Maka, begitu mencium bau harum minyak wangi yang
menandakan bahwa di situ ada wanitanya, mereka mengerutkan kening. Bukan hanya
karena mereka segan berurusan dengan wanita, melainkan juga mereka terkejut
menghadapi kenyataan ini. Kalau di situ ada orangnya, apalagi wanita, hal ini
berarti bahwa wanita atau siapa adanya orang yang memakai wangi-wangian itu
tentu memiliki ilmu kepandaian yang hebat! Sedemikian halus dan ringan tentu
gerakan-gerakannya sehingga kelelawar dan burung gagak yang berada di kuil itu
sampai tidak tahu dan tidak menjadi kaget.
‘Sahabat-sahabat Hoa-san-pai, silakan keluar. Kami dua
orang utusan Siauw-lim-pai ingin bertemu dan bicara!! Liok Si Bhok berseru
sambil mengerahkan khikangnya sehingga suaranya bergema diseluruh kuil, bahkan
menggetarkan sarang laba-laba yang banyak terdapat di sudut-sudut ruangan itu.
Mereka berdiri ditengah-tengah sebuah ruangan lebar
dimana terdapat empat buah pintu, menjurus ke empat penjuru. Daun-daun pintunya
tertutup, hanya sebuah yang menuju keluar terbuka karena mereka yang membukanya
tadi ketika masuk dari luar. Hati mereka makin yakin bahwa kuil ini ada
penghuninya ketika melihat bahwa berbeda dengan ruangan-ruangan lain dibagian
depan, ruangan yang paling lebar dan berada di bagian belakang kuil ini
lantainya bersih seolaholah sering disapu Gema suara Liok Si Bhok mengaung menyeramkan,
kemudian sunyi kembali.
Selagi dua orang tokoh Siauw-lim-pai jtu meragu apakah
benar-benar ada penghuninya kuil itu, terdengar suara tertawa merdu, suara
ketawa wanita yang halus dan bernada genit, seperti suara ketawa kuntilanak
yang menyeramkan. Biarpun dua orang tokoh Siauw-lim-pai itu merupakan
pendekar-pendekar yang gagah perkasa dan tidak pernah mengenal takut, namun
suasana di kuil itu dan suara ketawa ini membuat bulu tengkuk mereka meremang.
Namun mereka dapa segera menindas perasaan ngeri ini dan Liong Ki Tek lalu
membentak.
‘Manusia atau siluman, kami orang keenam dan ke tujuh
dari Siauw-lim Chit-kiam tidak merasa takut!!
‘Hi-hi-hi-hik, Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek mengantar
kematiannya, masih bermulut besar!!
Perlahan-lahan tiga buah daun pintu terbuka dari luar dan
masuklah tiga orang dari tiga buah pintu itu. Dari pintu belakang masuk seorang
wanita yang usianya tentu sudah empat puluh tahun lebih, akan tetapi masih
kelihatan cantik sekali, berpakaian mewah dan bersikap genit, terutama sekali
matanya yang penuh dengan sinar nafsu berahi.
Akan tetapi yang. amat mengerikan adalah kedua buah
tangannya. Tangan yang kecil berjari runcing halus bagus sekali, hanya warnanya
merah seolah-olah kedua tangan itu berlumur darah!
Dari pintu kiri muncul seorang kakek yang bertubuh tinggi
besar bermuka hitam seperti dipulas arang, usianya mendekati enam puluh tahun
namun masih jelas tampak bahwa dia kuat sekali dan bertenaga besar. Kesombongan
bersinar dari sepasang matanya yang bulat dan lebar. Adapun dari pintu kanan
muncul seorang kakek yang usianya sebaya akan tetapi dalam segala hal merupakan
lawan merupakan lawan kakek muka hitam karena kakek ini tubuhnya pendek kecil
mukanya putih seperti dibedaki, keliahatannya lemah tak bertenaga dan pandang
matanya seperti orang mengatuk, matanya sipit.
Liok Si Bhok dan Liok Ki Tek adalah orang-orang yang
sudah banyak pengalaman di dunia kang-ouw, bahkan sudah mengenal tokoh-tokoh
besar. Maka begitu melihat tiga, orang ini, jantung mereka berdebar keras
karena mereka mengenal mereka itu sebagai tokoh-tokoh sakti dari golongan
sesat!
Wanita cantik genit itu bukan lain adalah Ma Su Nio yang
terkenal dengan julukan Hiat-ciang Sian-Ii (Dewi Bertangan Darah), seorang
tokoh sakti yang cabul genit dan kejamnya seperti iblis betina! Adapun kakek
bermuka hitam yang tinggi besar itu adalah Hek-giam-ong (Raja Maut Hitam),
sedangkan kakek bermuka putih adalah Pek-giam-ong (Raja Maut Putih). Mereka
berdua adalah kakak beradik.dan terkenaldengan sebutan Hek-pek Giam-ong yang
selalu muncul berdua dan setiap kali turun tangan tentu berdua sehingga
merupakan lawan yang amat tangguh. Tiga orang ini adalah murid-murid dan juga
pembantu-pembantu Kang-thouw-kwi Gak Liat Si Setan Botak, seorang di antara
datuk-datuk golongan hitam atau kaum sesat!
Akan tetapi, dari tiga orang yang muncul ini tidak ada
tercium bau harum tadi. Memang Hiat-ciang Sian-li Ma Su Nio ada juga membawa
bau wangi, akan tetapi berbeda dengan keharuman tadi, bahkan di antara bau
wangi, yang datang dari tubuh Dewi Tangan Darah ini tercium bau amis darah!
Adapun Hek-pek Giam-ong sama sekali tidak membawa bau harum, kalau ada membawa
bau, paling-paling juga bau apek karena pakaian berkeringat yang tak pernah
dicuci.
Setelah kini semua pintu yang menembus ruangan itu
terbuka, bau harum itu makin keras dan ternyata datangnya dari atas. Liok Si
Bhok dan Liong Ki Tek cepat memandang ke atas dan..jauh di atas balok melintang
tampak duduk dua orang muda, seorang gadis cantik dan yang seorang lagi pemuda
yang tampan. Gadis itu cantik sekali, tubuhnya ramping padat hidungnya mancung
dagunya runcing dan sepasang mataya seperti mata burung hong jantan.
Rambutnya yang hitam panjang itu hanya diikat dengan
sutera di belakang tengkuk, dibiarkan melambai ke punggung. Kepalanya ditutup
atau lebih pantas dihias sebuah topi buIu putih yang kecil, dengan sebatang
buIu burung menjadi penghias.Kedua telinganya digantungi sepasang anting-anting
emas dan kedua lengannya bergelang emas pula. Gadis yang usianya sukar
ditaksir, kurang lebih dua puluhtahun ini, tersenyum-senyum dan agaknya bau
wangi yang sedap harum itu keluar dari tubuh dan pakaiannya.
Di sebelah kirinya duduk pula di atas balok itu, seperti
si gadis, dengan kedua kaki ongkang-ongkang, seorang pemuda tampan dan gagah,
Usianya sebaya dengan gadis itu. Pemuda ini tubuhnya tinggi tegap wajahnya
ganteng dan pakaiannya amat indah, dari sutera disulam menyaingi keindahan
pakaian gadis itu.
Wajahnya yang tampan itu terawat baik, berklulit putih
halus dan rambut nya pun tersisir rapi dan halus kelimis. Sayang bahwa wajah
yang tampan itu memiliki hidung yang agak besar terlalu besar dan melengkung,
dengan sepasang mata yang mengandung sinar tajam, bengis dan kejam.
Dua orang tokoh Siauw-lim-pai itu terkejut bukan main.
Mereka tidak mengenal dua orang muda itu, akan tetapi kenyataan bahwa mereka
itu dapat berada di situ sejak tadi tanpa mereka ketahui bahkan tanpa diketahui
kelelawar dan burung yang hanya terbang setelah mereka berdua datang,
membuktikan bahwa dua orang muda itu bukanlah orang sembarangan. Akan tetapi
karena tidak tahu siapa adanya kedua orang muda itu, dan tidak tahu pula apa
hubungannya mereka dengan tiga orang murid Kang-thouw-kwi ini, dua orang tokoh
Siauw-lim-pai itu hanya menggunakan seluruh perhatian untuk menghadapi Hek-pek
Giam-ong dan Hiat-ciang Sian-Ii.
‘ Hemmm, kirananya Hiat-cian Sian-Ii dan Hek-pek
Giam-ong yang berada didalam kuil ini. Sungguh tidak kami sangka. Akan tetapi
karena ternyata Sam wi yang berada di sini, kiranya Sam-wi dapat memberi
keterangan kepada kami tentang tiga orang anak murid Siauw-lim-pai yang terluka
parah ..!
Tiga orang murid Setan Botak itu kelihatan terkejut clan
mereka memandang ke atas dengan sikap tenang.
‘ Kongcu (Tuan Muda), bagaimana mereka ini bisa
tahu...?! kata Hiat-ciang Sian-lie
‘Hemmm, agaknya Suheng bekerja kurang sempurna sehingga
di antara mereka ada yang belum mampus dan membuka rahasia..! pemuda tampan itu
mencela.
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek adalah tokoh-tokoh yang
sudah banyak pengalaman. Begitu mendengar percakapan ini, mengertilah mereka
akan duduk perkara. Kiranya murid-murid Setan Botak yang memang menjadi kaki
tangan pemerintah penjajah Mancu yang telah membunuh tiga orang murid
Siauw-lim-pai dan agaknya mereka itu menyamar sebagai orang-orang Hoa-san-pai
untuk menjalankan siasat adu domba antara Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai!
Hanya mereka merasa heran mendengar betapa pemuda itu
menyebut suheng kepada murid-murid Setan Botak yang menjadi tanda bahwa pemuda
itu murid Setan Botak pula, akan tetapi mengapa Hek-pek Giam-ong dan juga
Hiat-ciang Sian-Ii menyebutnya kongcu? Siapakah pemuda itu yang melihat
sikapnya dan mendengar ucapannya seolah-olah yang menjadi pemimpin di antara mereka?
‘Bagus sekali!! Liong Ki Tek sudah membentak marah,
‘Kiranya kalian ini orang-orang sesat yang membunuh anak murid kami kemudian
menyamar sebagai orang Hoa-san-pai untuk mengadu domba!! Sambil membentak
demikian, Liong Ki Tek sudah mencabut pedangnya, berbareng dengan suhengnya.
Tiba-tiba terdengar suara merdu dan halus, akan tetapi
lidahnya asing sehing ga bahasa yang diucapkannya terdengar lucu,
‘Lebih baik lagi begini! Sudah kukatan bahwa memancing
ikan besar harus menggunakan umpan besar pula! Tiga orang itu hanya merupakan
ikan teri, kurang besar untuk dijadikan umpan. Kalau kita menggunakan yang
besar ini sebagai umpan, pasti berhasil. Siauw-lim-pai sukar dipancing, hendak
kulihat nanti kalau mereka melihat mayat dua orang ini. Ouwyang-twako, jangan
khawatir, rencana kita sekali ini pasti berhasil. Eh, kalian bertiga tidak
lekas turun tangan, hendak menunggu apa lagi?!
Berbareng dengan teriakan-teriakan mereka, tiga orang
murid Setan Botak itu maju menyerbu. Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek memutar
pedang melindungi diri, dan di dalam hati mereka timbul pertanyaan-pertanyaan
yang membuat mereka menjadi heran terhadap gadis itu. Jelas bagi mereka bahwa
gadis itu adalah seorang gadis Mancu yang agaknya malah lebih berpengaruh dari
pada si pemuda she Ouwyang itu, terbukti dari ucapannya yang nadanya seperti
orang bicara kepada bawahannya!
Akan tetapi, dua orang tokoh Siauw-lim-pai ini tidak
dapat memecah perhatian mereka karena tiga orang lawan mereka sudah mengirim
pukulan-pukulan maut yang amat berbahaya. Mereka itu adalah murid-murid pilihan
dari Kang-thouw-kwi Gak Liat. yang terkenal sebagai seorang ahli Yang-kang.
Tidak mengherankan apabila kedua orang kakek Hek-pek
Giam-ong itu amat lihai, karena keduanya mempunyai ilmu pukulan berdasarkan
Yang-kang disebut Toat-beng Hwi-ciang (Tangan Api Pencabut Nyawa) dan setiap
kali mereka mengirim pukulan, tangan mereka didahului menyambarnya hawa yang
amat panas melebihi panasnya api!
Mereka berdua inilah yang telah membunuh tiga orang anak
murid Siauw-lim-pai dan karena mereka itu hendak menimbulkan kesan seolah-olah
orang-orang Hoa-san-pai yang biasa menggunakan pedang, mereka tidak menggunakan
pukuIan Toat-beng Hwi-ciang mereka ketika membunuh tiga orang anak murid
Siauw-lim-pai itu, melainkan dengan sebatang pedang.
Akan tetapi, lebih hebat lagi daripada dua orang Raja
Maut itu adalah serangan yang keluar dari sepasang tangan merah Ma Su Nio. Hawa
pukulan wanita. Ini juga mengandung panas yang hebat, namun di samping hawa
panas ini juga membawa bau amis dan mengeluarkan suara bercicitan sangat tinggi
menggetarkan jantung. Sesuai dengan julukannya, kedua tangan wanita ini
memiliki pukulan-pukulan beracun yang amat hebat karena yang teracun oleh
pukulan ini adalah darah lawan yang langsung akan membunuh lawan dari dalam!
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek maklum akan kelihaian tiga
orang lawan mereka. Biarpun lawan mereka itu bertangan kosong, namun
sesungguhnya gerak pukulan mereka lebih berbahaya dari pada datangnya luncuran
anak panah beracun. Mereka memutar pedang melindungi tubuh, namun karena terus
menerus diserang secara bertubi tubi, pedang mereka itu hanya dapat
dipergunakan untuk pertahanan, sama sekali mereka tidak mendapat kesempatan
untuk menggerakkan pedang membalas. Karena ini, mereka segera mengeluarkan
suara keras dan itulah suara sebagai tanda bagi Siauw-lim Chit-kiam untuk
mengeluarkan ilmu yang mereka andalkan, ilmu pedang yang amat ampuh yang khusus
diajarkan oleh ketua Siauw-lim-pai kepada tujuh orang tokoh Siauw-lim itu,
yaitu Chit-seng-sin-kiam (Pedang Sakti Tujuh Bihtang).
Begitu kedua orang ini mainkan Chit-seng-sin-kiam dengan
pedang .mereka, tiga orang lawan mereka berseru kaget dan meloncat mundur.
Ilmu pedang Chit-seng-sin-kiam ini memang hebat luar
biasa, diciptakan oleh ketua Siauw-lim-pai dengan bantuan suhunya yang masih
hidup dan sudah berusia tua sekali. Bukan sembarangan ilmu pedang, melainkan
ilmu pedang yang digerakkan dengan sinkang yang kuat sehingga sinar pedangnya
menjadi bergulung-gulung panjang dan dapat melukai lawan dari jarak jauh.
Apalagi kalau dimainkan oleh ketujuh orang Siauw-lim
Chit-kiam, keampuhannya menggila sehingga pernah Siauw-lim Chit-kiam ini dapat
menandingi Setan Botak yang terkenaI sebagai seorang di antara datuk-datuk
hitam yang sakti. Sungguhpun akhirnya Siauw-lim Chit-kiam terdesak, namun
tidaklah mudah bagi datuk hitam itu untuk mencapai kemenangan.
Kini, dimainkan oleh orang ke enam dan ketujuh dari tujuh
pendekar pedang Siauw-lim itu, sudah cukup hebat sehingga membuat ketiga orang
murid Setan Botak terdesak mundur, gentar menghadapi sinar pedang yang
berkilauan dan mengandung hawa yang dingin namun berbahaya itu.
Dua gulungan sinar pedang itu kini bersatu, merupakan
sinar kilat yang membentuk lingkaran-lingkaran aneh mengurung dan menindih tiga
orang tokoh hitam yang terpaksa harus meloncat kesana kemari untuk
menghindarkan diri dari sinar pedang yang berbahaya itu.
‘Rebahlah!!! Bentakan ini keluar secara berbareng dari
mulut Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek dan sinar pedang mereka tiba-tiba berpisah,
terpecah dua dan secepat kilat membabat tangan Hek-giam-ong dan Pek-giam-ong
yang melakukan pukulan mendorong. Kedua orang kakek ini terkejut sekali, cepat
menarik kembali tangan mereka, akan tetapi sinar pedang itu dari kanan kiri
meluncur kearah dada mereka!
‘Aihhhhh...!! Hek-giam-ong terpaksa mengerahkan tenaga
di tangan kanannya, menangkis sinar itu sambil mengerahkan Toat-beng Hwi-ciang.
la berhasil menangkis pedang itu, akan tetapi lengannya-tergores ujung pedang
dan terluka sehingga mengeluarkan darah.
Pek-giam-ong yang tenaganya tidak sehebat Hek-giam-ong,
tidak berani menangkis melainkan cepat membuang diri ke belakang, akan tetapi
pundaknya tetap saja kena dlserempet pedang sehingga terluka.
‘Hiaaaaattt....!!! Ma Su Nio menggunakan kesempatan itu
memukul dengan kedua tangannya yang merah ke arah lambung kedua orang tokoh
Siauw-lim-pai itu, akan tetapi dengan gerakan otomatis kedua orang pendekar
pedang itu menyabetkan pedang mereka ke belakan sambil memutar tubuh.
‘Ayaaaaa.....!! Hiat-ciang Sian-Ii Ma Su Nio menjerit
dan cepat ia menarik kembali kedua lengannya yang berbalik menjadi terancam. la
dapat menyelamat kan kedua lengannya, akan tetapi tubuhnya terhuyung ke
belakang dan saat itu dipergunakan oleh Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek untuk
menerjang maju, mengirim tusukan maut ke arah tubuh wanita iblis yang amat
lihai itu.
‘Tranggg...! Tranggggg....!!!
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek terkejut, sekali karena
pedang mereka ter-pental dan hampir terlepas dari tangan mereka. Terutama
sekali Liok Si Bhok yang merasa betapa pedangnya tergetar sehingga setelah
tertangkis masih tergetar mengeluarkan suara mengaung, tanda betapa
penangkisnya memiliki sinkang yang hebat sekali. Lebih kaget dan heran dia
ketika melihat bahwa yang menangkis pedangnya itu hanyalah sebatang payung di
tangan gadis Mancu yang tadi duduk di atas tiang balok melintang.
Adapun yang menangkis pedang Liong Ki Tek adalah sebatang
pedang bersinar kuning di tangan pemuda tampan tadi. .Kedua orang tokoh
Siauw-lim-pai itu maklum bahwa mereka terancam bahaya. Dua orang muda itu
ternyata memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, sedangkan tiga orang murid
Kang-thouw-kwi Gak Liat hanya terluka kecil saja. Bahkan Hiat-ciang Sian-Ii Ma
Su Nio hanya mengalami kekagetan saja, belum terluka. Kalau mereka itu mau pula
membantu tentu mereka berdua akan terancam bahaya maut.
Akan tetapi, sebagai pendekar-pendekar besar, mereka
tidak menjadi gentar, bahkan saling berdekatan,berdampingan sambil menyilangkan
pedang mereka di depan dada. Liok Si Bhok dengan sikap dan suara tenang
bertanya.
‘Siapakah kalian orang-orang muda?!
Gadis Mancu yang cantik itu tersenyum, pandang matanya
melebihi tajamnya pedang diangan pemuda itu dan lebih runcing daripada ujung
payung ditangannya, namun senyumnya amat manis, membuka sepasang bibir yang
indah bentuknya, memperlihatkan kemerahan rongga mulut di. balik deretan gigi
seperti mutiara.
‘Memang amat tidak enak mati dalam penasaran. Kalian
berdua orang Siauw-lim-pai yang keras hati dan keras kepala sudah menghadapi
kematian, agar tidak mati dalam penasaran baiklah kalian mengenal kami. Aku adalah
Puteri Nirahai, puteri ke tujuh belas dari Kaisarl Adapun dia ini adalah
Ouwyang Seng, putera Pangeran Ouwyang Cin Kok, murid bungsu namun paling lihai
dari Kang-thouw-kwi Gak Liat.!
‘Kedua orang pendekar pedang itu terkejut. Biarpun
mereka belum pernah mendengar nama kedua orang muda ini,namun melihat gerakan
mereka dan tenaga sinkang mereka, tentu mereka ini merupakan lawan berat
Apalagi kalo gadis ini benar benar seorang puteri kaisar, tentu di situ
terdapat banyak pe-ngawal-pengawal istana yang setiap saat dapat datang
mengeroyok mereka. Mereka tidak takut, akan tetapi ingin sekali mengetahui apa
yang menyebabkan puteri ini melakukan semua perbuatan ini.
‘Mengapa kalian membunuh tiga orang anak murid
Siauw-lim-pai, melempar mayat mereka di depan kuil dan meng-gunakan nama
Hoa-san-pai?! tanya pula Liok Si Bhok.
‘Adik Nirahai, kita bunuh saja mereka!! Ouwyang Seng,
pemuda tampan itu berkata sambil mengerutkan alisnya yang hitam tebal.
Akan tetapi gadis Mancu itu sambil tersenyum menggoyang tangan
kirinya yang kecil dan berkulit halus.
‘Jangan membikin mereka mati penasaran, Ouw-yang-twako.
Mereka toh pasti akan mati di tangan kita, mengapa tergesa-gesa? Biar mereka
tahu lebih dulu akan duduknya persoalan, toh kita tidak usah khawatir kelak roh
mereka. akan membuka rahasia kepada para pimpinan Siaw-lim-pai dan
Hoa-san-pai.!
Dua orang tokoh Siauw-lim-pai itu bergidik. Gadis ini
bicara dengan sikap dingin, tidak sombong akan tetapi mengandung wibawa yang
mengerikan.
!Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek, dengarlah baik-baik. Tiga
orang muridmu itu memang kami yang membunuhnya dan sengaja kami pergunakan
untuk mengadu domba antara Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai. Akan tetapi siapa
nyana, kalian keras kepala dan tidak mau masuk perangkap, bahkan seorang
muridmu yang belum mati membuka rahasia sehingga kalian dapat menemukan tempat
ini. Sekarang kami hendak membunuhmu, dan akan kami atur agar para pimpinan
Siauw-lim-pai menganggap bahwa kematianmu berada di tangan orang-orang
Hoa-san-pai. Takkan dapat dicegah lagi, Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai akan
bermusuhan, bertanding dan bunuh-bunuh-an sampai keadaan mereka menjadi lemah.
Bukankah ini merupakan siasat yang baik sekali!!
!Keji! Iblis betina yang keji!! Liong. Ki Tek memaki.
‘Kalau benar kalian ini puteri Kaisar, tentu mengerti akan peradaban,
kebudayaan dan setidaknya mengenal prikemanusiaan! Akan tetapi engkau palsu dan
keji, lebih patut menjadi puteri siluman!!
!Manusia biadab lancang mulut.!! Ouw-yang Seng membentak
dan hendak menyerang, akan tetapi kembali ia ditahan oleh Puteri Nirahai yang
masih tetap tersenyum-senyum dan sedikit pun tidak kelihatan marah. Hal ini
saja sudah mengagetkan hati kedua orang tokoh Siauw-lim-pai itu. Gadis masih
begitu muda remaja sudah pandai menguasai perasaan tanda bahwa dia betul-betul
memiliki..ilmu yang tinggi lahir batin!
‘Orang-orang Siauw-lim-pai, pandanganmu amat picik. Aku
melakukan semua itu semata-mata untuk kepentingan kerajaan Ayahku yang menjadi
Kaisar, untuk kejayaan bangsaku, untuk kemenangan negaraku. Siauw-lim-pai dan
Hoa-san-pai diam-diam menentang Kerajaan Ceng merupakan musuh-musuh dan karena
kedua partai ini amat kuat dan berbahaya maka perlu sekali dibikin lemah.
Siasat ini merupakan siasat perang, dan kulakukan dengan dasar berbakti kepada Ayah
dan negara, kepada bangsa yang tercinta. Apakah bedanya dengan perbuatanmu
menentang kerajaan kami? Kalian melakukan hal itu dengan dalih mengabdi bangsa,
aku pun melakukan hal ini dengan dasar mengabdi bangsa, apa bedanya? Perbuatan
kalian mungkin dianggap patriotik dan gagah perkasa oleh bangsa-mu dan kalian
dianggap sebagai pahlawan oleh bangsamu. Akan tetapi aku pun dianggap seorang
pahlawan wanita .oleh bangsaku! Antara kalian dan aku hanya ada satu perbedaan,
yaitu perbedaan dalam penilaian. Kalian berjuang untuk kebaikan, aku pun
demikian. Yang menjadi pertanyaan besar, apakah itu yang dikatakan kebaikan?!
‘Akan tetapi, kami penjunjung kegagahan, kebenaran dan
keadilan pantang untuk melakukan siasat-siasat busuk yang hina seperti yang
kaulakukan!! kata pula liok Si Bhok setelah tercengang sejenak mendengar ucapan
yang tidak pantas keluar dari mulut seorang gadis remaja berusia dua puluh
tahun itu.
‘Hi-hik , ucapanmu itu menandakan bahwa engkau bukanlah
seorang ahli perang! Mengandalkan kejujuran dan welas asih dalam perang, mana
mungkin dapat menang? Perang ialah mengadu siasat, makin keji makin baik,
mengadu kekerasan dan kekejaman. Sudahlah, kini bersiaplah kalian untuk mati!
‘Baru saja ucapan ini habis dikeluar kana tiba-tiba
Liok Si Bhok melihat sinar .hitam yang lebar sekali mengembang didepannya dan
gadis itu tiba-tiba lenyap, kemudian tahu-tahu ujung payung yang runcing telah
meluncur secepat kilat menusuk dadanya! Kaget sekali pendekar ini, namun tidak
percuma ia menjadi orang ke-enam dari Siauw-lim Chit-kiam karena pedangnya
sudah bergerak dengan pemutaran pergelangan tangannya, langsung menangkis ujung
payung dar samping.
Liok Si Bhok terpaksa meloncat ke belakang sambil memutar
pedang melindungi tubuhnya. Lengan kanannya seperti kesemutan, pedangnya masih
tergetar dan diam-diam ia kaget dan kagum bukan main. Kiranya gadis itu telah
menggerakkan payungnya secara luar biasa dahsyatnya. la memandang dengan penuh
perhatian. Senjata itu adalah sebuah payung biasa yang batangnya tentu terbuat
dari baja pilihan yang amat kuat .
Gagangnya melengkung seperti payung biasa, ruji-rujinya
dari baja keras pula dan payungnya dari kain tebal berwarna hijau, ujung
batangnya runcing seperti pedang. Tadi ketika gadis itu menyerangnya, payung
itu berkembang sehingga menyembunyikan tangan dan tubuh gadis itu dan disinilah
letak kehebatan senjata ini. Kalau payung berkembang, lengan dan tangan yang
memegang payung tersembunyi dan tidak tampak oleh lawan. Padahal, dalam
bertanding, yang penting adalah memperhatikan gerak lawan yang dapat dilihat
sebelum senjata digerakkan dari gerakan tangan, lengan dan pundak.
Kalau semua bagian tubuh ini tersembunyi, maka
gerakan-gerakan selanjutnya dari lawan takkan tampak dan perkembangan
serangannya takkan dapat diduga terlebih dulu.
Sementara itu, Ouwyang seng juga sudah enerjang Liong Ki
Tek dengan pedangnya. Liong Ki Tek cepat menangkis, akan tetapi pada saat
pedang ber temu, tangan kiri Ouwyang Seng yang terbuka itu mendorong ke depan
dan serangkum hawa panas yang lebih hebat daripada ilmu Toat-beng Hwi-ciang
dari Hek-pek Giam-ong menyambar ke depan.
‘Aihhh...!! Liong Ki Tek cepat meloncat ke belakang dan
agak terhuyung saking kagetnya.
Ouwyang seng tertawa mengejek dan menerjang terus ke
depan dengan pedangnya diseling pukulan-pukulan yang lebih berbahaya daripada
pedang itu sendiri karena pemuda ini menggunakan pukulan sakti Hwi-yang
sin-ciang!
Di dalam jilid-jilid yang lalu banyak diceritakan tentang
Ouwyang seng ini sebagai murid Gak Liat yang lihai dan sejak kecil sudah
memiliki watak yang keras dan kejam. Namun di samping watak ini, dia merupakan
seorang murid yang amat tekun dan disayang oleh Kang-thouw-kwi Gak Liat, maka
setelah kini berusia dua puluh tahun, ia telah menjadi seorang murid yang
paling pandai diantara semua murid Si Setan Botak!
Bah-kan Hwi-yang Sin-ciang yang tidak dapat dimiliki
murid-murid lain, telah dikuasai oleh Ouwyang Seng yang ikut berlatih bersama
suhunya dengan masakan batu batu bintang. Toat-beng Hwi-ciang boleh jadi amat
lihai, dan Hiat-ciang lebih dahsyat lagi, akan tetapi dibandingkan dengan
Hwi-yang Sin-ciang, kedua ilmu pukulan yang berdasarkan Yang-kang itu masih
kalah jauh!
Setelah dewasa, tentu saja Ouwyang Seng yang terkenal
dengan sebutan Ouw-yang-kongcu menjadi seorang yang penting kedudukannya dalam
tokoh-tokoh pembela Kerajaan Ceng. Ayahnya seorang pangeran yang terkenal juga,
Pangeran Ouwyang Cin Kok yang menjadi seorang di antata para penjilat yang
terlihai di dekat Kaisar Mancu. Dan mengingat akan kepandaiannya yang tinggi,
Ouwyang-kongcu ini bergerak dalam bidang pengamanan kerajaan terhadap ancaman
para pejuang yang bergerak secara rahasia menentang pemerintah Mancu.
Siapakah wanita cantik yang amat hebat itu? Dia memang
seorang puteri,ber nama Puteri Nirahai, puteri dari Kaisar Mancu yang lahir
dari seorang selir berbangsa Khitan. Puteri Nirahai ini rnemiliki kepandaian
yang dahsyat, bahkan lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Ouwyang-kongcu
sendiri!
Dibandingkan dengan tingkat para tokoh datuk hitam, dia
hanya kalah sedikit! Memang sukar untuk dipercaya bagaimana seorang gadi
berusia dua puluh tahun telah mem:iliki ilmu kepandaian sedahsyat itu, akan
tetapi hal ini tidak akan mengherankan orang lagi kalau diingat bahwa dia
adalah ahli waris dari kitab pelajaran ilmu-ilmu silat tinggi dari mendiang
puteri Ratu Khitan yang dahulu terkenal diseluruh dunia kang-ouw dengan julukan
Mutiara Hitam!
Mutiara Hitam adalah seorang pendekar wanita sakti yang
amat hebat ilmu kepandaiannya dan memiliki banyak kitab kitab pusaka ilmu silat
yang aneh-aneh dan amat tinggi. Kitab-kitab itu adalah peninggalan seorang
tokoh wanita sakti yang berjuluk Tok-siauw-kwi (Setan Cilik! Beracun) Liu Lu
Sian yang bukan lain adalah ibu kandung Suling Emas yangt amat terkenal (baca
cerita Suling Emas, Cinta Bernoda Darah dan Mutiara Hitam).
Selama puluhan tahun, tidak ada kabar ceritanya tentang
kitab-kitab itu dan secara kebetulan beberapa buah diantara kitab-kitab itu
terjatuh ke tangan Puteri Nirahai inilah.
Di antara ilmu-ilmu silatnya yang hebat, Nirahai dapat
mewarisi tiga buah ilmu kepandaian Mutiara Hitam, yaitu pertama adalah Ilmu
Silat Sin-coa-kun (Ilmu Silat Ular Sakti), ke dua Ilmu, Pedang Pat-mo-kiam-hoat
(Ilmu Pedang De-lapan Iblis), dan yang ke tiga adalah ilmu senjata rahasia
Siang-tok-ciam (Jarum Racun Wangi). Yang amat hebat adalah ilmu pedangnya
Pat-mo-kiam-hoat yang sukar dicari bandingnya karena memang dahsyat dan ganas
sekali.
Apalagi gadis ini mainkan ilmu itu dengan senjatanya yang
istimewa yang disebut Tiat-mo-kiam (Pedang Payung Besi), maka kehebatannnya
bertambah. Dapat dibayangkan betapa lihainya permainan pedang yang tersembunyi
di batik payung sehingga lawan tak dapat melihat gerakan-gerakannya. Sebetulnya
ilmu ini tadinya merupakan ilrnu pedang, akan tetapi dengan senjata seperti
itu, sama dengan permainan pedang dibantu perisai, namun disatukan sehingga
merupakan senjata yang ampuh dan jika tidak dipakai bertanding, dapat
dipergunakan sebagai payung biasa untuk berlindung dari serangan hujan dan
panas, juga menambah gaya bagi seorang gadis jelita seperti Nirahai.
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek adalah dua orang tokoh
Siauw-lim-pai yang sudah tinggi tingkat ilmu kepandaiannya.Mereka adalah dua
orang di antara Siauw-lim Chit-kiam, Tujuh Pedang Siauw-lim yang amat disegani
orang. Mereka adalah murid-murid langsung dari ketua Siauw-lim-pai yang selain
ahli dalam bermain pedang, juga memiliki tenaga sinkang yang amat kuat, di
samping pengalaman bertanding yang sudah luas.
Akan tetapi sekali ini, bertemu dengan Nirahai dan
Ouwyang Seng, sebentar saja dua orang tokoh Siauw-lim-pai ttu terdesak hebat.
Ilmu pedang yang dimainkan Nirahai dengan senjata payung luar biasa sekali dan
tidak sampai lima puluh jurus, Liok Si Bhok yang bertubuh gemuk pendek itu tak
mampu balas menyerang lagi karena dari balik payung hitam itu menyambar-nyambar
sinar pedang bagaikan sinar kilat dari balik awan hitam yang tebal.
Tiba-tiba Nirahai mengeluarkan suara melengking tinggi
dari balik payung menyambar sinar berkeredepan yang berbau harum ke arah leherl
Liok Si Bhok. Tokoh ini terkejut, maklum bahwa itulah senjata rahasia yang amat
berbahaya. Dan memang dugaannya benar karena yang menyambar ltu adalah
Siang-tok-ciam, segenggam jarum beracun yang berbau harum. Liok Si Bhok cepat
mengelak dengan miringkan diri ke kiri, akan tetapi ternyata bahwa serangan
jarum itu hanya merupakan pancingan karena kini tahu-tahu ujung paying itu telah
menusuk perutnya.
Pedang di tangan Liok Si Bhok tergetar, bertemu dengan
ujung payung dan melekat! Pada detik berikut nya, dari batik payung itu
menyambar kaki Nirahai yang kecil bersepatu indah, menendang dengan gerakan
cepat sekali dan tahu-tahu telah mengenai lambung liok Si Bhok. Tokoh
Siauw-ljm-pai yang bertubuh gendut pendek ini mengeluh dan tubuhnya terbanting
ke belakang.
Dua kali ia masih berhasil menangkis sinar pedang
Nirahai, akan tetapi yang ketiga kalinya, tangkisamya meleset dan ujung payung
itu menancap memasuki lehernya menembus dari kanan ke kiri. Tanpa sempat
berteriak lagi Liok Si Bhok tewas dengan leher hampir putus!
‘Ouwyang-twako, jangan robohkan dia dengan sin-ciang!
Pukulan itu akan dikenaI orang dan menggagalkan rencana-ku!! Niraha~ berseru
ketika melihat betapa Ouwyang Seng mendesak Liong Ki Tek dengan pedang dan
pukulan-pukulan Hwi-yang Sin-ciang.
Ouwyang Seng yang melihat betapa puteri itu telah
berhasil merobohkan lawannya, menjadi penasaran dan malu.Tanpa mengandalkan
Hwi-yang Sin-ciang, bagaimana ia akan mampu merobohkan lawan yang tangguh ini?
Akan tetapi pada saat itu, Nirahai telah menerjang maju dan menyerang Liong Ki
Tek dengan .payungnya yang hebat itu. Seperti juga Liok Si Bhok tadi, kini
menghadapi serangan payung, Liong Ki Tek terkejut dan bingung.
Tahulah pendekar ini mengapa suhengnya tewas di tangan
puteri ini, ternyata bahwa senjata payung pedang itu benar-benar sukar dilawan.
Ia mengerahkan tenaganya menangkis dan terdengar suara keras diikuti muncratnya
bunga api. Dibandingkan dengan suheng-nya, Liong Ki Tek yang tinggi kurus ini
memiliki tenaga yang lebih kuat sungguhpun ilmu pedangnya tidak sehebat Liok Si
Bhok.
Akan tetapi tangkisannya yang mengandung tenaga kuat itu
pun tidak mampu membikin payung terpental,bahkan kini pedangnya melekat pula
pada ujung payung itu, tak dapat ia lepaskan. Dan saat ini dipergunakan dengan
baik oleh Ouwyang Seng yang sudah menusukkan pedangnya ke perut Liong KI Tek
sampai tembus ke punggung.
‘Ihhh...., kau kasar sekali, Twako!! Nirahai menarik
payungnya dan cepat meloncat ke belakang agar jangan terkena semburan darah
dari perut Liong Ki Tek.
Ouwyang Seng menjadi merah mukanya. Memang, tadi ia
menyerang dengan kasar saking gemas dan penasaran bahwa ia harus dibantu oleh
gadis ini untuk merobohkan tokoh Siauw-lim-pai ini sehingga kekasaran
serangannya itu nyaris mendatangkan noda darah yang menyembur keluar dari perut
Liong Ki Tek pada baju nona itu.,
‘Sesudah dua orang tokoh Siauw-lim-pai ini tewas, apa
yang akan kita lakukan selanjutnya, Adik Nirahai? Kurasa permainanmu terlalu
berbahaya sekarang.! Untuk menutupi kenyataannya bahwa dia tidak secepat
Nirahai merobohkan lawan. bahkan mendapat bantuan gadis perkasa itu, Ouwyang
Seng menekan gadis itu dengan kata-kata yang sifatnya menegur ini. ‘Mereka
adalah dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam, dan kekuatan Siauw-lim-pai sama
sekali tidak boleh dipandang ringan.!
‘Tenanglah, Ouwyang-twako dan serahkan saja padaku
karena aku telah membuat rencana yang baik sekali, jauh lebih baik dari pada
rencana semula. Engkau tahu,Twako. Untuk memancing ikan besar harus menggunakan
umpan besar dan dua orang dari Siauw-lim Chit-kiam ini merupakan umpan besar
sekali yang kematiannya akan membikin geger Siauw-lim-pai dan sekali lni
kutanggung bahwa Siauw-lim-pai akan memusuhi Hoa-san-pai sehingga kita tidaklah
harus bersusah payah lagi menggempur keduanya.!
Dengan wajah manis dan sikap tenang gadls itu lalu
menceritakan rencananya kepada Ouwyang Seng. Pemuda ini mendengarkan penuh
perhatian, makin lama makin tertarik dan setelah gadis itu menyelesaikan
penuturan tentang rencana dan siasatnya, ia bangkit berdiri dan menyura kepada
Nirahai sambi! berkata.
‘Wah, engkau hebat sekali, Adik Nirahai! Sungguh
mengagumkan! Makin besar dan berbahagialh hatiku kalau aku teringat bahwa
engkau yang begini cantik jelita, begini lihai ilmu silatnya, begini cerdik
pandai adalah tunanganku..!
‘Hemmm, jangan tergesa-gesa, Twa-ko...! Nirahai
memotong, sepasang alisnya yang kecil panjang dan hitam itu berkerut, akan
tetapi bibirnya yang merah tersenyum tenang.
‘Nirahai... aku tidak tergesa-gesa, akan tetapi...
bukankah sudah setengah resmi perjodohan kita..?! Ouwyang Seng berlutut dan
suaranya gemetar penuh perasaan.
‘Diantara Ayahmu dan Ayahku.. ‘
‘Nirahai menundukkan muka memandang wajah pemuda yang
tampan itu. Ia suka kepada pemuda yang se!alu pandai mengambi! hatinya ini akan
tetapi...Ouwyang Seng bukanlah pria yang memenuhi idaman hatinya.
‘Ouwyang-twako yang akan berjodoh adalah kita, bukan
Ayah'. Kita..!
‘Nirahai....!! Ouwyang Seng memandang dengan sinar mata
penuh cinta kasih dan permohonan sehingga Nirahai menjadi kasihan, mengulurkan
tangannya. Ouwyang Seng menangkap jari-jari tangan yang halus meruncing itu
dengan kedua tangannya, lalu menciumi jari-jari tangan.itu penuh nafsu birahi
dan cinta kasih.
