Bab 64 Berjumpa Teman Lama
Sampai di Tionggoan, Thio Han
Liong mengajak An Lok Kong cu berpesiar ke berbagai tempat yang indah panorama
nya. Itu sungguh menggembirakan An Lok Kong cu, sehingga wajah gadis itu terus
berseri-seri.
"Kakak Han Liong,"
ujar An Lok Kong cu ketika mereka duduk beristirahat di bawah sebuah pohon.
"Alangkah indahnya
pemandangan di sini, rasanya aku betah bermalam di sini." ,
"oh?" Thio Han Liong
tersenyum.
"Tapi lebih baik kita
bermalam di penginapan saja agar engkau tidak digigit nyamuk hutan."
"Udara di sini amat
dingin, bagaimana mungkin ada nyamuk hutan?"
"Nyamuk hutan tidak takut
dingin. Ayolah, mari kita pergi." ajak Thio Han Liong.
An Lok Kong cu mengangguk,
kemudian mereka meninggalkan tempat itu. Ketika hari mulai senja, mereka sudah
memasuki sebuah kota kecil.
"Kakak Han Liong, aku
sudah lapar," bisik An Lok Kong cu. "Kita makan dulu baru mencari
penginapan. " "Baik." Thio Han Liong manggut-manggut.
Mereka memasuki sebuah rumah
makan, kemudian seorang pelayan menghampiri mereka dengan sikap menghormat
sekali.
"Tuan mau pesan makanan
dan arak apa?" tanya pelayan itu.
"Beberapa macam hidangan
istimewa dan arak wangi," sahut An Lok Kong cu.
"Ya, Nyonya" Pelayan
itu mengangguk, lalu melangkah pergi.
"Adik An Lok, pelayan itu
menyebutmu nyonya," bisik Thio Han Liong.
"Engkau...." Wajah
An Lok Kong cu memerah.
"Konyol ah"
Thio Han Liong tertawa kecil.
Tak segerapa lama kemudian pelayan itu menyajikan hidangan-hidangan dan arak
wangi.
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu mulai bersantap. Pada saat bersamaan seorang lelaki dan seorang wanita
memasuki rumah makan itu Begitu melihat dua orang itu, Thio Han Liong
terbelalak dan wajahnya tampak berseri.
"Kakak Han Liong" An
Lok Kong cu heran.
"Engkau kenal
mereka?"
"Kenal." Thio Han
Liong mengangguk.
"Mereka adalah suami
isteri. Lelaki itu bernama seng Hwi, isterinya bernama su Hong sek, ketua
partai Kay Pang."
"oh?" An Lok Kong cu
langsung memperhatikan mereka. Thio Han Liong bangkit dari tempat duduknya dan
berseru dengan penuh kegembiraan.
"saudara tua saudara
tua"
Lelaki itu menoleh kepalanya.
Ketika melihat Thio Han Liong, ia pun terbelalak dengan mulut ternganga lebar.
"Suamiku, siapa pemuda
itu?" tanya su Hong sek "Dia adalah Thio Han Liong."
"Apa?" su Hong sek tertegun.
"Dia... Thio Han
Liong?"
"Ya." seng Hwi
mengangguk,
"Mari kita ke sana"
Mereka menghampiri Thio Han
Liong. Seketika juga Thio Han Liong dan An Lok Kong cu bangkit berdiri
"saudara tua" Thio
Han Liong memberi hormat.
"saudara kecil...." seng
Hwi menatapnya dengan penuh
perhatian.
"Tidak salah, engkau
memang Thio Han Liong Ha ha ha..."
"Han Liong...." Su
Hong Sek memandangnya dengan penuh
kegembiraan.
"Tak disangka kita
berjumpa di sini" "Betul." Thio Han Liong tersenyum.
"sungguh di luar dugaan" "Han Liong," tanya seng Hwi.
"siapa gadis ini?"
"An Lok Kong cu."
Thio Han Liong memberitahukan.
"Dia adalah
tunanganku."
"oh?" seng Hwi
tersenyum.
"Kalau begitu, kami harus
mengucapkan selamat kepadamu."
"Terima kasih," ucap
Thio Han Liong dengan wajah kemerah-merahan.
"Ayoh, mari kita
duduk"
Mereka duduk. Pelayan segera
menambah arak wangi. Mulailah mereka bersulang sambil tertawa riang gembira,
setelah itu barulah mereka bercakap-cakap.
