Auwyang Hong melihat Cit Kong tidak segera menjawab, ia mendahului,
"Baiklah begini keputusan kita! Sebenarnya saudara Yok sudah menerima
baik keponakanku tetapi karena memandang mukanya saudara Cit, biarlah
kedua bocah itu diuji pula! Aku lihat cara ini tidak sampai
merenggangkan kerukunan." Ia lantas berpaling kepada keponakannya, akan
membilang: "Sebentar, apa bila kau tidak sanggup melawan Kwee Sieheng,
itu tandanya kau sendiri yang tidak punya guna, kau tidak dapat
menyesalkan lain orang. Kita semua mesti dengan gembira meminum arak
kegirangannya Kwee Sieheng itu! Jikalau kau memikir lainnya, hingga
timbul lain kesulitan, bukan saja kedua locianpwee bakal tidak menerima
kau, aku sendiri pun tidak gampang-gampang memberi ampun padamu!"
Ang Cit Kong tertawa bergelak. "Makhluk berbisa bangkotan, teranglah
sudah kau merasa sangat pasti untuk kemenangan pihakmu ini!" ia berkata.
"Kata-katamu ini sengaja kau perdengarkan untuk kami mendengarnya,
supaya kami tidak usah mengadu kepandaian lagi dan lantas saja menyerah
kalah!"
Auwyang Hong tertawa pula. "Jikalau kau ketahui itu, bagus! Saudara Yok, silahkan kau menyebutkan syarat atau cara ujianmu itu!"
Oey Yok Su sudah berkeputusan akan menyerahkan gadisnya kepada Auwyang
Kongcu. Ia telah mengambil keputusan akan mengajukan tiga soal yang
mesti dapat dimenangkan calon baba mantunya. Tetapi, sedang ia memikir
untuk membuka mulutnya, Ang Cit Kong dului ia. "Main ujian? Itu pun
baik!" kata Pak Kay. "Kita ada bangsa memainkan pukulan dan tendangan,
maka itu saudara Yok, jikalau kau mengajukan syarat, mestilah itu
mengenai ilmu silat. Umpama kata kau mengajukan urusan syair dan
nyanyian, atau soal mantera dan melukis gambar dan lainnya, maka kami
berdua terang-terang akan mengaku kalah saja, kami akan menepuk-nepuk
kempolan kami dan mengangkat kaki, tak usah lagi mempertontonkan
keburukan kami di depan kamu!"
"Itulah pasti!" Oey Yok Su memberikan kepastiannya. "Yang pertama-tama ialah mengadu silat…"
"Itulah tak dapat!" Auwyang Hong menyelak. "Sekarang ini keponakanku tengah terluka."
"Inilah aku ketahui," kata Oey Yok Su tertawa. "Aku juga tidak nanti
membiarkan kedua sieheng mengadu kepandaian di Tho Hoa To ini, sebab itu
dapat merenggangkan kerukunan kedua pihak."
"Jadi bukannya mereka berdua mengadu silat?" Auwyang Hong menegaskan.
"Tidak salah!" sahut Oey Yok Su.
Auwyang Hong girang, ia tertawa. "Benar!" katanya. "Apakah kepala
penguji hendak memperlihatkan beberapa jurus untuk setiap orang
mencoba-coba jurus itu?"
"Itu juga bukan," Oey Yok Su menggeleng kepalanya. "Dengan cara itu
susah dipertanggungjawabkan yang aku nanti tidak berlaku berat sebelah.
Bukankah di waktu menggeraki tangan dapat orang membikin enteng atau
berat sesuka hati? Saudara Hong, kepandaianmu dan sudara Cit sudah
sampai di puncaknya kemahiran dan barusan pun, sampai seribu jurus
lebih, kamu masih sama tangguhnya. Sekarang baiklah kau mencoba Kwee
Sieheng dan saudara Cit mencoba Auwyang Sieheng."
Mendengar itu Ang Cit Kong tertawa. "Cara ini tidak jelek!" bilangnya.
"Mari, mari kita coba-coba!" sembari berkata, ia terus menggapaikan
Auwyang Kongcu.
"Tunggu dulu!" berkata Oey Yok Su cepat. "Kita harus mengadakan
aturannya. Pertama-tama; Auwyang Sieheng lagi terluka, tidak dapat ia
mengempos semangatnya dan berkeras menggunakan tenaganya, dari itu kita
harus menguji kepandaiannya tetapi bukan tenaganya. Kedua; kamu berempat
harus bertempur di atas bambu, siapa yang terlebih dulu jatuh ke tanah,
dialah yang kalah. Dan yang ketiga; Siapa yang melukai pihak anak muda,
dialah yang kalah."
Ang Cit Kong heran. "Melukai anak muda dihitung kalah?" dia bertanya.
"Demikian selayaknya!" menjawab Oey Yok Su. "Kamu berdua sangat lihay,
jikalau tidak diadakan aturan semacam ini, sekali kamu turun tangan,
apakah kedua sieheng masih ada nyawanya? Saudara Cit, asal kau membikin
lecet saja kulitnya Auwyang Sieheng, kau teranggap kalah! Demikian juga
dengan saudara Hong!"
Pak Kay menggaruk-garuk kepalanya. Tapi ia tertawa. "Oey Lao Shia si
Sesat bangkotan benar-benar sangat ajaib bin aneh, bukan percuma namanya
disohorkan!" katanya. "Pikir saja, siapa yang melukai musuh dia justru
yang kalah! Aturan ini adalah aturan paling aneh sejak jaman purbakala!
Tapi baiklah, mari kita bertindak menurut aturan ini!"
Oey Yok Su memberi tanda dengan kipasan tangannya, keempat orang itu
sudah lantas berlompat naik ke atas pohon, merupakan dua rombongan; Ang
Cit Kong bersama Auwyang Kongcu di kanan, dan Auwyang Hong bersama Kwee
Ceng di kiri.
Oey Yok Su masgul. Ia ketahui baik, Auwyang Kongcu terlebih llihay dari
pada Kwee Ceng, benar pemuda itu terluka tetapi dengan mengadu ringan
tubuh, dia masih terlebih unggul. Oey Yok Su sudah lantas berseru; "Asal
aku menghitung habis satu, dua dan tiga, kamu semua boleh mulai
bertempur! Auwyang Sieheng dan Kwee Sieheng, siapa saja di antara kamu
yang jatuh lebih dulu, dialah yang kalah!"
Mendengar begitu, Oey Yong berpikir keras, memikirkan daya untuk
membantu Kwee Ceng. Ia bingung, Auwyang Hong sangat lihay, bagaimanaia
dapat menyelak di antara mereka itu?
Segera Oey Yok Su menghitung. "Satu! Dua…! Tiga!" Maka bergeraklah
keempat orang di atas tiang bambu itu, bergerak-gerak bagaikan bayangan.
Oey Yong mengkhawatirkan Kwee Ceng, ia memasang mata. Ia melihat, cepat
sekali sudah lewat belasan jurus. Ia menjadi heran, tidak kecuali Oey
Yok Su, yang tidak menyangka pemuda itu demikian pesat kemajuannya.
"Aneh, mengapa dia masih belum kalah?" pikir Tong Sia si Sesat dari Timur.
Auwyang Hong sendiri berduka sangat, ia menjadi bergelisah sendirinya.
Dengan sendirinya ia mulai gunai tenaganya, untuk mendesak. Ia heran
untuk lihaynya si bocah. Di pihak lain, tidak dapat ia melukakan si
bocah itu. Tapi ia berpikir keras, maka lekas juga ia mendapat jalan.
Dengan tiba-tiba saja ia menyapu dengan kedua kakinya untuk membikin
lawannya roboh, begitu lekas serangan pertama gagal, ia mengulanginya
saling susul, bertubi-tubi.
Diserang secara hebat berantai begitu, Kwee Ceng membuat perlawanan
dengan Hang Liong Sip-pat Ciang jurus "Naga Terbang di Langit", tubuhnya
beruulang-ulang berlompat, membal ke atas, sedang kedua tangannya, yang
dibuka dan nampaknya tajam seperti golok atau gunting, senantiasa
dipakai membabat ke arah kaki lawannya yang lihay itu. Ia jadi selalu
berkelit sambil menyerang.
Hatinya Oey Yong berdebaran menyaksikan pertempuran dahsyat itu. Ketika
ia melirik kepada Ang Cit Kong dan Auwyang Kongcu, ia mendapatkan cara
mereka bertempur pun beda. Auwyang Kongcu memperlihatkan kepandaian
enteng tubuhnya, ia berlari-lari ke Timur dan Barat, sama sekali ia
tidak sudi berhadapan sama Ang Cit Kong untuk bertempur sekalipun satu
jurus. Kalau Ang Cit Kong merangsak, ia lekas-lekas menyingkir.
"Binatang ini main menyingkir saja, ia memperlambat tempo," pikir Cit
Kong. "Kwee Ceng sebaliknya tolol, dia melayani Auwyang Hong mengadu
tenaga dan kepandaian, pasti dia bakal jatuh lebih dulu…" Pengemis dari
Utara ini segera berpikir. "Hm!" ia perdengarkan suara di hidungnya,
lalu tiba-tiba saja ia lompat mencelat tinggi, menubruk kepada si anak
muda, kedua tangannya diulur dengan sembilan jarinya dibuka merupakan
cengkeraman cakar baja.
Menampak demikian, Auwyang Kongcu terkejut. Segera ia menjejak dengan
kaki kirinya, berkelit berlompat ke kanan. Ang Cit Kong menubruk tempat
kosong tetapi ia sudah dapat menduga orang bakal menyingkir ke kanan
itu, maka juga dengan menjumpalitkan tubuhnya, ia mendahului lompat ke
kanan, di sana segera ia bersiap dengan kedua tangan sambil ia berseru:
"Biarlah aku kalah asal kau mampus lebih dulu!"
Auwyang Kongcu kaget bukan main. Kaget karena gerakan orang yang sebat,
yang seperti memegat jalannya, dan kaget untuk ancaman. Tidak berani ia
menangkis serangan itu untuk membela dirinya. Di luar keinginannya,
belum sempat ia memikirkan daya, kakinya sudah menginjak tempat kosong,
maka terus saja ia jatuh. Ia telah memikir, kalahkah ia dalam
pertandingan ini? Hanya ketika itu, Kwee Ceng pun jatuh di sampingnya!
Auwyang Hong telah berpikir keras karena sudah sekian lama ia tidak
dapat merobohkan bocah lawannya. Kejadian ini membuatnya bergelisah. ia
telah berpikir: "Jikalau aku mesti melayani dia sampai lebih dari pada
limapuluh jurus, ke mana perginya pamornya See Tok?" Karena ini ia
mendesak, bagaikan kilat tangan kirinya menyambar ke belakang lehernya
Kwee Ceng. Ia pun berseru: "Kau turunlah!"
Pemuda itu berkelit sambil mendak, tangan kirinya diulur, niatnya untuk
menangkis, di saat mana, mendadak Auwyang Hong mengerahkan tenaganya. Ia
menjadi kaget hingga ia menegur; "Kau…kau…." Ia hendak menanya. "Kenapa
kau tidak menaati peraturan?" dan ia mengerahkan tenaganya. Atau
mendadak Auwyang Hong tertawa dan menanya: "Aku kenapa?" Dengan mendadak
juga ia membatalkan pengerahan tenaganya itu.
Kwee Ceng mengatur tenaganya, untuk melawan. Ia berkhawatir jago tua itu
nanti menggunai kuntauw kodoknya, ia takut nanti terluka di dalam.
