Cu Cong mendengar suara itu, ia segera lantas menoleh, maka terlihatlah
olehnya menyambarnya suatu barang ke arah Bwee Tiauw Hong, siapa sudah
lantas menangkis. Tepat tangkisannya itu, barang itu mengeluarkan suara
keras, rusak dan jatuh. Nyata itu adalah sebuah kursi.
Menyusul itu terdengar angin dari datangnya suatu barang lain, yang
terlebih besar. Kali ini si Mayat Besi mengulur tangan kirinya, untuk
menangkap. Dan ia kena pegang suatu barang lebar dan licin. Sebab itulah
sebuah meja yang berada di samping Cu Cong, yang patah kakinya tertimpa
pilar. Penyerangnya pun Cu Cong sendiri. Habis itu Tiauw Hong menendang
meja itu. Berbareng dengan itu, Cu Cong, yang mengulur tangan kanannya,
memasuki tiga benda bergerak ke leher bajunya si wanita lihay itu.
Tiauw Hong kaget hingga ia menggigil. Ia merasakan barang yang hawanya
dingin nelusup ke dadanya. Ia menduga kepada senjata rahasia yang aneh
atau permainan ilmu dukun. Ia lantas merogoh, untuk menangkapnya. Ia
kena pegang beberapa ekor ikan emas. Tapi yang membuatnya kaget luar
biasa ialah tangannya tidak dapat meraba botol obat di dalam sakunya,
obat mana lenyap berbareng bersama pisau belatinya serta kitab Kiu Im
Cin-keng. Ia sampai berdiri berjublak saja.
Si cerdik Cu Cong sudah menggunai tiga ekor ikan emas itu untuk
menyimpangkan perhatiannya Bwee Tiauw Hong yang lihay itu. Itulah
ikan-ikan emas, yang lolos dari jambangannya sebab jambangannya pecah
ketimpa runtuhan. Di waktu memasuki ikan itu ke leher baju, ia sekalian
menyambar isinya saku orang. Setelah itu dengan cepat ia membuka tutup
botol kecil itu, yang dibawanya ke hidungnya Tin Ok, "Bagaimana?"
tanyanya.
"Untuk dimakan dan ditorehkan, inilah obatnya!" berkata saudara tua itu, yang ada ahli dalam pemakaian obat beracun.
Tiauw Hong dapat mendengar pembicaraan orang itu, ia sadar, dengan
berlompat, ia menerjang. Tapi ia disambut tongkatnya Tin Ok, cambuknya
Han Po Kie, dacinnya Coan Kim Hoat dan pikulannya Lam Hie Jin. Ia hendak
mengeluarkan cambuknya sendiri atau ia batalkan itu dengan mendadak
karena pedangnya Han Siauw Eng menikam ke arah dadanya.
"Kasih dia makan, torehkan padanya!" kata Cu Cong pada Oey Yong, kepada
siapa ia serahkan obat pemunah racun itu. Di lain pihak, ia sesapkan
pisau belatinya si Mayat Besi kepada muridnya seraya memberitahukan:
"Inilah pisau asal kepunyaanmu." Setelah itu, dengan mainkan kipas
besinya, ia mau membantu saudara-saudaranya mengepung musuh yang lihay
itu.
Hebat pertempuran itu, karena berselang sepuluh tahun, Kanglam Liok Koay telah memperoleh kemajuan pesat.
Seng Hong dan anaknya heran menyaksikan pertempuran itu. Mereka
beranggapan, "Tiauw Hong benar-benar lihay, tetapi pun jago-jago Kanglam
itu tidak bernama kosong." Tapi Seng Hong sudah lantas berseru:
"Tuan-tuan, berhenti dulu! Mari dengar aku!"
Orang lagi itu bertarung hebat, tidak ada yang pedulikan teriakan itu, mereka itu bertarung terus.
Tidak lama sehabisnya makan obat, Kwee Ceng mulai sadar. racun itu
menyerang cepat tetapi perginya cepat juga. Lukanya masih menimbulkan
rasa sakit tapi itu tidak mengganggu gerakan lengan kirinya yang terluka
itu. Maka itu setelah, memasukkan pisau belati ke dalam sakunya, ia
berlompat bangun dari rangkulannya Oey Yong. Ia maju ke gelanggang
pertempuran, untuk berkelahi pula. Seperti tadi, ia menyerang dengan
gerakan perlahan, pada saatnya baru ia mengerahkan tenaganya.
Tiauw Hong repot melayani musuh-musuhnya, ia juga tidak mendengar
sambaran angin dari serangannya si anak muda, tahu-tahu ia sudah kena
terhajar. Kembali ia roboh. Justru itu senjatanya Po Kie dan Hie Jin
turun ke arah tubuhnya.
"Suhu, ampunkan dia!" berseru Kwee Ceng, yang menangkis sejata kedua gurunya itu.
Liok Koay menurut, mereka lantas berlompat mundur.
Tiauw Hong masih hendak membela diri, ia bersiap sedia dengan cambuknya, cambuk Tok-liong-pian yang beracun.
Kwee Ceng tidak menyerang lebih jauh, ia hanya berkata pada wanita lihay
itu: "Hari ini baiklah pertempuran diakhirkan secara baik! Kami tidak
hendak membikin susah padamu, kau pergilah!"
Tiauw Hong suka menyimpan cambuknya.
"Kau kembalikan kitabku!" katanya.
Cu Cong melengak. "Aku tidak mengambil kitabmu!" katanya. "Kau tahu sendiri, tidak pernah Kanglam Liok Koay berdusta!"
Ia tidak tahu kertas kulit manusia di luar pisau belati adalah rahasianya Kiu Im Cin-keng.
Tiauw Hong tahu Kanglam Cit Koay jujur, karena ini ia mau percaya
kitabnya pastilah telah terjatuh selagi ia bertempur, dari itu ia lantas
berjongkok dan meraba-raba ke tanah. Sekian lama ia bekerja, ia tidak
berhasil mendapatkan barang yang dicari itu.
Menyaksikan orang rape-rape itu, semua orang merasa kasihan juga. Tidakkah ia buta walaupun ia sangat lihay?
Seng Hong lantas saja berkata: "Suci, di sini benar-benar tidak ada barangmu! Mungkin kau kena bikin hilang di tengah jalan…"
Tiauw Hong tidak menjawab, ia pun tidak berhenti bekerja.
Sekonyong-koyong mata orang banyak bagaikan berkelebat, lalu di hadapan
mereka muncul pula si orang baju hijau, yang gerakan tubuhnya bagaikan
kilat. Tahu-tahu saja dia sudah mencekal punggung Bwee Tiauw Hong, yang
terus diangkat, untuk dibawa pergi. Perginya pun lenyapnya dalam
sekejap, lenyap di antara pepohonan di luar Kwie-in-chung itu.
Begitu lihaynya si Mayat Besi, ia tidak berdaya.
