Bab 30
˜Baiklah, Ang-bin-siauwte (Adik Muka Merah) kita nonton,
sampai di mana kepandaian tokoh-tokoh jaman sekarang!!
Seketika hujan api dan hujan es itu terhenti dan ketika
Suling Emas memandang, kedua orang kakek itu sudah lenyap dari tempat itu! Ia
menarik napas panjang, menyusut peluhnya dan berkata seorang diri,
˜Berbahaya..! Mereka benar lihai. Apa maksud kedatangan
mereka di dunia ramai? Nama mereka tidak dikenal di dunia kang-ouw, tanda bahwa
mereka adalah pertapa-pertapa yang puluhan tahun menyembunyikan diri, mengapa
sekarang tiba-tiba mereka muncul dan mengganggu Kim-sim Yok-ong?! Suling Emas
mengerutkan keningnya dan diam-diam ia ingin melihat gerakan ilmu silat mereka
untuk mencoba-coba menerka, dari golongan manakah kakek merah dan kakek putih
itu. Tingkat tenaga inti dari Im dan Yang sedemikian tingginya, kiranya hanya
dicapai oleh para guru besar dari partai-partai persilatan besar pula, hasil
latihan matang selama puluhan tahun.
˜Suling Emas! Apakah kau tidak berani muncul?! kembali
terdengar seruan suara parau yang menggunakan khi-kang. Suling Emas mengenal
suara ini, suara It-gan Kai-ong, maka ia lalu mengerahkan khi-kangnya, berseru
keras.
˜Aku Kim-siauw-eng datang!! Tubuhnya berkelebat cepat
bagaikan terbang menuju ke puncak itu. Bulan purnama bersinar terang, dan
Suling Emas memang sudah sering kali mendaki pegunungan ini sehingga ia hafal
akan jalannya, maka di bawah penerangan bulan purnama, sebentar saja ia sudah
sampai di puncak.
Ternyata mereka sudah hadir lengkap di puncak yang
merupakan tanah terbuka ditumbuhi rumput hijau. Lengkap hadir para anggauta
Thian-te Liok-koai yang kini hanya tinggal lima orang itu. It-gan Kai-ong,
Siang-mou Sin-ni, Hek-giam-lo, Toat-beng Koai-jin, dan adiknya, Tok-sim
Lo-tong. Mereka sudah tidak sabar lagi menanti, dan mengomel panjang pendek
ketika akhirnya Suling Emas muncul.
˜Anggauta Thian-te Liok-koai selalu berlumba untuk lebih
dulu hadir dalam pertemuan mengadu kepandaian, membuktikan bahwa ia berani. Dia
ini main lambat-lambatan, anggauta macam apa ini!! Toat-beng Koai-jin mendengus
dan marah-marah.
˜Memang dia tidak patut menjadi anggauta Thian-te
Liok-koai! Cuhhh!! It-gan Kai-ong meludah dengan sikap menghina sekali.
˜Sudah menjadi pendirian Thian-te Liok-koai bahwa
anggauta-anggautanya terdiri daripada orang-orang gagah yang suka melakukan
perbuatan berani dan gagah! Akan tetapi dia ini tidak gagah berani, melainkan
lemah dan pengecut, buktinya dia selalu memperlihatkan watak lemahnya dengan
menolong orang-orang!!
Mendengar ucapan Hek-giam-lo ini semua orang
mengangguk-angguk membenarkan. Diam-diam Suling Emas mengeluh di dalam hatinya.
Memang, baik dan jahat, gagah dan pengecut, semua hanya sebutan manusia, dan
karenanya baik atau pun bucuk, gagah ataupun pengecut, sepenuhnya tergantung
daripada orang yang mengatakannya, yaitu berdasarkan pandangannya. Iblis-iblis
berupa manusia ini memang wataknya berlainan dengan manusia biasa, akan tetapi
mereka tidak sengaja bersikap demikian, karena memang menurut pendapat mereka,
pandangan mereka itu pun benar pula!
Dari jaman dahulu sampai kini banyak terdapat orang-orang
seperti ini, yang hatinya sudah tertutup dan kotor sehingga pandangannya pun
kotor dan nyeleweng tanpa mereka sadari. Perbuatan ugal-ugalan, mengganggu
orang, menindas, mengandalkan kekuasaan dan kekuatan, mengganggu wanita
baik-baik, menonjolkan kekurangajaran, semua perbuatan ini mereka anggap
sebagai perbuatan gagah berani, atau setidaknya sebagai bukti bahwa mereka ini
gagah berani dan mereka bahkan menjadi bangga karena perbuatan-perbuatan itu.
Sebaliknya, orang-orang yang menghindari perbuatan-perbuatan semacam ini, yang
selalu berusaha mengasihi sesamanya, mengulurkan tangan menolong sesamanya,
dianggap sebagai tanda dari watak penakut dan pengecut!
˜Hi-hi-hik!! Siang-mou Sin-ni tertawa terkekeh dan
memasang muka semanis-manisnya ketika ia mendekati Suling Emas, memandang wajah
yang tampan itu, lalu berkata, ˜Betapapun juga, kepandaiannya cukup lumayan
untuk membuat ia patut menjadi anggauta Thian-te Liok-koai. Tentang sifat-sifat
gagah berani itu, biarlah kelak aku sendiri yang akan membimbingnya. Aku akan
membuat hatinya lebih kuat daripada hati kalian, aku akan mengajarnya menjadi
seorang yang paling gagah dan paling berani di dunia ini!!
Kembali iblis betina itu terkekeh dan dari rambutnya
semerbak bau wangi. Tentu saja yang dimaksudkan dengan ˜hati kuat! adalah hati
yang kejam dan ganas, sedangkan ˜gagah berani! adalah suka melakukan perbuatan
yang paling jahat mengerikan. Ketika Siang-mou Sin-ni mengulurkan tangan hendak
menggandengnya, Suling Emas melangkah mundur sambil mengelak.
˜Eh, Suling Emas, mengapa kau mundur? Bukankah tadi kita
sudah main-main dan permainan bersama kita menghasilkan perpaduan yang sedap
didengar? Percayalah, kalau kau dan aku bersatu, kelak kita akan mempunyai
seorang putera yang akan menjadi raja yang menguasai seluruh jagad!!
Suling Emas melangkah maju dan berkata, suaranya keren,
˜Dengarlah kalian berlima! Aku datang bukan dengan maksud
hendak menjadi anggauta Thian-te Liok-koai, oleh karena itu tidak perlu kalian
menilai diriku apakah aku patut atau tidak menjadi rekan kalian! Aku datang
mewakili mendiang ibuku yang ditantang oleh It-gan Kai-ong untuk ikut dalam adu
ilmu di antara Thian-te Liok-koai, dan di samping itu, aku hendak minta kembali
tongkat pusaka Beng-kauw dari tangan Hek-giam-lo juga sekalian aku memang
mempunyai perhitungan dengan kalian semua. It-gan Kai-ong harus mengembalikan
kitab yang dirampasnya dari tangan Locianpwe Bu Kek Siansu, juga Hek-giam-lo,
sedangkan Siang-mou Sin-ni harus mengembalikan yang-khim. Adapun Toat-beng
Koai-jin dan Tok-sim Lo-tong yang kena dibujuk It-gan Kai-ong untuk menjadi
kaki tangan Suma Boan, sebaiknya kembali saja ke tempat asal kalian di
pulau-pulau kosong!!
˜Wah-wah, dia cukup berani! Memaki-maki kita, mengusir
kami berdua! Biarkan dia ikut dalam adu kepandaian!! kata Toat-beng Koai-jin.
Memang tokoh-tokoh hitam ini paling suka melihat orang yang berani, apalagi
yang kejam, karena watak ini cocok dengan selera mereka.
˜Baiklah, kita mulai dan kali ini kita harus
bersungguh-sungguh untuk dapat menentukan urutan tingkat dalam Thian-te
Liok-koai, siapa yang paling pandai disebut twako (kakak tertua), yang ke dua
ji-ko (kakak ke dua) dan seterusnya. Yang mampus dalam adu ilmu ini takkan
dikubur, bangkainya akan menjadi makanan binatang buas dan burung gagak,
tulang-tulangnya akan diperebutkan anjing-anjing hutan!! kata It-gan Kai-ong
sambil meludah-ludah.
˜Bagus, kita mulai!! teriak Siang-mou Sin-ni dan
Hek-giam-lo berbareng. Lima orang itu serentak meloncat mundur, masing-masing
melompat mundur kira-kira dua tombak jauhnya dan kini mereka memasang
kuda-kuda, mata mereka melirik-lirik mencari korban. Karena maklum bahwa mereka
ini adalah orang-orang sakti yang aneh, Suling Emas juga tidak mau menjadi
sasaran di tengah-tengah dan ia pun melompat mundur. Kini enam orang itu
merupakan lingkaran yang menghadap ke dalam, menanti saat untuk merobohkan
lawan dalam pertandingan campuran itu, di mana tidak ada kawan, semua adalah
lawan yang harus dikalahkan, kalau perlu dibunuh!
