Bab 70 Ketua Hwa san Pay Dan Ketua Khong Tong Pay Tewas
Di dalam kuil tua yang
terletak di gunung Wu san, tampak Ban Tok Lo Mo clan muridnya sedang
bercakap-cakap dengan serius sekali.
"Engkau memang tidak
becus" caci Ban Tok LoMo.
"Racun yang begitu ganas
tidak membinasakan Thio Han Liong dan kekasihnya itu, bahkan mereka dapat
meloloskan diri dari perangkap itu Cara bagaimana engkau mengatur perangkap
itu? Dasar goblok"
"Guru" Tan Beng song
menundukkan kepala.
"Mereka berdua kebal
terhadap racun. cara bagaimana mereka berdua bisa lolos dari perangkap itu, aku
pun tidak habis pikir."
"Eng kau memang gobLok,
Ban Tok Lo Mo menudingnya.
"Sudah berusia setengah
abad, tapi tak punya otak sama sekali"
"Guru, aku justru terus
berpikir...."
"Berpikir apa?"
"Kita tidak perlu
mengusik Thio Han Liong dan kekasihnya, lebih baik kita menyorot ke arah tujuh
partai besar itu."
"Tapi...." Ban Tok
Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala.
"Thio Han Liong dan
kekasihnya justru merupakan halangan bagi kita. Kalau kita tidak turun tangan
lebih dulu
membunuh mereka, niscaya
mereka akan menghalang-halangi rencana kita."
"Guru, kini mereka sudah
kembali ke Kota raja. Kemungkinan besar mereka tidak mau mencampuri urusan
rimba persilatan lagi."
"Oh?" Ban Tok Lo Mo mengerutkan
kening.
"Itu bagaimana
mungkin?"
"Guru," ujar Tan
Beng song sambil tersenyum.
"Kalau kita tidak
mengganggu Bu Tong Pay, mereka pasti tidak akan mengusik kita."
"Ngmm" Ban Tok Lo Mo
manggut-manggut.
"Ternyata engkau punya
otak juga, tidak salah perkataanmu barusan. Lalu apa tindakan kita? Apakah
engkau mempunyai ide?"
"Bukankah Guru ingin jadi
jago yang tanpa tanding?"
"Betul."
"Karena itu, kita harus
membunuh beberapa ketua partai besar," ujar Tan Beng song dan menambahkan,
"Selama ini kita cuma
membunuh para muridnya, kini kita harus membunuh ketua partai. Itu pasti
menggemparkan dunia persilatan, dan sudah barang tentu nama Guru akan
membumbung tinggi."
"Kalau begitu..,"
tanya Ban Tok Lo Mo.
"Kita harus turun tangan
terhadap partai mana?"
"Hwa san pay dan Khong
Tong pay," sahut Tan Beng song memberitahukan.
"Kedua partai itu agak
lemah, gampang bagi Guru membunuh ketuanya."
"Tidak salah." Ban
Tok Lo Mo manggut-manggut. "setelah itu apa yang akan kita lakukan
selanjutnya?" "Itu adalah urusan nanti, maka dibicarakan nanti
saja." "Ha ha ha" Ban Tok lo Mo tertawa gelak.
"Baik, mari kita
berangkat ke Hwa san Pay Ha ha ha..."
Hari itu ketua Hwa san Pay
bercakap-cakap dengan beberapa murid handalnya di ruang depan. Ternyata mereka
sedang membicarakan situasi dunia persilatan.
"Ban Tok Lo Mo dan
muridnya itu sungguh memusingkan kaum rimba persilatan golongan putih,"
ujar salah seorang murid.
"Setelah membunuh, mereka
berdua menghilang entah ke mana."
"Aaaah..." Ketua Hwa
san Pay menghela nafas panjang.
"Aku justru merasa heran,
kenapa siauw Lim Pay diam saja?"
"Siauw Lim Pay memang
tidak bisa bertindak, sebab Ban Tok Lo Mo dan muridnya bermain kucing-kucingan
dengan tujuh partai besar. Kalau pun pihak siauw Lim Pay mengundang para ketua
partai untuk berunding, itu pun percuma," ujar murid tertua sambil
menggeleng gelengkan kepala.
"Sebab Ban Tok Lo Mo dan
muridnya tidak akan muncul menantang. Mungkin karena itu maka pihak Siauw Lim
Pay diam saja."