"saudara kecil, kenapa
kalian berada di kota ini?" tanya seng Hwi.
"Kami pesiar ke sana ke
mari, maka tiba di kota ini." sahut Thio Han Liong menutur.
"Kami dari gunung
Altai."
"Dari gunung Altai?"
seng Hwi tercengang.
"Ada apa di sana?"
"Kami ke sana untuk
mengembalikan sebuah kitab Lian Hoa Cin Keng." Thio Han Liong menutur.
"Kini kami pesiar ke sana
ke mari."
"sungguh
menakjubkan" ujar su Hong sck sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Lelaki bisa berubah
menjadi wanita, itu agak tak masuk akal."
"Pemuda itu mempelajari
kitab Lian Hoa Cin Keng, lalu berubah menjadi banci," ujar seng Hwi
menjelaskan.
"Kemudian makan buah Im
Ko pemberian Han Liong. Buah itu membantu proses tubuhnya, sehingga dirinya
berubah menjadi wanita."
"Kalau begitu..." Su
Hong Sek mengerutkan kening.
"Apabila ia berubah
jahat, bukankah akan menimbulkan bencana dalam rimba persilatan?"
"istriku" seng Hwi
menggeleng-gelengkan kepala.
"Kini dalam rimba
persilatan telah timbul suatu petaka."
"saudara tua sudah tahu
tentang kemunculan seorang iblis tua dan muridnya?" tanya Thio Han Liong.
"Aaah..." seng Hwi
menghela nafas panjang.
"Murid si iblis Tua
itu...."
"Apa yang telah
terjadi?" tanya Thio Han Liong sambil menatapnya.
"Apakah si iblis Tua dan
muridnya itu juga membunuh para anggota Kay Pang?"
"Tidak, tapi...."
seng Hwi menghela nafas panjang lagi.
"Mereka menculik Putra
kami." "oh?" Thio Han Liong terbelalak. "Kalian sudah punya
anak?"
"Ya." seng Hwi
mengangguk.
"Anak lelaki, kini sudah
berumur lima tahun, dia bernama seng Kiat Hiong."
"saudara tua, siapa yang
menculik Putramu?" tanya Thio Han Liong.
"Tan Beng song."
seng Hwi memberitahukan.
"Dia murid si iblis Tua
itu."
"Kapan dia menculik
Putramu?"
"Dua bulan yang
lalu." seng Hwi menghela nafas panjang.
"Hingga saat ini kami
belum bisa membunuh Tan Beng Song. Kami khawatir... dia telah membunuh Putra
kami."
"saudara tua," ujar
Thio Han Liong.
"Aku yakin dia belum
membunuh Kiat Hiong."
"Kok engkau yakin
itu?" seng Hwi heran.
"Kalau dia mau
membunuhnya, tentunya tidak usah menculiknya," sahut Thio Han Liong.
"Bisa saja membunuhnya di
tempat. Ya, kan?" "Betul." su Hong sek ketua Kay Pang
mengangguk. "Kalau begitu, kami agak tenang."
"Tetua Kay Pang tidak
berusaha mencarinya?" tanya Thio Han Liong.
"ci Hoat dan coan Kang
Tianglo juga sedang mencarinya," sahut su Hong sek.
"Mudah-mudahan mereka
berhasil mencarinya, sebab kami berdua harus segera kembali ke markas"
"Kalau begitu...,"
ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh.
"Kami akan membantu
kalian mencarinya." "Terimakasih," ucap su Hong sek dan seng Hwi
serentak.
"oh ya sucouwku
memberitahukan, kalau tidak salah Si iblis Tua itu berasal dari pulau Ban Tok
To," ujar Thio Han Liong dan mengingatkan.
"Jika kalian berjumpa
iblis Tua itu, lebih baik menjauhinya. Karena dia memiliki ilmu pukulan beracun,
bahkan sekujur badannya pun beracun. siapa yang tersentuh badannya pasti mati
seketika."
"oh?" seng Hwi
terkejut.
"Kalau begitu... siapa
yang dapat membasminya?" "Han Liong," tanya su Hong sek sambil
menatapnya. "Apakah engkau mampu membasminya?"
"Entahlah." Thio Han
Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Tapi... aku dan Adik An
Lok kebal terhadap racun apa pun."