Siapa sangka tengah ia berkuat-kuat, tiba-tiba saja penyerangnya itu
lenyap dari hadapannya. Di dalam latihan dan pengalaman, sudah tentu ia
kalah jauh dibandingkan dengan See Tok, maka syukur untuknya, dari Ciu
Pek Thong ia telah memperoleh ilmu silat "Kong Beng Kun" yang terdiri
dari tujuhpuluh dua jurus itu, yang sifatnya dalam "keras ada
kelembekannya", kalau tidak pastilah akan terjadi seperti di
Kwie-in-chung tempo melayani Oey Yok Su, tangannya salah urat. Meski
demikian, ia toh terjerumuk, kakinya limbung, tidak ampun lagi ia jatuh
kepala di bawah, kaki di atas!
Kalau Auwyang Kongcu jatuh lurus, berdiri, Kwee Ceng menjadi terbalik.
Keduanya jatuh berbareng. Tubuh mereka pun berada berdekatan. Auwyang
Kongcu melihat tegas saingannya itu, mendadak saja timbul pikirannya
yang sesat. Mendadak ia majukan kedua tangannya, untuk menekan kedua
kakinya Kwee Ceng itu, berbareng dengan mana, meminjam kaki orang, ia
apungi tubuhnya naik. Dengan demikian, selagi ia mumbul, Kwee Ceng
sendiri turun semakin cepat.
Oey Yong kaget tidak terkira. Itulah artinya Kwee Ceng pemuda pujaannya bakal kalah. Tanpa merasa, ia menjerit. "Ayo!"
Hampir berbareng dengan jeritan itu, terlebihlah tubuh Kwee Ceng
berbalik mencelat ke atas, di lain pihak, tubuhnya Auwyang Kongcu turun
pula, bahkan terus jatuh ke tanah. Di lain pihak lagi, Kwee Ceng telah
tiba di atas pohon, berdiri di sebatang cabang, lalu dengan meminjam
tenaga cabang itu ia mendekam!
Menyaksikan kejadian itu dari kaget bukan main, Oey Yong menjadi girang
bukan kepalang. Sungguh-sungguh ia tidak mengerti kenapa bisa terjadi
demikian rupa sedang pada Kwee Ceng ia tidak nampak sesuatu aksi.
Bukankah pemuda itu terpisah hanya lagi beberapa kaki dari tanah?
Auwyang Hong dan Ang Cit Kong pun sudah sama-sama berlompat turun, Ang
Cit Kong tertawa terbahak-bahak, berulang-ulang ia berseru: "Sungguh
indah! Bagus!"
Parasnya See Tok, sebaliknya muram. "Saudara Cit, muridmu yang lihay ini
campur aduk sekali ilmu kepandaiannya!" ia berkata, "Dia pun sampai
dapat mempelajari ilmu gulat dari bangsa Mongolia!"
Ang Cit Kong tertawa. "Tetapi aku sendiri tidak becus ilmu gulat itu!"
katanya, mengaku terus-terang. "Bukanlah aku yang mengajarkan dia, maka
itu janganlah kau main gila denganku!"
Sebenarnya Kwee Ceng kaget sekali yang Auwyang Kongcu sudah menekan
kakinya itu berbareng si kongcu sendiri mengapungkan diri. Dia mengerti,
hebat kalau dia jatuh, sedang si kongcu itu bakal berada di atasannya.
Itulah artinya ia kalah dan bercelaka. Di saat segenting itu, ia tidak
menjadi gugup. Ia melihat kaki orang di depan mukanya, hebat luar biasa,
ia menyambar dengan kedua tangannya, menarik dengan keras seraya
tubuhnya pun diapungkan ke atas. Memang itulah ilmu gulat orang
Mongolia, supaya sesudah roboh dapat berlompat. Itulah ilmu gulat yang
tak ada bandingannya turun temurun. Kwee Ceng menjadi besar di gurun
pasir, sebelum ia berguru dengan Kanglam Cit Koay, ia sudah bergaul erat
dengan Tuli dan lainnya bocah bangsa Mongolia itu, dengan sendirinya
sering mereka adu gulat. Sekarang ia menghadapi bahaya, hampir tanpa
berpikir, ia menggunai ilmu kepandaiannya itu. Ia pun meminjam tenaga
lawan sama seperti Auwyang Kongcu meminjam tenaganya. Dan ia memperoleh
kemenangan!
"Kali ini Kwee Sieheng yang menang!" Oey Yok Su sudah lantas mengasih
dengar putusannya. "Kau jangan bersusah hati, saudara Hong, jangan
panas. Auwyang Sieheng lebih lihay, siapa tahu pertandingan kedua dan
ketiga dia nanti yang menang?"
"Kalau begitu, silahkan saudara Yok menyebutkan acara pertandingan yang kedua itu," meminta Auwyang Hong.
"Pertandingan yang nomor dua dan nomor tiga ini adalah pertandingan
secara bun," berkata Oey Yok Su. Cara "bun" ialah cara halus, tanpa
kekerasan.
Mendengar ayahnya itu, Oey Yong menjerit. "Ayah, terang-terangan kau
berat sebelah!" katanya. "Kenapa kau menggunai cara bun? Ah, engko Ceng,
sudahlah kau jangan mau bertanding pula!"
"Kau tahu apa?!" berkata sang ayah. "Dalam ilmu silat, kalau telah
dicapai puncaknya kemahiran, apa orang akan terus main keras-kerasan
saja? Acaraku yang kedua ini, kau tahu, adalah untuk meminta kedua
sieheng mengenal sebuah lagu serulingku…."
Girang Auwyang Kongcu mendengar halnya acara itu. Katanya dalam hatinya:
"Si tolol ini, apakah tahunya tentang ilmu tetabuhan? Kali ini pastilah
aku yang bakal menang…"
Auwyang Hong tapinya berkata; "Anak-anak muda masih lemah sekali
latihannya bersemedhi menenangkan hati, aku khawatir tidak dapat mereka
bertahan dari lagumu, saudara Yok."
"Laguku lagu biasa saja, saudara Hong, jangan kau khawatir," Oey Yok Su
menghibur. Lalu ia menghadapai Auwyang Kongcu dan Kwee Ceng, untuk
berkata: "Kedua sieheng, silahkan kau masing-masing mematahkan secabang
pohon, kapan nanti kamu mendengar suara laguku, lantas kamu menimpali
dengan mengetok-ngetok batang pohon itu. Siapa yang dapat menimpali
paling tepat, paling bagus, dialah yang menang."
Kwee Ceng maju menghampirkan tuan rumah, ia menjura. "Oey tocu," katanya
hormat. "Teecu ini sangat tolol, tentang ilmu tetabuhan teecu tidak
tahu satu nol puntul, maka itu dalam pertandingan yang kedua ini teecu
menyerah kalah saja…."
"Jangan kesusu, jangan kesusu!" Ang Cit Kong mencegah. "Biar bakal
kalah, apakah halangannya untuk mencoba dulu? Apakah kau khawatir nanti
ditertawakan orang? Jangan takut!"
Mendengar perkataan guru itu, pikiran Kwee Ceng berubah. Ia pun melihat
Auwyang Kongcu sudah lantas mematahkan sebatang cabang, maka ia lantas
mencari secabang yang lain. Oey Yok Su tertawa, ia berkata, "Saudara Cit
berada disini, sungguh siauwtee membuatnya kau nanti menertawainya"
Auwyang Hong melihat Cit Kong tidak segera menjawab, ia mendahului,
"Baiklah begini keputusan kita! Sebenarnya saudara Yok sudah menerima
baik keponakanku tetapi karena memandang mukanya saudara Cit, biarlah
kedua bocah itu diuji pula! Aku lihat cara ini tidak sampai
merenggangkan kerukunan." Ia lantas berpaling kepada keponakannya, akan
membilang: "Sebentar, apa bila kau tidak sanggup melawan Kwee Sieheng,
itu tandanya kau sendiri yang tidak punya guna, kau tidak dapat
menyesalkan lain orang. Kita semua mesti dengan gembira meminum arak
kegirangannya Kwee Sieheng itu! Jikalau kau memikir lainnya, hingga
timbul lain kesulitan, bukan saja kedua locianpwee bakal tidak menerima
kau, aku sendiri pun tidak gampang-gampang memberi ampun padamu!"
Ang Cit Kong tertawa bergelak. "Makhluk berbisa bangkotan, teranglah
sudah kau merasa sangat pasti untuk kemenangan pihakmu ini!" ia berkata.
"Kata-katamu ini sengaja kau perdengarkan untuk kami mendengarnya,
supaya kami tidak usah mengadu kepandaian lagi dan lantas saja menyerah
kalah!"
Auwyang Hong tertawa pula. "Jikalau kau ketahui itu, bagus! Saudara Yok, silahkan kau menyebutkan syarat atau cara ujianmu itu!"
Oey Yok Su sudah berkeputusan akan menyerahkan gadisnya kepada Auwyang
Kongcu. Ia telah mengambil keputusan akan mengajukan tiga soal yang
mesti dapat dimenangkan calon baba mantunya. Tetapi, sedang ia memikir
untuk membuka mulutnya, Ang Cit Kong dului ia. "Main ujian? Itu pun
baik!" kata Pak Kay. "Kita ada bangsa memainkan pukulan dan tendangan,
maka itu saudara Yok, jikalau kau mengajukan syarat, mestilah itu
mengenai ilmu silat. Umpama kata kau mengajukan urusan syair dan
nyanyian, atau soal mantera dan melukis gambar dan lainnya, maka kami
berdua terang-terang akan mengaku kalah saja, kami akan menepuk-nepuk
kempolan kami dan mengangkat kaki, tak usah lagi mempertontonkan
keburukan kami di depan kamu!"
"Itulah pasti!" Oey Yok Su memberikan kepastiannya. "Yang pertama-tama ialah mengadu silat…"
"Itulah tak dapat!" Auwyang Hong menyelak. "Sekarang ini keponakanku tengah terluka."
"Inilah aku ketahui," kata Oey Yok Su tertawa. "Aku juga tidak nanti
membiarkan kedua sieheng mengadu kepandaian di Tho Hoa To ini, sebab itu
dapat merenggangkan kerukunan kedua pihak."
"Jadi bukannya mereka berdua mengadu silat?" Auwyang Hong menegaskan.
"Tidak salah!" sahut Oey Yok Su.
Auwyang Hong girang, ia tertawa. "Benar!" katanya. "Apakah kepala
penguji hendak memperlihatkan beberapa jurus untuk setiap orang
mencoba-coba jurus itu?"
"Itu juga bukan," Oey Yok Su menggeleng kepalanya. "Dengan cara itu
susah dipertanggungjawabkan yang aku nanti tidak berlaku berat sebelah.
Bukankah di waktu menggeraki tangan dapat orang membikin enteng atau
berat sesuka hati? Saudara Hong, kepandaianmu dan sudara Cit sudah
sampai di puncaknya kemahiran dan barusan pun, sampai seribu jurus
lebih, kamu masih sama tangguhnya. Sekarang baiklah kau mencoba Kwee
Sieheng dan saudara Cit mencoba Auwyang Sieheng."
Mendengar itu Ang Cit Kong tertawa. "Cara ini tidak jelek!" bilangnya.
"Mari, mari kita coba-coba!" sembari berkata, ia terus menggapaikan
Auwyang Kongcu.
