kedua pengemis ini ada dari golongan Pakaian Kotor dan berada di bawah
pimpinan Lou Yoe Kiak, derajat mereka pun rendah, tidak berani mereka
berbicara lebih lanjut pula. Mereka mengundurkan diri dengan sangat
penasaran.
"Di dalam hal ini bukannya aku yang rendah tidak mempercayai Pangcu,"
berkata Lou Yoe Kiak kemudian, " Akan tetapi mengingat urusan membalas
sakit hati ialah urusan sangat besar, aku mohon Pangcu nanti
memeriksanya dengan seksama."
Yo Kang memang telah memikir, maka lantas ia menyahuti. "Baiklah, nanti
aku periksa." Kemudian ia mengawasi Kwee Ceng dan Oey Yong serta
berkata, "Aku hendak menanya kamu, tidak usah kamu membuka mulutmu.
Jikalau apa yang aku katakan benar, kamu mengangguk, kalau tidak, kamu
menggoyang kepala. Jikalau kamu mendusta, sedikit saja, ingat golok dan
pedang tidak mengenal kasihan!"
Pangcu ini mengibaskan tangannya, maka Pheng Tiangloo dan Nio Tiangloo
lantas menghunus senjata mereka, dipasang di punggung Kwee Ceng dan Oey
Yong. Pheng Tiangloo memegang pedang, dan Nio Tiangloo mencekal golok.
Oey Yong gusar sekali hingga mukanya menjadi pucat. Ia lantas mengingat
peristiwa di Gu-kee-cun, tempo dari lain kamar ia mendengari Liok Koan
Eng berbicara sama Thia Yauw Kee, bicara hal lamaran sambil main
mengangguk-angguk. Ia tidak menyangka, sekarang ia mesti mengalami
kejadian itu.
Yo Kang tahu Kwee Ceng jujur dan polos dan dapat dipermainkan, maka ia
memegang tubuh orang, untuk diangkat ke samping. Segera ia menanya
dengan suaranya yang bengis. "Bukankah anak perempuan ini anak kandung
dari Oey Yok Su?"
Kwee Ceng menutup matanya, ia tidak mengambil mumet pertanyaan itu.
Nio Tiangloo menekan dengan ujung goloknya.
"Benar atau tidak!" dia menanya. "Mengangguk atau menggoyang kepala?"
Kwee Ceng sebenarnya tidak niat membuka mulutnya, ketika ia berpikir,
biarnya ia tidak dapat membuka, toh perkara akan menjadi terang juga.
Maka ia lantas mengangguk.
Begitu melihat orang mengangguk, banyak pengemis lantas
berteriak-teriak. "Buat apa ditanyakan terlebih jauh! Lekas bunuh! Lekas
bunuh padanya!" Mereka itu mau percaya benarlah pangcu mereka telah
terbinasa di tangan Oey Yok Su. Ada pula yang berteriak, "Lekas bunuh
dia! Mari kita cari si tua bangka pembunuh itu!"
"Saudara-saudara, jangan berisik!" Yo Kang berkata. "Tunggu sampai aku sudah menanyakan dia terlebih jauh!"
Mendengar begitu, rapat menjadi sunyi pula.
"Oey Yok Su telah tunangkan gadisnya kepada kau, benarkah?" Yo Kang
menanya pula. Ia telah memikir matang runtun pertanyaannya itu.
Kwee Ceng anggap itu benar, ia mengangguk pula.
Yo Kang meraba pinggang orang, dari situ ia menarik ke luar pisau belati yang tajam sekali.
"Inilah pisau yang dikasihkan kepadamu oleh Khu Cie Kee, salah seorang
dari Coan Cin Pay, dan imam tua she Khu itu mengukir namamu di sini,
benar?" Yo Kang tanya.
Kwee Ceng mengangguk.
"Ma Giok dan Coan Cin Cit Cu telah mengajari kau ilmu silat dan Ong Cie
It, salah satu anggota lain dari Coan Cin Pay itu pernah menolongi
jiwamu! Bukankah kau tidak dapat menyangkal itu?"
"Perlu apa aku menyangkal?" pikir si anak pemuda yang polos itu. Dan ia mengangguk.
"Pangcu Ang Cit Kong menganggap kamu berdua orang baik-baik dan dia
pernah mengajari ilmu silatnya yang istimewa kepada kamu, benar tidak?"
Kwee Ceng mengangguk.
"Ang Cit Kong telah dibokong musuhnya hingga dia terluka parah. Kamu berdua berada di samping orang tua itu, benarkah?"
Untuk sekian kalinya, Kwee Ceng mengangguk.
Semua pengemis menyaksikan dan mendengari pemeriksaan itu, selagi
suaranya Yo Kang semakin bengis, Kwee Ceng terus mengangguk saja, dari
itu mereka menyangka Kwee Ceng itu mengakui kesalahannya, mereka tidak
memikir bahwa semua pertanyaan itu tidak ada hubungannya sama urusan Ang
Cit Kong. Yo Kang tengah memainkan peranannya yang teratur. Mendengar
itu, Lou Yoe Kiak pun kena terpengaruhi hingga ia menjadi sangat
membenci Kwee Ceng dan Oey Yong itu. Ia bertindak mendekati dan
menendang Kwee Ceng beberapa kali.
Yo Kang tidak mencegah, ia berkata pula. "Saudara-saudara! Nyata dua
bangsat ini berlaku terus terang, maka itu baiklah mereka dibebaskan
dari siksaan terlebih jauh. Pheng Tiangloo, Nio Tiangloo, silahkan kamu
turun tangan!"
