Bab 73 sisa Laskar Beng Kauw
Dengan penuh kewaspadaan Thio
Han Liong dan An Lok Kong cu melakukan perjalanan menuju gunung Go Bi. Dalam
perjalanan ini mereka tampak
serius, sama sekali tidak pernah bercanda.
"Kakak Han Liong,"
tanya An Lok Keng cu dalam perjalanan.
"Mungkinkah Ban Tok Lo Mo
dan muridnya tahu kita sedang menuju gunung Go Bi?"
"Adik An Lok," jawab
Thio Han Liong.
"Pokoknya kita harus
berhati-hati, tidak boleh lengah." "Ya, Kakak Han Liong." An Lok
Kong cu mengangguk.
"Oh ya, menurutmu apakah
Ban Tok Lo Mo dan muridnya akan menyerang Go Bi Pay?"
"Entahlah." Thio Han
Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Sulit dipastikan, karena
ayahku dan Bibi Ci Jiak adalah mantan ketua Go Bi Pay, maka sucouw menyuruh
kita ke sana."
"Kakak Han Liong...."
An Lok Kong cu tersenyum.
"Aku tidak menyangka,
ayahmu adalah mantan ketua Go Bi Pay."
Thio Han Liong juga tersenyum,
namun mendadak air mukanya tampak berubah dan keningnya berkerut.
"Ada apa, Kakak Han
Liong?" tanya An Lok Keng cu dengan suara rendah.
"Ada suara
pertempuran," sahut Thio Han Liong.
"Apa?" An Lok Kong
cu tertegun. "Di tempat sesepi ini ada orang bertempur?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Ramai sekali suara
pertempuran itu. Mungkin lebih dari lima puluh orang."
"Hah?" Mulut An Lok
Keng cu ternganga lebar. "Itu...."
"Mari kita ke sana"
ujar Thio Han Liong.
An Lok Kong cu mengangguk.
Kemudian mereka melesat ke tempat pertempuran itu, dan bersembunyi di atas
sebuah pohon sambil mengintip.
"Eeeeh?" An Lok Keng
cu terbelalak. "Mereka rombongan putri Hui"
"Dewi Kecapi?" Thio
Han Liong terperangah.
"Kok mereka berada di
sini? Siapa yang menyerang mereka?"
"Mungkin perampok,"
sahut An Lok Keng cu.
"Kepandaian para perampok
itu sungguh tinggi. Walau Dewi Kecapi telah membunyikan kecapi nya, para
perampok itu masih mampu menyerang mereka," ujar Thio Han Liong sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Kakak Han Liong, kita
harus menolong mereka" bisik An Lok Keng cu.
"Sebab Dewi Kecapi dan
para pengawalnya sudah mulai berada di bawah angin."
"Baik." Thio Han
Liong manggut-manggut. "Mari kita turun"
Mereka melesat ke arah
pertempuran itu Thio Han Liong membentak keras menggunakan Lweekang.
"Berhenti Berhenti"
Betapa dahsyatnya suara
bentakannya, sehingga dapat menghentikan pertempuran itu. Baik rombongan Dewi
Kecapi maupun para lawannya langsung memandang ke arah Thio Han Liong dan An
Lok Keng cu.
Begitu melihat Thio Han Liong
dan An Lok Kong cu, berserilah wajah Dewi Kecapi dan ia langsung berseru dengan
kegembiraan.
"Han Liong Han
Liong..."
Para perampok itu tersentak.
Pemimpinnya segera menghampiri Thio Han Liong sambil memberi hormat.
"Siapa Anda?"
"Namaku Thio Han
Liong," sahut Thio Han Liong dan bertanya,
"Kenapa kalian menyerang
rombongan suku Hui itu?"
"Karena kami tidak senang
melihat mereka mengantar upeti untuk Cu Goan ciang." jawab pemimpin
perampok itu
"Kalian perampok?"
tanya Thio Han Liong sambil menatap orang itu, yang berusia empat puluhan.
"Sebetulnya kami bukan
perampok." Lelaki itu memberitahukan.
"Kami tinggal di lembah
ini. Kami merampok rombongan putri Hui ini, karena kami merasa tidak senang
melihat dia mengantar upeti untuk Cu Goan Ciang."