"Tunggu dulu!" berkata Oey Yok Su cepat. "Kita harus mengadakan
aturannya. Pertama-tama; Auwyang Sieheng lagi terluka, tidak dapat ia
mengempos semangatnya dan berkeras menggunakan tenaganya, dari itu kita
harus menguji kepandaiannya tetapi bukan tenaganya. Kedua; kamu berempat
harus bertempur di atas bambu, siapa yang terlebih dulu jatuh ke tanah,
dialah yang kalah. Dan yang ketiga; Siapa yang melukai pihak anak muda,
dialah yang kalah."
Ang Cit Kong heran. "Melukai anak muda dihitung kalah?" dia bertanya.
"Demikian selayaknya!" menjawab Oey Yok Su. "Kamu berdua sangat lihay,
jikalau tidak diadakan aturan semacam ini, sekali kamu turun tangan,
apakah kedua sieheng masih ada nyawanya? Saudara Cit, asal kau membikin
lecet saja kulitnya Auwyang Sieheng, kau teranggap kalah! Demikian juga
dengan saudara Hong!"
Pak Kay menggaruk-garuk kepalanya. Tapi ia tertawa. "Oey Lao Shia si
Sesat bangkotan benar-benar sangat ajaib bin aneh, bukan percuma namanya
disohorkan!" katanya. "Pikir saja, siapa yang melukai musuh dia justru
yang kalah! Aturan ini adalah aturan paling aneh sejak jaman purbakala!
Tapi baiklah, mari kita bertindak menurut aturan ini!"
Oey Yok Su memberi tanda dengan kipasan tangannya, keempat orang itu
sudah lantas berlompat naik ke atas pohon, merupakan dua rombongan; Ang
Cit Kong bersama Auwyang Kongcu di kanan, dan Auwyang Hong bersama Kwee
Ceng di kiri.
Oey Yok Su masgul. Ia ketahui baik, Auwyang Kongcu terlebih llihay dari
pada Kwee Ceng, benar pemuda itu terluka tetapi dengan mengadu ringan
tubuh, dia masih terlebih unggul. Oey Yok Su sudah lantas berseru; "Asal
aku menghitung habis satu, dua dan tiga, kamu semua boleh mulai
bertempur! Auwyang Sieheng dan Kwee Sieheng, siapa saja di antara kamu
yang jatuh lebih dulu, dialah yang kalah!"
Mendengar begitu, Oey Yong berpikir keras, memikirkan daya untuk
membantu Kwee Ceng. Ia bingung, Auwyang Hong sangat lihay, bagaimanaia
dapat menyelak di antara mereka itu?
Segera Oey Yok Su menghitung. "Satu! Dua…! Tiga!" Maka bergeraklah
keempat orang di atas tiang bambu itu, bergerak-gerak bagaikan bayangan.
Oey Yong mengkhawatirkan Kwee Ceng, ia memasang mata. Ia melihat, cepat
sekali sudah lewat belasan jurus. Ia menjadi heran, tidak kecuali Oey
Yok Su, yang tidak menyangka pemuda itu demikian pesat kemajuannya.
"Aneh, mengapa dia masih belum kalah?" pikir Tong Sia si Sesat dari Timur.
Auwyang Hong sendiri berduka sangat, ia menjadi bergelisah sendirinya.
Dengan sendirinya ia mulai gunai tenaganya, untuk mendesak. Ia heran
untuk lihaynya si bocah. Di pihak lain, tidak dapat ia melukakan si
bocah itu. Tapi ia berpikir keras, maka lekas juga ia mendapat jalan.
Dengan tiba-tiba saja ia menyapu dengan kedua kakinya untuk membikin
lawannya roboh, begitu lekas serangan pertama gagal, ia mengulanginya
saling susul, bertubi-tubi.
Diserang secara hebat berantai begitu, Kwee Ceng membuat perlawanan
dengan Hang Liong Sip-pat Ciang jurus "Naga Terbang di Langit", tubuhnya
beruulang-ulang berlompat, membal ke atas, sedang kedua tangannya, yang
dibuka dan nampaknya tajam seperti golok atau gunting, senantiasa
dipakai membabat ke arah kaki lawannya yang lihay itu. Ia jadi selalu
berkelit sambil menyerang.
Hatinya Oey Yong berdebaran menyaksikan pertempuran dahsyat itu. Ketika
ia melirik kepada Ang Cit Kong dan Auwyang Kongcu, ia mendapatkan cara
mereka bertempur pun beda. Auwyang Kongcu memperlihatkan kepandaian
enteng tubuhnya, ia berlari-lari ke Timur dan Barat, sama sekali ia
tidak sudi berhadapan sama Ang Cit Kong untuk bertempur sekalipun satu
jurus. Kalau Ang Cit Kong merangsak, ia lekas-lekas menyingkir.
"Binatang ini main menyingkir saja, ia memperlambat tempo," pikir Cit
Kong. "Kwee Ceng sebaliknya tolol, dia melayani Auwyang Hong mengadu
tenaga dan kepandaian, pasti dia bakal jatuh lebih dulu…" Pengemis dari
Utara ini segera berpikir. "Hm!" ia perdengarkan suara di hidungnya,
lalu tiba-tiba saja ia lompat mencelat tinggi, menubruk kepada si anak
muda, kedua tangannya diulur dengan sembilan jarinya dibuka merupakan
cengkeraman cakar baja.
Menampak demikian, Auwyang Kongcu terkejut. Segera ia menjejak dengan
kaki kirinya, berkelit berlompat ke kanan. Ang Cit Kong menubruk tempat
kosong tetapi ia sudah dapat menduga orang bakal menyingkir ke kanan
itu, maka juga dengan menjumpalitkan tubuhnya, ia mendahului lompat ke
kanan, di sana segera ia bersiap dengan kedua tangan sambil ia berseru:
"Biarlah aku kalah asal kau mampus lebih dulu!"
Auwyang Kongcu kaget bukan main. Kaget karena gerakan orang yang sebat,
yang seperti memegat jalannya, dan kaget untuk ancaman. Tidak berani ia
menangkis serangan itu untuk membela dirinya. Di luar keinginannya,
belum sempat ia memikirkan daya, kakinya sudah menginjak tempat kosong,
maka terus saja ia jatuh. Ia telah memikir, kalahkah ia dalam
pertandingan ini? Hanya ketika itu, Kwee Ceng pun jatuh di sampingnya!
Auwyang Hong telah berpikir keras karena sudah sekian lama ia tidak
dapat merobohkan bocah lawannya. Kejadian ini membuatnya bergelisah. ia
telah berpikir: "Jikalau aku mesti melayani dia sampai lebih dari pada
limapuluh jurus, ke mana perginya pamornya See Tok?" Karena ini ia
mendesak, bagaikan kilat tangan kirinya menyambar ke belakang lehernya
Kwee Ceng. Ia pun berseru: "Kau turunlah!"
Pemuda itu berkelit sambil mendak, tangan kirinya diulur, niatnya untuk
menangkis, di saat mana, mendadak Auwyang Hong mengerahkan tenaganya. Ia
menjadi kaget hingga ia menegur; "Kau…kau…." Ia hendak menanya. "Kenapa
kau tidak menaati peraturan?" dan ia mengerahkan tenaganya. Atau
mendadak Auwyang Hong tertawa dan menanya: "Aku kenapa?" Dengan mendadak
juga ia membatalkan pengerahan tenaganya itu.
Kwee Ceng mengatur tenaganya, untuk melawan. Ia berkhawatir jago tua itu
nanti menggunai kuntauw kodoknya, ia takut nanti terluka di dalam.
Siapa sangka tengah ia berkuat-kuat, tiba-tiba saja penyerangnya itu
lenyap dari hadapannya. Di dalam latihan dan pengalaman, sudah tentu ia
kalah jauh dibandingkan dengan See Tok, maka syukur untuknya, dari Ciu
Pek Thong ia telah memperoleh ilmu silat "Kong Beng Kun" yang terdiri
dari tujuhpuluh dua jurus itu, yang sifatnya dalam "keras ada
kelembekannya", kalau tidak pastilah akan terjadi seperti di
Kwie-in-chung tempo melayani Oey Yok Su, tangannya salah urat. Meski
demikian, ia toh terjerumuk, kakinya limbung, tidak ampun lagi ia jatuh
kepala di bawah, kaki di atas!
Kalau Auwyang Kongcu jatuh lurus, berdiri, Kwee Ceng menjadi terbalik.
Keduanya jatuh berbareng. Tubuh mereka pun berada berdekatan. Auwyang
Kongcu melihat tegas saingannya itu, mendadak saja timbul pikirannya
yang sesat. Mendadak ia majukan kedua tangannya, untuk menekan kedua
kakinya Kwee Ceng itu, berbareng dengan mana, meminjam kaki orang, ia
apungi tubuhnya naik. Dengan demikian, selagi ia mumbul, Kwee Ceng
sendiri turun semakin cepat.
Oey Yong kaget tidak terkira. Itulah artinya Kwee Ceng pemuda pujaannya bakal kalah. Tanpa merasa, ia menjerit. "Ayo!"
Hampir berbareng dengan jeritan itu, terlebihlah tubuh Kwee Ceng
berbalik mencelat ke atas, di lain pihak, tubuhnya Auwyang Kongcu turun
pula, bahkan terus jatuh ke tanah. Di lain pihak lagi, Kwee Ceng telah
tiba di atas pohon, berdiri di sebatang cabang, lalu dengan meminjam
tenaga cabang itu ia mendekam!
Menyaksikan kejadian itu dari kaget bukan main, Oey Yong menjadi girang
bukan kepalang. Sungguh-sungguh ia tidak mengerti kenapa bisa terjadi
demikian rupa sedang pada Kwee Ceng ia tidak nampak sesuatu aksi.
Bukankah pemuda itu terpisah hanya lagi beberapa kaki dari tanah?
Auwyang Hong dan Ang Cit Kong pun sudah sama-sama berlompat turun, Ang
Cit Kong tertawa terbahak-bahak, berulang-ulang ia berseru: "Sungguh
indah! Bagus!"
Parasnya See Tok, sebaliknya muram. "Saudara Cit, muridmu yang lihay ini
campur aduk sekali ilmu kepandaiannya!" ia berkata, "Dia pun sampai
dapat mempelajari ilmu gulat dari bangsa Mongolia!"
Ang Cit Kong tertawa. "Tetapi aku sendiri tidak becus ilmu gulat itu!"
katanya, mengaku terus-terang. "Bukanlah aku yang mengajarkan dia, maka
itu janganlah kau main gila denganku!"
Sebenarnya Kwee Ceng kaget sekali yang Auwyang Kongcu sudah menekan
kakinya itu berbareng si kongcu sendiri mengapungkan diri. Dia mengerti,
hebat kalau dia jatuh, sedang si kongcu itu bakal berada di atasannya.
Itulah artinya ia kalah dan bercelaka. Di saat segenting itu, ia tidak
menjadi gugup. Ia melihat kaki orang di depan mukanya, hebat luar biasa,
ia menyambar dengan kedua tangannya, menarik dengan keras seraya
tubuhnya pun diapungkan ke atas. Memang itulah ilmu gulat orang
Mongolia, supaya sesudah roboh dapat berlompat. Itulah ilmu gulat yang
tak ada bandingannya turun temurun. Kwee Ceng menjadi besar di gurun
pasir, sebelum ia berguru dengan Kanglam Cit Koay, ia sudah bergaul erat
dengan Tuli dan lainnya bocah bangsa Mongolia itu, dengan sendirinya
sering mereka adu gulat. Sekarang ia menghadapi bahaya, hampir tanpa
berpikir, ia menggunai ilmu kepandaiannya itu. Ia pun meminjam tenaga
lawan sama seperti Auwyang Kongcu meminjam tenaganya. Dan ia memperoleh
kemenangan!