Mendengar begitu, Kwee Ceng dan Oey Yong saling mengawasi sambil
tersenyum sedih, hanya kemudian Oey Yong mendadak tertawa. Sebab ia
ingat, "Aku yang mati bersama-sama engko Ceng, bukannya putri Gochin
Baki itu!"
Kwee Ceng lantas memandang ke langit, ia ingat ibunya yang berada jauh
di gurun pasir. Ia mengawasi ke langit di mana tampak bintang-bintang
bersinar. Maka ingatlah ia akan pertempuran hebat di antara Coan Cin Cit
Cu dan Bwee Tiauw Hong dan Oey Yok Su. Siapa bakal mati, pikirannya
menjadi jernih, demikian Kwee Ceng, ia menjadi ingat jelas barisan Thian
Kong Pak Tuaw Tin dari Coan Cin Cit Cu itu.
Sedang begitu, kedua tiangloo sudah siap untuk bekerja, Kwee Ceng pun telah dihampirkan.
"Tunggu dulu!" mendadak terdengar cegahannya Lou Yoe Kiak. Ia lantas
mendekati Kwee Ceng, dari mulut siapa ia keluarkan biji yang menyumpal
mulut anak muda itu. Ia lantas menanya. "Bagaimana caranya pangcu kami
telah orang bikin celaka, kau tuturkanlah biar jelas!"
"Tak usah tanya, aku tahu semua!" berkata Yo Kang yang terkejut untuk perbuatan Tiangloo itu.
"Pangcu," berkata Yoe Kiak, "Lebih jelas kita menanya dia lebih baik. Di
dalam hal yang mengenai pangcu kita itu, siapa pun tidak dapat
dilepaskan!"
Yo Kang berdiam. Permintaan Yoe Kiak ini pantas, tidak dapat ia melarangnya.
Kwee Ceng telah dibebaskan dari sumbatannya, ia masih tidak mau bicara,
ia terus mengawasi langit di utara itu. Ia menjublak, hingga beberapa
kali Yoe Kiak mengulangi pertanyaannya, ia seperti tidak mendengarnya.
Karena sekarang ia lagi memahamkan keletakan bintang-bintang itu, tujuh
bintang Pak-tauw, yang tepat sama barisannya rahasianya Coan Cin Cit Cu.
Ia tengah memperoleh kemajuan, maka ia tidak memperdulikan si tiangloo.
Oey Yong dan Yo Kang melihat orang tidak hendak menggunakan kesempatan
yang baik itu untuk membela diri, yang satu berduka, yang lainnya
bergirang. Tapi Yo kang tidak sudi menyia-nyiakan kesempatannya lagi,
maka itu, ia mengibasi tangannya, memberi tanda kepada kedua tiangloo
Pheng dan Nio untuk tidak menunda pula dijalankannya hukuman mati itu.
Tepat ketika kedua tiangloo itu hendak mengayunkan senjatanya
masing-masing, di situ terdengar satu suara yang diikuti berkelebatnya
sinar merah tua melintas di permukaan telaga. Kedua tiangloo itu heran,
mereka mengawasi. Lalu terlihat pula dua sinar biru meluncur ke udara,
berpisah dari Kun San jauhnya beberapa lie. Terang sinar itu muncul dari
tengah telaga.
Kan Tiangloo lantas berkata, "Pangcu, ada tetamu agung!"
Yo Kang terperanjat. "Siapakah?" tanya dia.
"Pangcu dari Tiat Ciang Pang!" sahut Kan Tiangloo.
"Tiat Ciang Pang?" Yo Kang menegasi. Ia tidak tahu halnya partai Tangan Besi itu.
"Itulah sebuah partai besar di sekitar Su-coan dan Ouwlam," Kan Tiangloo
menerangkan, "Pangcu mereka telah datang, dia harus disambut dengan
hormat. Maka dua jahanam ini, baik sebentar kita menghukumnya."
"Baiklah," sahut Yo Kang. "Silahkan tiangloo menyambut tetamu terhormat itu."
Kan Tiangloo lantas memberikan titahnya. Maka di atas sebuah gunung Kun
San terlihat meluncurnya tiga buah panah api, yang warnanya merah.
Tidak lama dari itu terlihatlah datangnya perahu, yang terus mendekati tepian. Pihak Kay Pang memasang obor, mereka menyambut.
Panggung Hian Wan Tay ada di atas puncak Kun San, dari kaki gunung ke
puncak, perjalanannya cukup jauh, maka itu meski tetamu lihay ilmunya
ringan tubuh, masih diperlukan waktu untuk mendakinya.
Kwee Ceng dan Oey Yong telah dibawa ke dalam rombongan orang banyak, mereka dijagai murid-murid Pheng Tiangloo.
Oey Yong mengawasi Kwee Ceng, ia heran sekali. Pemuda itu, seperti orang
tolol, masih berdiam saja, dari mulutnya terdengar suara sangat
perlahan, entah apa yang dikatakannya.
Tengah nona ini heran, ia melihatnya tetamu telah tiba. Obor ada sangat
terang, maka terlihatlah tegas-tegas tetamu itu, yang diiringi beberapa
puluh orang dengan pakaian hitam. Dia mengenakan baju kuning yang
pendek, tangannya membawa kipas.
Siapakah dia kalau bukannya Khiu Cian Jin?