"Lho?" Thio Han
Liong tercengang. "Ada hubungan apa upeti itu dengan kalian, sehingga
kalian merasa tidak senang?"
"Kami benci kepada Cu
Goan ciang," sahut pemimpin perampok itu.
"Dia tidak tahu malu dan
tidak tahu diri"
Ucapan itu membuat Thio Han
Liong dan An Lok Kong cu saling memandang, sedangkan Dewi Kecapi
terbengang-bengong.
"Maaf, bolehkah aku tahu
siapa Anda?" tanya Thio Han Liong.
"Namaku Tan It Beng,
bawahan Lle Yong Kim. Beliau yang mengutus kami merampok rombongan Putri Hui
ini."
"Kalian bukan perampok
tapi kenapa merampok?" Thio Han Liong heran.
"Sebetulnya siapa
kalian?"
"Kami adalah sisa laskar
Beng Kauw." Tan It Beng memberitahukan.
"Apa?" Thio Han
Liong terbelalak.
"Kalian semua adalah sisa
laskar Beng Kauw?"
"Ya."
"Kenapa berada di
sini?"
"Kami bersembunyi di
sini, karena dikejar-kejar pasukan cu Goan ciang," sahut Tan It Beng.
"Dia begitu tak tahu
malu. Padahal dia bawahan Thio Kauw Cu, tapi malah menggeserkannya dan
mengangkat dirinya sebagai kaisar. setelah itu, dia perintahkan pasukannya
untuk mengejar Thio Kauw Cu dan kami. Akhirnya kami bersembunyi di lembah ini
dan kini lembah ini telah menjadi tempat tinggal kami."
"Kalian belum
tahu..." ujar Thio Han Liong sambil tertawa.
"Kini cu Goan ciang dan
Thio Kauw Cu sudah damai, bahkan amat akur pula."
"Bohong" bentak Tan
It Beng.
"Setahuku, Cu Goan ciang
ingin membunuh Thio Kauw cu, bagaimana mungkin Cu Goan ciang sudah damai dan
akur dengan Thio Kauw Cu? omong kosong"
"Benar." Thio Han
Liong mengangguk "Sebab Thio Kauw Cu adalah ayahku." "Apa?"
Tan It Beng terbelalak. "Engkau Putra Thio Bu Ki?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Eh?" Tan It Beng
melotot.
"Engkau jangan coba-coba
mengaku sebagai Putra Thio Bu Ki ya"
"Aku tidak mengaku-aku,
tapi memang benar aku Putranya."
"Kalau begitu, aku ingin
bertanya. siapa isteri Thio Bu Ki?"
"Ibuku bernama Tio
Beng," jawab Thio Han Liong memberitahukan.
"Kini ayah dan ibuku
tinggal di pulau Hong Hoang To."
"Siapa ayah Thio Bu
Ki?"
"Thio Cui San, murid ke
lima Guru Besar Thio Sam Hong." Thio Han Liong memberitahukan.
"Kakek dan nenek mati
membunuh diri."
"Hah?" Tan It Beng
tampak terperanjat, kemudian memberi hormat.
"Maaf, kami sama sekali
tidak tahu engkau adalah Putra Thio Kauw cu, terimalah hormatku"
Para anak buahnya juga ikut
memberi hormat, maka Thio Han Liong segera balas membalas hormat.
"Oh ya Bolehkah aku berbicara
sebentar dengan Dewi Kecapi?"
"Dewi Kecapi?" Tan
It Beng bingung.
"Siapa Dewi Kecapi?"
"Dewi Kecapi adalah Putri
Hui ini," jawab Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Oooh" Tan It Beng
manggut-manggut dan bertanya. "Engkau kenal dia?"
"Kami teman baik,"
sahut Thio Han Liong, lalu menghampiri Dewi Kecapi seraya bertanya,
"Kenapa kalian berada di
sini? Bukankah kalian sudah kembali ke daerah Hui?"
"Gara-gara aku mengambil
jalan lain karena ingin menikmati keindahan alam, maka tersesat ke mari,"
jawab Dewi Kecapi sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Akhirnya kami bertemu
mereka. Aku berterus terang
bahwa kami dari Kota raja
mengantar upeti, dan karena itu kami diserang."