"Kali ini Kwee Sieheng yang menang!" Oey Yok Su sudah lantas mengasih
dengar putusannya. "Kau jangan bersusah hati, saudara Hong, jangan
panas. Auwyang Sieheng lebih lihay, siapa tahu pertandingan kedua dan
ketiga dia nanti yang menang?"
"Kalau begitu, silahkan saudara Yok menyebutkan acara pertandingan yang kedua itu," meminta Auwyang Hong.
"Pertandingan yang nomor dua dan nomor tiga ini adalah pertandingan
secara bun," berkata Oey Yok Su. Cara "bun" ialah cara halus, tanpa
kekerasan.
Mendengar ayahnya itu, Oey Yong menjerit. "Ayah, terang-terangan kau
berat sebelah!" katanya. "Kenapa kau menggunai cara bun? Ah, engko Ceng,
sudahlah kau jangan mau bertanding pula!"
"Kau tahu apa?!" berkata sang ayah. "Dalam ilmu silat, kalau telah
dicapai puncaknya kemahiran, apa orang akan terus main keras-kerasan
saja? Acaraku yang kedua ini, kau tahu, adalah untuk meminta kedua
sieheng mengenal sebuah lagu serulingku…."
Girang Auwyang Kongcu mendengar halnya acara itu. Katanya dalam hatinya:
"Si tolol ini, apakah tahunya tentang ilmu tetabuhan? Kali ini pastilah
aku yang bakal menang…"
Auwyang Hong tapinya berkata; "Anak-anak muda masih lemah sekali
latihannya bersemedhi menenangkan hati, aku khawatir tidak dapat mereka
bertahan dari lagumu, saudara Yok."
"Laguku lagu biasa saja, saudara Hong, jangan kau khawatir," Oey Yok Su
menghibur. Lalu ia menghadapai Auwyang Kongcu dan Kwee Ceng, untuk
berkata: "Kedua sieheng, silahkan kau masing-masing mematahkan secabang
pohon, kapan nanti kamu mendengar suara laguku, lantas kamu menimpali
dengan mengetok-ngetok batang pohon itu. Siapa yang dapat menimpali
paling tepat, paling bagus, dialah yang menang."
Kwee Ceng maju menghampirkan tuan rumah, ia menjura. "Oey tocu," katanya
hormat. "Teecu ini sangat tolol, tentang ilmu tetabuhan teecu tidak
tahu satu nol puntul, maka itu dalam pertandingan yang kedua ini teecu
menyerah kalah saja…."
"Jangan kesusu, jangan kesusu!" Ang Cit Kong mencegah. "Biar bakal
kalah, apakah halangannya untuk mencoba dulu? Apakah kau khawatir nanti
ditertawakan orang? Jangan takut!"
Mendengar perkataan guru itu, pikiran Kwee Ceng berubah. Ia pun melihat
Auwyang Kongcu sudah lantas mematahkan sebatang cabang, maka ia lantas
mencari secabang yang lain. Oey Yok Su tertawa, ia berkata, "Saudara Cit
berada disini, sungguh siauwtee membuatnya kau nanti menertawainya"
Kejadian ini bukan cuma mengherankan pemilik pulau Tho Hoa To itu, yang
perhatiannya menjadi tertarik sekali, juga Auwyang Hong dan Ang Cit Kong
tidak mengerti. Mereka turut menjadi heran. Tadi Kwee Ceng telah
mendengarnya suara pertempuran di antara seruling, ceng dan siulan,
tanpa merasa ia menginsyafinya irama pertempuran istimewa itu, sekarang
mendengar lagunya Oey Yok Su, mulanya ia memasang kuping dengan melongo,
lalu akhirnya ia mengasih dengar suara bambunya untuk mengacau itu. Ia
mengetok dengan keras, suaranya "Bung! Bung! Bung!"
Tidak peduli telah mahir ilmu menetapkan atau menenangkan hati dari Oey
Yok Su, ia pun tergempur suara bambu orang itu, beberapa kali hampir ia
membuatnya lagunya berbalik mengikuti ini suara kecrek istimewa dari
Kwee Ceng: "Bung! Bung!"
Lantas Oey Yok Su mengasih bangun semangatnya. "Hebat kau, bocah!"
pikirnya. Ia meniup pula serulingnya, sekarang dengan irama perlahan
tetapi banyak perubahannya, selalu berganti tekukannya.
Auwyang Kongcu memasang kupingnya, untuk menangkap lagu itu, baru
sesaat, tanpa merasa ia mengangkat bambunya, sendirinya terus ia
bergerak-gerak menari! Auwyang Hong terkejut, ia menghela napas. Segera
ia maju, untuk mencekal lengan keponakannya itu, menekan nadinya.
Menyusuli itu, ia mengelarkan sapu tangan sutera, untuk menyumbat kuping
orang, supaya Auwyang Kongcu tidak dapat mendengar lagu itu. Ketika
kemudian si keponakan mulai tetap hatinya, baru ia lepaskan cekalan dan
tekanannya itu.
Oey Yong sendiri tidak terganggu seruling ayahnya itu. Seperti sang
ayah, ia sudah biasa mendengar itu lagu "Thia Mo Bu" atau "Tarian Hantu
Langit". Ia hanya berkhawatir untuk Kwee Ceng, takut si anak muda tak
dapat menenangi diri, menetapi hati, untuk mempertahankan diri…..
Kwee Ceng sudah lantas duduk bersila di tanah, ia menenangkan diri
dengan latihan tenaga dalam Coan Cin Kauw, dengan begitu ia menentang
rayuan atau bujukannya irama seruling yang menggoncangkan hati itu.
Berbareng dengan itu, tak hentinya ia memperdengarkan kecrek bambunya,
untuk mengacau lagu itu.
Tadi Oey Yok Su bertiga Ang Cit Kong dan Auwyang Hong, dengan lagu-lagu
mereka telah mengadu irama, mereka dapat saling menyerang, saling
membela diri, mereka tidak saja tak kena terbujuk atau terserang,
sebaliknya mereka dapat menyerang. Sekarang Kwee Ceng kalah latihan
tenaga dalam, ia tidak dapat menyerang, ia cuma bisa membela diri, malah
rapat penjagaannya itu. Benar ia tidak bisa melakukan penyerangan
membalas tetapi juga benar Oey Yok Su tidak dapat menaklukinya.
Selang sesaat kemudian, suara seruling semakin lama jadi makin perlahan
dan halus, sampai sukar terdengarnya. mendengar itu, Kwee Ceng berhenti
dengan ketokan bambunya, ia memasang kupingnya. Justru inilah lihaynya
Oek Yok Su. Makin perlahan suara serulingnya, makin besar tenaga
menariknya. Begitu Kwee Ceng diam mendengari, bekerjalah pengaruh
menarik itu. Irama seruling dan irama bambu bergabung menjadi satu,
mestinya pemusatan pikiran si anak muda kena terbetot.
Tetapi Kwee Ceng bukannya lain orang. Coba lain orang, mestinya ia sudah
runtuh, tak dapat ia meloloskan diri. Ia pernah menyakinkan ilmu saling
serang dengan tangan sendiri, sebagai mana ia telah lama berlatih
dengan Ciu Pek Thong, maka itu, hatinya satu tetapi ia dapat memecahnya
menjadi dua. Maka begitu ia mendengar suara aneh itu, yang membetot
keras hatinya, ia memecah hatinya menjadi dua. Ia insyaf akan bahaya
yang mengancam. Dengan demikian, sambil menetapi hati, menenangi diri,
ia memperdengarkan pula suara sebatang bambunya yang ia pegang dengan
tangan kirinya, maka mendengung pulalah suara bung-bung.
Oey Yok Su menjadi terperanjat saking herannya. "Bocah ini mempunyai
kepandaian luar biasa, tidak dapat ia dipandang enteng," pikirnya. Tapi
ia penasaran, ia mencoba pula. Tidak lagi ia berdiri diam, dengan
mengangkat kakinya, ia bertindak dalam penjuru patkwa, delapan persegi,
sembari jalan ia meniup terus serulingnya.
Kwee Ceng masih menepuk terus, kedua tangannya mengasih dengar tepukan
yang berbeda, dengan begitu ia bagaikan dua orang yang menentang Oey Yok
Su satu orang. Tenaganya pun bertambah sendirinya. Oey Yok Su bukan
sembarang orang, makin ditentang ia jadi makin gagah, lalu nada
serulingnya menjadi tinggi dan rendah, makin luar biasa terdengarnya
iramanya itu.
Kwee Ceng terus melawan, tetap ia mempertahankan diri, sampai mendadak
ia dapat merasakan dari suara seruling itu seperti ada hawa dingin yang
menyambar kepadanya, bagaikan hawa dingin dari es membungkus dirinya.
Tanpa merasa, ia mengigil.
Biasanya suara seruling halus dan lemah mengalun panjang. Kali ini
perubahannya ialah menjadi keras, bagaikan penyerangan dahsyat, maka itu
Kwee Ceng merasakan hawa dingin meresap ke tulang-tulangnya.
lekas-lekas ia memusatkan pikirannya lagi, ia memecah dua pula. Ia
mengingat kepada matahari panas terik tergantung di udara, di waktu
musim panas memukul besi, atau dengan tangan memegang obor besar
memasuki dapur yang apinya marong dan panas sekali. Pemusatan
perumpamaan ini berhasil mengurangi serangannya hawa dingin itu.
Kembali Oey Yok Su menjadi heran. Ia melihatnya di tubuh sebelah kiri
Kwee Ceng ada sifat dingin, sebaliknya di tubuh sebelah kanan tertampak
keringat ke luar tanda dari hawa panas. Ia lantas merubah pula irama
lagunya. Ia melenyapkan hawa dinginnya, ia mengganti itu dengan hawa
panas dari musim panas.
Kwee Ceng terkejut karena perubahan itu, di saat ia hendak menentang
lagi, suara batang bambunya sudah menjadi kacau sendirinya. Oey Yok Su
menyaksikan itu, katanya dalam hatinya: "Kalau ia memaksa melawan, ia
masih dapat bertahan sekian lama, hanya kalau ia tetap terserang terus
hawa panas dan dingin bergantian, kesudahannya ia bakal dapat sakit
berat." Karena memikir demikian, ia berhenti meniup serulingnya, maka
sedetik saja, iramanya seperti lenyap di rimba. Maka berhentilah lagu
seruling itu.
Kwee Ceng segera mengerti orang telah mengalah terhadapnya, ia lantas
berlompat bangun, untuk memberi hormat kepada Oey Yok Su seraya
menghaturkan terima kasih untuk kebaikan hati orang, yang ia bahasakan
"Oey Tocu."
Oey Yok Su heran hingga ia mau menduga; "Bocah ini masih sangat muda
usianya, siapa tahu ilmu dalamnya begini bagus. Mustahilkah sengaja ia
memperlihatkan sikap ketolol-tololan sedang sebenarnya ia cerdas luar
biasa? Jikalau tapat dugaanku ini, anakku mesti dijodohkan dengannya.
Baiklah aku mencoba pula!"
Begitulah ia tersenyum. "Kau baik sekali!" katanya manis. "Kau masih memanggil Oey Tocu kepadaku?"
Dengan pertanyaannya itu Oey Yok Su hendak memberi tanda, "Dari tiga
ujian, kau sudah lulus yang dua, karenanya sudah boleh kau mengubah
panggilan menjadi gakhu tayjin."
