Bab 56 Bu siam Hoatsu Tewas
Thio Han Liong dan Dewi Kecapi
terus melanjutkan perjalanan ke gunung cing san dengan menggunakan ilmu ginkang
agur cepat tiba di tempat tujuan. Maka belum dua hari mereka sudah tiba di
gunung tersebut.
"Dewi Kecapi, kita harus
ke arah Barat," ujar Thlo Han Liong.
"Pelayan kedai teh itu
memberitahukan, bahwa Gua Angin puyuh terletak di sebelah Barat gunung
ini."
"Kalau begitu mari kita
ke arah Barat" ajak Dewi Kecapi.
Mereka berdua melesat ke arah
Barat, akan tetapi mereka tidak berhasil menemukan gua tersebut.
"Heran?" gumam Thio
Han Liong sambil duduk di bawah sebuah pohon.
"Di mana gua yang kita
cari itu?"
"Apakah pelayan kedai teh
itu omong sembarangan." Dewi Kecapi menggelengkan kepala.
"Itu tidak mungkin,"
sahut Thio Han Liong. "Dia tidak akan berani omong sembarangan."
"Tapi...." Dewi
Kecapi yang duduk di samping Thio Han
Liong mengerutkan kening.
"Kita sudah mencari ke
sana ke mari, tapi tidak menemukan gua itu."
"Kita beristirahat
sejenak. setelah itu barulah kita mulai mencari gua itu lagi."
Dewi Kecapi manggut-manggut,
lalu memandang Thio Han Liong seraya berkata dengan tersenyum.
"Tong Hai sianli sungguh
cantik, bahkan dia telah jatuh hati padamu. Tentu hatimu akan tergerak
bukan?"
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kepala.
"Aku bukan pemuda semacam
itu, lagi pula aku sudah punya tunangan."
"Tapi...." Ketika
Dewi Kecapi hendak mengatakan sesuatu,
mendadak Thio Han Liong
memberi isyarat agar diam.
"Sssst" Wajah pemuda
itu tampak serius.
"Ada apa?" tanya
Dewi Kecapi heran.
"Aku mendengar suara
tawa," jawab Thio Han Liong dengan kening berkerut.
"Bagaimana mungkin ada
orang di gunung yang amat sepi ini? Lagipula suara tawa itu mirip suara tawa
orang gila."
"Mungkinkah Bu sim
Hoatsu?" tanya Dewi Kecapi sambil bangkit berdiri.
"Mari kita kesana "
Thio Han Liong melesat ke arah
suara tawa itu dan Dewi Kecapi mengikutinya dari belakang. sepeminum teh
kemudian, barulah Dewi Kecapi mendengar suara tawa itu, sehingga membuatnya
merinding.
"Han Liong, suara tawa
itu mirip suara tawa setan iblis
.Jangan, jangan...."
Thio Han Liong tidak menyahut
melainkan melesat ke belakang pohon. Dewi Kecapi mengikutinya, lalu mereka
berdua mengintip ke arah suara tawa itu.
Tampak seorang nenek sedang berjingkrak-jingkrak
sambil tertawa seram. Begitu melihat nenek itu, tersentaklah Thio Han Liong.
"Dia... dia Kwee In
Loan"
"Im Sie Popo?" tanya
Dewi Kecapi tegang.
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Kalau begitu..."
bisik Dewi Kecapi.
"Bu sim Hoatsu pasti
berada di situ."
Thio Han Liong
manggut-manggut.
"Disitu memang terdapat
sebuah gua, itu pasti Gua Angin Puyuh."
"Mari kita ke sana"
ajak Dewi Kecapi.
"Sabar" sahut Thio
Han Liong.
"Kita harus mengintip
dulu, setelah itu barulah kita ke sana."
"Baik," Dewi Kecapi
menurut.
Mereka berdua terus mengintip
ke arah Im Sie Popo-Kwee In Loan. Tak seberapa lama muncullah seorang pendeta,
yang tidak lain adalah Bu sim Hoatsu. Begitu melihat pendeta itu, mata Dewi
Kecapi langsung berapi-api.
"Tenang" ujar Thio
Han Liong dengan suara rendah.
"Bu sim Hoatsu mahir ilmu
hitam, maka kalau berhadapan dengannya janganlah engkau memandang
matanya."