"Itu cuma salah paham.
Nah, kalian boleh melanjutkan perjalanan," ujar Thio Han Liong.
"Kami tidak tahu
jalan." Dewi Kecapi menghela nafas panjang.
"Saudara Tan, engkau tahu
harus menempuh arah mana menuju daerah Hui?" tanya Thio Han Liong.
"Harus menuju arah
Timur." Tan It Beng memberitahukan arah yang harus ditempuh.
"Beberapa hari kemudian
pasti tiba di daerah Hui."
"Terima kasih," ucap
Dewi Kecapi, lalu memandang Thio Han Liong seraya bertanya,
"Kalian mau ke mana"
"Ke gunung Go Bi."
"Mau apa kalian ke
sana?"
"Menemui ketua Go Bi
Pay." Thio Han Liong memberitahukan tentang Ban Tok Lo Mo dan muridnya.
"oooh" Dewi Kecapi
manggut-manggut.
"Kalau begitu, kami mau
melanjutkan perjalanan." "Baik." Thio Han Liong mengangguk.
"Han Liong, An Lok Kong
cu" ucap Dewi Kecapi.
"Sampai jumpa"
"Sampai jumpa, Dewi
Kecapi," sahut ThioHan Liong dan An Lok Kong cu serentak.
Dewi Kecapi tersenyum, lalu
meninggalkan tempat itu dan diikuti para pengawalnya dari belakang.
"Saudara Tan, kami pun
mau mohon diri"
"Tunggu" cegah Tan
It Beng.
"Kami mohon sudi kiranya
kalian mampir ke tempat tinggal kami"
"Tapi kami harus segera
berangkat ke gunung Go Bi"
"Alangkah baiknya kalian
menemui pemimpin kami, Lie Yong Kim, karena beliau bawahan ayahmu."
Thio Han Liong berpikir
sejenak. kemudian manggut-manggut. "Baiklah."
"Terima kasih," ucap
Tan It Beng dengan wajah berseri. "Mari ikut kami"
Tampak puluhan rumah di lembah
itu.Justru sungguh mengherankan, karena di sana terlihat pula kaum wanita dan
anak-anak. Tan It Beng mengajak Thio Han Liong dan An Lok
Kong cu ke sebuah rumah yang
amat besar, yaitu tempat tinggal Lie Yong Kim.
Beberapa orang menjaga di
depan rumah itu. Begitu melihat Tan It Beng, para penjaga itu segera memberi
hormat.
Tan It Beng balas memberi
hormat, kemudian mengajak
Thio Han Liong dan An Lok Kong
Cu ke dalam rumah tersebut.
"Silakan duduk" ucap
Tan It Beng, lalu masuk ke dalam.
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu duduk. Mereka saling memandang dan berbisik-bisik.
"Tak kusangka masih
terdapat sisa laskar Beng Kauw di lembah ini." Thio Han Liong
menggeleng-gelengkan kepala.
"Mereka amat membenci
ayahku, namun begitu menghormati ayahmu," sahut An Lok Kong cu sambil
menghela nafas panjang:
"Aku... aku jadi
malu."
"Adik An Lok" Thio
Han Liong tersenyum.
"Jangan merasa malu,
sebab semuanya sudah berlalu dan kini ayahmu serta ayahku sudah damai, akur dan
bahkan sudah menjadi besan."
"Kakak Han
Liong...."
Pada saat bersamaan, Tan It
Beng sudah kembali ke ruang itu bersama seorang laki-laki tua berusia enam
puluhan.
"Ha ha ha" orangtua
itu adalah Lie Yong Kim.
"Selamat datang Selamat
datang"
"Selamat bertemu,
Paman" ucap Thio Han Liong sambil memberi hormat.
"Ngmm" Lie Yong Kim
manggut-manggut, kemudian menatapnya dengan penuh perhatian.
"Betulkah engkau adalah
Putra Thio Kauw Cu?" "Betul." Thio Han Liong mengangguk.
"Namamu Thio Han Liong?" "Ya."
