Bab 71 Kejadian Yang Mengejutkan
Thio Han Liong dan An Lok Keng
cu betul-betul menikmati hari-hari yang penuh kebahagiaan. Pagi ini mereka
berdua duduk di dekat taman bunga sambil menghirup udara segar.
"Adik An Lok"
panggil Thio Han Liong lembut.
"Ya," sahut An Lok
Keng cu sambil tersenyum mesra. "Ada apa?"
"Sudah tujuh hari aku
tinggal di sini, rasanya sudah waktunya kita pergi ke pulau Hong Hoang
To."
"Kakak Han Liong, aku
menurut saja. Tapi... kita harus beritahukan kepada ayah, tidak boleh pergi
secara diam-diam."
"Adik An Lok" Thio
Han Liong tersenyum.
"Otakku belum miring,
bagaimana mungkin aku akan mengajakmu pergi secara diam-diam?"
"Aku cuma bercanda,"
ujar An Lok Keng cu .
"oh ya, entah bagaimana
keadaan rimba persilatan?" "Entahlah." Thio Han Liong
menggelengkan kepala.
"Kita berada di dalam
istana, tentunya tidak tahu perkembangan di rimba persilatan."
"Kakak Han Liong,"
ucap An Lok Keng cu.
"Mudah-mudahan Lian Hoa
Nio Cu sudah berhasil membasmi Ban Tok Lo Mo dan muridnya"
"Mudah-mudahan"
sahut Thio Han Liong.
"Adik An Lok, apabila Ban
Tok Lo Mo dan muridnya sudah dibasmi, kita tidak usah mencampuri urusan rimba
persilatan lagi."
"Ng" An Lok Keng cu
mengangguk.
"Oh ya, Kakak Han
Liong...."
"Ada apa?
Katakanlah"
"Engkau menyimpan sebuah
lonceng kecil, sebetulnya apa gunanya lonceng kecil itu?"
"Itu adalah lonceng
sakti." Thio Han Liong memberitahukan.
"Pemberian Bu Beng
siansu. Kegunaannya untuk menindih suara yang mengandung kesesatan."
"Oooh" An Lok Kong
cu manggut-manggut.
"Adik An Lok, bagaimana
kalau kita pergi menghadap Ayah?" tanya Thio Han Liong mendadak.
"Maksudmu mau mohon
pamit?"
"Ya."
"Baiklah. Mari kita pergi
menghadap Ayah"
Mereka berjalan ke istana
kaisar, lalu menuju ruang istirahat. Kebelulan cu Goan ciang sedang duduk
menikmati teh wangi. "Ayahanda" panggil mereka serentak sambil
memberi hormat.
"oh" Cu Goan ciang
tersenyum. "Duduklah"
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu duduk, setelah itu barulah An Lok Kong cu berkata.
"Ayahanda, kami menghadap
karena...."
"Aku sudah tahu maksud
kalian menghadapku," ujar cu Goan ciang sambil memandang mereka.
"Tentunya kalian ingin
minta ijin pergi ke pulau Hong Hoang To, bukan?"
"Betul, Ayahanda."
An Lok Kong cu dan Thio Han Liong mengangguk.
"Ngmmm" Cu Goan
ciang manggut-manggut.
"Memang sudah waktunya
kalian pergi ke sana, tolong sampaikan salamku kepada Thio Bu Ki"
"Ya, Ayahanda."
Wajah An Lok Kong cu tampak berseri.
"Ayahanda mengijinkan
kami pergi ke pulau Hong Hoang To?"
"Ha ha" Cu Goan
ciang tertawa.
"Tempat tinggal Han Liong
di pulau Hong Hoang To, sudah pasti engkau harus ikut dia ke sana."
"Terimakasih,
Ayahanda," ucap An Lok Kong cu .
"Tapi...." Cu Goan
ciang memandang mereka.
"Jangan sampai lupa ke
mari mengunjungi, lho" pesannya.
"Kami tidak akan lupa,
Ayahanda," jawab An Lok Kong cu dan Thio Han Liong hampir serentak.
"Kapan kalian akan
berangkat?"
"Besok pagi."
"Baiklah." Cu Goan
ciang manggut-manggut.
"oh ya, aku akan menitip
sebuah benda untuk Thio Bu Ki, tolong sampaikan kepadanya"
"Ya." An Lok Kong cu
dan Thio Han Liong mengangguk, lalu bangkit berdiri sekaligus memberi hormat.
"Ayahanda, kami mohon
diri" "silakan" cu Goan ciang tersenyum.