"Ya."
"Sekarang mari kita ke
sana" ajak Thio Han Liong yang merasa yakin An Lok Kong cu berada di dalam
gua itu.
Dewi Kecapi mengangguk. Mereka
berdua lalu berjalan ke sana dengan langkah ringan.
Kemunculan mereka sungguh
mencengangkan Bu sim Hoatsu. la menatap mereka dengan tajam sekali.
"Siapa kalian
berdua?" tanya Bu sim Hoatsu.
"Aku ke mari untuk
membunuhmu" sahut Dewi Kecapi.
"Bu sim Hoatsu,
bersiap-siaplah menerima kematianmu"
"Hehe " Bu sim
Hoatsu tertawa.
"Siapa engkau?"
"Aku adalah Dewi Kecapi,
Putri suku Hui Engkau telah mencuri kitab pusaka milik ayahku, bahkan engkau
pun membunuh ke dua orangtuaku oleh karena itu, hari ini aku akan membunuhmu
juga"
"He he he" Bu sim
Hoatsu tertawa terkekeh-kekeh. "Kalau begitu justru engkau cari mati di
sini" "Bu sim Hoatsu" bentak Thio Han Liong.
"Di mana Cu An Lok? Cepat
bebaskan dia"
"Siapa engkau?" Bu
sim Hoatsu balik bertanya dengan kening berkerut.
"Aku.... Thio Han
Liong"
"Thio Han Liong?"
Air muka Bu sim Hoatsu langsung berubah, kemudian ia tertawa terkekeh-kekeh.
"He he he Aku justru
sedang mencarimu, tak disangka engkau malah ke mari"
"Ada urusan apa engkau
mencariku?" tanya Thio Han Liong.
"Hari ini engkau harus
mampus" sahut Bu Sim Hoatsu. "Sebab engkau membunuh adik
seperguruanku"
"Aku membunuh adik
seperguruanmu? Siapa adik seperguruanmu itu?"
"Leng Leng Hoatsu. Engkau
belum lupa bukan?" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Ternyata engkau kakak
seperguruan Leng Leng Hoatsu, pendeta jahat itu"
"Hm" dengus Bu sim
Hoatsu.
"Im Sie Popo, cepat bunuh
pemuda itu" serunya.
"Ya." Im Sie Popo
mengangguk dan langsung menyerang Thio Han Liong.
Thio Han Liong tahu Im Sie
Popo di bawah pengaruh Bu sim Hoatsu, maka ia tidak menangkis serangannya,
melainkan cuma berkelit ke sana ke mari dan diam-diam sebelah tangannya merogoh
ke dalam kantong bajunya, ternyata ia mengambil sebutir obat pemunah racun.
Sementara Bu sim Hoatsu dan
Dewi Kecapi berdiri berhadapan, namun Dewi Kecapi sama sekali tidak berani
memandang ke arah matanya dan itu membuat pendeta tersebut tertawa dingin.
"Walau engkau tidak
memandang mataku, aku tetap bisa menundukkanmu dengan ilmu hitam" ujar Bu
sim Hoatsu.
"Sebab kini engkau telah
terkurung ribuan ular berbisa" Dewi Kecapi memandang ke bawah. seketika ia
menjerit
karena melihat begitu banyak
ular berbisa sedang merayap ke arahnya,
"Dewi Kecapi" seru
Thio Han Liong.
"Jangan dengar itu. Di
sekitarmu tidak ada ular berbisa"
"Oh?" Dewi Kecapi
memandang ke bawah lagi. Memang benar tak ada seekor pun ular berbisa di tempat
itu.
"He he he" Bu sim
Hoatsu tertawa terkekeh-kekeh.
"Dewi Kecapi,
hati-hatilah. Ribuan tawon beracun sedang terbang ke arahmu dan akan
menyengatmu"
"Haah?" Betapa
terkejutnya Dewi Kecapi, sebab ia mendengar suara ribuan tawon yang sedang
terbang ke arahnya.
"Han Liong
Tolong..."
"Dewi Kecapi" sahut
Thio Han Liong yang sedang berkelit ke sana ke mari menghindari
serangan-serangan Im Sie Popo.