"Syukurlah" ucap
seng Hwi.
"Aku yakin kalian ber dua
dapat membasmi si iblis Tua itu" "Mudah-mudahan" Thio Han Liong
manggut-manggut "Han Liong," pesan seng Hwi.
"Apabila engkau berhasil
mencari Putraku, aku harap kalian segera ke markas Kay Pang"
"Baik." Thio Han
Liong mengangguk.
"Han Liong...." su
Hong sek memberi hormat.
"Seharusnya aku
menghaturkan terima kasih kepada kalian."
"Jangan berkata
begitu" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu segera balas memberi hormat.
"Aku dan saudara tua
adalah kawan Baik, tentunya kami harus bantu dalam hal itu."
"Han Liong...."
Betapa terharunya su Hong sek
"Kami tidak akan
melupakan budi kalian."
"jangan berkata begitu,
aku jadi tidak enak" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"oh ya" Tiba-tiba su
Hong sek teringat sesuatu, kemudian memandang An Lok Kong cu seraya bertanya,
"Engkau adalah Putri
Kaisar?" "Ya." An Lok Kong cu mengangguk. "Bagus" su
Hong sek tersenyum.
"Tapi apakah ayahmu
merestui kalian?"
"Ayahku sudah bertemu ke
dua orangtua Kakak Han Liong," jawab An Lok Kong cu memberitahukan.
"Telah sirna
kesalahpahaman mereka, kini mereka akrab kembali, karena ayahku sudah minta
maaf kepada Paman Bu Ki."
"oooh" su Hong sek
manggut-manggut.
"Syukurlah kalau begitu,
sebab kami semua tahu bahwa Thio Bu Ki yang berjasa."
"Betul." An Lok Kong
cu mengangguk.
"Ayahku pun mengaku
begitu, Paman Bu Ki telah memaafkan ayahku."
"Ha ha ha" Seng Hwi
tertawa,
"Kalian berdua memang
merupakan pasangan yang serasi, aku mengucapkan selamat kepada kalian. Kapan
kalian menikah, jangan lupa undang kami"
Bagian 33
"Baik," Thio Han
Liong mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan.
Mereka bercakap-cakap lagi,
setelah itu barulah mereka berpisah. Seng Hwi dan Su Hong Sek pulang ke markas
Kay Pang, sedangkan Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu ke penginapan.
Keesokan harinya, Thio Han
Liong dan An Lok Kong Cu meninggalkan kota itu menuju ke arah Selatan. Mereka
pesiar sambil mencari Seng Kiat Hiong, Putra Seng Hwi yang diculik Tan Beng
Song.
Ketika Thio IHan Liong dan An
Lok Kong Cu sedang menikmati panorama di sekitar lembah. Tiba-tiba mereka
mendengar suara rintihan di balik sebuah batu besar, dan itu membuat mereka
saling memandang.
"Adik An Lok" Thio
Han Liong memberitahukan. "Itu adalah suara rintihan orang teriuka
parah." "Oh?" An Lok Kong cu mengerutkan kening.
"Kalau begitu, mari kita
ke sana melibat siapa dia" "Baik," Thio IHan Liong mengangguk.
Mereka berdua melesat ke balik
batu itu. Tampak dua orangtua berpakaian compang-camping tergeletak di sana.
Begitu melihat ke dua orangtua itu, tersentaklah hati Thio Han
Liong, karena ke dua orangtua
itu adalah Ci Hoat dan coang Kang Tiang lo dari Kay Pang.
"Locianpwee
Locianpwee" Thio Han Liong segera memeriksa mereka, namun kemudian
menggeleng-gelengkan kepala.
"Kakak Han Liong,"
bisik An Lok Kong cu. "Bagaimana mereka, apakah masih bisa ditolong?"
"Tidak tertolong lagi," sahut Thio Han Liong. "sebab racun telah
menyerang jantung mereka." "Anak muda...." Ci Hoat Tianglo mulai
bersuara.
"Engkau...."
"Locianpwee, aku Thio Han
Liong. Locianpwee pasti masih ingat kepadaku," ujar Thio Han Liong.
"Thio Han Liong...."
wajah Ci Hoat Tianglo agak berseri.
"Kami... kami sedang
mencari seng Kiat Hiong, tapi...."