Orang semua melongo, mereka saling memandang. Sunyi si sekitar mereka,
kecuali suara gelombang, yang nanti terdengar, nanti tidak….
Masih selewat sekian lama, barulah Kwa Tin Ok memecahkan kesunyian. Ia
berkata kepada tuan rumah: "Murid kami telah menempur wanita jahat itu,
karena kami merusak rumahmu, tuan, kami sangat menyesal."
"Jangan berucap demikian, tayhiap," Seng Hong berkata, "Justru aku
girang sekali yang tayhiap semua serta muridmu datang ke mari. Justru
aku hendak menghaturkan termia kasihku, sebab kalau tidak, mungkin
rumahku ini bakal ludas."
"Aku minta sukalah semua tuan duduk beristirahat," Koan Eng menimpali
ayahnya dengan sikapnya yang ramah tamah. "Saudara Kwee, apakah lukamu
tidak sakit?"
"Tidak," sahut Kwee Ceng. Tapi, baru ia menutup mulutnya, atau tiba-tiba
sudah terlihat pula si baju hijau bersama Bwee Tiauw Hong, datangnya
seperrti tidak nampak.
Bwee Tiauw Hong berdiri dengan menolak pinggang, ia berkata dengan
nyaring, "Eh, bocah she Kwee, kau sudah menghajar aku dengan Hang Liong
Sip-pat Ciang ajarannya Ang Cit Kong, karena mataku buta, aku tidak
dapat melihat segala gerakanmu! Aku tidak ambil mumet, tetapi jikalau
hal ini tersiar di kalangan kangouw, apa bila sampai ada yang membilang
Bwee Tiauw Hong tidak sanggup melawan muridnya si pengemis, bukankah itu
akan meruntuhkan namanya guruku dari pulau Tho Hoa To? Maka itu mari,
mari kita mencoba lagi sekali!"
Kwee Ceng berlaku sabar dan jujur.
"Sebenarnya aku bukanlah tandinganmu," ia berkata, "Dengan mengandali
matamu yang tidak dapat melihat, aku dapat melindungi jiwaku. Aku sudah
menyerah sejak-sejak siang."
"Hang Liong Sip-pat Ciang terdiri dari delapanbelas jurus, kenapa kau tidak menggunai itu semuanya?" Tiauw Hong tanya.
"Oleh karena sifatku tolo….." sahut Kwee Ceng. Justru itu Oey Yong
memberi tanda supaya ia jangan membuka rahasia, tetapi ia berkata terus,
"Ang Locianpwee cuma ajarkan aku lima belas jurus."
"Bagus!" kata Tiauw Hong pula. "Kau cuma bisa limabelas jurus, Bwee
Tiauw Hong telah jatuh di tanganmu! Apakah benar Ang Cit Kong, si
pengemis tua bangkotan itu demikian lihay? Tidak, tidak bisa, kau mesti
mencoba bertempur pula denganku!"
Orang menjadi heran dan cemas. Nyata Tiauw Hong bukan hendak membalas
sakit hati saja. Di sini ada bibit bentrokan di antara Oey Yok Su dan
Ang Cit Kong.
Kwee Ceng masih berlaku sabar. Ia kata, "Nona Oey yang begitu muda muda
masih bukan tandinganku, apapula kau? Ilmu silat dari Tho Hoa To adalah
ilmu silat yang aku paling kagumi…"
"Eh, Bwee Suci, kau masih hendak membilang apa lagi?" Oey Yong tanya.
"Mustahilkah di kolong langit ini ada orang yang terlebih lihay dari
pada ayahku?"
"Tidak bisa, kita mesti bertempur satu kali lagi!" Tiauw Hong berkukuh. Ia tutup perkataannya itu dengan sambaran tangannya.
Kwee Ceng berkelit. Sampai di situ ia habis sabarnya.
"Kalau begitu, silahkan Bwee Cianpwee memberikan pengajaran padaku!"
katanya. Ia lantas menyerang dengan hebat, suara anginnya mendesir.
Tiauw Hong mengancam dengan cengkeramannya.
"Kau gunai serangan yang tak ada suaranya!" kata wanita kosen ini. "Dengan pukulanmu yang bersuara itu, kau bukan tandinganku!"
Kwee Ceng berlompat beberapa tindak.
"Guruku she Kwa yang besar budinya tidak leluasa matanya," berkata Kwee
Ceng, "Kalau lain orang menggunai tinju tak bersuara menghina dia, aku
mestinya sangat membenci lawannya itu, karena itu, mana dapat aku
berlaku demikian terhadapmu? Tadi aku telah tergores racunmu, untuk
membela diri aku menggunai tinju tanpa bersuara itu. Kalau sekarang kita
bertempur pula dengan aku menggunai caraku itu, aku tidak berlaku
secara terhormat."
Mendengar suara orang bersungguh-sungguh, hati Tiauw Hong tergerak juga.
"Ini anak muda baik hatinya," ia berpikir. Tapi ia membentak: "Aku
menitahkan kau berkelahi dengan tinjumu tanpa bersuara, aku ada punya
caraku untuk memecahkannya! Perlu apa kau banyak rewel seperti wanita
tua?!"
Kwee Ceng melirik kepada si baju hijau, ia berpikir; "Mungkinkah dalam
sekejap saja ia telah mengajarkan wanita ini ilmu memecahkan pukulanku
tanpa bersuara itu?" Tapi karena orang sangat mendesak, ia menyahuti: "
Baiklah, Bwee Cianpwee, akan aku mencoba melayani kau lagi lima belas
jurus!"
Pemuda itu memikir untuk mengulangi limabelas jurusan itu, umpama kata
ia tidak bisa menghajarnya, ia pun dapat membela diri. Ia lantas
berlompat maju, ia mulai menyerang dengan perlahan. Justru itu segera ia
mendengar suara "Ser" di sampingnya, ia dapatkan tangannya Tiauw Hong
sudah menbangkol ke arah lengannya itu, orang seperti melihat gerakan
tangannya - tangan kiri yang dipakai untuk menyerang itu, terus ia
menggeser ke kiri juga, untuk dari sini mengulangi serangan, tetap
dengan cara ayal-ayalan.
Kembali ia menjadi heran. Baru tangannya itu dikeluarkan, Tiauw Hong
seperti sudah mengetahui serangannya itu, ia mendahului menyerang -
cepat melawan lambat. Ia berkelit, ia kurang sebat, hampir ia kena
dijambret. Segera ia lompat mundur.
"Sudah aneh yang ia tahu aku bakal menyerang, tetapi sekarang ia malah
dapat mendahulukan aku, inilah terlebih aneh pula…." berpikir anak muda
ini. Ia lantas menyerang untuk ketiga kalinya dan dengan "Hang Liong Ya
Hui" atau "Naga Menyesal", pukulannya yang paling lihay.
Kembali terdengar suara "Ser" seperti tadi, kembali tangan berkuku dari Tiauw Hong sudah menyambar ke lengan penyerangnya.
