Khu Cie Kee adalah yang terpandai dari Cit Cu, Oey Yok Su memandang ia
terlalu enteng, maka dadanya itu kena terkibas hingga ia merasakan
sakit. Dengan sebat ia menutup diri, lalu dengan tangan kirinya
menyambar tangan baju si penyerang, tangan kanannya mencari biji mata
lawan itu. Khu Cie Kee meronta sekuatnya, ujung bajunya itu robek. Itu
waktu Ma Giok maju bersama Ong Cie It, akan tetapi Oey Yok Su sudah
berlompat ke belakang Cek Tay Thong, ketika kakinya dilayangkan, Kong
Leng Cu roboh jungkir balik!
Di dalam kamar rahasia, Kwee Ceng menyerahkan lubang intaian kepada Oey
Yong, maka giranglah nona ini menyaksikan ayahnya menunjuki
kepandaiannya itu, coba ia tidak ingat kawannya mesti menanti lagi satu
dua jam untuk sembuh betul, tentulah ia sudah menepuk tangan
bersorak-sorai.
Adalah Auwyang Hong yang berdiri di pintu sambil tertawa berkakakan,
dengan mulutnya dibuka lebar-lebar. "Yang Ong Tiong Yang terima adalah
ini segerombolan kantung nasi!"
Cie Kee penasaran sekali. Semenjak belajar silat, belum pernah ia
dikalahkan begini rupa. "Berdiri rapi di tempat masing-masing!" ia
berteriak pula.
Akan tetapi Oey Yok Su tidak sudi memberikan kesempatan. Ia bergerak ke
timur dan barat, ia menyerang kalang-kabutan hingga semua lawannya itu
menjadi kelabakan, barisannya tidak dapat diatur pula. Bahkan pedangnya
Ma Giok dan Tam Cie Toan telah dipatahkan Tong Shia dan dilemparkan ke
lantai.
Khu Cie Kee bersama Ong Cie It lantas merangsak dengan pedang di tangan
masing-masing. Itulah jurus yang istimewa dari ilmu pedang Coan Cin Pay.
Oey Yok Su tidak berani memandang enteng lagi, ia berkelahi dengan
hati-hati.
Ma Giok cerdik, diam-diam ia menggunai ketika akan lompat ke kedudukan
thian-kie dan terus saja ia memegang pimpinan. Tam Cie Toan dan Lauw Cie
Hian lantas menyusul mengambil kedudukan mereka. Perbuatan mereka ini
lantas diikuti oleh yang lain-lainnya. Sebentar saja, barisan Thian Kong
Pak Tauw lantas teratur rapi. Dengan begitu, jalannya pertempuran juga
berubah menjadi lain. Thian Koan bersama giok-heng lantas menhadapi
lawan di depan, thian-kie dan kay-yang yang terus menyerang dari
samping, sedang yauw-kong dan thian-soan di belakang turut merangsak.
Cie Kee maju di bantu Cie Peng. Oey Yok Su mesti melayani musuh di empat
penjurunya.
"Saudara Hong!" katanya tertawa. "Ong Tiong Yang toh dapat meninggalkan ini macam ilmu kepandaian!"
Tong Shia bicara sambil tertawa, meski begitu, ia merasakan lawan
menjadi beda, tenaga mereka itu menjadi besar sekali. Maka sekarang ia
bersilat dengan Lok Eng Ciang-huat, ia berputaran di dalam Thian Kong
Pak Tauw itu, hingga tubuhnya seperti melayang-layang dan tangannya
beterbangan…
Oey Yong mengenali ilmu silat ayahnya itu. "Ketika ayah mengajari ilmu
silat ini, aku menyangka hanya ilmu kosong dan satu berisi atau tujuh
berisi dan satu kosong," katanya di dalam hati, "Tidak tahunya setelah
dipakai bertempur benar-benar, semua lima kosong dan tujuh berisi itu
dapat diubah pergi pulang."
Pertempuran ini beda sekali dengan perlawanan Tiauw Hong tadi. Si nona
menonton sambil menahan napas. Bahkan Auwyang Hong yang lihay pun turut
ketarik sampai ia menjadi kagum sekali.
Selagi orang bertaruh seru itu, tiba-tiba terdengar satu suara jeritan,
"Aduh!" disusul mana tubuh jatuh terguling. Nyata korban itu ialah In
Cie Peng. Dia tidak sanggup melayani Oey Yok Su berputaran, matanya
kabur, kepalanya pusing, dunia dirasakan bagai berputar, di depan
matanya entah ada berapa banyak musuhnya itu, di akhirnya, setelah
penglihatannya gelap, tidak ampun lagi ia roboh sendirinya!
Coan Cin Cit Cu memusatkan pikiran mereka. Mereka tahu, asal ada satu
saja yang hatinya goncang, mereka tidak bakal ketolongan lagi, atau Coan
Cin Pay bakal runtuh dan musnah. Oey Yok Su pun gelisah. Ia sudah
kepalang, ia bersangsi untuk bertempur terus atau berhenti. Perlawanan
hebat dari Khu Cie Kee beramai itu membuat kedua pihak sama unggulnya.
Sementara itu ayam-ayam sudah berkokok dan sinar matahari mulai
mengintai di arah timur. Dengan lewatnya sang waktu itu, selesai sudah
batas tempo istirahatnya Kwee Ceng. Ia telah sembuh dan memperoleh
kembali kesehatannya seperti sedia kala. Di luar kamarnya orang
bertempur umpama kata langit terbalik dan bumi ambruk tetapi ia
sendirinya tetap tenang, ia duduk diam. Baru sesaat kemudian, ia
mengintai ke luar kamar rahasianya, atau ia menjadi terkejut.
Oey Yok Su bertindak dengan perlahan, kakinya mengikuti garis patkwa,
atau segi delapan, setiap gerakan tangannya berlahan juga. Ketika Oey
Yong menggantikan Kwee Ceng mengintai, ia tahu betul ayahnya lagi
menggunakan ilmu silatnya yang tak sembarang dipakai. Segera juga bakal
datang saat yang memutuskan.
Coan Cin Cit Cu berkelahi dengan seantero tenaganya. Mereka pun
menginsyafi bahaya yang tengah mengancam mereka. Berkali-kali mereka
mengasih dengar suara satu sama lain, untuk mengasih isyarat, guna
menambah semangat masing-masing. Di batok kepala mereka mulai terlihat
hawa panas mengkedus, sedang jubah mereka telah basah kuyup. Hilanglah
ketenangan mereka sebagaimana tadi mereka melayani Bwee Taiuw Hong.
Auwyang Hong terus menonton sambil ia memperhatikan barisannya imam-imam
dari Coan Cin Kauw itu. Ia mengharap-harap Oey Yok Su nanti menguras
semua tenaganya hingga ia mendapat luka di dalam. Dengan begitu, kapan
kembali diadakan rapat besar di Hoan San, rapat yang kedua, untuknya
akan kurang satu lawan yang tangguh. Akan tetapi Tong Shia benar-benar
lihay, meski Khu Cie Kee semua bekerja sekerasnya, mereka itu masih
tidak dapat merampas kemenangan.
Menyaksikan pertempuran yang sangat memakan tempo itu, Auwyang Hong
menjadi tidak sabar. Dasarnya ia berbisa, setelah berpikir sekian lama,
ia mendapat satu akal licik.
Pertempuran itu berjalan semakin perlahan, tapi itu tandanya bahwa
bahaya semakin dekat. Oey Yok Su bekerja terus, nyata sekali terlihat ia
menyerang dengan kedua tangannya kepada Sun Put Jie dan Tam Cie Toan.
Kedua imam itu mengangkat tangan mereka untuk menangkis. Mereka segera
dibantu Lauw Cie Ian dan Ma Giok.
Justru itu, mendadak See Tok bersiul panjang dan terus berseru. "Saudara
Yok, aku bantu kau!" menyusul suaranya itu ia berjongkok, segera dengan
kedua tangannya ia menolak ke arah Tam Cie Toan!
Tiang Ci Cu tengah memusatkan perhatiannya terhdapa Oey Yok Su, ia telah
mengerah tenaganya untuk menangkis serangan Tong Shia, ketika mendadak
ia merasakan benturan keras di belakangnya, jangan kata untuk menangkis,
berkelit saja sudah tidak keburu, maka itu dengan menerbitkan suara, ia
roboh tengkurap.
Oey Yok Su menjadi gusar sekali. "Siapa menghendaki bantuanmu!" ia menegur See Tok.
