Bab 66 Pak Hong Terluka
Di dalam sebuah kuil tua yang
terletak di gunung Wu san, tampak seorang tua renta duduk bersila dengan mata
terpejam, di hadapannya duduk lelaki berusia lima puluhan. siapa mereka berdua
itu? Ternyata adalah Ban Tok Lo Mo dan Tan Beng song, muridnya.
Lama sekali barulah orangtua
renta itu membuka matanya, ditatapnya Tan Beng song dengan tajam sekali.
"suhu...."
"Aaaah..." Ban Tok
Lo Mo menghela nafas panjang.
"Tak kusangka Tong
sianjin itu berkepandaian begitu tinggi, bahkan kebal terhadap racun."
"Suhu," ujar Tan
Beng song.
"Kenapa suhu tidak mau
membunuhnya?"
"Kami cuma bertanding
sepuluh jurus, kenapa aku harus membunuhnya?" sahut Ban Tok Lo Mo.
"Lagipula dia kebal
terhadap racun, maka tidak gampang membunuhnya."
"Lalu apa rencana suhu
sekarang?"
"Aku justru sedang
memikirkan itu. Engkau masih punya suatu ide?"
"Kemarin suhu melukai Pak
Hong, maka kaum rimba persilatan pasti tahu akan keberadaan kita di Tionggoan
oleh karena itu...." Tan Beng song melanjutkan.
"Kita harus segera
bertindak agar para ketua partai itu tidak bergabung melawan kita."
"Maksudmu?"
"Kita turun tangan lebih
dulu terhadap para ketua." "Ngmmm" Ban Tok Lo Mo
manggut-manggut.
"Menurutmu, kita harus
turun tangan dulu terhadap ketua mana?"
"Ketua Hwa san dan Khong
Tong dulu, setelah itu barulah ketua Kun Lun, GoBi dan lainnya."
"Bagus" Ban Tok Lo
Mo tertawa gelak.
"Ha ha ha Dengan cara
demikian, maka para ketua itu tidak akan dapat bergabung"
"Kalau suhu sudah
membunuh para ketua itu, tentu suhu menjadi jago tanpa tanding di kolong
langit."
"Betul" Ban Tok Lo
Mo tertawa terbahak-bahaki
"Ha ha ha Tujuh delapan
tahun yang lampau, aku pernah dihina oleh kaum rimba persilatan Tionggoan, kini
sudah waktunya aku mencuci bersih penghinaan itu Ha ha ha..."
"Kenapa pada waktu itu
kaum rimba persilatan Tionggoan menghina suhu?" tanya Tan Beng song.
"Karena kepandaianku
masih belum begitu tinggi, maka mereka menghinaku yang ingin menjagoi rimba
persilatan Tionggoan." Ban Tok Lo Mo memberitahukan.
"Karena itu, aku pulang
ke pulau Ban Tok To dan berlatih terus-menerus...."
"oooh" Tan Beng song
manggut-manggut.
"oh ya, aku justru tidak
habis pikir tentang Tong Hai sianjin. Bagaimana dia bisa kebal terhadap
racun?"
"Akupun tidak
mengerti." Ban Tok Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala.
"Mungkin dia memiliki
semacam ilmu yang dapat memunahkan racunku."
"Itu bagaimana
mungkin?" Tan Beng song meng-geleng-gelengkan kepala.
"Ilmu pukulan suhu amat
beracun, siapa yang terkena ilmu pukulan suhu, pasti tidak tertolong. Tapi...
Tong Hai sianjin itu"
"Kepandaiannya memang
sudah tinggi sekali." Ban Tok Lo Mo menghela nafas panjang.
"sayang tidak dapat
kukalahkan dia dalam sepuluh jurus. Kalau aku berhasil mengalahkannya, dia dan
para anak buahnya pasti di bawah perintahku."
"suhu...." Tan Beng
song menatapnya.
"siauw Lim Pay amat
terkenal, apakah kepandaian suhu dapat mengalahkan mereka?"