"Locianpwee, kami sudah
berjumpa dengan seng Hwi dan su Hong sek. Kami sudah tahu tentang itu. oh ya,
siapa yang melukai Locianpwee?"
"Ban... Ban Tok Lo
Mo," sahut Ci Hoat Tianglo lemah.
"Thio... Thio siauhiap.
tolong... tolong beritahukan kepada su... su Hong seki bahwa... kami belum...
berhasil mencari... seng... Kiat Hiong...."
"Aku pasti memberitahukan
kepadanya."
"Terimakasih, Thio...
siauhiap... kami minta tolong... cari... seng Kiat... Hiong...."
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Te... terima
kasih...." Kepala Ci Hoat Tianglo terkulai dan
nafasnya putus seketika.
"Aaah..." Thio Han
Liong menghela nafas panjang. Tak disangka Ci Hoat dan Coan Kang Tianglo mati
secara mengenaskan"
"Kakak Han Liong,"
tanya An Lok Keng cu.
"Ban Tok Lo Mo (iblis Tua
selaksa Racun) adalah orang yang diceritakan sucouw?"
"Mungkin tidak
salah." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Kini dia membunuh ke dua
Tianglo Kay Pang itu, pihak Kay Pang pasti akan menuntut balas."
"Kakak Han Liong,"
tanya An Lok Kong cu memandang ke dua sosok mayat itu.
"Bagaimana kalau kita
mengubur ke dua mayat itu?" "Baik," Thio Han Liong mengangguk,
setelah mengubur ke dua mayat
itu, barulah mereka meninggalkan lembah tersebut. Kini perasaan mereka agak
tercekam, karena menyaksikan kematian ke dua Tianglo itu.
"Aaah..." Thio Han
Liong menghela nafas panjang.
"Adik An Lok, menurutmu
apakah Ban Tok Lo Mo akan pergi ke gunung Bu Tong?"
"Menurutku...," An
Lok Keng cu berpikir sejenak lalu berkata.
"Sementara ini Ban Tok Lo
Mo masih tidak berani ke gunung Bu Tong, karena dia pasti merasa segan kepada
sucouw."
"Tapi...." Thio Han
Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Sucouw sudah begitu tua,
aku khawatir...."
"Jangan khawatir...."
An Lok Kong cu tersenyum.
"Aku yakin sucouwmu masih
kuat menghadapi Ban Tok Lo Mo."
"Kok engkau begitu
yakin?"
"sebab sucouw tidak
pernah kawin, maka Lwee-kangnya pasti tinggi sekali."
"oh?" Thio Han Liong
tertawa.
"Kalau begitu, aku pun tidak
mau kawin...."
"Apa?" An Lok Kong
cu melotot.
"Kalau engkau tidak mau
kawin, bagaimana aku?"
"Bukankah masih banyak
pemuda lain...."
"Engkau...."
Mendadak An Lok Kong cu mencubit lengannya
dan itu membuat Thio Han Liong
menjerit kesakitan. "Aduuuh"
"Rasakan"
"Kenapa engkau mencubit
lenganku?"
"Siapa suruh engkau
bicara yang bukan-bukan? engkau mau menyia-nyiakan diriku ya?"
"Adik An Lok" Thio
Han Liong tersenyum.
"Aku cuma bercanda."
"Hmm" dengus An Lok
Kong cu.
"Kalau benar engkau
begitu, aku pasti bunuh diri lo"
"Adik An Lok...."
Thio Han Liong cepat-cepat
menggenggam tangannya.
"Maafkanlah aku Tadi...
aku cuma bercanda, maka jangan disimpan dalam benakmu" An Lok Kong cu
tersenyum.
"Kakak Han Liong, Aku...
aku bicara begitu cuma ingin mengejutkanmu."
"Adik An Lok, mulai
sekarang aku tidak akan bicara yang bukan-bukan lagi" ujar Thio Han Liong
berjanji.
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong cu mendekap di
dadanya.
"Adik An Lok" Thio
Han Liong membelainya dengan penuh kasih sayang.
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu pesiar ke lempat yang indah. Hari itu mereka duduk di bawah sebuah pohon di
pinggir sungai.
"Kakak Han Liong,"
ujar An Lok Kong cu sambil memandang air sungai itu.
"Sungguh jernih air
sungai itu, rasanya ingin sekali aku mandi."
"Kalau rasanya ingin
sekali, mandilah" sahut Thio Han Liong.