"Itu memang masuk
akal." Ketua Hwa sanpay manggut-manggut.
"Selama ini Ban Tok Lo Mo
dan muridnya tidak pernah menantang partai yang manapun, hanya membunuh secara
diam-diam."
"Tapi biar bagaimanapun,
kita harus bersiap-siap." ujar murid tertua sambil mengerutkan kening.
"Aku khawatir
sewaktu-waktu Ban Tok Lo Mo dan muridnya akan menyerbu kita."
Bagian 36
"Benar." Ketua Hwa
San mengangguk perlahan.
"Kita semua harus
bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan, tidak boleh lengah sama
sekali."
"Guru" Murid kedua
memberitahukan. "Belum lama ini, dalam rimba persilatan telah muncul
seorang pendekar wanita yang cantik jelita, yang ke mana-mana pasti pakai tandu
digotong empat lelaki kekar. Dia setalu membunuh para penjahat, sehingga para
penjahat amat takut kepadanya."
"oh? Siapa pendekar
wanita itu?"
"Tiada seorang rimba
persilatan mengetahui namanya, hanya tahu julukannya saja."
Murid kedua melanjutkan.
"Julukannya adalah Lian Hoa Nio cu."
"Lian Hoa Nio cu?"
Ketua Hwa San tercengang.
"Aku kok belum pernah
mendengarnya?"
"Dia baru muncul di rimba
persilatan, maka Guru tidak pernah mendengar julukannya"
"Bagaimana ilmu
silatnya?" Tinggi sekali."
"Lian Hoa Nio cu itu
berasal dari perguruan mana?"
"Tidak tahu."
"Heran?" gumam Ketua
Hiwa San Pay. "Mungkinkah dia bukan berasal dari Tionggoan?"
"Maksud Guru Lian Hoa Nio
cu berasal dari Kwan Gwa (Luar perbatasan)?" tanya murid tertua.
"Ya." Ketua Hwa San
Pay manggut-manggut.
"Seperti halnya Ban Tok
Lo Mo dan muridnya, bukankah kita juga tidak tahu asal usul mereka?"
"oh ya" Murid kedua
memberitahukan.
"Dengar-dengar Lian Hoa
Nio Cu sedang mencari Ban Tok Lo Mo dan muridnya."
"oh?" ketua Hwa San
Pay tersentak.
"Mau apa Lian Hoa Nio Cu
mencari mereka?"
"Kalau tidak salah, Lian
Hoa Nio Cu ingin membasmi Ban Tok Lo Mo dan muridnya."
"oooh" Ketua Hwa San
Pay menarik nafas lega.
"Pantas Ban Tok Lo Mo dan
muridnya terus bersembunyi, ternyata mereka takut kepada Lian Hoa Nio
Cu...."
"He he he He he
he..." Mendadak terdengar suara tawa yang menyeramkan, kemudian melayang
turun dua sosok bayangan manusia.
"Siapa kalian?"
bentak ketua Hwa San Pay.
"Ban Tok Lo Mo"
terdengar suara sahutan.
"Tidak salah." Yang
melayang turun itu adalah Ban Tok Lo Mo dan muridnya, dan kini mereka berdiri
di tengah-tengah ruang itu. "Ban Tok Lo Mo?" Betapa terkejutnya ketua
Hwa San Pay.
"Ha ha ha" Ban Tok
Lo Mo tertawa gelak.
"Tak disangka kalian
sedang membicarakan kami, kebetulan kami ke mari"
"Mau apa kalian ke
mari?" tanya ketua Hwa San Pay dingin.
"Mau membunuhmu dan
membantai para muridmu," sahut Ban Tok Lo Mo sambil tertawa terkekeh.
"He he he..."
"Ban Tok Lo Mo, kami Hwa
San Pay tidak pernah bermusuhan dengan kalian Kenapa kalian...."
Belum juga usai ketua Hwa San
Pay berbicara, Tan Beng song sudah mulai membantai beberapa murid Hwa San Pay
yang berdiri di situ..
"Aaaakh Aaaakh..."
Terdengar suara jeritan yang menyayat hati. Ternyata mereka terkena ilmu
pukulan beracun.
"Ha ha ha" Tan Beng
song tertawa gelak.