Kan Tiangloo maju menyambut, ia bicara dengan ramah tamah, sikapnya
sangat menghormati. Setelah itu ia memperkenalkannya kepada Yo Kang. Ia
kata, "Inilah Tiat Ciang Sui-siang-piauw Khiu Pangcu, yang kepalan
saktinya tak ada tandingan, yang namanya menggetarkan dunia."
Yo Kang tidak memandang mata kepada tetamunya ini. Selama di
Kwie-in-chung, Thay Ouw, ia telah menyaksikan orang turun merek. Ia
tidak menyangka orang adalah pangcu dari suatu partai besar. Tapi karena
orang telah datang berkunjung dan ia tuan rumah, ia berpura-pura pilon.
"Sungguh aku girang dengan pertemuan kita ini!" katanya tertawa. Dengan
mengulur tangannya untuk berjabatan tangan. Ia lantas mengerahkan
tenaganya berniat membikin orang kesakitan dan menjerit karenanya. Di
dalam hatinya ia kata, "Semua orang percaya kau lihay tetapi di sini
hendak aku merobohkanmu! Inilah ketika yang baik sekali! Tua bangka,
hendak aku meminjam kau untuk aku memamerkan kepandaianku di antara
semua pengemis ini!"
Begitu lekas Yo Kang menggunakan tenaganya, begitu lekas ia merasa
telapakan tangannya panas, seperti terkena bara, maka lekas-lekas ia
menarik pulang tangannya, akan tetapi tangannya itu seperti kena
kecantol, tak dapat dilepaskan, sedang hawa panasnya jadi semakin hebat.
Tanpa merasa ia menjerit. "Aduh! Mati aku!" Mukanya lantas menjadi
pucat, air matanya mengucur, saking sakitnya, pinggangnya menjadi
lengkung, hampir dia pingsan.
Keempat tiangloo kaget, semua berlompat maju. Kan Tiangloo sebagai
tertua di antaranya, dengan tongkat baja di tangannya menggetok batu
gunung, hingga terdengar suara nyaring dan lelatu apinya muncrat, lalu
ia menanya, "Khiu Pangcu, Yo Pangcu kami masih sangat muda sekali,
mengapa kau menguji kepandaiannya?"
Pangcu she Khiu ini menyahuti dengan dingin. "Aku berjabat tangan dengan
baik-baik dengannya, adalah pangcu kamu yang telah mencoba aku. Yo
Pangcu telah berniat meremas hancur beberapa tulangku yang tua!"
Sambil mulut mengatakan demikian, Khiu Pangcu tidak melepaskan
tangannya, maka itu Yo Kang terus berteriak teraduh-aduh, suaranya makin
perlahan. Rupanya ia tidak dapat bertahan lebih lama pula, lantas dia
pingsan.
Baru sekarang Khiu Cian Jin melepaskan tangannya, dengan disemperkan,
maka Yo Kang yang sudah tak sadarkan diri, lantas terguling tubuhnya.
Syukur Lou Yoe Kiak keburu lompat untuk memegangi.
Kan Tiangloo menjadi gusar.
"Khiu Pangcu apakah artinya ini?" ia menegur.
"Hm!" ketua Tiat Ciang Pang itu mengasih dengar suaranya sedang tangan kirinya menyambar ke muka orang.
Kan Tiangloo mengangkat tongkatnya, untuk menangkis atau - dengan
kesebatannya yang luar biasa - Khiu Cian Jin telah dapat menangkap
tongkat orang, hanya belum sempat ia merampasnya, Kan Tiangloo sudah
menarik keras sekali. Karena itu ia lantas mengayunkan tangan kanannya
ke kiri, tepat mengenai tongkat itu. Kali ini Kan Tiangloo merasakan
tangannya sakit, bahkan telapakan tangannya itu pecah dan mengucurkan
darah, hingga dia tidak dapat memegang lebih lama pula dan senjatanya
itu kena juga dirampas. Bahkan dengan tongkatnya itu, tetamu ini lantas
berhasil menangkis golok dan pedang Pheng Tiangloo dan Nio Tiangloo,
yang telah segera menyerang sebab mereka ini menyaksikan rekan mereka
sudah bertempur.
Khiu Pangcu lihay sekali hampir berbareng dengan itu, ia juga menyikut mukanya Lou Yoe Kiak, hingga dia ini mesti mundur juga.
Semua pengemis menjadi kaget, semua lantas menghunus senjata mereka, bersiap untuk menyerbu asal ada titah dari ketua mereka.
Khiu Cian Jin mencekal tongkat dengan tangan kiri dan tangan kanannya,
ia tertawa lebar dan panjang, sambil berbuat begitu ia mengerahkan
tenaganya, sembari berteriak ia hendak membikin patah tongkat itu,
tetapi ia tidak berhasil, karena tongkat itu terbuat dari baja pilihan,
maka itu sesudah terus ia mengerahkan tenaganya, ia cuma bisa menekuk
melengkung bundar beberapa lipat. Baru sekarang ia mengendorkan
tenaganya, ia melemparkan tongkat dengan tangan kirinya, hingga tongkat
terlempar mengenai batu gunung, keras suaranya, batu gunung itu pada
meletik lelatunya, ujungnya tongkat nancap.
Menyaksikan semua itu, kaum Kay Pang jagi kaget dan kagum.
Yang lebih kaget dan heran adalah Oey Yong. Nona ini kata dalam hatinya,
"Tua bangka ini terang satu penipu besar yang tidak mempunyai guna,
sekarang kenapa dia menjadi begini lihay? Sungguh aneh!"