"Pusatkan pikiranmu dan
bunyikan kecapimu itu"
Dewi Kecapi segera memusatkan
pikirannya, kemudian memetik kecapinya.
"Ting Ting Ting..."
Begitu kecapinya berbunyi, suara tawon-tawon itu lenyap seketika.
"He he he" Bu sim
Hoatsu tertawa terkekeh-kekeh.
"Tak disangka engkau
memiliki kecapi pusaka. Tapi Lweekang ku masih bisa menahan suara
kecapimu"
Usai berkata begitu, mendadak
Bu sim Hoatsu menyerangnya dengan ilmu pukulan yang amat lihay dan hebat.
Dewi Kecapi mengelak sekaligus
balas menyerang dengan alat kecapinya. Maka, seketika terjadilah pertarungan
yang amat seru, tegang dan sengit.
Sementara Thio Han Liong terus
berkelit, karena itu membuat Im Sie Popo tertawa terkekeh-kekeh. Kesempatan itu
tidak disia-siakan Thio Han Liong. la langsung
menyentilkan obat yang di
tangannya ke dalam mulut Im Sie Popo yang sedang tertawa terkekeh-kekeh itu.
Bagian 29
"Hup" obat pemunah
racun itu masuk ke tenggorokan Im Sie Popo.
Thio Han Liong segera meloncat
ke belakang sedangkan nenek itu berdiri diam di tempatnya.
Pertarungan Dewi Kecapi dan Bu
Sim Hoatsu semakin seru. Tetapi puluhan jurus kemudian, Dewi Kecapi mulai
berada di bawah angin.
"Ha ha ha" Bu Sim
Hoatsu tertawa gelak. Sebentar lagi engkau akan menyusul ke dua orangtuamu ke
alam baka"
"Hi hi hi" Mendadak
terdengar suara tawa cekikikan "Asyik Ada orang berkelahi. Nonton ah"
Yang tertawa cekikikan itu
ternyata Im Sie Popo. obat yang masuk ke tenggorokannya telah memunahkan racun
di dalam tubuhnya, maka ia bebas dari pengaruh Bu Sim Hoatsu.
"Im Sie Popo" bentak
Bu Sim Hoatsu.
"Cepat bunuh pemuda
itu"
"Tak usah ya Pemuda itu
tidak menggangguku," sahut Im Sie Popo sambil tertawa.
"Asyik Ada tontonan yang
menarik. Hi hi hi..."
Betapa terkejutnya Bu Sim
Hoatsu, namun juga merasa heran karena Im Sie Popo telah bebas dari
pengaruhnya.
"Berhenti" seru Thio
Han Liong mendadak.
Bu Sim Hoatsu dan Dewi Kecapi
segera berhenti bertarung, dan ketika itu juga Dewi Kecapi melompat ke samping
Thio Han Liong.
"Dewi Kecapi, biarlah aku
yang menghadapinya, engkau berdiri di sini saja."
"Ya." Dewi Kecapi
mengangguk.
Thio Han Liong mendekati Bu
sim Hoatsu dengan wajah dingin, sedangkan Bu sim Hoatsu menatapnya tajam
sekali.
"Thio Han Liong"
bentakBu sim Hoatsu dengan suara berwibawa.
"Engkau harus berlutut di
hadapanku"
"Bu sim Hoatsu Engkaulah
yang harus berlutut di hadapanku" sahut Thio Han Liong sambil mengerahkan
Ilmu Penakluk iblis.
"Haaah...?" Bu sim
Hoatsu tersentak, karena ia nyaris berlutut di hadapan pemuda itu.
"Engkau memang hebat,
mampu menangkis ilmu hitamku"
"Bu sim Hoatsu Percuma
engkau mengerahkan ilmu hitam, sebab aku tidak akan terpengaruh sama
sekali" sahut Thio Han Liong.
"Oh?" Bu sim Hoatsu
tertawa dingin
"He he Kalau begitu
cobalah nikmati suara sulingku"
Bu sim Hoatsu mengeluarkan
sebatang suling pualam. Melihat suling itu, Thio Han Liong sudah tahu bahwa itu
suling pusaka.