Ketika itu Khu Cie Kee dan Ong Cie It menyerang dengan berbareng. Tong
Shia mengibas untuk menangkis atau tangannya yang kanan bentrok sama
perlawanannya Ma Giok dan Cek Tay Thong, yang pun menyerang kepadanya.
Auwyang Hong tertawa. "Kalau begitu, biarlah aku bantui mereka!"
serunya. Sambil berkata begitu, dengan kedua tangannya benar-benar ia
menyerang si Sesat dari Timur itu. Kalau tadi ia menyerang Tam Cie Toan
dengan menggunai tenaga tiga bagian, sekarang ia mengerahkan tenaganya
dengan sepenuhnya. Itu pun saat Oey Yok Su tengah menghadapi empat
lawannya. Ia mengharap hajaran ini, satu kali saja, akan menamatkan
riwayatnya pemilik dari pulau Tho Hoa To itu. Akal yang ia bertelurkan
dari batok kepalanya ialah lebih dulu menjatuhkan salah satu Coan Cn Cit
Cu, baru ia membokong Oey Yok Su. Ia sudah memikir matang, setelah
Thian Kong Pak Tauw Tin pecah, dengan Oey Yok Su sudah mati, walaupun
imam-imam dari Coan Cin Kauw itu murka, ia tidak usah takuti mereka.
Oey Yok Su kaget sekali. Ia tidak menyangka Auwyang Hong dapat berlaku
demikian. Ia menghadapi kesulitan. Tidak bisa ia meninggalkan empat
musuhnya di depannya itu, umpama kata ia memutar tubuhnya, untuk
melayani Auwyang Hong, ia bisa celaka. Maka itu tidak ada jalan lain, ia
mencoba menutup diri seraya mengerahkan tenaga di punggungnya, guna
terpaksa menerima serangan Ha-mo-kang, ilmu silat Kodok, dari si Bisa
dari Barat yang licin itu.
Auwyang Hong girang sekali melihat Tong Shia mau mempertahankan diri
dari serangannya yang dahsyat itu. Itu pun artinya akal busuknya
berhasil. Tapi justru ia lagi bergirang itu, mendadak ia melihat
berkelebatnya satu bayangan hitam, yang mencelat dari samping, bayangan
mana berlompat ke belakangnya Oey Yok Su, untuk mewakilkan Tong Shia
menyambuti serangannya itu!
Segera setelah serangan Auwyang Hong itu ada yang tangkis, dua-dua Oey
Yok Su dan keempat imam lawannya menghentikan pertempuran mereka sambil
lompat minggir, untuk memisahkan diri. Kapan mereka telah melihat tegas,
nyata orang yang berkorban untuk Tong Shia ialah Bwee Tiauw Hong!
Oey Yok Su menoleh kepada See Tok, ia tertawa dingin. "Benar-benar si
Bisa Bangkotan bernama tak mengecewakan," katanya mengejek.
Auwyang Hong sendiri berulang-ulang menyatakan, "Sayang, sayang!" di
dalam hatinya. Ia menyesal bukan main yang serangannya itu gagal, sebab
lain orang yang menjadi korban. Dasar licik, ia mengerti bahaya. Ia
tidak mau melayani Oey Yok Su. Ia mengerti baik sekali, kalau Oey Yok Su
bergabung dengan semua imam itu, itu berarti ia menghadapi bencana
jiwa. Maka juga ia tertawa nyaring dan panjang, sembari tertawa itu ia
memutar tubuh untuk berlompat ke luar, buat terus menangkat langkah
seribu!
Ma Giok lantas menghampirkan Tam Cie Toan, ia membungkuk untuk
mengangkatnya. Segera juga ia menjadi kaget. Tubuh adik seperguruannya
itu lemas sekali dan kepalanya pun teklok. Auwyang Hong telah menghajar
orang hingga tulang-tulang iga serta punggungnya patah. Kakak ini lantas
mengucurkan air mata, sebab ia merasa pasti, adik seperguruannya itu
tidak bakal dapat ditolong lagi.
Khu Cie Kee yang bertabiat keras berlompat ke luar dengan membawa
pedangnya, ia mau menyusul See Tok, untuk menyerang si bisa yang jahat
itu, tetapi dari tempat yang jauh ia cuma mendengar suara orang. "Oey
Lao Shia, telah aku membantu kau memecahkan barisan istimewa warisannya
Ong Tiong Yang, aku pun sudah mewakilkan kau menghukum mati murid Tho
Hoa To yang murtad, maka itu, sisanya enam imam campur aduk, kau sendiri
pun dapat melayaninya. Sampai ketemu pula!"
Oey Yok Su mengeluarkan suara di hidung. Ia tahu, kata-kata terakhir
dari See Tok ini ada untuk membakar hatinya dan kawanan Coan Cin Kauw
itu, supaya mereka murka dan menumpleki kemurkaannya terhadapnya. Tapi
ia pun besar kepala, tidak sudi ia memberi keterangan kepada Ma Giok
semua. Ia hanya menghampirkan mayatnya Bwee Tiauw Hong, ia mengangkatnya
dengan perlahan-lahan. Murid itu telah memuntahlan darah hidup,
kelihatannya ia tidak bisa hidup lebih lama lagi.
Khu Cie Kee mengubar sampai beberapa puluh tombak, Auwyang Hong entah
telah kabur ke mana. Ketika itu, Ma Giok berulang-ulang memanggil ia
pulang, maka ia kembali dengan tindakan lebar. Ia masih gusar sekali,
kedua matanya terbuka besar dan bersinar merah. Segera ia menuding Oey
Yok Su.
"Coan Cin Kauw kami denganmu ada bermusuhan apa?!" ia menegur dengan
bengis. "Oh, iblis tersesat yang jahat sekali! Mulanya kau membinasakan
Ciu Susiok kami, sekarang kau mencelakai Tam Sutee kami ini. Apakah
artinya perbuatanmu, hai manusia sesat?"
Ditegur begitu, Oey Yok Su melengak. "Kau maksudkan Ciu Pek Thong?" akhirnya ia menanya. "Kau bilang aku membinasakan dia?"
"Apakah kau masih mau menyangkal?" Cie Kee mendesak.
Oey Yok Su tahu di sini ada salah mengerti, tetapi ia membungkam, ia
cuma tertawa dingin. Sebenarnya bersama-sama Ciu Pek Thong dan Auwyang
Hong, ia lagi mengadu lari, sesudah beberapa ratus lie dilalui, mereka
masih seri. Niat mereka semula adalah mengadu terus sampai ada keputusan
siapa yang menang, tetapi mendadak, Ciu Pek Thong menghentikannya
setengah jalan. Inilah disebabkan Loo Boan Tong tiba-tiba ingat Ang Cit
Kong, yang ditinggalkan seorang diri di dalam istana kaisar. Berbahaya
kalau Pengemis dari Utara itu sampai kena dipergoki penghuni istana.
Bukankah ia telah habis ilmu silatnya? Maka itu ia kata kepada kedua
lawannya: "Loo Boan Tong ada mempunyai urusan, kita berhenti saja, kita
jangan mengadu lari lebih jauh!" Kata-kata ini ialah kepastian, Oey Yok
Su dan Auwyang Hong tidak dapat memaksakan, untuk itu, ia dibiarkan
lari. Oey Yok Su berniat menanyakan Ciu Pek Thong tentang putrinya,
karena kepergian si orang tua berandalan dan jenaka itu, ia menjadi
batal menanyakan.
Ketika itu sia-sia belaka Tam Cie Toan menyusul mereka itu bertiga, ia
tidak dapat melihat sekalipun bayangan orang, sebaliknya Oey Yok Su
semua mengetahui dan melihat ia jelas sekali, maka itu seberlalunya Loo
Boan Tong, Oey Yok Su dan Auwyang Hong lantas kembali ke Gu-kee-cun.
Kebetulan sekali, sesampainya mereka di rumah penginapan, mereka dapat
menyaksikan Coan Cin Cit Cu lagi menempur Bwee Tiauw Hong. Biar
bagaimana, Tong Shia tidak bisa membiarkan muridnya bercelaka, maka itu,
diakhirnya ia yang turun tangan sendiri. Di luar segala dugaan,
kesudahannya ada demikian hebat.
Selagi Khu Cie Kee kalap itu, Sun Put Jie menangiskan Tam Cie Toan. Yang
lain-lain pun gusar sekali, hingga mereka semua mau mengadu jiwa.