Rembulan sedang bersinar terang sekali. Oey Yong memandang tajam kepada
orang tua itu. Tidak salah, dialah Khiu Cian Jin si penipu yang dua kali
ia ketemukan di Kwie-in-chung dan Gu-kee-cun. Maka ia jadi mau
berpikir, apakah juga penipuan belaka ilmu kepandaiannya orang ini?
Kemudian si nona menoleh pula kepada Kwee Ceng, ia mendapat kenyataan
pemuda itu masih saja mengawasi bintang-bintang di langit, hingga ia
menjadi bingung. Ia tidak tahu, apa yang sebenarnya lagi dikerjakan
kawannya itu.
Khiu Cian Jin dengan suaranya yang dingin, terdengar berkata. "Tiat
Ciang Pang serta partai tuan-tuan tidak ada hubungannya satu dengan
lain, karena aku mendengar hari ini ada harian Rapat Besar kamu, aku
sengaja datang berkunjung, karena itu kenapakah pangcu kamu dengan tidak
karu-karuan hendak merobohkan aku?"
Kan Tiangloo telah menjadi jeri, sekarang mendengar suara orang bukannya
suara bermusuh, maka ia lantas memberikan penyahutannya. Ia kata, "Khiu
Pangcu salah paham! Pangcu kesohor di empat penjuru negeri, kami biasa
sangat menghargainya, maka dengan kunjungan pangcu ini, bagi kami itulah
suatu kehormatan besar."
Khiu Cian Jin mengangkat kepalanya, ia tidak menyahuti, sikapnya jumawa.
Hanya sejenak kemudian, baru ia membuka pula mulutnya. Ia kata, "Aku
mendengar kabar Ang Pangcu telah berpulang ke dunia baka, maka dengan
begitu di kolong langit ini berkurang pula satu orang gagah, sungguh
sayang! Sekarang partai kamu mengangkat satu pangcu yang baru seperti
ini, ini pun sayang, sayang!"
Ketika itu Yo Kang sudah mendusin, ia mendengar suara yang sangat
menghina itu, akan tetapi ia tidak berani membuka mulutnya. Ia masih
merasakan tangannya sakit, tangan itu bengkak berikut lima jejarinya.
Keempat tiangloo juga tidak tahu meski mengucap apa, maka terdengarlah
Khiu Cian Jin berkata pula, "Aku yang rendah hari ini datang berkunjung,
ada dua maksudku untuk mana aku ingin memohon sesuatu. Untuk itu aku
pun hendak menghadiahkan apa-apa."
"Tolong Khiu Pangcu memberi petunjuk," kata Kan Tiangloo yang belum tahu orang menghendaki apa.
Khiu Cian Jin tidak langsung menjawab, ia hanya menyapu dengan matanya
kepada semua hadirin di seputarnya itu. Ketika ia telah melihat Kwee
Ceng dan Oey Yong, lantas sinar matanya menjadi tajam sekali.
Oey Yong tidak takut, ia membalas mengawasi dengan tajam juga. Bahkan ia
mengasih lihat senyuman memandang enteng. Ia telah pikir, "Biar kau
beraksi bagaimana juga, aku tentu menganggapmu satu penipu besar!"
Khiu Cian Jin berpaling kepada Kan Tiangloo.
"Nona kecil itu serta kawannya si bocah telah mencelakai beberapa
muridku," katanya. "Maka itu dengan membesarkan nyali aku hendak minta
mereka untuk aku menghukumnya."
Kan Tiangloo tidak berani mengambil keputusan.
"Yo Pangcu, bagaimana?" ia menanya ketuanya itu.
"Dua orang ini sebenarnya ada musuh-musuh besar partai kami," berkata Yo
Kang, "Maka aku tidak menyangka, mereka juga telah berdosa terhadap
Khiu Pangcu. Kalau begitu mari kita menghukumnya bersama-sama!"
Khiu Cian Jin mengangguk.
"Itu boleh!" katanya. "Sekarang permintaan yang keduanya. Kemarin ini
ada beberapa muridku yang lagi bekerja atas titahku, entah kenapa mereka
itu menyebabkan kemurkaannya dua anggota dari partai kamu, mata mereka
telah dibikin buta!" Dia lantas menuding Kwee Ceng berdua dan
menambahkan. "Kabarnya kedua bangsat itu telah membantui menurunkan
tangan. Orang-orangku itu tidak punya guna, aku tidak bisa membilang
suatu apa, hanya kalau kejadian ini sampai tersebar, tentulah kami Tiat
Ciang Pang menjadi hilang mukanya, maka itu, aku si orang tua menjadi
tidak kenal gelagat, aku ingin sekali belajar kenal dengan kepandaiannya
kedua sahabat itu!"
Yo Kang tidak mencintai orang-orang Kay Pang, tidak ada niatnya untuk
melindungi mereka, maka itu mana ia mau berbuat salah lagi hanya untuk
dua orang? Maka ia lantas menanya. "Siapakah sudah lancang menerbitkan
onar, yang telah bentrok dengan sahabat-sahabat dari Tiat Pangcu? Lekas
kamu ke luar untuk memohon maaf dari Khiu Pangcu ini!"