Mulailah Bu sim Hoatsu meniup
suling itu dan terdengar suara suling yang amat nyaring, merdu dan menggetarkan
hati. Makin lama suara suling itu makin meninggi dan tajam. Cepat-cepat Dewi
Kecapi menutup telinganya sambil mengerahkan Iweekangnya untuk menahan suara
suling itu. sedangkan Im Sie Popo Kwee In Loan mulai berjingkrak-jingkrak.
Thio Han Liong terus bertahan,
namun Dewi Kecapi kelihatan sudah tidak bisa bertahan lagi. Wajahnya pucat
pias. Di saat itulah Thio Han Liong mengeluarkan lonceng saktinya, lalu
dibunyikannya.
Sungguh di luar dugaan, suara
lonceng sakti itu dapat menekan suara suling pualam. Im Sie Popo sudah tidak
berjingkrak-jingkrak lagi, sedangkan Dewi Kecapi mulai tenang.
Akan tetapi, Bu sim Hoatsu
justru merasa darahnya mulai bergolak. la mengempos semangat untuk meniup
suling
pualamnya, namun suara lonceng
sakti itu terus menekan suara suling tersebut.
Berselang sesaat, wajah Bu sim
Hoatsu tampak memucat, dan ia segera berhenti meniup suling pualamnya.
"Teng..." Lonceng
sakti itu masih berbunyi.
"Aaaakh..." pekik Bu
sim Hoatsu. Tanpa sadar dilemparkannya suling pualam itu dan jatuh ke dalam Gua
Angin Puyuh.
Thio Han Liong pun berhenti
membunyikan lonceng saktinya, lalu menyimpan lonceng itu ke dalam bajunya
sambil menatap Bu Sim Hoatsu.
"Thio Han Liong Pantas
adik seperguruanku mati di tanganmu, ternyata engkau memang hebat"
ujarnya.
"Bu sim Hoatsu Cepat
bebaskan cu An Lok" sahut Thio Han Liong.
"He he he" Bu sim
Hoatsu tertawa terkekeh-kekeh.
"Cu An Lok memang berada
di dalam gua, tapi aku tidak akan membebaskannya"
"Engkau...."
"He he" Bu Sim
Hoatsu mendekati Thio Han Liong, kemudian mendadak menyerangnya dengan
jurus-jurus yang mematikan.
Thio Han Liong terus berkelit
ke sana ke mari, namun Bu sim Hoatsu terus menyerangnya dengan gencar sekali.
Puluhan jurus kemudian,
tiba-tiba Bu Sim Hoatsu berhenti menyerang. la berdiri diam di tempat sambil
menatap Thio Han Liong dengan tajam sekali.
"Tak kusangka
kepandaianmu begitu tinggi" ujarnya.
"Namun engkau pasti akan
mampus, sebab aku akan mengeluarkan ilmu simpananku"
"Silakan" sahut Thio
Han Liong.
Bu sim Hoatsu mulai
mengerahkan Iweekangnya. Tak lama sepasang telapak tangan pendeta itu tampak
berubah putih bagaikan salju.
Menyaksikan itu, Thio Han
Liong segera menghimpun Kiu Yang sin Kang untuk melindungi diri, kemudian
barulah mengerahkan Kian Kun Taylo sin Kang.
Mendadak Bu sim Hoatsu memekik
sambil menyerangnya. Bukan main dahsyatnya serangan itu, karena mengandung hawa
dingin.
Thio Han Liong berkelit, maka
serangan itu mengenai rerumputan dan membuat rerumputan itu membeku bagaikan
es.
Terkejut juga Thio Han Liong
menyaksikan ilmu pukulan itu. Lebih-lebih Dewi Kecapi. sedangkan Im Sie Popo
malah bertepuk tangan kelihatan gembira sekali.
"Han Liong,
hati-hati" seru Dewi Kecapi.
Thio Han Liong manggut-manggut
sambil mengelak serangan-serangan Bu sim Hoatsu dan itu membuat pendeta
tersebut makin penasaran.
"Han Liong" seru Bu
sim Hoatsu. "Jurusku ini akan merenggut nyawamu" Thio Han Liong tak
menyahut.
Tiba-tiba Bu sim Hoatsu
berputar mengelilingi Thio Han Liong, namun pemuda itu tetap berdiri diam di
tempat.
