Bab 62 Bertemu orang Yang Dicari
Sampai di Tionggoan, Thio Han
Liong mulai mencari Yo Ngie Kuang lagi. Akan tetapi ia sama sekali tidak
menemukan jejak orang tersebut, sebaliknya malah muncul suatu kejadian yang
amat mengejutkannya.
Ternyata ketika mencari Yo
Ngie Kuang, Thio Han Liong menemukan mayat-mayat kaum rimba persilatan, yang
mati karena terkena semacam pukulan beracun. setelah memeriksa mayat-mayat itu,
terkejutlah Thio Han Liong.
"Locianpwee" panggil
Thio Han Liong.
Tong Koay menolehkan
kepalanya. Ketika melihat Thio Han Liong, ia tampak girang.
"Han Liong...."
Thio Han Liong segera
memeriksanya. sejenak kemudian keningnya tampak berkerut, ternyata Tong Koay
terluka karena pukulan beracun.
"Locianpwee terkena
pukulan beracun," ujar Thio Han Liong sambil memasukkan sebutir obat
pemunah racun ke mulut Tong Koay.
Tong Koay segera duduk bersila
dan kemudian menghimpun Lweekangnya. Thio Han Liong duduk di belakangnya,
sekaligus membantunya dengan Kiu Yang sin Kang.
Berselang sesaat, Tong Koay
memuntahkan cairan kehijau-hijauan dan barulah Thio Han Liong berhenti
mengerahkan Lweekangnya membantu Tong Koay.
"Aaah..." Tong Koay
menarik nafas lega sambil bangkit berdiri.
"Han Liong, kalau tidak
kebetulan engkau muncul di sini, nyawaku pasti akan melayang."
"Locianpwee, siapa yang
melukaimu?"
"Aku sama sekali tidak
mengenalnya," jawab Tong Koay sambil menghela nafas panjang.
"Aku melihat dia membunuh
para kaum rimba persilatan, maka aku lalu bertarung dengannya. Namun... tak
disangka kepandaiannya begitu tinggi dan memiliki ilmu pukulan beracun. Puluhan
jurus kemudian, aku terluka tapi masih sempat melarikan diri"
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Han Liong...." Tong
Koay memandangnya dengan penuh
rasa terima kasih.
"Engkau menyelamatkan
nyawaku lagi."
"Locianpwee" Thio
Han Liong tersenyum.
"Jangan berkata begitu,
Locianpwee harus berterima kasih kepada Thian (Tuhan)."
"Betul." Tong Koay
manggut-manggut.
"oh ya, Han Liong,
pernahkah engkau bertemu muridku?"
"Pernah."
"Tahukah engkau dia
berada di mana?"
"Locianpwee...."
Thio Han Liong menutur semua itu,
kemudian menambahkan.
"Kini Ouw Yang Bun berada
di gunung Altai."
"syukurlah dia berkumpul
kembali dengan putrinya" ucap Tong Koay dan bertanya.
"oh ya, bolehkah aku ke
sana menengok mereka?"
"Tentu boleh." Thio
Han Liong mengangguk,
"silakan Lociancwee ke
sana"
"Baik" Tong Koay
manggut-manggut.
"Kalau begitu, aku
berangkat sekarang. Han Liong sampai jumpa "
"sampai jumpa,
Locianpwee" sahut Thio Han Liong.
Tong Koay melesat pergi.
setelah itu barulah Thio Han Liong melanjutkan perjalanan mencari Yo Ngie
Kuang.
la telah mengambil keputusan,
apabila berhasil mencari Yo Ngie Kuang, ia akan segera kembali ke Kota raja,
sebab dia harus membawa An Lok Kong cu pergi mengunjungi Thio sam Hong
sucouwnya. Akan tetapi ia sama sekali tidak menemukan jejak orang yang
dicarinya, dan itu sungguh nyaris membuatnya putus asa.
Ketika Thio Han Liong berada
di sebuah lembah, tiba-tiba terdengar suara orang bertarung. Pemuda itu langsung
melesat ke tempat tersebut. Dilihatnya dua orang sedang bertarung dengan sengit
sekali. Yang seorang berusia lima puluhan, sedangkan yang satu lagi masih muda.
Begitu melihat pemuda itu, Thio Han Liong hampir berseru girang, karena pemuda
itu adalah orang yang dicarinya, yakni orang yang pernah dilihatnya di sebuah
rimba berlatih ilmu silat.
Sementara pertarungan itu
semakin sengit. Walau orangtua itu menyerangnya bertubi-tubi, namun pemuda itu
tetap dapat berkelit, dan sekaligus balas menyerang.
Mendadak orangtua itu
menghentikan serangannya, kemudian menatapnya dengan dingin sekali.