Tiba-tiba Tam Cie Toan membuka matanya dan berkata: "Aku mau pergi…"
Khu Cie Kee semua lantas menghampirkan, mereka mengerubungi saudara
seperguruan itu. Tam Cie Toan bersenandung lemah, lalu ia menarik
napasnya yang penghabisan, matanya meram. Keenam Cu bertunduk, untuk
memujikan arwahnya saudara itu. Habis itu Ma Giok memondong tubuh
suteenya, buat dibawa pergi. Khu Cie Kee semua mengikuti tanpa bersuara,
tanpa berpaling lagi ke belakang, mereka ke luar dari rumah penginapan
itu dan pergi.
Oey Yok Su heran sekali, ia tidak tahu permusuhan apa di antara ia dan
Coan Cin Kauw, tetapi ketika ia melihat Bwee Tiauw Hong bernapas
empas-empis, ia menjadi berduka. Biar bagaimana Tiauw Hong adalah
muridnya, mereka telah hidup bersama buat beberapa puluh tahun. Murid
itu pun telah berkorban untuknya. Pada dasarnya, ialah seorang yang
jujur, maka itu, dalam kedukaannya itu, ia menangis menggerung-gerung.
Bwee Tiauw Hong dapat mendengar tangis gurunya itu, ia mengerti, lantas
ia tersenyum. Ia tidak mengatakan apa, hanya dengan mengerahkan tenaga
terakhir, dengan tangan kanannya ia mematahkan lengannya yang kiri,
setelah mana dengan tangan kanan itu ia menghajar batu itu hancur dan
lengannya pun patah pula.
Menyaksikan perbuatan muridnya itu, Oey Yok Su tercengang. "Suhu,"
berkata sang murid, "Ketika di Kwei-in-chung suhu menitahkan muridmu
melakukan tiga macam perbuatan, dua yang lain muridmu tak keburu
melakukannya….."
Oey Yok Su lantas ingat akan tiga macam titahnya itu, ialah pertama
mencari pulang kitab Kiu Im Cin-keng yang telah hilang, kedua mencari
Liok Leng Hong serta dua muridnya yang lainnya, dan yang ketiga, yaitu
yang terakhir, muridnya ini dimestikan membayar pulang ilmu silat yang
didapat dari Kiu Im Cin-keng itu. Sekarang dengan mematahkan kedua
tangannya itu, Bwee Tiauw Hong menepati perintah gurunya, sebab dengan
tangannya patah maka musnahlah juga kepandaiannya Kiu Im Pek-kut Jiauw
seri Cwie-sim-ciang.
Lantas sang guru tertawa terbahak. "Bagus, bagus!" katanya. "Dua yang
lain itu sudah tidak ada artinya lagi! Sekarang mari aku terima pula kau
menjadi murid dari Tho Hoa To!"
Tiauw Hong menginsyafi ia telah tersesat, maka itu mendengar gurunya
memberi ampun dan suka menerima ia kembali, ia girang bukan main, dengan
memaksakan diri ia merayap bangun, untuk memberi hormat kepada guru itu
sambil paykui beberapa kali, ketika ia mengangguk untuk ketiga kalinya,
tubuhnya rebah tak bangun pula.
Oey Yong dari kamar rahasia telah menyaksikan itu semua, ia disandingkan
pelbagai perasaan. Hebat apa yang ia telah saksikan itu, semuanya
mengagetkan dan mengharukan. Di lain pihak, ia mengharap-harap ayahnya
itu nanti berdiam sedikit lama pula, supaya ia bersama Kwee Ceng dapat
ke luar untuk menemuinya. Kwee Ceng itu tinggal menanti berkumpulnya
hawa di pusarnya.
Oey Yok Su sudah lantas mengangkat tubuhnya Bwee Tiauw Hong, untuk
dipondong. Hampir di itu waktu, di luar rumah terdengar suara
meringkiknya kuda. Oey Yong mengenali, itulah kuda merah yang kecil
kepunyaan Kwee Ceng. Menyusuli suaranya Sa Kouw, yang berkata, "Inilah
dusun Gu-kee-cun! Mana aku tahu di sini ada orang she Kwee atau
tidak………?"
Lalu terdengar suaranya seorang yang lain. "Di sini toh cuma ada
beberapa buah rumah! Mustahil kau tidak kenal semuanya penduduk sini?"
Agaknya orang itu tidak sabaran, karena ia lantas saja menolak pintu dan
bertindak masuk. Oey Yok Su menempatkan diri di belakang pintu, ketika
ia melihat orang yang masuk itu, air mukanya berubah. Orang adalah
Kanglam Liok Koay yang telah ia cari dengan susah payah.
Kanglam Liok Koay sudah pergi ke Tho Hoa To, lantas mereka
berputar-putar, tidak juga mereka berhasil mencari rumahnya pemilik
pulau Bunga Tho itu, baru kemudian mereka bertemu sama satu bujang yang
gagu dari siapa mereka ketahui majikannya pulau itu tengah bepergian.
Kemudian lagi Kanglam Liok Koay melihat kuda merah dari Kwee Ceng
terlepas merdeka di dalam rimba, mereka lalu membawanya sampai di dusun
Gu-kee-cun ini, di mana mereka bertemu sama Sa Kouw, si nona tolol.
Kwa Tin Ok sangat jeli kupingnya, begitu masuk di pintu, ia mendapat
dengar suara orang bernapas di belakang pintu itu, maka segera ia
memutar tubuhnya, dituruti oleh lima saudaranya. Dengan lantas mereka
melihat Oey Yok Su menghadang di ambang pintu seraya tangannya memodong
Bwee Tiauw Hong. Oey Yok Su rupanya mau mencegah keenam orang luar biasa
dari Kanglam itu melarikan diri…..
"Oey Tocu baik?" Cu Cong lantas menanya. "Sudah lama kita tidak bertemu!
Kami berenam telah memenuhi janji untuk bertemu di Tho Hoa To, sayang
tocu tidak ada di rumah, tetapi hari ini kebetulan bertemu di sini, kami
merasa sangat beruntung!" Habis berkata begitu, si Mahasiswa Tangan
Lihay lantas menjura dalam.
Oey Yok Su berniat membunuh Liok Koay, sekarang ia menampak pula muka
pucat pasi dari Tiauw Hong, ia berpikir, "Liok Koay ini musuh besar dari
Tiauw Hong, siapa nyana sekarang Tiauw Hong mendahului mereka mati,
meski begitu, sekarang aku mesti membuatnya ia membinasakan musuhnya
dengan tangannya sendiri, supaya ia mati dengan meram….."
Maka itu tangan kanan tetap memondong tubuh muridnya, dengan tangan kiri
ia mengangkat tangan yang patah dari muridnya itu, tangan yang hanya
tersambung dengan kulit daging, sembari berbuat begitu ia melompat ke
sampingnya Han Po Kie, untuk dengan cepat sekali, dengan tangannya Tiauw
Hong itu, menghajar bahu kanan si Malaikat Raja Kuda.
Han Po Kie kaget bukan main, sampai dia tidak sempat berkelit atau
menangkis. Hebat ia kena dihajar, benar lengannya tidak sampai patah
tetapi sesaat itu dia tidak dapat menggeraki tangannya itu.
Liok Koay kaget dan gusar karena sikapnya Oey Yok Su ini, yang menyerang
tanpa bicara lagi, maka itu mereka pun lantas balik menyerang. Han Po
Kie turut maju setelah ia merasa tangannya lebih ringan. Mereka
berseru-seru sambil mereka menghunus senjatanya masing-masing. Mereka
mengurung dengan rapi. Oey Yok Su mengangkat tinggi tubuhnya Bwee Tiauw
Hong, ia seperti tidak menghiraukan pelbagai alat senjata yang aneh dari
enam jago dari Kanglam itu.
Han Siauw Eng adalah orang pertama yang diserang pemilik Tho Hoa To itu.
Ia kaget ketika ia melihat mukanya Bwee Tiauw Hong, yang matanya
mendelik, rambutnya riap-riapan, mulutnya penuh darah. Itulah roman
mayat yang sangat menyeramkan. Tangan Tiauw Hong pun diangkat
tinggi-tinggi, mengancam batok kepalanya. Tanpa merasa ia menjadi lemas
kaki dan tangannya.
Lam Hie Jin dan Coan Kim Hoat menyaksikan saudara angkat mereka
terancam, dengan berbareng mereka menyerang tangannya Tiauw Hong itu.