"Kong Bun dan Kong Ti
masih bukan tandinganku, namun yang kusegani adalah Thio sam Hong, cikat bakal
Bu Tong Pay itu."
"suhu tidak sanggup
mengalahkan Thio sam Hong?"
"Biar bagaimana pun aku
harus menghormatinya. Lagipula belum tentu aku sanggup mengalahkannya. oleh
karena itu, kita tidak boleh membunuh ketua Bu Tong Pay itu."
"suhu...." Tan Beng
song tercengang.
"cukup melukainya
saja," ujar Ban Tok Lo Mo.
"oh ya Benarkah Thio Han
Liong punya hubungan dengan Bu Tong Pay?"
"Kalau tidak salah
kakeknya adalah murid Thio sam Hong," jawab Tan Beng song memberitahukan.
"suhu, kepandaian Thio
Han Liong sudah sulit diukur berapa tinggi...."
"oh?" Ban Tok Lo-Mo
mengerutkan kening.
"Kalau aku bertemu dia,
pasti kubunuh"
"Suhu," tanya Tan
Beng song.
"Kira-kira kapan kita
akan mulai membunuh ketua Hwa san Pay dan Khong Tong Pay?"
"Kapan aku mau membunuh
mereka, aku pasti memberitahukanmu," sahut Ban Tok Lo Mo.
"Jadi engkau tidak usah
banyak bertanya."
"Ya, suhu." Tan Beng
song mengangguk.
Dengan adanya pembicaraan itu,
maka tidak lama lagi rimba persilatan akan timbul suatu petaka.
Bagian 34
Thio Han Liong dan An Lok Kong
Cu terus melakukan perjalanan kembali ke Kotaraja. Wajah gadis itu tampak cerah
ceria. Maklum mereka berdua kembali ke Kotaraja untuk menikah tentunya amat
menggirangkan gadis itu.
Malam ini Thio Han Liong dan
An Lok Kong Cu menginap di sebuah penginapan. Mereka bercakap-cakap di dalam
kamar.
"Kakak Han Liong,
perlukah kita mengundang para pejabat tinggi di istana?" tanya An Lok Kong
Cu mendadak.
"Itu terserah engkau
saja," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Tapi jangan
menyelenggarakan pesta besar, cukup kita-kita saja."
"Pasti kuberitahukan
kepada ayah." An Lok Kong Cu tersenyum manis.
"Oh ya, Kakak Han Uong,
mungkinkah Ban Tok Lo Mo dan muridnya telah kembali ke pulau Ban Tok To?"
"Entahlah." Thio Han
Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Mudah-mudahan mereka
sudah kembali ke sana"
"Han Liong...."
Ketika An Lok Kong Cu ingin mengatakan
sesuatu, mendadak terdengar
suara rintihan di kamar sebelah.
Suara itu membuat mereka
berdua saling memandang.
"Sepertinya suara
rintihan orang terluka," ujar Thio Han Liong sambil mengerutkan kening.
"Entah siapa yang terluka
itu?"
"Bagaimana kalau kita
melihat sebentar?" tanya An Lok Kong Cu.
"Jangan" Thio Han
Liong menggelengkan kepala. "Sebab kita belum tahu siapa orang itu. Lebih
baik jangan menimbulkan suatu urusan."
An Lok Keng Cu mengangguk. Di
saat bersamaan terdengar suara ketukan pintu kamar, maka Thio Han Liong segera
bertanya.
"Siapa?"
"Pelayan" Terdengar
suara sahutan di luar.
"Mengantar teh
wangi"
"Masuklah" ujar Thio
Han Liong.
"Pintu kamar tidak di
kunci."
Pintu kamar terbuka. Tampak
seorang pelayan masuk ke dalam kamar itu membawa teh wangi, lalu ditaruh di
atas meja.
"Pelayan" panggil
Thio Han Liong.
"Ya, Tuan." sahut
pelayan. "Tuan mau pesan apa?"
"Tahukah engkau siapa yang
merintih- rintih di kamar sebelah?" tanya Thio Han Liong.
"Seorangtua."
Pelayan memberitahukan.
"Sudah beberapa hari dia
terbaring di tempat tidur."