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu kembali ke istana An Lok dengan wajah berseri-seri. Mereka tidak menyangka
bahwa Cu Goan ciang langsung mengijinkan mereka pergi ke pulau Hong Hoang To.
"Adik An Lok, tak
disangka Ayah langsung mengijinkan," bisik Thio Han Liong ketika sampai di
halaman.
"Aku adalah isterimu,
tentunya harus ikut engkau ke pulau Hong Hoang To," ujar An Lok Kong cu
sambil tersenyum.
"Sebab tempat tinggalmu
di pulau itu."
"Tapi... engkau adalah
Putri Kaisar."
"Apa bedanya dengan gadis
lain? Lagi pula ayahku mantan bawahan ayahmu, maka kita sederajat."
"Adik An Lok, engkau
harus ingat satu hal"
"Hal apa?"
"Di pulau Hong Hoang To
tidak ada dayang, maka pekerjaan apa pun harus kita kerjakan sendiri Apakah
engkau sanggup?"
"Wuah" sahut An Lok
Kong cu. "Jangan menghina ya Engkau kira aku tidak bisa mengerjakan semua pekerjaan
rumah tangga?"
"Aku tidak menghina,
hanya mengingatkan saja." Thio Han Liong tersenyum.
"Sebab engkau adalah
Putri Kaisar." "Jangan lupa" sahut An Lok Kong cu.
"ibumu juga mantan Putri
Raja Mongol lho Kok ibumu sanggup mengerjakan semua pekerjaan rumah
tangga?"
"Betul." Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Karena itu, aku pun
yakin engkau bisa seperti ibuku." "Pasti." An Lok Kong cu
tersenyum.
Keesokan harinya, mereka
berpamit kepada Cu Goan ciang. wajah Kaisar tampak agak muram. Lama sekali ia memandang
Thio Han Liong dan Putrinya, setelah itu, dipegangnya bahu Thio Han Liong
seraya berkata.
"Sayangi dan cintailah
Putriku selama-lamanya, aku mempercayai mu"
"Ya, Ayahanda." Thio
Han Liong mengangguk.
"Aku pasti membahagiakan
Adik An Lok."
"Bagus, bagus" Cu
Goan ciang manggut-manggut dan lersenyum, kemudian menyerahkan sebuah kotak
kecil.
"Di dalam kotak ini
berisi sepotong Giok dingin, aku hadiahkan kepada ayahmu."
"Terimakasih,
Ayahanda," ucap Thio Han Liong sambil menerima kotak itu.
"oh ya" Cu Goan
ciang memandang mereka.
"Kalian harus
sering-sering ke mari mengunjungiku, jangan tidak ke mari sama sekali"
"Ya." Thio Han Liong
dan An Lok Kong cu mengangguk, kemudian memberi hormat lalu meninggalkan
istana.
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu melakukan perjalanan menuju ke pesisir Utara. Dua hari kemudian mereka tiba
di sebuah kota, lalu mampir di sebuah rumah makan.
Thio Han Liong memesan
beberapa macam hidangan. Tak lama seorang pelayan menyajikan hidangan-hidangan
tersebut. Ketika mereka sedang bersantap. masuklah di rumah makan itu beberapa
kaum rimba persilatan, kebetulan duduk di dekat meja mereka.
Setelah memesan makanan dan
minuman, beberapa kaum rimba persilatan itu mulai bercakap- cakap.
"Aaaah... tak disangka
Hwa San Pay dan Khong Tong Pay tertimpa petaka"
Ucapan itu membuat Thio Han
Liong dan An Lok Kong cu saling memandang, lalu mendengarkan dengan penuh
perhatian.
"Sungguh kejam dan licik
Ban Tok Lo Mo dan muridnya itu. Mereka membunuh ketua Hwa San Pay dan ketua
Khong Tong pay."
Betapa terkejutnya Thio Han
Liong dan An Lok Kong cu.
Mereka berdua sama sekali
tidak tahu akan kejadian itu.
"Setelah itu, Ban Tok Lo
Mo dan muridnya menghilang lagi. Tiada seorang pun tahu mereka berdua
bersembunyi di mana?"
"Aku justru tidak habis
pikir, kenapa siauw Lim Pay tinggal diam?"
"Sebetulnya siauw Lim Pay
ingin mengundang partai lain, tapi... khawatir Ban Tok Lo Mo dan muridnya akan
membunuh para ketua itu di tengah jalan. Maka, ketua siauw Lim Pay membatalkan
niatnya itu."