‘Ohhh, Nirahai puteri jelita, pujaan hati-ku. Aku cinta
padamu..!
Sejenak puteri itu membiarkan jari tangannya dibelai dan
dicium akan tetapi mulutnya berkata halus, ‘Aku tahu bahwa engkau mencintaku,
Twako. Akan, tetapi aku tidak..ah, belum lagi aku dapat menjatuhkan cinta
kasihku kepada seseorang...!
‘Aku dapat menanti, sayang. Aku dapat bersabar, akan
kunanti penuh harapan berseminya cinta kasih di hatimu terhadap diriku.
Nirahai...!
Puteri itu menarik tangannya terlepas dan berkata,
biarpun mulutnya masih tersenyum namun suaranya agak dingin,
‘Cukuplah, Twako. Kita sedang bertugas,dan aku tidak
senang bicara tentang hal itu. Harap kau suka mempersiapkan pasukan pengawal
dan sediakan dua buah peti mati akan tetapi jangan kelihatan seperti peti mati,
melainkan peti untuk mengirim barang berharga. Aku hendak menyampaikan berita
kematian ini kepada anak murid Siauw-Jim Chit-kiam yang kebetulan berada di
kota Kok-lee-bun tak jauh dari sini, kemudian aku akan ke Kwan-teng menemui
Tan-piauwsu kepaIa Pek-eng-piauwkiok. Siasatku ini harus berjalan lancar dan
harus berhasil,Twako.!
Ouwyang Seng adalah seorang pemuda yang cerdik, maka ia
dapat menangkap nada suara dingin itu dan tidak berani melanjutkan rayuannya
tentang cinta. Ia bangkit berdiri, menghela napas dan berkata,
‘Baiklah, Nirahai. Aku sudah maklum akan rencanamu
tadi.!
Nirahai lalu berkelebat cepat ke arah belakang kuil tua
itu, meloncat ke punggung kuda yang disembunyikan jauh dari situ kemudian
membalap untuk melaksanakan siasatnya. Apakah siasat puteri yang cerdik ini?
Seperti telah dic eritakan di bagian depan, siasatnya mengadu domba antara
Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai ternyata hampir berhasil atau hanya setengah
berhasil karena secara tak tersangka-sangka muncul tokoh aneh yang mengacaukan
urusan, yaitu Han Han dan Lulu!
Keadaan dalam kuil Siauw-lim-si yang menjadi pusat
Siauw-lim-pal dan diketuai oleh Ceng San Hwesio kini diliputi awan kedukaan dan
penasaran. Beberapa hari yang lalu, datanglah Lauw Sin Lian murid terkaslh
Siauw-Iim Chit-kiam bersama beberapa orang anak murid Siauw-lim-pai mengawal
sebuah kereta yang terisi dua peti yang terisi mayat-mayat Liok Si Bhok dan
Liong Ki Tek! Juga mayat tujuh Qrang anak murid Siauw-lim-pai tingkat rendah.
Dapat dibayangkan betapa kaget dan berduka hati Ceng San
Hwesio dan para tokoh Suw-lim-pai ketika melihat dua mayat tokoh Siauw-lim-pai
yang telah rusak itu. Mayat-mayat itu cepat diperabukan dan setelah mereka
semua berkabung, Ceng San Hwesio lalu mengumpulkan anak murid dan adik-adik
seperguruan untuk berunding. Biarpun Lauw Sin Lian terhitung hanya cucu murid
ketua Siauw-lim-pai ini, akan tetapi karena tingkat kepandaian Sin Lian sebagai
murid terkasih Siauw-lim Chit-kiam sudah amat tinggi dan pula karena gadis
inilah menjadi saksi utama mengenai bentrokan dengan Hoa-san-pai, maka Sin Lian
juga hadir dalam pertemuan besar itu.
‘Sungguh tidak nyana sekali Hoa-san-pai menjadi
perkumpulan yang rendah dan dapat diperalat oleh kaum penjajah !! Ceng San
Hwesio ketua Siauw-lim pa imengerutkan alisnya dan mengepal tasbih di tangannya
erat-erat, wajahnya yang kurus itu menjadi merah sekali warnanya.
‘Amatlah keji perbuatan mereka terhadap dua orang
muridku itu dan agaknya mereka itu sudah menyatakan permusuhan secara terbuka.
Sute, mulai saat ini, harap Sute suka mengatur seluruh anak murid kita untuk
melakukan penjagaan ketat siang malam menjaga keamanan kuil Semua anak murid
yang berada di dalam kuil tidak diperbolehkan keluar dan segala bentrokan
dengan golongan apa pun juga harus ditiadakan. Selain itu, Sute harap mengutus
anak murid untuk mengundang semua saudara dan murid untuk berkumpul di sini,
selambatnya sebulan. Sebelum tenaga kita berkumpul semua dan kedudukan kita cukup
kuat, jangan ada yang lancang turun tangan terhadap anak murid Hoa-san-pai.
Nanti kalau semua tenaga sudah terkumpul, pinceng sendiri yang akan memimpin
pasukan Siauw-lim-pai menuju ke Hoa-san-pai dan menuntut balas atas kekejaman
Hoa-san pai terhadap kita!!
Kalau seorang ketua perkumpulan besar seperti
Siaw-Lim-pai sudah rnenyatakan hendak rnemimpin sendiri penyerbuan, hal ini
menandakan bahwa ketua itu sudah tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Dan
memang demikianlah keadaan Ceng San Hwesio yang sudah marah sekali. Liok Si
Bhok dan Liong Ki Tek adalah dua di antara murid-murid yang paling ia sayang,
kini melihat murid-muridnya itu tewas dalam keadaan mengenaskan, hwesio tua ini
tak mampu lagi mengendalikan kemarahannya.
Sutenya, Ceng To Hwesio yang bertugas menjaga kuil dan
membantu pekerjaan suhengnya yang menjadi ketua, juga merupakan guru dan
pelatih dari sebagian besar murid-murid Siauw-lim-pai, menariknapas panjang dan
berkata.
‘Baiklah, Suheng. Penjagaan akan diperkuat, dan pinceng
akan mengutus murid-murid mengumpulkan tenaga. Akan tetapi, maaf, Suheng.
Mengenai hal yang menyangkut permusuhan dengan pihak Hoa-san-pai ini, apakah
tidak sebaiknya kalau kita bertanya nasihat kepada Su-pek?!
!Bagaimana kita dapat mengganggu Supek dengan urusan ini?
Supek sudah bertahun-tahun bertapa dalam sebuah diantara kamar-kamar penyiksaan
diri, tidak mau diganggu. Biarpun bagi kita urusan ini adalah urusan besar yang
tidak hanya menyangkut nyawa murid-murid kita, juga menyangkut nama dan
kehormatan Siauw-lim-pai, akan tetapi bagi Supek yang sudah mengasingkan diri
dari dunia ramai, tidak melibatkan diri dengan urusan dunia, tentu merupakan
hal yang tidak ada artinya sama sekali, Tidak, Sute, tidak semestinya kalau
kita mengganggu Supek untuk urusan ini.Urusan mengenai Siauw-lim-pai menjadi
tugas pinceng sebagai ketua dan tugas semua anak murid Siauw-lim-pai.!
‘Terserah keputusan Suheng, pinceng hanya mentaati
perintah,! jawab Ceng To Hwesio yang menjadi tegang hatinya karena maklum bahwa
kalau suhengnya itu mengumumkan perang terhadap Hoa-san-pai, akan terjadi geger
dan tentu akan mengambil korban yang banyak sekali di kedua pihak.
‘Bagus, Sute. Dan engkau Sin Lian, engkau mengatakan
bahwa menurut dugaanmu, kedua orang Gurumu itu terbunuh oleh seorang pemuda
bernama Sie Han. Mungkinkah itu? Seorang pemuda dapat membunuh dua di antara
tujuh orang Gurumu?!
‘Teecu tidak ragu-ragu lagi, Sukong (Kakek Guru). Han
Han.eh, Sie Han itu kini ternyata telah menjadi seorang pemuda yang pandai ilmu
iblis!!
‘Coba ceritakan keadaannya dan bagaimana engkau dapat
mengenali dia?!
‘Ketika masih kecil, Sie Han ini adalah seorang
gelandangan. seorang pengemis yang terlantar. Kemudian Ayah yang menaruh
kasihan, membawanya dan mengambilnya sebagai murid. akan tetapi hanya sebentar
karena dia itu berkhianat,malah kemudian menjadi murid atat pelayan dari
Kang-thouw-kwi Gak Liat.....!
‘Omitohud..!! Ceng San Hwesio berseru kaget. Nama tokoh
datuk hitam ini selalu mengejutkan hati semua orang pandai.
‘Dia menjadi murid setan itu Akan tetapi...andaikata
benar menjadi muridnya. pinceng tetap masih meragukan apakah bocah itu mampu
mengalahkan Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek‘
‘Teecu tidak ragu-ragu lagi, Sukong. Ketika berusaha
menghajar orang-orang Hoa-san-pai dan bergebrak dengan Han Han itu, dalam
bentrokan tenaga teecu mendapat kenyataan bahwa tenaga sinkang bocah itu
melampaui sinkang semua suhu.!
‘0mitohud..., mana mungkin...?! Ceng San Hwesio kembali
berseru.
‘Teecu tidak berbohong, Sukong. Ketika itu, teecu
menyerangnya dan mengirim pukulan dengan pengerahan lweekang sekuatnya. Pukulan
teeucu itu adalah jurus Cam-liong-jiu (Pukulan Membunuh Naga) dan dia sama
sekali tidak menangkis! Teecu yakin bahwa tujuh orang Suhu tidak akan dapat
menerima pukulan itu dengan dada, akan tetapi Han Han menerima dengan dadanya
dan akibatnya teecu sendiri yang terbanting roboh dan tangan teecu membengkak!!
‘Hemmm..!! Ceng San Hwesio mengulur lengannya ke depan
dan membuka tangan dengan telapak di atas. ‘Coba engkau menggunakan
Cam-liong-jiu dengan kekuatan seperti yang kau gunakan memukul bocah itu,
dengan mengukur kekuatan pukulanmu dapat kiranya sedikit banyak menilai
kepandaiannya.!
Lauw Sin Lian maklum akan maksud kakek gurunya Itu, maka
ia lalu mengerahkan tenaga dan mengayun kepalan tangannya, memukul ke arah
telapak tangan kakek tua itu.
‘Plakkk!!! 'Sin Lian merasa betapa kulit tangannya
panas dan tergetar, maka ia cepat menarik kembali tangannya.
‘Omitohud , sukar dipercaya kalau bocah itu mampu
menerima pukulanmu tadi dengan dadanya!! ketua Siauw-lim-pai berseru kaget.
‘Memang dia luar biasa, Sukong.!
‘Kalau murid Hoa-san-pai semuda itu takkan mungkin
memiliki sinkang yang cukup kuat untuk menerima pukulanmu tadi. Akan tetapi
kalau dia murid Gak Liat yang menjadi kaki tangan penjajah, bagaimana dia dapat
membantu Hoa-san-pai yang selama ini anti penjajah?!
‘Siapa tahu Hoa-san-pai menyeleweng atau mungkin hanya
Pek-eng-piauwkiok atau sebagian murid Hoa-san-pai saja yang bersekutu dengan
kaki tangan penjajah. Urusan ini amat berbahaya, kalau Sukong mengijinkan,
biarlah teecu pergi menyusul lima orang Suhu untuk diundangke sini.!
‘Memang, semua murid Siauw-lim-pai harus berkumpul.
Terutama sekali para Gurumu yang tinggal lima orang itu...! Kakek gundul ini
menarik napas duka teringat akan dua orang muridnya yang tewas, ‘Apakah
engkau tahu di mana mereka itu kini merantau?!
‘Teecu mendengar bahwa para Suhu merantau ke Telaga
Barat, tentu masih berada di sana. Teecu akan menyusul mereka dan menyampaikan
berita duka tentang kematian Liok-suhu clan Jit-suhu (Guru ke Enam dan ke
Tujuh).!
‘Baiklah, Lian-ji, berangkatlah sekarang juga. Pinceng
amat membutuhkan bantuan guru-gurumu.!
Pada hari itu juga, berangkatlah Lauw Sin Lian pergi
menyusul guru-guru nya untuk menyampaikan berita kematian dua orang gurunya dan
undangan ketua Siauw-lim-pai, dan selain Sin Lian, berangkat pula murid-murid
Siauw-lim-pai yang diutus oleh Ceng San Hwesio untuk mengundang tokoh-tokoh
Siauw-lim-pai yang kebetulan melakukan perjalanan, atau yang memang tidak lagi
bertempat ting-gal di pusat ini.
Beberapa hari kemudian semenjak para murid Siauw-lim-pai
pergi melakukan tugas masing-masing menghimpun tenaga yang diundang ke pusat,
para hwesio penjaga pintu gerbang Siauw-lim-pai menyambut datangnya dua orang
tamu dengan pandangan mata penuh kecurigaan. Tamu ini bukan lain adalah Han Han
dan Lulu. Seperti biasa, pemuda ini tenang-tenang saja menghampiri pintu
gerbang, diikuti dari belakang oleh Lulu yang juga bersikap tenang. Dara ini
makin cantik jelita saja, apalagi kini di punggungnya tampak sebatang pedang
yang amat indah gagangnya, yaitu pedang pusaka Cheng-kong-kiam yang dirampasnya
dari tangan Kong Seng-cu tokoh Hoa-san-pai. Biarpun di luarnya kelihatan
tenang, namun di sebelah dalam dada gadis ini terjadi ketegangan karena ia
ingin sekali segera bertemu dengan Sin Lian untuk bertanya di mana adanya
Lauw-pangcu, musuh besarnya.
SembiIan orang hwesio penjaga yang segera datang ke pintu
gerbang itu mengangkat tangan sebagai tanda penghormatan dan seorang di antara
mereka ber-tanya.
‘Ji-wi hendak mencari siapakah?!
Dengan sikap tenang akan tetapi membalas penghormatan
itu, berbeda dengan Lulu yang memandang ke kanan kiri penuh perhatian, Han Han
lalu menjawab.
‘Saya ingin bertemu dengan Nona Lauw Sin Lian, dan
dengan ketua dari Siauw-lim-pai.!
Para hwesio penjaga itu saling pandang. Keadaan pemuda
yang aneh Ini mencurigakan. Pakaian pemuda ini sederhana, akan tetapi rambutnya
dibiarkan riap-riapan begitu saja, sungguh mencurigakan, dan lebih-lebih
sepasang-mata itu yang amat tajam.
‘Nona Lauw Sin Lian tidak berada disini, sedangkan
keinginan Kongcu untuk berjumpa dengan Ketua, agaknya hal ini tidaklah mudah
dilaksanakan. Hendaknya Kongcu berdua suka memberitahukan nama dan keperluan
barulah kami akan menyampaikan keatasan apakah permohonan Kongcu, menghadap
dapat dikabulkan!
‘Han Han mengerutkan alisnya yang tebal, masih dapat
menahan kesabarannya, akan tetapi Lulu yang mendengar bahwa Sin Lian yang
dicarinya itu tidak -berada di kuil itu, sudah kehilangan kesabarannya dan ia
membentak.
‘Wah-wah, seorang pendeta biarpun sudah menjadi ketua,
masa lagaknya melebihi seorang raja saja? Orang mau berjumpa saja sukarnya
setengah mati!!
Para hwesio penjaga itu memandang dengan muka tidak
senang dan wakil pembicara mereka segera menjawab,
‘Nona, kalau yang kau maksudkan raja penjajah, memang
ketua kami jauh lebih tinggi dan terhormat! Ada perkumpulan ada pula peraturan,
dan Siauw-lim-pai adalah perkumpulan besar yang memegang teguh peraturannya,
siapa pun tidak berhak melanggarnya!!
‘Waduh-waduh, galaknya! Eh, hwesio-gundul, apakah
engkau ini ber-liamkeng (membaca doa) dan bersembahyang, memantang makanan
berjiwa yang enak-enak, bertapa susah payah, hanya untuk belajar galak kepada
orang lain? Kalau sikapmu masih galak dan tidak ramah-tamah terhadap orang,
tidak baik budi, percuma saja dong rambutmu dibuang! Ternyata kepalamu menjadi
bertambah panas!!
Sikap dan omongan Lulu yang ugal-ugalan ini membuat para
hwesio menjadi merah mukanya, akan tetapi karena kata-kata itu tepat menusuk
hati dan merupakan sindiran bagi mereka, sejenak mereka tak mampu membantah.
Kalau mereka menuruti nafsu kemarahan, hal ini hanya membuktikan betapa
tepatnya ucapan gadis nakal itu, kalau tidak marah, hati yang tidak kuat!
‘Heiii, dia inilah bocah setan itu! Dia yang membunuh
saudara-saudara kita, dia yang membela orang-orang Hoa-san-pai!! Tiba-tiba
terdengar suara dua orang anggauta Siauw-lim-pai yang bukan lain adalah Liong
Tik dan seorang sutenya, dua orang di antara sembilan murid Sauw-lim-pai yang
tidak tewas ketika mengeroyok Han Han.
‘Kepung, jangan sampat dia lari!! Liong Tik yang marah
sekali melihat musuh besarnya ini telah mengeluarkan senjatanya, sepasang
tombak cagak dan para hwesio lainnya telah pula siap dengan senjata
masing-masing. Dua oranghwesio sudah berlari masuk memberi laporan.
Han Han masih bersikap tenang, dan Lulu sudah berkata
lagi, ‘ Wah, tidak hanya galak, malah agaknya para pendeta Siauw-lim-pai
terkenal sebagai tukang mengeroyok orang. Apakah kalian masih belum kapok, hendak
mengeroyok Kokoku?!
Han Han berdiri dengan kedua kaki terpentang, tegak dan
matanya melirik ke kanan kiri ketika kini berdatangan belasan orang hwesio yang
sudah me-ngurungnya. Ia tidak ingin berkelahi karena kedatangannya lni hendak
men-jelaskan persoalan yang timbul antara Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai.
‘Bocah iblis, apakah engkau datang hendak mengacau
Siauw-lim-pai?! Liong Tik membentak, masih ragu-ragu untuk menyerang karena ia
maklum akan kepandaian pemuda itu yang amat menggiriskan hati.
‘Cu-wi sekalian harap sabar. Aku datang sama sekali
bukan hendak mengacau, bukan pula hendak menimbulkan perkelahian. Aku datang
untuk bicara dengan Nona Lauw Sin Lian, dan dengan ketua Siauw-lim-pai untuk
menjelaskan persoalan yang baru-baru ini terjadi.!
‘Engkau sudah membunuh saudara-saudara kami, masih
datang hendak bicara dengan ketua kami?! Pertanyaan ini timbul dari hati yang
terheran-heran. Alangkah beraninya pemuda ini! Ataukah karena sombongnya maka
sengaja datang hendak menantang ketua Siauw-lim-pai?
‘Kalau aku tidak datang memberi penjelasan, bagaimana
urusan dapat dibereskan? Semua terjadi karena salah paham...!
‘Jahanam! Sudah membunuh banyak orang, enak saja
mengatakan bahwa semua terjadi karena salah paham! Saudara-saudara, mari kita basmi
iblis ini!! Liong Tik berkata marah, akan tetapi sebelum mereka turun tangan,
terdengar bentakan halus.
‘Para murid Siauw-Lim-pai, minggir-lah!!
Mendengar suara ini, para murid yang tadinya mengurung
Han Han serentak minggir dan membentuk lingkaran kipas yang lebar. Han Han
memandang mereka yang datang dan ternyata dari dalam kuil keluarlah lima orang
hwesio yang usianya .rata-rata sudah lima puluh tahun lebih. Sikap mereka agung
dan keren, dan seorang di antara mereka pincang kakinya sehingga jalannya
dibantu sebatang tongkat.
Pakaian mereka sederhana, namun menyaksikan gerak-gerik
mereka yang tenang dan keren, dapat diduga bahwa mereka ini merupakan
tokoh-tokoh penting dari Siauw-lim-pai. Dan dugaan Han-Han ini memang benar
karena lima orang hwesio itu adalah murid-murid kepala dari Ceng To Hwesio,
sute dari ketua Siauw-lim-pai itu.
Tingkat kepandaian lima orang hwesio ini sudan tinggi,
bahkan tugas mengajar semua murid yang menjadi tugas Ceng To Hwesio, diwakili
oleh lima orang ini. Biarpun tingkat mereka masih kalah sedikit kalau
dibandingkan dengan tingkat Siauw-lim Chit-kiam, namun karena mereka terhitung
adik-adik seperguruan Siauw-lim Chit-kiam, maka mereka merupakan tokoh-tokoh
tingkat tiga di Slauw-tim-pai.
Han Han yang dapat mengenal orang-orang pandai segera
rnengangkat kedua tangan depan dada dan berkata, ‘ Saya Sie Han dan adik saya
Lulu mohon perkenan Lo-suhu sekalian agar dapat bertemu dan bicara dengan ketua
Siauw-tim-pal dan dengan Nona Lauw Sin Lian.!
Lima orang hwesio itu tadi sudah mendapat laporan bahwa
yang datang ini adalah pemuda lihai yang membantu Hoa-san-pai dan yang telah
membunuh tujuh orang anak murid Siauw-lim-pai, bahkan yang mungkin juga menjadi
pembunuh dua orang suheng mereka, Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek. Kini, melihat
betapa pemuda itu masih amat muda, mereka sudah terheran-heran sekali, apa lagi
menyaksikan sikap pemuda ini yang sopan santun, mereka menjadi ragu-ragu dan
hampir tidak percaya bahwa seorang pemuda seperti ini dapat memiliki kepandaian
yang tinggi.
Mereka segera membalas penghormatan Han Han karena
biarpun tamu itu masih muda, adalah menjadi kewajiban para hwesio untuk
bersikap hormat dan lemah lembut kepada siapa saja.
‘Sicu hendak bertemu dengan murid kami Lauw Sin Lian?!
berkata seorang diantara mereka yang mukanya kurus. ‘Sayang sekali, Nona Lauw
sedang melaku-kan tugas keluar kota, tidak berada disini. Akan tetapi Supek
kami, ketua Siauw-lim-pai, berada di dalam. Kalau Sicu berdua hendak menghadap
Supek, silakan masuk.!
Han Han mengangguk dan hatinya lega. Kiranya tokoh-tokoh
Siauw-lim-pal adalah orang-orang gagah yang mudah diajak urusan, tidak seperti
anak buahnya tadi yang bersikap kasar, sungguhpun ia dapat memaafkan kekasaran
mereka kalau ia ingat bahwa dia telah membunuh tujuh orang saudara mereka.
Dengan langkah lebar dan tenang ia memasuki pintu gerbang didahui oleh lima
orang hwesio itu. lulu menyentuh tangan Hanl Han dari belakang sehingga pemuda
itu menengok dan memandang-nya. Gadis itu berbisik,
‘Koko, aku merasa khawatir sekali. Jangan-jangan kita
masuk perangkap mereka.!
‘Nona, kami menjunjung tinggi kegagahan dan kebenaran,
anti akan segala kejahatan dan kecurangan. Tidak perluk hawatir!! terdengar
jawaban dari hwesio pincang bertongkat yang masih berjalan di depan, tanpa
menengok. Dapat mendengar bisikan Lulu yang begitu perlahan cukup membuktikan
betapa tajam pendengaran para hwesio ini.
Rombongan lima orang hwesio yang mengantar Han Han dan
Lulu itu kini memasuki ruangan depan kuil besar yang menjadi pusat perkumpulan
Siauw-lim-pai itu. Bersih dan luas sekali ruangan itu dan dari situ tampak meja
sembahyang di sebelah dalam yaitu di dalam ruangan sembahyang yang kelihatan
tenang dan sunyi, yang mengebulkan asap tipis berbau harum dari mana terdengar
lirih suara hwesio berdoa. Adapun para hwesio lain yang menjadi anak buah dan
bertugas menjaga hanya berkumpul di pekarangan depan tidak diperkenankan masuk
karena kini dua orang tamu itu telah berada di dalam tangan lima orang hwesio
kepala ini.
Dengan slkap tenang akan tetapi alis berkerut karena
dapat menduga bahwa para hwesio Siauw-lim-pai ini menyambut nya dengan penuh
kecurigaaan dan sikap bermusuhan, Han Han memasuki ruangan depan yang bersih
ltu, diikuti oleh Lulu yang sikapnya biasa saja bahkan gadis itu seperti biasa
tidak dapat menahan rasa ingin tahunya dan menonton ke kanan kiri memandangi
keadaan di situ.
‘Sicu dan Nona, silahkan masuk ruangan disebelah, para
pimpinan Siauw-tim-pal telah menanti di sana. Pinceng berlima hanya bertugas
mengantar Ji-wi sampai di luar pintu! berkata hwesio pengantar, sedangkan
ernpat orang hwesio lainnya hanya berdiri dan rnengangkat tangan memberi
hormat.
‘Koko, jangan percaya kepada mereka ini!! kata Lulu.
‘Biar kita menanti disini saja dan suruh mereka panggil keluar Lauw Sin Lian
dan ketua mereka!!
‘Mengapa mesti takut? Kita adalah tamu dan tamu harus
tunduk akan peraturan tuan rumah. Kalau mereka menghendaki dengan peyambutan
besar besar-an, biarlah, Adikku. Mari kau ikut aku,tak usah takut!
‘Siapa takut?! Lulu menjebikan bibir-nya. ‘Aku hanya
berhati-hati, bukannya takut!!
Dengan langkah lebar dan dada terangkat, Han Han dan lulu
memasuki pintu yang menembus ke ruangan samping yang sesungguhnya adalah
ruangan terbesar karena ini adalah ruangan lian-bu-thia (belajar silat) yang
luas sekali.
Begitu Han Han dan Lulu memasuki ruangan ini, tampak oleh
mereka sepasukan hwesio muda berdiri berbaris di tengah ruangan. Mereka terdiri
dari tiga belas orang, berdiri dengan sikap berbaris, bertangan kosong .dan
nampaknya kuat-kuat. Lengan baju mereka digulung sampai ke siku dan, mereka
berdiri dengan bhesi (kuda-kuda) yang amat kuat, yaitu kuda-kuda Ji-ma-she
dengan kedua kaki terpentang dan lutut ditekuk, kedua kepalan tangan di kanan
kiri lambung.
Tiga belas orang hwesio muda itu hanya berdiri dalam
keadaan siap sarnbil memandang ke arah Han Han, tanpa mengeluarkan kata-kata,
tanpa bergerak. Han Han tidak tahu harus berbuat apa karena barisan ini
menghalang di jalan. Akan tetapi terdengarlah suara keren dari mulut seorang
hwesio tua yang berdiri di sudut, hwesio tua yang bermata tajam dan suaranya
nyaring.
!Khong-jiu-tin (Barisan Tangan Kosong) Siauw-lim-pai
merupakan ujian pertama bagi orang yang berani minta berjumpa dengan ketua
Siauw-lim-pai!!
Mendengar ini, Lulu meloncat maju dan menudingkan
telunjuknya yang kecil runcing kepada hwesio tua ini sambil memaki,
‘Hwesio busuk Orang mau berjumpa dengan ketua Siauw-lim
pai pakai diuji segala macam! Peraturan apakah ini? Hayo suruh minggat barisan
yang tiada gunanya ini, dan panggil ketuamu ke sini kami ingin bicara!!
Hwesio tua itu yang sesungguhnya adalah Ceng To Hwesio,
mengerutkan keningnya dan matanya memandang marah.
‘Nona, pernah ada jaman di mana wanita dilarang masuk
ke ku.il Siauw-lim-si dengan ancaman hukuman mati. Pinceng akan senang sekali
kalau peraturan itu kini masih berlaku. Sayang kini peraturan diperlunak dan
kalau kalian tidak berani menghadapi ujian kami, lebih baik pergi saja dari
sini.!
‘Eh, hwesio sombong, siapa yang tidak berani? Biar
ditambah lima kali ini, aku tidak takut!! Lulu sudah bergerak maju hendak
menerjang barisan itu. Tiba-tiba tiga betas hwesio itu menggerakkan kaki dan
menggeser kaki, kiri ke belakang mengubah kuda-kuda. Gerakan mereka itu mantap
dan kuat juga amat rapi sehingga Han Han yang melihat ini cepat berkata.
‘Lulu, mundurlah. Kalau memang begini peraturan
Siauw-lim-pai, biar aku
coba menghadapi barisan ini.!
Lulu melangkah mundur dan mengomel, ‘Hemmm.
hwesio-hwesio sial Sekali ini agak baik nasib kalian sehingga tidak jadi mati
ditanganku. Kakakku terlalu baik hati untuk membunuh kalian sehingga kalian
hanya akan luka-luka ringan saja. Katau aku yang maju sendiri..hemmm, jangan
tanya-tanya lagi tentang dosa!!
Biarpun sikapnya masih kekanak-kanakan namun Lulu
sebetulnya adalah seorang yang cerdik dan dapat menyembunyikan kecerdikannya di
balik sikap kekanak-kanakannya. Ia sudah mengenal watak kakaknya yang setiap
kali berhadapan dengan lawan-lawan tangguh dalam sebuahah pertandingan lalu
timbul watak beringas dan kejam seolah-olah haus darah dan ia tahu pula bahwa
pihak lawan tentu akan toboh tewas kalau bertemu dengan kakaknya yang luar
biasa.
Dia tidak menghendaki kakaknya menjadi seorang kejam yang
membunuhi manusia seperti membunuh semut saja, maka tadi ia sengaja berkata
demikian untuk mengingatkan Han Han agar tidak membunuh lawan. Han Han mengerti
akan sindiran Lulu maka ia berkata.
‘Lulu, tewas atau luka dalam pertandingan adalah hal
biasa. Yang penting, kalau sampai terjadi pertandingan, hal itu bukanlah
kehendak kita, melainkan dikehendaki oleh para hwesio ini.Minggirlah !!
Lulu minggir dan Han Han lalu melangkah lebar menghampiri
barisan yang sudah siap menyambutnya. Dengan sinar matanya, Han Han menyapu
barisan itu dan diam-diam ia merasa amat kagum karena sikap dan kedudukan
pasangan kuda-kuda tiga belas orang hwesio yang rata-rata berusia tiga puluh
tahun itu amatlah kuat dan kokoh seperti batu karang. Dari pasangan
kuda-kudanya saja dapat diketahui bahwa Siauw-lim-pai memiliki murid-murid yang
baik-baik dan ilmu silat Siauw-lim-pai bukanlah omong kosong belaka.
‘Majulah!! Han Han berseru dan menerjang maju, kedua
tangannya dengan jari-jari terbuka dilambaikan ke depan dari kanan kiri. Ia
tidak ingin menyerang lebih dulu dan ingin sekali menyaksikan bagaimana
kehebatan Khong-jiu-tin ini. Setelah belajar ilmu di Pulau Es, Han Han amat
suka melihat ilmu silat dan ingin sekali meluaskan pengalamannya dengan
menyaksikan ilmu-ilmu silat didunia kang-ouw.
‘Sambut serangan!! Tiba-tiba bentakan ini keluar dari
tiga belas buah mulut secara serentak dan bergeraklah tiga belas orang hwesio
itu menyerang Han Han. Gerakan mereka amat cepat dan langkah-langkah mereka
teratur, pukulan-pukulan yang dilancarkan mantap dan kuat.
Han Han menggunakan ginkangnya, tubuhnya bagaikan tubuh
seekor walet saja ringannya dan dengan kecepatan yang mengagumkan ia telah
mengelak dari setiap pukulan yang menyerangnya. Akan tetapi betapapun cepat
gerakannya, ia tidak dapat mengatasi kecepatan gerakan tiga belas orang
sekaligus.
Apalagi ketika tiga belas orang itu ternyata bukan
sembarangan bergerak mengandalkan kepandaian perorangan, melainkan bergerak
menurut ilmu barisan yang aneh dan hebat. Ke manapun Han Han mengelak, di situ
telah menanti pukulan tangan kosong lain hwesio yang disusul dengan
pukulan-pukulan lain dari segala jurusan sehingga bagi Han Han seolah-olah
tidak ada jalan keluar lagi. Terpaksa pemuda ini menggunakan lengannya
menangkis. Beberapa kali saja menangkis, terdengar seruan-seruan kesakitan
daripara hwesio yang tertangkis lengannya,dan segera gerakan para hwesio itu
berubah, kini tidak pernah mereka membiarkan lengan mereka tertangkis lagi!
Tiap kali lengan meereka ditangkis, mereka sudah menarik kembali tangan mereka
untuk disusul dengan lain pukulan dari lain jurusan oleh hwesio lain.
Han Han makin kagum. Sudah beberapa kali terdengar suara
bak-bik-buk ketika beberapa buah pukulan para pengeroyoknya tak dapat ia
elakkan dan terpaksa ia terima dengan tubuhnya yang sudah kebal. Ia maklum
bahwa andaikata ia tidak memiliki sinkang yang jauh lebih tinggi sehingga ia
dapat mengandalkan kekebalan tubuhnya yang dilindungi sinkang dan mengandalkan
pula kecepatan gerakannya mengandalkan ginkang, kiranya ia akan celaka di
tangan tiga belas orang ini.
Kalau hanya mengandalkan ilmu silat, agaknya akan
sukarlah menandingi barisan yang hebat ini. Ia mulai memperhatikan gerakan
mereka dan mengertilah ia bahwa sesungguhnya Khong jiu-tin yang terdiri dari
pada tiga belas orang itu adalah dua macam barisan yang digabung menjadi satu.
Pertama barisan Pat-kwa-tin yang terdiri dari delapan
orang, ke dua barisan Ngo-heng-tin yang terdiri dari lima orang. Kedua barisan
itu kadang-kadang melakukan gerakan terpisah saling membantu, kadang-kadang
membentuk lingkaran dengan Pat-kwa-tin di sebelah luar dan Ngo-heng-tin di
sebelah dalam.
Karena dalam hal ilmu silat Han Han memang belum dapat
dikatakan mahir, menghadapi kedua barisan yang digabung merupakan Khong-jiu-tin
yang mengandung jurus-jurus Ilmu Silat Lo-han-kun yang amat hebat dari
Siauw-lim-pai ini, tentu saja Han Han tidak mampu melawannya dan terpaksa ia
harus mengandalkan sinkangnya yang membuat tubuhnya kebal dan menerima belasan
kali pukulan-pukulan keras sebelum ia sempat melihat jalannya barisan yang amat
mengagumkan itu.
Karena khawatir kalau-kalau pukulan-pukulan yang makin
berbahaya melanda tubuhnya, Han Han mengerahkan khikangnya, mengeluarkan suara
melengking nyaring dan kedua lengannya mendorong ke arah lawan yang mengeroyok
dengan pengerahan tenaga sakti Im-kang. Dapat dibayangkan betapa hebatnya
dorongan-dorongan tenaga Im-kang ini kalau diingat bahwa bertahun-tahun pemuda
ini melatih diri di Pulau Es yang amat dingin, sehingga ia telah dapat menyedot
inti sari hawa dingin, membuat Im-kangnya yang dipelajari menurut kitab-kitab
Ma-bin Lo-mo menjadi hebat, lebih hebat dari Swat-im Sin-ciang milik Ma-bin
Lo-mo sendiri!
Terdengar keluhan-keluhan ketika tiga belas orang itu
terhuyung-huyung dan roboh semua dengan muka pucat dan tubuh menggigil
kedinginan! Untung bahwa Han Han teringat akan sindiran Lulu tadi sehingga ia
tidak menurunkan tangan maut, membatasi tenaga dorongannya sehingga darah tiga
belas orang itu tidak membeku.
‘Omitohud..., luar biasa..!! terdengar Ceng To Hwesio
berseru. Tiga belas orang hwesio anggauta barisan Khong-jiu-tin itu saling
bantu can mundur. Tempat mereka kini diganti oleh sebuah barisan lain yang
terdiri dari sembilan orang hwesio-hwesio tua berusia antara lima puluh tahun,
rata-rata bertubuh kurus kering dan kelihatannya lemah sekali.
‘Eh, hwesio curang! Sudah jelas barisan tadi tidak
mampu menahan Kakakku, sekarang hwesio-hwesio tua kurus kering ini mau coba
lagi?! bentak Lulu yang menghampiri kakaknya dan mengusap-usap leher kanan Han
Han yang agak merah karena tadi terpukul, bahkan sebelah kanan bibirnya pecah
dan berdarah sedilkit, bajunya robek-robek.
Han Han menggeleng kepala dan dengan halus mendorong
tubuh adiknya kepinggir sambil berkata,
‘Lulu, tenanglah barisan yang datang ini lebih berat.!
‘Apa? hwesio-hwesio kurus kering ini? Jumlahnya pun
hanya sembilan orang, Sekali dorong saja roboh Tak usah di dorong kautiup saja
mereka akan roboh semua! Mereka ini hanyalah penderita-penderita penyakit encok
dan batuk!!
Ceng To Hwesio tldak rnempedulikan ulah dan kata-kata
kakak beradik itu lalu berkata dengan suara nyaring.
‘Ujian pertama dapat di lalui, ujian ke dua menyusul.
Lo-han-tin (Barisan Orang Tua) dari Siaw-lim-pai, hadapilah, orang muda !!
Barisan ini jauh sekali bedanya dengan barisan
Khong-jiu-tin tadi. Kalau barisan pertama tadi terdiri dari hwesio hwesio yang
bertubuh tegap dan gerakan mereka mantap mengandung tenaga kuat barisan ke dua
ini terdiri dari hwesio-hwesio tua yang lemah sedangkan gerakan mereka pun
kelihatan tak bertenaga. Namun Han Han yang biarpun belum berpengalaman namun
sebagai seorang ahli sinkang dan karena sudah banyak membaca kitab-kitab ilmu
silat tinggi, dapat menduga bahwa barisan ini terdiri dari ahli-ahli sinkang
yang tak boleh dipandang ringan.
Dugaannya memang benar. Sembilan orang ini adalah
murid-murid kepala dari Ceng To Hwesio dan tingkat mereka hanya sedikit lebih
rendah daripada tingkat lima orang hwesio murid utama Ceng To Hwesio yang tadi
menjadi pengantar kedua orang muda itu dan yang kini tidak tampak lagi.
‘Hemmm, beginikah peraturan Siauw-lim-pai? Kurasa hanya
ditujukan kepada tamu-tamu yang tak dikehendaki saja,! kata Han Han sambil
tersenyum mengejek. ‘Para Losuhu, kalau tidak malu mengeroyok seorang muda,
majulah!!
Sembilan orang hwesio itu adalah sebuah barisan yang
hanya mentaati perintah, maka tentu saja tidak mengandung perasaan pribadi dan
ucapan Han Han itu tidak membuat mereka menjadi rikuh, bahkan kini mereka
bergerak maju dan mulai mengurung lalu mengirim serangan-serangan yang
kelihatannya lambat, namun sesungguhnya cepat dan dahsyat sekali, jauh lebih
berbahaya dari pada penyerangan Khong-jiu-tin karena kini setiap pukulan
mengandung tenaga lweekang yang hebat.
Melihat pukulan-pukulan yang berbahaya ini Han Han cepat
meloncat ke atas dan ia pun mengerahkan sinkang ditubuhnya, berjungkir balik di
udara dan kini tubuhnya menukik ke bawah dengan kedua tangan didorongkan, lalu
ditarik kekanan kiri untuk menangkis sambutan para pengeroyoknya yang sudah
mengirim pukulan-pukulan pula. Begitu hawa pukulan itu bertemu dengan hawa
sinkang yang keluar dari kedua lengan Han Han sembilan orang kakek itu
terhuyung dan mereka berseru heran.
Akan tetapi mereka sudah menerjang lagi maju dan kini
gerakan tangan mereka mengeluarkan angin sebagai tanda bahwa mereka telah
mengerahkan seluruh tenaga sakti yang ada pada diri mereka.
Seperti juga tadi ketika menghadapi pengeroyokan
Khong-jiu tin, Han Han tidak dapat melawan IImu silat Lo-han-kun yang dimainkan
sembilan orang Ahli itu. Biarpun ia sudah mempergunakan ginkangnya sehingga
kadang-kadang tubuhnya lenyap dari pengurungan sembilan orang hwesio Itu, dan
sudah mempergunakan kecepatannya untuk mengelak atau menangkis, namun tetap
saja masih ada bebera buah pukulan yang ‘mampir! dl tubuhnya.
Dan kali Ini pukulan-pukulan yang mengenal tubuhnya sama
sekali tidak boleh disamakan dengan pukulan-pukulan barisan pertama tadi karena
pukulan-pukulan kali ini adalah pukulan yang mengandung tenaga lweekang.