"Aku tidak akan
mengintip. percayalah"
"Kalau engkau mau
mengintip. itu pun tidak apa-apa," sahut An Lok Kong cu sambil tersenyum.
"Asal jangan orang lain
yang mengintipku."
"Adik An Lok...."
Thio Han Liong tertawa, namun mendadak
mengerutkan kening, dan itu
mengherankan An Lok Kong cu. "Ada apa?"
"Aku mendengar suara
pertarungan."
"Oh?" An Lok Kong cu
segera pasang kuping. Lama sekali barulah ia mendengar suara itu.
"Betul. Itu memang suara
pertarungan."
"Heran?" gumam Thio
Han Liong.
"siapa yang bertarung di
tempat sepi ini?" "Kakak Han Liong," ajak An Lok Kong cu.
"Kita pergi lihat yuk?"
Thio Han Liong berpikir
sejenak, kemudian mengangguk, la bersama An Lok Kong cu melesat ke arah suara
pertarungan itu. sampai di sana, mereka melihat seorang nenek sedang bertarung
dengan lelaki tua, tampak pula seorang anak kecil berdiri di tempat itu.
Begitu melihat nenek dan
lelaki tua itu, air muka Thio Han Liong berubah, dan itu tidak terlepas dari
mata An Lok Kong cu.
"Engkau kenal
mereka?" tanya gadis itu.
"Nenek itu adalah Im sie
Popo-Kwee In Loan." Thio Han Liong memberitahukan.
"Lelaki tua itu... Tan
Beng song. Kenapa mereka bertarung?"
Di saat bersamaan,
terdengarlah seruan anak kecil itu sambil bertepuk tangan.
"Popo Hajar lelaki jahat
itu Popo, tampar pipi kirinya"
Plak Ploook.. Im sie Popo
menampar pipi Tan Beng song, kemudian tertawa terkekeh-kekeh.
"He he he Anak manis,
popo sudah menampar pipinya," seru Im sie Popo.
"Lihatlah pipinya,
bukankah sudah membengkak?" "Hi hi Hi" Anak kecil itu tertawa
geli. "Popo, hajarlah dia lagi"
"Baik" Im sie Popo
manggut-manggut.
"Popo akan menghajarnya
lagi, popo ingin tahu pipinya masih tahan ditampar apa tidak"
"Dasar nenek gila"
bentak Tan Beng song sambil menyerangnya dengan ilmu pukulan beracun. Namun Im
Sie Popo berkelit ke sana ke mari dengan gampang sekali, kemudian mendadak
tangannya bergerak. Plak Plok Plaaak
"Aduuuh" jerit Tan
Beng song kesakitan. la terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah.
"Hi hi Hi" Anak
kecil itu tertawa gembira. "Popo sungguh hebat Popo sungguh hebat"
Di saat itulah Thio Han Liong
dan An Lok Kong cu memunculkan diri Begitu melihat kemunculan mereka, Tan Beng
song langsung melesat pergi.
"Mau kabur ke mana?"
teriak Im sie Popo.
"Popo Biar dia
pergi" seru anak kecil itu.
Padahal Im sie Popo sudah mau
melesat pergi mengejar Tan Beng song, tapi begitu mendengar suara seruan anak
kecil itu, langsung dibatalkan nya.
"Anak manis...." im
sie Popo membalikkan badannya, dan
ia terbelalak ketika melihat
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu.
"Im sie Popo" Thio
Han Liong memberi hormat.
"Apakah Popo masih ingat
padaku?"
"Siapa kalian?" im
sie Popo menatap mereka dengan mata tak berkedip.
"Aku Thio Han Liong dan
dia An Lok Kong cu," sahut Thio Han Liong sambil mendekati anak kecil itu.
"Jangan mendekati anak
manis itu" bentak Im sie Popo.
"Popo," sahut anak
kecil itu sambil tersenyum. "Paman ini bukan orang jahat, biar dia
mendekatiku." "Ya." Im sie Popo mengangguk.
"Adik kecil," tanya
Thio Han Liong. "engkau bernama seng Kiat Hiong?" "Betul."
Anak kecil itu manggut-manggut.
"Kok Paman tahu aku
bernama seng Kiat Hiong?"
"Aku sudah berjumpa
dengan kedua orangtua mu." Thio Han Liong memberitahukan.