Arti "gakhu tayjin" ialah ayah mertua yang terhormat.
Kwee Ceng ada seorang yang jujur dan polos, ia tidak mengerti yang
kata-kata orang mengandung dua maksud, maka ia menjadi gugup. "Aku…aku…"
katanya, lalu ia tak dapat meneruskannya. Lalu matanya mengawasi kepada
Oey Yong, untuk memohon bantuan dari si nona…..
Oey Yong girang bukan main. Ia lantas menekuk-nekuk jempol kanannya. Itu
berarti anjuran untuk Kwee Ceng bertekuk lutut kepada Oey Yok Su.
Kebetulan Kwee Ceng mengerti tanda itu, tanpa bersangsi lagi ia
menjatuhkan diri di depan tuan rumah sambil mengangguk sampai empat
kali. Meski ia memberi hormat secara begitu, tetapi mulutnya tetap
bungkam.
"Kau memberi hormat kepadaku, kenapa?" tanya Oey Yok Su tertawa.
"Yong-jie yang menyuruh aku," sahut si tolol.
"Ah, dasar tolol, tetap tolol!" pikir Oey Yok Su. Ia lantas mengulur
tangannya kepada Auwyang Kongcu, guna menyingkirkan sumbatan di kuping
anak muda itu sembari ia berkata; "Bicara dari hal tenaga dalam, Kwee
Sieheng yang terlebih mahir, akan tetapi ketika aku menguji dengan lagu,
kaulah, Auwyang Sieheng, yang lebih mengerti….Begini saja, acara nomor
dua ini aku anggap seri. Sekarang hendak aku memulai dengan acara yang
ketiga, supaya dengan ini didapat keputusan siapa di antara kedua
sieheng, siapa yang menang dan siapa yang kalah."
"Akur, akur!" Auwyang Hong cepat-cepat memberi persetujuannya. Ia tahu
keponakannya sudah kalah, ia tidak menyangka yang Oey Yok Su si juru
pemisah sudah berbuat berat sebelah.
Ang Cit Kong menyaksikan itu semua, ia cuma tersenyum, tidak ia
memperdengarkan suaranya. Melainkan di dalam hatinya ia bilang: "Si
Sesat bangkotan, anak ialah anakmu, jikalau kau suka menikahkan dia sama
pemuda doyan berfoya-foya, lain orang tidak dapat mencampur tahu!
Tetapi aku si pengemis tua, aku ingin sekali menempur padamu. Sekarang
aku berada bersendirian saja, dua tanganku tidak nanti sanggup melayani
empat buah tangan, biarlah, nanti aku mencari dulu Toan Hongya, untuk ia
membantu aku. Sampai itu waktu nanti jelaslah segala apa!"
Itu waktu Oey Yok Su sudah merogoh sakunya untuk mengeluarkan sejilid
buku yang bagian mukanya dilapisi cita merah. Sembari berbuat begitu, ia
berkata, "Bersama istriku aku mempunyai cuma ini seorang anak
perempuan, tidak beruntung istriku itu, ia menutup mata habis melahirkan
anaknya ini, sekarang aku merasa beruntung yang saudara Cit dan saudara
Hong memandang mata kepadaku, bersama-sama kamu melamar gadisku ini.
Jikalau istriku masih hidup, tentu ia girang sekali…"
Merah matanya Oey Yong mendengar ayahnya menyebut-nyebut almarhum
ibunya. "Buku ini ialah buku yang ditulis sendiri oleh istriku semasa
hidupnya istriku itu," Oey Yok Su berkata pula. "Jadi inilah warisan
dari hati dan darahnya… Sekarang aku minta kedua sieheng membaca buku
ini, setelah selesai kau mesti membaca pula di luar kepala, siapa yang
dapat menghapalnya lebih banyak kali dan tidak bersalah, akan aku
serahkan anakku ini kepadanya…"
Ia berhenti sebentar. Ia menoleh kepada Ang Cit Kong, ia mendapatkan Pak
Kay tersenyum. Lalu ia meneruskan; "Menurut aturan, Kwee Sieheng sudah
menang satu pertandingan, tetapi kitab ini ada sangkut pautnya dengan
kehidupanku, dan istriku pun meninggal dunia karena kitab ini, maka itu
sekarang hendak aku memuji di dalam hatiku supaya ialah sendiri yang
nanti memilih baba mantunya, biar ia memayungi salah satu sieheng ini."
Sampai di situ habis sudah sabarnya Ang Cit Kong. Tadi ia masih dapat
menguasai diri, dia hanya bersenyum. Sekarang tidak. "Oey si bangkotan
sesat!" ia berkata nyaring. "Siapa kesudian mendengari obrolan setanmu
panjang-panjang? Terang kau mengetahui muridku tolol, dia tidak mengerti
ilmu surat dan syair, sekarang kau suruh ia membaca dan menghapalnya di
luar kepala, lalu kau menggertak dengan istrimu yang sudah mati!
Sungguh kau tidak tahu malu!"
Habis berkata, si pengemis mengibas tangannya, terus ia memutar tubuhnya
untuk bertindak pergi. Oey Yok Su tertawa dingin. "Saudara Cit!" ia
berkata, "Jikalau kau datang ke Tho Hoa To ini untuk banyak tingkah,
mestinya kau belajar pula ilmu silatmu untuk lagi beberapa tahun!"
Ang Cit Kong membalik pula tubuhnya, sepasang alisnya berbangkit. "Apa?!" tanyanya bengis.
"Kau tidak mengerti ilmu Kie-bun Ngo-heng, jikalau kau tidak dapat
perkenan dari aku, jangan kau harap nanti dapat ke luar dari pulau ini!"
menjawab si tuan rumah.
"Akan aku melepaskan api membakar ludas semua bunga dan pohonmu yang bau!" Cit Kong berkata keras.
"Jikalau kau ada mempunyai kepandaianmu, cobalah kau bakar!" Oey Yok Su menantang.
Melihat kedua orang tua itu hendak berkelahi, Kwee Ceng maju sama
tengah. "Oey Tocu! Ang Locianpwee!" ia berkata. "Biarlah nanti teecu
mencoba bersama Auwyang toako membaca buku itu dan menghapalnya di luar
kepala. Teecu memang bebal, umpama teecu kalah, itulah sudah
selayaknya…"
Oey Yok Su mendelik kepada si anak muda. "Kau memanggil apa kepada gurumu?!" ia menegur.
"Teecu baru saja mengangkat guru, oleh karena teecu masih belum
memberitahukan itu kepada enam guruku, sekarang ini belum berani teecu
merubah panggilan," Kwee Ceng memberi keterangan.
"Hah! Di mana sih ada sekian banyak kerewelan!" katanya Tong Shia sebal.
Luas pengetahuannya Oey Yok Su tetapi sepak terjangnya biasa menyalahi
aturan atau kebiasaan, maka itu tidaklah ia puas mendapatkan pemuda itu
demikian menjunjung ada peradatan.
"Bagus!" berseru Ang Cit Kong. "Aku masih belum terhitung gurumu! Kau sudi mendapat malu, terserah padamu! Silahkan, silahkan!"
Oey Yok Su tidak membilang suatu apa, hanya berpaling kepada anaknya.
"Kau duduklah baik-baik, jangan kau main gila!" katanya. Ia memesan
demikian, karena ia khawatir anak itu membantu pula Kwee Ceng.
Oey Yong tersenyum, ia tidak menyahuti. Tapi ia berdiam dengan hatinya
bekerja. Ia tahu kali ini pastilah Kwee Ceng bakal kalah, maka ia
mengasah otaknya mencari jalan ke luar untuk nanti buron bersama-sama
pemuda itu….
Oey Yok Su lantas menitahkan Kwee Ceng dan Auwyang Kongcu duduk
berendeng di sebuah batu besar, ia berdiri di depan mereka, ia memegangi
kitabnya, yang ia ansurkan untuk mereka itu melihatnya, sebab mereka
mesti membaca dengan berbareng.
Judul kitab ada "Kiu Im Cin-keng" Bagian Bawah, model hurufnya model
Toan-jie. Begitu melihat itu, Auwyang Kongcu girang luar biasa. Ia
berkata dalam hatinya: "Dengan segala macam akal aku memaksa Bwee Tiauw
Hong menyerahkan kitab ini, siapa tahu sekarang mertuaku ini hendak
berbuat baik kepadaku, ia membiarkan aku membaca kitab luar biasa ini!"
Kwee Ceng melihat enam huruf itu, tak sehuruf juga yang ia kenal. Ia
berpikir: "Dia sengaja hendak membikin susah padaku! Surat yang
berlugat-legot bagaikan cacing ini mana aku kenal? Biarlah, aku menyerah
kalah…"
Ketika itu Oey Yok Su sudah mulai membalik kulitnya buku itu. Nyata
huruf-huruf di dalamnya mermodel huruf Kay-jie, ialah huruf biasa dan
huruf-hurufnya tertulis bagus sekali. Teranglah itu tulisannya seorang
wanita. Ketika ia sudah membaca baris pertama, hatinya goncang. Baris
itu berbunyi: "Aturan dari langit, rusak itu berlebihan, tambalan tak
kecukupan, maka itu kosong lebih menang dari pada luber, tak cukup
menang…. Semuanya itu sudah pernah ia mendengarnya dari Ciu Pek Thong,
yang pernah ia sudah menghapalnya. Maka ia lantas melihat lebih jauh.
Untuk kegirangannya, semua itu adalah huruf-huruf yang ia sudah hapal
benar.
Oey Yok Su menunggu sampai ia merasa orang sudah membaca habis, ia
membalik pula halaman lainnya. Hal ini dilakukan terus selang sesaat.
Hanya huruf-huruf itu makin lama makin tak lengkap susunannya, di bagian
belakang menjadi kacau, sedang tulisannya sendiri makin lemah, seperti
ditulis dengan kehabisan tenaga. Terkesiap hati Kwee Ceng, karena
sekarang ia ingat keterangannya Ciu Pek Thong halnya Oey Hujin, yaitu
istrinya Oey Yok Su, yang sudah menuliskan isi kitab secara dipaksakan,
kerana tubuhnya menjadi lemah, hingga diwaktu melahirkan Oey Yong,
tenaganya habis dan menjadi meninggal dunia. Inilah kitab yang ditulis
disaat-saat kematiannya nyonya itu.
"Mungkinkah yang Ciu Toako menitahkan aku menghapalkannya adalah isi
kitab ini?" Kwee Ceng berpikir pula. "Adakah ini Kiu Im Cin-keng? Tidak,
tidak bisa jadi! Kitab itu bagian bawahnya sudah dibikin lenyap oleh
Bwee Tiauw Hong, bagaimana sekarang bisa berada di tangannya Oey Yok Su
ini?"
Oey Yok Su melihat orang bengong, ia menduga mestinya kepala pemuda ini
sudah pusing. Ia tidak mengambil mumet, ia terus membalik-balik pelbagai
halaman setelah temponya, ia merasa, orang sudah membaca habis.
Mulanya Auwyang Kongcu dapat membaca dengan baik, kemudian tiba kepada
penjelasan cara melatihnya ilmu silat itu, ia bingung karena
kata-katanya seperti terputar balik. Kemudian lagi, hatinya mencelos
akan mendapatkan ada huruf-huruf yang berlompatan, hingga karangan tak
lagi lancar. Di dalam hatinya ia menghela napas dan berkata: "Kiranya
dia masih tidak hendak memperlihatkan kitab yang tulen…" Tapi ia dapat
memikir sebaliknya; "Benar aku tidak dapat melihat isi kitab yang
lengkap, tetapi toh aku jauh lebih banyak dapat mengingatnya dari pada
si tolol ini, maka dalam ujian ini pastilah aku yang bakal menang. Oh,
si nona yang sangat cantik manis yang bagaikan putri kayangan ini,
akhirnya toh bakal menjadi orangku juga…!"