Kay Pang itu semenjak dipimpin Ang Cit Kong belum pernah hilang muka,
maka itu bukan main mendongkolnya semua anggotanya mendengar ini pangcu
baru bersikap demikian lemah. Lee Seng dan Ie Tiauw Hin lantas maju ke
depan. Lee Seng kata dengan nyaring. "Harap dimaklumi pangcu. Peraturan
partai kami yang nomor empat berbunyi menganjurkan kami berlaku mulia,
kami mesti bisa menolong sesamanya yang berkesusahan. Kemarin ini
kebetulan saja kami menyaksikan sahabat-sahabat dari Tiat Ciang Pang
membikin celaka rakyat jelata dengan mereka mengumbar ular mereka, sebab
kami tidak dapat menahan sabar lagi, kami lantas mencegah perbuatan
mereka itu. Kebetulan di situ ada ini dua sahabat kecil, jikalau tidak
ada mereka yang membantu, pastilah kami berdua pun terbinasa oleh
ular-ular berbisa itu!"
"Tidak peduli bagaimana, kamu mesti menghaturkan maaf kepada Khiu Pangcu!" berkata Yo Kang bengis.
Lee Seng dan Ie Tiauw Hin saling mengawasi. Mereka menghadapi kesukaran,
hati mereka panas sekali. Kalau mereka tidak menghaturkan maaf, mereka
menentang titah pangcu; kalau mereka menurut, mereka sangat penasaran.
Tapi tak lama Lee Seng bersangsi, ia lantas berseru kepada semua anggota
partainya. "Saudara-saudara, jikalau Ang Pangcu masih hidup, tidak
nanti kami dibiarkan hilang muka, maka itu sekarang, Siauwtee sekarang
lebih suka terbinasa, tidak nanti Siauwtee menerima penghinaan!"
Sembari berkata begitu, Lee Seng mencabut pisau belati dari betisnya,
dengan itu ia lantas menikam dadanya, ulu hatinya, maka di situ juga ia
roboh dengan jiwanya melayang.
Menampak demikian, Ie Tiauw Hin menubruk saudaranya itu, untuk merampas
pisau belatinya, dengan apa ia pun menikam dirinya, maka ia juga roboh
dengan jiwanya melayang.
Semua pengemis terbangun semangatnya. Kejadian ini sangat hebat untuk
mereka. Tapi mereka masih berdiam, tanpa ada titah pangcu, mereka tidak
berani lancang.
Setelah menyaksikan semua itu, Khiu Cian Jin tertawa tawar.
"Permintaanku yang kedua ini sudah beres," katanya. "Maka sekarang kami
hendak menghaturkan bingkisan kepada partai tuan-tuan!" Habis berkata,
ia memberi tanda dengan tangan kirinya. Maka beberapa puluh orang
bertubuh besar yang mengenakan pakaian hitam lantas maju bersama kopor
mereka yang besar, yang lantas dibuka tutupnya, dari situ mereka
mengambil masing-masing sebuah nenampan untuk diletaki di samping Yo
Kang. Itulah uang emas dan perak dan permata yang sinarnya berkeredepan!
Semua pengemis heran melihat orang mengeluarkan harta sebesar itu.
"Tiat Ciang Pang kami," berkata Khiu Cian Jin, "Meski kami masih dapat
makan, tidak nanti kami sanggup mengeluarkan bingkisan begini berharga,
maka itu baiklah tuan-tuan ketahui, ini adalah hadiah dari Chao Wang
dari negera Kim, yang meminta kami tolong menyampaikannya."
Mendengar keterangan ini, Yo Kang heran dan girang.
"Di mana adanya Chao Wang?" ia menanya lekas. "Aku ingin bertemu dengannya!"
"Inilah kejadian pada beberapa bulan yang lalu," menyahut Khiu Cian Jin,
menyahuti apa yang tidak ditanya. Karena ia memberikan keterangannya.
"Itu waktu Chao Wang telah mengirimkan utusannya kepadaku membawa
bingkisannya ini dan dia minta partaiku yang tolong menyampaikannya."
Mendengar itu, Yo Kang tahu bahwa hal itu terjadi sebelum ayahnya -
ialah Chao Wang - berangkat ke Selatan. Hanya ia belum tahu maksudnya
mengapa Kay Pang dikirimkan harta sebesar ini.
Khiu Cian Jin masih meneruskan keterangannya. "Chao Wang mengagumi
partai tuan-tuan, maka itu ia memerintahkan istimewa untuk aku sendiri
yang menyampaikan bingkisan ini."
"Jikalau begitu kami membuat capai saja kepada pangcu!" berkata Yo Kang girang.
Khiu Cian Jin tertawa.
"Yo Pangcu muda tetapi nyata kau luas pandangannya, kamu menang jauh dari pada Ang Pangcu!" ia memuji.
Yo Kang masih belum tahu maksud ayahnya berhubungan sama Kay Pang, maka
ia menanya pula. "Entah ada titah apakah dari Chao Wang untuk
perkumpulan kami? Tolong pangcu menitahkannya saja!"
"Menitahkan, itulah tak dapat disebutkan," berkata Khiu Cian Jin. "Hanya
Chao Wang memesan untuk memberitahukan bahwa wilayah utara ini tanahnya
miskin dan rakyatnya melarat, jadi sukar untuk….."
Yo Kang cerdas, segera ia dapat menduga.
"Jadinya Chao Wang menghendaki kami pergi ke Selatan?" katanya.