Pengalaman membuat Kwee Ceng cerdik. Ia menduga kepada suara "Ser" itu.
Ia lalu menyerang pula untuk keempat kalinya, sembari menyerang ia
melirik kepada si orang berbaju hijau itu. Sekarang ia melihat nyata
orang menyentil sebutir batu kecil, batu mana melesat ke udara, suara
ser-nya terdengar pula.
"Ah, benar-benar dialah yang memberi petunjuk!" pikirnya. "Hanya kenapa
ia kenal ilmu silatku ini? Kenapa ia ketahui ke mana tinjuku bakal
menuju…?" Ia berpikir terus, hingga ia ingat: "Ya, aku ingat sekarang.
Tempo hari Yong-jie bertempur sama Nio Cu Ong, Ang Cit Kong saban-saban
memecahkan dulu rahasia pukulannya Cu Ong itu, sekarang orang itu
menggunai cara itu…. Baiklah setelah lima jurus, aku mengaku kalah…."
Pertempuran itu berlangsung terus, selalu Kwe Ceng menjadi pihak si
penyerang. Kemudian terdengar tiga kali suara ser- ser, ialah
sentilannya si baju hijau, atas itu, dari pihak diserang, Tiauw Hong
berbalik menjadi pihak penyerang. Tiga kali beruntun ia menyerang, Kwee
Ceng bisa membebaskan diri, lalu dua kali ia membalas.
Sekarang para penonton pun dapat melihat si baju hijau itu memberi
petunjuk kepada Bwee Tiauw Hong, mereka heran. Pertempuran sendiri
berjalan bertambah hebat, anginnya berdesir-desir, saban-saban dalam
situ tercampur suara ser itu.
Oey Yong benar-benar cerdik, ia segera dapat memikir akal. Dia-diam ia
memungut hancuran bata, lantas ia menelad orang. Ia berlaku licin, ialah
ada kalanya ia menyerang ke udara, ke tempat kosong, di lain saat, ia
serang langsung batunya si baju hijau. Dengan ini ia hendak membikin
kacau Tiauw Hong. Tapi hebat si baju hijau, kapan batunya kena terpukul,
batu itu justru mengasih dengar suara lebih nyaring, petunjuknya tidak
terganggu.
Tuan rumah ayah dan anak dan Kanglam Liok Koay heran. Kenapa sentilan
itu demikian lihay? Panah peluru pun tidak sehebat itu! Bukankah celaka
kalau orang kena tersentil?
Oey Yong berhenti mengacau, ia menjublak mengawasi si baju hijau.
Di gelangang pertempuran, Kwee Ceng sudah lantas kena terdesak, serangannya si Mayat Besi menjadi terlebih berbahaya.
Tiba-tiba ada terdengar dua suara nyaring, lalu terlihat dua butir batu
menyerang ke udara - yang di depan rada kendor, yang di belakangnya
lebih cepat, lantas yang di depan itu kena disusul, kena diserang, maka
terdengarlah suara beradunya kedua batu itu, yang memancerkan lelatu api
hancurannya terbang berhamburan. Justru itu, Tiauw Hong lompat kepada
lawannya untuk menubruk, sedang Kwee Ceng berlompat untuk menyingkir.
Sekonyong-konyong Oey Yong menjerit, "Ayah!" lalu ia lari ke arah si
baju hijau itu, yang ia terus tubruk untuk memernahkan diri dalam
rangkulan orang itu. Ia menangis terus ketika ia berkata-kata: "Ayah,
kenapa, kenapa muka ayah berubah menjadi begini rupa…?"
Itulah kejadian di luar dugaan, karenanya si baju hijau itu berdiri menjublak
Kwee Ceng lekas berpaling, ia dapatkan Tiauw Hong berdiri di hadapannya,
kupingnya lagi dipasang untuk mendengari suara ser seperti tadi. Inilah
ketika baik, yang ia tak mau kasih lewat, maka ia ulur tangannya
perlahan-lahan ke arah pundak wanita lihay itu. Hanya ketika ia menepuk,
ia menggunai tenaganya seluruhnya. Ia menyerang dengan tangan kanan
yang segera disusul dengan tangan kiri!
Tidak tempo lagi, Bwee Tiauw Hong roboh berjumpalitan, terus ia rebah, tak dapat ia berbangkit pula!
Seng Hong mendengar Oey Yong memanggil ayah, hanya sejenak ia berdiam,
lalu ia menjadi kaget berbareng girang, sampai ia melupai kakinya yang
sakit, ia mencelat dengan niat berlompat kepada si baju hijau itu. Tapi
celaka untuknya, ia terguling di tempat kosong.
Si baju hijau lantas merangkul Oey Yong dengan sebelah tangannya,
tangannya yang lain dibawa ke mukanya, di situ ia menarik kulit mukanya,
maka di lain saat ia telah memperlihatkan muka yang lain. Nyatalah ia
ada memakai topeng kulit yang tipis sekali.
Belum kering airmatanya Oey Yong atau ia berseru kegirangan, dia
merampas topeng kulit itu untuk dipakai di mukanya, setelah mana ia
merangkul pula ayahnya itu, sembari memeluki leher orang dia tertawa dan
berjingkrakan. Sebab baju hijau yang aneh kelakuannya, yang luar biasa
sebat gerakan tubuhnya, adalah Oey Yok Su, tocu pemilik dari Tho Hoa To,
pulau bunga Tho.
"Ayah, kenapa kau datang ke mari?" kemudian si anak menanya. "Tadi si
tua bangka she Kiu mencaci kau, kenapa kau tidak memberi hajaran
padanya?"
"Kenapa aku datang ke mari?" balik menanya si ayah, romannya keren. "Aku justru mencari kau!"
Oey Yong girang bukan kepalang.
"Ayah, maksud hatimu telah kesampaian!" serunya. "Bagus! Bagus!" ia menepuk tangan.
"Maksud hati apakah?!" berkata si ayah. "Apakah untuk mencari kau si budak!"
Oey Yong terharu hatinya. Ia tahu ayahnya pernah mengangkat sumpah yang
berat, ialah ayah itu telah mengambil ketetapan akan berdiam terus di
Tho Hoa To untuk menyakinkan Kiu Im Cin-keng, supaya ia menjadi satu
jago yang tak ada tandingannya di kolong langit ini, maka bukan main
menyesalnya tempo ia mendapat kenyataan sebagian dari kitabnya itu
dicuri Tan Hian Hong dan Bwee Tiauw Hong, kedua muridnya. Tentu sekali
dengan lenyapnya kitab itu menggagalkan peryakinannya. Dalam murkanya ia
bersumpah tidak akan meninggalkan pulaunya itu. Tapi anak daranya itu
nakal, anak itu buron. Untuk mencari si anak, dia telah melangggar
sumpahnya sendiri, dia meninggalkan pulaunya itu.