Mereka menggunai pikulan serta bandulan besi dacin mereka.
Oey Yok Su sebat luar biasa, dengan cepat ia menarik pulang tangan kanan
Tiauw Hong itu, untuk dengan tangan kirinya menghajar terus Siauw Eng.
Ahli pedang Gadis Wat itu tengah tidak berdaya, maka pinggangnya menjadi
sasaran, ia kesakitan hingga tubuhnya melengkung jongkok.
Han Po Kie maju dari samping, untuk menyerang dengan cambuknya,
Kim-liong-pian, atau cambuk Naga Emas. Oey Yok Su mengangkat kaki
kirinya, ia bergerak sebat, tetapi toh kaki itu toh kena kelibat. Hanya
Han Po Kie, meski ia mengeluarkan seluruh tenaganya, tidak sanggup ia
menarik kuda-kudanya Tong Shia. Di lain pihak, tangan berkuku dari Bwee
Tiauw Hong telah menyambar ke mukanya. Ia kaget sekali, ia melepaskan
libatan cambuknya, ia berkelit sambil berlenggok terus menjatuhkan diri
bergulingan. Meski begitu, ia merasakan mukanya panas dan sakit, ketika
ia meraba ke mukanya itu, tangannya penuh darah. Sebab lima kukunya
Tiauw Hong berhasil menyambar mukanya. Syukur untuknya, Tiauw Hong sudah
menjadi mayat dan jambakannya itu bukannya jambakan Kiu Im Pek-kut
Jiauw.
Setelah beberapa jurus, Liok Koay lantas jatuh di bawah angin. Coba
tidak Oey Yok Su menghendaki membinasakan musuh dengan tangannya Tiauw
Hong sendiri, mungkin mereka sudah bercelaka. Sekarang mereka hanya
terancam bahaya.
Kwee Ceng di dalam kamar rahasia menjadi bergelisah. Ia mendengar nyata
suara napas menggorong dari keenam gurunya itu, tanda dari keadaan
berbahaya dari mereka. Ia menjadi cemas hati sebab ia sendiri tidak bisa
lekas-lekas ke luar, untuk mencegah bencana. Ia masih memerlukan waktu
untuk memperkuat hawa di pusarnya itu. Tapi dapatkah ia main
ayal-ayalan? Budi guru-gurunya itu sama dengan budi orang tuanya! Maka
di akhirnya, ia menahan napas, ia meluncurkan sebelah tangannya untuk
menghajar daun pintu, hingga pintu itu gempur.
Oey Yong kaget bukan main. "Engko Ceng, jangan!" ia mencegah. Ia tahu kawan itu mesti beristirahat.
Kwee Ceng pun merasakan akibat serangannya itu, ialah hawa naik ke atas,
ke jantungnya, maka lekas-lekas ia memeramkan mata menarik pulang
hawanya itu kembali ke pusar. Tetapi sekarang pintu rahasia telah
tergempur pecah dan terbuka.
Oey Yok Su dan Kanglam Liok Koay kaget sekali, apa pula mereka lantas
melihat muda-mudi itu. Dengan sendirinya mereka pada lompat mundur
menghentikan pertempuran mereka. Oey Yok Su heran dan girang, hingga ia
mengucak-ucak matanya.
"Anak Yong, benarkah kau?" ia menanya. ia hampir tak mempercayai matanya sendiri. Ia merasa bagaikan lagi bermimpi.
Oey Yong dengan sebelah tangannya memegang tangan Kwee Ceng, mengangguk
sambil tersenyum. Ia tidak membuka mulutnya untuk menjawab ayahnya itu.
Mengawasi sikap anak gadisnya itu, Oey Yok Su lantas mengerti. Untuknya,
diketemuinya anak itu ada seperti juga si anak sudah mati tetapi hidup
pula. Itulah putri satu-satunya dan juga yang ia sayangi seperti jiwanya
sendiri. Ia lantas meletaki tubuh Tiauw Hong di atas bangku, ia terus
menghampirkan Kwee Ceng, di sisi siapa ia duduk bersila, tangannya
diulur untuk mencekal tangan anak muda itu.
Kwee Ceng merasakan hawa di dalam tubuhnya panas bergolak, sangat sukar
ia melawan itu. Beberapa kali ia hendak berkoakan atau berlompatan.
Tapi, begitu lekas tangannya di tempelkan Oey Yok Su itu, lantas hawa
panasnya berkurang, dapat ia berlaku tenang. Dengan lain tangannya, Oey
Yok Su pun menguruti sekujur tubuhnya pemuda itu.
Boleh di bilang hanya sekejap kemudian, lantas Kwee Ceng dapat menenangi
diri betul-betul. Itu artinya bukan saja ia telah terhindar dari
bahaya, bahkan ia sudah sembuh betul, otot dan tulang-tulangnya menjadi
bertambah kuat. Maka itu, ia lantas bangun, untuk paykui kepada pemilik
dari Tho Hoa To itu, akan kemudian ia pun menghampirkan keenam gurunya,
untuk memberi hormatnya kepada gurunya.
Selagi pemuda itu berbicara sama semua gurunya, menuturkan segala hal
semenjak mereka berpisah, Oey Yok Su pun asyik pasang omong dengan
putrinya, tangan siapa ia tuntun. Mereka gembira sekali, saban-saban
mereka tertawa gila. Mengetahui tentang nona Oey, Liok Koay heran dan
ketarik hati. Mereka pun ketarik dengan suara halus dari nona itu. Maka
itu, diam-diam mereka bertindak mendekati, akan mendengari lebih jauh
suara si nona, yang terus berbicara dengan ayahnya. Sebab banyak yang
anak ini tuturkan.
Tiba pada saatnya pertempuran Oey Yok Su dengan Liok Koay, nona itu
berkata sambil tertawa. "Sudahlah, tak usah aku bercerita terus!"
Segera setelah itu Oey Yok Su berkata. "Aku hendak membinasakan empat
orang, ialah Auwyang Hong, Leng Tie Siangjin, Kiu Cian Jin dan Yo Kang,
maka anak yang baik, mari kau turut aku menyaksikan keramaian itu!"
Tapi ia melirik kepada Liok Koay, agaknya ia jengah, tetapi dasar
angkuh, ia terus tidak sudi mengaku salah, cuma seperti untuk menghibur
diri, ia kata, "Anggaplah sang peruntungan masih tidak terlalu buruk
hingga aku tidak sampai mencelakai orang baik-baik!"
"Ayah," kata Oey Yong tertawa, "Baiklah kau minta maaf kepada beberapa suhu ini…"
"Hm," jawab ayah itu, yang lalu menyimpanginya. "Aku hendak mencari See Tok, eh, anak Ceng, kau turut atau tidak?"
Belum lagi Kwee Ceng menyahuti, Oey Yong sudah memegat. Kata anak ini,
"Ayah, baiklah aku pergi dulu ke istana untuk memapak suhu!"
Kwee Ceng tidak sempat menjawab Oey Yok Su, ia terus bercerita terus
sampai Oey Yok Su memberi perkenan untuk ia menikah dengan Oey Yong
serta Ang Cit Kong mengambil ia sebagai murid. Mengenai ini, ia minta
keputusan guru-gurunya itu. Kwa Tin Ok menjadi sangat girang.
"Kau sungguh beruntung!" katanya. "Dengan kau mendapati Kiu Cie Sin Kay
sebagai guru dan Tocu dari Tho Hoa To sebagai mertua, kami girang bukan
kepalang! Masa dapat kami tidak memberikan perkenan kami? Cumalah halnya
Kha Khan dari Mongolia?"
Tin Ok hendak menyebutkan urusan putrinya Jenghiz Khan, bahwa halnya
murid ini adalah calon Kim-too Huma, tetapi ia tidak dapat lantas
membuka mulutnya. Mendadak sekali, pintu, yang tadi tertutup pula,
sekarang ada yang pentang dan Sa Kouw muncul di antara mereka, tangannya
memegang monyet-monyetan dari kertas. Ia menghampirkan Oey Yong dan
menanya sambil tertawa: "Adik, apakah semangkamu telah habis dimakan?
Seorang tua telah menyuruhnya aku menyerahkan kunyuk-kunyukan ini
kepadamu, katanya dibuat main…"
Oey Yong menyangka orang lagi kumat ketololannya, ia menyambuti kera kertas itu acuh tak acuh.