Kwee Ceng juga melihat dan membaca setiap halaman yang dibalik terus
oleh Oey Yok Su itu, ia mendapat kenyataan semua isinya itu sama seperti
yang ia diajarkan Ciu Pek Thong, cuma bagian-bagian yang lompat saja
yang tak terbaca tetapi ia ketahui itu, sebab ia masih hapal semua
ajaran kakak angkatnya si orang tua yang jenaka dan berandalan itu. Ia
mengangkat kepalanya, memandang ke arah pohon, ia tidak dapat menduga
apa hubungannya ajaran Ciu Pek Thong itu dengan kitab ini.
Tidak lama, setelah membalik halaman terakhir, Oey Yok Su mengawasi
kedua pemuda itu. "Nah, siapa yang hendak membaca terlebih dulu di luar
kepala?" dia menanya.
Sebelum menjawab, Auwyang Kongcu sudah berpikir untuk jawaban itu.
Pikirnya: "Isi kitab kacau sekali, sangat sukar untuk dihapalkannya,
maka baiklah aku menggunakan ketika aku baru saja habis membaca akan
menghapalnya, dengan begitu pastilah aku akan dapat membaca lebih
banyak…" Ia mau mengartikan, kesalahannya pastilah lebih sedikit.
Karenanya, segera ia menyahuti. "Aku yang menghapal lebih dulu!"
Oey Yok Su mengangguk. "Kau pergi ke ujung rimba ini, jangan kau
mendengari dia lagi menghapal," ia menitahkan Kwee Ceng kepada siapa ia
berpaling.
Kwee Ceng menurut, ia pergi jauhnya beberapa puluh tindak. Oey Yong
menjadi girang sekali. Ia pikir inilah ketikanya yang paling baik.
Bukankah dengan begitu ia bisa mengajak si anak muda kabur bersama? Maka
ia lantas angkat kakinya, hendak ia bertindak perlahan-lahan
menghampirkan pemuda itu. Atau mendadak, "Yong-jie, mari!" memanggil Oey
Yok Su. "Kau juga mendengarinya mereka membaca di luar kepala, supaya
kau jangan nanti mengatakannya aku berat sebelah!"
Mencelos hatinya si nona. Katanya ayah itu adil, tetapi kenyataannya
sangat berat sebelah untuknya. Bukankah ia jadinya dicegah mendekati
Kwee Ceng? maka itu ia berkata: "Ayah yang berat sebelah, tak usah ayah
menyebutkannya orang lain!"
Oey Yok Su tidak gusar, bahkan ia tertawa. "Tidak tahu aturan! Mari!" dia memanggil pula.
"Aku tidak mau datang!" sahut si anak, membelar. Di mulut ia mengucap
demikian, tapi kakinya bertindak menghampirkan. Ia cerdik sekali, ia pun
tahu tabiat ayahnya itu, kalau si ayah berjaga-jaga, sulit untuk ia
kabur pula. Maka juga ia hendak memikir perlahan-lahan, untuk mencari
akal. Ketika ia sudah datang dekat, ia memandang Auwyang Kongcu sambil
tertawa manis.
"Auwyang Toako, ada apakah sih bagusnya aku?" ia bertanya. "Kenapa kau begini sangat menyukai aku?"
Bukan main girangnya Auwyang Kongcu. Manis sekali si nona. Hingga
hatinya berdenyutan. Inilah ia tidak sangka. "Adik, kau…." katanya
kegirangan sangat, hingga ia seperti lupa ingatan, hingga tak dapat ia
meneruskan kata-katanya.
"Toako, janganlah kau terburu-buru hendak pulang ke See Hek," berkata
pula Oey Yong, tetap dengan manis budi. "Kau diamlah di Tho Hoa To ini
untuk beberapa hari lagi. Di See Hek itu sangat dingin, bukankah?"
"See Hek itu luas sekali wilayahnya," menyahut Auwyang Kongcu. "Memang
di sana ada banyak daerahnya yang dingin tetapi pun ada yang hangat dan
nyaman seperti Kanglam."
"Ah, aku tidak percaya!" berkata lagi si nona, yang membawa aksinya yang
menggiurkan. Ia tertawa. "Kau memang paling suka memperdayakan orang!"
Auwyang Kongcu masih hendak melayani bicara, untuk membantah si nona
itu, atau segera ia dihalangi oleh Auwyang Hong. See Tok sudah lantas
dapat membade maksud Oey Yong si cerdik ini, bahwa sikap manisnya itu
adalah daya belaka untuk mengacau otaknya Auwyang Kongcu, supaya
pikirannya disesatkan ke lain soal, si keponakan jadi lupa kepada isinya
kitab Kiu Im Cin-keng.
"Eh, anak!" demikian menegurnya. "Omongan yang tak perlunya baiklah kau
bicarakan perlahan-lahan nanti, mari belum kasep. Sekarang lekas kau
membaca di luar kepala!"
Auwyang Kongcu terkejut. Memang, karena perhatiannya ditarik Oey Yong,
ia dapat melupakan apa yang barusan dihapalnya. Dan benar-benar ada yang
ia lupa. Maka lekas-lekas ia memusatkan pikirannya. Sesudah itu,
barulah dengan perlahan-lahan ia mulai membaca. Ia berhasil membaca
permulaannya, ia lantas melanjuti. Tentu saja ia lupa di bagian-bagian
yang penjelasan ilmu silatnya sulit, seperti Oey Hujin sendiri tidak
ingat seanteronya.
Oey Yok Su tertawa kapan pemuda yang dipenujunya itu selesai membaca.
"Kau telah mendapat membaca banyak. Bagus!" katanya. "Kwee sieheng,
mari, sekarang giliranmu!"
Kwee Ceng bertindak menghampirkan. Ia melihat Auwyang Kongcu kegirangan,
ia kagum, di dalam hatinya ia kata:" Anak ini benar-benar lihay, sekali
membaca saja ia sudah dapat menghapal di luar kepala sedang tulisan itu
kacau balau. Benar-benar aku tidak sanggup, maka sekarang baiklah aku
menghapal seperti yang Ciu Toako ajari aku."
Ang Cit Kong melihat sikap muridnya itu, ia tertawa. "Anak tolol, mereka
itu sengaja hendak membikin kita bagus ditonton!" Ia berkata. "Baiklah
kita mengaku kalah saja!"
"Memang aku pun sebenarnya tak dapat melawan Auwyang Toako," Kwee Ceng membilang.
Mendadak Oey Yong berlompat ke ke atas payon paseban, yang telah roboh
sebagian, di sana ia berdiri seraya menghunus pisau belati, yang ia
letaki di depan dadanya. Ia berseru; "Ayah! Jikalau kau memaksa aku ikut
si manusia busuk itu pergi ke See Hek, hari ini anakmu akan binasa
untuk kau lihat!"
Oey Yok Su kenal baik tabiat anaknya itu. "Letaki senjatamu!" ia berkata, "Kita dapat berbicara dengan perlahan-lahan."
Sementara Auwyang Hong telah bekerja. Mendadak ia menekan tongkatnya ke
tanah, segera terdengar satu suara aneh, terus dari tongkat itu melesat
serupa senjata gelap yang luar biasa, menyambar ke arah Oey Yong.
Hebat melesatnya senjata rahasia ini, belum Oey Yong menginsyafinya,
pisau belati di tangannya sudah kena terhajar hingga terlepas dan jatuh
ke tanah. Di lain pihak tubuh Oey Yok Su pun berkelebat, sedetik saja ia
sudah sampai di atas paseban, di mana ia mengulur tangan merangkul
pinggang putrinya.
"Benar-benarkah kau tidak sudi menikah?" katanya, perlahan. "Baiklah!
Mari kau berdiam di Tho Hoa To menemani ayahmu seumur hidupmu!"
Oey Yong meronta-ronta, ia menangis. "Ayah, kau tidak sayang Yong-jie, kau tidak sayang Yong-jie…!" katanya.
Menyaksikan itu, Ang Cit Kong tertawa berkakak. Ia tidak nyana Oey Yok
Su, yang hatinya keras dan telengas, kewalahan melayani putrinya itu.
Selagi Ang Cit Kong berpikir begitu, Auwyang Hong berpikir lain. Ia
berkata di dalam hatinya; "Baik aku menanti hingga sudah ada keputusan
ujian ini, setelah itu hendak aku membikin habis pengemis tua serta si
bocah she Kwee ini. Urusan lainnya pasti gampang diurus belakangan. Anak
itu manja sekali, apa aku peduli?"
Karena ini, ia berkata: "Kwee Sieheng lihay sekali, kau sungguh satu
pemuda gagah, maka itu di dalam ilmu surat kau tentu pandai juga.
Saudara Yok, silahkan minta Kwee Sieheng mulai menghapal!" Itulah
kata-kata baik tetapi itu sebenarnya adalah desakan.
"Baiklah," menyahut Oey Yok Su. "Yong-jie, kalau kau mengacau lagi,
nanti kacau juga pikirannya Kwee Sieheng." Mendengar itu, benar-benar
Oey Yong lantas menutup mulutnya.
Auwyang Hong ingin sekali si anak muda mendapat malu, ia mendesak; "Kwee
Sieheng, silahkan mulai! Kami ramai-ramai akan mendengar dengan
perhatian pembacaanmu di luar kepala."
Mukanya Kwee Ceng merah seluruhnya. "Mana dapat aku menghapal?" pikirnya
pula. "Baik aku membaca ajarannya Ciu Toako…" Dan lantas ia membaca.
Sebenarnya sudah beratus kali ia menghapal "Kiu Im Cin-keng", karena Ciu
Pek Tong tak bosannya mengajari ia, dari itu, ia masih ingat dengan
baik itu semua. Demikian kali ini, mulai dengan perlahan, ia menghapal
terus, makin lama makin lancar, selama itu tak sepatah kata yang salah
atau berlompatan.
Orang semua tercengang. Bukankah bocah ini baru melihat hanya satu kali
kitab yang dijadikan ujian itu? Maka kesannya ialah: "Bocah ini cerdas
sekali tetapi ia nampaknya tolol. Kiranya dia sebenarnya berotak sangat
terang!"
Oey Yok Su heran, apa pula setelah Kwee Ceng sudah habis menghapal
halaman keempat. Ia dapat kenyataan, kata-katanya si anak muda lebih
rapi dari pada kitabnya, seperti ditambahkan sepuluh lipat. Dan itulah
memang bunyinya atau isi aslinya "Kiu Im Cin-keng" itu. Karena ini,
tanpa merasa ia mengeluarkan peluh dingin.
"Mustahilkah istriku yang telah menutup mata itu demikian cerdas hingga
di alam baka dia dapat mengingat kitab yang asli dan dia telah
mengajarinya semuanya kepada pemuda ini?" ia bertanya dalam hatinya.
Selagi ia berpikir, kupingnya mendengar terus suara yang lancar dan
terang dari Kwee Ceng, yang menghapal terus-terusan. Maka ia mau percaya
benar-benar istrinya sudah mewariskannya kepada si anak muda. Ia lantas
mengangkat kepalanya, mendongak ke langit, dari mulutnya terdengar
suara tak tedas: "A Heng, A Heng, sungguh kau sangat mencinta kepadaku,
hingga kau pinjam mulutnya pemuda ini untuk mengajari aku Kiu Im
Cin-keng…… Kenapa kau membiarkan aku tak dapat melihat pula wajahmu
barang satu kali lagi? Setiap malam aku meniup serulingku, kau dengarkah
itu?"