"Ayah," berkata si anak kemudian, "Ayah, selanjutnya aku akan menjadi
anak yang baik, yang sampai mati pun nanti mendengar katamu."
Mendapatkan putrinya tidak kurang suatu apa, Oey Yok Su sudah girang,
sekarang ia mendengar janji anaknya itu, hatinya menjadi lega sekali.
"Kau pimpin bangun sucimu," ia memerintahkan.
Oey Yong mengasih bangun pada Bwee Tiauw Hong.
Koan Eng pun segera mengangkat bangun pada ayahnya, untuk mereka berdua mengasih hormat kepada itu guru atau kakek guru.
Oey Yok Su menghela napas.
"Seng Hong, kau baik sekali, kau bangun," katanya. "Dulu hari itu aku
sudah keburu nafsu, aku telah berbuat tidak pantas terhadapmu…."
Sang murid menangis sesenggukan.
"Apakah guru baik?" tanyanya dengan susah.
"Syukur aku tidak mati karena orang membikin aku mendongkol," sahut gurunya itu.
Oey Yong memandang ayahnya, ia tertawa nakal.
"Toh ayah maksudkan bukan aku?" katanya.
"Kau pun termasuk sebagiannya!" kata ayah itu. "Hm!"
Anak itu mengulur panjang lidahnya.
"Ayah, mari aku ajar kau kenal dengan beberapa sahabat!" katanya
kemudian. "Inilah Kanglam Liok Koay yang kesohor dalam dunia kangouw,
merekalah gurunya engko Ceng."
Oey Yok Su membuka lebar matanya, ia tidak perdulikan Liok Koay. "Aku tidak mau ketemu orang luar!" katanya kaku.
Kanglam Liok Koay tidak puas untuk keangkuhan orang itu, tetapi karena orang terlalu besar namanya, mereka terpaksa berdiam.
Kemudian Oey Yok Su berkata kepada anaknya: "Kau ada barang apa hendak
dibawa pulang! Pergilah lekas ambil, mari kita pulang bersama!"
"Tidak ada apa-apa," sahut si anak tertawa. "Ada juga hendak dipulangi
kepada Liok Suko." Ia merogoh sakunya, mengeluarkan obat Kiu-hoa
Giok-louw-wan, yang ia terus angsurkan kepada Seng Hong. Ia kata, "
Suko, terimalah kembali obatmu ini. Tidak gampang untuk membikin ini,
bersama engko Ceng aku telah menerima dua butir, itu pun sudah cukup,
aku bersyukur sekali."
Seng Hong tidak menyambuti, ia hanya berkata pada gurunya: "Hari ini
teecu bertemu guru, hatiku girang bukan main. Obat ini hendak aku
menghaturkan kepada suhu. Umpama suhu sudi berdiam di rumahku ini untuk
beberapa waktu, aku terlebih-lebih…."
Oey Yok Su tidak menjawab, hanya ia menunjuk kepada Koan Eng.
"Inikah anakmu?" tanyanya.
"Ya," sahut sang murid.
Tanpa dititah lagi, Koan Eng memberi hormat pula dengan paykui empat
kali seraya berkata; "Cucu murid memberi hormat kepada sucouw!"
"Sudahlah!" kata kakek guru itu, ia bukannya memimpin orang bangun, ia
justru menyambar ke punggung, mencekal bajunya, untuk mengangkat
tubuhnya, lalu dengan tangannya yang lain ia memukul ke arah pundak.
Seng Hong kaget sekali.
"Suhu, inilah anakku satu-satunya…." ia kata.
Hajaran Oey Yok Su ini membuatnya Koan Eng jumpalitan, terpelanting tujuh atau delapan tindak, lalu terjungkal.
"Kau baik," ia terus berkata kepada muridnya. "Kau tidak mewariskan kepandaianmu kepadanya! Adakah ia murid dari Hoat Hoa Cong?"
Hatinya Seng Hong lega. Ia tahu guru itu lagi menguji anaknya.
"Tidak berani teecu melanggar aturan suhu," ia berkata cepat. "Tanpa
ijin dari suhu, tidak berani teecu mengajari kepandaian suhu kepada lain
orang. Memang anak ini adalah muridnya Kouw Bok Taysu dari Hoat Hoa
Cong…"
"Hm!" kata guru yang bengis itu. "Kuow Bok dengan kepandaiannya semacam
ini berani menyebutkan dirinya Taysu! Mulai besok kau sendiri yang
mengajarkan anakmu ini!"
"Taysu" itu berarti guru besar.
Bukan main girangnya Seng Hong. "Lekas kau menghaturkan terima kasih kepada sucouw!" ia menyuruh kepada anaknya.
Koan Eng tahu diri, lekas-lekas ia memberi hormat pula, dengan berlutut empat kali lagi.
Oey Yok Su tidak melihat lagi kepada ini cucu murid, ia pun tidak memperdulikannya.
Melihat sikap gurunya ini, Seng Hong berdiam. Sebenarnya ia girang bukan
main. Ia menyesal yang ia tidak dapat mengajari sendiri pada putranya
ini, sampai ia kirim putranya itu pada lain guru. Dengan tidak
mewariskan kepandaiannya kepada anaknya, ia kecewa sekali. Maka
perkenanan suhunya ini membikin ia bersyukur.
"Siapa kesudian obatmu ini!" kata si guru, yang mendelik kepada muridnya. "Kau ambillah ini!"
Oey Yok Su menggerakkan tangannya, dua lembar kertas putih lantas terbang ke arah muridnya itu.
Jarak di antara guru dan murid itu ada setombak lebih tetapi kertas itu
melayang bagaikan layangan ke arah si murid, yang menyambutnya.
Menyaksikan itu, Kanglam Liok Koay kagum sekali.
Pun Oey Yong sangat puas.
"Engko Ceng, bagaimana kau lihat kepandaian ayahku ini?" ia berbisik kepada Kwee Ceng.
"Ayahmu hebat sekali," sahut si engko Ceng itu. "Yong-jie, kalau kau
sudah pulang nanti, jangan kau termaha memain saja, kau mesti belajar
dengan sungguh-sungguh."
"Kau toh turut bersama!" kata si nona, cemas hatinya. "Mustahilkah kau tidak turut?"
"Aku hendak mengikuti suhuku," sahut Kwee Ceng. "Lewat sedikit waktu, aku akan pergi menjengukmu."
Oey Yong menjadi sangat gelisah. "Tidak! Tidak!" katanya. "Aku tidak mau berpisah denganmu!"
Kwee Ceng menyeringai. Sebenarnya ia pun berat akan berpisahan dari si nona.