Biarpun tubuh Han Han amat kebal karena kuatnya sinkangnya, dan memang ternyata
bahwa tenaga dalamnya jauh lebih kuat dari pada para pengeroyoknya, namun
pukulan-pukulan itu masih menggetarkan isi dada dan isi perutnya sehingga
sebuah pukulan yang cukup keras pada dadanya membuat darah keluar mengucur dari
mulutnya!
Dia tidak terluka, akan tetapi getaran dan goncangan itu
ditambah pukulan yang mampir dl lehernya membuat mulut dan hidungnya berdarah.
Marahlah Han Han, kemarahan yang tidak dibuat-dibuat, yang timbul dengan
sendirinya, yang membuat, mukanya tampak marahs, sepasang matanya menyorotkan
pandang mata seperti kilat, penuh kebencian penuh nafsu membunuh. Seolah olah
semua wajah para pengeroyoknya berubah menjadi wajah wajah tujuh orang perwira
Mancu yang membasmi keluarganya sehingga menimbulkan kebencian yang meluap luap
di dalam hatinya, mendatangkan nafsu membunuh.
Ia mengeluarkan suara teriakan melengking yang terdengar
mengerikan, lalu tubuhnya digoyang seperti seekor harimau menggoyang tubuh
untuk mengeringkan bulu, kemudian ia menerjang maju dengan kedua tangan
menyambar-nyambar kedepan.
‘Koko.. jangan..!!! Lulu berteriak ngeri menyaksikan
keadan kakaknya itu. Han han dapat mendengar jerit ini dan untunglah demikian,
karena kedua tangannya yang menyebar maut dengan pukulan-pukulan Swat-im
Si-ciang dan Hwi-yang Sin-cian secara berganti-ganti itu dapat ia tahan
kekuatannya sehingga sembilan orang hwesio itu hanya terjengkang dan
muntah-muntah darah terluka parah, tetapi tidak ada yang tewas.
‘Omitohud...!! Ceng To Hwesio berseru marah. ‘Kejam
sekali engkau...!!
Pada saat itu dari luar menyambar sinar-sinar
berkeredapan dan ternyata lima orang hwesio murid utama Ceng To Hwesio sudah
muncul sambil menyambitkan senjata rahasia mereka ke arah Han han. Hal ini
mereka lakukan bukan sekali-kali untuk bermain curang, melainkan terdorong oleh
kekhatiran dan karena mereka ingin menolong para sute mereka agar jangan sampai
dipukul lagi oleh Han han. Mereka mengira bahwa pemuda itu tentu akan membunuh
semua sute mereka yang sembilan orang itu.
‘Hwesio-hwesio curang!! Lulu sudah mencabut pedangnya,
sinar hijau menyilaukan mata berkelebat dan semua senjata rahasia yang disambar
sinar ini menjadi patah-patah seperti buah-buah mentimun bertemu pisau yang
amat tajam.
‘Cheng-kong-kiam !! teriak hwesio pincang bertongkat
ketika melihat pedang itu.
‘Omitohud kiranya benar-benar murid Hoa-san-pai yang
mengacau!, tang-kap!! bentak Ceng To Hwesio ketika mengenal Cheng-kong-kiam
sebagai pedang pusaka Hoa-san-pai. Memang pedang ditangan Lulu itu adalah
Cheng-kong-kim yang dirampasnya dari tangan Kong Seng-cu dan pedang ini sudah
amat terkenal di dunia kang-ouw sehingga para hwesioSiauw-lim-pai juga
mengenalnya.
Lima orang hwesio itu menyerang dengan hebat, mengurung
Han Han dan mereka mempergunakan senjata mereka. Si Pincang mempergunakan
tongkatnya, dua orang hwesio mempergunakann. Toya yang sudah mereka pegang
ketika mereka, muncul, sedangkan yang tertua dan yang nomor dua memegang
pedang. Serangan mereka itu birarpun tidak sehebat ilmu pedang Siauw-lim
Chit-kiam. namun karena mereka adalah tokoh tokoh Siauw-Lim-pai tingkat tinggi,
tentu saja serangan mereka ini hebat bukan main. Boleh jadi dalam hal kekuatan
singkang,
Han Han yang telah memiliki tenaga mukjizat itu sukar
ditandingi para hwesio yang mendapat sinkang secara latihan wajar, tidak
seperti Han Han yang berlatih dengan cara-cara golongan sesat akan tetapi dalam
hal IImu silat, Han Han sunguh ketingalan jauh kalau dibandingkan dengan lima
orang hwesio murid Ceng To Hwesio itu. Adapun Lulu yang juga memiliki tenaga
sinkang yang tidak lumrah kalau dibandingkan dengan gadis seusianya yang sejak
kecil belajar silat, dan telah mempelajari ilmu silat yang tinggi, namun dia
kurang mendapat bimbingan yang benar sehingga ilmu pedangnya yang amat indah
dan tinggi mutunya itu kekurangan isi. Tentu saja diapun bukan lawan
tokoh-tokoh Siaw-lim-pai itu.
Si hwesio tua yang pincang kakinya menghadapi Lulu dengan
tongkatnya. Ternyata hwesio ini bukan main ketika bergerak menerjang Lulu
dengan tongkat di tangan. Gerakanya gesit dan biarpun kakiknya melebihi
kecepatan orang yang tidak cacat. Ketika Lulu menangkis dengan pedangnya
terdengar suara keras, ujung tongkat kayu Itu terbacok putus sedikit saking
tajmnya pedang pusaka Hoa-san-pai Itu, akan tetapi telapak tangan Lulu tergetar
hebat saking kuatnya tongkat di tangan hwesio pincang.
‘Nona muda, lebih baik engkau menyerah saja.
Siauw-lim-pai adalah perkumpulan besar yang adil dan tentu akan mengadakan
sidang pengadilan yang tidak sewenang-wenang. Melawanpun tiada gunanya,! hwesio
pincang ltu berkata dengan suara halus. Dia seorang tokoh Siuw-lim-pai yang
berilmu tinggi, sudah puluhan tahun malang-melintanl di dunia, kang-ouw
sehingga kini merasa sungkan untuk bertanding melawan seorang gadis remaja yang
menjadi cucu muridnya!
‘Hwesio sombong, apa kau kira akan dapat mengalahkan,
aku? Lihat pedang!! Lulu berteriak marah dan pedangnya sudah berkelebat
menyambar lagi, merupakan segulungan sinar hijau yang tebar dan panjang.
‘Omitohud, orang muda yang bersemangat baja!! Hwesio
pincang itu berseru, tidak marah karena sebagai seorang hwesio tentu saja ia
telah memiliki kesabaran besar, bahkan ia merasa kagum menyaksikan
sepak-terjang gadis cantik ini. Cepat ia menggerakkan tongkatnya dan sekejap
kemudian bertandinglah mereka dengan hebat. Biarpun tingkat kepandaiannya jauh
lebih tinggi, namun hwesio pincang itu harus bersilat dengan amat hati-hati
karena ginkang gadis itu sudah mencapai tinkat yang tinggi pula, membuat tubuhnya
berkelebatan seperti seekor burung walet. dan tenaga sinkang yang tersembunyi
di tangan halus. Yang memegang pedang pun tak boleh dipandang ringan.
Sementara itu, Han Han juga mengamuk, dikeroyok oleh
empat orang hwesio lain. Agaknya para hwesio itu tidak ingin gagal untuk
memenuhi perintah suhu mereka, yaitu menangkap Han Han, maka mereka berempat
maju serentak dengan tangan kosong, membiarkan hwesio pincang seorang diri
menghadapi. Lulu yang mereka pandang rendah. Mereka:sudah mendengar akan
kelihaian Han Han ini dan karena Han Han telah membunuh orang-orang
Siauw-lim-pai secara mengerikan, bahkan disangka membunuh dua orang di antara
Siauw-lim Chit-kiam, tentu saja mereka maklum bahwa pemuda ini amat lihai, maka
mereka maju mengeroyok dan berlaku hati-hati sekali.
Pening rasa pandang mata Han Han ketika ia melihat geakan
para pengeroyoknya yang selain cepat juga amat mantap itu, kemanapun ia
menggerakkan kedua tangannya sambil mengerahkan tenaga Hwi-yang Sin-ciang atau
Swat-im Sin-ciang, selalu serangannya dapat dihindarkan keempat orang hwesio
itu yang cepat mengelak dan sama sekali tidak berani menangkis.
Memang dahsyat mengerikan sekali sambaran kedua tangan
Han Han ini, kadang-kadang mengandung hawa yang panas seperti api membara
kadang-kadang dingin seperti es, Ilmu silat yang dimainkan oleh, empat orang
hwesio itu adalah ilmu silat tinggi Siauw-lim-pai yang amat terkenal dengan
ilmu silat tangan kosongnya. Dibandingkan dengan Ilmu Silat Lo-han-kun yang
dimainkan oleh barisan Khong-jiu-tin yang tadi mengeroyoknya, memang tidak ada
bedanya, akan tetapi kini dimainkan dengan tenaga yang jauh lebih kuat dan
gerakan yang lebih mantap.
Seperti juga tadi, Han Han tidak dapat mempertahankan
dirinya, tidak dapat menghindarkan diri dari gebukan-gebukan dan tendangan-tendangan
yang tentu akan membuatnya roboh pingsan sekiranya dia tidak memiliki tubuh
yang penuh dengan hawa sinkang amat kuatnya. Beberapa kali ia kena dijotos
dadanya sampai tubuhnya terjengkang dan roboh bergulingan, namun setiap kali ia
bangkit lagi dan mengamuk leblh hebat lagi.
Setelah berkelahi, hawa yang aneh memenuhi tubuh Han Han
dan matanya berubah beringas, wajahnya merah menyeramkan, mulutnya yang
berdarah Itu membayangkan kekejaman dan nafsu membunuh, hidungnya yang jga
berdarah itu berkembang-kempis, matanya seperti meta harimau gila,
kerongkongannya mengeluarkan suara rnengereng-gereng dan kadang-kadang
melengking-lengking.
Ernpat orang hwesio murid Ceng To Hwesio kagum bukan main
dan berkali-kali mereka mengeluarkan seruan terkejut saking herannya melihat
betapa pemuda itu dapat menerima hantaman mereka tanpa mengalami cedera atau
terluka sedikit pun, hanya sedikit darah mengalir dari mulut atau hidungnya
setiap kali menerima pukulan. Hampir mereka tak dapat percaya bahwa ada seorang
pemuda remaja memiliki kekebalan seperti itu!
Sungguhpun tubuh Han Han tidak sampai terluka di sebelah
dalam, namun sesungguhnya Han Han menderita bukan main. Seluruh tubuhnya terasa
nyeri dan tidak karuan, kepalanya pening, pandang matanya berkunang dan
telinganya mendengar suara mengiang-ngiang tiada hentinya.
Kemarahannya memuncak. Ketika empat orang hwesio itu
untuk ke sekian kalinya menerjang. maju dari empat jurusan, ia sengaja tidak
mau mengelak lagi, juga tidak menangkis hanya menanti sampai pukulan mereka
tiba. Mendadak Han Han mengeluarkan suara melengking tinggi, tangan kirinya
menghantam ke kiri dengan pengerahan tenaga sakti Swat-im Sin-ciang sedangkan
tangan kanan menghantam ke kanan dengan tenaga sakti Hwi-yang Sin-ciang. Karena
pemuda ini sengaja mengorbankan tubuhnya menjadi sasaran dan berbareng pada
detik itu mengirim pukulan-pukulan, maka terdengar jerit mengerikan ketika
pukulan-pukulannya mengenai sasaran.
Hwesio di sebelah kirinya roboh dengan muka biru dan
darah membeku sedangkan yang berada di sebelah kanannya roboh pula dengan muka
menjadi hitam gosong seperti terbakar! Akan tetapi dia sendiri pun menerima
pukulan-pukulan yang membuat tubuhnya bergoyang-goyang dan tiba-tiba ia
muntahkan darah segar yang banyak juga!
‘Koko...!! Tiba-tiba Lulu menjerit dan Han Han cepat
menengok. Ternyata bahwa pedang adiknya itu telah terpukul tongkat dan terlepas
dari pegangan tangan adiknya itu. Ia melihat Ceng To Hwesio menggerakkan tangan
seperti melambai dan..pedang adiknya itu terbang ke arah tangan Si Hwesio yang
membentak marah.
‘Bocah setan, engkau kembali membunuh dua orang murid
pinceng! Kau tidak boleh dibiarkan hidup lagi!!
Kini mereka semua menyerbu mengeroyok Han Han. Ceng To
Hwesio dan muridnya yang tinggal tiga orang karena hwesio pincang itu setelah
melihat dua orang sutenya tewas lalu meninggalkan Lulu dan ikut mengeroyok Han
Han.
Tidak seperti tadi ketika dilkeroyok empat orang hwesio
bertangan kosong, kini Han Han dikeroyok empat orang hwesio yang semuanya
bersenjata. Hwesio pincang memegang tongkat, dua orang hwesio lain memegang
toya dan Ceng To Hwesio memegang pedang Ceng-kong-kiam dari Hoa-san-pai.
Dalam kemarahanya, Han Han tldak takut menghadapi bahaya
apapun juga. Ia menjadi nekat dan memutar kedua lengannya mengirim
pukulan-pukulan dengan hawa sakti Hwi-yang Sin-ciang yang dahsat sehingga empat
orang hwesioa itu tidak berani terlalu mendekatinya.
‘Omltohud...keji sekali..!! Ceng To Hweslo berseru dan
pedangnya berubah menjadi sinar hijau menuju pusar Han Han, Pemuda itu
terkejut, cepat ia melompat ke atas seperti terbang saja dan pada saat itu,
tongkat hwesio pincang menyambar kakinya. Namun Han Han menggerakkan kaki
menendang sehingga tongkat itu hampir terlepas dari tangan pemeganya.
Pada saat itu, sinar hijau berkelebat ke lehernya. Han
Han membuang tubuh ke belakang, namun masih saja pedang itu menyerempet
pundaknya sehingga bajunya berikut kulit dan sedikit daging pundak robek den
berdarah.
‘Koko..!! Lulu menjerit dan menubruk Han Han, matanya
melotot memandang empat orang hwesio itu dan mulutnya memaki-maki.
‘Hwesio....hwesio jahat! Beginikah hwesio-hwesio
Siauw-lim-pai Tukang keroyok?
Melihat gadis itu yang melindungi tubuh Han Han, empat
orang hwesio itu menjadi sungkan untuk menyerang. Han Han tidak ingin melihat
adiknya terancam bahaya, maka ia lalu meraih pingang adiknya dibawa meloncat
sambil membentak.
Bentakan Han Han Ini mengandung suara aneh yang memiliki
pengaruh mukjizat. Tanpa mereka ketahui mengapa, empat orang hwesio itu segera
mundur ke pinggir dan membiarkan Han Han lewat bersama Lulu. Setelah pemuda itu
berlari ke depan, memasuki kuil, barulah Ceng To Hwesio berseru.
‘Omitohud..., mengapa kita diam saja...?! Ia amat
terkejut, demikian pula tiga orang muridnya dan serentak mereka mengejar ke
dalam kuil.
Han Han berkelebat cepat memasuki kuil sampai ke ruangan
belakang. Ternyata kuil itu luas sekali dan mempunyai banyak ruangan. Melihat
betapa para hwesio kosen itu mengejar, Han Han berlari terus sambil menarik
tangan Lulu Karena para pengejarnya yakin bahwa pemuda itu tidak dapat
meloloskan diri, apalagi kalau dilihat kenyataannya bahwa Han Han malah lari
memasuki kuil, maka mereka ini agaknya tidak mau ribut-ribut, dan mengejar
seenaknya saja.
Han Han yang menggandeng Lulu terus lari sampai di
ruangan belakang yang amat luas. Tampak banyak daun-daun pintu tertutup dan
ketika Han Han tiba di ruangan itu, tiba-tiba terdengar suara halus namun penuh
wibawa.
‘Orang muda yang diperalat iblis berlututlah dan
menyerah!!
Han Han dan Lulu mengangkat muka ke atas karena suara jtu
seperti datang dari atas, akan tetapi diatas tidak tampak apa-apa kecuali
langit-langit rumah. Ketika mereka menoleh ke kiri, ternyata di situ telah
berdiri seorang hwesio tua bermuka kurus bertubuh kecil jangkung yang berwajah
angker penuh wibawa.
Hwesio kurus ini kepalanya gundul kelimis, alisnya tebal
dan kumis jenggotnya jarang, tangan kirinya memegang seuntai tasbih dan
pakaiannya sungguhpun sederhana namun masih jelas berbeda dengan pakaian para
hwesio lain, juga kepalanya diikat tali dengan ‘hiasan! benda kecil runcing
seperti jimat di atas kepala. Hwesio ini adalah Ceng San Hwesio, ketua
Siauw-lim-pai yang memandang Han Han dengan sinar mata penuh teguran.
Han Han menarik tangan Lulu hendak lari keluar lagi.
Melihat hwesio tua itu, Han Han maklum bahwa dia berhadapan dengan orang
pandai, akan tetapi begitu ia membalikkan tubuhnya, Ceng To Hwe-sio dan tiga
orang muridnya sudah tiba di situ dan berdiri memenuhi ambang pintu yang menuju
keluar. Mereka berempat ini memandang dengan sinar mata penuh kemarahan.
‘Suheng, dia inilah bocah yang telah membunuh
murld-murid Siauw-lim-pai, bahkan di luar tadi telah membunuh dua orang
muridku. Mohon keputusan ketua !! berkata Ceng To Hwesio sambil menahan
kemarahannya. Kalau menurutkan kemarahan hatinya, ingin ia turun tangan terus
membunuh bocah itu, akan tetapi karena yang berkuasa memutuskan sesuatu adalah
Ceng San Hwe sio sebagai ketua Siauw-lim-pai, ia menahan kemarahannya dan
menyerahkan keputusannya kepada Ceng San Hwesio.
‘Omitohud, malapetaka menimpa Siauw-lim-pai tiada
henti-hentinya...semoga Tuhan mengampuni kita sekalian..!! Ceng San Hwesio
menekan kemarahannya dan berdoa, kemudian memandang kepada Han Han sambil
berkata,
‘Orang muda, engkaukah yang bernama Sie Han, pemuda
yang telah membunuh murid-murid pinceng Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek, kemudian
membunuh pula beberapa orang anak murid Siauw-lim-pai dan kini bahkan membunuh
dua orang murid keponakanku? Heh, orang muda yang berhati kejam, apakah
sebabnya engkau melakukan pembunuhan-pembunuhan itu? Apakah enkau murid
Hoa-san-pai?!
Han Han menjura penuh hormat setelah kini la tahu bahwa
hwesio itu adalah ketua Siauw-lim-pai.
‘Harap Locianpwe sudi mempertimbangkan dan tidak
tergesa-gesa sepertl yang lain menjatuhkan tuduhan yang bukan-bukan. Saya bukanlah
murid Hoa-san-pai, juga tidak mempunyal hubungan apa-apa dengan Hoa-san-pai.
Adapun tentang pembunuhan yang saya lakukan terhadap anak murid Siauw-lim-pai
ketika mereka bentrok dihutan dengan murid-murid Hoa-san-pai tidak perlu saya
sangkal, dan memang saya melakukan pembunuhan itu sunggupun hal itu bukan
menjadi kehendak saya. Juga tewasnya dua orang hwesio yang mengeroyok saya di
luar itu terjadi bukan atas kehendak saya. Akan tetapi tentang kematian dua
orang murid Locianpwe, dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam, saya tidak
tahu-menahu dan justeru kedatangan saya ini hendak menjelaskan semua duduknya
perkara sehingga timbul bentrokan antara Hoa-san-pai, dan Siauw-lim-pai,
kemudian yang menyeret diri saya sebagai orang luar karena kebetulan saja dan
karena salah pengertian sebagai korban dari tipu muslihat keji seorang Puteri
Mancu.!
‘Orang muda, setelah membunuh sekian banyaknya
murid-murid Siauw-lim-pai, engkau datang ke sini dengan alasan hendak memberi
penjelasan, akan tetapi sambil membunuh pula dua orang murid Siauw-lim-pai
lainnya. Begitukah caramu hendak memberi penjelasan? Apakah engkau hendak
menghilangkan dosa dengan pembunuhan lain lagi?!
‘Maaf, Locianpwe. Sudah kukatakan tadi bahwa tewasnya
Losuhu di luar itu bukanlah kehendak saya. Saya dikeroyok dan mereka berkeras
menolak keinginan saya bertemu dengan Nona Lauw Sin Lian dan dengan Locianpwe
sebagai ketua untuk memberi penjelasan, akan tetapi mereka menggunakan
kekerasan. Terpaksa saya melawan untuk membela diri dan akhirnya dua di antara
para losuhu tewas...!
‘Suheng! Setan cilik ini telah menginjak-injak
kehormatan .Siauw-lim-pai telah membunuh dengan cara keji tujuh orang
murid-murid Siauw-lim-pai kemudian sekarang membunuh pula dua orang murid
tingkat pertama, bahkan kematian Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek tentu akibat
perbuatannya pula karena memang dia memiliki ilmu setan. Harap Suheng sekarang
memberi keputusan agar saya dapat turun tangan menangkap atau membunuhnya,!
kata Ceng To Hwesio yang merasa marah sekali atas kematian dua orang muridnya
yang tersayang.
Tidak hanya Ceng To Hwesio yang merasa sakit hatinya oleh
kematian para murid Siauw-lim-pai. Biarpun ketua Siauw-lim-pai sendiri, Ceng
San Hwesio, juga merasa sakit hati. Akan tetapi sebagai seorang ketua yang
berpikiran luas dan berpemandangan jauh ia tidak mau bertindak sembrono. Urusan
Siauw-lim-pai dengan Hoa-san-pai jauh lebih penting dan lebih besar dari pada
urusan dendam terhadap orang muda ini, pikirnya. Maka ia menindas perasannya
dan bertanya.
‘Orang muda she Sie, engkau hendak menyampaikan
penjelasan tentang sebab-sebab bentrokan antara Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai.
penjelasan yang kau awali dengan pembunuhan baru lagi. Penjelasan apakah
gerangan? Coba kau sampaikan kepada pinceng untuk dipertimbangkan.!
Han Han maklum bahwa keadaannya terhimpit dan terancam.
la malah merasa pening dan seluruh tubuhnya sakit-sakit, sedangkan Lulu yang
memegang lengannya dari belakang kelihatan pucat dan tangan gadis itu agak
gemetar tanda bahwa hatinya tegang dan takut. Kenyataan bahwa kedatangannya ini
menimbulkan pembunuhan-pembunuhan baru membuat perkara menjadi makin ruwet.
Akan tetapi karena memang hatinya tidak mengandung pamrih
apa-apa, tidak pula mempunyai niat untuk menonjolkan atau menguntungkan diri
sendiri, melainkan hanya bertindak untuk membela diri dari serangan-serangan
maut, dengan suara tenang ia lalu berkata.
‘Locianpwe, semua peristiwa yang terjadi sehingga
mengakibatkan korban-korban yang tewas di antara murid-murid Siauw-lim-pai dan
juga Hoa-san-pai, adalah disebabkan oleh siasat adu domba yang amat licin dari
seorang puteri Mancu yang bernama Puteri Nirahai. Mula-mula terjadi pembunuhan
atas diri dua orang Locianpwe dari Siauw-lim Chit-kiam yang merupakan rahasia,
akan tetapi yang pertama kali membawa datang kedua jenazah itu adalah Puteri
Nirahai itulah.! Kemudian dengan tenang Han Han menceritakan semua peristiwa
yang didengarnya dari pihak Hoa-san-pai tentang pengiriman peti oleh puteri
Mancu, dan betapa peti-peti itu dikawal oleh murid Hoa-san-pai kemudian di
tengah jalan dihadang oleh murid-murid Siauw-lim-pai sehingga terjadi
pertempuran.
‘Saya dan adik saya kebetulan lewat di tempat
pertempuran dan karena saya mengira bahwa murid-murid Siauw-lim-pai adalah
perampok-perampok yang hendak merampas kereta yang dikawal Pek-eng-piauwkiok,
saya lalu membantu Pek-eng-piauwkiok dan dalam pertandingan itu saya dikeroyok
dan akibatnya tujuh orang murid Siauw-lim-pai yang saya kira perampok ltu
tewas. Setelah muncul Nona Lauw Sin Lian yang saya kenaI diwaktu kecil, yang
membuka dua peti terisi jenazah, barulah saya terkejut dan kembali saya salah
sangka, mengira bahwa pihak Hoa-san-pai yang jahat dan turun tangan membunuh
dua orang pimpinan Pek-eng-piauwkiok yang menjadi murid-murid Hoa-san-pai. Saya
sudah menjelaskan persoalan ini kepada pimpinan Hoa-san-pai, dan biarpun
hasilnya, tidak begitu memuaskan, saya tetap mendatangi Siauw-lim-si untuk
memberi penjelasan pula kepada ketua Siauw-lim-pai dan kepada Nona Lauw Sin
Lian. Sungguh menyedihkan bahwa kedatangan saya dikeroyok dan akibatnya dua
orang murid Siauw-lim-pai tewas. Sekarang terserah kepada keputusan Locianpwe.!
Ceng San Hwesio diam-diam terkejut sekali dan
mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan bohong tidaknya cerita yang ia dengar
dari mulut pemuda aneh ini. Kalau tidak bohong, benar-benar Siauw-lim-pai dan
Hoa-san-pai terancam kehancuran kalau melanjutkan permusuhan yang dijadikan
umpan perpecahan oleh pihak penjajah. Akan tetapi siapa tahu kalau cerita itu
hisapan jempol belaka? Pemuda ini amat aneh dan lihai, siapa dapat menjenguk
isi hatinya?
‘Suheng, harap jangan percaya dia! Masih ingat pinceng
akan cerita Sin Lian bahwa bocah ini adalah murid Kang-thouw-kwi Gak Liat dan
tadi pun dia mengeluarkan pukulan Hwi-yang Sin-ciang! Tentu kedua orang murid
Suheng dia pula yang membunuhnya!!
Ceng To Hwesio berkata. bukan untuk memanaskan hati
suhengnya, melainkan karena ia menduga keras bahwa Han Han adalah seorang musuh
besar.
Sinar mata Ceng San Hwesio berkilat. ‘Hemmm, Gak Liat
manusia yang keji dan jahat. Sekarang muridnya lebih kejam lagi.., omitohud!
Sie Han, kau lebih baik menyerahkan diri, jangan melawan. Kau harus menjadi
tawanan kami untuk kemudian diperiksa lebih lanjut.!
‘ Locianpwe, sebagai seorang ketua perkumpulan besar,
apakah Locianpwe tidak dapat menggunakan kebijaksanaan? Kakakku tidak bersalah,
memaksa diri datang kesini untuk memberi penjelasan agar jangan terjadi
permusuhan berlarut-larut antara Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai. Akan tetapi
sampai disini malah hendak ditawan. Hayo kembalikan pedangku dan biarkan kami
berdua pergi dari sini kalau Locianpwe tidak suka mendengarkan penjelasan Kakakku!!
Lulu yang tadinya kelihatan takut-takut itu kini
melangkah maju dan bicara dengan suara membentak-bentak kepada ketua
Siauw-lim-pai.
Jari-jari tangan kiri Ceng San Hwesio menggerak-gerakkan
tasbihnya ketika ia memandang Lulu, alisnya berkerut dan ia bertanya halus,
‘Nona muda, siapakah namamu?!
‘Namaku Lulu dan aku adalah adik Kakakku Han Han ini.!
‘Nona bukan murid Hoa-san-pai?!
‘Bukan, juga Kakakku bukan murid Hoa-san-pai, bukan
pula murid Gak Liat.!
Bibir hwesio tua itu tersenyum. ‘Hem, Nona bicara tidak
karuan. Kalau bukan murid Hoa-san-pai, bagaimana pedang Cheng-kong-kiam bisa
berada di tangan-mu? Pedang itu adalah pedang pusaka Hoa-san-pai dan biasanya
hanya dipergunakan oleh pihak pimpinan Hoa-san-pai.!
‘Ohhh, itu? Pedangku yang dirampas oleh hwesio jahat
ini? Sama saja dengan hwesio itu, Locianpwe, aku merampas dari tosu
Hoa-san-pai?!
‘Hemmm, merampas dari tosu Hoa-san-pai?!
‘Apa bedanya dengan hwesio ini? Dia pun merampas
pedangku! Aku diserang tosu Hoa-san-pai dan aku merampas pedangnya.!
Tiba-tiba Ceng To Hwesio maju dan berkata, ‘Nona muda
yang lancang mulut. Benarkah engkau Adik pemuda ini? Pinceng tidak percaya!!
Lulu membelalakkan matanya kepada hwesio yang dibencinya
itu, yang telah memegang pedangnya. ‘Kau percaya atau tidak bukan urusanku!
Aku adalah adik angkat Kakakku ini dan aku tidak membutuhkan kepercayaanmu!!
‘Suheng, gadis ini adalah keturunan Mancu!! tiba-tiba
Ceng To Hwesio berkata.
‘Lihatlah matanya, lihat hidungnya dagunya Dia berdarah
Mancu!!
‘ Memang aku gadis mancu, habis engkau mau apa?!
‘Omitohud..kalau begitu benar. Mereka ini adalah
mata-mata penjajah yang dipergunakan untuk mengadu domba antara Hoa-san-pai dan
Siauw-lim-pai. Bocah kejam, terpaksa pinceng. Turun tangan kepadamu!! Ceng San
Hwesio berseru dan tiba-tiba dia menggerakkan kaki maju dua langkah dan tangan
kanan-nya mendorong ke depan, mencengkeram ke arah pundak Han Han.
Pemuda yang sudah sakit-sakit rasa tubuhnya ini ketika
mendengar suara mencicit keluar dari tangan ketua Siauw-lim-pai, terkejut bukan
main. Cepat ia miringkan tubuh, agak merendah dan dengan nekat ia mengangkat
tangan menangkis ke arah tangan hwesio yang terulur itu.
‘ Omitohud...menakjubkan!! CengSan Hwesio berseru dan
meloncat kebelakang untuk mematahkan daya dorong yang dapat. merusak kuda-kuda
kakinya. Akan tetapi Han Han terpental ke belakang dan roboh terguling-guling.
Ternyata bahwa dalam hal tenaga, bahkan kakek ketua
Siauw-lim-pai ini sendiri tak mampu mengatasi Han Han, akan tetapi karena kakek
ini amat lihai, ketika tangan mereka bertemu tadi Ceng San Hwesio telah
menggerakkan pergelangan tangan sehingga Han Han terdorong dari samping dan
kena dilontarkan ke belakang!.
‘Kalian benar-benar menghendaki nyawaku?
Hemmm...majulah, aku Sie Han bukannya orang yang takut mati!! bentak Han Han,
kemarahannya membuat wajahnya menjadi merah sekali dan kelihatannya beringas
menyeramkan, sinar maut terpancar dari sepasang matanya.
Ceng San Hwesio maklum bahwa anak muda ini benar-benar
merupakan bahaya dan bahwa kalau dia sendiri tidak turun tangan, tentu akan
sukar bagi murid-muridnya menundukkan Han Han tanpa mengorbankan nyawa banyak
anak murid Siauw-lim-pai lagi.
Sebagai ketua Siauw-lim-pai, tentu saja dia berpantang
membunuh, akan tetapi karena maklum bahwa pemuda ini sukar dikalahkah dan
memiliki sinkang yang amat luar biasa, ia lalu melangkah maju, siap menurunkan
tangan menyerang. Juga Ceng To Hwesio bersama tiga orang muridnya sudah maju
mengurung Han Han yang beringas dan marah sedangkan Lulu masih berdiri
terbelalak penuh kekhawatiran memandang kakaknya.
Keadaan itu amat menegangkan, terutama sekali bagi Lulu
yang seolah-olah melihat betapa kakaknya yang tercinta itu hendak disembelih,
hendak dibunuh di depan matanya. Ia amat bangga dan yakin akan kelihaian
kakaknya, akan tetapi kini ia mengerti bahwa kakaknya bukanlah lawan
hwesio-hwesio yang sakti ini. Ia pun bersiap-siap untuk menyerbu untuk membela
kakaknya, karena kalau sampai kakaknya tewas, ia pun tidak mau hidup lebih lama
lagi ingin mati disamping kakaknya.
Dalam detik seperti itu terasa benar di hati Lulu betapa
ia mencinta kakaknya, betapa di dunia ini dia tidak punya siapa-siapa lagi,
betapa hidupnya akan kosong dan hampa kalau Han Han mati.
Perasaan ini seperti duri-duri menusuk jantungnya,
membuat Lulu tanpa disadarinya memekik nyaring.
‘Koko..! Aku ingin mati bersamamu..!!
Jeritan melengking yang keluar dari mulut Lulu ini
langsung keluar dari hatinya, maka mengandung getaran hebat. Ceng San Hwesio
bersama sutenya dan tiga orang muridnya itu, sudah siap menerjang maju
membinasakan Han Han tergetar oleh jeritan ini. Mereka adalah hwesio-hwesio
y.ang berilmu, hwesio-hwesio yang mengutamakan kebajikan yang penuh dengan
welas asih dan cinta kasih terhadap sesama hidup.
Mereka sama sekali bukanlah orang-orang kejam, bahkan
mereka telah berhasil mengusir jauh-jauh nafsu kebencian. Kalau mereka hendak
turun tangan membunuh Han Han, hal ini dilakukan dengan perasaan demi menjaga
keutuhan den kelangsungan Siauw-lim-pai yang terancam kedudukannya.
Kini mendengar lengking itu, hati mereka tertusuk dan
sejenak mereka berdiri melongo memandang Han Han yang berdiri dengan muka
beringas dan darah mengalir dari pundak, hidung dan ujung bibirnya.
Pada detik-detik yang sunyi itu terdengarlah suara halus
yang seolah-olah terbawa asap dupa yang mengepul keluar dari balik daun pintu
tertutup sebelah kiri, suara yang penuh getaran pula.
‘Siancai...,hidupnya belum terisi, mengapa ingin mati?
Aduhai, sebentar lagi tubuh itu terbujur di dalam tanah, busuk menjijikkan, tanpa
kesadaran, tidak ada, gunanya seperti kayu habis dimakan api..! Omitohud..,Ceng
San.., apa yang hendak kau lakukan di luar? Kesinilah segera!!
Mendengar suara ini, lima orang hwesio yang mengurung Han
Han itu tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut dengan muka menghadap daun pintu
tertutup dari mana mengepul keluar asap dupa harum itu. Kemudian Ceng San
Hwesio lalu melompat sambil berlutut dan tubuhnya yang masih berlutut itu
melayang ke arah daun pintu, tangan kanan mendorong daun pintu terbuka dan
tubuhnya terus meluncur masuk ketika daun pintu itu tertutup kembali.
Han Han memandang penuh kagum. Mengertilah ia bahwa
kepandaiannya masih amat jauh ketinggalan kalau dibandingkan dengan
hwesio-hwesio tokoh Siauw-lim-pai ini. la maklum bahwa biarpun Ceng San Hwesio
sudah pergi, namun tetap saja ia tidak akan dapat menghindarkan diri dari maut
kalau ia melawan Ceng To Hwesio, apalagi jika hwesio sakti ini dibantu oleh
tiga orang muridnya. Maka ia lalu menggandeng tangan Lulu dan berlarilah Han
Han menuju ke pintu yang tadi dimasuki Ceng San Hwesio.
‘Hei, berhenti kau..!! Ceng To Hwesio membentak dan
ketika Han Han tidak mempedulikannya, Ceng To Hwesio mengirim pukulan jarak
jauh dari belakang. Kembali Han Han mendengar suara bercuit dari belakang dan
ia maklum bahwa ia dipukul dengan hawa sakti yang amat kuat. Maka ia cepat
menarik tubuh Lulu agar berlindung di belakang, kemudian. ia membalik sambil
menggerakkan tangan menangkis. Namun tetap saja tubuhnya terlempar bersama
tubuh Lulu, menabrak dinding akan tetapi malah dekat dengan pintu itu yang
cepat ia buka sambiI melompat masuk dan menarik tangan adiknya. Kepalanya
pening sekali, napasnya sesak dan kemarahannya makin memuncak.
‘Koko, kita ke mana ?! tanya Lulu terengah-engah.
‘Biarlah...akan kucari Ceng San Hwesio..kalau perlu aku
mati bersama dia! Aku akan mengadu nyawa dengan ketua Siauw-lim-pai..,mati di
tangannya tidak penasaran.!
‘Koko...!! Lulu menjadi pucat akan tetapi ketika ia
menengok dan melihat betapa Ceng To Hwesio dan tiga orang muridnya tidak berani
mengejar, bahkan sudah berlutut lagi menghadapi pintu, hatinya menjadi lega.
Memang tidak seorang pun hwesio Siauw-lim-pai, termasuk ketuanya, berani
memasuki kamar-kamar yang daun pintunya berjajar diruangan luas sebelah
belakang kuil ini. Itulah kamar-kamar yang disebut ‘ruangan penyiksaan diri!
dan merupakan tempat terlarang bagi para hwesio lainnya.
Kalau tadi tidak medengar suara supeknya memanggil, Ceng
San Hwesio sendiri tidak akan berani memasuki kamar melalui daun pintu itu.
lnilah sebabnya mengapa Ceng To Hwesio dan tiga orang muridnya tidak berani
mengejar Han Han dan Lulu yang memasuki kamar terlarang ini.
Dengan alis berkerut dan wajah masih beringas darah masih
menetes-netes dari hidung dan mulut sebagai akibat gempuran pukulan terakhir
Ceng To Hwesio tadi, mata masih berkunang dan kepala berdenyut-denyut, Han Han
memasuki lorong yang menembus pintu tadi, dipegang lengannya oleh Lulu yang
memandangnya penuh kekhawatiran. Han Han seperti terbetot asap dupa harum
karena kakinya bergerak melangkah maju menempuh asap dupa dan menghampiri kamar
dari mana dupa itu mengepul keluar.
Ia melangkah ke ambang pintu kamar itu dan berdiri
tertegun sambil memegangi pundaknya yang terasa perih karena darahnya keluar
lagi ketika terbanting tadi. Seperti terpesona. Han Han memandang ke dalam
kamar sedangkan Lulu yang juga memandang ke dalam kamar dan melihat tiga orang
hwesio di .kamar itu, memandang kakaknya dengan hati gelisah. Dengan sinar
matanya ia seolah-olah hendak melarang kakaknya turun tangan, karena betapa
mungkin kakaknya melawan tiga orang hwesio tua itu?
Ternyata Han Han tidak turun tangan, bahkan berdiri seperti
arca, terpesona oleh pemandangan den pendengaran di dalam itu. Di atas sebuah
dipan bambu sederhana duduk seorang hwesio yang amat tua, begitu tua dan
kurusnya seperti rangka terbungkus kulit. Kepalanya gundul halus mengeluarkan
sinar, alis, kumis dan jenggotnya Seperti menjadi satu berjuntai ke bawah
berwarna putih, mukanya tunduk dan matanya terpejam, tubuhnya terbungkus kain
kuning yang kasar dan tangan kanannya memegang sebuah kipas daun.
Hwesio ini duduk bersi!a dan di sebelah kirinya, di dekat
kaki dipan, duduk bersila sambil menundukkan muka pula seorang hwesio lain yang
keningnya selalu berkerut, mulutnya cemberut dan matanya terpejam. Hwesio ini
pun sudah tua sekali, dan agaknya dialah yang melayani segala keperluan hwesio
tua di atas dipan. Sebuah pedupaan berada di dekat hwesio pelayan ini dan
agaknya dia pula yang membakar dupa bubuk di pedupaan itu. Ceng San Hwesio
ketua Siauw-lim-pai tampak duduk berlutut di depan hwesio tua renta itu dengan
sikap penuh hormat. Kamar itu sendiri kosong dan buruk tua, tidak ada hiasan
apa-apa kecuali dipan itu dan sebuah meja kayu di mana terdapat sebuah guci
air.
Terdengar oleh Han Han suara yang halus seperti suara
tadi yang keluar dari daun pintu bersama asap dupa dan sungguhpun bibir kakek
tua itu tidak bergerak, namun ia dapat menduga bahwa itulah suara hwesio tua
yang bersila diatas dipan.