"Hei Banci"
bentaknya.
"Bersiap-siaplah untuk
mampus. Aku akan mengeluarkan pukulan beracun untuk mencabut nyawamu"
"orangtua jahat"
sahut pemuda itu bernada wanita. "Engkaulah yang akan mampus"
"Hmm" dengus pemuda
itu dingin, kemudian mendadak menyerangnya.
Betapa terkejutnya Thio Han
Liong. Ternyata ia melihat sepasang tangan orangtua itu agak memerah pertanda
pukulan itu amat beracun. oleh karena itu ia lalu menampakkan diri, siap
membantu pemuda itu.
Tiba-tiba Thio Han Liong
tersentak sebab teringat akan sesuatu. Mungkinkah orangtua itu adalah Tan Beng
song, mantan adik seperguruan Lam Khie? Tanyanya dalam hati.
Sementara pertarungan itu
semakin seru dan sengit, boleh dikatakan mati-matian pula. Di saat orangtua itu
mengeluarkan ilmu pukulan beracun, pemuda itu pun mengeluarkan ilmu
simpanannya.
Kini mereka berdua berubah
menjadi bayangan. Ke dua bayangan itu berkelebat ke sana ke mari laksana kilat.
Namun Thio Han Liong masih dapat mengikuti pertarungan ke dua orang itu.
Puluhan jurus kemudian,
mendadak terdengar suara jeritan, lalu tampak sosok bayangan terpental.
"Aaakh..." Ternyata
yang menjerit orangtua tersebut.
"Hi hi hi" Pemuda
itu tertawa cekikikan.
"Bagaimana? siapa yang
roboh sekarang?"
"Hmm" dengus
orangtua itu dingin.
"sekarang engkau menang,
tapi tunggu balasanku"
Usai berkata begitu, tiba-tiba
orangtua itu melesat pergi. Pemuda itu terus tertawa cekikikan, lalu memandang
Thio Han Liong.
"saudara, kenapa dari
tadi engkau terus berdiri di situ?"
"Aku amat kagum akan
kepandaianmu," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"oh ya, engkau kenal
orangtua itu?"
"Tidak kenal."
Pemuda itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Tapi tadi dia memberitahukan,
bahwa dia bernama Tan Beng Song."
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut. "Ternyata memang dia" "Engkau kenal
dia?"
"Aku tidak kenal dia,
tapi tahu tentang dirinya." Thio Han Liong memberitahukan.
"Dia adalah mantan adik
seperguruan Lam Khie, tapi sudah lama diusir dari pintu perguruan."
"oooh" Pemuda itu
manggut-manggut, kemudian memandang Thio Han Liong seraya bertanya.
"oh ya, kenapa dari tadi
engkau terus menatapku? Apakah ada keanehan pada diriku?"
"Maaf Engkau bernama Yo
Ngie Kuang?"
"Hah?" Pemuda itu
terkejut.
"Engkau... engkau kok
tahu namaku?"
"Aku pernah melihatmu
berlatih ilmu silat, namun pada waktu itu aku tidak berani mengganggumu.
Setelah itu aku pergi ke gunung Altai...."
"Apa?" Pemuda itu
tersentak.
"Mau apa engkau pergi ke
gunung Altai?"
"Menemui Kam Ek Thian
untuk meminta Thian Ciok Sin Sui...." Thio Han Liong menutur tentang
kejadian itu dan menambahkan,
"oleh karena itu, aku
menyanggupinya mencarimu."
"Aaaah..." Pemuda
bernama Yo Ngie Kuang itu jatuh terduduk, kemudian menangis terisak-isak.
"Aku bersalah karena
telah mencuri Lian Hoa Cin Keng itu."
"Sudahlah, jangan
menangis Lebih baik engkau pulang ke gunung Altai mengembalikan kitab itu
kepada Kam Ek Thian."
"Aku... aku...." Air
mata Yo Ngie Kuang meleleh.
"Kini aku menyesal
sekali. Walau kepandaianku tinggi, tapi apa gunanya? Aku... telah berubah
menjadi banci gara-gara mempelajari Lian Hoa Cin Keng."
"saudara, bolehkah aku
tahu bagaimana perubahan itu?" tanya Thio Han Liong mendadak. Yo Ngie
Kuang menatapnya dalam-dalam, setelah itu barulah menjawab.
"Aku terkesan baik
padamu, maka aku... aku akan memberitahukan." Yo Ngie Kuang menghela nafas
panjang.
"Mulai sejak aku belajar
ilmu silat yang tercantum dalam kitab itu, lambat laun suaraku mulai berubah
menjadi suara wanita. setelah itu alat kelaminku mulai berubah pula. Kian hari
kian bertambah kecil, maka kini aku telah berubah menjadi banci."