˜Siapa berani menyerangku?! It-gan Kai-ong mengejek.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Tok-sim Lo-tong yang menerjangnya dari samping
kiri sambil mengeluarkan senjatanya yang berupa seekor ular hidup. Terjangan
ini dibarengi pekik nyaring yang tidak menyerupai pekik manusia lagi, melainkan
lebih pantas keluar dan mulut seekor binatang buas atau agaknya begitulah suara
iblis. Memang aneh sekali watak orang-orang ini. Tok-sim Lo-tong bersama
kakaknya, Toat-beng Koai-jin tadinya dapat diperalat It-gan Kai-ong dan bekerja
sama dengan raja pengemis itu. Akan tetapi dalam pertemuan di puncak Thai-san
ini, di mana mereka hendak memperebutkan kedudukan sebagai saudara tua yang
paling lihai di antara mereka, lenyaplah segala persahabatan, segala hubungan,
satu-satunya nafsu yang menguasai mereka adalah menang sendiri dan menjadi
jagoan nomor satu!
Serangan Tok-sim Lo-tong ini hebat sekali, tangan kirinya
yang mencengkeram ke depan mengeluarkan sambaran angin pukulan yang
mengeluarkan bunyi seperti suara tikus, bercicitan, sedangkan ular yang ia
pegang dengan tangan kanan itu meluncur ke depan menggigit dan mengeluarkan
racun dari semburan mulutnya! Jangan dipandang rendah racun ular itu karena
binatang yang dijadikan senjata ini adalah ular beracun yang amat berbahaya,
yang mempunyai bisa disebut ˜racun api! karena racun itu dapat membakar hangus
apa saja yang disentuhnya. Juga cengkeraman tangan kiri Bocah Tua Hati Racun
(Tok-sim Lo-tong) ini mengandung tenaga dalam yang penuh dengan racun dingin,
merupakan racun yang berlawanan dengan ular di tangan kanannya, namun tidak
kalah hebatnya karena sekali saja pukulan tangan kirinya mengenai sasaran,
dapat membikin beku jantung dan darah.
Namun Tok-sim Lo-tong boleh jadi berbahaya bagi lawan
manusia biasa, menghadapi It-gan Kai-ong ia menemukan tanding. Dengan suara
ketawa terbahak, raja pengemis ini menyambut serangan Tok-sim Lo-tong dengan
sama dahsyatnya. Kakek mata satu ini mengangkat tongkat bututnya, ditusukkan ke
arah mulut ular sedangkan dia sendiri meludah tiga kali berturut-turut yang
ditujukan ke arah tiga jalan darah di sepanjang lengan kiri lawan yang
menyerangnya. Jadi, serangan Tok-sim Lo-tong itu dibalas serangan pula oleh
It-gan Kai-ong!
˜Uh-uh!! Lo-tong menjerit marah dan tentu saja ia
mengerahkan kedua lengannya, yang kanan untuk menghindarkan ularnya dari
tusukan maut sedangkan yang kiri untuk menghindari sambaran air ludah yang
lebih berbahaya daripada senjata rahasia beracun. Kemudian ia mendesak lagi
dengan memutar ularnya seperti kitiran angin cepatnya, sedangkan tangan kirinya
tetap melakukan pukulan sebagai selingan.
˜Heh-heh-heh!! It-gan Kai-ong tertawa mengejek dan ia pun
memutar tongkatnya mengimbangi lawan dan di lain saat keduanya sudah berhantam
dengan seru. Biarpun tongkat di tangan It-gan Kai-ong itu hanya tongkat butut,
namun kalau sudah ia mainkan seperti itu, dapat melawan senjata baja yang
bagaimana keras dan tajam pun. Sebaliknya, senjata hidup di tangan Tok-sim
Lo-tong juga demikian, kecuali bagian lemah yang terletak di mulut dan mata
ular itu, tubuh ular telah dilindungi kulit yang kebal dan tahan bacokan
senjata tajam. Pertandingan antara dua orang tokoh iblis dunia ini hebat
sekali, angin yang berputar-putar seperti angin puyuh membuat pohon-pohon di
sekitar tempat itu bergoyang-goyang dan daun-daun pohon banyak yang rontok!
Sementara itu, Hek-giam-lo, orang ke dua yang sama licik
dan curangnya dengan It-gan Kai-ong, segera menggerakkan senjata sabitnya yang
mengerikan dan tajam seperti pisau cukur itu, tanpa peringatan lagi ia
menerjang Toat-beng Koai-jin yang berdiri di sebelah kirinya. Mengapa ia
memilih lawan Toat-beng Koai-jin? Inilah kecerdikan setan hitam itu. Menurut
perhitungannya, dibandingkan dengan Siang-mou Sin-ni, apalagi dengan Suling
Emas, Toat-beng Koai-jin ini adalah lawan yang lebih empuk, maka ia tidak
menyia-nyiakan waktu terus saja meniilih Toat-beng Koai-jin sebagai lawannya
yang ia yakin akan dapat ia jatuhkan dalam waktu singkat.
Toat-beng Koai-jin si manusia liar yang gendut berpunuk
seperti kerbau itu, bertelanjang baju, menggereng seperti binatang biruang
luka, kemudian kedua tangannya mencakar-cakar dengan kuku-kukunya yang panjang
runcing. Di lain saat sudah ada tiga buah batu besar dan dua batang pohon
menyambar ke arah Hek-giam-lo. Iblis Hitam ini tentu saja dapat mengelak cepat,
akan tetapi ketika ia menerjang lagi, si punuk liar itu sudah memegang sebatang
pohon besar, dipergunakan sebagai senjata, mengamuk dan menerjang Hek-giam-lo!
Repot juga Hek-giam-lo diterjang dengan senjata pohon yang penuh cabang ranting
dan daun-daun itu. Ia membabat dengan sabitnya dan beterbanganlah daun-daun dan
ranting pohon itu bagaikan hujan. Sebentar saja pohon di tangan Toat-beng
Koai-jin sudah tinggal batangnya saja yang dipergunakan oleh Toat-beng Koai-jin
sebagai senjata tongkat besar, tongkatnya yang sebesar balok bergaris tengah
tiga puluh senti itu ia putar-putar di atas kepala sehingga sinar bayangannya
menyelimuti seluruh tubuhnya.
Segera kedua orang iblis ini sudah saling terjang dan
terlibat dalam pertandingan yang tidak kalah serunya dengan pertandingan antara
It-gan Kai-ong dan Tok-sim Lo-tong. Hanya bedanya, pertandingan ini
mengakibatkan batu-batu kecil beterbangan ke atas dan tanah menjadi debu bergulung-gulung
menyuramkan pandangan mata yang hanya diterangi sinar bulan purnama.
Suling Emas sudah siap siaga ketika ia melihat orang
terakhir, Siang-mou Sin-ni melangkah dan menghampirinya dengan langkah seperti
harimau lapar, dengan pinggul digoyang-goyang, lenggang dibuat-buat, disertai
senyum manis dan sepasang mata ini berkilat-kilat memantulkan sinar bulan.
Deretan gigi putih berkilauan mengintai dari balik bibir mengulum senyum,
Suling Emas bersikap makin waspada dan siap, karena ia cukup mengenal iblis
betina ini. Makin manis sikapnya, makin berbahayalah iblis ini.
Diam-diam ia harus kecantikan Siang-mou Sin-ni. Seorang
wanita yang sudah masak, yang sukar dicari cacatnya dari rambut yang halus
hitam panjang berbau harum itu sampai kepada wajah cantik jelita dan bentuk
tubuh yang ramping padat dan sepasang kaki tangan yang kecil menarik. Patut
disayangkan seorang wanita yang berdarah bangsawan Kerajaan Hou-han ini
tersesat menjadi seorang manusia iblis yang keji. Kalau Suling Emas teringat
akan perbuatan-perbuatan jahat Siang-mou Sin-ni, lenyaplah rasa sayang dan
kasihannya. Entah berapa banyak manusia dan kanak-kanak tidak berdosa tewas di
tangan iblis wanita ini, dihisap darahnya hidup-hidup untuk dijadikan obat
kuat! Mengingat akan kekejaman ini, ia bergidik dan timbul niatnya untuk
membasmi wanita iblis ini agar lenyap sebuah ancaman bagi keselamatan manusia.
Akan tetapi wanita itu tidak segera menyerangnya seperti
yang disangka oleh Suling Emas, bahkan mendekatinya sambil tersenyum-senyum dan
matanya mengerling tajam.
˜Suling Emas, biarkan si goblok itu saling gempur
sendiri. Kita tidak begitu goblok untuk bunuh-membunuh di malam seindah ini,
bukan? Lihat, betapa indahnya bulan, betapa cemerlang dan sejuknya hawa udara.
Suling Emas, kita biarkan mereka itu saling gebuk dan saling bunuh, nanti
dengan mudah kita bereskan mereka semua anjing-anjing busuk itu, Sekarang mari
kita menonton mereka sambil mengobrol di bawah sinar bulan purnama, asyik dan
nikmat, kan? Aku merindukan dirimu semenjak pertama kita di sini dahulu.
Marilah, sayang!! Sambil berkata demikian, dengan bibir tersenyum dan mata
setengah terkatup wanita itu mengembangkan kedua lengannya seperti hendak
memeluk Suling Emas.
Suling Emas melangkah mundur, mengibaskan lengan bajunya
dengan marah. ˜Siang-mou Sin-ni, simpanlah bujuk rayumu untuk orang lain. Aku
bukanlah laki-laki seperti yang kaukehendaki. Lebih baik kau insyaflah, tebus
dosa-dosamu dengan bertapa dan membersihkan batin. Kalau tidak mungkin aku
sendiri yang akan mengantar kau kembali ke alam asalmu!!