"Dia tidak memanggil
tabib?"
"Semua tabib di kota ini
sudah diundang, tapi tidak mampu mengobatinya. sebab orang tua itu terkena
racun."
"Oh?" Thio Han Liong
mengerutkan kening. "Terima kasih." ucapnya.
Pelayan itu meninggalkan kamar
tersebut. Kemudian Thio Han Liong memandang An Lok Kong cu seraya berkata,
"Adik An Lok, mari kita
ke kamar sebelah menjenguk orangtua itu"
"Baik." An Lok Kong
cu mengangguk,
Mereka berdua segera ke kamar
sebelah. Thio Han Liong mengetuk pintu kamar itu, tapi tiada sahutan hanya
terdengar suara rintihan. Perlahan-lahan Thio Han Liong mendorong pintu kamar
itu, kemudian bersama An Lok Kong cu berjalan ke dalam.
Tampak seorang tua berbaring
di tempat tidur. Begitu melihat orangtua tersebut, terkejutlah Thio Han Liong,
karena orangtua itu adalah Pak Hong (si Gila Dari Utara).
"Locianpwee..."
panggil Thio Han Liong.
Pak Hong membuka matanya.
Ketika melihat Thio Han Liong, wajahnya tampak agak berseri.
"Han Liong..."
katanya lemah.
Thio Han Liong segera
memeriksanya, kemudian menarik nafas lega seraya berkata,
"Masih dapat
ditolong." "Syukurlah" ucap An Lok Keng cu.
Thio Han Liong mengeluarkan
sebutir obat pemunah racun, lalu dimasukkan ke mulut Pak Hong.
Berselang beberapa saat, wajah
Pak Hong mulai tampak segar, bahkan setelah itu ia pun bangun duduk.
"Terima kasih, Han
Liong," ucapnya. " Engkau telah menyelamatkan nyawaku."
"Jangan berkata begitu,
Locianpwee" Thio Han Liong tersenyum.
"oh ya, siapa yang
melukai Locianpwee?"
"Aaah..." Pak Hong
menghela nafas panjang. "Ban Tok Lo Mo."
"Haah?" Thio Han
Liong dan An Lok Kong cu tersentak. "Ban Tok Lo Mo?"
"Ya." Pak Hong
mengangguk. "Dia adalah guru Tan Beng song...."
"Ternyata Ban Tok Lo Mo
dan muridnya tidak pulang ke pulau Ban Tok To, melainkan masih berada di
Tionggoan." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Han Liong" Pak Hong
memberitahukan.
"Ban Tok Lo Mo sungguh
licik, kepandaiannya pun amat tinggi sekali terutama ilmu pukulan beracunnya.
Kalau aku tidak cepat-cepat kabur, aku pasti mati."
"Locianpwee terkena ilmu
pukulan beracunnya?"
"Kalau aku terkena ilmu
pukulan beracunnya, aku pasti sudah terkapar menjadi mayat." Pak Hong
menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku cuma terkena hawa
ilmu pukulan itu."
"Oh?" Thio Han Liong
mengerutkan kening. "Pantas Locianpwee dapat bertahan sampai
sekarang."
"Aaah..." Pak Hong
menghela nafas panjang.
"Dia memiliki ilmu
pukulan Ban Tok Ciang yang amat beracun. Kalau engkau menghadapinya, haruslah
berhati-hati."
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Oh ya" Pak Hong
menatapnya seraya bertanya, "Kenapa engkau berada di kota ini?"
"Kami sedang menuju ke
Kotaraja." Thio Han Liong memberitahukan.
"Kami dari gunung Bu
Tong."
"Oooh" Pak Hong
manggut-manggut sambil tersenyum. "Han Liong, gadis ini pasti An Lok Kong
cu tunanganmu. Ya, kan?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"oh ya" tanya Pak
Hong.
"Kalian ke Bu Tong Pay mengunjungi
Guru Besar Thio sam Hong?"
"Ya, tapi juga menunggu
kemunculan Ban Tok Lo Mo dan muridnya," jawab Thio Han Liong.