Bagian 32
"Oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut. "Maaf, bolehkah aku bertanya lagi sesuatu?"
"Silakan"
"Lian Hoa Sin Kang itu
mengandung hawa panas atau hawa dingin?"
"Hawa dingin."
"Bolehkah aku memeriksa
nadimu sebentar?"
"Engkau...." Yo Ngie
Kuang menatapnya dengan penuh
perhatian.
"Engkau mahir ilmu
pengobatan?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Aku belum tahu namamu,
bolehkah engkau memberitahukan padaku?" tanya Yo Ngie Kuang mendadak.
"Aku bernama Thio Han
Liong."
"Saudara Thio" Yo
Ngie Kuang tersenyum.
"Engkau sungguh baik
sekali"
"Engkau pun amat
ramah," sahut Thio Han Liong dan mulai memeriksa nadi Yo Ngie Kuang.
Berselang beberapa saat,
barulah Thio Han Liong berhenti memeriksanya seraya berkata.
"Lweekang yang engkau
pelajari itu memang mengandung semacam hawa dingin, dan itu merubah dirimu
meniadi banci"
"Kalau begitu...."
Yo Ngie Kuang mulai terisak-isak lagi.
"Aku harus
bagaimana?"
"Engkau harus berlatih
Lweekang itu hingga sempurna, agar engkau menjadi seorang gadis." Thio Han
Liong memberitahukan.
"Kalau tidak engkau tetap
menjadi banci."
"Aaaah..." keluh Yo
Ngie Kuang.
"Bagaimana mungkin aku
akan berhasil berlatih Lweekang itu?"
"saudara Yo" Thio
Han Liong tersenyum.
"Aku bersedia
membantumu." "Membantuku?" Yo Ngie Kuang terbelalak.
"Bagaimana mungkin engkau dapat membantuku?" "Mudah-mudahan aku
dapat membantumu" "Membantuku berubah menjadi seorang gadis?"
"Ya" Thio Han Liong mengangguk.
"itu lebih baik daripada
engkau menjadi banci. Lagi pula engkau sudah tidak bisa berubah kembali menjadi
anak lelaki."
"Kalau bisa berubah
menjadi anak gadis, itu masih tidak apa-apa. Tapi... apakah engkau dapat
membantuku?" Yo Ngie Kuang masih tampak ragu.
"Aku memiliki buah Im Ko,
hadiah dari raja Tayli." Thio Han Liong memberitahukan.
"Kalau engkau makan buah
ilu, Lweekangmu pasti bertambah tinggi dan seluruh tubuhmu pasti akan mengalami
perubahan."
"Maksudmu berubah menjadi
tubuh anak gadis?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk sambil mengambil kotak kecil itu dari dalam bajunya.
Setelah itu, dibukanya kotak
kecil tersebut. Walau buah Im Ko itu telah kering, tapi tetap menyiarkan aroma
yang amat harum.
"buah Im Ko?" tanya
Yo Ngie Kuang.
"Ya." Thio Han Liong
menyerahkan buah tersebut kepada Yo Ngie Kuang seraya berkata,
"Makanlah buah ini, aku
akan menjagamu di sini"
"Terimakasih." ucap
Yo Ngie Kuang sambil menerima buah itu, dan kemudian dimakannya.
Berselang beberapa saat, Yo
Ngie Kuang merasa darahnya bergolak, dan itu membuatnya terperanjat sekali.
"Han Liong, darahku
bergolak."
"Tidak apa-apa,"
sahut Thio Han Liong.
"cepatlah engkau duduk
bersila dan mengerahkan Lian Hoa sin Rang"
Yo Ngie Kuang mengangguk lalu
segera duduk bersila dan mengerahkan Lian Hoa sing Kang.
Thio Han Liong duduk di
hadapannya, dan terus memperhatikan Yo Ngie Kuang. sedangkan pemuda itu tampak
seakan pingsan dan sepasang matanya terpejam.
Hampir dua hari satu malam
keadaan Yo Ngie Kuang dalam keadaan begitu. sementara Thio Han Liong tetap
duduk di hadapannya, dan memandangnya dengan perasaan takjub, karena kini kulit
Yo Ngie Kuang sudah berubah begitu halus dan wajah tampak cantik sekali.
Perlahan-lahan Yo Ngie Kuang
membuka matanya. Ketika melihat Thio Han Liong duduk di hadapannya ia tersenyum
lembut.
"Han Liong...."
"saudara Yo" Thio
Han Liong terbelalak, karena suara Yo Ngie Kuang sudah berubah menjadi suara
anak gadis, bahkan dadanya pun tampak agak menonjol.
"Engkau...."
"Han Liong, terima kasih
atas kebaikanmu tetap menjagaku di sini," ujar Yo Ngie Kuang sambil
memandangnya.