"Aku dan ke dua
orangtuamu adalah kawan Baik, maka engkau tidak perlu takut padaku."
"Paman tampan sekali,
tentunya bukan orang jahat," sahut seng Kiat Hiong lalu memandang An Lok
Kong cu.
"Bibi amat cantik, pasti
isteri paman."
"Adik manis...."
wajah An Lok Kong cu kemerah-merahan.
Mendadak Im sie Popo melesat
ke hadapan seng Kiat Hiong, kemudian memeluknya erat-erat.
"Cucuku, jangan takut,
Popo pasti melindungimu" "Terimakasih, Popo," ucap seng Kiat
Hiong.
Cucuku, Popo harus mengajarmu
ilmu silat," ujar im sie Popo.
"Jadi engkau tidak akan
diculik penjahat lagi." "oh?" seng Kiat Hiong tampak gembira
sekali. "Betulkah Popo mau mengajarku ilmu silat?" "Betul."
Im sie Popo mengangguk.
"Engkau mau menjadi
muridku?"
"Mau." seng Kiat
Hiong segera berlutut di hadapan im sie Popo.
"suhu, terimalah
hormatku"
"He he he" Im sie
"Popo tertawa gembira.
"Muridku bangunlah"
Seng Kiat Hiong bangkit
berdiri Im sie Popo segera menariknya untuk meninggalkan tempat itu, namun Thio
Han Liong cepat-cepat menghadang mereka.
"Tunggu"
"Eeeh?" Im sie Popo
melotot.
"Mau apa engkau?"
Thio Han Liong tidak
meladeninya, melainkan berkata kepada seng Kiat Hiong dengan wajah serius.
"Kiat Hiong, aku telah
berjanji kepada ke dua orang tuamu, bahwa apabila aku berhasil mencarimu, maka
aku akan membawamu pulang ke markas Kay Pang."
"oh?" Wajah seng
Kiat Hiong berseri.
"Betulkah itu?"
"Betul." Thio Han
Liong manggut-manggut sambil tersenyum lembut.
"Tidak boleh" bentak
Im sie Popo mendadak.
"Dia muridku, maka harus
ikut aku"
"Im sie Popo," sahut
Thio Han Liong.
"sebaiknya engkau ikut
seng Kiat Hiong ke markas Kay Pang"
"Tidak mau" Im sie
Popo menggeleng-gelengkan kepala.
"Kiat Hiong," bisik
An Lok Kong cu.
"Bujuk Popo itu agar mau
ikut ke markas Kay Pang, sebab ke dua orangtua mu amat mencemaskanmu"
"Ya." seng Kiat
Hiong manggut-manggut, kemudian memandang Im sie Popo seraya berkata.
"Suhu, mari ikut Kiat
Hiong ke markas Kay Pang, ke dua orangtua ku pasti senang sekali."
"oh?" Im sie Popo
menatapnya.
"Engkau senang, kalau aku
ikut ke markas Kay Pang?"
"Senang sekali,
suhu."
"Bagus" Im sie Popo
tertawa.
"Tapi panggillah aku
Popo, jangan memanggilku suhu" "Ya, Popo." seng Kiat Hiong
mengangguk.
Itu membuat Im sie Popo girang
bukan main, dan langsung menggendongnya sambil berlari-lari kecil.
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu saling memandang, setelah itu mereka pun tersenyum.
"Aku tak menyangka Im sie
Popo begitu sayang kepada anak kecil," ujar Thio Han Liong.
"Kakak Han Liong,"
tanya An Lok Kong cu.
"Engkau tidak bisa
mengobatinya?"
"Syaraf otaknya telah
rusak, tidak bisa diobati lagi." sahut Thio Han Liong dan menambahkan,
"Lebih baik dia begitu,
jadi dia tidak berhati jahat."
"Dulu dia berhati
jahat?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Dia bernama Kwee In
Loan, mantan ketua Hiat Mo Pang."
"oooh" An Lok Kong
cu manggut-manggut. "Paman," tanya seng Kiat Hiong mendadak.
"Kapan kita berangkat ke markas Kay Pang?" "Sekarang,"
sahut Thio Han Liong. "im sie Popo, tolong gendong dia"
"Hi hi Hi" Im sie
Popo tertawa.
"Dia cucuku, tentu aku
harus menggendongnya."