"Bagaimana mengenai Bu
Tong Pay?"
"Seperti siauw Lim Pay,
diam di tempat siap menghadapi Ban Tok Lo Mo dan muridnya." Mendengar
sampai di situ, kening Thio Han Liong berkerut-kerut, kemudian berbisik.
"Adik An Lok, kita batal
ke pulau Hong Hoang To." "Ng" An Lok Kong cu mengangguk.
"Ketua Hwa San Pay dan
ketua Khong Tong Pay telah binasa di tangan Ban Tok Lo Mo dan muridnya, maka
kita tidak bisa berpangku tangan lagi," ujar Thio Han Liong dengan suara
rendah.
"Kita harus membasmi
mereka berdua itu, barulah ke pulau Hong Hoang To"
"Baik." An Lok Kong
cu mengangguk lagi.
"Dari sini ke gunung Bu
Tong amat jauh sekali, lebih baik kita ke markas Kay Pang." Thio Han Liong
memandang An Lok Kong cu.
"Bagaimana
menurutmu?"
"Aku menurut saja,"
sahut An Lok Kong cu berbisik,
"Engkau adalah suamiku,
maka aku harus menurut pendapatmu. "
"Adik An Lok...."
Thio Han Liong tersenyum.
"Kaiau begitu, mari kita
berangkat ke markas Kay Pang"
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu melanjutkan perjalanan. Kini bukan menuju pesisir Utara, melainkan menuju
markas Kay Pang.
Tiga hari kemudian, mereka
sudah tiba di markas Kay Pang. Kedatangan mereka sangat menggembirakan seng Hwi
dan su Hong sek, ketua Kay Pang.
"Saudara kecil...."
seng Hwi memandangnya dengan wajah
berseri.
"Saudara tua" sahut
Thio Han Liong sambil tersenyum. "Maaf, kami ke mari mengganggu
kalian"
"Saudara kecil" seng
Hwi tertawa gelak. "Jangan berkata begitu, silakan duduk"
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu duduk. su Hong sek memandang mereka, setelah itu barulah bertanya.
"Ada keperluan apa kalian
datang ke mari?"
"Sebetulnya kami mau ke
pulau Hong Hoang To, namun di tengah jalan kami mendengar tentang kejadian di
Hwa San Pay dan Khong Tong Pay, maka kami segera ke mari," jawab Thio Han
Liong.
"oooh" su Hong sek
manggut-manggut.
"Ketua Hwa san Pay dan
ketua Khong Tong Pay memang telah binasa di tangan Ban Tok Lo Mo dan muridnya.
Tapi setelah itu, Ban Tok Lo Mo dan muridnya menghilang lagi."
"Mereka berdua sungguh
licik oh ya, kenapa siauw Lim Pay tidak mengundang para ketua untuk
berunding?" tanya Thio Han Liong .
"Itu disebabkan ketua
siauw Lim Pay berpikir panjang, "jawab su Hong sek memberitahukan.
"Tidak mau mencelakai
para ketua itu di tengah jalan, sebab kalau para ketua itu menuju kuil siauw Lim,
tentunya Ban Tok. Lo Mo dan muridnya akan muncul membunuh mereka."
"Oooh" Thio Han
Liong mengangguk. "Maka kini partai-
partai besar tetap di tempat
siap menghadapi Ban Tok Lo Mo dan muridnya?"
"Kira-kira
begitulah," sahut Su Hong Sek sambil menghela nafas panjang.
"Baru kali ini tujuh
partai besar menghadapi musuh yang begitu licik, setelah membunuh lalu
menghilang."
"su Pang cu" tanya
Thio Han Liong mendadak.
"Bagaimana kabarnya
mengenai Lian Hoa Nio cu?"
"Lian Hoa Nio Cu
betul-betul terkecoh oleh kelicikan Ban Tok Lo Mo." su Hong sek
memberitahukan.
"Ketika Lian Hoa Nio Cu
pergi ke Hwa San Pay dan Khong Tong Pay, Ban Tok Lo Mo dan muridnya justru
telah menghilang tanpa meninggalkan jejak. Kini Lian Hoa Nio Cu masih terus
mencari Ban Tok Lo Mo dan muridnya...."
"Ban Tok Lo Mo dan
muridnya memang licik sekali." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"oh ya, mungkinkah Ban
Tok Lo Mo dan muridnya akan menyerang siauw Lim Pay, Bu Tong Pay, GoBi Pay dan
Kun Lun Pay?"