Sa Kouw berkata pula. "Orang tua itu, yang rambutnya ubanan, memesan
juga supaya kamu jangan gusar, katanya pasti ia bakal menolongi kau
mencari gurumu."
Mendengar itu, Oey Yong menduga kepada Ciu Pek Thong, maka ia lantas
meneliti kertas itu. Benarlah di situ ada tulisan alamatnya, maka ia
lantas membukanya, hingga ia dapat membaca. "Si pengemis tua tak dapat
ditemukan, karenanya Loo Boan Tong menjadi tidak gembira."
Si nona menjadi heran dan kaget. "Ah, kenapa suhu lenyap?" serunya.
Oey Yok Su berdiam, lalu ia kata, "Loo Boan Tong edan-edanan tetapi ia
lihay sekali, maka asal Ang Cit Kong tidak mati, pasti ia dapat
menolonginya. Hanya sekarang ini Kay Pang lagi menghadapi satu urusan
besar…"
"Bagaimana, ayah?" Oey Yong menanya terkejut.
"Tongkatnya si pengemis tua yang telah diberikan padamu sudah dibawa
pergi oleh Yo Kang si binatang cilik itu! Binatang itu tidak lihay ilmu
silatnya tetapi lihay otaknya, kalau tidak bagaimana dapat orang
sebangsa Auwyang Kongcu terbinasa di tangannya? Dia telah mendapati
tongkat keramat kaum pengemis itu, pastilah dia bakal menerbitkan
gelombang kekacauan, yang dapat membahayakan Kay Pang. Mari kita lekas
mencari dia, untuk merampas pulang tongkat itu, kalau tidak, pasti
celakalah murid-murid dan cucu-cucu muridnya si pengemis bangkotan itu!"
Mendengar itu Liok Koay menganggukkan kepala.
"Sayang suhu sudah pergi beberapa hari, mungkin dia sukar dicandak," kata Kwee Ceng.
"Di sini ada kuda merahmu, kau boleh coba menyusul," kata Po Kie.
Kwee Ceng lantas ingat kuda merahnya itu, ia menjadi girang sekali,
lantas ia lari ke luar seraya bersiul. Kuda itu mendengar suara
majikannya, dia berjingkrak lari menghampirkan, dia mengelus-elus
majikannya itu seraya meringkik perlahan tak hentinya.
Menampak demikian Oey Yok Su berkata. "Anak Yong, pergilah kau bersama
Kwee Ceng untuk merampas pulang tongkat itu. Kuda kecil itu keras
larinya, mungkin kamu dapat menyandak."
Selagi berkata begitu, Oey Yok Su melihat Sa Kouw di samping mereka,
nona itu tertawa dengan ketololannya. Ia melihat wajah dan gerak-gerik
orang, ia ingat itulah mirip dengan sifat muridnya, Kiok Leng Hong.
"Apakah kau she Kiok?" ia tanya nona itu.
Sa Kouw menggeleng kepala secara lucu. "Aku tidak tahu," sahutnya.
"Ayah, mari kau lihat!" berkata Oey Yong, mengajak ayahnya, yang ia tuntun ke dalam kamar rahasia.
Begitu melihat pengaturan ruangan itu, Oey Yok Su ketarik hatinya.
Itulah pengaturan seperti caranya sendiri. Maka ia mau menduga, mesti
itu diatur oleh Kiok Leng Hong, muridnya itu.
"Ayah, coba lihat benda di dalam peti besi itu," Oey Yong berkata pula.
Oey Yok Su tidak lantas membuka peti hanya tubuhnya mencelat tinggi
sambil tangannya diulur ke pojok tembok barat daya, menyambar ke arah
wuwungan, ke temboknya, ketika ia menarik, tembok itu lantas terbuka
merupakan sebuah lubang. Dengan tangan kanannya memegang kertas, ia
lantas menggelantungkan diri, lalu dengan tangan kirinya, ia merogoh ke
dalam lubang itu. Dari situ ia menarik ke luar segulungan kertas. Belum
lagi ia lompat turun, tangan kanannya sudah menekan tembok, maka dengan
itu, ia berlompat terus ke luar kamar.
Oey Yong dengan sebat lompat mengikuti ayahnya itu. Ia melihat gulungan
kertas yang penuh debu setelah dibeber, kertas itu memuat tulisan yang
huruf-hurufnya tidak karuan macam, bunyinya: "Surat ini dihaturkan
kepada guruku yang berbudi di pulau Tho Hoa To. Dari istana kaisar
muridmu telah berhasil mendapatkan sejumlah tulisan dan gambar lainnya,
yang semua hendak dihaturkan kepada suhu, maka tidak beruntung sekali,
selama di dalam istana aku telah dikepung sekawanan siwi. Aku telah
meninggalkan seorang anak perempuan……." Sampai habis di situ, habis
sudah surat itu, yang terlihat tinggal titik-titik yang terang adalah
titik-titik darah.
Melihat surat itu, Oey Yong menjadi terharu hatinya. Ia mengingat nasib
celaka murid-murid ayahnya itu, yang semuanya lihay tetapi mereka telah
diusir ayahnya itu gara-gara Bwee Tiauw Hong berdua. Sekarang beginilah
nasib Kiok Leng Hong, salah satu murid yang tetap setia itu.
Oey Yok Su mengerti, Leng Hong ini tentulah ingin kembali ke Tho Hoa To,
maka setelah diusir dia berdaya mencari rupa-rupa barang yang menjadi
kesukaan gurunya, ia membesarkan hati pergi mencuri ke istana, maka apa
celaka, ia menemui saat naas, di saat berhasilnya, ia kepergrok dan
dikepung pahlawan-pahlawan istana. Melihat nasibnya Liok Seng Hong, ia
sudah menyesal, maka sekarang ia menjadi lebih menyesal lagi.
Sa Kouw tidak tahu apa-apa, ia berdiri di samping sambil terus tertawa
haha-hhihi. "Apakah ilmu silatmu diajari ayahmu?" Oey Yok Su menegur si
nona, suaranya bengis.
Sa Kouw menggeleng kepala lantas dia lari ke luar pintu besar, daun
pintu itu ia tutup rapat, setelah ia mengintai ke dalam, terus ia
bersilat. Dia mengintai pula, lalu kembali ia bersilat lagi. "Ayah,"
berkata Oey Yong, "Dia belajar silat dengan mencuri pelajaran Kiok
Suko."
Ayah itu mengangguk. "Ya," katanya, "Aku pun tidak percaya, setelah di
usir, Leng Hong bernyali besar berani mewariskan ilmu kepandaiannya
kepada lain orang… Eh, anak Yong, coba kau serang dia di bagian bawah,
kau gaet dia roboh!"
Kata-kata yang belakangan ini dikeluarkan secara mendadak. Oey Yong
heran, tidak tahu ia maksud ayahnya, tetapi ia menghampirkan Sa Kouw,
sembari tertawa haha-hihi, ia kata kepada nona tolol itu, "Sa Kouw, mari
aku berlatih bersama-sama denganmu. Kau berhati-hatilah!" Ia lantas
menggerak dengan tangan kiri, disusul sama tendangan kaki kiri dan kanan
dengan sebat sekali.
Sa Kouw melengak, sebelum ia sempat berdaya, kempolannya yang kanan
telah kena ditendang. Ia lantas lompat mundur. Tetapi di sini ia telah
ditunggu, begitu ia digaet, lantas ia jatuh terguling. Ia lompat bangun
dengan segera.
"Kau menggunai akal!" serunya. "Adik kecil, mari kita mulai lagi!"
"Hus!" membentak Oey Yok Su. "Apa adik kecil! Kau mestinya memanggil kouw-kouw!"
"Kouw-kouw!" Sa Kouw lantas memanggil, tanpa ia mengetahui apa bedanya "adik kecil" dengan "kouw-kouw" atau bibi.
Baru sekarang Oey Yong mengerti bahwa ayahnya hendak mencoba bagian
bawah dari si tolol itu sebab Kiok Leng Hong hilang kedua kakinya, kalau
Leng Hong bersilat seorang diri, kuda-kudanya tidak nampak, kalau ia
mengajari dengan mulut, mestinya nona itu sempurna bagian atas, tengah
dan bawahnya.
Dengan terus menyebut "kouw-kouw" itu sama dengan artinya Oey Yok Su
menerima si nona sebagai muridnya. "Kenapa kau tolol?" ia tanya pula.