"Terimakasih, Popo,"
ucap seng Kiat Hiong.
"Hi h H i" Im sie
Popo tertawa gembira.
"Im sie Popo, ikuti
kami" ujar Thio Han Liong lalu menarik An Lok Kong cu untuk diajak melesat
pergi. Im sie Popojuga melesat pergi. la menggendong seng Kiat Hiong sambil
terus tertawa gembira.
Betapa gembiranya seng Hwi dan
su Hong sek tapi ketika melihat Im sie Popo menggendong seng Kiat Hiong
berubahlah air muka mereka, sekaligus memandang Thio Han Liong.
Thio Han Liong cepat-cepat
memberi isyarat, agar seng Hwi dan su Hong sek berlega hati.
"Ayah ibu" seru seng
Kiat Hiong yang masih dalam gendongan im sie Popo.
"Kiat Hiong" panggil
Su Hong sek dengan mata basah. "Popo, dia adalah ibuku, cepat turunkan aku"
"Baik," Im sie Popo
segera menurunkan seng Kiat Hiong.
"Ibu...." seng Kiat
Hiong langsung mendekap di dada
ibunya.
"Popo itu yang
menolongku"
"oh?" su Hong sek
segera memberi hormat.
"Terimakasih...."
"Hi hi hi" Im sie
Popo tertawa. "Aku Poponya dan dia cucuku."
"silakan duduk,
Popo" ucap seng Hwi, kemudian berbisik,
"Han Liong, bukankah dia
adalah Kwee In Loan? Kenapa menjadi gila?"
"Dia terpukul ke bawah
jurang...." Thio Han Liong
memberitahukan.
"Dia tidak mati, tetapi
berubah menjadi tidak waras. Itu ada baiknya juga, karena dia tidak berhati
jahat lagi."
"oooh" seng Hwi
menarik nafas lega.
"Han Liong," tanya
su Hong sek.
"Di mana engkau berjumpa
dengan mereka?" Thio Han Liong memberitahukan dan su Hong sek
manggut-manggut.
"Ayah, Ibu," ujar
seng Kiat Hiong.
"Popo berkepandaian
tinggi sekali, katanya mau mengajarku ilmu silat"
"Betul, betul,"
sahut Im sie Popo sambil tertawa. "Dia cucuku dan juga muridku"
"Popo boleh mengajarnya
ilmu silat, namun harus di markas ini," ujar su Hong sek.
"Tidak boleh mengajaknya
ke mana-mana."
"Ya, ya." Im sie
Popo mengangguk,
"Kiat Hiong," ujar
seng Hwi. "Ajak Popo ke belakang"
"Ya, ayah," Seng
Kiat Hiang segera mengajak Im Sie Popo ke belakang. Sambil tertawa nenek itu
mengikuti seng Kiat Hiong ke belakang.
"Han Liong, kenapa Kwee
In Loan menjadi gila?"
"Mungkin urat syarafnya
terbentur sesuatu di dasar jurang, maka dia berubah menjadi gila," jawab
Thio Han Liong.
"Apakah tidak
membahayakan Kiat Hiong?" tanya seng Hwi.
"Tidak," Thio Han
Liong tersenyum.
"sebab kini dia tidak
berhati jahat lagi, malahan sebaliknya amat menyayangi anak kecil itu."
"Syukurlah" ucap
seng Hwi.
"oh ya" Thio Han
Liong teringat sesuatu, kemudian berkata dengan wajah murung.
"Aku... telah berjumpa
dengan ci Hoat dan Coan Kang Tianglo...."
"oh?" Hatisu Hong
sek berdebar-debar tegang. la telah melihat perubahan wajah Thio Han Liong,
maka yakin telah terjadi sesuatu atas diri ke dua Tianglo itu.
"Bagaimana mereka?"
tanyanya.
"Mereka...." Thio
Han Liong menggeleng-gelengkan
kemala.
"sudah mati."
"Haah?" Mata su Hong
sek langsung basahi sedangkan seng Hwi menghela nafas panjang.
"Han Liong, siapa yang
membunuh mereka?"
"Ketika kutemukan, mereka
sudah sekarat." Thio Han Liong memberitahukan.
"Tapi ci Hoat Tianglo
masih sempat memberitahukan kepadaku, siapa yang melukai mereka."
"siapa yang melukai
mereka hingga binasa?" tanya seng Hwi.