"Hiyaaat" pekik Bu
sim Hoatsu sambil menyerangnya.
Thio Han Liong tidak berkelit,
namun disambutnya serangan itu dengan jurus Kian Kun Taylo Hap It (segala
galanya Menyatu Di Alam semesta). Blaaam. Terdengar suara benturan yang
memekakkan telinga.
Thio Han Liong terhuyung-huyung
beberapa langkah, sedangkan Bu-Sim Hoatsu terpental belasan depa kearah Dewi
Kecapi.
Secara reflek Dewi Kecapi
menghantam punggung pendeta itu dengan kecapinya. Buuk.. Bu sim Hoatsu roboh
dan mulutnya menyemburkan darah segar. "uaaakh"
Setelah itu, tubuh Bu sim
Hoatsu tak bergerak lagi, ternyata pendeta itu telah binasa.
Thio Han Liong langsung
melesat ke dalam Gua Angin Puyuh. Dilihatnya An Lok Kong cu sedang duduk diam
di sudut gua itu.
"Adik An Lok" seru
Thio Han Liong dengan girang.
"Kakak Han Liong Kakak
Han Liong" sahut An Lok Kong cu dengan suara lemah dan ia sama sekali
tidak bangkit menyambut buah hatinya itu.
"Adik An Lok...."
Thio Han Liong heran.
la memegang tangan An Lok Kong
cu. Maksudnya ingin membangunkan gadis itu, tapi seketika juga wajah Thio Han
Liong langsung berubah pucat pias, karena sekujur badan An Lok Kong cu lemas
seperti tak bertulang.
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong cu memberitahukan.
"Bu sim Hoatsu mencekoki
aku dengan Jiu Kut Tok (Racun Pelemas Tulang)."
"Ha ah?" Betapa
terkejutnya Thio Han Liong.
"Jiu Kut Tok?"
"Ya." An Lok Kong cu
mengangguk.
Thio Han Liong segera mencari
ke sana ke mari, namun tidak menemukan obat penawar racun itu.
"Kakak Han Liong, engkau
mencari apa?" tanya An Lok Kong cu.
"Obat penawar racun
itu," sahut Thio Han Liong dan terus mencari.
"Percuma." An Lok
Kong cu menggeleng-gelengkan kepala.
"Bu sim Hoatsu telah
memberitahukan, bahwa dia sendiri pun tidak punya obat penawar racun itu"
"Oh?" Thio Han Liong
cemas sekali.
"Mungkin.. dia
membohongimu. Aku tidak percaya dia tidak punya obat penawar racun itu."
"Benar. Dia memang tidak
punya."
"Aaaah" keluh Thio
Han Liong.
"Kalau begitu...."
la langsung membopong An Lok
Kong cu meninggalkan gua itu. sampai di hadapan mayat Bu sim Hoatsu, An Lok
Kong cu ditaruh ke bawah, ia lalu memeriksa sekujur mayat pendeta itu.
"Han Liong...." Dewi
Kecapi tercengang.
"Apa yang engkau
cari?"
Thio Han Liong tidak manyahut.
la terus menggeledah sekujur mayat itu, namun tidak menemukan obat penawar
racun yang dicarinya.
"Aaaah..."Thio Han
Liong menghela nafas panjang, kemudian jatuh terduduk di samping mayat itu.
"Kakak Han Liong, tahukah
engkau siapa gadis itu?" tanya An Lok Kong cu.
"Dewi Kecapi," sahut
Thio Han Liong memberitahukan.
"Dia adalah Putri suku
Hui."
"oooh" An Lok Kong
cu manggut-manggut.
"Aku pernah bertemu
dia."
"Aku tahu, dia telah
menceritakan kepadaku," ujar Thio Han Liong sambil memandang An Lok Kong
cu dengan wajah penuh kecemasan. "Adik An Lok."
"Ada apa?"
"Racun.. Jiu Kut
Tok...."
"Jangan cemas, Kakak Han
Liong" An Lok Kong cu tersenyum.
"Aku tidak akan
mati...."
"Adik An Lok...."
Thio Han Liong memasukkan sebutir obat
ke dalam mulut An Lok Kong Cu.
"Kakak Han Liong, obat
apa itu?" tanya An Lok Kong cu.