"Sungguh Yo Pangcu cerdas sekali!" berkata Khiu Cian Jin, memuji. "Maaf
untuk sikapku tadi. Chao Wang membilang bahwa propinsi-propinsi Kwietang
dan Kwiesay serta Hokkien, tanahnya subur, rakyatnya makmur, maka itu
ia bertanya kenapa saudara-saudara dari Kay Pang tidak mau pergi ke
Selatan untuk menaruh kaki di sana? Wilayah Selatan jauh lebih menang
dari pada wilayah Utara ini."
"Terima kasih untuk petunjuk Chao Wang serta pangcu sendiri," berkata Yo
Kang tertawa. "Percayalah, aku yang rendah pasti bakal menurutinya."
Khiu Cian Jin heran orang dengan gampang saja menerima hadiah itu,
tetapi karena ia khawatir Kay Pang nanti menyesal, ia lantas berkata,
"Kata-katanya seorang laki-laki cukup dengan sepatah kata! Dengan semua
saudara dari Kay Pang berangkat ke Selatan, bukankah itu berarti bahwa
kamu tidak bakal kembali ke Utara ini?"
Yo Kang hendak memberikan jawabannya ketika Lou Yoe Kiak memotong.
"Harap pangcu mengetahuinya! Kami semua hidup dari mengemis, maka itu,
apa perlunya kami dengan uang emas dan barang permata? Laginya partai
kita berada di seluruh negeri, kami merdeka, maka kapannya kami pernah
dipengaruhi lain orang? Oleh karena itu aku memohon pangcu memikirkan
dengan seksama!"
Sekarang ini Yo Kang telah dapat menerka maksudnya Wanyen Lieh. Di
Kangpak ini, yaitu utara Sungai Besar, Kay Pang menjadi musuh bangsa
Kim, sering terjadi, kalau pihak Kim jauh ke utara, Kay Pang suka
mengganggu mengacau bagian belakang, baik dengan membunuh punggawa
perangnya maupun dengan membakar rangsum, maka kalau Kay Pang dipindah
ke Selatan, jadi gampanglah usaha bangsa Kim itu. Maka itu atas
cegahannya Lou Yoe Kiak, ia berkata, "Ini adalah maksud baik dari Khiu
Pangcu, jikalau kita tidak menerima, itu tandanya kita berlaku tidak
hormat. Uang emas dan perak dan permata ini, aku sendiri tidak
membutuhkannya, maka itu Suwie Tiangloo, sebentar sebubarnya rapat,
silahkan kamu membagi-bagikannya kepada semua saudara!"
Tapi Yoe Kiak tidak memperdulikan perkataannya ini pangcu baru. Ia
berkata pula, "Ang Pangcu kami yang tua dikenal sebagai Pak Kay, maka
itu usaha kita di Utara ini mana dapat gampang-gampang ditinggalkan
secara begini? Laginya partai kita bercita-cita bersetia dan membela
negara sedang dengan bangsa Kim, kita adalah musuh turunan, dari itu
tidak dapat bingkisannya ini diterima! maka itu tidak dapat kita pindah
ke Kanglam!"
Yo Kang menjadi tidak senang, air mukanya menunjuki itu. Tapi belum lagi
ia membuka mulutnya, Pheng Tiangloo sambil tertawa mendahului padanya.
Kata ini Tiangloo; "Lou Tiangloo, urusan besar dari partai kita
diputuskan oleh pangcu, bukan diputuskan kau seorang diri, bukankah?"
Yoe Kiak tetapi tetap sama sikapnya. Ia kata keras, "Jikalau mesti
melupakan kesetiaan dan kejujuran, biarnya mati, aku tidak suka
menurut!"
"Ketiga tiangloo Kan, Pheng dan Nio, bagaimana pikiran kalian?" Yo Kang tanya ketiga tetua itu.
"Kami bersedia untuk titah pangcu!" menyahut ketiga tiangloo itu serentak.
"Bagus!" berseru Yo Kang. "Mulai tanggal satu bulan delapan, kita pergi menyeberangi Sungai Besar!"
Atas perkataan itu, sebagian besar orang Kay Pang menjadi gaduh.
Di dalam Kay Pang ini, perbedaan di antara golongan Pakaian Bersih dan
Pakaian Kotor nyata sekali. Golongan Pakaian Bersih, meski pakaian
mereka banyak tambalannya, tetapi pakaian itu bersih seperti pakaian
orang kebanyakan dan cara hidupnya sama dengan khalayak ramai, tidak
demikian dengan golongan Pakaian Kotor yang teguh sama cita-citanya,
sudah pakaiannya butut dan dekil, mereka tidak menggunakan uang untuk
membeli barang, bahkan mereka tidak duduk bersantap bersama-sama dengan
lain orang, mereka tidak nanti bertempur bersama orang yang tidak
mengerti ilmu silat. Benar di antara empat Tiangloo, tiga ada dari
golongan Pakaian Bersih, walaupun demikian, jumlah pengemis Pakaian
Kotor terlebih banyak. Mereka inilah yang sekarang memberi suara setuju
kepada Lou Yoe Kiak.
Melihat sikapnya sebagian pengemis itu, Yo Kang menjadi bingung juga.
Ketiga tiangloo she Kan, Pheng dan Nio lantas mengasih dengar suara
nyaring mereka, untuk meminta orang jangan gaduh, suaranya itu tidak
diambil mumet. Kan Tiangloo menjadi habis sabar, maka ia memandang Lou
Yoe Kiak.
"Lou Tiangloo, adakah kau hendak memberontak kepada pangcu?" dia tanya bengis.