"Sudah berapa lama engkau
duduk di hadapanku?"
"Hampir dua hari satu
malam," Thio Han Liong memberitahukan.
"Apa?" Yo Ngie Kuang
terbelalak.
"Hampir dua hari satu
malam?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk dan bertanya, "Apakah engkau melihat ada perubahan pada
dirimu?" "Ada." Yo Ngie Kuang mengangguk.
"Kini aku
merasa...."
"Merasa apa?"
"Merasa...." Yo Ngie
Kuang kelihatan malu-malu, kemudian
menjerit terkejut.
"Haaah...?"
"Ada apa?" Thio Han
Liong tersentak.
"Dadaku...."
Ternyata Yo Ngie Kuang memiliki sepasang
payudara.
"Saudara Yo, kini engkau
sudah berubah meniadi anak gadis." Thio Han Liong memberitahukan sambil
tersenyum.
"oh?" Yo Ngie Kuang
tersipu dan berkata,
"Han Liong, engkau tunggu
di sini sebentar, aku mau ke belakang pohon itu Engkau tidak boleh mengintip
ya"
"Ya." Thio Han Liong
manggut-manggut.
Yo Ngie Kuang segera pergi ke
belakang sebuah pohon. Tak seberapa lama ia sudah kembali ke tempat itu dengan
wajah kemerah-merahan.
"Han Liong," ujarnya
dengan suara rendah.
"Kini aku betul-betul
telah berubah menjadi anak gadis."
"Engkau yakin?"
"Tadi aku ke belakang
pohon itu untuk...." Yo Ngie Kuang
menundukkan kepala seraya
berkata, "Malu ah kuberitahukan."
"Untuk apa engkau tadi ke
belakang pohon?" tanya Thio Han Liong.
"Aku... aku
memeriksa...." Wajah Yo Ngie Kuang tampak
memerah.
"Aku memeriksa alat
kelaminku."
"oooh" Thio Han Liong
manggut-manggut.
"Syukurlah kini engkau
sudah menjadi anak gadis, aku mengucapkan selamat kepadamu."
"Terima kasih," ucap
Yo Ngie Kuang sambil tersenyum.
"Kalau tanpa bantuanmu,
tentunya aku tetap menjadi banci. oleh karena itu, aku... aku berhutang budi
kepadamu."
"saudara Yo, engkau
jangan berkata begitu"
"Hihi Hi" Yo Ngie
Kuang tertawa geli.
"Aku sudah menjadi anak
gadis, tapi engkau tetap memanggilku saudara Hi hi hi...."
"Kalau begitu, aku harus
memanggilmu apa?" tanya Thio Han Liong sambil memandangnya.
"Apa ya?" Yo Ngie
Kuang tampak bingung.
"Namaku Ngie Kuang, itu
nama lelaki. Bagaimana kalau engkau memberi nama padaku?"
"Maksudmu nama Ngie Kuang
diganti?" "Ya." Yo Ngie Kuang manggut-manggut.
"Kini aku sudah berubah
menjadi anak gadis, tentunya harus memakai nama gadis pula."
"Betul. Kalau begitu
engkau kunamai.... Yo Pit Loan,
bagaimana menurutmu?"
tanya Thio Han Liong sambil memandangnya.
"Baik." Yo Ngie
Kuang manggut-manggut sambil tersenyum.
"Mulai sekarang namaku Yo
Pit Loan."
"Pit Loan." ujar
Thio Han Liong.
"Aku harap engkau pulang
ke gunung Altai saja"
"Han Liong...." Yo
Pit Loan menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku sudah tidak punya
muka berjumpa dengan kakak seperguruanku itu, sebab aku telah mencuri kitab
Lian Hoa Cin Keng, lagi pula kini aku telah berubah menjadi anak gadis."
"Itu tidakjadi
masalah."
"Han Liong" Yo Pit
Loan menatapnya lembut.
"Aku amat berterima kasih
atas maksud baikmu. Tapi biar bagaimana pun aku tidak akan pergi menemui kakak
seperguruanku itu."
"Kalau begitu...."
Thio Han Liong mengerutkan kening.
"Bagaimana kitab Lin Hoa
Cin Kong itu?"
"Bolehkah aku minta
bantuanmu?" tanya Yo Pit Loan mendadak,
"Apa yang dapat
kubantu?" Thio Han Liong balik bertanya sambil memandangnya.
"Tolong antarkan kitab
Lian Hoa Cin Kong ke gunung Altai."
"Itu...." Thio Han
Liong berpikir sejenak, kemudian
mengangguk.
"Baiklah."
"Terimakasih, Han
Liong," ucap Yo Pit Loan sambil mengeluarkan kitab tersebut dari dalam
bajunya, lalu diserahkan kepada Thio Han Liong.