"Ha ha ha" Lie Yong
Kim tertawa gembira.
"Tak kusangka aku akan
bertemu Putra Thio Kauw Cu, ini sungguh menggembirakan oh ya, di mana ke dua
orang-tuamu?"
"Ke dua orangtuaku
tinggal di pulau Hong Hoang To di Pak Hai." Thio Han Liong memberitahukan.
"Betulkah Cu Goan Ciang
dan ayahmu sudah damai dan akur kembali?" tanya Lie Yong Kim kurang
percaya.
"Betul, Paman." Thio
Han Liong mengangguk dan menutur tentang lawatan ke dua orangtuanya ke Kota
raja menemui Cu Goan Ciang.
"oooh" Lie Yong Kim
manggut-manggut. "Syukurlah kalau Cu Goan Ciang mau minta maaf kepada
ayahmu, sehingga urusan itu dapat diselesaikan dengan baik Kami turut gembira.
oh ya, siapa gadis ini?"
"Dia adalah An Lok Kong
Cu, isteriku," jawab Thio Han Liong.
"An Lok Keng cu?"
Lie Yong Kim tertegun.
"Putri cu Goan
ciang." Thio Han Liong memberitahukan.
"Bagus, bagus" Lie
Yong Kim tersenyum.
"Tak kusangka akhirnya Cu
Goan ciang dan ayahmu malah menjadi besan Ha ha ha..."
"Paman," ujar Thio
Han Liong.
"Kini sudah aman, maka
Paman dan lainnya boleh meninggalkan tempat ini, tidak usah bersembunyi di sini
lagi."
"Han Liong" Lie Yong
Kim menghela nafas panjang.
"Sudah sekian lama kami
tinggal di sini, dan kini tempat ini boleh dikatakan merupakan sebuah desa
kecil. Berat rasanya kami meninggalkan tempat ini. Lagipula kami sudah terbiasa
hidup di sini dengan bercocok tanam dan lain sebagainya, maka kami tidak akan
pindah ke tempat lain."
"Paman," ujar An Lok
Kong cu mendadak.
"Bagaimana kalau Paman
dan lainnya ke Kota raja? Ayahku pasti senang sekali menyambut kedatangan
kalian."
"Ha ha ha" Lie Yong
Kim tertawa.
"Sudah kukatakan tadi,
berat rasanya kami meninggalkan tempat ini. Terima kasih atas maksud baik Kong
Cu, tapi kami tidak akan ke Kotaraja."
"Paman...." An Lok
Kong cu menggeleng-gelengkan kepala.
"Oh ya, kalian mau ke
mana?" tanya Lie Yong Kim.
"Mau ke gunung Go
Bi." Thio Han Liong memberitahukan.
"Kebetulan kami
menyaksikan pertempuran itu, maka kami meleraikannya."
"oooh" Lie Yong Kim
manggut-manggut, lalu memandang Thio Han Liong seraya bertanya,
"Ada urusan apa kalian ke
gunung Go Bi?"
"Kami khawatir Ban Tok Lo
Mo menyerang ke Go Bi Pay..." tutur Thio Han Liong mengenai Ban Tok Lo Mo
dan muridnya.
"Aaah...." Lie Yong
Kim menghela nafas panjang.
"Tak disangka rimba
persilatan begitu kacau. Alangkah tenangnya kami tinggal di sini oh ya, engkau
memang harus ke Go Bi Pay, sebab ayahmu juga mantan ketua Go Bi Pay."
"Karena itu, sucouw
menyuruh kami ke sana."
"Han Liong...." Lie
Yong Kim menatapnya.
"Engkau pernah bertemu
Ciu Ci Jiak? Dia... amat mencintai ayahmu, hanya saja... gurunya...."
"Bibi Ci Jiak juga
tinggal di pulau Hong Hoang To. Tapi ketika aku berusia sekitar tujuh tahun,
mendadak muncul para Dhalai Lhama menyerang ke sana...." Thio Han Liong
menutur
mengenai kejadian itu.
"Bibi Ci Jiak mati di
tangan para Dhalai Lhama itu." "Aaaah...." Lie Yong Kim menghela
nafas panjang.