"Aku ialah Sa Kouw," sahut si nona tertawa. "Tolol" ialah "Sa"
"Mana ibumu?" tanya Oey Yok Su, alisnya mengkerut.
Nona itu meringis, "Ia sudah pulang…" sahutnya.
Masih Oey Yok Su menanya beberapa kali, jawaban si nona tidak karuan,
maka ia menghela napas panjang. Ia tidak tahu orang tolol semenjak
dilahirkan atau karena suatu penderitaan yang mengagetkan. Kecuali Leng
Hong hidup pula, tidak nanti ada lain orang yang mengetahui
sebab-musabab itu.
Dengan mendelong, tocu dari Tho Hoa To ini mengawasi mayatnya Tiauw
Hong. "Anak Yong," katanya selang sesaat, "Mari kita lihat barang-barang
Kiok Sukomu itu."
Oey Yong menurut, maka ayah dan anak itu masuk pula ke dalam kamar
rahasia. Mengawasi tulang-belulang Kiok Leng Hong, Oey Yok Su berdiri
mendelong, kemudian air matanya mengucur turun. "Anak Yong," katanya.
"Di antara semua muridku, Leng Hong yang paling pandai, maka kalau bukan
kakinya buntung, seratus siwi pun tidak nanti sanggup menawan dia!"
"Itulah wajar!" sahut putri itu. "Ayah, apakah kau mau menerima Sa Kouw sebagai muridmu?"
"Ya," ayahnya itu menyahut. "Aku akan ajarkan dia ilmu silat, bersyair
dan menabuh khim, juga ilmu Kie-bun Ngo-heng. Apa yang dulu sukomu niat
pelajarkan, tetapi belum kesampian, semua akan aku ajarkan kepada
anaknya ini!"
Oey Yong mengulur lidahnya. "Hebat penderitaan ayah," pikirnya.
Oey Yok Su membuka peti besi, ia memeriksa isinya. Melihat semua itu, ia
menjadi semakin berduka. Ketika ia membeber sebuah gambar, ia menghela
napas. "Gambar bunga dan burung Kaisar Hwie Cong ini indah di
lukisannya," katanya, "Maka sayang sekali, negara yang indah pun ia
haturkan kepada bangsa Kim…."
Selagi ia menggulung pula gambar itu, mendadak Oey Yok Su berseru, "Ih!"
"Ada apa ayah?" tanya Oey Yong.
"Kau lihat!" sahut ayah itu, tangannya menunjuk kepada sebuah gambar
san-sui, lukisan pemandangan alam, gunung dan air. Oey Yong mengawasi,
ia melihat gambarnya sebuah gunung tinggi dengan puncak lancip menjulang
ke langit, masuk ke dalam mega, di bawah mana ada jurang yang berair,
di sini lembah pula ada sekumpulan pohon cemara, yang penuh salju, yang
semuanya doyong ke Selatan, seperti bekas diserang angin Utara yang
hebat.
Di puncaknya, di sebelah Barat, sebaliknya ada sebuah pohon cemara yang
berdiri tegak, di bawah pohon itu, dengan tinta merah, ada dilukiskan
seorang jenderal perang lagi bersilat dengan pedang. Mukanya jenderal
itu tak nampak jelas, tetapi dandanannya membuat siapa yang melihat,
mesti menaruh hormat. Seluruh gambar memakai tinta hitam, kecuali
manusianya ini, yang merah merong, hingga kelihatan mencolok mata.
Gambar itu pun tidak ada tanda-tanda pelukisnya, cuma ada syairnya
seperti berikut:
"Setelah bertahun-tahun maka baju perang penuh debu dan tanah,
Maka itu sengaja aku mencari bau harum di paseban Cui Bie,
Gunung yang indah, sungai yang permai, belum dipandang cukup.
Tindakan kuda mendesak hingga malam terang bulan pergi pulang."
Oey Yong memperhatikannya, lalu ia ingat. Beberapa hari yang lalu, di
paseban Cui Bie Teng di puncak Hui Lang Hong, ia pernah melihat syair
itu yang ada tulisannya Jenderal Han See Tiong yang kesohor.
"Ayah," katanya, "Inilah tulisan Tiong Bu Han Kie Ong, sedang syairnya ialah buah kalamnya Gak Bu Bok."
"Benar," berkata ayahnya itu, "Gak Bu Bok menulis syairnya ini
melukiskan gunung Cui Bie San di Kota Tie-ciu, hanya gunung yang
dilukisan begini berbahaya keadaannya bukan gunung Cui Bie San itu
sendiri. Latar belakang lukisan ini bagus tetapi pelukisnya bukannya
seorang pelukis jempolan."
Oey Yong ingat itu hari di Hui Lay Hong, Kwee Ceng sangat ketarik sama
syairnya yang ditulis Han See Tiong itu, yang ia ukir di batu dengan
jeriji tangannya, dan si pemuda seperti tidak hendak meninggalkannya.
Maka itu ia kata kepada ayahnya: "Ada baikkah gambar ini diberikan
kepada menantumu!"
Oey Yok Su tertawa dan berkata. "Memang anak perempuan berpihak ke luar,
maka itu, apa aku hendak bilang lagi?" Ia pun memilih serenceng mutiara
seraya berkata pula, "Mutiara yang dulu hari si Bisa bangkotan serahkan
kepadamu, aku telah ambil dari Tho Hoa To dan membayar pulang
kepadanya, maka itu sekarang kau ambillah ini."
Oey Yong tahu ayah itu sangat membenci Auwyang Hong, ia mengangguk, ia
menyambuti mutiara itu seraya terus mengalungi di lehernya. Ia sedang
berbuat begitu tempo kupingnya mendengar suara burung rajawali putih
berbunyi keras beberapa kali di udara, suaranya nyaring dan kesusu. Ia
sebenarnya sangat menyukai burung rajawali itu tetapi mengingat burung
telah diambil oleh putri Gochin Baki, ia menjadi tidak senang, meski
begitu, ia toh lari ke luar, masih ingin ia membuat main burung itu.
Tiba di luar, ia melihat Kwee Ceng berada di bawah sebuah pohon liu yang
besar, seekor rajawali memacuk bajunya di pundak dan menarik-narik,
yang satunya lagi berputaran memutari seraya ia berbunyi tak hentinya.
Sa Kouw kegirangan, ia berlari-lari memutari Kwee Ceng, ia
bertepuk-tepuk tangan sambil tertawa dan bersorak.
"Yong-jie, mereka mendapat susah!" kata Kwee Ceng melihat si nona muncul. "Mari kita pergi menolongi!"
"Siapa mereka?" Oey Yong menanya.
"Kedua saudara angkatku, yang pria dan wanita!"
Nona itu memonyongkan mulutnya. "Aku tidak mau pergi!" katanya.
Kwee Ceng melengak, ia tidak mengerti tapi lekas ia berkata pula. "Ah,
Yong-jie, jangan seperti bocah! Mari kita lekas pergi!" Habis berkata,
ia menarik kudanya, ia lompat naik ke punggungnya.
"Habis, kau menghendaki aku atau tidak?" Oey Yong tanya.
Pemuda itu menjadi bingung. "Kenapa aku tidak menghendaki kau?" ia balik
menanya. Dengan tangan kiri ia menahan kudanya, tangan kanannya
diangsurkan untuk menyambuti si nona.
Oey Yong tertawa, lalu ia berpaling ke arah ayahnya, sambil berkata
nyaring. "Ayah, kita hendak pergi menolongi orang! Kau bersama keenam
suhu baik turut juga!" Ia terus menjejak tanah dengan kedua kakinya,
dengan begitu tubuhnya mencelat tinggi, tangan kirinya diluncurkan, akan
menyambuti tangan kanan Kwee Ceng, untuk ditarik, maka itu, tubuhnya
lantas melayang naik ke atas kuda hingga ia duduk di sebelah depan!
Kwee Ceng memberi hormat dari atas kuda kepada gurunya, setelah mana, ia
melarikan kudanya itu, yang lantas lari kabur. Kedua burung rajawali
pun terus terbang, sambil berbunyi mereka terbang cepat di sebelah
depan, untuk menunjuki jalan.
Kuda mereka itu girang sekali bisa bertemu pula sama majikannya, dia
lari keras dengan gembira, kalau burung bukannya burung rajawali,
mungkin keduanya ketinggalan di belakang. Kedua burung itu terbang ke
sebuah rimba lebat di sebalah depan, terus turun. Kuda itu sangat
mengerti, tanpa titah majikannya, ia lari terus ke arah rimba itu.