Seng Hong sendiri lantas sudah membeber kertas yang ia sambuti itu, ia
melihat banyak huruf-hurufnya. Koan Eng lekas mengambilkan api, untuk
menyuluhi, maka ayahnya segera dapat kenyataan, itulah pengajaran ilmu
silat. Ayah ini pun masih mengenali tulisan tangan gurunya, yang sudah
dua puluh tahun ia tak menampaknya. Huruf-huruf gurunya itu masih tetap
bagus dan keren. Di lembar pertama, di sebelah kanan, yang paling atas,
ada empat huruf "Sauw yap twie hoat". Jadi itulah ilmu menendang. Ia
tahu, itulah ilmu yang bersama "Lok Eng Ciang" menjadi keistimewaan
gurunya. Dari enam murid, tidak ada satupun yang diwariskan ilmu itu.
Coba dulu ia dapatkan ilmu itu, alangkah girangnya, tetapi pun sekarang,
ia pun sekarang masih bisa mengajari anaknya. Maka ia simpan baik-baik
kertas itu, kepada gurunya ia memberi hormat sambil menghaturkan terima
kasih.
"Ilmu tendangan ini tidak sama dengan pengajaranku dulu.” Oey Yok Su
memberitahu. "Jalannya mirip tetapi di mulai dengan latihan tenaga
dalam. Kau menyakinkan ini sambil duduk bersemadhi, selang lima enam
tahun, kau nanti dapat berjalan tanpa bantuannya tongkat!"
Seng Hong girang dan terharu, ia sangat bersyukur.
"Kakimu tidak dapat diobati lagi, bersilat di bawah pun kau tidak
dapat," berkata si guru itu, "Tetapi jikalau kau bersungguh-sungguh
mengikuti pelajaranku ini yang baru, kau nanti dapat berjalan tak sulit
seperti orang yang kakinya tak bercacad. Ah…." Ia menyesal yang dulu
hari, karena menuruti hawa amarahnya, ia sudah siksa keempat muridnya
tanpa mereka itu bersalah dosa. Tapi dasar beradat keras, ia tidak sudi
akui kekeliruannya itu. Hanya ia memesan: "Pergilah kau cari tiga adik
seperguruanmu dan kau ajari mereka ilmu ini…"
Seng Hong menyahuti "ya", lalu ia menambahkan: "Tentang sutee Leng Hong
Kiok, tak pernah teecu mendengarnya. Tetapi kedua sutee Boe dan Phang,
sudah lama mereka itu menutup mata…"
Oey Yok Su bersedih, lalu sinar matanya yang tajam itu beralih kepada
Bwee Tiauw Hong. Lain orang melihat sinar mata itu, mereka terkejut.
Syukur Tiauw Hong sendiri tidak melihatnya.
"Tiauw Hong!" berkata guru itu dingin, "Kau sebenarnya terlalu jahat,
tapi kau juga telah menderita hebat. Tapi si tua bangka she Kiu ngoceh
menyumpahi aku mati, kau mengucurkan air mata, kau juga hendak menuntut
balas untukku, maka itu, dengan memandang beberapa tetes air matamu itu,
suka aku membiarkan kau hidup lebih beberapa tahun lagi."
Tiauw Hong tidak menyangka gurunya dengan begitu gampang saja suka
memberi ampun padanya, saking girang, ia lantas menjatuhkan diri ke
tanah, untuk memberi hormat, buat menghaturkan terima kasih.
"Baik, baik," kata guru itu yang dengan perlahan menepuk punggungnya tiga kali.
Tiauw Hong merasakan sakit tidak terkira, hampir ia pingsan, dengan
suara menggetar ia memohon: "Suhu, teecu ketahui kedosaanku tak
terampunkan, maka itu teecu mohon sekarang juga kau menghukum mati
padaku, tetapi bebaskanlah teecu dari siksaan Hu-kut-ciam….."
Hu-kut-ciam itu adalah jarum rahasia yang ditusukkan ke tulang-tulang.
Tentang ini Tiauw Hong pernah mendengar dari Tan Hian Hong. Katanya
itulah senjata rahasia guru mereka, bahwa asal tubuh lawan kena ditepuk
perlahan, jarum itu akan masuk ke dalam daging dan nancap di sambungan
tulang-tulang, sakitnya bukan main, sebab jarumnya dipakaikan racun.
Katanya pula, lambat jalannya racun itu, maka setiap hari enam hari
orang akan tersiksa racun hebat, lalu selang lima bulan barulah sang
kematian datang. Semakin lihay ilmu silat orang, semakin hebat
penderitaannya.
Mengetahui ini, Tiauw Hong berputus asa, maka itu habis mengeluh,
mendadak ia menggeraki cambuknya buat menghajar kepalanya sendiri, untuk
menghabiskan jiwanya. Tapi Oey Yok Su sangat lihay, belum orang tahu
apa-apa, cambuk itu sudah kena dia rampas. Dengan dingin guru ini
berkata: "Kenapa tergesa-gesa? Untuk mati tidaklah gampang!"
Mendengar perkataan guru itu, Tiauw Hong menduga ia bakal disiksa,
supaya ia menderita, karenanya ia menoleh kepada Kwee Ceng, sambil
tertawa meringis ia kata: "Aku berterima kasih yang kau telah membunuh
suamiku, dengan begitu lelaki busuk itu dapat kematiannya dengan enak
sekali!"
Oey Yok Su tidak pedulikan apa yang muridnya itu bilang, ia hanya kata.
"Jarum Hu-kut-ciam ini baru bekerja sesudah lewat satu tahun, selama
tempo satu tahun ini, aku berikan tiga macam tugas yang kau mesti
rampungkan, habis itu kau boleh datang ke pulau Tho Hoa To untuk menemui
aku, aku ada mempunyai daya untuk mencabut jarum itu."
Girang Tiauw Hng mendengar gurunya ini.
"Biar mesti menerjang api berkobar, teecu nanti lakukan titah suhu itu!" ia berkata.
Tapi gurunya itu mengasih dengar suara dingin sekali ketika ia berkata;
"Taukah kau apa yang hendak aku menitahkan kau melakukannya hingga kau
dapat menerimanya begini cepat?"
Tiauw Hong tidak berani menyahuti, ia menunduk saja.
Oey Yok Su segera memberitahukan tiga syaratnya itu.
"Yang pertama," demikian katanya, "Kiu Im Cin-keng yang kau bikin lenyap
itu kau mesti cari dan mendapatinya kembali untuk dikembalikan padaku!
Jikalau kitab itu dapat dilihat orang lain, dia mesti dibinasakan!
Seorang yang melihat, seorang yang dibunuh, seratus orang melihat,
seratus orang juga yang mesti dibunuh itu! Umpama kau cuma membunuh
sembilanpuluh sembilan orang, jangan kau kembali padaku!"
Bergidik orang yang mendengar syarat itu. Kanglam Liok Koay berpikir:
"Orang menyebutnya Oey Yok Su sebagai Tong Shia, si Sesat dari Timur,
kelakuannya ini benar-benar sesat sekali…."
"Sekarang yang kedua," Oey Yok Su berkata pula, "Tiga saudaramu Boe,
Phang dan Kiok telah menderita karena perbuatanmu, sekarang kau pergi
cari Leng Hong, setelah itu kau cari tahu dua saudara Boe dan Phang itu
ada mempunyai turunan atau tidak, semua turunan mereka itu kau bawa ke
Kwie-in-chung ini, serahkan kepada Seng Hong, supaya ia yang
mengurusnya."