‘Jangan menilai perbuatan orang lain yang tidak patut
maupun dosa-dosa dan kejahatan orang lain, melainkan perbuatan dan
penyelewengan diri sendirilah yang harus selalu diperhatikan. Harum semerbaknya
bunga-bunga tagara, malika dan kayu cendana tak dapat tersebar melawan arahnya
angin, akan tetapi harum semerbaknya nama baik seseorang bahkan sampai tersebar
melawan arahnya angin. Sama seperti dionggokan sampah kotor tumbuh bunga
teratai yang bersih dan indah, demikian pula seorang murid Buddha tetap
bijaksana seperti teratai diantara orang-orang sesat. Wahai, Ceng San, apakah
engkau sudah melupakan semua pelajaran itu?!
Han Han terpesona, tak berani bergerak dan tak berani
berkedip, memandang kakek tua itu dan mendengarkan kata-katanya. Ia pernah
membaca kata-kata yang keluar dari dalam mulut kakek itu, mengenal kata-kata
itu dari kitab-kitab Agama Buddha yang pernah dibacanya. Akan tetapi entah
bagaimana dia sendiri tidak mengerti, mendengar kata-kata bersajak itu keluar
dengan suara getaran aneh dari tubuh hwesio ini, terasa dingin sejuk dan
sekaligus membuka mata batinnya, membuatnya terpesona dan ingin mendengarkan
terus.
‘Teecu selalu ingat akan semua pelajaran dan tidak
pernah melupakannya. Akari tetapi, Supek, urusan yang melanda Siauw-lim-pai ini
adalah urusan besar sekali. Teecu bukan bertindak berdasarkan dendam kebencian
melainkan karena ingin menjaga nama besar Siauw-lim-pai. Siauw-lim-pai yang
didirikan ratusan tahun yang lalu oleh Couwsu kita, kalau tidak dijaga dan
dipertahankan, bukankah hal itu merupakan dosa besar terhadap Couwsu?
Siauw-lim-pai diadu domba dengan Hoa-san-pai, murid-murid Siauw-lim-pai pilihan
telah dibunuh orang, kini pembunuhnya muncul pula di kuil kita dan membunuh
pula murid-murid Siauw-lim-pai, bahkan mengajak datang seorang gadis Mancu
mengotori kuil kita. Mohon petunjuk, Supek. Apakah teecu bersikap dungu kalau
teecu hendak membasmi manusia sesat dan keji itu dari permukaan bumi agar
perbuatan-perbuatannya tidak menimbulkan mala petaka yang lebih hebat lagi?
Tidak benarkah perbuatan teecu seperti itu?!
Terdengar suara halus itu keluar dari balik jenggot tanpa
pergerakan bibir dan kini suara itu mengeluarkan nyanyian halus yang ternyata
adalah ayat-ayat kitab suci dari Agama Buddha yang pernah pula dibaca Han Han:
Si dungu dengan perbuatannya
menjadi musuh banyak manusia
di mana pun dia melakukan kejahatan
yang menimbulkan banyak penderitaan.
yang menimbulkan duka nestapa
penyesalan, ratap tangis dan air mata.
yang mendatangkan manfaat
kegembiraan dan kebahagiaan.
Biarpun ucapan itu ditujukan kepada Ceng San Hwesio,
namun secara aneh sekali meresap ke dalam sanubari Han Han dan pemuda ini
merasa seolah-olah ucapan itu ditujukan kepada dirinya sehingga menimbulkan
pertanyaan di hatinya apakah selama ini perbuatannya itu benar? Ia mengangapnya
benar, akan tetapi melihat akibat-akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya,
setelah mendengar ucapan kakek itu, ia menjadi ragu-ragu.
Betapa banyaknya kekacauan dan keributan timbul sebagai
akibat perbuatan-perbuatannya itu! Siapakah yang untung, gembira dan bahagia
oleh perbuatannya? Tidak ada? Siapa yang rugi!
Yang jelas saja, Hoa-san-pai memusuhi nya karena dia
telah membunuh beberapa orang anak muridnya, kini Siauw-lim-pai juga
memusuhinya, belum lagi diingat Sin Lian yang begitu baik kepadanya kini
menjadi sakit hati dan membencinya!
Dengan hati perih seperti ditusuk pedang dan perasaan
penuh keharuan, Han Han lalu menjatuhkan diri berlutut dan menghadap ke arah
kakek di atas dipan itu sambil berkata.
‘Locianpwe yang mulia..., boanpwe Sie Han merasa
menyesal sekali atas segala kejahatan yang boanpwe lakukan..mohon Locianpwe
segera turun tangan menghukum..!
Lulu juga berlutut, bukan berlutut untuk menghormat kakek
itu melainkan untuk merangkul pundak kakaknya dengan penuh kekhawatiran.
‘Koko, mengapa begini? Kita tidak bersalah apa-apa,
engkau tidak melakukan kejahatan. Mari kita pergi saja, Koko..., kalau mereka
tidak sudi mendengarkan penjelasanmu, mari kita pergi saja !!
Suara Lulu terdengar begitu menyedihkan dan sepasang mata
yang lebar itu mengucurkan air mata.
‘Diamlah, Lulu, diamlah..biarkan Kakakmu mendengarkan
wejangan Locianpwe yang mulia ini, dan kau juga...perlu mendengarkan, Lulu...!
kata Han Han tanpa mengalihkan pandang matanya dari wajah kakek tua renta yang
masih menunduk.
Sementara itu, tanpa mempedulikan kehadiran Han Han dan
Lulu, Ceng San Hwesio berkata pula dengan suara penasaran,
‘Mohon maaf, Supek. Kalau Supek menganggap bahwa
keputusan teecu untuk membunuh pemuda jahat itu tidak benar, habis bagaimanakah
teecu harus berbuat menurut pendapat Supek? Teecu mengambil keputuan
berdasarkan pertimbangan yang masak dan adil. Pertama, bocah ini adalah murid
Gak Liat dan mengingat betapa Gak Liat telah merusak hidup cucu murid teecu
sendiri, Bi-kiam Bhok Khim maka berarti bahwa muridnya ini pun bukan manusia
baik-baik..!
Tiba-tiba terdengar suara keras dan dinding tebal di
sebelah kanan jebol dan berlubang besar, kemudian muncullah seorang wanita dari
dalam lubang itu, seorang wanita yang memondong seorang anak laki-laki berusia
kurang lebih enam tahun, dan keadaan wanita itu sungguh mengerikan.
Pakaiannya hitam compang-camping, rambutnya panjang
riap-riapan sampai ke pinggul, wajahnya yang masih jelas membayangkan
kecantikan itu kotor dan menyeramkan sekali karena pandang matanya berkilat dan
mulutnya tersenyum mengejek. Anak laki-laki itu tampan dan mukanya putih, juga
memakai pakaian hitam yang tidak karuan bentuknya, kaki nya telanjang dan
rambutnya pun panjang.
‘Hi-hi-hik! Biar gurunya jahat, muridnya mungkin baik.
Biar gurunya baik, banyak sekali muridnya yang jahat. Kang-thouw-kwi adalah
setan neraka jahanam, akan tetapi bocah ini tidak jahat. Sama sekali tidak..dia
berani menentang setan itu dahulu untuk menolongku.!
Sementara itu, Ceng San Hwesio memandang wanita itu
dengan mata terbelalak, dan setelah wanita itu mengeluarkan kata-kata tadi,
barulah ketua Siauw-lim-pai ini agaknya dapat menekan kekagetannya dan berkata,
‘Bhok Khim...!Kau.. kau.. dan anak itu..!
Wanita itu membalikkan tubuhnya menghadapi ketua
Siauw-lim-pai yang masih berlutut, wajahnya berseri aneh ketika ia berkata,
‘Hi-hi-hik, Sukong, engkau heran melihat anak ini? Dia
ini anakku! Hi-hik, engkau ketua Siauw-lim-pai pun tidak tahu bahwa di dalam
kamar penyiksa diri aku melahirkan anakku ini. Hi-hik! Selama ini Siauw-lim-pai
tidak mampu membasmi Kang-thouw-kwi, biarlah aku sendiri yang akan
membunuhnya.! Sambil berkata demikian, tubuhnya membalik dan berkelebat cepat
sekali pergi dari ruangan itu.
‘Supek, apakah artinya itu? Mengapa Bhok Khim menjadi
seperti itu..?! Ceng San Hwesio bertanya kepada supeknya.
Hwesio tua itu menarik napas panjang lalu terdengar
suaranya,
‘Kehendak Thian tak dapat diubah oleh siapapun juga.
Dia telah mencuri belajar ilmu yang pinceng berikan kepada Siauw Lam, dan
keadaan jiwanya yang tertekan membuat ia keliru mempelajari ilmu-ilmu itu.
Dunia akan bertambah seorang tokoh yang akan membikin geger. Ceng San muridku,
orang muda ini seorang yang menderita, sama halnya dengan Bhok Khim tadi.
Betapun juga, pinceng tidak melihat dasar-dasar jahat. Menurut pinceng,
sebaiknya membebaskan orang muda ini, akan tetapi karena engkau yang menjadi
ketua Siauw-lim-pai, keputusannya terserah kepadamu. Nah, cukuplah pinceng bicara.!
Ceng San Hwesio memberi hormat lalu bangkit berdiri,
mukanya agak keruh ketika ia berkata.
‘Mendengar perintah Supek, bagaimana teecu berani
membantahnya? Biarlah sesuai dengan perintah supek, teecu akan membebaskan. Dia
dan gadis Mancu itu untuk sekali ini. Akan tetapi, mengingat akan kematian para
murid-murid, teecu tidak mungkin dapat membebaskan dia untuk seterusnya dan
lain kali dalam lain kesempatan, tentu teecu akan memerintahkan untuk menangkap
dan kalau perlu membunuh dia.!
Setelah berkata demikian, kembali Ceng San Hwesio memberi
hormat kepada supeknya, lalu membalikkan tubuh keluar dari kamar itu dengan
wajah muram.
‘Siancai.., siancai.., lahir dan batin memang selalu
bertentangan, betapa mungkin disatukan? Siauw Lam, tahukah engkau, apa yang
harus dilakukan manusia yang hidup di tengah antara dua kekuatan raksasa lahir
dan batin?! Kakek itu bertanya tanpa menoleh Hwesio pelayan yang bernama Siauw
Lam Hwesio, masih duduk bersila. Dan kini terdengar suaranya yang pertama kali,
suara yang kasar dan serak seperti kaleng diseret.
‘Karena sifatnya bertentangan, menyatukannya berarti
menghentikan hidup karena justeru keadaan hidup yang membuat keduanya
bertentangan. Yang seyogianya dilakukan manusia adalah menyesuaikan dan
menyelaraskan keduanya sehingga berimbang.!
‘Baik sekali pendapatmu, Siauw Lam. Eh, orang orang
muda, engkau masih di sini? Apakah yang kau kehendaki?!
Han Han yang sejak tadi masih berlutut, lalu menjawab,
‘Boanpwe yang banyak melakukan hal-hal yang menimbulkan malapetaka bagi orang
lain, boanpwe merasa bingung sekali dan mohon peunjuk Locianpwe apa yang harus
boanpwe lakukan selanjutnya dalam hidup yang penuh pertentangan ini.!
Kini tubuh hwesio tua itu bergerak sedikit, mukanya
diangkat menghadapi Han Han dan mata yang terpejam itu bergerak-gerak, terbuka
sedikit, menyipit, akan tetapi kagetlah Han Han ketika dari balik garis mata
itu menyambar keluar sinar mata yang lembut dan tenang sekali, setenang lautan
yang luas.Sejenak mereka saling pandang dan kalau sinar mata Han Han yang pada
saat itu masih dikuasai kemarahan itu dapat di umpamakan api bernyala-nyala,
maka.sinar mata kakek itu seperti air yang tenang dan dingin.
Di dalam sinar mata Han Han terdapat pengaruh mukjizat
yang membawa isi pikirannya dengan tenaga batin yang luar biasa kuatnya
sehingga kakek itu merasa betapa dia dipaksa oleh tenaga gaib untuk memberi
petunjuk kepada orang muda itu. Kakek yang puluhan tahun lamanya mengasingkan
diri dan bertapa ini, mengeluarkan suara halus penuh kekaguman.
‘Siancai..patut dikasihai orang muda yang malang.
Pinceng hanya dapat memberi dua nasihat kepadamu. Pertama ambillah pedang dan
potonglah kaki kirimu. Dan ke dua, belajarlah mengalah terhadap siapapun juga.
Nah, pergilah orang muda.!
Han Han masih berlutut, mukanya pucat dan matanya
terbelalak, hampir ia tidak percaya akan ucapan kakek itu.Tadinya ia amat
terpesona dan terpengaruh oleh semua ucapan kakek itu, akan tetapi bagaimana
kini kakek itu memberi nasihat seperti ini kepadanya? Disuruh membuntungi
kakinya sendiri! Kalau disuruh belajar mengalah ia masih dapat menerimanya,
akan tetapi disuruh membuntungi kaki sendiri?
‘Eh, hwesio tua, kiranya engkau pun sama saja, sama
jahatnya dengan yang lain-lain! Apakah semua orang di sini sudah begitu palsu
sehingga perlu menyembunyikan sifat jahat dan dengkinya di balik kepala gundul
dan pakaian pendeta? Hanya orang gila yang menasihati orang disuruh membuntungi
kakinya, dan hanya orang gila pula yang akan menuruti nasihat gila itu!!
Lulu membentak dan kini bangkit berdiri, menarik tangan
kakaknya sehingga Han Han pun bangkit berdiri pula. Akan tetapi kakek. Yang
dimakinya itu telah bersamadhi pula dan sama sekali tidak terpengaruh, wajah
yang seperti tengkorak terbungkus kulit itu seperti telah mati. Hanya hwesio
pelayan itu yang kini mengangkat mukadan tiba-tiba matanya terbuka sambil
berkata.
‘Nona, memang dunia ini seperti panggung orang-orang
gila bermain komidi, gila oleh nafsu mereka sendiri. Harap kalian pergi dan
jangan mengganggu kami.
‘Lulu menjadi makin marah. Ia kaget melihat sinar mata
hwesio pelayan itu seperti dua bola api menyerangnya, akan tetapi gadis itu
memiliki keberanian luar biasa kalau dia merasa benar.
‘Memang penuh orang-orang gila dan kalian lebih gila
daripada orang-orang gilla!! teriaknya.
‘Apa artinya hidup kalian ini? Apakah gunanya bertapa
mengasingkan diri di sini? Apa untungnya bagi dunia? Apa manfaatnya bagi
manusia lain? Paling-paling berguna dan bermanfaat bagi diri kalian sendiri.
Phuhhh, berlagak suci dan..!
‘Lulu, diam...!! Han Han terkejut sekali mendengar
keberanian adiknya yang memaki-maki seorang hwesio tua yang dijadikan junjungan
oleh para murid Siauw-lim-pai. Ia sudah menarik tangan adiknya diajak berlari
keluar dari kamar itu. Mereka berdua terus berlari keluar melalui ruangan
belakang, ke ruangan tengah kemudian terus ke ruangan luar.
Mereka melihat para hwesio Siauw-lim-pai, akan tetapi mereka
semua seolah-olah tidak melihat dua orang muda yang berlari keluar itu. Yang
membersihkan kuil tetap bekerja, yang membaca doa tidak menghentikan tugas
mereka, Dan yang menjaga di luar pun seolah-olah tidak melihat mereka.
Han Han menggandeng tangan Lulu, berlari terus sampai
jauh meninggalkan kuil dan setelah mereka memasuki sebuah hutan, barulah Han
Han melepaskan tangan Lulu, kemudian ia duduk bersila dan mengatur pernapasan
untuk memulihkan tenaganya dan menenangkan batinnya yang terguncang. Akan
tetapi, biarpun ia tidak menderita luka parah, tubuhnya terasa sakit-sakit,
sungguhpun rasa nyeri di tubuhnya tidak seperti rasa perih dihatinya kalau ia
terkenang akan ucapan-ucapan hwesio tua di datam kamar penyiksa diri yang
seolah-olah membuka mata batinnya betapa sepak terjangnya selama ini mendekati
perbuatan sesat, betapa mudahnya ia membunuhi orang-orang yang tidak berdosa,
membunuhi orang-orang gagah murid-murid Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai. Hatinya
merasa menyesal sekali dan pikirannya menjadi bingung.
Sebuah negara betapa kecil pun, tak kan mungkin dapat
ditundukkan dan di jajah negara lain yang lebih besar apa bila rakyatnya
bersatu-padu dan berjiwa patriotik, memiliki rasa cinta kasih dan setia bakti
kepada tanah airnya. Sebaliknya, betapapun besarnya negara itu, kalau rakyatnya
tidak bersatu, dan banyak pula yang berjiwa pengkhianat, negara besar ini mudah
saja dijajah oleh negara.yang jauh lebih kecil.
Sebagaimana tercatat dalam sejarah,Tiongkok merupakan
negara amat besar yang rakyatnya selalu bertentangan sendiri satu kepada yang
lain. Perang saudara tak pernah berhenti karena oknum-oknum yangi memperebutkan
kedudukan. Apabila ada negara asing yang datang menyerbu dan menjajah barulah
bersatu, melupakan permusuhan antara saudara sendiri den bersama-sama
menghadapi musuh asing. Sayang sekali, begitu musuh asing dapat diusir keluar
dari tanah air pertentangan satu sama lain timbul kembali, memecah-mecahah
kekuatan mereka sehingga memungkinkan masuknya kekuatan asing lain lagi ke
dalam negeri.
Ketika bangsa Mongol menyerbu Tiongkok, negara ini pun
sedang dalam keadaan kacau dan rusak oleh perang saudara sehingga menjadi lemah
dan mudah saja ditaklukkan dan dijajah bangsa Mongol.
Setelah seluruh negeri dijajah bangsa Mongol, barulah
rakyat bersatu-padu dan tentu saja rakyat yang luar biasa besar jumlahnya itu
tidak sukar merobohkan kekuasaan Mongol dan mengusir penjajah ini. Akan tetapi,
begitu penjajah Mongol terusir, timbul kembali perang saudara yang tak kunjung
henti, susul-menyusul yang melemahkan negara itu sendiri.
Karena perang saudara inilah maka kekuasaan Mancu mulai
menyelundup memasuki Tiongkok. Dengan dukungan para oknum penjilat yang tidak
segan-segan menjual negara dan bangsa demi sekelumit kesenangan duniawi bagi
diri pribadi, cepat sekali bangsa Mancu menguasai Tiongkok. Cerita ini dimulai
pada tahun 1645 di mana tentara Mancu menyerbu ke selatan dan sekarang, delapan
tahun kemudian, hampir seluruh Tiongkok dikuasai bala tentara Mancu yang
mempunyai kaisar baru, yaitu Kaisar Kang Hsi, kaisar ke empat dari Kerajaaan
Ceng-tiauw atau kerajaan bangsa itu.
Di bawah pimpinan Kaisar Kang His inilah diadakan
pembersihan secara besar-besaran terhadap para pejuang yang mempertahankan
tanah air menentang penjajah Mancu. Para pejuang melakukan perlawanan
mati-matian dan sebagai pusat perjuangan, atau sebagai pucuk pimpinan gerakan
para pejuang ini bersumber di Se-cwan di mana Bu Sam Ki menjadi raja muda yang
tak pernah mau tunduk terhadap penjajah Mancu.
Seperti lazim dalan jaman perang seperti itu,
golongan-golongan terpecah dua, juga golongan kaum kang-ouw. Banyak di antara
mereka yang terjun ke dalam perjuangan menentang kekuasaan Mancu, akan tetapi
tidak sedikit pula yang mempergunakan kesempatan itu untuk mencari kedudukan,
kemuliaan dan kemewahan secara mudah, yaitu menjadi pembantu pemerintah Mancu
dan menentang bangsa sendiri yang oleh pihak mereka disebut pengacau dan
pemberontak.
Pada suatu hari, para tokoh yang menjadi
pengawal-pengawal istana dan penasihat-penasihat mengenai usaha Kerajaan Mancu
membasmi para pemberontak, mengadakan pertemuan atas undangan Pangeran Ouwyang
Cin Kok. Pangeran ini telah banyak jasanya terhadap Kerajaan Mancu, telah
terbukti kesetiaannya ketika berkali-kali pangeran ini dengan pengaruhnya yang
besar dan para pembantunya yang pandai menghancurkan golongan pemberontak.
Karena kepercayaan yang amat besar ini, Pangeran Dorgan pada beberapa tahun
yang lalu menghadiahkan seorang puteri Mancu kepada Pangeran Ouwyang Cin Kok,
bahkan setelah Kaisar Kang Hsi menduduki tahta kerajaan.
Pangeran Ouwyang Cin Kok yang kini telah dianggap
‘keluarga kaisar! telah diangkat menjadi panglima bagian keamanan yang
bertugas melakukan operasi pembasmian terhadap para pemberontak. Dan untuk
merundingkan tugas inilah maka pada pagi hari ini Ouwyang Cin Kok mengundang
semua pembantunya dan pembantu para pembesar lain, termasuk pengawal-pengawal
kaisar sendiri ke dalam istananya.
Dengan pakaian kebesaran sebagai seorang pangeran
Kerajaan Ceng-tiauw, Pangeran Ouwyang Cin Kok duduk di atas sebuah kursi yang
terukir indah sekali. Pangeran ini usianya sudah enam puluh tahun, akan tetapi
masih tampak tampan dan ganteng, tubuhnya tinggi besar mukanya merah,
pakaiannya indah rapi dan rambut serta jenggot kumisnya juga terpelihara
baik-baik.
Di sebelah kirinya duduk seorang wanita Mancu yang
cantik, bermata tajam lincah, usianya tiga puluh tahun lebih, tubuhnya montok
dan menggairahkan. Itulah puteri Kerajaan Mancu, puteri selir Pangeran Dorgan
yang diberikan sebagai hadiah kepada Ouwyang Cin Kok dan kini menjadi selir
terkasih pangeran ini. Selir ini paling dikasihi, bukan hanya karena cantik
montok dan mudanya, melainkan juga terutama sekali karena selir ini menjadi
‘lambang! kekuasaannya, sebagai pangeran mantu Kerajaan Mancu! Dan untuk memperlihatkan
kedudukannya yang tinggi ini pulalah maka ketika menyambut datangnya
tokoh-tokoh berilmu yang membantu kerajaan baru, Ouwyang Cin Kok ditemani oleh
sang selir.
Dengan dikipasi kebutan terbuat dari bulu-bulu indah
burung dewata, dilayani oleh para pelayan wanita muda-muda dan cantik-cantik,
Ouwyang Cin Kok dan selirnya itu duduk menanti kunjungan para tokoh berilmu.
Berturut-turut mereka datang menghadap dan dipersilakan duduk di ruangan itu
yang telah diatur untuk menerima kunjungan mereka.
Yang pertama kali muncul adalah putera Sang Pangeran
sendiri, Ouwyang Seng murid terkasih dari Kang-thouw-kwi Gak Liat, seorang
pemuda tinggi tegap yang berwajah tampan berpakaian indah, pesolek dan amat
tinggi ilmu kepandaiannya karena dia telah mewarisi Hwi-yang Sin-ciang gurunya.
Bersama pemuda ini datang pula Nirahai yang segera disambut oleh Pangeran
Ouwyang Cin Kok dengan ramah, karena Nirahai adalah puteri kaisar sendiri dari
selir. Tentu saja sebagai puteri kaisar, Nirahai amat dihormat.
Puteri Nirahai segera berangkulan dengan selir Ouwyang
Cin Kok karena selir Mancu itu masih terhitung bibinya, sungguhpun bibi yang
sudah jauh. Kemudian mereka berdua ini bercakap-cakap dengan asyiknya yang sama
sekali tidak ada hubungannya dengan tugas membasmi kaum pemberontak, melainkan
percakapan antara wanita yang sudah lama tidak bertemu.
Pangeran Ouwyang Cin Kok dan puteranya lalu sibuk
menyambut para tokoh berilmu yang berdatangan. Kang-thouw-kwi Gak Liat datang
bersama tiga orang muridnya yang lain, yaitu Hiat-ciang Ma Su Nio yang cantik
dan genit, dan kedua kakak beradik Hek-giam-ong dan Pek-giam-ong.
Ketiga orang murid Setan Botak ini merupakan
tenaga-tenaga yang penting dan berjasa pula karena ilmu kepandaian mereka sudah
amat tinggi. Selain empat orang ini, muncul pula beberapa panglima-panglima
yang berpangkat tinggi, di antaranya adalah dua orang perwira Mancu yang
terkenal berjasa dan berpengaruh. Mereka ini adalah orang-orang Mancu aseli,
akan tetapi seperti juga kaisar dan para panglima dan menteri yang berpangkat
tinggi, mereka ini pun menggunakan nama Han, dan berpakaian seperti
pembesar-pembesar Han.
Seorang di antara mereka adalah seorang panglima tinggi
besar gagah menyeramkan, jenggotnya yang rapi memenuhi mukanya dari rambut
terus melalui pipi bersambung ke dagu. Panglima ini bernama Giam Cu, nama baru.
Adapun panglima ke dua juga memakai she Giam, namanya Kok Ma. Giam Cu adalah
panglima golok besar, sedangkan Giam Kok Ma adalah panglima berkuda bertombak
panjang, keduanya memiliki kepandaian tinggi dalam mengatur barisan, juga
memiliki ilmu silat yang lihai.
Kemudian muncul pula dua orang tokoh kang-ouw yang
namanya menggemparkan, yaitu kakak beradik she Bhong. Mereka ini terkenal
dengan julukan Tikus Kuburan, karena dahulu pekerjaan mereka adalah
membongkar-bongkar kuburan baru untuk mencuri perhiasan-perhiasan yang dipakai
mayat-mayat yang dikubur dan dalam hal membongkar kuburan, juga membongkar
rumah, mereka adalah ahli-ahli yang sukar dicari keduanya. Yang tua bernama
Bhong Lek, mukanya kaya tikus, rambutnya panjang riap-riapan, kumisnya jarang
seperti kumis tikus, adapun Bhong Poa Sik, adiknya, mempunyai ciri yang aneh
pada kepalanya, yaitu bagian ubun-ubun kepalanya menonjol seperti telur besar.
Semua tamu dipersilakan duduk, kecuali seorang yang
datang paling akhir. Orang itu biarpun dipersilakan duduk, namun tetap berdiri,
bahkan berdirinya aneh sekali, yaitu hanya dengan kaki kiri, sedangkan kaki
kanannya diangkat menempel pada lutut kiri, persis seperti seekor burung bangau
berdiri di tengah sawah!
Hebatnya, orang ini pun mempunyai kepala yang bentuknya
seperti kepala burung, bukan kepala burung yang indah, melainkan kepala burung
yang diberunduli bulunya sehingga kelihatan buruk, lucu dan juga mengerikan.
Lehernya panjang kecil, kepalanya kecil lonjong, kedua telinganya memakai
anting-anting emas, matanya agak juling, mulutnya selalu menyeringai, tampak
giginya yang panjang-panjang karena bibirnya cupet, kumisnya meruncing ke depan
menyerupai paruh burung, kepalanya botak dan hanya ada beberapa helai rambut
saja menambah keburukannya.
Tubuhnya kecil kurus, akan tetapi perutnya gendut seperti
perut anak menderita cacingan. Akan tetapi tangan kirinya memegang sebuah
senjata yang menakutkan orang, bergagang panjang yang melengkung seperti
gendewa dan ujungnya dipasangi sabit yang amat tajam. Ia berdiri di sudut
seperti seekor burung mengintai katak, matanya yang juling tak berkedip-kedip,
mulutnya yang menyeringai tidak bergerak-gerak, seolah-olah dia telah berubah
menjadi arca yang mati!
Hanya seorang yang aneh inilah yang agaknya tidak dikenal
oleh sebagian besar mereka yang hadir. Yang mengenalnya hanyalah Puteri
Nirahai, Pangeran Ouwyang Cin Kok, dan selir pangeran itu. Bahkan
Ouwyang-kongcu sendiri tidak mengenalnya dan pemuda ini memandang tokoh itu
dengan penuh keheranan.
Melihat betapa para tamunya, termasuk puteranya,
memandang ke arah manusia aneh itu dengan pandang mata penuh keheranan dan
pertanyaan, Pangeran Ouwyang Cin Kok tertawa dan memberi isyarat dengan tangan
agar para pelayan yang cantik-cantik dan sedang mengeluarkan hidangan dan arak
itu mundur. Mereka ini menyelesaikan tugas menghidangkan makanan dan minuman,
kemudian mengundurkan diri dari ruangan yang lebar itu.
‘Cu-wi sekalian agaknya belum mengenal tokoh ini,! kata
pangeran itu sambil memandang kepada manusia berkepala seperti burung itu,
‘Padahal semenjak bangsa Mancu yang jaya bergerak ke selatan, hasil yang baik
dari gerakan itu sebagian mengandalkan kelihaian tokoh ini.!
Kang-thouw-kwi Gak Liat mengerutkan alisnya sambil
memandang tokoh itu dengan pandang mata merendahkan. Hatinya tidak senang
mendengar betapa majikannya menyanjung-nyanjung nama orang lain. Siapakah
adanya tokoh yang jasanya lebih besar daripada dia? Maka ia segera berkata sambil
tertawa.
‘Bangsa Mancu yang jaya adalah bangsa yang besar dan
yang sudah ditakdirkan untuk menguasai seluruh dunia, semua itu berkat jasanya
rakyat seluruhnya, bukan jasa perorangan. Harap Paduka sudi memperkenalkan
hamba kepada orang gagah ini.!
‘Ha-ha-ha, Gak-lo-sicu, apa yang Lo-sicu ucapkan
sungguh tepat. Bukan maksud kami untuk menonjolkan jasa seseorang dan
mengurangi jasa lain orang, karena masing-masing memiliki jasanya
sendiri-sendiri. Losuhu ini adalah tokoh berasal dari Khitan yaag amat terkenal
akan tetapi karena selalu menyembunyikan diri, tidak mengheranken apabila
orangnya tidak dikenal, hanya namanya saja. Nirahai, keponakanku yang manis,
tolonglah engkau yang memperkenalkan Ciam-losuhu kepada para Lo-sicu yang
hadir!
Ucapan terakhir ini ia tujukan kepada Nirahai dengan
suara yang halus dan ramah, sehingga dalam kesempatan itu, Pangeran Ouwyang Cin
Kok sekalian memperlihatkan kepada yang hadir bahwa dia adalah sanak dekat
kaisar dan berhak menyuruh seorang puteri kaisar begitu saja karena, bukankah
puteri kaisar itu terhitung keponakan selirnya.
Nirahai adalah seorang gadis yang selain memiliki ilmu
kepandaian yang tidak hebat, juga memiliki kecerdikan melebihi kebanyakan
orang. Melihat sikap tuan rumah, ia tersenyum manis dengan hati penuh maklum.
Ia lalu bangkit berdiri, senyum menghias wajahnya menambah gemilang, gerakan
tubuhnya ketika bangkit begitu lemah gemulai seperti seorang penari, sama
sekali tidak membayangkan kesaktian seorang ahli silat.
‘Tidaklah terlalu mengherankan apabila Gak-cianpwe dan
saudara-saudara lainnya belum mengenal Si Burung Hantu karena memang dia jarang
sekali keluar di dunia ramai.!
‘Apa? Sin-tiauw-kwi Ciam Tek?! Setan Botak Gak Liat
berseru kaget, juga para panglima dan tokoh-tokoh pengawal yang berada di situ
terkejut sambil memandang kakek yang memegang senjata mengerikan itu. Nama ini,
terutama sekali julukan Sin-tiauw-kwi (Burung Rajawali Hantu) atau lebih
terkenal lagi Si Burung Hantu, terkenal sebagai tokoh dalam dongeng di Khitan!
Maka begitu kini mereka diperkenalkan dengan tokohnya, biar Gak Liat sendiri
memandang dengan sinar mata tidak percaya.
Nirahai mengerti akan pandang mata mereka itu, maka ia
tersenyum dan berkata, ‘Tentu cu-wi menghubungkan nama julukan itu dengan
burung hantu yang kabarnya dipelihara Kaisar Khitan di jaman dahulu, bukan? Hendaknya
diketahui bahwa memang Ciam-locianpwe ini adalah seorang tokoh Khitan. Cu-wi
tentu maklum bahwa Khitan menjadi sumbernya orang-orang pandai. Pendekar besar
tanpa tanding. Suling Emas sendiri adalah suami seorang Ratu Khitan, dan
pendekar wanita sakti Mutiara Hitam adalah puteri mereka! Di samping keluarga
kaisar yang memiliki kesaktian luar biasa itu, banyak pula ponggawa dan
Panglima Khitan yang memiliki ilmu kepandaian hebat-hebat. Sin-tiauw-kwi Ciam
Tek ini adalah satu-satunya orang yang beruntung mewarisi ilmu kepandaian
peninggalan Hek-giam-lo (Raja Maut Hitam) yang amat terkenal di jamannya
Pendekar Suling Emas enam tujuh abad yang lalu. Karena Khitan dan Mancu
bersekutu dan berkeluarga, tentu saja semua tokoh Khitan membantu gerakan Mancu
sekarang ini.!
Kang-thouw-kwi Gak Liat dan yang lain-lain
mengangguk-angguk. Tentu saja mereka pernah mendengar nama-nama besar yang
disebutkan gadis itu. Gak Liat lalu bangkit berdiri dan menjura ke arah
Sin-tiauw-kwi Ciam Tek sambil berkata dalam bahasa Khitan dengan lancar karena
Si Botak ini paham hampir semua bahasa daerah.
‘Selamat berjumpa, Saudara Ciam Tek. Mudah-mudahan di
antara kita akan terdapat kerja sama yang erat.!
Si Burung Hantu itu memandang Gak Liat dengan mata
julingnya, kemudian mengeluarkan suara seperti burung mencicit akan tetapi
hanya dapat dimengerti oleh Gak Liat karena hanya suaranya saja yang mencicit
namun sesungguhnya merupakan kata-kata dalam bahasa selatan yang pelo dan
menggelikan hati para pendengarnya.
‘Sudah lama aku mendengar nama Setan Botak, kiranya
begini saja orangnya!! Setelah berkata demikian, Si Burung Hantu berdiri diam
lagi dengan satu kaki, acuh tak acuh! Gak Liat tidak menjadi marah, sudah biasa
ia menghadapi sikap dan watak aneh-aneh dari tokoh-tokoh besar, maka ia malah
tertawa bergelak dan berkata.
‘Ha-ha-ha, lain kali aku ingin sekali merasai lihainya
patukanmu dan cakaranmu, Burung Hantu!!
Pangeran Ouwyang Cin Kok tertawa pula. Biarpun dia
sendiri bukan termasuk golongan kang-ouw, akan tetapi sudah terlalu banyak
pembesar ini mengenal tokoh-tokoh aneh di dunia kang-ouw sehingga ucapan Gak
Liat yang seolah-olah menantang itu dianggapnya biasa saja dan tidak
mengkhawatirkan.
‘Cu-wi sekalian kami kumpulkan saat ini karena kami
hendak membicarakan hal-hal yang amat penting. Berkat bantuan-bantuan cu-wi
sekalian, pemerintah kita dapat memperoleh kemajuan-kemajuan di selatan dan
kini, sungguhpun tak dapat dikatakan bahwa pihak pemberontak telah terbasmi
semua, namun mereka itu sudah kehilangan kekuatan dan hanya bergerak secara
sembunyi-sembunyi dan dalam kelompok kecil atau malah secara perorangan. Yang
penting kita harus mencurahkan perhatian ke Se-cuan, karena Bu Sam Kwi
merupakan kekuatan terakhir yang merongrong kita. Bala tentara kita sudah
menghimpit dan mengurung, lambat-laun tentu pertahanannya dapat dijebolkan
pula. Tugas kita yang terpenting sekarang adalah mencegah agar sisa pemberontak
di sini tidak mengadakan hubungan dengan Se-cuan agar kekuatan mereka tetap
terpecah-pecah. Usaha yang ditakukan Puteri Nirahai dan puteraku Ouwyang Seng
untuk memecah belah persatuan antara Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai, menemui
kegagalan. Akan tetapi ada pula untungnya, yaitu timbulnya ganjalan hati antara
mereka sehingga tidak memungkinkan mereka itu akan bekerja sama. Pula, kedua
partai besar itu pun tidak melakuan perlawanan dan pemberontakan secara
terang-terangan.!
‘Akan tetapi, mengapa tidak kita gempur saja Se-cuan
sampai hancur? Setelah kita dapat menguasai seluruh daratan, mengapa wilayah
sebesar Se-cuan saja tidak dapat segera dikalahkan? Berilah hamba lima laksa
perajurit berkuda, akan hamba hancur lumatkan Bu Sam Kwi dan seluruh anak
buahnya!! Panglima brewok tinggi besar berkata dengan sikap gagah.
‘Betul apa yang dikatakan oleh Giam-ciangkun,! kata
Bhok Lek orang pertama dari kakak beradik Tikus Kuburan. ‘Kabarnya benteng
Se-cuan amat kuat, akan tetapi kalau benteng itu dikurung dan hamba berdua
dibantu tenaga-tenaga ahli melakukan penyusupan ke dalam dengan menggali
terowongan, akan mudah menghancurkan pertahanan mereka!!
‘Tidak begitu mudah,! bantah Puteri Nirahai. ‘Saya
mendengar bahwa di sana banyak terdapat orang-orang yang memiliki kepandaian
tinggi.!
‘Hemmm, kalau ada jago di pihak musuh, serahkan saja
kepada hamba. Hamba sanggup menghadapi lawan yang bagaimana lihai pun!! Setan
Botak Gak Liat menyombong sambil tersenyum.
Ouwyang Cin Kok mengangkat kedua tangan ke atas sebagai
isyarat agar semua orang yang sedang ribut-ribut mengemukakan pendapat bulat
untuk menyerang Se-cuan itu tenang, kemudian sambil tersenyum ia berkata.
‘Tidak dapat kita membawa kehendak sendiri dan
bertindak sesuka hati. Setiap gerakan kita harus disesuaikan dengan taktik dari
Hongsiang (Kaisar).
Dengarlah baik-baik, cu-wi sekalian, agar tahu apa yang
menjadi siasat negara pada saat ini, menghadapi Bu Sam Kwi di Secuan.!
Semua orang mendengarkan penuh perhatian, termasuk
Nirahai karena biarpun dia ini puteri selir kaisar sendiri, namun tentang
urusan politik ia tidak sepaham pangeran yang menjadi penasehat kaisar ini.
‘Kalau kita ingin berhasil menangkap semua ikan di
kolam, kita harus mengacaukan air dan mengejar ikan-ikan itu dengan membiarkan
sebagian tempat itu tetap tenang sehingga semua ikan akan melarikan diri
sembunyi di bagian air yang tak terganggu itu. Baru setelah semua ikan
berkumpul di tempat kecil itu, kita tutup jalan keluar dan kita sergap di
tempat kecil itu sehingga tak ada ikan yang dapat lolos. Demikian pula dengan
para pemberontak yang tersebar di empat penjuru. Kita harus kejar-kejar mereka,
melakukan operasi-operasi pembersihan dengan teliti sehingga para pemberontak
itu kehilangan tempat bersembunyi dan terpaksa mereka akan bersembunyi semua ke
Se-cuan. Hal ini lebih mudah bagi kita daripada kalau kita hancurkan Se-cuan
sehingga para pemberentak itu melarikan diri tersebar di mana-mana sehingga
sukar untuk ditumpas karena daerah Tiongkok luas sekali. Inilah sebab pertama
mengapa kita tidak boleh memukul Se-cuan pada sekarang ini.!
Semua orang yang mendengarkan mengangguk-angguk, kagum
akan siasat ini, siasat menggiring ikan-ikan supaya berkumpul di suatu tempat.
‘Adapun sebab ke dua adalah karena Kaisar dengan secara
bijaksana memutuskan bahwa rakyat sudah terlalu lama menderita akibat perang,
karena itu sementara ini tidak perlu lagi mengadakan perang karena Se-cuan
tidak begitu penting artinya bagi kita. Sekarang rakyat perlu ditenangkan
hatinya dengan pembangunan-pembangunan, bukan dengan perang baru yang akan
membikin rakyat mendapat kesan buruk terhadap pemerintah baru. Tidak perlu
dengan kekerasan, cukup dengan dikepung dan dimatikan jalan hubungan mereka ke
timur, mereka di Se-cuan akan hidup serba kekurangan dan sengsara, akhirnya
akan menjadi lemah dan kalah tanpa diserang.!
Kembali Gak Liat menjadi kagum. Dalam soal taktik perang
dan siasat pemerintahan tentu saja dia tidak mengerti apa-apa.