"Aku sudah tahu mengenai
sepak terjangnya, namun sekian bulan Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak
memunculkan diri di sana. Maka kami mengambil keputusan untuk kembali ke
Kotaraja."
"Aaah..." Pak Hong
menghela nafas panjang lagi.
"Kalau tidak kebetulan
kalian berada di penginapan ini, nyawaku pasti melayang."
"Locianpwee mau ke
mana?"
"Aku mau kembali ke
tempat tinggalku, tapi justru bertemu Ban Tok Lo Mo. Dia langsung menyerangku
dengan ilmu pukulan Ban Tok ciang. Aku bergerak cepat mengambil langkah seribu,
namun tetap tersambar hawa pukulanya, sehingga membuat diriku keracunan."
"Kini Locianpwee sudah
pulih, lalu Locianpwee mau ke mana?"
"Aku mau kembali ke
tempat tinggalku." Pak Hong memberitahukan.
"Oh ya, Lam Khie masih
tetap berada di istana Tayli." "Locianpwee," ujar Thio Han
Liong.
"Buah Im Ko hadiah dari
Toan Hong Ya telah kuberikan kepada seseorang, orang itu yang makan buah Im Ko
tersebut."
"Itu tidak apa-apa.
Tentunya orang itu amat membutuhkan buah Im Ko itu, kalau tidak, bagaimana
mungkin engkau memberikannya?"
"Benar." Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Kalau tidak makan buah
Im Ko dia tetap menjadi banci." "Eh?" Pak Hong terbelalak.
"Aku tidak mengerti.
Bolehkah engkau menjelaskannya?"
"Orang itu masih muda,
bernama Yo Ngie Kuang. Lantaran mempelajari kitab Lian Hoa Cin Keng, maka
tubuhnya berubah...." Thio Han Liong menutur tentang itu.
"Haah?" Mulut Pak
Hong ternganga lebar.
"Itu... itu merupakan
suatu kejadian yang amat sulit dipercaya. Kedengarannya tak masuk akal sama
sekali."
"Tapi nyata." Thio
Han Liong tersenyum.
"Kini dia bernama Yo Pit
Loan dan berkepandaian amat tinggi."
"Han Liong," tanya
Pak Hong bergurau.
"Apakah kelak dia akan
berubah menjadi anak lelaki lagi?" "Tentu tidak," sahut Thlo Han
Llong.
"Kalau begitu...."
Pak Hong tertawa.
"Dia bisa punya
anak?"
"Tentu." Thio Han
Liong mengangguk. "Sebab kini dia sudah menjadi gadis tulen."
"Itu sungguh luar biasa
siapa pun tidak akan percaya." Pak Hong menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalau bukan engkau yang
beritahukan, aku sendiri pun tidak akan percaya."
"Kalau dia tidak makan
buah Im Ko yang kuberikan itu, dia tidak akan bisa berubah menjadi anak
gadis," ujar Thio Han Liong.
"Itu sudah merupakan
takdirnya harus menjadi wanita."
"Dia berada di mana
sekarang?"
"Entahlah." Thio Han
Liong menggelengkan kepala.
"Alangkah baiknya aku
bisa bertemu dia." ujar Pak Hong sambil tertawa.
"Aku ingin kenal pemuda
yang berubah menjadi anak gadis."
"Mudah-mudahan Locianpwee
bisa bertemu dia" Thio Han Liong tersenyum dan bertanya,
"Kapan Locianpwee akan
pergi?"
"Esok pagi. Kalian?"
"Sama," sahut Thio
Han Liong.
"Maaf, Locianpwee, kami
mau kembali ke kamar...."
"Ha ha ha" Pak Hong
tertawa gelak. "Silakan, silakan"
Wajah Thio Han Liong dan An
Lok Kong cu kemerah-merahan, kemudian mereka kembali ke kamar.
"Adik An Lok," ujar
Thio Han Liong sambil menghela nafas panjang.
"Tak disangka Ban Tok Lo Mo
dan muridnya berada di Tionggoan."
"Ya." An Lok Kong cu
manggut-manggut.