"Untuk sementara ini,
mereka berdua masih tidak berani menyerang siauw Lim Pay, Bu Tong Pay maupun
Kay Pang," sahut seng Hwi.
"Memangnya kenapa?"
tanya Thio Han Liong dengan heran.
"Sebab siauw Lim Pay amat
kuat, sedangkan Bu Tong Pay masih punya deking yang kuat sekali, yaitu Guru Besar
Thio sam Hong. Di sini terdapat Im sie Popo, maka membuat Ban Tok Lo Mo dan
muridnya merasa segan mengusiknya."
"Kalau begitu...."
Thlo Han Liong mengerutkan kening.
"Kun Lun pay dan GoBi Pay
berada dalam bahaya?" "Ya." seng Hwi mengangguk.
"Aaah..." Thio Han
Liong menghela nafas panjang.
"Han Liong" su Hong
sek tersenyum ketika melihat Thio Han Liong begitu cemas.
"Belum tentu Ban Tok Lo
Mo dan muridnya akan menyerang ke dua partai itu, sebab kini Ban Tok Lo Mo dan
muridnya justru bersembunyi."
"Tapi...."
"Tenang saja" ujar
su Hong sek sambil tersenyum.
"Lian Hoa Nio Cu sedang
mencarinya, maka aku yakin sementara ini Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak akan
berani memunculkan diri"
"Benar." seng Hwi
manggut-manggut.
"Kalau begitu, kami mau
mohon pamit," ujar Thio Han Liong.
"Kalian mau ke
mana?" tanya seng Hwi.
"Ke gunung Bu Tong,"
sahut Thio Han Liong.
"Tenang" seng Hwi
tersenyum.
"Tinggal di sini beberapa
hari, setelah itu barulah berangkat ke gunung Bu Tong."
Thio Han Liong berpikir sejenak.
kemudian mengangguk. "Baiklah."
"oh ya" su Hong sek
memandang mereka seraya bertanya, "Kalian sudah menikah di Kotaraja?"
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan. seketika juga seng Hwi tertawa
gembira.
"Ha ha ha Kami harus
memberi selamat kepada kalian, kami akan menjamu kalian malam ini"
"Itu tidak usah"
Thio Han Liong menggelengkan kepala.
"Harus." tandas seng
Hwi dan menambahkan, "Kita harus bersulang hingga pagi."
"Kalau tadi aku lupa
bertanya, tentunya malam ini kalian akan tidur berpisah kamar”ujar su Hong sek.
"Itu pasti tidak
menyenangkan kalian. Ya, kan?"
"su Pang cu...."
Wajah Thio Han Liong bertambah merah.
"Han Liong" su Hong
sek tersenyum.
"Setelah engkau mengajak
An Lok Kong cuculang ke pulau Hong Hoang To, apakah kalian masih mau mencampuri
urusan rimba persilatan?"
"Tidak mau." Thio
Han Liong menggelengkan kepala. "Kami ingin hidup tenang, damai dan
bahagia di sana." "oooh" su Hong sek manggut-manggut. "Tapi
jangan lupa berkunjung ke mari"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
Malam harinya, seng Hwi dan su
Hong sek menjamu
mereka, bersantap dan
bersulang sambil tertawa gembira.
"Han Liong," tanya
su Hong sek.
"Kalian ingin punya anak
berapa?"
"Kalau bisa
selusin," sahut Thio Han Liong. "Agar pulau Hong Hoang To tidak
terlalu sepi." "Ha ha ha" seng Hwi tertawa gelak.
"Kasihan An Lok Kong cu
harus melahirkan anak sampai selusin. Bagaimana dia mengurusi anak yang begitu
banyak?"
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong cu menatapnya sambil
tersenyum.
"Engkau sudah mabuk
ya?"
"Adik An Lok" sahut
Thio Han Liong.
"Aku berkata
sesungguhnya, bukan perkataan dalam keadaan mabuk lho"
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong Cu cemberut.
"Engkau jahat ah
Bagaimana mungkin aku melahirkan anak sampai selusin?"
"Mungkin saja,"
sahut Thio Han Liong sambil tertawa.
"Kalau sekali melahirkan
dua anak, bukankah engkau bisa melahirkan anak sampai lusinan?"
Mendengar itu, Seng Hwi dan Su
Hong Sek tertawa geli, sehingga membuat wajah An Lok Kong Cu menjadi memerah
seperti kepiting rebus.
"Kakak Han
Liong...." Mendadak An Lok Kong Cu mencubit
pahanya.