"Biarnya aku dihukum picis, tidak nanti aku berani melawan yang tua!"
menyahut Yoe Kiak keren. "Apapula untuk memberontak terhadap pangcu,
pasti aku lebih-lebih tak berani. Akan tetapi anjing Kim itu adalah
musuh besar dari Kerajaan Song kita! Apakah katanya Ang Pangcu kepada
kita?"
Kan Tiangloo bertiga kena terdesak, mereka lantas tunduk. Mereka mulai menyesal.
Khiu Cian Jin melihat suasana itu, maka ia pikir usahanya bakal gagal
kalau Lou Yoe Kiak tidak dipengaruhi, maka itu dengan tertawa dingin, ia
berkata kepada Yo Kang. "Yo Pangcu, hebat Lou Tiangloo ini!" Lalu
menyusuli penutup perkataannya itu, dengan kedua tangannya diulur ke
arah pundak si tiangloo.
Ketika mendengar orang tertawa dingin, Lou Yoe Kiak sudah bercuriga, ia
telah siap sedia, maka itu, ketika ia diserang, dengan cepat ia berkelit
sambil menunduk untuk nelusup masuk ke selangkangan orang. Sebab ia
mengerti dengan baik, tidak bisa ia melawan dengan kekerasan. Sembari
nelusup itu, tanpa menanti lempangnya pinggangnya, kakinya sudah
menendang ke kempolan pangcu dari Tiat Ciang Pang. Dia bernama Lou Yoe
Kiak, Lou si Mempunyai Kaki, dari itu bisa dimengerti ilmu dupakan itu.
Khiu Cian Jin heran untuk caranya orang berkelit itu, Guna melindungi
diri, ia lantas mengayun tangannya ke belakang, guna menghajar kakinya
si pengemis.
Yoe Kiak tahu tangan lawan itu hebat, ia menarik pulang dupakannya
ketiga. Ia khawatir kakinya nanti terluka. Sambil lompat ke samping, ia
meludah kepada lawannya itu!
Khiu Cian Jin boleh gagah dan luas pengalamannya, akan tetapi serangan
semacam itu ia tidak menyangka sama sekali, maka itu, belum sempat ia
berkelit, mukanya sudah kena diludahi. Ludah itu tidak mendatangkan rasa
sakit atau gatal, toh itu membuatnya tercengang.
"Lou Tiangloo, jangan kurang ajar kepada tetamu agung!" Yo Kang membentak.
Yoe Kiak masih taat kepada ketuanya, tetapi justru ia hendak merubah
sikapnya, Khiu Cian Jin yang gusar sudah lantas menyerang padanya, kedua
tangannya yang kuat seperti kepit sudah menyambar ke arah tenggorakan.
Ia kaget, maka ia berlompat jumpalitan untuk menghindarkan diri dari
bahaya. Tapi ia terlambat, selagi kupingnya mendengar ejekan, "Hm!"
kedua tangannya kena disambar lawan itu. Dalam kagetnya ia berontak,
tetapi sia-sia saja. Ia sudah banyak pengalamannya, ia tidak menjadi
bingung atau ketakutan, maka ia berdaya pula. Dengan tiba-tiba ia
menyeruduk dengan kepalanya!
Semenjak masih kecil, Yoe Kiak sudah melatih kepalanya itu, maka itu,
serudukannya dapat menggempur tembok hingga bolong. Pernah ia bertaruh
sama saudara-saudara separtai dengan ia melawan banteng, mengadu kepala,
kepalanya sendiri tidak kurang suatu apa, si kerbau sendiri roboh
kelenger. Hanya kali ini, ketika kepalanya mengenai perut, ia merasa
membentur benda lunak seperti kapas. Ia kaget, ia mengerti bahaya,
dengan lekas ia menarik pulang kepalanya itu. Untuk kagetnya lagi, perut
orang itu mengikuti kepalanya itu. Ia lantas mengerahkan tenaganya,
untuk membebaskan kepalanya itu. Sebagai kesudahan dari pergulatannya
itu, ia merasa kepalanya mulai panas sedang kedua tangannya yang terus
dicekal menjadi panas sekali, seperti tangan itu dimasuki ke dalam
perapian marong….
"Kau takluk atau tidak?!" tanya Khiu Cian Jin membentak.
"Bangsat busuk, takluk apa!" menjawab Yoe Kiak membentak juga.
Khiu Cian Jin mengerahkan tangan kirinya, maka lima jari Lou Tiangloo
mengasih dengar suara meretak, kelima jarinya kena dipencet patah.
"Kau takluk atau tidak?!" tanya pula ketua Tiat Ciang Pang itu.
"Bangsat busuk, takluk apa!" Yoe Kiak membandel.
Khiu Cian Jin memencet pula, maka sekarang kelima jari kiri dari Lou Yoe
Kiak yang pada patah. Ia merasakan sakit bukan main, ia sampai menjadi
was-was, tetapi ia bernyali besar dan besar kepala, ia terus masih
mencaci.
"Jikalau aku menggeraki perutku, kepalamu pun bakal remuk!" Khiu Cian in
mengancam. "Aku mau lihat, kau masih dapat mencaci atau tidak….."
Di saat Lou Yoe Kiak menghadapi waktu kematiannya itu, dari antara
rombongan pengemis mendadak terlihat seorang berlompat maju - seorang
yang tubuhnya tinggi dan dadanya lebar. Dialah si bocah Kwee Ceng!