Beberapa murid handal Hwa San
Pay langsung menyerang Tan Beng song, sedangkan ketua Hwa San Pay mulai
mendekati Ban Tok Lo Mo dengan pedang terhunus.
"He he he" Ban Tok
Lo Mo tertawa terkekeh-kekeh. "Ketua Hwa San Pay, ajalmu telah tiba hari
ini"
"Lihat serangan"
bentak ketua Hwa San Pay sambil menyerang.
Hwa San Pay memang terkenal
ilmu pedangnya, maka ketua Hwa San Pay menyerang Ban Tok Lo Mo dengan pedang.
Akan tetapi, dengan gampang sekali si iblis Tua itu mengelak. lalu balas
menyerang dengan ilmu pukulan beracun.
Ketua Hwa San Pay berkelit ke
sana ke mari. sesekali ia pun balas menyerang dengan jurus jurus andalannya.
Cepat
sekali puluhan jurus telah
berlalu, ketua Hwa San Pay mulai berada di bawah angin.
Sementara beberapa murid
handal Hwa San Pay pun telah binasa. Tan Beng song tertawa puas dan itu sungguh
mengejutkan ketua Hwa San Pay. oleh karena itu, ia menjadi nekad menyerang Ban
Tok Lo Mo.
"Hehehe"Ban Tok Lo
Mo tertawa, kemudian menyerangnya bertubi-tubi dengan ilmu pukulan Ban Tok
Ciang (Ilmu Pukulan selaksa Racun)
"Aaaakh..."
Terdengar suara jeritan ketua Hwa San Pay, ternyata dadanya telah terkena ilmu
pukulan beracun, dan tak lama kemudian nyawanya pun melayang.
"He he he" Ban Tok
Lo Mo tertawa terkekeh- kekeh. "Muridku, mari kita pergi"
"Ya, Guru" sahut Tan
Beng song. Mereka berdua lalu melesat pergi, sayup-sayup masih terdengar suara
tawa mereka. Ketua Hwa San Pay telah tewas, itu merupakan kejadian yang amat
tragis sekali. Namun, tentang kejadian itu belum tersiar dalam rimba
persilatan.
Ketua Khong Tong Pay termenung
di ruang depan. Beberapa muridnya juga duduk di situ, tapi tiada seorang pun
berani bersuara. Lama sekali barulah ketua Khong Tong Pay itu menghela nafas,
kemudian berkata.
"Kelihatannya situasi
rimba persilatan semakin gawat. sudah banyak kaum rimba persilatan golongan
putih dibunuh oleh Ban Tok Lo Mo dan muridnya. Kita harus berhati-hati.
sewaktu-waktu mereka berdua akan menyerbu ke mari."
"Guru" Murid tertua
memberitahukan.
"Belum lama ini dalam
rimba persilatan telah muncul
seorang pendekar wanita, yang
berjuluk Lian Hoa Nio Cu." "oh?" Ketua Khong Tong Pay tertegun.
"Pendekar wanita itu
berasal dari pintu perguruan mana?"
"Entahlah. Tiada seorang
rimba persilatan mengetahuinya. Melihat dandanannya yang agak aneh, mungkin
berasal dari luar Tionggoan. Lian Hoa Nio Cu duduk di dalam tandu yang digotong
empat lelaki kekar. Pendekar wanita itu selalu membunuh para penjahat."
"Syukurlah" ucap
ketua Khong Tong Pay dan melanjutkan. "Yang mengherankan adalah Ban Tok Lo
Mo dan muridnya. setelah membunuh, mereka menghilang entah ke mana."
"Guru, kenapa siauw Lim
Pay tinggal diam?" "Siauw Lim Pay?" dengus ketua Khong Tong Pay.
"Kong Bun Hong Tio, ketua
siauw Lim Pay itu merasa partainya di atas partai lain, maka tampak angkuh dan
selalu ingin memimpin."
"Ketua siauw Lim Pay
menghendaki ketua partai lain ke siauw Lim Pay tanpa diundang, itu seakan ketua
partai lain bermohon kepada siauw Lim Pay Huh siauw Lim Pay...."
"Kenapa Guru kelihatan
begitu membenci siauw Lim Pay?"
"Hingga kini Tiga Tetua
siauw Lim Pay masih hidup, itu membuat siauw Lim Pay semakin angkuh."