Tiauw Hong memberikan janjinya.
Seng Hong pun berpikir, dapat ia berbuat untuk syarat yang kedua itu
tetapi sebab ia kenal baik adat gurunya itu, ia berdiam saja.
Oey Yok Su angkat kepalanya mendongak ke langit, mengawasi bintang-bintang.
"Kitab Kiu Im Cin-keng itu kamulah yang mengambilnya sendiri," ia
berkata pula. "Ilmu dalam kitab itu aku tidak mengajarkan kamu, kamu
sendiri yang mempelajarinya. Kamu tahu apa yang harus kau perbuat?" ia
berdiam sejenak. "Nah, inilah yang ketiga."
Tiauw Hong tidak segera dapat menerka apa maksud gurunya, sekian lama ia
berpikir keras. Akhirnya ia sadar juga. Maka dengar suara menggetar ia
kata: "Sesudah teecu berhasil membereskan yang pertama dan yang kedua
itu, teecu ketahui bagaimana harus menghabiskan sendiri kedua ilmu Kiu
Im Pek-kut Ciauw serta Cwie-sim-ciang yang teecu berhasil
menyakinkannya.”
Kwee Ceng tidak mengerti, ia tarik tangan bajunya Oey Yong, dengan sinar matanya memain, ia tanya si nona.
Oey Yong agaknya merasa berat tetapi dengan tangan kanannya ia membacok
ke tangan kirinya. Melihat ini, pemuda itu mengerti, di dalam hatinya ia
berkata: "Oh, kiranya dia hendak mengutungi tangannya sendiri. Bwee
Tiauw Hong ini memang jahat sekali, hanya setelah ia insyaf, kenapa ia
mesti dihukum secara demikian hebat? Mesti aku minta Yong-jie memohonkan
keampunannya…"
Tengah pemuda ini berpikir demikian, Oey Yok Su berpaling padanya seraya
menggapaikan. "Kaukah yang bernama Kwee Ceng?" ia menanya.
Kwee Ceng segera maju untuk memberi hormatnya sambil menjura.
"Teecu Kwee Ceng menghadap Oey Locianpwee," katanya hormat.
"Tan Hian Hong yang menjadi murid kepalaku, kaulah yang membinasakan, kepandaianmu bukan main," kata Oey Yok Su.
Kwee Ceng terperanjat. Suara tak berkesan baik untuknya. Tapi ia lekas
menjawab: "Ketika itu teecu masih muda sekali dan belum tahu apa-apa,
teecu kena tertangkap oleh Tan Cianpwee, dalam ketakutan dan bingung,
teecu kesalahan tangan telah membinasakan dia…."
"Hm!" Oey Yok Su memperdengarkan suara yang dingin. "Tan Hian Hong
memang benar adalah murid murtad dari kalanganku, tetapi untuk
membinasakannya, itulah hak kami. Apakah murid-murid dari Tho Hoa To
boleh di bunuh orang luar?!"
Kwee Ceng tidak dapat menjawab, ia berdiam.
"Ayah," Oey Yong berkata, "Ketika itu dia baru berumur enam tahun, tahu apa dia?"
Oey Yok Su tidak melayani putrinya itu, ia seperti tidak mendengar perkataan orang.
"Si pengemis tua she Ang itu biasanya tidak suka menerima murid,"
katanya sejenak kemudian. "Tetapi sekarang ia telah mengajarkan kau Hang
Ling Sip-pat Ciang sampai lima belas jurus, itulah tentu kau ada punya
sifat-sifat baik yang melebihkan lain-lain orang. Tidak demikian,
pastilah kau sudah bujuk dia dengan akal apa, yang membuat hatinya
girang, hingga ia suka menurunkan kepandaiannya itu. Kau telah menggunai
kepandaiannya si pengemis tua untuk merobohkan - hm,hm! Kalau nanti si
pengemis itu bertemu dengan aku, bukankah ia bakal banyak bacot?"
Kembali Oey Yong memotong perkataan ayahnya.
"Ayah, memang benar ada digunai bujukan!" katanya sambil tertawa.
"Tetapi bukannya dia yang mengakalinya, hanya aku! Dia seorang yang
polos, jangan ayah berlaku galak dan membuatnya ketakutan."
Oey Yok Su tidak melayani gadisnya itu. Sebenarnya semenjak istrinya
menutup mata, ia sangat menyayangi gadisnya ini, karena itu anaknya
menjadi termanjakan. Demikian sudah terjadi, karena ditegur ayahnya, Oey
Yong minggat. Tadinya Oey Yok Su menyangka, sebagai seorang wanita,
setelah buron, anaknya bakal menderita sekali, siapa tahu, anak itu
sehat dan tetap manja seperti biasa. Melihat anak itu agak rapat sekali
pergaulannya sama Kwee Ceng, hingga seperti juga dia kurang rapat dengan
ayahnya sendiri, ia tidak puas. Maka itu, ia kata pula pada si anak
muda: "Dengan si pengemis tua mengajarkan kau ilmu silat, terang sudah
dia menertawakan partaiku tidak ada orangnya, bahwa setiap muridku tidak
punya guna…"
Oey Yong bisa menerka hati ayahnya itu, yang tidak senang Tiauw Hong
kena dikalahkan dengan Hang Liong Sip-pat Ciang, kembali ia menyela:
"Ayah, siapakah bilang partai Tho Hoa To tidak ada orangnya? Dia ini
beruntung sebab mata Bwee Suci buta! Nanti aku membikin ayah puas!" Ia
lantas lompat ke depan seraya berseru, "Mari, mari! Nanti aku gunai
kebisaan biasa saja yang ayah ajarkan aku melayani kepandaian istimewa
Ang Cit Kong!" Ia menantang Kwee Ceng, yang ia tahu kepandaiannya sudah
maju jauh sekali hingga hampir seimbang dengannya, kalau dalam beberapa
puluh jurus mereka berdua bertanding seri, itu saja sudah cukup untuk
membikin puas ayahnya.
Kwee Ceng dapat mengerti maksudnya si nona, justru Oey Yong tidak
membilang suatu apa, ia menerima tantangan. Tetapi ia kata: "Biasanya
aku kalah dari kau, baik aku membiarkan kau menghajar aku dengan
beberapa gebukan lagi!" Bahkan ia ayun tangan kanannya seraya berlompat
maju.
"Lihat tanganku!" Oey Yong pun berseru seraya ia membacok dengan tangannya.
Itulah bacokan dari samping, dengan satu jurus dari ilmu silat Lok Eng Ciang.