"Aduuuh" jerit Thio
Han Liong kesakitan.
"Rasakan" sahut An
Lok Kong Cu.
"Siapa suruh engkau
menggodaku? Hi hi hi?"
Sementara itu, berlangsung
pula pembicaraan serius di dalam kuil tua di gunung Wu
"Guru, rimba persilatan
pasti gempar, karena kita telah
membunuh ketua Hwa San Pay.
Lalu kenapa kita harus terus diam didalam kuil tua ini?" ujar Tan Beng
Song.
"Engkau memang
goblok" sahut Ban Tok Lo Mo sambil melotot.
"Aku justru menghendaki
pihak Siauw Lim Pay mengundang partai lain ke kuil Siauw Lim. Nah. itu
merupakan
kesempatan bagi kita untuk
menghabiskan mereka di tengah jalan."
"Betul." Tan Beng
Song manggut-manggut.
"Tapi hingga kini Siauw Lim
Pay masih belum mengundang partai lain. Mungkin ketua Siauw Lim Pay tahu akan
rencana Guru."
"Hm" dengus Ban Tok
Lo Mo.
"Keledai gundul itu
cerdik juga. Dia sedang adu siasat dengan kita."
"Guru," usul Tan
Beng song.
"Bagaimana kalau kita
menyerbu Kun Lun Pay atau Go Bi Pay saja?"
"Kenapa engkau
mengusulkan itu?"
"Sebab tidak mungkin kita
menyerbu siauw Lim Pay, Bu Tong Pay maupun Kay Pang."
"Lho? Kenapa?"
"Karena siauw Lim Pay
amat kuat, sedangkan di Bu Tong Pay masih ada Thio sam Hong dan Kay Pang pasti
dibantu Im sie Popo, maka sulit bagi kita membunuh ketua ketua itu."
"Ngmm" Ban Tok Lo Mo
manggut-manggut.
"Ada benarnya juga
perkataanmu barusan itu. Tapi... Kun Lun Pay dan GoBi Pay begitu jauh dari
sini, tidak mungkin kita menyerbu ke sana."
"Lalu apa rencana
Guru?"
"Rencanaku...." Ban
Tok Lo Mo menggeleng-gelengkan
kepala.
"Aku tidak punya rencana.
Bagaimana engkau? Punya suatu rencana bagus?"
"Guru, aku justru sedang
berpikir."
"Pikirlah Tapi... jangan
lama-lama"
"Ya, Guru." Tan Beng
song mengangguk dan terus berpikir hingga keningnya berkerut-kerut, kemudian
bergumam.
"Kalau satu lawan satu,
Guru pasti menang. Tapi apabila mereka mengeroyok. tentunya Guru repot
menghadapi mereka...."
"Hei" bentak Ban Tok
Lo Mo.
"Engkau mengoceh apa?
Kenapa sedang berpikir bisa mengoceh?"
"Guru," sahut Tan
Beng song.
"Jarak dari sini ke
markas Kay pang tidak begitu jauh,bagaimana kalau kita menyerbu Kay Pang
saja?"
"Memang tidak sulk
membunuh su Hong sek dan suaminya, namun... Im sie Popo justru merupakan
halangan besar bagi kita."
"Guru," ujar Tan
Beng song.
"Aku masih sanggup
menghadapi su Hong sek dan suaminya, jadi Guru menghadapi Im sie Popo. Kalau
nenek gila itu sudah dibunuh, tentunya tidak sulit bagi kita membunuh su Hong
sek dan suaminya."
"Benar." Ban Tok Lo
Mo manggut-manggut.
"Aku sanggup membunuh Im
sie Popo. Tapi... bagaimana kalau mendadak muncul bantuan?"
"Maksud Guru muncul jago
lain membantu Kay Pang?"
"Ya."
"Kita mengambil langkah
seribu saja," sahut Tan Beng song.
"Setelah itu, kita
berunding lagi."
"Bagus, bagus Ha ha
ha..." Ban Tok Lo Mo tertawa gelak.
"Memang harus dengan cara
begitu menghadapi mereka, agar mereka kesal dan pusing Ha ha ha..."
"Guru," tanya Tan
Beng song.
"Kapan kita berangkat ke
markas Kay Pang?"
"Besok." sahut Ban
Tok Lo Mo.
"Kita bikin kejutan di
markas Kay Pang, maka partai lain pun akan ikut terkejut Ha ha ha..."