Tapi ini menyangkut
keselamatan rimba persilatan, maka alangkah baiknya Guru berunding dengan ketua
siauw Lim Pay."
"Kalau siauw Lim Pay
tidak mau mengundang, aku tidak akan ke sana," sahut ketua Khong Tong Pay.
"Bu Tong Pay pun sok
tinggi, padahal Thio sam Hong dulunya cuma seorang kacung di siauw Lim sie, dia
berguru kepada Kak Wan Taysu. setelah mendirikan Bu Tong Pay, Thio sam Hong pun
mulai bertingkah. Padahal Thio Cui san murid kelimanya kawin dengan In soso,
yang berasal dari Mo Kauw.
sedangkan Kim Mo Say ong
mencuri sebuah kitab pusaka milik partai kita. Kim Mo say ong adalah saudara
angkat Thio Cui San."
"Guru...."
Murid-muridnya terperangah dan tidak mengerti,
kenapa hari ini guru mereka
marah-marah kepada siauw Lim Pay dan Bu Tong Pay? Apakah ada sesuatu terganjet
dalam hati ketua Khong Tong Pay itu? Di saat bersamaan, mendadak terdengar
suara tawa yang menyeramkan, lalu berkelebat dua sosok bayangan ke ruang itu.
"He he he Bagus Bagus,
engkau mencaci siauw Lim Pay dan Bu Tong pay Aku senang sekali
mendengarnya"
"Siapa kalian?"
bentak ketua Khong Tong Pay.
"Ban Tok Lo Mo"
Tampak dua orang berdiri di situ, yang ternyata Ban Tok Lo Mo dan muridnya.
"Hah?" Bukan main
terkejutnya ketua Khong Tong Pay. "Mau apa kalian ke mari?"
" Ketua Khong Tong"
sahut Ban Tok Lo Mo.
"Sebab ajalmu telah tiba
hari ini, maka kami ke mari" "Ban Tok Lo Mo" Betapa gusarnya
ketua Khong Tong Pay. "Baik, mari kita bertarung"
"Hehehe"Ban Tok Lo
Mo tertawa terkekeh-kekeh.
"Muridku, bunuhlah murid-muridnya"
"Ya, Guru." Tan Beng
song mulai menyerang para murid Khong Tong Pay. Ketua Khong Tong Pay pun mulai
menyerang Ban Tok Lo Mo dengan sengit sekali.
Ban Tok Lo Mo menyambut
serangan-serangannya sambil tertawa, lalu balas menyerang dengan ilmu pukulan
Ban Tok Ciang. Puluhan jurus kemudian, terdengar suara jeritan yang menyayat
hati, yaitu suara jeritan ketua Khong Tong Pay.
Ternyata dadanya terkena ilmu
pukulan beracun, dan tak lama kemudian nyawanya pun melayang.
"He he he" Ban Tok
Lo Mo tertawa terkekeh-kekeh. "Muridku, mari kita pergi"
"Ya, Guru" Tan Beng
Song mengangguk, lalu melesat pergi mengikuti Ban Tok Lo Mo yang masih tertawa
terkekeh-kekeh.
Tujuh delapan hari kemudian,
gemparlah rimba persilatan atas kematian ketua hwa San Pay dan ketua Khong Tong
Pay. Berita tersebut juga sudah masuk ke telinga para ketua partai lain.
"Omitohud..." ucap
Kong Bung Hong Tio, lalu menghela nafas panjang.
"Tak disangka kedua ketua
itu binasa begitu mengenaskan."
"Suheng" Kong Ti
Seng Ceng menggeleng-gelengkan kepala.
"Kita harus bertanggung
jawab tentang itu."
"Aku tahu maksudmu, tapi
ketika itu kita tidak bisa bertindak apa-apa. Sebab Ban Tok Lo Mo dan muridnya
bermain gerilya dengan semua partai. Setelah membunuh, mereka berdua lalu
bersembunyi.Jadi sulit bagi kita untuk bertindak terhadap mereka. Ban Tok LO Mo
sungguh licik. Dia tidak mau secara terang-terangan menantang kita, melainkan
menggunakan siasat busuk."
"Suheng...." Kong Ti
Seng Ceng menghela nafas panjang.
"Perlukah kejadian itu kita
laporkan kepada ketiga paman guru?"