"A Heng" itu ialah nama kecil dari Oey Hujin, istri yang Oey Yok Su
sangat mencintainya. Nama itu, sekalipun Oey Yong gadisnya, tidak
mendapat tahu. Orang banyak heran melihat sikapnya tocu dari Tho Hoa To
ini, air mukanya berubah, air matanya mengembang, dan entah apa yang
diucapkannya itu.
Cuma sebentar Oey Yok Su berada dalam keadaan yang luar biasa itu,
mendadak ia kembali pada dirinya sendiri. Sekarang ia seperti bermuram
durja. Ia mengibaskan tangannya, terus ia menanya Kwee Ceng dengan suara
keras, sikapnya bengis: "Apakah kitab Kiu Im Cin-keng yang lenyap di
tangannya Bwee Taiuw Hong terjatuh ke dalam tanganmu?!"
Kwee Ceng terkejut, hatinya pun ciut. "Tee…teecu tidak mengetahui
kitabnya Bwee Cianpwee itu terlenyap di mana…." sahutnya gugup, suaranya
tak lancar. "Jikalau aku mendapat tahu, pasti sekali aku suka membantu
mencarinya, untuk dibayar pulang kepada tocu…"
Oey Yok Su mengawasi wajah orang dengan tajam, pada itu ia tidak nampak
kepalsuan, maka itu maulah ia percaya orang tidak berdusta. Karenanya ia
jadi mau percaya juga yang istrinya, dari dalam alam baka, sudah
mewariskannya kepada pemuda ini.
"Baiklah, saudara Cit dan saudara Hong!" katanya kemudian, suaranya
terang, "Inilah baba mantu pilihannya istriku almarhum, maka itu
sekarang aku tidak dapat membilang apa-apa lagi. Anak, aku menjodohkan
Yong-jie kepadamu, kau haruslah memperlakukan dia baik-baik. Yonng-jie
telah termanjakan olehku, dari itu haruslah kau suka mengalah tiga
bagian…."
Oey Yong girang bukan kepalang. Ia lantas saja tertawa. Sama sekali ia
tidak menjadi likat karena keputusan itu. "Ayah, bukankah aku satu anak
baik?" ia berkata. "Siapa yang bilang aku telah termanjakan olehmu?"
Kwee Ceng benar tolol tetapi kali ini, tanpa menanti tanda pengajaran
dari Oey Yong, sudah lantas ia menekuk lutut di hadapannya Oey Yok Su,
untuk paykui empat kali seraya ia memanggil, "Gakhu Tayjin!" Tapi, belum
sempat ia berbangkit, tiba-tiba Auwyang Kongcu membentak: "Tahan dulu!"
Ang Cit Kong girang bukan main, ia sampai ternganga, tetapi ketika ia
mendengar suaranya Auwyang Kongcu, ia dapat berbicara. "Apa?!" dia
tanya. "Apakah kau belum juga menyerah?"
"Apa yang dibacakan saudara Kwee barusan jauh terlebih banyak dari pada
isinya kitab ini," berkata Auwyang Kongcu. Ia pun rupanya menginsyafi
itu. "Mestinya ia telah mendapatkan Kiu Im Cin-keng yang asli! Aku yang
muda hendak membesarkan nyali, hendak aku menggeledah tubuhnya!"
"Oey Tocu sudah selesai menjodohkan putrinya, perlu apa kau menimbulkan
kerewelan baru?!" Ang Cit Kong menegur. "Kau dengar apa kata pamanmu
barusan?"
Matanya Auwyang Hong terbalik. "Aku Auwyang Hong, mana dapat aku diakali
orang?" dia berkata dengan nyaring. Ia mau percaya tuduhan keponakannya
dan merasa pasti di tubuhnya Kwee Ceng ada kitab "Kiu Im Cin-keng" yang
asli, bahkan sekejap itu ingin ia merampas kitab itu, hingga ia
melupakan yang Oey Yok Su sudah memutuskan pilihan baba mantunya itu.
Kwee Ceng tidak takut digeledah, mana dia lantas meloloskan ikat
pinggangnya. "Auwyang Cianpwee, silahkan kau periksa!" ia menantang, ia
berserah diri. Ia pun terus mengasih ke luar segala isi sakunya, yang
mana ia letaki di atas batu. Auwyang Hong mellihat semua barang itu
adalah uang perak, sapu tangan, batu api dan lainnya, tidak ada kitab,
maka ia mengulurkan tangannya ke tubuh si anak muda.
Oey Yok Su kenal baik si See Tok yang sangat licik dan telengas, yang di
dalam murkanya yang sangat dapat menurunkan tangan jahat. Kalau si Bisa
dari Barat ini keburu menurunkan tangan, walaupun ia lihay, tidak nanti
ia dapat mengobati menantunya itu. Maka hendak ia mencegah. Sambil
batuk-batuk ia lonjorkan tangannya yang kiri, diletaki di tulang
punggung Auwyang Kongcu. Itulah tulang paling penting pada tubuh
manusia, asal Tong Shia menurunkan tangannya yang lihay, habis sudah
tulang itu, terbinasalah Auwyang Kongcu di situ juga.
Ang Cit Kong dapat melihat sepak terjangnya Oey Yok Su, ia dapat menduga
maksud orang, ia tertawa di dalam hatinya. Pikirnya: "Oey Lao Shia
benar-benar sangat memihak! Sekarang ia menyayangi baba mantunya, dia
lantas melindungi muridku yang tolol ini…."
Sebenarnya juga Auwyang Hong berniat menggunai pukulan kodoknya akan
menghajar dengan meraba perutnya Kwee Ceng. Asal ia dapat menekan perut
itu, selang tiga tahun, Kwee Ceng bakal dapat sakit dan akan mati
karenanya. Tapi ia bermata awas, ia dapat melihat penjagaannya Oey Yok
Su itu, lantas ia membatalkan niatnya itu. Ia menggeledah tubuh Kwee
Ceng, ia tidak mendapatkan lainnya barang. Ia berdiam sesaat. Ia tidak
mempercayai almarhum Oey Hujin benar-benar mewariskan kitab itu dari
alam baka, untuk memilih menantunya. Setelah itu, ia dapat memikir
lainnya lagi. "Anak ini tolol, memang tak mungkin ia mendusta. Kalau aku
menanya padanya, mungkin sekali ia akan memberikan keterangannya yang
sebenarnya…"
Maka ia gerakilah tongkat ularnya, hingga gelang emasnya berbunyi
berkontrang, hingga dua ekor ularnya melilit-lilit. Menampak itu, Kwee
Ceng dan Oey Yong mundur bersama.
"Kwee Sieheng," Auwyang Hong menanya, suaranya tajam, "Dari manakah kau mempelajarinya isi kitab Kiu Im Cin-keng ini?"
"Aku ketahui tentang sejilid kitab Kiu Im Cin-keng akan tetapi belum
pernah aku melihatnya," menyahut Kwee Ceng, jujur. "Kitab bagian atas
ada pada Toako Ciu Pek Thong…"
Ang Cit Kong heran hingga ia menyelak. "Eh, eh, mengapa kau panggil toako kepada Pek Thong?" ia menanya.
"Ciu Toako telah mengangkat saudara dengan teecu," Kwee Ceng menyahut, kembali dengan sejujurnya.
"Yang satu tua bangka, yang lain muda belia, sungguh edan!" tertawa Ang Cit Kong. "Kacaulah aturan peradatan!"
"Kitab bagian bawah?" Auwyang Hong tanya pula.
"Kitab itu telah dibikin lenyap di telaga Thay Ouw, oleh Suci Bwee Tiauw
Hong," Kwee Ceng menyahut pula. "Sekarang Bwee Suci sedang dititahkan
gakhu untuk mencari kitab itu. Aku telah memikir, setelah memberitahukan
kepada gakhu, ingin aku pergi untuk membantu mencari."
Dengan keponakannya, Auwyang Hong saling memandang. "Kau belum pernah
melihat Kiu Im Cin-keng, cara bagaimana kau dapat membacanya di luar
kepala?" tanya pula Auwyang Hong, kali ini dengan bengis.
"Apakah yang aku baca barusan itu Kiu Im Cin-keng?" Kwee Ceng balik
menanya. "Tidak, tidak bisa jadi! Itulah Ciu Toako yang mengajari aku
menghapalnya!"
Diam-diam Oey Yok Su menghela napas, kelihatannya ia putus asa. "Inilah
seperti bicaranya hantu atau malaikat, sungguh sangat samar," pikirnya.
"Rupanya benar anakku berjodoh dengan bocah ini, maka segala-galanya
terjadi secara kebetulan sekali."
Selagi Tong Shia heran, Auwyang Hong melanjuti pertanyaannya. "Sekarang ini di mana adanya Ciu Pek Thong?" demikian tanyanya.
Kwee Ceng hendak memberikan penyahutannya, ketika mertuanya memotong:
"Anak Ceng, tidak usah kau banyak omong." Kemudian si Sesat dari Timur
ini berpaling kepada Auwyang Hong untuk mengatakan "Inilah urusan tidak
berarti, buat apa dibicarakan panjang-panjang? Saudara Hong, saudara
Cit, kita sudah dua puluh tahun tidak bertemu, marilah di pulauku ini
kita minum puas-puas selama tiga hari!"
Oey Yong pun segera berkata: "Cit Kong-kong, nanti aku memasaki kau
beberapa rupa sayuran! Bunga teratai di sini bagus sekali, jikalau
lembaran bunga itu dimasak ayam tim campur lengkak segar dan daun
teratai, pastilah rasanya lezat sekali! Dan kau tentulah akan sangat
menyukainya!"
Ang Cit Kong tertawa lebar. "Sekarang telah tercapailah maksud hatimu!" katanya. "Lihat, bagaimana girangmu!"
Digoda begitu, Oey Yong tertawa. "Cit Kong-kong, Auwyang Pepe, dan kau
Auwyang Sieheng, silahkan!" ia lantas mengundang. Ia membawa sikap manis
terhadap mereka semua, tak terkecuali Auwyang Kongcu.
Auwyang Hong menjura terhadap Oey Yok Su. "Saudara Yok, aku menerima
baik kebaikan hati kau ini," ia berkata. "Saudara, di sini saja kita
berpisahan…."
"Saudara Hong," menyahut si tuan rumah, "Kau datang dari tempat yang
jauh dan aku belum lagi melakukan kewajibanku sebagai sahabat, mana bisa
enak hatiku?"
Sama sekali tidak ada niatnya Auwyang Hong, berdiam lebih lama lagi,
karena ia telah putus asa. Sebenarnya ia datang bukan melulu untuk jodoh
keponakannya itu, lebih dari pada itu, hendak ia sesudah pernikahannya
sang keponakan, bekerja sama Oey Yok Su mencari Kiu Im Cin-keng, kitab
ajaib itu. Tidak demikian, sebagai ketua suatu partai, mana sudi ia
sembarang menaruh kaki di Tionggoan? Pernikahan sudah gagal, ia pun
lenyap harapannya, ia menjadi sangat tawar hatinya. Tetapi Auwyang
Kongcu, si keponakan berpikir lain.
"Paman," katanya Auwyang Kongcu, "Keponakanmu tidak punya guna, ia
membikin kau malu, tetapi Oey Peehu telah menjanjikannya hendak
mengajari keponakanmu semacam ilmu kepandaian…."