Thio Han Liong menerima kitab
tersebut, kemudian dimasukkannya ke dalam bajunya.
"Pit Loan," ujar
Thio Han Liong berjanji.
"Aku pasti mewakilimu
mengembalikan kitab ini kepada Kam Ek Thian."
"Terimakasih." Yo
Pit Loan menatapnya lembut.
"Han Liong, engkau
sungguh baik sekali. oh ya, engkau sudah punya kekasih?"
"Aku sudah punya
tunangan."
"Siapa tunanganmu?"
"An Lok Kong Cu."
"Maksudmu dia Putri
Kaisar?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk dan memberitahukan.
"Aku sudah berhasil
mencarimu, maka sudah waktunya aku kembali ke Kota raja menengoknya."
"Han Liong, sampaikan
salamku kepadanya" pesan Yo Pit Loan.
"Baik," Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Aku pasti sampaikan
kepadanya."
"Terimakasih," ucap
Yo Pit Loan sambil menundukkan kepala.
"Han Liong, aku berhutang
budi kepadamu, maka aku harus menjadi pelayanmu."
"Jangan berkata begitu
Kita adalah teman. Lagipula engkau sama sekali tidak berhutang budi
padaku."
"Han Liong...." Yo
Pit Loan terharu sekali.
"Aku... aku tidak akan
melupakanmu selamanya."
"Pit Loan," sahut
Thio Han Liong sambil memegang bahunya.
"Akupun ingat selalu
padamu."
"Han Liong..." Mata
Yo Pit Loan mulai basah.
"Kalau engkau tidak
memberikan buah Im Ke itu kepadaku, tentunya aku tetap menjadi banci."
"Pit Loan" Thio Han
Liong menatapnya lembut
"Maaf, aku harus segera
ke Kota raja Aku... mohon pamit."
"Kapan kita akan berjumpa
lagi?"
"Kita pasti berjumpa
kembali kelak," sahut Thio Han Liong dan menambahkan,
"setelah ke Kota raja,
barulah aku ke gunung Altai mengembalikan kitab Lian Hoa Cin Keng."
"Terima kasih, Han
Liong."
"Pit Loan, sampai
jumpa" ucap Thio Han Liong, lalu melesat pergi.
"sampai jumpa, Han
Liong" sahut Yo Pit Loan lalu menangis terisak-isak dan air matanya
meleleh deras membasahi pipinya yang putih mulus itu.
Kini Thio Han Liong melakukan
perjalanan menuju ke Kota raja. Begitu terbayang wajah An Lok Kong cu ia
tersenyum-senyum. Justru saat itu mendengar suara rintihan-rintihan yang lirih
di semak-semak. la mengerut kan kening dan melesat ke semak-semak itu.
Dilihatnya beberapa orang
tergeletak tak bergerak. Wajah mereka kehijau-hijauan pertanda terkena pukulan
beracun.
Thio Han Liong membungkukkan
badannya untuk memeriksa mereka. Namun ia menggeleng-gelengkan kemala, karena
mereka sudah tak bisa ditolong lagi.
"Kami... kami...."
salah seorang dari mereka masih dapat
mengeluarkan suara.
"Kami murid Bu Tong
Pay.." "Hah?" Thio Han Liong tersentak. "Kalian murid
Bu-Tong Pay?"
"Ya." orang itu
mengangguk lemah.
"Tolong... tolong
beritahukan kepada guru...."
"Baik," Thlo Han
Liong manggut-manggut.
"siapa yang melukai
kalian? Apakah Tan Beng song?"
"orang itu.. sudah tua
sekali. Dia... dia yang melukai kami...." Berkata sampai di situ, nafas
orang itu putus.
"Aaaah..." Thio Han
Liong menghela nafas panjang.
"Timbul lagi suatu
kejadian. Aku harus kembali ke gunung Bu Tong atau ke Kotaraja?" gumamnya.
Thio Han Liong berdiri
termangu-mangu, akhirnya dia mengambil keputusan untuk kembali ke Kota raja.
setelah mengambil keputusan itu, ia mengubur mayat-mayat murid Bu Tong Pay itu,
lalu melanjutkan perjalanan ke Kota raja.
Beberapa hari kemudian, Thio
Han Liong sudah tiba di Kotaraja. Dapat dibayangkan betapa gembiranya Cu Goan
ciang.
"Yang Mulia...."
Thio Han Liong memberi hormat.
"Han Liong" cu Goan
ciang memegang bahunya.
"Syukurlah engkau telah
kembali Putriku amat rindu padamu."
"Maafkan aku, Yang
Mulia" ucap Thio Han Liong.
"Ha ha ha" Cu Goan
ciang tertawa gelak.