Setibanya Kwee Ceng di luar rimba, dari dalam situ ia mendengar suara
nyaring bagaikan cecer pecah, katanya: "Saudara Cian Jin, telah lama aku
mendengar Tangan Besimu yang lihay, aku sangat mengangguminya, maka itu
sekarang baiklah aku menggunai dulu kepandaianku yang tidak berarti ini
mengambil nyawa yang satu ini, setelah itu aku minta kau menggunai
tanganmu yang lihay itu terhadap yang lainnya. Setujukah kau, saudara?"
Menyusuli itu maka terdengarlah suara gemuruh diikuti jeritan yang
menyayatkan hati. Sebuah pohon kelihatan bergerak bagian atasnya, lalu
jatuh roboh.
Kwee Ceng kaget, ia lompat turun dari kudanya, ia lari ke dalam rimba.
Oey Yong lompat turun, ia menepuk-nepuk kepala si kuda merah seraya
berkata, "Pergi lekas menyambuti ayahku!" Kemudian ia menunjuk ke jalan
dari mana mereka datang. Kuda merah itu mengerti, dia berbalik dan lari
pergi.
"Semoga ayah lekas datang…" kata nona Oey ini dalam hatinya, "Kalau
tidak, kita bisa susah di tangannya si Bisa bangkotan!" Lalu ia lari ke
dalam rimba tetapi dengan cara sembunyi.
Begitu ia melihat ke depan, Oey Yong menjadi kaget sekali, hingga ia
tercengang. Di sana Tuli, Gochin Baki, Jebe dan Borchu berempat sedang
tertawan, masing-masing ditambat di atas sebuah pohon kayu. Di bawah
pohon, Auwyang Hong berdiri bersama-sama Kiu Cian Jin. Di sebuah pohon
lain, ialah pohon yang sudah roboh, ada tertambat seorang lain, yang
seragamnya mewah, sebab ialah si punggawa perang Song yang mengantarkan
keempat orang Mongolia itu pulang ke negerinya. Hanya perwira itu sudah
mati, sebab pohonnya telah dihajar roboh oleh See Tok. Di situ tidak ada
pasukan serdadu mereka, rupanya tentara itu telah diusir ini dua jago
tua.
Kiu Cian Jin tidak berani mengadu tenaga tangan dengan Auwyang Hong,
tapi pun ia tidak mau omong terus terang, sebab ia hendak memegang
derajatnya, selagi ia hendak menggunai alasan, guna menutup diri,
tiba-tiba ia melihat munculnya Kwee Ceng. Ia lantas jadi terperanjat
bahna girang. Ia segera mendapat pikiran.
"Kenapa aku tidak mau pinjam tangannya See Tok akan menyingkirkan bocah ini?" demikian pikirnya.
Auwyang Hong pun heran. Nyata Kwee Ceng tidak mati terkena pukulan ilmu Kodoknya.
Itu waktu putri Gochin Baki berseru: "Engko Ceng, lekas tolongi aku!"
Melihat suasana itu, Oey Yong sudah lantas mengasah otaknya. "Sang tempo
mesti diperlambat, sampai ayah datang!" demikian ia peroleh akal.
Kwee Ceng sendiri telah menjadi gusar, hingga ia jadi tak kenal takut.
"Bangsat tua, apa kamu bikin di sini?!" ia mendamprat. "Kembali kamu
mencelakai orang, ya?!"
Auwyang Hong hendak menguji kepandaian Kiu Cian Jin, meski diperlakukan
kurang ajar, ia bahkan bersenyum. Tidak demikian dengan si orang she Kiu
itu. "Ha, binatang cilik yang baik!" dia membentak. "Di sini ada
Auwyang Sianseng, mengapa kau tidak berlutut memberi hormat? Apakah kau
sudah bosan hidup?!"
Kwee Ceng sangat membenci orang ini, yang di rumah penginapan sudah
ngaco belo, memfitnah dan mengadu gurunya dengan Oey Yok Su, dengan di
sini kembali dia mencelakai orang, maka itu tanpa membilang suatu apa,
ia menghampirkan, terus ia menyerang dadanya.
Pemuda ini menyerang dengan Hang Liong Sip-pat Ciang, yang sekarang
telah maju jauh sekali. Ia menggunakan tenaga menyerang enam bagian dan
tenaga menarik empat bagian, dari itu, habis menyerang, tinjunya cepat
ditarik pulang. Kiu Cian Jin berkelit, tetapi ia kena ditarik anginnya
tinju itu, tubuhnya mundur hanya di luar keinginannya, dia ditarik ke
depan, terus jatuh terjerunuk!
"Hm!" Kwee Ceng mengejek seraya tangannya yang kiri dilayangkan, guna
menyambut muka orang, hendak ia menghajar hingga gigi rontok dan lidah
terkancing putus, supaya jago tua ini tidak dapat mengacau lagi
menerbitkan gelombang yang tidak-tidak.
"Tahan!" berseru Oey Yong tiba-tiba seraya ia lompat ke luar dari tempat persembunyiannya.
Kwee Ceng heran, hingga ia batal menggaplok, tetapi karena ia sebat, ia
ubah gerakan tangannya itu, segera ia menyambar ke arah leher, untuk
mencekuk, setelah mana, ia mengangkat tubuh orang.
"Yong-jie, bagaimana?" ia menanya seraya ia berpaling.
Oey Yong khawatir Kwee Ceng mencelakai orang tua itu, kalau itu sampai
terjadi, pasti Auwyang Hong turun tangan. Inilah ia mau cegah, untuk ia
menjalankan akalnya.
"Lekas lepaskan!" ia berkata. "Orang tua ini mempunyai semacam
kepandaian yang lihay pada kulit mukanya, kalau pipinya dihajar,
tenaganya berbalik bekerja, kau pasti terluka di dalam!"
"Ah, mustahil?" kata Kwee Ceng yang tidak percaya.
"Kau tidak tahu, asal ia mementang mulut dan meniup, seekor kerbau pun
dapat terkelupas kulitnya!" kata pula si nona. "Masih kau tidak lekas
mengundurkan dirimu!"
Pemuda ini masih tetap tidak percaya, akan tetapi ia menduga kekasihnya
itu ada maksudnya, maka ia menurut, ia melepaskan cekukannya.
"Syukur nona ini mengetahui bahaya," Kiu Cian Jin berkata. "Kita berdua
tidak bermusuhan, maka selagi Thian murah hati, masa aku ambil sikap
yang tua menindih yang muda dan sembarang melukakan kau?"
Oey Yong tertawa. "Itu benar!" ia bilang. "Kepandaian kau yang lihay,
losianseng, aku sangat mengagumi, karena itu, hari ini aku mau minta
pengajaran dari kau, untuk beberapa jurus saja, tetapi aku harap
janganlah kau melukakan aku…"
Habis berkata si nona lantas memasang kuda-kudanya, tangan kirinya
dikibaskan ke atas, tangan kanannya ditarik ke dalam, terus di bawa ke
mulutnya, untuk mengasih dengar siulannya beberapa kali. Ia tertawa pula
dan berkata. "Sambutlah ini! Inilah jurusku yang dinamakan silat Meniup
Terompet Keong!"
"Ah, nona kecil, sungguh besar nyalimu!" berkata Kiu Cian Jin. "Auwyang
Sianseng kesohor namanya di seluruh negara, mana dapat ia membiarkan kau
tertawa mengejek dia..?"
Oey Yong tidak meladeni kata-kata itu, tangan kanannya melayang ke
kuping orang, hingga terdengarlah suara mengeplok yang nyaring. Ia
lantas tertawa dan berkata, "Dan ini namanya Pukulan Berbalik ke arah
Kulit Tebal!"
Berbareng dengan itu, dari luar rimba terdengar suara orang tertawa yang
disusul dengan pujian, "Bagus! Sekalian saja kau menggaplok lagi satu
kali!"
Mendengar suara itu, Oey Yong girang bukan kepalang. Ia mengenali suara
ayahnya. Dengan begitu, hatinya menjadi mantap. Sembari menyahuti,
tangannya melayang pula. Kembali tangannya yang kanan menggaplok. Kiu
Cian Jin buru-buru menunduki kepala untuk berkelit. Tapi gaplokan itu
gaplokan gertakan belaka, sedang yang benar adalah susulan tangan kiri.