"Ban Tok Lo Mo, guru Tan
Beng song," sahut Thio Han Liong dan menambahkan.
"Aku dan Adik An Lok yang
mengubur mereka."
"Di mana engkau mengubur
mereka?" tanya seng Hwi.
Thio Han Liong memberitahukan,
setelah itu ia pun berpesan.
"saudara tua, untuk
sementara ini janganlah engkau . mencari Ban Tok LoMo"
"Kenapa?" tanya seng
Hwi.
"sebab, kepandaian si
iblis Tua itu amat tinggi. lagipula mahir menggunakan racun. Itu akan
membahayakan dirimu," sahut Thio Han Liong.
"oleh karena itu kalian
harus bersabar." "Tapi...." su Hong sek manangis terisak-isak,
"Kematian ke dua
Tianglo...."
"Memang harus dibalas
kematian ke dua Tianglo, namun harus pula memperhitungkan kepandaian Ban Tok Lo
Mo."
"Aaah..." su Hong
sek menghela nafas panjang.
"Han Liong, apa yang
engkau katakan memang benar." "Kalau begitu...." seng Hwi
menggeleng-gelengkan kepala.
"Kapan kami boleh mencari
Ban Tok Lo Mo?" "Jangan pergi mencarinya" sahut Thio Han Liong.
"Biar dia yang ke mari.
Tapi sebelum dia ke mari, kalian harus mengatur suatu jebakan."
"Ngmm" seng Hwi
manggut-manggut.
"Kepandaian Im sie Popo
juga amat tinggi. Kelihatannya dia menuruti perkataan Kiat Hiong. Apabila Ban
Tok Lo Mo ke mari, Kiat Hiong harus menyuruh Im - sie Popo menghadapinya .
"
"Han Liong...."
wajah Seng Hwi berseri.
"Idemu sungguh cemerlang.
Aku pun yakin Im sie Popo masih dapat melawan Ban Tok Lo Mo, sedangkan kami
akan menjebaknya."
"Terus terang, aku ingin
membasmi Ban Tok Lo Mo, tapi tidak tahu dia berada di mana," ujar Thio Han
Liong sungguh-sungguh.
"Kalau kami bertemu Ban
Tok Lo Mo, kami pasti membasminya . "
"Han Liong" seng Hwi
menatapnya.
"Engkau dapat membasminya?"
"Mudah-mudahan"
sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Han Liong," ujar su
Hong sek.
"Aku yakin engkau dapat
membasmi Ban Tok Lo Mo itu."
"Terima kasih atas
keyakinanmu padaku," ucap Thio Han Liong, kemudian mengambil beberapa
butir obat pemunah racun dan diberikan kepada seng Hwi. "saudara tua,
sebelum menghadapi Ban Tok LoMo, makanlah obat pemunah racun ini dulu"
"Terima kasih, Han
Liong." seng Hwi menerima obat itu, kemudian diserahkan kepada su Hong sek
untuk disimpan.
"Harus diberikan kepada
Im sie Popo juga," pesan Thio Han Liong.
"Apabila dia akan
menghadapi Ban Tok LoMo."
"Ya." seng Hwi
mengangguk.
"Baiklah." Thio Han
Liong dan An Lok Keng cu bangkit berdiri
"Kami mau mohon
pamit." seng Hwi menahannya. "Jangan begitu cepat, esok pagi
saja"
"Tapi...." Thio Han
Liong memandang An Lok Keng cu
seakan minta pendapat. An Lok
Kong cu manggut-manggut seraya berkata.
"Kakak Han Liong, memang
ada baiknya kita bermalam di sini."
"Bagus, bagus" seng
Hwi tampak gembira sekali.
"Ha ha ha..."
"Malam ini aku akan
mengadakan perjamuan. Kita bersantap bersama sambil bersulang," sela su
Hong sek sambil tersenyum.
Malam harinya, seng Hwi dan su
Hong sek betul-betut menjamu mereka. Hadir pula Im sie Popo dan seng Kiat
Hiong. Im sie Popo bersantap sambil tertawa-tawa gembira, bahkan sering
mengambil makanan untuk seng Kiat Hiong.
Keesokan harinya, Thio Han
Liong dan An Lok Kong cu meninggalkan markas Kay Pang. Mereka melakukan
perjalanan tanpa arah tujuan, namun amat menggembirakan.