Kwee Ceng melayani dengan Hang Liong Sip-pat Ciang, tetapi ia menyayangi
Oey Yong, maka itu ia tidak berkelahi dengan sungguh-sungguh, di lain
pihak, Lok Eng Ciang memangnya lihay, maka itu setelah banyak jurus,
beberapa kali ia kena dihajar, malah untuk memuaskan ayahnya, si nona
menggunai tenaga keras. Oey Yong berani berbuat demikian karena ia tahu
tubuh sahabatnya itu kuat.
"Kau masih tidak mau menyerah!" Oey Yong berseru sambil ia menerjang tidak hentinya.
Kwee Ceng tidak menyahuti, ia hanya berkelahi terus. Didesak, ia membela diri.
Di saat itu, mendadak Oey Yok Su mencelat ke arah mereka berdua. Hebat
gerakkannya itu, orang sampai tidak melihatnya, hanya tahu-tahu, kedua
tanganya sudah diulur, dipakai menyambar masing-masing leher bajunya
kedua bocah itu, lalu ia menggentak, melemparkan mereka itu. Oey Yong
disambar dengan tangan kiri, dia dilempar asal saja. Kwee Ceng dicekal
dengan tangan kanan, tangan itu dikerahkan tenaganya, maksudnya supaya
si bocah roboh terbanting.
Kwee Ceng tidak berdaya atas sambaran itu, tubuhnya terlempar dingin
kebelakang, akan tetapi ketika ia jatuh, kakinya turun lebih dulu,
begitu kakinya itu mengenai tanah, ia seperti menancap diri, ia tidak
roboh terguling.
Sebenarnya kalau bocah ini roboh dan mukanya babak belur atau ia tidak
dapat bangun pula, itulah untungnya, tetapi sekarang, melihat
ketangguhan kuda-kudanya itu, Oey Yok Su menjadi panas hatinya.
"Hai, kamu bermain sandiwara untuk aku menontonnya?!" dia berseru. "Aku
tidak mempunyai murid, mari, aku mencoba-coba menyambut kau beberapa
jurus!"
Kwee Ceng terkejut, lekas-lekas ia menjura memberi hormat.
"Biarnya teecu bernyali sebesar langit, tidak nanti teecu berani melayani locianpwee," katanya hormat.
"Hm, melayani aku!" kata Oey Yok Su tertawa dingin. "Kau tidak tepat,
bocah! Aku akan berdiri di sini tanpa bergerak, kau boleh menyerang aku
dengan Hang Liong Sip-pat Ciang! Asal aku berkelit atau menangkis,
hitunglah aku kalah!"
"Teecu tidak berani," Kwee Ceng berkata pula.
"Tidak berani kau juga mesti beranikan!" mendesak Oey Yok Su.
Kwee Ceng menjadi serba salah. "Kelihatannya tidak dapat aku tidak
melayaninya," pikirnya. "Apa boleh buat. Dia tentu hendak meminjam
tenagaku, untuk membikin aku roboh beberapa kali…?"
"Lekas kau menyerang!" Oey Yok Su mendesak. Ia dapat kenyataan, walaupun
bersangsi, orang sudah mempunyai niat. "Jikalau tidak, aku akan
menghajarmu!"
"Karena locianpwe menitahkannya, teecu tidak berani membantah," menyahut
Kwee Ceng kemudian. Ia terus membungkuk seraya memutar tangannya
melingkar. Ia cuma memakai tenaga enam bagian. Sebabnya ialah kesatu ia
khawatir nanti melukai ayah kekasihnya itu dan kedua, umpama ia dibikin
terjungkal, robohnya tidak hebat. Ia menyerang ke dada. Hanya aneh,
ketika mengenai sasarannya, tangannya itu seperti licin, lewat dengan
begitu saja.
"Apa? Kau tidak melihat mata padaku?!" menegur Oey Yok Su. "Apakah kau
takut aku tidak sanggup bertahan untuk pukulanmu? Benarkah?"
"Teecu tidak berani," menyahut si anak muda. Ia lantas menyerang untuk
kedua kalinya. Sekarang ia tidak menahan lagi tenaganya. Serangannya itu
dibarengi sama dikeluarkannya napas. Dengan tangan kiri ia mengancam,
dengan tangan kanan ia menyerang perut.
"Nah, inilah baru pukulan benar," berkata Oey Yok Su.
Kwee Ceng kaget bukan main. Serangannya hebat tetapi tidak mengenai
sasarannya. Sebaliknya tangannya itu seperti kena disedot, begitu keras
hingga bagaikan tangannya itu copot. Ia merasakan sakit bukan kepalang.
"Teecu kurang ajar, harap locianpwee memaafkan," ia berkata. Tangannya itu sementara itu sudah tidak diangkat.
Kanglam Liok Koay heran, kaget dan berkhawatir. Sungguh hebat Tong Shia
ini, tanpa berkelit tanpa menangkis, ia membikin lengan Kwee Ceng itu
mati kutu.
"Kau pun rasai tanganku!" mendadak Oey Yok Su berseru. "Biarlah kau
ketahui, yang mana yang lebih lihay, Hang Liong Sip-pat Ciang dari si
pengemis tua atau kepandaian dari Tho Hoa To!"
Belum berhenti suara itu, angin sudah menyambar. Kwee Ceng menahan
sakit, ia mencelat, maksudnya untuk berkelit. Di luar tahunya, belum
tinju orang sampai, tinju itu telah didului gaetan kaki, maka sedetik
itu juga, robohlah Kwee Ceng.
Oey Yong kaget.
"Jangan, ayah!" ia menjerit seraya berlompat menubruk Kwee Ceng, di atas tubuh siapa ia mendekam.
Oey Yok Su menyerang terus, tetapi melihat anaknya, tinjunya diubah
menjadi cengkeraman dengan apa ia menjambak baju anak itu, untuk
diangkat, kemudian tangan kirinya menggantikan menyerang terus.
Kanglam Liok Koay kaget sekali. Mereka tahu itulah pukulan dari
kematian. Maka mereka maju dengan berbareng, untuk menolongi murid
mereka. Coan Kim Hoat berada paling depan, dengan dacinnya ia menghajar
lengan kiri Tong Shia.
Oey Yok Su meletaki gadisnya di sampingnya. Ia seperti tidak mengambil
tahu serangannya Kim Hoat yang disusul pedangnya Han Siauw Eng. Ketika
kedua serangan itu mengenai sasaran, mendadak saja dacin dan pedang
patah menjadi empat potong!
Oey Yong lantas saja menangis.
"Ayah, kau bunuhlah dia!" dia berteriak. "Untuk selamanya aku tidak mau
pula bertemu denganmu….!" Tanpa menoleh lagi, ia lari ke arah telaga ke
mana ia terjun!
"Bur!" air itu berbunyi dan gusar berbareng. Ia tahu putrinya itu pandai
berenang dan selulup, semenjak kecil putri itu biasa mandi di Tang Hay,
dapat ia tidak mendarat selama satu hari dan satu malam, akan tetapi
kali ini sang putri bakal pergi entah untuk berapa lama, mungkin untuk
tidak bertemu pula seperti kata si anak, maka itu dalam kagetnya, ia
memburu ke tepi telaga, akan berdiri bengong mengawasi telaga itu.