Tiba-tiba sepasang mata yang tadi setengah terkatup
bersinar mesra itu terbuka lebar dan sinarnya kini penuh kekejian. Mulut itu
masih tersenyum, akan tetapi matanya membayangkan kebencian yang memuncak.
Kemudian, tiba-tiba wanita itu menjerit dan menubruk maju, didahului rambutnya
yang panjang menyambar hendak menangkap Suling Emas. Wanita yang tadinya
seperti seorang puteri jatuh cinta, yang gerakannya lemah gemulai dan penuh
bujuk rayu itu, kini tiba-tiba berubah menjadi siluman betina yang haus darah!
˜Kalau begitu, mampuslah kau!! teriaknya mengikuti
serbuannya.
Suling Emas cepat menggerakkan kipasnya mengebut pergi
rambut itu dan sulingnya berkelebat menjadi sinar keemasan menotok ke arah
leher Siang-mou Sin-ni. Akan tetapi wanita sakti ini dapat mengelak dan
melanjutkan serangannya dengan dahsyat dan penuh kebencian. Kini tangan kirinya
memegang sebuah yang-khim sebagai senjata dan bertempurlah mereka berdua dengan
seru dan mati-matian.
Tempat yang indah dan romantis, puncak Thai-san yang
biasanya sunyi hening dan yang tentu akan menarik perhatian kaum pertapa
sebagat tempat suci itu kini menjadi medan pertandingan mati-matian yang
mengerikan. Enam orang yang sedang bertempur itu kesemuanya memiliki kesaktian
yang tinggi. Angin pukulan mereka membuat daun-daun rontok, semua batu-batu
pecah berhamburan dan debu mengebul tinggi. Suara angin pukulan mereka
berciutan mengerikan dan dalam jarak belasan meter batang-batang pohon yang
terlanda angin pukulan berguncang-guncang seperti didorong oleh tenaga raksasa.
Dasar lima orang manusia iblis itu berwatak aneh dan
liar, maka dalam melakukan pertandingan untuk menentukan siapa yang paling
unggul, sama sekali tidak dipergunakan aturan sehingga pertempuran itu dari
kacau-balau dan penuh nafsu membunuh. Dan memang masing-masing memiliki
keistimewaan sendiri maka tidaklah mudah bagi yang seorang untuk mengalahkan
yang lain.
Betapapun juga, menghadapi It-gan Kai-ong yang luar biasa
dan yang telah memiliki sebagian daripada kitab rampasan dari Bu Kek Siansu,
lambat-laun Tok-sim Lo-tong terdesak hebat. Karena merasa penasaran bahwa
Tok-sim Lo-tong selalu dapat menahan serangannya sungguhpun ia sudah
mengerahkan seluruh tenaga, akhirnya It-gan Kai-ong memekik keras dan mulailah
ia menggerakkan tongkatnya menurut ilmu barunya yang ia pelajari daripada kitab
rampasannya yang hanya setengahnya itu. Namun hasilnya sudah hebat sekali.
Serangkum angin pukulan berpusing menyerbu ke arah Tok-sim Lo-tong. Iblis ini
mengeluarkan seruan kaget, cepat ia memutar pula ularnya.
˜Prakkk!! ujung tongkat It-gan Kai-ong tepat sekali
menghantam kepala ular sehingga kepala ular itu pecah berantakan. Tok-sim
Lo-tong menjerit marah dan ia menyambitkan bangkai ular ke arah lawannya. Namun
sekali menangkis, bangkai ular itu terlempar ke samping, ke arah gerombolan
pepohonan di sebelah kiri. Terdengar jerit mengerikan dan tubuh seseorang yang
tak dikenal terguling-guling roboh, sebagian dari tubuh ular itu masuk ke dalam
dadanya. Demikian hebatnya sambitan itu! Kiranya orang yang terkena sambitan
itu adalah seorang tosu yang tadinya menonton sambil bersembunyi.
Pada saat berikutnya, terdengar Siang-mou Sin-ni terkekeh
genit, rambutnya menyambar ke kanan dan di saat berikutnya rambutnya telah
˜menangkap! seorang hwesio yang tak mampu melepaskan diri, biarpun sudah
meronta-ronta sekuat tenaga. Siang-mou Sin-ni menggerakkan kepalanya dan tubuh
hwesio itu terangkat lalu diputar-putar seperti kitiran, dijadikan senjata
melawan Suling Emas!
˜Iblis keji! Lepaskan dia!! seru Suling Emas yang
terpaksa mengelak ke sana sini karena tidak mau menangkis yang akibatnya tentu
menewaskan hwesio penonton yang tak bersalah itu. Akan tetapi Siang-mou Sin-ni
hanya terkekeh dan terus menerjang makin hebat. Dengan menggunakan gin-kangnya,
Suling Emas mendahului meloncat ke atas dan dari atas sulingnya bergerak
menghantam rambut yang mengikat hwesio itu, sedangkan tangan kirinya merampas
tubuh si hwesio. Hwesio itu dapat terampas dan terlepas, akan tetapi alangkah
kaget hati Suling Emas melihat bahwa hwesio itu sudah tewas, lehernya hampir
putus oleh jiratan rambut tadi! Ia melemparkan mayat itu ke samping lalu
menerjang maju penuh kemarahan. Wamta iblis itu menyambutnya sambil terkekeh
mengejek.
Agaknya sudah banyak berkumpul tokoh-tokoh kang-ouw yang
cukup tabah untuk menonton pertandingan hebat ini, yang memang sudah tersiar
luas di dunia kang-ouw. Celakanya, ketabahan harus dibayar mahal sekali
sehingga dalam waktu beberapa detik saja, dua orang sudah menjadi korban. Lebih
hebat lagi, agaknya hal ini menimbulkan kegembiraan hati yang buas dan liar
itu, karena terdengar It-gan Kai-ong tertawa-tawa, untuk sementara mengurangi
desakannya pada Tok-sim Lo-tong dan ia meludah sejadi-jadinya ke kanan kiri.
Terdengar teriakan-teriakan dan beberapa orang sudah
terluka oleh ludah-ludah itu. Sibuklah kini di balik pepohonan itu karena
orang-orang yang tadinya menonton mulai jerih, beramai-ramai mengundurkan diri
sambil membawa teman-teman yang tewas atau terluka. Akan tetapi tampak sinar
terang berkelebat dan dua orang di antara mereka terjungkal tanpa kepala lagi.
Kiranya Hek-giam-lo tidak mau ketinggalan dan berpesta dengan senjata sabitnya.
Hal ini ditambah dengan hujan batu besar dan pohon-pohon yang dilontarkan oleh
Toat-beng Koai-jin dan Tok-sim Lo-tong!
Setelah para penonton yang tak diundang itu kalang-kabut
pergi menjauhi tempat maut itu, pertandingan dilanjutkan, lebih gembira dan
lebih dahsyat daripada tadi. Tok-sim Lo-tong kini sudah meniru kakaknya,
menggunakan sebatang pohon untuk menghadapi It-gan Kai-ong. Akan tetapi karena
keistimewaannya adalah senjata ular hidup, ia tidaklah begitu cekatan seperti
kakaknya dan beberapa belas jurus kemudian, tongkat It-gan Kai-ong yang gerakannya
berpusing aneh itu berhasil mengetuk tangannya sehingga sambil berterik
kesakitan Tok-sim Lo-tong terpaksa melepaskan senjatanya sambil bergulingan ke
kiri dikejar It-gan Kai-ong yang tertawa-tawa.
Ketika Tok-sim Lo-tong terguling di dekat Hek-gia-lom,
mendadak iblis hitam ini meninggalkan Toat-beng Koai-jin dan mengayun sabitnya
membacok ke arah kepala Tok-sim Lo-tong! Iblis gundul kurus kering ini cepat
mengelak sambil meloncat berdiri sehingga sabit itu luput makan lehernya dan
amblas ke dalam tanah sambil mengeluarkan api ketika terbentur batu-batu yang
terbabat seperti agar-agar saja!
Terdengar teriakan keras dan pohon besar di tangan
Toat-beng Koai-jin menyambar ke arah Tok-sim Lo-tong yang baru saja terbebas
dari maut di tangan Hek-giam-lo. Tok-sim Lo-tong meloncat tinggi menghindari
serangan kakaknya sendiri, akan tetapi ia terhuyung-huyung oleh sambaran angin
pukulan dengan batang pohon ini. Hebatnya, Siang-mou Sin-ni agaknya melupakan
Suling Emas dan kini wanita itu pun menerjang Tok-sim Lo-tong yang sudah
terhuyung-huyung, menggunakan rambutnya yang panjang mengirim serangan maut!
Suling Emas berdiri bengong. Lima orang itu memang patut
dijuluki iblis. Mereka begitu licik dan curang sehingga dalam pertandingan
menentukan kedudukan ini, mereka tidak segan-segan untuk mengeroyok Tok-sim
Lo-tong yang terdesak hebat, menggunakan serangan-serangan maut. Bahkan
Toat-beng Koai-jin, kakak Tok-sim Lo-tong sendiri, ikut pula mengeroyok,
seakan-akan lupa bahwa yang dikeroyok itu adalah adiknya sendiri! Adakah
manusia yang lebih ganas daripada mereka ini?