"Tak disangka begitu
tinggi kepandaian para Dhalai Lhama itu"
"Tapi aku sudah datang di
Tibet mengalahkan mereka." Thio Han Liong memberitahukan tanpa
menyombongkan diri
"oh?" Lie Yong Kim
terbelalak. "Kalau begitu...
kepandaianmu amat tinggi
sekali."
"Cuma lumayan,"
sahut Thio Han Liong merendahkan diri "Paman, kami mau mohon pamit"
"Tunggu" ujar Lie Yong Kim.
"Biar bagaimanapun aku
harus menjamu kalian."
"Tapi...."
"Kalau kalian
menolak..." tegas Lie Yong Kim.
"Berarti kalian tidak
menghargaiku."
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu saling memandang, kemudian mengangguk sambil tersenyum.
Seusai bersantap bersama dan
bersulang, barulah Thio Han Liong dan An Lok Keng cu meninggalkan desa kecil
itu menuju gunung Go Bi.
"Kakak Han Liong,"
ujar An Lok Keng cu sambil tersenyum.
"Desa kecil itu amat
berkembang semakin besar dan kelak pasti menjadi desa yang terkenal."
"Betul." Thio Han
Liong mengangguk.
"Sebab penduduk desa itu
rata-rata berkepandaian tinggi." "Kakak Han Liong," tanya An Lok
Kong cu mendadak. "Kita akan tinggal berapa lama di gunung Go Bi?"
"Lihat saja nanti" sahut Thio Han Liong.
"Kalau Ban Tok Lo Mo dan
muridnya tidak muncul di sana, kita harus sebera kembali ke gunung Bu
Tong."
"Bagaimana pemandangan di
gunung Go Bi?" tanya An Lok Kong cu.
"Apakah indah
sekali?"
"Kalau tidak salah,
pemandangan di sana memang indah sekali," sahut Thio Han Liong sambil
tersenyum.
"Engkau memang senang
pesiar. Alangkah baiknya kita ke Kang Lam, sebab pemandangan di sana amat
indah"
"Engkau pernah ke Kang
Lam?"
"Tidak pernah."
"Kok tahu pemandangan di
sana?"
"Aku dengar dari
orang." Thio Han Liong memberitahukan. "Yang paling indah adalah
pemandangan di Danau si Hu."
"Danau Si Hu?" An
Lok Kong cu tersenyum.
"Pai Su Cen Si Ular Putih
dan Siauw Cing Si Ular Hijau bertemu shHan Wen di danau itu." Thio Han
Liong juga tersenyum.
"Engkau membaca cerita
itu?"
"Ya." An Lok Kong cu
mengangguk. "Aku amat tertarik cerita itu, sebab cerita itu penuh
mengandung filsafah kehidupan. Pai su Cen, walau jelmaan si Ular Putih, tapi
dia berhati bajik, Tapi Pa Hay begitu tega menangkapnya sekaligus mengurungnya
di Menara"
"Itu memang sudah
merupakan takdir. Kata ku tidak bagaimana mungkin Pai su Cen bisa berkumpul
kembali dengan shHan Wen dan putranya?"
"Engkau pernah membaca
itu?"
"Ya."
"Kakak Han Liong,
pernahkah engkau membaca cerita sam Pek Eng Tay?" tanya An Lok Kong cu.
"Pernah." Thio Han
Liong mengangguk.
"Bagaimana menurutmu
mengenai cerita itu?" tanya An Lok Kong cu sambil menatapnya.
"Amat menarik dan
mengesankah," sahut Thio Han Liong, yang kemudian menghela nafas panjang.
"Kakak Han Liong, kenapa
engkau menghela nafas panjang?" tanya An Lok Keng cu. "Aku...
aku...."
"Engkau teringat Tan Giok
Cu?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Tidak seharusnya dia
bunuh diri, sebab dia sudah punya anak dan suami."
"Kakak Han Liong."
ujar An Lok Kong cu.
"Aku pun amat kasihan
kepada Tan Giok Cu, namun itu sudah merupakan nasibnya. sudahlah, jangan
mengungkit tentang itu lagi"
Ya." Thio Han Liong
mengangguk. kemudian mengalihkan pembicaraan.