Auwyang Hong mengasih dengar suara "Hm!" Ia ketahui dengan baik belumlah
padam cintanya si keponakan ini terhadap Oey Yong, maka juga si
keponakan masih hendak mencari ketika untuk bisa terus berdekatan dengan
nona itu. Alasan belajar ini adalah alasan yang paling baik. Si
keponakan menjadi mungkin mendapat ketika akan merayu-rayu hati Oey Yong
hingga si nona akhirnya terjatuh juga ke dalam pelukannya…."
Oey Yok Su di lain pihak juga tidak puas hatinya. Ia telah memberikan
janjinya itu karena ia percaya pasti Auwyang Kongcu bakal lulus, maka
hendak ia menurunkan semacam pelajaran kepada Kwee Ceng, siapa tahu
kesudahannya adalah kebalikannya dugaannya itu, ialah Auwyang Kongcu
yang jatuh.
"Auwyang Sieheng," ia lantas berkata, "Kepandaian pamanmu adalah yang
terlihay di kolong langit ini, tidak ada lain orang yang dapat
menandinginya, karena ini adalah warisan keluargamu sebenarnya tak usah
kau mencari dari lain kaum. Hanya apa yang dinamakan Co-to Pang-bun,
yaitu ilmu golongan kiri atau sampingan, aku si tua masih juga
mempunyakannya sedikit, maka jikalau sieheng tidak mencelanya, yang mana
saja yang aku mengerti, suka aku mengajarkannya padamu."
Auwyang Kongcu sudah lantas berpikir; "Hendak aku memilih yang paling
lama dipelajarinya, yang paling meminta waktu. Tocu ini kabarnya
mengerti ilmu Ngo-heng Ki-bun, baiklah aku minta ilmu itu yang tak
keduanya di kolong langit ini, yang tentunya tak habis dipelajari dalam
sehari semalam…." Maka ia lantas menjura dan berkata: "Keponakanmu
mengagumi ilmu Ngo-heng Ki-bun dari peehu, maka itu aku mohon kebaikan
budi peehu untuk mengajari saja aku ilmu itu."
Oey Yok Su berdiam, tidak lantas ia menjawab. Ia merasa sulit. Ngo-heng
Ki-bun itulah kepandaiannya yang paling utama, sekalipun kepada putrinya
belum ia mewariskannya, maka itu cara bagaimana dapat ia menurunkannya
kepada orang luar? Tetapi ia sudah mengeluarkan kata-katanya, tak dapat
ia menyesal atau menarik pulang. Maka kemudian menyahutlah ia: "Ilmu
Ki-bun itu menggenggam banyak sekali unsur, kau hendak mempelajari yang
mana satu?"
Auwyang Kongcu cuma mengutamakan dapat tinggal selama mungkin di pulau
Tho Hoa To ini, maka itu ia menjawab; "Keponakanmu melihat jalanan di
Tho Hoa To ini sangat berliku-liku, pepohonannya pun lebat sekali, aku
menjadi sangat menganguminya, maka itu aku mohon peehu sukalah
memperkenankan aku tinggal di sini untuk beberapa bulan. Dengan begitu
maka keponakanmu jadi dapat ketika untuk belajar dengan sabar."
Mendengar itu, air mukanya Oey Yok Su berubah. Ia segera melirik kepada
Auwyang Hong. Di dalam hatinya, ia berpikir; "Jadinya kau hendak
menyelidiki rahasianya pulauku ini! Sebenarnya, apakah maksud kamu?"
Auwyang Hong sangat cerdik, mengertilah ia sudah akan keragu-raguannya
tuan rumah itu. Maka lantas ia menegur keponakannya: "Kau sungguh tidak
tahu tingginya langit dan tebalnya bumi! Tho Hoa To ini tercipta setelah
peehumu menghabiskan hati dan darahnya. Pulau ini teratur begini
sempurna, bahwa orang luar tidak berani menyerbunya semua mengandal
kepada lihaynya ini, dari itu mana dapat peehumu membebernya kepada
kau?"
Oey Yok Su tahu orang menyindir, dengan dingin ia berkata. "Walaupun Tho
Hoa To ada hanya sebuah bukit yang gundul, orang di kolong langit ini
belum tentu ada yang sanggup mendatanginya untuk membikin celaka pada
aku Oey Yok Su!"
Auwyang Hong tertawa. "Aku kesalahan omong, saudara Yok, maaf!" ia memohon.
"Hai, saudara Racun, saudara Racun!" Ang Cit Kong tertawa dan turut
berbicara. "Akalmu ini akal memancing kemarahan orang, kau menggunainya
dengan caramu yang kurang jujur!"
Oey Yok Su seperti habis akal, ia selipkan seruling kumalanya di leher bajunya. "Tuan-tuan, silahkan turut aku!" ia mengundang.
Maka itu berhentulah pembicaraan mereka. Auwyang Kongcu ketahui tuan
rumah murka, ia melirik kepada pamannya. Auwyang Hong mengangguk, lalu
ia bertindak mengikuti tuan rumah. Yang lain-lainnya pun turut
mengikutinya.
Jalanan berliku-liku, sekeluarnya dari rimba bambu itu, di depannya
mereka terlihat sebuah pengempang teratai yang besar, yang bunga
teratainya sedang mekar banyak, hingga di situ tersebarlah bau harum
semerbak yang halus dari bunga yang indah dan bersih itu. Daun-daun
teratai pun terampas luas dan lebar. Di tengah-tengah pengempang ada
sebuah jalanan yang memotong untuk tiba di lain tepi, hingga dengan
begitu pengempang itu menjadi terbelah dua.
Oey Yok Su berjalan di jalanan di tengah pengempang itu, ia memimpinnya
orang banyak ke sebuah rumah yang nampak terawat rapi sekali, yang
tiang-tiangnya terbuat dari batang-batang atau bongkol pohon cemara yang
tak dibuangi babakannya hingga nampak jadi wajar. Di luar itu pun
merambat pohon-pohon rotan yang beroyot. ketika itu ada di musim panas
tetapi berada di dalam rumah itu, semua orang merasakan adem.
Oey Yok Su mempersilahkan lebih jauh keempat tetamunya masuk ke dalam
kamar tulis di mana bujangnya yang gagu segera menyuguhkan teh, yang
airnya berwarna hijau, tetapi setelah dihirup, teh itu dingin bagaikan
salju, meresap hingga ke ulu hati.
Ang Cit Kong tertawa, ia berkata: "Orang bilang, sesudah tiga tahun
menjadi pengemis, berpangkat pun dia tak sudi, tetapi, saudara Yok,
jikalau aku dapat tinggal tiga tahun di dalam duniamu yang begini adem
nyaman, menjadi pengemis pun tak sudilah aku!"
"Saudara Cit," menyahut Oey Yok Su, "Jikalau benar kau sudi tinggal
untuk suatu waktu denganku di sini, supaya kita kakak beradik dapat
minum arak dan mengobrol, itulah sungguh hal yang aku memintanya pun
tidak dapat."
Ketarik hatinya Ang Cit Kong mendengar suara orang yang sungguh-sungguh
itu. Tetapi Auwyang Hong segera berkata; "Kamu kedua tuan, jikalau kau
sampai tidak berkelahi, tak usah sampai dua bulan lamanya, pastilah kau
berhasil menciptakan semacam ilmu pedang yang luar biasa gaib!"
"Ha, kau mengiri?" tanya Ang Cit Kong tertawa.
"Tapi aku bicara dari hal yang benar!" menyahut Auwyang Hong.
Kembali Ang Cit Kong tertawa. "Ini pun kata-katamu yang di hati lain di mulut lain!" bilangnya.
Dua orang ini tidak bermusuh besar tetapi mereka saling mendendam, di
antaranya Auwyang Hong yang memikir dalam dan licin serta licik. Ang Cit
Kong yang polos dan mulutnya terbuka, kalau Cit Kong tidak memikir
sesuatu, See Tok sebaliknya menyimpan maksud, sebelum Ang Cit Kong
mampus di tangannya, tak mau ia sudah. Hanya ia, karena liciknya,
wajahnya ia tidak kentarakan sesuatu. Demikian kali ini, apapun yang Cit
Kong bilang, ia mengganda tertawa.
Oey Yok Su sudah menekan pada suatu bagian dari mejanya itu, lalu
terlihat di tembok sebelah barat ada sebuah gambar san-sui atau panorama
gunung dan air yang bergerak naik sendirinya, setelah mana di situ lalu
tertampak sebuah pintu rahasia. Ia mengulurkan tangannya ke dalam pintu
itu, untuk menarik ke luar segulung kertas. Ia mengusap-usap itu
beberapa kali, kemudian ia memandang Auwyang Kongcu seraya berkata,
"Inilah peta lengkap dari Tho Hoa To. Di pulau ini ada jalanan rahasia,
jalan keder menuruti jurus patkwa, dan semua itu tercatat di dalam peta
ini, sekarang kau ambillah ini, untuk kau mempelajarinya dengan
seksama."
Mendengar itu, pemuda itu hilang harapannya. Yang ia harap adalah dapat
tinggal lebih lama di Tho Hoa To, siapa tahu ia hanya diberikan sehelai
peta pula. Ia merasa bahwa ia gagal, tetapi meski demikian, ia menjura
untuk menyambuti peta itu.
Oey Yok Su tidak segera menyerahkan petanya itu. "Tunggu dulu!" katanya.
Auwyang Kongcu melengak, ia menarik pulang tangannya yang sudah diulur
itu.
"Setelah kau mendapatkan peta ini," berkata Oey Yok Su, "Kau mesti pergi
ke Lim-an, di mana kau mesti cari sebuah rumah penginapan atau
kelenteng di mana kau dapat tinggal menumpang. Selang tiga bulan, aku
nanti perintah orang untuk mengambil pulang. Peta ini cuma diingat dalam
hati, aku larang kau membuat salinannya!"
Mendengar itu, di dalam hatinya, si pemuda berkata: "Kau tidak
mengijinkan aku tinggal di pulaumu ini, siapa sudi memperdulikan segala
ilmu sesatmu itu? Bagaimana dalam tempo tiga bulan aku dapat menolongi
kau menjagai kitabmu itu? Jikalau ada kerusakan atau kehilangan, siapa
yang dapat bertanggungjawab. Lebih baik aku tidak mengerjakannya!"
Hampir ia menampik, ketika mendadak sebuah pikiran lain masuk ke dalam
otaknya: "Dia kata hendak memerintah orang datang mengambilnya nanti,
tentulah ia bakal mengutus gadisnya ini. Ini pun ada suatu ketika baik
untuk berada dekat si nona…." Maka ia lantas mengubah pula pikirannya,
terus ia mengulur pula tangannya, menyambuti peta itu, yang ia masuki ke
dalam sakunya.
Auwyang Hong segera mengangkat kedua tangannya, untuk pamitan. Oey Yok
Su tidak menahan lagi, malah ia segera mengantarkannya hingga di muka
pintu.
"Saudara Berbisa," berkata Ang Cit Kong. "Lain tahun di akhir tahun
kembali tiba saatnya perundingan ilmu pedang di gunung Hoa San, maka itu
baik-baik saja kau memelihara dirimu, supaya nanti kita dapat bertempur
secara hebat!"
Auwyang Hong menyahuti dengan tawar. Katanya: "Menurut aku baiklah kita
tidak usah saling berebut lagi! Sekarang ini pun sudah ada ketentuannya
siapa yang bakal menjadi orang yang ilmu silatnya paling lihay di kolong
langit ini!"