Namun, boleh dipuji kepandaian Tok-sim Lo-tong. Biarpun
ia tadi terhuyung-huyung, namun menghadapi serangan Siang-mou Sin-ni, ia masih
dapat menggerakkan kedua tangan mengirim pukulan-pukulan dengan sin-kang
sehingga gumpalan rambut yang menyambar ke arahnya itu dapat tertahan oleh hawa
pukulannya, malah kini tangannya membentuk cakar setan untuk mencengkeram
rambut itu! Pada saat itu, tampak berkelebatnya sabit Hek-giam-lo yang membabat
ke arah tangannya sehingga terpaksa Tok-sim Lo-tong menarik kembali tangannya.
Tongkat It-gan Kai-ong menyambutnya dari belakang dan batang pohon di tangan
Toat-beng Koai-jin juga sudah menyambar pula dari depan! Tok-sim Lo-tong sibuk
mengelak dan menggunakan ilmunya menggelinding seperti bola ke sana ke mari,
gesit dan cepat sekali. Namun empat orang pengeroyoknya tidak memberi ampun dan
pada saat ia meloncat bangun menghindarkan bacokan Hek-giam-lo, pundaknya
keserempet tongkat It-gan Kai-ong. Si gundul kurus kering ini memekik kesakitan
dan membalikkan tubuh hendak mengamuk. Namun cabang-cabang pada batang pohon
yang menyambarnya telah menyapu kakinya sehingga ia roboh terguling.
˜Tranggggg!! Sinar kuning emas menangkis sabit yang
membacok kepala Tok-sim Lo-tong dan menangkis pula tongkat It-gan Kai-ong,
bahkan kipasnya mengebut rambut-rambut Siang-mou Sin-ni. Kiranya Suling Emas
yang menolong Tok-sim Lo-tong. Pendekar ini tak dapat tinggal diam saja
menyaksikan pertandingan yang berat sebelah dan tidak adil. Mana ada aturan
mengeroyok orang yang sudah terdesak? Benar-benar mereka itu tidak mengenal
watak gagah tidak mau peduli akan norma-norma yang berlaku pada tokoh-tokoh
kang-ouw. Biasanya, sungguhpun golongan hitam yang terdiri daripada penjahat,
masih enggan melakukan perbuatan yang memalukan dan bersifat pengecut. Akan
tetapi iblis-iblis ini benar-benar tak tahu malu dan terpaksa Suling Emas turun
tangan membantu Tok-sim Lo-tong yang dikeroyok oleh empat orang rekan-rekannya
para anggauta Thian-te Liok-koai termasuk kakaknya sendiri Toat-beng Koai-jin!
Campur tangan Suling Emas membuat pertandingan menjadi
kacau-balau dan secara otomatis mereka itu masing-masing memilih lawan terdekat
dan di lain saat It-gan Kai-ong sudah bergebrak melawan Hek-giam-lo, Siang-mou
Sin-ni bertanding dengan Toat-beng Koai-jin, sedangkan Tok-sim Lo-tong yang
kini sudah menyambar sebatang pohon itu kini menyerang mati-matian kepada
Suling Emas yang baru saja membebaskannya daripada ancaman maut! Semua keadaan
yang tidak tahu aturan, tidak mengenal budi, dan liar ganas seenaknya sendiri
ini berjalan tanpa kata-kata.
Diam-diam Suling Emas menjadi bingung juga. Ia tidak mau
terlalu mendesak Tok-sim Lo-tong karena ia tahu bahwa begitu si gundul kurus
kering ini ia desak, tentu yang lain-lain akan turun tangan mengeroyok Tok-sim
Lo-tong! Oleh karena inliah maka ia hanya mempertahankan diri sambil
memperhatikan jalannya pertandingan antara pasangan-pasangan lain. Juga ia
sempat melihat bahwa banyak juga tokoh kang-ouw yang masih bersembunyi
menonton, akan tetapi mereka kini tidak berani terlalu mendekati tempat itu,
melainkan nooton dalam jarak yang cukup aman.
Mendadak terdengar suara ˜cring-cring-cring! yang amat
nyaring dan menggetarkan jantung. Suling Emas kaget sekali, mengenal suara itu
yang ternyata keluar dari alat musik yang-khim di tangan Siang-mou Sin-ni!
Betul saja Toat-beng Koai-jin yang terserang suara ini karena ia bertanding
melawan Siang-mou Sin-ni, tidak kuat melawan pengaruh suara yang mengikat
semangat ini, ilmu yang dicuri oleh Siang-mou Sin-ni menggunakan yang-khim
milik Bu Kek Siansu. Kakek berpunuk yang liar itu tiba-tiba menjadi pucat dan
terhuyung-huyung ke belakang. Tahu-tahu kedua kakinya sudah terkena sambaran
rambut Siang-mou Sin-ni yang menariknya sehingga kakek liar itu terjengkang ke
belakang. Seperti tadi ketika Tok-sim Lo-tong terdesak, kini mereka berempat,
Hek-giam-lo, It-gan Kai-ong, dan Tok-sim Lo-tong bersama Siang-mou Sin-ni
serentak menyerang Toat-beng Koai-jin yang sudah roboh!
˜Pengecut, tahan!! seru Suling Emas melompat untuk
membantu Toat-beng Koai-jin. Namun terlambat karena ketika ia tiba di dekat
kakek itu, sabit di tangan Hek-giam-lo telah membacok kepala, sedangkan tongkat
It-gan Kai-ong sudah menusuk dada dalam detik hampir berbareng, sedangkan
rambut Siang-mou Sin-ni yang terbagi menjadi dua merobek tubuh kakek itu dengan
menarik kedua kaki ke kanan kiri disusul oleh hantaman balok pohon oleh Tok-sim
Lo-tong. Betapapun saktinya Toat-beng Koai-jin, tubuhnya seketika menjadi remuk
dan terobek-robek, hancur!
˜Kejam! Kalian iblis-iblis ganas!! bentak Suling Emas
yang segera mengamuk dengan sulingnya. Saking hebatnya gerakan Suling Emas,
Tok-sim Lo-tong tak dapat menghindarkan dirinya dan sekali dadanya terkena
totokan suling, kakek ini pun roboh dengan nyawa putus, rohnya melayang
menyusul kakaknya.
˜Heh-heh-heh, Toat-beng Koai-jin menjadi anggauta ke enam
karena dia mampus lebih dulu. Tok-sim Lo-tong menjadi anggauta ke lima,
setingkat lebih tinggi daripada kakaknya. Lucu!! kata It-gan Kai-ong
tertawa-tawa. Hek-giam-lo hanya mendengus dan Siang-mou Sin-ni cekikikan. Kini
tinggal empat orang yang masih hidup dan otomatis mereka berdiri di empat
sudut, memasang kuda untuk memperebutkan kemenangan.
˜Kalian iblis-iblis ganas, malam ini aku Suling Emas
bersumpah hendak membasmi kalian bertiga!! seru Suling Emas. Setelah berkata
demikian, tubuhnya bergerak cepat sekali dan dia sekaligus sudah membagi-bagi
serangan kepada tiga orang lawannya secara beruntun. Karena maklum bahwa tiga
orang lawannya ini merupakan orang-orang terlihai dari Thian-te Liok-koai, maka
dalam serangannya ini Suling Emas mengeluarkan ilmunya berdasarkan
Hong-in-bun-hoat yang dahulu ia terima dari Bu Kek Siansu. Tidak saja
gerakannya berdasarkan ilmu silat huruf yang hebat ini, juga ia mengerahkan
tenaga Kim-kong Sin-im sehingga ketika bergerak, sulingnya mengeluarkan bunyi yang
dahsyat dan menggetarkan isi dada ketiga orang lawannya. Hebat sekali gerakan
Suling Emas ini, sulingnya berubah seperti halilintar menyambar, sinarnya
menyilaukan mata para lawannya, apalagi dibarengi suara melengking tinggi itu,
benar-benar mengejutkan lawan yang sambil memekik mereka melompat mundur dengan
gerakan mempertahankan diri. Mereka selamat dari penyerangan pertama ini, namun
tidak urung mereka merasa gentar juga dan jantung mereka berdebar-debar.
Tiga orang iblis ini adalah orang-orang yang cerdik dan
licik. Maklumlah mereka bahwa pendekar muda ini benar-benar tak boleh dibuat
main-main, kepandaiannya meningkat hebat semenjak pertemuan terakhir. Oleh
karena itu, kini pendirian mereka pun berubah. Mereka tidak mau saling serang
antara kawan sendiri dan bermaksud menggabungkan tenaga tiga orang untuk
menghadapi Suling Emas.
Tanpa kata-kata, tiga orang iblis ini sudah bersepakat
dalam hal ini, maka otomatis mereka melakukan gerakan menyudut dan mengurung
Suling Emas dari sudut segi tiga. Rambut yang hitam halus dan panjang dari
Siang-mou Sin-ni melebar tegak lurus seperti duri landak, penuh tenaga dan siap
dipergunakan, sedangkan alat musik khim yang berada di tangan kanannya diangkat
ke atas kepala, digerak-gerakkan perlahan untuk mengubah-ubah posisi, mencari
kesempatan yang baik, wanita yang cantik ini sekarang kelihatan mengerikan dan
agaknya pantas kalau mulutnya yang menyeringai itu diberi tambahan caling di
kanan kiri, seperti gambar siluman betina yang haus akan darah manusia.