"Mudah-mudahan Li anHoa
Nio Cu berhasil mencari Ban Tok Lo Mo Kalau tidak aku khawatir Ban Tok Lo Mo
dan muridnya akan menyerang partai lain lagi."
"Mudah-mudahan Lian Hoa
Nio Cu berhasil mencarinya, jadi kita pun bisa tenang."
"Adik An Lok. terus
terang aku sudah rindu sekali kepada ke dua orangtuaku, rasanya ingin
cepat-cepat ke pulau Hong Hoang To."
"Kalau begitu, setelah
beres urusan itu, kita segera ke pulau Hong Hoang To saja," ujar An Lok
Kong cu sungguh-sungguh.
"Aku tidak akan
mengajakmu pesiar lagi."
"Adik An Lok" Thio
Han Liong tersenyum. "Terima-kasih atas pengertianmu."
Beberapa hari kemudian, mereka
berdua sudah tiba di gunung Go Bi. Ketua Go Bi Pay menyambut kedatangan mereka
dengan penuh kegembiraan, lalu mempersilakan mereka duduk.
"Terima kasih" ucap
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu serentak sambil duduk.
Salah seorang murid ketua Go
Bi Pay segera menyuguhkan teh. Kemudian sambil tersenyum ketua Go Bi Pay
mempersilakan mereka minum. "Silakan minum"
"Terima kasih...."
Thio Han Liong dan An Lok Keng cu
menghirup teh itu. Ketua Go Bi
Pay memandang mereka seraya bertanya,
Kalian ke mari tentunya ada
sesuatu penting, bukan?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Kami ke mari karena Ban
Tok Lo Mo dan muridnya." "oooh" Ketua Go Bi Pay manggut-manggut.
"Terima kasih atas
perhatian kalian berdua. oh ya, bolehkah aku tahu siapa gadis ini?"
"An Lok Keng cu,
isteriku."
"Putri cu Goan
Ciang?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Syukurlah" ucap
ketua Go Bi Pay.
"Kini Cu Goan Ciang dan
ayahmu sudah menjadi besan, tentunya mereka sudah damai dan akur kembali."
"Betul." Thio Han
Liong tersenyum.
"Aaah..." Ketua Go
Bi Pay menghela nafas panjang.
"Tak disangka ketua Hwa
sanpay dan ketua Khong Tong Pay binasa di tangan Ban Tok Lo Mo. Bahkan setelah
itu Ban Tok Lo Mo juga menyerang Kay Pang. Untung muncul Lian Hoa Nio Cu,
sehingga Kay Pang terhindar dari petaka."
"Ketua Go Bi, apakah
selama ini Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak pernah menyatroni ke mari?"
"Tidakpernah." Ketua
Go Bi Pay menggelengkan kepala. "oh ya, engkau tahu tentang Lian Hoa Nio
Cu?"
"Tahu." Thio Han
Liong mengangguk lalu menutur tentang Lian Hoa Nio Cu.
Ketua Go Bi Pay mendengarkan
dengan mata terbelalak. kemudian menghela nafas panjang seraya berkata,
"Itu sungguh tak masuk
akal, tapi justru nyata. Seandainya engkau tidak memberinya buah Im Ko,
tentunya kini dia masih tetap menjadi banci, bukan?"
"Ya. Setelah makan buah
Im Ko, dia berubah menjadi wanita yang cantik jelita, bahkan juga lemah
lembut."
"Itu sungguh merupakan
suatu keajaiban" Ketua Go Bi Pay menggeleng-gelengkan kepala.
"oh ya, Lian Hoa Nio Cu
punya dendam denganBan Tok Lo Mo?"
"setahuku tidak."
"Tapi kenapa Lian Hoa Nio
Cu ingin membunuhnya?"
"Lian Hoa Nio Cu amat
membenci para penjahat, maka dia ingin membunuh Ban Tok Lo Mo dan
muridnya."
"Kepandaian Lian Hoa Nio
Cu lebih tinggi dari Ban Tok Lo Mo?" tanya ketua Go Bi Pay.
"Maaf, aku kurang berani
memastikannya, "jawab Thio Han Liong.