"Han Liong, cepatlah
engkau ke istana menemui Putriku Tapi... alangkah baiknya engkau membuat
kejutan, sebab dia sama sekali tidak menduga engkau kembali hari ini."
"Baik." Thio Han
Liong tersenyum geli sambil manggut-manggut.
"Aku akan mengejutkannya
. "
"Bagus Ha ha ha..."
Cu Goan ciang tertawa gelak.
Thio Han Liong segera ke
istana An Lok. sampai di sana ia melihat An Lok Kong cu sedang duduk di taman
ditemani Lan Lan, dayang pribadinya. Thio Han Liong tersenyum kemudian melesat
ke belakang pohon, dan bersembunyi di situ sambil mengintip.
"Aaaah..." An Lok
Kong cu menghela nafas panjang dan bergumam.
"Kenapa hingga saat ini
Kakak Han Liong belum kembali?" "Kong cu harus bersabar," ujar
Lan Lan.
"Jangan pergi mencari
Tuan Muda Thio seperti tempo hari. Yang Mulia pasti gusar sekali"
"Tapi...." An Lok
Kong cu menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku rindu sekali
kepadanya."
"Biar bagaimanapun, Kong
Cu harus sabar menunggu." Lan Lan mengingatkan.
"Apakah Kong Cu sudah
lupa, apa yang dialami Kong cu gara-gara pergi mencari Tuan Muda Thio?"
"Lan Lan, aku amat
mencintainya." An Lok Kongcu memberitahukan.
"itu membuatku ingin
pergi mencarinya."
"Kalau begitu, Kong Cu
harus tetap berada di dalam istana menunggunya," sahut Lan Lan.
"Jangan pergi mencarinya,
sebab akan membahayakan diri Kongcu Yang Mulia pun pasti gusar sekali."
"Aaaah..." An Lok
Kong Cu menghela nafas.
"Kalau dia kembali, aku
tidak mau berpisah dengannya lagi Ke mana dia pergi aku pasti
mendampinginya."
"Kong cu...." Lan
Lan tertawa geli.
"Mudah-mudahan Tuan Muda
Thio lekas kembali Kalau tidak. Kongcu pasti akan sakit rindu."
"Engkau...." An Lok
Kong cu melotot.
Thio Han Liong yang
bersembunyi di belakang pohon pun nyaris tertawa geli. Tapi ia juga terharu
akan cinta An Lok Kong Cu kepadanya. Thio Han Liong mengerahkan Lweekang,
kemudian mengirim suara ke arah An Lok Kong Cu.
"Adik An Lok Adik An
Lok" suaranya amat halus lembut.
"Hah?" An Lok Kong
cu tersentak dan langsung bangkit berdiri.
"Kakak Han Liong Kakak
Han Liong"
"Kong cu...." Lan
Lan terbelalak.
"Ada apa?"
"Barusan aku mendengar
suara Kakak Han Liong, dia... dia memanggilku." An Lok Kong cu
memberitahukan
"Tapi kenapa aku tidak
mendengar suara apa pun?" Lan Lan mengerutkan kening.
"Mungkin Kong cu salah
dengar."
"Aku tidak salah dengar,
itu memang suaranya," sahut An Lok Kong cu sambil menengok ke sana ke
mari.
"Adik An Lok Aku sudah
kembali" suara Thio Han Liong mengalun ke dalam telinganya, dan itu
sungguh membuat An Lok Kong cu terkejut sekali.
"Lan Lan, aku mendengar
suaranya lagi."
"oh?" Wajah Lan Lan
berubah pucat.
"Kong cu...."
"Lan Lan...." suara
An Lok Kong cu bergemetar.
"Apakah... Kakak Han
Liong telah terjadi sesuatu?" "Maksud Kong cu...." Lan Lan
tampak ketakutan.
"Tapi... sekarang belum
malam, tidak mungkin ada arwah berkeliaran di siang hari."
"Kakak Han Liong Kakak
Han Liong" Air mata An L.ok Kong cu mulai meleleh.
"Engkau... engkau tidak
boleh terjadi apa-apa."
"Adik An Lok Adik An
Lok" suara Thio Han Liong mengalunkan lagi ke dalam telinga An Lok Kong
cu.
"Aku sudah kembali"
"Kakak Han Liong Kakak Han
Liong" An Lok Kong cu berlari ke sana ke mari dengan wajah pucat pias.
"Kakak Han Liong, engkau
berada di mana?"
"Kong cu...."
sekujur tubuh Lan Lan mulai menggigil saking
takutnya, namun dayang itu
sama sekali tidak mendengar suara Thio Han Liong.