‘Sekarang sebab ke tiga yang timbul dari kebijaksanaan
Kaisar,! terdengar pula suara Ouwyang Cin Kok. ‘Pemerintah baru menghadapi
tugas membangun negara dan menciptakan suasana adil makmur bagi rakyat jelata,
mendatangkan kehidupan damai dan tenteram sehingga dengan demikian tidak
sia-sialah bangsa Mancu yang jaya telah mengorbankan banyak nyawa untuk
mengusir raja-raja lailm dari bumi Tiongkok. Untuk pekerjaan pembangunan yang
amat besar itu, kita amat membutuhkan bantuan tenaga-tenaga orang pandai. Harus
diakui bahwa di antara para pemberontak banyak terdapat orang-orang pandai.
Sungguh amat sayang kalau mereka itu dibunuh demikian saja. Karena ini pula,
bentrokan perang dengan Se-cuan harus diundurkan agar kita mendapat banyak
waktu untuk menarik orang-orang pandai itu agar membantu kita. Untuk keperluan
itulah Kaisar menyediakan biaya yang amat besar, kemungkinan-kemungkinan
pangkat dari mereka, dan di samping itu tentu saja mengandalkan kepandaian
cu-wi untuk menundukkan mereka. Makin banyak orang pandai membantu Kerajaan
Ceng, makin baik. Mengertikah cu-wi sekarang mengapa kita tidak diperbolehkan
menyerbu Se-cuan secara kasar?!
Semua orang mengangguk, bahkan dari mulut Sin-tiauw-kwi
Ciam Tek terdengar suaranya yang pelo memuji,
‘Hebat siasat ini! Hidup Kaisar!!
Biarpun pelo, namun ucapannya itu membangkitkan semangat
semua orang dan terdengarlah seruan mereka,
Kang-thouw-kwi Gak Liat adalah seorang datuk hitam yang
tidak bercita-cita untuk negara maupun untuk kaisar, melainkan untuk diri
sendiri. Karena itu, di dalam hatinya mana ada kesetiaan terhadap pemerintah
Mancu? Namun, dia seorang cerdik dan tidak mau ketinggalan pula ia ikut
mengucapkan kata-kata itu.
‘Biarpun kita tidak menyerbu Se-cuan, akan tetapi untuk
keperluan menarik orang-orang pandai ke pihak kita dan mencegah mereka
berhubungan dengan Se-cuan, maka pekerjaan kita bukanlah ringan. Kita harus
dapat menguasai seluruh dunia kang-ouw, dapat mengetahui keadaannya dan hal ini
kami serahkan ke dalam pimpinan keponakanku Puteri Nirahai yang sudah cu-wi
ketahui akan kecerdikannya dan juga akan kepandaiannya yang tinggi.!Kembali Si
Burung Hantu mengangguk, berkata polos,
‘Puteri Nirahai mewarisi kepandaian Puteri Mutiara
Hitam, dia hebat....!
Juga Gak Liat mengangguk berkata, ‘Aku sudah mengetahui
kelihaian Puteri Nirahai.!
Gadis cantik itu mengelilingkan pandang matanya dan
girang bahwa tidak ada yang menentang pengangkatannya sebagai pimpinan. Siapakah
yang berani menentang? Selain dia memiliki ilmu kepandaian tinggi, juga amat
pandai bersiasat, cerdik dan banyak akal, juga dia adalah puteri kaisar
sendiri!
‘Terima kasih atas kepercayaan cu-wi kepadaku yang
muda. Tentu saja aku tidak dapat bekerja sendiri dan mengandalkan bantuan dari
cu-wi sekalian, baru tugas kita akan dapat berhasil baik. Di dunia kang-ouw ini
banyak terdapat tokoh-tokoh besar yang belum membantu kita. Di antara mereka
itu adalah Ma-bin Lo-mo Siangkoan Lee.!
‘Hemmm, Si Muka Kuda itu sejak dahulu menentang
Kerajaan Ceng-tiauw!! kata Gak Liat sambil mengeluarkan suara menghina.
‘Itulah sebabnya mengapa kita harus berdaya upaya agar
dia tertarik kepada kita dan suka membantu, Gak-locianpwe. Karena kalau dia
sudah mau membantu, tentu para muridnya yang kudenger ada banyak sekali yang
pandai, akan suka menjadi sekutu kita pula. Kita harus menyelidiki ke
In-kok-san di Pegunungan Tai-hang-san yang dijadikan pusat perguruannya. Bahkan
aku mendengar bahwa Si Nenek sakti Toat-beng Ciu-sian-li juga berada di sana.!
‘Iblis betina itu berbahaya sekali, akan tetapi agaknya
akan lebih mudah dibujuk untuk bekerja sama. Dia tidak sesukar dan sekokoh
Ma-bin Lo-mo pendiriannya. Biarlah persoalan mereka itu serahkan saja kepadaku,
aku akan berusaha mendekati mereka.!
Puteri Nirahai berseri wajahnya dan ia menjura ke arah
Gak Liat. ‘Terima kasih banyak. Bantuan Gak-locianpwe dalam hal ini
benar-benar amat kami harapkan.! Gadis itu lalu mengerutkan keningnya dan
berkata, ‘Ada sebuah hal yang amat memusingkan, dan membutuhkan perhatian.
Menurut hasil penyelidikan para mata-mataku yang kusebar di mana-mana, sekarang
aku telah mendapatkan keterangan jelas tentang sebab-sebab kegagalan siasatku
mengadu domba antara Siauw-lim-pai dan keterangan itu amat mengejutkan dengan
munculnya seorang tokoh muda yang luar biasa sekali.!
‘Hemmm, siapakah dia dan apa yang telah dia lakukan?!
Ouwyang Seng bertanya dengan hati tak senang mendengar betapa gadis yang
dicinta dan dipujanya ini agaknya merasa kagum terhadap seorang ‘tokoh muda!.
‘Siasatku gagal karena pemuda aneh itu,! kata Nirahai.
‘Ketika dua peti berisi jenazah dua orang tokoh Siauw-lim-pai yang dikawal
Pek-eng-piauwkiok itu dihadang oleh murid-murid Siauw-lim-pai yang sudah kuberi
kabar secara diam-diam dan bentrokan hebat antara murid-murid kedua partai
sudah hampir terjadi, tiba-tiba muncul orang muda itu bersama adiknya
perempuan, menggagalkan bentrokan itu dengan mengalihkan permusuhan kepada
dirinya sendiri!!
‘Eh, apakah maksudmu, Adik Nirahai?! Ouwyang-kongcu
bertanya heran.
‘Pemuda itu yang mengira bahwa murid Siauw-lim-pai
hendak merampok, sekali turun tangan membunuh tujuh murid Siauw-lim-pai.
Kemudian, ketika mengetahui kekeliruannya, ia turun tangan pula membunuh murid-murid
Hoa-san-pai!!
‘Ihhh, hebat sekali!! Gak Liat berseru. Bagi datuk
hitam ini, setiap perbuatan kejam amat mengagumkan hatinya, makin kejam makin
tinggi dalam penilaiannya.
‘Kemudian pemuda itu bahkan mendatangi
Pek-eng-piauwkiok, dan di sana dia mengamuk, mengalahkan tokoh-tokoh
Hoa-san-pai.!
‘Luar biasa....!! Bhong Poa Sik, si Tikus Kuburan
Kecil, berseru kaget.
‘Kemudian, tahukah cu-wi apa yang ia lakukan? Ia pun mendatangi
Siauw-lim-si dah di sana mengamuk, membunuh dua orang tokoh Siauw-lim-pai pula,
merobohkan banyak yang lain dan dapat keluar lagi dari Siauw-lim-si dengan
selamat.!
Sukar dipercaya!! kini Gak Liat berseru. Kakek ini maklum
akan keadaan kuil Siauw-lim-si, maklum pula akan lihainya tokoh-tokoh di situ.
Sedangkan dia sendiri tentu akan berpikir sepuluh kali sebelum berani menyerbu
seorang diri ke Siauw-lim-si!
‘Memang sukar dipercaya, akan tetapi para penyelidikku
adalah orang-orang yang berpengalaman puluhan tahun dan keterangan mereka
selalu boleh dipercaya. Keadaan pemuda itu amat mengherankan. Selain ilmunya
yang tinggi luar biasa dan keadaannya yang seperti tidak normal, juga dia
mempunyai adik seorang gadis Mancu.!
‘Ah, kalau begitu dia Sie Han....!! Gak Liat berseru.
‘Kalau dia sudah berkepandaian begitu aneh dan tinggi sehingga berani
mengacau Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai, tentu dia telah berhasil menemukan
Pulau Es!!
Mendengar ucapan ini, semua tokoh yang berada di situ
menjadi terkejut dan tertarik sekali. Disebutnya Pulau Es tentu saja menarik
perhatian semua orang karena semenjak bala tentara Mancu menguasai daratan
Tiongkok, pemerintah baru ini pun selalu berusaha untuk menemukan pulau itu dan
mendapatkan pusaka yang berada di sana. Bahkan usaha pencarian ini dipimpin Gak
Liat sendiri.
‘Aiiih, kalau benar-benar dia menjadi pewaris pusaka di
Pulau Es, tentu dia memiliki ilmu yang hebat dan orang seperti itu patut kita
tarik untuk membantu kita,! kata Puteri Nirahai. ‘Atau kalau tidak mungkin
dia membantu kita, dia akan merupakan lawan yang berbahaya dan perlu
dibinasakan. Terutama sekali gadis Mancu itu harus diselamatkan dan diselidiki
puteri siapakah dia dan mengapa sampai bisa menjadi adik pemuda yang bernama
Sie Han itu.!
‘Jangan khawatir, hamba akan dapat membujuknya.
Setidaknya dia pernah ikut dengan hamba dan dengan bantuan Ouwyang-kongcu,
hamba tentu akan dapat menyelamatkan pula puteri Mancu itu,! kata Gak Liat. Dia
menawarkan diri ini sebetulnya adalah dengan mengandung niat yang lain. Begitu
mendengar bahwa Han Han telah muncul, ia ingin sekali menemui pemuda itu dan
kalau perlu hendak memaksa pemuda itu menyerahkan pusaka-pusaka Pulau Es, atau
kalau mungkin mengantarkannya ke Pulau Es!
Puteri Nirahai mengangguk-angguk. ‘Mendengar pelaporan
yang kuterima, memang pemuda itu mencurigakan dan lihai sekali, kiranya hanya
Gak-locianpwe saja yang cukup kuat untuk menghadapinya. Baiklah, urusan
membujuk tokoh-tokoh di In-kok-san dan mencari pemuda itu kuserahkan kepada Gak-locianpwe
dan Ouwyang-twako. Aku sendiri mempunyai rencana lain yang boleh cu-wi ketahui.
Aku akan pergi ke utara, mendatangi tanah kuburan Kduarga Suling Emas....!
‘Eh, Nirahai, bukankah itu berbahaya sekali?! Pangeran
Ouwyang Cin Kok berseru kaget. Tanah kuburan keluarga Suling Emas merupakan
tempat keramat dari bangsa Khitan dan kabarnya tak seorang asingpun boleh
memasukinya. Biarpun Puteri Nirahai termasuk keturunan Khitan, namun belum
tentu dia diperbolehkan masuk oleh penjaganya yang kabarnya amat galak dan
memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa.
‘Memang berbahaya, akan tetapi kalau tidak saya sendiri
yang mendatangi, siapakah orang lain akan mampu melakukannya? Saya ingin
membujuk penjaga kuburan, untuk meminjam suling emas yeing disimpan di situ
sebagai pusaka. Dengan suling emas peninggalan pendekar sakti Suling Emas,
kiranya akan lebih mudah mempengaruhi para tokoh-tokoh kang-ouw untuk membantu
Kerajaan Mancu. Senjata suling emas itu amat dihormati di seluruh dunia
kang-ouw, dan dengan senjata itu tentu akan dapat dicapai hasil yang lebih
besar dalam membujuk tokoh-tokoh kang-ouw.!
Pangeran Ouwyang Cin Kok dan yang lain-lain
mengangguk-angguk menyatakan setuju sungguhpun hati mereka merasa ngeri
mendengar bahwa puteri jelita itu hendak mengunjungi tempat keramat yang sukar
dikunjungi sembarangan orang itu. Setelah membagi-bagi tugas, pertemuan itu
dibubarkan. Ouwyang Seng lalu pergi bersama gurunya untuk melakukan tugas
mereka yang tidak ringan. Demikianpun yang lain-lain bubaran dan melakukan
tugas masing-masing. Pangeran Ouwyang Cin Kok sendiri lalu bersiap untuk pergi
menghadap kaisar menyampaikan pelaporan mengenai pelaksanaan tugas-tugas nya.
Han Han dan Lulu duduk mengaso di dalam hutan. Melihat
kakaknya iiu duduk bersamdhi, Lulu juga tidak berani mengganggu, bahkan ia pun
lalu duduk bersila dan siulian untuk memulihkan tenaga dan menekan kekecewaan
hatinya karena kehilangan pedang yang terampas di Siauw-lim-pai.
Han Han tidak dapat menyatukan panca inderanya. Dia sudah
dapat menyalurkan hawa sakti di tubuhnya, dan mengobati akibat-akibat guncangan
pukulan-pukulan yang ia terima di Siauw-lim-pai, akan tetapi pikirannya bekerja
keras. Hatinya terkesan oleh wejangan-wejangan yang didengarnya dari mulut Kian
Ti Hosiang, supek dari ketua Siauw-lim-pai tadi. Mengenangkan semua wejangan
itu, terjadi perang tanding yang hebat dalam pikirannya sendiri.
Perasaan menyesal menggumuli perasaannya, menyesal kalau
ia kenangkan betapa sepak terjangnya selama ini hanya mendatangkan malapetaka
dan keributan belaka. Ia sendiri tidak mengerti mengapa kalau datang perasaan
marah akan sesuatu yang dianggapnya jahat dan tidak adil, lalu timbul kemarahan
yang tak tertahankan dan seolah-olah ia baru akan merasa puas, terhindar dari
himpitan nafsu amarah kalau sudah ia lampiaskan dengan pukulan-pukulan sakti
dari kedua tangannya, kalau sudah ia hajar banyak orang dan membunuhi lawannya!
Pemuda ini tidak tahu bahwa sesungguhnya terjadi konflik atau pertentangan
hebat dalam dirinya.
Mula-mula pertentangan ini terjadi karena ia mempelajari
dua macam sin-kang yang berlawanan yaitu inti sari Hwi-yang Sin-ciang dan inti
sari Swat-im Sin-ciang. Pertentangan ini mempengaruhi jiwanya, ditambah lagi ketika
ia membaca kitab-kitab peninggalan penghuni Pulau Es yang sifatnya bersih dan
berbareng ia mempelajari kitab-kitab Ma-bin Lo-mo dan Siang-mo-kiam (Sepasang
Pedang Iblis) yang bersifat kotor.
Terjadilah pertentangan hebat sekali dari aliran bersih
ditambah kesadaran watak aselinya yang baik berlawanan dengan pelajaran aliran
kotor yang ditambah oleh nafsunya, membuat ia kadang-kabang merasa tersiksa
sekali. Kini ia mendapat nasihat yang amat aneh dari kakek sakti di
Siauw-lim-pai itu. Dia disuruh membuntungi kaki kirinya!
Nasihat apakah ini? Betul-betulkah kaki kirinya yang
mendatangkan perasaan tersiksa seperti itu?
Makin dipikirkan makin bingunglah hatinya. Kebingungan
ini makin memuncak kalau ia pikirkan bahwa semua malapetaka yang timbul akibat
sepak terjangnya itu sama sekali terjadi bukan karena kesalahannya! Dia memang
telah membunuh murid-murid Siauw-lim-pai dan murid-murid Hoa-san-pai di hutan
dahulu itu, akan tetapi bukankah hal itu terjadi karena salah paham? Bukankah
hal itu terjadi bukan karena memang dia bermaksud jahat dan membunuhi mereka?
Kemudian kekacauan yang timbul karena perlawanannya menghadapi tokoh-tokoh
Hoa-san-pai di gedung Pek-eng-piauwkiok.
Dia telah diserang, dituduh yang bukan-bukan, dituduh
mata-mata Mancu! Terjadi pertempuran, akan tetapi salahkah dia dalam hal itu?
Dan akhirnya peristiwa keributan di Siauw-lim-si. Dia datang dengan iktikad
baik, dengan maksud memberi penjelasan kepada para pimpinan Siauw-lim-pai untuk
melenyapkan kesalahpahaman. Akan tetapi dia disambut dengan kekerasan, bahkan
seolah-olah dipaksa untuk bertanding. Dia hanya membela diri, karena bukankah
itu haknya? Ataukah dia harus membiarkan saja dia ditawan, dipukul, atau
dibunuh, juga Lulu ditangkap? Karena membela diri, kembali dia melakukan pukulan-pukulan
dan pembunuhan-pembunuhan.
Teringat akan ini semua, timbul kemarahannya. Tidak! Dia
tidak bersalah! Akan tetapi kalau ia ingat akan nasihat kakek di Siauw-lim-pai
itu dia menyesal karena kenyataannya, apa pun alasannya, sepak terjangnya
menimbulkan keributan dah malapetaka, bahkan pembunuhan. Salah kaki kirinyakah?
Tiba-tiba Han Han meloncat bangun, tidak kuasa lagi
menahan tubuhnya yang digetarkan dua hawa yang bertentangan, sebagai akibat
perang dalam hatinya. Ia mengeluarkan suara ah-ah-uh-uh seperti orang gagu,
tubuhnya bergoyang-goyang, kaki tangannya bergerak-gerak seolah-olah ia
bertanding melawan dirinya sendiri! Kedua tangannya seperti hendak saling
pukul, atau lebih tepat, kalau tangan kiri hendak memukul tubuhnya sendiri
penuh penyesalan dan hendak menghukum, tangan kanannya bergerak menangkis
dengan keyakinan membela karena dia tidak bersalah. Demikian pula kedua kakinya
bergerak menurutkan suara hati yang berlawan!
Entah berapa lamanya Han Han berlaku seperti itu,
tubuhnya bergerak-gerak aneh dan kelihatan lucu sekali, padahal ia merasa amat
tersiksa baik tubuh maupun batinnya. Tiba-tiba Lulu datang mendekatinya, dan
melihat keadaan kakaknya ini Lulu segera menyentuh lengan Han Han. Akan tetapi
gadis ini menjerit karena lengan yang disentuhnya itu mengeluarkan getaran yang
membuat tangan yang menyentuhnya seperti lumpuh. Ia meloncat ke belakang dan
menjerit.
‘Han-koko.... sadarlah....! Celaka, ada orang merampas
kantung surat-surat itu....!!
Sebelum gadis itu menjerit, Han Han sudah sadar. Sentuhan
tangan yang halus dari adiknya itu sudah menyadarkannya dan seolah-olah
menariknya kembali ke dunia dari alam khayal yang menakutkan. Ada sesuatu dalam
sentuhan dan dalam suara Lulu yang amat mempengaruhi jiwa Han Han sehingga kini
dia sadar, menghentikan gerakan-gerakan tubuhnya dan memandang adiknya itu.
‘Apa? Apa yang dirampas orang?!
‘Karena kau bersamadhi tidak sadar-sadar, aku lalu
pergi mencari air untuk mandi. Kemudian aku pergi ke sebuah kuil tua tak jauh
dari sini, duduk di depan kuil dan mengeluarkan kantung surat-surat dari Pulau
Es untuk kubersihkan. Akan tetapi tiba-tiba kantung itu terbang dari tanganku
dan ketika aku meloncat dan membalik, ternyata kantung itu telah dipegang oleh
seorang kakek yang menyeramkan. Aku minta kembali, bahkan memukulnya, akan
tetapi ia tidak menjawab, dan ketika kupukul, ia tidak mengelak atau menangkis,
bahkan bergoyang pun tidak ketika menerima pukulanku. Aku takut....!!
Merah wajah Han Han mendengar bahwa kantung surat-surat
itu dirampas orang. Kantung itu ia anggap sebagai barang yang amat berharga
berisi surat-surat penghuni Pulau Es yang ia bawa dan akan ia sampaikan kepada
siapa yang berhak menerimanya. Dan kini dirampas orang!
‘Hemmm, kenapa aku selalu diganggu orang? Siapakah dia
yang merampas kantung kita itu? Mari kita temui dia.!
Lulu memegang tangan kakaknya dan menarik kakaknya itu,
diajak lari menuju ke kuil tua yang hanya setengah li jauhnya dari situ, di pinggir
sebuah sungai kecil.
‘Tuh dia masih berdiri depan kuil, Koko. Untung dia
belum lari!! kata Lulu menuding ke arah tubuh seorang laki-laki tinggi kurus
berambut panjang yang berdiri membelakangi mereka.
‘Hemmm, kurang ajar, biar kuminta kembali kantung itu!!
Han Han meloncat ke depan kakek itu, memandang dan alis matanya bergerak karena
kaget.
‘Ma-bin Lo-mo....!! teriaknya ketika mengenal kakek
penghuni In-kok-san itu.
Kakek itu memang Ma-bin Lo-mo si Iblis Muka Kuda! Dengan
wajah bengis ia memandang Han Han dan tidak mengucapkan sepatah pun kata, hanya
memandang dengan penuh perhatian, manik matanya bergerak-gerak meneliti Han Han
dari kepala sampai ke kaki.
‘Siangkoan-locianpwe, harap suka mengembalikan kantung
itu kepadaku. Kantung itu hanya terisi surat-surat pribadi yang tidak ada
gunanya bagi orang lain,! kata Han Han penuh ketenangan setelah ia berhasil
menekan hatinya yang kaget.
‘Hemmm, murid apakah engkau ini? Tidak menyebut suhu
lagi kepadaku?!
Han Han tersenyum pahit. ‘Lupakah locianpwe bahwa
Locianpwe hendak membunuh saya di perahu itu dahulu? Sikap locianpwe bukan
seperti guru yang menyayang murid, bagaimana saya bisa menjadi murid yang
menghormat guru?!
Bekas guru dan murid ini saling memandang dan delam
pertemuan sinar mata itu diam-diam Ma-bin Lo-mo menjadi kecut hatinya dan cepat
ia mengalihkan pandang matanya. Ia menghendaki sesuatu dari pemuda itu, maka ia
lalu berganti siasat, bersikap lunak dan manis.
‘Han Han, kau kembalikan dulu kitab-kitabku.!
Han Han teringat akan kitab-kitab Ma-bin Lo-mo yang ia
bawa ke Pulau Es. Tanpa ia sengaja, bahkan ia telah mempelajari ilmu dari
kitab-kitab itu yang ia gabung dengan ilmu dari kitab-kitab peninggalkan
Siang-mo-kiam. Ia tidak merasa mencuri kitab-kitab itu, maka ia memperingatkan.
‘Saya tidak mencuri kitab-kitab locianpwe.!
Kini Lulu teringat akan Ma-bin Lo-mo, maka ia berkata,
‘Koko, bukankah dia ini orang jahat yang menangkap kita
di perahu dan meninggalkan kita dalam keadaan terikat? Koko, dia jahat, jangan
percaya dia!!
Ma-bin Lo-mo tidak memperhatikan gadis Mancu yang
dibencinya itu, dan berkata lagi kepada Han Han,
‘Han Han, kitab-kitabku itu tertinggal di perahu, dan
melihat betapa engkau berhasil menyelamatkan diri, tentu kitab-kitab itu berada
padamu. Akan tetapi tidak apalah, bukankah engkau juga muridku yang berhak
mempelajari ilmu dari kitab-kitabku? Sesungguhnya sudah terlalu banyak
kesalahan yang kau lakukan terhadapku, Han Han. Pertama, engkau bersaudara
dengan seorang gadis Mancu. Kedua, engkau mengambil kitab-kitabku. Akan tetapi
aku mengampunimu akan semua kesalahan itu, bahkan kantung ini yang hanya berisi
surat-surat cinta, kukembalikan kepadamu.!
Sambil berkata demikian Ma-bin Lo-mo melemparkan kantung
ke arah Han Han. Pemuda itu menggerakkan tangan menyambut kantung itu dan
menyimpannya dalam baju setelah melihat bahwa isinya tidak lenyap. Ia melakukan
hal ini seenaknya dan sewajarnya saja, dan Ma-bin Lo-mo terkejut. Ketika
melemparkan kantung tadi, ia sengaja mengerahkan tenaga untuk menguji. Kalau
hanya memiliki ilmu kepandaian tinggi biasa saja, tentu pemuda itu akan roboh
menerima lontaran kantung itu, atau setidaknya terhuyung. Akan tetapi pemuda
itu menerima seenaknya seolah-olah pelemparan kantung itu tidak disertai
pengerahan sin-kang yang amat kuat.
Tadinya, kalau melihat pemuda itu roboh atau terhuyung
saja tentu Ma-bin Lo-mo sudah menerjang maju untuk menangkapnya, akan tetapi
melihat sikap Han Han menerima kantung seenaknya itu amat mengejutkan hatinya,
maka kakek ini berlaku cerdik sekali dan tidak menyerang.
‘Han Han, mengingat akan hubungan lama antara kita, aku
tidak akan mengganggumu, hanya akan bertanya kepadamu tentang Pulau Es. Engkau
tentu telah mendarat di Pulau Es, bukan?!
‘Jangan katakan sesuatu kepadanya, Koko!! Lulu yang di
dalam hatinya masih menaruh dendam kepada kakek yang pernah hendak membunuh
mereka itu, cepat berkata mencegah. Akan tetapi, tanpa dicegah pun Han Han
tidak akan bercerita kepada siapa juga tentang pulau rahasia itu.
‘Saya tidak dapat bicara apa-apa tentang pulau itu,
locianpwe.!
‘Jadi engkau telah menemukan pulau itu?!
Han Han tidak menjawab, hanya menggeleng kepala tanda
bahwa ia tidak mau bicara tentang itu.
‘Han Han, ingatlah. Aku hanya ingin engkau menceritakan
tentang Pulau Es. Kalau aku menggunakan kekerasan, engkau tentu takkan kuat
melawanku. Ingat, dosamu sudah terlalu besar terhadap perguruan kami dan kalau
aku menyerahkan engkau kepada Toat-beng Ciu-sian-li, nyawamu tentu tidak akan
diampuni lagi. Akan tetapi kalau kau suka bicara denganku tentang Pulau Es, aku
yang menanggung agar engkau diampuni.!
‘Maaf, sia-sia saja engkau membujuk atau mengancam,
locianpwe. Saya tidak bisa bicara tentang pulau itu. Hendaknya locianpwe
membiarkan saya dan Adik saya pergi. Saya tidak hendak memusuhi locianpwe
sungguhpun locianpwe pernah menyiksa dan hendak membunuh kami berdua. Marilah
kita mengambil jalan kita masing-masing dan tidak saling mengganggu.!
Muka Ma-bin Lo-mo menjadi merah saking marahnya. Ucapan
Han Han itu cukup sopan, akan tetapi nadanya seperti ucapan seorang yang
setingkat saja! Padahal dia adalah seorang di antara datuk-datuk yang ditakuti
orang, sedangkan Han Han adalah seorang muda yang malah menjadi bekas muridnya!
‘Han Han, sungguh engkau keras kepala! Akan tetapi
betapapun kerasnya kepalamu, apakah cukup keras untuk menerima pukulanku?! Ia
membentak dan melangkah maju dengan sikap mengancam sekali.
Namun Han Han tetap bersikap tenang. ‘Terserah kepada
locianpwe, tapi.... tapi.... harap locianpwe ingat bahwa kalau sampai terjadi
bentrokan, hal itu bukanlah kehendak saya, melainkan locianpwe yang memaksaku.!
‘Uwaaahhhhh, sembongnya bocah ini. Tidak bisa dibujuk
dengan omongan halus, agaknya perlu dihajar dulu!! Setelah berkata demikian,
Ma-bin Lo-mo menerjang maju mengirim pukulan. Karena dia tidak ingin membunuh
mati anak itu yang dia butuhkan untuk memberi petunjuk tentang Pulau Es, maka
ia tidak mengirim pukulan Swat-im Sin-jiu, melainkan menampar dengan tangan
kanan ke arah pundak disusul cengkeraman tangan kiri ke arah dada. Biarpun
tidak menggunakan tenaga Swat-im Sin-ciang, namun daya pukulan kakek ini bukan
main.
Han Han mengelak ke kiri dan biarpun angin pukulan kakek
itu mengenai pundaknya, sedikit pun ia tidak merasainya dan ia berkata penuh
rasa menyesal,
‘Engkau sungguh jahat, Ma-bin Lo-mo, tidak patut
menerima penghormatan orang muda.!
‘Heh, Han Han. Apakah kau benar tidak mau bicara
tentang Pulau Es? Ingat, tebusannya adalah nyawamu dan nyawa bocah Mancu ini.
Aku bahkan mau mengampuni bocah ini asal engkau suka memberi penjelasan tentang
Pulau Es.!
‘Tidak! Dan kalau engkau memaksa, terpaksa aku
melawanmu, Ma-bin Lo-mo!!
‘Bedebah! Baru memiliki sedikit kepandaian saja engkau
sudah berani melawan aku?! Ma-bin Lo-mo mencelat maju dengan gerakan cepat
sekali sambil mencengkeram pundak Han Han, namun gerakan Han Han tidak kalah
cepatnya, tahu-tahu ia sudah mengelak ke kanan dan cengkeraman itu kembali
luput. Ma-bin Lo-mo menjadi penasaran sekali, begitu tubrukannya luput dan
kakinya menginjak tanah, tubuhnya sudah melesat lagi ke kanan dan kedua
lengannya menyambar dari kanan kiri, membuat gerakan menyilang mengarah kepala
Han Han. Bukan main cepat dan lihainya serangan ini sehingga Han Han terkejut
dan cepat merendahkan diri untuk menghindarkan kedua tangan yang menghimpit
kepalanya dari kanan kiri itu. Akan tetapi dengan gerakan susulan, tahu-tahu
kaki Ma-bin Lo-mo menendang ke perut pemuda itu.
Selama melatih diri di Pulau Es, sesungguhnya Han Han
hanya memperoleh inti sari tenaga sin-kang yang amat hebat saja, yang tidak
diperoleh ahli lain dalam latihan biasa selama puluhan tahun. Akan tetapi dalam
hal ilmu silat, dibandingkan dengan Ma-bin Lo-mo Siangkoan Lee, tentu saja ia
masih kalah jauh. Kini menghadapi gerakan serangan tokoh hitam yang hebat ini,
tentu saja ia tidak menyangka sama sekali dan tendangan itu tahu-tahu telah
mengenai perutnya!
Akan tetapi gerakan hawa sin-kang secara otomatis telah
melindungi perutnya, dan ia menangkap kaki itu sambil mendorong ke depan
seperti membuang sesuatu yang menjijikkan.
‘Dukkk! Aihhhhh....!! Tendangan mengenai perut, akan
tetapi tubuh Ma-bin Lo-mo terlempar sampai jauh sekali. Kalau bukan kakek sakti
ini tentu tubuhnya akan terbanting ke bawah, akan tetapi kakek ini malah
melompat ke atas sehingga tenaga dorongan itu terpatahkan dan ia turun lagi ke
atas tanah dengan mata terbelalak merah karena heran, kagum dan penasaran.
‘Huh, kiranya engkau sudah mempelajari sedikit ilmu,
ya?! Hati Ma-bin Lo-mo makin tertarik untuk memaksa Han Han bicara tentang
Pulau Es, karena tentu saja ia ingin sekali mengetahui rahasia itu dan memiliki
pusaka dari Pulau Es. Melihat betapa Han Han sanggup menerima tendangannya, dan
melihat tenaga hebat ketika pemuda itu mendorong kakinya, hatinya makin yakin
bahwa pemuda ini tentu telah mewarisi kepandaian dari tempat rahasia itu, maka
ia makin tidak ingin membunuhnya dan hanya ingin menangkap dan memaksanya.
Kepalanya yang penuh dengan akal dan muslihat itu bekerja
dan tiba-tiba sambil tertawa tubuhnya melesat, bukan menyerang Han Han,
melainkan meloncat ke arah Lulu yang berdiri menonton. Dia mendapat akal untuk
menangkap Lulu dan menggunakan gadis itu untuk memaksa Han Han!
Kembali Ma-bin Lo-mo kecelik karena gadis yang ditubruk
dan hendak ditangkapnya itu, biarpun tergesa-gesa, dapat melesat pergi dengan
gerakan yang amat ringan dan tak tersangka-sangka, sehingga ia menubruk angin!
Ketika ia membalik dan hendak mengejar sambil mengirim pukulan jarak jauh untuk
merobohkan gadis itu, tiba-tiba dari samping terdengar bentakan Han Han,
‘Jangan ganggu Adikku!! Bentakan ini disusul dengan
bertiupnya angin yang hawanya dingin memukul ke arah lambungnya!
Ma-bin Lo-mo cepat menggerakkan tangan menangkis, sekali
ini karena penasaran ia menggunakan tenaga Im-kang untuk membuat pemuda itu
roboh.
‘Desss!! Dua tenaga raksasa bertemu dan akibatnya kedua
orang itu terjengkang ke belakang!
‘Eh, eh.... tenaga Im-kang....! Ma-bin Lo-mo yang sudah
meloncat bangun lagi berkata penuh keheranan.
‘Ma-bin Lo-mo, perlukah pertempuran ini dilanjutkan? Aku
tidak ingin bermusuh denganmu!! Han Han berkata lagi.
‘Sambutlah ini....!! Ma-bin Lo-mo membentak dan sekali
ini ia tidak ragu-ragu lagi untuk menggunakan Swat-im Sin-ciang, menyerang lagi
dengan gerakan lambat namun malah amat berbahaya karena setiap gerakannya
mengandung hawa dingin yang dahsyat.
Han Han mengenal gerakan itu. Dia telah mempelajari
kitab-kitab yang ditinggalkan di dalam perahu oleh Iblis Muka Kuda ini, maklum
bahwa lawannya telah menggunakan Swat-im Sin-ciang. Ia mulai menjadi marah,
bukan saja karena kakek itu mendesaknya terus, terutama sekali karena ia
melihat kelicikan kakek ini yang hendak memaksanya dengan berusaha menawan
Lulu. Maka ia pun lalu menggerakkan kedua tangannya, dengan gerakan yang sama
dan ketika Ma-bin Lo-mo mendorong, ia pun mendorong dengan pengerahan tenaga
Swat-im Sin-ciang pula!
‘Wuuutttt.... desssss!!
Tubuh kedua orang itu bergoyang-goyang, kemudian keduanya
mundur terhuyung. Han Han dapat mengerahkan tenaga Yang-kang sehingga seketika
hawa dingin yang luar biasa itu lenyap, akan tetapi Ma-bin Lo-mo membutuhkan
loncatan ke atas dan menggoyang-goyang tubuhnya baru ia pulih kembali. Ia
memandang dengan mata terbelalak kemudian ia berseru marah.
‘Bocah celaka! Engkau telah mencuri Swat-im Sin-ciang!!
Akan tetapi sesungguhnya ia merasa heran dan kaget setengah mati mendapat
kenyataan bahwa tenaga Swat-im Sin-ciang dari pemuda itu tidak berselisih jauh
dengan tenaga nya sendiri! Ia sama sekali tidak mimpi bahwa sesungguhnya tenaga
Han Han jauh lebih kuat dan hebat daripada tenaga sendiri. Sebaliknya, Han Han
maklum betapa lihai dan kejamnya kakek ini dan bahwa sekali lagi, setelah
terlepas daripada ancaman maut di Siauw-lim-si, kini ia terancam oleh kakek
yang amat sakti ini. Maka timbullah kemarahannya lagi dan ia mengambil
keputusan untuk melindungi Lulu dan dirinya sendiri, kalau perlu dengan taruhan
nyawa.
Kembali Ma-bin Lo-mo sudah menyerang, kini serangannya
hebat sekali karena kakek ini tidak lagi menganggap Han Han seorang lawan
ringan. Tubuhnya seperti berpusing dan kedua tangannya seperti berubah banyak
ketika ia melancarkan serangan ke arah dada dan pusar pemuda itu. Han Han tetap
tenang, namun juga bergerak cepat. Ia memutar kedua lengannya dari kanan kiri
menjaga tubuh depan dan kembali ia berhasil menangkis pukulan-pukulan maut
Ma-bin Lo-mo.
Akan tetapi kakek itu menerjang terus dengan
gerakan-gerakan aneh dan cepat dengan perubahan yang tak tersangka-sangka
sehingga dalam gebrakan-gebrakan selanjutnya tanpa dapat dielakkannya lagi
terpaksa Han Han menerima hantaman-hantaman yang mengenai pundak dan
lambungnya.
Akan tetapi tubuhnya hanya terpental saja dan sama sekali
tidak terluka sehingga diam-diam Ma-bin Lo-mo makin penasaran dan terkejut.
Ketika melihat kakek itu mengejarnya, Han Han yang sudah bangkit kembali
sehabis terbanting, cepat mengerahkan tenaganya dan menyambut kedatangan lawan
dengan pukulan dengan pengerahan tenaga Swat-im Sin-ciang. Ia sudah marah
sekali maka kekuatan sin-kangnya dapat dibayangkan hebatnya. Angin menderu keras
dan hawa dingin melebihi saiju menyambar ke depan.
Ma-bin Lo-mo tentu saja tidak takut menghadapi pukulan
yang menjadi keahliannya sendiri itu. Ia menangkis dengan tenaga Swat-im
Sin-ciang juga dan sekali ini dua tenaga sakti bertemu. Hanya bedanya dengan
tadi, kini Han Han yang menyerang dan Ma-bin Lo-mo yang menangkis.
Tubuh Ma-bin Lo-mo tergetar hebat, seolah-olah tubuhnya
kemasukan aliran kilat dan sejenak tubuhnya kaku membeku! Kakek ini
mengeluarkan seruan aneh, kemudian melempar tubuh ke belakang dan bergulingan
sampai lama baru dapat melompat bangun kembali, wajahnya pucat dan matanya
terbelalak merah.
‘Luar biasa....!! Ia menggumam karena kini ia
mendapatkan kenyataan pahit yang amat hebat, yaitu bahwa tenaga Swat-im
Sin-ciang pemuda itu jauh lebih kuat daripada tenaganya sendiri!
Didorong oleh kemarahannya yang timbul dari rasa
penasaran, kini tubuh Ma-bin Lo-mo menerjang maju seperti badai mengamuk saking
hebatnya. Tentu saja Han Han menjadi sibuk sekali dan sama sekali tidak
mempunyai kesempatan untuk balas menyerang. Bahkan dia yang kalah jauh ilmu
silatnya tak mungkin dapat menghindarkan diri dari serangan yang bertubi-tubi
itu dan hanya dapat mengelak dan menangkis, melindungi dirinya di bagian-bagian
yang berbahaya dan membiarkan bagian-bagian yang dapat menahan pukulan untuk
menerima hantaman-hantaman dahsyat dari lawannya!
Ia menjadi bulan-bulanan dan biarpun tubuh yang tidak
berbabaya itu mengandung sin-kang kuat sehingga tidak terluka, namun kerasnya
pukulan-pukulan itu membuat tubuhnya berkali-kali terlempar dan bergulingan.
Melihat betapa pemuda itu dapat menahan pukulan-pukulannya yang cukup kuat
untuk merobohkan lawan tangguh, Ma-bin Lo-mo menjadi makin marah dan penasaran,
serangannya makin diperhebat.
Lulu berdiri dengan wajah tegang dan penuh kegelisahan.
Seperti ketika ia menyaksikan kakaknya menghadapi tokoh-tokoh Hoa-san-pai di
gedung Pek-eng-piauwkiok, dan kemudian menyaksikan kakaknya menghadapi
tokoh-tokoh Siauw-lim-pai yang lihai, kini pun ia hanya dapat menonton saja
karena ia maklum bahwa untuk membantu kakaknya tingkat kepandaiannya masih jauh
daripada cukup sehingga ia bukan membantu malah membahayakan diri sendiri dan
mengacaukan pertahanan kakaknya.
Kedua orang itu memang bertanding dengan amat seru dan
hebat. Keduanya mempergunakan hawa sakti Im-kang sehingga dari tubuh mereka
keluar hawa yang amat dingin yang seolah-olah membikin beku keadaan sekeliling
mereka, bahkan Lulu yang sudah biasa tinggal di tempat dingin seperti Pulau Es
sekalipun kini merasa betapa hawa dingin menyerangnya dan otomatis sin-kang di
tubuhnya bekerja sehingga hawa yang hangat timbul melenyapkan rasa dingin.