Hek-giam-lo juga berdiri dengan siap, kedua kakinya
terpentang lebar, kokoh kuat, mukanya yang berkedok tengkorak amat mengerikan
karena dari lubang di bagian matanya berjelalatan, sabit yang tajam berkilau
diangkat tinggi ke atas, terkena sinar bulan berkeredepan menyilaukan,
sedangkan tangan kirinya dengan jari-jari terbuka didorong lurus ke depan,
seperti tangan setan hendak mencengkeram korbannya. Yang paling menjijikkan
adalah It-gan Kai-ong. Kakek raja pengemis ini berdiri agak terbongkok, kedua
kakinya ditekuk rendah bagian lututnya, tongkat bututnya melintang di depan
dada, matanya yang tinggal sebelah itu merah terbelalak tak pernah berkedip,
mulutnya agak terbuka dan air liurnya menetes-netes dari ujung kanan.
Suling Emas yang terkurung di tengah-tengah tampak
tenang-tenang saja. Lenyap sudah kerut merut kemarahan dari mukanya. Memang
pendekar sakti ini sudah berhasil menghalau nafsu marah di hatinya dan inilah
syarat utama bagi seorang pendekar silat, yaitu tidak boleh sekali-kali
dipengaruhi nafsu perasaan di hatinya. Ia berdiri dengan kuda-kuda biasa, kaki
kiri diangkat ke atas dengan lutut ditekuk, kaki kanan berdiri di ujung jari
kaki, suling di tangan kanan melintang di depan kening, tangan kiri memegang
kipas biru yang bergerak-gerak, tertutup terbuka, perlahan-lahan tanpa
mengeluarkan bunyi, sepasang matanya tidak memandang ke mana-mana, seakan-akan
memandang ujung hidungnya sendiri seperti keadaan seorang dalam samadhi, namun
seluruh urat syarafnya telah ˜dipasang! dan panca inderanya mengikuti gerak-gerik
tiga orang lawannya.
Sunyi hening di saat itu. Empat orang itu seperti
patung-patung mati, bahkan pernapasan mereka pun tidak terdengar. Jengkerik dan
walang yang biasanya ramai berdendang menghias kesunyian puncak, kini berhenti
seakan-akan mereka ikut nonton dengan penuh ketegangan dan kecemasan, seperti
para tokoh kang-ouw yang sembunyi sambil menonton di sekeliling tempat itu.
Tiba-tiba empat ˜patung! itu bergerak dengan kecepatan yang sukar diikuti
pandang mata biasa, disertai suara-suara mengejutkan.
˜Hiaaaaattttt!! Sabit di tangan Hek-giam-lo menyambar
cepat sekali, seperti kilat dan hanya tampak cahayanya saja. ˜Siuuuttttt!!
Hanya satu sentimeter saja selisihnya dari leher Suling Emas yang dengan mudah
miringkan tubuh membiarkan sabit menyambar di dekatnya.
˜Huah-ha-ha-ha.. wuuuuttttt!! Tongkat It-gan Kai-ong
melakukan serangan tusukan maut dari samping selagi Suling Emas miringkan
tubuh, disusul pada detik berikutnya oleh sambaran yang-khim di tangan
Siang-mou Sin-ni yang menghantam pusar dengan gerakan kuat-kuat sehingga
yang-khim mengeluarkan bunyi ˜singgggg!!. Namun dengan amat cekatan,
seakan-akan berubah menjadi segulung asap. Suling Emas sudah bergerak
menyelinap di antara gulungan sinar senjata lawan dan tak sebuah pun di antara
hujan senjata lawan dan tak sebuah pun di antara lembaran rambut Siang-mou
Sin-ni yang mengirim serangan susulan, dapat menyentuhnya!
Namun Hek-giam-lo sudah menerjang lagi, sabitnya
menyambar-nyambar laksana burung hantu dari udara, sedangkan tongkat It-gan
Kai-ong juga bergerak-gerak seperti ular hitam menotok pelbagai jalan darah
mematikan, dibantu oleh hantaman-hantaman yang-khim dan sambaran-sambaran
rambut yang mengeluarkan suara berciutan. Suling Emas memperlihatkan
ketangkasan dan kegesitannya. Ia meloncat, mendekam, memutar tubuh,
berjungkir-balik dan setelah lewat lima menit mereka berempat bergerak-gerak
sedemikian cepatnya sehingga bayangan mereka campur aduk menjadi satu, tampak
Suling Emas meloncat tinggi sekali dan tahu-tahu sudah berdiri sejauh empat
meter di depan tiga orang lawannya. Kembali seperti tadi, mereka berempat tak
bergerak, saling pandang penuh rasa benci dan penasaran. Kini Suling Emas tidak
terkurung lagi, melainkan menghadapi mereka bertiga yang berada di depannya.
Perlahan-lahan tiga orang itu melangkah maju dan otomatis
membentuk barisan segi tiga. Namun Suling Emas tidak mau terkurung lagi. Ia
ingin membalas, tidak mau dijadikan umpan serangan mereka tanpa mendapat
kesempatan membalas sama sekali. Ia maklum bahwa kecepatan mereka itu amat
hebat dan kalau ia sudah terkurung seperti tadi, serangan mereka bertubi-tubi
tak pernah berhenti dan keadaan demikian itu tentu saja amat berbahaya dan
tidak menguntungkan. Ia tersenyum mengejek, lalu berkata.
˜Bagus, tokoh-tokoh Thian-te Liok-koai! Menghadapi aku
saja dengan tiga lawan satu, kalian gentar, apalagi mau menghadapi mendiang
Ibuku! Eh, apakah kalian takut? Kalau takut..!
˜Sssrrr.. srrr.. srrrrr..!!
˜Cuiiiiittttt..!!
˜Sing.. sing.. singgg!!
Suling Emas tentu saja sudah waspada. Malah ini yang ia
kehendaki, maka ia tadi sengaja mengejek untuk memanaskan hati mereka.
Pancingannya berhasil karena secara beruntun mereka melepas senjata rahasia.
Pertama-tama Siang-mou Sin-ni yang melontarkan jarum-jarum beracun dari arah
kiri, sebanyak tujuh belas yang kesemuanya menuju ke jalan-jalan darah utama.
Kemudian disusul oleh senjata rahasia It-gan Kai-ong yang menjijikkan namun tak
kalah jahatnya, yaitu air ludahnya, menyerang dari arah kanan dan paling akhir
Hek-giam-lo telah menggunakan pisau-pisau terbangnya menyerang dari depan
langsung dengan kecepatan luar biasa.
Biarpun orang sesakti Suling Emas, andaikata ia lengah,
tentu akan sukar melepaskan diri daripada ancaman bahaya maut dari tiga penjuru
ini. Baiknya ia memang sudah waspada dan sudah menduga lebih dulu, maka begitu
tampak sinar melayang dari tiga jurusan, ia telah mendahului mereka, tubuhnya
mendadak mumbul ke atas seperti terbang, lebih cepat daripada sambaran
senjata-senjata rahasia itu, dan kini dia melayang di atas senjata-senjata
rahasia itu, langsung ia menerjang tiga orang lawannya dari atas dengan
serangan sulingnya dalam jurus-jurus rahasia dari Hong-in-bun-hoat. Kini
giliran tiga orang iblis itulah yang kaget setengah mati ketika tiba-tiba ada
suara mendengung-dengung dan melengking di atas kepala mereka, disusul oleh
sinar keemasan yang menyilaukan mata. Mereka sama sekali tidak menduga akan
terjangan Suling Emas sehebat itu.
Karena tiga orang iblis itu memang sakti dan berilmu
tinggi, biarpun terkejut dan terdesak hebat oleh serangan Suling Emas dari atas
yang dahsyatnya bagaikan sambaran halilintar di musim hujan itu, namun mereka
bertiga dapat juga menyelamatkan diri. It-gan Kai-ong berhasil menjatuhkan diri
ke belakang sambil memutar-mutar tongkatnya melindungi dirinya, sehingga ia
berhasil memecahkan sinar bergulung-gulung yang menyambarnya dan hanya
pakaiannya saja yang sebagian besar robek oleh sambaran sinar suling lawannya.
Hek-giam-lo juga berhasil melompat ke belakang sambil berteriak nyaring dan
menangkis dengan sabitnya. Terdengar suara keras dan ujung senjatanya itu
patah, akan tetapi ia selamat tidak terluka. Hanya Siang-mou Sin-ni yang kurang
beruntung karena ketika dalam kagetnya ia menggerakkan rambutnya menangkis,
rambutnya itu terbabat sinar kuning emas dan putuslah rambutnya yang hitam
panjang sehingga tinggal sampai ke pundaknya saja! Wanita ini menjerit ngeri
dan menangis.
Akan tetapi tidak hanya sampai di situ Suling Emas
menyerang. Kini tubuhnya sudah berada di atas tanah dan tanpa membuang waktu
lagi ia melanjutkan serangannya, bertubi-tubi ia menyerang tiga orang lawannya
sambil tetap mainkan Ilmu Silat Hong-in-bun-hoat yang amat luar biasa itu.
It-gan Kai-ong dan Hek-giam-lo terdesak, mereka maklum akan kelihaian ilmu ini
maka mereka main mundur menjauhkan diri. Tidak demikian dengan Siang-mou Sin-ni
yang menjadi marah sekali karena rambut yang menjadi kebanggaan dan menjadi
senjata ampuhnya itu telah ˜berondol!. Dengan nekat wanita ini menyambut
serangan Suling Emas dengan kekerasan. Ia mainkan yang-khim di tangannya dan menyambut
pukulan dengan pukulan pula.