"obat penawar
racun." Thio Han Liong memberitahukan.
"obat ini tidak dapat
menawarkan racun Jiu Kut Tok, tapi bisa memperlambat menjalarnya racun tersebut
di dalam tubuhmu."
"oooh" An Lok Kong
cu manggut-manggut. "Kalau begitu aku tidak akan cepat mati."
"An Lok" Dewi Kecapi mendekatinya. "Ternyata engkau kenal Han
Liong."
"Bukankah hari itu aku
telah memberitahukanmu?" sahut An Lok Kong cu sambil tersenyum.
"oh ya sebetulnya engkau
terkena racun apa?" tanya Dewi Kecapi.
"Racun Jiu Kut Tok."
jawab An Lok Kong cu dan menambahkan
"Tiada obat
penawarnya,"
"oh?" Dewi Kecapi
mengerutkan kening.
"Kalau begitu...."
Mendadak Thio Han Liong
membopong An Lok Kong cu, lalu melesat pergi tanpa berpamit kepada Dewi Kecapi.
"Han Liong Han
Liong..." seru Dewi Kecapi memanggilnya.
Namun Thio Han Liong sudah
tidak kelihatan, dan itu membuat Dewi Kecapi termangu- mangu. Di saat itulah Im
Sie Popo tertawa cekikikan dan perlahan-lahan mendekati mayat Bu sim Hoatsu.
"Hei Pendeta malas"
bentaknya sambil menendang mayat Bu sim Hoatsu.
"Ayoh cepat bangun,
jangan terus tidur di situ"
"Im sie Popo," ujar
Dewi Kecapi.
"Bu sim Hoatsu telah
binasa, dia bukan tidur."
"Binasa?" Im sie
Popo terheran-heran, kemudian tertawa cekikikan.
"Hi hi hi Pendeta jahat
itu telah binasa Pendeta jahat itu telah binasa...."
Dewi Kecapi
menggeleng-gelengkan kepala, lalu melesat pergi. Kini Bu sim Hoatsu telah
binasa, maka Putri suku Hui itu pun pulang ke daerahnya di gurun pasir. Namun
gadis itu sama sekali tidak bisa melupakan Thio Han Liong.
Ternyata Thio Han Liong
membopong An Lok Kong cu pulang ke Kota raja. Tujuh delapan hari kemudian,
tibalah di Kota raja dan langsung membopong An Lok Kong cu ke dalam istana.
Betapa cemasnya Cu Goan ciang
menerima laporan itu Kaisar itu menyambut kedatangan Thio Han Liong dengan
perasaan tercekam.
"Han Liong" panggil
Cu Goan ciang begitu melihat pemuda itu membopong An Lok Kong cu ke dalam ruang
istirahat.
"Kenapa Putriku?"
"Yang Mulia, Adik An Lok
terkena racun Jiu Kut Tok." Thio Han Liong memberitahukan sambil menaruh
An Lok Kong cu di kursi.
"Apakah membahayakan
dirinya?" tanya Cu Goan ciang dengan cemas.
"Memang bahaya
sekali," jawab Thio Han Liong.
"Sebab racun itu tiada
obat penawarnya."
"Apa?" Wajah Cu Goan
ciang langsung berubah pucat.
"Betulkah itu?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Kalau begitu...."
Cu Goan ciang mendekati putrinya
dengan mata basah.
"Nak, engkau...."
"Ananda tidak
apa-apa." An Lok Kong cu tersenyum. "Ayahanda... tidak usah
khawatir"
"Nak...." Cu Goan ciang
membelainya, lama sekali barulah
memandang Thio Han Liong
seraya bertanya.
"Bagaimana akibat setelah
terkena racun itu?"
"Seluruh tulang akan jadi
lemas tak bertenaga. Kalau dalam waktu setengah tahun tidak memperoleh obat
penawarnya, maka Adik An Lok akan mati lemas seperti tak bertulang." Thio
Han Liong memberitahukan.
"Ha.. aah?" Wajah Cu
Goan ciang bertambah pucat.
"Han Liong, biar
bagaimanapun engkau harus berusaha menolongnya"
"Aaaah..." Thio Han
Liong menghela nafas panjang.