Sudah beberapa hari Thio Han
Liong dan An Lok Kong cu tinggal di markas Kay Pang, namun tiada informasi
mengenai Ban Tok Lo Mo dan muridnya, sehingga membuat Thio Han Liong kesal
sekali.
"Ban Tok Lo Mo dan
muridnya sungguh licik" ujar Thio Han Liong dengan wajah kesal.
"Kita berada di sini
justru sedang menunggu kemunculan mereka, tapi mereka sama sekali tidak ke
mari."
"Kakak Han Liong" An
Lok Keng cu tersenyum.
"Jangan kesal, Ban Tok Lo
Mo dan muridnya memang sengaja bermain gerilya dengan para ketua partai
besar."
"Mungkinkah..." sela
su Hong sek dengan kening berkerut-kerut.
"... mereka tahu kalian
berada di sini?" "Mungkin.." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Maka mereka tidak ke
mari. Aku mencemaskan Kun Lun Pay dan GoBi Pay."
"Jangan-jangan..."
ujar An Lok Kong cu.
"Mereka sudah pergi
menyerbu ke Kun Lun Pay atau GoBi Pay."
"Celaka" seru Thio
Han Liong tak tertahan. "Itu...."
"Tenang, Han Liong"
wajah su Hong sek tampak serius.
"Ketua Kun Lun Pay maupun
ketua GoBi Pay bukan orang bodoh. Aku yakin ke dua ketua itu sudah ada
persiapan untuk menghadapi Ban Tok Lo Mo dan muridnya."
"Mudah-mudahan"
sahut Thio Han Liong, kemudian mendadak teringat sesuatu.
"Oh ya Kami hampir mati
oleh perangkap Tan Beng song." "Apa?" seng Hwi dan su Hong sek
tertegun. "Bagaimana kejadian itu?"
"Ketika kami sedang
kembali ke Kota raja, di tengah jalan kami melihat seorang tua terkapar dan
merintih- rintih...."
Thio Han Liong menutur tentang
itu dan menambahkan.
"Aku yakin orang itu
adalah samaran Tan Beng song, murid Ban Tok Lo Mo."
"oh?" seng Hwi dan
su Hong sek terbelalak.
"Untung kalian kebal
terhadap racun apa pun. Kalau tidak, kalian...."
"Kami pasti sudah mati
terkena racun," ujar Thio Han Liong dan melanjutkan,
"Setelah kejadian itu,
kami melanjutkan perjalanan...."
Thio Han Liong menutur tentang
perangkap itu. seng Hwi dan su Hong sek mendengarkan dengan air muka berubah.
"Haaah?" seng Hwi
menarik nafas dalam-dalam.
"Saudara kecil, untung
engkau melihat rerumputan itu. Kalau tidak. kalian pasti sudah mati
hangus."
"Betul." Thio Han
Liong mengangguk sambil menghela nafas.
"Aku tidak menyangka, Ban
Tok Lo Mo dan muridnya justru turun tangan duluan terhadap kami."
"Han Liong...." su
Hong sek memandang mereka.
"Syukurlah kalian selamat
sungguh licik dan jahat Ban Tok Lo Mo itu Mereka tidak berani bertarung secara
terang-terangan, hanya berani membunuh secara diam-diam, lalu
bersembunyi."
"Itu merupakan
taktiknya." ujar seng Hwi. "Oleh karena itu, kita harus
berhati-hati." "Ng" Thio Han Liong mengangguk.
Malam harinya, Thio Han Liong
dan An Lok Keng Cu berunding di dalam kamar dengan serius sekali.
"Adik An Lok, sudah
beberapa hari kita tinggal di sini, tapi...
Ban Tok Lo Mo dan muridnya
tidak muncul. Aku khawatir...."
"Mereka pergi menyerbu Bu
Tong Pay?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Kalau begitu...."
ujar An Lok Keng cu mengusulkan.
"Alangkah baiknya kita
segera berangkat ke gunung Bu Tong."
"Aku memang berpikir
demikian, sebab... sucouw sudah begitu tua, bagaimana mungkin menghadapi Ban
Tok Lo Mo?"
"Kakak Han Liong, kita
berangkat esok pagi saja"
"Baik,"
Keesokan harinya, Thio Han
Liong dan An Lok Keng cu berpamit kepada seng Hwi serta su Hong sek. lalu
meninggalkan markas Kay Pang menuju gunung Bu Tong.
Mereka berdua melakukan
perjalanan dengan tergesa-gesa, agar selekasnya tiba di Bu Tong Pay.