"Itu memang di luar
dugaan, bahkan dia melukai Pak Hong Locianpwee."
"Kalau kita tidak berada
di penginapan ini, Locianpwee itu pasti binasa," ujar Thio Han Liong.
"Sungguh hebat ilmu
pukulan beracun itu Hanya tersambar hawa-nya saja menjadi begitu, bagaimana
kalau terkena langsung? Pak Hong Locianpwee pasti mati seketika."
"Kakak Han Liong,"
tanya An Lok Kong cu
"Apakah kita dapat
menahan ilmu pukulan beracun itu?" "Tentu dapat." Thio Han Liong
mengangguk. "Sebab kita kebal terhadap racun apa pun."
"Tapi...."
"Percayalah" Thio
Han Liong tersenyum.
"Ilmu pukulan beracun
yang dimiliki Ban Tok Lo Mo tidak akan dapat melukai kita."
"oooh" An Lok Kong
cu menarik nafas lega.
"Kakak Han
Liong...."
"Ada apa?
Katakanlah" ujar Thio Han Liong lembut.
"Kini kita sudah tahu Ban
Tok Lo Mo berada di Tionggoan, lalu apa rencana kita?"
"Maksudmu?"
"Kita terus melanjutkan
perjalanan kembali ke Kotaraja atau kembali ke Bu Tong Pay?"
"Itu bagaimana menurutmu
saja."
"Aku tahu...." An
Lok Kong cu menatapnya. "Tidak mungkin
engkau akan melanjutkan
perjalanan kembali ke Kotaraja lagi. Ya, kan?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk,
"Kalau begitu, mari kita
kembali ke Bu Tong Pay saja" ajak An Lok Kong cu.
"Itu tidak mungkin, sebab
sudah begitu jauh." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku jadi
bingung...."
"Kakak Han Liong" An
Lok Kong cu tersenyum. "Jangan bingung, coba dipikirkan saja"
"Ng" Thio Han Liong
manggut-manggut dan mulai berpikir, lama sekali mendadak ia bersorak.
"Adik An Lok"
"Ada apa?"
"Kita ke markas Kay Pang
saja," sahut Thio Han Liong.
"Sebab dari sini ke sana
hanya membutuhkan waktu dua hari, alangkah baiknya kita ke sana."
"Baik." An Lok Kong
cu mengangguk.
Keesokan harinya, Pak Hong
kembali ke tempat tinggalnya, sedangkan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu
berangkat ke markas Kay Pang.
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu singgah di sebuah rumah makan. Kebetulan mereka berdua duduk di dekat beberapa
kaum rimba persilatan yang sedang bersantap sambil bercakap-cakap. Di saat Thio
Han Liong dan An Lok Kong cu saling memandang ketika mulai bersantap. Ternyata
beberapa kaum rimba persilatan itu membicarakan tentang Ban Tok Lo Mo dan
muridnya, maka Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mendengarkan pembicaraan itu
dengan penuh perhatian.
"Kini rimba persilatan
sudah tidak aman lagi, sebab muncul Ban Tok Lo Mo dan muridnya."
"Betul. Mereka guru dan
murid sering membunuh kaum rimba persilatan golongan putih. Entah apa tujuan
mereka berbuat begitu?"
"Tentunya ingin menguasai
rimba persilatan."
"Heran? Entah berasal
dari mana Ban Tok Lo Mo dan muridnya itu? Kenapa mereka mendadak muncul dalam
rimba persilatan?"
"Aku justru tidak habis
pikir, kenapa tujuh partai besar tinggal diam? Apakah para ketua itu takut
kepada Ban Tok Lo Mo dan muridnya?"
"Lagi pula... Thio Han
Liong, pendekar muda itu pun tiada kabar beritanya, padahal kini dia amat
dibutuhkan."
"Engkau kenal Thio Han
Liong?"
"Tidak kenal.
Engkau?"
"Aku pun tidak kenal.
Kita orang-orang rimba persilatan golongan rendahan, bagaimana mungkin akan
kenal pendekar muda itu?"