Han Han tidak berani mencoba untuk menggunakan Yang-kang
atau hawa sakti panas. Ia maklum bahwa tingkat kakek ini sudah tinggi sekali,
sehingga kalau ia mengeluarkan Yang-kang, berarti ia menghadapi lawan dengan
keras lawan keras yang tentu saja resikonya amat besar karena kalah sedikit
saja kekuatannya dapat merenggut nyawa. Ia pun maklum bahwa biarpun dalam ilmu
silat ia kalah jauh namun dengan pengerahan inti sari dari Im-kang ia masih
dapat bertahan karena kekuatan sin-kangnya tidak kalah oleh lawan.
Selagi Han Han terdesak hebat, tiba-tiba terdengar suara
ketawa bergelak disambung kata-kata nyaring penuh ejekan, ‘Ma-bin Lo-mo si
Setan Kuda benar-benar sekarang tak tahu malu, mendesak orang muda dan tidak
malu-malu mengeluarkan Swat-im Sin-ciang!!
Han Han melirik sebentar dan hatinya kecut ketika
mengenal orang yang muncul dan mengeluarkan kata-kata itu karena orang itu
bukan lain adalah Kang-thouw-kwi Gak Liat si Setan Botak bersama seorang pemuda
tampan pesolek yang ia kenal sebagai Ouwyang Seng! Celaka, pikirnya. Ma-bin
Lo-mo jahat, akan tetapi dua orang yang muncul ini tidak kalah jahat dan sama
sekali tidak boleh diharapkan bantuannya!
Akan tetapi, selagi ia menangkis pukulan Ma-bin Lo-mo
yang masih mendesaknya tiba-tiba Gak Liat meloncat maju dan memukul Iblis Muka
Kuda dengan dorongan kedua lengan yang menimbulkan hawa panas. Itulah Hwi-yang
Sin-ciang!
‘Eh, Setan Botak, mau apa kau?! Ma-bin Lo-mo membentak dan
cepat ia meloncat jauh ke belakang untuk menghindarkan pukulan itu. Karena
loncatannya yang jauh itu kini Han Han berada di tengah, di antara dua orang
tokoh hitam itu. Pemuda itu menghadapi Gak Liat dan memandang dengan mata
berapi. Kemarahannya sudah membakar hatinya dan kini melihat kakek yang juga
amat jahat ini, ia memandang penuh kecurigaan.
‘Han Han, lupakah kau kepadaku? Aku Owyang-kongcu,
sahabat lamamu. Kami datang untuk membantumu!! Ouwyang Seng sudah cepat
berteriak untuk mengambil hati pemuda itu. Tadi ia melihat betapa Han Han dapat
menghadapi Ma-bin Lo-mo, biarpun terdesak namun juga tidak dapat dirobohkan.
Hal ini saja sudah menyatakan bahwa Han Han sekarang benar-benar telah memiliki
kepandaian tinggi. Biarpun di dalam hatinya ia sama sekali tidak suka kepada
Han Han, namun demi tugasnya ia harus mentaati perintah Puteri Nirahai untuk
‘menarik! Han Han menjadi kawan, bukan lawan.
‘Ouwyang-kongcu, saya tidak membutuhkan bantuan apa-apa
darimu atau dari Gak-locianpwe.!
Ouwyang Seng menghela napas panjang dengan muka
menyatakan penyesalannya, lalu menghampiri Lulu dan menjura sambil berkata,
‘Nona, bukankah Kakakmu itu keliru sekali? Dia diserang dan didesak orang,
masa tidak mau dibantu?!
Lulu sejenak memandang Ouwyang Seng, kemudian berkata
kepada kakaknya,
‘Koko, kalau mereka memang benar-benar hendak membantu,
mengapa kau menolak?!
‘Lulu, jangan mencampuri. Mereka itu pun bukan
orang-orang yang dapat dipercaya!!
Akan tetapi Lulu memandang wajah Ouwyang Seng yang tampan
dan tersenyum-senyum itu dan ia merasa heran akan ucapan kakaknya karena dalam
pandangannya, pemuda tampan ini sama sekali tidak jahat.
‘Han Han, betapapun juga, engkau bukanlah lawan Iblis
Muka Kuda. Biarlah aku membantumu mengusir iblis itu, kemudian kita bicara
sebagai kenalan-kenalan lama. Bagaimana?!
‘Gak-locianpwe, apakah locianpwe juga seperti Ma-bin
Lo-mo ini, hendak bertanya tentang Pulau Es kepadaku setelah Locianpwe
membantuku mengenyahkan Ma-bin Lo-mo?!
Pertanyaan yang tiba-tiba dari Han Han ini tepat menusuk
hati Gak Liat yang memang ingin sekali mendengar tentang Pulau Es itulah,
sehingga ia lupa akan tugasnya dan penuh gairah berteriak,
‘Ah, jadi engkau sudah berhasil sampai ke sana? Anak
baik, mari kubantu engkau membinasakan Iblis Muka Kuda, baru kita bicara
tentang Pulau Es!!
Kemarahan hati Han Han meluap. ‘Kang-thouw-kwi, engkau
setali tiga uang dengan Ma-bin Lo-mo. Aku tidak sudi akan bantuanmu!!
Mendengar jawaban ini dan karena mereka yakin bahwa Han
Han tak dapat dibujuk, Ouwyang Seng sudah cepat turun tangan untuk melakukan
siasat yang ke dua. Yaitu, merampas Lulu terlebih dahulu untuk menyelamatkan
gadis Mancu itu dan juga untuk dijadikan umpan memancing Han Han ke kota raja,
bahkan kelak akan dapat dipergunakan untuk memaksa Han Han tunduk akan perintah
Puteri Nirahai.
Ia maklum bahwa sekali ini ia tidak boleh menurutkan
nafsu yang berkobar begitu ia melihat gadis Mancu yang cantik molek tidak kalah
oleh Puteri Nirahai sendiri itu, karena Lulu adalah seorang gadis Mancu dan
keadaan gadis ini sudah menjadi perhatian Puteri Nirahai dan sudah diumumkan
kepada para pembantunya. Cepat ia menubruk untuk menangkap Lulu, akan tetapi
alangkah kaget dan herannya kelika tubuh gadis itu seperti seekor kupu-kupu
yang hendak ditangkap saja, telah melesat dan mengelak dari kedua tangannya!
Itulah gerak otomatis yang sudah ada pada diri Lulu sebagai hasil
latihan-latihannya selama berada di Pulau Es bersama Han Han.
Melihat Ouwyang-kongcu tidak berhasil dan gadis itu
berkelebat dekat dengannya, Gak Liat lalu menggerakkan tangan kanannya
mendorong perlahan. Lulu mengeluh dan roboh dalam pelukan Ouwyang Seng yang
sudah cepat menyambar, menotoknya dan memondong tubuhnya.
Han Han marah bukan main. ‘Keparat! Lepaskan Adikku!!
Ia mengejar maju akan tetapi dihadang oleh Kang-thouw-kwi
Gak Liat. Melihat ini, dengan muka merah dan pandang mata beringas Han Han
menerjang Gak Liat dan memukul dengan pukulan Hwi-yang Sin-ciang!
Gak Liat terkejut bukan main melihat ini dan cepat
menangkis.
‘Bressss!! Tubuh Kang-thouw-kwi Gak Liat seperti yang
dialami oleh Ma-bin Lo-mo tadi tergetar oleh pukulan Hwi-yang Sin-ciang,
keahliannya sendiri. Ia tergetar dan terhuyung ke belakang sedangkan Han Han
hanya tergetar saja.
‘Ha-ha, Setan Botak! Bocah ini sekarang tak boleh
dibuat main-main, dia telah mewarisi pusaka Pulau Es!! Ma-bin Lo-mo
mentertawakan Gak Liat.
‘Kita berdua harus menundukkannya!! Gak Liat yang amat
cerdik berkata. Dari pada memperebutkan bocah itu dan kedua-duanya tidak
berhasil, lebih baik menangkapnya bersama dan kelak membagi-bagi hasilnya.
Melihat betapa dalam waktu lima enam tahun saja bocah ini sudah dapat
menggunakan Hwi-yang Sin-ciang sedemikian hebatnya, dapat dibayangkan betapa
luar biasa dan amat berharga pusaka Pulau Es.
Ma-bin Lo-mo bukan seorang bodoh. Ia maklum akan isi hati
Gak Liat, maka ia berkata,
‘Baiklah. Dia harus dapat ditangkap hidup-hidup!!
Gak Liat berteriak ke belakangnya, ‘Kongcu, lekas bawa
pergi Nona itu!!
Ouwyang-kongcu sudah mengempit tubuh Lulu dan menotoknya
sehingga kini Lulu menjadi lemas tak dapat bergerak atau berterlak lagi,
kemudian ia melarikan diri secepatnya meninggalkan tempat itu sambil mengempit
tubuh Lulu dengan lengan kirinya.
‘Heiiiii, Ouwyang Seng keparat kurang ajar! Lepaskan
adikku.... anjing keparat, kulumatkan tubuhmu, kuhancurkan kepalamu!! Han Han
menerjang ke depan hendak mengejar Ouwyang Seng, akan tetapi ia disambut oleh
pukulan Kang-thouw-kwi Gak Liat, bahkan dari belakang ia diserang pula oleh
Ma-bin Lo-mo Siangkoan Lee.
Han Han mengeluarkan suara menggereng seperti biruang es,
wajahnya merah dan matanya mengeluarkan sinar beringas. Kemarahan hebat membuat
ia menjadi mata gelap dan kebuasannya timbul kembali. Dua pukulan dari depan
dan belakang hampir berbareng mengenai tubuhnya, akan tetapi seolah-olah tidak
dirasakannya dan ia mengamuk, menggunakan Swat-im Sin-ciang dan Hwi-yang
Sin-ciang berganti-ganti tanpa aturan lagi sehingga dua orang kakek itu
berkali-kali mengeluarkan seruan heran dan kaget.
Andaikata lawan-lawannya hanyalah orang-orang yang
memiliki kepandaian tidak terlalu tinggi, tentu amukan Han Han ini akan
melumatkan tubuh mereka dan tentu kebuasannya sudah mengorbankan banyak
nyawa-nyawa lagi. Akan tetapi sekali ini yang mengeroyoknya adalah dua orang di
antara datuk-datuk hitam yang ilmu kepandaiannya luar biasa sekali dan pada
jaman itu sukar dicari tandingnya, maka betapapun ia mengamuk, tetap saja ia
tidak dapat memukul lawannya, bahkan tubuhnya berkali-kali harus menerima
hantaman-hantaman yang amat berat.
Hantaman-hantaman itu amat kuat dan membuat dada Han Han
terasa sesak, kepalanya pening dan hal ini menambah kemarahannya melihat
adiknya diculik Ouwyang Seng. Ia menjadi nekat dan ketika dua orang kakek itu
kembali menyerangnya dari kanan kiri, ia mengeluarkan pekik melengking dan
mengerahkan seluruh sin-kangnya menyalurkan Hwi-yang Sin-ciang di tangan kiri
menghantam Ma-bin Lo-mo sedangkan tangan kanannya dengan hawa Swat-im Sin-ciang
menghantam Gak Liat. Ia balas memukul tanpa mempedulikan datangnya pukulan
kedua lawan itu. Karena ia menyalurkan sin-kang secara terbalik dan dengan
demikian sekaligus menghadapi kedua lawan itu dengan dua macam tenaga yang
berlawanan sehingga keras bertemu keras, terjadilah tabrakan tenaga sakti yang
luar biasa sekali.
Gak Liat dan Ma-bin Lo-mo seketika muntahkan darah segar
dari mulut mereka akan tetapi Han Han sendiri yang terhimpit oleh dua tenaga
raksasa itu roboh pingsan!
Kang-thouw-kwi Gak Liat dan Ma-bin Lo-mo Siangkoan Lee
cepat duduk bersila untuk mencegah terluka di dalam dada mereka. Sepuluh menit
kemudian mereka sudah bergerak kembali dan keduanya memandang Han Han sambil
menggeleng-geleng kepala.
‘Dia luar biasa sekali, Setan Botak,! Ma-bin Lo-mo
berkata perlahan.
‘Hemmm, kalau tidak mengalami sendiri mana aku bisa
percaya?! jawab Gak Liat dan keduanya cepat menghampiri Han Han yang masih
rebah pingsan.
Mereka berdua lalu turun tangan menotok jalan darah Han Han.
Ditotok oleh dua orang ahli dengan dua cara menotok yang berlainan dan amat
lihai, seketika tubuh Han Han menjadi lemas dan tak lama kemudian ia siuman
kembali. Betapa kaget dua orang kakek itu ketika mendapat kenyataan bahwa
pemuda itu tidak mengalami luka sama sekali, padahal mereka berdua nyaris
terluka parah di sebelah dalam dada!
Biarpun tidak terluka parah, akan tetapi setelah siuman
kembali Han Han merasa betapa seluruh tubuhnya lemas sekali saking lelahnya.
Dia tahu bahwa dia telah tertotok dan dia tidak ingin mencoba untuk membebaskan
diri, maklum bahwa di tangan kedua orang kakek itu percuma saja baginya untuk
melawan. Namun, menyerahkan pun tidak ada sedikit juga di dalam hatinya. Ia
memandang kakek-kakek yang duduk di dekatnya lalu berkata.
‘Kalian telah mengalahkan aku, tidak lekas bunuh mau
apa lagi?! Suaranya terdengar dingin sekali dan sedikit pun tidak kelihatan
gentar sehingga kedua orang kakek datuk golongan hitam itu menjadi kagum.
‘Han Han, mengapa engkau amat keras kepala? Kami tidak
ingin membunuhmu.!
‘Benar, Han Han. Engkau masih amat muda, tidak
sayangkah kalau membuang nyawa secara sia-sia?!
Mendengarkan ucapan kedua orang kakek ini yang halus dan
seolah-olah menyayangnya, rasa dada Han Han menjadi makin sesak karena marah.
Ia mengerti betul bahwa dua orang kakek itu adalah datuk-datuk golongan hitam
yang amat kejam, yang kini bersikap halus kepadanya karena ada pamrihnya, sikap
yang palsu seperti desis dua ekor ular.
‘Sudahlah, bosan aku mendengarnya. Kalian sama-sama
menghendaki aku bicara tentang Pulau Es, bukan? Sudahlah, percuma saja bicara.
Aku tidak mau bicara dan kalau kalian mau bunuh, bunuh saja. Aku tidak takut
mati!!
Gak Liat dan Siangkoan Lee saling memandang. Dalam
bertemu pandang itu keduanya bersepakat cara apa yang harus mereka pergunakan.
Membujuk bocah yang berhati baja ini akan sia-sia, jalan satu-satunya adalah
paksaan dengan jalan penyiksaan.
‘Baiklah, hendak kulihat apakah engkau akan kuat
mempertahankan kekerasan hatimu!! bentak Ma-bin Lo-mo dan jari telunjuknya
menotok punggung Han Han di tiga tempat. Han Han tidak tahu ilmu apa yang
dipergunakan Iblis Muka Kuda ini ketika menotoknya, akan tetapi seketika ia
merasa betapa seluruh tulang-tulang di tubuhnya nyeri, seperti ditusuk-tusuk
jarum!
Ia mempertahankan diri agar tidak mengeluh, rasa nyeri
makin menghebat, sampai berdenyut-denyut di ubun-ubunnya, akan tetapi ia tetap
mengeraskan hatinya sehingga mukanya penuh keringat dan mukanya menjadi pucat.
‘Engkau tidak mau bicara tentang pulau itu?! Ma-bin
Lo-mo membentak marah, akan tetapi Han Han diam saja, hanya memandang dengan
mata mendelik, sedikit pun tidak mau menjawab.
‘Ha-ha, agaknya dia tetap berkeras. Biar kutambah
sedikit!! Gak Liat lalu menggunakan tangannya mengurut tengkuk Han Han dan
seketika Han Han merasa betapa seluruh tubuhnya gatal-gatal. Bukan main
hebatnya penderitaan ini. Rasa tulang tertusuk-tusuk menimbulkan nyeri yang
sampai terasa di ubun-ubun, akan tetapi rasa gatal yang tidak nyeri sekali
malah ternyata lebih hebat lagi karena merangsang syaraf-syaraf, terasa di
bawah kulitnya. Ingin sekali kedua tangannya menggaruk, akan tetapi dia masih
tertotok lumpuh kedua kaki tangannya!
Hampir ia tak dapat menahan lagi dan ingin menjerit-jerit
sekerasnya, namun kekerasan hatinya yang tidak ingin mengeluarkan keluhan
membuat ia tidak suara sedikit pun, bahkan ia memejamkan kedua matanya. Begitu
kedua matanya dipejamkan, terbayanglah wajah Lulu dan teringatlah ia betapa
adiknya itu terancam bahaya yang lebih mengerikan daripada yang dihadapinya
sendiri.
Kekhawatiran dan kemarahan yang bergelombang hebat dalam
dirinya mendatangkan kekuatan kemauan yang tidak lumrah dan seketika ia
mengeluarkan pekik dahsyat, tubuhnya bergerak den seketika itu juga ia telah
melompat bangun! Hebat sekali memang keadaan tubuh Han Han, kehebatan yang
tidak wajar lagi. Semenjak kepalanya dibenturkan oleh perwira yang memperkosa
ibunya, terjadi ketidak-wajaran dalam tubuhnya, menimbulkan kekuatan kemauan
yang depat mengalahkan kekuatan jasmani dan dengan sendirinya juga dapat
memaksa jasmaninya melakukan hal-hal yang tidak semestinya dapat dilakukan
manusia biasa.
Dalam keadaan tertotok tadi, dia sama sekali tidak mampu
bergerak, bahkan tidak mampu mengerahkan sin-kang. Akan tetapi kekuatan
kemauannya yang luar biasa, terdorong oleh kemarahannya dan kekhawatirannya
memikirkan Lulu, membuat ia mampu mengerahkan sin-kangnya sehingga ia dapat
membebaskan totokan pada tubuhnya dan sekaligus juga membebaskan totokan dan
pencetan yang menimbulkan rasa nyeri-nyeri dan gatal-gatal tadi. Begitu dapat
bergerak lagi, Han Han lalu meloncat hendak pergi dari situ mengejar Ouwyang
Seng yang membawa lari adiknya. Melihat ini, Setan Botak dan Iblis Muka Kuda
yang tadinya bengong dan terkesima saking kagetnya melihat pemuda itu tiba-tiba
dapat bebas, cepat meloncat dan melakukan pengejaran. Han Han tidak terluka
parah di dalam tubuhnya, namun seluruh tubuhnya sakit-sakit akibat pertandingan
tadi, maka larinya tidaklah secepat biasanya. Andaikata tidak demikian
sekalipun, tentu sukar baginya untuk dapat melarikan diri dari dua orang datuk
hitam itu.
‘Kau hendak lari ke mana?! Gak Liat mengejek.
‘Hemmm, jangan harap dapat melarikan diri!! Ma-bin
Lo-mo juga mengejek.
Mendengar suara mereka amat dekat di belakangnya, Han Han
maklum bahwa lari pun memang tiada gunanya. Ia teringat akan sesuatu, teringat
akan pengalaman-pengalamannya ketika kecil, betapa suaranya kadang-kadang dapat
mempengaruhi orang. Hal itu dahulu ia anggap tak masuk akal dan hanya kebetulan
saja, akan tetapi dalam keadaan tersudut seperti ini, tiada salahnya
mencoba-coba. Ia mengumpulkan seluruh kekuatan kemauannya, kemudian tiba-tiba
membalik dan membentak.
Dua orang kakek yang sama sekali tidak menyangka akan
dibentak seperti itu, kaget sekali dan mereka berhenti seperti arca, memandang
sepasang mata Han Han yang mengeluarkan sinar kilat ketika pemuda itu
membalikkan tubuh. Melihat keadaan mereka, Han Han ‘mendapat hati! dan ia
berkata lagi dengan suara penuh wibawa karena didasari kemauan yang amat kuat.
‘Gak Liat dan Siangkoan Lee, bukankah kalian saling
bermusuhan? Siapa tidak menyerang dulu akan celaka!!
Gak Liat den Siangkoan Lee seperti kemasukan kilat,
mereka membalik, saling pandang dengan mata penuh kemarahan.
‘Setan Botak. Engkau musuhku!!
‘Iblis Muka Kuda, aku harus membunuhmu!!
Kedua orang tokoh besar dalam golongan kaum sesat itu
segera saling hantam sendiri! Karena Gak Liat mempergunakan Hwi-yang Sin-ciang
sedangkan Siangkoan Lee mempergunakan Swat-im Sin-ciang tentu saja baku hantam
antara dua orang datuk hitam itu amatlah hebatnya dan dua kali gebrakan saja
mereka berdua terjengkang ke belakang.
Karena mereka berdua memang telah memiliki kekuatan
sin-kang dan kekuatan batin yang tinggi, maka pengaruh luar biasa dari pandang
mata dan bentakan Han Han itupun hanya sebentar saja menguasai mereka. Setelah
terjengkang barulah mereka terheran-heran mengapa mereka saling serang sendiri,
dan ketika mereka memandang ternyata pemuda itu telah lari agak jauh!
Tentu saja tergopoh-gopoh dua orang kakek itu mengejar
sambil menyumpah-nyumpah. Mereka menjadi penasaran den marah, dan tanpa bicara
keduanya mengambil keputusan untuk menangkap den menyiksia bocah itu sampai
mati kalau tidak mau bicara tentang Pulau Es.
Han Han maklum bahwa kembali dua orang kakek itu sudah
mengejar dekar. Ia tidak berani lagi mencoba kekuatan mujijat bentakannya,
karena terbukti bahwa mereka itu kini sudah tidak terpengaruh lagi. Ia berlari
terus dan tiba di sebuah lereng gunung yang banyak jurang-jurang dalam di
kanan-kirinya. Celaka, pikirnya, ke mana lagi harus melarikan diri?
Ah, melarikan diri pun tidak ada gunanya dan ia tidak
tahu ke mana Lulu dibawa pergi Ouwyang Seng. Daripada berlari yang akhirnya
tentu tersusul pula, lebih baik melawan mati-matian. Pikiran ini membuat ia
nekat lalu membalikkan tubuhnya dan begitu dua orang lawannya datang dekat,
dialah yang mendahului menerjang maju dan mengirim pukulan dengan kedua
tangannya. Pukulannya ampuh sekali dan terpaksa dua orang kakek itu meloncat ke
samping sambil mengibaskan lengan menangkis. Kembali Han Han dikeroyok dua dan
betapapun ia melawan mati-matian, sebentar saja ia sudah terdesak lagi.
Kedua orang kakek itu selain berkepandaian tinggi, juga
merupakan orang-orang cerdik dan banyak pengalaman. Mereka segera mengerti
bahwa dalam hal ilmu silat, Han Han masih belum mahir, dan pemuda ini hanya
memiliki sin-kang yang benar-benar amat hebat di samping kekuatan mujijat yang
menimbulkan wibawa dan dapat mempengaruhi orang lain.
Karena itu, mereka segera mempergunakan ilmu silat untuk
mendesak dan kini tubuh Han Han montang-manting karena harus menerima
hantaman-hantaman yang tak dapat ia elakkan atau tangkis lagi. Ia terhuyung ke
sana ke mari, dijadikan seperti sebuah bola dipermainkan dua orang anak-anak
atau seekor tikus dipermainkan dua ekor kucing yang tidak segera membunuhnya,
melainkan hendak menyiksanya. Memang orang-orang seperti Setan Botak dan Iblis
Muka Kuda ini memiliki watak sadis yang luar biasa.
Mereka itu tak pernah memiliki hati jujur, tidak pernah
memiliki rasa kasihan, bahkan melihat orang lain menderita dan tersiksa, timbul
semacam rasa puas dan gembira, sebaliknya menyaksikan orang lain senang dan
bahagia, hati mereka tidak senang, iri hati dan dengki. Karena inilah maka
mereka itu menjadi datuk-datuk golongan hitam, orang-orang yang sudah tidak
mengenal lagi baik atau buruk, atau tidak mempedulikannya, yang berbuat
semata-mata demi kesenangan dan keuntungan diri sendiri saja.
Han Han yang merasa betapa tubuhnya seperti akan pecah,
rasa nyeri membuat kepalanya pening berdenyut-denyut tetap membungkam dan tidak
mau bicara sama sekali, apalagi bicara tentang Pulau Es. Dia malah menggigit
bibir sampai berdarah menahan rasa nyeri, dan masih terus melakukan perlawanan
sejadinya yang tentu saja tidak ada artinya bagi kedua orang kakek itu.
Sebuah pukulah Kang-thouw-kwi Gak Liat yang mengenai
leher Han Han membuat pemuda ini terpelanting dan sesaat tak dapat bangun
karena pandang matanya berkunang-kunang dan segala sesuatu seperti berpusingan.
Terpaksa Han Han memejamkan mata dan menanti pukulan maut.
Masihkah engkau berkeras tidak mau memberi tahu tentang
Pulau Es?! Ma-bin Lo-mo membentak dan tubuhnya sudah mendoyong ke depan untuk
memberi pukulan maut yang akan menghancurkan kepala Han Han yang kini sudah tak
mampu melindungi dirinya lagi itu.
Han Han tidak mau menjawab, bahkan kini ia membuka kedua
matanya, terbelalak memandang kepada dua orang kakek itu karena ia hendak
menghadapi kematiannya dengan mata terbuka agar depat melihat bagaimana caranya
dia mati!
Dua orang kakek yang sudah hilang harapan dan kesabaran
untuk membujuk Han Han itu menggerakkan tangan, seolah-olah hendak berlumba
pula menikmati kesenangan membunuh pemuda keras kepala itu. Kedua tangan mereka
bergerak memukul ke arah kepala Han Han dan.... tubuh mereka terpental ke
belakang dan terbanting cukup keras ke atas tanah.
Han Han terbelalak penuh keheranan dan kekaguman ketika
ia melihat searang kakek tua renta yang berambut panjang terurai tidak diurus,
pakaian sederhana bukan seperti pakaian lagi, berkaki telanjang, berdiri tak
jauh dari tempat itu. Kakek tua renta itu patutnya seorang yang hidupnya
terlantar, seorang gembel tua, dan yang membuat Han Han kagum adalah wajah
kakek itu yang masih kelihatan tampan dan mencerminkan ketenangan dan kedamalan
hati yang mujijat. Kakek itu berdiri dan tersenyum memandang dua orang datuk
golongan hitam itu.
Kang-thouw-kwi dan Ma-bin Lo-mo yang juga terkejut sekali
meloncat bangun dan ketika mereka melihat kakek tua renta yang bertubuh tinggi
besar itu, mereka mengeluarkan seruan tertahan, sejenak tubuh mereka menegang
seolah-olah hendak menerjang kakek tua renta itu, akan tetapi ternyata tidak
demikian karena mereka membalikkan tubuh dan.... lari cepat meninggalkan tempat
itu.
Han Han menjadi heran sekali, akan tetapi tidak sempat
bertanya karena kakek tua renta itu pun sudah melangkah pergi perlahan-lahan
dari tempat itu tanpa mengeluarkan sepatah pun kata-kata.
Han Han baru mengeluarkan rintihan perlahan setelah dua
orang iblis itu pergi dan tidak ada orang lain di tempat itu. Seluruh tubuhnya
terasa sakit-sakit, tulang-tulangnya seperti remuk rasanya. Akan tetapi lebih
sakit lagi karena memikirkan Lulu. Ia bangun dan bersila, mengerahkan
sin-kangnya sehingga hawa yang hangat menjalar di seluruh tububnya mengurangi
rasa sakit. Akan tetapi karena teringat akan adiknya, tidak lama kemudian ia
bangkit berdiri, agak terhuyung dan pening. Mulutnya berbisik.
‘Ouwyang Seng, awas engkau kalau mengganggu Lulu....!
Ia tahu bahwa Ouwyang Seng tinggal di kota raja. Tentu adiknya itu dibawa ke
kota raja. Ia harus mengejar secepatnya ke kota raja. Pikiran ini membuat ia
melompat ke depan, agaknya ingin ia dengan sekali lompatan dapat menyusul
Ouwyang Seng. Akan tetapi ia mengeluh dan terguling, menggeletak pingsan di
pinggir jurang, nyaris tubuhnya terguling ke jurang kalau saja tidak ada sebuah
batu menghalang tubuhnya yang menelungkup.
Setelah Kaisar Kang Hsi naik tahta Kerajaan Mancu pada
tahun 1663, memang terjadilah perubahan besar-besaran menuju ke arah perbaikan.
Kaisar ini menggunakan tangan besi untuk menyapu para pemberontak, juga
melakukan usaha keras untuk membasmi korupsi dan penyuapan. Dengan cara radikal
mengganti para pembesar tua yang korup dengan tenaga-tenaga muda, bukan hanya
diambil dari bangsa-bangsa di utara, yaitu bangsa Mancu, Mongol atau Khitan,
akan tetapi juga tidak pantang mempergunakan tenaga bangsa Han sendiri yang
sudah jelas mendukung pemerintah baru itu.
Bahkan dengan sikap yang manis dan jujur, kaisar ini
membuka kesempatan bagi kaum muda terpelajar untuk menduduki jabatan-jabatan
penting di kota raja melalui ujian yang jujur, bebas daripada pengaruh suapan.
Hal ini disambut dengan gembira oleh kaum terpelajar yang semenjak dahulu
bernasib sengsara kareng dahulu, betapapun pandainya seseorang, kalau tidak
dapat memberi suapan kepada pembesar yang bertugas, tak pernah dapat lulus
ujian. Sikap kaisar ini memang tepat sekali sehingga pemerintahnya mendapatkan
simpati daripada kaum terpelajar.
Namun, di samping sikap lunak dan baik untuk menarik
sebanyak mungkin kaum cerdik pandai membantu roda pemerintahannya, Kaisar Kang
Hsi juga bersikap bengis dan keras terhadap rakyat yang tidak tunduk kepada
pemerintah Mancu. Pembersihan dilakukan di mana-mana, dan terutama sekali kaum
kang-ouw mendapat pengamatan keras.
Tepat seperti yang diceritakan oleh Pangeran Ouwyang Cin
Kok kepada para pembantunya, bagaikan ikan-ikan para tokoh kang-ouw yang
menentang pemerintah penjajah ini dikejar-kejar sehingga terpaksa mereka yang
dapat menyelamatkan diri lari ke Se-cuan untuk menggabung pada Bu Sam Kwi, raja
muda yang merupakan kekuatan terakhir yang menentang pemerintah Mancu.
Sudah lazim di dunia ini bahwa perubahan-perubahan selalu
mendatangkan korban dan selalu menimbulkan ekses-ekses yang kadang-kadang
merupakan malapetaka besar. Sudah biasa pula bahwa perintah yang dikeluarkan
dengan kebijaksanaan dan mempunyai dasar yang baik, sering kali berbeda dengan
pelaksanaannya, atau disalahgunakan oleh si pelaksana demi kesenangan dirinya
sendiri. Demikian pula dengan perintah kaisar. Kaisar memberi perintah untuk
membersihkan kaum pemberontak, dengan maksud agar pertentangan segera berakhir
dan dapat segera menujukan seluruh kekuatan dan perhatian kepada pembangunan
agar kehidupan rakyat menjadi tenteram dan jauh daripada perbuatan yang
mengandung kekerasan.
Akan tetapi bagaimanakah pelaksanaan daripada perintah
ini? Ketika perintah turun sampai ke tangan Ouwyang Cin Kok dan yang
menyerahkannya kepada Puteri Nirahai dan para pembantunya, perintah itu masih
murni dan dilaksanakan dengan baik pula. Akan tetapi setelah perintah itu
tersebar kepada pasukan-pasukan yang ditugaskan melakukan pengejaran dan
pembersihan terhadap orang-orang kang-ouw yang masih menentang, terjadilah penyelewengan-penyelewengan
dan penyalahgunaan.
Pasukan-pasukan Mancu yang beroperasi jauh dari kota
raja, jauh dari pengawasan para pembesar, hanya dipimpin oleh perwira-perwira
rendahan yang dalam keadaan demikian seolah-olah menjadi raja-raja kecil yang berkuasa
penuh, segera melakukan hal-hal yang sama sekali tidak menenteramkan rakyat,
bahkan sebaliknya!
Apalagi kalau ada di antara mereka yang tewas oleh
sergapan kaum pemberontak kang-ouw yang berkepandaian. Kemarahan dan dendam
mereka yang tak dapat mereka lampiaskan kepada para pemberontak lalu mereka
timpakan kepada rakyat dusun-dusun yang sama sekali tidak tahu apa-apa.
Terjadilah perampokan, perkosaan, pembunuhan dan perampasan tanah untuk
diberikan kepada mereka yang dapat mengeluarkan perak dan emas sebagai sogokan!
Bermacam-macamlah peristiwa yang terjadi di jaman
sengsara bagi rakyat jelata itu. Kedatangan pasukan-pasukan Mancu yang berdalih
melakukan pembersihan terhadap kaum pemberontak itu jauh-jauh sudah didengar
oleh penduduk dusun-dusun sebagai kedatangan segerombolan serigala-serigala
kelaparan yang haus darah.
Ada yang bergegas lari mengungsi, akan tetapi sebagian
besar hanya menerima nasib dan menyandarkan nasib keluarga mereka kepada Tuhan.
Mau lari mengungsi lari ke mana? Di rumah pun setiap harinya sudah sukar
mendapatkan makan, kalau mengungsi tanpa tujuan, tanpa bekal, sama dengan
mencari mati kelaparan di perjalanan!
Dan setelah pasukan Mancu memasuki sebuah dusun,
benar-benar nasib mereka yang menjadi penghuni dusun itu berada di tangan
Tuhan. Tidak ada seorang pun dapat membela mereka. Tuhan yang menentukan siapa
di antara penghuni dusun itu yang akan ditimpa malapetaka, siapa yang dibakar
rumahnya, dibunuh, dirampok, atau diperkosa anak isterinya, siapa pula yang
secara aneh terhindar dari malapetaka seolah-olah para pasukan yang berubah
ganas melebihi perampok-perampok itu melewati atau tidak melihat rumah itu.
Di sebuah dusun, sebelah selatan kota raja, hanya sejauh
tiga ratus mil saja dari kota raja, terjadilah geger ketika pasukan-pasukan
Mancu melanda dusun-dusun di sekitarnya dalam ‘operasi! mereka.
Memang ada juga hasilnya operasi yang dilakukan pasukan itu
demi tugas mereka yang semestinya, yang membasmi perampok-perampok dan mereka
yang masih menentang kekuasaan pemerintah Mancu. Di dalam hutan di luar dusun
itu sebuah pasukan yang terdiri dari tiga puluh orang telah berhasil membasmi
segerombolan perampok yang selain sering mengganggu penduduk dan orang lewat,
juga terkenal memusuhi pemerintah Mancu dan sering kali menghadang dan merampok
kereta-kereta pembesar Mancu yang lewat dan yang tidak begitu kuat
pengawalannya.
Sarang perampok dibasmi, banyak yang dibunuh dan ada pula
yang melarikan diri. Kepala perampok dibunuh, akan tetapi seorang di antara
isteri-isteri perampok itu, yang muda cantik dan genit, tidak dibunuh oleh
perwira yang mengepalai pasukan, karena perempuan ini amat pandai mengambil hati
dan pandai pula merayu.
Perempuan ini menceritakan bahwa dia bukanlah perampok,
bahwa dia adalah puteri seorang guru silat yang diculik perampok dan diperkosa.
Akhirnya ia dapat jatuh ke tangan kepala rampok itu dan dijadikan selirnya.
Karena perwira itu dan pembantu-pembantunya puas dengan rayuan wanita ini, maka
dia dibawa sebagai teman penghibur dalam tugas pembersihan yang mereka lakukan.
Apalagi ketika wanita itu membuktikan bahwa dia pun
pandai silat dan ikut pula melakukan gerakan pembersihan, membantu para
pasukan, dia makin disayang. Hebatnya, perempuan ini mempunyal kesenangan yang
amat aneh, yaitu ia paling suka menyaksikan wanita-wanita diperkosa oleh para
anak buah pasukan!
Bahkan dialah yang sering kali menangkapi gadis-gadis dan
wanita-wanita muda yang cantik untuk diberikan kepada para anak buah pasukan
kemudian dengan tersenyum puas ia menyaksikan betapa mereka itu diperkosa
seperti domba disembelih! Hal ini timbul dalam hatinya, merupakan semacam
penyakit sebagai akibat dar ipada pengalamannya sendiri.
Ketika masih gadis remaja, dia sebagai gadis terhormat
seorang guru silat, diculik perampok dan diperkosa oleh banyak orang. Semenjak
itu, nasibnya selalu seperti itu, diperkosa ganti-berganti tangan sampai
akhirnya ia jatuh ke tangan kepala rampok dan dijadikan selirnya. Karena
penderitaan batin yang amat hebat itulah maka dia akhirnya ingin melihat setiap
orang wanita diperkosa seperti yang pernah ia alami sendiri!
Ketika pasukan memasuki dusun di selatan kota raja itu
dan si wanita cabul dan genit ini mendengar bahwa di situ tinggal seorang guru
silat dengan seorang isteri dan seorang gadisnya, timbul kegairahan hatinya
untuk menimpakan malapetaka kepada guru silat dan keluarganya ini seperti yang
pernah dialami keluarga ayahnya sendiri.
Maka ia lalu berbisik-bisik kepada komandan pasukan yang
tertawa terbahak, kemudian menjelang senja wanita itu bersama perwira dan tiga
orang pembantunya keluar dari gedung yang dijadikan markas sementara pasukan.
Empat orang perwira itu mengenakan pakaian biasa, tidak seperti pakaian yang
mereka pakai kalau menjalankan dinas, sehingga mereka itu kelihatan seperti
tokoh-tokoh persilatan atau pembesar-pembesar sipil karena pakaian yang dipakai
secara tiru-tiru oleh orang-orang Mancu ini memang lucu. Namun gerakan mereka
ketika berjalan jelas menunjukkan bahwa mereka adalah tentara-tentara Mancu.
Guru silat pemilik rumah yang agak terpencil itu
menyambut kedatangan empat orang laki-laki tinggi besar dan seorang wanita
cantik itu dengan hati gelisah. Dari sikap mereka itu ia sudah mengenal bahwa
empat orang itu tentulah orang-orang Mancu, maka cepat ia menyambut mereka
dengan hormat dan bertanya.
‘Cu-wi mencari siapakah?!
Empat orang perwira Mancu itu belum pandai benar
berbahasa Han, maka Si Wanita yang menjawabnya.
‘Mereka ini adalah perwira-perwira Mancu yang memimpin
pasukan mengadakan pembersihan.!
Wajah guru silat itu menjadi berubah dan ia bertanya
hati-hati,
‘Ada keperluan apakah cu-wi datang mengunjungi saya?!
Wanita cabul itu tertawa dan berkata, ‘Hanya ada
sedikit keperluan yaitu mereka ini hendak meminjam sebentar isterimu yang
kabarnya cantik dan anak gadismu!! Empat orang perwira itu tertawa bergelak dan
mengangguk-anggukkan kepala.
‘Keparat!! Guru silat itu marah sekali dan cepat
menyambar goloknya dari atas meja sambil berteriak ke dalam, ‘A-bwee, ajaklah
anakmu lari!!
Empat orang perwira itu tertawa bergelak, dan pemimpinnya
lalu berkata. ‘Bunuh anjing pemberontak ini!! Kemudian ia bersama wanita
cabul itu melompat ke dalam den mengejar ibu dan anak yang melarikan diri
melalui pintu belakang.
Kauwsu (Guru Silat) itu mengamuk, dikeroyok tiga oleh
tiga orang pembantu perwira. Akan tetapi dia adalah guru silat yang
kepandaiannya biasa saja sedangkan tiga orang lawannya adalah perwira-perwira
muda yang kasar dan bertenaga besar, juga hampir setiap hari bertempur, maka
begitu dikeroyok dengan serangan-serangan dahsyat, ia hanya dapat bertahan
belasan jurus saja. Tiga batang golok di tangan lawannya menyambar-nyambar dan
guru silat itu roboh mandi darah dan tewas seketika. Sambil tertawa-tawa tiga
orang perwira itu menancapkan golok mereka di atas meja lalu berlari menyusul
pemimpin mereka ke belakang. Mereka sudah mendengar jeritan-jeritan wanita dan
hal ini menambah gairah hati mereka.
Kasihan sekali nasib isteri dan anak guru silat itu.
Belum jauh mereka melarikan diri sudah disusul oleh perwira dan si perempuan
cabul dan cepat mereka itu ditawan. Melihat bahwa isteri guru silat yang
berusia kurang lebih tiga puluh itu benar-benar amat cantik, jauh lebih menarik
dan lebih matang daripada gadisnya yang berusia lima enam belas tahun, perwira
itu langsung menubruk isteri guru silat itu, memeluknya dan menciuminya sambil
tertawa-tawa. Akan tetapi isteri guru silat itu meronta, melawan dan mencakar.