"Kakak Han Liong Kakak
Han Liong" An Lok Kong cu jatuh terduduk, kemudian menangis terisak-isak,
Di saat bersamaan, muncullah
Thio Han Liong dan belakang pohon, lalu perlahan-lahan mendekati An Lok Kong
cu.
Ketika melihat kemunculan Thio
Han Liong, Lan Lan berteriak-teriak ketakutan.
"Ada setan Ada
setan"
Sedangkan An Lok Kong cu
memandang Thio Han Liong dengan mata terbelalak, sama sekali tidak berkedip.
"Adik An Lok"
panggil Thio Han Liong.
"Kakak Han Liong" An
Lok Kong cu bangkit berdiri. "Engkau... engkau... bukan arwah kan?"
"Adik An Lok" Thio
Han Liong tersenyum, lalu menggenggam tangan gadis itu erat-erat.
"Aku sudah kembali."
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong cu langsung mendekap
di dadanya.
Sementara Lan Lan masih
memandang Thio Han Liong dengan ketakutan, dan itu membuat Thio Han Liong
tersenyum geli. Kemudian ia membelai-belai An Lok Kong cu. Justru mendadak An
Lok Kong cu terus memukul dadanya, ternyata ia mengambek,
"Kakak Han Liong Engkau
jahat sekali, kenapa engkau tega menggodaku?"
"Boleh kan?" Thio
Han Liong tertawa.
"Ayahmu yang menyuruhku
membuat kejutan, maka aku membuat suatu kejutan untukmu."
"Engkau jahat Engkau
jahat" An Lok Kong cu masih terus memukuli dada Thio Han Liong.
"Engkau membuat diriku
nyaris pingsan."
"Adik An Lok," ucap
Thio Han Liong.
"Aku minta maaf, jangan
terus memukul dadaku"
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong cu berhenti memukul
dadanya.
"Apakah sakit?"
"Tentu tidak," sahut
Thio Han Liong sambil tersenyum.
"sebab engkau memukul
dadaku dengan penuh kasih sayang."
"oh?" An Lok Kong cu
tertawa kecil.
"Kakak Han Liong, mari
kita duduk"
Thio Han Liong mengangguk,
mereka berdua lalu duduk, Lan Lan memandang mereka sejenak, kemudian
tersenyum-senyum sambil meninggalkan taman itu.
"Kakak Han Liong...."
An Lok Kong cu memandangnya.
"Kenapa begitu lama
engkau baru kembali?"
"Engkau tahu kan? Aku
harus ke Tong Hai dan mencari Yo Ngie Kuang, tentunya membutuhkan waktu,"
sahut Thio Han Liong.
"Kini semua urusan itu
sudah beres."
"oh?" Wajah An Lok
Kong cu berseri.
"Jadi engkau sudah
berhasil mencari orang itu?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk dan menceritakan semua kejadian itu.
"oleh karena itu, aku
harus ke gunung Bu Tong.."
"Apa?" Wajah An Lok
Kong Cu langsung berubah.
"Engkau mau pergi
lagi?"
"Ya."
"Tidak boleh Pokoknya
engkau tidak boleh pergi" tegas An Lok Kong cu.
"Aku tidak mau berpisah
denganmu lagi pokoknya tidak mau"
"Adik An Lok" Thio
Han Liong tersenyum.
"Maksudku kita pergi
bersama. Aku pun tidak mau berpisah denganmu."
"Hoh?" Wajah An Lok
Kong cu tersenyum, kemudian menatapnya dalam-dalam seraya bertanya,
"Tong Hat sianli itu
cantik sekali?"
"Dia memang cantik, namun
engkau jauh lebih cantik dari gadis yang mana pun," sahut Thio Han Liong
sungguh-sungguh.
"Lagi pula aku hanya
mencintaimu dan akupun telah memberitahukannya bahwa aku sudah punya
tunangan."
"Oooh" An Lok Kong
cu menarik nafas lega.
"oh ya, engkau tahu siapa
pembunuh murid-murid Bu Tong pay itu?"
"Semula aku mengira Tan
Beng song, tapi salah seorang
murid Bu Tong pay itu masih
sempat memberitahukan, bahwa pembunuh itu adalah seorang yang sudah tua sekali,
sedangkan Tan Beng song baru berusia lima puluhan. oleh karena itu, aku yakin
bukan dia."
"oooh" An Lok Kong
cu manggut-manggut, kemudian tertawa sambil bertanya,
"Kakak Han Liong,
betulkah Yo Ngie Kuang itu berubah menjadi anak gadis?"
"Betul." Thio Han
Liong mengangguk.
"Tapi kalau aku tidak
memberikannya buah Im Ke, dia tetap menjadi banci."
"Setelah berubah menjadi
anak gadis, apakah parasnya cantik?"
"Cukup cantik," Thio
Han Liong memberitahukan.