Sampai sekian lama barulah Tong Shia si Sesat dari Timur itu berpaling,
ia lihat Cu Cong tengah tolongi Kwee Ceng dengan menyambungi pula
tangannya itu. Mendadak ia menumpahkan hawa amarahnya terhadap mereka
itu.
"Lekas kamu bertujuh membunuh diri!" ia membentak mereka itu, suaranya
dingin. "Tak usah sampai aku turun tangan hingga kau menjadi menderita!"
Kwa Tin Ok mengangkat tongkatnya.
"Satu laki-laki tidak takut mampus!" dia kata dengan nyaring. "Apa pula penderitaan!"
"Kanglam Liok Koay sudah pulang ke kampung asalnya," Cu Cong pun
berkata. "Kalau sekarang kita mengubur tulang-tulang kita di telaga Thay
Ouw ini, apakah lagi yang diberati?"
Lantas mereka berenam, dengan senjata di tangan atau tangan kosong, memernahkan diri untuk melawan jago dari Laut Timur itu.
Kwee Ceng jadi berpikir keras. Ia tahu keenam gurunya tidak bakalan
sanggup melawan Oey Yok Su. Ia tidak ingin, karena urusannya sendiri,
mereka itu mengantar jiwa percuma-cuma. Maka itu ia lantas melompat
untuk menyelak.
"Tan Hian Hong terbinasa di tangan teecu sendiri!" ia berseru,
"Kematiannya pun tidak ada sangkut pautnya dengan semua guruku ini! Aku
sendiri yang akan mengganti jiwanya!" Ia tahu gurunya yang nomor satu
serta yang nomor tiga dan yang nomor tujuh beradat keras, kalau ia mati,
mereka itu tentu nekat, maka itu ia menambahkan, "Tapi sakit hati
ayahku masih belum terbalas, maka itu apakah locianpwee suka memberi
tempo satu bulan kepadaku? Selewatnya tiga puluh hari teecu bakal datang
sendiri ke pulau Tho Hoa To untuk menerima binasa!"
Berat pikirannya Oey Yok Su, karena ia ingat anaknya, hawa amarahnya
lantas turut menjadi kendor. Tanpa membilang suatu apa, ia mengibas
tangannya, ia memutar tubuhnya, terus ia ngeloyor pergi.
Kanglam Liok Koay heran, kenapa kata-kata muridnya itu dapat membikin
jago Tang Hay itu mengangkat kaki. Mereka bercuriga, maka itu mereka
tetap memasang mata. Tapi benar-benar orang telah pergi.
Seng Hong pun menjublak sekian lama. Kemudian barulah ia mengundang semua tetamunya kembali ke dalam.
Bwee Tiauw Hong tertawa dengan mendadak, ia mengibasi tangan bajunya,
lalu tubuhnya mencelat setombak lebih, ketika tubuhnya itu diputar, ia
pun lenyap dalam gelap gulita.
"Bwee Suci, bawalah muridmu!" Seng Hong berteriak.
Tidak ada jawaban, sekitar mereka tetap sunyi, maka teranglah sudah, si Mayat Besi pun telah pergi jauh.
Sampai di situ Liok Koan Eng mengasih bangun pada Wanyen Kang. Tapi
orang berdiam saja. Sebab ia telah terkena totokan, tinggal kedua
matanya saja yang dapat bergerak-gerak.
"Aku telah terima baik permintaan gurumu, kau pergilah!" berkata Seng
Hong. Tapi ia tak dapat membebaskan orang dari totokan, karena itu
bukanlah totokan dari partainya, kalau ia berbuat demikian, ia jadi
berlaku tidak manis terhadap si penotok. Ia mengawasi semua tetamunya,
hendak ia berbicara.
Justru itu Cu Cong menghampirkan Wanyen Kang, tanpa membilang apa-apa,
ia totok pangeran itu beberapa kali. Sebat totokannya itu, di pinggang
beberapa kali disusul sama tepukan beberapa kali di punggung.
Melihat itu Seng Ong kagum. "Dia lihay sekali," pikirnya mengenai Cu
Cong. "Wanyen Kang bukan sembarang orang tetapi ia dapat ditotok tanpa
berbuat apa-apa." Ia tidak tahu, Cu Cong dapat menotok dengan hasil
bagus, karena keadaan lagi kacau sekali.
Wanyen Kang merasa sangat malu, tanpa memberi hormat, tanpa membilang suatu apa, ia hendak mengangkat kaki.
"Orang ini siapa`" berkata Cu Cong. "Kau bawalah dia pergi!" Ia pun lantas membebaskan Toan Tayjin.
Komandan tentara itu menduga jiwanya bakal hilang, maka itu bukan main
girangnya ia yang ia ditolongi dan dimerdekakan juga. Dengan
tergesa-gesa ia memberi hormatnya.
"Enghiong, untuk budi pertolonganmu ini, aku Toan Thian Tek tidak akan melupakan sekali pun sampai akhir ajalku!" katanya.
Kapan Kwee Ceng mendapat dengar itu nama Toan Thian Tek, ia terkejut ia tercengang. Nama itu seperti mengaung di kupingnya.
"Kau…kau bernama Toan Thian Tek?" ia menanya.
"Benar," komandan itu menyahut. "Enghiong kecil, kau ada punya pengajaran apa untukku?"
"Bukankah delapan belas tahun yang lampau selama di Lim-an, kau ada menjadi opsir tentara?" Kwee Ceng menanya pula.
"Benar, enghiong kecil. Bagaimana kau ketahui itu?" kembali Thian Tek
menyahuti. Kemudian ia memandang pada Koan Eng, sebab barusan ia
mendengar keterangannya Seng Hong bahwa pemuda itu muridnya Kouw Bok
Taysu. Ia berkata: "Aku adalah keponakan yang tidak menyucikan diri dari
Kouw Bok Taysu itu, karenanya kita menjadi orang sendiri, Haha!" Ia
senang sekali, ia menjadi tertawa girang.
Kwee Ceng tidak menanya pula, ia hanya menoleh kepada tuan rumah.
"Liok Chungcu," katanya. "Aku yang rendah memohon pinjam ruangan belakang dari rumahmu ini."
"Tentu saja boleh," sahut Seng Hong.
Kwee Ceng mengucap terima kasih, lalu ia tuntun Toan Thian Tek, buat diajak ke belakang. Cepat tindakannya itu.
Kanglam Liok Koay saling memandang, di dalam hatinya masing-masing
mereka berkata: "Thian sungguh adil, Siapa nyana justru di sini kita
dapat menemui si manusia jahat! Coba bukan dia menyebut namanya sendiri,
siapa yang tahu dialah yang dicari ubak-ubakan dan jauh laksaan lie
selama tujuh tahun…..?"