Dengan tindakan lebar, Kwee Ceng ini segera menghampirkan Lou Yoe Kiak,
terus ia mengangkat tangannya yang kanan, dengan itu tiga kali beruntun
ia menghajar kempolan si pengemis. Dia menghajar Yoe Kiak akan tetapi
tenaganya itu tersalur, dari kempolan terus ke kepala, terus juga ke
perutnya ketua Tiat Ciang pang itu, hingga tiga kali Khiu Cian Jin
merasakan benturan yang kuat, hingga sekejap itu juga, buyarlah
kekuatannya menempel dan menyedot.
Begitu lekas ia merasakan kepalanya merdeka, Yoe Kiak lantas mengangkat
bangun tubuhnya, hanya kedua tangannya, yang masih belum dilepaskan.
"Kau bukannya lawan dari Khiu Cianpwee, kau minggir!" berkata Kwee Ceng,
yang sembari berkata telah menggenjot tubuhnya untuk berlompat, maka
juga sebelah kakinya bisa mendupak pundak si pengemis.
Tendangan ini sama pengaruhnya seperti hajaran pada kempolan tadi.
Tenaga si anak muda tersalurkan ke kedua tangannya Khiu Cian Jin, tidak
peduli tadi tangannya panas, ia ini merasakan sakit pada telapakan
tangannya itu, maka tanpa merasa, cekalannya menjadi kendor dan terlepas
sendirinya.
Lou Yoe Kiak pun merasakan ia tak terpegang keras lagi, ia lantas
menggunakan tenaganya membarengi berontak sambil berlompat mundur. Tapi
karena ia telah tercekal keras dan kepalanya masih terasakan pusing,
kedua kakinya seperti tidak bertenaga, ia roboh sendirinya.
Khiu Cian Jin terperanjat menyaksikan kepandaian Kwee Ceng itu. Ia
mengetahui ilmu yang disebutkan "Kek san ta gu", atau " Memukul kerbau
di antara gunung". Ilmu itu ia cuma mendapat dengar, sekarang ia
membuktikannya sendiri. Ia pun heran akan melihat seorang bocah, yang ia
tidak kenal. Karena ini ia menyiapkan tenaga di kedua tangannya, ia
mengawasi pemuda itu. ia tidak berani sembarang menyerang meski
sebenarnya ia mendongkol.
Sementara itu kegaduhan terbit di antara kaum pengemis. Mereka itu tidak
tahu apa yang terjadi dengan Lou Yoe Kiak, mereka menyangka Kwee Ceng
menyerang orang hingga roboh, pingsan atau terbinasa, maka itu dengan
suara riuh mereka maju dengan niatan menyerang si anak muda. Mereka juga
heran yang anak muda itu yang teringkus sekian lama, mendadak dapat
membebaskan diri.
Semenjak ia melihat bintang Pak Tauw, Kwee Ceng telah mengumpul
semangatnya. Ia memperhatikan gerak-geriknya rahasia dari Coan Cin Cit
Cu, ia gabung dengan sarinya Kiu Im Cin-keng, yang ia telah paham betul,
maka itu, ia tidak memperdulikan segala apa yang terjadi di sekitarnya.
Ia tidak mengambil mumet Oey Yong, ia tidak menggubris segala
pembicaraan terutama diantara Loe Yoe Kiak dan Khiu Cian Jin. Hebat ia
memusatkan pikirannya itu. Selagi Yoe Kiak terancam bahaya, ia sendiri
lagi memecahkan suatu ilmu dari Kitab Bawah dari Kiu Im Cin-keng itu,
bagian ilmu "Menyimpan otot dan meringkaskan tulang". Siapa yang paham
ini, ia bisa membikin tubuhnya ciut menjadi kecil. Di dalam hal ini, ia
memperoleh banyak sekali bantuan dari ilmu yang diwariskan Ang Cit Kong
kepadanya, ialah "Ie Kin Toan Kut Pian", atau ilmu "Menukar otot dan
melatih tulang". Dengan mempunyai dasar itu, ia berhasil dengan lekas
sekali. Demikian tanpa ia merasa, ia dapat pulang tenaganya dan tubuhnya
mengkerat kecil hingga ia lolos dari belengguannya. Sebab Yoe Kiak
terancam bahaya, ia segera menghampirkan tiangloo itu, untuk memberikan
pertolongannya.
Pheng Tiangloo yang ditugaskan menjaga Kwee Ceng pun heran dan kaget
ketika mendadak ia mendapatkan bocah itu bebas. Ia menjambret, ia gagal,
ia cuma bisa menyambar tambang ringkasannya itu. Ia sadar dengan lekas,
hendak ia menyusul si anak muda, tapi ia terlambat, Kwee Ceng sudah
mendahului melemahkan tenaga dalam dari Khiu Cian Jin hingga Lou Yoe
Kiak dapat ditolong. Tapi ia licik. Begitu melihat suasana, ia
berteriak. "Tangkap penjahat licik itu!" Ia sendiri tidak bergerak dari
tempatnya berdiri, karena ia merasa, majunya toh bakal sia-sia belaka.
Kwee Ceng menyesal menyaksikan aksinya kaum pengemis itu, tetapi karena
ia justru ingin mencoba lebih jauh hasil latihannya barusan, ia kata
dalam hatinya, "Kalau hari ini aku tidak memberi ajaran adat kepada
kamu, kemendongkolanku tidak dapat dilampiaskan...." Maka ia mementang
kedua tangannya sambil kakinya memasang kuda-kuda "Thian Koan".