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu saling memandang, kemudian tersenyum sambil mendengarkan pembicaraan mereka
.
"Tapi... justru kita yang
sering memperoleh berita baru dunia persilatan, sebab kita selalu pasang kuping
ke sana ke mari Ha ha ha"
"Apakah ada berita baru
lagi?"
"Kalau begitu, engkau
pasti belum tahu."
"Tentang apa?"
"Belum lama ini, dalam
rimba persilatan telah muncul seorang gadis yang cantik jelita, julukannya
adalah Lian Hoa Nio Cu (Nona Bunga Teratai)."
Mendengar sampai di situ, mata
Thio Han Liong terbelalak.
"Kakak Han Liong, engkau
kenal Lian Hoa Nio Cu itu?" tanya An Lok Kong cu.
"Tidak kenal, tapi...
Lian Hoa...." Thlo Han Liong
menatapnya.
"Engkau tidak teringat
sesuatu?"
"Tentang apa?"
"Lian Hoa Cin Keng."
"Oh? Maksudmu Lian Hoa
Nio Cu itu adalah Yo Pit Loan?" "Kukira memang dia." Thio Han
Liong mengangguk. "Kita dengar lagi pembicaraan mereka"
"Engkau kenal Lian Hoa
Nio Cu itu?" Beberapa kaum rimba persilatan itu mulai melanjutkan
pembicaraan.
"Sama sekali tidak kenal.
Tapi aku sudah mendengar tentang Lian Hoa Nio Cu itu. Dia selalu duduk di dalam
tandu mewah, yang digotong oleh empat lelaki bertubuh kekar."
"Engkau tahu dia berasal
dari perguruan mana?"
"Tidak tahu. Tapi
kepandaiannya amat tinggi sekali, bahkan dia pun sering membasmi kaum golongan
hitam."
"Kalau begitu, dia pasti
musuh Ban Tok Lo Mo. sebab Ban Tok Lo Mo dan muridnya sering membantai kaum
golongan putih. sedangkan Lian Hoa Nio Cu itu justru membasmi kaum golongan
hitam. Mudah-mudahan Lian Hoa Nio Cu itu dapat membasmi Ban Tok Lo Mo dan
muridnya"
"Kaum rimba persilatan
memang berharap begitu. Tapi...
Lian Hoa Nio Cu itu bersifat
aneh."
"Aneh bagaimana?"
"Tidak mau bergaul dengan
jago yang mana pun. seorang jago yang cukup terkenal tertarik padanya, dan
berusaha mendekatinya, namun Lian Hoa Nio Cu malah menantangnya bertanding, dan
hanya dalam sepuluh jurus jago itu sudah dikalahkannya"
"Wuah bukan main Kalau
begitu, tiada seorang pun jago muda yang sanggup menandinginya "
"Ada."
"Siapa?"
"Thio Han Liong."
"Ha ha ha Bagaimana
mungkin Thio siauhiap mau bertanding dengan Lian Hoa Nio Cu itu?"
"Memangnya kenapa?"
"Thio siauhiap adalah
pemuda yang gagah, tentunya tidak mau bertanding dengan Lian Hoa Nio Cu.
Lagipula bagaimana mungkin mereka akan berjumpa?"
Mendengar sampai di situ, An
Lok Kong cu tersenyum sambil berbisik-bisik di dekat telinga Thio Han Liong.
"Engkau sudah mendengar
bukan? Mereka berharap engkau bertanding dengan Lian Hoa Nio Cu. Kelihatannya
mereka ingin menjodohkanmu dengan Lian Hoa Nio Cu."
"Adik An Lok" Thio
Han Liong tersenyum geli.
"Tak kusangka engkau suka
bergurau juga."
"Kakak Han Liong, terus
terang... aku ingin sekali berjumpa Yo Pit Loan," ujar An Lok Kong cu
sungguh-sungguh.
"Aku ingin tahu bagaimana
parasnya, apakah betul cantik sekali?"
"Mudah-mudahan engkau
berjumpa dia" ucap Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Agar hatimu puas dan tidak
merasa penasaran lagi."