Adapun gadis itu dengan mudahnya dirobohkan si wanita cabul yang menyambar
sabuknya.
Gadis itu bangkit berdiri dan lari, akan tetapi sabuknya
terlepas dan sabuk yang panjang itu membuat tubuhnya berputaran dan ia roboh
kembali, sabuknya yang panjang berada di tangan wanita cabul yang tertawa-tawa.
Wanita itu membuat laso di ujung sabuk dan mengalungkannya di leher gadis itu.
sehingga setiap kali gadis itu meronta, sabuk itu mengikat dan menjerat
lehernya dan dia roboh kembali.
Pada saat itu, tiga orang pembantu perwira yang berhasil
membunuh si guru silat muncul dan melihat gadis yang meronta-ronta itu, mereka
tertawa bergelak. Si wanita cabul memotong sabuk menjadi empat dan berkata,
‘Nih, ikat kaki tangannya, kita permainkan dia,
hi-hik!!
Laki-laki yang buas sebanyak tiga orang itu tertawa-tawa
dan dua orang mengikatkan sabuk potongan itu pada kedua tangan Si Gadis, dan
seorang lagi mengikatkan sabuknya pada kaki kanan gadis itu. Ketika mereka
menarik sabuk, dan si wanita cabul menarik pula sabuknya yang menjerat leher,
gadis itu terpentang kaki tangannya dan berdiri dengan kaki kiri, berloncatan
dan berteriak-teriak,
‘Jangan bunuh aku...., jangan bunuh aku....!!
Sementara itu, perwira yang sudah bangkit nafsunya
setelah menggumuli isteri guru silat dan mendapat perlawanan, bahkan pipinya
kena dicakar, menjadi marah. Ia menampar muka wanita itu sehingga terpelanting,
kemudian berkata marah,
‘Hemmm, apakah engkau masih menolak? Lihat, anakmu akan
kusuruh robek menjadi empat kalau kau menolak. Manis, mengapa kau menolak?
Bukankah aku lebih gagah daripada suamimu yang kurus kering itu?!
‘Ibu.... Ibu.... tolonggggg....!! Gadis itu
menjerit-jerit.
‘Akhiuuu.... anakku....!! Si ibu menjerit, kemudian sambil
terisak-isak ia berkata,
‘Baiklah.... baikiah.... lakukanlah sesuka hatimu
terhadap aku.... akan tetapi bebaskan anakku.... lepaskan anakku....!!
Sambil menangis terisak-isak isteri guru silat itu tidak
meronta lagi, membiarkan saja apa yang dilakukan oleh perwira yang menjadi buas
itu dengan pakaian dan tubuhnya. Sementara itu, Si Gadis yang melihat keadaan
ibunya, cepat berkata kepada tiga orang dan wanita cabul yang mengikatnya
dengan sabuk.
‘Lepaskan aku...., ah, lepaskan aku. Lihat, Ibuku sudah
mau.... lepaskan aku....!! Anak gadis itu yang hanya memikirkan keselamatan
dirinya sendiri, agaknya lupa akan keadaan ibunya, lupa betapa ibunya diperkosa
orang secara buas, dan lupa betapa ibunya terpaksa mau menerima penghinaan ini
hanya demi keselamatannya.
‘Lepaskan aku! Ibu sudah tidak menolak lagi....!!
Kembali ia menjerit.
Wanita cabul itu tertawa terkekeh-kekeh. ‘Aduh.... puas
hatiku, persis seperti aku dahulu. Hi-hi-hik, alangkah lucunya, hi-hik!! Ia
menuding-nuding ke arah isteri guru silat yang menggeliat-geliat dan merintih
dalam tangisnya, kemudian mengedipkan matanya kepada tiga orang perwira.
‘Kita main kucing dan tikus. Lepaskan dia!!
Tiga orang perwira itu maklum dan sambil tertawa-tawa,
mereka melepaskan sabuk. Gadis itu jatuh, kemudian bangkit berdiri dan tanpa
mempedulikan ibunya ia lalu melarikan diri. Akan tetapi ia menjerit lagi karena
tiba-tiba tubuhnya terpelanting dan kiranya sabuk yang mengikat kakinya telah
ditarik dari belakang!
Ia bangkit lagi, akan tetapi ketika lari ke depan, di
situ telah menghadang seorang perwira dan sekali renggut bajunya robek
sebagian! Si gadis menjerit dan lari ke kiri, hanya untuk bertubrukan dengan
seorang perwira lain yang juga merobek bajunya sambil tertawa-tawa. Gadis itu
menjadi panik, lari ke sana ke mari, akan tetapi selalu bertemu perwira yang
sengaja menghadangnya dan merobeki bajunya sedikit demi sedikit sehingga hampir
telanjang. Wanita cabul yang menonton pertunjukan ini tertawa-tawa penuh
kepuasan.
Setelah pakalan gadis itu habis koyak-koyak, seorang
perwira menubruk maju dan memeluknya. Gadis itu menjerit, dan pada saat itu,
jeritnya diikuti jerit Si Perwira yang menciumnya. Mereka, perwira dan gadis
itu, roboh terguling dan masih berpelukan karena sebatang ranting telah
menembus tubuh mereka berdua, membuat tubuh mereka seperti dua ekor ikan
disate!
Dari atas pohon melayanglah turun seorang pemuda
berpakaian putih sederhana yang bukan lain adalah Han Han! Ketika pemuda ini
yang kebetulan tiba di dusun itu dalam pengejarannya kepada Ouwyang Seng,
melihat peristiwa yang terjadi di belakang rumah guru silat, kemarahannya tak
dapat ia tahan lagi. Dia tidak tahu, bahwa empat orang laki-laki itu adalah
perwira-perwira Mancu, akan tetapi melihat perbuatan mereka, dalam pandang
matanya wajah mereka berubah seperti wajah perwira-perwira yang telah
memperkosa ibunya dan cicinya.
Maka ia menjadi mata gelap. Lebih-lebih ketika menyaksikan
sikap gadis itu sama sekali tidak patut, seorang anak yang puthauw (tak
berbakti), yang membiarkan ibunya menjadi korban asal dia sendiri selamat.
Dalam kemarahannya dan kemuakannya, ia melontarkan ranting pohon dari atas
pohon, sekaligus membunuh perwira dan gadis itu! Kemudian ia melayang turun dan
sekali tangannya menampar, perwira yang sedang memperkosa isteri guru silat itu
terguling dengan kepala remuk! Dua orang pembantu perwira dan wanita cabul
menjadi kaget sekali.
Cepat mereka menerjang maju, akan tetapi sekali saja
menggerakkan kedua tangemnya, Han Han membuat mereka bertiga roboh puia dengan
kepala remuk dan dada pecah! Isteri guru silat sudah bangkit dan lari
menghampiri mayat puterinya sambil menangis, kemudian lari memasuki rumah dan
terdengar jeritnya.
Han Han menyusul masuk dan melihat isteri guru silat itu
menggeletak mandi darah di samping mayat suaminya. Kiranya wanita yang
kehilangan suami dan anak ini mengambil keputusan nekad, membunuh diri!
Han Han meninggalkan tempat itu cepat-cepat dan menghela
napas. Ia memikirkan perbuatan wanita tadi. Salahkah kalau dia membunuh diri?
Salah pulakah kalau dia menyerahkan kehormatannya kepada perwira untuk
menyelamatkan puterinya? Ah, betapa malang nasibnya. Suaminya dibunuh.
Puterinya juga tewas, dan dia sendiri sudah diperkosa. Harapan apalagi dalam
hidup? Memang, agaknya kematianlah jalan terbaik.
Ketika Han Han mendengar bahwa yang dibunuhnya itu adalah
perwira-perwira yang memimpin pasukan Mancu yang berada di dusun itu, ia
terkejut dan juga marah. Kiranya di mana-mana pasukan Mancu mendatangkan
malapetaka!
Bukan hanya Han Han saja yang terkejut mendengar akan
kematian empat orang perwira Mancu di belakang rumah guru silat itu. Juga semua
penduduk dusun itu terkejut sekali, bukan terkejut bercampur marah seperti Han
Han, melainkan terkejut dan ketakutan.
Mereka semua maklum apa artinya peristiwa itu, apa yang
akan menjadi akibatnya. Tentu pasukan Mancu akan mengamuk, menganggap dusun itu
sebagai sarang pemberontak! Maka berbondonglah malam hari itu juga semua
penduduk lari mengungsi.
Mendengar bahwa penduduk lari mengungsi, pasukan yang
kehilangan pimpinannya itu menjadi makin marah dan menganggap bahwa tentu dusun
itu menjadi sarang gerombolan pemberontak. Maka mereka lalu keluar dari gedung
yang dijadikan markas, mulai mengamuk dan membakari rumah-rumah yang sudah
kosong, lalu melakukan pengejaran terhadap para penduduk yang mengungsi.
Akan tetapi, sebelum keluar dari pintu dusun, mereka
dihadang oleh Han Han yang berdiri tegak sambil bertolak pinggang menghadapi
tiga puluh orang pasukan Mancu itu. Malam itu bulan telah keluar sore-sore, dan
langit tanpa mendung sehingga keadaan cukup terang.
Pasukan itu heran menyaksikan ada seorang pemuda yang
rambutnya riap-riapan menghadang di tengah jalan. Mereka maklum bahwa tentu
pemuda itu seorang pemberontak, karena hanya para pemberontak atau para tokoh
petualang kang-ouw saja yang tidak menguncir rambutnya. Menguncir rambut ke
belakang merupakan peraturan baru yang dikeluarkan pemerintah Mancu, yaitu
peraturan yang berlaku bagi rakyat bangsa Han. Di samping peraturan menguncir
rambut, juga ada peraturan bahwa bangsa Han atau rakyat pedalaman tidak
diperbolehkan membawa senjata tajam!
‘Berhenti semua!! Han Han membentak. ‘Mengapa kalian
hendak mengejar rakyat tak berdosa yang ketakutan dan melarikan diri mengungsi
dari dusun mereka?!
‘Heh, pemberontak cilik, masih berpura-pura lagi!
Pemberontak-pemberontak telah membunuh perwira-perwira Mancu, dan semua
penduduk ini tentu pemberontak, termasuk engkau dan mereka semua harus dibasmi
habis!! bentak seorang perajurit yang brewok.
‘Kalian ingin tahu yang membunuh mereka di belakang
rumah guru silat itu? Akulah orangnya! Pimpinan kalian telah melakukan
perbuatan keji membunuh tuan rumah dan memperkosa ibu dan anak. Aku yang
melihat hal itu tentu saja tidak tinggal diam dan turun tangan membunuh mereka.
Sekarang, kalau kalian hendak membunuh rakyat yang tidak berdosa, aku pun tidak
akan tinggal diam dan akan membunuh kalian semua.!
‘Wah, keparat, sombongnya! Pimpinan kami memeriksa
orang-orang yang dicurigai, menghukum atau membunuh sudah menjadi haknya.
Kau.... pemberontak cilik sungguh berani mati. Kawan-kawan, tangkap dan seret
ke kota raja!!
Han Han diserbu oleh puluhan orang anak buah pasukan itu.
Namun Han Han sudah siap sedia dan dia sama sekali tidak bergerak dari
tempatnya. Kedua kakinya tetap terpentang lebar, tubuhnya berdiri tegak, dan
hanya kedua lengannya yang bergerak ke sekeliling tubuhnya. Setiap sambaran
tombak dan golok yang bertemu dengan tangannya tentu membuat senjata-senjata
itu patah atau terlempar, dan setlap kali tangannya menyambar dan mengenai
tubuh seorang pengeroyok, tentu orang itu roboh dengan napas putus!
Bagaikan sekumpulan nyamuk menerjang api lilin, pasukan
itu menyerang untuk roboh sendiri. Bertumpuk-tumpuk mayat para pengeroyok
bergelimpangan di sekeliling Han Han dan kedua lengan baju pemuda ini sudah
mandi darah para pengeroyoknya. Setelah ada dua puluh orang perajurit roboh
binasa, barulah sisanya menjadi gentar dan tanpa dikomando lagi, karena
pemimpin mereka memang tidak ada, mereka itu membalikkan tubuh dan melarikan
diri melalui pintu dusun sebelah utara, berlawanan dengan arah yang ditempuh
penduduk dusun yang lari mengungsi.
Han Han menghela napas menyaksikan tumpukan mayat-mayat
itu. Kembali hatinya dipenuhi rasa penyesalan karena kembali begitu ia turun tangan
melakukan sesuatu, tentu akibatnya banyak nyawa melayang. Apakah hidupnya sudah
dikutuk sehingga tindakannya selalu hanya akan menimbulkan malapetaka dan
pembunuhan belaka?
Ia menarik napas dan mukanya murung. Ia sampai tidak tahu
bahwa ada beberapa orang mendatangi tempat itu dan menghampiri dari jarak jauh.
Ketika akhirnya ia mendengar langkah mereka dan menoleh,
kiranya yang datang adalah lima orang laki-laki setengah tua, penduduk dusun
itu. Mereka berlima itu segera menjatuhkan diri berlutut dan berkatalah seorang
di antara mereka.
‘Taihiap telah menolong kami, menyelamatkan orang
sedusun. Akan tetapi taihiap telah membunuh banyak orang perajurit, bahkan
membunuh empat orang perwira. Hal ini hebat sekali, harap taihiap cepat-cepat
meninggalkan tempat ini sebelum barisan besar datang dan melakukan pembersihan
di sini.!
‘Hemmm, kalian berlima ini siapa?!
‘Kami adalah penduduk dusun ini pula, taihiap.!
‘Jangan sebut aku taihiap, aku hanya seorang muda yang
sudah banyak membunuh orang. Mengapa kalian tidak ikut pergi mengungsi?!
‘Kami merupakan pengungsi-pengungsi yang paling akhir,
yaitu laki-laki yang siap mengorbankan diri menghambat pengejaran agar anak
isteri kami dapat lari selamat. Akan tetapi melihat taihiap menghadang, kami
bersembunyi dan menonton. Taihiap telah menyelamatkan kami, harap taihiap suka
mendengar nasihat kami untuk meninggalkan tempat ini sekarang juga.!
‘Tidak, kalian bantu aku menguburkan semua jenazah ini
dan yang berada di belakang rumah guru silat, baru kita pergi. Bagaimana? Ada
yang suka membantuku?!
Lima orang laki-laki itu saling pandang dengan mata
heran. Pemuda ini sudah bersusah payah menolong penduduk dan melawan para
tentara Mancu, berhasil membunuh, akan tetapi kini tidak lekas-lekas pergi
menyelamatkan diri malah mengajak mereka untuk mengubur jenazah-jenazah itu!
Akan tetapi, tentu saja mereka tidak berani menolak dan tanpa banyak cakap
mereka itu lalu membantu Han Han menggali lubang-lubang kuburan untuk mengubur
sekian banyaknya mayat-mayat itu.
Menjelang pagi barulah pekerjaan itu selesai dan Han Han
segera berkata,
‘Sekarang harap kalian suka pergi cepat-cepat dari
tempat ini. Aku akan bersembunyi dan melihat apa yang akan terjadi sebagai
akibat dari kejadian ini.!
Setelah kelima orang itu pergi cepat-cepat dengan
ketakutan kalau-kalau ada pasukan besar Mancu yang akan datang menyerbu ke
situ, Han Han lalu meng ambil sebuah daun pintu rumah yang terbakar, daun pintu
yang lebar dan ia menggunakan telunjuknya dengan kekuatan sin-kangnya
mencoret-coret beberapa huruf besar yang berbunyi:
‘Sie Han membasmi pasukan yang merampok, memperkosa dan
membunuh rakyat yang tidak berdosa. Pemerintah yang baik melindungi rakyat,
bukan menindas mereka.!
Han Han memasang papan pintu itu di tengah dusun yang
kini sudah kosong, kemudian ia bersembunyi di pohon-pohon, menanti datangnya
pasukan Mancu yang diduga pasti akan datang ke dusun itu.
Sambil duduk di atas dahan pohon dan makan kue kering
yang ia ambil dari sebuah rumah kosong, Han Han melamun dan mengenangkan semua
peristiwa yang dialaminya akhir-akhir ini dengan hati merana. Hanya ada dua hal
yang berkesan sekali di hatinya. Pertama, tentu saja terculiknya Lulu oleh
Ouwyang Seng yang kini dicarinya dan merupakan tugas pokok dan terpenting
baginya di saat itu.
Ke dua adalah kakek tua renta berambut panjang yang aneh,
yang muncul ketika ia diancam maut di tangan Setan Botak dan Iblis Muka Kuda.
Mengapa dia tidak jadi dibunuh? Mengapa dua orang itu roboh dan mengapa pula
mereka lalu lari ketakutan? Apa yang telah dilakukan kakek aneh itu? Ia tidak
melihat kakek itu melakukan sesuatu! Dan anehnya, ia merasa seperti pernah
bertemu dengan kakek itu, hanya ia lupa lagi, entah kapan dan di mana.
Tak lama kemudian tampaklah olehnya berbondong-bondong
rakyat dusun melarikan diri dengan wajah ketakutan dan dari sebelah belakang
para pelarian ini terdengar derap kaki kuda dan suara-suara makian.
‘Pemberontak keparat! Pembunuh-pembunuh keji!!
Makian-makian ini disusul dengan munculnya dua orang
penunggang kuda dan melihat pakaian mereka, tahulah Han Han bahwa mereka itu
adalah dua orang pengawal. Dua orang pengawal itu memegang gendewa dan beberapa
kali mereka melepas anak-anak panah ke depan. Kiranya yang menjerit tadi adalah
para pengungsi yang menjadi korban anak panah mereka itu.
Han Han memandang dengan mata terbelalak dan muka merah
saking marahnya. Ia melihat sendiri betapa seorang laki-laki muda dan seorang
gadis yang melarikan diri roboh oleh anak panah, bahkan seorang ibu setengah
tua yang menggendong bayi dan yang lewat di bawahnya, menjerit ketika sebatang
anak panah menancap di punggungnya. Ibu ini roboh terguling, mendekap anaknya
yang menangis.
Seorang laki-laki setengah tua berteriak kaget dan
ternyata dia adalah suami ibu itu. Sambil menangis bapak ini lalu menyambar
tubuh anaknya yang masih kecil, kemudian melarikan diri dan terpaksa
meninggalkan mayat isterinya untuk menyelamatkan dirinya dan anaknya karena
kalau tidak lari tentu mereka berdua menjadi korban keganasan dua orang perwira
pengawal itu pula.
Han Han tak dapat mengekang kemarahannya lagi. Ia
mengeluarkan pekik mengerikan dan tubuhnya sudah melayang turun, langsung
menerjang dua orang perwira pengawal yang lewat di bawahnya. Dua orang pengawal
itu kaget, namun ternyata bahwa mereka pun bukan orang lemah, karena mereka
dalam kegugupan diserang secara tiba-tiba itu menghantamkan busur mereka kepada
Han Han yang sudah menggerakkan ranting di tangannya.
‘Krak-krakkk!! Kedua buah busur dua orang pengawal itu
hancur sehingga mereka terkejut sekali. Akan tetapi Han Han sudah menggunakan
kedua tangannya memukul. Dua orang lawannya cepat melempar tubuh sendiri ke
belakang, meloncat dari atas punggung kuda.
‘Bluk! Krokkk!! Dua ekor kuda tunggangan mereka
meringkik keras dan roboh terguling, berkelojotan tak mampu bangun kembali
karena tulang punggung mereka patah terkena pukulan kedua tangas Han Han! Dua
orang pengawal yang sudah meloncat bangun memandang dengan mata terbelalak.
‘Keparat! Siapa kau yang membantu para pemberontak
keji?! Seorang di antara perwira pengawal itu sudah mencabut goloknya diikuti
oleh kawannya, dan mereka memandang pemuda berambut panjang itu dengan hati
gentar.
‘Hemmm, di dunia ini penuh dengan orang gila yang
memaki orang lain gila, penuh dengan maling yang berteriak maling. Rakyat lari
mengungsi pasti ada sebabnya dan apalagi sebabnya kalau bukan karena kekejian
orang-orang macam kalian? Rakyat mengungsi mencari tempat aman, kalian mengejar
dan membunuhi mereka. Sekarang kalian masih memaki mereka sebagai pemberontak
keji! Sungguh menjemukan!!
‘Eh, orang muda. Apakah engkau termasuk seorang
pemberontak?!
‘Aku bukan pemberontak, akan tetapi aku menentang
setiap kekejaman seperti yang kalian lakukan terhadap para pengungsi tadi!
Mereka adalah orang-orang lemah yang tertindas, yang membutuhkan bantuan
orang-orang yang mengaku dirinya ksatria.!
‘Ha-ha! Mereka orang-orang lemah katamu? Hemmm,
dengarlah orang muda. Kami adalah dua di antara para pengawal yang mengawal
Giam-tai-ciangkun bersama isterinya. Tahukah engkau bahwa hampir saja kereta
Tai-ciangkun hancur dan ada beberapa orang teman pengawal tewas oleh
pengungsi-pengungsi yang kau katakan lemah itu? Mereka adalah pemberontak-pemberontak
yang menyelinap di antara rakyat jelata!!
‘Tidak percaya! Apakah ibu yang menggendong anak ini
pun seorang pemberontak?!
Dua orang perwira pengawal itu kelihatan agak malu dan
seorang di antara mereka menjawab, ‘Memang, kurasa bukan. Akan tetapi dalam
pembersihan terhadap para pemberontak, bukanlah hal aneh kalau ada rakyat yang
terkena akibatnya, karena para pemberontak bersembunyi di antara rakyat
jelata.!
‘Huh, alasan kosong! Para pemberontak berada bersama
rakyat, hal itu hanya berarti bahwa rakyatlah yang memberontak? Mengapa rakyat
memberontak? Karena rakyat tidak suka akan pemerintah yang menguasainya! Kenapa
tidak suka? Karena pemerintahnya tidak benar. Daripada membunuhi rakyat, lebih
baik membersihkan diri sendiri agar dapat disuka oleh rakyat!!
‘Wah-wah, bicaramu seperti pemberontak pula. Sombong!!
Dua orang perwira itu mendengar suara roda kereta dan derap kaki kuda
mendatangi, maklum bahwa rombongan panglima yang dikawalnya sudah tiba. Hal ini
berarti bahwa kawan-kawan mereka sudah tiba pula, maka timbullah keberanian
mereka dan serentak mereka berdua menerjang Han Han dengan golok.
Kini Han Han sudah membuang tongkat ranting pohon tadi
dan menghadapi kedua orang pengeroyok dengan tangan kosong. Ia melihat betapa
gerakan mereka itu baginya lambat sekali, maka dengan tenang ia meloncat ke
kiri, kemudian dari samping ia menggunakan tangan kanan menampar ke arah
mereka.
Tamparan yang kelihatan perlahan saja, dipandang sebelah
mata oleh kedua orang perwira pengawal yang cepat memutar tubuh menggerakkan
golok lagi, bukan saja menangkis tamparan lengan itu akan tetapi juga akan
dilanjutkan dengan bacokan-bacokan mematikan. Tentu saja kedua orang perwira
bangsa Mancu ini sama. sekali tidak tahu bahwa tamparan itu mengandung hawa
pukulan maut Hwi-yang Sin-ciang!
Mereka hanya melihat golok mereka terbang dari tangan
mereka, kemudian terasa hawa panas luar biasa menembus dada dan selanjutnya
mereka tidak tahu apa-apa lagi karena mereka telah roboh dengan dada gosong dan
tubuh tak bernyawa lagi!
Robohnya kedua orang perwira ini tampak oleh rombongan
pengawal yang mendahului sebuah kereta yang ditarik oleh empat ekor kuda.
Rombongan pengawal di depan kereta berjumlah dua puluh orang, mereka ini adalah
anak buah dari dua orang perwira tadi, maka melihat betapa dua orang pimpinan
mereka roboh di tangan seorang laki-laki muda berambut panjang yang tidak
memegang senjata, mereka menjadi marah dan membalapkan kuda ke depan sambil
berteriak-teriak dan tombak serta golok mereka diacung-acungkan ke atas.
Kereta itu cukup indah, ditarik empat ekor kuda, dan
dikawal ketat. Rombongan pengawal di depan tadinya berjumlah dua losin orang
dikepalai dua orang perwira. Empat orang pengawal telah tewas di perjalanan
sehingga tinggal dua puluh orang. Di belakang kereta juga dijaga pengawal dua
losin orang dikepalai dua orang perwira.
Melihat adanya gangguan di depan, kereta dihentikan dan
dua losin pengawal di belakang telah mengurung kereta dan melindunginya, tidak
membantu dua puluh orang pengawal depan yang menerjang Han Han. Juga dua orang
pengendara kereta tidak turun dari tempatnya dan karena tempat duduk mereka itu
tinggi, mereka dapat menyaksikan pertandingan di sebelah depan.
Mata kedua pengendara itu melotot dan wajah mereka pucat
penuh keheranan dan kengerian. Mereka melihat bahwa yang menghadang jalan
hanyalah seorang pemuda rambut panjang yang tidak memegang senjata, dan yang kini
dikeroyok oleh dua puluh orang pengawal itu. Dua orang pengendara ini tadinya
sudah merasa yakin bahwa kembali mereka akan melihat seorang pemberontak
dicincang hancur tubuhnya oleh para pengawal yang kuat itu.
Akan tetapi ternyata apa yang terjadi di depan itu jauh
berlawanan dengan apa yang mereka duga. Pemuda itu dengan sikap tenang sekali
hanya menggerakkan kedua tangan mendorong ke kanan kiri, dan para pengawal yang
mengeroyoknya seperti semut mengeroyok jangkerik itu roboh bergulingan tak dapat
bangkit kembali!
Dua orang pengendara itu melihat jelas dari tempat duduk
mereka yang tinggi betapa ada tombak yang menusuk punggung pemuda rambut
panjang itu, ada pula golok yang membacok pundak dan leher. Akan tetapi, tombak
itu patah-patah dan golok itu rompal, terlepas dari tangan pemegangnya,
kemudian sekali tangan pemuda itu berkelebat ke belakang, agaknya tidak
menyentuh kulit para pengawal, namun mereka yang gagal menyerang ini roboh pula
tak dapat bangun!
Juga para pengawal yang menjaga kereta di sebelah
belakang memandang peristiwa yang terjadi di depan dengan mata terbelalak.
Jendela kereta terbuka, sebuah kepala yang besar dan muka yang penuh brewok,
muka yang gagah perkasa, muka si panglima yang berada di dalam kereta, muncul
dan bertanya kepada dua orang perwira pimpinan pengawal belakang mengapa kereta
lama berhenti di situ.
‘Ada gangguan pemberontak, Tai-ciangkun.!
Perwira-perwira itu melaporkan.
‘Banyak?! Sang panglima brewok bertanya tak acuh,
memandang rendah karena dia sudah biasa mengalami gangguan para pemberontak.
‘Hanya seorang saja, Tai-ciangkun.!
Kalau hanya seorang saja mengapa begitu lama?! Panglima
itu membentak tak sabar.
Suara si perwira yang melapor kini agak gemetar, ‘Dia
lihai bukan main, Tai-ciangkun.... wah, seluruh pasukan pengawal depan hampir
semua roboh di tangannya....!
Kagetlah panglima itu. ‘Rombonganmu jangan meninggalkan
kereta!! katanya sambil menutupkan jendela dari dalam.
‘Ada terjadi apakah?! Seorang wanita cantik yang duduk
dalam kereta di depan panglima itu, sambil memangku seorang anak perempuan yang
mungil, bertanya. Wanita ini berusia kurang lebih dua puluh enam tahun dan dia
adalah isteri panglima itu.
‘Ah, hanya gangguan seorang pemberontak,! kata Panglima
Giam Cu dengan suara tenang. ‘Jangan khawatir, isteriku. Kau tenang-tenanglah
di sini, para pengawal sudah menjaga kita, pula, kalau perlu, aku sendiri akan
turun tangan membunuhnya,! Panglima Giam Cu meraba gagang pedangnya.
Isterinya menggerakkan tangan menyentuh lengannya.
‘Jangan....! Sudah berkali-kali kuminta kepadamu agar engkau jangan membunuh
orang. Kalau hal itu perlu sekali dilakukan, biarlah para pengawal yang
melakukannya.!
Panglima itu tertawa, lalu membungkuk dan mencium pipi
isterinya, kemudian berkata, ‘Tentu.... tentu.... apa kaukira aku suka
menjadi algojo setelah memiliki isteri seorang dewi seperti engkau ini?!
Akan tetapi biarpun mulutnya berkata demikian, hati panglima
ini mulai merasa tidak enak dan dia lalu mengungkapkan tirai di jendela depan
kereta dan mengintai ke depan. Dapat dibayangkan betapa terkejut hatinya ketika
melihat bahwa dua puluh orang pengawal dan dua orang perwira yang memimpin
pengawal pasukan depan telah roboh semua, kuda-kuda tunggangan mereka lari
cerai-berai dan kini ia melihat seorang laki-laki muda yang rambutnya
riap-riapan berpakaian putih sederhana, berwajah beringas dan bermata
menyeramkan, melangkah perlahan menghampiri kereta yang terjaga oleh dua losin
pengawal, dua orang perwira dan dua orang pengendara kereta!
Han Han memang sudah marah sekali, ketika ia dikeroyok
dua puluh orang pengawal tadi, kemarahannya memuncak. Hujan senjata ke arah
tubuhnya tidak ia pedulikan karena ia sudah mengerahkan sin-kang melindungi
tubuh dan pada saat para pengeroyok menerjangnya, ia menggunakan kedua
tangannya memukul ke kanan kiri ke depan belakang menggunakan Swat-im
Sin-ciang.
Setiap orang pengawal yang terkena hawa pukulan ini tentu
roboh dengan darah membeku dan jantung mereka berhenti bekerja seketika. Tentu
saja yang jatuh terus mati tak dapat hidup kembali! Setelah semua pengeroyoknya
roboh, Han Han memandang ke arah kereta yang terjaga oleh sepasukan pengawal
lain. Pakaiannya robek di sana-sini terkena senjata tajam, dan dia melangkah
maju menghampiri kereta. Para pengawal hanyalah anak buah, hanya alat,
pikirnya. Yang duduk di kereta itu adalah pembesarnya dan dialah biang
keladinya yang harus ditumpas, pikirnya.
Sejenak sunyi sekali ketika pemuda itu dengan langkah
satu-satu dan lambat-lambat menghampiri kereta. Setelah dekat, meledaklah suara
teriakan-teriakan para pengawal mengeroyok Han Han, didahului oleh dua orang
perwira. Kini rombongan pengawal ini mengeroyok Han Han setelah meloncat turun
dari atas kuda dan segera terdengar suara hiruk-pikuk, suara teriakan marah
bercampur aduk dengan suara senjata patah dan jatuh ke atas tanah, disusul pula
jerit-jerit mengerikan ketika Han Han mulai dengan amukannya.
Giam-hujin (Nyonya Giam) mendekap puterinya dan mukanya
menjadi pucat mendengar suara hiruk-pikuk di luar kereta. Giam-ciangkun kembali
mengintai dan panglima tinggi besar brewokan ini mengeluarkan suara menggeram
marah ketika menyaksikan betapa dua orang perwira pengawal itu sudah tewas
pula, dan kini orang muda yang aneh itu sudah merobohkan para pengawal dengan
setiap gerakan tangan seperti orang membabat rumput saja!
‘Si keparat....!! Giam-ciangkun mencabut pedangnya dan
hendak keluar dari kereta. Akan tetapi isterinya memegang lengannya dan
menariknya kembali.
‘Jangan.... jangan tinggalkan aku....!
‘Hemmm, isteriku. Pemberontak itu lihai, para pengawal
bukan lawannya.
Aku sendiri yang harus melawannya.!
‘Tidak.... jangan tinggalkan aku. Aku takut....!
Giam-hujin menahan dan anaknya mulai menangis.
Giam-ciangkun duduk kembali, menghela napas dan memangku
pedangnya.
‘Baiklah, aku menjaga di sini dan kalau dia berani
masuk, kupenggal lehernya!!
Suara hiruk-pikuk di luar makin gaduh dan tubuh
Giam-hujin menggigil. Giam-ciangkun diam-diam juga merasa gelisah sekali,
apalagi ketika ia mendengar jerit-jerit kematian para anak buahnya. Ia
mengintai dan alangkah kagetnya ketika pemuda itu telah mengamuk dekat kereta
dan para pengawal yang mengeroyoknya hanya tinggal enam orang lagi.
Mereka itu pun mengeroyok dari jarak jauh, menggunakan
senjata tombak yang panjang, seperti enam orang pemburu yang menyerang seekor
harimau dengan takut-takut terpaksa dan hanya menakut-nakuti dengan ujung
tombak saja!
Han Han yang melihat tidak ada lagi pengeroyok yang
mendesaknya, segera meloncat ke dekat kereta. Ia menggerakkan tangan
mencengkeram daun pintu dan merenggut.
‘Braaaakkkkk!! Daun pintu itu terlepas dan pecah-pecah.
Pada saat itulah Giam-ciangkun menerjang keluar dengan loncatan dan dengan
tusukan pedangnya ke arah dada Han Han. Han Han yang mendengar bersuitnya angin
tusukan pedang, maklum bahwa orang yang menyerangnya memiliki ilmu kepandaian
yang cukup tinggi, maka ia cepat menggeser kaki ke kiri, tangannya menyampok
pedang itu dan kakinya menendang.
‘Bukkkkk!! Tubuh Giam-ciangkun yang tinggi besar itu
terlempar sampai empat meter jauhnya! Pada saat Han Han hendak mengejar, dari
atas melompat dua orang pengendara dengan golok di tangan. Han Han menyambut
mereka dengan kedua tangannya, tidak mempedulikan dua batang golok yang
membacok leher dan pundak. Tangannya herhasil mencengkeram baju mereka dan
sekali kedua tangannya bergerak, terdengar suara keras dan pecahlah dua buah
kepala yang diadukannya itu, darah muncrat bersama otak!
Han Han menghampiri panglima yang ditendangnya tadi.
Giam-ciangkun ber tubuh kuat dan ia sudah bangun kembali dengan pedang di
tangan. Ketika Han Han melihat wajah Giam-ciangkun, terlepaslah pekik
melengking dari mulutnya seperti teriakan seekor biruang marah, dan ia
melangkah lagi sambil berkata.
‘Engkau....? Engkaukah ini....? Si keparat jahanam....
kebetulan sekali, kubeset kulitmu.... kuminum darahmu....!!
Suara Han Han perlahan dan mendesis, wajahnya beringas
seperti bukan wajah manusia. Dia mengenal perwira brewok yang dahulu memperkosa
encinya!
Giam-ciangkun merasa ngeri melihat wajah Han Han yang
sama sekali tidak dikenalnya. Ia berteriak,
Dan enam orang sisa pengawal itu dengan nekat menerjang
maju, menggunakan tombak mereka yang datang seperti hujan ditusukkan ke arah
tubuh Han Han.
Han Han yang menemukan musuh besarnya, sudah menjadi
marah sekali. Ia menggereng, membiarkan tombak-tombak itu menusuknya, kedua
tangannya bergerak, yang kanan memukul dengan ilmu sakti Hwi-yang Sin-ciang,
yang kiri menggunakan Swat-im Sin-ciang dan.... enam orang pengawal itu roboh,
yang tiga orang hangus seluruh tubuh mereka, yang tiga orang lagi kaku membeku,
keenamnya tewas di saat itu juga.
‘Kau.... iblis brewok.... tibalah saatnya aku membalas
dendam. Ha-ha-ha-ha!! Baru sekali ini selama hidupnya Han Han tertawa seperti
itu, suara ketawa yang tidak sewajarnya, seperti bukan suaranya sendiri,
seperti ketawa di luar kehendaknya dan memang suara ketawa ini terdorong oleh
nafsu dendam yang menyesak di hati.
Giam-ciangkun merasa bulu tengkuknya berdiri, akan tetapi
dia sudah menerjang maju lagi dengan pedangnya, membacok ke arah kepala pemuda
yang menyeramkan itu.
‘Siuuuuuttttt.... plak-kreeek!! Pedang yang kena
ditampar tangan Han Han itu patah menjadi dua! Giam-ciangkun kini melempar
gagang pedangnya, memandang pemuda itu dengan mata terbelalak, dan otomatis
kakinya mundur-mundur ke arah kereta. Han Han masih tertawa-tawa dan melangkah
maju.
‘Rebahlah!! bentaknya dan tangannya melakukan gerakan
mendorong. Biarpun Giam-ciangkun sudah mengerahkan tenaganya bertahan, namun
tetap saja tubuhnya terjengkang oleh hawa dorongan yang luar biasa kuatnya. Ia
jatuh terlentang dan pemuda itu melangkah maju perlahan-lahan!
Tiba-tiba terdengar jerit dari dalam kereta dan
Giam-hujin sudah turun dari kereta memondong puterinya yang menangis keras
sejak tadi.
‘Jangan bunuh dia.... ah, jangan bunuh suamiku....
mohon taihiap sudi mengampuni nyawa suamiku....!
Han Han tertegun memandang wanita memondong anak yang
berlutut di depan kakinya. Kemarahannya tak mungkin dapat dihapus oleh ratap
tangis seorang wanita yang tidak dikenalnya.
‘Dia jahat, aku harus membunuhnya....!! Ia menjawab,
suaranya dingin.
‘Ahhh.... ampunkan dia.... ampunkan kami.... taihiap,
ampunkan suamiku....! wanita itu meratap-ratap sambil berlutut, kemudian
menangis dan seolah-olah menciumi ujung kaki Han Han.
Tergeraklah hati Han Han dan ia menjadi marah kepada
wanita ini yang telah menimbulkan keraguan di hatinya. Dia harus membunuh
perwira brewok ini! Apa pun yang terjadi, dia harus membunuhnya! Si Brewok ini
telah memperkosa encinya, memperkosanya di depan matanya!
Dialah orang ke dua di antara tujuh orang perwira Mancu
yang harus dibunuhnya. Harus! Yang pertama adalah perwira muka kuning yang
telah memperkosa dan membunuh ibunya, yang ke dua perwira ini yang memperkosa
encinya, kemudian yang lima orang lainnya, mereka yang telah menghina
keluarganya, harus dia balas dan tumpas semua!
‘Dia orang busuk, kau tahu?! Han Han tiba-tiba
membungkuk, memegang kedua pundak Nyonya Giam dan menariknya berdiri agar
mereka dapat bertemu pandang.
‘Dia manusia berhati iblis! Dia telah memperkosa....!
Tiba-tiba Han Han berhenti bicara, matanya terbelalak dan lehernya seperti
dicekik rasanya. Mereka berpandangan, seorang wanita cantik dan pemuda perkasa
itu, yang hampir sama bentuk mukanya, keduanya terbelalak dan Nyonya Giam seolah-olah
tidak percaya kepada pandang matanya sendiri, berkedip-kedip, mukanya pucat,
matanya terbelalak, tangisnya terhenti seketika.
Nyonya Giam itu memang encinya, Sie Leng, gadis yang
dahulu diperkosa kemudian dilarikan oleh perwira brewok yang bukan lain adalah
Giam Cu yang kini telah menjadi panglima. Sie Leng terkulai lemas, roboh
pingsan di dalam pelukan adiknya!
Han Han juga lemas seketika. Getaran-getaran yang
menguasai dirinya, yang membuat ia buas dan haus darah, seketika lenyap,
meninggalkan tubuhnya yang terasa lemas dan lelah sekali. Ia duduk di atas
sebuah akar menonjol, memangku encinya yang masih pingsan, memandang jauh ke
depan dengan pandangan kosong. Ia tidak mendengar dan tidak melihat betapa anak
perempuan kecil itu memeluki ibunya dan memanggil-manggil,
‘Ibu.... Ibu.... Ibu....! sambil menangis. Dia tidak
sadar pula bahwa kini Giam Cu merangkak dan berlutut di depannya, sambil
berusaha mendiamkan puterinya.
Sampai lama Han Han termangu dan melamun. Memangku tubuh
encinya yang pingsan membuat ia teringat akan segala hal ketika ia masih kecil.
Bagaikan tampak di depan matanya segala peristiwa di waktu ia masih kecil dan
hampir ia tidak percaya bahwa encinya yang tadinya disangka mati itu kini berpakaian
mewah dan indah, disebut ibu oleh seorang anak perempuan, dan agaknya menjadi
isteri dari Si Brewok yang akan dibunuhnya tadi!