"Dia kuberi nama Yo Pit
Loan."
"Nama yang indah."
An Lok Kong cu tersenyum.
"Sekarang dia berada di
mana?"
"Entahlah." Thio Han
Liong menggelengkan kepala.
"Adik An Lok, kita ke
gunung Bu Tong sesungguhnya untuk mengunjungi sucouwku, sebab beliau ingin
melihatmu."
"Malu ah"
"Apa?" Thio Han
Liong terbelalaki lalu tertawa geli. "Tumben engkau omong begitu"
"Engkau...." Wajah
An Lok Kong cu kemerah-merahan.
"Kalau begitu, kita harus
memberitahukan kepada ayahku." "Tentu." Thio Han Liong
mengangguk.
"selain ke gunung Bu
Tong, kita pun harus ke gunung Altai."
"Mau apa ke sana?"
"Mengembalikan kitab Lian
Hoa Cing Kong kepada Kam Ek Thian," sahut Thio Han Liong dan menambahkan,
"Pemandangan di sana
indah sekali. Aku yakin engkau pasti menyukai tempat itu."
"oh?" An Lok Kong cu
tampak girang sekali.
"Kakak Han Liong,
bagaimana kalau sekarang kita pergi memberitahukan kepada ayahku?"
"Tidak usah
terburu-buru," sahut Thio Han Liong. "Tunggu beberapa hari barulah
kita minta ijin untuk pergi"
"Baik." An Lok Kong
cu mengangguk sambil tersenyum manis.
Beberapa hari kemudian, Thio
Han Liong dan An Lok Kong cu menghadap Cu Goan ciang. Kaisar itu menyambut
mereka dengan wajah berseri-seri, kelihatannya juga ingin menanyakan sesuatu.
"Yang Mulia" Thio
Han Liong memberi hormat.
"Ayahanda, terimalah
hormat Ananda" ucap An Lok Kong cu sambil memberi hormat.
"Ha ha ha" Cu Goan
ciang tertawa.
"Kalian duduklah"
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu lalu duduk. Cu Goan ciang memandang mereka seraya bertanya.
"Kalian ke mari
menghadapku, tentunya ingin menyampaikan sesuatu, bukan?"
"Ya" Thio Han Liong
mengangguk.
"Ngmmm" Cu Goan
ciang manggut-manggut.
"Han Liong, kini engkau
sudah tiada urusan apa-apa lagi, bukan?"
"Masih ada sedikit urusan
yang harus kuselesaikan, Yang Mulia," jawab Thio Han Liong.
"Urusan apa?"
"Aku harus mengajak Adik
An Lok ke gunung Bu Tong untuk menemui sucouwku, lalu pergi ke gunung
Altai."
"oh?" Cu Goan ciang
mengerutkan kening.
"Yaaah Kukira sudah tiada
urusan lagi, maka aku ingin menyuruh kalian melangsungkan pernikahan
Tapi..."
"Ayahanda," ujar An
Lok Kong cu dengan wajah agak kemerah-merahan.
"Guru besar Thio sam Hong
sudah tua sekali, beliau ingin bertemu kami, setelah itu ananda dan Kakak Han
Liong ke gunung Altai untuk mengembalikan sebuah kitab pusaka."
"Ngmm" Cu Goan ciang
manggut-manggut.
"Baiklah. Tapi setelah
itu kalian harus segera menikah" "Ya, Ayahanda." An Lok Kong cu
mengangguk, "Nak" Cu Goan ciang menatap putrinya. "Engkau harus
membawa pedang pusaka."
"Ya, Ayahanda." An
Lok Kong cu mengangguk lagi.
"Engkau pergi bersama Han
Liong, tentunya ayah berlega hati," ujar cu Goan ciang sambil tersenyum.
"Karena Han Liong pasti
melindungimu, dan menjagamu baik-baik."
"Ya, Yang Mulia,"
ujar Thio Han Liong.
"Aku pasti melindungi dan
menjaga Adik An Lok baik-baik." "Aku mempercayaimu." Cu Goan
ciang tertawa.
"Apabila semua urusan itu
sudah beres, cepatlah kalian menikah dan... jangan berkecimpung di dalam rimba
persilatan lagi, itu sungguh membahayakan diri kalian"
"Ya." Thio Han Liong
dan An Lok Kong cu mengangguk. "Kapan kalian akan berangkat?" tanya
Cu Goan ciang. "Besok pagi, Yang Mulia," jawab Thio Han Liong.
"Baiklah," Cu Goan ciang manggut-manggut dan berpesan,
"setelah semua urusan itu
beres, kalian harus cepat-cepat pulang"
"Ya." Thio Han Liong
dan An Lok Kong cu mengangguk serentak.