"Aku punya obat penawar
racun, tapi tidak dapat menawarkan racun itu, hanya bisa dapat memperlambat
menjalarnya saja."
"Engkau yang meramu obat
itu?" tanya Cu Goan ciang mendadak sambil menatapnya.
"Bukan. Yang meramu obat
penawar racun itu, BuBeng siansu...." Tiba-tiba Thio Han Liong berseru tak
tertahan.
"BuBeng siansu pun
memberitahukan kepadaku tentang racun Jiu Kut Tok"
"Ada obat
penawarnya?" tanya Cu Goan ciang penuh harapan.
"Ada." Thio Han
Liong mengangguk.
"obat penawar racun itu
adalah Thian Ciok sin sui (Air sakti Dari Batu Langit)."
"Kalau begitu, cepatlah
engkau pergi mengambil Thian ciok sin sui itu" desak Cu Goan Ciang.
"Aku...." Thio Han
Liong menggelengkan- gelengkan
kemala.
"Aku tidak tahu harus ke
mana mencari Air sakti Dari Batu Langit itu."
"BuBeng siansu tidak
memberitahukan kepadamu?"
"Aku lupa."
"Cobalah engkau
ingat" desak Cu Goan ciang.
"Itu menyangkut nyawa
putriku atau tunanganmu. ... "
"Ayahanda," potong
An Lok Kong cu.
"Jangan terus
mendesaknya, sebab akan membuatnya tidak bisa berpikir sama sekali"
"Aaah..." Cu Goan
ciang menghela nafas panjang.
"Nak...."
Thio Han Liong terus mengingat
sehingga keningnya berkerut-kerut. Namun tak lama kemudian, tiba-tiba ia
berseru girang.
"Aku sudah ingat. Aku
sudah ingat" "Oh?" Cu Goan ciang menarik nafas lega.
"Syukurlah"
"BuBeng siansu pernah
memberitahukan, bahwa Hiat Mo tahu mengenai Thian ciok sin sui itu," ujar
Thio Han Liong.
"Aku harus segera ke Kwan
Gwa menemui Hiat Mo."
"Sabar" sahut Cu
Goan Ciang.
"Aku harus tahu siapa
yang meracuni putriku."
"Bu sim Hoatsu."
Thio Han Liong memberitahukan.
"Pendeta jahat itu telah
binasa.... oh ya Dia juga menculik
Ouw Yang Hui sian putri Ouw
Yang Bun, tapi gadis kecil itu tidak ada di dalam gua itu."
"Kakak Han Liong, ketika aku
bertemu Bu sim Hoatsu dan Im Sie Popo, aku tidak melihat mereka membawa gadis
kecil," ujar An Lok Kong cu.
"oh?" Thio Han Liong
mengerutkan kening.
"Apa-kah Bu sim Hoatsu
telah membunuhnya?"
"Entahlah." An Lok
Kong cu menghela nafas panjang-
"Aaah..." Keluh Thio
Han Liong.
"Kenapa aku bisa lupa
bertanya kepada Bu sim Hoatsu?"
"Mungkin..." ujar An
Lok Kong cu menduga.
"Gadis itu telah
diselamatkan orang."
"Mudah-mudahan
begitu" ucap Thio Han Liong.
"Nak, kenapa Bu sim
Hoatsu meracunimu?" tanya Cu Goan ciang sambil menatapnya.
"Karena ananda menyebut
nama Kakak Han Liong, maka dia menangkapku sekaligus mencekoki dengan racun
itu," jawab An Lok Kong cu. "Ananda tidak sengaja menyebut nama Kakak
Han Llong...."
"Oh?" Cu Goan ciang
mengerutkan kening.
"Kalau begitu tentu dia
punya dendam terhadap Han Liong."
"Betul." Thio Han
Liong mengangguk.
"Sebab aku membunuh adik
seperguruannya yang juga pendeta jahat."
"Oooh" Cu Goan ciang
manggut-manggut.
"Han Liong, kapan engkau
akan berangkat ke Kwan Gwa?" tanyanya.
"Hari ini." jawab
Thio Han Liong.
"Kakak Han Liong, engkau
jangan berangkat hari ini, esok saja" potong An Lok Kong cu.
"Tapi...."
"Han Liong" cu Goan
ciang tersenyum.