Betapapun juga, Siang-mou Sin-ni terpaksa mengakui
kehebatan Hong-in-bun-hoat karena belum sampai sepuluh jurus, ia sudah terdesak
dan terancam hebat. Dengan gerakan nekat tanpa mempedulikan keselamatan
dirinya, Siang-mou Sin-ni menjerit dan menghantamkan yang-khim pada saat suling
lawannya bergulung-gulung mengitari dirinya.
Suling Emas kaget sekali, tidak menyangka lawannya akan
berlaku nekat mengadu nyawa. Tiada waktu lagi untuk mengelak, maka ia
menggerakkan kipasnya yang sudah tertutup untuk menangkis.
˜Brakkkkk!! Keras sekali suara ini terdengar dan
yang-khim di tangan Siang-mou Sin-ni pecah menjadi empat potong, tetapi kipas
biru di tangan Suling juga patah menjadi dua. Detik amat berbahaya itu
dipergunakan Suling Emas dengan baiknya karena sulingnya sudah meluncur ke
depan dan tiga kali sulingnya berhasil menotok tiga jalan darah yang berbahaya
dari Siang-mou Sin-ni.
˜Aihhhh..!! Siang-mou Sin-ni menjerit, yang-khim yang
sisanya berada di tangannya ia lemparkan ke bawah, berbareng dengan kipas
Suling Emas yang juga dibuang ke bawah, kemudian tiba-tiba wanita itu tertawa nyaring
dan.. sinar merah menyambar dari mulutnya ke arah muka Suling Emas. Pendekar
sakti ini kaget sekali, maklum apa artinya sinar merah yang mengeluarkan bau
busuk memabukkan itu.
Wanita iblis itu telah mempergunakan ilmunya yang
terakhir, yaitu Tok-hiat-hoat-lek, ilmu menyemburkan darah beracun yang amat
berbahaya. Kipasnya sudah tidak ada padanya, padahal kipas itulah yang paling
tepat untuk menghadapi serangan dahsyat mengerikan ini. Terpaksa ia lalu
melempar tubuhnya ke belakang. Namun, biarpun ia tidak terkena semburan darah
beracun, hawa beracun dari darah yang mengeluarkan bau busuk melebihi mayat
busuk ini telah mempengaruhinya dan mendatangkan pusing pada kepalanya dan
pandang matanya berkunang-kunang. Ia cepat mengerahkan sin-kang dan setelah tubuhnya
terlempar ke belakang, segera ia berjungkir-balik dan melompat jauh ke kanan.
Baiknya ia seorang yang hati-hati dan gesit, karena benar
seperti yang ia khawatirkan, semburan darah itu tadi mengejarnya dan kalau saja
ia tidak cepat-cepat berjungkir-balik dan melompat tentu ia akan menjadi
korban. Kini ia melihat wanita iblis itu terhuyung-huyung dan tertawa-tawa. Hal
ini membuat Suling Emas diam-diam mengagumi Siang-mou Sin-ni. Totokannya tiga
kali tadi hebat sekali dan kesemuanya mendatangkan maut.
Seorang yang bagaimana pandai dan kuatnya tentu akan
roboh dan tewas seketika. Akan tetapi Siang-mou Sin-ni masih mampu mengeluarkan
ilmunya yarig terakhir, mampu tertawa-tawa dan hanya terhuyung-huyung. Hebat!
Wanita itu sambil tertawa memuntahkan darah yang beracun, lalu berlari-larian
seperti orang gila dan akhirnya terdengar jeritnya melengking ketika tubuhnya
terjungkal ke dalam jurang tak jauh dari situ. Agaknya ia seperti gila dan buta
oleh luka-lukanya dan lari tanpa melihat lagi sehingga terjungkal memasuki
jurang yang ratusan kaki dalamnya!
Tiba-tiba Suling Emas berteriak keras dan tubuhnya
melesat ke kanan kiri sambil memutar sulingnya. Secara serentak ia diserang
hebat oleh It-gan Kai-ong dan Hek-giam-lo. Karena pandang matanya masih
berkunang-kunang dan kepalanya masih pening, ia hanya dapat mengelak sambil
menjaga diri dengan suling. Agaknya keadaannya ini diketahui pula oleh dua
orang manusia iblis itu, yang terus mendesaknya dengan serangan-serangan kilat.
Setelah dua orang iblis ini mengeroyok berdua saja, mereka mendapat kenyataan
yang mengagumkan, yaitu bahwa ilmu silat yang mereka mainkan untuk mengeroyok
Suling Emas kini menjadi berlipat ganda ampuhnya. Ilmu silat mereka itu saling
mengisi kekosongan yang ada dan dimainkan bersama-sama dapat menjadi semacam
daya serang yang luar biasa! Insyaflah mereka akan hal ini, karena memang
sesungguhnya ilmu silat baru mereka itu adalah bagian-bagian daripada sebuah
ilmu yang kitabnya mereka ranpas dari tangan Bu Kek Siansu. It-gan Kai-ong
dalam perebutan berhasil mendapatkan kitab bagian depan sedangkan Hek-giam-lo
bagian belakang.
Suling Emas juga kaget karena terasa olehnya betapa hebat
desakan kedua orang ini. Ia berusaha menghalau hawa beracun yang mendesak di
dadanya dan ke otaknya, akan tetapi kedua orang lawannya tidak memberi
kesempatan kepadanya, terpaksa ia harus mengandalkan sulingnya untuk melindungi
tubuh sehingga suling itu berubah menjadi gulungan sinar kuning emas yang
menyelimuti dirinya, tak memungkinkan sabit dan tongkat menyentuhnya. Mereka
seakan-akan hanya mengadu tenaga dan keuletan. Akan tetapi berapa lama ia akan
dapat bertahan? Betapapin juga, dalam ilmu silat, menyerang lebih menguntungkan
daripada mempertahankan, kecuali kalau pertahanan itu dapat diubah cepat
menjadi penyerangan balasan. Dalam hal ini, Suling Emas sama sekali tidak
mendapat kesempatan untuk membalas. Hal ini adalah karena ia masih berada dalam
pengaruh hawa beracun Tok-hiat-hoat-lek dari Siang-mou Sin-ni tadi, dan ke dua
karena penggabungan ilmu silat kedua orang iblis itu benar-benar memperlipat
ganda kehebatan daya serang mereka.
It-gan Kai-ong dan Hek-giam-lo adalah tokoh-tokoh kawakan
yang sudah matang ilmunya, maka tentu saja dalam hal ilmu silat mereka
merupakan orang-orang yang banyak pengalaman dan cerdik sekali. Setelah mainkan
bagian ilmu rampasan kitab Bu Kek Siansu bersama-sama, segera mereka menarik
kesimpulan baliwa apabila kedua ilmu mereka itu digabungkan, maka akan
merupakan ilmu yang hebat sekali.
˜Kiri buka, atas tekan!! Tiba-tiba It-gan Kai-ong
berseru.
Hek-giam-lo mendengus dan berteriak. ˜Kanan tutup, bawah
dorong!!
Kiranya yang diucapkan It-gan Kai-ong adalah merupakan
sebagian daripada ilmu pukulan yang paling hebat, akan tetapi karena hanya ia
dapatkan setengahnya, maka selama ini merupakan rahasia baginya dan tak dapat
ia pergunakan. Adapun ucapan Hek-giam-lo sebagai imbangannya adalah lanjutan
daripada jurus itu, maka keduanya segera bergerak. It-gan Kai-ong lebih dulu
lari disambung oleh Hek-giam-lo. Bukan main dahsyatnya terjangan ini, sebuah
jurus rahasia yang kini dimainkan secara bersambung oleh dua orang! Begitu
otomatis gerakan mereka, ganti-berganti sehingga merupakan serangkaian serangan
yang serba sulit dihadapi.
Suling Emas kaget sekali. Hampir saja ia terkena bacokan
sabit setelah ia berhasil menghindarkan tusukan maut tongkat It-gan Kai-ong.
Akan tetapi begitu sabit itu lewat sedikit di atas pundaknya, secara aneh
sekali tongkat kakek raja pengemis sudah menyambar, ujungnya tergetar menjadi
lima dan menyerang ke arah lima bagian tubuhnya dari sebelah atas, disambung
dengan sambaran sabit bertubi-tubi dari bawah! Suling Emas sudah berusaha
menyelamatkan diri dengan memutar sulingnya, namun karena ia masih pusing dan
sulingnya hanya merupakan senjata pendek yang sukar menghadapi senjata-senjata
panjang yang menyerang dari atas dan bawah secara aneh dan bertubi-tubi, ketika
tubuhnya melompat miring, pundaknya terkena hantaman tongkat It-gan Kai-ong.
˜Brukkk!! Hantaman ini keras sekali. Batu karang juga
akan hancur terlanda pukulan ini. Suling Emas sudah mengerahkan lwee-kangnya ke
arah pundak, namun tetap saja ia terbanting dan bergulingan di atas tanah!
˜Heh-heh-heh!! It-gan Kai-ong tertawa gembira dan mukanya
beringas ketika ia mengejar dengan tongkat terangkat, siap memberi tusukan
terakhir.
˜Mampus kau!! Hek-giam-lo mendengus dan berlumba dengan
kakek pengemis itu untuk berusaha mendahuluinya membacokkan sabitnya ke arah
tubuh Suling Emas yang bergulingan dan kelihatannya tak berdaya lagi itu.