"Sutee" Kong Bun
Hong Tio menggeleng-gelengkan kepala.
"Ketiga paman guru sudah
tua sekali, maka mereka jangan kita ganggu."
"Suheng" Kong TiSeng
Ceng mengerutkan kening.
"Bagaimana kalau Ban Tok
Lo Mo dan muridnya datang ke mari?"
"Omitohud" sahut
Kong Bun Hong Tio.
"Kita terpaksa harus
mengerahkan kekuatan Lo Han Tong dan Tat Mo Tong untuk mengeroyok Ban Tok Lo Mo
dan muridnya itu."
"Bagaimana kalau kita
mengundang para ketua lain untuk berunding?" tanya Kong Ti seng ceng.
"Itu malah akan
mencelakai mereka," sahut Kong Bun Hong Tio sambil menggeleng-gelengkan
kepala.
"Ban Tok Lo Mo dan
muridnya pasti akan mencegat mereka di tengah jalan, dan itu sungguh berbahaya
sekali."
"Kalau begitu, kita dan
partai lain cuma menunggu kemunculan Ban Tok Lo Mo dan muridnya?"
"Ya." Kong Bun Hong
Ho manggut-manggut
"Hanya jalan itu yang
dapat kita tempuh, karena tiada jalan lain lagi."
"suheng, menurut
dugaanku," Kong Ti seng Ceng mengemukakan pendapatnya.
"Ban Tok Lo Mo dan
muridnya masih tidak berani menyerbu kita maupun Bu Tong Pay."
" Kenapa?" tanya
Kong Bun Hong Tio.
"Ban Tok Lo Mo dan
muridnya pasti tahu kekuatan siauw Lim Pay kita, sedangkan bU Tong Pay masih
ada Thio sam Hong. Itu akan membuat Ban Tok Lo Mo dan muridnya merasa
segan"
"Omitohud" Kong Bun
Hong Tio manggut-manggut.
"Jadi kini yang dalam
bahaya adalah Go Bi Pay, Kun Lun Pay dan Kay Pang...."
Pembicaraan seperti itu juga
terjadi dipartai lain. Para ketua mengambil keputusan untuk diam di tempat guna
menghadapi Ban Tok Lo Mo dan muridnya. Begitu pula di Bu Tong Pay Jie Lian ciu
dan lainnya duduk di ruang dalam.
"Tak disangka kedua ketua
itu binasa di tangan Ban Tok Lo Mo," ujar Jie Lian ciu sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Ban Tok Lo Mo itu memang
licik sekali." Wajah song wan Kiauw penuh kegusaran.
"Kini entah giliran
partai mana?"
"Kini yang dalam bahaya
adalah Kun Lun Pay dan Go Bi Pay," sahut Jie Lian ciu.
"Kenapa engkau berkata
begitu?" song wan Kiauw heran.
"Ban Tok Lo Mo dan muridnya
tentu tidak berani menyerang siauw Lim Pay, Kay Pang maupun kita. sebab siauw
Lim Pay amat kuat, sedangkan Kay Pang pasti dibantu Im sie Popo. Jie Lian ciu
menjelaskan.
"oooh" song Wan
Kiauw manggut-manggut.
"Mereka berdua pun tidak
akan berani ke mari, karena guru masih hidup,"
"Betul." Jie Lian
ciu mengangguk.
"Kepandaian Ban Tok Lo Mo
itu memang tinggi sekali. Entah kita berempat mampu melawannya apa tidak?"
"Apabila Ban Tok Lo Mo
dan muridnya muncul di sini, aku yakin guru pasti muncul pula," sahut song
wan Kiauw.
"Sebab guru memiliki
perasaan yang kuat sekali."
"Benar." Jie Lian
ciu manggut-manggut, kemudian menghela nafas panjang.
"Kini entah berada di
mana Thio Han Liong dan An Lok Keng cu?"
"Mungkin mereka sudah
kembali ke Kota raja untuk menikah," sahut song wan Kiauw.
"Mudah-mudahan
begitu" ucap Jie Lian ciu.
"Lebih baik mereka tidak
mencampuri urusan rimba persilatan lagi, hidup tenang dan bahagia di Pulau Hong
Hoang To."
"Ng" song Wan Kiauw
manggut-manggut. "Memang lebih baik begitu."