Ia melihat itu, lekas-lekas ia berkelit pula. Atas ini, tangannya si
nona melayang pergi pulang, hingga ia menjadi repot berkelit tak
hentinya. Di akhirnya, kuping kanannya tergaplok pula!
Kiu Cian Jin kaget. Ia mengerti, kalau terus-terusan begitu hebat
untuknya. Maka ia lantas membalas menyerang. Dengan dua kepalannya, ia
memaksa si nona mundur, setelah mana, ia lompat ke samping.
"Tahan!" ia berseru.
"Apa?" Oey Yong tertawa. "Apakah sudah cukup?"
Kiu Cian Jin mengasih lihat roman sungguh-sungguh. "Nona, kau telah
dapat luka di dalam!" ia berkata. "Lekas kau pulang untuk bersemedhi di
kamar rahasia lamanya tujuh kali tujuh menjadi empat puluh sembilan
hari! Jangan kena angin atau jiwamu yang muda tidak bakal ketolongan!"
Melihat roman orang sungguh-sungguh untuk sejenak Oey Yong tercengang,
tetapi lekas juga ia tertawa pula. Ia tertawa terkekeh, kepalanya
memain. Ketika itu Oey Yok Su yang tadi cuma terdengar suaranya saja,
telah tiba bersama-sama Kanglam Liok Koay. Mereka heran melihat Tuli
beramai menjadi orang tawanan.
Auwyang Hong sendiri lagi keheran-heranan. Ia heran untuk Kiu Cian Jin.
Ia tahu betul, orang she Kiu ini lihay sekali, dulu hari pernah dengan
tangannya yang seperti besi itu ia menghajar mati dan luka pada
jago-jago dari Heng San Pay, sampai partai itu roboh dan tak dapat
bangun lagi, maka itu kenapa sekarang ia kena digaplok Kwee Ceng, kena
dicekuk pula, dan melayani Oey Yong nampak tak berdaya? Ia menjadi mau
menduga-duga, apakah benar orang mempunyai kepandaian di kulit muka?
Itulah kepandaian yang ia belum pernah dengar, itu mirip khayal……
Selagi si Bisa dari Barat itu beragu-ragu, matanya menjurus kepada Oey
Yok Su, hingga ia melihat di pundak pemilik pulau Tho Hoa To itu
tergantung sebuah kantung sulam buatan Su-coan, yang sulamannya sutera
putih adalah seekor unta. Ia mengenali baik sekali, itulah kantung
keponakannya. Ia menjadi kaget. Habis membinasakan Tam Cie Toan dan Bwee
Tiauw Hong, ia pergi, tapi sekarang ia kembali, niatnya untuk menampak
keponakannya itu.
"Mungkinkah Oey Yok Su telah membunuh keponakanku itu untuk membalas
sakit hati muridnya?" Ia berpikir. Maka ia lantas menanya dengan
suaranya menggetar. "Bagaimana dengan keponakanku?"
Oey Yok Su menjawab dingin. "Bagaimana dengan Bwee Tiauw Hong muridku itu, demikian juga dengan keponakanmu!"
Auwyang Hong merasakan tubuhnya beku separuh. Auwyang Kongcu itu namanya
saja keponakannya akan tetapi nyatanya ialah anaknya sendiri sebab dia
dapatkan dari perhubungan gelap antara dia dan istri kakaknya. Jadi
paman dan ipar telah main gila dan terlahirlah "keponakan" yang
dimanjakan itu.
Ia sangat kejam, jahat sebagai bisa, tetapi terhadap anaknya itu, ia
sangat menyayangi, menyayangi melebihkan jiwanya sendiri. Ia tidak
menyangka keponakannya itu bakal terbinasa, sebab dengan kedua kakinya
rusak, ia percaya Oey Yok Su dan Coan Cin Cit Cu, yang ada orang-orang
kenamaan, tidak nanti menurunkan tangan mengambil nyawa sang keponakan,
siapa tahu, kesudahannya, keponakan itu toh menerima nasibnya.
Oey Yok Su berdiri dengan waspada terhadap See Tok. Ia mengerti kalau si
Bisa dari Barat kalap, ia mesti bekerja banyak untuk membela diri.
"Siapa yang membunuh keponakanku itu?" akhirnya Auwyang Hong menanya,
suaranya serak. "Muridmu atau muridnya Coan Cin Cit Cu?" See Tok masih
tidak percaya pemilik Tho Hoa To nanti membinasakan orang yang kakinya
telah buntung dua-duanya. Itulah perbuatan memalukan.
Dengan tetap dingin, Oey Yok Su menjawab pula. "Dia pernah mempelajari
ilmu silat Coan Cin Pay serta juga pernah mempelajari sedikit silat dari
Tho Hoa To. Pergilah kau cari dia!"
Pemilik Tho Hoa To itu menyebutnya Yo Kang akan tetapi Auwyang Hong
menduga Kwee Ceng. Bukan main panasnya hatinya, tetapi di dalam keadaan
seperti itu, ia masih dapat menguasai diri. "Nah, apa perlunya kau
membawa-bawa kantungnya keponakanku itu?" ia tanya.
"Peta Tho Hoa To berada pada dia, aku mesti mengambilnya pulang,"
menyahut Oey Yok Su. "Tidak dapat aku menanti sampai dia masuk ke dalam
tanah…."
"Kata-kata yang bagus!" ujar Auwyang Hong. Ia terus menahan sabar. Ia
tahu baik sekali, kalau ia menempur Tong Shia, mereka mesti berkelahi
sampai satu atau dua ribu jurus tanpa ada ketentuan siapa menang siapa
kalah, bahkan ada kemungkinan ia tak berada di atas angin. Ia ingat Kui
Im Cin-keng telah didapatkan, dari itu, soal membalas sakit hatinya
bolehkah ditaruh di belakang. Tapi di sini ada Kiu Cian Jin.
"Dia ada di sini, dia dapat membantu aku," pikirnya. "Kalau dia dapat
mengalahkan Kanglam Liok Koay beserta Kwee Ceng dan Oey Yong, lantas dia
dapat membantui aku! Tidakkah dengan begini aku bisa mengambil jiwanya
Oey Yok Su?"
Karena berpikir begini, harapannya lantas timbul. Lantas ia menoleh
kepada si orang she Kiu. "Saudara Cian Jin, pergi kau membinasakan
delapan orang ini, aku sendiri melayani Oey Lao Shia!" katanya.
Kiu Cian Jin mengibaskan kipasnya yang besar, ia tertawa. "Begitu pun
bagus!" sahutnya. "Setelah membinasakan mereka berdelapan, nanti aku
membantui kau!"
"Benar begitu!" menjawab Auwyang Hong, yang lantas menghadapi Oey Yok Su, terus ia berjongkok perlahan-lahan.
Oey Yok Su sudah lantas bersedia. Ia memasang kuda-kudanya yang disebut
"put teng put pat", ia mengambil apa yang dinamakan kedudukan "tong hong
it bok". Ia memasang mata jeli.
Oey Yong sementara itu berkata kepada Kiu Cian Jin. "Baiklah kau bunuh aku dulu!" bilangnya tertawa.
Orang tua itu menggeleng-geleng kepala. "Ah, sebenarnya aku tidak tega…"
katanya. "Aduh, aduh, celaka!" ia terus menjerit. "Sungguh tidak
kebetulan…!" ia lantas memegangi perutnya, tubuhnya membungkuk.
"Kau kenapa?" Oey Yong tanya.
Kiu Cian Jin meringis.
"Kau tunggu sebentar, aku hendak membuang air…"
"Cis!" si nona meludah.
"Aduh!" Kiu Cian Jin berkoak pula, lalu ia memegangi pinggiran
celananya, terus ia lari ke pinggiran. Melihat romannya, dia benar-benar
perutnya sakit dan kebelet ingin membuang air besar. Oey Yong mengawasi
tanpa berani mengejar. Ia sangsi orang benar-benar sakit perut atau
lagi menggunai akal bulus. Tiba di pinggiran, Kiu Cian Jin berjongkok.
"Nah, ini kertas untukmu!" berkata Cu Cong, yang lari kepada orang she
Kiu itu, pundak siapa ia tepuk, sedang tangannya menyerahkan kertas yang
ia keluarkan dari kantungnya.
“Terima kasih!" mengucap Cian Jin. Ia lantas pergi ke gompolan rumput di mana ia berjongkok.
"Pergi jauhan sedikit!" kata Oey Yong yang memungut sepotong batu kecil, dengan apa ia menimpuk orang tua itu.