Hampir berbareng, tongkat dan sabit itu menyambar ke arah tubuh Suling Emas.
Tiba-tiba terdengar suara melengking tinggi yang
getarannya seakan-akan mencopot jantung It-gan Kai-ong dan Hek-giam-lo. Suara
ini adalah suara yang ditiup Suling Emas dalam keadaan bahaya itu. Sejenak
Hek-giam-lo dan It-gan Kai-ong tertegun dan gerakan mereka terhenti beberapa
detik. Namun beberapa detik ini cukuplah bagi pendekar sakti seperti Suling
Emas yang sudah melompat bangun dan menggerakkan sulingnya.
˜Trang-trang.. duk.. duk..!! Tubuh It-gan Kai-ong dan
Hek-giam-lo terlempar dan melayang bagaikan layang-layang putus talinya,
sedangkan sabit dan tongkat mereka patah-patah! Kemudian robohlah dua orang
iblis sakti itu, mengeluh dan dari mulut mereka muntah darah segar. Mereka
telah terluka hebat.
Akan tetapi di lain pihak, Suling Emas berdiri dengan
terhuyung-huyung. Ia berusaha mengusir kepeningan kepalanya akibat hawa beracun
Siang-mou Sin-ni tadi, karena luka di pundaknya akibat gebukan tongkat It-gan
Kai-ong tidaklah amat parah baginya kalau dibandingkan dengan hawa beracun itu.
˜Huah-hah-hah, anjing muda boleh juga!!
˜Semua sudah roboh, tinggal dia yang harus roboh!!
Sambung suara ke dua dan muncullah kakek putih dan kakek merah. Keduanya
menggerakkan tangan, kakek merah dari depan Suling Emas sedangkan kakek putih
dari belakangnya karena munculnya kedua orang kakek itu berpencar. Suling Emas
yang sudah berkurang tenaganya karena pusing, juga karena luka di pundaknya,
cepat miringkan tubuh dan mementangkan kedua lengannya, didorong ke arah kanan
kiri untuk menghadapi serangan dua orang kakek itu. Ia kaget sekali ketika
menerima dorongan tenaga sakti yang berlawanan, dari kanan tenaga kakek merah
panas seperti api, sedangkan dari kiri tenaga kakek putih dingin seperti salju!
Inilah hebat, pikirnya.
Tak mungkin ia mengerahkan dua macam tenaga untuk
menghadapi serangan maut ini, akan tetapi Suling Emas bukanlah seorang sakti
yang sudah kenyang akan gemblengan hebat kalau ia menjadi panik atau gentar. Ia
mengerahkan seluruh tenaganya, semua hawa murni ia kerahkan untuk menahan
gelombang serangan itu, sepasang matanya meram, dari balik kain kepalanya
mengepul uap putih. Gelombang tenaga makin dahsyat dari kanan kiri, tubuh
Suling Emas sudah gemetar, hampir tak kuat lagi.
˜Orang-orang tak tahu malu, pengecut! Mengeroyok kakakku
yang sudah terluka!! Tiba-tiba seorang pemuda meloncat ke depan. Dia ini bukan
lain adalah Bu Sin! Pemuda ini mencabut pedangnya. Sesosok bayangan lain
berkelebat dan cepat menarik tangannya.
˜Bu Sin, jangan..! Tiarap..!! Dengan sentakan keras bayangan
yang ternyata adalah seorang nikouw (pendeta wanita Buddha) ini berhasil
membuat Bu Sin roboh terguling. Akan tetapi ia berhasil menyelamatkan Bu Sin
saja karena sekali kakek merah mengibaskan tangan kirinya ke arahnya, nikouw
yang bukan lain adalah Kui Lan Nikouw, bibi guru Bu Sin ini, roboh terguling
sambil mengeluh.
Pada saat itu, Hek-giam-lo dan It-gan Kai-ong sudah
merangkak bangun. Terdengar It-gan Kai-ong terkekeh biarpun napasnya
terengah-engah dan mulutnya mengeluarkan darah, sedangkan Hek-giam-lo mendengus
aneh, juga napasnya terengah-engah. Kedua orang kakek ini lalu dengan langkah
terhuyung-huyung menghampiri Suling Emas yang berdiri dengan kedua lengan
terpentang kaku, tangan mereka memegang sisa senjata yang sudah patah lebih
setengahnya. Jelas bahwa mereka hendak menurunkan tangan maut terhadap Suling
Emas yang sama sekali sudah tidak berdaya itu. Mereka ini sudah terluka berat
di sebelah dalam tubuhnya akibat totokan suling, akan tetapi nafsu mereka masih
besar untuk membunuh Suling Emas yang sudah berada dalam keadaan ˜terjepit!
antara dua tenaga raksasa yang amat dahsyat. Biarpun keadaan dua orang iblis
itu sudah terluka dan lemah namun karena mereka adalah orang-orang sakti, tentu
saja tanpa perlawanan Suling Emas, sekali pukul dengan senjata-senjata sepotong
itu sudah akan cukup untuk membunuh perdekar ini. Mereka kini sudah berada
dekat sekali dan sabit serta tongkat sudah diangkat, siap untuk dipukulkan.
˜Plakk!! Dua sosok bayangan manusia berkelebat cepat,
sebatang pedang bersinar kuning menangkis sabit membuat sabit itu kini
terpotong tinggal gagangnya sdja, sedangkan sebuah tengan yang kecil halus
menangkis tongkat sehingga tongkat itu terpental. Kiranya yang muncul adalah
dua orang gadis, Lin Lin dan Sian Eng yang muncul di saat yang bersamaan dari
dua jurusan!
Hek-giam-lo dan It-gan Kai-ong terkejut dan terhuyung
mundur. Lin Lin sambil berseru keras mengayun pedangnya menyerang Hek-giam-lo.
Iblis hitam ini tentu saja tidak takut menghadapi Lin Lin, akan tetapi oleh
karena ia telah terluka hebat dan senjatanya yang ampuh sudah musnah, ditambah
lagi karena dalam tangkisan tadi ia mendapat bukti bahwa Lin Lin telah memiliki
ilmu dan tenaga mujijat, Hek-giam-lo mendengus marah lalu melompat jauh,
menghilang di tempat gelap. Juga It-gan Kai-ong yang sudah terluka parah ketika
menerima tangkisan lengan Sian Eng, kaget setengah mati karena tangannya terasa
panas dan gatal-gatal. Ia maklum bahwa keadaannya yang sudah terluka itu tidak
menguntungkan dirinya, maka ia pun lalu melompat dan lenyap di tempat gelap.
Lin Lin dan Sian Eng saling pandang gembira.
˜Enci Sian Eng..!! serunya gembira. Akan tetapi Sian Eng
tidak menjawab dan Lin Lin melihat betapa wajah encinya yang tersinar cahaya
bulan itu aneh sekali. Sian Eng seakan-akan tidak mempedulikannya, malah kini
Sian Eng dengan tangan kosong menerjang kakek putih yang berjuluk Pek-kek
Sian-ong, dari mulutnya terdengar lengking yang amat aneh, yang membuat bulu
tengkuk Lin Lin serasa berdiri karena ia teringat akan lengking yang keluar dari
si mayat hidup Cui-beng-kwi! Akan tetapi ia pun segera sadar bahwa Suling Emas
terancam bahaya, maka dengan pedang terhunus ia lari menghampiri Lam-ek
Sian-ong kakek muka merah, lalu menerjang dengan ilmu pedangnya berdasarkan
ilmu silat yang ia pelajari dari dalam tongkat pusaka Beng-kauw!
Melihat dua orang gadis yang gerakan-gerakannya ganas
sekali menerjang, baik Lam-kek Sian-ong maupun Pak-kek Sian-ong terkejut sekali
dan sama sekali mereka tidak menduga-duga terjadinya hal ini. Tadi, melihat
betapa dua orang gadis muda remaja itu sekali tangkis dapat membuat It-gan
Kai-ong dan Hek-giam-lo yang sudah mereka saksikan kelihaiannya lari
tunggang-langgang saja sudah membuat mereka terheran-heran. Maka mereka
berbareng lalu mengerahkan tenaga mendesak Suling Emas. Karena memang sudah
payah keadaannya, di!jepit! seperti itu Suling Emas tak dapat menahan lagi, ia
mengeluh panjang dan roboh terguling, dalam keadaan pingsan dan mukanya pucat
sekali seperti sudah mati!
Sian Eng dan Lin Lin memuncak kemarahannya. Lin Lin
memutar pedangnya dan menyerang kalang-kabut sambil memaki-maki, ˜Kakek tua
bangka mau mampus! Kau berani mencelakai dia? Kucukur jenggotmu kutabas
hidungmu kupenggal lehermu!! Ia memaki-maki sambil menyerang. Serangannya hebat
bukan main karena dalam keadaan marah itu ia mengeluarkan jurus-jurus paling
hebat dari ilmu silat barunya yang sudah ia latih lagi atas petunjuk Gan-lopek.
Adapun Sian Eng yang juga menyaksikan keadaan Suling Emas, kini memaki-maki dan
melengking-lengking secara aneh, namun gerakan-gerakan kedua tangannya ketika
menerjang kakek muka putih dahsyat bukan main, mengeluarkan angin yang
mengeluarkan bunyi bersuitan. Lin Lin dan Sian Eng yang marah melihat Suling
Emas roboh dan menyerang kedua orang kakek itu, tidak melihat betapa sesosok
bayangan berkelebat cepat sekali, menyambar tubuh Suling Emas dan dibawa lari
dengan kecepatan seperti terbang.