"Engkau berangkat esok
saja. sebab engkau masih harus menemani putriku, lagi pula engkau pun harus
beristirahat."
"Baiklah." Thio Han
Liong mengangguk.
"Sekarang...." Cu
Goan ciang memandangnya seraya
berkata.
"Engkau boleh
membopongnya ke istana An Lok."
"Ya." Thio Han Liong
segera membopong An Lok Kong cu ke istana itu.
Lan Lan, dayang pribadi An Lok
Kong cu tersentak ketika melihat Thio Han Liong membopong gadis itu.
"Tuan Muda, Kong cu
kenapa?" tanyanya dengan cemas.
"Terkena racun,"
sahut Thio Han Liong.
"Lan Lan di mana kamar
Adik An Lok? Aku harus membopongnya ke kamarnya."
"Mari ikut aku ke dalam,
Tuan Muda" ujar Lan Lan sambil berjalan ke dalam.
Thio Han Liong mengikutinya
dari belakang, sedangkan An Lok Kong cu tersenyum-senyum dalam bopongan pemuda
itu
"Kakak Han Liong, aku
telah merepotkanmu," ujarnya dengan suara rendah.
"Adik An Lok, jangan
berkata begitu" Thio Han Liong tersenyum lembut. Tak seberapa lama
kemudian sampailah mereka di kamar An Lok Kong cu.
"Tuan Muda, ini kamar
Kong cu," ujar Lan Lan sambil membuka pintu kamar itu.
Thio Han Liong
manggut-manggut, lalu melangkah ke dalam. la membaringkan An Lok Kong Cu ke
tempat tidur, kemudian berdiri di sisi tempat tidur itu sambil memandangnya.
"Kakak Han Liong,
duduklah"
"Adik An Lok, tidak baik
aku berada di dalam kamarmu. Lebih baik aku menunggu di luar."
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong cu tersenyum.
"Kalau engkau menunggu di
luar itu sama juga bohong."
"Tapi...."
"Kita adalah calon suami
isteri, jadi tidak apa-apa engkau berada di dalam kamarku."
"Aku khawatir Yang Mulia
akan memarahiku."
"Itu tidak mungkin."
An Lok Kong cu tersenyum lembut.
"Ayahanda yang menyuruhmu
menemaniku. Ya kan?"
"Tapi...."
"Kakak Han Liong,
duduklah" ucap An Lok Kong cu sambil menatapnya dengan penuh harap.
Itu membuat Thio Han Liong
merasa tidak tega meninggalkannya. Maka ia lalu duduk di pinggir tempat tidur
An Lok Kong cu.
"Teirimakasih, Kakak Han
Liong," ucap An Lok Kong cu.
"Terimakasih...."
"Adik An Lok...."
Thio Han Liong membelainya dengan
penuh cinta kasih.
"Jangan banyak bicara, beristirahatlah"
"Engkau akan berangkat
esok, maka aku harus banyak bicara denganmu," sahut An Lok Kong Cu
sungguh-sungguh.
"Kakak Han
Liong...."
"Ada apa, Adik An
Lok?"
"Bagaimana seandainya
engkau tidak berhasil memperoleh Thian ciok sin sui itu?"
"Adik An Lok" Thio
Han Liong menggenggam tangannya erat-erat.
"Yakinlah bahwa aku akan
memperoleh Thian ciok sin sui itu."
"Seandainya engkau tidak
berhasil, tentu aku akan mati. Ya kan?" An Lok Kong cu menatapnya
dalam-dalam.
"Adik An Lok, jangan
bicara yang bukan-bukan" Thio Han Liong membelainya dan menambahkan.
"Percayalah, aku pasti
akan berhasil memperoleh Air sakti Dari Batu Langit itu Tenanglah"
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong cu menghela nafas
panjang.
"Seandainya aku mati, aku
pun merasa puas karena engkau amat mencintaiku."
"Adik An Lok...."
Thio Han Liong memeluknya erat-erat.
"Engkau tidak akan mati,
karena aku akan berupaya memperoleh Thian ciok sin sui itu."
Keesokan harinya, berangkatlah
Thio Han Liong menuju Kwan Gwa (Luar Perbatasan) untuk menemui Hiat Mo.