"Ha ha ha Ha ha
ha..." Ban Tok Lo Mo terus tertawa terbahak-bahak ketika kembali ke gunung
Wu san.
"Kini rimba persilatan
pasti sudah menjadi gempar" "Betul, Guru," sahut Tan Beng song.
"Ketua Hwa San Pay dan
ketua Khong Tong Pay telah binasa di tangan Guru, itu pasti amat menggemparkan
rimba persilatan."
"He he he Kita
beristirahat lagi, biar partai lain jadi kebingungan karena kita menghilang
tanpa meninggalkan jejak."
"Guru," ujar Tan
Beng song.
Kapan kita akan menyerang
siauw Lim Pay?"
"Akan kita bicarakan
nanti," sahut Ban Tok Lo Mo dan menambahkan.
"Setelah kita
menghabiskan siauw Lim Pay, barulah bisa menjadi jago tanpa tanding di kolong
langit."
"Betul Guru." Tan
Beng song mengangguk.
"Siauw Lim Pay merupakan
partai yang paling kuat di Tionggoan, juga disebut sebagai gudang ilmu silat.
Kalau Guru berhasil membunuh ketua siauw Lim Pay, tentunya kita akan memperoleh
semua kitab pusaka yang tersimpan di dalam kuil siauw Lim sic."
"Hahaha"Ban Tok Lo
Mo tertawa.
"Setelah kita acak-acak
rimba persilatan Tionggoan, barulah kita pulang ke pulau Ban Tok To"
"Ya, Guru." Tan Beng
song mengangguk. dan tiba-tiba teringat sesuatu.
"oh ya, Guru...."
"Ada apa?"
"Kalau tidak salah, Lian
Hoa Nio Cu sedang mencari kita."
"Mau apa dia mencari kita?"
"Dengar- dengar pendekar
wanita itu berniat membasmi kita."
"oh?" Kening Ban Tok
Lo Mo berkerut.
"Hmm Kalau aku bertemu
dia, pasti kupermak dia menjadi sebuah tengkorak"
"Lian Hoa Nio Cu amat
cantik, kalau dijadikan sebuah tengkorak. sungguh sayang sekali. Lebih baik
kita jadikan dia boneka."
"Hehehe"Ban Tok Lo
Mo tertawa terkekeh-kekeh. "Aku sudah tua sekali, tiada nafsu birahi
lagi." "Kalau begitu...." Tan Beng song tersenyum.
"Kalau Guru berhasil
menangkapnya, berikan padaku saja"
"Engkau memang
goblok" bentak Ban Tok Lo Mo.
"Kepandaiannya begitu
tinggi bagaimana mungkin aku menangkapnya?"
"Guru," bisik Tan
Beng song. "Pergunakan racun agar dia pingsan" "Tapi...,"
ujarkan Tok Lo Mo.
"Harus lihat bagaimana
situasi. Kalau perlu aku akan membunuhnya . "
"Guru...."
"Diam" bentak Ban
Tok Lo Mo.
"Usiamu sudah setengah
abad, tapi masih memikirkan wanita. Kalau tak tahan, carilah wanita lain"
"Wanita lain tidak
cantik, lagipula bagaimana mungkin wanita lain akan suka padaku?"
"Goblok engkau" Ban
Tok Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala.
"Di setiap kota pasti
terdapat rumah bordil. Bukankah engkau bisa ke sana mencari wanita
cantik?"
"Tapi... aku tidak punya
uang."
"Bukankah engkau bisa
mencuri?"
"Guru...." Tan Beng
song menggeleng-gelengkan kemala.
"Lebih baik pulang ke
gunung Wu san."
"Engkau takut bertemu
musuh bukan?" tanya Ban Tok Lo Mo sambil tertawa.
"Takut sih tidak, hanya
saja... aku ingin beristirahat di kuil tua itu. Di sana kita bisa makan
sepuas-puasnya."
"Engkau memang
malas" Ban Tok Lo Mo melotot.
"Ayoh, agar cepat tiba di
gunung Wu san, kita harus menggunakan ilmu meringankan tubuh"
"Baik." Tan Beng
song mengangguk.
Mereka segera melesat pergi
menggunakan ginkang, dan keesokan harinya tibalah di gunung Wu san dan langsung
menuju kuil tua itu.