˜Eh, siapa kau dan hendak kau bawa ke mana kakakku?
Berhenti!! Bu Sin yang tadinya bingung berlutut di dekat tubuh bibi gurunya
yang terluka, kini meloncat ketika melihat seorang wanita cantik baju hijau
melarikan Suling Emas yang masih pingsan.
˜Bodoh! Kubawa dia ke pondok Kim-sim Yok-ong agar
diobati!! wanita itu membentak
Bu Sin sambil terus lari. Bu Sin yang mengejarnya
sebentar saja kehilangan bayangan wanita itu yang bukan lain adalah Tan Lian,
gadis yang memiliki gin-kang luar biasa itu dan yang tentu saja tak dapat
dikejar oleh Bu Sin. Karena mengkhawatirkan keadaan bibi gurunya dan kedua
orang adiknya, apalagi karena mendengar bahwa wanita tadi hendak mengobatkan Suling
Emas, terpaksa Bu Sin kembali ke tempat pertandingan.
Memang harus diakui bahwa di luar kesadaran, bahkan
diluar kehendak mereka atau tidak disengaja, baik Lin Lin maupun Sian Eng telah
mewarisi ilmu-ilmu yang hebat luar biasa, yang secara mujijat telah
mendatangkan tenaga sin-kang yang amat kuat, namun ilmu itu baru saja mereka
dapatkan dan belum mereka latih masak-masak. Kini mereka menghadapi tokoh-tokoh
seperti dua orang kakek sakti yang aneh itu, sudah tentu saja bukan lawan
mereka. Tadi pun ketika menghadapi Hek-giam-lo dan It-gan Kai-ong, mereka dapat
dan kuat menangkis hanya karena kedua orang iblis itu sudah menderita luka dan
kehabisan tenaga. Kalau dua orang iblis itu dalam keadaan sehat dan segar,
tentu saja Lin Lin dan Sian Eng tentu takkan mampu menandingi mereka.
Sepasang kakek yang aneh itu, Pak-kek Sian-ong dan
Lam-kek Sian-ong, juga hanya sebentar saja merasa heran dan kaget, akan tetapi
setelah menghadapi Lin Lin dan Sian Eng, maklumlah orang-orang sakti ini bahwa
dua orang gadis itu sungguhpun mewarisi ilmu mujijat, namun ternyata masih
˜mentah!. Segera terdengar mereka tertawa-tawa dan begitu kedua orang kakek ini
menggerakkan kedua tangan mereka, tubuh Lin Lin dan Sian Eng ˜tersedot! dan
˜hanyut! dalam arus hawa pukulan yang berputaran seperti angin puyuh! Lin Lin
dan Sian Eng berusaha mempertahankan diri, namun sia-sia, mereka terputar-putar
seperti kitiran angin oleh dua orang kakek sakti.
Bu Sin bingung sekali. Bibi gurunya masih pingsan dengan
muka pucat. Melihat kedua orang adiknya terputar-putar seperti itu, hatinya
ingin menolong, akan tetapi ia pun maklum bahwa tenaga dan kepandaiannya jauh
dari yang diharapkan untuk bisa menolong adik-adiknya. Betapapun juga, pemuda
ini sudah siap menerjang kedua orang kakek itu. Dengan gerakan nekat, ia
meloncat dan membentak.
˜Dua orang kakek siluman lepaskan adik-adikku!! Akan
tetapi begitu meloncat, segera ia terbanting roboh ke belakang dekat bibi
gurunya, terdorong oleh sebuah tenaga ajaib yang datang tiba-tiba. Tahu-tahu di
situ sudah berdiri seorang kakek lain, kakek tua yang berjenggot panjang, yang
berdiri tersenyum memandang kepadanya, akan tetapi yang cukup membuat Bu Sin
terhenyak kaget ketika mengenal kakek itu sebagai kakek sakti yang pernah
menolongnya dan melatihnya di bawah pancuran air.
˜Mereka bukan lawanmu,! terdengar kakek itu berkata
lirih.
˜Locianpwe, tolonglah adik-adikku..!
Akan tetapi kakek itu yang bukan lain adalah Bu Kek
Siansu, sudah melangkah maju dan berkata, suaranya lirih namun suara ini
menembus seluruh udara, mendatangkan gema yang nyaring berpengaruh.
˜Sayang.. puluhan tahun bertapa ternyata tak mampu
mengendalikan nafsu!! Ia mengangkat kedua lengannya, digerakkan perlahan ke
depan dan.. dua orang gadis itu seakan-akan tertarik dan bebas daripada pusaran
hawa pukulan kedua kakek, terhuyung-huyung dan roboh dengan kepala pening namun
tidak menderita sedikit pun juga.
Si kakek merah dan si kakek putih terdesak mundur oleh
hawa halus yang keluar dari gerakan tangan Bu Kek Siansu, sehingga kuda-kuda
mereka terbongkar. Mereka kaget sekali, memandang Bu Kek Siansu dengan
penasaran.
˜Siapa kau?! hardik Lam-kek Sian-ong si muka merah.
˜Berani kau menentang kami?! Pak-kek Sian-ong juga
membentak.
˜Tenanglah..! Bu Kek Siansu berbisik lirih lalu menarik
napas panjang dan balas memandang dengan wajah berseri dan mulut tersenyum.
˜Pak-kek Sian-ong, siapa adanya aku bukanlah soal yang perlu diributkan, karena
aku tiada bedanya dengan kalian berdua atau orang lain. Aku manusia biasa,
tiada bedanya dengan kalian. Hanya sayang kalian...!
˜Kau mengenal nama kami?! seru Pak-kek Sian-ong
terheran-heran, karena puluhan tahun mereka berdua merupakan tokoh tersembunyi
dan tak seorang pun tokoh kang-ouw, apalagi yang baru-baru mengenal mereka.
˜Kau siapa?! bentak Lam-kek Sian-ong. ˜Kau yang berani
menentang kami, apakah kau begitu pengecut untuk menyembunyikan nama?!
Bu Kek Siansu tersenyum, ˜Aku sama sekali tidak menentang
kalian.!
˜Kau bilang tidak menentang akan tetapi kau turun tangan
terhadap kami dan menolong dua orang bocah itu!!
˜Aku memang turun tangan.! jawab kakek sakti itu dengan
penuh kesabaran, ˜akan tetapi sama sekali dasarnya bukan untuk menentang
kalian!!
˜Lalu, apa dasarnya?!
˜Pertama, karena aku sayang kepada kalian, sayang akan
jerih payah kalian bertapa sampai puluhan tahun dan kini tak dapat
mengendalikan nafsu hendak membunuh dua orang anak perempuan ini. Ke dua, aku
merasa sayang, kalau bocah-bocah yang masih muda remaja, yang atas kehendak
Thian telah mewarisi ilmu-ilmu tinggi, yang masih akan melanjutkan riwayat
hidupnya dan meramaikan dunia ini dengan perbuatan-perbuatan mereka, kalian
habiskan riwayatnya sampai di sini saja. Pula, memang agaknya sudah menjadi
kehendak Thian bahwa dua orang anak ini tidak semestinya tewas pada saat ini,
maka kebetulan sekali aku lewat..!
˜Manusia sombong!! bentak si muka merah.
˜Betulkah mereka takkan tewas setelah kau datang? Heh,
manusia besar mulut, kalau sekarang kami turun tangan membunuh mereka, kau mau
bisa berbuat apa?!
Bu Kek Siansu menggeleng-geleng kepala dan menarik napas
panjang, akan tetapi wajahnya tetap tenang, sabar, dan ramah. ˜Penentuan mati
hidup berada sepenuhnya di tangan Yang Menghidupkan! Hanya manusia yang buta
hati saja yang tidak melihat kenyataan mutlak ini. Membunuh? Terbunuh? Tak
seorang pun mampu menentukan hal-hal rahasia ini. Kalau Tuhan menghendaki
seseorang meninggalkan raganya, biarpun seribu dewa takkan mampu menunda atau
membatalkannya. Sebaliknya kalau Tuhan menghendaki seseorang tetap hidup di
dunia, biarpun seribu setan takkan mampu menewaskan orang itu. Hanya
orang-orang sesat saja yang mengira bahwa dia, dengan kekuasaannya, dengan
kekuatannya, dapat menentukan mati hidup orang lain, berlawanan dengan kehendak
Tuhan, karena dengan perkiraannya itu, berarti dia hendak menentang kekuasaan
Tuhan!!
˜Tua bangka besar mulut! Apakah kau anggap kami ini
anak-anak kecil dan kau seorang pendeta yang hendak memberi wejangan tentang
kebatinan? Huh, lamunan kosong belaka semua kata-katamu itu. Yang Maha Kuasa,
Thian, hanya menuruti kehendak yang menang, yang berkuasa dan kuat. Mau bukti?
Sekarang juga kami sanggup membunuh dua orang gadis itu, juga kau sendiri!!
bentak si muka merah yang agaknya lebih berangasan daripada si muka putih yang
mendengarkan dan mengangguk-angguk membenarkan.
˜Sabar.. sabarlah..! Kakek itu bersabda, lirih seperti
orang berbisik. Kemudian ia memandang tajam dan dengan wajah masih berseri ia
berkata lagi.