"Tapi menurutku, mereka
setanding. Hanya saja Ban Tok Lo Mo memiliki pukulan beracun, yang cukup
membahayakan diri Lian Hoa Nio Cu. Namun aku telah memberinya obat pemunah
racun."
"oooh" Ketua Go Bi
Pay manggut-manggut.
"Han Liong, kalian sudah
mengunjungi Guru Besar Thio Sam Hong?"
"Kami justru dari
sana." Thio Han Liong memberitahukan. "Sucouw yang menyuruh kami ke
mari."
"Aaah...." Ketua Go
Bi Pay menarik nafas dalam-dalam.
"Kami sangat berterima
kasih kepada Guru Besar Thio Sam Hong yang masih memperhatikan kami."
"Ketua Go Bi, bolehkah
kami tinggal di sini beberapa hari?" tanya Thio Han Liong mendadak.
"Tentu boleh." Ketua
Go Bi Pay tersenyum. "Bahkan kami merasa senang sekali."
"Kami khawatir Ban Tok Lo
Mo dan muridnya akan menyerang ke mari, maka kami ke mari untuk menunggu
kemunculannya."
"Han Liong," ucap
ketua Go Bi Pay.
"Terima kasih atas
perhatianmu Ayahmu begitu baik hati, engkau pun seperti dia."
"Tapi Bibi Ci Jiak binasa
di tangan para Dhalai Lhama," ujar Thio Han Liong sambil menghela nafas
panjang.
"Bahkan ayahku pun
terluka. Kejadian itu ketika aku baru berusia tujuh tahun."
"Aaaah...." Ketua Go
Bi Pay menggeleng-gelengkan kepala.
"Sungguh malang nasib Ciu
Ci Jiak"
"Ketua Go Bi, kami ke
mari dengan maksud membantu. Go Bi Pay tidak berkeberatan, bukan?"
"Tentu tidak. malah
sebaliknya kami amat berterima kasih kepada kalian," ujar ketua Go Bi Pay.
"Han Liong, sesungguhnya
kami sudah mempersiapkan suatu perangkap. Kalau Ban Tok Lo Mo dan muridnya
berani ke mari, mereka berdua pasti mati di dalam perangkap itu."
"oh?" Thio Han Liong
mengerutkan kening.
"Han Liong...."
Ketua Go Bi Pay tersenyum.
"Engkau pasti tahu cara
itu. Namun engkau harus tahu, Ban Tok Lo Mo dan muridnya amat licik serta
jahat, maka harus dilawan dengan cara yang sama."
"Betul." An Lok Kong
cu manggut-manggut dan memberitahukan.
"Kami berdua nyaris mati
di tangan Tan Beng song murid Ban Tok Lo Mo."
"oh?" Ketua Go Bi
Pay terbelalak. "Bagaimana kejadian itu?"
"Ketika kami kembali ke
Kotaraja...." An Lok Keng Cu
menutur tentang kejadian itu
dan menambahkan, "Kami hampir mati hangus."
"Syukurlah kalian bisa
lolos dari perangkap itu" ucap ketua Go Bi Pay sambil menghela nafas.
"Kalau Han Liong tidak
melihat bekas injakan pada rumput itu, kalian berdua pasti mati hangus."
"Betul." An Lok Kong
Cu mengangguk.
"oleh karena itu.."
lanjut ketua Go Bi Pay sambil tertawa dingin.
"Kami pun menghadapinya
dengan siasat licik pula." "Tapi...." Thio Han Liong
menggeleng-gelengkan kepala.
"Belum tentu dia akan
menyerang ke mari. Namun memang ada baiknya memasang perangkap itu."
"Han Liong" Ketua Go
Bi Pay tersenyum.
"Kita berharap Ban Tok Lo
Mo dan muridnya muncul di sini, agar mereka berdua mati di dalam perangkap
itu."
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Mudah-mudahan mereka ke
mari setelah membasmi mereka, kami akan segera ke pulau Hong Hoang To."
"Han Liong," pesan
ketua Go Bi Pay.
"Tolong sampaikan salamku
kepada ayah dan ibumu"
"Baik, aku pasti
menyampaikannya," ujar Thio Han Liong sambil tersenyum.