Sie Leng sadar dari pingsannya dan ia merasa seperti
dalam mimpi ketika mendapatkan dirinya dipangku seorang pemuda tampan berambut
riap-riapan. Han Han! Pemuda ini adalah Han Han, adiknya! Ia melihat Kwi Hong,
puterinya masih menangis dan suaminya berlutut di depan Han Han!
‘Han Han....!! Ia berseru dan merangkul adiknya. ‘Han
Han, engkau tidak boleh membunuh suamiku. Dia iparmu....! Han Han, engkau
ampunkanlah dia....!! katanya sambil berlutut pula di samping suaminya.
‘Taihiap, saya mengaku berdosa, akan tetapi demi encimu
dan keponakanmu ini, saya mohon ampun....! terdengar pula suara Giam Cu yang
besar.
Han Han menjadi bingung, akhirnya menarik napas panjang
dan berkata, suaranya dingin dan sakit hatinya masih belum dapat ia hilangkan
sama sekali,
‘Enci Leng, apakah yang telah terjadi? Kenapa engkau
malah mintakan ampun kepadaku untuk orang ini?!
‘Han Han adikku, dengarlah penuturanku.! Sie Leng lalu
menceritakan pengalamannya semenjak dia dibawa pergi oleh Giam Cu. Mula-mula
memang ia merasa sakit hati dan benci kepada Giam Cu yang memperkosanya.
Berkali-kali ia hendak membunuh diri, akan tetapi digagalkan selalu oleh Giam
Cu yang menjaganya dan ternyata bahwa perwira itu jatuh cinta kepada gadis ini.
Dengan penuh kasih sayang Giam Cu membujuk, bahkan tidak
lagi ia memperkosa gadis itu, diperlakukan dengan sikap halus dan dihujani
kemewahan. Mula-mula Sie Leng tidak mempedulikan sikap baik perwira itu, ia
terlalu benci kepadanya dan lebih baik mati daripada menjadi isterinya.
Akan tetapi, Giam Cu membujuk, bahkan mengenyahkan semua
selirnya. Kemudian, setelah Sie Leng mendapatkan dirinya dalam keadaan
mengandung akibat perkosaan itu, ia menyerah!
‘Dan ternyata bahwa dia amat mencintaku, Han Han.
Mencinta sungguh-sungguh dan sampai sekarang pun terbukti cintanya kepadaku.
Setelah dia naik pangkat terus sampai menjadi panglima, dia tetap mencintaku,
tidak mempunyai isteri lain dan akhirnya aku pun mencintanya sebagai suamiku
yang baik.!
Sie Leng terisak, kemudian melanjutkan ceritanya,
‘Kandunganku yang pertama gugur dan hal itu malah menggirangkan hati kami
karena kalau anak itu terlahir, tentu hanya akan menimbulkan kenangan pahit
dari peristiwa jahanam yang terjadi di rumah kita dahulu. Kemudian aku
mengandung lagi dan terlahirlah keponakanmu ini, Kwi Hong. Dia anak kami yang
syah, yang lahir dari cinta kasih antara kami. Han Han, setelah engkau
mendengar penuturanku, maukah engkau mengampuni suamiku?!
Han Han meragu. ‘Akan tetapi dia dan kawan-kawannya
terlampau jahat, Enci. Lupakah engkau akan keadaan keluarga kita yang terbasmi
habis?!
Han Han, kalau engkau tidak bisa mengampuninya dan
memaksa hendak membunuhnya, terserah. Akan tetapi engkau harus membunuh aku dan
keponakanmu ini lebih dulu!! Sie Leng memondong anaknya dan menghadapi Han Han
dengan sinar mata menantang.
Han Han terbelalak memandang encinya dan melihat bahwa
ucapan dan tantangannya itu berhasil, Sie Leng lalu memegang tangan Han Han dan
berkata,
‘Jangan menilai orang lain secara sepintas lalu,
Adikku. Apakah engkau tidak tahu bahwa kita pun bukan keturunan orang
baik-baik? Kakek kita seribu kali lebih ganas dan jahat daripada suamiku. Dia
ini hanya menjadi buas karena tugasnya yang diharuskan membasmi musuh.
Sebaliknya Kakek kita.... hemmm, orang sedunia mengutuknya!!
‘Apa.... apa maksudmu, Enci?!
‘Ohhh, engkau tidak tahu, Han Han? Apakah dahulu, Ayah
atau Ibu tidak pernah bercerita tentang Kakek kita yang bernama Sie Hoat?!
Han Han menelan ludah ketika mengangguk. Teringat ia
betapa Setan Botak pernah mentertawakan kakeknya. Kalau Setan Botak mengenal
kakeknya, tentulah kakeknya bukan sembarang orang!
‘Kakek kita itu adalah seorang Jai-hwa-sian (Dewa
Pemetik Bunga) yang terkenal di seluruh dunia kang-ouw karena jahatnya!
Pekerjaannya hanyalah mengganggu anak isteri orang, entah telah mencemarkan
berapa ribu orang wanita di dunia ini! Dan lebih banyak pula yang telah
dibunuhnya! Nah, kau dengar sekarang? Apa yang dialami Ibu dan aku sendiri,
boleh dikatakan hukum karma sebagai pembalasan atas dosa-dosa Kong-kong kita
itu. Nasibku masih baik. Biarpun aku diperkosa, akan tetapi ternyata kemudian
bahwa yang memperkosaku menjadi suamiku yang mencinta dan kucinta, menjadi Ayah
puteriku. Nasibku masih jauh lebih baik daripada nasib ribuan orang wanita yang
menjadi korban Kakek kita.!
Han Han mendengarkan dengan mata terbelatak. ‘Ah,
benarkah itu, Len cici? Kalau begitu, Kakek kita itu memiliki kepandaian yang
luar biasa?!
‘Tentu saja! Dia ditakuti oleh seluruh tokoh di dunia
pada jamannya.!
Kalau begitu, mengapa Ayah kita begitu lemah....?!
‘Ayah kita bukanlah anaknya yang sah, melainkan anak
yang terlahir dari seorang di antara wanita-wanita yang diperkosanya....!
‘Aihhhhh....!! Han Han menutupi mukanya. Hukum karma?
Kedosaan kakeknya mengakibatkan hancurnya keluarga ayahnya?
‘Sudahlah, Adikku. Keturunan Ayah tinggal kita berdua,
marilah engkau ikut bersamaku, Adikku. Kakak iparmu ini amat mencintaku, dia
seorang yang baik. Kalau dia melakukan hal yang mengerikan terhadap keluarga
Ayah, hal itu adalah tidak mengherankan karena hal-hal semacam itu selalu
terjadi dalam perang. Engkau telah membunuhi semua pengawal kami, ah, mengapa,
Adikku?!
Han Han mengangkat muka, memandang kepada cihu-nya (kakak
iparnya) yang masih menundukkan muka. ‘Mengapa? Tanya saja kepada suamimu
ini, Leng-cici! Para pengawal itu membunuh-bunuhi rakyat yang tidak berdosa.
Tentu saja aku tidak mau mendiamkannya saja melihat penyembelihan orang-orang
tak berdosa, melihat para pengawal itu seperti serigala-serigala buas berburu
manusia!!
‘Hemmm, kau anggap begitukah, Han Han? Lihatlah ini!!
Sie Leng menyingkap bajunya dan memperlihatkan pundaknya yang terluka, luka
baru.
‘Mengapa pundakmu, Cici?!
‘Akibat serangan mendadak dari orang-orang tak berdosa
itu! Mereka pura-pura menjadi rakyat jelata, menonton kereta pembesar lewat.
Tiba-tiba menyerang dengan senjata rahasia, mengenai pundakku dan hampir
membunuh keponakanmu kalau saja tidak cepat ditangkis Cihu-mu. Masih banyak hal
terjadi, Han Han. Hal-hal mengerikan yang dilakukan oleh rakyat tak berdosa
itu. Pembunuhan-pembunuhan mengerikan terhadap orang-orang yang bekerja kepada
pemerintah baru. Akan tetapi semua itu sudah wajar terjadi dalam perang.!
Han Han termenung dan terbayanglah wajah Lulu. Adik
angkatnya itu pun puteri seorang Mancu yang terbasmi sekeluarganya oleh
‘rakyat!, oleh Lauw-pangcu dan teman-teman yang menyebut diri mereka kaum
pejuang. Bahkan oleh mereka yang menganggap diri sendiri orang-orang gagah itu,
Lulu disuruh berpakaian seperti gembel dan dibiarkan hidup seorang diri. Apakah
dosa Lulu? Berdosakah kalau dia kebetulan oleh Thian dilahirkan sebagai anak
keluarga Mancu? Salahkah sekarang kalau cicinya mencinta pembesar Mancu yang
memperkosanya? Ia menjadi bingung memikirkan hal ini, lebih bingung lagi
mendengar keterangan cicinya bahwa kakeknya, ayah dari ayahnya, adalah seorang
pentolan kaum pemerkosa wanita sehingga berjuluk Dewa Pemetik Bunga!
Tiba-tiba Han Han berseru, ‘Awas....!! Tubuhnya
bergerak mendorong cicinya ke samping dan empat buah senjata piauw runtuh ke
bawah. Giam-ciangkun kaget sekali, cepat merangkul isteri dan anaknya,
berlindung di dekat kereta, di belakang Han Han yang sudah berdiri tegak
memandang ke depan.
‘Pembesar Mancu keparat, bersiaplah untuk mampus!!
terdengar seruan nyaring sekali sehingga Han Han diam-diam terkejut. Yang
datang adalah seorang wanita yang berkepandaian tinggi. Buktinya, dari jauh
sudah dapat menyambit piauw yang ketika ia sampok tadi membayangkan tenaga
besar, dan sebelum tampak orangnya sudah terdengar suaranya yang nyaring. Tak
lama kemudian muncullah tiga orang muda yang gerakannya tangkas dan gesit,
berloncatan dengan gerakan ringan sekali membayangkan gin-kang yang tinggi
tingkatnya.
Mereka itu adalah dua orang gadis dan seorang pemuda. Dua
orang gadis yang amat cantik dan seorang pemuda yang tampan. Usia mereka sebaya
dengan Han Han, dan pakaian mereka, dapat diduga bahwa mereka adalah orang muda
dunia kang-ouw.
Han Han memandang mereka dengan sinar mata penuh selidik.
Jantungnya berdebar dan ia mengingat-ingat karena merasa yakin bahwa dia
mengenal tiga orang muda yang perkasa ini. Tiga orang itu melihat seorang
pemuda berpakaian putih robek-robek dan berambut panjang riap-riapan berdiri
tegak melindungi pembesar Mancu dan anak isterinya segera meloncat ke depan Han
Han, memandang dengan penuh kemarahan dan penuh selidik pula.
‘Sute....!! Tiba-tiba seorang di antara dua gadis itu,
yang cantik dan berpakaian kuning yang memiliki mata bening dan sikap jujur,
berseru dan melangkah maju.
‘Benar, engkau Han Han! Engkau Han-sute....!!
Han Han tersenyum. Tentu saja! Mengapa ia hampir
melupakan mereka ini, terutama sekali gadis berpakaian kuning ini? Mereka ini
adalah sahabat-sahabatnya dahulu, bukan hanya sahabat, malah suci-sucinya dan
suhengnya, karena dia bersama mereka inilah yang dipilih oleh Toat-beng
Ciu-sian-li sebagai murid!
Gadis manis berpakaian kuning ini siapa lagi kalau bukan
Kim Cu! Dan gadis ke dua yang pendiam dan bermata tajam berwajah serius itu
adalah Phoa Ciok Lin, sedangkan pemuda tampan itu adalah Gu Lai Kwan!
‘Wah, kiranya kedua suci dan suheng dari In-kok-san!!
Ia menatap wajah Kim Cu dan sampai agak lama mereka saling bertemu pandang.
Betapa cantiknya Kim Cu sekarang, pikir Han Han dengan pandang mata mesra. Di antara
semua murid Ma-bin Lo-mo tentu saja Kim Cu merupakan murid yang paling dekat
dengannya.
Bahkan, takkan pernah ia dapat melupakan kebaikan Kim Cu
pada pertemuan terakhir mereka, Kim Cu yang semestinya menangkapnya, bahkan
membebaskannya, dan menbiarkannya pergi bersama Lulu, bahkan memberi pakaian
dan sepatu kepada Lulu!
‘Kim Cu suci, bagaimanakah keadaanmu selama ini?
Kuharap engkau baik-baik saja, dan sampai kini aku belum pernah melupakan budi
kebaikanmu.!
Tiba-tiba kedua pipi gadis itu menjadi merah sekali dan
terpaksa ia menundukkan mukanya. Untuk melenyapkan rasa jengah bahwa
kenyataannya Han Han hanya memperhatikan dia seorang, Kim Cu segera bertanya.
‘Sute, kenapa kau berada di sini? Dan siapakah yang
membunuhi banyak pengawal anjing-anjing Mancu itu?! Kim Cu menudingkan
telunjuknya yang kecil runcing ke arah mayat yang berserakan.
‘Akulah yang membunuh mereka,! kata Han Han perlahan
penuh keraguan akan benar tidaknya semua yang telah ia lakukan. Ia teringat
akan wejangan kakek di Siauw-lim-si itu dan kini ia kembali telah menyebabkan
kematian banyak sekali manusia, sampai puluhan banyaknya. Puluhan orang manusia
yang sama sekali tidak dikenalnya dan yang ia sungguh tidak tahu untuk apa ia
bunuh!
‘Engkau....?! Seruan ini terdengar dari mulut tiga
orang muda perkasa itu dan mata Kim Cu yang bening terbelalak memandang wajah
Han Han. Seruan yang disertai perasaan tidak percaya. Mereka sudah sering kali
bentrok dengan para pengawal dan andaikata mereka bertiga. dikeroyok oleh empat
puluh lebih orang pengawal itu, tentu saja mereka akan mampu membunuh mereka
semua. Akan tetapi Han Han? Seorang diri pula? Betapa mungkin dapat dipercaya!
‘Han-sute, kalau engkau yang telah membunuh semua
pengawalnya, mengapa tidak lekas membunuh pembesar Mancu ini?! tanya Phoa Ciok
Lin, mengerutkan alisnya dan memandang tajam penuh selidik.
‘Bahkan engkau tadi telah menangkis piauw-piauw yang
kulepaskan!! kata pula Gu Lai Kwan. ‘Apa artinya semua ini?!
Sedangkan Kim Cu tidak bertanya sesuatu, hanya memandang
penuh kekhawatiran kepada pemuda yang sejak dahulu amat disukanya dan amat
dikaguminya itu. Ia sudah mengenal watak Han Han yang aneh. Dahulu saja sudah
mengambil seorang gadis Mancu sebagai adik! Siapa tahu setelah kini dewasa, apa
saja yang akan dilakukannya!
Han Han menarik napas panjang lalu mengangguk perlahan.
‘Sesungguhnya, akulah yang membunuh para pengawal itu dan aku pula yang
menangkis sambaran piauw yang kau lepaskan tadi.!
‘Han Han, engkau tentu melakukan tangkisan piauw karena
salah paham, mengira kami menyerangmu. Dan tadi Gu-suheng juga salah sangka,
dari jauh tidak mengenalmu maka mengirim serangan langsung!!
Han Han menggelengkan kepala dan berkata, ‘Tidak
demikian, Kim Cu suci, aku memang menangkis piauw-piauw itu untuk melindungi
keluarga ini.!
‘Apa....?! Kembali seruan ini keluar dari tiga mulut
dengan berbareng. Kalau mereka melihat Han Han menjadi pelindung pembesar
Mancu, hal ini tidak akan mengherankan hati mereka. Akan tetapi setelah
mendengar bahwa Han Han membunuh sekian banyaknya pengawal Mancu, mayat-mayat
mereka pun masih belum dingin benar, bagaimana sekarang orang aneh ini malah
melindungi pembesar Mancu yang dikawal oleh para pengawal yang dibunuhnya?
Sungguh membingungkan!
‘Han-sute, minggirlah dan biarkan aku membunuh anjing
Mancu ini bersama anak isterinya!! Gu Lai Kwan membentak tidak sabar lagi.
Akan tetapi Han Han tetap berdiri tegak menghadang.
‘Tidak boleh, Gu-suheng. Kalian tidak boleh membunuh mereka.!
‘Han Han! Mengapa begini? Engkau sudah membunuhi
pengawalnya, mengapa melindungi mereka ini?! Kim Cu bertanya dengan suara
kecewa dan penasaran.
‘Karena dia adalah Ciciku dan anaknya adalah
keponakanku!! jawab Han Han tegas.
‘Kalau begitu minggirlah dan biarkan kami membunuh Si
Pembesar anjing....! Phoa Ciok Lin berseru.
‘Tidak boleh. Dia itu adalah Cihu-ku, terpaksa aku
harus melindunginya demi kebahagiaan Cici dan keponakanku.!
‘Han Han!! Kim Cu berkata mendahului sumoi dan
suhengnya. ‘Kalau engkau masih keluarga pembesar ini, mengapa kau membunuhi
para pengawalnya?!
Han Han menghela napas panjang, kemudian menjawab,
‘Karena kulihat mereka membunuh para pengungsi.!
‘Nah, itu bagus sekali!! Kim Cu berkata girang.
‘Engkau menyaksikan sendiri betapa jahatnya penjajah Mancu, Han Han! Mereka
membunuhi rakyat jelata, mereka membasmi keluargamu, bukan? Juga keluargaku,
keluarga sumoi dan suheng ini! Mereka itu jahat, patut dibasmi dari tanah air
kita! Minggirlah dan biarkan aku membunuh pembesar ini. Biar dia Cihu-mu, akan
tetapi dia ini anjing Mancu. Tentu saja kami tidak akan mengganggu Cici dan
keponakanmu.!
‘Benar apa yang dikatakan Kim-sumoi, Han Han. Minggirlah.
Engkau pun musuh bangsa Mancu. Mereka itu sudah terlampau banyak membunuh
rakyat yang tidak berdosa, telah menginjak-injak tanah air dan rakyat kita.
Jangan sampai seorang pemuda seperti engkau menjadi seorang pengkhianat dan
penjilat anjing Mancu.!
Mata Han Han berkilat ketika ia menentang pandang mata Gu
Lai Kwan. ‘Aku bukan sute kalian dan hanya mengingat akan perhubungan di
antara kita dahulu, terutama sekali mengingat akan budi kebaikan Nona Kim Cu,
maka aku melayani kalian bicara. Bolehkah aku bertanya, sudah banyak pulakah
kalian membasmi orang-orang Mancu termasuk mereka yang mau bekerja sama dengan
pemerintah Mancu?!
Tiga orang ini mengira bahwa setelah membunuhi puluhan
orang pengawal itu, Han Han lalu menjadi sombong.
‘Ha-ha, sungguh pertanyaan lucu!! jawab Gu Lai Kwan.
‘Tentu saja sudah banyak! Sedikitnya seratus orang telah tewas di tanganku
ini!!
‘Demikian pula dengan Nona Kim Cu dan Nona Phoa Ciok
Lin?! Han Han melanjutkan pertanyaannya. Dua orang gadis itu mengangguk,
pandang mata Kim Cu makin bingung dan khawatir. Ia merasa tidak senang kalau
harus bermusuh dengan Han Han.
Han Han tersenyum, senyum yang mengandung penuh arti.
‘Mungkin Cihu-ku ini sudah banyak membunuh orang. Akan tetapi aku pun sudah
banyak membunuh orang dan kalian bertiga sudah mengaku telah membunuh ratusan
orang! Entah siapa yang lebih jahat di antara kita pembunuh-pembunuh ini dan
aku sangsi apakah ada yang baik di antara kita!!
Sejenak tiga orang muda itu bingung mendengar ucapan itu.
‘Akan tetapi, yang kami bunuh adalah orang-orang Mancu yang jahat sedangkan
yang dibunuh orang-orang Mancu adalah rakyat yang tidak berdosa!! bantah Gu Lai
Kwan penasaran.
‘Gu Lai Kwan, aku hendak melihat mana ada orang yang
tidak berdosa....!! Han Han menarik napas panjang, teringat akan cerita cicinya
tentang kakeknya, yang menjadi pemerkosa wanita nomor satu di dunia!
‘Han Han! Tak usah banyak cakap, mau tidak engkau
minggir dan membiarkan aku membunuh anjing Mancu itu?!
Han Han menggeleng kepala.
‘Engkau mau menjadi pengkhianat?! bentak Phoa Ciok Lin
yang seperti suhengnya amat membenci orang-orang Mancu dan sudah bersumpah
hendak membunuh semua orang Mancu untuk membalas dendam keluarganya yang habis
terbasmi orang Mancu.
‘Terserah bagaimana penilaian kalian. Aku tetap tidak
membiarkan kalian membunuh Cihu-ku dan keluarganya. Sebaiknya kalian pergi
saja.!
‘Wah, agaknya engkau memiliki sedikit kepandaian dan
menjadi sombong!! bentak Gu Lai Kwan. ‘Minggirlah, atau terpaksa aku akan merobohkanmu
lebih dulu!!
‘Han Han, minggirlah. Mengapa engkau berkeras?! Kim Cu
berkata, suaranya setengah memohon. Akan tetapi Han Han memandang gadis itu dan
berkata,
‘Menyesal sekali, aku tidak dapat memenuhi
permintaanmu, Kim Cu.!
‘Kalau begitu mampuslah!! Gu Lai Kwan menerjang maju,
mengirim pukulan keras sekali ke dada Han Han. Seperti telah diceritakan di
bagian depan, Gu Lai Kwan ini merupakan seorang di antara empat murid yang
diambil Toat-beng Ciu-sian-li sebagai murid, dioper dari tangan Ma-bin Lo-mo,
di samping Han Han, Kim Cu dan Phoa Ciok Lin. Murid-murid Ma-bin Lo-mo sudah
hebat, menerima pelajaran ilmu kesaktian Swat-im Sin-ciang.
Akan tetapi sebagai murid Toat-beng Ciu-sian-li, tentu
saja tingkat kepandaian tiga orang itu lebih hebat daripada murid-murid Ma-bin
Lo-mo. Mereka juga telah menguasai Swat-im Sin-ciang, akan tetapi ilmu yang
mereka kuasai baru setengahnya ini seperti yang hanya dapat dicapai oleh semua
murid Ma-bin Lo-mo, telah diperhebat oleh pelajaran yang mereka terima dari
Toat-beng Ciu-sian-li.
Dari nenek ini mereka menerima ilmu silat-ilmu silat
tinggi, juga telah menguasai ilmu pukulan yant disebut Toat-beng Tok-ciang
(Tangan Beracun Pencabut Nyawa) yang telah digabung dengan Swat-im Sin-ciang
sehingga pukulan yang didasari tenaga sin-kang dingin itu kini mengandung racun
yang mematikan. Ketika menyerang Han Han, Gu Lai Kwan yang belum mengenal
kelihaian Han Han, tidak mengeluarkan pukulan ini, melainkan memukul dengan
sin-kang yang kuat akan tetapi tidak mengandung hawa beracun.
Melihat datangnya pukulan yang amat kuat ini, Han Han
dapat mengukur dari sambaran hawanya, maka dengan berani ia menerima pukulan
itu dengan dadanya! Kim Cu menahan seruannya yang sudah terlanjur keluar dari
mulutnya ketika melihat betapa Han Han menerima pukulan suhengnya begitu saja
dengan dada. Pukulan itu mengandung tenaga sin-kang yang kuat dan isi dada
dapat remuk terguncang dan dapat menyebabkan kematian. Namun ia tidak keburu
mencegah lagi, hanya memandang dengan mata terbelalak. Adapun Phoa Ciok Lin
yang menyaksikan sikap sucinya ini mengerutkan kening dan diam-diam ia maklum
bahwa Kim Cu menaruh hati kepada pemuda berambut panjang bersinar mata aneh
itu.
‘Ayaaaaa....!! Gu Lai Kwan berseru kaget dan tubuhnya
terjengkang ke belakang. Tentu ia akan terbanting roboh kalau saja ia tidak
cepat mempergunakan gin-kangnya berjungkir balik ke belakang sehingga ia dapat
berdiri lagi dengan mata terbuka lebar.
Pukulannya tadi keras sekali, akan tetapi Han Han telah
menerima dengan dada terbuka dan sama sekali tidak bergeming, malah tenaga
pukulannya membalik sehingga ia terjengkang!
‘Lai Kwan, lebih baik engkau dan kedua orang Nona ini
pergi saja dan jangan mengganggu aku,! kata Han Han yang tidak ingin bentrok
dengan bekas saudara-saudara seperguruannya itu. Akan tetapi ucapannya ini
menambah kemarahan Lai Kwan yang menganggap Han Han memandang rendah kepadanya.
‘Manusia sombong! Tidak tahu bahwa aku tadi telah
berlaku lunak kepadamu. Kalau benar-benar ingin berkelahi, nah, kau terimalah pukulan
ini!! Setelah berkata demikian, Lai Kwan melompat ke depan sambil mengeluarkan
pekik menyeramkan, kedua tangannya mendorong ke depan ketika tubuhnya masih
melambung di udara. Itulah pukulan gabungan Swat-im Sin-ciang dan Toat-beng
Tok-ciang yang amat hebat!
Pukulan yang mendatangkan suara berciutan itu amat
hebatnya dan Han Han tentu saja mengenal pukulan lihai. Dia tidak berani
menerima dengan tubuhnya seperti tadi, apalagi kini kedua tangan yang mendorong
itu menuju ke arah pusarnya. Ia masih berdiri tegak dengan kedua kaki
terpentang lebar. Cepat ia menggerakkan tangan kirinya, diayun dari kanan ke
kiri dengan gerakan menangkis, diam-diam mengerahkan inti tenaga Im-kang yang
lebih kuat daripada Swat-im Sin-ciang. Dua tenaga mujijat bertemu dan tentu
saja Lai Kwan bukan lawan Han Han dalam hal tenaga sakti.
Sedangkan Ma-bin Lo-mo sendiri tidak sanggup menandingi
Han Han, apalagi Lai Kwan. Pemuda murid Toat-beng Ciu-sian-li ini merasa
seolah-olah tubuhnya dibawa angin puyuh, kedua lengannya yang mengirim dorongan
tadi terbanting ke kanan, dan tubuhnya tak dapat ia cegah lagi ikut terbanting
sehingga ia roboh terguling-guling sampai belasan kaki jauhnya!
‘Aiiihhhhh....!! Yang berseru ini adalah Kim Cu dan
Phoa Ciok Lin, berseru saking heran dan kagetnya. Mereka tentu saja maklum dan
mengenal pukulan suheng mereka, dan tahu betapa kuatnya pukulan itu. Akan
tetapi Han Han dapat menangkis dengan pengerahan tenaga sin-kang dan akibatnya
suheng mereka terpelanting sampai belasan kaki jauhnya!
‘Singgggg....!! Ciok Lin sudah mencabut pedangnya.
‘Singgggg....!! Kim Cu juga mencabut pedang.
Lai Kwan sudah meloncat bangun, terengah-engah dan
bergidik, menggoyang pundaknya. Ia merasa betapa hawa dingin menyerang dadanya
dan ia hanya mengira bahwa pukulannya yang mengandung Swat-im Sin-ciang tadi
membalik oleh tangkisan Han Han yang memiliki sin-kang amat kuat. Ia masih
tidak tahu bahwa Han Han telah memiliki inti sari Swat-im Sin-ciang yang luar
biasa kuatnya. Melihat kedua orang sumoinya sudah mencabut pedang, Lai Kwan
juga mencabut pedangnya dan melangkah maju.
‘Ah, kiranya engkau telah memiliki kepandaian tinggi.
Pantas menjadi begini sombong!! kata Lai Kwan. ‘Akan tetapi karena engkau
seorang pengkhianat dan pembela anjing Mancu, engkau akan mati di tangan kami!!
Ucapan itu disusul oleh gerakan pedang yang amat cepat.
Pedang di tangan Lai Kwan berubah menjadi sinar putih yang menyilaukan mata.
Berturut-turut tampak sinar bergulung-gulung ketika Kim Cu dan Ciok Lin
menggerakkan pedang mereka. Memang tiga orang muda ini telah menerima ilmu
pedang yang amat lihai dari guru mereka. Tiga sinar pedang bergulung-gulung
seperti tiga ekor naga sakti, mengurung tubuh Han Han.
Pemuda ini melihat berkelebatnya gulungan sinar pedang
yang amat cepat dan mengeluarkan suara berdesing, terkejut juga dan ia
mempergunakan gin-kangnya untuk berkelebat dan mengelak ke sana ke sini.
Diam-diam Kim Cu kagum bukan main. Ternyata bahwa Han Han kini telah menjadi
seorang sakti, tidak saja memiliki sin-kang yang lebih kuat daripada Lai Kwan,
bahkan memiliki gin-kang yang istimewa sehingga serangan mereka bertiga selalu
mengenai tempat kosong!
‘Pergilah kalian! Aku tidak ingin membunuh kalian!!
Berkali-kali Han Han berseru keras. Memang dia takut sekali kalau-kalau ia
kesalahan tangan lagi membunuh tiga orang ini. Hal ini amat tidak ia kehendaki,
terutama sekali ia takut kalau-kalau ia salah tangan melukai Kim Cu!
Akan tetapi seruan-seruannya tidak dipedulikan tiga orang
itu yang menjadi makin penasaran, bahkan seruan Han Han itu dianggap oleh
mereka sebagai tanda memandang rendah. Mereka mempercepat gerakan pedang mereka
dan kini Han Han menjadi sibuk. Memang, kalau tiga orang itu hanya mengandalkan
tenaga sin-kang, kiranya mereka takkan dapat berbuat banyak terhadap Han Han
yang jauh lebih kuat, juga dalam hal kecepatan gerakan, Han Han menang jauh.
Akan tetapi karena mereka menggunakan pedang dan ilmu pedang mereka merupakan
ilmu pedang tingkat tinggi yang amat hebat gerakannya, Han Han yang belum
matang ilmu silatnya itu menjadi bingung.
Biarpun ia dapat mengelak cepat, akan tetapi karena
dikeroyok tiga dan tidak mengenal perubahan-perubahan gerakan tiga batang
pedang yang menyambar-nyambar ganas, tidak dapat ia menghindarkan diri dari
sambaran-sambaran pedang sehingga dalam belasan jurus berikutnya, pahanya
tergores pedang dan pundaknya juga terluka oleh tusukan ujung pedang. Melihat
pedang mereka berhasil, Lai Kwan dan Ciok Lin lebih bernafsu lagi, hanya Kim Cu
yang berseru.
‘Han Han, pergilah. Untuk apa melindungi anjing Mancu
dan mengorbankan diri sendiri?!
Seruan ini berkesan di hati Han Han dan ia kembali
mencatat sikap baik dari gadis itu terhadapnya. Akan tetapi mana mungkin ia
membiarkan cici-nya, cihu-nya, dan keponakannya dibunuh? Dia menjadi bingung
sendiri. Semenjak dahulu ia bersumpah dan mengambil keputusan di hatinya untuk
membunuh perwira-perwira Mancu yang telah membasmi keluarganya, tujuh orang
jumlahnya dan terutama sekali perwira muka kuning dan perwira brewok yang
ternyata adalah Giam-ciangkun ini. Akan tetapi sekarang bagaimana?
Ia malah melindungi nyawa perwira yang setiap saat dahulu
tak pernah ia lupakan sebagai musuh nomor satu itu, melindunginya dari ancaman
bekas suhengnya dan kedua sucinya! Bahkan ia terpaksa harus menentang dan
bertanding melawan Kim Cu, gadis yang demikian berbudi terhadapnya! Ia menjadi
bingung, akan tetapi apa yang harus ia lakukan?
‘Mampuslah!! Kembali pedang Lai Kwan berkelebat menusuk
perutnya. Han Han kaget dan dengan hawa pukulan tangan menangkis sehingga
pedang itu meleset, tidak jadi menusuk perut akan tetapi masih melukai pahanya
dengan goresan pedang.
Mulailah ia marah sekali. Mereka ini tidak tahu betapa
sejak tadi dia mengalah, hanya mengelak dan sama sekali tidak balas menyerang.
Kebingungan hatinya, ditambah rasa nyeri dari luka-luka itu, menimbulkan
kemarahannya dan tiba-tiba ia memekik keras, tubuhnya mundur tiga langkah
kemudian ia mendorongkan kedua tangannya ke depan sambil mengerahkan tenaga
Swat-im Sin-ciang!
Tiga orang murid Toat-beng Ciu-sian-li yang sudah
memiliki ilmu Swat-im Sin-ciang, mengenal gerakan ini dan cepat mereka pun
melakukan gerakan serupa untuk meniaga diri. Akan tetapi, betapa kaget hati
Ciok Lin dan Lai Kwan ketika mereka merasa hawa dingin yang luar biasa
menyerang mereka, membuat mereka terhuyung ke belakang dengan muka pucat,
kemudian roboh terguling dengan tubuh menggigil kedinginan!
‘Swat-im Sin-ciang....!! Kim Cu berseru kaget dan
heran, juga khawatir melihat keadaan kedua orang saudara seperguruannya. Dia
sendiri tidak dipukul oleh Han Han, maka dia tidak terluka.
Kini dengan cepat ia menerjang maju, pedangnya menusuk
dada. Han Han menangkis dengan hawa pukulan Swat-im Sin-ciang, dan hawa dingin
yang menyambar dari samping, membuat Kim Cu menggigil dan terhuyung. Han Han
melangkah maju dan menyambar pedang dari tangan Kim Cu. Gadis itu berdiri
terbelalak memandang dengan mulut melongo ketika melihat Han Han yang sudah
marah sekali itu melampiaskan kemarahannya pada pedang itu yang
dipatah-patahkannya dengan jari tangan seperti orang mematahkan sebatang lidi
saja!
‘Kim Cu, engkau tahu bahwa aku tidak ingin memusuhi
kalian. Harap engkau mengerti dan suka membawa pergi kedua orang saudaramu.!
Sejenak Kim Cu memandang wajah Han Han penuh kekecewaan,
mengingatkan Han Han akan pandang mata Kim Cu beberapa tahun yang lalu ketika
Kim Cu melepasnya pergi bersama Lulu. Kemudian dengan gerakan lunglai Kim Cu
membalikkan tubuh, memeriksa Ciok Lin dan Lai Kwan yang sudah bersila dan
menghimpun tenaga menyembuhkan luka mereka.
Kim Cu membangunkan mereka, menggandeng mereka, sekali
lagi memandang kepada Han Han, kemudian membawa kedua orang saudaranya pergi.
Terdengar oleh Han Han isak tertahan keluar dari dada gadis itu!
Ia menghela napas dan setelah bayangan Kim Cu dan kedua
saudaranya lenyap di antara pohon-pohon, ia membalikkan tubuh menghadapi
Giam-ciangkun dan isterinya.
‘Sungguh berbahaya....!! Giam-ciangkun berkata lirih.
‘Dan ilmu kepandaianmu hebat bukan main.... Sie-taihiap.! Panglima yang baru
saja terbebas dari maut untuk kedua kalinya, pertama di tangan Han Han dan yang
kedua kalinya di tangan murid-murid Toat-beng Ciu-sian-li itu, amat cerdik dan
masih belum berani menyebut Han Han sebagai adik iparnya, berkata penuh kagum.
‘Ah, untung ada engkau, Adikku!! kata Sie Leng sambil
memeluk adiknya dan mengucurkan air mata. ‘Kalau tidak, tentu kami sekeluarga
telah terbunuh oleh mereka. Han Han, kepandaianmu luar biasa. Mari kau ikut
bersama kami ke kota raja, dengan kepandaianmu seperti itu tentu engkau akan
mudah men dapatkan kedudukan tinggi.!
‘Betul sekali!! Giam-ciangkun berkata. ‘Aku yang
menanggung bahwa engkau tentu akan diangkat menjadi panglima pengawal istana!!
Han Han termenung lalu berkata, ‘Memang aku hendak
pergi ke kota raja, untuk mencari seorang penjahat keji.!
‘Siapakah dia, Han-te? Aku akan dapat membantu
mencarinya,! kata Giam-ciangkun penuh gairah.
‘Tentu Cihu tahu siapa dia. Dia bernama Ouwyang
Seng....!
‘Ah....!! Giam-ciangkun teringat akan semua rencana
yang diatur oleh Puteri Nirahai di dalam rapat di rumah Pangeran Ouwyang Cin
Kok. Akan tetapi ia pura-pura bertanya,
‘Tentu saja aku mengenalnya. Dia putera Pangeran
Ouwyang Cin Kok. Apakah yang telah ia lakukan terhadapmu, Adikku?!
Han Han tidak peduli akan sikap yang amat baik dan mesra
dari kakak iparnya yang betapapun juga masih tidak disukainya itu.
‘Aku mencarinya karena dia telah menculik Adikku!!
‘Eh-eh, Han Han. Adikmu siapa? Engkau tidak mempunyai
adik. Anak orang tua kita hanya aku dan engkau!! kata Sie Leng heran.
‘Kumaksudkan Adik angkatku, namanya Lulu.!
‘Lulu? Seperti nama seorang anak perempuan bangsa
Mancu....!
‘Memang, Leng-cici. Dia.... seorang puteri keluarga
perwira Mancu yang tewas dalam perang. Dia diculik Ouwyang Seng.!
Giam-ciangkun tersenyum. ‘Harap kau jangan khawatir,
Adikku. Aku yang menanggung bahwa Adikmu itu tidak akan diganggu. Tidak mungkin
ada orang berani mengganggu dia, apalagi dia puteri perwira Mancu. Kurasa
Ouwyang-kongcu menculiknya justeru karena mendengar bahwa Adik angkatmu itu
puteri Mancu, maka dia menculiknya untuk menyelamatkannya. Bisa jadi dianggap
amat membahayakan keselamatan Lulu kalau berada di sampingmu. Biarlah, aku yang
akan menemui Ouwyang-kongcu dan pasti Adikmu selamat di kota raja.!
Hati Han Han menjadi lega mendengar ini. Mungkin benar
juga apa yang dikatakan iparnya ini. Lulu seorang puteri Mancu, mana mungkin
Ouwyang Seng berani mengganggunya? Tentu ada sebab lain mengapa Ouwyang Seng
menculik Lulu.
‘Baiklah, aku akan ikut bersamamu ke kota raja,
Leng-cici.!
Sie Leng girang bukan main dan berangkatlah mereka naik
kereta yang dikemudikan oleh Giam-ciangkun sendiri sedangkan Han Han duduk di
dalam kereta bersama Sie Leng yang menghujankan pertanyaan yang dijawab singkat
saja oleh Han Han.
Betapapun juga, hati Han Han masih belum terbiasa oleh
kenyataan bahwa encinya menjadi isteri musuh besarnya. Akan tetapi karena Sie
Leng benar-benar merasa bahagia dapat bertemu dan berkumpul dengan adiknya,
sikapnya jelas membayangkan kebahagiaan dan keharuan sehingga hati Han Han
tidak tega untuk menyatakan ketidakpuasan hatinya.
‘Leng-cici, aku masih heran mendengar ceritamu tentang
Kakek kita tadi.! Ia berkata kemudian. ‘Benarkah Kakek kita yang bernama Sie
Hoat itu berjuluk Jai-hwa-sian dan menjadi tokoh jahat di dunia kang-ouw?!
Sie Leng mengangguk. ‘Ibu pernah bercerita kepadaku
dengan pesan agar hal itu jangan kuceritakan kepada siapapun juga, tidak pula
kepadamu. Apaiagi tidak boleh terdengar oleh Ayah. Justeru Ayah yang melarang keras
cerita itu diketahui orang lain.!
‘Akan tetapi aku masih merasa heran. Kalau Kakek
merupakan seorang tokoh besar dunia kang-ouw yang dijuluki Dewa, tentu
kepandaiannya hebat. Mengapa Ayah seorang begitu lemah? Kalau Ayah sepandai
Kakek, tentu tidak sampai mengalami nasib demikian menyedihkan. Cici, apakah
engkau mengetahui cerita selengkapnya?!
Sie Leng menghela napas panjang. Bicara tentang
keluarganya merupakan pengalaman pahit yang menyakitkan hati, karena hal itu
mengingatkan dia bahwa suaminya yang tercinta merupakan seorang di antara
mereka yang membasmi keluarganya. Kemudian ia berkata,
‘Aku pun hanya mendengar cerita dari Ibu. Akan tetapi
engkau sekarang sudah dewasa, sebaiknya kalau kuceritakan kepadamu, sungguhpun
cerita Ibu itu pun tidak lengkap dan tidak jelas karena uru san itu selalu
dirahasiakan oleh Ayah.!